bab iv hasil analisis dan pembahasan 4.1 keadaan...
TRANSCRIPT
BAB IV
HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN
4.1 Keadaan Geografis
Provinsi Jawa Barat secara geografis terletak di antara 5°50' - 7°50' LS dan
104°48' -104°48 BT dengan batas-batas wilayah:
Sebelah Utara, dengan Laut Jawa dan DKI Jakarta ;
Sebelah Timur, dengan Provinsi Jawa Tengah ;
Sebelah Selatan, dengan Samudra Indonesia ;
Sebelah Barat, dengan Provinsi Banten.
Provinsi Jawa Barat memiliki kondisi alam dengan struktur geologi
yang kompleks dengan wilayah pegunungan berada di bagian tengah dan selatan
serta dataran rendah di wilayah utara. Memiliki kawasan hutan dengan fungsi
hutan konservasi, hutan lindung dan hutan produksi yang proporsinya mencapai
22,10% dari luas Jawa Barat; curah hujan berkisar antara 2000-4000 mm/th
dengan tingkat intensitas hujan tinggi; memiliki 40 Daerah Aliran Sungai (DAS)
dengan debit air permukaan 81 milyar m3/tahun dan air tanah 150 juta m3/th.
Secara administratif pemerintahan, wilayah Jawa Barat terbagi kedalam
27 kabupaten/kota, meliputi 18 kabupaten yaitu Kabupaten Bogor,
Kabupaten Sukabumi, Kabupaten Cianjur, Kabupaten Bandung, Kabupaten Garut,
135
Kabupaten Tasikmalaya, Kabupaten Ciamis, Kabupaten Pangandaran, Kabupaten
Kuningan, Kabupaten Cirebon, Kabupaten Majalengka, Kabupaten Sumedang,
Kabupaten Indramayu, Kabupaten Subang, Kabupaten Purwakarta, Kabupaten
Karawang, Kabupaten Bekasi, Kabupaten Bandung Barat dan 9 kota yaitu Kota
Bogor, Kota Sukabumi, Kota Bandung, Kota Cirebon, Kota Bekasi, Kota Depok,
Kota Cimahi, Kota Tasikmalaya, dan Kota Banjar serta terdiri dari 626 kecamatan,
641 kelurahan, dan 5.321 desa.
4.2 Analisis Deskriptif
4.1.1 Kredit BPR (X1)
Dalam banyak kasus usaha kecil memiliki orientasi yang bisa berbeda
dibanding usaha besar. Mohammad Yunus (Microcredit Summit, 2011) bahkan
menengarai bahwa kebanyakan usaha kecil lebih merupakan social business yang
tujuannya bukan memaksimumkan profit, tetapi lebih mengutamakan pada
mempekerjakan tenaga kerja yang lebih banyak, memberikan pelayanan yang
lebih pada kelompok miskin, dan beberapa tujuan lain yang sifatnya lebih sosial.
Dalam hal industri perbankan, perilaku kredit mikro juga memiliki karakter yang
berbeda dibanding kredit pada umumnya. Dalam penelitian , Karim dan Osada
(1998). Berupaya mencari factor-faktor yang menjadi pendorong (emerging factor)
keberhasilan program-program penanggulangan kemiskinan yang berbasis kepada
pemberian kredit berskala mikro.
Kredit merupakan Penyediaan dana atau tagihan yang dapat di persamakan
dengan itu, berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjam meminjam antara
136
Tabel 4.1
Tabel Kredit BPR (X1) Di Jawa Barat 2010 –2016
Perkembangan Kredit/Pembiayaan BPR Konvensional
No Kabupaten/Kota Berdasarkan Jenis Penggunaan di Provinsi Jawa Barat per Dati II (Jutaan Rupiah)
2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016
1 Bogor 217.17 238.964 299.017 333.316 338.71 642.241 723.474
2 Sukabumi 367.774 431.294 497.414 551.947 561.769 410.335 411.299
3 Cianjur 100.405 91.329 99.357 120.192 122.654 358.891 328.621
4 Bandung 403.813 403.958 434.919 462.339 457.816 905.743 737.908
5 Garut 88.173 115.395 180.536 217.14 219.914 475.91 433.992
6 Tasikmalaya 228.102 214.688 159.969 182.915 186.55 401.296 459.402
7 Ciamis 29.83 35.413 46.922 53.209 52.919 115.941 141.651
8 Kuningan 45.685 51.842 64.659 76.182 74.159 134.908 153.224
9 Cirebon 228.153 262.239 288.304 315.314 315.936 587.346 586.563
10 Majalengka 98.825 128.661 141.494 172.713 174.328 307.338 275.704
11 Sumedang 90.658 110.438 102.495 116.951 114.558 238.901 254.122
12 Indramayu 196.937 222.891 260.646 288.712 285.58 484.671 525.741
13 Subang 311.55 358.148 488.733 589.673 585.833 681.025 758.842
14 Purwakarta 46.238 50.78 49.746 53.015 51.723 215.194 187.027
15 Karawang 58.509 80.986 99.674 107.654 108.975 209.337 236.203
16 Bekasi 282.446 351.959 448.63 501.12 514.968 730.166 826.48
17 Bandung Barat 55.578 84.564 92.121 120.447 126.096 153.254 125.681
18 Pangandaran 0 0 0 0 0 0 0
19 Kota Bogor 100.511 133.108 170.154 170.692 175.943 320.885 330.861
20 Kota Sukabumi 31.104 36.684 36.259 36.331 36.326 187.425 137.707
21 Kota Bandung 1.947.474 2.442.042 2.521.705 2.804.501 2.935.615 1.799.995 1.593.974
22 Kota Cirebon 225.301 292.049 264.731 259.279 261.724 293.427 301.156
23 Kota Bekasi 318.803 385.307 467.044 523.522 512.884 551.231 554.226
24 Kota Depok 261.315 265.174 332.706 401.828 412.593 421.436 440.201
25 Kota Cimahi 86.197 99.958 95.25 106.416 111.478 95.22 82.386
26 Kota
Tasikmalaya 47.734 111.652 222.168 260.416 258.412 247.571 173.282
27 Kota Banjar 0 0 0 0 0 13 16.103
TOTAL 5.868.297 6.999.535 7.864.665 8.825.836 8.997.474 10.982.391 10.793.830
Sumber data Bank Indonesia(BI)(www.BI.go.id)
bank dengan pihak lain yang mewajibkan pihak peminjam melunasi utangnya
setelah jangka waktu tertentu dengan pemberian bunga atau pembagian hasil
(Kasmir,2008). Tabel 4.1 Kredit BPR di Jawa Barat periode 2010 - 2016.
137
Hasil tabel 4.1 menunjukkan nilai Kredit BPR di Jawa Barat pada periode
2010 – 2016 mengalami peningkatan dengan rentang paling rendah sebesar
5.868.297 pada tahun 2010 dan rentang paling tinggi sebesar 10.982.391 pada
tahun 2015.
4.1.2 Produk Domestik Regional Bruto (X2)
Pertumbuhan ekonomi yang tinggi dan berkelanjutan merupakan kondisi
utama atau suatu keharusan bagi kelangsungan pembangunan ekonomi dan
peningkatan kesejahteraan. Pertumbuhan ekonomi tanpa dibarengi dengan
penambahan kesempatan kerja akan mengakibatkan ketimpangan dalam
pembagian dari penambahan pendapatan (cateris paribus), yang selanjutnya akan
menciptakan suatu kondisi pertumbuhan ekonomi dengan peningkatan kemiskinan
Tambunan (2003).
Produk Domestik Regional Bruto (PDRB)Jumlah nilai tambah bruto (Gross
Value Added ) yang timbul dari seluruh sektor perekonomian di suatu wilayah
atau propinsi. (Sadono Sukirno,2008). Tabel 4.2 Produk Domestik Regional Bruto
di Jawa Barat periode 2010 – 2016.
138
Tabel 4.2
Tabel Produk Domestik Regional Bruto (X2) Di Jawa Barat Periode
2010-2016
PDRB Provinsi Jawa Barat Atas Dasar Harga Berlaku Menurut Pengeluaran (Juta Rupiah , 2010-2016)
No Kabupaten/Kota 2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016
1 Bogor 92.931 104.476 120.328 135.882 151.285 168.103 184.17
2 Sukabumi 28.6 31.349 339.451 38.47 42.506 46.938 51.132
3 Cianjur 19.696 28.108 23.782 26.513 32.579 35.752 38.882
4 Bandung 48.431 53.849 131.989 151.794 172.697 195.844 217.041
5 Garut 25.465 28.108 30.364 33.687 37.084 40.683 44.449
6 Tasikmalaya 15.853 17.558 19.03 21.272 23.238 25.675 28.018
7 Ciamis 4.978 5.466 5.984 6.686 7.276 8.001 8.639
8 Kuningan 9.819 10.867 11.951 13.459 14.998 16.992 18.573
9 Cirebon 21.496 23.823 26.297 29.41 32.579 35.752 38.882
10 Majalengka 12.883 14.135 15.691 17.543 19.193 21.25 23.129
11 Sumedang 14.686 16.392 18.148 20.26 22.345 24.834 27.012
12 Indramayu 47.859 54.157 59.376 63.321 67.625 65.391 66.467
13 Subang 19.817 22.364 23.526 24.732 26.815 29.307 31.487
14 Purwakarta 0 0 0 0 0 0 0
15 Karawang 0 0 0 0 0 0 0
16 Bekasi 154.347 172.406 188.175 206.069 227.59 246.062 262.055
17 Bandung Barat 19.322 21.337 24.144 27.382 30.679 34.009 37.084
18 Pangandaran 0 0 0 0 0 0 0
19 Kota Bogor 18.775 20.766 23.254 26.082 29.147 32.364 35.4
20 Kota Sukabumi 5.321 5.923 6.51 7.309 8.14 8.968 9.713
21 Kota Bandung 102.154 115.203 131.989 151.794 172.697 195.844 217.041
22 Kota Cirebon 10.093 11.178 12.284 13.611 15.037 16.709 18.138
23 Kota Bekasi 41.283 46.139 51.699 57.715 64.109 70.786 76.813
24 Kota Depok 26.601 29.594 33.283 38.627 43.806 48.572 53.388
25 Kota Cimahi 13.571 14.93 16.5 18.385 20.568 22.646 24.547
26 Kota Tasikmalaya 9.291 10.116 11.081 12.293 13.623 15.237 16.747
27 Kota Banjar 0 0 0 0 0 0 0
TOTAL 906.685 1.021.628 1.128.245 1.258.989 1.385.825 1.524.832 1.652.589
Sumber data Badan pusat statistik (BPS) Jawa Barat (www.bps.go.id)
139
Hasil tabel 4.2 menunjukkan Produk Domestik Regional Bruto di Jawa
Barat periode 2010 – 2016. Pada periode 2010 – 2016 Produk Domestik Regional
Bruto di Jawa Barat mengalami peningkatan dengan rentang paling rendah
sebesar 906.685 juta pada tahun 2010 dan rentang paling tinggi sebesar 1.652.589
pada tahun 2016.
4.1.3 Tingkat Pengangguran (X3)
Pengangguran adalah meliputi penduduk yang sedang mencari pekerjaan,
atau sedang mempersiapkan suatu usaha, atau merasa tidak mungkin mendapatkan
pekerjaan, atau sudah punya pekerjaan tetapi belum mulai bekerja. Tingkat
Pengangguran Terbukan (TPT) adalah angka yang menunjukkan banyaknya
pengangguran terhadap 100 penduduk yang masuk kategori angkatan kerja (BPS,
2008). Tingkat pengangguran sangat erat hubungannya dengan laju pertumbuhan
penduduk. Dengan laju pertumbuhan yang tinggi akan meningkatkan jumlah
angkatan kerja (penduduk usia kerja) yang kemudian besarnya angkatan kerja ini
dapat menekan ketersediaan lapangan kerja di pasar kerja.
Sedangkan angkatan kerja sendiri terdiri dari dua komponen yaitu orang
yang menganggur dan orang yang bekerja. Apabila mereka tidak bekerja
konsekuensinya adalah mereka tidak dapat memenuhi kebutuhan dengan baik,
kondisi seperti ini membawa dampak bagi terciptanya dan membengkaknya
jumlah kemiskinan yang ada .Tabel 4.3 tingkat pengangguran terbuka di Provinsi
Jawa Barat 2010-2016 :
140
Tabel 4.3
Tingkat Pengangguran Terbuka (X3) Di Jawa Barat
periode 2010-2016
Tingkat Pengangguran Terbuka di Jawa Barat (Kabupaten dan Kota) 2010-2016
No Kabupaten/Kota
Tingakt Pengangguran menurut Kabupaten/ Kota di Jawa Barat ( Kapita/bulan)
Periode 2010-2016
2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016
1 Bogor 4.771.932 4.922.502 4.989.939 5.111.769 5.331.149 5.459.668 6.112.301
2 Sukabumi 2.341.409 2.383.450 2.408.338 2.408.417 2.422.113 2.434.221 2.500.112
3 Cianjur 2.171.281 2.210.267 2.231.107 2.250.305 2.235.418 2.243.904 2.245.210
4 Bandung 3.174.499 3.235.615 3.351.048 3.405.475 3.470.393 3.534.114 3.701.006
5 Garut 2.407.086 2.445.911 2.485.732 2.525.483 2.526.186 2.548.723 2.550.100
6 Tasikmalaya 1.675.544 1.692.432 1.716.178 1.738.011 1.728.587 1.735.998 1.745.999
7 Ciamis 1.720.280 17.740.320 1.781.660 1.372.846 1.162.102 1.168.682 1.201.000
8 Kuningan 1.122.376 1.054.183 1.133.164 1.138.399 1.049.084 1.055.417 1.056.600
9 Cirebon 2.065.142 2.104.313 2.263.978 2.293.075 2.109.588 2.126.179 2.301.121
10 Majalengka 1.166.733 1.171.864 1.176.117 1.180.774 1.176.313 1.182.109 1.211.118
11 Sumedang 1.165.804 1.198.837 1.282.988 1.307.648 1.131.516 1.137.273 1.138.287
12 Indramayu 1.663.516 1.693.610 1.683.460 1.690.977 1.682.022 1.691.386 1.701.401
13 Subang 1.477.483 1.492.144 1.501.647 1.509.606 1.513.093 1.529.388 1.523.386
14 Purwakarta 851.566 867.828 884.916 898.3 910.007 921.598 931.67
15 Karawang 2.127.791 2.168.710 2.207.181 2.225.383 2.250.120 2.273.579 2.280.654
16 Bekasi 3.002.112 3.122.698 3.246.013 3.260.230
17 Bandung Barat 1.510.284 1.551.422 1.582.326 1.614.495 1.609.512 1.629.423 1.632.532
18 Pangandaran
19 Kota Bogor 1.013.018 1.030.720 1.047.922 1.051.997
20 Kota Sukabumi 299.913 304.044 308.508 311.822 315.001 318.117 320.211
21 Kota Bandung 2.394.873 2.424.957 2.455.517 2.483.977 2.470.802 2.481.469 2.490.500
22 Kota Cirebon 295.764 301.711 310.72 304.313 304.584 307.494 309.512
23 Kota Bekasi 2.714.825 2.888.351
24 Kota Depok 1.736.565 1.769.787 1.898.567 1.962.182 2.033.508 2.106.102 2.112.201
25 Kota Cimahi 541.177 553.267 562.297 570.991 579.015 586.58 595.702
26 Kota
Tasikmalaya 634.424 646.874 649.885 661.676 654.794 657.477 661.012
27 Kota Banjar 185.043 197.338 203.512 187.183 180.515 181.425 187.103
TOTAL 43.413.973 60.199.040 45.509.147 46.183.642 46.029.668 46.709.569 46.882.671
Sumber data Badan pusat statistik (BPS) Jawa Barat (www.bps.go.id)
141
Hasil tabel 4.3 menunjukan tingkat pengangguran di Jawa Barat periode
2010-2016 mengalami fluktuasi, tingkat pengangguran tertinggi berada di tahun
2011 sebesar 60.199.040 dkemudian mengalami penurunan sebesar 45.509.147
di tahun 2012. Setelah tahun 2012 kemudian mengalami peningkatan sampai
akhir tahun 2016.
4.1.4 Kemiskinan (Y)
Kemiskinan sebagai kekurangan dalam kesejahteraan, dan terdiri dari
banyak dimensi. Ini termasuk berpenghasilan rendah dan ketidakmampuan untuk
mendaptkan barang dasar dan layanan yang diperlukan untuk bertahan hidup
dengan martabat (World Bank, 2010).
Perkembangan tingkat kemiskinan di jawa barat terus meningkat. Kenaikan
yang terjadi selama kurun waktu 2010 sampai 2016 disebabkan antara lain
lemahnya kondisi perekonomian Indonesia yang dipengaruhi oleh kelesuan
perekonomianglobal. Hal ini terjadi hampir di seluruh wilayah Indonesia. Secara
umum, persentase penduduk miskin di daerah perdesaan lebih besar daripada
perkotaan. Salah satu penyebabnya bisa dimungkinkan karena akses dan
infrastruktur yang kurang memadai di daerah perdesaan. Selain itu, kualitas
sumber daya manusia di perdesaan masih lebih rendah dibandingkan perkotaan.
Tabel 4.4 Kemiskinan di Jawa Barat Tahun 2010-2016.
142
Tabel 4.4
Tabel Kemiskinan (Y) di Jawa Barat Periode 2010 – 2016
Garis kemiskinan menurut Kabupaten/ Kota di Jawa Barat ( Kapita/bulan),2012-2016
No Kabupaten/
Kota 2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016
1 Bogor 214.338 235.682 252.542 271.97 280.312 290.874 317.43
2 Sukabumi 184.127 214.191 227.741 240.188 247.8 260.068 270.055
3 Cianjur 202.438 235.202 250.032 264.58 273.506 287.939 304.255
4 Bandung 217.452 228.092 241.947 256.733 264.129 275.562 297.483
5 Garut 180.406 202.35 213.707 226.308 234.661 241.068 256.77
6 Tasikmalaya 186.126 209.238 222.594 237.114 246.796 255.54 274.47
7 Ciamis 208.96 233.528 251.624 270.515 283.227 296.647 319.15
8 Kuningan 200.171 230.251 245.476 261.858 271.015 276.154 289.901
9 Cirebon 230.346 262.374 281.027 300.99 312.194 327.032 333.758
10 Majalengka 263.377 300.741 326.962 353.727 368.9 379.354 393.071
11 Sumedang 230.637 239.009 249.315 260.16 265.495 281.649 295.009
12 Indramayu 264.576 301.788 325.787 350.455 364.36 379.088 397.196
13 Subang 234.803 243.311 257.543 272.854 280.501 295.174 303.583
14 Purwakarta 226.118 236.314 251.132 271.27 281.524 296.477 312.499
15 Karawang 266.597 288.001 310.751 335.273 344.477 363.105 386.282
16 Bekasi 271.901 300.013 328.244 361.51 374.255 394.513 416.058
17 Bandung Barat 216.388 227.988 241.892 256.789 264.244 275.327 294.823
18 Pangandaran 0 0 0 0 0 303.646 327.399
19 Kota Bogor 278.53 305.87 331.955 360.518 372.886 392.405 416.779
20 Kota Sukabumi 284.339 334.735 370.633 411.523 395.131 421.908 441.948
21 Kota Bandung 279.784 292.104 314.721 340.355 353.423 376.311 400.541
22 Kota Cirebon 251.375 284.543 307.812 334.439 349.599 358.654 373.866
23 Kota Bekasi 332.849 365.721 403.033 449.026 466.851 497.343 521.813
24 Kota Depok 310.279 358.259 397.687 443.302 462.069 496.747 522.934
25 Kota Cimahi 280.155 293.143 318.871 347.234 361.794 386.513 411.665
26 Kota
Tasikmalaya 263.177 293.985 317.037 337.841 351.718 367.673 397.215
27 Kota Banjar 193.305 219.541 234.687 250.311 260.742 271.017 289.369
RATA-RATA 201.138 226.097 242.104 276.825 291.474 306.876 324.992
Sumber data Badan pusat statistik (BPS) Jawa Barat (www.bps.go.id)
143
Hasil tabel 4.4 menunjukkan Kemiskinan 27 Kabupaten Kota di Jawa Barat
periode 2010 – 2016. Pada periode 2010 – 2016 jumlah kemiskinan di Jawa Barat
mengalami peningkatan dengan rentang paling rendah sebesar 201.138 pada tahun
2010 dan rentang paling tinggi sebesar 324.992 pada tahun 2016.
Analisis selanjutnya adalah menggunakan analisis regresi data panel untuk
menghitung pengaruh kredit BPR,PDRB, Pengangguran terhadap Kemiskinan di
Jawa Barat Tahun 2010-2016. Namun dalam hal ini ada Tujuh Kab/kota yang
tidak diikutsertakan dalam penelitian ini yaitu Purwakarta, Karawang,
Pangandaran, Bekasi, Kota Bogor, Kota bekasi, dan Banjaran. Hal ini dikarenakan
data tidak lengkap sehingga dikhawatirkan akan mengganggu estimasi hasil
regresi.
4.2 Analisis Regresi Data Panel
Penelitian ini menggunakan teknik analisis regresi data panel (gabungan
data cross section dan time series) dengan menggunakan Software Eviews 8.0.
Dalam regresi data panel, terdapat tiga model regresi yang dapat digunakan, yaitu
model common effect, model fixed effect, dan model random effect. Dalam
menentukan model regresi, dilakukan tiga uji dalam menentukan model yang
cocok digunakan dalam penelitian ini, yaitu uji chow, uji lagrange dan uji
hausman. Namun sebelumnya dilakukan uji asumsi klasik terlebih dahulu.
144
4.2.3 Uji Asumsi Klasik
a. Uji Normalitas
Uji normalitas digunakan untuk melihat apakah data berasal dari distribusi
yang normal atau tidak. Dengan kata lain apakah terdapat data yang sangat jauh
atau menyimpang dari rata-rata nya atau tidak. Uji normalitas pada data panel
dengan software eviews digunakan uji jarque bera hasilnya adalah sebagai berikut.
Tabel 4.5
Uji Normalitas Jarque-Bera
0
5
10
15
20
25
30
35
40
-0.4 -0.2 0.0 0.2 0.4 0.6
Series: ResidualsSample 1 119Observations 119
Mean -4.68e-15Median -0.031947Maximum 0.685553Minimum -0.375938Std. Dev. 0.141728Skewness 2.445243Kurtosis 12.24972
Jarque-Bera 542.8097Probability 0.000000
Berdasarkan hasil output di atas, bahwa nilai probability sebesar 0,244.
Karena nilai probability (0,00) > 0,05, maka dapat disimpulkan bahwa model
regresi berdistribusi normal.
145
b. Uji Autokorelasi
Uji autokorelasi digunakan untuk mengetahui ada atau tidaknya
penyimpangan asumsi klasik autokorelasi yaitu korelasi yang terjadi antara
residual pada satu pengamatan dengan pengamatan lain pada model regresi. Uji
autokorelasi dilakukan dengan menggunakan uji statistik Durbin Watson, yaitu
dengan membandingkan angka Durbin-Watson hitung (DW) dengan nilai
kritisnya (dL dan dU).
Kriteria pengambilan kesimpulan :
• Jika DW < dL atau DW > 4 – dL, maka terdapat autokorelasi.
• Jika dU < DW < 4 – dU, maka tidak terdapat autokorelasi.
• Jika dL ≤ DW ≤ dU atau 4 – dU ≤ DW ≤ 4 – dL, uji Durbin Watson tidak
menghasilkan kesimpulan yang pasti (inconclusive).
Dengan ukuran sample n = 119, = 0,05 dan banyaknya variabel
independen k = 3, didapat nilai kritis dL = 1,613 dan dU =1,736
Hasil pengujian autokorelasi disajikan pada tabel berikut :
Tabel 4.6
Hasil Uji Autokorelasi
Durbin-Watson stat 1.906651
146
Berdasarkan tabel diatas diperoleh nilai Durbin-Watson sebesar 1,906.
Karena nilai DW berada di antara dU (1,736) < DW (1,906) < 4 – dL (1,613),
maka dapat disimpulkan tidak terdapat autokorelasi.
c. Uji Heteroskedastisitas
Uji heteroskedastisitas bertujuan untuk menguji apakah dalam model
regresi terjadi ketidaksamaan varians dari residual satu pengamatan ke
pengamatan yang lain. Jika variance dari residual satu pengamatan ke pengamatan
lain tetap maka disebut homoskedastisitas.. Dengan bantuan software Eviews
diperoleh hasil sebagai berikut :
Tabel 4.7
Uji Heteroskedastisitas
Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob.
C -0.266171 0.218598 -1.217626 0.2259
Kredit BPR 0.033293 0.017866 1.863534 0.0649
PDRB -0.000277 0.018910 -0.014672 0.9883
Pengangguran -0.003864 0.012726 -0.303608 0.7620
Berdasarkan tabel output di atas, bahwa nilai prob. untuk masing-maisng
variabel bebas terhadap nilai residual berada diatas 0,05 Karena nilai prob. > 0,05,
maka dapat disimpulkan bahwa tidak terdapat pelanggaran asumsi
heteroskedastisitas.
147
d. Uji Multikolinieritas
Multikolinieritas merupakan sesuatu dimana beberapa atau semua variabel
bebas berkorelasi tinggi. Dengan bantuan software Eviews diperoleh hasil sebagai
berikut :
Tabel 4.8
Uji Multikolinearitas
Coefficient Uncentered Centered
Variable Variance VIF VIF
C 0.077477 447.3272 NA
Kredit BPR 0.000518 448.2397 1.733261
PDRB 0.000580 347.3184 1.732568
Pengangguran 0.000263 299.2780 1.071472
Dari output di atas dapat dilihat bahwa tidak terdapat masalah
multikolinieritas karena nilai VIF untuk variable Kredit BPR, Produk Domestik
Regional Bruto , dan Pengangguran berada di bawah 10.
Seluruh uji asumsi klasik yang dibuat memenuhi kriteria lolos dalam uji
asumsi klasik, sehingga analisis regresi dapat dilanjutkan.
148
4.2.2 Uji Chow
Chow test atau biasa disebut dengan uji F statistics merupakan pengujian
statistik yang bertujuan untuk memilih apakah lebih baik menggunakan model
Pooled Least Square atau Fixed Effect. Dalam pengujian ini dilakukan dengan
hipotesis berikut :
H0 : model pooled least square
H1 : model fixed effect
Jika nilai probabilitas kurang dari 0,05 maka estimasi regresi menggunakan
model fixed effect dan jika nilai probabilitas lebih dari 0,05 maka estimasi regresi
menggunakan model common effect. Dengan bantuan software Eviews 8.0
diperoleh hasil. Hasil pengujian uji chow disajikan pada tabel berikut
Tabel 4.9
Hasil Uji Chow
Effects Test Statistic d.f. Prob.
Cross-section F 17.123772 (16,99) 0.0000
Cross-section Chi-square 157.842301 16 0.0000
Berdasarkan tabel output di atas, tampak bahwa nilai prob. chi-square untuk
hasil estimasi uji Chow adalah sebesar 0,0000. Karena nilai prob. chi-square <
0,05, maka dapat disimpulkan bahwa model yang digunakan adalah model fixed
effect. Karena hasil pengujian menunjukkan model yang dipilih adalah fixed effect,
149
maka dilanjutkan dengan uji hausman untuk menguji apakah model yang akan
digunakan menggunakan estimasi fixed effect atau random effect.
4.2.2 Uji Hausman
Uji hausman digunakan untuk menentukan apakah model regresi
menggunakan pendekatan Random Effect atau Fixed Effect. Dengan bantuan
software Eviews 8.0 diperoleh hasil sebagai berikut:
Tabel 4.10
Hasil Uji Hausman
Test Summary
Chi-Sq.
Statistic Chi-Sq. d.f. Prob.
Cross-section random 15.666939 3 0.0013
Berdasarkan tabel output di atas, terlihat bahwa nilai prob. chi-square untuk
hasil estimasi uji hausman adalah sebesar 0,0013. Karena nilai prob. chi-square <
0,05, maka dapat disimpulkan bahwa pendekatan menggunakan fixed effect.
Dengan demikian, maka estimasi regresi yang digunakan adalah estimasi fixed
effect.
4.3 Pengaruh Tingkat Kredit BPR (X1), Tingkat Produk Domestik
Regional Bruto (X2), dan Tingkat Pengangguran Terbuka (X3)
Terhadap Penurunan Tingkat Kemiskinan (Y)
150
Untuk melihat pengaruh tingkat Kredit BPR (X1) , tingkat Produk Domestik
Regional Bruto (X2), dan tingkat pengangguran terbuka (X3) terhadap penurunan
tingkat Kemiskinan (Y), maka digunakan analisis regresi data panel estimasi fixed
effect dengan persamaan sebagai berikut :
Keterangan:
Y = Kemiskinan
α = Konstanta
b1 hingga b2 = Koefisien regresi dari setiap variabel independen
X1 = Kredit BPR
X2 = Produk Domestik Regional Bruto
X3 = Pengangguran
ε = Error term
Hasil pengolahan software Eviews 8.0 untuk analisis regresi berganda
disajikan pada tabel berikut :
Tabel 4.10
Analisis Regresi Data Panel
Variabel Expetasi Coeficient Hasil Prob Sign
Kredit BPR - (Negatif) (-) 0.144 0.0000 Signifikan
PDRB - (Negatif) (-) 0.024 0.1016 Tidak
Signifikan
Pengangguran + (Positif) (+) 0.137 0.0000 Signifikan
Y = α + b1X1 + b2X2 + b3X3 + ε
151
Berdasarkan tabel 4.10, dapat dirumuskan persamaan model regresi data
panel yang menjelaskan pengaruh tingkat Kredit BPR, tingkat Produk Domestik
Regional Bruto, dan tingkat Pengangguran Terbuka terhadap Penurunan Tingkat
Kemiskinan di Jawa Barat Periode 2010-2016 , yaitu:
Y = 12.711 - 0.144X1 - 0.024 X2 + 0.137 X3
Nilai koefisien regresi pada variabel-variabel bebasnya menggambarkan
apabila diperkirakan variabel bebasnya naik sebesar satu satuan dan nilai variabel
bebas lainnya diperkirakan konstan atau sama dengan nol, maka nilai variabel
terikat diperkirakan bisa naik atau bisa turun sesuai dengan tanda koefisien regresi
variabel bebasnya.
1. Dari persamaan regresi data panel diatas diperoleh nilai konstanta
sebesar 12.711. Artinya, jika variabel Kemiskinan (Y) tidak
dipengaruhi oleh ketiga variabel bebasnya Kredit BPR (X1) , Produk
Domestik Regional Bruto (X2), Pengangguran (X3) (bernilai nol),
maka besarnya rata-rata persentase Kemiskinan (Y) akan bernilai
12.711.
2. koefisien regresi variabel bebas menunjukkan arah hubungan dari
variabel yang bersangkutan dengan Kemiskinan (Y). Koefisien regresi
untuk variabel bebas X1 bernilai negatif, menunjukkan adanya
hubungan tidak searah antara Kredit BPR (X1) dengan Kemiskinan
(Y). Koefisien regresi variabel X1 sebesar -0,144 mengandung arti
152
untuk setiap peningkatan Kredit BPR (X1) sebesar satu satuan akan
menyebabkan penurunan Kemiskinan (Y) sebesar 0,144.
3. Koefisien regresi variabel bebas menunjukkan arah hubungan dari
variabel yang bersangkutan dengan Kemiskinan (Y). Koefisien regresi
untuk variabel bebas X2 bernilai negatif, menunjukkan adanya
hubungan yang tidak searah antara Produk Domestik Regional Bruto
(X2) dengan Kemiskinan (Y). Koefisien regresi variabel X2 sebesar
-0,024 mengandung arti untuk setiap peningkatan Produk Domestik
Regional Bruto (X2) sebesar satu satuan akan menyebabkan
meningkatkan Kemiskinan (Y) sebesar 0,024.
4. Koefisien regresi variabel bebas menunjukkan arah hubungan dari
variabel yang bersangkutan dengan Kemiskinan (Y). Koefisien regresi
untuk variabel bebas X3 bernilai positif, menunjukkan adanya
hubungan yang searah antara Pengangguran (X3) dengan Kemiskinan
(Y). Koefisien regresi variabel X3 sebesar 0,137 mengandung arti
untuk setiap peningkatan Pengangguran (X3) sebesar satu satuan akan
menyebabkan meningkatkan Kemiskinan (Y) sebesar 0,137.
4.3.1 Pengujian Hipotesis Secara Simultan (Uji F)
Untuk mengetahui signifikan atau tidaknya suatu pengaruh dari variabel-
variabel bebas secara bersama-sama atas suatu variabel tidak bebas digunakan uji
F atau pengujian secara simultan. Dengan kata lain, akankah kedua variabel
153
bebas secara bersama-sama mampu mempengaruhi variabel terikat dengan
signifikan.
H0 : Kredit BPR (X1), Produk Domestik Regional Bruto (X2), dan
Pengangguran (X3) secara bersama-sama tidak berpengaruh signifikan
terhadap Kemiskinan (Y).
H1 : Kredit BPR (X1), Produk Domestik Regional Bruto (X2), dan
Pengangguran (X3) secara bersama-sama berpengaruh signifikan
terhadap Kemiskinan (Y).
α = 5% (tingkat kepercayaan 95%)
Hasil uji F berdasarkan pengolahan Eviews 8.0 disajikan pada tabel berikut :
Tabel 4.11
Pengujian Hipotesis Secara Simultan (Uji F)
F- Statistic 43.22851
Prob (F-Statistic) 0.000000
Dari tabel diatas, diperoleh nilai Prob. F hitung sebesar 0,000. Karena nilai
Prob. F hitung (0,000) < 0,05, maka H0 ditolak. Dengan demikian dapat
disimpulkan bahwa secara simultan terdapat pengaruh yang signifikan dari
variabel Kredit BPR (X1), Produk Domestik Regional Bruto (X2), dan
Pengangguran (X3) terhadap Kemiskinan (Y).
154
4.3.2 Pengujian Hipotesis Secara Parsial (Uji t)
Untuk mengetahui signifikan atau tidaknya suatu pengaruh dari variabel-
variabel bebas secara parsial atas suatu variabel tidak bebas digunakan uji t.
Dalam hal ini variabel bebas terdiri dari tiga variabel yaitu Kredit BPR , Produk
Domestik Regional Bruto, dan Pengangguran.
Hipotesis :
H0 : b1= 0 Kredit BPR (X1) tidak berpengaruh terhadap Kemiskinan
(Y).
H1 : b1≠ 0 Kredit BPR (X1) berpengaruh terhadap Kemiskinan (Y).
H0 : b2= 0 Produk Domestik Regional Bruto (X2) tidak berpengaruh
terhadap Kemiskinan (Y).
H1 : b2 ≠ 0 Produk Domestik Regional Bruto (X2) berpengaruh
terhadap Kemiskinan (Y).
H0 : b2= 0 Pengangguran (X3) tidak berpengaruh terhadap Kemiskinan
(Y).
H1 : b2 ≠ 0 Pengangguran (X3) berpengaruh terhadap Kemiskinan (Y).
α = 5%
155
Statistik Uji :
tstat = ( )
b
Se b , derajat bebas = n-k-1
Keterangan :
b : Koefisien beta regresi
Se (b) : Standar error regresi
Kriteria Uji : 1. Terima H0 jika –t tabel ≤ t stat≤ t tabel
2. Tolak H0 jika -t stat < -t tabel atau t stat > t tabel
Dengan sampel pengujian 119 data, maka diperoleh t tabel sebesar 1,981
Hasil uji t berdasarkan pengolahan Eviews 8.0 disajikan pada tabel berikut :
156
Tabel 4.15
Pengujian Hipotesis Secara Parsial (Uji t)
Variabel Expetasi
Coeficient
Hasil t-Statistic Prob Sign
Kredit BPR - (Negatif) (-) 0.144 (-) 7.940 0.0000 Signifikan
PDRB - (Negatif) (-) 0.024 (-) 1.653 0.1016 Tidak
signifikan
Pengangguran + (Positif) (+) 0.137 8.955 0.0000 Signifikan
Uji parsial dilakukan untuk menguji pengaruh variabel-variabel independen
terhadap variabel dependen. uji hipotesis terhadap masing-masing koefisien
regresi merupakan langkah penting dalam analisis ekonometrika. Uji t memiliki
tahapan, yaitu menyusun hipotesis statistik, menentukan derajat kesalahan (α),
menemukan nilai t tabel, dan menentukan keputusan uji hipotesis. Dalam
penelitian ini, variabel independen yang digunakan adalah Kredit BPR (X1),
Produk Domestik Regional Bruto (X2), dan Pengangguran (X3) Variabel dependen
atau terikat yang digunakan adalah Kemiskinan (Y).
a. Berdasarkan tabel di atas diperoleh hasil bahwa secara parsial, Kredit BPR
(X1) memiliki pengaruh yang signifikan terhadap Kemiskinan (Y). Hal ini
dapat di lihat dari nilai t-staistic -7.940, nilai ini lebih besar dari nilai t
tabel -1,981 dengan arah hubungan yang negatif. Inipun sejalan dengan
nilai probabilitas yang berada dibawah nilai error yang dapat ditoleransi
yaitu 5% (0,0000 < 0,05) tingkat kepercayaan 95%, Artinya semakin
157
tinggi Kredit BPR yang di berikan maka akan menurunkan tingkat
Kemiskinan dengan pengaruh yang signifikan.
b. Produk Domestik Regional Bruto tidak memiliki pengaruh yang signifikan
terhadap Kemiskinan. Hal ini dapat di lihat dari nilai t-statistic -1.653,
nilai ini lebih kecil dari nilai t tabel -1,981 dengan arah hubungan yang
negatif. Inipun sejalan dengan nilai probabilitas yang berada diatas nilai
error yang dapat ditoleransi yaitu 5% (0,1016 > 0,05) tingkat kepercayaan
95%, Artinya semakin tinggi Produk Domestik Regional Bruto di suatu
daerah maka akan menurunkan tingkat Kemiskinan dengan pengaruh yang
tidak signifikan.
c. Tingkat Pengangguran Terbuka memiliki pengaruh yang signifikan
terhadap Kemiskinan. Hal ini dapat di lihat dari nilai t-statistic 8.955, nilai
ini lebih besar dari nilai t tabel -1,981 dengan arah hubungan yang positif.
Inipun sejalan dengan nilai probabilitas yang berada diatas nilai error yang
dapat ditoleransi yaitu 5% (0,0000 > 0,05) tingkat kepercayaan 95%,
Artinya semakin tinggi Tingkat Pengangguran di suatu daerah maka akan
meningkatkan Kemiskinan dengan pengaruh yang signifikan.
4.3.3 Analisis Koefisien Determinasi (R2)
Untuk mengetahui besarnya pengaruh Kredit BPR, Produk Domestik
Regional Bruto, dan Pengangguran secara bersama-sama terhadap Kemiskinan,
digunakan koefisien determinasi. Jika uji simultan digunakan unutk menguji
hipotesis secara keseluruhan, maka koefisien determinasi digunakan untuk
menghitung besaran pengaruh dari kedua variabel bebasnya, yaitu variabel Kredit
158
BPR, Produk Domestik Regional Bruto, dan Pengangguran. Besaran pengaruh ini
berkisar dari interval 0 hingga 1 atau 0% hingga 100%. Tabel 4.16 di bawah ini
memperlihatkan hasil perhitungan koefisien determinasi dari 20 data panel yang
digunakan.
Tabel 4.16
Analisis Koefisien Determinasi
R-squared 0.892431
Adjusted R-squared 0.871787
Berdasarkan hasil output Eviews 8.0 di atas, diperoleh nilai R-squared
sebesar 0,893. Hal ini menunjukkan bahwa kontribusi Kredit BPR (X1), Produk
Domestik Regional Bruto (X2), dan Pengangguran (X3) terhadap Kemiskinan (Y)
adalah sebesar 89,3% sedangkan sisanya sebesar 10,7% merupakan kontribusi
variabel lain selain variabel bebas yang diteliti.
4.4 Pembahasan Hasil Analisis
4.4.1 Pengaruh Peningkatan Kredit BPR terhadap Penurunan Tingkat
Kemiskinan
Dari hasil regresi yang dihasilkan dalam penelitian ini,menunjukan bahwa
Variabel Kredit BPR menunjukan tanda negatif dan berpengaruh secara signifikan
terhadap kemiskinan di provinsi Jawa Barat. Untuk variabel Kredit BPR (X1)
diperoleh nilai t hitung sebesar -7.940. Karena t hitung (-7.940) > t tabel (-1,981),
maka H0 diolak. Hasil tersebut sesuai dengan teori dan penelitian terdahulu yang
159
menjadi landasan teori dalam penelitian ini. Kredit yang diberikan oleh BPR telah
menyentuh masyarakat yang marginal( poor people). Kredit yang diberikan telah
tepat sasaran, dilihat dari peruntukannnya kredit yang di salurkan masyarakat
menengah kebawah dan mikro digunakan untuk tujuan produktif yang tentunya
akan meningkatkan pendapatan, sehingga akan meningkatkan kesejahteraaan
masyarakat. Ini semua tidak lepas dari peran BPR yang sangat hati-hati dalam
memberikan kredit kepada calon debitur. Pendekatan yang dipakai oleh BPR
dalam rangka mengetaskan kemiskinan tentunya akan berbeda-beda sesuai dengan
tingkatan yang dimiliki, sehingga sasaran yang dicapai tepat sasaran. Pendekatan
bagi kelompok masyarakat yang sangat miskin (the extreme poor) dengan
pendekatan langsung berupa program pangan dan penciptaan lapangan kerja baru.
Sedangkan kelompok yang miskin dengan penghasilan rendah menggunakan
pendekatan tidak langsung seperti penciptaan iklim yang kondusif bagi
pengembangan usaha mikro dan UKM, terbentuknya lembaga pelatihan dan
konsultasi BPR, pengembangan berbagai jenis pinjaman yang dapat
mempermudah akses kelompok tersebut, upaya yang dilakukan oleh BPR
berdampak pada penurunan tingkat kemiskinan di Jawa Barat.
Oleh karena itu, dapat disimpulkan bahwa Kredit BPR (X1) secara parsial
memiliki pengaruh signifikan terhadap Kemiskinan (Y). Hasil penelitian
menunjukkan bahwa Kredit BPR memiliki koefisien negatif yang berarti semakin
tinggi pemberian kredit oleh BPR, maka akan berdampak pada penurunan tingkat
kemiskinan dengan pengaruh yang signifikan. Sebaliknya, samakin rendah
160
pemberian kredit oleh BPR maka akan berdampak pada tingginya tingkat
Kemiskinan dengan pengaruh yang signifikan.
4.4.2 Pengaruh Peningkatan Produk Domestik Regional Bruto terhadap
Penuruna Tingkat Kemiskinan
Produk Domestik Regional Bruto memiliki peran penting dalam
pertumbuhan ekonomi. Variabel PDRB tidak signifikan terhadap kemiskinan di
Jawa Barat. Untuk variabel Produk Domestik Regional Bruto (X2) diperoleh nilai
t hitung sebesar -1.653. Karena t hitung (-1.653) < t tabel (-1,981), maka H0
diterima, dan menunjukan tanda negatif. Hasil tersebut sesuai dengan teori dan
penelitian terdahulu yang menjadi landasan teori dalam penelitian ini. Untuk
meningkatkan peran pemerintah daerah dalam mengelola PDRB yang lebih baik,
perlu ditingkatkan secara berkesinambungan sehingga tingkat kemiskinan di Jawa
Barat dapat menurun pada setiap periodenya. Pihak pemerintah daerah perlu
memberikan perhatian khusus dalam hal PDRB sebagai skala prioritas dalam
upaya menanggulangi tingkat kemiskinan di Jawa Barat, dengan meningkatkan
pertumbuhan ekonomi melalui berbagai upaya mendorong jumlah penduduk
miskin di Jawa Barat. Khususnya dalam memastikan dan mendistribusikan
manfaat pertumbuhan yang di dapatkan dari sektor-sektor dimana penduduk
miskin bekerja.
Distribusi yang adil dan merata dari hasil pertumbuhan PDRB akan
berdampak pada terciptanya pembangunan di segala sektor lapangan pekerjaaan
dan berpotensi mengurangi tingkat kemiskinan. Kurangnya PDRB akan
berdampak pada kesejahteraan pada masalah-masalah sosisal lainnya dari tingkat
161
kemiskinan. Pertumbuhan PDRB harus menyebar di setiap golongan , termasuk
golongan penduduk miskin. Oleh karena itu, pertumbuhan PDRB setiap sektor
sangatlah penting dalam mengurangi dan menanggulangi tingkat kemiskinan di
Jawa Barat. Dapat disimpulkan bahwa Produk Domestik Regional Bruto (X2)
secara parsial tidak memiliki pengaruh signifikan terhadap Kemiskinan (Y). Hasil
penelitian menunjukan bahwa Produk Domestik Regional Bruto memiliki
koefisien negatif yang berarti semakin tinggi Produk Domestik Regional Bruto,
maka akan berdampak pada penurunan tingakat kemiskinan dengan pengaruh
yang tidak signifikan. Sebaliknya, samakin menurunnya Produk Domestik
Regional Bruto maka akan berdampak pada peningkatan kemiskinan dengan
pengaruh yang tidak signifikan.
4.4.3 Pengaruh Tingkat Pengangguran Terbuka terhadap Penurunan
Tingkat Kemiskinan
Dari hasil regresi yang dihasilkan dalam penelitian ini, menunjukan bahwa
Variabel Tingkat Pengangguran signifikan terhadap kemiskinan di Jawa Barat.
Untuk variabel Tingkat Pengangguran (X3) diperoleh nilai t hitung sebesar 8.955
Karena t hitung (8.955) > t tabel (1,981), maka H0 ditolak, dan menunjukan tanda
positif. Hasil tersebut sesuai dengan teori dan penelitian terdahulu yang menjadi
landasan teori dalam penelitian ini. Dan diharapkan pemerintah Provinsi Jawa
Barat lebih banyak lagi melakukan perluasan kesempatan kerja dengan cara
mendirikan industry-industri baru yang bersifat padat karya serta menggalakkan
sektor informal, seperti homeindustry. Karena pengangguran dalam penelitian ini
menggunakan pengangguran terbuka, yang mana didalamnya terdapat golongan
162
masyarakat yang sedang mencari pekerjaan dan sedang dalam tahap menyiapkan
usaha atau mendapat pekerjaan tetapi belum mulai bekerja yang dimasukkan
dalam golongan pengangguran. Sehingga pentingnya perluasan kesempatan kerja
yang bersifat padat karya dan peningkatan sektor informal untuk menurunkan
tingkat kemiskinan di Jawa Barat
Oleh karena itu, dapat disimpulkan bahwa tingkat pengangguran terbuka
(X3) secara parsial memiliki pengaruh signifikan terhadap Kemiskinan (Y). Hasil
penelitian menunjukan bahwa tingkat pengangguran terbuka memiliki koefisien
positif yang berarti semakin tinggi tingkat pengangguran maka akan berdampak
pada peningkatan tingakat kemiskinan dengan pengaruh yang signifikan.
Sebaliknya, samakin rendah tingkat pengangguran maka akan berdampak pada
penurunan tingkat kemiskinan dengan pengaruh yang signifikan.
4.4.4 Pengaruh Kredit BPR dan Produk Domestik Regional Bruto terhadap
Kemiskinan
Secara bersama-sama atau simultan terdapat pengaruh signifikan antara
Kredit BPR, Produk Domestik Regional Bruto, Pengangguran terhadap
Kemiskinan. Berdasarkan hasil perhitungan sebelumnya dapat dilihat bahwa nilai
probabilitas F-statistic bernilai 0,000. Karena nilai prob F-statistic 0,000 < 0,05
maka H0 ditolak, artinya secara bersama-sama Kredit BPR, Produk Domestik
Regional Bruto, dan Pengangguran berpengaruh signifikan terhadap Kemiskinan.
Apabila dibandingkan antara Kredit BPR, Produk Domestik Regional Bruto, dan
Pengangguran pengaruh kontribusi yang paling besar adalah Tingakat
163
Pengangguran, Kredit BPR kemudian Produk Domestik Regional Bruto (PDRB).
Hal ini dapat dilihat dari nilai t-statistic masing-masing variabel bahwa t-statistic
Tingakt Pengangguran dan Kredit BPR lebih besar jika dibandingkan t-statistic
PDRB.
164