bab ii tinjauan pustaka a. tinjauan...
TRANSCRIPT
http://digilib.unimus.ac.id Page 1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Tinjauan Pustaka
A.1 Obesitas
Obesitas merupakan penumpukan lemak berlebih yang dapat menimbulkan
berbagai masalah kesehatan. Penimbunan lemak tersebut akan terjadi pada
jaringan subkutan.
A.1.1 Etiologi
Obesitas dapat terjadi karena peningkatan asupan energi, penurunan
keluaran energi atau kombinasi keduanya. Penimbunan lemak tubuh yang
berlebihan merupakan konsekuensi faktor lingkungan dan genetik, faktor
sosial dan ekonomi dapat memberikan pengaruh yang signifikan. 30%-50%
variabilitas pada simpanan lemak total ditentukan secara genetik.
Faktor Penyebab obesitas secara langsung:
a. Genetik
Merupakan faktor yang berasal dari orang tuanya. Pengaruh faktor tersebut
sebenarnya belum diketahui secara pasti sebagai penyebab obesitas . Namun,
ada beberapa bukti yang menunjukkan bahwa factor genetik merupakan faktor
predisposisi terjadinya obesitas. Menurut penelitian, anak-anak dari orang tua
yang mempunyai berat badan normal ternyata mempunyai 10 % resiko
kegemukan. Bila salah satu orang tuanya menderita obesitas maka
kemungkinan terjadinya obesitas adalah 40%-50% sedangkan apabila kedua
orang tua mengalami kegemukan maka kemungkinannya menjadi 70%-80%,
efek genetik bersifat kompleks dan poligenik dengan kemungkinan diturunkan
20%-40%.
http://digilib.unimus.ac.id Page 2
b. Hormonal
Cedera hipotalamus, hipotiroidisme, sindrom cushing dan hipogonadisme
merupakan faktor-faktor yang berpengaruh secara hormonal. Hormon insulin
dapat pula menyebabkan kegemukan. Hal ini dikarenakan hormon insulin
mempunyai peranan dalam metabolisme glukosa dalam penyimpanan glukosa
dalam tubuh. Orang yang mengalami peningkatan hormon insulin, maka
timbunan lemak didalam tubuhnya pun akan meningkat. Hormon lainnya yang
berpengaruh adalah hormon leptin yang dihasilkan oleh kelenjar pituitary,
sebab hormon ini berfungsi sebagai pengatur metabolisme dan nafsu makan
serta fungsi hipotalmus yang abnormal. Neuroendokrin: neuropeptida Y
(hormon hipotalamus yang merangsang nafsu makan) dan leptin (hormon
peptide yang disintesa di jaringan lemak yang bekerja dihipotalamus untuk
menekan asupan makanan dan pengeluaran energi).
c. Nutrisi dan asupan makanan
Jika makanan dikonsumsi dengan kandungan energi sesuai yang
dibutuhkan tubuh, maka tidak ada energi yang disimpan. Sebaliknya jika
konsumsi makanan dengan energi melebihi yang dibutuhkan tubuh, maka
kelebihan energi akan disimpan, sebagai cadangan energi terutama sebagai
lemak.
Keperluan energi untuk orang dewasa digunakan untuk metabolisme basal,
aktivitas fisik, dan efek makanan. Kebuhan energi terbesar diperlukan oleh
tubuh digunakan untuk metabolisme basal .
Angka kecukupan protein (AKP) orang dewasa menurut hasil penelitian
keseimbangan nitrogen yaitu 0,75 gr/kg berat badan, berupa protein patokan
tinggi yaitu protein telur. Angka ini dinamakan safe level of intake atau taraf
asupan terjamin.
d. Obat-obatan
http://digilib.unimus.ac.id Page 3
Faktor obat dapat mempengaruhi terjadinya obesitas seperti obat-obat anti
diabetes, glukokortikoid, preparat psikotropik, penenang, anti depresan atau
obat-obat anti epilepsi.
e. Aktivitas fisik
Obesitas terjadi tidak hanya karena makan yang berlebihan, tetapi dapat
dikarenakan aktivitas fisik yang berkurang sehingga terjadi kelebihan energi.
Beberapa hal yang mempengaruhi berkurangnya aktivitas fisik antara lain
adanya fasilitas yang memberikan berbagai kemudahan yang menyebabkan
aktivitas fisik menurun. Faktor lainnya adalah adanya kemajuan teknologi
diberbagai bidang kehidupan yang mendorong masyarakat untuk menempuh
kehidupan yang tidak memerlukan kerja fisik yang berat dan instan. Hal ini
menjadikan jumlah penduduk yang melakukan pekerjaan fisik sangat terbatas
menjadi semakin banyak, sehingga obesitas menjadi masalah kesehatan yang
serius.
f. Lingkungan
Pengaruh lingkungan dan keluarga yang mendorong untuk mengkonsumsi
makanan dengan kandungan tinggi lemak dan kalori serta gaya hidup yang
jarang berolahraga akan meningkatkan resiko terjadinya obesitas.
Faktor penyebab obesitas secara tidak langsung:
a. Pengetahuan gizi
Pengetahuan gizi sangat penting dalam peranan peningkatan faktor risiko
obesitas. Dengan pengetahuan gizi yang cukup maka orang akan lebih
memilih makanan dengan gizi seimbang yang dibutuhkan dan tidak terlalu
berlebihan. Pengetahuan dipengaruhi oleh pendidikannya. Tingkat pendidikan,
pengetahuan dan ketrampilan yang dimiliki sangat mempengaruhi
pengetahuan seseorang. Dengan pendidikan yang cukup, seseorang akan lebih
mudah memperoleh informasi dalam menentukan pola makan bagi dirinya
maupun keluarganya.
http://digilib.unimus.ac.id Page 4
b. Pengaturan makan
Pola gizi seimbang merupakan pedoman untuk keperluan gizi sehari –
hari. Konsumsi energi yang melebihi kecukupan dapat mengakibatkan
kenaikan berat badan, bila keadaan ini berlanjut akan menyebabkan obesitas
yang biasanya disertai dengan gangguan kesehatan. Berat badan merupakan
petunjuk utama apakah seseorang kekurangan atau kelebihan energi dari
makanan. Obesitas dapat terjadi jika konsumsi makanan dalam tubuh melebihi
kebutuhan dan penggunaan energi yang rendah.9
A.1.2 Statistik obesitas
1,6 miliar orang dewasa memiliki berat badan berlebih (overweight) dan
400 juta diantaranya mengalami obesitas atau kegemukan. Lebih dari
sepertiga orang dewasa amerika 35% diantaranya mengalami obesitas yaitu
sebanyak 78 juta orang.1 Obesitas sentral merupakan faktor risiko yang
berkaitan dengan penyakit degeneratif. Prevalensi obesitas sentral untuk
tingkat nasional adalah sekitar 18,8%. Dari gambaran tersebut obesitas sentral
cenderung meningkat pada umur 45-54 tahun, selanjutnya berangsur menurun
kembali. Bila kita lihat prevalensi obesitas menjelang lansia sampai lansia
(kelompok umur 55-64 tahun, 65-74 tahun dan 75+ tahun) didapatkan
kelompok usia 55-64 tahun yang obesitasnya paling tinggi.10
http://digilib.unimus.ac.id Page 5
Gambar 1. Statistik Obesitas Sentral
Sumber : riskesdas 2007, badan litbangkes kementrian kesehatan RI
A.1.3 Komplikasi
Komplikasi metabolik dapat berupa hiperinsulinemia dan resistensi
insulin, hipertensi, penyakit jantung iskemik (risiko meningkat empat kali
lipat jika IMT> 29), penyakit cerebrovaskuler dan hiperlipidemia. Masalah
fisik : OA, vena varikosa, hernia (baik hernia hiatus maupun abdominal),
hipoventilasi (apneu: obstruktif saat tidur) komplikasi akibat operasi.
Peningkatan faktor risiko kanker : kanker payudara, ovarium, endometrium,
prostat, serviks, kolon.9
A.1.4 Macam Obesitas
Berdasarkan kondisi selnya, kegemukan dapat digolongkan dalam
beberapa tipe yaitu :
1) Tipe Hiperplastik, merupakan kegemukan yang terjadi apabila jumlah sel
lebih banyak dibandingkan kondisi normal, tetapi ukuran sel-selnya sesuai
dengan ukuran sel normal biasanya terjadi pada masa kanak-kanak. Berat
badan akan sulit untuk diturunkan.
2) Tipe Hipertropik, merupakan kegemukan yang terjadi karena ukuran sel
yang lebih besar dibandingkan ukuran sel normal. Kegemukan tipe ini sering
http://digilib.unimus.ac.id Page 6
terjadi pada usia dewasa dan upaya untuk menurunkan berat akan lebih mudah
bila dibandingkan dengan tipe hiperplastik.
3) Tipe Hiperplastik dan Hipertropik, kegemukan tipe ini terjadi karena
jumlah dan ukuran sel melebihi normal. Kegemukan tipe ini dimulai pada
masa anak-anak dan terus berlangsung sampai setelah dewasa. Upaya untuk
menurunkan berat badan pada tipe ini merupakan yang paling sulit karena
dapat beresiko terjadinya komplikasi penyakit seperti penyakit degeneratif.
Terdapat tiga jenis obesitas berdasarkan distribusi lemak yaitu obesitas
sentral, obesitas perifer dan kombinasi dari keduanya. Obesitas perifer adalah
akumulasi dari kelebihan lemak di bagian bokong, pinggul dan paha,
sedangkan obesitas sentral merupakan akumulasi kelebihan lemak di daerah
perut. Obesitas sentral adalah akumulasi lemak didaerah perut. Wanita pada
umumnya memiliki total lemak lebih tinggi dibandingkan pria. Rata-rata
wanita premenopouse setengah dari total lemak didistrubusikan pada daerah
perut sedangkan pada pria hampir seluruh total lemak didistribusikan pada
perut hal ini menyebabkan perbedaan bentuk tubuh diantara keduanya. Rata-
rata bentuk tubuh pada wanita obesitas seperti buah pir, sedangkan pada pria
seperti buah apel. Hal ini disebabkan karena distribusi lemak pada pria lebih
banyak pada perut sehingga tipe obesitasnya adalah obesitas sentral sedangkan
pada wanita lebih banyak pada daerah paha dan pinggul sehingga tipe
obesitasnya adalah obesitas perifer.11
A.1.5 Pengukuran Obesitas
IMT merupakan metode pendekatan yang direkomendasikan untuk
menilai ukuran tubuh dalam pengaturan klinisn karena memberikan ukuran
yang lebih akurat dari ukuran tubuh dibandingkan berat badan saja. Namun
tidak efektif pada orang yang memiliki massa otot yang tinggi dan yang
terkena edema atau pada orang yang kehilangan massa otot terutama pada
orang tua.11
Tabel 2.1 klasifikasi obesitas pada orang dewasa.
http://digilib.unimus.ac.id Page 7
Classification IMT (kg/m2) Risk of co-morbities
Underweight <18.5 Low
Healthy weight 18.5-24.9 Average
Overweight (or pre-obese) 25-29.9 Increased
Obesity, class I 30-34.9 Moderate
Obesity, class II 35-39.9 Severe
Obesity, class III >40- Very severe
Sumber : WHO expert consultation 2004
Dalam tabel tersebut orang dengan IMT >30 dikategorikan sebagai
penderita obesitas. IMT 18.5-24.9 dikategorikan normal sedangkan 25-29.9
dikategorikan overweight.
IMT tidak cukup untuk mengukur obesitas, hal ini disebabkan karena IMT
tidak dapat menilai distribusi lemak secara keseluruhan. Oleh karena itu
pengukuran lingkar perut pada obesitas sentral sangat diperlukan untuk
mengetahui distribusi lemak. Sebagai contoh dua orang dengan IMT sangat
mirip dapat bervariasi secara substansial dalam variasi lemak perut. Hal ini
sering terjadi pada orang tua. Masa otot pada orang tua menurun namun kadar
lemak meningkat dan distribusinya dapat meningkat. Hal ini dapat terjadi
kemungkinan dengan IMT yang normal panjang lingkar perut dikategorikan
obesitas. Panjang lingkar perut bukan satu-satunya yang dapat mengukur
distribusi lemak dalam hal ini pula dapat digunakan panjang lingkar pinggang
untuk mengetahui distribusi lemak.12
Kelebihan lemak perut merupakan prediktor dari faktor risiko dan
morbiditas dari penyakit yang berhubungan dengan obesitas seperti penyakit
diabetes tipe 2, hipertensi, dislipidemia, OA dan penyakit kardiovaskular.
Lingkar perut berkorelasi positif dengan lemak perut. Oleh karena itu,
pengukuran panjang lingkar perut merupakan metode pengukuran obesitas
sentral.13
Menurut Internasional Diabetes Federation (IDF) rasio lingkar perut
merupakan indeks perkiraan lemak intra abdominal standar baku . Untuk
http://digilib.unimus.ac.id Page 8
orang eropa , lingkar perut 94 cm pada pria dan 80 cm ke atas pada wanita
menunjukkan adanya overweight. Sedangkan 102 cm keatas pria dan 88 cm
ke atas pada wanita menunjukan adanya obesitas dan meningkatkan risiko
komplikasi metabolik.14
Berdasarkan data statistik pada masyarakat asia
standar baku panjang lingkar perut diturunkan menjadi 90 cm ke atas pada
pria dan 80 cm dan ke atas pada wanita.15
Tabel 2.2 standar baku panjang lingkar perut
Men Women
WHO 1999
WHO, IASO, IOTF 2000
≥94 cm
≥90 cm
≥80 cm
≥80 cm
Sumber: WHO 2000
Selain itu indeks antropometri yang biasa digunakan untuk menentukan
distribusi lemak pada obesitas adalah rasio lingkar pinggang panggul (RLPP).
Rasio lingkar pinggang-panggul merupakan suatu indikasi adanya obesitas
sentral/android atau juga disebut obesitas abdominal maupun obesitas perifer/
genoid.
Kelebihan dari pengukuran antropometri diantaranya RLPP adalah :
a. Prosedur yang sederhana, aman dan dapat dilakukan dalam jumlah sampel
cukup besar.
b. Relatif tidak membutuhkan tenaga yang ahli.
c. Alat murah, mudah dibawa dan tahan lama.
d. Metode ini tepat dan akurat, karena sudah memiliki standar baku.
e. Dapat mendeteksi atau menggambarkan riwayat gizi di masa lampau.
f. Umumnya dapat mengidentifikasi status buruk, kurang dan baik karena
sudah ada standar baku yang jelas.
Kelemahan Antropometri diantaranya RLPP adalah :
a. Tidak sensitif: tidak dapat mendeteksi status gizi dalam waktu singkat,
tidak dapat membedakan kekurangan zat gizi tertentu.
http://digilib.unimus.ac.id Page 9
b. Faktor di luar gizi (penyakit, genetik dan penurunan penggunaan energi)
dapat menurunkan spesifikasi dan sensitivitas pengukuran antropometri.
c. Kesalahan yang terjadi pada saat pengukuran dapat mempengaruhi presisi,
akurasi dan validitas pengukuran.
d. Kesalahan terjadi karena: pengukuran, perubahan hasil pengukuran (fisik
dan komposisi jaringan), analisis dan asumsi yang keliru.
e. Sumber kesalahan biasanya berhubungan dengan: latihan petugas yang
tidak cukup, kesalahan alat, kesulitan pengukuran.
Teknik pengukuran RLPP yaitu:
1. Pinggang
a. Pemeriksa berdiri disisi pasien, cari dan tandai titik terendah dari
tulang rusuk terakhir dan puncak dari ilium (atas tulang pinggul)
dengan pena halus.
b. Dengan pengukur, temukan titik tengah dan tandai titik tersebut.
catatan: Pastikan bahwa rekaman itu adalah horizontal di bagian
belakang dan depan pasien.
c. Minta pasien untuk:
- Berdiri
- Tempatkan lengan di sisi tubuh dengan telapak tangan menghadap
ke dalam dan hembuskan napas dengan lembut.
- Ukur lingkar pinggang dan membaca pengukuran pada tingkat
ketelitian 0.1 cm
- Catat pengukuran.
2. Pinggul
a) pemeriksa berdiri ke sisi pasien dan meminta mereka untuk membantu
menempatkan alat ukur di sekitar di bawah pinggul.
b) Posisi pita ukur sekitar lingkar maksimum dari bokong. Untuk wanita
ini biasanya di tingkat pangkal paha. Untuk pria itu biasanya sekitar 2
inci-4 inchi bawah pusar.
c) Minta pasien untuk:
http://digilib.unimus.ac.id Page 10
- Berdiri
- Tempatkan lengan mereka di sisi tubuh dengan telapak tangan
menghadap ke dalam, dan menghembuskan nafas dengan lembut.
- Periksa apakah posisi pita horizontal di seluruh tubuh. Ukur lingkar
pinggul tingkat ketelitian alat ukur adalah 0.1 cm.
- Catat pengukuran.
- Rasio Lingkar Pinggang Panggul dihitung dengan rumus sebagai
berikut:
𝑅𝐿𝑃𝑃 =LPi
LPa
Keterangan:
RLPP : Rasio Lingkar Pinggang Panggul.
LPi : Lingkar Pinggang.
LPa : Lingkar Panggul.
Tabel 2.3 Standar Baku Rasio Lingkar Pinggang Panggul
Resiko/tipe obesitas RLPP
Pria Wanita
Rendah/perifer
Sedang
Tinggi/sentral
<0.9
0.9
>0.9
<0.8
0.8
>0.8
Sumber : WHO 2008
Tabel diatas menunjukan peningkatan resiko penyakit degeneratif
terhadap tipe obesitas.11
A.2 Osteoarthtritis
OA merupakan penyakit yang ditandai oleh degenerasi tulang rawan dan
tulang yang mendasarinya dalam sendi serta pertumbuhan berlebih tulang.
Rincian dari jaringan ini akhirnya menyebabkan rasa sakit dan kekakuan sendi.
Sendi yang paling sering terkena adalah lutut, pinggul, tangan, tulang belakang,
pinggang dan jari- jari kaki.16
Penyebab spesifik dari OA tidak diketahui namun
beberapa ahli berpendapat bahwa penyebabnya berasal dari kedua peristiwa
http://digilib.unimus.ac.id Page 11
mekanik dan molekuler di sendi yang terkena. OA merupakan penyakit dengan
onset bertahap dan biasanya dimulai setelah usia 40. Saat ini tidak ada obat untuk
OA., pengobatan untuk OA berfokus pada meringankan gejala dan meningkatkan
fungsi yang mencakup kombinasi dari pendidikan pasien, terapi fisik, mengontrol
berat badan, dan penggunaan obat.17
A.2.1 etiologi
OA primer tidak disebabkan oleh cedera atau penyakit lain melainkan
disebabkan oleh hasil dari penuaan sendi. Akibat penuaan kadar air tulang
rawan meningkat dan susunan protein tulang rawan berdegenerasi. Tulang
rawan mulai mengelupas dan terkikis membentuk crevasses kecil. Penggunaan
sendi berulang-ulang dan bertahun tahun dapat mengiritasi tulang rawan dan
akan terjadi peradangan yang dapat menyebabkan nyeri sendi dan bengkak.
Cairan meniscus yang merupakan bantalan tulang rawan akan mulai
menghilang akibat pengikisan tulang rawan dan akan menyebabkan gesekan
antar tulang yang menyebabkan rasa sakit dan keterbatasan mobilitas sendi.
Peradangan tulang rawan dapat merangsan outgrowths tulang baru (tulang
baru berbentuk taji, disebut juga osteofit) yang terbentuk disekitar sendi. OA
dapat bersifat genetik.18
OA sekunder merupakan bentuk OA yang disebabkan oleh penyakit atau
kondisi lain, kondisi yang dapat menyebabkan OA sekunder termasuk
obesitas, trauma berulang atau pembedahan pada struktur sendi, sendi tidak
normal saat lahir (kelainan congenital), gout, diabetes serta gangguan
hormone lainnya. Deposit kristal dalam tulang rawan dapat menyebabkan
degenerasi tulang rawan dan OA . Kristal asam urat menyebabkan arthritis
pada gout, sementara kristal kalsium pirofosfat menyebabkan arthritis pada
pseudogout. Beberapa orang dilahirkan dengan sendi abnormal (kelainan
kongenital) yang rentan terhadap keausan mekanis. Hal ini dapat
menyebabkan terjadinya degenerasi awal dan hilangnya tulang rawan sendi.
OA dari sendi pinggul umumnya berkaitan dengan kelainan struktur yang
telah hadir sejak lahir. Gangguan hormon seperti diabetes dan gangguan
http://digilib.unimus.ac.id Page 12
hormon pertumbuhan terkait dengan pemakaian tulang rawan dini dan
osteoarthritis sekunder.3,18
A.2.2 Patofisiologi
Salah satu faktor terjadinya OA adalah akibat gesekan sendi yang ada
dalam tubuh. Untuk melindungi tulang dari gesekan, di dalam tubuh terdapat
tulang rawan. Tulang rawan berfungsi untuk meredam getaran antar tulang.
Tulang rawan terdiri atas jaringan lunak kolagen yang berfungsi untuk
menguatkan sendi, proteoglikan yang membuat jaringan tersebut elastis dan
air (70% bagian) yang menjadi bantalan, pelumas dan pemberi nutrisi. Namun
karena berbagai faktor risiko yang ada, maka terjadi erosi pada tulang rawan
dan berkurangnya cairan pada sendi. Kondrosit merupakan sel yang bertugas
membentuk proteoglikan dan kolagen pada tulang rawan sendi. Dengan
alasan- alasan yang belum diketahui secara pasti, sintesis proteoglikan dan
kolagen meningkat pada OA. Tetapi substansi ini juga dihancurkan dengan
kecepatan yang lebih tinggi sehingga pembentukan tidak dapat mengimbangi
kebutuhan. Tulang rawan sendi kemudian kehilangan sifat kompresibilitasnya
yang berfungsi sebagai penahan gesekan. Meskipun penyebab utama belum
diketahui namun proses penuaan sangat berkaitan dengan perubahan-
perubahan dalam fungsi kondrosit yang dapat merubah komposisi rawan sendi
yang mengarah pada perkembangan OA. Selain kondrosit, sinoviosit dapat
pula berperan dalam patogenesis OA, terutama setelah terjadi sinovitis yang
menyebabkan nyeri dan perasaan tidak nyaman. Apabila sinoviosit mengalami
peradangan akan menghasilkan Matrix Metalloproteinases (MMPs) dan
berbagai sitokin yang akan dilepaskan ke dalam rongga sendi dan akan
merusak matriks rawan sendi serta mengaktifkan kondrosit. kemudian tulang
subkondral juga akan ikut berperan, dimana osteoblas akan terangsang dan
menghasilkan enzim proteolitik yang akan memecah proteoglikan.
Agrekanase merupakan enzim yang dapat memecahkan proteoglikan
di dalam matriks rawan sendi yang disebut agrekan. Ada dua tipe agrekanase
yaitu agrekanase 1 (ADAMTs-4) dan agrekanase 2 (ADAMTs-11). MMPs
http://digilib.unimus.ac.id Page 13
diproduksi oleh kondrosit kemudian diaktifkan melalui kaskade yang
melibatkan proteinase serin (activator plasminogen, plamsinogen, plasmin),
radikal bebas dan beberapa MMPs tipe membran. Kaskade enzimatik ini
dikontrol oleh berbagai inhibitor, termasuk TIMPs dan inhibitor aktifator
plasminogen. Enzim lain yang turut berperan merusak kolagen tipe II dan
proteoglikan adalah katepsin yang bekerja pada pH rendah, termasuk
proteinase aspartat (katepsin D) dan proteinase sistein (katepsin B, H, K, L
dan S) yang disimpam di dalam lisosom kondrosit. Hialuronidase tidak
terdapat di dalam rawan sendi, tetapi glikosidase lain turut berperan merusak
proteoglikan.
Beberapa sitokin yang ikut berperan merangsang kondrosit dalam
menghasilkan enzim perusak rawan sendi. Sitokin-sitokin pro-inflamasi akan
melekat pada reseptor di permukaan kondrosit dan sinoviosit dan
menyebabkan transkripsi gen MMP sehingga produksi enzim proteolitik
tersebut meningkat. Sitokin yang terpenting adalah IL-1, selain sebagai sitokin
pengatur (IL-6, IL-8, LIFI) dan sitokin inhibitor (IL-4, IL-10, IL-13 dan IFN-
γ). Sitokin inhibitor tersebut bersama dengan IL-Ira dapat menghambat sekresi
MMPs dan dapat meningkatkan sekresi TIMPs. Selain itu, IL-4 dan IL-13
juga dapat melawan efek metabolik IL-1. IL-1 berperan pula menurunkan
sintesa kolagen tipe II dan IX dan meningkatkan sintesis kolagen tipe I dan III,
sehingga menghasilkan matriks rawan sendi yang berkualitas tidak baik.
A.2.3 Gejala klinis
OA merupakan penyakit sendi. Tidak seperti bentuk-bentuk lain dari
arthritis yang merupakan penyakit sistemik, seperti rheumatoid arthritis dan
systemic lupus, OA tidak mempengaruhi organ-organ lain. Gejala yang paling
umum dari OA adalah nyeri pada sendi yang terkena, nyeri akan bertambah
parah setelah digunakan berulang-ulang. karakteristik nyeri pada OA akan
semakin parah setiap harinya dan menimbulkan reaksi radang pada daerah
yang terkena, reaksi tersebut berupa bengkak, kehangatan, dan berderit pada
sendi yang terkena. Nyeri dan kekakuan sendi dapat terjadi setelah penderita
http://digilib.unimus.ac.id Page 14
tidak bergerak dalam waktu yang cukup lama (misalnya duduk dan berdiri).
Pada OA yang parah, hilangnya seluruh bantalan tulang rawan menyebabkan
gesekan antara tulang, hal ini membuat rasa sakit bahkan pada saat istirahat
atau nyeri dengan gerakan yang terbatas.19
Gejala OA bervariasi. Beberapa penderita dapat menurunkan kualitas
hidup mereka karena gejala OA. Beberapa penderita OA yang lain memiliki
gejala yang ringan meskipun degenerasi yang parah dari sendi yang terlihat
pada sinar-X. Gejala dapat bersifat intermiten. OA lutut sering dikaitkan
dengan kelebihan berat badan bagian atas, dengan obesitas, atau riwayat
cedera berulang dan/ atau operasi sendi . Degenerasi tulang rawan progresif
dari sendi lutut dapat menyebabkan deformitas dan kelengkungan tulang lutut.
Penderita dengan OA sendi menahan beban (seperti lutut) dapat menyebabkan
penderita pincang. Pincang dapat memperburuk kondisi karena memperparah
terjadinya berdegenerasi tulang rawan. Pada beberapa pasien, nyeri, pincang,
dan disfungsi sendi tidak merespon obat atau tindakan konservatif lainnya.20
A.2.4 Osteoarthritis lutut
Lutut merupakan bagian paling umum terkena OA, sendi lutut merupakan
salah satu sendi terbesar dalam tubuh dan memiliki struktur yang cukup
kompleks. Lutut memungkinkan tubuh untuk menekuk, memutar, meluruskan
dan membawa beban berat tubuh. Aktivitas yang berlebihan dan kelebihan
berat badan akan meningkatkan risiko terjadinya OA lutut karena sendi lutut
merupakan sendi yang berfungsi untuk menopang berat tubuh.
a. Epidemiologi
Berdasarkan research osteoarthritis UK lutut merupakan situs paling
sering mengalami OA, 1 dari 5 orang berusia 45 tahun keatas telah
mencari pengobatan OA lutut. OA meningkat pada usia 45 tahun dan 75
tahun. Berdasarkan data dari National Centre For Health Statistic
diperkirakan 18.2 juta (12%) orang dewasa antara 25 – 74 tahun
mempunyai keluhan sama seperti OA. 20% pasien dibawah 45 tahun
mengalami OA tangan dan hanya 8.5 % terjadi pada usia25-34 tahun tetapi
http://digilib.unimus.ac.id Page 15
terjadi 10-20 % pada kelompok 65-74 tahun. OA lutut moderat sampai
berat dialami oleh 33 % pasien usia 65-74 tahun dan OA panggul moderat
sampai berat dialami oleh 50% pasien dengan rentang usia yang sama.25
b. Kriteria diagnosis OA lutut
Osteoartritis lutut adalah osteoartritis yang terjadi pada sendi lutut,
ditandai dengan rasa nyeri pada pergerakan yang hilang bila istirahat; kaku
sendi terutama saat bangun tidur atau setelah istirahat lama, krepitasi dan
dapat disertai sinovitis dengan atau tanpa efusi cairan sendi. Keparahan
osteoartritis lutut dinilai dengan menggunakan Kuesioner Lequesne.
Kuesioner tersebut telah diuji validitas serta reliabilitasnya melalui
penelitian oleh Xie F. et al (2007) dan didapatkan nilai alpha cronbach
sebesar 0,94. Dan telah digunakan dalam penelitian sebelumnya oleh
Hartono F (2011) dan kharisna B (2013) . Berdasarkan hal tersebut,
peneliti menilai bahwa kuesioner tidak perlu dilakukan uji validitas karena
telah valid dan reliabel (nilai alpha cronbach telah melebihi (0,444).Skala
pengukuran Keparahan Osteoartritis lutut ini adalah skala ordinal.26,27,28
Tabel 3.1 Klasifikasi osteoarthritis lutut menurut indeks lequesne
PARAMETER SKOR
I. Nyeri
A. Nyeri selama tidur malam
- tidak ada
- hanya bila bergerak pada posisi tertentu
- tanpa bergerak
B. Kaku sendi pada pagi hari atau setelah bangkit dari berbaring
- tidak
- < 15 menit
- ≥ 15 menit
C. Berdiri selama 30 menit
- tidak
- ya
D. Selama berjalan
- tidak
- setelah berjalan beberapa langkah
- segera setelah berjalan dan makin sakit
E. Ketika berdiri dari posisi duduk tanpa bantuan lengan
- tidak
- ya
II. Jarak maksimum yang dapat ditempuh dengan berjalan (dengan nyeri)
A. Jarak maksimum berjalan
0
1
2
0
1
2
0
1
0
1
2
0
1
http://digilib.unimus.ac.id Page 16
- tidak terbatas
- > 1 km, tapi terbatas
- sampai dengan 1 km (kira-kira 15 menit)
- 500-900 m (kira-kira 8-15 menit)
- 300-500 m
- 100-300 m
- < 100 m
B. Dengan bantuan
- tidak
- dengan 1 tongkat/penyangga
- dengan 2 tongkat/penyangga
III. Aktivitas sehari-hari
A. Apakah anda dapat menaiki tangga yang tegak
- mudah
- dengan kesulitan ringan
- dengan kesulitan sedang
- kesulitan sekali
- tidak bisa
B. Apakah anda dapat menuruni tangga yang tegak
- mudah
- dengan kesulitan ringan
- dengan kesulitan sedang
- kesulitan sekali
- tidak bisa
C. Apakah anda dapat jongkok
- mudah
- dengan kesulitan ringan
- dengan kesulitan sedang
- kesulitan sekali
- tidak bisa
D. Apakah anda dapat berjalan di jalan tak rata
- mudah
- dengan kesulitan ringan
- dengan kesulitan sedang
- kesulitan sekali
- tidak bisa
0
1
2
3
4
5
6
0
1
2
0
0,5
1,0
1,5
2,0
0
0,5
1,0
1,5
2,0
0
0,5
1,0
1,5
2,0
0
0,5
1,0
1,5
2,0
Interpretasi :
Skor 1-4 : Ringan
Skor 5-7 : Sedang
Skor 8-10 : Berat
Skor 11-13 : Sangat berat
Skor ≥ 14 : Ekstrim berat
c. Faktor risiko
Terdapat dua pembagian besar faktor risiko OA lutut, yaitu faktor
predisposisi dan faktor biomekanik. Faktor predisposisi merupakan faktor
yang memudahkan pasien terkena OA lutut, sedangkan faktor biomekanis
http://digilib.unimus.ac.id Page 17
adalah berhubungan dengan gerak tubuh/ faktor mekanis yang
memberikan beban atau tekanan yang berlebih pada sendi lutut sebagai
penopang tubuh dan alat gerak tubuh, sehingga akan meningkatkan risiko
terjadinya OA lutut.
(1) Faktor predisposisi
i. Faktor demografi
a) Usia
Penuaan secara normal diduga meningkatkan kelemahan sekitar
sendi, mengurangi kelenturan sendi, kalsifikasi tulang rawan dan
menurunkan fungsi kondrosit, yang semuanya berpengaruh
terhadap keparahan OA. Penelitian Framingham telah menemukan
bahwa 27% dari mereka yang berusia 63-70 memiliki bukti
radiografi OA lutut, meningkat menjadi 44% pada usia lebih dari
80 group. Penelitian lain telah menemukan bahwa 80% dari orang
di atas usia 65 tahun memiliki beberapa bukti radiografi
osteoarthritis (meskipun ini mungkin asimtomatik). Studi lain pada
osteoartritis telah menemukan bahwa hal tersebut berkurang dalam
kelompok pasien tua dengan OA lutut.
b) Jenis kelamin
Usia dibawah 50 tahun laki-laki memiliki prevalensi lebih tinggi
terhadap kejadian OA lutut dibandingkan dengan wanita. Namun
setelah usia lebih dari 50 tahun wanita lebih tinggi prevalensinya
dibandingkan dengan laki-laki. Menurunnya kadar estrogen dalam
wanita menopause berupakan pemicu terjadinya hal tersebut.
c) Ras dan etnis
OA umumnya sering terjadi di eropa dibandingkan dengan Negara-
negara Asia. Osteoarthritis pinggul lebih umum di Eropa (7% -
25%) daripada di Cina, Afrika, Nigeria, Liberia, dan Jamaika (1% -
4%). osteoarthritis tangan lebih sering terjadi pada wanita Eropa
dibandingkan pada wanita Afro-Karibia. Penduduk asia memiliki
risiko lebih tinggi kejadian OA lutut dibandingkan dengan afrika
http://digilib.unimus.ac.id Page 18
ii. Faktor Genetik
Ada keterkaitan dengan kromosom 2q, 4, dan 16. Pada riwayat
genetik sering ditemukan autosomal dominan pada keluarga
warisan OA. Gen-gen yang rusak sering coding untuk protein
struktural dari matriks ekstraseluler dari sendi dan kolagen protein.
Anak-anak dengan orang tua memiliki riwayat OA lebih berisiko
tinggi dibandingkan dengan orang tua yang tidak memiliki riwayat
OA.
iii. Gaya hidup
a) Kebiasaan merokok
Merokok akan meningkatkan kandungan racun dalam darah dan
akan mematikan jaringan, hal ini memungkinkan terjadinya
kerusakan tulang rawan dan mematikan sel tulang rawan sendi.
Hubungan merokok dengan OA, merokok dapat mematikan sel dan
menghambat sel tulang rawan sendi, merokok dapat meningkatkan
tekanan oksidan yang mempengaruhi hilangnya tulang rawan,
merokok dapat meningkatkan kandungan karbon monoksida dalam
darah yang menyebabkan jaringan kekurangan oksigen dan dapat
menghambat pembentukan tulang rawan.
b) Konsumsi vitamin D
Konsumsi vitamin D akan menurunkan risiko terjadinya OA.
Orang yang tidak biasa mengkonsumsi vitamin D memiliki risiko 3
kali lebih tinggi dibandingkan orang yang biasa konsumsi vitamin
D.
iv. Faktor metabolik
a) Obesitas
Obesitas metupakan faktor yang dapat dimodifikasi terkuat
dibandingkan faktor-faktor lain. Setiap kenaikan berat badan sendi
lutut akan semakin meningkat beban yang diterima dan ketika
http://digilib.unimus.ac.id Page 19
pasien berjalan beban akan meningkat sehingga sangat berisiko OA
terutama didaerah lutut. Penelitian Kingford menunjukkan bahwa
untuk setiap 2 unit peningkatan IMT (sekitar 5 kg), odds ratio pada
gambaran OA secara radiografik akan meningkat 1.36 kali.
Kelebihan berat badan pad usia 36-37 tahun akan meningkatkan
risiko OA lutut pada usia >70 tahun.
b) Penyakit lain
Penyakit seperti diabetes militus juga berpengaruh terhadap OA.
c) Riwayat pembedahan sendi
OA lutut dapat terjadi pada 89% pasien yang telah menjalani
manisektomi. Manisektomi merupakan operasi yang dilakukan
didaerah lutut. Hal ini disebabkan oleh beberapa hal berikut :
1. Karena kehilangan jaringan meniscus akibat manisektomi
menyebabkan tekanan berlebih pada tulang rawan sendi
sehingga sebagai pemicu timbulnya OA lutut.
2. Terjadi degenerasi meniskal dan robekan yang meluas dan
perubahan pada tulang rawan sendi akan lebih besar
dibandingkan pasien yang tidak menjalani manisektomi.
(2) Faktor biomekanik
i. Riwayat Trauma Lutut
Trauma lutut akut termasuk merupakan faktor risiko timbulnya OA
lutut. Penelitian Framingham menunjukkan bahwa orang dengan
riwayat trauma lutut memiliki risiko 5 – 6 kali lipat lebih tinggi
untuk menderita OA lutut.
ii. Pekerjaan
Osteoartritis lebih banyak ditemukan pada pekerja dengan aktivitas
fisik yang berat, terutama pada pekerjaan yang banyak
menggunakan kekuatan yang bertumpu pada lutut. Prevalensi yang
tinggi pada pasien OA lutut ditemukan pada kuli bangunan, petani
dan penambang dibandingkan pada pekerja yang tidak banyak
http://digilib.unimus.ac.id Page 20
menggunakan kekuatan lutut dalam pekerjaannya seperti pekerja
administrasi.
iii. Aktivitas fisik
Aktivitas fisik yang berat berdiri yang lama (2 jam atau lebih setiap
hari), berjalan kaki jauh (2 jam atau lebih setiap harinya),
mengangkat barang-barang berat (10 kg – 50 kg selama 10 kali
atau lebih setiap minggunya), mendorong objek yang berat (10 kg
– 50 kg , 10 kali atau lebih setiap minggu), naik turun Tangga
setiap hari merupakan faktor
risiko OA lutut.24
http://digilib.unimus.ac.id Page 21
A.2.5 Patofisiologi OA pada pasien obesitas
Gambar 2. Patofisiologi OA pada pasien obesitas
Hubungan progresif antara obesitas, osteoarthritis dan aktivitas fisik.
Obesitas merupakan faktor risiko independen untuk osteoarthritis. Mekanisme
yang bertanggung jawab untuk link ini tidak sepenuhnya dipahami tetapi
diduga melibatkan perubahan biomekanik dan peradangan metabolik yang
berhubungan dengan kelebihan jaringan adiposa dan lipid. Aktivitas fisik
merupakan faktor risiko peradangan yang bersifat independen karena
berkurangnya ekspresi mediator anti inflamasi sistemik dan seluler.21
Peningkatan beban mekanik akibat obesitas mempengaruhi terjadinya
degradasi sendi dan tulang rawan selain itu jalur metaboisme obesitas terhadap
kerusakan sendi saat ini belum diketahui. Meskipun diduga akibat
penyimpangan ekspresi adipokine yang menimbulkan efek langsung terhadap
kerusakan sendi. Adipokine memberi efek langsung pada jaringan sendi
termasuk tulang rawan, sinovium dan tulang. Leptin dan adipokin merupakan
yang paling sering diproduksi dan reseptor mereka diekspresikan pada
permukaan kondrosit, synoviosit dan subchrondral osteoblasts. Leptin
http://digilib.unimus.ac.id Page 22
merupakan hormon polipeptida yang dikodekan oleh gen obesitas, leptin
terutama di sekresi oleh adiposit yang berfungsi sebagai sinyal aferen di
hipotalamus yang merupakan umpan balik negative untuk mengatur jaringan
adiposa dan berat badan. Penelitian yang melibatkan tikus betina sebagai
sampel menunjukkan bahwa tikus betina dengan obesitas yang memiliki
gangguan sinyal leptin terlindungi dari kejadian OA. Hal ini menunjukkan
bahwa lemak tubuh meningkat tanpa adanya sinyal leptin tidak cukup untuk
menginduksi peradangan sendi dan sistemik pada tikus. Leptin telah
ditemukan untuk meningkatkan kadar enzim degradatif, seperti matriks
metalloproteinase (MMPs ) dan oksida nitrat, dan produksi pro - inflammatory
cytokines. Tingkat adipokines pada orang dengan obesitas mungkin sangat
penting, karena obesitas dapat menghasilkan lingkungan biokimia dengan
keadaan kondrosit tidak dapat mengekspresikan reseptor adipokine. Sebagai
contoh kondrosit dari pasien OA obesitas telah ditunjukkan untuk
menunjukkan pola respon terhadap leptin berbeda dari normal. Sedikit yang
diketahui tentang peran adiponektin dalam penyakit sendi, dengan sifat baik
pro-inflamasi maupun anti-inflamasi, dibandingkan dengan efek anti-inflamasi
sistemik. Tingkat leptin dan adiponektin secara signifikan meningkat pada
orang dengan OA.22,23
Dibandingkan dengan kontrol. Sebuah studi baru-baru ini penurunan berat
badan yang signifikan pada subyek obesitas dengan OA lutut menunjukkan
penurunan kadar leptin sirkulasi dan meningkatkan tingkat sirkulasi
adiponektin.21
http://digilib.unimus.ac.id Page 23
B. Kerangka Teori
OSTEOARTHTRITIS LUTUT
Faktor intrinsik
1. Usia
2. Jenis kelamin
3. Ras
4. Genetik
Faktor ekstrinsik
OBESITAS
Macam obesitas
1. Obesitas sentral
2. Obesitas perifer
3. Obesitas campuran
1. Trauma
2. Pembedahan
3. Diabetes militus
Patofisiologi
- Peningkatan
beban mekanik
- Adanya mediator
pro inflamasi
(leptin,adipokin)
yang memicu
terjadinya reaksi
peradangan
Gejala Klinis
1. Nyeri pada sendi yang terkena
2. Kaku sendi
3. Hambatan gerak
4. Muncul reaksi radang seperti
pembengkakan sendi
5. Perubahan gaya berjalan
Etiologi:
- Genetik,
- Lingkungan makanan
dengan kandungan lemak
tinggi, tinggi kalori, gaya
hidup jarang berolahraga
Komplikasi:
Hiperinsulinemia dan
resistensi insulin,
hipertensi, penyakit
jantung iskemik, vena
varikosa, hernia, OA,
Diabetes militus
Faktor lain
1. Aktifitas
fisik
2. Pekerjaan
http://digilib.unimus.ac.id Page 24
C. Kerangka Konsep
D. Hipotesis
Ada perbedaan pengaruh obesitas sentral dan obesitas perifer terhadap
keparahan OA Lutut.
1. Obesitas
sentral
2. Obesitas
perifer
OSTEOARTHTRITIS LUTUT