bab ii kajian teoritis 2.1. kepemimpinan 2.1.1 pemimpin dan...

15
8 BAB II KAJIAN TEORITIS 2.1. Kepemimpinan 2.1.1 Pemimpin dan Teori Kepemimpinan Pemimpin (leader = head) adalah seorang yang mempergunakan wewenang kepemimpinanya, mengarahkan bawahan untuk mengerjakan sebagian pekerjaanya dalam mencapai tujuan organisasi. Kepemimpinan (leadership) yang ditetapkan oleh seorang manajer dalam organisasi dapat menciptakan integrasi yang sesuai dan serasi dan mendorong gairah kerja karyawan untuk mencapai sasaran yang maksimal. Kepemimpinan adalah kata benda dari pemimpin (leader). Leader adalah seorang pemimping yang mempunyai sifat-sifat kepemimpinan dan kewibawaan (personality authority). Falsafah kepemimpinan bahwa pemimpin adalah untuk bawahan dan milik bawahan. Hasibuan (2010:169) Pemimpinan merupakan kunci dan hal utama sumber daya manusia dalam organisasi atau kelompok yang bergerak dalam satu tujuan. ( Gitosudarmo dan Sudita : 2008:127) Kepemimpinan merupakan faktor utama yang sangat penting dalam mempengaruhi prestasi organisasi karena kepemimpinan merupakan aktivitas yang utama dengan nama tujuan organisasi dapat dicapai. Seorang Organisator pada dasaranya pula seorang “inventor” yaitu seorang yang menciptakan hasil atau karya seni. Seorang organisator dalam bidang ekonomi juga harus melaksanakan periciptaan yang berguna secara ekonomis. J. Winardi (2007:310)

Upload: ngongoc

Post on 07-Mar-2019

219 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

8

BAB II

KAJIAN TEORITIS

2.1. Kepemimpinan

2.1.1 Pemimpin dan Teori Kepemimpinan

Pemimpin (leader = head) adalah seorang yang mempergunakan

wewenang kepemimpinanya, mengarahkan bawahan untuk mengerjakan

sebagian pekerjaanya dalam mencapai tujuan organisasi. Kepemimpinan

(leadership) yang ditetapkan oleh seorang manajer dalam organisasi dapat

menciptakan integrasi yang sesuai dan serasi dan mendorong gairah kerja

karyawan untuk mencapai sasaran yang maksimal. Kepemimpinan adalah kata

benda dari pemimpin (leader). Leader adalah seorang pemimping yang

mempunyai sifat-sifat kepemimpinan dan kewibawaan (personality authority).

Falsafah kepemimpinan bahwa pemimpin adalah untuk bawahan dan milik

bawahan. Hasibuan (2010:169)

Pemimpinan merupakan kunci dan hal utama sumber daya manusia

dalam organisasi atau kelompok yang bergerak dalam satu tujuan. ( Gitosudarmo

dan Sudita : 2008:127) Kepemimpinan merupakan faktor utama yang sangat

penting dalam mempengaruhi prestasi organisasi karena kepemimpinan

merupakan aktivitas yang utama dengan nama tujuan organisasi dapat dicapai.

Seorang Organisator pada dasaranya pula seorang “inventor” yaitu seorang yang

menciptakan hasil atau karya seni. Seorang organisator dalam bidang ekonomi

juga harus melaksanakan periciptaan yang berguna secara ekonomis. J. Winardi

(2007:310)

9

Berikut beberapa definisi tentang kepemimpinan yang menghubungkan

fungsi pemimpin dalam organisasi dengan sasaran :

1. Samsudin M.SDM (2009:287) mengemukakan bahwa kepemimpinan adalah

kemampuan meyakinkan dan menggerakkan orang lain agar mau bekerja

sama di bawah kepemimpinannya sebagai suatu tim untuk mencapai suatu

tujuan tertentu.

2. Fiddler (1976) mendefinisikan pimpinan dengan pengertian “seorang yang

berada dalam kelompok, sebagai pemberi tugas atau sebagai pengarah dan

mengkoordinasi kegiatan kelompok yang relevan, serta sebagai penanggung

jawab utama”. ( Pengantar Manajemen : 2009)

3. Davis (1981) mendefinisikan kepemimpinan sebagai kemampuan untuk

membujuk orang lain dalam mencapai tujuan yang telah ditetapkan secara

antusias. Dengan demikian, kepemimpinan merupakan kecakapan atau

kemampuan seseorang untuk membujuk orang lain agar bersedia bekerja

keras dalam mencapai tujuan organisasi yang telah ditetapkan. ( Pengantar

Manajenen : 2009)

4. Terry dan Franklin (1982) mendefinisikan kepemimipina sebagai hubungan

dimana seseorang (pemimpin) mempengaruhi orang lain untuk bekerja sama

melaksanakan tugas-tugas saling berkaitan guna mencapai tujuan yang

diinginkan pimpinan atau kelompok. ( Pengantar Manajenen : 2009)

2.1.2. Tipe dan Gaya Kepemimpinan

Setiap pemimpin dalam memimpin suatu organisasi mempunyai tipe dan

gaya kepemimpinan tersendiri. Gaya kepemimpinan seseorang adalah unik dan

10

tidak dapat diwariskan secara otomatis. Setiap pemimpin memiliki karakteristik

tertentu yang timbul pada situasi dan kondisi yang berdeda.

Tipe kepemimpinan

1. Tipe otokratis

Adalah pimpinan yang mendasarkan diri pada perintah/

pemaksaan kehendak dan tidak mempertimbangkan keadaan bawahan.

Pada gaya kepemimpinan otokrasi, pemimpin mengendalikan semua

aspek kegiatan. Pemimpin memberitahukan sasaran apa saja yang ingin

dicapai dan cara untuk mencapai sasaran tersebut, baik itu sasaran

utama maupun sasaran minornya. Pemimpin juga berperan sebagai

pengawas terhadap semua aktivitas anggotanya dan pemberi jalan keluar

bila anggota mengalami masalah. Dengan kata lain, anggota tidak perlu

pusing memikirkan apappun. Anggota cukup melaksanakan apa yang

diputuskan pemimpin.

2. Tipe suportif

Merupakan gaya pimpinan yang mempunyai anggapan bahwa

para bawahan ingin bekerja dan berkembang oleh karena itu atasan

cukup memberi dorongan. Gaya kepemimpinan pembinaan mirip dengan

otokrasi. Pada gaya kepemimpinan ini seorang pemimpin masih

menunjukkan sasaran yang ingin dicapai dan cara untuk mencapai

sasaran tersebut. Namun, pada kepemimpinan ini anggota diajak untuk

ikut memecahkan masalah yangsedang dihadapi.

3. Tipe demokrasi

adalah pimpinan yang berpendapat bahwa perencanaan

pengambilan keputusan dan pengawasan diambil secara bersama-sama

11

antara anggota organisasi. Gaya kepemimpinan demokrasi, anggota

memiliki peranan yang lebih besar. Pada kepemimpinan ini seorang

pemimpin hanya menunjukkan sasaran yang ingin dicapai saja, tentang

cara untuk mencapai sasaran tersebut, anggota yang menentukan. Selain

itu, anggota juga diberi keleluasaan untuk menyelesaikan masalah yang

dihadapinya

4. Tipe birokrasi

Adalah pimpinan yang mendasarkan diri bahwa bawahan harus

dibina sesuai aturan sehingga dalam memimpin selalu melaksanakan

aturan/ tidak fleksibel sehingga sulit dalam pengambilan keputusan.

5. Tipe Laissez-faire

Adalah pemimpin yang memberikan kebebasan sepenuhnya pada

kelompok atau individu dalam pengambilan keputusan. Gaya

kepemimpinan seperti ini merupakan model kepemimpinan yang paling

dinamis. Pada gaya kepemimpinan ini seorang pemimpin hanya

menunjukkan sasaran utama yang ingin dicapai saja. Tiap divisi atau

seksi diberi kepercayaan penuh untuk menentukan sasaran minor, cara

untuk mencapai sasaran, dan untuk menyelesaikan masalah yang

dihadapinya sendiri-sendiri. Dengan demikian, pemimpin hanya berperan

sebagai pemantau saja atau tidak berperan secara langsung.

Gaya Kepemimpinan

Para ahli mencoba mengelompokan gaya kepemimpina dengan

menggunakan suatu dasar tertentu. Dasar yang sering dipergunakan adalah atas

dasar tugas yang harus dilakukan oleh pimpinan atau kewajiban yang diemban

12

oleh pimpinan untuk mengembangkan dan pemenuhan harapan karyawan.

Berikut beberapa gaya kepemimpian menurut Jeff Haris. (Samsudin 2009:295)

1. The Authocratic Leader

Seorang pemimpin yang otokratik mengganggap semua kewajiban untuk

mengambil keputusan, menjalankan tindakan, mengarahkan, member motivasi,

dan mengawasi bawahannya terpusat di tangannya.

2. The Participative Leader

Apabila seorang pemimpin menggunakan gaya partisipasi ia menjalankan

kepemimpinannya dengan konsultasi. Ia tidak mendelegasikan wewenangnya

untuk membuat keputusan akhir dan untuk memberikan pengarahan tertentu

kepada bawahan mengenai keputusan yang akan diambil.

3. The Free Rein Leader

Dalam gaya kepemimpinan “Free Rein”, pemimpin mendelegasikan

wewenang untuk mengambil keputusan kepada para bawahannya dengan

lengkap. Pimpinan menyerahkan tanggung jawab atas pelaksanaan pekerjaan

tersebut pada para bawahannya.

2.1.3 Teori Gaya Kepemimpinan Klasik

Teori klasik gaya kepemimpinan mengemukakan, pada dasarnya di

dalam setiap gaya kepemimpinan terdapat 2 unsur utama, yaitu unsur

pengarahan (directive behavior) dan unsur bantuan (supporting behavior). Dari

dua unsur tersebut gaya kepemimpinan dapat dikelompokkan menjadi 4

kelompok, yaitu otokrasi (directing), pembinaan (coaching), demokrasi

(supporting), dan kendali bebas (delegating).

13

1. Mengarahkan (directing)

Gaya kepemimpinan yang mengarahkan, merupakan respon

kepemimpinan yang perlu dilakukan oleh manajer pada kondisi karyawan lemah

dalam kemampuan, minat dan komitmenya. Sementara itu, organisasi

menghendaki penyelesaian tugas-tugas yang tinggi. Dalam situasi seperti ini

Hersey and Blancard menyarankan agar manajer memainkan peran directive

yang tinggi, memberi saran bagaimana menyelesaikan tugas-tugas itu, dengan

terus intens berhubungan sosial dan komunikasi dengan bawahannya. Pertama

pemimpin harus mencari tahu mengapa orang tersebut tidak termotivasi,

kemudian mencari tahu dimana keterbatasannya. Dengan demikian pemimpin

harus memberi arahan dalam penyelesaian tugas dengan terus menumbuhkan

motivasi dan optimismenya.

2. Melatih (coaching)

Pada kondisi karyawan menghadapi kesulitan menyelesaikan tugas-

tugas, takut untuk mencoba melakukannya, manajer juga harus memproporsikan

struktur tugas sesuai kemampuan dan tanggung jawab karyawan. Oleh karena

itu, pemimpin hendaknya menghabiskan waktu mendengarkan dan menasihati,

dan membantu karyawan untuk memperoleh keterampilan yang diperlukan

melalui metode pembinaan.

3. Partisipasi (participation)

Gaya kepemimpinan partisipasi, adalah respon manajer yang harus

diperankan ketika karyawan memiliki tingkat kemampuan yang cukup, tetapi tidak

memiliki kemauan untuk melakukan tanggung jawab. Hal ini bisa dikarenakan

rendahnya etos kerja atau ketidakyakinan mereka untuk melakukan

tugas/tangung jawab. Dalam kasus ini pemimpin perlu membuka komunikasi dua

14

arah dan secara aktif mendegarkan dan mengapresiasi usaha-usaha yang

dilakukan para karyawan, sehingga bawahan merasa dirinya penting dan senang

menyelesaikan tugas.

4. Mendelegasikan (delegating)

Selanjutnya, untuk tingkat karyawan dengan kemampuan dan kemauan

yang tinggi, maka gaya kepemimpinan yang sesuai adalah gaya “delegasi”.

Dengan gaya delegasi ini pimpinan sedikit memberi pengarahan maupun

dukungan, karena dianggap sudah mampu dan mau melaksanakan

tugas/tanggung jawabnya. Mereka diperkenankan untuk melaksanakan sendiri

dan memutuskannya tentang bagaimana, kapan dan dimana pekerjaan mereka

harus dilaksanakan. Pada gaya delegasi ini tidak terlalu diperlukan komunikasi

dua arah, cukup memberikan untuk terus berkembang saja dengan terus

diawasi.

2.2. Kinerja

2.2.1. Pengertian Kinerja

Kinerja karyawan (job performance) dapat diartikan sebagai sejauh mana

seseorang melaksanakan tanggung jawab dan tugas kerjanya. performansi

pekerjaan adalah catatan hasil atau keluaran yang dihasilkan dari suatu fungsi

pekerjaan tertentu atau kegiatan tertentu dalam suatu periode waktu tertentu.

Sedangkan pengukuran performansi merupakan cara untuk mengukur tingkat

kontribusi individu kepada organisasinya. .

Selain Itu Juga menurut Mangkunegara (2001:82) kinerja merupakan

Hasil kerja yang telah dicapai secara kualitas oleh seorang pegawai dalam

melaksanakan tugasnya sesuai tanggung jawab yang diberikan

15

kepadanyadengan tidak melewati batas-batas yang telah ditetapkan oleh

perusahaan sehingga apa yang telah dicapai oleh individu tersebut berdasarkan

nilai-nilai estetika yang berlaku dalam perusahaan tersebut.

Berdasarkan definisi-definisi diatas dapat disimpulkan bahwa kinerja

merupakan penampilan kerja oleh pegawai ditempat kerjanya dalam

melaksanakan tugas dan tanggung jawabnya secara kualitas dengan sebaik-

baiknya tanpa melanggar etika dan prosedur yang telah ditentukan oleh

perusahaan.

2.2.2. Kepuasan Kerja

Kepuasan kerja atau job satisfaction adalah keadaan emosional yang

menyenangkan atau tidak menyenangkan dengan mana para karyawan

memandang pekerjaannya (Handoko, 1992; 193). Kepuasan kerja merupakan

cerminan dari perasaan pekerja terhadap pekerjaannya. Hal ini tampak dalam

sikap positif pekerja terhadap pekerjaan yang dihadapi dan lingkungannya.

Sebaliknya, karyawan yang tidak puas akan bersikap negatif terhadap pekerjaan

dan bentuk yang berbeda – beda satu dengan yang lainnya. Adanya

ketidakpuasan kerja karyawan seharusnya dapat dideteksi oleh perusahaan.

Menurut Muchinsky (1997 ; 424), variabel-variabel yang dapat dijadikan indikasi

menurunnya kepuasan kerja adalah absenteeism, turnover, and job performance.

Untuk mengetahui indikator apa saja yang mempengaruhi kepuasan

kerja, Robins (1997; 431) terdiri dari atas lima indikator, yaitu: (1) Pembayaran,

seperti gaji dan upah. Karyawan menginginkan system upah dan kebijakan

promosi yang dipersepsikan sebagai adil, tidak meragukan dan segaris dengan

pengharapannya. Bila upah dilihat sebagai adil yang didasarkan pada tuntutan

16

pekerjaan, tingkat ketrampilan individu, dan standar pengupahan komunitas

kemungkinan besar akan dihasilkan kepuasan; (2) Pekerjaan itu sendiri.

Karyawan cenderung lebih menyukai pekerjaan-pekerjaan yang memberi

kesempatan untuk mengunakan kemampuan dan ketrampilannya, kebebasan,

dan umpan balik mengenai betapa baik mereka bekerja. Karakteristik ini

membuat kerja lebih menantang. Pekerjaan yang kurang menantang

menciptakan kebosanan, tetapi yang terlalu banyak menantang juga dapat

menciptakan frustasi dan perasaan gagal; (3) Rekan kerja. Bagi kebanyakan

karyawan kerja juga mengisi kebutuhan akan interaksi sosial. Oleh karena itu

tidaklah mengejutkan bila mempunyai rekan kerja yang ramah dan mendukung

menghantar kepuasan kerja yang meningkat; (4) Promosi pekerjaan. Promosi

terjadi pada saat seorang karyawan berpindah dari suatu pekerjaan ke posisi

lainnya yang lebih tinggi, dengan tanggung jawab dan jenjang organisasionalnya.

Pada saat dipromosikan karyawan umumnya menghadapi peningkatan tuntutan

dan keahlian, kemampuan dan tanggung jawab. Sebagian besar karyawan

merasa positif karena dipromosikan. Promosi memungkinkan perusahaan untuk

mendayagunakan kemampuan dan keahlian karyawan setinggi mungkin; (5)

Kepenyeliaan (supervisi). Supervisi mempunyai peran yang penting dalam

manajemen. Supervisi berhubungan dengan karyawan secara langsung dan

mempengaruhi karyawan dalam melakukan pekerjaannya. Umumnya karyawan

lebih suka mempunyai supervisi yang adil, terbuka dan mau bekerjasama

dengan bawahan.

17

2.2.3. Penilaian Prestasi Kerja

Penilaian prestasi kerja yang dilaksanakan dengan baik dan tertib maka

akan dapat membantu meningkatkan motivasi kerja dan loyalitas organisasional

pada pegawai. Dalam hal ini Soedjono (2005:15) menyebutkan enam kriteria

yang dapat digunakan untuk mengukur kinerja pegawai secara individu yakni

1. Kualitas,

Kualitas, Hasil pekerjaan yang dilakukan mendekati sempurna atau

memenuhi tujuan yang diharapkan dari pekerjaan tersebut

2. Kuantitas,

Kuantitas, jumlah yang dihasilkan atau jumlah aktivitas yang dapat

diselesaikan.

3. Ketepatan waktu,

yaitu dapat menyelesaikan pada waktu yang telah ditetapkan serta

memaksimalkan waktu yang tersedia untuk aktivitas yang lain.

4. Efektivitas,

Efektivitas yaitu Pemanfaatan secara maksimal sumber daya yang ada

pada organisasi untuk meningkatkan keuntungan dan mengurangi kerugian.

5. Kemandirian,

yaitu dapat melaksanakan kerja tanpa bantuan guna menghindari hasil

yang merugikan.

6. Komitmen kerja,

yaitu komitmen kerja antara pegawai dengan organisasinya dan tanggung

jawab pegawai terhadap organisasinya.

18

Adapun hal yang di lakukan oleh perusahaan dalam melakukan penilaian

prestasi kerja secara organisasiyang di kemukakan Samsudin (2006:165) yaitu

memiliki Tujuan yang dapat di klasifikasikan sebagai berikut :

1. Administratif

Administratif yaitu memberikan arah untuk penetapan promosi, transfer,

dan kenaikan gaji pada pegawai, baik pegawai lama maupun pegawai baru

2. Informatif

Informatif yaitu memberikan data kepada manajemen tentang prestasi

kerja bawahan dan memberikan data kepada individu tentang kelebihan dan

kekurangannya

3. Motivasi

Motivasi yaitu menciptakan pengalaman belajar yang memotivasi staf

untuk mengembangkan diri dan meningkatkan prestasi kerja.

2.3. Pengaruh Gaya Kepemimpinan Terhadap Kinerja Karyawan

Gaya kepemimpinan yang tepat diperlukan untuk mempengaruhi

karyawan agar berperan aktif adalah mereka (pemimpin) yang dapat

menjalankan tugasnya. Karyawan atau bawahan akan merasa diperhatikan jika

pemimpin mereka peka terhadap kebutuhan dan keinginan mereka. Kinerja

mereka akan positif jika pemimpin mampu menerapkan gaya kepemimpinan

yang sesuai dengan kondisi perusahaan dan karyawan. Selain itu, pemimpin

harus mendorong (memotivasi) dan membina setiap staf untuk berkembang

secara optimal.

Seperti yang kita ketahui bahwa gaya kepemimpinan merupakan suatu

pola tingkah laku yang disukai pemimpin dalam proses mengarahkan dan

19

mempengaruhi pekerja. Setiap pemimpin mempunyai gaya kepemimpinanya

sendiri. Pemimpin dapat melaksanakan pekerjaannya dengan baik apabila

pimpinan tersebut dapat menyesuaikan dengan situasi kerja yang dihadapinya.

Menurut Handoko (2000:29) Manajer yang baik adalah orang yang dapat

memelihara keseimbangan yang tinggi dalam menilai secara tepat kekuatan

yang menentukan perilakunya yang benar-benar mampu bertindak demikian.

Keberhasilan perusahaan pada dasarnya ditopang oleh kepemimpinan yang

efektif, dimana dengan kepemimpinan itu dia dapat mempengaruhi bawahannya

untuk membangkitkan motivasi kerja mereka agar berpartisaipasi terhadap tujuan

bersama. Seperti yang dikatakan Timple (2001:31) pemimpin merupakan orang

yang menerapkan prinsip dan teknik yang memastikan motivasi, disiplin, dan

produktivitas jika bekerjasama dengan orang, tugas, dan situasi agar dapat

mencapai sasaran perusahaan.

Humphreys (2002) menyimpulkan bahwa gaya kepemimpinan yang

mendominasi industri jasa adalah kepemimpinan transaksional. Banyak bukti

empiris yang dikutip Humphreys (2002) menunjukkan bahwa kepemimpinan

transaksional mempunyai pengaruh yang positif terhadap kinerja karyawan.

Sejalan dengan kepemimpinan transaksional dalam kehidupan organisasi sehari-

hari Hal ini disebabkan oleh adanya pandangan bahwa bawahan akan terpacu

untuk memberikan kemampuan terbaiknya apabila besar kecilnya imbalan

ditentukan oleh tinggi rendahnya kinerja karyawan. Hasil studi Yammarino (1993)

menggunakan data longitudinal (10 tahun) membuktikan bahwa kepemimpinan

transaksional berhubungan positif dengan kinerja. Sedangkan hasil penelitian

Bass (2003) menunjukkan bahwa kepemimpinan transaksional, khususnya

karakter contingent reward, berpengaruh positif terhadap kinerja.

20

Dengan mengerti dan mengetahui hal-hal yang dapat membangkitkan

motivasi dalam diri seseorang merupakan kunci untuk mengatur orang lain.

Tugas pimpinan adalah mengidentifikasi dan memotivasi karyawan agar

berprestasi dengan baik, yang pada akhirnya akan meningkatkan kinerja

karyawan. Keadaaan ini merupakan suatu tantangan bagi seorang pemimpin

untuk dapat menciptakan iklim organisasi yang dapat meningkatkan kinerja

karyawan yang tinggi. Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa gaya

kepemimpinan sangat mempengaruhi kinerja karyawan.

2.4. Penelitian Terdahulu

Penelitian pada umumnya menggunakan korelasi dan regresi dengan

menggunakan dua variabel yaitu pengaruh gaya kepemimpinan terhadap kinerja

pegawai dengan (X) gaya kepemimpinan dan (Y) kinerja pegawai dan untuk

mengetahui berapa besar pengaruh budaya organisasi terhadap kinerja

pegawaimaka proses penelitian ini menggunakan pendekatan secara

menyeluruh.

Dina Nurhayati (2008) Pengaruh Gaya Kepemimpinan dan iklim Kerja

Terhadap Kinerja Karyawan pada Perusahaan Kerajinan AKP CRAFT Bantul.

Pada bagian pengaruh gaya kepemimpinan terhadap kinerja karyawan

menunjukan adanya pengaruh positif antara gaya kepemimpinan suportif

terhadap kinerja karyawan pada bagian Craft. Persamaan regresi yang diperoleh

yaitu Y=26,841=0,375X.

Uli Triani (2011) Pengaruh Gaya Kepemimpinan Parsipatif terhadap Kinerja

Karyawan di Bagian Penjualan pada PT. Astra Internasional Tbk- Honda.

Penelitian ini menunjukan adanya pengaruh positif antara gaya kepemimpinan

pasrisipatif terhadapa kinerja karyawan dengan koofisien determinasi (𝑅2) adalah

21

0,006 yang berarti bahwa perubahan kinerja karyawan ditentukan sebesar 6%

oleh gaya kepemimpinan parsipatif. Dimana uji thitung ditentukan sebesar 2,032

lebih besar dari t𝑡𝑎𝑏𝑒𝑙.

Dari hasil penelitian terdahulu terdapat perbedaan dengan penelitian yang

saya lakukan seperti Dina Nurhayati (2008) memiliki perbedaan yaitu dimana dia

menggunakan tiga variable dan menggunkan rumus regresi square, Uli Triayani

(2011) terdapat sedikit kesamaan judul namun lebih berpatokan pada gaya

kepemimpinan yang parsipatif dan berbeda pada objek penelitian dan sampel.

2.5. Kerangka Pikir

Penelitian ini berusaha mengkaji apakah ada pengaruh Gaya

Kepemimpinan sebagai variabel X di tinjau dari gaya kepemimian yakni

mengarahkan, melatih, partisipasi, dan mendelegasikan. Dan variebel Y di tinjau

dari Kualitas,Kuantitas, Ketepatan waktu, efektivitas, kemandirian, dan komitmen

kerja.

Dalam kaitan ini maka peneliti menyusun dalam bentuk kerangka fikir

penelitian yang selanjutnya menjadi pedoman peneliti dalam kegiatan penelitian

serta menguji hipotesis yang diajukan. Untuk lebih jelasnya mengenai kerangka

berfikir dalam penelitian ini maka peneliti mencantumkan dalam bagan :

Hersey and Blanchard (1992) Soedjono (2005)

GAYA KEPEMIMPINAN

Mengarahkan

Melatih

Partisipasi

Delegasi

KINERJA PEGAWAI

Kualitas

Kuantitas

Ketepatan Waktu

Efektivitas

Kemandirian

Komitmen kerja

X Y

22

Gambar 1.Kerangka Pikir

2.6. Hipotesis

Hipotesis yaitu pernyataan yang sementara yang menghubungkan dua

variabel ataui lebih. Kesimpulan yang tarafnya rendah karena masih

membutuhkan pengujian secara empiris Sugiono (2000:70). Berdasarkan

permasalahaan peneliti dikaji teori,maka ditetapkan hipotesis penelitian sebagai

berikut. ”Diduga Terdapat Pengaruh Gaya Kepemimpinan Terhadap Kinerja

Pegawai di Perpustakaan Daerah Kabupaten Gorontalo”.