bab ii kajian teori 2.1 2.1

28
7 BAB II KAJIAN TEORI 2.1 Konsep Stroke 2.1.1 Pengertian stroke Stroke atau gangguan peredaran darah otak merupakan penyakit neurologis yang sering dijumpai dan harus ditangani secara cepat dan tepat. Strok merupakan kelainan fungsi otak yang timbul mendadak yang disebabkan karena terjadinya gangguan peredaran darah otak dan bisa terjadi pada siapa saja (Muttaqin Arif, 2008). Menurut Neil F Gordon dalam Irfan Muhammad (2012) stroke adalah gangguan potensial yang fatal pada suplai darah bagian otak. Tidak ada satupu bagian tubuh manusia yang dapat bertahan apabila terdapat gangguan suplai darah dalam waktu relatif lama sebab darah sangat dibutuhkan dalam kehidupan terutama oksigen pengangkut bahan makanan yang dibutuhkan pada otak dan otak adalah pusat kontrol system termasuk perintah dari semua gerakan fisik. 2.1.2 Tanda dan Gejala stroke Menurut Nurarif & Kusuma (2015) tanda dan gejala strok meliputi: 1) Tiba tiba mengalami kelemahan atau kelumpuhan separo badan 2) Tiba tiba hilang rasa peka 3) Bicara cadel atau pelo 4) Gangguan bicara dan bahasa

Upload: others

Post on 25-Oct-2021

6 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: BAB II KAJIAN TEORI 2.1 2.1

7

BAB II

KAJIAN TEORI

2.1 Konsep Stroke

2.1.1 Pengertian stroke

Stroke atau gangguan peredaran darah otak merupakan penyakit neurologis

yang sering dijumpai dan harus ditangani secara cepat dan tepat. Strok merupakan

kelainan fungsi otak yang timbul mendadak yang disebabkan karena terjadinya

gangguan peredaran darah otak dan bisa terjadi pada siapa saja (Muttaqin Arif, 2008).

Menurut Neil F Gordon dalam Irfan Muhammad (2012) stroke adalah

gangguan potensial yang fatal pada suplai darah bagian otak. Tidak ada satupu

bagian tubuh manusia yang dapat bertahan apabila terdapat gangguan suplai darah

dalam waktu relatif lama sebab darah sangat dibutuhkan dalam kehidupan terutama

oksigen pengangkut bahan makanan yang dibutuhkan pada otak dan otak adalah pusat

kontrol system termasuk perintah dari semua gerakan fisik.

2.1.2 Tanda dan Gejala stroke

Menurut Nurarif & Kusuma (2015) tanda dan gejala strok meliputi:

1) Tiba – tiba mengalami kelemahan atau kelumpuhan separo badan

2) Tiba – tiba hilang rasa peka

3) Bicara cadel atau pelo

4) Gangguan bicara dan bahasa

Page 2: BAB II KAJIAN TEORI 2.1 2.1

8

5) Gangguan penglihatan

6) Mulut mencong atau tidak simetris ketika menyerigai

7) Gangguan daya ingat

8) Nyeri kepala hebat

9) Vertigo

10) Kesadaran menurun

11) Proses kencing terganggu

12) Gangguan fungsi otak

2.1.3 Etiologi

Menurut Muttaqin Arif (2008) etiologi atau penyebab troke di bagi menjadi 4

yaitu:

1) Trombus serebral

Trombus ini terjadi pada pembuluh darah yang mengalami oklusi

sehingga menyebabkan iskemi jaringan otak yang dapat menimbulkan

oedema dan kongesti disekitarnya. Trombus sering terjadi pada orang tua

yang sedang tidur dan bangun tidur. Hal ini terjadi karena penurunan

aktivitas simpatis dan penurunan tekanan darah yang dapat menyebabkan

iskemik serebral. Beberapa keadaan di bawah ini dapat menyebabkan

trombus otak :

Ateroklerosis

Hiperkoagulasi dan polisitemia

Arteritis

Page 3: BAB II KAJIAN TEORI 2.1 2.1

9

emboli

2) Hemoragi

Perdarahan yang terjadi pada intrakranial atau intraserebral termasuk

perdarahan dalam ruang subaraknoid atau kedalam jaringan otak sendiri.

Perdarahan tersebut dapat terjadi karena adanya aterosklerosis dan

hipertensi. Akibat pecahnya pembuluh darah dalam otak mengakibatkan

perembesan darah kedalam parenkim otak yang dapat mengakibatkan

penekanan, pergeseran dan pemisahan jaringan otak yang berdekatan,

sehingga otak akan membengkak, jaringan otak tertekan sehingga terjadi

infark otak, edema, dan mungkin herniasi otak.

3) Hipoksia umum

Beberapa penyebab yang berhubungan dengan hipoksia umum :

Hipertensi yang parah

Henti jantung – paru

Curah jantung turun akibat aritmia

4) Hipoksia setempat

Beberapa penyebab yang berhubungan dengan hipoksia setempat:

Spasme arteri serebral, yang disertai peredaran subaraknoid

Vasokontriksi arteri otak disertai sakit kepala migren

Page 4: BAB II KAJIAN TEORI 2.1 2.1

10

2.1.4 Faktor Resiko Stroke

Menurut Junaidi (2011) faktor sesiko di bagi menjadi 2 yaitu:

1) Faktor resiko yang tidak dapat dikendalikan

a. Faktor keturunan

Sampai sekarang faktor keturunan belum dapat dipastikan gen mana

sebagai penentu terjadinya stroke

b. Umur

Insiden stroke meningkat seiring dengan bertambahnya usia. Stroke

seringkali terjadi pada orang – orang golongan usia diatas 50 tahun.

Tetapimungkin saja terjadi juga pada usia muda yang sering kali

disebabkan karena adanya kelainan jantung yang mengakibatkan

timbulnya embolisasi (Irfan Muhammad 2012).

c. Jenis kelamin

Pada laki-laki lebih banyak dan cenderung lebih tinggi terkena stroke

dibandingkan dengan perempuan. Karena perempuan memiliki

hormon estrogen yang dapat meningkatkan kadar HDL dalam darah,

sehingga mencegah terjadinya atherosklerosis akibat terbentuknya

plak-plak pada pembuluh darah. Sedangkan laki-laki tidak memiliki

hormon yang dapat meningkatkan kadar HDL darah, sehingga lebih

berisiko mengalami stroke dibandingkan perempuan. Namun ketika

hormon estrogen tersebut berkurang produksinya atau bahkan tidak

dibentuk lagi, risiko wanita terserang stroke akan lebih besar

Page 5: BAB II KAJIAN TEORI 2.1 2.1

11

dibandingkan pria menurut Hendrix, 2006 dalam Reslina dkk, (2012).

Selain itu, penggunaan kontrasepsi juga bisa menjadi pemicu

terjadinya penyakit stroke pada perempuan sebagaimana yang

dinyatakan oleh Junaidi, 2006 dan Brass, 2000 dalam Reslina, dkk

(2012),

2) Faktor resiko yang dapat dikendalikan

Sedangkan faktor resiko yang daat dikendalikan menurut Nurarif &

Kusuma, (2015) meliputi:

a. Hipertensi

b. Penyakit jantung

c. Kolestrol tinggi

d. Obesitas

e. Diabetes melitus

f. Polisetemia

g. Stres emosional

h. Merokok minum alkohol

i. Pemakaian obat – obat terlarang

j. Aktivitas yang tidak sehat: kurang olahraga, makan berkolestrol

2.1.5 Komplikasi stroke

Menurut Nurarif & Kusuma, (2015) komplikasi strok dibagi berdasarkan lama

waktu kejadian hipertensi antara lain:

Page 6: BAB II KAJIAN TEORI 2.1 2.1

12

a. Dini (0 – 48 jam pertama)

Edema serebri, defisit neurologis cenderung memberatkan, dapat

mengakibatkan peningkatan TIK, herniasi, dan akhirnya menimbulkan

kematian Infark. Miokard adalah Penyebab kematian mendadak pada stroke

stadium awal

b. Jangka pendek (1 – 14 hari)

Pnemonia akibat immobilisasi lama, infark miokard, emboli paru biasanya

cenderung terjadi 7 – 14 hari pascastrok serta seringkali terjadi pada penderita

yang mulai mobilisasi

c. Jangka panjang (> 14 hari)

Strok rekuren(strok berulang) masih sangat mungkin terjadi dalam kurun

waktu > 6 bulan pasca stroke setangan pertama strok , infark miokard,

gangguan vaskuler lain: penyakit vaskuler perifer

2.2 Konsep dasar latihan rentang gerak (ROM)

2.2.1 Definisi ROM

Menurut Potter & Perry (2005), latihan range of motion (ROM) adalah latihan

yang dilakukan untuk mempertahankan atau memperbaiki tingkat kesempurnaan

kemampuan menggerakkan persendian secara normal dan lengkap untuk

meningkatkan masa otot dan tonus otot. Latihan rentang gerak (range of motion-

ROM) merupakan jumlah maksimal gerakan yang mungkin dilakukan pada potongan

tubuh yaitu sagital, frontal, dan transversal (Asmadi, 2008)

Page 7: BAB II KAJIAN TEORI 2.1 2.1

13

Latihan ROM dapat dilakukan secara aktif maupun pasif. Latihan ROM

secara aktif adalah latihan yang digerakkan klien sendiri tanpa bantuan dari siapapun.

Sedangkan ROM pasif merupakan latihan dimana perawat membantu klien untuk

menggerakkan tubuhnya sesuai dengan rentang geraknya.

2.2.2 Tujuan ROM

Menurut Asmadi, (2008) menjelaskan bahwa latihan ROM mempunyai tujuan

sebagai berikut:

1) Mempertahankan atau meningkatkan kekuatan dan kelenturan otot

2) Meningkatkan fungsi rasiorespirasi

3) Menjaga fleksibilitas dari masing – masing persendian

4) Mencegah kontraktur atau kekakuan pada persendian

2.2.3 Manfaat ROM

Menurut Suwartana Kadek (2012) terdapat beberapa manfaat ROM adalah

Mencegah terjadinya kekakuan sendi, memperlancar sirkulasi darah, memperbaiki

tonus otot, meningkatkan mobilisasi sendi , serta memperbaiki toleransi otot untuk

latihan

menurut Bare & Suzanne, (2002) mengatakan ekstremitas yang sakit dapat

dilatih secara pasif dengan memberikan rentang gerak penuh empat atau lima kali

sehari yang bertujuan untuk mempertahankan mobilisasi sendi, mengembalikan

mobilisasi sendi, mengembalikan kontrol motorik, mencegah terjadinya kontraktur

Page 8: BAB II KAJIAN TEORI 2.1 2.1

14

pada ekstremitas yang mengalami paralisis, mencegah bertambah buruknya sistem

neuromuskular, dan meningkatkan sirkulasi.

2.2.4 Indikasi ROM

Menurut Indrawati dkk, (2008) mengatakan petunjuk pemberian latihan ROM pada

klien post stroke yang mengalami hemiplegia/hemiparesis iyalah:

1) Latihan gerak pasif

Dilakukan apabila penderita tidak bisa bergerak sendiri, melainkan digerakkan

oleh orang lain yang dalam hal ini dapat dilakukan oleh perawat atau keluarga

pendamping. Latihan gerak pasif tidak akan berdampak terhadap proses

pembelajaran motorik, akan tetapi sangat bermanfaat sebagai tindakan awal

sebelum aplikasi metodelatihan gerak motorik (Irfan Muhammad, 2012).

2) Latihan gerak aktif asisted

Dilakukan apabila penderita pasca stroke sudah mampu bergerak, tetapi

gerakannya masih sangat terbatas karena ada kelemahan pada ototnya sebagai

akibat dari gejala sisa strok tersebut. Dalam melakukan gerakan ini, penderita

pasca stroke menggerakkan anggota tubuh yang dikehendaki semampunya

dibantu oleh perawat atau pendamping,

3) Latihan gerak aktif

Dilakukan pada penderita yang sudah mampu bergerak secara aktif. Dalam

pelaksanaannya, penderita bergerak secara aktif, tanpa bantuan dan tidak

diberikan beban.

Page 9: BAB II KAJIAN TEORI 2.1 2.1

15

4) Latihan gerak penguatan

Latihan penguatan dilakukan jika penderita sudah mampu menggerakkan

tubuhnya secara aktif. Latihan penguatan sangat penting dilakukan karena

pada kondisi pasca stroke akan terjadi kelemahan pada beberapa anggota

badan

2.2.5 Petunjuk latihan ROM

Latihan ROM dapat dilakukan sebanyak 2 hingga 3 kali per minggu setelah

keluar dari rehabilitasi perawatan akut selama 1 – 4 bulan atau sampai pasien

mencapai tujuan yang dibutuhkan (Susan, 2001).

Pemberian ROM dapat diberikan dalam berbagai posisi, seperti tidur

terlentang, tidur miring, tidur tengkurap, duduk, berdiri, atau posisi sesuai dengan alat

latihan yang digunakan (Irfan Muhammad, 2012).

Pergerakan ROM dilakukan dengan perlahan dan lembut serta tidak

menyebabkan nyeri. Perawat jangan memaksakan sendi melebihi kemampuan

penderita. Setiap gerakan harus diulangi sebanyak 5 kali setiap bagian (Potter &

Perry, 2005). Ketika melakukan rentang gerak pasif perawat berada di samping

tempat tidur yang terdekat dengan sendi yang dilatih. Berikut merupakan gerakan

yang khusus untuk sendi utama tubuh

1) Leher

Rentang gerak dimungkinkan untuk fleksibilitas vertebra sevical dan

perputaran kepala dan leher. Gerakan ROM pada leher adalah rotasi.

Page 10: BAB II KAJIAN TEORI 2.1 2.1

16

2) Bahu

Ditujukan untuk bahu bergerak secara penuh. Gerakan yang dilakukan pada

bahu antara lain rotasi, abduksi dan adduksi bahu.

3) Siku

Gerak yang dilakukan yaitu fleksi dan ekstensi

4) Lengan bawah

Sebagian fungsi tangan dilakukan oleh lengan bagian bawah. Derak yang

dilakukan adalah dari supinasi ke pronasi

5) Pergelangan tangan

Gerakan ROM pada pergelangan tangan antara lain fleksi dan ektensi

6) Jari tangan dan ibu jari

Posisi fungsional tangan dan ibu jari adalah ibu jari sedikit fleksi berlawanan

dengan jari tangan. Fleksi dan ekstensi jari sangat diperlukan dalam latihan

ROM ini.

7) Lutut

Latihan ROM pada lutut antara lain menahan lutut ke dalam ektensi penuh

8) Pergelangan kaki

Gerakan pada pergelangan kaki adalah infersi dan efersi selain itu fleksi dan

ekstensi pada kaki juga diperlukan

9) Jari – jari kaki

Rentang gerak adekuat pada ekstremitas bawah akan memudahkan klien

untuk berjalan , melakukan aktivitas sehari – hari dan dan juga dapat

berhubungan dengan relaksasi.

Page 11: BAB II KAJIAN TEORI 2.1 2.1

17

2.3 Konsep Pendidikan Kesehatan

2.3.1 Pengertian Pendidikan Kesehatan

Pendidikan kesehatan adalah suatu penerapan konsep pendidikan dalam

bidang kesehatan. Sedangkan dalam keperawatan, pendidikan kesehatan merupakan

satu bentuk intervensi keperawatan yang mandiri untuk mambantu klien baikindividu,

kelompok, maupun masyarakat. Kegiatan atau proses belajar dapat terjadi dimana

saja, kapan saja dan oleh siapa saja. Seseorang dikatan belajar apabila dalam dirinya

terjadi perubahan, dari tidak tahu menjadi tahu, dari tidak dapat mengerjakan menjadi

dapat mengerjakan sesuatu. Melalui kegiatan pembelajaran, yang di dalamnya

perawat berperan sebagai perawat pendidikan (Notoadmojo, 2007).

Pendidikan kesehatan adalah komponen dari program kesehatan dan

program kedokteran yang terencana guna menimbulkan perubahan perilaku individu,

kelompok, dan masyarakat dengan melakukan upaya promotif dan preventif tanpa

mengabaikan upaya kuratif dan rehabilitatif (Stuart, 1968 dalam Ali, H. Zaidin,

2010).

2.3.2 Tujuan Pendidikan Kesehatan

menurut Benyamin Bloom, 1908 yang di kutip dalam (Notoatmodjo, 2007)

tujuan pendidikan adalah mengembangkan atau meningkatkan 3 domain atau ranah

perilaku, yaitu:

1. Cognitive Domain (Ranah Kognitif)

Page 12: BAB II KAJIAN TEORI 2.1 2.1

18

Kognitif adalah kemampuan intelektual seseorang dalam berpikir, mengetahui,

dan memecahkan masalah. Ranah kognitif berhubungan dengan kemampuan

berfikir, termasuk didalamnya kemampuan menghafal, memahami,

mengaplikasi, menganalisis, mensintesis, dan kemampuan mengevaluasi.

2. Psychomotor Domain (Ranah psikomotor)

Ranah psikomotor adalah kemampuan yang dihasilkan oleh fungsi motorik

manusia, yaitu keterampilan untuk melakukan sesuatu.

3. Affective Domain (Ranah Afektif)

Ranah afektif adalah ranah yang berkaitan dengan sikap dan nilai. Hal ini

mencakup watak perilaku seperti perasaan, minat, sikap, emosi, dan nilai yang

dimulai dalam beberapa jenjang, yaitu penerimaan, tanggapan, penghargaan,

pengorganisasian, dan karakterisasi berdasarkan nilai-nilai.

2.3.3 Ruang Lingkup Pendidikan Kesehatan

Ruang lingkup pendidikan kesehatan masyarakat dapat dilihat dari tiga

dimensi (Soekidjo Noto Atmodjo, 1993 dalam Ali, H. Zaidin, 2010).

1. Dimensi Sasaran

a. Pendidikan kesehatan individual dengan sasaran individu

b. Pendidikan kesehatan kelompok dengan sasaran kelompok masyarakat

tertentu

c. Pendidikan kesehatan masyarakat dengan sasaran masyarakat luas

2. Dimensi Tempat Pelaksanaan

Page 13: BAB II KAJIAN TEORI 2.1 2.1

19

a. Pendidikan kesehatan di rumah sakit dengan sasaran pasien dan keluarga

b. Pendidikan kesehatan di sekolah dengan sasaran pelajar

c. Pendidikan kesehatan di masyarakat atau tempat kerja dengan sasaran

masyarakat atau pekerja

3. Dimensi Tingkat Pelayanan Kesehatan

a. Pendidikan kesehatan promosi kesehatan (Health Promotion), misalnya

peningkatan gizi, perbaikan sanitasi lingkungan, gaya hidup dan sebagainya

b. Pendidikan kesehatan untuk perlindungan khusus (Spesific Protection),

misalnya imunisasi

c. Pendidikan kesehatan untuk diagnosa dini dan pengobatan segera (Early

Diagnosis and Prompt Treatment), misalnya pengenalan gejala dini penyakit

melalui pendidikan kesehatan

d. Pendidikan kesehatan untuk pembatasan cacat (Disability Limitation),

misalnya dengan pengobatan yang layak dan sempurna dapat menghindari

dari resiko kecacatan

e. Pendidikan kesehatan untuk rehabilitasi (Rehabilitation), misalnya dengan

memulihkan kondisi cacat melalui latihan-latihan tertentu

2.3.4 Metode-Metode Pendidikan Kesehatan

Sinta Fitriani (2011) menjelaskan bahwa metode pendidikan kesehatan

antara lain:

1. Metode Pendidikan Individual (Perorangan)

Bentuk dari metode individual ada 2 bentuk:

Page 14: BAB II KAJIAN TEORI 2.1 2.1

20

a. Bimbingan dan penyuluhan (guidance and counseling)

Dengan cara ini kontak antara klien dengan petugas lebih intensif. Setiap

masalah yang dihadapi oleh klien dapat dibantu penyelesaiannya. Akhirnya

klien tersebut akan dengan sukarela, berdasarkan kesadaran dan penuh

pengertian akan menerima perilaku tersebut (mengubah perilaku).

b. Wawancara (Interview)

Wawancara merupakan bagian dari bimbingan dan penyuluhan. Wawancara

antara petugas kesehatan dan klien bertujuan untuk menggali informasi

mengapa ia tidak atau belum menerima perubahan, untuk mengetahui

apakah perilaku yang sudah atau yang akan diadopsi itu mempunyai dasar

pengertian dan kesadaran yang kuat. Apabila belum, maka perlu penyuluhan

yang lebih mendalam lagi.

2. Metode Pendidikan Kelompok

a. Kelompok besar

1) Seminar

Seminar adalah suatu penyajian (presentasi) dari satu ahli atau beberapa

ahli tentang suatu topik yang dianggap penting dan biasanya dianggap

hangat di masyarakat. Dalam metode ini, peserta dapat ikut aktif

mengemukakan pendapat dan pembahasan mendalam.

2) Ceramah

Ceramah adalah metode pembelajaran yang bertujuan untuk

menyajikan, menguraikan dan menjelaskan materi dengan lisan kepada

seluruh peserta. Metode ini cocok untuk sasaran yang berpendidikan

Page 15: BAB II KAJIAN TEORI 2.1 2.1

21

tinggi maupun rendah. Ceramah bersifat interaktif, yaitu melibatkan

peserta melalui adanya tanggapan balik atau perbandingan dengan

pendapat dan pengalaman peserta.

b. Kelompok kecil

1) Diskusi kelompok

Diskusi kelompok adalah pembahasan suatu topik dengan cara bertukar

pikiran antara dua orang atau lebih, dalam kelompok-kelompok kecil,

yang direncanakan untuk mencapai tujuan tertentu.

2) Curah pendapat (Brain Storming)

Metode curah pendapat adalah suatu bentuk diskusi dalam rangka

menghimpun gagasan, pendapat, informasi, pengetahuan, pengalaman

dari semua peserta. Tujuan metode ini adalah untuk membuat kompilasi

(kumpulan) pendapat, informasi, pengalaman semua peserta yang sama

atau berbeda dan tidak untuk ditanggapi peserta lain.

3) Bola salju (Snow Balling)

Dinamakan metode snowballing dikarenakan dalam pembelajaran

peserta melakukan tugas individu kemudian berpasangan. Dari pasangan

tersebut kemudian mencari pasangan yang lain sehingga semakin lama

anggota kelompok semakin besar bagai bola salju yang menggelinding.

Metode ini digunakan untuk mendapatkan jawaban yang dihasilkan dari

peserta secara bertingkat. Dimulai dari kelompok yang lebih kecil

berangsur-angsur kepada kelompok yang lebih besar sehingga pada

Page 16: BAB II KAJIAN TEORI 2.1 2.1

22

akhirnya akan memunculkan dua atau tiga jawaban yang telah

disepakati oleh peserta secara kelompok.

4) Kelompok kecil-kecil (Buzz group)

Kelompok langsung dibagi menjadi kelompok-kelompok kecil (buzz

group) yang kemudian diberi suatu permasalahan-permasalahan yang

sama atau tidak sama dengan kelompok lain. Selanjutnya kesimpulan

dari tiap kelompok didiskusikan kembali dan dicari kesimpulannya.

5) Memainkan peran (Roleplay)

Dalam metode ini beberapa anggota kelompok ditunjuk sebagai

pemegang peran tertentu untuk memainkan peranannya yang kemudian

dijadikan sebagai bahan refleksi.

6) Permainan simulasi (Simulation Game)

Metode simulasi adalah bentuk metode praktek yang sifatnya untuk

mengembangkan keterampilan peserta belajar (keterampilan mental

maupun fisik/teknis). Metode ini memindahkan suatu situasi nyata ke

dalam kegiatan atau ruang belajar karena adanya kesulitan untuk

melakukan praktek di dalam situasi yang sesungguhnya.

7) Demonstrasi

Demonstrasi adalah memperagakan materi pendidikan kesehatan secara

visual. Hal ini memiliki bertujuan untuk memberikan keterangan secara

lebih jelas.

8) Latihan Lapangan

Page 17: BAB II KAJIAN TEORI 2.1 2.1

23

Latihan lapangan adalah melatih peserta dalam keadaan yang

sebenarnya sehingga materi dapat dengan mudah dihayati dan

diterapkan pada keadaan sebenarnya.

3. Metode Pendidikan Massa

a. Ceramah umum (Public Speaking)

b. Pidato-pidato diskusi tentang kesehatan melalui media elektronik baik TV

maupun radio.

c. Simulasi, dialog antar pasien dengan dokter atau petugas kesehatan lainnya

tentang suatu penyakit atau masalah kesehatan melalui TV atau radio.

d. Tulisan-tulisan di majalah/koran, baik dalam bentuk artikel mapun tanya

jawab/konsultasi tentang kesehatan.

e. Billboard, dipasang di pinggir jalan, spanduk poster dan sebagainya.

2.3.5 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Keberhasilan Pendidikan Kesehatan

Beberapa faktor yang mempengaruhi keberhasilan belajar pada seseorang

menurut Wawan dan Dewi (2010) antara lain :

1. Faktor internal

a. Tingkat pendidikan

Pendidikan adalah bimbingan yang diberikan seseorang terhadap

perkembangan orang lain menuju ke arah cita-cita tertentu yang menentukan

manusia untuk berbuat untuk mencapai keselamatan dan kebahagiaan.

Pendidikan diperlukan untuk mendapatkan informasi yang akhirnya dapat

Page 18: BAB II KAJIAN TEORI 2.1 2.1

24

mempengaruhi seseorang. Pada umumnya makin tinggi pendidikan seseorang

makin mudah menerima informasi.

b. Pekerjaan

Pekerjaan adalah keburukan yang harus dilakukan terutama untuk menunjang

kehidupannya dan kehidupan keluarga.

c. Umur

Semakin cukup umur individu, tingkat kematangan dan kekuatan seseorang

akan lebih matang dalam berpikir dan bekerja.

d. Informasi

Seseorang yang mempunyai sumber informasi yang lebih banyak akan

mempunyai pengetahuan yang lebih luas.

2. Faktor eksternal

a. Faktor Lingkungan

Lingkungan merupakan seluruh kondisi yang ada di sekitar manusia dan

pengaruhnya yang dapat mempengaruhi perkembangan dan perilaku orang

atau kelompok

b. Sosial budaya

Sistem sosial budaya yang ada pada masyarakat dapat mempengaruhi dari

sikap dalam menerima informasi

2.3.6 Tahap-Tahap Kegiatan Pendidikan Kesehatan

Dalam hal ini tahap-tahap kegiatan pendidikan kesehatan yaitu:

Page 19: BAB II KAJIAN TEORI 2.1 2.1

25

1. Tahap Sensitisasi

Tahap ini dilakukan guna memberikan informasi dan kesadaran pada masyarakat

terhadap adanya hal-hal penting berkaitan dengan kesehatan. Bentuk kegiatan

adalah siaran radio berupa radio spot, poster, selebaran, atau lainnya menurut

Hanlon (1964) yang dikutip Machfoedz, Ircham, dkk (2007).

2. Tahap Publisitas

menurut .Hanlon (1964) yang dikutip Machfoedz, Ircham, dkk (2007)Tahap ini

adalah kelanjutan dari tahap sensitisasi. Bentuk kegiatan misalnya press release

dikeluarkan oleh Departemen Kesehatan untuk menjelaskan lebih lanjut jenis

atau macam pelayanan kesehatan apa saja yang diberikan pada fasilitas

pelayanan kesehatan, umpamanya pelayanan pada Puskesmas, Polindes, Pustu,

atau Lainnya.

3. Tahap Edukasi

Tahap ini sebagai kelanjutan dari tahap sensitisasi. Tujuannya untuk

meningkatkan pengetahuan, mengubah sikap serta mengarahkan kepada perilaku

yang diinginkan oleh kegiatan tersebut. Cara yang dilakukannya adalah dengan

metode belajar-mengajar menurut Hanlon (1964) yang dikutip Machfoedz,

Ircham, dkk (2007).

4. Tahap Motivasi

Tahap ini merupakan kelanjutan dari tahap edukasi. Perorangan atau masyarakat

setelah mengikuti pendidikan kesehatan, benar-benar mengubah perilaku sehari-

harinya, sesuai perilaku yang dianjurkan oleh pendidikan kesehatan pada tahap

ini menurut Hanlon (1964) yang dikutip Machfoedz, Ircham, dkk (2007).

Page 20: BAB II KAJIAN TEORI 2.1 2.1

26

2.4 Konsep kemampuan ADL

2.4.1. Definisi ADL

Brunner & Suddarth (2002) mengemukakan ADL atau Activity Daily Living

adalah aktivitas perawatan diri yang harus pasien lakukan setiap hari untuk memenuhi

kebutuhan dan tuntutan hidup sehari-hari.

ADL adalah aktivitas yang biasanya dilakukan dalam sepanjang hari normal;

aktivitas tersebut mencakup, ambulasi, makan, berpakaian, mandi, menyikat gigi dan

berhias dengan tujuan untuk memenuhi/berhubungan dengan perannya sebagai

pribadi dalam keluarga dan masyarakat. Kondisi yang mengakibatkan kebutuhan

untuk bantuan dalam ADL dapat bersifat akut, kronis, temporer, permanen atau

rehabilitative (Potter dan Perry, 2005).

2.4.2. Macam-Macam ADL

Sugiarto (2005) mengemukakan ada beberapa macam ADL, yaitu :

1 ADL dasar, sering disebut ADL saja, yaitu keterampilan dasar yang harus

dimiliki seseorang untuk merawat dirinya meliputi berpakaian, makan &

minum, toileting, mandi, berhias dan mobilitas. Ada juga yang memasukkan

kontinensi buang air besar dan buang air kecil dalam kategori ADL dasar ini.

2 ADL instrumental, yaitu ADL yang berhubungan dengan penggunaan alat

atau benda penunjang kehidupan sehari-hari seperti menyiapkan makanan,

menggunakan telefon, menulis, mengetik, mengelola uang kertas

Page 21: BAB II KAJIAN TEORI 2.1 2.1

27

3 ADL vokasional, yaitu ADL yang berhubungan dengan pekerjaan atau

kegiatan sekolah.

4 ADL non vokasional, yaitu ADL yang bersifat rekreasional, hobi, dan mengisi

waktu luang

2.4.3. Faktor – Faktor yang Mempengaruhi ADL

Faktor–faktor yang Mempengaruhi kemampuan melakukan Activity of Daily

Living (ADL) Menurut Hardywinoto (2007), yaitu:

1 Umur dan status perkembangan

Umur dan status perkembangan seorang klien menunjukkan tanda kemauan

dan kemampuan, ataupun bagaimana klien bereaksi terhadap

ketidakmampuan melaksanakan activity of daily living. Saat perkembangan

dari bayi sampai dewasa, seseorang secara perlahan–lahan berubah dari

tergantung menjadi mandiri dalam melakukan activity of daily living

2 Kesehatan fisiologis

Kesehatan fisiologis seseorang dapat mempengaruhi kemampuan partisipasi

dalam activity of daily living, contoh sistem nervous mengumpulkan,

menghantarkan dan mengolah informasi dari lingkungan. Sistem

muskuloskeletal mengkoordinasikan dengan sistem nervous sehingga dapat

merespon sensori yang masuk dengan cara melakukan gerakan. Gangguan

pada sistem ini misalnya karena penyakit, atau trauma injuri dapat

mengganggu pemenuhan activity of daily living secara mandiri (Hardywinoto,

2007).

Page 22: BAB II KAJIAN TEORI 2.1 2.1

28

3 Fungsi Kognitif

Tingkat kognitif dapat mempengaruhi kemampuan seseorang dalam

melakukan activity of daily living. Fungsi kognitif menunjukkan proses

menerima, mengorganisasikan dan menginterpretasikan sensor stimulus untuk

berpikir dan menyelesaikan masalah. Proses mental memberikan kontribusi

pada fungsi kognitif dapat mengganggu dalam berpikir logis dan menghambat

kemandirian dalam melaksanakan activity of daily living (Hardywinoto,

2007).

4 Fungsi Psikososial

Fungsi psikologi menunjukkan kemampuan seseorang untuk mengingat

sesuatu hal yang lalu dan menampilkan informasi pada suatu cara yang

realistik. Proses ini meliputi interaksi yang kompleks antara perilaku

intrapersonal dan interpersonal. Gangguan pada intrapersonal contohnya

akibat gangguan konsep diri atau ketidakstabilan emosi dapat mengganggu

dalam tanggung jawab keluarga dan pekerjaan. Gangguan interpersonal

seperti masalah komunikasi, gangguan interaksi sosial atau disfungsi dalam

penampilan peran juga dapat mempengaruhi dalam pemenuhan activity of

daily living (Hardywinoto, 2007)

5 Tingkat stress

Stress merupakan respon fisik nonspesifik terhadap berbagai macam

kebutuhan. Faktor yang dapat menyebabkan stress (stressor), dapat timbul

dari tubuh atau lingkungan atau dapat mengganggu keseimbangan tubuh.

Page 23: BAB II KAJIAN TEORI 2.1 2.1

29

Stressor tersebut dapat berupa fisiologis seperti injuri atau psikologi seperti

kehilangan.

6 Ritme biologi

Ritme atau irama biologi membantu makhluk hidup mengatur lingkungan

fisik disekitarnya dan membantu homeostasis internal (keseimbangan dalam

tubuh dan lingkungan). Salah satu irama biologi yaitu irama sirkardian,

berjalan pada siklus 24 jam. Perbedaaan irama sirkardian membantu

pengaturan aktivitas meliputi tidur, temperatur tubuh, dan hormon. Beberapa

faktor yang ikut berperan pada irama sirkardian diantaranya faktor lingkungan

seperti hari terang dan gelap, seperti cuaca yang mempengaruhi activity of

daily living

7 Status mental

Status mental menunjukkan keadaan intelektual seseorang. Keadaan status

mental akan memberi implikasi pada pemenuhan kebutuhan dasar individu.

Seperti yang diungkapkan oleh Cahya yang dikutip dari Baltes, salah satu

yang dapat mempengaruhi ketidakmandirian individu dalam memenuhi

kebutuhannya adalah keterbatasan status mental. Seperti halnya lansia yang

memorinya mulai menurun atau mengalami gangguan, lansia yang mengalami

apraksia tentunya akan mengalami gangguan dalam pemenuhan kebutuhan–

kebutuhan dasarnya (Hardywinoto, 2007)

Page 24: BAB II KAJIAN TEORI 2.1 2.1

30

2.4.4. Cara Mengukur ADL

ADL mencakup kategori yang sangat luas dan dibagi-bagi menjadi beberapa

domain seperti berpakaian, makan minum, toileting/higieni pribadi, mandi,

berpakaian, transfer, mobilitas, komunikasi, vokasional, rekreasi, instrumental

ADL dasar, sering disebut ADL saja, yaitu ketrampilan dasar yang harus dimiliki

seseorang untuk merawat dirinya meliputi berpakaian, makan & minum, toileting,

mandi, berhias. Ada juga yang memasukkan kontinensi buang air besar dan buang air

kecil dalam kategori ADL dasar ini. Dalam kepustakaan lain juga disertakan

kemampuan mobilitas (Sugiarto,2005)

Salah satu cara untuk mengukur ADL adalah dengan barthel index. Barthel

index merupakan suatu instrument pengkajian yang berfungsi mengukur kemandirian

fungsional dalam hal perawatan diri dan mobilitas serta dapat juga digunakan sebagai

kriteria dalam menilai kemampuan fungsional bagi pasien-pasien yang mengalami

gangguan keseimbangan.

Aktivitas Indikator skor skor

Makan 0: Tidak dapat melakukan sendiri

1: Memerlukan bantuan dalam beberapa hal

2: Dapat melakukan sendiri

Mandi 0: Tidak dapat melakukan sendiri

1: Dapat melakukan sendiri

Kebersihan diri 0: Memerlukan bantuan

1: dapat melakukan sendiri (mencukur, sikat gigi, dll)

Berpakaian 0: Tidak dapat melakukan sendiri

1: Memerlukan bantuan minimal

2: Dapat melakukan sendiri

Defekasi 0: Inkontinensia alvi

1: Kadang terjadi inkontinensia

2: Tidak terjadi inkontinensia

Page 25: BAB II KAJIAN TEORI 2.1 2.1

31

Miksi 0: Inkontinensia uri atau menggunakan kateter

1: Kadang terjadi inkontinensia

2: Tidak terjadi inkontinensia

Penggunaan

toilet

0: Tidak dapat melakukan sendiri

1: Memerlukan bantuan

2: Mandiri

Transfer (Dari tempat tidur ke kursi dan kembali ke tempat tidur)

0: Tidak dapat melakukan, tidak ada keseimbangan duduk

1: Perlu bantuan beberapa orang, dapat duduk

2: Perlu bantuan minimal

3: Dapat melakukan sendiri

Mobilisasi 0: Immobil

1: Memerlukan kursi roda

2: Berjalan dengan bantuan

3: Mandiri/ pakai tongkat

Naik tangga 0: Tidak dapat melakukan

1: Perlu bantuan

2: Mandiri

Total skor (0 -20)

Tabel 2.4.4 Tabel Barthel Index (Irfan Muhammad, 2012)

Keterangan :

20 : Mandiri

12-19 : Ketergantungan Ringan

9-11 : Ketergantungan Sedang

5-8 : Ketergantungan Berat

0-4 : Ketergantungan Total

2.4.5 Latihan Fungsional Sehari – Hari Bagi Penderita Stroke

Latihan fungsional sehari – hari atau sering disingkat ADL (Activity Daily

Living), perlu diberikan untuk kemandirian insan stroke

Dengan melatih ROM secara aktif akan berdampak pada proses pembelajaran

motorik. Beberapa aktivitas fungsional yang diberikan tentu saja memerlukan

Page 26: BAB II KAJIAN TEORI 2.1 2.1

32

penyesuaian dengan kemampuan insan stroke. Diberikannya fisioterapi memberikan

analisa agar aktivitas fungsional menunjang terbentuknya pola gerak normal (Irfan

Muhammad, 2012).

Dengan berlatih ROM secara rutin dan ditambah dengan mengawali latihan

dengan kegiatan yang sederhana akan terapi merupakan kegiatan yang rutin

dilakukan, seperti aktivitas mengenakan baju, mandi, naik turun tangga dan libatkan

aktivitas yang merupakan kegemaran (hobby) insan stroke (Irfan Muhammad, 2012).

Page 27: BAB II KAJIAN TEORI 2.1 2.1

33

2.5 Kerangka Konsep

Keterangan :

: Yang di teliti

: Yang tidak diteliti

Stroke merupakan suatu penyakit serebrovaskuler yang berakibat

kerusakan jaringan otak yang terjadi karena berkurangnya aliran darah ke orak.

Manifestasi stroke dapat bervariasi pada masing - masing orang diantaranya adalah

kerusakan otot atau hemiparesis pada sebagian tubuh. Kekuatan otot pada

hemiparesis dapat ditingkatkan dengan memberikan larihan Range Of Motion

Stroke

(kerusakan

otak)

Hemiparase /

kelemahan

otot

Pendidikan ROM

Intensitas latihan

Lamanya latihan

Frekuensi latihan

Nutrisi

Motivasi

Lamanya serangan

Ketersediaan energi

dalam tubuh

Jenis kelamin

Umur

Aktifitas fisik

Latihan

olahraga

Gangguan

pemenuhan

ADL

Skala Barthel

Index

Makan

Mandi

Kebersihan

diri

Berpakaian

Defekasi

Miksi

Penggunaan

Toilet

Transfer

Mobilisasi

Naik tangga

Page 28: BAB II KAJIAN TEORI 2.1 2.1

34

(ROM) namun peningkatan tersebut juga dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu

nutrisi, motivasi, lamanya serangan dan ketersediaan energi dalam aliran darah.

Keberhasilan pemberian latihan ROM harus memperhatikan beberapa faktor yaitu

intensitas latihan, lamanya latihan dan frekueansi latihan, tidak hanya itu

Keberhasilan dari latihan ROM juga dapat dilihat dari perkembangan kemampuan

fungsional ADL dengan menggunakan Skala Barthel Index yang meliputi kemampuan

dalam mengkonsumsi makanan, kemampuan dalam pemenuhan mandi, kemampuan

dalam pemenuhan kebersihan diri, kemampuan pemenuhan dalam berpakaian,

kemampuan pemenuhan dalam melakukan defekasi, kemampuan pemenuhan dalam

miksi, kemampuan pemenuhan dalam penggunaan toilet, kemampuan pemenuhan

dalam transfer (berpindah tempat), kemampuan pemenuhan dalam mobilisasi,

kemampuan dalam menaiki tangga.