bab ii landasan pustaka a. 1. a. pengertian kepemimpinaneprints.mercubuana-yogya.ac.id/1846/2/bab...
TRANSCRIPT
9
BAB II
LANDASAN PUSTAKA
A. Landasan Teori
1. Kepemimpinan
a. Pengertian Kepemimpinan
Kepemimpinan merupakan salah satu dimensi kompetensi yang
sangat menentukan terhadap kinerja atau keberhasilan organisasi. Esensi
pokok kepemimpinan adalah cara untuk memengaruhi orang lain agar
menjadi efektif, tentu setiap orang bisa berbeda dalam melakukan.
Kepemimpinan merupakan seni, karena pendekatan setiap orang dalam
memimpin orang dapat berbeda tergantung karakteristik pemimpin,
karakteristik tugas maupun karakteristik orang yang dipimpinnya. Armstrong
(2003) menyatakan kepemimpinan adalah proses memberi inspirasi kepada
semua karyawan agar bekerja sebaik-baiknya untuk mencapai hasil yang
diharapkan.
Kepemimpinan menuruit Sudarmanto (2009) adalah cara mengajak
karyawan agar bertindak benar, mencapai komitmen dan memotivasi mereka
untuk mencapai tujuan bersama.
Kepemimpinan menurut DuBrin (2005) adalah upaya mempengaruhi
banyak orang melalui komunikasi untuk mencapai tujuan, cara
mempengaruhi orang dengan petunjuk atau perintah, tindakan yang
menyebabkan orang lain bertindak atau merespons dan menimbulkan
perubahan positif, kekuatan dinamis penting yang memotivasi dan
10
mengkoordinasikan organisasi dalam rangka mencapai tujuan, kemampuan
untuk menciptakan rasa percaya diri dan dukungan diantara bawahan agar
tujuan organisasional dapat tercapai.
Mengingat besarnya arti kepemimpinan dalam organisasi, maka
seseorang pemimpin harus mampu dan dapat memainkan peranannya,
pemimpin harus mampu menggali potensi-potensi yang ada pada dirinya dan
memanfaatkannya di dalam unit organisasi. Selain itu, ada peran utama yang
diperankan oleh setiap pemimpin, peran tersebut meliputi: hubungan
manusiawi, pengambilan keputusan, serta pengendalian.
Dari uraian diatas, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa
kepemimpinan adalah kegiatan yang dilakukan pimpinan untuk
mempengaruhi sekaligus mengarahkan dan mengelola bawahan atau
kelompok sebagai upaya untuk mencapai tujuan organisasi atau kelompok.
b. Tipe Kepemimpinan
Siagian (2003) menyatakan bahwa terdapat lima tipe kepemimpinan
yang mempunyai ciri masing-masing, yaitu:
1) Tipe Otokratik
Kepemimpinan otokratik adalah seorang pemimpin yang memiliki
ciri-ciri yang pada umumnya negatif, mempunyai sifat egois yang besar
sehingga akan memutarbalikan kenyataan dan kebenaran sehingga sesuatu
yang subyektif akan diinterpretasikan sebagai kenyataan dan atau
sebaliknya. Tipe kepemimpinan ini segalanya akan diputuskan sendiri,
11
serta punnya anggapan bahwa bawahanya tidak mampu memutuskan
sesuatu.
2) Tipe Paternalistik
Kepemimpinan paternalistik adalah seorang pemimpin yang
mempunyai ciri menggabungkan antara ciri negatif dan positif, ciri-cirinya
adalah:
a) Bersikap selalu melindungi
b) Jarang memberikan kesempatan kepada bawahan untuk mengambil
keputusan sendiri.
c) Tidak memberikan kesempatan kepada bawahan untuk berinisiatif
dan mengembangkan imajinasi dan daya kreativitas mereka sendiri.
d) Sering menonjolkan sikap paling mengetahui.
e) Melakukan pengawasan yang ketat.
3) Tipe Kharismatik
Tipe kepemimpinan kharismatik memiliki kekuatan energi, daya
tarik dan wibawa yang luar biasauntuk mempengaruhi orang lain, sehingga
orang lain itu bersedia untuk mengikutinya tanpa selalu bisa menjelaskan
apa penyebab kesediaan itu. Menurut Max Webber, pemimpin yang
kharismatik biasanya dipandang sebagai orang yang mempunyai
kemampuan atau kualitas supernatural dan mempunyai daya yang
istimewa. Kemampuan ini tidak dimiliki oleh orang biasa karena
kemampuan ini bersumber dari Illahi, dan berdasarkan hal ini seseorang
kemudian dianggap sebagai seorang pemimpin.
12
Pemimpin kharismatik mempunyai banyak cara untuk memperoleh
simpati dari karyawannya yaitu dengan menggunakan pernyataan visi
untuk menanamkan tujuan dan sasaran kepada karyawannya, kemudian
mengkomunikasikan ekspektasi kinerja yang tinggi dan meyakini dengan
meningkatkan ras percaya diri bahwa bawahan bisa mencapainya,
kemudian pemimpin memberikan contoh melalui kata-kata dan tindakan,
serta memberikan teladan supaya ditiru para bawahannya.
4) Tipe Laissez Faire
Kepemimpinan laissez faire adalah kepemimpinan yang gemar
melimpahkan wewenang kepada bawahanya dan lebih menyenangi situasi
bahwa para bawahanlah yang mengambil keputusan dan keberadaan
dalam organisasi lebih bersifat suportif. Pemimpin ini tidak senang
mengambil risiko dan lebih cenderung pada upaya mempertahankan status
quo.
5) Tipe Demokratik
Kepemimpinan demokratik adalah kepemimpinan yang selalu
mendelegasikan wewenangnya yang praktis dan realistik tanpa kehilangan
kendali organisasional dan melibatkan bawahannya secara aktif dalam
menentukan nasib sendiri melalui peran sertanya dalam proses
pengambilan keputusan serta memperlakukan bawahan sebagai makhluk
politik, ekonomi, sosial, dan sebagai individu dengan karakteristik dan jati
diri. Pemimpin ini dihormati dan disegani dan bukan ditakutikarena
13
perilakunya dalam kehidupan organisasional mendorong para bawahannya
menumbuhkan dan mengembangkan daya inovasi dan kreatifitasnya.
c. Ciri-ciri Pemimpin yang Efektif
Efektivitas kepemimpinan berkaitan dengan jumlah dan jenis
kekuasaan yang dipunyai seorang pemimpin dan cara kekuasaan tersebut
digunakan. Proses kepemimpinan akan berlangsung efektif bilamana
pemimpin memiliki kepribadian yang baik dan menunjang kemajuan
organisasi.
Pemimpin yang efektif menurut Rivai dan Mulyadi (2012), memiliki
ciri-ciri sebagai berikut:
1) Tingkat energi dan toleransi terhadap stress
Tingkat energi yang tinggi dan toleransi terhadap stres membantu
para manajer menanggulangi tingkat kecepatan yang tinggi, jam-jam yang
panjang serta permintaan yang tidak habis-habisnya terhadap pekerjaan.
2) Rasa percaya diri
Rasa percaya diri berhubungan secara positif dengan efektivitas
dan kemajuan diri sendiri. Tanpa adanya rasa percaya diri yang kuat maka
seorang manajer lebih kecil kemungkinannya berhasil dalam usaha-usaha
mempengaruhi.
3) Integritas
Integritas adalah konsistensi dan keteguhan yang tak tergoyahkan
dalam menjunjung tinggi nilai-nilai luhur dan keyakinan. Integritas dalam
etika diartikan sebagai perilaku seseorang yang konsisten dengan nilai-
14
nilai yang menyertainya dan orang tersebut bersifat jujur, etis, dan dapat
dipercaya.
4) Motivasi kekuasaan
Seseorang yang mempunyai motivasi kekuasaan yang tinggi yaitu
seseorang yang senang mempengaruhi orang untuk mencari posisi
kewenangan. Kebanyakan studi menemukan adanya suatu hubungan yang
kuat antara kebutuhan akan kekuasaan dan posisi ke tingkat manajemen
yang lebih tinggi dalam organisasi yang besar.
5) Orientasi pada keberhasilan
Orientasi terhadap keberhasilan termasuk sejumlah sikap yang
saling berhubungan, nilai-nilai serta kebutuhan-kebutuhan akan
keberhasilan, keinginan untuk unggul, dorongan untuk berhasil, kesediaan
untuk memikul tanggung jawab dan perhatian terhadap sasaran tugas.
6) Kebutuhan akan afiliasi yang rendah
Afiliasi merupakan perhubungan antara anggota satu dengan yang
lainnya. Orang yang memiliki afiliasi tinggi memiliki dorongan untuk
lingkungan yang ramah dan mendukung. Individu tersebut yang berkinerja
dalam tim karena ingin disukai oleh orang lain.
Akan tetapi hal tersebut kurang tepat untuk pimpinan karena,
pimpinan dalam membuat keputusan akan terhambat disebabkan pimpinan
lebih memilih untuk diterima dan disukai oleh orang lain, dan hal ini
melemahkan objektivitas mereka. Sehingga, afiliasi rendahlah yang tepat
untuk seorang pemimpin.
15
7) Keterampilan teknis
Keterampilan ini adalah pengetahuan mengenai metodemetode,
proses-proses, prosedur serta teknik-teknik untuk melakukan kegiatan
khusus dari unit organisasi. Keterampilan tersebut dipelajari selama
pendidikan formal dalam bidang yang terspesialisasi misalnya akuntansi,
pemasaran, hukum bisnis dan lain-lain.
8) Keterampilan antar pribadi
Pengetahuan mengenai perasaan, sikap serta motivasi dari orang
lain dan kemampuan untuk mengomunikasikan dengan jelas dan persuasif.
Keterampilan hubungan antar manusia tersebut adalah penting bagi
efektivitas serta kemajuan.
9) Keterampilan konseptual
Keterampilan ini adalah beberapa kemampuan kognitif seperti
kemampuan analitis, berpikiran logis, membuat konsep, pemikiran yang
induktif, dan pemikiran yang deduktif. Dalam arti umumnya keterampilan
konseptual termasuk penilaian yang baik, dapat melihat kedepan, intuisi,
kreatif, dan kemampuan untuk menemukan arti dan sukses mengelola
peristiwa-peristiwa yang ambisius dan tidak pasti.
Sedangkan menurut Sudarwan Danim (2004) ciri pemimpin yang
ideal sebagai berikut:
1) Bertakwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa
Seorang pemimpin tidak melihat manusia dari satu sisi saja,
misalnya agama, intelegensi, kondisi fisik, tingkat sosial ekonomi, dan
16
latar belakang keturunan untuk kepentingan mendudukan label tertentu
kepadanya, melainkan memandangnya utuh sebagai makhluk Tuhan.
Penghargaan dan pengakuan bahwa manusia itu makhluk Tuhan amat
esensial, agar pemimpin tidak bertatalaku secara serta-merta.
2) Memiliki inteligensi yang tinggi
Kemampuan analisis yang tinggi adalah syarat mutlak bagi
kepemimpinan yang efektif. Tugas pemimpin tidak hanya memecahkan
masalah, akan tetapi pemimpin modern harus membantu anggota
kelompok melalui perlakuan khusus, sehingga mereka dapat berkembang
secara optimal.
3) Memiliki fisik yang kuat
Tidak jarang seorang pemimpin harus bekerja dalam waktu lama
dan sangat melelahkan. Banyak pekerjaan organisasi menuntut kekuatan
dan ketahanan fisik dalam waktu lama. Pemimpin organisasi besar
mempunyai kesibukan luar biasa dan seringkali lebih sibuk dari dugaan
orang banyak. Oleh karena itu, pemimpin dituntut memiliki fisik yang
kuat.
4) Berpengetahuan luas
Kegagalan seorang pimpinan antara lain disebabkan oleh
rendahnya kemampuan teoritis dan ketidakmampuan bertindak secara
praktis. Sebaliknya pemimpin profesional perlu memiliki kedua-duanya.
Pemimpin memiliki pengetahuan luas dengan kecakapan praktis yang
memadai untuk mengelola organisasi.
17
5) Percaya diri
Sikap percaya diri adalah faktor penentu kesuksesan kerja seorang
pimpinan. Pimpinan yang sukses bersikap konsisten menghadapi situasi
yang variatif.
6) Dapat menjadi anggota kelompok
Kerjasama memiliki peran penting dalam suatu organisasi, karena
adanya perpaduan antara pimpinan dengan anggota kelompok. Perpaduan
antara pimpinan dengan anggota kelompoklah yang membuat tujuan
organisasi akan dapat dicapai secara efektif dan efisien.
7) Adil dan bijaksana
Keadilan disini mengandung makna kesesuaian antara hak dan
kewajiban, posisi dengan tugas, dan prinsip keseimbangan lain. Kemudian
bijaksana berarti bahwa pemimpin harus menjangkau aspek manusiawi
individu yang dipimpin.
8) Tegas dan berinisiatif
Ketegasan adalah kemampuan mengambil keputusan atas dasar
keyakinan tertentu, dengan didukung oleh data yang kuat atau naluri
intuitif yang jitu. Berinisiatif berarti bahwa seseorang yang menduduki
posisi pimpinan mampu membuat gagasan baru, inovasi baru atau
tindakan lain yang memberikan pencerminan bahwa dia mempunyai
pemikiran tertentu atas suatu subjek.
18
9) Berkapasitas membuat keputusan
Membuat keputusan pada intinya adalah memecahkan persoalan
keorganisasian. Pemimpin yang mempunyai kapasitas membuat
keputusan akan dapat membawa organisasinya mencapai tujuan tertentu.
10) Memiliki kestabilan emosi
Pimpinan yang sabar didambakan oleh pengikut, dan karenanya dia
harus mampu mengendalikan emosi dan berpikir rasional pada situasi yang
berbeda. Di dalam menentukan tindakan seorang pemimpin dituntut tetap
berada pada posisi sikap normal dan tahan terhadap godaan. Emosi yang
stabil berarti pula bersikap tidak tergesa-gesa. Pemimpin harus sabar teliti,
dan hati-hati, karena setiap tindakan atau keputusannya mengandung suatu
konsekuensi tertentu.
11) Sehat jasmani dan rohani
Sehat jasmani dan rohani ini seperti tidak terganggu
pendengarannya, ketentuan tinggi badan, tidak cacat fisik yang benar-
benar menganggu, rekomendasi rumah sakit jiwa, dan sebagainya. Bisa
dibayangkan ketika seorang pimpinan buta, padahal pimpinan harus sering
menandatangani dokumen.
12) Bersifat prospektif
Sifat prospektif itu diperlukan terutama untuk menghadapi sistem
yang dinamis, seperti pertumbuhan penduduk, pertumbuhan ekonomi,
perubahan kondisi politik di dalam dan di luar negeri, perkembangan ilmu
19
pengetahuan, teknologi, kebijakan moneter, dan sebagainya. Sehingga,
persaingan organisasi tetap terjaga.
Mengacu dari beberapa pendapat para ahli ciri-ciri pemimpin yang
efektif yaitu memiliki rohani yang baik sehingga, pimpinan tidak berlaku
sewenang-wenang kepada bawahan yang dipimpinnya. Memiliki kepribadian
yang baik secara fisik karena kemampuan fisik pimpinan akan mempengaruhi
efektivitas pekerjaan pimpinan. Memiliki skill kepemimpinan yang baik
sehingga, mampu mengelola organisasi dengan baik untuk kemajuan
organisasi.
d. Fungsi-fungsi Kepemimpinan
Fungsi kepemimpinan berhubungan dengan situasi sosial dalam
kehidupan kelompok atau organisasi dimana fungsi kepemimpinan harus
diwujudkan dalam interaksi antar individu. Menurut Rivai (2005) secara
operasional fungsi pokok kepemimpinan dapat dibedakan sebagai berikut:
1) Fungsi Instruktif
Fungsi ini bersifat komunikasi satu arah. Pemimpin sebagai
komunikator merupakan pihak yang menentukan apa, bagaiman,
bilamana, dan dimana perintah itu dikerjakan agar keputusan dapat
dilaksanakan secara efektif. Kepemimpinan yang efektif memerlukan
kemampuan untuk menggerakkan dan memotivasi orang lain agar mau
melaksanakan perintah.
20
2) Fungsi konsultatif
Fungsi ini bersifat komunikasi dua arah. Konsultasi itu
dimaksudkan untuk memperoleh masukan berupa umpan balik untuk
memperbaiki dan menyempurnakan keputusan-keputusan yang telah
ditetapkan dan dilaksanakan. Dengan menjalankan fungsi konsultatif
dapat diharapkan keputusan-keputusan pimpinan akan mendapat
dukungan dan lebih mudah menginstruksikannya sehingga kepemimpinan
berlangsung efektif.
3) Fungsi Partisipasi
Dalam menjalankan fungsi ini pemimpin berusaha mengaktifkan
orangorang yang dipimpinnya, baik dalam keikut sertaan mengambil
keputusan maupun dalam melaksanakannya. Partisipasi tidak berarti bebas
berbuat semaunya, tetapi dilakukan secara terkendali dan terarah berupa
kerjasama dengan tidak mencampuri atau mengambil tugas pokok orang
lain. Keikutsertaan pemimpin harus tetap dalam fungsi sebagai pemimpin
dan bukan pelaksana.
4) Fungsi Delegasi
Fungsi ini dilaksanakan dengan memerikan pelimpahan wewenang
membuat atau menetapkan keputusan, baik melalui persetujuan maupun
tanpa persetujuan dari pimpinan. Fungsi delegasi pada dasarnya berarti
kepercayaan. Orang-orang penerima delegasi itu harus diyakini
merupakan pembantu pemimpin yang mempunyai kesamaan prinsip,
persepsi, dan aspirasi.
21
5) Fungsi Pengendalian
Fungsi pengendalian bermaksud bahwa kepemimpinan yang
sukses atau efektif mampu mengatur aktivitas anggotanya secara terarah
dan dalam koordinasi yang efektif sehingga memungkinkan tercipnya
tujuan bersama secara maksimal. Fungsi pengendalian ini dapat
diwujudkan melalui kegiatan bimbingan, pengarahan, koordinasi, dan
pengawasan.
Sedangkan fungsi-fungsi kepemimpinan menurut Sondang (2003) yaitu:
1) Pimpinan sebagai penentu arah
Arah yang dimaksud tertuang dalam strategi dan taktik yang
disusun dan dijalankan oleh organisasi yang bersangkutan. Perumus dan
penentu strategi dan taktik tersebut adalah pimpinan dalam organisasi
tersebut.
2) Pimpinan sebagai wakil dan juru bicara organisasi
Tidak semua anggota organisasi mempunyai wewenang untuk
mengadakan hubungan keluar dengan berbagai pihak yang ada
hubungannya dengan organisasi yang bersangkutan. Pimpinan puncak
organisasilah yang menjadi wakil dan juru bicara resmi organisasi dalam
hubungan dengan berbagai pihak di luar organisasi. Sebagai wakil dan juru
bicara resmi organisasi, fungsi pimpinan tidak terbatas pada pemeliharaan
hubungan baik saja, tetapi harus membuahkan perolehan dukungan yang
diperlukan oleh organisasi dalam usaha pencapaian tujuan dan berbagai
sasarannya.
22
3) Pimpinan sebagai komunikator yang efektif
Tidak dapat disangkal bahwa salah satu fungsi pimpinan yang
bersifat hakiki adalah berkomunikasi secara efektif. Bahkan ada pendapat
yang mengatakan bahwa timbulnya perselisihan, perbedaan paham dan
adanya konflik, terutama disebabkan oleh tidak adanya komunikasi yang
efektif antara pihak-pihak yang saling berhubungan.
4) Pemimpin sebagai mediator
Dalam kehidupan organisasional, selalu saja ada situasi konflik
yang harus diatasi, baik dalam hubungan ke luar maupun dalam hubungan
ke dalam organisasi. Pembahasan tentang peran pimpinan sebagai
mediator difokuskan pada penyelesaian situasi konflik yang mungkin
timbul dalam satu organisasi, tanpa mengurangi pentingnya situasi konflik
yang mungkin timbul dalam hubungan keluar dihadapi dan diatasi.
5) Pemimpin sebagai integrator
Merupakan kenyataan dalam kehidupan organisasional bahwa
timbulnya kecenderungan berpikir dan bertindak berkotakkotak di
kalangan para anggota organisasi dapat diakibatkan oleh sikap yang positif
tetapi mungkin pula karena sikap yang negatif. Sikap negatif inilah yang
biasanya memunculkan konflik dalam organisasi. Disinilah peran
pimpinan sebagai penghubung antar kalangan anggota organisasi agar
selalu terarah dalam penciptaan lingkungan organisasi yang positif.
23
e. Indikator Kepemimpinan
Sondang (2003) berpendapat, tujuh indikator yang dapat harus
dimiliki pimpinan adalah sebagai berikut:
1) Iklim saling mempercayai
Hubungan saling mempercayai akan menjadi suatu kenyataan
apabila di pihak pemimpin memperlakukan bawahannya sebagai manusia
yang bertanggungjawab dan di pihak lain bawahan dengan sikap mau
menerima kepemimpinan atasannya.
2) Penghargaan terhadap ide bawahan
Penghargaan terhadap ide bawahan dari seorang pemimpin dalam
sebuah lembaga atau instansi akan dapat memberikan nuansa tersendiri
bagi para bawahannya. Seorang bawahan akan selalu menciptakan ide- ide
yang positif demi pencapaian tujuan organisasi pada lembaga atau instansi
tempat bekerja.
3) Memperhitungkan perasaan para bawahan
Dari sini dapat dipahami bahwa perhatian pada manusia
merupakan visi manajerial yang berdasarkan pada aspek kemanusiaan dari
perilaku seorang pemimpin.
4) Perhatian pada kenyamanan kerja bagi para bawahan
Hubungan antara individu dan kelompok akan menciptakan
harapan-harapan bagi perilaku individu. Dari harapan-harapan ini akan
menghasilkan peranan-peranan tertentu yang harus dimainkan. Sebagian
orang harus memerankan sebagai pemimpin sementara yang lainnya
24
memainkan peranan sebagai bawahan. Dalam hubungan tugas keseharian
seorang pemimpin harus memperhatikan pada kenyamanan kerja bagi para
bawahannya.
5) Perhatian pada kesejahteraan bawahan
Seorang pemimpin dalam fungsi kepemimpinan pada dasarnya
akan selalu berkaitan dengan dua hal penting yaitu hubungan dengan
bawahan dan hubungan yang berkaitan dengan tugas. Perhatian adalah
tingkat sejauh mana seorang pemimpin bertindak dengan menggunakan
cara yang sopan dan mendukung, memperlihatkan perhatian segi
kesejahteraan mereka. Misalkan berbuat baik terhadap bawahan,
berkonsultasi dengan bawahan atau pada bawahan dan memperhatikan
dengan cara memperjuangkan kepentingan bawahan. Konsiderasi sebagai
perilaku kepemimpinan yang berorientasi pada bawahan seringkali
ditandai dengan perilaku pemimpin yang cenderung memperjuangkan
kepentingan bawahan, memperhatikan kesejahteraan diantaranya dengan
cara memberikan gaji tepat pada waktunya, memberikan tunjangan, serta
memberikan fasilitas yang sebaik mungkin bagi para bawahannya.
6) Memperhitungkan faktor kepuasan kerja para bawahan dalam
menyelesaikan tugas-tugas yang dipercayakan padanya.
Dalam sebuah organisasi seorang pemimpin memang harus
senantiasa memperhitungkan faktor-faktor apa saja yang dapat
menimbulkan kepuasan kerja para bawahan dalam menyelesaikan tugas-
25
tugasnya, dengan demikian hubungan yang harmonis antara pemimpin dan
bawahan akan tercapai.
7) Pengakuan atas status para bawahan secara tepat dan professional
Pemimpin dalam berhubungan dengan bawahan yang diandalkan
oleh bawahan adalah sikap dari pemimpin yang mengakui status yang
disandang bawahan secara tepat dan professional. Dari pernyataan di atas
dapat dipahami bahwa pengakuan atas status para bawahan secara tepat
dan professional yang melekat pada seorang pemimpin menyangkut sejauh
mana para bawahan dapat menerima dan mengakui kekuasaannya dalam
menjalankan kepemimpinan.
Sedangkan menurut Uno (2009) indikator kepemimpinan yang
mendasar dari perilaku sebagai pemimpin istimewa sebagai berikut:
1) Menantang proses
Menantang proses disini pimpinan selalu mencari kesempatan atau
peluang dalam upaya memajukan organisasi.
2) Memberi inspirasi
Pimpinan menggambarkan masa depan organisasi atau
memaparkan rencana dalam upaya mencapai tujuan yang telah ditentukan
kepada bawahan. Selain itu, pimpinan juga membantu orang lain atau
pegawai dalam upaya pencapaian tujuan.
26
3) Memungkinkan orang lain untuk bertindak
Mempercepat kerjasama antara pimpinan dengan pegawai, serta
pegawai satu dengan pegawai lainnya. Hal ini pimpinan juga memperkuat
pegawainya dalam melakukan pekerjaan.
4) Membuat model pemecahan
Pimpinan bersifat solutif atau memberikan solusi ketika organisasi
atau bawahan sedang memiliki permasalahan. Pimpinan dapat
memberikan contoh kepada bawahan dalam memecahkan masalah disertai
memberikan rencana keberhasilan kecil apabila masalah tersebut dapat
diselesaikan.
5) Memberikan semangat
Pimpinan perlu mengakui kontribusi individu atau bawahannya.
Pengakuan terhadap pegawai atau bawahan merupakan salah satu bentuk
motivasi terhadap bawahannya. Pimpinan juga perlu merayakan prestasi
kerja apabila tujuan yang ditentukan telah tercapai.
Dari indikator diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa pimpinan perlu
memiliki beberapa kemampuan untuk menjadi pemimpin. Pertama, pimpinan
perlu memiliki kepribadian yang baik serta pemikiran yang visioner. Kedua,
pimpinan perlu memiliki kemampuan komunikasi yang baik kepada bawahan
maupun kepada organisasi lain sebagai upaya menciptakan iklim perusahaan
yang baik.
27
2. Motivasi
a. Pengertian Motivasi Kerja
Motivasi berasal dari kata latin “movere” yang berarti “dorongan”
atau daya penggerak. Motivasi adalah daya pendorong yang mengakibatkan
seseorang anggota organisasi mau dan rela untuk mengerahkan kemampuan
dalam bentuk keahlian atau ketrampilan tenaga dan waktunya untuk
menyelenggarakan berbagai kegiatan yang menjadi tanggung jawabnya dan
melaksanakan kewajibannya, dalam rangka pencapaian tujuan dan berbagai
sasaran organisasi yang telah ditentukan sebelumnya (Siagian, 2003). Dari
paparan teori ini disebutkan bahwa motivasi adalah suatu dorongan yang
membuat seorang karyawan itu mampu dan rela untuk mengerahkan
kemampuannya untuk organisasi dalam mencapai tujuan. Motivasi
merupakan hasrat di dalam seseorang yang menyebabkan orang tersebut
melakukan tindakan (Mathis dan Jackson, 2006).
Motivasi adalah sekelompok faktor yang menyebabkan individu
berperilaku dalam cara-cara tertentu (Grifin, 2003). Motivasi merujuk pada
kekuatan-kekuatan internal dan eksternal seseorang yang membangkitkan
antusiasme dan perlawanan untuk melakukan serangkaian tindakan tertentu.
Motivasi karyawan mempengaruhi kinerja, dan sebagian tugas seorang
manajer adalah menyalurkan motivasi menuju pencapaian tujuan-tujuan
organisasional.
Motivasi mempersoalkan bagaimana caranya mendorong gairah kerja
bawahan, agar mereka mau bekerja keras dengan memberikan semua
28
kemampuan dan keterampilannya untuk mewujudkan tujuan perusahaan.
Menurut Mangkunegara (2008), menyatakan bahwa motivasi adalah kondisi
yang menggerakkan pegawai agar mampu mencapai tujuan dari motifnya.
Berdasarkan definisi tersebut dapat disimpulkan bahwa motivasi adalah
dorongan yang menggerakkan pegawai agar mampu mencapai tujuan.
Menurut Hasibuan (2003) bahwa motivasi kerja adalah pemberian
daya penggerak yang menciptakan kegairahan kerja seseorang agar mereka
mau bekerja sama, bekerja efektif dan terintegrasi dengan segala daya
upayanya untuk mencapai kepuasan. Faktor pendorong penting yang
menyebabkan manusia bekerja adalah adanya kebutuhan yang harus
dipenuhi. Berdasarkan paparan diatas, bahwa untuk mencapai kepuasan
karyawan adalah dengan cara memberikan dorongan daya penggerak dan
kegairahan kerja kepada karyawan agar mereka termotivasi sehingga mampu
bekerja secara efektif dan bekerja sama dengan baik.
Dari pendapat para ahli dapat diambil kesimpulan motivasi adalah
berbagai usaha yang dilakukan oleh manusia tentunya untuk memenuhi
keinginan dan kebutuhannya. Namun, agar keinginan dan kebutuhannya
dapat terpenuhi tidaklah mudah didapatkan apabila tanpa usaha yang
maksimal. Dalam pemenuhan kebutuhannya, seseorang akan berperilaku
sesuai dengan dorongan yang dimiliki dan apa yang mendasari perilakunya.
b. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Motivasi Kerja
Motivasi sering diartikan dengan istilah dorongan. Motivasi sebagai
proses batin atau proses psikologis dalam diri seseorang yang tentunya
29
dipengaruhi oleh beberapa faktor. Faktor-faktor yang mempengaruhi
motivasi menurut Sondang P. (2004) sebagai berikut:
1) Karakteristik biografikal
Karakteristik biografikal ini terkait dengan individu yang
bersangkutan seperti:
a) Umur
Umur berkaitan dengan tingkat kedewasaan teknis seseorang.
Kedewasaan ini berarti keterampilan melaksanakan tugas maupun
kedewasaan psikologis seseorang. Anggapannya semakin lama
seseorang berkarya maka kedewasaan teknisnya akan meningkat.
Sedangkan, kedewasaan psikologis artinya semakin lanjut usia
seseorang, yang bersangkutan diharapkan semakin mampu
menunjukkan kematangan jiwa, dalam arti semakin bijaksana, semakin
mampu berfikir secara rasional, mampu mengendalikan emosi, semakin
toleran, serta menunjukkan kematangan intelektual.
b) Jenis Kelamin
Implikasi jenis kelamin para pekerja merupakan hal yang sangat
perlu mendapat perhatian secara wajar karena dengan demikian
perlakuan terhadap merekapun dapat disesuaikan sedemikian rupa,
sehingga mereka menjadi anggota organisasi yang bertanggung jawab.
c) Status perkawinan
Dapat dipastikan bahwa status perkawinan berpengaruh pada
perilaku seseorang dalam kehidupan organisasionalnya, baik secara
30
positif maupun negatif. Status perkawinan seseorang juga memberikan
petunjuk tentang cara, dan teknik motivasi yang cocok digunakan
dibandingkan dengan orang yang tidak berkeluarga.
d) Jumlah Tanggungan
Jika dikaitkan dengan faktor kepuasan kerja, terlihat semakin
besar jumlah tanggungan seseorang semakin mudah pula ia mencari
tingkat kepuasan yang memadai. Dapat dikatakan bahwa hal ini
berkaitan dengan sikap orang yang bersangkutan yang tidak mau
mengambil resiko kemungkinan terhentinya atau berkurangnya sumber
penghasilan yang didambakan oleh semua anggota keluarga sebagai
sumber pembiayaan berbagai kebutuhan mereka. Sikap serupa
nampaknya terlihat bila dikaitkan dengan tingkat kemangkiran
seseorang, kecenderungannya untuk mangkirpun semakin kecil karena
takut dikenakan berbagai sanksi disiplin yang akan berakibat negatif
pada karir dan sumber penghasilan orang yang bersangkutan.
e) Masa Kerja
Secara umum dapat dikatakan bahwa setiap organisasi
menginginkan para pekerjanya terus berkarya pada organisasi yang
bersangkutan selama masa aktifnya. Dengan perkataan lain tidak ada
organisasi yang senang melihat sering terjadinya pergantian pegawai
dalam arti banyak pegawai lama yang meninggalkan organisasi dengan
berbagai alasan dan sebagai akibatnya harus direkrut pegawai baru
untuk menggantikan mereka yang berhenti itu.
31
2) Kepribadian
Telah dimaklumi bahwa sebagai individu, setiap orang mempunyai
jati diri yang khas. Karena itulah sering dikatakan bahwa setiap orang
sesungguhnya makhluk yang unik di alam semesta ini tanpa duplikat.
Karena itu kepribadian ini dapat digunakan untuk pimpinan dalam
menentukan teknik motivasi yang paling tepat sesuai dengan
kepribadiannya.
3) Persepsi
Apabila seseorang berbicara tentang persepsi, yang dapat
dikatakan apa yang ingin dilihat oleh seseorang belum tentu sama dengan
fakta sebenarnya. Implikasi dari semua itu (diri sendiri, sasaran persepsi,
faktor situasi) terhadap penggunaan motivasi para bawahan sesungguhnya
sangat besar. Mau atau tidak, disukai atau tidak, seseorang manajer harus
memanfaatkan pengetahuan tentang persepsi bawahannya mengenai
berbagai segi kehidupan organisasionalnya karena persepsi orang sangat
berpengaruh pada perilakunya dan perilaku akan sangat berpengaruh pada
motivasinya.
4) Kemampuan belajar
Kemampuan belajar berarti berusaha mengetahui hal-hal baru,
teknik baru, metode baru, cara berpikir baru, dan bahkan juga perilaku
baru.
32
5) Nilai-nilai yang dianut
Setiap orang menganut sistem nilai tertentu, yaitu berupa pola
kelakuan atau alasan keberadaan seseorang. Sistem nilai pribadi seseorang
biasanya dikaitkan dengan sistem nilai sosial yang berlaku di berbagai
jenis masyarakat dimana seseorang menjadi anggota. Dapat pula dikatakan
bahwa sistem nilai seseorang adalah pendapatnya tentang norma-norma
yang menyangkut hal-hal tertentu seperti yang baik, buruk, benar, atau
salah.
6) Sikap
Sikap para bawahan sangat penting mendapat perhatian karena
meskipun sikap seseorang berbeda dari nilai yang dianutnya, terdapat
kaitan yang erat antara keduanya. Secara konsepsional, nilai memang lebih
luas dari sikap. Seperti telah terlihat di muka, nilai menyangkut persepsi
seseorang tentang yang baik, yang tidak baik, yang benar dan yang salah.
Sedangkan sikap merupakan suatu pernyataan evaluatif seseorang
terhadap objek tertentu, orang tertentu atau peristiwa tertentu. Artinya
sikap merupakan pencerminan perasaan seseorang terhadap sesuatu.
7) Kepuasan kerja
Kepuasan kerja ini memberi petunjuk bahwa terdapat paling
sedikit empat faktor yang turut berperan, yaitu:
a) Pekerjaan yang penuh tantangan
Pekerjaan ini apakah menarik atau tidak kemudian apakah
sangat teknis dan repetitif sehingga tidak lagi menuntut imajinasi,
33
inovasi dan kreatifitas dalam pelaksanaannya. Salah satu sumber
tingkat kepuasannya tercermin pada tingkat kebosanan yang tinggi.
b) Penerapan sistem penghargaan yang adil
Penghargaan yang adil ini meliputi soal penggajian yang adil
yang sesuai dengan kesepakatan sebelum bekerja. Sistem promosi
dalam pengelolaan sumber daya manusia ini perlu adanya sistem yang
jelas bagaimana cara dalam mengupayakan untuk mendapatkan
promosi jabatan dalam organisasi sehingga tidak menimbulkan
kecemburuan sosial.
c) Kondisi yang sifatnya mendukung
Kondisi kerja tidak terbatas pada tempat pekerjaan, akan tetapi
operasional juga mempengaruhi seperti berapa biaya yang dibutuhkan
untuk menuju tempat kerja sehingga relevan untuk menekan efisiensi,
efektivitas, dan produktivitas kerja.
d) Sikap rekan kerja.
Adanya sikap saling ketergantungan dan keterkaitan antara
orang satu dengan yang lain, tugas satu dengan yang lain. Contohnya,
ketika diberi saran atau kritikan yang bersifat mendukung khususnya
pada pimpinan harus mempertimbangkan masukan dari bawahan.
8) Kemampuan
Kemampuan digolongkan menjadi dua jenis, yaitu kemampuan
intelektual dan kemampuan fisik. Misalnya dalam penempatan dalam
hubungan ini pada umumnya dapat dikatakan bahwa semakin tinggi
34
kedudukan seseorang dalam organisasi, yang lebih diperlukan adalah
kemampuan intelektual yang tinggi, bukan kemampuan fisik dan
sebaliknya.
Sesuai dengan teori hierarki kebutuhan Maslow (Handoko, 2003)
Maslow berpendapat, motivasi manusia akan didorong untuk memenuhi
kebutuhan yang paling kuat sesuai waktu, keadaan dan pengalaman yang
bersangkutan. Konsep hierarki kebutuhan sendiri manusia dapat disusun
dalam suatu hierarki dari kebutuhan terendah sampai yang tertinggi,
seperti yang dijelaskan sebagai berikut:
a) Kebutuhan fisiologis
Kebutuhan ini seperti ruang istirahat, berhenti untuk makan
siang, air untuk minum, balas jasa, jaminan sosial dan periode istirahat
on the job. Kebutuhan fisiologis ini kebutuhan yang paling mendasar
dari apa yang dibutuhkan manusia.
b) Kebutuhan keamanan dan rasa aman
Kebutuhan yang dimaksud seperti, pengembangan pegawai,
kondisi kerja yang aman, serikat kerja, tabungan, jaminan pensiun,
asuransi, dan sistem penanganan keluhan. Kebutuhan ini menjadi hal
utama ketika kebutuhan yang mendasar dapat dipenuhi sehingga
pegawai merasa ada perlindungan dan tercipta stabilitas dalam bekerja.
c) Kebutuhan social
Kebutuhan sosial dalam hierarki kebutuhan Maslow yaitu;
cinta, perasaan memiliki dan diterima dalam kelompok, kekeluargaan,
35
kelompok-kelompok kerja formal dan informal. Pada dasarnya
kebutuhan sosial ini dibutuhkan karena pada dasarnya manusia
merupakan makhluk sosial sehingga dalam bekerjapun membutuhkan
orang lain dalam mengerjakan tugas serta pencapaian tujuan organisasi.
d) Kebutuhan harga diri
Kebutuhan harga diri disini merupakan adanya pengakuan
kepada pegawai dalam organisasi. Hal tersebut dapat dicontohkan
seperti status atau kedudukan, pengakuan, penghargaan, kekuasaan
serta jabatan.
c. Indikator Motivasi
Dalam penelitian ini peneliti menggunakan indikator motivasi dari
teori Maslow. Teori hirarki kebutuhan dari Abraham Maslow menurut
Sofyandi dan Garniwa (2007) terdiri dari:
1) Kebutuhan fisiologis (Physiological-need)
Kebutuhan Fisiologis Kebutuhan fisiologis merupakan hirarki
kebutuhan manusia yang paling dasar yang merupakan kebutuhan untuk
dapat hidup seperti makan, minum, perumahan, oksigen, tidur dan
sebagainya.
2) Kebutuhan rasa aman (Safety-need)
Apabila kebutuhan fisiologis relatif sudah terpuaskan, maka
muncul kebutuhan yang kedua yaitu kebutuhan akan rasa aman.
Kebutuhan akan rasa aman ini meliputi keamanan akan perlindungan dari
36
bahaya kecelakaan kerja, jaminan akan kelangsungan pekerjaannya dan
jaminan akan hari tuanya pada saat mereka tidak lagi bekerja.
3) Kebutuhan sosial (Social-need)
Jika kebutuhan fisiologis dan rasa aman telah terpuaskan secara
minimal, maka akan muncul kebutuhan sosial, yaitu kebutuhan untuk
persahabatan, afiliasi dana interaksi yang lebih erat dengan orang lain.
Dalam organisasi akan berkaitan dengan kebutuhan akan adanya
kelompok kerja yang kompak, supervisi yang baik, rekreasi bersama dan
sebagainya.
4) Kebutuhan penghargaan (Esteem-need)
Kebutuhan ini meliputi kebutuhan keinginan untuk dihormati,
dihargai atas prestasi seseorang, pengakuan atas kemampuan dan keahlian
seseorang serta efektifitas kerja seseorang.
5) Kebutuhan aktualisasi diri (Self-actualization need)
Aktualisasi diri merupakan hirarki kebutuhan dari Maslow yang
paling tinggi. Aktualisasi diri berkaitan dengan proses pengembangan
potensi yang sesungguhnya dari seseorang. Kebutuhan untuk
menunjukkan kemampuan, keahlian dan potensi yang dimiliki seseorang.
Malahan kebutuhan akan aktualisasi diri ada kecenderungan potensinya
yang meningkat karena orang mengaktualisasikan perilakunya. Seseorang
yang didominasi oleh kebutuhan akan aktualisasi diri senang akan
tugastugas yang menantang kemampuan dan keahliannya.
37
d. Tujuan Pemberian Motivasi Kerja
Tujuan pemberian motivasi menurut Hasibuan (2001) adalah sebagai
berikut:
1) Medorong gairah dan semangat kerja karyawan.
2) Meningkatkan moral dan kepuasan kerja karyawan.
3) Meningkatkan produktivitas kerja karyawan.
4) Mempertahankan loyalitas dan kestabilan karyawan perusahaan.
5) Meningkatkan kedisiplinan dan menurunkan tingkat absensi karyawan.
6) Mengefektifkan pengadaan karyawan.
7) Menciptakan suasana dan hubungan kerja yang baik.
8) Meningkatkan kreatifitas dan partisipasi karyawan.
9) Meningkatkan tingkat kesejahteraan karyawan.
10) Mempertinggi rasa tanggung jawab karyawan terhadap tugas–
tugasnya.
11) Meningkatkan efisiensi pengguanaan alat - alat dan bahan baku.
3. Kinerja
a. Pengertian Kinerja
Kinerja dalam bahasa latin berasal dari kata Job performance atau
performance yang mempunyai arti prestasi kerja atau prestasi sesungguhnya
yang dicapai oleh seseorang (Mangkunegara, 2008). Dan biasanya orang
yang kinerjanya tinggi disebut orang yang produktif dan sebaliknya orang
yang tingkat kinerjanya tidak mencapai tingkat standar dikatakan sebagai
orang yang tidak produktif atau berperforma rendah.
38
Menurut Hasibuan (2002) kinerja adalah merupakan suatu hasil kerja
yang dicapai seseorang dalam melaksanakan tugas-tugasnya atas kecakapan,
usaha dan kesempatan. Berdasarkan paparan diatas kinerja adalah suatu hasil
yang dicapai seseorang dalam melaksanakan tugas-tugas yang didasarkan
atas kecakapan, pengalaman dan kesungguhan serta waktu menurut standar
dan kriteria yang telah ditetapkan sebelumnya.
Mangkunegara (2006) berpendapat bahwa kinerja (prestasi kerja)
adalah hasil kerja secara kualitas dan kuantitas yang dicapai oleh seorang
pegawai dalam melaksanakan tugasnya sesuai dengan tanggung jawab yang
diberikan kepadanya. Berdasarkan teori diatas bahwa kinerja merupakan apa
yang dilakukan karyawan secara kualitas dan kuantitas dalam melaksanakan
tugasnya sesuai dengan tanggung jawab yang telah diberikan.
Dari beberapa pendapat ahli dapat disimpulkan bahwa kinerja
karyawan adalah hasil kerja yang dilakukan oleh seseorang dalam suatu
organisasi agar tercapai tujuan yang diiginkan suatu organisasi dan
meminimalisir kerugian serta mampu menciptakan karyawan yang handal
yang mampu melaksanakan tugasnya sesuai tanggung jawab yang diberikan.
b. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kinerja Karyawan
Menurut Handoko (2001) faktor-faktor kinerja juga dipengaruhi oleh
motivasi, kepuasan kerja, tingkat stres, kondisi fisik pekerjaan, sistem
kompensasi, desain pekerjaan, komitmen terhadap organisasi dan aspekaspek
ekonomis, teknis serta keperilakuan lainnya.
39
Menurut Tiffin dan Mc. Cornick (dalam As’ad 2001) menyatakan ada
dua macam faktor yang mempengaruhi kinerja seseorang yaitu:
1) Faktor Individual
Yaitu faktor-faktor yang meliputi sikap, sifat kepribadian, sifat
fisik, minat dan motivasi, pengalaman, umur, jenis kelamin, tingkat
pendidikan, serta faktor individual lainnya.
2) Faktor Situasional
a) Faktor fisik pekerjaan, meliputi: metode kerja, kondisi dan desain
perlengkapan kerja, penentuan ruang, dan lingkungan fisik
(penyinaran, temperatur dan ventilasi).
b) Faktor sosial dan organisasi, meliputi: peraturan organisasi, jenis
latihan dan pengawasan, sistem upah dan lingkungan sosial.
Faktor-faktor kinerja juga dipengaruhi oleh motivasi, kepuasan
kerja, tingkat stres, kondisi fisik pekerjaan, sistem kompensasi, desain
pekerjaan, komitmen terhadap organisasi dan aspek-aspek ekonomis,
teknis serta keperilakuan lainnya (Handoko, 2001).
Menurut Siagian (2003) bahwa kinerja karyawan dipengaruhi oleh
gaji, lingkungan kerja, budaya organisasi, kepemimpinan, motivasi kerja
(motivation), disiplin kerja, dan kepuasan kerja.
Menurut Bernardin (dalam Robbins, 2003:) bahwa kinerja dapat
dikatakan baik bila karyawan memenuhi hal sebagai berikut:
40
a) Kualitas kerja, diukur dari persepsi karyawan terhadap kualitas
pekerjaan yang dihasilkan serta kesempurnaan tugas terhadap
keterampilan dan kemampuan karyawan.
b) Kuantitas, diukur dari persepsi karyawan terhadap jumlah aktivitas
yang ditugaskan beserta hasilnya.
c) Waktu produksi (production time), diukur dari persepsi pegawai
terhadap suatu aktivitas yang diselesaikan dari awal waktu sampai
menjadi output.
d) Efektivitas, persepsi karyawan dalam menilai pemanfaatan waktu
dalam menjalankan tugas, efektivitas penyelesaian tugas dibebankan
organisasi.
e) Kemandirian, tingkat dimana karyawan dapat melakukan fungsi
kerjanya tanpa meminta bantuan atau bimbingan dari orang lain,
diukur dari persepsi karyawan dalam melakukan fungsi kerjanya
masing-masing sesuai dengan tanggung jawabnya.
f) Komitmen kerja, tingkat dimana karyawan mempunyai komitmen
kerja dengan instansi dan tanggung jawab karyawan terhadap kantor.
c. Penilaian Kinerja
Menurut Slamet (2007) Penilaian kinerja adalah proses evaluasi
seberapa baik seorang pekerja mengerjakan pekerjaan mereka ketika
dibandingkan dengan satu set standar dan kemudian mengkomunikasikannya
dengan para pekerja. Dapat dijelaskan penilaian kinerja adalah proses untuk
mengevaluasi seberapa baik karyawan mengerjakan pekerjaan jika
41
disesuaikan dengan standar perusahaan kemudian pimpinan
mengkomunikasikan hasil dari evaluasi tersebut kepada karyawan.
Penilaian kinerja merupakan kegiatan manajer yang paling tidak
disukai, dan mungkin ada beberapa alasan untuk perasaan demikian.
Penilaian kinerja tidak semuanya bersifat positif, karena ada karyawan yang
kinerjanya buruk, kasus ini yang membuat manajer menjadi dilema. Disatu
sisi manajer menilai dan menegur karyawan yang kinerja buruk supaya
meningkatkan kinerjanya, disisi lain manajer mempunyai beban rasa tidak
menyenangkan jika menegur dan menilai kinerja karyawannya yang buruk.
Pada umumnya sistem penilaian kinerja masih digunakan sebagai alat
untuk mengendalikan perilaku karyawan, membuat keputusan-keputusan
yang berkaitan dengan kenaikan gaji, pemberian bonus, promosi dan
penempatan karyawan yang bersangkutan. Seharusnya penilaian kinerja tidak
saja mengevaluasi kinerja karyawan, tetapi juga mengembangkan dan
memotivasi karyawan. Sebaliknya, karyawan yang dinilai harus mengetahui
bidang prestasi yang dinilai, diberi kesempatan untuk menilai dirinya sendiri.
Informasi yang diterima para manajer tentang seberapa baik para
karyawan berkinerja dapat terdiri dari tiga jenis yang berbeda, yaitu informasi
berdasarkan ciri-ciri, informasi berdasarkan tingkah laku dan informasi
berdasarkan hasil (Mathis dan Jackson, 2002).
1) Informasi berdasarkan ciri-ciri
Informasi berdasarkan ciri-ciri, seperti kepribadian yang
menyenangkan, inisiatif atau kreativitas dan mungkin sedikit pengaruhnya
42
pada pekerjaan tertentu. Ciri-ciri mengandung banyak makna dan banyak
keputusan penting yang dilakukan dalam penilaian kinerja dengan
mendasarkan pada ciri-ciri ini seperti daya adaptasi dan kelakuan umum
menjadi terlalu kabur untuk digunakan sebagai dasar dari keputusan
sumber daya manusia berdasarkan penilaian kinerja ini.
2) Informasi berdasarkan tingkah laku
Informasi berdasarkan tingkah laku memfokuskan pada perilaku
yang spesifik yang mengarah pada keberhasilan di pekerjaan. Informasi
perilaku lebih sulit di identifikasi, tetapi memiliki keuntungan yang secara
jelas memberikan gambaran akan perilaku apa yang ingin dilihat oleh
pihak manajemen. Persoalan yang potensial bisa jadi ada beberapa
perilaku, yang seluruhnya dapat berhasil dalam situasi tertentu.
3) Informasi berdasarkan hasil
Informasi berdasarkan hasil mempertimbangkan apa yang telah
dilakukan karyawan atau apa yang telah dicapai karyawan. untuk
pekerjaan-pekerjaan di mana pengukuran itu mudah dan tepat, pendekatan
berdasarkan hasil ini adalah cara yang terbaik. Namun demikian, apa-apa
yang diukur cenderung ditekankan dan apa yang sama-sama pentingnya
tetapi tidak merupakan bagian yang diukur mungkin akan diabaikan
karyawan.
d. Manfaat Penilaian Kinerja
Kontribusi hasil-hasil penilaian merupakan sesuatu yang sangat
bermanfaat bagi perencanaan kebijakan-kebijakan organisasi.
43
Kebijakankebijakan organisasi dapat menyangkut aspek individual maupun
aspek organisasi. Adapun manfaat penilaian kinerja (Slamet, 2007) adalah
sebagai berikut:
1) Mengelola operasi organisasi secara efektif dan efisien melalui
pemotivasian pekerja secara maksimum.
2) Membantu pengambilan keputusan yang bersangkutan dengan pekerja
seperti promosi, transfer, dan pemberhentian.
3) Mengidentifikasi kebutuhan pelatihan dan pengembangan pekerja dan
untuk menyediakan kriteria seleksi dan evaluasi program pelatihan
pekerja.
4) Menyediakan umpan balik bagi pekerja mengenai bagaimana atasan
mereka menilai kinerja mereka.
5) Menyediakan suatu dasar bagi distribusi penghargaan.
e. Indikator Kinerja Karyawan
Indikator kinerja karyawan menurut Mathis dan Jackson (2006)
adalah sebagai berikut:
1) Kuantitas
Kuantitas merupakan jumlah yang dihasilkan dinyatakan dalam
istilah seperti jumlah unit, jumlah siklus aktivitas yang diselesaikan.
Kuantitas yang diukur dari persepsi pegawai terhadap jumlah aktivitas
yang ditugaskan beserta hasilnya.
44
2) Kualitas
Kualitas adalah ketaatan dalam prosedur, disiplin, dedikasi.
Tingkat dimana hasil aktivitas yang dikehendaki mendekati sempurna
dalam arti menyesuaikan beberapa cara ideal dari penampilan aktivitas,
maupun memenuhi tujuan-tujuan yang diharapkan dari suatu aktivitas.
Kualitas kerja diukur dari persepsi pegawai terhadap kualitas pekerjaan
yang dihasilkan serta kesempurnaan tugas terhadap ketrampilan dan
kemampuan pegawai.
3) Keandalan
Keandalan adalah kemampuan untuk melakukan pekerjaan yang
disyaratkan dengan supervisi minimum. Menurut Zeithaml & Berry
(dalam Sudarmanto, 2009) kehandalan yakni mencakup konsistensi
kinerja dan kehandalan dalam pelayanan; akurat, benar dan tepat.
4) Kehadiran
Kehadiran adalah keyakinan akan masuk kerja setiap hari dan sesuai
dengan jam kerja.
5) Kemampuan bekerja sama
Kemampuan bekerja sama adalah kemampuan seorang tenaga
kerja untuk bekerja bersama dengan orang lain dalam menyelesaikan suatu
tugas dan pekerjaan yang telah ditetapkan sehingga mencapai daya guna
dan hasil guna yang sebesar–besarnya
45
B. Penelitian Terdahulu
Berikut adalah beberapa penelitian terdahulu yang berhubungan dengan
kepemimpinan dan motivasi terhadap kinerja karyawan, antara lain:
1. Penelitian yang dilakukan oleh Imam Fauzi (2011) berjudul Pengaruh
Kepemimpinan dan Motivasi terhadap Kinerja Karyawan pada unit SKT Brak
BL 53 PT. Djarum Kudus. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat
pengaruh yang positif, signifikan kepemimpinan dan motivasi terhadap
kinerja karyawan baik secara parsial maupun simultan.
2. Penelitian yang dilakukan oleh Wilhelmus Andiyanto (2011) berjudul
Pengaruh Motivasi Kerja Dan Kepemimpinan Terhadap Kinerja Pegawai
Pada Badan Keluarga Berencana Dan Pemberdayaan Perempuan Kabupaten
Manggarai-Flores Nusa Tenggara Timur. Hasil penelitian menunjukkan
bahwa faktor yang paling mempengaruhi kinerja pegawai adalah
kepemimpinan, hal ini dibuktikan dengan nilai standardized coefficient yang
terbesar. Kepemimpinan berpengaruh secara positif dan signifikan terhadap
kinerja pegawai. Semakin baik dan kondusif penerapan kepemimpinan akan
meningkatkan kinerja pegawai. Motivasi kerja berpengaruh positif dan
signifikan terhadap kinerja pegawai artinya peningkatan motivasi kerja akan
meningkatkan kinerja pegawai.
3. Penelitian yang dilakukan oleh Ida Ayu Brahmasari dan Agus Suprayetno
(2008) berjudul Pengaruh Motivasi Kerja, Kepemimpinan dan Budaya
Organisasi Terhadap Kepuasan Kerja Karyawan serta Dampaknya pada
Kinerja Perusahaan (Studi Kasus pada PT. Pei Hai International Wiratama
46
Indonesia). Hasil analisis menunjukkan bahwa variabel motivasi kerja
mempunyai pengaruh yang positif tetapi tidak signifikan terhadap kinerja
perusahaan. Dan variabel kepemimpinan mempunyai pengaruh yang positif
dan signifikan terhadap kinerja perusahaan.
4. Penelitian yang dilakukan oleh Vera Parlinda (2009) berjudul Pengaruh
Kepemimpinan, Motivasi, Pelatihan, dan Lingkungan kerja terhadap Kinerja
Karyawan Pada Perusahaan Daerah Air Minun Kota Surakarta. Hasil analisis
menunjukkan bahwa variabel kepemimpinan dan motivasi menurut analisa
data di muka ternyata tidak signifikan sehingga tidak berpengaruh pada
kinerja karyawan Perusahaan Daerah Air Minum Surakarta. Tetapi Nilai F-
hitung sebesar 29,809. Artinya bahwa secara bersama-sama faktor
kepemimpinan, motivasi, pelatihan dan lingkungan kerja berpengaruh
terhadap kinerja karyawan Perusahaan Daerah Air Minum Surakarta.
47
C. Kerangka Berfikir
Kerangka Berfikir dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
Gamber II.1
Kerangka Pemikiran
D. Hipotesis Penelitian
Hipotesis merupakan jawaban sementara terhadap rumusan masalah
penelitian, dimana rumusan masalah penelitian telah dinyatakan dalam bentuk
kalimat pertanyaan (Sugiyono, 2008). Suatu hipotesis akan diterima apabila data
yang dikumpulkan mendukung pernyataan. Hipotesis merupakan anggapan dasar
yang kemudian membuat suatu teori yang masih harus di uji kebenarannya.
Berdasarkan landasan teori di atas, rumusan hipotesis dalam penelitian ini adalah:
Kepemimpinan (X1)
• Menantang proses
• Memberi Inspirasi
• Memungkinan orang lain
untuk bertindak
• Membuat model pemecahan
• Memberikan semangat
Sumber: Uno (2009)
Motivasi Kerja
• Kebutuhan fisiologis
• Kebutuhan rasa aman
• Kebutuhan sosial
• Kebutuahn penghargaan
diri
• Kebutuhan aktualisasi diri
Sumber: Maslow dalam Sofyandi
dan Garniwa (2007)
Kinerja karyawan
• Kualitas
• Kuantitas
• Keandalan
• Kehadiran
• Kemampuan
bekerjasama
Sumber: Robert L. Mathis
dan John H. Jackson (2006)
48
1. H1: Diduga kepemimpinan secara parsial berpengaruh terhadap kinerja
karyawan pada Karbakar Resto Yogyakarta.
2. H2: Diduga motivasi secara parsial berpengaruh terhadap kinerja karyawan
pada Karbakar Resto Yogyakarta.
3. H3: Diduga kepemimpinan dan motivasi secara simultan berpengaruh
terhadap kinerja karyawan pada Karbakar Resto Yogyakarta.