bab ii tinjauan pustaka 2.1. morfologi 2.1.1. pengertian
TRANSCRIPT
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Morfologi
2.1.1. Pengertian Morfologi
Kajian morfologi merupakan cabang dari linguistik yang mengkaji tentang
kata dan proses pembentukannya, bentuk bahasanya, pengaruh perubahan bentuk
bahasa pada fungsi dan arti kata, serta mengidentifikasikan satuan-satuan dasar
bahasa sebagai satuan gramatikal.
Istilah morfologi dalam bahasa Jepang dikenal dengan sebutan keitairon dan
morfem disebut keitaiso. Morfem ( keitaiso ) merupakan satuan bahasa terkecil yang
memiliki makna dan tidak dapat dipecahkan lagi ke dalam satuan makna yang lebih
Dalam konsep ini morfologi dilihat sebagai studi yang mempermasalahkan
struktur kata. Dengan berkembangnya aliran strukturalis dan generatif doktrin
pemisahan tataran dalam analisis memudar dan selanjutnya berkembang ke arah
doktrin keterkaitan tataran pada suatu fokus analisis yang dinyatakan oleh Katamba
(1993: 3-16). Dengan demikian analisis morfologis yang dikaitkan dengan aspek-
aspek linguistik lain seperti fonologi, sintaksis dan semantik akan memungkinkan
kajian fenomena morfologis yang lebih komprehensip. Tambahan lagi menurut
Katamba (1993:19) menyatakan bahwa Morfologi adalah suatu "study of word
structure"
Universitas Sumatera Utara
kecil lagi. Koizumi (1993:89) menyatakan’keitairon wa gokei no bunseki ga chuusin
to naru’ (morfologi adalah satu bidang ilmu yang meneliti pembentukan kata).
Karena itu tentu saja selalu terkait dengan kata dan terutama sekali dengan morfem).
Batasan dan ruang lingkup morfologi dalam bahasa Jepang yaitu kata (tango),
morfem (keitaiso) dan jenisnya, alomorf (ikeitai), pembentukan kata (gokeisei),
imbuhan (setsuji), perubahan bentuk kata (katsuyoukei), dan sebagainya.
2.1.2. Morfem Bahasa Jepang (Keitaisou)
Salah satu objek yang dipelajari dalam morfologi yaitu morfem. Menurut
Akmajian dkk (1984:58) dalam Ba’dulu dan Herman (2005:7) menyatakan bahwa
morfem adalah satuan terkecil dari pembentukan kata dalam suatu bahasa yang tidak
dapat diuraikan lebih lanjut ke dalam bagian-bagian yang bermakna atau yang dapat
dikenal.
Istilah morfem dalam bahasa Jepang disebut keitaisou ( 形態素 ). Menurut
Sutedi (2003:41) bahwa morfem ( keitaisou) adalah satuan bahasa terkecil yang
memiliki makna dan tidak bisa dipisahkan lagi dalam satuan makna yang lebih kecil
lagi dan juga menegaskan akan morfem bahasa Jepang dengan mengatakan bahwa
salah satu keistimewaan morfem bahasa Jepang, yaitu lebih banyak morfem
terikatnya dibanding dengan morfem bebasnya.
Koizumi (1993:90) juga mengungkapkan pengertian dari morfem adalah
satuan bahasa terkecil yang masih mempunyai makna. Satuan bahasa terkecil disini
Universitas Sumatera Utara
merupakan adanya pelekatan makna khusus dengan ujar yang dihasilkan melalui
proses fonemis).
Pengertian morfem dinyatakan oleh Cahyono (1995:140) bahwa morfem
adalah satuan bahasa terkecil yang maknanya relatif stabil dan maknanya tidak dapat
dibagi atas bagian bernakna yang lebih kecil. Dalam bahasa Jepang juga demikian.
Misalnya kata ’daigaku’ (universitas) yang terdiri dari dua satuan yaitu ’dai’
dan ’gaku’. Kedua satuan tersebut tidak dapat dipecahkan lagi menjadi satuan yang
lebih kecil yang mengandung makna dan arti. Satuan terkecil dari ’dai’ yang secara
leksikal bermakna’besar’ dan kata ’gaku’ yang secara leksikal bermakna ’belajar atau
ilmu’ yang masing-masing merupakan satu morfem, sehingga kata ’daigaku’ terdiri
atas dua morfem.
Klasifikasi Morfem
Morfem dapat diklasifikasikan atau digolongkan. Akmajian dkk (1984:58)
mengemukakan klasifikasi morfem sebagai berikut :
1. Morfem Bebas, yang terdiri dari kata penuh dan kata fungsi.
2. Morfem Terikat, yang terdiri atas afiks (pengimubahan) dan pangkal terkat,
Afiks terbagi atas : prefiks (awalan) dan sufiks (akhiran)
Perhatikan contoh berikut ini :
(1) Tanya : kore wa nan desuka? 『これはなんですか。』 (Apakah ini?)
Jawab : hako ( 箱) atau「ハコ」 (kotak)
(2) Tanya : kore wa nan desuka? 『これはなんですか。』 (Apakah ini?)
Universitas Sumatera Utara
Jawab : haribako (針箱)atau『ハリバコ』 (kotak jarum)
Pada contoh (1) diatas terdapat kata “hako” (kotak) yang merupakan kata
yang dapat berdiri sendiri dan mempunyai arti. Sedangkan pada contoh (2) terdapat
kata “haribako” (kotak jarum) yang merupakan kata yang berasal dari penggabungan
kata “hari” (jarum) yang merupakan morfem bebas yang juga dapat berdiri sendiri
serta mempunyai arti sendiri, dan kata “hako” (kotak). Kata “hako” 『ハコ』
berubah menjadi bako『バコ』karena perubahan alomorf pada bentuk pengucapan
katanya. Itu mengenai morfem perubahan (alomorf) pada “hako”『ハコ』 berubah
menjadi bako『バコ』, kata “hako”『ハコ』dapat digunakan berdiri sendiri, seperti
dalam pembentukan ucapan. Ucapan adalah merupakan kesinambungan dari suara
yang mengalir keluar dari dan setelah mulut terbuka sampai tertutup lagi. Tetapi pada
bagian (bako) 『バコ』harus ada morfem lain sebelumnya, dan itu dimunculkan
dalam bentuk morfem terikat pada kata haribako『ハリバコ』. Contoh lainnya
seperti boorubaku(ボール箱)yang artinya “kotak bola” yang merupakan bagian
dari bentuk “hako” (箱) atau 「ハコ」.
Berdasarkan penjelasan di atas, dapat ditarik kesimpulan bahwa jika
pengucapannya dapat berdiri sendiri, dan tidak dapat dikacaukan, morfem terbagi
atas 2 bentuk bahagian yang besar yaitu : (1) Morfem bebas (Jiyuukeitai, 自由形
態): morfem yang pengucapannya dapat berdiri sendiri. Dan (2) Morfem terikat
Universitas Sumatera Utara
(Ketsugoukeitai, 結合形態) : morfem yang pengucapannya tidak dapat berdiri sendiri,
dan morfem ini selalu terikat dengan morfem yang lain.
Hal ini juga dikemukakan oleh Koizumi (1993:93) yang membagi morfem
bahasa Jepang berdasarkan bentuknya menjadi dua bahagian :
1. Bentuk bebas (Jiyuukei, 自由形) : morfem yang dilafalkan/ diucapkan secara
tunggal(berdiri sendiri).
2. Bentuk terikat (Ketsugoukei, 結合形) : morfem yang biasanya digunakan dengan
cara mengikatnya dengan morfem lain tanpa dapat dilafalkan secara tunggal
(berdiri sendiri).
Koizumi (1993:95) juga menggolongkan morfem berdasarkan isinya menjadi
dua yaitu :
1. Akar kata (gokan, 語幹) : morfem yang memiliki arti yang terpisah (satu per
satu) dan kongkrit.
2. Afiksasi (setsuji, 接辞) : morfem yang menunjukkan hubungan gramatikal.
Sutedi (2003:44 - 45) berpendapat, dalam bahasa Jepang, selain terdapat
morfem bebas dan morfem terikat, morfem bahasa Jepang juga dibagi menjadi dua,
yaitu morfem isi dan morfem fungsi. Morfem isi (naiyoukeitaiso,内容形態素) adalah
morfem yang menunjukkan makna aslinya, seperti nomina, adverbia dan akar kata
(gokan) dari verba atau adjektiva, sedangkan morfem fungsi (kinoukeitaiso, 機能形
Universitas Sumatera Utara
態素) adalah morfem yang menunjukan fungsi gramatikalnya, seperti partikel, gobi
dari verba atau adjektiva, kopula dan morfem pengekpresi kala (jiseikeitiso, 時制形
態素).
Dari kedua tipe diatas, selanjutnya dapat dibagi jenisnya menurut konsfigurasi
bahasa Jepang :
(a) hanya morfem bebas : yama (山) = gunung
(b) morfem bebas + morfem terikat : shiroi (白い) = putih shiro -- i [ シ
ロ .イ]
(c) morfem terikat + morfem terikat : kaite (書いて) = menulis (kai – te)
[カイ.テ]
(d) morfem bebas + morfem bebas : yamamichi ( 山道) = jalan gunung (yama
– michi) [ヤマ.ミチ] merupakan kata majemuk (fukugo, 複合)
Pada bagian (a) pada kata “yama” (ヤマ) yang berarti ‘gunung’ merupakan
penjelasan mengenai morfem bebas. Morfem ini dapat berdiri sendiri dan memiliki
arti sendiri. Pada bagian (b) pada kata “shiro”『白』dari shiroi「白い」yaitu
merupakan morfem bebas karena dapat digunakan berdiri sendiri, Pada kata shiro
「 白 yaitu /i/ ( イ ) pada akhiran yang mengikutinya adalah akhiran yang
menunjukkan suatu pekerjaan dari adjektiva-i (i-keiyoushi), dan selalu memerlukan
morfem yang mendahuluinya. Jadi /i/ (イ) ini disebut morfem terikat.
Universitas Sumatera Utara
Pada bagian (c) pada kata kaite 「書いて」 pada /kai/「カイ」dari yaitu
seperti pada kaite「カイテ」dan kaita「カイタ」, muncul bentuk terikat pada kata
kerja bantu kata sambung /te/「テ」dan /ta/「タ」 dan tidak pernah muncul
pengucapan yang pemisahannya hanya dengan kata /kai/「カイ」, serta tidak ada
pada bagian akar kata, dan /kai/「カイ」 ini merupakan morfem terikat. Pada kata
「テ」 /te/ dan「タ」 /ta/ adalah elemen yang ditambahkan pada bentuk kata
sambung dari partikel, ini juga merupakan morfem terikat.
Pada bagian (d) morfem bebas dari kata dan disebut kata majemuk yang
mengikat morfem bebas yang setara. Masing-masing morfem bebas itu berdiri sendiri
dan memiliki arti tersendiri bergabung dan membentuk kata dan arti yang baru. Pada
kata yama「ヤマ」yang memiliki arti ‘gunung’ jika ditambahkan kata michi「ミ
チ」yang memiliki arti ‘jalan’ jika digabungkan menjadi yamamichi (山道)atau
「ヤマミチ」yang artinya menjadi ’jalan pegunungan’. Dalam bahasa Jepang kata
majemuk kebanyakan dibentuk akibat dari penggabungan dari dua atau lebih dari
huruf kanji. Huruf kanji juga dapat dikatakan satu morfem bebas yang berdiri sendiri
dan memiliki arti sendiri.
Tsujimura (1996:141-142), dalam tulisannya yang berjudul An Introduction to
Japanese Linguistics, Morfem derivasional adalah morfem terikat yang dapat
mengubah makna dan atau kategori kata yang dilekatinya. Misalnya, morfem [す-,
su- (telanjang)] dilekatkan pada kata benda (nomina) [あし, ashi (kaki)] menjadi [す
Universitas Sumatera Utara
あし, suashi (kaki telanjang]. Morfem [す-, su-] tidak mengubah identitas kata yang
dibentuknya, namun mengubah makna kata tersebut. Sementara itu, morfem
infleksional tidak membuat suatu kata baru yang berbeda, seperti yang dilakukan oleh
morfem derivasional. Misalnya dalam bahasa Jepang terdapat morfem yang
menunjukkan kalimat bukan lampau biasanya ditandai dengan morfem [-る, -ru]
dan kalimat lampau ditandai dengan morfem [-た, -ta].
2.1.3. Kata Bahasa Jepang (Tango)
Konsep morfem tidak dikenal oleh para tata bahasawan tradisional, yang
selalu ada dalam tata bahasa tradisional adalah satuan lingual yang disebut kata. Apa
yang disebut kata ini, adalah satuan bebas terkecil (a minimal free form).
Penelitian dalam bidang kebahasaan atau linguistik akan selalu membahas
mengenai kata. Banyak ahli linguistik meneliti mengenai kata dan didefenisikan
menurut bentuknya, jenisnya dan sebagainya. Verhaar (2001:97) mengatakan bahwa
kata adalah satuan atau bentuk bebas dalam tuturan yang dapat berdiri sendiri, artinya
tidak membutuhkan bentuk lain yang digabungkan dengannya, dan dapat dipisahkan
dari bentuk - bentuk bebas lainnya di depannya dan dibelakangnya dalam tuturan.
Selain itu Keraf (1984:53) menyatakan adanya perubahan pemakaian kata makna
untuk pengertian dari kata dan menggantinya dengan ide. Dia mengatakan bahwa
kesatuan-kesatuan yang terkecil yang diperoleh sesudah sebuah kalimat dibagi atas
bagian-bagaiannya, dan yang mengadung suatu ide disebut kata.
Universitas Sumatera Utara
Ramlan (1987:33) memberi definisi kata merupakan dua macam satuan, yaitu
satuan fonologik dan satuan gramatik. Sebagai satuan fonologik, kata terdiri dari satu
atau beberapa suku, dan suku itu terdiri dari satu atau beberapa fonem. Misalnya kata
belajar terdiri dari tiga suku yaitu be, la, dan jar. Suku /be/ terdiri dan dua fonem,
suku /la/ terdiri dari dua fonem. Dan jar terdiri dari tiga fonem. Jadi kata belajar
terdiri dari tujuh fonem yaitu / b,e,l,a,j,a,r /. Jadi yang dimaksud dengan kata adalah
satuan bebas yang paling kecil atau dengan kata lain setiap satuan bebas merupakan
kata.
Kata dalam bahasa Jepang disebut dengan go atau tango. Iwabuchi Tadasu
(1989:105-106) dalam Sudjianto dan Ahmad Dahidi (2004:136-137) menyebut tango
dengan istilah go. Dia menyebutkan bahwa tsuki, hashira, omoshiroi, rippada, sono,
mettani, shikashi, rareru, dan sebagainya disebut go( 語) atau tango ( 単語).
Go merupakan satuan terkecil di dalam kalimat. Misalnya pada kalimat
‘Hana ga saku’ (bunga berkembang) dibagi-bagi menjadi bagian-bagian yang lebih
kecil akan menjadi hana-ga-saku, bagian-bagian kalimat ini tidak dapat dibagi
menjadi bagian-bagian yang lebih kecil lagi. Kalaupun dibagi-bagi lagi akan menjadi
ha-na-ga-sa-ku yang hanya merupakan deretan silabel (onsetsu) yang tidak
mempunyai arti apapun. Go memiliki arti tertentu, diucapkan sekaligus, dan memiliki
arti tertentu. Di dalam sebuah kalimat go secara langsung dapat membentuk sebuah
kalimat (bunsestsu).
Universitas Sumatera Utara
Klasifikasi Kata
Kata dapat diklasifikasikan atau dapat dikelompokkan. Menurut Parera
(1994:7) Pengelompokan kelas kata sebuah bahasa pada umumnya dibedakan atas
dua tahap. Pertama klasifikasi primer (pengelompokan pertama) dilakukan
berdasarkan distribusi kata secara sintaksis dan frasal. Dalam hal ini kata-kata
tersebut masih berada dalam keadaan sebagai morfem bebas atau kata yang
bermorfem tunggal. Umpamanya dalam pengelompokan kelas kata bahasa Inggris
berdasarkan distribusinya secara sintaksis dan frasal sebagai berikut : father, man,
boy, sick, good, and, or, because, go, sing dan sebagainya. Kedua yaitu klasifikasi
sekunder (pengelompokan kedua) dilakukan berdasarkan distribusi sintaksis dan
frasal dalam bentuk kata kompleks. Umpamanya pengelompokan kata bahasa
Inggris : boys, books, better, does, dan sebagainya.
Berdasarkan cara-cara pembentukannya, go dapat dibagi menjadi jiritsugo dan
fuzokugo. Jiritsugo yaitu kata (go) yang dapat berdiri sendiri dan dapat menunjukkan
arti tertentu. Yang termasuk ke dalam jiritsugo yaitu kelas kata verba (doushi),
adjektiva (keiyoushi, keiyoudoushi), nomina (meishi), prenomina (rentaishi), adverbia
(fukushi), konjungsi (setsuzokushi), dan interjeksi (kandoushi). Fuzokugo yaitu kata
(go) yang tidak dapat berdiri sendiri dan tidak memiliki arti tertentu. Yang termasuk
kedalam fuzokugo yaitu partikel (joushi), dan kopula (jodoushi). Perbedaan antara
jiritsugo dengan fuzokugo yaitu jiritsugo dengan sendirinya dapat membentuk sebuah
kalimat (bunsetsu) walaupun tanpa dibantu tango yang lainnya, sedangkan fuzokugo
Universitas Sumatera Utara
tidak dapat membentuk kalimat (bunsestsu) kalau tidak dgabungkan dengan
jiritsugo.
Berdasarkan asal usulnya, kata dalam bahasa Jepang terdiri dari wago,
kango, dan gairaigo. Selain itu terdapat juga konshugo yang merupakan kata-kata yang
terdiri dari gabungan beberapa kata dari asal yang berbeda. Secara
harfiah, wago adalah kosakata asli Jepang yang telah ada sebelum masuknya pengaruh
bahasa China ke dalam bahasa Jepang, namun dikatakan juga bahwa ada beberapa
kata wago yang merupakan kosakata yang diserap dari bahasa China. Kango adalah
kosakata yang digunakan dalam bahasa Jepang yang berasal dari China.
Walaupun kango memiliki kesamaan dengan gairaigo sebagai kosakata yang diserap
dari bahasa asing, namun karena wago yang diserap dari bahasa China memiliki
karakteristik tertentu, maka tidak digolongkan ke dalam gairaigo. Pengertian Gairaigo
menurut Sudjianto dan Ahmad Dahidi, (2004:104) adalah kata-kata yang berasal dari
bahasa asing (gaikokugo) yang lalu dipakai sebagai bahasa nasional (kokugo).
Tango (kata) dalam bahasa Jepang dibagi menjadi dua macam,
yaitu tanjungo dan gouseigo. Tanjungo adalah kata yang terdiri dari morfem yang
berbentuk kata tunggal, sehingga secara struktural tidak dapat diuraikan lagi,
contohnya yama, inu dan lain-lain. Sedangkan gouseigo adalah kata yang terdiri dari
beberapa unsur sehingga secara struktural masih dapat diuraikan,
contohnya yamamichi (jalan setapak di pegunungan) yang terdiri dari yama (gunung)
dan michi (jalan). Gouseigo itu sendiri dibagi lagi menjadi dua macam yaitu :
Universitas Sumatera Utara
1. Fukugougo,
2.
yaitu kata yang terdiri dari beberapa unsur yang masing-masing
unsur mengandung arti dan dapat berdiri sendiri sehingga secara struktural
dapat diuraikan, misalnya seperti yang telah disebutkan di atas.
Haseigo,
Tango dapat diklasifikasikan berdasarkan bentuknya dan jenisnya.
Pengklasifikasian atau pembagian kelas kata dalam bahasa Jepang disebut hinshi
bunrui ( 品詞分類). Hinshi berarti jenis kata (word class, atau part of speech),
sedangkan bunrui berarti penggolongan, klasifikasi, kategori atau pembagian. Jadi
hinshi bunrui berarti klasifikasi kelas kata berdasarkan berbagai karakteristinya
secara gramatikal Menurut Situmorang (2007:8) pembagian kelas kata bahasa Jepang
adalah sebagai berikut:
adalah kata yang terdiri dari dua unsur yaitu unsur dasar dan unsur
infiks. Unsur yang menjadi kata dasar dapat berdiri sendiri dan mempunyai arti,
sedangkan unsur infiks bila berdiri sendiri tidak memiliki arti. Karena itu unsur
infiks tidak dapat berdiri sendiri.
1. Verba (doushi, 動詞) yaitu kata yang bermakna gerakan, dapat berdiri sendiri,
mengalami perubahaan bentuk/berkonjugasi, dan dapat menjadi predikat dalam
sebuah kalimat.
2. Adjektiva (keiyoushi, 形容詞 ), yaitu kata yang menunjukkan sifat atau
keadaan suatu benda, mengalami perubahan bentuk, dapat berdiri sendiri dan
selalu berakhiran dengan huruf ~i dan dapat menjadi predikat.
Universitas Sumatera Utara
3. Adjektiva (keiyoudoushi, 形容動詞), yaitu kata yang menunjukkan sifat atau
keadaan suatu benda, mengalami perubahan bentuk, dapat berdiri sendiri dan
selalu berakhiran dengan akhiran –da.
4. Nomina (meishi, 名詞), yaitu kata nama, tidak mengalami perubahan bentuk,
dapat berdiri sendiri dan menjadi subjek atau objek dalam kalimat.
5. Adverbia (fukushi, 副詞), yaitu merupakan kata tambahan, tidak mengalami
perubahan bentuk, dapat berdiri sendiri , tidak menjadi subjek, tidak menjadi
predikat, dan tidak menjadi objek, dan menerangkan keiyoushi, dan
menerangkan fukushi.
6. Prenomina (rentaishi, 連体詞 ), yaitu kata yang mengikuti benda ( yang
menerangkan benda), tidak mengalami perubahan bentuk, dapat berdiri sendiri,
dan diikuti kata nama tanpa diantarai kata lain.
7. Konjungsi (setsuzokushi, 接続詞 ), yaitu kata sambung, tidak mengalami
perubahan bentuk, dapat berdiri sendiri, tidak menjadi subjek, objek, predikat
dalam kalimat. Berfungsi menyanbung dua buah kata, karena untuk
menyambung dua buah kata dalam bahasa Jepang dipergunakan setsuzokujoshi.
8. Kopula (jodoushi, 助動詞 ), yaitu kata bantu sebagai verba, mengalami
perubahan bentuk sama seperti doushi, tidak dapat berdiri sendiri, ada yang
mempunyai arti sendiri dan ada yang menambah makna pada kata lain.
9. Partikel (joushi, 助詞), yaitu kata bantu, tidak mengalami perubahan bentuk,
tidak dapat berdiri sendiri, tidak menjadi subjek, predikat, objek dan keterangan
Universitas Sumatera Utara
dalam kalimat, selalu mengikuti kata lain, dan ada yang mempunyai arti sendiri
dan ada juga yang berfungsi memberikan arti pada kata lain.
10. Interjeksi (kandoushi, 感動詞), yaitu kata gerakan perasaan, tidak mengalami
perubahan bentuk, dan dapat berdiri sendiri sebagai kalimat, tidak menjadi
keterangan, tidak menjadi subjek, predikat, dan tidak pula menjadi penyambung
kata atau kalimat. Serta berfungsi untuk mengutarakan rasa terkejut, kaget,
heran, marah, dan sebagai kata-kata salam.
Istilah kata (go, 語) atau (tango, 単語) dalam bahasa Jepang terdiri dari
beberapa kelompok yang dilihat menurut pembentukannya yaitu :
1. Kata Dasar (tanjungo, 単純語)
Misalnya kata orang(hito, 人), makan (taberu, 食べる ), tidur (neru, 寝る)
dan lain lain. Dengan lain kata dasar adalah kata yang mempunyai satu arti dan dapat
berdiri sendiri, tidak mengalami penambahan imbuhan dan perubahan bentuk.
2. Kata Turunan (haseigo, 派生語)
Kata turunan yaitu kata kata yang sudah mengalami perubahan bentuk,
penambahan imbuhan dan proses perubahan ucap. Kata turunan ini dalam bahasa
Jepang terbagi menjadi 3 bagian yaitu,
a. Gejala perubahan pengucapan (hen on genshou, 変音現象)
b. Penamahan imbuhan di awal kata (settouji, 接頭辞 )
c. Penambahan imbuhan di akhir kata(setsubiji, 接尾辞)
Universitas Sumatera Utara
3. Kata Majemuk (fukugougo, 複合語)
Kata majemuk yaitu kata kata yang mengalami proses pembentukan kata
majemuk, dalam bahasa jepang kata majemuk ini jumlahnya sangat banyak dan
bervariasi. Kata majemuk dalam bahasa Jepang terbagi menjadi :
3.1. Kata Benda Majemuk (fukugou meishi, 複合名詞)
Kata benda majemuk yaitu kata benda yang terbentuk dari gabungan dua
buah unsur kata yang membentuk satu kata benda majemuk. Kata majemuk ini
terbagi lagi menjadi gabungan unsur unsur seperti di bawah ini :
a. Verba + Verba d. Adjektiva + Noun g. Noun Adjektiva +Noun
b. Noun + Verba e. AD + Noun
c. Noun + Noun f. Verba + Noun
3.2. Kata Kerja Majemuk (fukugoudoushi, 複合動詞)
Kata kerja majemuk atau verba majemuk ini sangat bervariasi , merupakan
gabungan dua buah unsur yang membentuk verba majemuk , secara garis besar verba
majemuk ini terbagi menjadi 5 kelompok yaitu :
a. V + V b. N + V c. A + V d. Adv+V e. Imbuhan +V
3.3. Kata Sifat 1 majemuk (fukugo keiyoushi, 複合形容詞 )
Kata sifat atau adjektiva dalam bahasa Jepang terbagi menjadi dua golongan
yaitu : kata sifat I atau adjektiva-I (i-keiyoushi) yang berakhiran /-i/ seperti
atararashii, takai dan lain lain, dan kata sifat golongan II atau adjektiva-na (na-
keiyoushi) yang berakhira /na/ atau /da/, seperti kirei da, shizuka da da lain lain.
Universitas Sumatera Utara
2.1.4. Teori Morfologi Generatif
Dalam analisis penelitian ini, penulis menggunakan teori morfologi generatif
supaya jangkauan pembicaraan tidak terbatas dan tidak hanya bersifat deskriptif
tradisional. Untuk itu perlu suatu model teoretis yang lebih mutakhir (seperti
Morfologi Generatif) dalam pendekatan terhadap analisis penelitian ini sehingga
menghasilkan pemerian yang lebih komprehensip.
Perhatian para linguis terhadap teori morfologi generatif mulai berkat ajakan
Chomsky pada tahun 1970 melalui tulisannya yang berjudul "Remarks on
Nominalisation". Dalam tulisannya itu ia memaparkan betapa pentingnya bidang
morfologi terutama proses pembentukan kata yang ditinjau dari teori transformasi.
Dardjowijojo (1988:32) mencatat bahwa orang yang pertama kali menaruh minat
yang serius terhadap morfologi generatif adalah Morris Halle dalam papernya yang
berjudul "Morphology in a Generative Grammar" yang disajikan pada Congress of
Linguists di Bologna tahun 1972. Tahun berikutnya karya tersebut diterbitkan dengan
judul "Prolegomena to a Theory of Word Formation". Tulisan Halle memberikan
dampak yang sangat kuat dan diikuti oleh ahli-ahli lain seperti Siegel pada tahun
1974, Botha pada tahun 1974, Boas pada tahun 1974, Lipka pada tahun 1975 dalam
bentuk artikel dan oleh Aronoff pada tahun 1976, serta Scalise pada tahun 1984
dalam bentuk buku.
Secara umum dapat diidentifikasi bahwa di kalangan kelompok orang-orang
yang menekuni bidang morfologi generatif, terdapat 2 pandangan. Kelompok pertama
dipelopori oleh Halle yang berpijak pada asumsi bahwa yang menjadi dasar dari
Universitas Sumatera Utara
semua derivasi adalah morfem (morpheme-based approach); Asumsi dasar Halle di
tahun 1973 adalah bahwa secara normal penutur bahasa di samping memiliki
pengetahuan tentang kata juga paham tentang komposisi dan struktur kata tersebut.
Dengan kata lain penutur asli dari suatu bahasa mempunyai kemampuan untuk
mengenal kata-kata dalam bahasanya, bagaimana kata itu terbentuk dan sekaligus
bisa membedakan bahwa suatu kata tidak ada dalam bahasanya. Misalnya, penutur
asli bahasa Inggris akan secara intuitif mampu memahami
bahwa look dan careful adalah bahasa Inggris sedangkan lihat dan hati-hati bukan
bahasa Inggris. Ini segera bisa menunjukkan bahwa careful dibentuk dari
penambahan morfem bebas care dengan sufiks –ful.
1.
Tatabahasa merupakan perwujudan formal mengenai apa yang semestinya
dipahami penutur suatu bahasa. Menurut model teoretis Halle morfologi terdiri dari
atas:
List of Morpheme
2.
yakni Daftar Morfem selanjutnya disingkat dengan DM
Word Formation Rules
3.
atau Kaidah Pembentukan Kata yang selanjutnya
disingkat KPK
Filter
4.
atau saringan
Dictionary atau kamus. Ini ditambahkan oleh Halle dua tahun kemudian
sebagai tempat menyimpan morfem yang telah lolos dari KPK dan Saringan.
Dalam komponen DM bisa diketemukan dua macam anggota yakni akar kata
dan berbagai macam afiks baik yang bersifat infleksional maupun derivasional yang
Universitas Sumatera Utara
disertai dengan rentetan segmen fonetik dengan beberapa keterangan gramatikal yang
relevan.
Komponen KPK menentukan bagaimana bentuk-bentuk yang ada dalam DM
tersebut diatur. Dalam kaitan ini tugas KPK membentuk kata dari morfem-morfem
yang berasal dari DM. KPK bersama-sama dengan DM menentukan kata yang bena-
benar kata atau bentuk potensial dalam bahasa yakni satuan lingual yang belum ada
dalam realitas tetapi mungkin akan ada karena memenuhi persyaratan. Dengan kata
lain KPK bisa menghasilkan bentuk-bentuk yang memang merupakan kata serta
bentuk-bentuk lain yang sebenarnya memenuhi segala persyaratan untuk menjadi kata
tetapi nyatanya tidak terdapat dalam bahasa tersebut.
Komponen Saringan merupakan wadah untuk menyaring segala ideosinkrasi
sehingga kata-kata yang aktual saja boleh lewat saringan. Terdapat tiga jenis
ideosinkrasi, yakni (1) ideosinkrasi semantik berupa keanehan dalam bidang
semantik, misalnya kata recital dalam bahasa Inggris yang tidak merujuk pada apa
saja yang di "recite", tetapi hanya merujuk pada suatu pertunjukan konser oleh
seorang pemain tunggal dan transmission hanya merujuk pada proses pemindahan
gigi pada mobil, (2) ideosinkrasi fonologis yang berujud ketidaklaziman fonologis
dan (3) ideosinkrasi leksikal yakni keanehan yang menyangkut fakta dalam bahasa di
mana suatu bentuk yang seharusnya ada tetapi nyatanya tidak terdapat dalam bahasa
bersangkutan seperti misalnya bahasa Inggris mengenal kata arrival tetapi tidak
diketemukan dalam bahasa tersebut kata *derival.
Universitas Sumatera Utara
Kamus sebagai
Model Teori Morfologi Generatif Morris Halle dalam Ba’dulu & Herman (2005 :31)
tempat menyimpan bentuk-bentuk yang lolos dari saringan
sedangkan bentuk yang tidak berterima tertahan di saringan, Walaupun Halle tidak
menganggap kamus sebagai komponen morfologi namun dari uraiannya nampak jelas
kamus ini merupakan unit yang sama penting dengan ketiga komponen sebelumnya.
Model diatas terdiri atas empat komponen, yaitu : (1) Daftar Morfem (DM),
(2) Kaidah Pembentukan Kata (KPK), (3) Filter, dan (4) Kamus. Cara Kerja model
Halle dapat digambarkan sebagai berikut yang dikutip oleh scalise (1984:31) dalam
Ba’dulu & Herman (2005:31)
DM KPK Filter Kamus
Daftar Morfem Kaidah Pembentukan Filter Kamus
Output Fonologi Sintaksis
1. friend
2. boy
hood
3. recite
al
4. ignore
ation
5. mountain
al
[+penyim-
pangan]
X [-LI]
Universitas Sumatera Utara
Keterangan :
1) Kata friend masuk kamus sebagaimana adanya, yaitu melewati KPK dan filter
tanpa mengalami perubahan. Kata itu harus dicantumkan dalam DM, karena
diperlukan untuk pembentukan kata lain, seperti friendly.
2) Kata boyhood tidak terdapat dalam DM ; yang ditemukan adalah boy dan
hood. Kedua unsur ini digabungkan oleh KPK ; dan hasilnya, yaitu boyhood,
masuk ke dalam kamus tanpa memperoleh sesuatu ciri idiosingkretis; kata itu
bersifat regular dari segi sintaksis dan semantis. Perubahan ciri [-abstrak] dari
pangkal boy menjadi [+abstrak] dalam output dilakukan oleh KPK, menurut
Halle.
3) Kata recital dibentuk secara regular oleh KPK, seperti boyhood, sebelum kata
itu sampai ke kamus, filter memberinya ciri-ciri idiosinkretis tertentu
menyangkut makna (yaitu, ‘performansi seorang solois’).
4) Kata ignoration dibentuk oleh KPK, tetapi diblokir oleh filter, yang
memberinya ciri [-LI]; kata ini dipandang sebagai suatu kata yang ‘mungkin’
tetapi “non-eksisten”, dan karena itu tidak didaftar dalam kamus.
5) Kata mountainal tidak dibentuk oleh KPK, karena –al hanya dapat
dirangkaikan dengan verba menurut kaidah, bukan dengan nomina. Kata ini
merupakan kata yang “tidak mungkin’ dan “non-eksisten’.
Secara diagramatik,
Dardjowijojo (1988:36) mempresentasikan model Halle
sebagai berikut:
Universitas Sumatera Utara
KELUARAN
Kelompok yang kedua dipelopori oleh Aronoff yang memakai kata dan bukan
morfem sebagai dasar (word-based approach) dikutip dalam Dardjowijojo
(1988:33).Untuk kepentingan ilmu itu sendiri (dalam hal ini linguistik pada umumnya
dan morfologi pada khususnya) berbagai konsep dan model teoretis muthakhir
tersebut perlu diujicobakan atau diaplikasikan pada studi kasus dalam berbagai
bahasa sehingga keunggulan dan kelemahan teori tersebut bisa diidentifikasi serta
selanjutnya bisa dipakai mengungkap atau mengkaji fenomena linguistik khususnya
dalam bidang morfologi suatu bahasa secara lebih tuntas.
Aronoff pada tahun 1976 dalam tulisannya yang berjudul Word Formation
in Generatif Grammar mengajukan hipotesis bahwa bentuk minimal yang dipakai
dalam pembentukan kata didasarkan pada kata bukan morfem. Penolakan konsep
Halle tentang morfem sebagai dasar pembentukan kata didasarkan pada dengan
argumentasi bahwa morfem tidak memiliki makna tetap, dan dalam hal tertentu
morfem tidak memiliki makna sama sekali.
DM KPK SARINGAN KAMUS
FONOLOGI SINTAKSIS
Universitas Sumatera Utara
Aronoff memandang KPK sebagai kaidah yang beraturan yang hanya akan
menurunkan kata yang bermakna dari dasar yang bermakna. Oleh karena itu hanya
kata yang dapat dijadikan unit dasar dalam pembentukan kata. Meskipun demikian
istilah 'kata' sebagai dasar ini harus diartikan sebagai leksem sehingga teori Aronoff
yang dikenal dengan word-based morphology lebih tepat disebut
lexeme-based
morphology.
Sebuah kata baru dibentuk dengan menerapkan kaidah beraturan pada kata
tunggal yang telah ada. Kata baru dan kata yang sudah ada merupakan anggota dari
katagori leksikal utama. Hipotesis yang dikemukakan Aronoff tersebut bertitik tolak
dari sejumlah syarat seperti: (1) sesuai dengan namanya, kata dasarnya haruslah kata
(bukan yang lebih kecil dari kata), (2) kata dasar tersebut haruslah kata-kata yang
benar-benar ada dan kata yang potensial tidak dapat menjadi dasar KPK, (3) KPK
hanya berlaku untuk kata tunggal dalam arti bahwa kata dasar ini bukan berwujud
frase ataupun bentuk terikat, (4) Input dan output dari KPK haruslah menjadi anggota
katagori leksikal yang utama. Dengan demikian kata dalam konteks ini merupakan
bentuk tanpa infleksi.
Di samping tidak memiliki DM seperti model Halle, Aronoff tidak pula
menunjukkan adanya komponen khusus untuk menangani kata-kata yang potensial
dalam bahasa. Walaupun demikian Aronoff (1976:43) memiliki mekanisme lain yang
disebut blocking yang mencegah munculnya suatu kata karena sudah ada kata lain
yang mewakilinya.
Universitas Sumatera Utara
Umumnya tidak ada masalah yang timbul apabila menurunkan suatu kata dari
kata lain melalui KPK. Tetapi kenyataannya cukup banyak contoh dalam bahasa
(Inggris) pada penambahan afiks mensyaratkan adanya perubahan ujud kata dasar
(seperti nominate dan evacuate + -ee menjadi nominee dan evacuee setelah melalui
proses pemenggalan ate) yang perlu ditampung melalui suatu aturan. Dalam kaitan
dengan masalah ini Aronoff (1976:105) mengajukan seperangkat aturan yang
dinamakan Adjustment Rules yang menangani alternasi akibat faktor-faktor lain yang
termasuk dalam komponen leksikal. Kaidah penyesuaian ini terdiri atas (1) aturan
pemenggalan (truncation rule) dengan cara menghilangkan sebuah morfem yang ada
dalam kata dasar ditambah afiks dan (2) aturan alomorfi (allomorphic rules) dengan
menyesuaikan bentuk morfem atau kelas morfem dalam lingkungan di mana morfem
tersebut berada.
Model Aronoff tersebut di atas yang dikutip oleh Scallise (1984:68) dalam
Ba’dulu & Herman (2005:34), sebagai berikut :
Output
Komponen Leksikal
Kamus
KPK
Kaidah Penyesuaian
Universitas Sumatera Utara
Terdapat suatu kesamaan dalam kedua model teoretis morfologi generatif ini.
Baik Halle maupun Aronoff tidak menangani masalah pembentukan kata yang terdiri
dari dua kata atau lebih (compounding). Di samping itu mengenai isi dan kodrat dari
elemen yang ada dalam DM, baik Halle maupun Aronoff mengabaikan bentuk dasar
yang statusnya bukanlah kata (seperti kata prakatagorial juang, temu dan anjur
Menurut Halle dalam Scalise (1984:43) studi morfologi generatif terdiri dari
empat komponen yang terpisah yaitu (1) daftar morfem (list of morphemes) (2)
kaidah pembentukan kata (word formation rules) (3) saringan (filter) dan (4) kamus
(dictionary). Komponen pertama adalah DM yang terdiri dari dua macam anggota
yaitu morfem dan bermacam-macam afiks, baik yang derivasional maupun yang
infleksional. Butir leksikal dalam DM tidak cukup diberikan dalam bentuk urutan
segmen fonetik tetapi harus pula dibubuhi dengan keteranganketerangan gramatikal
yang relevan. Contohnya dalam bahasa Inggris ditemukan morfem write yang harus
dijelaskan sebagai kata verbal, tidak berasal dari bahasa Latin dan konjugasinya
bukan konjugasi yang umum.
dalam
bahasa Indonesia) maupun afiks dan akan memiliki status sebagai kata hanya setelah
diberi afiks. Kajian morfologi generatif terhadap kasus pembentukan VK bahasa
Inggris ini bertumpu pada perpaduan konsep dan model teoretis Halle di tahun 1973
dan Aronoff di tahun 1976.
Berdasarkan uraian di atas dapat dilihat bahwa kata-kata yang telah dibentuk
di pembentukan kata (KPK) ada yang mengalami proses morfofonologis. Uraian
metode struktural tentang morfofonologis diakhiri dengan penemuan kaidah yang
Universitas Sumatera Utara
berupa penambahan fonem, pelesapan fonem, peluluhan fonem, sementara dalam
morfologi generatif proses morfofonologis dimasukkan ke dalam komponen filter
dengan kaidah Struktur Asal (SA), proses asimilasi dan Struktur Lahir (SL). Selain
itu kata-kata yang potensial ada yang diberi idiosinkresi baik idiosinkresi fonologi,
leksikal maupun semantik. Kata-kata tersebut dibentuk dan (akan) dipakai oleh
masyarakat pemakai bahasa sebagai alat komunikasi. Jadi bentuk bunyi apapun yang
digunakan manusia sebagai pengguna bahasa itulah kenyataan bahasa. Hal lain yang
menunjukkan perbedaan antara morfologi generatif dan struktural dapat dilihat pada
adanya komponen ciri-ciri pembeda (distinctive fitures) untuk membedakan kata-kata
yang ditemukan di dalam kamus.
Berdasarkan uraian di atas, teori struktural tidak digunakan pada penelitian ini
karena dianggap tidak mampu lagi mengakomodasi fenomena kebahasaan
pembentukan kata pada saat ini. Hal ini sesuai dengan tujuan morfologi yang
dikatakan oleh Katamba bahwa salah satu tujuan morfologi tidak hanya memahami
dan membentuk kata yang ada (real) dalam bahasa mereka tetapi juga membentuk
kata-kata potensial yang belum digunakan pada saat mereka berujar. Berdasarkan
temuan data dalam penelitian ini, proses pembentukan katanya dibatasi hanya dengan
data morfem (DM) dan kaidah pembentukan kata.
Proses Morfofononologis (Morfofonemik)
Studi mengenai perubahan-perubahan pada fonem disebabkan oleh hubungan
dua fonem atau lebih serta pemberian tanda-tandanya, disebut morfofonologi atau
Universitas Sumatera Utara
morfofonemik. Morfofonologi (morfofonemik) adalah terjadinya perubahan bunyi
atau perubahan fonem sebagai akibat dari adanya proses morfologi, baik proses
afiksasi, proses reduplikasi maupun proses komposisi.
Gejala morfofonemik timbul apabila fonem-fonem yang bersinggungan
menyebabkan perubahan tertentu pada fonem-fonem tersebut. Perubahan bunyi
fonem terjadi oleh pengaruh lingkungan yang dimasuki oleh tiap morfem. Menurut
Parera (1994:41) bahwa perubahan bentuk sebuah morfem berdasarkan bunyi
lingkungannya ini, yaitu yang menyangkut hubungan antara morfem dan fonem,
disebut perubahan-perubahan morfofonemik. Tipe-tipe perubahan morfofonemik
yang biasa terjadi dan yang pada umumnya ditujukan untuk memperlancar
pengucapan dikarenakan : (1) asimilasi, (2) disimilasi, (3) elipsis, (4) metatesis, dan
(5) sandi.
Asimilasi adalah perubahan morfofonemik tempat sebuah fonem yang
cenderung lebih banyak menyerupai fonem lingkungannya. Asimilasi dapat terbagi
lagi atas asimilasi progresif dan asimilasi regresif. Asimilasi progresif ini terjadi jika
bunyi yang mengalami perubahan terletak di belakang bunyi lingkungannya. Dalam
bahasa Turki /gitti/ ‘ia pergi’ berasal dari /git/ + /di/. Bunyi /t/ mempengaruhi bunyi
/d/ sehingga bunyi itu cenderung menyerupakan diri dan terjadi asimilasi bunyi total.
Sedangkan asimilasi regresif terjadi bila bunyi yang mengalami perubahan dan
penyerupaan terletak di depan bunyi lingkungannya. Misalnya pada kata /imperfek/
yang berasal dari /in/ + /perfek imperfek.
Universitas Sumatera Utara
Disimilasi yaitu perubahan morfofonemik yang terjadi karena fonem seakan-
akan menjauhi persamaan dengan fonem sekitarnya. Dengan kata lain terjadi kelainan
bunyi demi kepentingan kelancaran ucapan. Misalnya, pada kata belajar. Proses ber
+ ajar belajar menunjukkan kelainan itu. Hal ini terjadi karena bunyi /r/ yang
berdekatan cenderung untuk menjadi tidak sama.
Elipsis yaitu perubahan morfofonemik yang terjadi bila dua bunyi yang sama
dalam proses pembentukan kata, salah satu bunyi itu tanggal atau hilang. Misalnya,
pada kata bekerja. Proses ber + kerja bekerja. Terjadi penghilangan bunyi /r/ demi
kelancaran pengucapan.
Metatesis yaitu perubahan dalam urutan fonem-fonem. Metatesis secara
sinkronis jarang terjasi dalam suatu bahasa. Dalam bahasa Indonesia terdapat kata
/lemari/ yang berasal dari bahasa portugis : /almari/
Sandi yaitu proses morfofonemilk yang merupakan proses peleburan atau
sintesis dua fonem vocal atau lebih menjadi satu fonem vocal. Misalnya, pada kata
bhineka diturunkan dari bhina + ika bhineka. Bunyi vokal /a/ bertemu /i/ dan
kemudian melebur menjadi /e/.
2.2. Proses Pembentukan Kata dalam Bahasa Jepang (Gokeisei)
Bahasa yang dibentuk oleh proses morfologis akan membentuk kata-kata
yang secara normal menjadi kata yang beraturan. Pembentukan kata-kata secara
produktif tersebut menggunakan satu atau beberapa proses morfologis. O’Grady dan
Dobrovolsky (1989:100) yang dikutip oleh Ba’dulu dan Herman (2005:30)
Universitas Sumatera Utara
menyatakan bahwa ada dua jenis pembentukan kata yang paling umum, yaitu, (1)
derivasi dan (2) pemajemukan. Keduanya menciptakan kata-kata dari morfem-
morfem yang ada. Derivasi adalah suatu proses, pembentukan suatu kata baru dari
suatu pangkal, biasanya melalui penambahan suatu afiks. Derivasi juga merupakan
suatu proses pembentukan kata yang menghasilkan leksem baru (menghasilkan kata-
kata yang berbeda dari paradigma yang berbeda), dalam pembentukan derivasi
bersifat tidak dapat diramalkan (unpredictable). Pemajemukan adalah suatu proses
yang mencakup penggabungan dua kata (dengan atau tanpa afiks) untuk
menghasilkan suatu kata baru
Koizumi (1993:160) mengemukakan bahwa ada beberapa tipe pembentukan
kata dalam bahasa Jepang, dan hal ini tergantung bentuk katanya, ada juga yang dapat
dilihat dengan memegang strukturnya, dan ada juga yang tidak terlalu rumit yaitu
dapat dengan menebak susunannya saja. Penentuan struktur secara sintaksis lebih
mudah bagi bahasa yang memiliki banyak perubahan bentuk kata, tetapi bagi bahasa
yang miskin akan perubahan kata, maka harus dilihat dari awal sampai akhir urutan
pembentukan kata. Jadi pembentukan kata tergantung juga sifat dari sebuah bahasa.
Samsuri (1994: 190) menyatakan bahwa proses pembentukan kata (derivasi)
dapat dikatakan juga dengan proses morfemis. Proses morfermis adalah cara
pembentukan kata-kata dengan menghubungkan morfem yang satu dengan morfem
yang lain. Proses pembentukan kata dalam bahasa Jepang disebut dengan istilah
gokeisei. Proses pembentukan kata pada umumnya terbagi menjadi tiga bagian yaitu
Universitas Sumatera Utara
(1) pembubuhan afiks/afiksasi (setsuji), (2) proses pengulangan/reduplikasi (jufuku),
dan (3) proses pemajemukan/komposisi (fukugo).
2.2.1. Afiksasi (Setsuji)
J.D. Parera (1994:18) menyatakan bahwa proses afiksasi merupakan satu
proses yang paling umum dalam bahasa. Proses afiksasi terjadi apabila sebuah
morfem terikat dibubuhkan atau dilekatkan pada sebuah morfem bebas secara urutan
lurus. Berdasarkan posisi morfem terikat terhadap morfem bebas tersebut, proses
afiksasi dapat dibedakan atas (1) pembubuhan depan (awalan atau prefiks), (2)
pembubuhan tengah (sisipan atau infiks), (3) pembubuhan akhir (akhiran atau infiks),
dan (4) pembubuhan terbagi (morfem terikat terbagi atau konfiks).
Lebih lanjut lagi, Verhaar (2001:107), mengatakan bahwa di antara proses
morfemis atau pengimbuhan afiks (afiksasi) yang terpenting adalah afiksasi, yaitu
pengimbuhan afiks yang terbagi atas : prefiks, sufiks, infiks, dan konfiks. Prefiks yaitu
pengimbuhan yang diletakkan di sebelah kiri kata dalam proses yang disebut dengan
afiksasi, misalnya pengimbuhan kata { men--} yang ada dalam kata : mendapat,
mencuri, mencuci, mengubah dan sebagainya. Contoh lain adalah pengimbuhan kata
{ber--} pada kata : berjalan, bersepeda, bermain dan sebagainya.
Dalam proses pembentukan kata, terdapat proses pengimbuhan dalam bahasa
jepang yang disebut setsuji yang memegang peranan penting. Setsuji menurut Matsuka
Takahashi dan Takubo Yukinori (1995: 62) yaitu adalah suatu unsur yang menyusun
kata (kata jadian), yang merupakan tambahan pada kata dasar (jadian kata dasar) yang
Universitas Sumatera Utara
berdiri sendiri. Kata yang berada di depan kata dasar disebut settougo dan yang berada
di belakang kata dasar disebut setsubigo". Sedangkan menurut Tokieda Seiki (1955:
583) pengertian Setsuji adalah kata yang tidak digunakan sebagai kata tunggal yang
berdiri sendiri, biasanya digabungkan dengan kata lain dan dilafalkan dalam satu
kesatuan, yang ditambahkan pada susunan kata yang baru.
Setsuji adalah salah satu unsur susunan kata. Biasanya ditambahkan pada kata
lain (kata dasar/goki), tidak berdiri sendiri serta unsur yang membentuk satu kata
dengan diucapkan pada sambungannya. Tambahan lagi menurut Iori dkk (2000:
396) Setsuji
Afiksasi (setsuji) terbagi atas prefiks (settouji), sufiks (setsubiji) dan infiks
(secchuuji). Namun dalam bahasa Jepang afiksasi yang paling dominan adalah prefiks
(settouji) dan sufiks (setsubiji). Dalam bahasa Jepang prefiks disebut dengan settouji
(接頭辞). Prefiks yaitu pengimbuhan yang diletakkan atau yang dimbuhkan di depan
atau di awal kata. Misalnya: (o kyaku = お客= tamu) , (gokazoku = ご家族=
keluarga), dan lain-lain. Dalam bahasa Jepang sufiks disebut dengan setsubiji (接尾
辞). Sufiks yaitu pengimbuhan yang diletakkan yang diimbuhkan di sebelah kanan
kata dalam proses yang disebut dengan sufiksasi, misal pemberian akhiran /-an/ pada
kata : tuntutan, makanan, minuman dan sebagainya Contoh dalam bahasa Jepang
yaitu : (Tanaka-san = 田中ーさん = Tuan Tanakan), (kihonteki = 基本的= pada
adalah kata atau bagian yang membentuk inti kata yang melekat pada kata
dasar (goki) dan merupakan bentuk yang menyatakan arti secara tata bahasa dan lain-
lain, serta menunjukkan kata yang tidak berdiri sendiri".
Universitas Sumatera Utara
dasarnya) dan lain-lain. Infiks yaitu pengimbuhan yang diletakkan dengan penyisipan
di dalam kata itu, misalnya (patuk - pelatuk, tali- temali, gigi - gerigi). Koizumi
(1993:95) menyatakan bahwa dalam bahasa Jepang infiks disebut dengan (secchuuji).
Infiks dalam bahasa Jepang secara umum kurang terlihat. Namu terlihat pada infiks /-
e-/) dalam contoh kata berikut ini : (miru =見る= melihat) (mieru =見える =
kelihatan) (mi + e + ru). Konfiks yaitu pengimbuhan yang diletakkan pada
sebagian di sebelah kiri dan sebagian yang lain di sebelah kanan kata, misal
(perbedaan, persatuan, kecurian, kelihatan). Dalam bahasa Jepang tidak terdapat
konfiks.
Menurut Thimothy Vance (1993:1) prefiks (settouji) yang biasanya sering
dipakai antara lain O(お), SOU(総), GO(ご), SAI(再), SHIN(新),
DAI(大), FU(不), ZEN(全) , HI(非), KAKU(各), KYUU(旧),
ME (女), MA(真), MI(未), MU(無).
Menurut Thimothy Vance (1993:29) sufiks bahasa Jepang (setsubiji) yang
sering dipakai antara lain : TEKI(的) , BETSU(別) , BU(部) , BUTSU
(物), BYOU(病), CHOU(調), CHU(中), DAI(代), DAN(団), DO
(度), HI(費), HIN(品), HOU(法), HON (本) , IN(員), JIN(人),
SHO(所), JOU(上), KA(下), KA(家), KA(化), KAN(感), KEN
(圏), KIN(金), RON(論), RUI(類), RYOKU(力), RYUU(流),
SEI(生), SETSU(説), KAI(会), KAI(界), SA (さ), SAN (さん), SHA
Universitas Sumatera Utara
(者), SHI(士), SHIKI(式), SHIN(心), SOU(層), JOU(場), TAI
(隊), YOU(用), FUU(風), HA(派), ZAI(剤), KOU(工).
Menurut Sugimoto dan Masashi (1994:35), jika dilihat dari segi jenis kata,
setsuji terbagi atas :
1) Setsuji yang berasal dari bahasa Jepang (Wago), yaitu : O(お): (O Sara = お
皿 = piring), GO(ご): (Go Kazoku = ご家族 = keluarga), SA (さ) : (Takasa
= 高さ = tingginya), SAN (さん) : (Tanaka-san = 田中さん = Tuan
Tanaka), HON (本) : (Ippon = 一本= satu batang)
2) Setsuji yang berasal dari bahasa Cina (Kango), yaitu : FU(不): (Fumei = 不
明= tidak jelas). HI(非): (Hisai = 非才= tidak bijaksana), KAKU(各):
(Kakuchi = 各地 = tiap daerah), TEKI(的) : (Rironteki = 理論的 = secara
teoritis), JIN(人)= (Chuugokujin = 中国人= orang Cina), KA(化):
(Risouka = 理想化= idealis), DAI(大): (Daikouzui = 大洪水= banjir besar),
MI(未) : (Mibunseki = 未分析= belum dianalisis), MU(無) =
(Mukeikaku = 無計画= tanpa rencana)
3) Setsuji yang berasal dari bahasa Asing (Gairaigo), yaitu : MAN (マン) : (Eigyo-
man = 栄魚マン= pengusaha), ANCHI(アンチ): (Anchi-kyojin = アンチき
ょじん= anti orang terkemuka), METORU(メトル): (San metoru = 三メト
Universitas Sumatera Utara
ル= tiga meter), KIROGURAMU(キログラム)= (Ichi kiroguramu = いちキ
ログラム= satu kilogram)
RUPIAH(ルピアー): (Hyaku rupiah = 百ルピアー = seratus rupiah)
Terdapat 11 kelompok atau klasifikasi afiksasi bahasa Jepang tersebut yang
dapat dirinci menurut maknanya yaitu sebagai berikut :
1) Afiks (prefiks) yang menyatakan “negasi” yaitu : fu ( 不)、hi ( 否)、mu ( 無)、
mi (未).
Contoh : (fuseikou = 不 成 功 = tidak berhasil) 、 (hitei = 否 定 =
negatif/menyangkal)、(mukankei = 無関係 = tidak ada hubungan)、(mikon= 未
婚 = belum menikah) .
2) Afiks (prefiks)yang menyatakan “betul-betul , sangat, paling” yaitu : ma (真
~)、dai (大~)、sai (最)
Contoh : (masshiro =真っ白 = betul-betul putih)、(daikirai = 大嫌い = sangat
benci)、(saishingata = 最新型 = model paling baru).
3) Afiks (prefiks) yang menyatakan “lagi, yang” yaitu : sai (再~)
Contoh : (saikakunin = 再確認 = konfirmasi lagi)
4) Afiks (sufiks) yang menyatakan “orang / pelaku” yaitu : jin (~人)、sha (~者)、
ka (~家)、 in (~員)、shi (~師)
Universitas Sumatera Utara
Contoh : (nihonjin =日本人= orang Jepang)、(kenkyuusha = 研究者 = peneliti)、
(ongakuka = 音楽家 = musikus)、 (ginkouin = 銀行員 = pegawai bank)、
(bengoshi = 弁護士pengacara)、(kyoushi = 教師 = pengajar).
5) Afiks (sufiks) yang menyatakan “gaya / ala ” yaitu : shiki (~式)、fuu (~風)
Contoh : (nihonshiki = 日本式 = ala Jepang)、 (wafuu = 和風= gaya Jepang)、
6) Afiks (sufiks) yang menyatakan “tujuan penggunaan” yaitu : muke ( ~向け)、
muki (~向き)、you (~用)
Contoh : (kodomomuke = 子供向け = ditujukan untuk anak)、(kyoushimuki = 教
師向き = ditujukan untuk pengajar)、 (jouseiyou = 女性用 = keperluan untuk
kaum wanita)
7) Afiks (sufiks) yang menyatakan “sedang, waktu / masa,” yaitu : chuu (~中)、ji
(~時)、dai (~代)
Contoh : (benkyouchuu = 勉強中= sedang belajar)、(tsuugakuji = 通学時 =
masa anak-anak)、(40 dai = 40代 = umur 40 – an).
8) Afiks (sufiks) yang meyatakan “kecenderungan” yaitu : ge (~げ)、gachi (~が
ち)、gimi (~気味)、ppoi ( ~っぽい)
Contoh : (kurushige = 苦げ = cenderung lelah), (okuregachi = 遅がち =
cenderung terlambat)、 (kazegimi = 風邪気味 = agak pilek)、(kodomoppoi = 子
供っぽい = kekanak-kanakan)
Universitas Sumatera Utara
9) Afiks (sufiks) yang menyatakan “biaya” yaitu : chin (~賃)、hi (~費)、kin (~
金)、ryou (~料)、dai (~代)
Contoh : (yachin = 家賃 = biaya sewa rumah)、 (seikatsuhi = 生活費 = biaya
hidup)、(shougakukin = 奨学金 = beasiswa)、(yuusouryou = 郵送料 = biaya
pengiriman)、 (denwadai = 電話代 = biaya telepon).
10) Afiks (sufiks) yang menyatakan “jamak” yaitu : tachi (~たち)、domo (~ども)、
gata (~方)、ra (~ら)、sho (諸~)
Contoh : (gakuseitachi = 学生たち = para siswa/mahasiswa)、(yakunindomo =
役人ども = para pegawai negeri)、 (senseigata = 先生方 = para guru/dosen)、
(warera = 我ら = mereka-mereka)、 (shodaigaku = 諸大学 = semua perguruan
tinggi).
11) Afiks (sufiks) yang lain, yang termasuk di dalamnya antara lain : teki (~的)
yang menyatakan arti ‘”secara”、rashii ( ~らしい) menyatakan arti “menjadi
seperti”
Contoh : (jidouteki = 自動的 = secara otomatis)、(onnarashii = 女らしい =
seperti wanita).
Seperti telah dijelaskan di atas bahwa dalam proses pembentukan kata, setsuji
memegang peranan penting. Tetapi suatu kata juga dapat dibentuk dengan cara
menggabungkan beberapa morfem bebas. Hasil dari pembentukan kata dalam bahasa
Universitas Sumatera Utara
Jepang sekurang-kurangnya ada empat macam yaitu : (1) haseigo, (2)
fukugougo/goseigo, (3) karikomi/shouryaku, dan (4) toujigo.
Kata yang terbentuk dari penggabungan naiyou-keitaiso dengan setsuji
disebut dengan kata kajian (haseigo). Proses pembentukannya bisa dalam formula :
‘settouji + morfem’ atau ‘morfem + setsubiji’. Awalan (O-, GO-, SU-, MA-, KA-,
SUQ-) dapat digolongkan ke dalam settouji, sedangkan akhiran (sa, mi, teki, suru)
termasuk ke dalam setsubiji. Perhatikan contoh di bawah ini :
O- + nomina : o-kuruma (mobil ; yaitu sebuah ungkapan sopan)
o-kyaku (tamu ; yaitu sebuah ungkapan sopan)
GO- + nomina : go-kazoku (keluarga ; yaitu sebuah ungkapan sopan)
go-shuujin (suami ; yaitu sebuah ungkapan sopan)
SU- + nomina : su-gao (wajah asli ; tanpa bedak, dll)
su-ashi (kaki telanjang)
MA- + nomina : ma-gokoro (setulus hati)
ma-mizu (air muni)
KA- + adjektiva : ka-guroi (hitam pekat; yaitu suatu penegas)
ka-bosoi (sangat tipis)
KO- + adjektiva : ko-gitanai (agak kotor)
ko-urusai (agak ribut)
Fungsi settouji O- dan GO- yaitu sebagai penghalus dan digunakan hanya
untuk orang lain. Fungsi settouji SU- untuk menyatakan arti (asli/polos) sehingga
pada kosakata (sude = tangan kosong) yang berasal dari kata (te = tangan) berubah
Universitas Sumatera Utara
maknanya menjadi (sude = tangan kosong) yang mempunyai makna ‘tidak
menggenggam atau tidak membawa apa-apa. Settouji MA- untuk menyatakan
(kemurnian atau ketulusan), settouji KA- untuk menyatakan arti (sangat), dan KO-
yang menyatakan arti (agak/sedikit). Contoh kata yang merupakan hasil dari
perpaduan antara ‘morfem + setsubiji’ antara lain sebagai berikut :
Gokan dari adjektiva + -SA = nomina : samusa (dinginnya)
takasa (ketinggian)
Gokan dari adjektiva + -MI = nomina: atsumi (ketebalan)
amami (manisnya)
nomina verba + -SURU = verba : benkyousuru (belajar)
undousuru (berolahraga)
nomina + -TEKI = adjektiva : chuushouteki (secara abstrak)
keizaiteki (ekonomis)
Akhiran -SA dan -MI digunakan untuk mengubah adjektiva menjadi nomina,
tetapi tidak semua adjektiva bisa diikuti oleh (-SA) dan (-MI). Begitu pula dengan -
SURU merupakan verba istimewa dalam bahasa Jepang, karena bisa berfungsi
sebagai verba transitif dan juga sebagai verba intransitif. Tidak semua nomina bisa
diikuti oeh -SURU, melainkan terbatas pada nomina yang menyatakan arti suatu
perbuatan atau nomina verba saja. Akhiran -TEKI digunakan untuk mengubah
nomina menjadi adjektiva atau adverbia. Misalnya kata keizaiteki yang berasal dari
kata keizai (ekonomi/perekonomian) yang mendapat akhiran -TEKI yaitu (keizai +
teki) ; (nomina + teki) = adverbia.
Universitas Sumatera Utara
Seperti dalam bahasa Indonesia, bahasa jepang juga memiliki kata ulang yang
merupakan hasil reduplikasi dari fonem , suku kata. Stem, akar kata , kata majemuk
dll.
2.2.2. Reduplikasi (Juufuku、重複)
Reduplikasi adalah perulangan morfem dasar baik secara utuh atau sebagiannya
saja, baik tanpa ataupun dengan imbuhan sekaligus.
Beberapa defenisi reduplikasi reduplikasi (juufuku) seperti dalam kamus besar
bahasa Jepang yaitu kata majemuk yang berasal dari pengulangan kata tunggal yang
sama yang berfungsi untuk memperkuat arti, bentuk jamak pengulangan aksi dan
keadaaan serta menunjukkan kesinambungan, misalnya : wareware (kami), dan
akaaka (merah). Sedangkan dalam kamus linguistik reduplikasi yaitu proses dari
hasil pengulangan satuan bahasa sebagai alat fonologis dan gramatikal, misalnya :
ieie (rumah-rumah).
Cahyono (1995:145-146) mengatakan bahwa reduplikasi adalah pengulangan
bentuk satuan gramatikal, baik seluruhnya maupun sebagian, baik disertai variasi
fonem maupun tidak. Tambahan lagi menurut Chaer (2003:182), mengatakan bahwa
secara umum, reduplikasi merupakan proses morfermis yang mengulang kata dasar,
baik secara keseluruhan, secara sebagian, maupun dengan perubahan bunyi.
Reduplikasi (Juufuku), yaitu pengulangan kata pada bahasa Jepang. Dalam
bahasa Jepang reduplikasi selain disebut dengan istilah juufuku juga disebut dengan
jougo dan choujo. Jougo adalah kata yang dibentuk dengan mengulang satuan atau
unit morfem yang berupa kata atau satu bagian dari kata tersebut.
Universitas Sumatera Utara
1)
Secara umum jougo terbagi atas 3 bagian yaitu :
Kanzen Jougo (完全畳語)
2)
Kanzen Jougo yaitu pengulangan sempurna atau pengulangan seluruh bentuk
dasar tanpa perubahan fonem maupun pengafiksasian. Contohnya : (ieie = rumah-
rumah).
Bubun Jougo (部分畳語)
3)
Bubun Jougo yaitu pengulangan sebagian, contohnya yaitu : (susuru =
menghirup).
Onkoutai Jougo(音交替的畳語)
Onkoutai Jougo yaitu pengulangan berubah bunyi atau pengulangan yang
melibatkan perubahan vokal dan perubahan konsonan. Contohnya : (hitobito =
banyak orang), (samazama = bermacam-macam), dan lain-lain.
1.
Pembagian jougo berdasarkan kelas kata pembentukya yaitu :
2.
Jougo Meishi Dameishi (畳語名詞。代名詞), yaitu pengulangan nomina
dan pronominal. Contohnya : (ieie = rumah-rumah).
3.
Jougo Meishi Dameishi (Rendaku) (畳語名詞。代名詞、連濁) , yaitu
pengulangan nomina dan pronominal dengan perubahan bunyi. Contohnya :
(hitobito = banyak orang).
Jougo Doushi (畳語動詞), yaitu pengulangan verba dengan verba dengan
pengulangan sempurna. Contohnya : (yasumiyasumi = berhenti).
Universitas Sumatera Utara
4.
5.
Jougo Doushi (bubun jougo) (畳語動詞、部分畳語)), yaitu pengulangan
verba sebagian. Contohnya (susuru = menghirup).
6.
Jougo Keiyoushi (畳語形容詞), yaitu pengulangan adjektiva. Contohnya :
(wakawakashii = kemuda-mudaan).
7.
Jougo Fukushi (畳語副詞) , yaitu pengulangan kelas kata adverbia.
Contohnya : (tokidoki = kadang-kadang).
8.
Jougo Giongo Gitaigo (畳語擬音語擬態語) , yaitu pengulangan bunyi
tiruan suara (anematope). Contohnya yaitu : (dokidoki = ‘deg-deg’).
9.
Jougo Gairaigo (畳語外来語), yaitu pengulangan yang berasal dari kata
atau serapan bahasa asing. Contohnya : (teburuteburu = meja-meja).
Jougo Shuujougo (畳語集畳語), yaitu pengulangan dari kumpulan kata
ulang. Contohnya : (achirakochira =disana-sini).
1)
Koizumi (1993: 108-109) membagi reduplikasi dalam bahasa jepang (jufuku)
menjadi dua bagian, yaitu :
Reduplikasi kata dasar (gokan no juufuku,語幹の重複)
Reduplikasi ini berasal dari pengulangan dari bentuk dasarnya.
2) Reduplikasi Afiksasi (gokan no juufuku to setsuji、語幹の重複と接辞)
Contoh :’hitobito’ (人々)、’yamayama’ (山々).
Reduplikasi ini merupakan pengulangan yang berasal dari akibat mengalami
proses afiksasi (pengimbuhan).
Universitas Sumatera Utara
Contoh : /waka-i/ (若い ) => (waka-waka-shii = 若々しい = kemuda-mudan)
Dalam bahasa Jepang, anomatope juga
1.
merupakan unsur yang mengalami
proses ulangan. Koizumi (1993:108) juga membagi kata ulang (juufuku) yang berasal
dari anomatope atau tiruan bunyi /suara yaitu:
Gitaigo (擬態語)
2.
Gitaigo (擬態語), yaitu bunyi bahasa yang diungkapkan seperti keadaan
bendanya atau bunyi bahasa yang timbul dengan melihat keadaan bendanya.
Cth : (hyu hyu = bunyi angin).
Giongo (擬音語)
Giongo (擬音語 ), yaitu bunyi bahasa atau suara yang menyerupai suara
benda atau hewan. Contoh : (wan wan = suara gonggongan anjing).
2.2.3. Pemajemukan/ Kata Majemuk (Fukugo、複合)
Komposisi yang disebut juga dengan istilah kata majemuk dalam bahasa
Jepang disebut dengan fukugo. Kata majemuk (fukugo) yaitu penggabungan dua buah
kata yang membentuk satu kata baru.
Dalam bahasa Jepang, menurut Koizumi (1993:109) kata majemuk bahasa
Jepang adalah merupakan penggabungan beberapa morfem yang terbagi atas berbagai
variasi. Defenisi yang lain dari kata majemuk (fukugougo atau disebut juga
gouseigo) yaitu kata yang terbentuk sebagai hasil penggabungan beberapa ‘morfem
Universitas Sumatera Utara
isi’. Misalnya : pada kata ‘ama-gasa’ (payung hujan) berasal dari nomina ‘ame’
(hujan) dan nomina ‘kasa’ (payung).
Berikut adalah
a)
komposisi atau kata majemuk bahasa Jepang (fukugo)
berdasarkan kelas kata yang membentuknya:
b)
Nomina (meishi) + Nomina (meishi) (tegami = surat) (te + kami) 手紙
「テ+ガミ」
c)
Nomina(meishi) + Verba (doushi) (bonodori = tarian bon) (bon + odori )
ボン踊り「ボン+オドリ」
d)
Nomina (meishi) + Adjektiva (keiyoushi) (nakayoku = akrab) (naka +
yoku) 仲良く「ナカ+ヨク」
e)
Verba (doushi) + Nomina (meishi) (iriguchi = pintu masuk) ( iri + guchi)
入り口 「イリ+グチ」
f)
Verba (doushi) + Verba (doushi) (hikidasi = laci) (hiki + dashi) 引き出
し「ヒキ+ダシ」
g)
Verba (doushi) + Adjektiva (keiyoushi) (torinikui = sulit diambil) (tori +
nikui) 取り難い 「トリ+ニクイ」
h)
Adjektiva (keiyoushi) + Nomina (meishi) (wakamono = anak muda) (waka
+ mono) 若者「ワカ+モノ」
Adjektiva (keiyoushi) + Verba (doushi) (yasuuri = Obral) (yasu + uri) 安
売り「ヤス+ウリ」
Universitas Sumatera Utara
i) Adjektiva (keiyoushi) + Adjektiva (keiyoushi) (kireizuki = suka kebersihan)
(kirei + suki) 綺麗好き「キレイ+ズキ」
1. Hubungan pelengkap (
Dalam bahasa Jepang, Nomura (1992:185) juga membagi komposisi atau
kata majemuk (fukugo) menjadi 3 polayaitu :
a) Nomina (meishi) + Adjektiva (keiyoushi) ( irojiro = warna putih) (iro +
jiro) 色白「イロ+ジロ」
hosokukankei, 補足関係), yaitu pada :
b) Nomina (meishi) + Verba (doushi) (higure = matahari terbenam) (hi +
gure) 日暮れ「ヒ+グレ」
2. Hubungan penerang (
Adjektiva (keisyoushi) + Verba (doushi) (hayaoki = bangun cepat) (haya
+ oki) 早起き「ハヤ+オキ」
shuushokukankei, 修飾関係), yaitu pada :
Verba (doushi) + Verba (doushi) (tachiyomi = membaca sambil berdiri)
(tachi + yomi) 立ち読み 「タチ+ヨミ」
Adjektiva (keiyoushi) + Nomina (meishi) (marugao = wajah bulat) (maru
+ gao) 丸顔「マル+ガオ」
Verba (doushi) + Nomina (meishi) (uchikizu = luka memar) (uchi + kizu)
うち傷 「ウチ+キズ」
Nomina (meishi) + Nomina (meshi (hondana = rak buku) (hon + dana) )
本棚「ホン+ダナ」
Universitas Sumatera Utara
3. Hubungan perlawanan (
Nomina (meishi) + Nomina (meishi) (ashikoshi = kaki dan pinggang)
(ashi + koshi) 足腰「アシ+コシ」
tairitsukankei, 対立関係), yaitu pada :
Verba (doushi) + Verba (doushi) (urikai = jual beli) (uri + kai) 売り買
い「ウリ+カイ」
Adjektiva (keiyoushi) + Adjektiva (keiyoushi) (sukikirai = suka tak suka)
(suki + kirai) 好き嫌い 「スキ+キライ」
Menurut Sutedi (2003:46) fukugougo atau gouseigo merupakan kata yang
terbentuk dari penggabungan beberapa buah morfem isi. Beberpa contohnya yang
lain yaitu sebagai berikut :
a) Dua buah morfem isi
Nomina (meishi) + nomina (meishi) (hondana = rak buku) (hon + dana)
本棚 「ホン+ダナ」
b) Morfem isi + imbuhan (setsuji)
Nomina (meishi) + verba (doushi) (Tokyo iki = pergi) (tokyo + iki) 東
京行き「トウキョ+イキ」
Verba (doushi) + nomina (meishi) (yakiniku = daging bakar) (yaki +
niku) 焼肉「ヤキ+ニク」
Verba(doushi) + verba (doushi) = verba (doushi) (urikiru = habis terjual)
(uri + kiru) 売り切る 「ウリ+キル」
Universitas Sumatera Utara
Verba + verba = nomina = (kashidashi = rental) (kashi+ dashi) 貸し出
し「カシ+ダシ」
Cara pembentukan kata majemuk yang lainnya, yaitu ‘shouryaku/karikomi’
dan ‘toujigo’. Karikomi merupakan akronim yang berupa suku kata (silabis) dari
kosakata aslinya, sedangkan toujigo merupakan singkatan huruf pertama yang
dituangkan dalam huruf alfabet (romaji). Perhatikan contoh berikut :
a) Contoh Karikomi/Shouryaku :
Terebishon terebi (TV)
Paasonaru konpyuuta pasokon (komputer pribadi)
Tokyou daigaku toudai (Universitas Tokyou)
b) Contoh Toujigo
Nippon Housou Kyoukai NHK (siaran TV Jepang)
Water Closet WC (kamar kecil)
2.3. Perubahan Bentuk Kata Dalam Bahasa Jepang (Katsuyoukei)
Jenis perubahan adjektiva (keiyoushi) dalam bahasa Jepang hampir sama
dengan jenis perubahan verba, tetapi tidak ada perubahan ke dalam bentuk bentuk
perintah (meireikei). Ini hal yang wajar karena adjektiva (keiyoushi) dalam bahasa
Jepang, yaitu kata yang berfungsi untuk menunjukkan keadaan, keinginan, sifat, atau
perasaan, maupun permintaan yang diakhiri dengan huruf /i/ dan /na/ atau /da/.
Dimana dalam bentuk meireikei merupakan sebagai bentuk perintah atau menyuruh
Universitas Sumatera Utara
sudah dianggap menyatakan suatu keadaan dari suatu keinginan dari sesuatu perasaan
seseorang kepada orang lain.
Dalam bahasa Jepang i-keiyoushi memiliki akhiran-i (gobi-i) dan na-keiyoushi
memiliki akhiran-na (gobi-na). Bagian yang mengalami perubahan dalam i-keiyoushi
yaitu fonem /i/ (い), sedangkan pada na-keiyoushi yang disebut juga keiyoushi-da,
yang mengalami perubahannya adalah /da/ (だ).
Kata-kata yang termasuk dalam i-keiyoushi dapat membentuk kalimat
(bunsetsu) walaupun tanpa bantuan kelas kata lain. Setiap kata yang termasuk i-
keiyoushi selalu diakhiri silabel /i/ (い ) dalam bentuk kamusnya, dapat menjadi
predikat, dan dapat menjadi kata keterangan yang menerangkan kata lain dalam suatu
kalimat. Kelas kata ini mempunyai potensi untuk menjadi sebuah kalimat.
Kata-kata ’yuumei’ yang makna leksikalnya terkenal, ’kirai’ yang makna
leksikalnya benci, dan ’kirei’ yang makna leksikalnya cantik atau bersih atau indah,
seringkali kata-kata tersebut dianggap i-keiyoushi karena kata-kata tersebut
berakhiran silabel /i/ (い). Tetapi kata-kata tersebut termasuk dalam na-keiyoushi
karena dalam bentuk kamusnya berakhiran silabel /na/ (な) yaitu yuumei-na, kirai-na,
dan kirei-na.
Dalam bahasa Jepang perubahan bentuk kata yaitu terjadi pada kelas kata
verba (doushi) , adjektiva (keiyoushi) dan kopula (joudoushi) disebut konjugasi
(katsuyou). Dalam penelitian ini akan dibahas perubahan bentuk kata atau konjugasi
mengenai adjektiva ( keiyoushi). Menurut Masao (1989:150) di dalam katsuyoukei
Universitas Sumatera Utara
terdapat enam macam perubahan yaitu sebagai berikut : Mizenkei ( 未然形 ),
Ren’youkei (連用形), Shuushikei (終止形), Rentaikei (連体形), Kateikei (仮定形)
dan Meireikei (命令形 ). Keenam macam perubahan bentuk ini memiliki pola
perubahan tertentu sesuai dengan fungsi kata sifatnya.
1. Mizenkei (未然形)
Mizenkei yaitu menyatakan bahwa aktivitas atau tindakannya belum dilakukan
atau belum dilakukan atau belum terjadi sampai sekarang. Bentuk ini diikuti fonem
/u/. Misalnya pada bentuk i-keiyoushi pada kata mijikai miijikarou. Pada bentuk
na-keiyoushi pada kata kirei na kirei darou.
2. Ren’youkei (連用形)
Renyoukei yaitu menyatakan kemajuan atau kelanjutan suatu aktivitas. Oleh
karena bentuk ini pun dapat diikuti yougen. Bentuk ini diikuti ’ta’, ’aru’, tau ’naru’.
Misalnya pada bentuk i-keiyoushi pada kata chiisai chisaku naru, chisakatta. Pada
bentuk na-keiyoushi pada kata kirai na kirai datta, kirai de aru, kirai ni naru.
3. Shuushikei (終止形)
Shuushikei yaitu menyatakan bentuk dasar adjektiva (keiyoushi) yang dipakai
sewaktu mengakhiri ujaran. Pada bentuk i-keiyoushi akan tetap berakhiran /i/ (い),
sedangkan pada bentuk na-keiyoushi akan berakhiran /da/ (だ). Misalnya pada bentuk
i-keiyoushi pada kata mazui mazui. Pada bentuk na-keiyoushi pada kata yuumei na
yuumei da.
Universitas Sumatera Utara
4. Rentaikei (連体形)
Rentaikei yaitu bentuk yang diikuti taigen seperti kata toki. Bentuk dasar
ataupun bentuk kamus pada adjektiva (keiyoushi) nya diikuti kata ’toki’. Misalnya
pada bentuk i-keiyoushi pada kata takai takai toki. Pada bentuk na-keiyoushi pada
kata shizuka na shizuka na toki.
5. Kateikei (仮定形)
Kateikei yaitu menyatakan bentuk pengandaian, merupakan bentuk yang
diikuti oleh ’ba’. Pada bentuk i-keiyoushi akan menggunakan bentuk ’kereba’
sedangkan pada bentuk na-keiyoushi akan menggunakan bentuk ’naraba’. Misalnya
pada bentuk i-keiyoushi pada kata muzukashii muzukashiikereba. Pada bentuk na-
keiyoushi pada kata yuumei na yuumei naraba.
6. Meireikei (命令形)
Meireikei yaitu menyatakan
perubahan bentuk menyuruh atau bentuk
perintah. Dalam adjektiva tidak banyak mengalami perubahan bentuk dan biasanya
tetap ada dalam bentuk asalnya atau bentuk kamusnya. Seperti telah disampaikan
diatas bahwa adjektiva sendiri sudah merupakan suatu kelas kata yang menyatakan
keadaan atau keinginan seseorang. Namun kelas kata lain seperti dalam kelas kata
verba terdapat perubahan bentuk meireikei, contohnya seperti : (ike = 行け= pergi),
(damare = だまれ!= diam) dan lain-lain.
Universitas Sumatera Utara
2.4. Adjektiva/Kata Sifat Bahasa Jepang (Keiyoushi)
2.4.1. Pengertian Adjektiva/Kata Sifat Bahasa Jepang (Keiyoushi)
Adjektiva (keiyoushi) adalah salah satu jenis kata yang mengutarakan
atau mengungkapkan perasaan (psikis), perasaan yang dimiliki manusia, keadaan, dan
kesan penilaian terhadap sifat sesuatu yang berkaitan dengan orang, benda atau suatu
hal, serta keadaan makhluk hidup dan manusia
Shadan Houjin (1990:448) juga menjelaskan bahwa adjektiva (keiyoushi)
merupakan salah satu jenis kata. Kesan dan pertimbangan terhadap semua yang tidak
bersifat watak dan keadaan suatu peristiwa, keadaan seseorang, dan lain-lain.
Menunjukkan perasaan emosi, rasa, dan lain-lain yang dimiliki oleh seseorang
dengan bahasa yang mengaplikasikan kata sifat dan termasuk pada kata yang dapat
menjadi predikat.
. Menurut Kitahara dalam Sudjianto
dan Ahmad Dahidi (2004:154). Adjektiva (keiyoushi) adalah kelas kata yang
menyatakan sifat atau keadaan sesuatu, dan keiyoushi dengan sendirinya dapat
menjadi predikat dan dapat mengalami perubahan bentuk .
Menurut Situmorang (2007:28) jika dilihat dari huruf kanjinya, kata Keiyoushi
( 形容詞) terdiri dari tiga buah huruf kanji, yaitu :
形 = yang dibaca Kei yang berarti bentuk, rupa, corak atau potongan.
容 = yang dibaca You yang berarti lukisan, perumpamaan, kiasan atau ibarat.
詞 = yang dibaca Shi yang berarti kata
Menjadi : keiyoushi = 形容詞 = kata bentuk keadaan.
Universitas Sumatera Utara
Adjektiva mempunyai kata keterangan yang mengikutinya. Kata yang dapat
menerangkan adjektiva disebut dengan shushokugo. Kata keterangan yang dapat
menerangkan adjektiva yaitu sebagai berikut :
1) Adjektiva dapat diberikan keterangan perbandingan, seperti : Sukoshi = すこし=
sedikit, chotto = ちょっと, ikuraka = いくらか = beberapa, donokurai = どの
くらい = berapa, seberapa, onajikurai =同じくらい= hampir sama. Contohnya :
chotto muzukashii =ちょっと難しい=sedikit sulit.
2) Adjektiva dapat diberikan keterangan penguat, seperti : Totemo = とても= sangat,
hijou ni = 非常に = sangat, hontou ni = 本当に= benar-benar, kanari = かなり
= lumayan, sugoku =すごく= benar-benar, motto = もっと= lebih . Contohnya :
totemo kanashii = とても悲しい= sangat sedih.
3) Adjektiva dapat diberikan kata keterangan untuk mengingkari sesuatu hal dengan
kata ingkar tidak yang biasanya dipakai untuk bentuk negatif /-nai/. Kata
keterangan yang mengikuti adjektiva dalam bentuk ingkar yang memiliki arti
tidak seperti : Amari = あまり, sonnani = そんなに, zenzen = ぜんぜん,
mattaku = まったく. Contohnya : zenzen itakunai = ぜんぜん痛くない = tidak
sakit
Adjektiva (keiyoushi) dalam bentuk prenomina (sebagai pewatas) berakhiran
dengan akhiran /i/ (い) dan /na/ (な). Adjektiva (keiyoushi) dalam bahasa Jepang ada
dua macam golongan yaitu adjektiva I yang berakhiran huruf-i atau /i/ (い) disebut
Universitas Sumatera Utara
dengan i-keiyoushi dan adjektiva II yang berakhiran- /na/ (な) atau /da/ (だ
Adjektiva (keiyoushi) bahasa Jepang merupakan kelas kata yang dapat berdiri
sendiri dan memiliki makna sendiri. Adjektiva (keiyoushi) bahasa Jepang merupakan
kelas kata yang dapat mengalami perubahan bentuk (katsuyoukei) yang disebut
dengan yougen. Perubahan bentuk adjektiva tersebut dikarenakan adjektiva
merupakan kelas kata yang sangat fleksibel dalam pembentukan kata adjektiva itu
sendiri.
) yang
disebut na-keiyoushi atau keiyoudoushi.
Sutedi (2003: 58-59) mengemukakan bahwa jenis perubahan adjektiva
(keiyoushi) dalam bahasa Jepang hampir sama dengan perubahan verba, hanya saja
dalam keiyoushi tidak ada perubahan dalam bentuk meireikei (perintah). Hal ini di
karenakan makna adjektiva (keiyoushi) dalam bahasa Jepang merupakan kata yang
berfungsi untuk menunjukkan keadaan, sifat, atau perasaan yang diakhiri dengan
huruf /i/ atau /da/.
Adjektiva-i (i-keiyoushi) memiliki pembentukan kata, perubahan bentuk kata
dan penempatan posisi dalam kalimat pada tata bahasanya yang kebanyakan sama
dengan verba (doushi) sedangkan adjektiva-na (na-keiyoushi) hampir mirip dengan
nomina (meishi).
Universitas Sumatera Utara
2.4.2. Fungsi Adjektiva/Kata Sifat Bahasa Jepang (Keiyoushi)
Menurut Arakawa (1989:39), bahwa fungsi utama kata sifat atau adjektiva
(keiyoushi) dalam bahasa Jepang adalah sebagai atributif dan predikatif. Oleh karena
fungsinya sebagai atributif maupun predikatif dalam kalimat maka pelekatan dan
penggunaannya pun memiliki aturan tertentu dalam tata bahasa Jepang. Pemakaian
kata sifat bahasa Jepang diletakkan di depan kata benda (Hukum MD). Bahasa Jepang
yang juga menggunakan Hukum MD, seperti Bahasa Inggris. Jadi hal ini kebalikan
dari susunan bahasa Indonesia (Hukum DM).
Contoh : 1. Kata sifat atau adjektiva golongan I : 赤いりんご akai ringo (apel
merah), 大きい家 Ookii uchi (rumah besar)
2. Kata sifat adjektiva golongan II: きれいな花 Kireina hana (bunga
indah)
Berikut beberapa fungsi serta penggunaan kata sifat dalam bahasa Jepang :
1. Fungsi Atributif (Sebagai Keterangan Kata Benda)
Dalam hal ini, kata sifat berfungsi untuk menerangkan sifat/keadaan dari kata
benda. Untuk kata adjektiva-i (i-keiyoushi), langsung digabungkan dengan kata benda
yang dimaksud tanpa mengalami prubahan bentuk kamusnya atau perubahan bentuk
asalnya dan tidak menghilangkan akhiran /-i/ nya. Formulanya :
Adjektiva-I + nomina
Universitas Sumatera Utara
Sedangkan pada adjektiva-na (na-keiyoushi) di antara kata sifat dan kata benda
disisipkan /na/ (
な). Formulanya :
2. Fungsi Predikatif
Jika akan menggunakan dua atau lebih kata sifat dalam sebuah frase yang
menerangkan kata benda, maka bentuk yang digunakan adalah bentuk asli (tidak
mengalami konjugasi).
Taeko Kamiya (2002:12) menyatakan bahwa adjektiva-i (i-keiyoushi), ketika
digunakan sebagai predikat, berfungsi seperti kata kerja. Pada fungsi predikatif,
adjektiva menjadi sebagai penjelasan utama keadaan dari subjeknya. Formulanya :
3. Fungsi Menjelaskan Verba (doushi)
Kata sifat atau adjektiva digunakan sebagai kata keterangan untuk
menjelaskan kata kerja, kata sifat dan kata keterangan. Untuk adjektiva-i (i-
keiyoushi), bentuk adverbial (kata keterangan) diperoleh dengan mengubah huruf
akhir /i/ menjadi /ku/ dan
Adjektiva-na (な) + nomina
Nomina wa/ga + adjektiva + desu/da Nomina は/が + adjektiva + desu/da
Adjektiva-i –/ku/ + verba Adjektiva いーく + verba
Universitas Sumatera Utara
Sedangkan untuk adjektiva-na (na-keiyoushi), dengan menambahkan /ni/
setelah adjektivanya. Formulanya :
2.4.3. Jenis-Jenis Adjektiva Bahasa Jepang (Keiyoushi)
2.4.3.1. Adjektiva golongan I/Adjektiva– i (I-Keiyoushi)
Adjektiva-i (i-keiyoushi) merupakan kelas kata sifat golongan I. Menurut
Kitahara (1995:82) bahwa adjektiva-i (i-keiyoushi) sering disebut juga keiyoushi yaitu
kelas kata yang menyatakan sifat atau keadaan sesuatu, dengan sendirinya menjadi
predikat dan dapat mengalami perubahan bentuk.
Setiap kata yang termasuk i-keiyoushi selalu diakhiri /i/ (い). Dalam bentuk
kamusnya, adjektiva-i (i-keiyoushi) dapat menjadi predikat, dan juga dapat menjadi
kata keterangan yang menerangkan kata lain dalam sebuah kalimat. Adjektiva-i (i-
keiyoushi) selalu diakhiri hiragana /i/ (い) seperti /ii/, /ai/, /oi/, /ui/. Akhiran /i/ (い)
Ini adalah okurigana yaitu bagian yang akan berubah-ubah pada saat terjadi konjugasi
adjektivanya. Contohnya : muzukashii (sulit/sukar/susah), chisai (kecil), omoshiroi
(menarik), dan warui (jelek/buruk).
Adjektiva-i (i-keiyoushi) biasanya selalu berakhiran /i/ (い ), namun ada
beberapa adjektiva-na (na-keiyoushi) yang diakhiri /i/ (い) seperti misalnya yumei
(mimpi), kirai (benci), dan kirei (cantik, indah, bersih). Contohnya pada kata kirei na
Adjektiva-na--/ni/ + verba Adjektiva なーに + verba
Universitas Sumatera Utara
(cantik, indah, bersih yang ditulis dalam hiragananya 「きれい (な)」. Cara
membedakannya yaitu adjektiva-na yang diakhiri 「い」 dan umumnya ditulis
dengan hiragana: 「きれい」 dan 「嫌い」. Adjektiva-na (na-keiyoushi) lain yang
diakhiri 「い」 biasanya ditulis dengan kanji jadi dapat dilihat bahwa itu bukan
adjektiva-i (i-keiyoushi). Contohnya, 「きれい」 jika ditulis dengan kanji adalah 「
綺麗 」 atau 「奇麗
1. Ciri-ciri i-keiyoushi
」, dan karena 「い」-nya merupakan bagian dari kanji
「麗」, maka dapat diketahui bahwa itu tidak mungkin merupakan adjektiva-i. Ini
karena inti utama 「い」 pada adjektiva-i adalah memungkinkan dilakukannya
konjugasi tanpa mempengaruhi kanjinya, walaupun berakhiran /i/ (い) tapi tidak
termasuk i-keiyoushi karena dalam bentuk kamusnya berakhiran /da/ (だ).
a) Dapat berdiri sendiri.
b) Menunjukkan sifat atau keadaan sesuatu benda.
c) Mempunyai perubahan bentuk (konjugasi).
d) Selalu berakhiran /i/.
e) Dapat menjadi predikat.
2. Jenis-jenis i-keiyoushi
Menurut Shimizu (2000:46) i-keiyoushi dibagi menjadi dua macam yaitu :
Universitas Sumatera Utara
1. Zokusei keiyoushi yaitu kelompok i-keiyoushi yang menyatakan sifat atau keadaan
secara objektif. Misalnya : takai (tinggi; mahal), nagai (panjang), hayai (cepat),
omoi (berat), akai (merah) dan sebagainya.
2. Kanjou keiyoushi, yaitu kelompok i-keiyoushi yang menyatakan perasaan atau
emosi secara subjektif. Misalnya : ureshii (senang), kanashii (sedih), kowai
(takut) dan sebagainya.
Menurut Situmorang (2007:28) Keiyoushi atau I-Keiyoushi dibagi menjadi
tujuh jenis dilihat dari artinya, yaitu:
1) Keiyoushi yang mengutarakan bentuk benda. Contoh :(marui = 丸い= bulat ,
(shikakui = 四角い= persegi empat) , (hosoinagai = 細長い = panjang kurus/
sempit) , (hiratai = 平たい= datar) , (surudoi = 鋭い = tajam).
2) Keiyoushi yang mengutarakan jumlah atau volume benda. Contoh : (ooki = 大き
い= besar , 小さい = kecil) , (komakai = 細かい = halus, mendetail) , (nagai =
長い = panjang) , (atsui= 厚い = tebal).
3) Keiyoushi yang menunjukkan sifat benda. Contoh : (katai = 固い= keras),
yawarakai = 柔らかい= lembek/ lembut) , (atsui = 熱い= panas) , (shiroi = 白
い= putih) , (akai = 赤い= merah).
4) Keiyoushi yang berhubungan dengan mutu. Contoh : (warui = i悪い= jelek) ,
(utsukushii = 美しい = cantik), (konomashiii = 好ましい = suka, menarik hati) ,
(kitanai = 汚い= kotor) , (omoshiroi = 面白い = menarik).
Universitas Sumatera Utara
5) Keiyoushi yang berhubungan dengan nilai benda. Contoh : (subarashii = 素晴ら
しい= hebat) , (yasashii = 優し い = baik hati ), (ikameshii = 厳しい = keras,
sungguh-sungguh), (mutsumajii = 睦まじい= ramah, bersahabat).
6) Keiyoushi yang berhubungan dengan nilai bunyi-bunyian . Contoh : (yakamashii
= 喧しい= riuh, bising), (sawagashii = 騒がしい = gaduh, riuh).
7) Keiyoushi yang mengutarakan makna gerakan. Contoh : (hayai = 早い =
kencang), (osoi = 遅 = lambat, pelan-pelan) , (noroi = のるい = pelan-pelan)
2.4.3.2. Adjektiva Golongan II/ Adjektiva–na/-da (Na -Keiyoushi/Keiyoudoushi)
Adjektiva-na atau adjektiva-da (na-keiyoushi/keiyoudoushi) merupakan
kelas kata sifat golongan II. Iwabuchi (1989:96) menyatakan bahwa na-keiyoushi
sering disebut juga keiyoudoushi (yang termasuk jenis jiritsugo) yaitu kelas kata yang
dengan sendirinya dapat membentuk sebuah kalimat (bunsetsu), dapat berubah
bentuknya (termasuk jenis yougen), dan bentuk shuushikei-nya berakhir dengan (だ)
da atau desu (です ). Oleh karena perubahannya mirip dengan verba (doushi)
sedangkan artinya mirip dengan adjektiva (keiyoushi), maka kelas kata ini diberi
nama keiyoudoushi.
Adjektiva-na atau adjektiva-da (na-keiyoushi/keiyoudoushi) pada
dasarnya berperilaku seperti nomina. Satu perbedaan utamanya adalah adjektiva-na
dapat memodifikasi nomina yang mengikutinya dengan menyelipkan /na/「な」 di
Universitas Sumatera Utara
antara adjektiva dan nominanya yang disebut adjektiva-na. Contohnya, ’shizuka na
hito’ = 静かな人
Terbalik dengan bahasa Indonesia, pada bahasa Jepang disebutkan sifatnya
dulu sebelum bendanya. Lalu, /na/「な」 dapat dianggap seperti "yang" pada bahasa
Indonesia: yang berfungsi menghubungkan benda dan sifatnya. Hanya saja, dalam
bahasa Indonesia seringkali dapat ”membuang yang" (misalnya "orang pendiam")
tanpa ada perubahan arti, pada bahasa Jepang adjektiva-na
= Orang yang pendiam.
selalu
Selain memodifikasi nomina menggunakan /na/「な」 , dapat dikatakan
bahwa "suatu nomina" bersifat "suatu adjektiva" dengan menggunakan partikel topik
atau identifikasi, mengikuti pola [nomina] [partikel] [adjektiva]. Contohnya adalah
’hito wa shizuka’「
membutuhkan /na/
「な」. Sedangkan dalam terjemahan bahasa Indonesia kata "yang" dapat diabaikan.
人 は 静か 」. Ini pada dasarnya sama dengan menyatakan
keadaan benda. Namun, karena tidak mungkin "suatu adjektiva" menjadi "suatu
nomina", maka tidak dapat mengatakan [adjektiva] [partikel] [nomina] (misalnya
tidak mungkin kata ’shizuka na hito’ (静かな人 = Orang yang pendiam) menjadi
’shizuka ga hito’「静か が 人
Na-keiyoushi sering disebut keiyoudoushi yaitu kelas kata yang dengan
sendirinya dapat membentuk sebuah kalimat (bunsetsu), dapat berubah bentuk dan
」adalah salah). Ini cukup jelas karena, misalnya,
seseorang mungkin saja bersifat pendiam, tapi mengatakan bahwa sifat pendiam
adalah orang tidaklah masuk akal.
Universitas Sumatera Utara
bentuk shuushikei –nya berakhiran /da/ ( だ
Pada adjektiva-na (na-keiyoushi) terdapat kata keterangan yang dapat
menerangkan atau menjelaskan bentuk dari kata sifat. Seperti : (taihen = 大変な =
sangat susah), (totemo = とても= sangat, sekali), (chotto = ちょっと= Agak/sedikit),
(amari = あまり= tidak begitu) yang diikuti pola kalimat negatif), (tabun = たぶん=
mungkin).
) atau /desu/ ( で す ). Karena
perubahannya mirip dengan doushi sedangkan artinya mirip dengan keiyoushi,
sehingga kelas kata ini disebut keiyoudoushi.
Pada adjektiva-na (na-keiyoushi) ada juga yang terbentuk akibat reduplikasi
seperti : いろいろな(iroiro na = macam-macam), さまざまな (samazama na =
macam-macam), ざらざらな(zarazara na = kasar), dan lain-lain.
1. Ciri-ciri na-keiyoushi atau keiyoudoushi
a) Dapat berdiri sendiri.
b) Menunjukkan sifat atau keadaan sesuatu benda.
c) Mempunyai perubahan bentuk (konjugasi).
d) Selalu berakhiran /na/ atau /da/
e) Dapat menjadi predikat.
2. Jenis-jenis na-keiyoushi
Menurut Shimizu (2000:46-47) na-keiyoushi dibagi menjadi dua macam yaitu :
Universitas Sumatera Utara
1. Keiyoudoushi yang menyatakan sifat, misalnya : shizuka da (sepi), kirei da (cantik,
indah, bersih), sawayaka da (segar), akiraka da (jelas), sakan da
(makmur/populer), kenkooteki da (sehat), dan sebagainya.
2. Keiyoudoushi yang menyatakan perasaan, misalnya : iya da (tidak senang),
zannen da (menyesal), yukai da (senang), fushig ida (aneh), suki da (suka), kirai
da (benci), heiki da (tenang/tidak memperhatikan) dan sebagainya.
2.5. Penelitian Terdahulu
Dalam penelitian ini penulis memperoleh referensi dari penelitian-penelitian
terdahulu yang telah ditulis dan diteliti oleh para peneliti linguistik umum maupun
peneliti dan pembelajar ilmu bahasa Jepang yang memiliki relevansi dalam kajian
penelitian yang akan diteliti oleh penulis.
Penelitian mengenai Linguistik bahasa Jepang banyak diteliti khususnya oleh
Hirai Masao (1989), Shimizu (2000), Kitahara (1995), Hamzon Situmorang (2007),
Sutedi Dedi (2003), Sudjianto dan Ahmad Dahidi (2004), dan Adriana Hasibuan
(2003) yang kemudian mereka banyak memuat penelitiannya ke dalam buku-buku
maupun artikel dan jurnal.
Para peneliti di atas banyak menuangkan ide, pendapat maupun teori yang
menjadi acuan dalam penelitian ini. Peneliti mengambil beberapa penelitian terdahulu
yang menjadi acuan dasar munculnya suatu masalah fenomena kebahasaan yang
secara spesifik khususnya masalah fenomena kebahasaan pada adjektiva bahasa
Jepang yang diteliti khususnya bagi para pembelajar bahasa Jepang dari Indonesia.
Universitas Sumatera Utara
Berikut penelitian terdahulu yang menjadi ide peneliti untuk mengambil tema pokok
bahasan baru mengenai pembentukan kata dan perubahan bentuk kata pada adjektiva
bahasa Jepang.
1. Analisis Morfologi Verba Bahasa Jepang oleh Adriana Hasibuan (2003)
Penelitian ini menjelaskan proses morfologis kelas kata verba (doushi) dalam
bahasa Jepang. Peneliti menguraikan proses morfologis kelas kata verba mulai dari
kata kerja I, II dan III.
2. Afiks (suffiks) Bahasa Jepang yang Menyatakan “Orang” oleh Renariah (2005)
Peneliti meneliti afiksasi khusnya sufiks yang menyatakan ”orang”, kemudian
mengelompokkannya menjadi beberapa bagian dan menganalisis pembentukannya.
3. Afiksasi Bahasa Bali :Sebuah kajian morfologi Generatif’ oleh I Wayan Simpen
(2008)
Artikel ini membahas mengenai proses pengafiksasian yang terdapat dalam
bahasa Bali kemudian menguraikan pembentukannnya dengan menggunakan teori
morfologi generatif.
4. Analisis Makna Kata Chiisai, Komakai dan Kuwashii dalam Kalimat Bahasa
Jepang (Ditinjau dari Segi Semantik) oleh Khairina Iasha (2010)
Penelitian ini membahas secara spesifik salah satu jenis adjektiva-i (i-
keiyoushi) yaitu kata chisaii, komakai, dan kuwashii yang memiliki kesamaan makna
pada penggunaannya dalam kalimat. Setelah itu peneliti meninjau kajian makna dari
kata sifat tersebut ditinjau dari semantiknya.
Universitas Sumatera Utara