bab ii landasan teori 2.1 landasan teori 2.1.1 komunikasi...
TRANSCRIPT
10
BAB II
LANDASAN TEORI
2.1 Landasan Teori
2.1.1 Komunikasi Massa
Istilah komunikasi massa dikenal pada tahun 1930-an. Menurut
Gerbner (1967) dalam Morissan (2013:7) mendefinisikan komunikasi
sebagai interaksi sosial melalui pesan.Sedangkan istilah massa memiliki
arti banyak atau kontroversial. Tidak hanya Gerbner, Janiwitz (1960)
dalam Morissan (2013:7-8) menyebutkan bahwa
“komunikasi massa itu terdiri dari lembaga dan teknik
dimana kelompok-kelompok terlatih menggunakan teknologi
untuk menyebarluaskan simbol-simbol kepada audien yang
tersebar luas dan bersifat heterogen.”
Lalu menurut Apriadi Tamburaka (2012:15) menjelaskan bahwa
komunikasi massa alah proses komunikasi yang dilakukan di dalam
sebuah media yang disebut media massa yang memiliki tujuan untuk
memberikan informasi kepada khalayak.
2.1.2 Media Massa
Media menurut Apriadi Tamburaka (2012:9) adalah alat untuk
memindahkan pesan dari komunikator ke komunikan.Media digunakan
untuk menyebutkan sebuah saluran, alat, sarana maupun channel atau
medium.
Sedangkan massa menurut Gustave Le Bon (pelopor psikologi
massa) dalam Apriadi Tamburaka (2012:11) menjelaskan bahwa massa
11
merupakan sekumpulan orang banyak yang saling berhubung untuk
melakukan minat atau kepentingan bersama yang bersifat sementara.
Sedangkan media massa merupakan sarana untuk menyampaikan
pesan atau informasi secara massal kepada khalayak. Informasi ini
disebarluaskan kepada masyarakat, adapun dalam penyebaran dan
penyeleksi informasi diawasi oleh gatekeeper (Tamburaka, 2012:13).
2.1.3 Televisi
Salah satu media siaran yang masuk dalam sistem penyiaran adalah
televisi. Televisi memiliki karasteristik sebagai media siaran yang
menyalurkan audio dan visual. Informasi yang diberikan kepada
masyarakat tidak hanya mengedepankan suara namun juga tampilan dari
suatu progam. Menurut Undang-Undang Penyiaran 2002, disebutkan
bahwa penyiaran televisi adalah media komunikasi massa dengar pandang,
yang menyalurkan gagasan dan informasi dalam bentuk suara dan gambar
secara umum baik terbuka maupun tertutup, berupa program acara yang
teratur dan berkesinambungan (Arifin, 2014:190).
Tidak hanya karakter, televisi juga memiliki sifat sebagai berikut,
Dapat didengar dan dilihat bila ada siaran
Dapat dilihat dan didengar kembali, bila diputar kembali
Daya rangsang sangat tinggi
Elektris
Sangat mahal
Daya jangkau besar
Dalam sistem penyiaran di Indonesia, untuk jangkauan siaran
televisi tidak hanya stasiun nasional yang dikembangkan namun juga
stasiun lokal. Televisi lokal merupakan stasiun penyiaran dengan wilayah
12
siaran terkecil. Sesuai dengan Peraturan KPI tentang Standar Program
acara Siaran (SPS) BAB XXV tentang Program acara Lokal Dalam Sistem
Stasiun Jaringan Pasal 68 ayat (1), program acara siaran lokal wajib
diproduksi dan ditayangkan paling sedikit 10%.
2.1.4 Program Informasi dan Hiburan
2.1.4.1 Program Informasi
Program informasi menurut Morissan (2008:218) adalah segala
jenis siaran yang memberikan tambahan pengetahuan atau informasi
kepada khalayak. Program informasi dibagi menjadi dua bagian besar
yaitu berita keras (hard news) dan berita lunak (soft news).
Berita atau “news” berisi tentang informasi yang bersifat baru dan
penting bagi khalayak. Menurut Hornbby dalam Tamburaka (2012:135)
menjelaskan bahwa “news” sebagai laporan tentang apa yang terjadi dan
paling mutakhir atau sangat baru. Dapat dikatakan berita adalah laporan
tentang peristiwa yang bersifat aktual dan menarik perhatian khalayak.
Dalam tujuannya untuk menarik perhatian khalayak, berita dibuat dengan
memperhitungkan setiap bagiannya. Berita pun tidak luput dari sebuah
kontruksi tertentu (Tamburaka, 2012:137).
Adapun kriteria layak berita, jika berita berisi peristiwa yang segar
(aktualitas) berita dianggap layak jika memiliki relevansi bagi pembaca
dan memiliki kedekatan secara geografis maupun emosional, konflik yang
menarik bagi khalayak adalah konflik yang bersifat fisik maupun nonfisik.
Selanjutnya, berita dianggap layak jika menyangkut sebuah peristiwa atau
tentang orang terkenal. Berita juga akan layak jika memiliki konsekuensi
pada kehidupan khalayak, dan yang terakhir adalah berita yang menyentuh
perasaan khalayak.
13
Menurut Junaedi (2013:11-13) menyebutkan 6 unsur dari sebuah
berita yaitu
1. What (apa) : apa yang terjadi, tema berita yang diangkat.
2. Who (siapa) : siapa dan kepada siapa peristiwa itu terjadi
3. When(kapan) : kapan peristiwa itu terjadi
4. Where (di mana) : di mana peristiwa itu terjadi
5. Why (mengapa) : keterangan tentang mengapa peristiwa terjadi
6. How (bagaimana) : bagaimana peristiwa yang diberitakan terjadi
Berita dapat digologkan ke dalam dua jenis yaitu, hardnews dan
softnews. Hardnews adalah berita langsung yang yang terikat oleh
waktu.Dalam penyampaian sebuah berita atau informasi harus cepat dan
tepat waktu.Jika suatu berita terlambat untuk diinformasikan, maka berita
dianggap basi. Contoh dari hardnews antara lain: rapat kabinet, peristiwa
olahraga, kecelakaan, bencana alam, dan meninggalnya orang terkenal
(Junaedi, 2013:6-7). Softnews adalah berita tidak langsung dan tidak
terikat waktu.Berita yang disajikan pun dapat dibaca kembali, didengar
dan dilihat kapan pun tanpa terikat pada aktualitas. Contoh dari softnews
antara lain penemuan ilmiah, kisah sukses, dan kisah tragis (Junaedi,
2013:7).
2.1.4.2 Program Hiburan
Program hiburan menurut Morissan (2008:223) adalah segala
bentuk siaran yang memiliki tujuan untuk menghibur, baik dalam bentuk
musik, lagu, cerita dan permainan. Program yang termasuk dalam kategori
hiburan adalah drama, permainan (game), musik dan pertunjukan.
Salah satu kategori hiburan yaitu musik. Dalam program musik
dapat ditampilkan dalam dua format, yaitu videoklip dan konser. Program
musik dapat diadakan baik di luar ruangan/lapangan dan di dalam studio.
Menurut Vane-Gross dalam Manajemen Media Penyiaran: Strategi
Mengelola Radio & Televisi, programmer harus mempertimbangkan
14
beberapa hal agar acara musik bisa mendapatkan sebanyak mungkin
audien, seperti :
a. Pemilihan artis yang memiliki daya tarik demografis yang
besar, dalam hal ini si artis memiliki banyak penggemar
b. Pengambilan gambar yang menarik secara visual, dan televisi
harus menampilkan banyak gambar pendukung. Mengambil
gambar juga harus berganti-ganti secara dinamis.
2.1.5 Analisis Wacana Kritis
Analisis wacana kritis, M. Wetherell (2001:301-340) dalam
Haryatmoko (2016:2) sebagai penerapan analisis kritis terhadap bahasa
yang terinspirasi oleh Marxisme ketika menyoroti aspek-aspek budaya
dalam kehidupan sosial, yaitu ketika dominasi dan eksploitasi
dipertahankan melalui budaya dan ideologi.
Analisis wacana kritis sendiri tertarik pada bagaimana cara bahasa
dan wacana digunakan untuk mencapai tujuan-tujuan sosial termasuk
perubahan-perubahan sosial. Sedangkan asumsi dasar analisis wacana
kritis menurut Haryatmoko (2016:5) ialah bahasa digunakan untuk
berbagai fungsi dan memiliki berbagai konsekuensi. Bahasa dapat
digunakan untuk memerintah, mempengaruhi, mendeskripsikan, mengiba,
memanipulasi, menggerakan kelompok. Tidak hanya itu bahasa juga dapat
dikonstruksi dan mengkonstruksi masyarakat, maka bahasa berubah sesuai
dengan konteks dan situasi tertentu.
Tujuan akhir dari analisis wacana kritis yaitu membongkar bentuk-
bentuk dominasi, diskriminasi atau prasangka yang merugikan. Sehingga
bahasa harus dianalisis dan dibongkar agar muncul nilai ataupun ideologi
di baliknya. Haryatmoko (2016:14) juga menjelaskan bahwa tujuan yang
ingin dicapai oleh analisis wacana kritis adalah sebagai berikut,
15
1. Menganalisis praktik wacana yang mencerminkan atau
mengonstruksi masalah sosial
2. Meneliti bagaimana ideologi dibekukan dalam bahasa dan
menemukan cara untuk mencairkan ideologi yang terikat dalam
bahasa
3. Meningkatkan kesadaran terhadap ketidakadilan, diskriminasi,
prasangka dan penyalahgunaan kekuasaan
4. Membantu memberikan pemecahan terhadap hambatan-
hambatan yang menghalangi perubahan sosial
2.1.6 Analisis Wacana Kritis Fairclough
Analisis wacana menitik-beratkan pembahasan pada pemakaian
bahasa, membahas mengenai perbedaan paradigma analisis wacana dalam
melihat bahasa sebagai berikut.
Pandangan pertama oleh kaum positivism-empiris. Bahasa dilihat
sebagai jembatan antara manusia dengan objek di luar dirinya. Orang tidak
perlu mengetahui makna subjektif atau nilai yang mendasari suatu
pernyataan yang terpenting adalah pernyataan dilontarkan secara benar
menurut khaidah sintaksis dan semantik. Sehingga tata bahasa dan
kebenaran sintaksis adalah bidang utama dalam analisis wacana ini.
Maksud dari analisis ini untuk menggambarkan tata aturan kalimat, bahasa
dan pengertian bersama (Eriyanto, 2001:4).
Konstruktivisme, menganggap bahwa subjek sebagai faktor sentral
dalam kegiatan wacana serta hubungan-hubungan sosialnya. Wacana
adalah suatu upaya pengungkapan maksud tersembunyi dari sang subjek
yang mengemukakan suatu pernyataan. (Eriyanto, 2001:5). Pandangan
kritis, menekankan pada konstelasi kekuatan yang terjadi pada proses
produksi dan reproduksi makna. Bahasa dalam pandangan kritis dipahami
16
sebagai representasi yang membentuk suatu subjek tertentu, tema wacana
tertentu dan strategi di dalamnya (Eriyanto, 2001:6).
Karakteristik Analisis Wacana Kritis
Wacana tidak dipahami sebagai studi bahasa, walaupun pada
akhirnya bahasa dalam teks digunakan untuk dianalisis. Bahasa dianalisis
bukan untuk penggambaran aspek dari kebahasaan namun
menghubungkan dengan konteks. Konteks di mana bahasa dipakai untuk
tujuan dan praktik tertentu (Eriyanto, 2001:7).
Teori Analisis Wacana Kritis Fairclough
Pada latar belakang telah dipaparkan bahwa program acara
Kuthane Dhewe ini menggunakan bahasa pengantar yaitu bahasa Jawa
Ngoko Semarangan sedangkan Campursarinan menggunakan bahasa Jawa
Ngoko yang disisipi bahasa Indonesia. Pada bab II akan dijelaskan
mengenai teori yang digunakan sebagai analisis pada penggunaan bahasa
Jawa pada program acara Kuthane Dhewe dan Campursarinan di Kompas
TV Jawa Tengah. Penelitian ini menggunakan Teori Analisis Wacana
Kritis Norman Fairclough.Teori dipilih karena dianggap relevan dalam
penelitian ini.
Fairclough (2010:235) (dalam Haryatmoko, 2016:19-22)
menawarkan empat langkah metode analisis wacana kritis yaitu,
1. Pertama, memfokuskan pada suatu „ketidakberesan sosial‟.
Ketidakberesan sosial dipahami sebagai aspek-aspek sistem
sosial, bentuk dan tatanan yang merugikan. Ketidakberesan
meliputi kemiskinan, ketidaksetaraan, diskriminasi maupun
kurangnya kebebasan dan rasisme.
2. Kedua, mengidentifikasi hambatan-hambatan untuk menangani
„ketidakberesan sosial‟. Ada tiga tahap pada tingkat kedua ini,
17
yang pertama, menganalisis hubungan-hubungan antara tatanan
wacana dan unsur-unsur politik sosial lain ataupun antara teks
dengan unsur-unsur kejadian. Kedua, menyeleksi teks dan
memfokuskan pada analisis teks tersebut dan mengelompokkan
sesuai tujuannya untuk membentuk objek penelitian. Ketiga,
melakukan analisis teks, baik analisis interdiskursif maupun
analisis linguistik dan semiotik.
3. Ketiga, mengidentifikasi apakah tatanan sosial „membutuhkan‟
ketidakberesan sosial. Jika suatu tatanan sosial menghasilkan
ketidakberesan yang besar maka harus ada penanganan dalam
sistem tersebut. Ini adalah cara menghubungkan antara „yang
faktual‟ dan „yang seharusnya‟. Hal ini terkait dengan ideologi:
wacana selalu ideologis sejauh untuk menyumbang untuk
mendukung suatu keuasaan maupun dominasi tertentu.
4. Keempat, mengidentifikasi cara-cara yang mungkin untuk
mengatasi hambatan-hambatan. Pada tahap keempat ini akan
diidentifikasi kemungkinann-kemungkinan dalam proses sosial
yang ada untuk mengatasi hambatan dalam menangani
ketidakberesan sosial. Kehidupan sosial merupakan jaringan
praksis sosial yang saling terhubung (ekonomi, sosial, budaya).
Sehingga praksis sosial pasti mengandung semiotik. Dalam
praksis sosial ada aktivitas produktif, sarana produksi,
hubungan sosial, identitas sosial, nilai budaya, kesadaran dan
proses semiosis. Dalam tahap ini analisis wacana kritis adalah
analisis hubungan-hubungan dialektik antara semiosis dan
unsur-unsur lain praksis sosial. Proses semiosis ini dipaparkan
oleh Fairclough dalam tiga dimensi analisis wacana kritis.
18
Fairclough memusatkan pembahasan wacana pada bahasa. Wacana
dalam pemahaman Fairclough di bagi ke dalam tiga dimensi yaitu text,
discourse practice, dan sociocultural practice.
1. Teks menurut Fairclough dalam Haryatmoko (2016:23) yaitu
mengacu pada wicara, tulisan, grafik dan kombinasinya atau semua
bentuk linguistik teks (khasanah kata, gramatika, syntax, struktur
matafora, retorika). Lalu Fairclough juga menambahkan (dalam
Darma, 2009:89-90) bahwa teks dianalisis secara linguistik dengan
melihat kosakata, semantik dan tata kalimat. Fairclough juga
memasukan koherensi dan kohevisitas untuk melihat bagaimana
kata atau kalimat tersebut digabung dan membentuk pengertian.
Elemen yang dianalisis tersebut dipakai untuk melihat tiga
masalah. Yaitu yang pertama, ideasional yang merujuk pada
referensi tertentu, apa yang ditampilkan dalam teks, yang
umumnya membawa ideologi tertentu. Kedua, relasi, merujuk pada
bagaimana konstruksi hubungan diantara wartawan dengan
pembicara, apakah tekad disampaikan secara informal atau formal,
tertutup atau terbuka. Ketiga, identitas, merujuk pada konstruksi
identitas penulis dan pembaca dan bagaimana personal dan
identitas ditampilkan.
2. Discourse practice menurut Fairclough (dalam Eriyanto, 2001;
Haryatmoko, 2016) memusatkan pada bagaimana produksi dan
konsumsi teks. Produksi teks berhubungan dengan pola dan
rutinitas dalam pembentukan berita di bagian redaksi. Selain itu
pada dimensi ini ada proses menghubungkan antara produksi dan
konsumsi teks, fokusnya diarahkan pada cara pengarang teks
mengambil wacana dan genre dengan memperhatikan bagaimana
hubungan kekuasaan dimainkan.
19
3. Sociocultural practice atau praksis sosial menurut Fairclough (dalam
Eriyanto, 2001; Haryatmoko, 2016) didasarkan pada asumsi bahwa
sosial yang ada di luar media mempengaruhi bagaimana wacana
yang muncul dalam media. Dimensi ini memang tidakberhubungan
langsung dengan produksi teks namun menentukan bagaimana teks
itu diproduksi dan dipahami. Praksis sosial biasanya tertanam
dalam tujuan, jaringan dan praktis budaya sosial yang luas. Pada
dimensi ini telah masuk ke pemahaman intertektual, peristiwa
sosial di mana teks dibentuk dan membentuk praktis sosial.
Fairclough juga membagi praktik sosial ini menjadi tiga level yaitu
situasional, institusional dan sosial.
a. Situasional
Teks dihasilkan dari situasi tertentu yang khas sehingga teks
dihasilkan berbeda dari teks yang lain.
b. Institusional
Berasal dari dalam maupun luar media yang akan
menentukan proses sebuah produksi berita atau teks. Tidak
hanya itu saja, faktor dari institusi seperti ekonomi media,
tema berita, persaingan antar media, modal atau kepemilikan
terhadap media dan faktor politik turut mempengaruhi dalam
proses produksi sebuah berita atau teks.
c. Sosial
Berpengaruh pada wacana yang muncul dalam pemberitaan.
Wacana yang muncul dapat menentukan perubahan
masyarakat.
20
Gambar 7 Tiga dimensi analisis wacana kritis model Fairclough
(1995:98) dalam Haryatmoko (2016:23)
2.2 Penelitian Terdahulu
No Nama
Peneliti
Judul
Penelitian
Tujuan
Penelitian Metode Penelitian Hasil Penelitian
1. Lanjar
Rani
Analisis
Wacana
Kritis dalam
Pagelaran
Wayang
Kulit Lakon
“Petruk
Dadi Ratu”
Melukiskan
pesan apa
yang
disampaikan
dalang dalam
pagelaran
wayang kulit
pada lakon
“Petruk Dadi
Ratu”
Menjelaskan
Penelitian ini
menggunakan
metode penelitian
deskriptif kualitatif.
Unit amatannya
adalah pagelaran
Lakon “Petruk Dadi
Ratu” di daerah
Klaten dan unit
analisisnya adalah
lakon wayang kulit
“Petruk Dadi Ratu”.
Lakon wayang kulit
“Petruk Dadi Ratu”
merupakan sebuah
fakta yang
direalisasikan lewat
lakon dalam sebuah
pagelaran wayang
kulit. Pada titik ini
Lakon Petruk Dadi
Ratu mewacanakan
kepemimpinan dan
simbolisasi dari
PRAKSIS SOSIO-BUDAYA
(Situasional, Institusional & Sosial)
Proses Produksi
Proses Interpretasi
PRAKTIK DISKURSIF
TEKS
DESKRIPSI (Mikro)
Analisis Teks
INTERPRETASI (Meso)
Analisis Produksi
EKSPLANASI (Makro)
Analisis Sosial
21
bagaimana
pesan
disampaikan
dalang dalam
pagelaran
wayang kulit
pada lakon
“Petruk Dadi
Ratu”
Menjelaskan
apa tujuan
penyampaian
pesan dalam
pagelaran
wayang kulit
pada lakon
“Petruk Dadi
Ratu‟
Sumber informasi
diambil dari hasil
wawancara dan
pengamatan
terhadap lakon
wayang “Petruk
Dadi Ratu” dan
dalang dalam
paguyuban Cinde
Laras. Sedangkan
data sekunder yang
dipakai merupakan
data-data dari
artikel, website serta
terbitan yang
relevan. Teknik
pengumpulan data
dalam penelitian ini
yaitu metode
wawancara dan studi
dokumentasi.
perlawanan
terhadap kekuasaan
yang dijungkir
balikan melalui
cerita wayang kulit.
Didalam pagelaran
kesenian wayang
kulit khususnya,
memberikan pesan
dan nilai moral dan
untuk mengkritisi
kinerja para wakil
rakyat dan
memberikan
wacana representasi
tentang kekuasaan
dan kepemimpinan
sesuai dengan
ideologi cerita
pewayangan.
2. Maya
Sari
Potret
Relasi
Dosen dan
Mahasiswa
Dalam
Tumblr
“YeahMaha
siswa”
(Sebuah
Analisis
Tujuan dari
penelitian
yaitu untuk
menjelaskan
relasi dosen
dan mahasiswa
dalam Tumblr
“YeahMahasis
wa” yang
digambarkan
Jenis penelitian ini
menggunakan
kualitatif deskriptif.
Data diperoleh dari
proses observasi dan
penyalinan data.
Untuk metode
penelitian, peneliti
menggunakan
Analisis Wacana
Hasilnya adalah
masih terjadi relasi
top-down, dosen
memiliki kekuasaan
untuk memberi
tugas, kuis, ujian
sedangkan
mahasiswa hanya
mengejar nilai saja.
Dengan adanya
22
Wacana
Kritis
Norman
Fairclough)
melalui komik
meme.
Kritis Fairclough.
situs jejaring sosial
ini mahasiswa
memiliki ruang
untuk mengutarakan
pengalaman dan
perasaan para
mahasiswa saat
menghadapi
persoalan
perkuliahan dalam
bentuk komik meme
yang menjadi tren
anak muda
sekarang.
3. Nesya
Stephani
Komodifika
si Budaya
Jawa
(Wayang)
dalam
Program
Acara
Opera Van
Java di
TRANS7
Menjelaskan
komodifikasi
budaya Jawa
(wayang)
dalam program
acaraOpera
Van Java di
Trans7.
Penelitian ini
menggunakan
pendekatan kualitatif
dan metode
deskriptif. Unit
analisa penelitian
yaitu komodifikasi
pada tayangan
Opera Van Java
episode Pertarungan
Anak Arjuna,
Sayembara Drupadi,
dan Wahyu
Cakraningrat. Unit
amatan penelitian
adalah komodifikasi
dari seluruh isi
Komodifikasi isi
terlihat pada isi
cerita yang
disajikan. Tayangan
dikemas dalam
tayangan media
massa sebagai
media, sehingga
mendapatkan
perubahan baik dari
alur cerita,
penokohan, tata
panggung, pesan
cerita. Komodifikasi
audience dapat
dilihat dari
pengikutsertaan
23
tayangan Opera Van
Java episode
Pertarungan Anak
Arjuna, Sayembara
Drupadi dan wahyu
Cakraningrat.
Teknik
pengumpulan data
dalam penelitian ini
menggunakan studi
dokumen. Metode
analisis yang
digunakan, metode
Vincent Mossco
yang memfokuskan
baik pada
komodifikasi isi,
audience, dan
pekerja.
audience dalam
acara tersebut.Dan
yang terakhir adalah
komodifikasi
pekerja, para
pekerja membuat
program acara
semenarik mungkin
dari segi kemasan
dan isi sehingga
khalayak dan
pengiklan menyukai
program acara
tersebut.
4. Fransiska
Ayu
Rosalina
Nugrahen
i
Penggunaan
Bahasa
Jawa di TV
Lokal
(Analisis
Wacana
Kritis
Program
acara
Kuthane
Dhewe dan
Campursari
Mendeskripsik
an pemilihan
dasar
penggunaan
bahasa Jawa
dalam
produksi
program acara
Kuthane
Dhewe dan
Campursarina
n di Kompas
Jenis pendekatan
penelitian ini adalah
pendekatan kualitatif
dan metode
deskriptif. Unit
amatan penelitian ini
adalah program
acara Kuthane
Dhewe dan
Campursarinan di
Kompas TV Jawa
Tengah. Unit analisa
24
nan Kompas
TV Jawa
Tengah)
TV Jawa
Tengah.
penelitian ini adalah
teks, data
kebahasaan dan
penggunaan bahasa
Jawa dalam
program acara
Kuthane Dhewe dan
Campursarinan.
Sumber data berasal
dari wawancara
mendalam dan studi
pustaka. Teori yang
digunakan adalah
analisis wacana
Fairclough.
Deskripsi Penelitian
Penelitian ini menggunakan Analisis Wacana Kritis dengan pendekatan
Norman Fairclough, dalam penelitian sebelumnya teori ini telah digunakan untuk
membedah penelitian tentang Pagelaran Wayang Kulit Lakon “Petruk Dadi Ratu”
dan juga Potret Relasi Dosen dan Mahasiswa Dalam Tumblr “YeahMahasiswa”.
Sehingga penelitian sebelumnya dapat menjadi pengetahuan bagi peneliti untuk
melihat bagaimana teori ini membedah suatu unit analisa. Selain itu untuk
penelitian komodifikasi budaya Jawa (wayang) dalam program acara acara Opera
Van Java di Trans7 peneliti melihat dari segi budaya yang telah dimodifikasi
sehingga dapat dinikmati oleh masyarakat dan juga bertujuan untuk memikat para
pengiklan sehingga pihak Trans7 dapat memperoleh keuntungan.
Dari ketiga penelitian di atas, terlihat bahwa ada kesamaan dalam teori
yang digunakan dan mengkaji tentang budaya Jawa. Dan yang menjadi pembeda
25
dari penelitian sebelumnya yaitu, dalam penelitian ini akan fokus pada
penggunaan bahasa Jawa dalam program acara Kuthane Dhewe dan
Campursarinan di Kompas TV Jawa Tengah. Dalam unit analisa, fokus
penggunaan bahasa Jawa ini akan diarahkan untuk mengungkap tiga dimensi dari
pendekatan Fairclough, dengan wawancara dan studi pustaka yang mendalam.
Faktor pembeda lainnya dalam penelitian ini dengan ketiga penelitian sebelumnya
yaitu, peneliti juga akan membandingkan hasil analisis kedua program acara yang
nantinya akan didukung dengan hasil wawancara pengamat budaya Jawa dilihat
dari segi fenomena penggunaan bahasa Jawa dalam program acara televisi.
Melalui penelitian ini, diharapkan dapat memberikan pengetahuan tentang
ilmu komunikasi dan dapat memberikan pemahaman mengenai teori analisis
wacana kritis khususnya penggunaan bahasa Jawa dalam program acara berita
Kuthane Dhewe dan Campursarinan.
2.3 Kerangka Pikir
Kerangka pikir merupakan sebuah cara kerja yang dilakukan oleh peneliti
untuk menyelesaikan permasalahan yang diteliti. Program acara Kuthane Dhewe
dengan menggunakan bahasa Jawa Ngoko Semarangan dan program acara
Campursarinan dengan menggunakan bahasa Jawa ngoko yang disisipi bahasa
Indonesia yang merupakan bahasa pengantar dan sebagai fokus kajian dalam
penelitian ini. Dari latar belakang yang sudah dipaparkan, rumusan masalah yang
muncul sangat relevan jika diteliti dengan Teori Analisis Wacana Kritis Norman
Fairclough yang terdiri dari tiga dimensi yaitu text, discourse practice
(berhubungan dengan proses produksi maupun konsumsi dari teks)dan
sociocultural practice. Dengan ketiga dimensi di atas, peneliti akan mendapatkan
jawaban dari permasalahan yang ada. Berikut kerangka pikir dalam penelitian
Analisis Wacana Kritis dalam program acara Kuthane Dhewe dan program acara
Campursarinan.
26
Bagan 1. Kerangka Pikir Penggunaan Bahasa Jawa dalam program acara Kuthane
Dhewe dan Campursarinan
empat langkah metode analisis wacana
kritis menurut Haryatmoko
Kompas TV Jawa Tengah (TV
Lokal)
Analisis Wacana Kritis Fairclough tiga
dimensi yaitu
1. Text (teks)
2. Discourse Practice (praktik
diskursif)
3. Sociocultural Practice (praksis
sosial)
Program acara Kuthane Dhewe
dalam bahasa Jawa Ngoko
Semarangan
Program acara Campursarinan
dalam bahasa Jawa ngoko
Semaranganyang yang disisipi
bahasa Indonesia
Bagaimana teks dipandang
Proses produksi teks
Sosial kultural