bab iii dinamika koperasi jamu indonesia …sebuah induk organisasi pengusaha jamu di jawa tengah....

26
38 BAB III DINAMIKA KOPERASI JAMU INDONESIA (KOJAI) SUKOHARJO TAHUN 1995-2012 A. Latar Belakang KOJAI Pembentukan sebuah lembaga memiliki latar belakang, termasuk dalam pembentukan KOJAI. Pembentukan Koperasi Jamu Indonesia (KOJAI) tidak langsung lahir begitu saja, terdapat proses yang dinamakan pra-koperasi. Pra-koperasi mulai terbentuk pada tahun 1977 dengan adanya pra koperasi tersebut, para pengusaha jamu tradisional mempunyai suatu wadah yang bisa menyuarakan dan diharapkan dapat membantu mengatasi permasalahan yang dihadapi oleh pengusaha jamu. Pada awal terbentuknya GPJI hanya beranggotakan 15 pengusaha jamu. GPJI lahir dan berkembang karena adanya tuntutan dari masyarakat industri jamu yang menginginkan suatu wadah yang dapat menampung mereka yang dapat memberikan bantuan baik itu modal ataupun ilmu. Perkembangan GPJI yang begitu baik dari tahun ke tahun mulai dengan nama baru ketika diadakannya musyawarah nasional yang pertama pada tahun 1989. Munas memutuskan untuk mengganti GPJI dengan GP jamu (Gabungan Pengusaha Jamu). Pergantian nama baru membuka kesempatan baru bagi GP jamu untuk lebih berkembang dan dapat mewadahi para pengusaha maupun penjual jamu. GP jamu sebagai induk dari lahirnya koperasi jamu di seluruh Indonesia, karena dengan

Upload: others

Post on 13-Jan-2020

18 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

38

BAB III

DINAMIKA KOPERASI JAMU INDONESIA (KOJAI)

SUKOHARJO TAHUN 1995-2012

A. Latar Belakang KOJAI

Pembentukan sebuah lembaga memiliki latar belakang, termasuk dalam

pembentukan KOJAI. Pembentukan Koperasi Jamu Indonesia (KOJAI) tidak

langsung lahir begitu saja, terdapat proses yang dinamakan pra-koperasi. Pra-koperasi

mulai terbentuk pada tahun 1977 dengan adanya pra koperasi tersebut, para

pengusaha jamu tradisional mempunyai suatu wadah yang bisa menyuarakan dan

diharapkan dapat membantu mengatasi permasalahan yang dihadapi oleh pengusaha

jamu. Pada awal terbentuknya GPJI hanya beranggotakan 15 pengusaha jamu. GPJI

lahir dan berkembang karena adanya tuntutan dari masyarakat industri jamu yang

menginginkan suatu wadah yang dapat menampung mereka yang dapat memberikan

bantuan baik itu modal ataupun ilmu.

Perkembangan GPJI yang begitu baik dari tahun ke tahun mulai dengan nama

baru ketika diadakannya musyawarah nasional yang pertama pada tahun 1989. Munas

memutuskan untuk mengganti GPJI dengan GP jamu (Gabungan Pengusaha Jamu).

Pergantian nama baru membuka kesempatan baru bagi GP jamu untuk lebih

berkembang dan dapat mewadahi para pengusaha maupun penjual jamu. GP jamu

sebagai induk dari lahirnya koperasi jamu di seluruh Indonesia, karena dengan

39

adanya GP jamu menjadi suatu pemicu sehingga koperasi jamu dibentuk. Munas

tersebut juga sebagai agenda serta serah terima jabatan dari Bapak Drs.Moertedjo

kepada Ibu BRA Moeryati Sudibyo, dengan perubahan nama GPJI menajdi GP

(Gabungan Pengusaha) Jamu dan Obat Tradisional.1

Drs. Moertedjo merupakan seorang konsultan dari perusahaan jamu Air

Mancur dari tahun 1977 sampai dengan tahun 1985. Latar belakang profesi yang

dimiliki menjadi pendorong untuk Drs Moertedjo membentuk KOJAI. Drs Moertedjo

juga merupakan Wakil Ketua GP Jamu Jawa Tengah. Sebuah induk organisasi

pengusaha jamu di Jawa Tengah. Perjalanan awal pendirian pada saat pra koperasi

Drs Moertedjo mengalami kesulitan dalam bersosialisasi dengan pengusaha jamu.

Pengusaha jamu yang sebagian besar adalah perempuan menginginkan koperasi

diketuai oleh perempuan agar bisa lebih luwes dalam berkomunikasi dengan para

pengusaha. Dari keinginan tersebut maka istri dari Drs Moertedjo yakni ibu Suwarsi

ditunjuk sebagai Ketua.

B. Kelembagaan KOJAI

1. Struktur Kepengurusan

Struktur organisasi adalah suatu susunan dan hubungan antara tiap bagian dan

posisi yang terdapat pada suatu organisasi atau perusahaan dalam menjalankan

kegiatan operasional untuk mencapai tujuan yang diharapkan dan diinginkan.

1 http//www.jamusukoharjo.wordpress.com diakses tanggal 20 Desember 2014

40

Struktur organisasi menggambarkan dengan jelas pemisahan kegiatan pekerjaan

antara yang satu dengan yang lain dan bagaimana hubungan aktivitas dan fungsi

dibatasi. Struktur organisai juga menjadi syarat utama untuk mendirikan sebuah

organisasi.

Struktur Kepengurusan KOJAI Sukoharjo

RAPAT ANGGOTA

PEMBINA PENGURUS PENGAWAS

KASIR ADM

Sumber: KOJAI

Secara hukum anggota koperasi adalah pemilik dari koperasi dan usahanya,

dan anggotalah yang mempunyai wewenang mengendalikan koperasi bukan pengurus

dan bukan pula manager, oleh sebab itu dapat dikatakan bahwa keberhasilan koperasi

terletak pada anggota. Anggota koperasi bertemu pada waktu tertentu pada suatu

rapat yang selanjutnya disebut sebagai rapat anggota, waktu-waktu yang telah diatur

dalam Anggaran Dasar/ Anggaran Rumah Tangga.Rapat anggota mempunyai

kedudukan tertinggi dalam organisasi koperas, namun rapat anggota dilaksanakan

oleh anggota dalam waktu-waktu tertentu.

41

Gambar 1

Papan Nama KOJAI

Sumber: dokumen pribadi

Rapat Anggota merupakan pemegang kekuasaan tertinggi dalam koperasi.2

Rapat Anggota menetapkan anggaran dasar dari koperasi, juga menetapkan hal-hal

umum di bidang organisasi, manajemen, dan usaha koperasi, menentukan pemilihan

anggota pengurus, pengangkatan dan pemberhentian pengurus dan pengawas. Selain

hal-hal tersebut menyusun rencana kerja, rencana anggaran pendapatan dan belanja

koperasi, serta pengesahan laporan keuangan. Pada pengesahan laporan keuangan

biasanya dilanjutkan dengan menetapkan pembagian hasil usaha. Pada badan-badan

koperasi yang telah berkembang maju, maka anggota juga membahas penggabungan,

peleburan, pembagian yang dimungkinkan untuk rencana pengembangannya. Sebagai

sebuah koperasi, KOJAI juga menempatkan rapat anggota sebagai kedudukan

tertinggi dalam organisasi koperasi.

Wewenang dan kewajiban jabatan ini ditentukan dalam undang-undang atau

dengan cara yang lebih tepat dalam anggaran dasar koperasi. Para anggota dalam

rapat umum memilih orang atau individu untuk menduduki jabatan ini untuk masa

2 Undang- Undang No 25 Tahun 1992 Pasal 22

42

jabatan tertentu. Kepengurusan KOJAI ditentukan dalam suatu rapat anggota yang

telah diatur dalam UU No 25 tahun 1992 pasal 23

Susunan Pengurus Koperasi Jamu Indonesia Tahun 2010-2015

Ketua : Hj. Suwarsi Moertedjo

Sekretaris : H. Agus Sriyantono, M.pd

Bendahara : Sigit Pramono, A.md

Pengurus : Sriningsih

Pengelola : Desy Puspitosari

Jabatan jabatan pengurus itu tetap selama perhimpunan tersebut terdaftar

terlepas dari setiap perubahan keanggotaan koperasi itu. Kepengurusan dapat berubah

melalui rapat anggota, karena rapat anggota mempunyai kedudukan tertinggi dalam

koperasi.

KOJAI berdiri sejak tahun 1995, dari rentang tahun tersebut KOJAI telah

mengalami tiga kali perubahan kepengurusan. Rentang waktu satu kepengurusan

dengan yang lain tidaklah sama, hal tersebut disebabkan oleh beberapa faktor seperti

usia dan kesehatan. KOJAI telah melakukan perubahan kepengurusan sebanyak tiga

kali yaitu tahun 2003, 2007 dan tahun 2010. Perubahan kepungurusan dilakukan

melalui rapat anggota. Perubahan kepengurusan dalam tubuh KOJAI tidak merubah

pucuk pimpinan KOJAI. Kedudukan sebagai ketua dianggap tidak menarik bagi

anggota, hal ini disebabkan kepengurusan dalam tubuh KOJAI merupakan kegiatan

sukarela tanpa gaji.

43

2. Keanggotaan KOJAI

Keanggotaan koperasi telah diatur dalam undang- undang diantaranya UU No

12 tahun 1967. Pada Undang-Undang tersebut keanggotaan, kewajiban serta hak

anggota diatur dalam satu bab yang terdiri dari lima pasal, yaitu pasal 9-13. Anggota

koperasi terdiri dari orang-orang atau badam-badan hukum koperasi-koperasi.

Keanggotaan koperasi didasaran pada kesamaan kepentingan dalam usaha kopereasi.

Anggota KOJAI merupakan orang-orang yang memiliki kesamaan profesi dan

tujuan. Mereka merupakan pemilik usaha jamu tradisional yang ingin

mengembangkan jamu agar lebih dikenal luas oleh masyarakat dan tetap bertahan.

Anggota KOJAI merupakan pengusaha jamu yang berasal dari kabupaten Sukoharjo,

yang tersebar di beberapa kecamatan seperti halnya Tawangsari, Nguter, dan

Sukoharjo.

Keanggotaan KOJAI yang terbuka juga menjadi perhatian dari pengusaha

jamu di daerah lain lain sepertihalnya Wonogiri.3 Pengusaha jamu di Wonogiri

tertarik menjadi anggota KOJAI karena di daereahnya tidak terdapat koperasi sejenis.

KOJAI juga dinilai mampu untuk membantu usaha mereka. Berikut tabel keanggotan

KOJAI tahun 1995,2000,2005, dan 2012.

3 Wawancara dengan Ibu Moertedjo tanggal 15 Februari 2015

44

Tabel 8

Jumlah Anggota KOJAI Tahun 1995,2000, 2005, dan 2012

Tahun Jumlah Anggota

Pengusaha Penjual jamu

1995

2000

2005

2012

16

18

20

25

14

17

23

35

Sumber: Wawancara Ibu Moertedjo

Pada awal berdiri KOJAI hanya terdiri dari 30 anggota yang terdiri dari 16

pengusaha jamu dan 14 pedagang jamu. Pada tahun 2000 keanggotaan KOJAI

mencapai 35 anggota yang terdiri dari 18 pengusaha jamu dan 17 penjual peningkatan

tersebut memang tidak begitu besar namun menunjukkan kesadaran pengusaha jamu

maupun penjual jamu untuk ikut bergabung bersama KOJAI. Pada tahun 2005 jumlah

anggota KOJAI menjadi 43 dengan rincian 20 pengusaha dan 23 penjual jamu.

Peningkatan yang terjadi sebagai dampak adanya banuan pendanaan yang dilakukan

oleh Dinas Koperasi dan Usaha Mikro Kecil dan Menengah pada tahun 2000 dan

tahun 2003. Besaran dan bantuan tersebut yaitu 275 juta rupiah yang terdiri dari dana

hibah sebesar 25 juta rupian dan pinjaman bergulir sebesar 250 juta rupiah.

Peningkatan jumlah anggota tidak hanya berhenti sampai disitu, pada tahun 2012

keanggotaan KOJAI mencapai 60 anggota yang terdiri dari 25 pengusaha jamu dan

35 penjual jamu. Jumlah diatas termasuk cukup tinggi mengingat anggota KOJAI

45

adalah pemilik usaha belum termasuk pekerja yang bergerak dalam industri kecil

jamu tradisional di Sukoharjo. Berikut ini daftar nama anggota KOJAI tahun 2009.

Tabel. 9

Daftar Anggota KOJAI tahun 2009

No Nama No Nama

1

2

3

4

5

6

7

8

9

10

11

12

13

14

15

16

17

18

19

20

21

22

23

24

25

26

27

28

29

30

31

Abu Bakar

Suwarno

Atut Sigit

Bekti

Edy Yanto

Erna Maryono

Hj. Jumini Hadiman Sentot

Harjito-titik

Hj. Arini Giyanto

Hj. Jinah/Watik

Hj. Marikem

Hj. Maryani

Hj. Maryati

Hj. Srimulyani

Iin Agus

Indri kates

Mariman Bejo

Mariyem

Martutik

Marwanto/Kohsiong

Maryaningsih

Sugiarsih

Miyati-Sukiman

Mulyati-Bibik

Nanik-Mulyani

Nelly-slamet

Ngatini

Purwaningsih

Purwanto-Marni

Rini

Rusmiyati

32

33

34

35

36

37

38

39

40

41

42

43

44

45

46

47

48

49

50

51

52

53

54

55

56

57

58

59

60

61

62

Sainem-Garwi

Sardono

Sinar Cemerlang/Sugarwi

Sri ningsih-Menis

Sri Wahyuni-Ardi

Sriwahyuni-Bayan

Suginem-Kadyo

Sugiyarti/Giyem

Sulastri-Bibit

Sumarno

Suripto-suyatmi

Suti Pengkol

Sutiyem

Suyudono

Syafik-Mar

Syarah

Tambah

Tin-Syawab/Suprihatin

Titin

Setyono-Sri Wahyuni

Tukiyem

Tutik Rahayu

Ruwi Agung

Warsi Marimin

Widatik Kirto

Wiji Lasoli

Yatmi-Tino

Yatmini-Tukino

Yuli-Agus

Yuli-Marjoko

Poni-ningsih

Sumber: Koperasi Jamu Indonesia (KOJAI) Sukoharjo

46

3. Kegiatan Usaha

Setiap lembaga koperasi harus memiliki kemandirian, kemandirian yang

dimaksud agar anggota dapat lebih berperan aktif dalam koperasi. Peran aktif anggota

dalam kegiatan koperasi juga dalam pendanaan. Kemandirian koperasi dilihat dari

peran aktif anggota dalam koperasi tersebut.

Tujuan utama dari pembentukan koperasi adalah kesejahteraan anggota dan

untuk mewujudkan hal tersebut koperasi harus memiliki unit usaha. Beberapa unit

usaha yang pada umumnya dimiliki oleh koperasi adalah simpan pinjam dan jual beli.

Unit usaha diperlukan oleh koperasi untuk pengembangan dana anggota dan juga

untuk membantu keadaan perekonomian anggota. Koperasi Jamu Indonesia (KOJAI)

Sukoharjo merupakan koperasi yang dibentuk sebagai upaya untuk menaungi

pengusaha jamu tradisional untuk dapat bertahan dengan berbagai ketentuan yang

diberlakukan oleh pemerintah.

KOJAI mulai membentuk unit usaha untuk mendukung keuangan Koperasi

dan juga untuk mewujudkan tujuan koperasi, yaitu kesejahteraan anggota. Kegiatan

usaha yang pertama kali dibentuk adalah dilakukan adalah unit usaha simpan-pinjam.

Usaha simpan pinjam dimulai sejak KOJAI resmi berbadan hukum tahun 1995

dengan modal awal berupa simpanan wajib dan iuran anggota. Besaran simpanan

wajib 2000 rupiah dan simpanan pokok sebesar 10.000 rupiah. Jumlah anggota pada

waktu resmi berbadan hukum hanya 30 angggota sehingga jumlah modal awal yang

47

terkumpul hanya sebesar 360.000 rupiah untuk bisa digunakan menjalankan

operasional KOJAI.

Usaha simpan pinjam yang dimiliki KOJAI diutamakan untuk angggota

kemudian baru di luar angggota yang notabene adalah pedagang pasar. Besaran

Pinjaman yang diberikan oleh KOJAI juga juga tidak terlalu besar hal ini disebabkan

modal yang terbatas. Anggota yang melakukan peminjaman biasanya hanya ingin

agar modal KOJAI dapat berkembang. Modal usaha yang dimiliki oleh koperasi tidak

mampu untuk menutupi biaya pengeluaran pemilik usaha jamu untuk berproduksi.

KOJAI melakukan peminajaman hanya skala kecil yang hanya digunakan memenuhi

kebutuhan sehari-hari. Untuk pengembangan usaha anggota KOJAI memilih lembaga

keuangan non bank. Pemilihan tersebut didasari oleh beberapa hal yaitu: akses,

prosedur, persyaratan, skala usaha, dan jumlah plafon yang diperoleh.4 Berikut ini

adalah gambar bukti pembayaran angsuran mingguan oleh anggota KOJAI.

Besaran bunga pinjaman ditetapkan bersama dalam rapat anggota, dalam

kegiaan tersebut juga ditetapkan besaran dan cara pembayan pinjaman. Besaran

bunga pinjaman sebesar 2% perbulan dengan cara pembayaran per minggu dan per

bulan.

4 Kusnandar, “Faktor- Faktor Pengambilan Keputusan Pemilihan Sumber

Permodalan Industri Jamu Skala Kecil”. Jurnal bisnis dan Manajemen. Vol 8 No.2

2008.

48

Gambar 2

Slip Pembayaran Angsuran

Sumber: Koperasi Jamu Indonesia (KOJAI) Sukoharjo

Gambar di atas merupakan bukti pembayaran angsuran. Pembayaran angsuran

dialakukan setiap satu minggu sekali. Pembayaran angsuran memang tidak

menetapkan harus langsung dibayar pada saat itu juga. Terdapat nilai toleransi dari

koperasi terhadap anggota jika memang anggota tersebut belum mampu untuk

membayar.

49

4. Keadaan Permodalan dan Keuangan

Sumber permodalan koperasi dapat berasal dari modal sendiri dan modal

pinjaman. Modal sendiri dapat berupa simpanan pokok, simpanan wajib, dana

cadangan dan hibah. Sementara modal pinjaman dapat berasal dari: anggota, koperasi

lainnya, bank atau lembaga keuangan lainnya, penerbitan obligasi dan surat hutang

lainnya dan sumber lain yang sah.5

Simpanan pokok sebagai modal pertama koperasi adalah simpanan yang

besarnya sama diwajibkan kepada calon anggota saat hendak masuk menjadi anggota

koperasi. Simpanan pokok ini tidak dapat diambil lagi selama anggota yang

bersangkutan masih aktif menjadi anggota koperasi. Sementara simpanan wajib

merupakan merupakan simpanan yang wajib diberikan/ disetorkan oleh anggota

dalam jangka waktu tertentu. Selain simpanan pokok dan simpanan wajib modal yang

diperoleh dari anggota juga berasal dari simpanan sukarela, yaitu simpanan yang

jumlah dan waktunya tidak ditentukan.

Sumber pendanaan yang hanya terbatas pada anggota menunjukkan bahwa

koperasi memiliki kelemahan struktural dalam pembiayaan. Kelemahan struktural

tersebut yaitu kemungkinan mengumpulkan modal saham- sebagai dalam perusahaan

perseroan bersama- biasanya dikesampingkan, sebab umumnya kemempuan para

anggota koperasi mengumpulkan kontribusi modal saham terbatas. Keterbatasan

bukan hanya ada pada kontribusi modal semata karena koperasi juga terbatas pada

5 Undang- Undang No 25 Tahun 1992 BAB VII Pasal 41.

50

keanggotaan. Koperasi mempunyai kelemahan struktural sehubungan dengan modal,

sehinggga dibutuhkan suatu dana cadangan yang dapat dipergunakan sewaktu-waktu.

Dana cadangan mempunyai peran yang sangat vital. Dana cadangan

merupakan dana yang diperoleh dari penyisihan sisa hasil usaha yang dimasukkan

untuk memupuk modal sendiri dan untuk menutup kerugian koperasi jika diperlukan.

Dana cadangan diperoleh dari dari Sisa Hasil Usaha (SHU) dengan pembagian

tertentu. Dalam pembagian SHU, KOJAI membaginya sebagai berikut: 50% untuk

anggota, 25 % cadangan, 15% pengurus dan 15% pengelola. Besaran dana cadangan

memang berbeda dari ketentuan UU No. 25 Tahun 1992. Dalam UU tersebut

dijelaskan bahwa besaran dana cadangan sebesar 30% dari SHU. Dana cadangan

selain sebagai jaminan jika terjadi kerugian juga dapat digunakan untuk perluasan

usaha dan juga pemenuhaan kewajiban tertentu.

Pada awal pendirian KOJAI tahun 1995, besaran simpanan wajib 2000 rupiah

dan simpanan pokok sebesar 10.000 rupiah. Jumlah anggota pada waktu resmi

berbadan hukum hanya 30 angggota sehingga jumlah modal awal yang terkumpul

hanya sebesar 360.000 rupiah untuk bisa digunakan menjalankan operasional KOJAI.

Pendanaan yang dilakukan oleh KOJAI tidak hanya berasal dari para

anggotanya. Pemerintah juga ikut ambil bagian dalam pendanaan KOJAI. Pemerintah

melalui Kementrian Koperasi dan Usaha Mikro Kecil dan Menengah pada tahun 2000

memberikan bantuan suntikan dana bagi KOJAI. Besaran dana yang diberikan

sebesar 25.000.000. Suntikan dana tersebut menjadi salah satu bukti keseriusan

pemerintah untuk mengembangkan usaha kecil dan menengah agar dapat bersaing

51

dan berkembang. Penggunaan dana hibah sebesar 25 juta untuk menambah modal

unit simpan pinjam KOJAI dan untuk operasional.

Pendanaan yang lain yang diterima oleh KOJAI juga berasal dari dana

bergulir dari Kementrian Koperasi dan Usaha Mikro Kecil dan Menengah pada tahun

2003. Dana Bergulir merupakan bantuan dana yang berujuan untuk membantu

perkuatan modal usaha guna memberdayakan koperasi, usaha mikro, kecil, menengah

dan usaha lainnya dalam upaya penanggulangan kemiskinan, pengangguran dan

pengembangann ekonomi nasional.6 Dana bergulir merupakan dana pinajaman yang

diberikan pada suatu koperasi atau UKM. Dana ini bersifat pinjaman jadi penerima

dana ini wajib mengembalikannya. Besaran bantuan dana bergulir yang diterima

KOJAI 250.000.000 digunakan untuk pengembangan usaha KOJAI antara lain

simpan pinjam. Terdapat 18 pengusaha yang mengajukan peminjaman dengan nilai

plafon pinjaman sebesar 10 juta rupiah hingga keseluruhan dana yang dipinjam

mencapai 180 juta. Karena sifatnya pinjaman dana ini dapat dikembalikan tahun

2009. Bantuan dana yang diberikan oleh pemerintah memberikan isyarat bahwa

pemerintah mendukung perkembangan industri jamu tradisional di kab Sukoharjo.

Berikut adalah tablel saldo Koperasi Jamu Indonesia (KOJAI) Sukoharjo tahun 2000,

2005 dan 2012.

6 Peraturan Menteri Keuangan No 218/PMK.05/2009. Pasal 2.

52

Tabel 10

Saldo Koperasi Jamu Indonesia (KOJAI) Sukoharjo

No Tahun Saldo

1

2

3

2000

2005

2012

75.740.000

330.076.000

90.400.000

Sumber: Koperasi Jamu Indonesia (KOJAI) Sukoharjo

Keadaan permodalan dan keuangan yang dialami oleh KOJAI dari tahun

ketahun terus mengalami perbaikan terlihat pada tabel 10. Nilai saldo yang dimiliki

oleh KOJAI tahun 2000 mencapai Rp 75.740.000 jumlah tersebut bertambah pada

tahun 2005 tercatat memiliki saldo Rp 330.076.000 nilai tersebut didapat dari dana

bergilir sebesar Rp 250.000.000. tahun 2012 saldo koperasi menjadi Rp 90.400.000

nilai tersebut diperoleh setelah pada tahun 2009 dana bergilir dari Kementrian

Koperasi telah berhasil di kembalikan.

C. Hubungan KOJAI dengan Lembaga/ Instansi lain

Koperasi sebagai badan usaha mempunyai hak untuk berhubungan dengan

instansi ataupun organisasi lain diluar koperasi tersebut. Hubungan dengan lembaga

lain juga sebagai upaya yang dilakukan oleh koperasi agar tujuannya dapat tercapai.

Koperasi tidak hanya dapat berhubungan dengan lembaga pemerintah akan tetapi

juga lembaga non pemerintah atau swasta.

KOJAI Sukoharjo sebagai sebuah lembaga juga menjalin hubungan dengan

lembaga lain, baik itu lembaga pemerintah maupun lembaga non pemerintah.

Hubungan dengan lembaga pemerintah antara lain dengan Dinas Koperasi dan Usaha

53

Mikro Kecil dan Menengah (DINKOP UMKM), Dinas Kesehatan, Badan Pengawas

Obat dan Makan (BPOM), dan Dinas Perdagangan dan Perindustrian

(DISPERINDAG). Sementara itu KOJAI juga menjalin hubungan baik dengan

Gabungan Pengusaha Jamu Jawa Tengah (GP Jamu Jateng)

1. Badan Pengawas Obat dan Makanan

Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) merupakan lembaga

pemerintah yang memberikan izin terhadap makanan maupun obat yang diproduksi

oleh industri. BPOM mengeluarkan ketentuan atau regulasi kepada industri obat

tradisional agar sesuai dengan standarisasi yang telah ditentukan. Usaha yang

dilakukan oleh BPOM ini sebagai bentuk perlindungan kepada konsumen dan juga

masyarakat luas.

KOJAI sebagai lembaga yang beranggotakan pengusaha jamu mulai sejak

berdiri pada 1995 telah menjalin kerjasama dengan BPOM. Hal ini dilakukan untuk

dapat mempermudah informasi tentang pengurusan izin produk. Industri obat

tradisional di Kab. Sukoharjo masih termasuk dalam golongan UKOT 1 atau Usaha

Kecil Obat Tradisional yang memproduksi jenis sediaan kapsul dan cairan obat.

Industri obat tradisional di Sukoharjo mayoritas adalah industri kecil dan menengah.

Industri kecil dan menengah ini sangat sulit dalam permodalan. Pengurusan izin

produk obat tradisional yang dinilai oleh pengusaha jamu tradisional sangat lama dan

membutuhkan biaya yang tidak sedikit menyebabkan terdapat beberapa produk yang

54

belum mendapat izin dari BPOM.7 Pengurusan izin industri obat tradisional telah

diatur dalam PERMENKES No. 246/Menkes/Per/V/1990. Dalam Permenkes tersebut

terdapat banyak hal yang harus dilakukan untuk memiliki atau memperoleh izin

produk, maupun izin produksi.

KOJAI sebagai lembaga yang dibentuk oleh pengusaha obat tradisional

memfasilitasi anggotanya agar dapat mengurus perizinan produk secara lebih cepat

dan terjangkau. Usaha pendampinngan yang dilakukan oleh KOJAI dimulai pada

tahun 2000 sebanyak 5 anggota dan pada 2012 sudah sebanyak 20 anggota yang

dilakukan pendampingan perizinan produk. Masih adanya produk- produk jamu yang

beredar di pasaran yang belum mendapatkan sertifikasi BPOM menjadikan suatu

tugas tersendiri bagi KOJAI untuk melakukan pembinaan bahkan pendampingan

pengurusan izin produksi agar produk yang dibuat oleh masyrakat menjadi produk

yang legal dan aman di konsumsi.

2. Dinas Kesehatan

Hubungan KOJAI dengan lembaga pemerintah tidak lagi dapat dipisahkan.

KOJAI merupakan suatu lembaga yang menjadi wadah bagi umkm jamu di

Sukoharjo. KOJAI juga menjadi suatu lembaga yang memfasilitasi para pelaku

umkm terhadap lembaga pemerintah antaralain Dinas Kesehatan. KOJAI memiliki

tujuan untuk mewujudan masyarakat yang sehat dengan jamu tradisional. Sejak awal

7 Wawancara dengan Ibu Martutik tanggal 25 Maret 2015

55

berdiri atau tepatnya tahun 1995 KOJAI telah menjalin hubungan kerjasama dengan

Dinas Kesehatan. Hal itu tidak dapat dipisahkan karena Dinas Kesehatan adalah mitra

kerja dalam mewujudkan produk sehat yang sesuai CPOTB.

Hubungan antara KOJAI dengan lembaga pemerintah dan non pemerintah

dinilai cukup efektif. Efektifitas terlihat dari dampak positif dan saling

menguntungkan dari hubungan tersebut. Banyaknya regulasi yang diberikan oleh

Dinas Kesehatan dalam kaitannya dengan umkm jamu menuntut peran serta KOJAI

untuk bisa membantu industri melaksanakan regulasi tersebut. Pemberian penyuluhan

juga sering dilakukan oleh Dinas Kesehatan sebagai bentuk pembinaan yang

dilakukan oleh Dinas Kesehatan. Pendaftaran Izin produk yang dinilai oleh

pengusaha sebagai beban, karena memerlukan biaya yang cukup besar. Biaya

pendaftaran sebuah produk jamu sebesar 5-6 juta. Beban biaya tersebut harus

ditambah dengan biaya apoteker yang dipekerjakan dengan gaji minimun 2,5 juta

rupiah perbulan. Fungsi dan tugas apoteker sangat penting dalam industri obat. Hal

ini telah diatur dalam CPOTB.

Faktor pendukung dari perkembangan sebuah industri selain dari bahan baku,

modal dan sumber daya manusia adalah alat produksi. Alat produksi merupakan

bagian penting agar produktifitas dari sebuah industri dapat meningkat. Peralatan

dalam industri jamu skala kecil hanya sebatas alat produksi manual yang kuantitas

produksinya terbatas. Untuk mengatasi permasalahan tersebut Dinas Kesehatan

bekerjasama dengan Pemerintah Daerah memberikan bantuan berupa alat produksi

agar dapat meningkatkan kuantitas. Alat produksi yang diberikan oleh Dinas

56

Kesehatan berupa alat pengering simplisia8, produk antara atau produk ruahan

sehingga kadar airnya sesuai yang persyaratkan. Bantuan tersebut diberikan pada

KOJAI tahun 2005. Pada tahun 2010 KOJAI juga mendapat bantuan alat pres plastik

kemasan jamu yang kemudian disalurkan kepada anggotanya.

3. Dinas Koperasi dan Usaha Mikro Kecil dan Menengah

Dinas Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah merupakan suatu lembaga

pemerintah yang yang mengelola potensi usaha koperasi usaha kecil dan menengah.

Lembaga pemerintah ini bertujuan untuk mewujudkan koperasi dan usaha kecil

menengah yang memiliki daya saing terhadap pasar global. DINKOP UMKM juga

merupakan lembaga pemerintah yang memberikan regulasi terhadap unit koperasi.

Masalah yang dihadapi oleh koperasi yang paling utama adalah masalah pendanaan,

dan pemerintah dalam hal ini memberikan bantuan dana bergilir. Bantuan yang

berupa dana tersebut diterima oleh koperasi sebagai bentuk kepedulian pemerintah

terhadap perkembangan koperasi yang memiliki andil besar dalam perkembangan

usaha kecil dan menengah.

Bantuan berupa hibah maupun dana bergulir dinilai cukup membantu untuk

operasional. Pada tahun 2000 KOJAI menerima dana hibah sebesar 25 juta rupiah.

Dana tersebut digunakan untuk menambah modal simpan pinjam KOJAI. Dari dana

tersebut KOJAI mulai dapat menjalankan operasional koperasi. Bantuan pemerintah

tidak hanya sampai disitu, pemerintah melalui DINKOP UMKM memberikan dana

8 Simplisia adalah bahan alamiah yang dipergunakan sebagai obat tradisional

yang belum mengalami pengolahan apapun juga dan kecuali dinyatakan lain

merupakan bahan yang dikeringkan.

57

bergulir sebesar 250 juta. Dana tersebut kemudian dipinjamkan kepada pemilik usaha

untuk pembelian bahan baku maupun pembelian alat produksi. Besaran dana tersebut

kemudian dipinjam oleh 18 orang pengusaha jamu dengan maksimal plafon 10 juta.9

Dana yang disalurkan sebanyak 180 juta rupiah.

DINKOP UMKM juga memfasilitasi industri jamu tradisional untuk dapat

menunjukkan eksistensinya dalam pameran-pameran yang diselenggarakan oleh

pemerintah. Dinas terkait memberikan fasilitas stand atau tempat untuk memasarkan

dan memperkenalkan produknya dalam pameran yang diselenggarakan. Hal ini

dinilai sangat membantu pengusaha skala kecil mengingat pameran merupakan sarana

promosi yang cukup berpengaruh. Pemberian stand gratis diberikan kepada anggota

KOJAI melalui KOJAI. Pemberian stand gratis diharapkan dapat menjadi media

promosi bagi pengusaha jamu. Stand gratis ini merupakan salah satu usaha dari

DINKOP UMKM untuk dapat meningkatkan memperkenalkan kepada masayrakat

bahwa jamu merupakan pengobatan yang tradisional, aman dan alami.

9 Wawancara dengan Joko Pramono tanggal 13 Maret 2015

58

Gambar 3

Pemberian Stand Gratis Pj Bisma Sehat

Sumber: Dokumen Pribadi

Pemberian stand gratis merupakan upaya yang dilakukan oleh KOJAI

bersama dengan dinas terkait dalam hal ini DINKOP UMKM untuk mengenalkan

produk jamu kepada masyarakat. Pemberian Stand gratis ini diberikan bukan untuk

salah satu usaha saja namun keseluruhan anggota.

4. Gabungan Pengusaha (GP) Jamu Jawa Tengah

Gabungan Pengusaha (GP) Jamu Jawa Tengah merupakan lembaga yang

menaungi pengusaha jamu seluruh Jawa Tengah. GP Jamu Jawa Tengah

beranggotakan pengusaha jamu dan obat tradisional Indonesia yang bergerak

59

dibidang usaha Industri Obat Tradisional (IOT), Industri Kecil Obat Tradisional

(IKOT) industri rumah tangga termasuk racikan dan gendong. Selain juga pengusaha

jamu yang termasuk didalamnya penyalur, distributor, pemasok bahan baku jamu,

dan kopereasi yang bergerak dalam pembuatan dan penjualan jamu.

Pendiri KOJAI Drs Moertedjo merupakan Wakil Ketua GP Jamu Jawa

Tengah periode 1977-1983. Latarbelakang yang mendekatkan antara KOJAI dengan

GP jamu Jawa Tengah. KOJAI pada tahun 1995 setelah resmi berbadan hukum juga

terdaftar dalam anggota GP Jamu Jawa Tengah. Tujuan GP Jamu Jateng yaitu

pembinaan usaha jamu dan obat tradisional dalam proses produksi, pemasaran,

hubungan dengan masyarakat dan hubungan dengan pengusaha jamu. KOJAI bukan

hanya berperan sebagai anggota namun KOJAI juga diberi wewenang untuk menjadi

Koordinator Wilayah Sukoharjo. GP Jamu Jateng memberikan bantuan berupa

pembinaan tentang cara pembuatan jamu yang baik dan benar. Pembinaan tersebut

sudah dimulai dari tahun 1995 dengan kegiatan pengawasan tiap rumah produksi

selama empat bulan sekali.

D. Dinamika KOJAI

1. Dinamika KOJAI

a) Periode Perintisan Tahun 1995-2003

Pada tahun 1995-2000 dapat dikatakan sebagai fase awal atau fase

legalisasi. KOJAI mulai diakui oleh pemerintah melalui akta pendirian nomor

1246/BH/KWK II/VII/1995/30 Juli 1995. Masa awal organisiasi di bentuk

adalah masa yang tersulit dari sebuah organisasi. Organisasi dapat diibaratkan

60

sebagai sebuah tubuh dimana fase awal ini yang menentukan keberlanjutan

dari organisasi tersebut. KOJAI juga demikian, masa awal ini memang diakui

menjadi masa yang paling sulit karena pada masa ini KOJAI dihadapkan pada

stigma maupun persepsi pemilik industri jamu. Pendirian KOJAI memang

atas usulan maupun keinginan dari pemilik usaha jamu akan tetapi itu juga

tidak menjadikan beberapa dari mereka tidak ingin untuk emnjadi bagian dari

KOJAI.

Pada fase ini KOJAI mulai menata industri jamu agar dapat bertahan

dengan sudah ditinggalkannya obat tradisional oleh masyarakat. Industri jamu

skala kecil merupakan industri jamu yang banyak mendapat sorotan dari

pemerintah mulai dari tidak adanya izin sampai dengan keamanan produk

industri jamu. Fase awal inilah yang mendorong Ibu Murtedjo dan anggota

KOJAI untuk dapat bertahan dan mengambangkan usahanya. Mayoritas

Usaha yang dimiliki oleh anggota KOJAI merupakan usaha yang diwariskan

oleh keluarga sehingga mereka sebisa mungkin mempertahankannya.

b) Periode Perkembangan 2000-2005

Fase kedua yang dilalui KOJAI sebagai sebuah lembaga yang bisa

bertahan dari krisis ekonomi tahun 1998. KOJAI mulai untuk menata

organisasi untuk kesejahteraan anggota. Pasca krisis ekonomi, usaha kecil dan

menengah mulai tumbuh, begitu juga dengan usaha kecil jamu tradisional.

Anggota mulai untuk mengembangkan produk usahanya. Koperasi sebagai

61

wadah yang menaungi para pengusaha jamu juga mulai menata diri dengan

berbagai program untuk membantu anggotanya.

KOJAI juga mulai menjadi mitra bagi lembaga pemerintah dalam

mengembangkan industri jamu. Keanggotaan KOJAI pada fase kedua ini

mencapai 43 anggota. Peningkatan yang cukup tinggi jika dibandingkan

dengan fase sebelumnya. Fase ini dinilai cukup baik dengan adanya campur

tangan pemerintah dalam hal pendanaan KOJAI. Dana hibah tahun 2000 dan

dana bergulir tahun 2003 dengan total 275 juta membantu KOJAI untuk dapat

melaksanakan program kerja dan unit usahanya.

c) Periode Stabilisasi Tahun 2005-2012

Pada fase ini kesadaran pemilik usaha jamu tradisional semakin

meningkat dengan ikut sertanya dalam keanggotaan koperasi. Para pemilik

usaha mulai beranggapan bahwa koperasi dapat menjadi wadah bagi mereka

untuk dapat mengembangkan usahanya. Kegiatan koperasi sepertihalnya

pendampingan perizinan, penyuluhan produksi, dan bantuan keuangan

menjadi sebuah magnet bagi pengusaha yang sebelumnya belum terdaftar

dalam keanggotaan. Pada akhir fase ini keanggotaan KOJAI mencapai 60

anggota. Ini merupakan titik tertinggi dalam keanggotaan KOJAI.

62

Gambar 4

Gapura Kampung Jamu

Sumber: Dokumen Pribadi

Pendampingan Izin produksi yang dilakukan oleh KOJAI pada akhir

fase ini mencapai 20 anggota. Jumlah ini memang dinilai cukup kecil jika

dibanding dengan jumlah keaggotaan KOJAI. Perkembangan KOJAI pada

fase ini mencapai titik tertinggi ketika Desa Nguter kec. Nguter ditetapkan

sebagai Kampung Jamu. Wacana yang telah lama ada dan terealisasi 22

November 2012. Pembentukan kampung jamu memang telah lama

diwacanakan oleh DINKOP UMKM, bersama dengan KOJAI ide tersebut

diwujudkan setelah melewati proses yang cukup panjang. KOJAI juga

mempunyai peran untuk menaungi pengajin jamu di kampung tersebut.

Pada periode ini pemilik usaha mulai berlomba lomba untuk

menciptakan jamu degan rasa yang enak dan juga kemasan yang menarik agar

63

meningkatkan penjualan. Peningkatan pada masa ini sebenarnya merupakan

ekses dari periode sebelunnya. Peningkatan tersebut disebabkan adanya

pemberian pinjaman yang cukup besar untuk modal anggota. Pada periode ini

pemilik usaha mulai menambah aset usaha agar usahanya menjadi lebih besar.

Pembelian aset dilakukan sepertihalnya pembelian sarana distribusi

pemasaran yaitu mobil blind van agar dapat melakukan pemasaran dalam

jumlah yang besar. Selain itu penambahan armada juga dilakukan untuk

efektifitas pengiriman barang.10

Gambar 5

Mobil Distribusi PJ Bisma Sehat

Sumber: dokumen Pribadi

10

Wawancara dengan H Giyanto tanggal 18 Februari 2015