bab ii tinjauan pustaka - eprints.umm.ac.ideprints.umm.ac.id/39976/3/bab ii.pdf · 2. 2aot...
TRANSCRIPT
5
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Reseptor
Reseptor adalah molekul protein yang secara normal diaktivasi oleh
transmitor atau hormone. Saat ini banyak reseptor yang telah di klon dan diketahui
urutan asam aminonya. Terdapat empat jenis reseptor utama yaitu: (Neal M.J,
2006)
1. Agonist (ligand) gated channel terdiri dari subunit protein yang membentuk
pori sentral (misal : reseptor nikotin, reseptor GABA).
2. G- protein coupled receptor yaitu reseptor protein yang mengikat protein G
membentuk suatu kelompok reseptor dengan tujuh heliks yang membentuk
membrane. Reseptor ini berkaitan dengan respon fisiologis oleh second
messenger.
3. Reseptor inti untuk membentuk hormone steroid dan hormone tiroid terdapat
dalam inti sel yang mengatur transkripsi dan selanjutnya sintesis protein.
4. Kinase-linked receptor adalah reseptor permukaan yang mempunyai (biasanya)
aktivitas tirosin kinase intrinsik (misal : reseptor insulin, sitokin dan faktor
pertumbuhan).
Berikut beberapa reseptor yang digunakan untuk penelitian:
1. 2WAL merupakan reseptor obat benzonatate yang merupakan golongan
antitusif (Sytnikova, Y.A., dkk, 2011)
2. 2AOT merupakan reseptor obat dipenhydramine yang merupakan golongan
antihistamin yang menginhibisi Histamine N-Methyltransferase (Horton, R.J.,
dkk, 2005).
3. 2Y03 merupakan reseptor obat isoprenaline yang merupakan golongan
bronkodilator yang bekerja pada β-1 adrenergic receptor (Warne, T., dkk,
2011).
6
Tabel II.1 Reseptor Obat
Obat Batuk Reseptor Golongan obat Senyawa obat
Expectorants Secretion enhancers
Pottasium Citrate -
Pottasium Iodide -
Guaiphenesin -
Tolu Balsam -
Vasaka -
Ammonium Chloride
-
Mucolytics Bromhexine -
Ambroxol -
Acetyl cysteine -
Carbocisteine -
Antitussives Opioid Codeine -
Ethylmorphine -
Pholcodeine -
Nonopioid Noscapine -
Benzonatate 2WAL
Dextromethorphan 4ZF9 (Belum
Release)
Clophendianol -
Antihistaminics Chlorpheniramine -
Dipenhydramine 2AOT
Promethazine -
Pulmonary reseptor sensitizer
Prenoxdiazine -
Adjuvant antitussives
Bronchodilators Salbutamol - Isoprenalin 2Y03
2.1.1 Asam Amino
Sebagai building block atau unit penyusun dari protein yang memiliki
fungsi sebagai protein transport, protein struktural, enzym, anti body,
neurotransmiter, dan reseptor sel. Secara umum asam amino dibagi menjadi dua
7
yakni asam amino endogen yang dapat dibentuk oleh tubuh manusia atau non
esensial dan asam amino eksogen yang diperoleh dari makanan.
Gambar 2.1 Macam Asam Amino Yang Terdapat Pada Protein (Fowler and
Roush, 2013)
Pada struktur asam amino terdapat satu atom C sentral yang mengikat
secara kovalent gugus amino, gugus karboksil, satu atom H dan rantai samping
atau gugus R Gugus R menunjukkan sifat kimiawi setiap asam amino
sebagaimana ikatan protein dan fungsi biologis. Gugus R yang berbeda-beda pada
tiap jenis asam amino menentukan struktur, ukuran, muatan elektrik, dan dan sifat
kelarutan didalam air. Dua asam amino berikatan melalui suatu ikatan peptida dan
membentuk rantai polipeptida yang tidak bercabang dan akhirnya membentuk
suatu protein (Hartati S.A, 2014).
8
Pengelompokkan asam amino berdasarkan :
a. Sifat kelarutan didalam air
Tabel II.2 Pengelompokan Asam Amino Berdasarkan Sifat Kelarutan
Asam Amino Hidrofobik Asam Amino Hidrofilik Ala (Alanin) Arg (Arginin) Ile (Isoleuisin) Asn (Asparaginin) Leu (Leusin) Asp (Asam aspartat) Met (Methionin) Cys (Sistein) Phe (Phenilalanin) Glu (Asam glutamat) Pro (Prolin) Gln (Glutamin) Trip (Triptophan) Gly (Glysin) Val (Valin) His (Histidin) Lys (Lisin) Ser (Serin) Thr (Threonin)
b. Muatan dan struktur gugus R-nya
Tabel II.3 Pengelompokan Asam Amino Berdasakan Gugus R
Gugus R Asam Amino Lambang Brmuatan - Asam aspartat Asp atau D
Asam glutamat Glu atau E Bermuatan + Histidin His atau H
Lisin Lys atau K Arginin Arg atau R
Tidak Bermuatan Serin Ser atau S Treonin Thr atau T Asparagin Asn atau N Glutamin Gln atau Q Sistein Cys atau C
Alifatik, non polar Glisin Gly atau G Alanin Ala atau A Valin Val atau v Leusin Leu atau L Isoleusin Ile atau I Metionin Met atau M Prolin Pro atau P
Aromatik Fenilalanin Phe atau F Triosin Tyr atau Y Triptofan Trp atau W
9
2.2 Farmakodinamika Obat
Potensi oksidasi reduksi, mempengaruhi permeabilitas, depolarisasi
membran, koagulasi protein, dan pembentukan kompleks kompleks (Fajarina, W.
O., 2010)
Ciri-ciri obat berstruktur non-spesifik adalah :
a. Obat tidak bereaksi dengan reseptor spesifik
b. Kerja biologisnya berlangsung degan aktifitas termodinamika
c. Bekerja dengan dosis yang relatif besar
d. Menimbulkan efek yang mirip walaupun strukturnya berbeda
e. Kerjanya hampir tidak berubah pada modifikasi struktur
1. Obat berstruktur spesifik
Yaitu obat-obat yang memberikan aktifitas biologis akibat adanya ikatan
obat dengan reseptor atau akseptor spesifik. Aktivitas biologisnya dihasilkan dari
struktur kimia yang beradaptasi ke dalam struktur respetor dalam bentuk tiga
dimensi dalam organisme dan membentuk kompleks (Fajarina, W. O., .
Karakteristik obat berstruktur spesifik :
a. Efektif pada kadar rendah
b. Modifikasi sedikit dalam struktur kimianya akan menghasilkan perubahan
dalam aktifitas biologisnya
c. Melibatkan kesetimbangan kadar obat dalam biofasa dan fasa eksternal
d. Pada keadaan kesetimbangan, aktivitas biologisnya maksimal
e. Melibatkan ikatan-ikatan yang lebih kuat dibandingkan pada senyawa
yang berstruktur non-spesifik
f. Bekerja terhadap enzim antagonis dengan cara pengaktifan,
penghambatan, atau pengaktifan kembali enzim-enzim tubuh
g. Penularan fungsi gen yang bekerja pada membran, yaitu dengan mengubah
membran sel dan mempengaruhi sistem tranport membran
2.2.1 Jenis Ikatan Obat dan Reseptor
Jenis ikatan menurut Siswandono dan Soekardjo, 2000 :
1. Ikatan Kovalen
10
Merupakan ikatan kimia yang paling kuat dengan rata-rata kekuatan 100
kkal/mol. Dengan kekuatan ikatan yang tinggi ini, pada suhu normal ikatan
bersifat ireversibel dan hanya dapat pecah apabila dengan pengaruh katalisator
enzim tertentu.
2. Ikatan Ion
Merupakan ikatan yang dihasilkan oleh daya tarik menarik elektrostatik
antara ion-ion yang muatannya berlawanan. Kekuatan tarik menarik akan makin
berkurang bila jarak antar ion makin jauh dan pengurang tersebut berbanding
terbalik dengan jaraknya. Obat yang mengandung gugus kation potensial seperti
R3HN+, R4N+ , dan R2C=NH2+, maupun anion potensial seperti RCOO-, RCOS- ,
dapat membentuk ikatan ion dengan gugus-gugus reseptor atau protein yang
berlawanan.
3. Interaksi Ion-Dipol dan Dipol-Dipol
Adanya perbedaan keelektronegatifan atom C dengan atom yang lain,
seperti O dan N, akan membentuk distribusi elektron tidak simetrik atau dipol,
yang mampu membentuk ikatan dengan ion atau dipol yang lain, baik yang
mempunyai daerah kerapatan elektron tinggi maupun yang rendah.
4. Ikatan Hidrogen
Ikatan hidrogen merupakan suatu ikatan antara atom H yang mempunyai
muatan positif parsial dengan atom lain yang bersifat elektronegatif dan
mempunyai sepasang elektron bebas dengan oktet lengkap seperti O,N,F. Ikatan
hidrogen terjadi pada senyawa yang memiliki gugus-gugus seperti OH...O,
NH...O, NH...H, OH...N, NH...F, OH...F. Ada dua ikatan hidrogen yakni ikatan
hidrogen intramolekul (terjadi dalam suatu molekul) dan ikatan hidrogen
intermolekul (terjadi antar molekul-molekul). Kekuatan ikatan intermolekul lebih
lemah dibandingkan dengan intramolekul.
5. Ikatan Van Der Waal’s
Merupakan kekuatan tarik menarik antar molekul atau atom yang tidak
bermuatan, dan letaknya berdekatan atau jaraknya ±4-6 Å. Ikatan ini terjadi
karena sifat kepolarisasian molekul atau atom.
11
6. Ikatan Hidrofob
Merupakan salah satu kekuatan penting pada proses penggambungan
daerah non polar molekul obat dengan daerah non polar reseptor biologis.
7. Transfer Muatan
Kompleks yang terbentuk antara dua molekul memalui ikatan hidrogen
merupakan kasus khusus dari fenomena umum kompleks donor aseptor, yang
distabilkan melalui daya tarik menarik elektrostatik antara molekul donor elektron
dan molekul aseptor elektron.
8. Ikatan Sigma
Ikatan yang terbentuk melalui tumpang tindih linear antara dua orbital
atom yang menghasilkan daeran dengan densitas electron yang tinggi dan
berpenampang lingkar melintang yang terkonsentrasi diantara 2 inti bermuatan
positif, mengalahkan tolakan elektrostatik keduanya (Harwood L.M.,dkk, 2008).
9. Ikatan pi
Ikatan yang terbentuk melalui tumpang tindih sisi-dengan-sisi dari dua
atom orbital p. Daerah dengan densitas electron yang tinggi ditemukan berbentuk
seperti pisang di atas dan di bawah sebuah bidang yang mengandung kedua atom
tetapi tanpa densitas electron pada bidang tersebut (Harwood L.M.,dkk, 2008).
Tipe-tipe interaksi ikatan pi :
1. Interaksi Logam-π : interaksi antara logam dan permukaan sistem π, logam
dapat berupa kation (dikenal sebagai interaksi kation) atau netral
(Miessler, G.A.dan Tarr, D.A, 2010).
2. Interaksi Polar-π: melibatkan interaksi dari molekul polar dan quadrupole
pada sistem π (Battaglia M.R., dkk, 1980).
3. Interaksi aromatik-aromatik (π stacked): melibatkan interaksi molekul
aromatik satu sama lain (Hunter C.A., dkk ,1990).
4. Interaksi Anion-π: interaksi anion dengan π sistem (Schottel, B.L., 2008)
5. Interaksi Cation-π: interaksi kation dengan sistem π (Dougherty, D.A dan
J.C. Ma.,1997)
12
6. Interaksi C-H- π: interaksi sistem C-H dengan π, interaksi ini dapat
dipelajari dengan teknik eksperimental maupun teknik komputasi
(Sundararajan K., dkk, 2002).
2.2.3 Teori Interaksi Obat-Reseptor
Ada beberapa teori interaksi obat-reseptor, yakni: (Siswandono dan
Soekardjo, 2000)
1. Teori Klasik
Crum, Brown dan Fraser (1869), mengatakan bahwa aktivitas biologis
suatu senyawa merupakan fungsi dari struktur kimianya dan tempat obat
berinteraksi pada sistem biologis mempunyai sifat yang karakteristik
Kemudian Ehrlich (1970), memperkenalkan istilah reseptor dan membuat
konsep sederhana mengenai interaksi obat-reseptor yaitu corpora non agunt nisi
fixata atau obat tidak dapat menimbulkan efek tanpa mengikat reseptor.
2. Teori Pendudukan
Clark (1926), memperkirakan bahwa satu molekul obat akan menempati
satu sisi reseptor dan obat harus diberikan dalam jumlah yang lebih agar tetap
efektif selama proses pembentukkan kompleks. Obat (O) akan berinteraksi dengan
reseptor (R) membentuk kompleks obat-reseptor (OR). Proses interaksi ini
dijelaskan sebagai berikut :
k1
(O) + (R) ==== (OR) E
k2
k1 : kecepatan pengambungan
k2 : kecepatan disosiasi
E : efek biologis yang dihasilkan
Lalu proses interaksi obat –reseptor menurut Ariens-Stephenson dijelaskan
dengan bagan sebagai berikut:
Afinitas efikasi
O + R ======== Komplek O-R respon biologis
13
O + R ===== O-R Respon (+) : senyawa agonis
Afinitas besar dan aktivitas intristik = 1
O + R ===== O-R Respon (-) : senyawa antagonis
Afinitas besar dan aktivitas intristik = 0
3. Teori Gangguan Makromolekul
Belleau (1964) memperkenalkan teori model kerja obat yang disebut teori
gangguan molekul. Interaksi mikromolekul obat dengan makromolekul protein/
reseptor dapat menyebabkan terjadinya perubahan bentuk konformasi reseptor
sebagai berikut :
1. Gangguan konformasi spesifik ( specific Conformational Pertubation = SCP )
2. Gangguan konformasi tidak spesifik (Non Specific Conformational Pertubation
= NSCP)
Obat agonis adalah obat yang mempunyai aktivitas intrinsik dan dapat
mengubah struktur reseptor menjadi bentuk SCP shingga menimbulkan respon
biologis. Obat antagonis adalah obat yang tidak mempunyai aktivitas intrinsik dan
dapat mengubah struktur reseptor menjadi bentuk NSCP sehingga menimbulkan
efek pemblokan. Pada teori ini ikatan hidrofob merupakan faktor penunjang yang
penting dalam proses pengikatan obat-reseptor.
2.3 Batuk
2.3.1 Definisi Batuk
Batuk adalah suatu refleks pertahanan tubuh untuk mengeluarkan benda
asing dari saluran napas. Batuk juga membantu melindungi paru dari aspirasi
yaitu masuknya benda asing dari saluran cerna atau saluran napas bagian atas.
Saluran napas yang dimaksud adalah mulai dari tenggorokan, trakhea, bronkhus,
bronkhioli, sampai ke jaringan paru (Guyton A.C, 2008).
Batuk merupakan proses ekspirasi (penghembusan nafas) yang eksplosif
yang memberikan mekanisme proteksi normal untuk membersihkan saluran
pernafasan dari adanya benda asing yang mengganggu. Batuk bukanlah suatu
14
penyakit melainkan suatu tanda atau gejala adanya ganggan pada saluran
pernafasan. Selain itu, batuk juga merupakan jalur penyebaran infeksi. Batuk
dapat menyebabkan rasa tidak nyaman, mengganggu kehidupan normal, dan rasa
khawatir terhadap penyebab batuk (Ikawati Z., 2011).
2.3.2 Etiologi Batuk
Etiologi dari batuk adanya berbagai iritan yang memasuki saluran nafas
melaluiinhalasi (asap, debu, atau asap rokok) atau melalui inhalasi (sekresi jalan
nafas, benda asing, atau isi lambung). Batuk karena iritasi karena sekresi jalan
nafas (seperti postnasal drip) atau isi lambung biasanya faktor pemicunya tidak
dikenal dan batuknya bersifat persisten. Jika terus terpapar oleh iritan maka dapat
memicu batuk dan sensitifitas jalan nafas meningkat. Infeksi pernafasan karena
virus maupun bakteri yang menyebabkan inflamasi, konstriksi, dan kompresi jalan
nafas juga dapat menyebabkan batuk. Adanya kelainan pada jantung, yaitu gagal
jantung kongestif, juga dapat menimbulkan batuk karena adanya edema di daerah
peribronkial dan interstisial. Penggunaan obat golongan ACEI juga sering
dihubungkan dengan kejadian batuk, diduga berhubungan dengan akumulasi
bradikinin atau substance P yang juga didegradasi oleh enzim ACE (Ikawati Z.,
2011).
2.3.3 Patofisiologi Batuk
Batuk ditimbulkan oleh aktivasi saraf vagal aferen yang berakhir di
laring, trakea, dan bronkus. Beberapa subtipe saraf vagal aferen menginervasi
saluran pernapasan dan paru-paru. Diferensiasi dari subtipe ini adalah dicapai
melalui perbandingan potensial aksi antara kecepatan konduksi, lokasi
penghentian, lokasi tubuh sel, asal embriologis, neurokimia, dan tanggapan
terhadap rangsangan kimia dan mekanis. Dari penelitian ini, bukti konklusif
berimplikasi subtipe serat C bronkopulmoner dan serat delta-A dalam inisiasi
batuk (Canning and Chou, 2009).
15
Gambar 2.2 Patofisiologi Batuk (Canning and Chou, 2009).
Serat delta-A ditandai dengan keberadaan beradaptasi dengan cepat dan
responsif terhadap rangsangan mekanis dan lingkungan asam yang tepat
(Undem dan Carr, 2010). Serat delta-A menjadi sebuah mekanisme defensif
untuk saluran udara dari aspirasi dan bisa diaktifkan untuk menginduksi batuk
bahkan di alam bawah sadar binatang. Kecepatan konduksi serat delta A kira-kira
tiga sampai lima kali lebih cepat dari serat C (Undem dan Carr, 2010). Di sisi
lain, serat C yang terlibat dalam refleks batuk relatif tidak sensitif terhadap
16
rangsangan mekanik dan peregangan paru-paru akan tetapi diaktifkan oleh
bradikinin dan oleh agonis dari reseptor inotropika, potensial reseptor transien
vanilloid 1 (TRPV1) (capsaicin, resiniferatoxin, proton), dan potensial reseptor
transient A1 (TRPA1) (alil isothiocyanate, acrolein, cinnamaldehyde).
Rangsangan kimia ini telah terbukti dapat menyebabkan batuk pada hewan dan
pada manusia (Canning et al., 2004; Dicpinigaitis dan Alva, 2005; Birrell dkk.,
2009; Grace et al., 2012).
2.3.4 Klasifikasi Batuk
Secara umum penyakit batuk dapat dikelompokkan menjadi 2 jenis, yaitu
batuk produktif dan batuk tidak produktif. Pengelompokan ini didasarkan pada
ada dan tidaknya dahak yang diproduksi oleh si penderita.
1. Batuk Produktif
Masyarakat umumnya menebutnya dengan sebutan batuk berdahak. Batuk
berdahak adalah batuk yang disertai dengan dihasilkannya dahak. Batuk berdahak
sangat mengganggu karena terasa gatal dan dahak akan keluar seiring dengan
batuk. Batuk jenis ini biasanya disebabkan oleh alergi dan disertai flu.
2. Batuk Tidak Produktif
Batuk tidak produktif, atau batuk tidak berdahak atau disebut juga batuk
kering, adalah jenis batuk yang tidak disertai produksi dahak yang berlebihan.
Batuk jenis ini biasanya disebabkan oleh benda asing yang mengiritasi
tenggorokan ataupun disebabkan efek samping obat golongan ACEI.
Adapun jenis batuk berdasarkan berapa lama batuk tersebut bertahan yaitu:
a. Batuk Akut
Batuk akut merupakan jenis batuk yang berlangsung kurang dari 2
minggu. Batuk jenis ini biasanya disebabkan oleh masuk angin, influenza, atau
infeksi sinus.
b. Batuk Kronik
Batuk kronik merupakan jenis batuk yang bertahan selama lebih dari 2
minggu, bahkan ada juga yang menahun. Jenis batuk ini juga terjadi secara
berulang. Penyebab batuk kronik antara lain adalah asma, TB, dan batuk rejan.
Batuk rejan dapat dicegah sejak dini dengan cara memberikan imunisasi DPT.
17
2.4 Obat Batuk
1. Antitusif
a. Dextromethorphan
Gambar 2.3 Struktur Dextromethorpan (Chemspider., 2015)
Dextromethorphan HBr [(+) - 3-methoxy-17-methylmorphinan
hidrobromida monohidrat] adalah isomer dekstoptera (D-isomer) methylether
levorphanol, dengan ikatan ion tinggi dan afinitas rendah di otak yang berbeda
dengan opioid dan neurotransmitter lainnya pada binding site (Grattan et al.,
1995). Mekanisme hambatan sterik dimana (O) methylated (+) dalam bentuk
racemorphan (dekstrometorfan) mencegah mengikat reseptor analgesik / adiktif
di medula untuk mengurangi efek samping narkotika (Delgado dan Remers,
1998).
Farmakologi dekstrometorfan adalah mengikat ke serangkaian reseptor,
termasuk N-methyl-D-aspartate (NMDA) glutamat reseptor (Netzer et al., 1993,
Chou et al., 1999), reseptor s-1 (Chou et al., 1999), reseptor nikotinik (Glick et al.,
2001), dan reseptor serotonergik (Meoni et al., 1997). Kegiatan yang kompleks ini
dipercaya untuk menekan batuk dengan mengubah ambang batas untuk batuk
inisiasi terutama melalui efeknya sebagai NMDA ntagonis pada tingkat antagonis
glutamat reseptor dalam SSP (Ramsay et al., 2008)
18
b. Opiat
Kodeine adalah alkaloid alami yang ditemukan di ekstrak poppy, terutama
Papaver bractreatum. Komposisi kimia kodein 3-dimetil dalam morfin i dan bila
digunakan dalam persiapan untuk pengobatan batuk, biasanya disintesis molekul
induknya.
Gambar 2.4 Struktur Codeine (Chemspider., 2015)
Kodeine sendiri dianggap opioid lemah , dan tindakan terapeutik utamanya
adalah melalui katabolisme di hati oleh sitokrom P450 2D6 menjadi morfin.
CYP3A4 juga berkontribusi pada metabolisme kodein menjadi norkodein.
c. Benzonatate
Gambar 2.5 Struktur Benzonatate (Drugbank ., 2015)
Benzonatate adalah turunan poliglikol rantai panjangyang secara kimia
berhubungan dengan kelas yang berhubungan dengan ester obat bius lokal seperti
procaine dan tetracaine. (Thoren dan Oberg, 1981). Benzonatate adalah obat
antitusif oral non-narkotika (obat penekan batuk) yang bekerja dengan anestesi
jaringan paru-paru dan pleura yang bertanggung jawab untuk refleks batuk.
19
Bekerja secara antagonis Sodium channel protein type 5 subunit alpha
(Drugbank., 2017)
2. Ekspektoran
Ekspektoran didefinisikan sebagai obat yang memperbaiki kemampuan
untuk mengusir sekret purulen. Istilah ini adalah sekarang berarti pengobatan yang
meningkatkan airway air atau volume sekresi saluran nafas, termasuk
secretagogues yang dimaksudkan untuk meningkatkan hidrasi sekresi luminal
(misalnya garam hipertonik atau manitol) dan abrok yang mengurangi keasaman
sekresi dan dengan demikian menahannya dari jalan nafas (misalnya surfaktan).
Ekspektoran tidak berubah ciliary beat frequency atau mucociliary clearance.
Ekspektoran oral pernah dipikirkan untuk meningkatkan lendir saluran napas
sekresi dengan bekerja pada mukosa lambung untuk merangsang saraf vagus, tapi
itu mungkin tidak akurat.. (Rubin dkk, 2004)
a. Guaiaphenesin
Gambar 2.6 Struktur Guaiphenesin (Chemspider, 2015)
Guaifenesin adalah ekspektoran yang meningkatkan hasil dahak (sputum)
dan sekresi bronkial dengan mengurangi perekat dan tegangan permukaan. Aliran
sekresi kental yang kurang meningkat mendorong tindakan siliaris dan mengubah
batuk kering yang tidak produktif ke yang lebih produktif dan jarang terjadi.
20
Dengan mengurangi viskositas dan kelekatan sekresi, guaifenesin meningkatkan
keefektifan mekanisme mukosiliar dalam menghilangkan sekresi akumulasi dari
jalan napas atas dan bawah. Guaifenesin dapat bertindak sebagai iritasi pada
reseptor vagal lambung, dan merekrut refleks parasimpatis eferen yang
menyebabkan eksositosis glandular campuran lendir yang kurang kental. Batuk
mungkin diprovokasi. Kombinasi ini dapat menyiram ulet, bahan mucopurulen
yang beku dan tersumbat dari saluran udara kecil yang terhambat dan
menyebabkan perbaikan dispnea atau kerja pernapasan sementara (Drugbank,
2015).
3. Mukolitik
Mukolitik adalah obat yang mengubah biofisik sifat sekresi dengan
mengencerkan polimer mucin, DNA, fibrin, atau F-actin dalam sekresi saluran
nafas, umumnya mengurangi viskositas namun ini belum tentu membaik karena
pembekuan sekresi dahak menjadi lebih kental tapi yang kurang lengket
cenderung untuk dengan batuk. (Rubin dkk., 2004)
a. Bromhexine
Gambar 2.7 Struktur Bromhexine (Chemspider, 2015)
Bromhexine telah dilaporkan mengubah struktur sekresi bronkial,
disamping itu memainkan peran ganda untuk meningkatkan volume dan
mengurangi viskositas sputum (Kar A., 2007)
21
b. Ambroxol
Ambroxol adalah agen secretolytic yang digunakan dalam pengobatan
penyakit pernafasan yang terkait dengan lendir yang kental dan berlebihan. Zatnya
adalah obat mucoactive dengan beberapa sifat termasuk tindakan secretolytic dan
secretomotoric yang memulihkan mekanisme clearance fisiologis saluran
pernapasan yang memainkan peran penting dalam mekanisme pertahanan alami
tubuh. Ini merangsang sintesis dan pelepasan surfaktan oleh pneumosit tipe II.
Surfaktan bertindak sebagai faktor anti-lem dengan mengurangi adhesi lendir ke
dinding bronkial, dalam memperbaiki transpornya dan dalam memberikan
perlindungan terhadap infeksi (Drugbank, 2015).
Gambar 2.8 Struktur Ambroxol (Chemspider, 2015)
4. Antagonis Reseptor H-1
Gambar 2.9 Struktur Dipenhydramine dan Chlorpheniramine (Chemspider, 2015)
22
Antagonis Reseptor H-1, juga dapat dalam banyak kasus bertindak sebagai
agonis terbalik. yang menggabungkan dengan dan menstabilkan bentuk tidak aktif
reseptor H1, menggeser ekuilibrium menuju keadaan tidak aktif (Monczor et al.,
2013). Selain itu, beberapa Antagonis H-1 juga dapat menghambat adrenergic
muskarinik dan reseptor serotonin, serta beberapa saluran ion.
Sebuah studi yang lebih baru yang menggunakan sel HEK manusia
ekspresi sel TRPV1 menunjukkan penghambatan aktivasi reseptor TRPV1 oleh
antagonis H1 dexbrompheniramine, menunjukkan mekanisme potensial lain a
antitusif (Sadofsky et al., 2008). Temuan ini sangat diminati mengingat saran
terbaru tentang potensi pentingnya TRPV1 reseptor pada batuk manusia (Morice
dan Geppetti, 2004b; Lee et al., 2011) .
5. Bronkodilator
Bronkodilator adalah kelompok obat yang bisa digunakan untuk
memperlancar pernapasan. Berdasarkan waktu kerjanya, bronkodilator dibagi
menjadi dua, yaitu reaksi cepat dan reaksi lambat. Bronkodilator reaksi cepat
biasanya diberikan untuk seseorang yang mengalami gejala sesak napas secara
tiba-tiba. Sedangkan bronkodilator reaksi lambat biasanya ditujukan untuk
mengontrol gejala sesak napas pada penderita penyakit paru-paru kronis atau
asma. Bronkodilator bekerja dengan cara memperluas bronkus (saluran
pernapasan) dan merelaksasi otot-otot pada paru-paru sehingga proses bernapas
menjadi lebih ringan dan lancar.
a. Salbutamol
Gambar 2.10 Struktur Salbutamol (Chemspider, 2015)
23
Salbutamol adalah agonis reseptor beta2-adrenergik selektif yang bekerja
singkat, yang digunakan untuk pengobatan asma dan COPD. Obat ini 29 kali lebih
selektif untuk reseptor beta2 daripada reseptor beta1 yang memberikan spesifisitas
lebih tinggi untuk reseptor beta paru daripada reseptor beta1-adrenergik yang
terletak di jantung. Salbutamol diformulasikan sebagai campuran rasemat dari
isomer R dan S. R-isomer memiliki afinitas 150 kali lebih besar untuk reseptor
beta2 daripada S-isomer dan isomer S telah dikaitkan dengan toksisitas. Hal ini
menyebabkan perkembangan levalbuterol, R-isomer tunggal salbutamol. Namun,
biaya levalbuterol yang tinggi dibandingkan dengan salbutamol telah menghambat
penggunaan obat versi enantiomerik murni ini secara luas. Salbutamol umumnya
digunakan untuk episode akut bronkospasme yang disebabkan oleh asma bronkial,
bronkitis kronis dan gangguan bronkopulmoner kronis lainnya seperti gangguan
paru obstruktif kronik (PPOK). Obat ini juga digunakan secara profilaksis untuk
asma akibat olahraga (Drugbank, 2015)
b. Isoprenaline
Isoprenaline merupakan golongan b-2 adrenergic merupakan isoporil
analog dari epinefrin, yang bekerja secara beta-simpatomimetik yang berpengaruh
pada jantung, bronkus, otot halus, dll. Biasanya digunakan untuk bronkodilator
dan stimulant jantung (Pubchem, 2018). Efek farmakologis dari obat agonis beta
adrenergik, termasuk Isoproterenol, setidaknya sebagian disebabkan oleh
stimulasi melalui reseptor adrenergik beta dari adenil siklase intraseluler, enzim
yang mengkatalisis konversi adenosin trifosfat (ATP) menjadi siklik - 3 ', 5'
adenosine monophosphate (c-AMP). Peningkatan kadar c-AMP berhubungan
dengan relaksasi otot polos bronkus dan penghambatan pelepasan mediator
hipersensitivitas langsung dari sel, terutama dari sel mast. Efek farmakologis dari
isoproterenol setidaknya sebagian disebabkan oleh stimulasi melalui reseptor
beta-adrenergik dari adenil cyclase intraseluler, enzim yang mengkatalisis
konversi adenosine triphosphate (ATP) menjadi AMP siklik. Peningkatan kadar
AMP siklik berhubungan dengan relaksasi otot polos bronkus dan penghambatan
pelepasan mediator hipersensitivitas langsung dari sel, terutama dari sel mast
(Drugbank, 2018).
24
2.5 Pemanfaatan Tanaman Untuk Obat Batuk
1. Zingiber officinale
a. Klasifikasi
Kingdom : Plantae
Subkingdom : Tracheobionta
Divisi : Spermatophyta
Sub-Divisi : Angiospermae
Kelas : Monocotyledoneae
Ordo : Zingiberales
Famili : Zingiberaceae
Genus : Zingiber
Species : Zingiber Officinale
Gambar 2.11 Rhizoma Zingiber officinale (Howell P., 2018)
b. Morfologi
Akar merupakan bagian terpenting dari tanaman jahe. Pada bagian ini
tumbuh tunas-tunas baru yang kelak akan menjadi tanaman. Akar tunggal
25
(rimpang) tertanam kuat didalam tanah dan makin membesar dengan pertambahan
usia serta membentuk rhizoma-rhizoma baru (Rukmana, 2000). Jahe tumbuh
merumpun, berupa tanaman tahunan berbatang semu. Tanaman tumbuh tegak
setinggi 30-75 cm. Batang semu jahe merah berbentuk bulat kecil, berwarna hijau
kemerahan dan agak keras karena diselubungi oleh pelepah daun (Tim Lentera,
2002). Panjang daunnya 15-23 cm dan lebar 0,8-2,5 cm. Tangkainya berbulu atau
gundul. Ketika daun mengering dan mati, pangkal tangkainya (rimpang) tetap
hidup dalam tanah. Rimpang tersebut akan bertunas dan tumbuh menjadi tanaman
baru setelah terkena hujan . Rimpang jahe berbuku-buku, gemuk, agak pipih,
membentuk akar serabut. Rimpang tersebut tertanam dalam tanah dan semakin
membesar sesuai dengan bertambahnya usia dengan membentuk rimpang-rimpang
baru. Di dalam sel-sel rimpang tersimpan minyak atsiri yang aromatis dan
oleoresin khas jahe (Harmono dan Andoko, 2005). Rimpang yang akan digunakan
untuk bibit harus sudah tua minimal berumur 10 bulan. Ciri-ciri rimpang tua
antara lain kandungan serat tinggi dan kasar, kulit licin dan keras tidak mudah
mengelupas, warna kulit mengkilat menampakkan tanda bernas. Rimpang yang
terpilih untuk dijadikan benih, sebaiknya mempunyai 2 - 3 bakal mata tunas yang
baik dengan bobot sekitar 25 -60 g untuk jahe putih besar, 20 - 40 g untuk jahe
putih kecil dan jahe merah. Kebutuhan bibit per ha untuk jahe merah dan jahe
emprit 1-1,5 ton, sedangkan 11 jahe putih besar yang dipanen tua membutuhkan
bibit 2-3 ton/ha dan 5 ton/ha untuk jahe putih besar yang dipanen muda (Rostiana
dkk., 2005).
c. Aktivitas Farmakologi
Ekstrak etanol dari Jahe mempunyai efek antimikroba, anti diabetes,
nefroprotektif, hepatoprotektif, anti kanker , analgesic, anti inflamasi, dan
antioksidan. Minyak atsiri dari jahe mempunyai efek Imunomodulator. Ekstrak
cair dan ekstrak dari Jahe mempunyai efek Anthelmintik (Kumar, Gaurav, etal.,
2011). Kandungan [6]–shogaol mempunyai efek Sedatif Gastrointestinal. [6]-
gingerol, [8]-gingerol, [10]-gingerol and [6] – shogaol mempunyai efek
Antiemetik, [6] – shogaol merupakan kandungan terbanyak dibanding [6]-
gingerol. [6] –shogaol mempunyai efek antitussive. Antitusif yang dibandingkan
dengan dihydrocodeine phosphate. (Singh, Amritpal, etal., 2010)
26
d. Uji In Vivo
[6] -Shogaol menunjukkan aktivitas antitusif di administrasi i.v. pada
tikus; nilai ED50-nya adalah 1,75- 3,5 mg / kg (Suekawa et al 1984). [6] –Shogaol
menunjukkan efek antitusif yang intens dibandingkan dengan fosfat dihidrokodein
(ED50 = 5,36 mg / kg, i.v.)
2. Glycyrrhiza glabra
Gambar 2.12 Tanaman Glycyrrhiza glabra (Omseeds., 2015)
a. Klasifikasi
Kingdom : Plantae
Subkingdom : Tracheobionta
Divisi : Magnoliophyta
Kelas : Magnoliopsida
Sub kelas : Rosidae
Ordo : Fabales
Family : Fabaceae /leguminoceae
Genus : Glycyrrhiza L.
27
Species : Glycyrrhiza glabra L.
b. Morfologi
Tanaman akar manis merupakan salah satu jenis tanaman dari keluarga
tanaman polong-polongan ( Fabaceae). Tanaman akar manis ini tanaman terna
tahunan yang tingginya dapat mencapai 1 m. Daun tanaman akar manis berbentuk
seperti sayap dengan ukuran panjang 7 cm sampai 15 cm dengan jumlah 9-17
helaian daun. Bunga tanaman akar manis muncul berkelompok di satu cabang
dengan ukuran 0,8 cm sampai 1,2 cm dan berwarna keunguan sampai putih
kebiruan. Buah tanaman akar manis ini berbentuk polong memanjang bergerigi
dengan ukuran 2 cm sampai 3 cm. Biji tanaman akar manis berbentuk bulat
lonjong berwarna coklat kehitaman. Cara tanaman akar manis berkembang biak
menggunakan biji. Habitat tanaman akar manis ini di dataran rendah sampai tinggi
dengan intensitas cahaya matahari yang banyak, tanah yang subur dan cukup air.
c. Aktivitas Farmakologi
Glycyrrhiza glabra mempunyai aktivitas Anti inflamasi, Anti mikroba dan
antivirus (methicillin-resistant Staphylococcus aureus, Helicobacter pylori , E.
coli, B. subtilis, E. aerogenes, K. pneumoniae dan S. aureus , Streptococcus
mutans, menginhibisa formasi sel dalam kultur sel yang terinfeksi virus HIV, anti-
HIV ), Anti protozoa (Plasmodium. falciparum dan Leishmania donovani),
Hepatoprotektif , Antioksidan, Anti tumor, CNS (inhibisi pengambilan kembali
serotonin , anti depresan , Efek proteksi dalam cerebral ischemic luka perfusi, anti
konvulsan, sedatif dan relaksan otot), Cardiovaskular (agregasi anti platelet,
penghambat thrombin, vasorelaksan , dan aterogenesis. Imunonodulator,
antinefritis dan antitussive (Nassiri dkk., 2008)
d. Uji In Vivo
Asam gliseritinin dan turunannya aktif dalam aktivitas antitusif dimana
eksperimen menggunakan stimulasi kimiawi tanpa anestesi dengan rangsangan
kelinci dan listrik pada kucing anaestesi ringan yang menunjukkan efek antitusif
sentral (Anderson dan Smith 1961). Beberapa derivatif juga memiliki potensi
sebagai antitusif. Kodein yang bila diberikan secara subkutan untuk kelinci
percobaan, bersamaan dengan asam glikolritinat hidrogen diklorida suksinat,
28
dicoba sama tingkat aktivitas sama setelah pemberian oral. Senyawa tersebut
protein arabinogalaktan yang diekstraksi air diperkaya fraksi Glycyrrhiza glabra,
bila diberikan secara oral dengan dosis 50 mg / kg berat badan penurunan jumlah
asam sitrat yang diinduksi upaya batuk pada kelinci percobaan lebih efektif
daripada kodein (Saha dkk, 2011). Itu tidak menyebabkan perubahan signifikan
pada nilai jalan nafas resistensi tertentu atau efek samping yang merugikan.
2.6 Senyawa Metabolit Sekunder Tanaman
Metabolit sekunder adalah senyawa organik yang dihasilkan tumbuhan
yang tidak memiliki fungsi langsung pada fotosintesis, pertumbuhan atau
respirasi, transport solut, translokasi, sintesis protein, asimilasi nutrien,
diferensiasi, pembentukan karbohidrat, protein dan lipid. Metabolit sekunder yang
seringkali hanya dijumpai pada satu spesies atau sekelompok spesies berbeda dari
metabolit primer (asam amino, nukelotida, gula, lipid) yang dijumpai hampir di
semua kingdom tumbuhan. Metabolit sekunder yang merupakan hasil samping
atau intermediet metabolisme primer (Mastuti, 2016).
Metabolit sekunder digolongkan menjadi beberapa kelompok yakni :
1. Golongan asetat (C2): poliketida dan asam lemak.
2. Golongan mevalonat dan deoksisilulosa (C5): terpenoid
3. Golongan sikimat: fenil matanoid (C7) dan fenil propanoid (C9)
4. Golongan alkaloid
5. Golongan campuran: kombinasi antar metabolit sekunder atau metabolit
sekunder dengan metabolit primer (Saifudin, 2014).
2.7 Tinjauan Tentang Metode Uji In Silico
2.7.1 Definisi Metode In Silico
Uji in silico adalah suatu istilah untuk percobaan atau uji yang dilakukan
dengan metode simulasi computer. Uji in silico telah menjadi metode yang
digunakan untuk mengawali penemuan senyawa obat baru dan untuk
meningkatkan efisisensi dalam optimasi aktivitas senyawa induk. Kegunaan uji in
silico adalah memprediksi, member hipotesis, member penemuan baru atau
kemajuan dalam pengobatan dan terapi (Hardjono., 2013). Salah satu uji in silico
29
yang digunakan adalah docking molekul kandidat senyawa obat dengan reseptor
yang dipilih. (Hardjono., 2013, Jensen., 2007)
Perangkat lunak yang digunakan dalam pemodelan molekul untuk studi
in silico pada umumnya berbasis linux, seperti : GOLD, DRAGON, GROMACS,
DOCK, FLEXX, FRED, CDOCKER, SDOCKER, GEMDOCK, SURFLEX, dll.,
tetapi sekarang sudah banyak program yang berbasis windows, seperti :
Autodock, ArgusLab, LeadIt, Molegro Virtual Docker, ChemOffice Ultra,
Hypercem, Accelrys Discovery Studio, Molecular Operating Environment
(MOE), Mestro Schordinger, SYBYL, dll. (O’Donoghue et al., 2005)
2.7.2 Perangkat Lunak Dalam Uji in Silico
1. Biovia Discovery Studio
Discovery Studio adalah rangkaian perangkat lunak untuk mensimulasikan
molekul kecil dan sistem makromolekul. Ini dikembangkan dan didistribusikan
oleh Accelrys. Yang berfungsi menghasilkan model struktur 3D menggunakan
MODELER Menentukan struktur tiga dimensi dan sifat makromolekul, seperti
enzim, antibodi, DNA atau RNA adalah komponen fundamental untuk berbagai
aktivitas penelitian. Discovery Studio memberikan portofolio komprehensif alat
ilmiah terdepan dan tervalidasi di pasar, yang dapat membantu dalam setiap aspek
penelitian berbasis makromolekul (Accelrys., 2017).
2. Autodock Vina
AutoDock Vina adalah generasi baru perangkat lunak docking dari
Molecular Graphics Lab. Vina mencapai peningkatan yang signifikan dalam
akurasi rata-rata prediksi mode pengikatan, sementara juga naik dua lipat lebih
cepat dari AutoDock 4.1 Karena fungsi penilaian yang digunakan oleh AutoDock
4 dan AutoDock Vina berbeda dan tidak tepat, pada masalah tertentu, salah satu
program dapat memberikan hasil yang lebih baik (Morris, 2013). Perhitungan
gradien secara efektif memberikan algoritma optimasi “sense of direction” dari
sebuah evaluasi tunggal. Dengan menggunakan multithreading, Vina dapat jauh
lebih cepat dengan memanfaatkan CPU atau core CPU (Trott, 2009).
Docking molekul menggunakan Vina biasnaya dilakukan menggunakan
ukuran kotak default, yang dihitung berdasarkan koordinat ligan asli berinteraksi
dengan protein yang menarik dalam struktur eksperimen. Namun, koordinat ligan
30
terikat tidak selalu tersedia, berbeda dengan struktur kimianya yang diketahui.
Ukuran molekul dapat dijelaskan oleh Radius of Gyration (Rg) yang secara luas
indikator yang digunakan untuk dimensi dan distribusi massa dari sebuah
molekul. Misalnya, analisis statistik menunjukkan hubungan langsung antara Rg
dan kekompakkan struktur protein (Jacques and Trewhella., 2010; Lobanov, et al.,
2008).
3. Avogadro
Avogadro dirancang untuk digunakan dalam kimia komputasi, molekuler
pemodelan, bioinformatika, ilmu material, dan lain sebagainya ( Menggambar
strukut kimia dengan perangkat lunak Avogadro sangat mudah dilakukan. Hanya
mengklik Draw Tool lalu mulai untuk membangun serta merancang molekul dari
atom dan fragmen. Setelah struktur molekul selesai dibuat, kita bisa
melakukannya optimasi geometri cepat dengan mudah dengan mengkliknya ikon
Optimalkan Geometri untuk merapikan gambar (Rayan and Rayan,2017).
4. ChemDraw
ChemDraw merupakan suatu aplikasi yang dapat menggambarkan struktur
senyawa 2D/3D yang dikembangkan oleh perusahaan kimia Camridgesoft.
ChemDraw bersama dengan Chem3D dan ChemFinder merupakan bagian dari
ChemOffice suite program dan tersedia untuk Macintosh and Microsoft.
ChemDraw memiliki banyak fungsi, diantaranya membuat nama dan struktur
suatu senyawa, membuat struktur stereo kimia dengan benar dari nama kimia,
menghitung rumus molekul dan berat molekul, dan mendapatkan nama IUPAC
dengan akurat dari struktur. Selain itu, ChemDraw dilengkapi dengan peringatan
jika terjadi kesalahan dalam pembuatan struktur kimia. Peringatan tersebut
biasanya merah dan mengelilingi bagian yang salah (ChemDraw, 2013).
2.7.3 Jenis Metode in Silico
1. Metode Untuk Visualisasi Gambar Senyawa
Visualisasi molekuler adalah aspek kunci dari analisis dan komunikasi dari
studi docking molekular. Pengamatan secara visual dilakukan untuk mengamati
perubahan posisi, konformasi, maupun interaksi intra atau antar molekul.
Visualisasi yang baik akan memberikan manfaat yang signifikan pada berbagai
31
studi seperti perancangan obat, interaksi molekul bahkan dinamika molekul.
Visualisasi molekul dapat dilakukan pada perangkat lunak. Visualisasi dapat
menunjukkan struktur molekul sehingga selain sebagai grafis juga dapat sebagai
media komunikasi dan kolaborasi antara para ahli kimia komputasi serta publikasi
(Accelerys, 2018).
Untuk visualisasi diperlukan format kode file sehingga dapat
diterjemahkan komputer sebagai suatu gambaran struktur. Molekul harus
dijabarkan dalam bentuk identifikasi jenis atom meliputi lambang atom,
spesifikasi jenis atom, muatan dan keterangan lain bila diperlukan. Selanjutnya
berdasarkan identifikasi jenis atom dan koordinat tersebut akan diterjemahkan
menjadi susunan atom – atom dan oleh komputer untuk panjang ikatan yang
sesuai akan diterjemahkan menjadi ikatan atom. Gambaran umum ini berlaku
untuk seluruh program visualisasi komputer, yang membedakan hanya aturan
penulisan dan format detail yang lebih spesifik. (Leach, 1996).
2. Metode Untuk Uji Interaksi Obat-Reseptor
Uji interaksi obat dan reseptor dikenal juga dengan studi docking yaitu
teknik komputasional untuk eksplorasi prediksi pengikatan dari substrat atau
senyawa dengan reseptor, enzim atau binding site lainnya (Van de Waterbeemd,
1997).
Interaksi obat-reseptor sangat tergantung pada sifat geometri, konformasi,
dan elektronik dari molekul obat dan reseptor. Perkembangan teori kimia kimia
dan metode komputasional modern dipadukan dengan teknologi komputer
canggih, mampu mesimulasikan proses ineraksi obat reseptor. Prinsip dasarnya
adalah mengekspresikan sifat-sifat geometri, konformasi dan elektronik dari
molekul obat dan reseptor menjadi fungsi energi, dan dengan meminimalkan
fungsi energi akan didapatkan bentuk geometri yang optimal dan paling stabil
yang mencerminkan kekuatan ikatan obat-reseptor. Kekuatan ikatan obat reseptor
inilah yang dapat mempresentasikan aktivitas biologis obat, yang dinyatakan
dengan docking score (Siswandono, 2011).
Molekul docking (MD) adalah prosedur komputasi yang mencoba untuk
memprediksi non-kovalent pengikatan makromolekul atau, lebih sering, dari
makromolekul (reseptor) dan kecil molekul (ligan) secara efisien, dimulai dengan
32
struktur tak terikat, struktur yang diperoleh dari simulasi MD, atau pemodelan
homologi, dll. Tujuannya adalah untuk memprediksi konformasi yang terikat dan
afinitas pengikatan. Prediksi pengikatan molekul kecil ke protein sangat penting
secara praktis karena digunakan untuk memilah perpustakaan virtual molekul
mirip obat untuk mendapatkan petunjuk untuk pengembangan obat lebih lanjut.
Docking juga bisa digunakan untuk mencoba memprediksi yang terikat
konformasi pengikat yang diketahui, bila struktur holo eksperimental tidak
tersedia (Oleg Trott and Arthur J. Olson., 2016). Tujuan dari docking molekuler
adalah untuk memprediksi non-kovalent interaksi antara ligan dan
reseptornyaprotein (Brooijmans N. and Kuntz., 2003 ; Yuriev E and Ramsland
PA. La., 2013)
Afinitas pengikatan atau energi ikatan merupakan aspek penting yang
harus diperhatikan pada interaksi suatu molekul dengan makromolekul. Hasil dari
energi ikatan yang rendah menandakan bahwa suatu senyawa tersebut
membutuhkan energi yang sedikit untuk melakukan pengikatan atau interaksi.
Sehingga jika nilai energi ikatan yang dihasilkan lebih rendah maka dapat
meningkatkan potensi untuk melakukan pengikatan dengan protein target.
(Pujiastuti, 2017).
2.7.4 Database Pendukung Perangkat Lunak Uji in Silico
Perkembangan teknologi informasi saat ini, terutama internet, mampu
menghadirkan ruang – ruang interaksi virtual dan menyediakan informasi yang
dapat diakses secara cepat. Internet telah menjadi database terbesar setelah semua
orang berpartisipasi memberikan informasi terbaik yang dimiliki. Database
merupakan suatu kumpulan dara yang telah diatur sedemikian rupa sehingga
digunakan untuk memudahkan penggunanya untuk suatu keperluan analisis.
Informasi tentang kimia di internet tersedia dalam jumlah yang sangat memadai,
antara lain:
1. Protein Data Bank (PDB)
Protein Data Bank merupakan satu satunya penyedia dan penyimpan
informasi berupa struktur 3D protein, asam nukleat dan struktur kompleks RSCB
PDB dapat diakses di https://www.rcsb.org/pdb Pada penelitian ini digunakan
33
untuk mendukung metode docking dengan perangkat lunak AutoDock Vina dalam
menyediakan ID reseptor senyawa obat yang akan di teliti.
Gambar 2.13 Logo Protein Data Bank (RSCB, 2018)
Dalam protein data bank terdapat molekul kehidupan yang dit’emukan di
semua organisme termasuk bakteri, yeast, tanaman, hewan dan manusia.’’
Database dalam protein data bank tersedia tanpa biaya kepada pengguna dan
diperbarui setiap minggu (Protein Data Bank, 2018).
2. PubChem
Gambar 2.14 Logo Pubchem (Pubchem, 2018)
PubChem adalah database kimia terbuka di National Instutues of Health
(NIH). PubChem dapat digunakan untuk memasukkan data terkait dalam
PubChem kemudian publik dapat menggunakannya. PubChem mengumpulkan
informasi struktur kimia, sifat fisika kimia, aktivitas biologis, kesehatan,
keamanan, data toksisitas dan lain-lain. Sejak diluncurkan pada tahun 2004,
PubChem menjadi sumber informasi kimia untuk peneliti, pelajar dan publik.
PubChem berisi informasi kimia terbuka terbesar yang memiliki kurang
lebih 94 juta senyawa yang didapatkan dari penelitian, usaha pengembangan, serta
34
jurnal. Molekul yang tersedia di PubChem sebagian besar adalah molekul kecil
dan juga molekul besar yaitu senyawa kimia obat, nukleotida, karbohidrat, lipid,
peptida dan makromolekul modifikasi.(PubChem, 2018).
PubChem dirancang untuk memberikan informasi tentang aktivitas biologis
molekul ukuran kecil, umumnya mereka yang memiliki ukuran molekul kurang
dari 500 dalton. Penggabungan PubChem dengan Entrez sistem pencarian NCBI
menyediakan sub atau struktur, struktur dengan kemiripan data bioaktivitas serta
link ke informasi bersifat biologis dalam PubMed dan Sumber Protein Struktur
3D NCBI. Pada penelitian ini PubChem digunakan untuk mendukung AutoDock
Vina.
3. DrugBank
Gambar 2.15 Logo Drugbank (Drugbank, 2018)
DrugBank adalah sebuah database online informasi obat dan reseptor obat
yang komprehensif dan dapat diakses dengan gratis. Sebagai sumber
bioinformatika dan keminformatika, DrugBank mengkombinasikan data obat
seperti kimia, farmakologi dan farmasetik dengan informasi target obat seperti
bentuk, struktur dan jalur yang komprehensif. Database. DrugBank berisikan obat
– obat yang tercantum di Wikipedia. DrugBank telah digunakan secara luas oleh
industri obat, kimia medisinal, farmasis, dokter, pelajar dan masyarakat publik.
Versi terakhir DrugBank mengandung 11.002 data obat yang dapat diakses
dimanapun dengan gratis (DrugBank, 2018).
4. Chem Spider
ChemSpider adalah sebuah database molekul kimia yang dimiliki
oleh Royal Society of Chemistry.ChemSpider diakuisisi oleh Royal Society of
Chemistry (RSC) pada bulan Mei 2009. Sebelum diakuisisi oleh RSC,
ChemSpider dikendalikan oleh sebuah perusahaan swasta, ChemZoo Inc. Sistem
35
ChemSpider pertama kali dibuat pada Maret 2007 dalam bentuk rilis beta dan
bertransisi menjadi versi rilis pada Maret 2008. ChemSpider telah memperluas
dukungan generik dari database kimia untuk menyertakan dukungan dari koleksi
struktur kimia melalui pelaksanaan WiChempedia mereka. Database berisi
informasi terhadap lebih dari 50 juta molekul dari lebih dari 500 sumber
data(ChemSpider, 2015).