bab ii tinjauan pustaka a. employee engagement pada ...eprints.mercubuana-yogya.ac.id/3787/3/bab...
TRANSCRIPT
14
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Employee Engagement Pada Karyawan
1. Pengertian Employee Engagement
Schaufeli dan Bakker (2004) mendefinisikan employee engagement
merupakan sikap positif, penuh makna, dan motivasi yang tinggi pada anggota
organisasi terhadap pekerjaan yang dikarakteristikkan dengan vigor (tingkatan
energi yang tinggi, keinginan berusaha yang kuat), dedication (antusias terhadap
pekerjaan, pengabdian pada cita-cita), dan absorption (konsentrasi yang penuh
pada pekerjaan). Menurut Khan (1990) menyatakan bahwa engagement adalah
pemanfaat diri dari anggota suatu organisasi untuk peran pekerjaan masing-
masing dengan menggunakan dan mengekspresikan diri, baik secara fisik,
kognitif, dan emosional selama menjalankan perannya didalam suatu organisasi
atau perusahaan. Employee engagement bukan merupakan sikap, melainkan
tingkatan di mana seorang individu penuh perhatian dan senang dalam
melaksanakan tugas yang diberikan.
Menurut Kular (dalam Sadana & Vany, 2014) berpendapat keterikatan
mengacu pada tingkat energi pekerjaan, keyakinan yang positif, dan perasaan
mengenai organisasi, serta kondisi kerja dan nilai pekerjaan bagi karyawan.
Robinson (dalam Piartrini, 2011) mendefinisikan keterikatan karyawan
merupakan sikap positif pada seorang karyawan terhadap organisasi dan nilai dari
15
organisasi tersebut. Seorang karyawan yang mempunyai keterikatan tinggi
mempunyai pemahaman dan kepedulian pada lingkungan organisasi, mampu
bekerja sama untuk meningkatkan pencapian hasil dari suatu organisasi atau
perusahaan.
Selanjutnya menurut Mustika dan Rahardjo (2017) engagement merupakan
hubungan yang kuat antara karyawan dengan pekerjaan dan dengan orang-orang
tempat karyawan tersebut bekerja. Karyawan mampu menemukan makna pribadi
dalam pekerjaan, bangga dengan apa yang dilakukan dan percaya bahwa
organisasi akan menghargai apa yang dilakukan untuk menunjang keberhasilan
organisasi. Menurut Marciano (dalam Akbar, 2013) seorang karyawan atau
pekerja yang engaged akan mempunyai keterlibatan kepada perusahaan sesuai
dengan tujuan, menggunakan segenap kemampuannya untuk menyelesaikan
tugas, menjaga perilakunya saat bekerja, memastikan bahwa karyawan tersebut
telah menyelesaikan tugas dengan baik sesuai dengan tujuan dan bersedia
mengambil langkah perbaikan atau evaluasi jika memang diperlukan. Menurut
Selfiana (2016) employee engagement meupakan sebuah bentuk keterlibatan atau
kerikatan pada karyawan dengan organisasi atau perusahaan yang membuat para
karyawan tersebut memiliki komitmen kuat terhadap perusahaan.
Santosa (2012) employee engagement sebagai bentuk pernyataan karyawan
terhadap pekerjaannya melebihi apa yang diharapkan oleh organisasi, para
karyawan akan secara penuh terlibat dan antusias terhadap pekerjaan tersebut.
Para karyawan yang engaged akan peduli dengan masa depan perusahaan dan rela
untuk menginvestasikan karya terbaiknya untuk kesuksesan organisasi tempat
16
karyawan tersebut bekerja. Menurut Wulandari (2011) employee engagement
merupakan sebuh konsep perilaku dari seorang pegawai atau karyawan yang
mengerahkan segala usaha untuk terlibat penuh di dalam organisasi berdasarkan
ikatan emosionalnya terhadap organisasi sehingga mampu menghantarkan
organisasi tersebut menuju kesuksesan. Selanjutnya menurut Rachmatullah,
Susanty, dan Partono (2015) menyimpulkan bahwa employee engagement
merupakan sebuah sikap positif yang dimiliki karyawan dengan penuh makna,
energi atau motivasi yang tinggi, dan suatu keinginan untuk berusaha selain itu
karyawan tidak mudah menyerah dalam menghadapi tantangan pada pekerjaannya
demi nilai dan tujuan organisasi.
Dari definisi-definisi tersebut, peneliti menyimpulkan bahwa employee
engagement adalah kesediaan atau kemampuan karyawan untuk memfokuskan
energi dan menunjukkan usaha yang keras demi mencapai tujuan organisasi selain
itu karyawan bekerja dengan penuh konsentrasi, merasa bangga karena telah
menjadi karyawan dari perusahaan tersebut, dan merasa bahwa pekerjaan yang
dilakukan penting baginya.
2. Aspek – Aspek Employee Engagement
Employee engagement merupakan hal positif, yang terkait dengan keadaan
pikiran yang ditandai dengan vigor (semangat), dedikasi, dan absorption atau
penyerapan (Schaufeli dan Bakker, 2004).
a. Vigor atau semangat
Merupakan curahan energi dan mental yang kuat selama bekerja, keberanian
untuk berusaha sekuat tenaga dalam menyelesaikan suatu pekerjaan, juga
17
kemauan untuk menginvestasikan segala upaya dalam suatu pekerjaan, dan
tetap bertahan meskipun menghadapi kesulitan mencerminkan kesiapan untuk
mengabdikan upaya dalam pekerjaan seseorang. Sebuah usaha untuk terus
energik saat bekerja dan kecenderungan untuk tetap berusaha dalam
menghadapi tugas walau kesulitan atau kegagalan.
b. Dedikasi
Merupakan sebuah pengorbanan tenaga, pikiran, dan waktu demi
keberhasilan dari suatu usaha dengan tujuan yang mulia. Dedikasi ini bisa
juga berarti pengabdian untuk melaksanakan cita-cita yang luhur dan
diperlukan adanya sebuah keyakinan yang teguh demi tercapainya sebuah
tujuan dari organisasi.
c. Absorption
Absorption (penyerapan) ditandai dimana seseorang menjadi benar-benar
tenggelam dalam pekerjaan dengan waktu tertentu dan akan merasa sulit
untuk melepaskan diri dari pekerjaannya, walaupun pekerjaan yang
dilakukannya berulang-ulang karyawan tidak pernah merasa bosan dengan
pekerjaan tersebut.
Sedangkan menurut Watson (dalam Rana, Ardichivili, & Tkachenko, 2014)
keterikatan karyawan mengacu pada hubungan yang luas dan mendalam antara
anggota organisasi (karyawan) terhadap organisasi. Keterikatan memainkan peran
penting dalam lingkungan bisnis. Hal tersebut dapat didefinisikan, keterikatan
karyawan meliputi 3 dimensi yaitu :
18
a. Rational
Yaitu suatu sikap yang dilakukan berdasarkan pikiran dan pertimbangan yang
logis dan cocok dengan akal, dalam hal tersebut seorang karyawan akan
menyelesaikan masalah yang sedang dihadapi dengan menggunakan
kemampuan berpikir atau menggunakan akal dari pada menggunakan batin
dan perasaan, selain itu karyawan mampu memahami dengan baik peran dan
tanggung jawab di dalam pekerjaannya.
b. Emotional
Yaitu suatu perasaan dan pikiran-pikiran tertentu yang akan mendorong
seseorang untuk merespon atau bertingkah laku terhadap stimulus, baik yang
berasal dari dalam maupun dari luar dirinya. Perasaan tersebut akan
memunculkan gairah atau antusias para karyawan untuk bekerja dan antusias
terhadap organisasi tempat bekerja.
c. Motivational
Yaitu sebuah rangsangan atau dorongan yang dimiliki oleh seseorang yang
ingin bekerjasama secara maksimal dalam melakukan suatu hal yang sudah
direncanakan untuk mencapai tujuan yang sudah ditentukan. Seorang anggota
organisasi yang mempunyai motivasi akan bersedia berkontribusi dengan
berusaha dan bekerja sesuai peran masing-masing dengan sebaik mungkin.
Berdasarkan aspek employee engagement yang dijelaskan tersebut dapat
disimpulkan bahwa, employee engagement mempunyai beberapa aspek sebagai
berikut aspek vigor atau semangat, aspek dedikasi, aspek absorption, aspek
rational, aspek emotional, dan aspek motivational. Peneliti memilih aspek
19
employee engagement menurut Schaufeli dan Bakker (2004) yaitu aspek vigor
atau semangat, aspek dedikasi, dan aspek absorption karena sesuai dengan kondisi
pada karyawan di PT Primissima dan sesuai dari hasil wawancara yang dilakukan
oleh peneliti.
3. Faktor – Faktor Employee Engagement
Menurut Lockwood (2007) employee engagement dipengaruhi oleh
beberapa faktor sebagai berikut :
a. Budaya organisasi dan kepemimpinannya
Budaya organisasi adalah sistem yang dipercayai dan nilai yang
dikembangkan oleh organisasi yang menuntun perilaku anggota organisasi
tersebut (Marliani, 2015). Menurut Schein 1992 (dalam Marliani, 2015)
budaya organisasi adalah pola dasar yang diterima oleh organisasi untuk
bertindak dan memecahkan masalah, membentuk karyawan yang mampu
beradaptasi dengan lingkungan dan mempersatukan anggota-anggota
organisasi. Untuk itu harus diajarkan kepada anggota termasuk anggota yang
baru sebagai suatu cara yang benar dalam mengkaji, berpikir dan merasakan
masalah yang dihadapi.
Menurut Sarros & Butchatsky 1996 (dalam Marliani, 2015) kepemimpinan
dapat didefinisikan sebagai suatu perilaku dengan tujuan tertentu untuk
memengaruhi aktivitas para anggota kelompok untuk mencapai tujuan
bersama yang dirancang untuk memberi manfaat individu dan organisasi.
20
b. Kualitas komunikasi yang ada dalam organisasi
Komunikasi adalah suatu proses penyampaian informasi atau pesan (ide,
gagasan) dari satu orang kepada orang lain. Pada umumnya, komunikasi
dilakukan secara lisan atau verbal yang dapat dimengerti oleh kedua belah
pihak, apabila tidak ada bahasa verbal yang dapat dimengerti oleh keduanya
komunikasi masih dapat dilakukan dengan menggunakan gerak-gerik badan,
menunjukkan sikap tertentu.
c. Gaya manajemen yang diterapkan
Gaya manajemen merupakan suatu metode kepemimpinan atau leadership
method yang digunakan oleh seorang manajer dalam menangani
permasalahan atau situasi kondisi yang dihadapinya didalam organisasi atau
perusahaan.
d. Tingkat kepercayaan dan respek terhadap lingkungan kerja
Kepercayaan adalah kesediaan atau kerelaan untuk bersandar pada rekan yang
terlibat dalam pertukaran yang diyakini. Kerelaan merupakan hasil dari
sebuah keyakinan bahwa pihak yang terlibat dalam pertukaran akan
memberikan kualitas yang konsisten, kejujuran, bertanggung jawab, ringan
tangan dan berhati baik. Keyakinan ini akan menciptakan sebuah hubungan
yang dekat antar pihak yang terlibat pertukaran.
e. Reputasi organisasi itu sendiri
Reputasi adalah suatu gambaran yang ada di dalam benak seseorang atau
penilaian pada suatu benda tertentu. Reputasi atau citra dapat berubah-ubah
dari baik maupun buruk apabila kemudian ternyata tidak didukung oleh
21
keadaan yang sebenarnya. Reputasi merupakan kesan, perasaan, gambaran
dari publik terhadap suatu perusahaan atau organisasi, kesan yang dengan
sengaja diciptakan dari suatu objek, orang maupun suatu organisasi.
Menurut Bakker dan Demerouti (dalam Anggraini, Astuti, & Prasetya,
2016) bahwa faktor-faktor dari employee engagement sebagai berikut :
a. Sumber daya kerja (Job resources)
Sumber daya kerja adalah aspek fisik, sosial, psikologis, atau organisasional
dari pekerjaan yang mampu mengurangi tuntutan pekerjaan dalam kaitannya
dengan pengorbanan psikologis yang diberikan oleh karyawan. Karyawan
tersebut mampu memberikan pengaruh pada pencapaian tujuan dan
menstimulasi pengembangan dan pembelajaran.
b. Tuntutan kerja (Job demands)
Tuntutan kerja merupakan aspek-aspek dari fisik, psikologis, sosial dan
organisasi terhadap pekerjaan yang membutuhkan usaha dalam bentuk fisik,
kognitif maupun emosional secara terus menerus. Oleh karena itu, hal ini
diasosiasikan dengan biaya fisik dan atau psikologis tertentu.
c. Sumber daya pribadi (Personal resources)
Sumber daya pribadi merupakan sumber daya diri yang positif dari karyawan
terkait dengan ketahanan dan mengacu pada kemampuan para karyawan
untuk mengendalikan dan memberikan dampak baik pada lingkungan kerja
karyawan tersebut.
Berdasarkan penjelasan tersebut dapat disimpulkan bahwa faktor-faktor dari
employee engagement sebagai berikut, Budaya organisasi dan kepemimpinan,
22
Kualitas komunikasi yang ada dalam organisasi, Gaya manajemen yang
diterapkan, Tingkat kepercayaan dan respek terhadap lingkungan kerja, Reputasi
dari perusahaan atau organisasi itu sendiri, Sumber daya kerja (Job Resources),
Tuntutan kerja (Job demands), Sumber daya pribadi (Personal resources).
Peneliti memilih faktor budaya organisasi karena sesuai dengan hasil wawancara
yang dilakukan pada karyawan PT Primissima bahwa kurangnya penerapan nilai-
nilai yang ada diperusahaan. Hal tersebut diperkuat oleh pendapat Federman 2009
(dalam Akbar, 2013) bahwa kebudayaan (culture) merupakan salah satu faktor
yang mempengaruhi employee engagement di dalam perusahaan. Kebudayaan
(culture) yang ada di dalam perusahaan atau biasa disebut dengan istilah budaya
organisasi merupakan ciri khas yang dimiliki perusahaan yang akan dapat
membedakan perusahaan tersebut dengan perusahaan yang lainnya.
Hasil penelitian yang dilakukan oleh Akbar (2013) terdapat pengaruh
budaya organisasi terhadap employee engagement karyawan, hal ini berarti bahwa
terdapat pengaruh positif yang antara budaya organisasi dengan employee
engagement di PT. Primatexco Indonesia di Batang. Artinya apabila perusahaan
memiliki budaya organisasi yang baik, maka employee engagement di dalam
perusahaan akan baik, dan begitu pula sebaliknya.
B. Budaya Organisasi
1. Pengertian Budaya Organisasi
Fey dan Denison (2003) budaya organisasi merupakan nilai-nilai,
kepercayaan, dan prinsip-prinsip yang berfungsi sebagai dasar sistem manajemen
23
organisasi, praktek-praktek manajemen dan perilaku yang membantu memperkuat
prinsip dasar. Menurut Trang (2013) budaya organisasi merupakan nilai,
anggapan, asumsi, sikap dan norma perilaku yang telah melembaga kemudian
diwujudkan dalam penampilan, sikap dan tindakan, dari setiap anggota sehingga
menjadi identitas dari organisasi tertentu. Sedangkan menurut Selfiana (2016)
budaya organisasi merupakan sebuah nilai-nilai dominan yang disebarluaskan ke
dalam organisasi atau perusahaan yang akan dijadikan filosofi kerja karyawan
yang menjadikan panduan bagi kebijakan perusahaan dalam mengelola karyawan
maupun konsumen. Budaya organisasi dapat memberikan arah dan pedoman bagi
setiap anggota organisasi dalam setiap tindakan yang dilakukan dan pekerjaan.
Dalam mempertahankan kelangsungan hidup dan eksistensi persaingan, organisasi
harus dapat mengembangkan potensi sumber daya manusia juga memperkuat
budaya organisasinya sehingga mampu menyesuaikan dengan perubahan-
perubahan sesuai kebutuhan konsumen seperti pada saat ini.
Menurut Hofstede (dalam Ismail, 2008) menyatakan bahwa budaya
organisasi merupakan keseluruhan pola pikiran, perasaan, dan tindakan dari suatu
kelompok sosial atau organisasi yang membedakan dengan kelompok sosial atau
organisasi yang lainnya. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa budaya
organsasi adalah semua bentuk usaha, pikiran, dan kegiatan dalam menghadapi,
menguasi, dan mengendalikan diri di dalam organisasi demi kelangsungan
organisasi yang bersangkutan. Budaya organisasi sebagai sebuah pola asumsi
dasar yang dapat dipelajari dalam sebuah organisasi untuk memecahkan
permasalahan-permasalahan yang dihadapi dengan cara sebaik mungkin dan
24
benar, selanjutnya diajarkan kepada para anggota yang baru sebagai cara yang
benar untuk menyadari, berpikir, dan merasakan dalam hubungan untuk
menyelesaikan masalah tersebut Schein (dalam Bangun, 2008). Lebih lanjut
menurut Imawati dan Amalia (2011) budaya organisasi merupakan cara-cara
berpikir, berperasaan dan bereaksi berdasarkan pola tertentu yang ada dalam
organisasi atau yang ada pada bagian-bagian organisasi. Beraneka ragamnya
bentuk organisasi atau perusahaan, tentunya mempunyai budaya yang berbeda-
beda hal ini wajar karena lingkungan organisasinya berbeda-beda pula. Menurut
Moeljono (dalam Lina, 2014) menyatakan bahwa budaya organisasi adalah sistem
nilai-nilai yang diyakini seluruh anggota di dalam organisasi dan yang dipelajari,
diterapkan serta dikembangkan, berfungsi sebagai sistem perekat, dan dapat
dijadikan acuan berperilaku dalam organisasi untuk mencapai tujuan perusahaan
yang telah ditetapkan.
Robbins (dalam Arifin, 2010) budaya organisasi merupakan kesamaan
persepsi yang dipegang oleh anggota organisasi dalam memberikan sebuah arti
dari suatu nilai yang ada, budaya organisasi ini akan membentuk norma-norma
dan akan menjadi pedoman perilaku yang menentukan sikap para anggota
organisasi. Budaya organisasi dapat memberikan arah dan pedoman bagi setiap
anggota organisasi dalam setiap tindakan dan pekerjaan (dalam Hasanah &
Suartana, 2014). Selanjutnya menurut Bakti (2016) budaya organisasi adalah
suatu alat dalam menafsirkan kehidupan dan perilaku dari para karyawan yang
berada di organisasi, budaya yang kuat merupakan perangkat yang sangat
bermanfaat untuk mengarahkan perilaku karena membantu para karyawan untuk
25
melakukan pekerjaan yang lebih baik sehingga setiap karyawan pada awal
pekerjaannya perlu memahami budaya dan bagaimana budaya tersebut dapat
diterapkan pada perilaku keseharian.
Dari penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa budaya organisasi adalah
suatu bentuk persepsi tentang perilaku atau kebiasaan yang ada di dalam
organisasi, kebiasaan tersebut sesuai dengan norma-norma yang akan
mempengaruhi cara bekerja, berperilaku, dan menyelesaikan permasalahan dari
setiap anggota demi tujuan dari perusahaan atau organisasi tersebut.
2. Aspek – Aspek Budaya Organisasi
Menurut Fey dan Denison (2003) terdapat beberapa aspek pada budaya
organisasi yang mencangkup sebagai berikut :
1. Involvement (keterlibatan)
Keterlibatan menunjukkan tingkat partisipasi karyawan atau anggota organisasi
dalam pengambilan keputusan-keputusan demi kemajuan organisasi.
Organisasi yang efektif memberdayakan karyawannya, membangun karyawan
secara tim, dan mengembangkan kemampuan sumber daya manusia di semua
tingkat.
2. Consistency (konsistensi)
Konsistensi menunjukkan akan tingkat kesepakatan anggota organisasi
terhadap asumsi dasar dan nilai-nilai organisasi. Organisasi juga cenderung
efektif karena para karyawan memiliki budaya “kuat” yang konsisten,
terkoordinasi, dan terinegrasi dengan baik.
26
3. Adaptability (adaptabilitas)
Adaptabilitas adalah kemampuan organisasi dalam merespon perubahan-
perubahan lingkungan ekstrenal dengan melakukan perubahan internal
organisasi.
4. Mission (misi)
Misi merupakan arah atau tujuan inti dari organisasi yang menjadikan anggota
organisasi yakin dan teguh teradap apa yang dianggap penting oleh organisasi.
Organisasi yang sukses memiliki tujuan yang jelas dan arahan yang
mendifinisikan tujuan.
Budaya organisasi yang efektif menurut Luthans (dalam Chatab, 2007)
dapat dilihat melalui beberapa aspek yaitu
a. Keteraturan perilaku atau aturan-aturan perilaku
Keteraturan perilaku ini seperti halnya bahasa yang sama dan perilaku yang
dilakukan oleh sesama karyawan di dalam organisasi atau perusahaan dalam
berkomunikasi satu sama lain.
b. Norma
Norma merupakan standar perilaku atau pedoman yang ada di dalam
perusahaan dan kegiatan-kegiatan yang ada di dalam suatu organisasi sesuai
dengan standarnya.
c. Nilai yang dominan
Nilai dominan merupakan sebuah mutu dari produk yang tinggi sehingga
karyawan harus bekerja secara baik agar hasil yang diberikan pada produk
menjadi produk tinggi dengan kualitas yang baik.
27
d. Filosofi
Suatu kebijakan yang diterapkan oleh atasan atau pimpinan tentang
bagaimana para karyawan diperlakukan sebaik mungkin oleh perusahaan agar
para karyawan merasa senang dan nyaman ketika bekerja.
e. Aturan
Yaitu sebuah tuntutan bagi pekerja yang baru untuk bekerja dalam organisasi
sesuai dengan nilai atau aturan-aturan yang ada, para karyawan baru tersebut
harus mengikuti standar kerja atau prosedur kerja yang sesuai dengan budaya
perusahaan.
f. Iklim organisasi
Cara pandang anggota organisasi yang berinteraksi dengan pelanggan intrenal
dan ekstrenal atau pengaturan tata letak kerja.
Berdasarkan penjelasan aspek-aspek budaya organisasi di atas dapat
disimpulkan bahwa, budaya organisasi mempunyai beberapa aspek sebagai
berikut, aspek Involvement (keterlibatan), aspek Consistency (konsistensi), aspek
Adaptability (adaptabilitas), dan aspek Mission (misi atau tujuan), aspek
keteraturan perilaku, aspek norma, aspek nilai yang dominan, aspek filosofi, aspek
aturan dan aspek iklim organisasi. Peneliti menggunakan aspek yang
dikemukakan oleh Fey dan Denison (2003) yaitu aspek Involvement
(keterlibatan), aspek Consistency (konsistensi), aspek Adaptability (adaptabilitas),
dan aspek Mission (misi atau tujuan) karena aspek tersebut sesuai dengan hasil
wawancara yang dilakukan oleh peneliti pada karyawan PT Primissima.
28
C. Hubungan antara Budaya Organisasi Terhadap Employee
Engagement Pada Karyawan PT Primissima
Dari beberapa penelitian yang sudah dilakukan sebelumnya menyatakan
bahwa terdapat hubungan yang positif antara budaya organisasi dengan employee
engagement, seperti penelitian yang telah dilakukan oleh Akbar (2013) bahwa
terdapat pengaruh yang positif antara budaya organisasi dengan employee
engagement pada karyawan PT. Primatexco Indonesia di Batang Jawa Tengah.
Maksudnya bahwa perusahaan yang mempunyai budaya organisasi dengan baik,
maka tingkat employee engagement pada karyawan tersebut akan tinggi tetapi
sebaliknya apabila perusahaan mempunyai budaya organisasi yang buruk, maka
tingkat employee engagement pada karyawan akan rendah pula. Dalam penelitian
yang dilakukan oleh Mulyadi dan Sembiring (2016) ada beberapa aspek budaya
organisasi yang dapat mempengaruhi tingkat employee engagement seperti aspek
Involvement (keterlibatan), aspek Consistency (konsistensi), aspek Adaptability
(adaptabilitas), dan aspek Mission (misi atau tujuan).
Menurut Fey dan Denison (2003) aspek involvment (keterlibatan)
merupakan tingkat partisipasi karyawan atau anggota organisasi dalam
pengambilan keputusan demi kemajuan organisasi. Organisasi yang efektif
memberdayakan karyawannya, membangun karyawan secara tim, dan
mengembangkan kemampuan sumber daya manusia. Selanjutnya Robinson
(dalam Rachmawati, 2013) menyebutkan bahwa faktor pendorong employee
engagement adalah rasa untuk dihargai dan terlibat didalam organisasi, yang
didalamnya memuat mengenai pengambilan keputusan, dapat menyuarakan
29
pendapat, dan adanya peluang untuk berkembang serta kepedulian perusahaan
atau organisasi terhadap kesehatan dan kesejahteraan karyawan. Karyawan yang
mempersepsikan secara positif keterlibatan didalam organisasi maupun terlibat
dalam pekerjaan (job involvement), akan menilai bahwa karyawan menjadi bagian
penting di dalam organisasi, dan memunculkan rasa komitmen.
Menurut Kennedy dan Daim (dalam Katarial, Garg, & Rastogi, 2013)
karyawan yang terlibat mengalami hasrat besar untuk pekerjaan yang dilakukan,
menghasilkan kualitas yang lebih baik, dan merasa bahwa kontribusi para
karyawan atau anggota organisasi dapat membantu perusahaan bergerak lebih
maju, sehingga akan memunculkan rasa keterikatan (engagement) pada karyawan
demi tujuan utama dari organisasi. Apabila karyawan mempersepsikan bahwa
dirinya menjadi bagian dalam anggota kelompok kerja, maka keterlibatan akan
menjadi optimal sehingga karyawan mampu mencurahkan segala kemampuan dan
energi dalam menyelesaikan pekerjaan hal tersebut merupakan gambaran dari
aspek vigor (semangat), terdapat rasa kebanggaan pada diri karyawan karena telah
menjadi bagian dari kelompok kerja dan organisasi menghargai setiap
kontribusinya, namun apabila karyawan mempersepsikan keterlibatannya secara
negatif atau menganggap dirinya bukan merupakan bagian dalam anggota
kelompok kerja dan tidak ikut serta dalam berpartisipasi atau mengambil
keputusan-keputusan demi kemajuan organisasi maka karyawan tersebut
menganggap kurang mempunyai kepentingan untuk dapat melakukan keterlibatan
terhadap kerja maupun organisasinya. Situasi semacam itu membuat karyawan
merasa terisolasi (terasingkan) dan tertolak dari kelompok kerja, sehingga
30
karyawan merasa tidak bangga terhadap organisasi dan tidak merasa engaged
(tidak merasa puas dan semangat dengan pekerjaan) Wallace (dalam Wijono,
2010).
Menurut Fey dan Denison (2003) aspek consistency (konsistensi)
menunjukkan akan tingkat kesepakatan anggota organisasi terhadap asumsi dasar
dan nilai-nilai budaya. Organisasi juga cenderung efektif karena para karyawan
memiliki budaya “kuat” yang konsisten, terkoordinasi, dan terintregrasi dengan
baik. Organisasi yang menekankan pada nilai-nilai aturan yang dianut sejak awal
berdirinya perusahaan akan mempengaruhi cara berperilaku para karyawan dan
cara organisasi tersebut menyelesaikan setiap permasalahan yang ada. Apabila
aturan atau nilai-nilai dasar didalam organisasi dipersepsikan secara positif oleh
karyawan maka akan meningkatkan employee engagement (rasa keterikatan), hal
tersebut senada dengan pendapat Federman (dalam Akbar, 2013) bahwa
kebudayaan atau nilai-nilai dasar didalam organisasi merupakan salah satu faktor
yang mempengaruhi engagement anggota organisasi atau karyawan. Kebudayaan
yang ada di dalam organisasi merupakan ciri khas yang dimiliki oleh perusahaan
dimana kebudayaan tersebut akan mempengaruhi perilaku para anggota.
Selanjutnya apabila karyawan mempersepsikan nilai-nilai organisasi secara
negatif maka akan mempengaruhi tingkat engagement pada diri karyawan (Akbar,
2013). Salah satu fungsi nila-nilai atau budaya yaitu mempermudah timbulnya
komitmen pada karyawan, selain itu nilai-nilai atau budaya dapat menentukan
arah tujuan dari organisasi. Karyawan tidak menerapkan dan tidak mengikuti nilai
organisasi maka akan mempengaruhi semangat dan komiten karyawan ke
31
depannya, Steers (dalam Arifin 2010) berpendapat bahwa komitmen merupakan
kondisi dimana karyawan atau anggota organisasi sangat tertarik terhadap tujuan,
nilai-nilai organisasi, selain itu komitmen tersebut meliputi sikap bangga dan
menyukai organisasi bersedia untuk mengusahakan tingkat usaha atau upaya yang
tinggi bagi kepentingan organisasi demi pencapaian tujuan dari organisasi, hal
tersebut merupakan gambaran dari aspek employee engagement yaitu dedikasi.
Menurut Fey dan Denison (2003) aspek adaptability (adaptabilitas) adalah
kemampuan organisasi dalam merespon perubahan lingkungan ekstrenal dengan
melakukan perubahan internal organisasi. Organisasi yang mampu dan berani
melakukan sebuah perubahan baik perubahan internal yang mencangkup sistem
dan ketenagakerjaan, maupun perubahan eksternal mengikuti kondisi dari luar
organisasi demi mengikuti keadaan pasar, hal tersebut akan berpengaruh pada
kondisi para karyawan. Apabila oragnisasi mampu melakukan perubahan-
perubahan sesuai dengan kondisi hal tersebut memberikan tuntutan agar para
karyawan harus berinovasi, pada saat organisasi melakukan perubahan dan
inovasi kebutuhan akan perilaku adaptif (mudah menyesuaikan diri dengan
lingkungan) di organisasi menjadi semakin meningkat. Apabila karyawan
mempersepsikan adaptabilitas secara positif maka karyawan yang adaptif akan
membantu perusahaan mengantisipasi dan merespon dengan lebih cepat, dengan
biaya yang murah, di kondisi lingkungan yang kompetitif. Karyawan yang adaptif
mungkin lebih cenderung mengembangkan keterampilan baru sesuai tuntutan
perubahan pekerjaan. Selain itu, karyawan yang adaptif dapat menyesuaikan
dengan perubahan tanpa memerlukan pelatihan formal, sehingga menghemat
32
waktu dan dana. Menurut Nurofia (2009) karyawan yang adaptif juga membantu
meminimalkan sejauh mana manajemen harus menginvestasikan waktu dan uang
untuk memperjuangkan usaha perubahannya yang memungkinkan perusahaan
untuk tetap memenangkan kompetisi, proaktif, perluasan peran, dan kemampuan
beradaptasi adalah semua aspek perilaku engagement. Engagement tidak hanya
berupa kinerja karyawan, yang dalam agregatnya meningkatkan performa di atas
atau melampaui harapan (sesuai standar). Schaufeli dkk (dalam Zulkarnain dan
Hadiyani, 2014) mengemukakan bahwa karyawan yang engaged akan memiliki
dedikasi yang kuat terhadap organisasi yang ditandai dengan adanya keterlibatan
yang tinggi dalam usaha kemajuan organisasi dan tangguh dalam melaksanakan
pekerjaannya. Karakteristik tersebut merupakan karateristik yang dibutuhkan
organisasi saat akan melakukan perubahan. Karyawan yang engagaed, selain akan
berdedikasi tinggi dalam usaha perubahan organisasi, juga memiliki keberanian
untuk berusaha sekuat tenaga, kemauan untuk menginvestasikan segala upaya,
dan semangat (vigor) dalam melaksanan perubaham-perubahan di dalam
organisasi.
Apabila karyawan mempersepsikan hal tersebut secara negatif maka akan
mempengaruhi bagaimana cara bekerja para karyawan, dan karyawan akan kurang
inovatif dalam mengambil ide ataupun keputusan demi keberhasilan perusahaan
dalam memenuhi perubaha-perubahan yang ada. Menurut Saks (dalam Ramdhani
& Sawitri, 2017) karyawan yang kurang mempunyai inovatif dan kreatif, serta
cenderung tidak ingin berbagi ide baru dengan rekan kerja akan cenderung merasa
33
tidak puas, tidak berkomitmen, dan memiliki intensi untuk meninggalkan
organisasi.
Menurut Fey dan Denison (2003) aspek mission (misi atau tujuan)
merupakan arah atau tujuan inti dari organisasi yang menjadikan anggota
organisasi yakin dan teguh terhadap apa yang dianggap penting, organisasi yang
sukses memiliki arah dan tujuan yang jelas. Apabila karyawan mempersepsikan
tujuan dari organisasi secara positif, artinya para karyawan memahami misi dan
visi dari organisasi, dan pihak manajemen selalu mengingatkan kepada karyawan
mengenai tujuan organisasi maka karyawan akan lebih semangat demi
kepentingan organisasi sesuai dengan visi dan misi tersebut. Karena budaya
organisasi dapat menentukan pencapaian tujuan organisasi, maka manajemen
perlu memahami dengan benar budaya organisasi yang dianut terhadap karyawan
agar berkeinginan untuk memberikan usaha terhadap pekerjaan dan juga
ketahanan walaupun dalam menghadapi kesulitan guna pencapaian tujuan
organisasi (Anggreana, 2015). Karyawan yang mempersepsikan tujuan organisasi
secara positif ini akan mempengaruhi keterlibatan terlebih karyawan mempunyai
rasa semangat (vigor), rasa antusias, bangga terhadap pekerjaan dan rela
mengorbankan tenaga, pikiran, ataupun fisik demi kemajuan organisasi
(Yadnyawati, 2012). Hal-hal lain menyangkut budaya organisasi yang dapat
membantu dalam pembentukan engaged adalah misi dan visi organisasi yang
jelas, perlakuan dari anggota organisasi lainnya, kebijakan pekerjaan dan
keseimbangan kerja dapat mempengaruhi dalam pembentukan employee
engagement (Leung & Wijaya, 2016).
34
Selanjutnya apabila organisasi tidak mempunyai arahan yang jelas ataupun
karyawan justru mempersepsikan tujuan organisasi secara negatif (tidak
memahami dan mengerti) arah kedepannya, maka hal tersebut akan
mempengaruhi keteritakan dan komitmen karyawan terhadap tujuan dan misi
organisasi. Menurut Bakker & Leiter (dalam Ramdhani & Sawitri, 2017) apabila
karyawan merasakan keterikatan pada pekerjaannya, karyawan akan merasa
terdorong untuk berusaha, ingin berhasil, dan memiliki komitmen untuk mencapai
tujuan dari organisasi tersebut. Adiftiya (2014) menyatakan bahwa karyawan yang
mempunyai komitmen terhadap organisasi akan memberikan seluruh
kemampuannya untuk organisasi agar terus berjalan ke arah yang lebih baik
sesuai dengan tujuan organisasi. Komitmen merupakan penerimaan dan
kepercayaan akan nilai dan tujuan organisasi, perasaan keterlibatan, dan rasa
kesetiaan terhadap organisasi. Komitmen menunjukkan keyakinan dan dukungan
yang kuat terhadap sasaran dan tujuan yang ingin dicapai oleh organisasi.
Menurut Schaufeli dan Bakker (dalam Restuhadi & Sembiring, 2017) salah satu
hal terpenting dari engagement adalah adanya komitmen organisasi, khusunya
komitmen afektif (keterikatan secara emosional terhadap perusahaan) dan
komitmen berkelanjutan (bersedia tinggal dan berada di dalam perusahaan).
D. Hipotesis
Berdasarkan latar belakang tersebut maka dirumuskan hipotesis penelitian
sebagai berikut : Terdapat hubungan yang positif antara budaya organisasi dengan
employee engagement karyawan di PT Primissima. Semakin positif budaya
35
organisasi yang diterapkan perusahaan maka semakin tinggi pula tingkat
employee engagement karyawan, namun sebaliknya apabila budaya organisasi
diterapkan secara negatif maka tingkat employee engagement akan rendah.