bab ii landasan teorilibrary.binus.ac.id/ecolls/ethesisdoc/bab2/tsa-2010-0015-bab2.pdf · pada sub...
TRANSCRIPT
7
BAB II LANDASAN TEORI
Pada bab ini peneliti akan menjabarkan mengenai teori-teori apa saja yang
mendukung riset yang dikerjakan. Teori-teori tersebut diawali dengan pengertian
pengukuran kinerja dan manfaatnya, dilanjutkan dengan strategi IT (Information
Technology) dan dukungannya terhadap bisnis, kemudian membahas analisis value
chain, mengenai peran IT dalam perusahaan, yang diteruskan kemudian dengan teori
IT Balanced Scorecard. Setelah itu dibahas mengenai pengukuran dan desain
instrumen dalam survei, dan yang terakhir adalah analisis faktor dan penggunaannya.
2.1. Pengukuran Kinerja
Pada sub bab ini akan dijabarkan mengenai apa yang dimaksud dengan
pengukuran kinerja dan manfaat yang akan diberikan.
2.1.1 Definisi Pengukuran Kinerja
Menurut Yuwono, Sukarno, dan Ichsan (2002, p23), pengukuran kinerja
adalah tindakan pengukuran yang dilakukan terhadap berbagai aktivitas dalam
rantai nilai (value chain) yang ada pada perusahaan. Hasil pengukuran tersebut
kemudian digunakan sebagai umpan balik (feedback) yang akan memberikan
informasi tentang prestasi pelaksanaan suatu rencana dan titik dimana perusahaan
memerlukan penyesuaian-penyesuaian atas aktivitas perencanaan dan
pengendalian.
8
Sementara itu, Anthony, Banker, Kaplan, dan Young (1997, p54)
mendefinisikan pengukuran kinerja sebagai: “the activity of measuring the
performance of an activity or the entire value chain”.
Dari definisi-definisi di atas dapat disimpulkan bahwa pengukuran kinerja
adalah tindakan pengukuran yang dilakukan terhadap berbagai aktivitas dalam
rantai nilai yang ada pada perusahaan. Hasil pengukuran yang ada dapat
digunakan untuk memberikan informasi tentang pencapaian prestasi pelaksanaan
operasional IT pada perusahaan, sehingga dapat memberikan pengendalian yang
sebaiknya dilakukan.
2.1.2 Manfaat Pengukuran Kinerja
Pada tahun 1891, ahli ilmu fisika Inggris Lord Kevin menulis : “Bila anda
dapat mengukur apa yang anda sedang bicarakan, dan menyatakannya dalam
bentuk angka-angka, maka anda mengetahui sesuatu tentang itu, tetapi apabila
anda tidak dapat mengukurnya, dan anda tidak dapat menyatakannya dalam
bentuk angka-angka, maka pengetahuan anda adalah tidak lengkap dan tidak
memuaskan”. (Gasperz, 2003, p67)
Menurut Lynch dan Cross (1991), manfaat sistem pengukuran kinerja yang
baik adalah sebagai berikut:
• Menelusuri kinerja terhadap harapan pelanggan sehingga akan
membawa perusahaan lebih dekat pada pelanggannya dan membuat
9
seluruh orang dalam organisasi terlibat dalam upaya memberi kepuasan
kepada pelanggan.
• Memotivasi pegawai untuk melakukan pelayanan sebagai bagian dari
mata-rantai pelanggan dan penyedia internal.
• Mengidentifikasi berbagai pemborosan sekaligus mendorong upaya-
upaya pengurangan terhadap pemborosan tersebut (reduction of waste).
2.2. Strategi IT (Information Technology)
Dalam satu dekade terakhir, peran dari IT telah berubah secara dramatis, sampai
pada suatu titik dimana bisnis tidak dapat berjalan tanpa adanya dukungan IT. Satu
hal yang pasti bahwa IT tidak dapat dipisahkan dari perusahaan, dan menjadi bagian
yang penting. Tetapi banyak yang mempertimbangkan bahwa IT adalah satu area
resiko yang kurang mendapatkan perhatian pada tingkatan Direksi.
IT harus mendukung tujuan-tujuan bisnis. Dan strategi IT harus mendukung
implementasi dan strategi bisnis. Hubungan antara tujuan dan strategi bisnis dengan
IT diilustrasikan pada gambar 2.1.
10
Gambar 2.1 Hubungan Antara Tujuan, Strategi Bisnis Dan Tujuan, Strategi IT (www.itgi.org)
“Dahulu IT merupakan sumber biaya, sekarang IT berada pada inti dari banyak
bisnis. IT dapat menjadi sebuah sumber dari competitive advantage jika diatur dengan
baik, sebuah beban bila diatur dengan buruk. Pendekatan yang terfokus pada biaya
terhadap keputusan investasi akan melewatkan peluang bisnis yang besar. Jika salah
diterapkan maka investasi tersebut dapat membawa pada eskalasi dalam biaya sejalan
dengan waktu. Keputusan IT harus dibuat berdasarkan basis nilai, dengan
menggunakan metodologi yang terkait dengan biaya/keuntungan, proses manajemen
yang solid, dan keputusan bisnis serta IT yang matang. Hal ini berarti bahwa manajer
bisnis harus mengambil kepemilikan dari investasi IT dan terlibat secara penuh dalam
proses pengambilan keputusan.” (Grambergen, 2001).
Hal yang membuat IT menjadi sangat khusus dan membutuhkan perhatian lebih,
adalah:
- Pemahaman teknis IT yang lebih dalam dibutuhkan untuk memahami bagaimana IT
dapat menciptakan peluang bisnis baru dan meningkatkan efektifitas perusahaan.
Tujuan Bisnis Strategi Bisnis
Tujuan IT Strategi IT
11
- Pengetahuan mengenai IT yang sesungguhnya dan hasil yang dapat diberikan
(deliver), terbatas pada tingkat manajemen.
2.3. Analisis Value Chain
Dari sisi bisnis, pembahasan akan dilakukan menggunakan analisis porter.
Analisis porter yang terkait dengan IT adalah value chain. Value chain yaitu suatu
konsep dari pengelolaan usaha yang pertama kali dideskripsikan dan dipopulerkan
oleh Michael E. Porter dalam buku terlaris 1985, Competitive Advantage: Creating
and Sustaining Superior Performance.
Value chain merupakan sebuah sistem yang merupakan rangkaian aktifitas
maupun subsystem yang berinteraksi satu dengan yang lain, dimana masing-masing
memberikan nilai terhadap perubahan (Porter, 1985). Dalam persaingan, nilai (value)
dapat didefinisikan sebagai jumlah pembeli yang mau membayar untuk apa yang
diberikan oleh suatu perusahaan.
Gambar 2.2 Value Chain (Michael E. Porter, 1985)
12
Terdapat dua aktifitas dari value chain, yaitu aktifitas utama (primary activities)
dan aktifitas pendukung (support activities). Primary activities meliputi inbound
logistic, operations, outbound logistic, marketing dan sales serta service. Sedangkan
untuk support activities meliputi firm infrastructure, human resources management,
technology development dan procurement.
Berdasarkan gambar 2.2 diatas, dapat diketahui bahwa unit IT terletak dalam
kategori aktifitas pendukung yaitu technology department. Dimana IT digunakan
untuk mendukung aktifitas bisnis perusahaan.
2.4. IT Balanced Scorecard (IT BSC)
Pada tahun 1997, Van Grembergen dan Van Bruggen mengadopsi Balanced
Scorecard untuk digunakan pada Departemen IT dalam organisasi. Dalam pandangan
mereka karena Departemen IT merupakan penyedia layanan internal maka perspektif
yang digunakan harus diubah dan disesuaikan. Dengan melihat bahwa pengguna
mereka adalah pegawai internal dan kontribusi mereka dinilai berdasarkan pandangan
pihak manajemen maka mereka mengajukan perubahan seperti pada gambar dibawah
ini.
13
BSC Tradisional BSC Terhadap IT
Gambar 2.3 Penyesuaian Balanced Scorecard Tradisional dengan IT Balanced Scorecard (Hill, 2003)
Penggunaan IT Balanced Scorecard merupakan salah satu cara yang paling
efektif untuk membantu penyelarasan IT dan bisnis. Tujuannya adalah membuat
sebuah fasilitas bagi pelaporan manajemen, menumbuhkan konsensus diantara
stakeholder kunci mengenai tujuan strategis IT, menunjukkan efektifitas dan nilai
tambah dari IT dan mengkomunikasikan kinerja, resiko dan kemampuan IT
(Grambergen, 2000).
BSC Tradisional
Keuangan Pelanggan Proses Bisnis Internal Pembelajaran dan
Pertumbuhan
IT BSC
Kontribusi Perusahaan Orientasi Pengguna Keunggulan Operasional Orientasi Masa Depan
14
2.4.1. Perspektif dalam IT Balanced Scorecard
Gambar 2.4: Perspektif IT Balanced Scorecard (Hill, 2003)
Berdasarkan gambar 2.4 diatas, terdapat beberapa perspektif dalam
mengevaluasi kinerja IT yang terdiri dari:
2.4.1.1. Perspektif Kontribusi Perusahaan (Corporate
Contribution)
Perspektif kontribusi organisasi (corporate contribution) adalah
perspektif yang mengevaluasi kinerja IT berdasarkan pandangan dari
manajemen eksekutif, para direktur dan shareholder.
15
Evaluasi IT dapat dipisahkan menjadi dua macam:
• Jangka pendek berupa evaluasi secara finansial.
• Jangka panjang yang berorientasi pada proyek dan fungsi IT itu
sendiri.
Proyek-proyek IT seharusnya dapat memberikan nilai tambah bagi
organisasi. Nilai tambah disini bukan hanya melibatkan resiko dalam
pencapaiannya. Penggunaan tolak ukur keuangan sebagai satu-satunya
pengukur kinerja organisasi memiliki beberapa kelemahan (Rahmadi
Wijaya, 2007), antara lain:
a) Pemakaian kinerja keuangan sebagai satu-satunya penentu kinerja
organisasi bisa mendorong manajer untuk mengambil tindakan
jangka pendek dengan mengorbankan kepentingan jangka panjang.
Misalkan, untuk menaikkan profit seorang manajer bisa saja
mengorbankan komitmennya terhadap pengembangan dan pelatihan
bagi karyawan, termasuk investasi-investasi dalam sistem dan
teknologi untuk kepentingan organisasi di masa mendatang. Hal ini
akan membantu meningkatkan kinerja keuangan untuk jangka
pendek, sedangkan dalam jangka panjang justru akan merugikan.
b) Diabaikannya aspek pengukuran non-finansial termasuk intangible
asset dan intagible benefit, pada umumnya akan memberikan
16
pandangan yang keliru bagi manajer mengenai situasi dan kondisi
organisasi di masa sekarang apalagi di masa mendatang.
c) Kinerja keuangan pada dasarnya hanya bertumpu pada kinerja masa
lalu dan sepenuhnya kurang mampu untuk menuntun ke arah tujuan
organisasi di masa mendatang.
Perspektif ini melakukan pengukuran terhadap nilai yang diberikan
(deliver) untuk bisnis perusahaan dari investasi yang dilakukan pada IT.
Untuk mengukur ini harus ada basis data pengukuran kinerja masa lalu,
sehingga diperoleh peningkatan terhadap kinerja saat ini yang
disebabkan oleh implementasi strategi.
Menurut Martinson, M., R. Davison, et al (1999), misi dan tujuan untuk
perspektif ini terdiri dari:
• Misi : Berkontribusi terhadap nilai (value) dari bisnis.
• Tujuan : Membangun dan menjaga citra, menjaga reputasi yang baik
dengan manajemen, layanan yang diberikan IT untuk memenuhi
kebutuhan bisnis, dukungan manajemen terhadap layanan IT,
peningkatan kinerja bisnis.
17
2.4.1.2. Perspektif Orientasi Pengguna (User
Orientation)
Perspektif orientasi pengguna (user orientation) adalah perspektif
yang mengevaluasi kinerja IT berdasarkan cara pandang pengguna
bisnis dan lebih jauh lagi adalah pelanggan dari unit bisnis yang ada.
Dalam perspektif ini organisasi melakukan identifikasi pelanggan
dan segmen pasar yang akan dimasuki. Dan dengan perspektif orientasi
pengguna ini maka organisasi dapat menyelaraskan berbagai ukuran
pelanggan penting yaitu: loyalitas, retensi, akuisisi, profitabilitas,
kepuasan pelanggan sendiri dan sasaran segmen pasar.
Selain itu perspektif ini juga memungkinkan organisasi melakukan
identifikasi dan pengukuran dimana secara eksplisit menetapkan
proposisi nilai (faktor pendorong) yang akan organisasi berikan kepada
pelanggan dan pasar sasaran. Jadi jika pengguna tidak merasa puas
maka akan banyak keluhan atau bahkan akan menurunkan kinerja
pengguna di masa yang akan datang, walaupun kinerja mereka saat ini
terlihat baik.
Secara umum, perspektif ini memiliki dua kelompok pengukuran
(Rahmadi Wijaya, 2007), yaitu:
18
a) Kelompok pengukuran pelanggan utama
Merupakan ukuran generik yang digunakan hampir semua organisasi,
yang terdiri dari ukuran: pangsa pasar, retensi pelanggan, akuisisi
pelanggan, kepuasan pelanggan dan profitabilitas pelanggan.
• Pangsa pasar
Mencerminkan bagian yang dikuasai oleh organisasi atas
keseluruhan pasar yang ada, yang meliputi antara lain: jumlah
pelanggan, jumlah penjualan, dan volume unit penjualan.
• Retensi pelanggan
Mengukur tingkat dimana organisasi dapat mempertahankan
hubungan yang baik dengan penggunanya.
• Akuisisi pelanggan
Mengukur tingkat dimana suatu unit bisnis mampu menarik
pelanggan baru atau memenangkan bisnis baru.
• Kepuasan pelanggan
Menaksir tingkat kepuasaan pelanggan terkait dengan kriteria
kinerja spesifik dalam value proposition.
19
• Profitabilitas pelanggan
Berhasil dalam empat ukuran pelanggan utama sebelumnya
bukanlah jaminan bahwa sebuah organisasi memiliki pelanggan
yang menguntungkan. Karena kepuasan pelanggan dan pangsa
pasar yang besar hanyalah sebuah alat untuk mencapai
pengembalian finansial yang tinggi, organisasi berharap untuk
dapat mengukur tidak hanya besaran bisnis yang dilakukan dengan
pelanggan tetapi juga profitabilitas dari bisnis ini, terutama dalam
segmen pelanggan sasaran.
Organisasi tidak hanya menginginkan pelanggan yang lebih
dari sekedar terpuaskan dan senang tetapi juga pelanggan yang
memberikan keuntungan. Sebuah ukuran finansial seperti
profitabilitas pelanggan dapat membantu organisasi untuk tetap
berfokus pada pelanggan, dan di lain pihak dapat mengungkapkan
pelanggan sasaran tertentu yang tidak memberian keuntungan.
b) Kelompok pendorong kinerja
Kelompok pengukuran yang merupakan faktor pendorong kinerja
hasil pelanggan. Kelompok pengukuran ini menawarkan proposisi
nilai pelanggan yang diberikan organisasi. Proposisi nilai ini
menyatakan atribut yang diberikan organisasi kepada produk dan
20
jasanya untuk menciptakan loyalitas dan kepuasan pelanggan dalam
pasar sasaran.
• Product/service attributes
Atribut produk atau jasa mencakup fungsionalitas produk atau jasa
tersebut, harga dan mutu. Pengguna memiliki preferensi yang
berbeda-beda atas produk yang ditawarkan.
• Customer relationship
Menyangkut perasaan pelanggan terhadap proses pembelian
produk yang ditawarkan organisasi. Perasaan konsumen ini sangat
dipengaruhi oleh responsivitas dan komitmen organisasi terhadap
pelanggan berkaitan dengan masalah waktu penyampaian. Waktu
merupakan komponen yang penting dalam persaingan organisasi.
Pelanggan biasanya menganggap penyelesaian order yang cepat
dan tepat waktu sebagai faktor yang penting bagi kepuasan
mereka.
• Image and reputation
Menggambarkan faktor-faktor intangible yang menarik seorang
konsumen untuk berhubungan dengan organisasi. Membangun
image dan reputasi dapat dilakukan melalui iklan dan menjaga
kualitas seperti yang dijanjikan.
21
Menurut Martinson, M., R. Davison, et al (1999), misi dan tujuan untuk
perspektif ini terdiri dari:
• Misi: Sebagai penyedia sistem informasi yang lebih diinginkan
• Tujuan: Membangun dan menjaga citra dan reputasi yang baik dengan
pengguna (end-user), menjadi penyedia aplikasi yang lebih diinginkan,
penyedia layanan operasional yang lebih diinginkan, dapat bekerja
sama dengan pengguna, dan dapat memuaskan kebutuhan pengguna.
Selain itu perspektif ini juga memungkinkan organisasi melakukan
identifikasi dan pengukuran dimana secara eksplisit menetapkan
proposisi nilai (faktor pendorong) yang akan organisasi berikan kepada
pelanggan dan pasar sasaran. Jadi jika pengguna tidak merasa puas
maka akan banyak keluhan atau bahkan akan menurunkan kinerja
pengguna di masa yang akan datang, walaupun kinerja mereka saat ini
terlihat baik. Beberapa hal yang dari perspektif ini adalah:
• Kepuasan pengguna.
• Performa aplikasi yang digunakan.
• Performa layanan perbaikan yang diberikan.
• Tingkat keluhan (complain)
• Jenis keluhan
• Waktu yang diperlukan untuk melayani keluhan
• Tingkat kesulitan kerja
22
2.4.1.3. Perspektif Keunggulan Operasional
(Operational Excellence)
Perspektif ini adalah perspektif yang menilai kinerja IT berdasarkan
cara pandang manajemen IT itu sendiri dan lebih jauh lagi adalah pihak
yang berkaitan dengan audit dan pihak yang menetapkan aturan-aturan
yang digunakan.
Keunggulan operational suatu organisasi dapat dilihat pada operasi
bisnis internal yang terjadi (Rahmadi Wijaya, 2007), yang dapat dibagi
ke dalam:
a) Inovasi
Dalam proses ini, unit bisnis menggali pemahaman tentang
kebutuhan laten dari pelanggan dan menciptakan produk dan jasa
yang mereka butuhkan. Proses inovasi dilakukan dan setelah melalui
serangkaian tes dan telah memenuhi syarat-syarat pemasaran dan
dapat dikomersilkan maka produk atau jasa tersebut diperkenalkan
kepada pelanggan.
Akitvitas ini merupakan akitvitas penting yang berlangsung untuk
jangka panjang sehingga menentukan kesuksesan organisasi dimasa
sekarang dan dimasa mendatang.
23
b) Operasional
Proses ini merupakan proses dalam pembuatan dan penyampaian
produk atau jasa. Dalam proses ini pengukuran yang terkait dapat
dikelompokkan pada waktu, kualitas dan biaya.
c) Pelayanan purna jual
Proses ini dimulai pada saat produk atau jasa sudah terjual atau
digunakan. Organisasi dapat mengukur apakah upayanya dalam
proses ini telah sesuai dengan harapan pelanggan. Pengukuran pada
proses ini dapat menggunakan tolak ukur yang bersifat kualitas, biaya
dan waktu.
Menurut Martinson, M., R. Davison, et al (1999), misi dan tujuan untuk
perspektif ini terdiri dari:
• Misi: Untuk menyediakan layanan dan sistem IT yang efektif dan
efisien.
• Tujuan: Memberikan keunggulan operasional (produktifitas, kualitas
dan efisiensi), waktu penyelesaian masalah yang cepat, peningkatan
layanan secara berkesinambungan, efisiensi dan efektivitas
operasional IT.
Keunggulan operasional suatu organisasi dapat dilihat pada operasi
bisnis internal yang terjadi, yaitu:
24
• Keunggulan operasional (produktifitas, kualitas dan efisiensi)
• Tingkat respon
• Tingkat keamanan dan kenyamanan
• Biaya internal operasional
2.4.1.4. Perspektif Orientasi Masa Depan (Future
Orientation)
Perspektif ini adalah perspektif yang menilai kinerja IT berdasarkan
cara pandang dari departemen itu sendiri, yaitu: pelaksanaan, para
praktisi dan profesional yang ada. Pada perspektif terakhir ini akan
menyiapkan infrastruktur organisasi yang memungkinkan tujuan-tujuan
dalam tiga perspektif lainnya dapat dicapai.
Kemampuan organisasi untuk dapat menghasilkan produk atau jasa
di masa mendatang dengan kemampuan layanan yang memuaskan harus
dipersiapkan mulai dari saat ini. Pihak manajemen harus dapat
memperkirakan tren di masa mendatang dan membuat langkah-langkah
persiapan dalam mengantisipasinya.
Dalam perspektif ini terdapat tiga kategori yang dapat diperhatikan
secara khusus dalam penanganan di masa depan (Rahmadi Wijaya,
2007) yaitu:
25
a) Kapabilitas pekerja
Salah satu perubahan yang dramatis dalam pemikiran manajer selama
tahun-tahun terakhir ini adalah peran pegawai dalam organisasi.
Perencanaan dan pelaksanaan pelatihan kembali (reskilling) pegawai
yang dapat menjamin kecerdasan dan kreativitasnya dapat
dimobilisasi untuk mencapai tujuan organisasi.
Tiga pengukuran utama yang berlaku umum adalah :
• Kepuasan pekerja: menyatakan bahwa moral pekerja dan
kepuasan kerja secara keseluruhan saat ini dipandang sangat
penting oleh sebagian besar organisasi. Pekerja yang puas
merupakan pra-kondisi bagi meningkatnya produkitvitas, daya
tanggap dan layanan pelanggan di masa kini maupun masa
mendatang.
• Resensi pekerja: menyatakan lama tidaknya para pekerja yang
diminati organisasi dapat bertahan bekerja. Hal ini berdasarkan
teori bahwa pada dasarnya suatu organisasi membuat investasi
jangka panjang dalam diri para pekerja sehingga seitap kali ada
pekerja yang berhenti dan bukan atas keinginan organisasi maka
itu merupakan suatu kerugian modal intelektual bagi organisasi
tersebut.
26
• Produktivitas pekerja: merupakan suatu ukuran hasil atau
dampak keseluruhan usaha peningkatan moral dan keahlian
pekerja, inovasi, proses internal dan kepuasan pelanggan.
Tujuannya adalah membandingkan keluaran yang dihasilkan
oleh para pekerja dengan jumlah pekerja yang dikerahkan untuk
menghasilkan keluaran tersebut.
Selain tiga pengukuran inti tersebut di atas, maka terdapat pula faktor
pendorong yang penting, yaitu:
• Kompetensi staf
Dengan adanya transformasi organisasi maka para pekerja harus
mengambil tanggung jawab baru agar tujuan pelanggan dan
keunggulan operasional dapat tercapai. Oleh karena itu maka
dibutuhkannya pelatihan ulang dapat dipandang dalam dua
dimensi yaitu : tingkat pelatihan yang dibutuhkan dan persentase
tenaga kerja yang membutuhkan pelatihan ulang. Bila tingkat
pelatihan ulang pekerja rendah, latihan dan pendidikan normal
sudah mencukupi bagi organisasi untuk mempertahankan
kapabilitas kerja. Dalam hal ini pelatihan ulang bukan merupakan
prioritas untuk mendapat tempat dalam IT Balanced Scorecard.
Hal yang berbeda berlaku untuk situasi sebaliknya, dimana
pekerja membutuhkan latihan khusus.
27
• Infrastruktur Teknologi
Mencerminkan kekuatan tepat guna dan sasaran dari teknologi
yang digunakan organisasi dalam pencapaian tujuan-tujuannya.
Faktor-faktor yang dapat dimasukkan dalam kategori ini antara
lain: penggunaan teknologi strategis, penggunaan database
strategis, pengalaman yang dimiliki (experience capture),
proprietary aplikasi dan paten atau hak cipta.
• Ilmu Untuk Bertindak
Faktor pendorong ini biasanya diakibatkan oleh situasi dan kondisi
tertentu yang tercipta dalam pelaksanaan proses-proses bisnis
maupun dalam pencapaian tujuan strategis organisasi. Faktor-
faktor yang termasuk dalam kategori ini antara lain : siklus
keputusan penting, fokus strategi, pemberdayaan staf, personal
aligment, moral pekerja dan kerjasama tim.
b) Kapabilitas Sistem Informasi
Selain motivasi dan keahlian pekerja, jika ingin para pekerja dapat
bekerja secara lebih efektif dalam lingkungan yang kompetitif saat ini
dan di masa mendatang, maka diperlukan data dan informasi yang
lebih banyak, yang menyangkut pelanggan, keadaan pasar, proses
internal dan konsekuensi finansial keputusan organisasi.
28
Menurut Martinson, M., R. Davison, et al (1999), misi dan tujuan untuk
perspektif ini terdiri dari:
• Misi: Menyediakan peningkatan yang berkelanjutan dan menyiapkan
diri untuk tantangan masa depan.
• Tujuan: Mengantisipasi dan bersiap diri terhadap permasalahan IT
yang mungkin muncul, mengetahui kemampuan teknis staff IT,
pelatihan dan pendidikan staf IT, regenerasi staff IT.
2.5. Penggunaan IT Balanced Scorecard
Untuk mendukung penelitian ini, dilakukan beberapa perbandingan dalam
penggunaan IT Balanced Scorecard pada industri perbankan di Indonesia
Dimana perbandingan tersebut dilakukan terhadap penelitian sebelumnya, yaitu:
2.5.1. Evaluasi strategi teknologi informasi terhadap
strategi bisnis Bank Indonesia dengan
menggunakan IT Balanced Scorecard
Penelitian ini dilakukan pada tahun 2007 oleh DJAROT SUMANTRI,
DJOKO SISWANTO, RATNAWAN BIMANTORO. Dimana penelitian
ini berisikan:
29
Bank Indonesia adalah bank sentral di Republik Indonesia yang
sebagai mana industri perbankan lainnya, sudah menggunakan teknologi
informasi secara intensif di seluruh operasional Bank Indonesia. IT ini
sudah digunakan tidak hanya di kantor pusat saja tetapi sampai seluruh
kantor Bank Indonesia (cabang) dan kantor perwakilan Bank Indonesia
yang saling terhubung dengan jaringan komunikasi BI-NET (Bank
Indonesia Network). Tingginya penggunaan teknologi informasi ini
sudah diperkirakan oleh Direktorat Teknologi Informasi sebagai satuan
kerja yang mengelola teknologi informasi di Bank Indonesia. Oleh
karena itu untuk merencakanan pengembangan teknologi informasi di
Bank Indonesia, sejak tahun 2000 telah disusun Strategi Teknologi
Informasi yang kemudian disempurnakan menjadi Strategi dan
Kebijakan Teknologi Informasi pada tahun 2006.
Dalam mengelola Strategi IT ini, IT Governance sangat diperlukan
untuk menjawab tuntutan stakeholders (pemerintah, BPK, masyarakat,
perbankan dan pihak-pihak yang terafiliasi) dalam hal pengelolaan dan
penyediaan teknologi informasi di Bank Indonesia. Salah satu cara yang
efektif untuk mencapai kesesuaian dan keselarasan IT dengan bisnis
adalah dengan menggunakan IT Balanced Scorecard.
Tujuan dari pengguanaan IT Balanced Scorecard dalam
mengevaluasi strategi IT Bank Indonesia antara lain adalah:
30
• Mengukur kesesuaian Strategi IT Bank Indonesia dengan strategi
bisnis Bank Indonesia.
• Menyediakan mekanisme dan tools bagi top level management untuk
melakukan evaluasi terhadap strategi IT seiring dengan perubahan–
perubahan yang terjadi pada Strategi Bisnis Bank Indonesia.
Hasil dari penelitian ini terdiri dari:
• Dalam implementasi strategi sektor sistem pembayaran, penggunaan
IT sudah sangat tinggi untuk menciptakan system transaksi
pembayaran yang handal dan efisien.
• Dalam implementasi strategi sektor moneter, penggunaan IT sudah
sangat tinggi untuk mengumpulkan dan menyajikan berbagai indikator
ekonomi sehingga dapat mempercepat pengambilan keputusan.
• Dalam implementasi strategi sektor perbankan, penggunaan IT sudah
sangat tinggi untuk mengumpulkan dan menyajikan kondisi system
perbankan di Indonesia.
• Dalam implementasi strategi sektor manajemen intern, penggunaan IT
sudah sangat tinggi untuk memperlancar dan mengefisienkan proses-
proses dalam mendukung manajemen internal.
31
2.6. Pengukuran dan Desain Instrumen Dalam Survei
Teknik pengukuran yaitu aturan dan prosedur yang digunakan untuk
menjembatani antara apa yang ada dalam dunia konsep dengan apa yang terjadi di
dunia nyata.
Proses pengukuran amat berkaitan dengan desain instrumen. Desain instrumen
dapat didefinisikan sebagai penyusunan instrumen pengumpulan data (biasanya
berupa kuesioner) untuk mendapatkan data yang dibutuhkan guna memecahkan
masalah penelitian.
Proses pengukuran dan desain instrumen (Mudrajad Kuncoro, 2003) tersebut
terdiri dari:
2.6.1. Komponen Pengukuran
Tujuan pengukuran adalah menerjemahkan karakteristik data empiris ke
dalam bentuk yang dapat dianalisis oleh peneliti. Titik fokus pengukuran
adalah pemberian “angka” terhadap data empiris berdasarkan jumlah
aturan/prosedur tertentu. Prosedur ini dinamakan proses pengukuran, yaitu
investigasi mengenai ciri-ciri yang mendasari kejadian empiris dan memberi
angka atas ciri-ciri tersebut. Kendati komponen pengukuran amat beragam,
setidaknya ada tiga komponen yang dibutuhkan dalam setiap pengukuran,
yaitu:
a) Kejadian empiris (empirical events) yang dapat diamati.
32
Merupakan sejumlah ciri-ciri dari objek, individu atau kelompok yang
dapat diamati. Dapat diamati mengandung arti bahwa setiap orang dapat
menangkap, atau setidaknya menyimpulkan, bahwa suatu objek, individu,
atau kelompok mempunyai ciri-ciri tertentu.
b) Penggunaan angka (the use of numbers).
Penggunaan angka untuk menggambarkan kejadian empiris. “Angka”
adalah numerik atau simbol-simbol lain yang digunakan untuk
mengidentifikasi. Penggunaan angka adalah untuk memberi arti bagi ciri-
ciri yang mejadi pusat perhatian peneliti.
c) Sejumlah aturan pemetaan (set of mapping rules).
Pernyataan yang menjelaskan arti angka terhadap kejadian empiris.
Aturan-aturan pemetaan disusun oleh peneliti untuk tujuan studi.
2.6.2. Proses Pengukuran
Proses pengukuran dapat digambarkan sebagai sederet tahap yang
saling berkaitan yang dimulai dari:
a) Mengisolasi kejadian empiris
Kejadian empiris dirangkum dalam bentuk konsep/konstruksi yang
berkaitan dengan masalah penelitian. Konsep adalah abstraksi ide yang
digeneralisasi dari fakta tertentu.
33
b) Mendefinisikan konsep secara konstitutif dan operasional
Definisi konstitutif mendefinisikan konsep dengan konsep lain
sehingga melandasi konsep kepentingan. Begitu definisi konstitutif telah
ditetapkan, maka definisi operasional harus dinyatakan karena definisi
operasional akan merefleksikan dengan tepat esensi definisi konsitutif.
Definisi operasional memperinci aturan pemetaan dan alat di mana
variabel akan diukur dalam kenyataan. Definisi ini menyatakan prosedur
yang harus diikuti oleh peneliti dalam memberikan angka terhadap
konsep yang diukur.
c) Mengembangkan skala pengukuran
Setelah definisi dinyatakan dengan tepat, pemberian angka dapat
dilakukan. Tujuan utamanya adalah agar sifat-sifat angka tersebut seiring
dengan sifat-sifat kejadian yang ingin diukur. Tugas ini dicapai oleh
peneliti dengan memahami betul hakekat kejadian empris yang diukur
dan menterjemahkan pengetahuan ini dalam pemilihan dan penyusunan
skala pengukuran yang mencerminkan sifat-sifat yang sama. Skala
pengukuran (measurement scale) dapat didefinisikan sebagai suatu alat
yang digunakan untuk memberikan angka terhadap objek/kejadian
empiris.
34
2.6.3. Skala Pengukuran
Skala pengukuran amat bervariasi. Kendati kompleksitas variasi alat
pengukuran amat beragam, semua skala mempunyai ciri-ciri setidaknya satu
dari empat tingkat pengukuran, yaitu
a) Skala Nominal adalah skala mengelompokkan obyek atau peristiwa
dalam berbentuk kategori. Skala nominal diperoleh dari pengukuran
nominal yaitu suatu proses mengklasifikasian obyek-obyek yang berbeda
kedalam kategori-kategori berdasarkan beberapa karakteristik tertentu.
Karakteristik data nominal adalah:
• Kategori data bersifat mutually eksklusif (setiap obyek hanya
memiliki satu kategori.
• Kategori data tidak disusun secara logis.
b) Skala Ordinal adalah jenis skala yang menunjukkan tingkat. Skala ini
biasanya dipergunakan dalam menentukan ranking seseorang
dibandingkan dengan yang lain. misalnya ranking siswa dikelas dibuat
dari nilai tertinggi sampai nilai terendah. Ranking pertama dan kedua
tidak memiliki jarak rentangan yang sama dengan ranking kedua dan
ketiga. Contoh lain skala ordinal adalah nilai mahasiswa dalam bentuk
huruf, A, B, C, D dan E. skala ordinal memiliki karakteristik:
35
• Kategori data bersifat mutually eksklusif (setiap obyek hanya memiliki
satu kategori).
• Kategori data tidak disusun secara logis.
• Kategori data disusun berdasarkan urutan logis dan sesuai dengan
besarnya karakteristik yang dimiliki.
c) Skala Interval adalah skala yang yang memiliki jarak yang sama antar
datanya akan tetapi tidak memiliki nol mutlak. Nol mutlak artinya tidak
dianggap ada. Salah satu cirri matematis yang dimiliki skala interval
adalah penjumlahan. Dengan demikian, kita dapat membuat operasi
penambahan atau pengurangan. Misalnya, jarak pada temperatur tertentu.
Jarak antara 250F dengan 500F sama dengan jarak 750F dengan 1000F.
akan tetapi, skala suhu ini tidak memiliki titik nol mutlak sehingga kita
tidak bisa melakukan operasi perkalian dan pembagian. Untuk itu maka
ada satu lagi skala yaitu skala rasio.
d) Skala Rasio adalah skala pengukuran yang memiliki nol mutlak sehingga
dapat dilakukan operasi perkalian dan pembagian. Misalnya berat badan,
tinggi badan, pendapatan dan lain sebagainya. untuk melakukan
pengujian hipotesis, maka data yang kita miliki minimal berskala interval.
jika data berskala nominal atau ordinal, data tersebut harus ditransfer dulu
ke skala interval baru bisa di lakukan pengujian hipotesis.
36
Setelah variabel yang menjadi perhatian diidentifikasi dan didefinisikan
secara konseptual, suatu jenis skala harus dipilih. Pemilihan skala amat
tergantung dari ciri-ciri yang mendasari konsep dan antisipasi peneliti
terhadap penggunaan variabel yang digunakan dalam tahap analisis data.
Proses ini disebut evaluasi mengenai skala pengukuran. Dalam mengevaluasi
skala pengukuran, harus diperhatikan dua hal yaitu:
2.6.3.1. Validitas
Suatu skala pengukuran disebut valid bila ia melakukan apa yang
seharusnya dilakukan dan mengukur apa yang seharusnya diukur. Bila
skala pengukuran tidak valid maka tidak akan bermanfaat bagi peneliti
karena tidak mengukur atau melakukan apa yang seharusnya dilakukan.
Secara konseptual, dibedakan 3 jenis validitas (Sekaran, 2000: 207-8),
yaitu:
a) Validitas Isi (Content Validity)
Validitas isi memastikan bahwa ukuran telah cukup memasukkan
sejumlah item yang representative dalam menyusun sebuah konsep.
Semakin besar skala item dalam mewakili semesta konsep yang
diukur, maka semakin besar validitas isi. Dengan kata lain, validitas
isi adalah sebuah fungsi yang menunjukkan seberapa baik dimensi
dan elemen sebuah konsep digambarkan.
37
b) Validitas Yang Berkaitan Dengan Kriteria (Criterion-related validity)
Validitas yang berkaitan dengan criteria terjadi ketika sebuah ukuran
membedakan individual pada kritera yang akan diperkurakan. Hal ini
dapat dilakukan dengan menetapkan:
• Concurrent Validity
Terjadi ketika skala yang ditetapkan dapat membedakan
individual yang telah diketahui berbeda, sehingga skor untuk
masing-masing instrument harus berbeda.
• Predictive Validity
Menunjukkan kemampuan sebuah instrumen pengukuran dalam
membedakan individu dalam kritera masa depan.
c) Validitas Konstruk (Construct validity)
Menurut Sugiyono (2008), salah satu jenis pengujian validitas
instrumen adalah Construct Validity, dimana instrumen disusun
berdasarkan masukan dari orang yang ahli dibidangnya. Pengujian ini
bisa dilakukan dengan analisis faktor atau korelasi.
Korelasi merupakan teknik analisis yang termasuk dalam salah
satu teknik pengukuran asosiasi/hubungan (measures of association).
Pengukuran asosiasi merupakan istilah umum yang mengacu pada
sekelompok teknik dalam statistik bivariat yang digunakan untuk
38
mengukur kekuatan hubungan antara dua variabel. Diantara sekian
banyak teknik-teknik pengukuran asosiasi, terdapat dua teknik
korelasi yang sangat populer sampai sekarang, yaitu:
a) Korelasi Pearson Product Moment
Dilakukan apabila sampel datanya lebih dari tiga puluh (30)
data (sampel besar) dan kondisi datanya normal. Termasuk
statistik parametric.
b) Korelasi Rank Spearman
Dilakukan apabila sampel datanya kurang dari tiga puluh (30) data
(sampel kecil) dan kondisi datanya tidak normal. Termasuk
statistik non-parametrik.
c) Selain kedua teknik tersebut, terdapat pula teknik-teknik korelasi
lain, seperti Kendal, Chi-Square, Phi Coefficient, Goodman-
Kruskal, Somer, dan Wilson.
Pengukuran asosiasi mengenakan nilai numerik untuk mengetahui
tingkatan asosiasi atau kekuatan hubungan antara variabel. Dua
variabel dikatakan berasosiasi jika perilaku variabel yang satu
mempengaruhi variabel yang lain. Jika tidak terjadi pengaruh, maka
kedua variabel tersebut disebut independen.
Korelasi bermanfaat untuk mengukur kekuatan hubungan
antara dua variabel (kadang lebih dari dua variabel) dengan skala-
skala tertentu, misalnya Pearson data harus berskala interval atau
39
rasio; Spearman dan Kendal menggunakan skala ordinal; Chi
Square menggunakan data nominal. Kuat lemah hubungan diukur
diantara jarak (range) 0 sampai dengan 1.
Korelasi mempunyai kemungkinan pengujian hipotesis dua
arah (two tailed). Korelasi searah jika nilai koefesien korelasi
diketemukan positif; sebaliknya jika nilai koefesien korelasi negatif,
korelasi disebut tidak searah. Yang dimaksud dengan koefesien
korelasi ialah suatu pengukuran statistik kovariasi atau asosiasi antara
dua variabel. Jika koefesien korelasi diketemukan tidak sama dengan
nol (0), maka terdapat ketergantungan antara dua variabel tersebut.
Jika koefesien korelasi diketemukan +1. maka hubungan tersebut
disebut sebagai korelasi sempurna atau hubungan linear sempurna
dengan kemiringan (slope) positif.
Jika koefesien korelasi diketemukan -1. maka hubungan
tersebut disebut sebagai korelasi sempurna atau hubungan linear
sempurna dengan kemiringan (slope) negatif.
2.6.3.2. Reliabilitas
Realibilitas adalah tingkat kepercayaan hasil suatu pengukuran.
Ujian Reliabilitas alat ukur dapat dilakukan secara eksternal maupun
internal. Secara eksternal, pengujian dapat dilakukan test-retest,
equivalent, dan gabungan keduanya. Secara internal, reliabilitas alat
40
ukur dapat diuji dengan menganalisis konsistensi butir-butir yang ada
pada instrument dengan teknik tertentu. Menurut Kaplan dan Saccuzo
(1993), metode perhitungan realibilitas dikelompokkan berdasarkan
sumber pengukuran sebagai berikut:
a) Test Retest Reliability
Alat ukur penelitian yang reliabilitasnya diuji dengan test retest
dilakukan dengan cara mencobakan alat ukur beberapa kali kepada
responden. Jadi, dalam hal ini alat ukurnya sama, respondennya
sama, dalam waktu yang berbeda. Reliabilitas diukur dari koefisien
korelasi antara percobaan pertama dengan yang berikutnya. Bila
koefisien korelasi positif dan signifikan, maka instrument tersebut
sudah dinyatakan reliable. Metode ini merupakan perhitungan yang
paling baik untuk mengetahui penyebab timbulnya kesalahan yang
berkaitan dengan waktu.
b) Equivalen
Pengujian reliabilitas alat ukur dengan cara ini cukup dilakukan
sekali, tetapi alat ukurnya ada dua, pada responden yang sama, waktu
yang sama. Alat ukur yang ekivalen adalah pernyataan secara bahasa
berbeda, tetapi maksudnya sama. Reliabilitas alat ukur dihitung
dengan cara mengkorelasikan antara data alat ukur yang satu dengan
41
data alat ukur yang dijadikan ekivalen. Bila korelasinya positif dan
signifikan, maka alat ukur dapat dinyatakan reliabel.
c) Gabungan
Pengujian reliabilitas ini dilakukan dengan cara mencoba dua alat
ukur yang ekivalen itu beberapa kali ke responden yang sama. Ini
merupakan gabungan cara pertama dengan cara kedua. Reliabilitas
instrumen dilakukan dengan mengkorelasikan dua instrumen yang
ekivalen pada pengujian pertama, setelah itu dikorelasikan secara
silang. Jadi, dengan dua kali pengujian dalam waktu yang berbeda,
akan dapat dianalisa enam koefisien reliabilitas. Bila keenam
koefisien korelasi itu kesemuanya positif dan signifikan, maka dapat
dikatakan bahwa alat ukur tersebut reliabel.
d) Internal Consistency
Pengujian reliabilitas alat ukur Internal Consistency, dilakukan
dengan cara mencoba alat ukur cukup hanya sekali saja, kemudian
data yang diperoleh dianalisis dengan teknik tertentu. Hasil analisis
dapat digunakan untuk memprediksi reliabilitas alat ukur. Pada
penelitian pengujian dapat digunakan untuk mengevaluasi sumber
variasi alat tes yang tunggal, diantaranya:
42
• Alpha Cronbach
Metode yang digunakan untuk menghitung reabilitas suatu tes yang
tidak mempunyai pilihan ‘benar’ atau ‘salah’ maupun ‘ya’ atau
‘tidak’. Alpha Cronbach sangat umum digunakan, sehingga
merupakan koefisien yang umum untuk mengevaluasi interval
consistency.
• Split half method
Metode perhitungan reabilitas yang dilakukan dengan cara
memberikan suatu test pada sejumlah subyek yang kemudian tes
tersebut dibagi menjadi dua bagian yang sama beasar. Kedua hasil
akan dibandingkan, dan apabila mendapat korelasi positif dan hasil
korelasinya cukup tinggi, maka dapat dikatakan bahwa test tersebut
adalah reliabel.
2.6.4. Menyusun Kuesioner
Langkah awal dalam menyusun desain instrumen adalah membuat
kuesioner, yaitu daftar pertanyaan-pertanyaan atau pernyataan-
pernyataan yang disusun secara tertulis. Kuesioner ini bertujuan untuk
memperoleh data berupa jawaban-jawaban para responden. Dalam
menyusun kuesioner, hal-hal yang harus diperhatikan adalah:
43
a) Apakah pertanyaan atau pernyataan itu perlu?
Pertanyaan atau pernyataan harus diajukan hanya apabila
diperlukan untuk menjawab masalah penelitian. Pertanyaan atau
pernyataan yang tidak perlu hanya akan membingungkan responden.
b) Bagaimana pertanyaan atau pernyataan itu sebaiknya diajukan?
Ada setidaknya dua alasan pentingnya hal ini. Pertama, bisa
saja terjadi responden yang berbeda mempunyai persepsi berbeda
saat mengartikan kata yang sama dan setiap responden mempunyai
kerangka pengalaman yang berbeda saat membaca dan
menginterpretasikan pertanyaan. Oleh karena itu, pertanyaan atau
pernyataan harus disusun secara cermat dan diujicobakan agar sesuai
dengan yang dimaksud oleh peneliti.
Alasan kedua berkaitan dengan pertanyaan atau pernyataan
yang sensitif atau besar kemungkinan menyinggung responden. Oleh
karena itu, disarankan agar responden diberitahu bagaimana data ini
akan digunakan disertai janji bahwa anomalitas responden akan tetap
dijaga kerahasiaannya.
c) Apakah bentuk pertanyaan atau pernyataan terbuka atau tertutup?
Pertanyaan atau pernyataan terbuka adalah yang memberikan
kebebasan kepada responden utnuk menjawab sesuai dengan jalan
44
pikirannya. Keuntungan utama menggunakan bentuk ini adalah
bahwa responden dapat mengatakan apa yang mereka inginkan tanpa
dibatasi oleh pendapat yang telah disusun oleh peneliti. Hanya saja,
akan lebih sulit dianalisis, sulit dalam pemberian kode (dalam
analisis data), dan kurang efisien.
Di lain pihak, pertanyaan atau pernyataan tertutup adalah
dimana jawaban-jawabannya telah dibatasi oleh peneliti sehingga
menutup kemungkinan bagi responden utnuk menjawab panjang
lebar sesuai dengan jalan pikirannya. Keuntungannya adalah mudah
dalam pengkodean, tidak memerlukan banyak waktu saat
menganalisis, dan lebih efisien dalam menanganinya dibanding yang
terbuka.
d) Bagaimana seharusnya pertanyaan atau pernyataan itu dirumuskan?
Pertanyaan atau pernyataan yang spesifik lebih dianjurkan
dibandingkan yang bersifat umum. Dan hindari pertanyaan atau
pernyataan yang bermakna ganda, karena akan membingungkan
responden.
e) Bagaimana format jawaban disusun?
Berkaitan dengan beberapa pertanyaan penting berikut:
45
• Apa alternatif jawaban yang akan digunakan: dikotomi atau
pilihan berganda?
• Bagaimana urutan alternatif jawaban disusun?
• Bagaimana cara mengatasi/mengantisipasi jawaban “tidak tahu”,
“tidak ada jawaban”, dan “jawaban netral”?
f) Apa teknik skala yang sebaiknya digunakan?
Ada dua teknik skala utama yang sering digunakan, yaitu:
i. Skala Penilaian (rating scale)
Dimana dievaluasi suatu dimensi orang, objek, atau fenomena pada
suatu titik dalam suatu rentang/kategori. Jenis skala ini dibagi
menjadi:
• Graphic rating scales, dimana responden menunjukkan
perasaannya dalam skala grafik, misalnya: Dalam skala 0 hingga
100 (0=sangat jelek, 50=netral, 100=yang paling baik), tolong
tunjukkan penilaian anda mengenai film yang baru saja anda
tonton. Nilai anda __________.
• Itemized rating scales, dimana dipilih suatu kategori dalam
bentuk berurutan. □ Sangat tertarik, □ Tertarik, □ Tidak tertarik.
46
• Comparative rating scales, dimana orang, objek, atau fenomena
lain dinilai dalam suatu standar orang, objek, atau fenomena lain.
Salah satu bentuk skala ini adalah dikenal dengan nama skala
rank-order.
ii. Altitude scale
Yaitu suatu kumpulan alat pengukuran yang mengukur tanggapan
individu terhadap suatu objek atau fenomena. Jenis skala ini dibagi
menjadi:
• Skala Likert (Likert scale), dimana responden menyatakan tingkat
setuju, atau tidak setuju mengenai berbagai pernyataan mengenai
perilaku, objek, oran, atau kejadian. Biasanya skala yang diajukan
terdiri atas 5 atau 7 titik. Skala-skala ini nantinya dijumlahkan
untuk mendapatkan gambaran mengenai perilaku, misalnya:
Sangat tidak setuju Tidak Setuju Ragu-ragu Setuju Sangat setuju
1 2 3 4 5
• Semantic differential, dimana responden menilai perilaku objek
dengan skala 5 atau 7 titik dari dua kutub kata sifat atau frase.
Pemilihan kata sifat atau frase berdasarkan perilaku objek, orang,
atau kejadian.
47
2.6.5. Desain Instrumen
Proses penyusunan desain instrumen pada dasarnya adalah suatu seni.
Kendati demikian dua hal utama yang harus diperhatikan dalam desain
instrumen adalah sebagai berikut:
a) Urutan Skala dan Layout
Penyajian dan organisasi instrumen pengumpulan data amat
menentukan dalam sukses atau tidaknya penelitian. Isu sentral pada tahap
ini adalah urutan skala dan penyajian alat pengukuran dalam bentuk yang
menarik dan mudah dimengerti.
b) Pratest dan Perbaikan
Setelah instrument disusn dalam bentuk draft, maka pretest (uji coba
sebelum penelitian yang sebenarnya dilakukan) sebaiknya dilakukan pada
sejumlah responden. Pratest seringkali dapat mengidentifikasi masalah-
masalah dalam penyusunan kata-kata, format kuesioner, dan lain-lain
yang amat berpengaruh terhadap validitas penemuan dari penelitian
tersebut. Bila masalah-masalah tersebut ditemui, peneliti dapat membuat
perubahan-perubahan seperlunya agar dapat memperoleh data dengan
kualitas yang tinggi.
48
2.7. Analisis Faktor
Kerlinger (1993) menyebutkan bahwa analisis faktor merupakan ratu atau
primadona metode analisis sehubungan dengan kekuatan, keluwesan dan
kedekatannya dengan hakekat maksud dan tujuan penelitian. Lebih lanjut dikatakan
bahwa analisis faktor berfungsi melayani tujuan efisiensi kegiatan ilmiah karena
dapat mengurangi kelipatgandaan tes dan pengukuran hingga menjadi jauh lebih
sederhana. Suatu faktor merupakan konstrak yang dianggap melandasi tes, skala,
butir dan bahkan hampir semua jenis ukuran.
2.7.1. Pengertian Analisis Faktor
Dalam suatu pengamatan atau penelitian seringkali dicari faktor-faktor
apa saja yang menjadi penyebab suatu masalah. Misalnya jika ingin
mengetahui apa yang menyebabkan konsumen memilih mobil van
dibandingkan mobil sedan, apa yang menyebabkan penumpang kereta api
memilih kelas bisnis daripada kelas ekonomi, atau faktor apa saja yang
menjadi penyebab konsumen menyukai model rumah mediteranian.
Pengamatan semacam ini tidak jarang meliputi jumlah variabel atau factor
penyebab yang banyak dan beragam. Hal ini tentu saja akan menyulitkan
dalam menganalisis dan menarik kesimpulan tentang data tersebut
Metode analisis faktor pertama kali digunakan oleh Charles Spearmen
untuk memecahkan persoalan psikologi dalam tulisannya pada American
49
Journal of Psychology pada tahun 1904 mengenai penetapan dan pengukuran
intelektual.
Analisis faktor menganalisis sejumlah variabel dari suatu pengukuran
atau pengamatan yang dititikberatkan pada teori dan kenyataan yang
sebenarnya dan menganalisis interkorelasi (hubungan) antarvariabel tersebut
untuk menetapkan apakah variasi-variasi yang tampak dalam variabel tersebut
berasal atau berdasarkan sejumlah faktor dasar yang jumlahnya lebih sedikit
dari jumlah variasi yang ada pada variabel. Analisis faktor menyederhanakan
hubungan yang beragam dan kompleks pada set data/variabel amatan dengan
menyatukan faktor atau dimensi yang saling berhubungan/mempunyai koelasi
pada suatu struktur data yang baru yang mempunyai set faktor yang lebih
kecil.
Fungsi dan analisis faktor adalah sebagai berikut:
a. Menentukan himpunan dari dimensi yang tidak mudah diamati dalam
himpunan variable (R faktor analysis).
b. Mengelompokkan orang-orang (misalnya responden kuis) kedalam
kelompok-kelompok berbeda didalam populasi (Q faktor analysis).
c. Mengidentfikasi variable-variabel yang akan digunakan kedalam analisis
lanjutan (regresi, korelasi atau diskriminan).
d. Membentuk himpunan dari variable (dengan jumlah lebih sedikit) untuk
menggantikan (sebagian/seluruh) himpunan variable awal.
e. Menganalisis suatu fenomena dengan data yang sangat besar.
50
f. Menjabarkan/menguraikan suatu kaitan kompleks diantara fenomena ke
dalam fungsi kesatuan-kesatuan atau ke dalam bagian-bagiannya dan dapat
mengidentifikasikan pengaruh luar.
Penggunaan metode analisis faktor dapat diklasifikasikan menjadi:
a. Penyelidikan untuk penemuan (exploratory)
Analisis faktor digunakan untuk menyelidiki dan mendeteksi suatu pola
dari variabel-variabel yang ada, dengan tujuan untuk menemukan suatu
konsep baru dan kemungkinan pengurangan data dari data dasar.
b. Penegasan suatu hipotesa (confirmatory uses)
Analisis faktor digunakan untuk mengadakan pengujian suatu hipotesis
mengenai struktur dan variabel-variabel baru yang berkaitan dengan
sejumlah faktor yang signifikan dan faktor loading yang diharapkan.
c. Alat pengukur (measuring device)
Analisis faktor digunakan untuk membentuk variabel-variabel untuk
digunakan sebagai variabel baru pad analisis berikutnya.
2.7.2. Metode Analisis Faktor
Terdapat beberapa tehnik analisis interpendensi varibel yang dapat
dikelompokkan ke dalam analisis faktor, yaitu:
a. Analisis Komponen Utama
Merupakan teknik reduksi data yang bertujuan untuk membentuk suatu
kombinasi linier dari variabel awal dengan memperhitungkan sebanyak
mungkin jumlah variasi variabel awal yang mungkin.
51
b. Analisis Faktor Umum (Common Factor Analysis)
Merupakan model faktor yang digunakan untuk mengidentifikasikan sejumlah
dimensi dalam data (faktor) yang tidak mudah untuk dikenali. Tujuan
utamanya adalah mengidentifikasikan dimensi laten yang direpresentasikan
dalam himpunan variabel asal.
Terdapat beberapa model yang terdiri dari:
• Principal-axis factoring
• Unweighted least-squares
• Generelized least-squares
• Maximum likehood
• Alpha factoring
• Image factoring
Perbedaan berbagai macam teknik tersebut terutama terletak pada jumlah
variansi yang dianalisis, apakah total variansi atau hanya variansi umum.
Variansi itu sendiri dapat dibagi menjadi :
- Variansi umum (common variance), yaitu variansi variabel yang
merupakan variansi bersama dengan variabel lain
- Variansi unik (unique variance), yaitu variansi variabel yang digunakan
oleh variabel itu sendiri.
Prinsip kerja analisis faktor dapat dilihat pada gambar berikut:
52
Gambar 2.5 Esensi dari Analisis Faktor (Dermawan Wibisono, Riset Bisnis,
p240, 2002)
Pada gambar Esensi dari Analisis Faktor terdapat 9 variabel yang saling
berkorelasi satu dengan lainnya. Analisis faktor mengintegrasikan variabel
manifest tadi kedalam tiga faktor berdasarkan keterkaitan antarvariabel.
Demikian sehingga faktor 1 dibentuk oleh oleh variabel manifes X1, X2, X3, X4,
dan X6. Faktor 2 oleh X2, X7, dan faktor 3 oleh X5, X8, X9.
Variabel laten yang satu dengan yang lainnya memiliki hubungan bebas
linear ortogonal, artinya tidak memiliki korelasi antar variabel-variabel laten
tersebut. Variabel laten yang terbentuk tidak dapat menjelaskan semua variansi
yang ada dalam variabel-variabel manifest pembentuknya.Ada bagian unik yang
merupakan karakteristik masing-masing variabel manifest.
53
2.7.3. Mekanisme Analisis Faktor
Prinsip kerja analisis faktor adalah dari n variabel yang diamati dimana
beberapa variabel mempunyai korelasi maka dapat dikatakan bahwa variabel
tersebut memiliki p faktor umum (common faktor) yang mendasari korelasi
antarvariabel dan juga mfaktor unik (unique faktor) yang membedakan tiap
variabel. Faktor umum dilambangkan dengan F1,F2,F3,F4,….,Fm dan faktor unik
U1,U2,U3,U4,….,Um.
Model matematis dasar analisis faktor yang digunakan untuk setiap variabel
independen X1.
i = 1,2,3,4,…p
Di mana:
Xi = variabel independen ke-I Bi = koefisien faktor unik
Fi = faktor kesamaan ke-j
Ui = faktor unik ke-i
Aij = koefisien faktor kesamaan
Koefisien Aij (loading Aij) dapat menyatakan besarnya kontirbusi variabel Xi
pada faktor kesamaan Fj dan memegang peranan dalam mengambil suatu
kesimpulan sampai seberapa jauh pengaruh variabel Xi terhadap faktro kesamaan
Fj. Koefisien faktor unik bi berfungsi untuk membantu satuan faktor unik agar
dapat dipilih sesederhana mungkin. Faktor kesamaan dapat pula menyatakan
54
korelasi diantara variabel, sedangkan faktor unik menerangkan sisa variansi dari
faktor kesamaan atau dapat menunjukkan kegagalan faktor kesamaan dalam
menjelaskan variansi satuan total dari variabel.
Gambar 2.6 Langkah-Langkah Dalam Analisis Faktor (De Vaus, 1991)
Sebagai sebuah metode, analisis faktor mempunyai serangkaian langkah atau
tahap. Terdapat lima langkah penting dalam proses tersebut, yaitu merumuskan
masalah, membuat matriks korelasi, menentukan jumlah faktor, rotasi faktor dan
interpretasi faktor (De Vaus, 1991).
2.7.3.1. Rumusan Masalah
Rumusan masalah terdiri dari:
a) Identifikasi sasaran atau tujuan, dari analisis faktor variabel-variabel
yang akan dilakukan analisa faktor seharusnya didasarkan pada
penelitian sebelumnya, teori atau pertimbangan peneliti.
Rumusan Masalah
Interpretasi Faktor
Matriks Korelasi
Jumlah Faktor
Rotasi Faktor
55
b) Variabel-variabel tersebut diukur atas dasar skala ordinal.
2.7.3.2. Matriks Korelasi
Korelasi antar variabel biasanya dibangun berdasarkan beberapa tahap
pengujian:
a) Barlett’s test of Sphericity
Dipakai untuk menguji bahwa variabel-variabel dalam sampel
berkorelasi.
b) Uji Kaiser-Meyer-Olkin (KMO)
Untuk mengetahui kecukupan sampel atau pengukuran kelayakan
sampel. Merupakan indeks pembanding besarnya koefisien relasi
observasi dengan besarnya koefisien parsial.
c) Uji Measure of Sampling Adequency (MSA)
Digunakan untuk mengukur derajat korelasi antar variabel.
2.7.3.3. Menentukan Jumlah Faktor
Tahap ekstraksi faktor dilakukan untuk menentukan jenis-jenis faktor
yang akan dipakai. Estimasi faktor dapat menggunakan metode Principal
Component Analysis (selain itu terdapat metode common faktor analysis).
Dengan metode ini, akan terbentuk kombinasi linier dari variabel-variabel
observasi.
a) Communalities
56
Communalities pada dasarnya adalah jumlah varians (bisa dalam
prosentase) dari suatu variabel mula-mula yang bisa dijelaskan oleh
faktor yang ada.
Dalam analisis faktor, total variansi (communality) terbentuk dari
(Fruchter, 1954):
• Common (variansi umum), menunjukkan variansi variabel bersama
antara tiap variabel penelitian.
• Spesific (variansi unik), menunjukkan variansi variabel spesifik
tertentu.
• Error, akibat ketidakandalan dalam proses pengambilan data.
b) Eigenvalues
Setelah ekstraksi faktor dilakukan, kemudian dilakukan perhitungan
eigenvalues, yang menyatakan nilai variansi dari variabel manifest.
Banyaknya faktor ditentukan berdasarkan nilai persentase dari variansi
total yang ditetapkan oleh variabel tersebut. Variansi nilai tersebut
merupakan jumlah variansi masing-masing variabel yang disebut nilai
eigen (eigenvalues).
c) Scree Plot
Sebuah scree plot Adalah plot eigenvalue terhadap jumlah faktor dalam
urutan ektrasi. Bentuk dari plot digunakan untuk menentukan jumlah
faktor. Pada umumnya jumlah factor yang ditentukan atas dasar scree
57
plot lebih banyak dari pada jumlah faktor yang ditentukan atas dasar
eigenvalue.
2.7.3.4. Rotasi Faktor
Tahap selanjutnya yaitu rotasi faktor, bertujuan untuk mempermudah
interpretasi dalam menentukan variabel-variabel mana saja yang tercantum
dalam suatu faktor.
Beberapa metode yang digunakan untuk merotasikan faktor antara
lain:
a. Metode Quartimax: bertujuan untuk merotasi faktor awal hasil ekstraksi
sehingga pada akhirnya diperoleh hasil rotasi diamana setiap variabel
member bobot yang tinggi di satu faktor dan sekecil mungkin pada
faktor lain.
b. Metode Varimax: bertujuan merotasi faktor awal hasil ekstraksi
sehingga pada akhirnya diperoleh hasil rotasi dimana dalam satu kolom
nilai yang ada sebanyak mungkin mendekati nol. Hasil ini berarti di
dalam setiap faktor tercakup sesedikit mungkin variabel.
c. Metode Equimax: bertujuan untuk mengkombinasikan metode
quartimax dan varimax.
Langkah-langkah setelah dilakukan rotasi faktor, yaitu:
i. Dilihat factor loading, yang merupakan korelasi sederhana antara
variabel dengan faktor.
58
ii. Dimulai dari variabel pada urutan pertama, dimulai dengan bergerak
dari faktor paling kiri ke faktor paling kanan pada setiap baris untuk
mencari bilangan yang nilai mutlaknya paling besar dalam baris
tersebut.
iii. Bilangan yang paling besar menunjukkan dalam faktor mana setiap
variabel termasuk. Hal tersebut menggambarkan factor loading sebuah
variabel dengan faktor bersangkutan. Semakin tinggi factor loading
berarti semakin erat hubungan antara variabel dengan faktor tersebut.
iv. Bila ada variabel yang belum termasuk dalam salah satu faktor (karena
bobotnya kurang dari batas keberartian) maka terdapat dua pilihan
yang dapat dilakukan, yaitu:
• Mengintepretasikan solusi apa adanya tanpa mengikutkan variabel
yang bobotnya tidak signifikan.
• Mengevaluasi variabel yang tidak memiliki bobot signifikan
tersebut. Tujuan dari evaluasi ini adalah untuk mengetahui relevansi
variabel dalam penelitian yang dilakukan.
2.7.3.5. Interpretasi Faktor
Setelah dilakukan rotasi matrik, selanjutnya adalah tahap interpretasi
faktor berdasarkan bobot masing-masing variabel dalam setiap faktor.
Interpretasi faktor-faktor yang diperoleh dari hasil reduksi akan diberikan
nama, dimana penamaan faktor tergantung pada variabel-variabel yang
menjadi satu kelompok faktor. Pemberian nama ini sebenarnya bersifat
59
subyektif serta tidak ada ketentuan yang pasti mengenai pemberian nama
tersebut (Santoso dan Tjiptono, 2001: 269).