bab i teoriski edit

112
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pada umumnya setiap perusahaan, baik pabrik maupun perusahaan dagang, mempunyai beberapa tujuan yang hedak dicapai. Sama halnya denganperusahaan Pt. Bosowa Beton yang mempunyai tujuan yang hendak dicapai, antara lain: - Mendapat keuntungan optimal - Memenuhi kebutuhan masyarakat - Menjaga kelangsungan hidup perusahaan Untuk mencapai tujuan tersebut, maka perusahaan melakukan kegiatan-kegiatan seperti produksi, pembelanjaan, personalia pemasaran, administrasi, akuntansi, dan sebagainya. Dalam upaya mencapai produksi yang optimal i, maka salah satu cara yang dilakukan adalah mengoptimalkan kinerja mesin/peralatan produksi.PT. Bosowa Pasir Bara

Upload: opu-antam

Post on 12-Jan-2016

236 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

bagus

TRANSCRIPT

Page 1: Bab i Teoriski Edit

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pada umumnya setiap perusahaan, baik pabrik maupun perusahaan dagang,

mempunyai beberapa tujuan yang hedak dicapai. Sama halnya denganperusahaan Pt.

Bosowa Beton yang mempunyai tujuan yang hendak dicapai, antara lain:

- Mendapat keuntungan optimal

- Memenuhi kebutuhan masyarakat

- Menjaga kelangsungan hidup perusahaan

Untuk mencapai tujuan tersebut, maka perusahaan melakukan kegiatan-kegiatan

seperti produksi, pembelanjaan, personalia pemasaran, administrasi, akuntansi, dan

sebagainya.

Dalam upaya mencapai produksi yang optimal i, maka salah satu cara yang

dilakukan adalah mengoptimalkan kinerja mesin/peralatan produksi.PT. Bosowa

Pasir Bara yang bergerak dalam bidang Industri pengecoran Beton, memeiliki

beberapa unit mesin yang saling mendukung satu dengan yang lainnya. Out put dari

salah satu mesin akan menjadi Input bagi mesin lainnya, sehingga untuk menjamin

kegiatan produksi yang optimal maka perlu dijaga keseimbangan kapasitas (balance

Capasity) bagi semua unit mesin/peralatan produksi yang dimiliki sehingga akan

mewujudkan keseimbangan lintasan produksi yang nantinya akan menentukan

Page 2: Bab i Teoriski Edit

kelancaran proses produksi. Ketertarikan penulis memilih permasalahan

keseimbangan kapasitas ini karena perusahaan saat ini mendapatkan order yang

sangat besar untuk memenuhi kebutuhan pembangunan infrastruktur di kota

Makassar. Dengan jumlah order yang begitu besar dikuatirkan perusahaan akan

kewalahan melayaninya terutama jika dikaitkan dengan kapasitas mesin/peraltan

produksi yang dimiliki perusahaan saat ini. Bertitik tolak dari permasalahan tersebut

maka penulis mencoba melakukan penelitian pada perusahaan diatas dengan

mengambil judul : “Tin jauan terhadap keseimbangan lintasan produksi Untuk

mengoptimalkan waktu kerja pada PT. Bosowa Pasir Bara Makassar. Dengan

penelitian ini diharapkan nantinya akan memberikan masukan sekaligus solusi bagi

perusahaan tentang pentingnya keseimbangan kapasitas dalam melakukan proses

produksi sehingga proses produksi akan menjadi efektif.

Dengan proses produksi yang efektif maka perusahaan akan:

1. Membuat barang dan jasa dengan biaya murah

2. Menentukan harga pokok dan harga jual dengan harga yang cukup murah

3. Dapat bersaing dengan kemampuan yang cukup kuat dengan produsen lainnya

Dengan proses produksi yang efektif maka perusahaan akan:

1. Membuat barang dan jasa dengan biaya murah

2. Menentukan harga pokok dan harga jual dengan harga yang cukup murah

3. Dapat bersaing dengan kemampuan yang cukup kuat dengan produsen lainnya

Page 3: Bab i Teoriski Edit

B. Masalah Pokok

Yang menjadi masalah pokok yang akan diteliti lebih lanjut dalam penelitian ini

adalah :

1. Kurang optimalnya proses produksi dari segi efisiensi penggunaan mesin

produksi

2. Kurang optimalnya proses produksi disebabkan oleh tidak terjadinya

keseimbangan Kapasitas (balance capacity) diantara mesin produksi yanag ada

C. Rumusan Masalah

1. Bagaimana menentukan waktu kerja secara optimal

2. Bagaimana menentukan keseimbangan Lintasan Produksi pada

D. Tujuan dan Manfaat Penulisan

Adapun tujuan dari penulisan ini adalah:

a. Untuk mengetahui tingkat efisiensi mesin /peralatan/produksi pada

perusahaan melalui perhitungan keseimbangan kapasitas (Balance Capasity)

mesin produksi

b. Untuk mengetahui pengaruh balance capacity terhadap produktifitas

perusahaan .

Page 4: Bab i Teoriski Edit

c. Untuk memberikan sumbangan pikiran yang mungkin bisa dijadikan sebagai

bahan pertimbangan dalam mencari jalan keluar dari permasalahan yang

dihadapi oleh perusahaan.

Sedangkan manfaat penelitian ini adalah :

a. Sebagai bahan masukan kepada perusahaan tentang pentingnya keseimbangan

lintasan produksi

b. Sebagai bahan masukan bagi perusahaan dalam menentukan waktu kerja yang

optimal

D. Hipotesis

Dengan masalah yang dipaparkan di atas, penulis mengemukakan beberapa hipotesis,

yaitu:

Diduga bahwa keseimbangan lintasan produksi pada setiap stasiun kerja pada PT.

Bosowa Pasir Bara Belum sempurna (Optimal)

Page 5: Bab i Teoriski Edit

BAB II

LANDASAN TEORI

2.1 Keseimbangan Lintasan

Menurut Baroto (2002, p192), aliran proses produksi suatu departemen ke

departemen yang lainnya membutuhkan waktu proses produk tersebut.

Apabila terjadi hambatan atau ketidakefisienan dalam suatu departemen akan

mengakibatkan tidak lancarnya aliran material ke departemen berikutnya

sehingga terjadi waktu menunggu (delay time) dan penumpukan material

(material in process storage). Dalam upaya menyeimbangkan lini produksi

maka tujuan utama yang ingin dicapai adalah mendapatkan tingkat efisiensi

yang tinggi bagi setiap departemen dan berusaha memenuhi rencana

produksi yang telah ditetapkan sehingga diupayakan untuk memenuhi

perbedaan waktu kerja antardepartemen dan memperkecil waktu tunggu.

Dalam praktek penyeimbangan lini yang sesungguhnya di perusahaan,

waktu yang dibutuhkan bukan hanya sekedar waktu proses, melainkan masih

harus ditambahkan faktor penyesuaian dan kelonggaran demi

kepentingan tenaga kerja sehingga diperoleh waktu normal dan waktu baku.

Waktu baku inilah yang nantinya akan digunakan untuk perhitungan

selanjutnya. Oleh karena itu sebelum masuk ke pembahasan teori mengenai

Page 6: Bab i Teoriski Edit

line balancing, terlebih dulu akan diuraikan mengenai teori tentang waktu

baku.

2.2 Waktu Siklus (Cyclus Time)

Data waktu proses yang diperoleh dari perusahaan tidak dapat langsung

digunakan untuk perhitungan line balancing karena yang akan digunakan

adalah data waktu baku. Sebelum mendapatkan waktu baku, terlebih dahulu

harus diperoleh waktu siklus (cycle Time), Waktu Normal yang

perhitungannya melibatkan faktor penyesuaian. Setelah itu barulah dapat

diperoleh waktu baku yang perhitungannya melibatkan faktor kelonggaran.

Namun dengan demikian untuk kondisi kondisi tertentu perhitungan

keseimbangan kapasitas dapat menggunakan waktu siklus (Ciclus Time)

2.2.1 Penyesuaian

Menurut Wignjosoebroto (2003, p196), kecepatan, usaha, tempo, ataupun

performance kerja semuanya akan menunjukkan kecepatan gerakan

operator pada saat bekerja. Aktivitas untuk menilai atau mengevaluasi

kecepatan kerja operator ini dikenal sebagai ‘Rating Performance’. Secara

umum kegiatan rating ini dapat didefinisikan sebagai proses di mana seorang

pengamat membandingkan performans kerja operator pada saat diamati dengan

Page 7: Bab i Teoriski Edit

konsep si pengamat mengenai performans normal. Untuk menormalkan waktu

kerja maka diadakan penyesuaian yaitu dengan cara mengalikan waktu kerja

dengan faktor penyesuaian / rating ‘P’.

Metode penyesuaian yang digunakan dalam skripsi ini adalah metode

objektif. Menurut Sutalaksana (1979, p146), metode objektif memperhatikan 2

faktor yaitu kecepatan kerja (P1) dan tingkat kesulitan pekerjaan (P2). Kedua

faktor inilah yang dipandang secara bersama-sama menentukan berapa harga P

untuk mendapatkan waktu normal.

Menurut Wignjosoebroto (2003, p196), cara untuk menentukan besarnya

faktor P1 adalah sebagai berikut :

1. Apabila operator dinyatakan terlalu cepat yaitu bekerja di atas

batas kewajaran (normal) maka rating faktor ini akan lebih besar

daripada 1 (P1 > 1 atau P1 > 100 %).

2. Apabila operator bekerja terlalu lambat yaitu bekerja dengan

kecepatan di bawah kewajaran (normal) maka rating faktor ini akan

lebih kecil daripada 1 (P1 < 1 atau P1 < 100 %).

3. Apabila operator bekerja secara normal atau wajar maka rating

faktor ini diambil sama dengan 1 (P1 = 1 atau P1 = 100 %).

Menurut Sutalaksana (1979, p146), untuk kesulitan kerja disediakan sebuah

tabel (lihat Lampiran) yang menunjukkan berbagai keadaan kesulitan kerja

seperti apakah pekerjaan tersebut memerlukan banyak anggota badan,

Page 8: Bab i Teoriski Edit

apakah ada pedal kaki, dan sebagainya. Angka yang ditunjukkan di sini

adalah dalam per seratus dan jika nilai dari setiap kondisi kesulitan kerja

yang bersangkutan dengan pekerjaan yang sedang diamati dijumlahkan

akan menghasilkan P2 yaitu notasi bagi bagian penyesuaian objektif untuk

tingkat kesulitan pekerjaan.

Waktu normal dapat diperoleh dari rumus berikut :

Waktu normal = Waktu proses x Penyesuaian (P)

Untuk penyesuaian dengan metode objektif, nilai P diperoleh dari hasil

kali P1 dan P2.

2.2.2 Kelonggaran

Menurut Wignjosoebroto (2003, p201), waktu normal untuk suatu elemen

operasi kerja adalah semata-mata menunjukkan bahwa seorang operator yang

berkualifikasi baik akan bekerja menyelesaikan pekerjaannya pada kecepatan /

tempo kerja yang normal. Walaupun demikian pada prakteknya kita akan

melihat bahwa tidaklah bisa diharapkan operator tersebut akan mampu

bekerja secara terus-menerus sepanjang hari tanpa adanya interupsi sama

sekali. Di sini kenyataannya operator akan sering menghentikan kerja dan

membutuhkan waktu-waktu khusus untuk keperluan seperti personal needs,

istirahat melepas lelah, dan alasan-alasan lain yang di luar kontrolnya.

Page 9: Bab i Teoriski Edit

Waktu baku yang akan ditetapkan adalah termasuk kelonggaran- kelonggaran

yang perlu. Dengan demikian maka waktu baku adalah waktu yang diperoleh

dari waktu normal yang masih ditambah dengan besarnya kelonggaran.

Menurut Wignjosoebroto (2003, p203), apabila kelonggaran waktu tersebut

diaplikasikan secara bersamaan untuk seluruh elemen kerja, maka hal ini akan

bisa menyederhanakan perhitungan yang harus dilakukan. Untuk

mendapatkan waktu baku untuk penyelesaian suatu operasi kerja, di sini

waktu normal harus ditambahkan dengan kelonggaran. Di samping itu ada

kecenderungan untuk mempertimbangkan kelonggaran ini sebagai waktu yang

diberikan / dilonggarkan untuk berbagai macam hal per hari kerja. Dengan

demikian waktu baku tersebut dapat diperoleh dengan mengaplikasikan rumus

berikut :

2.3 Line Balancing

Menurut Baroto (2002, 192-193), lini produksi adalah penempatan area-area

kerja di mana operasi-operasi diatur secara berurutan dan material bergerak

secara kontinu melalui operasi yang terangkai seimbang. Menurut

karakteristiknya lini produksi dibagi menjadi 2 :

1. Lini fabrikasi, merupakan lintasan produksi yang terdiri atas sejumlah

operasi pekerjaan yang bersifat membentuk atau mengubah bentuk

benda kerja.

Page 10: Bab i Teoriski Edit

2. Lini perakitan, merupakan lintasan produksi yang terdiri atas sejumlah

operasi perakitan yang dikerjakan pada beberapa stasiun kerja dan

digabungkan menjadi benda assembly atau subassembly.

Kriteria umum keseimbangan lintasan perakitan adalah memaksimumkan

efisiensi atau meminimumkan balance delay. Tujuan pokok dari

penggunaan metode ini adalah untuk mengurangi atau meminimumkan

waktu menganggur (idle time) pada

lintasan yang ditentukan oleh operasi yang paling lambat.

Gambar 2.1 Elemen-elemen Utama Permasalahan Keseimbangan Lintasan

Sumber : Perencanaan dan Pengendalian Produksi, Nasution, p150

Menurut Bedworth dan Bailey (1987, p360-361), line balancing adalah

masalah yang berorientasi pada kegiatan manufaktur yang berkaitan dengan

masalah alokasi sumber daya dan penyeimbangan sumber daya. Dalam

sejarahnya, masalah line balancing berevolusi dari lini perakitan di mana

Masukan:Kinerja waktu dari tugasKebutuhan pendahuluan

Tingkat output

Kesimbangan

lintasan

Keluaran : Pengelompokan tugas-tugas pada stasiun-

stasiun kerja dengan kapasitas/tingkat output

yang sama

Page 11: Bab i Teoriski Edit

proses perakitan yang terdiri dari task-task harus dibagi ke para pekerja dengan

ketentuan bahwa usaha (effort) pekerja harus sedapat mungkin disamakan

(equal) dan jumlah pekerja diminimumkan sambil menjaga agar tingkat

produksi yang spesifik dapat terpenuhi.

Menurut Baroto (2002, 194-195), tujuan perencanaan keseimbangan

lintasan adalah mendistribusikan unit-unit kerja atau elemen-elemen kerja pada

setiap stasiun kerja agar waktu menganggur dari stasiun kerja pada suatu

lintasan produksi dapat ditekan seminimal mungkin, sehingga pemanfaatan dari

peralatan maupun operator dapat digunakan semaksimal mungkin.

Syarat dalam pengelompokan stasiun kerja dalam line balancing adalah

sebagai berikut :

a Hubungan dengan proses terdahulu.

b Jumlah stasiun kerja tidak boleh melebihi jumlah elemen kerja.

c Waktu siklus lebih dari atau sama dengan waktu maksimum dari tiap

waktu di stasiun kerja dari tiap elemen pekerjaan.

Penyeimbangan lintasan memerlukan metode tertentu yang sistematis.

Adapun metode yang akan digunakan dalam skripsi ini yaitu :

1. Aturan Largest Candidate.

2. Metode Ranked Positional Weights atau metode Helgesson – Birnie.

3. Metode Kilbridge – Wester.

4. Metode Moodie – Young.

Page 12: Bab i Teoriski Edit

5. Metode Region Approach.

Untuk dapat memilih dan menentukan metode yang tepat dalam

penyeimbangan lini perakitan perlu dikembangkan analisis guna mengetahui

performansi masing- masing metode yang ada terhadap karakteristik

pekerjaan perakitan, sehingga akan dapat ditentukan cara penyusunan

stasiun kerja yang paling efisien dan pertimbangan kelebihan dan

kekurangan untuk tiap metode.

Menurut Groover (2001, p529), dalam line balancing ada asumsi mengenai

waktu pengerjaan task, yaitu :

1. Waktu pengerjaan task mempunyai nilai yang konstan.

2. Nilai waktu pengerjaan task bersifat aditif, artinya waktu untuk

mengerjakan dua atau lebih task secara berurutan adalah jumlah dari

waktu pengerjaan task individual.

Dalam kenyataannya, asumsi di atas tidak terlalu benar. Waktu

pengerjaan task adalah variabel yang berkaitan dengan masalah

variabilitas task time. Di samping itu sering ada ekonomi gerakan yang

dapat dicapai dengan menggabungkan dua atau lebih task sehingga

melanggar asumsi aditifitas. Meskipun demikian, asumsi tersebut dibuat

agar dapat menghasilkan solusi bagi masalah line balancing.

Page 13: Bab i Teoriski Edit

2.3.1 Istilah-istilah Dalam Line Balancing

Menurut Baroto (2002, 195-197), sebelum membahas mengenai operasional

dari metode-metode dalam line balancing, perlu dipahami dulu beberapa

istilah yang lazim digunakan dalam line balancing.

1. Precedence diagram merupakan gambaran secara grafis dari urutan

operasi kerja serta ketergantungan pada operasi kerja lainnya yang

tujuannya untuk memudakan pengontrolan dan perencanaan kegiatan

yang terkait di dalamnya. Adapun tanda-tanda yang dipakai sebagai

berikut :

a. Simbol lingkaran dengan huruf atau nomor di dalamnya untuk

mempermudah identifikasi dari suatu proses operasi.

b. Tanda panah menunjukkan ketergantungan dan urutan proses

operasi. Dalam hal ini, operasi yang berada pada pangkal panah

berarti mendahului operasi yang ada pada ujung panah.

c. Angka di atas simbol lingkaran adalah waktu standar yang

diperlukan untuk menyelesaikan setiap operasi.

2. Assemble product adalah produk yang melewati urutan Work Station

(WS) di mana tiap WS memberikan proses tertentu hingga selesai

menjadi produk akhir pada perakitan akhir.

3. Work element (elemen kerja / operasi / task) adalah bagian dari seluruh

Page 14: Bab i Teoriski Edit

proses perakitan yang dilakukan.

4. Waktu operasi (Ti) adalah waktu standar untuk menyelesaikan suatu

operasi (di skripsi ini, Ti adalah waktu baku yang di dalamnya sudah

mencakup faktor penyesuaian dan kelonggaran).

5. Work Station (WS) adalah tempat pada lini perakitan di mana proses

perakitan dilakukan. Setelah menentukan interval waktu siklus maka

jumlah stasiun

Kerja (k) efisien dapat ditetapkan dengan rumus berikut :

kmin = ∑i=1

n

Ti

CT

Di mana :

Ti = Waktu operasi pada task ke- (i = 1,2,3,…,n).

CT = Waktu siklus.

n = Banyaknya task.

kmin = Banyaknya stasiun kerja minimal.

6. Cycle Time / waktu siklus (CT) merupakan waktu yang diperlukan

untuk membuat 1 unit produk per satu stasiun. Apabila waktu produksi

dan target produksi telah ditentukan, maka waktu siklus dapat diketahui

dari hasil bagi waktu produksi dan target produksi. Dalam mendesain

keseimbangan lini perakitan untuk sejumlah produksi tertentu, waktu

siklus harus sama dengan atau lebih besar dari waktu operasi terbesar

Page 15: Bab i Teoriski Edit

yang merupakan penyebab terjadinya bottleneck (kemacetan) dan waktu

siklus juga harus sama atau lebih. kecil dari jam kerja efektif per hari

dibagi dengan jumlah produksi per hari yang secara matematis

dinyatakan sebagai berikut :

Ti maks = ≤ CT ≤ P/Q

Di mana :

Timaks = Waktu operasi terbesar pada lintasan.

CT = Waktu siklus.

P = Jam kerja efektif per hari.

Q = Jumlah produksi per hari.

7. Station Time (ST) adalah jumlah waktu dari elemen kerja / task

yang dilakukan pada suatu stasiun kerja yang sama.

8. Idle time adalah selisih (perbedaan) antara CT dikurangi dengan STi.

9. Balance Delay (BD), sering disebut balance loss, adalah ukuran

dari ketidakefisienan lintasan yang dihasilkan dari waktu menganggur

sebenarnya yang disebabkan oleh pengalokasian yang kurang sempurna

di antara stasiun- stasiun kerja. Balance Delay dinyatakan dalam

persentase. Balance Delay dapat dirumuskan sebagai berikut :

Page 16: Bab i Teoriski Edit

k

(k × CT ) − ∑ STi

BD = i =1 × 100% (k × CT )

Di mana :

k = Banyaknya stasiun kerja

(WS). CT = Waktu siklus.

STi = Station Time dari WS ke-i.

10. Line Efficiency (LE) adalah rasio dari total waktu di stasiun kerja

terhadap keterkaitan antara waktu siklus dengan jumlah stasiun kerja

(dinyatakan dalam persentase).

k

∑ STi

LE = i =1 × 100%

(k × CT )

Di mana :

k = Banyaknya stasiun

kerja (WS). CT = Waktu

siklus.

STi = Station Time dari WS ke-i.

Page 17: Bab i Teoriski Edit

11. Smoothness Index (SI) adalah suatu indeks yang menunjukkan

kelancaran relatif dari suatu keseimbangan lini perakitan. Suatu

Smoothness Index dikatakan sempurna apabila nilainya sama dengan

nol atau disebut juga perfect balance.

k

ST= ∑ (CT − STi) 2

i =1

Di mana :

k = Banyaknya stasiun kerja (WS).

CT = Waktu siklus.

STi = Station Time dari WS ke-i.

2.3.2 Metode Line Balancing

Menurut Groover (2001, p534), tujuan dalam line balancing adalah untuk

mendistribusikan beban kerja total pada lini perakitan seseimbang mungkin di

antara para pekerja. Tujuan ini dapat diekspresikan secara matematis dalam 2

alternatif bentuk yang ekuivalen :

k k

Meminimumkan (kCT - ∑ STi ) atau meminimumkan ∑ (CT − STi)

i =1 i =1

Page 18: Bab i Teoriski Edit

Dengan syarat:

1. Jumlah waktu di setiap WS tidak melebihi CT.

2. Semua persyaratan presedens dipatuhi.

Metode yang akan digunakan bersifat heuristic, artinya metode tersebut

didasarkan pada common sense dan eksperimen daripada optimasi matematis,

serta tidak menjamin dihasilkannya solusi optimal. Dalam setiap metode,

diasumsikan bahwa manning level adalah 1 sehingga jika kita mengidentifikasi

stasiun i maka kita juga mengidentifikasi pekerja pada stasiun i.

2.3.2.1 Aturan Largest Candidate

Menurut Groover (2001, p535), dalam metode ini, elemen kerja diatur

secara descending (dari nilai paling besar ke paling kecil) berdasarkan nilai Ti.

Metode ini terdiri dari langkah-langkah :

1. Buat precedence dia

2. Urutkan waktu operasi pada masing-masing task dari yang terbesar

ke yang terkecil secara urut.

3. Tentukan waktu siklus (CT).

4. Tugaskan task pada pekerja di WS 1 dengan memulai dari daftar

paling atas dan memilih task pertama yang memenuhi persyaratan

presedens dan tidak menyebabkan jumlah total Ti pada WS tersebut

Page 19: Bab i Teoriski Edit

melebihi CT yang diizinkan. Ketika task sudah dipilih untuk ditugaskan

pada WS, telusuri kembali dari daftar paling atas untuk penugasan

selanjutnya.

5. Ketika tidak ada lagi task yang dapat ditugaskan tanpa melebihi CT,

lanjutkan ke WS berikutnya.

6. Ulangi langkah 4 dan 5 untuk semua WS sampai semua task telah

ditugaskan.

2.3.2.2 Metode Ranked Positional Weights (RPW) atau Metode

Helgesson – Birnie

Menurut Baroto (2002, p197-198), langkah-langkah dalam metode ini

adalah sebagai berikut :

1. Buat precedence diagram.

2. Tentukan bobot posisi untuk masing-masing task yang berkaitan

dengan waktu operasi untuk waktu pengerjaan yang terpanjang dari

mulai operasi permulaan hingga sisa operasi sesudahnya

3. Membuat ranking tiap task berdasarkan bobot posisi di langkah 2.

Task yang mempunyai bobot terbesar diletakkan pada ranking pertama.

4. Tentukan waktu siklus (CT).

5. Pilih task dengan bobot tertinggi, alokasikan ke suatu WS. Jika masih

layak (STi ≤ CT), alokasikan task dengan bobot tertinggi

Page 20: Bab i Teoriski Edit

berikutnya yang memenuhi persyaratan presedens. Namun alokasi

ini tidak boleh membuat STi > CT.

6. Bila alokasi suatu task membuat STi > CT, maka task ini

tidak jadi ditugaskan. Sebagai gantinya, sisa waktu ini (CT – STi)

dipenuhi dengan alokasi task dengan bobot paling besar dan

penambahannya tidak membuat STi > CT dan memenuhi persyaratan

presedens.

7. Jika task yang dialokasikan untuk membuat STi ≤ CT sudah

tidak ada, kembali ke langkah 5 untuk semua WS sampai semua task

telah ditugaskan.

2.3.2.3 Metode Kilbridge – Wester

Menurut Groover (2001, p536), metode ini merupakan prosedur heuristic

yang memilih task untuk ditugaskan ke dalam WS berdasarkan posisinya pada

precedence diagram. Metode ini mengatasi salah satu kesulitan dalam aturan

Largest Candidate di mana task dipilih karena nilai Ti yang tinggi tapi

posisinya di precedence diagram kutang sesuai. Langkah-langkahnya adalah :

1. Buat precedence diagram.

2. Task-task dalam precedence diagram diatur ke dalam kolom-kolom.

3. Task-task kemudian disusun ke dalam suatu daftar berdasarkan kolomnya,

di mana task-task pada kolom pertama didaftar pertama.

4. Jika suatu task dapat ditempatkan pada lebih dari 1 kolom, maka daftarlah

Page 21: Bab i Teoriski Edit

semua kolom untuk task tersebut.

5. Task-task pada kolom yang sama diurutkan berdasarkan nilai Ti

terbesar seperti pada aturan Largest Candidate. Hal ini akan membantu

dalam menugaskan task ke WS karena dapat memastikan bahwa task

terlama akan dipilih lebih dulu, jadi meningkatkan kesempatan untuk

membuat jumlah Ti pada setiap WS mendekati batas waktu siklus / Cycle

Time (CT) yang diizinkan.

6. Tentukan waktu siklus (CT).

7. Tugaskan task pada pekerja di WS 1 dengan memulai dari daftar paling

atas dan memilih task pertama yang memenuhi persyaratan presedens dan

tidak menyebabkan jumlah total Ti pada WS tersebut melebihi CT yang

diizinkan. Ketika task sudah dipilih untuk ditugaskan pada WS, telusuri

kembali dari daftar paling atas untuk penugasan selanjutnya.

8. Ketika tidak ada lagi task yang dapat ditugaskan tanpa melebihi CT,

lanjutkan keWSberikutnya.

9. Ulangi langkah 7 dan 8 untuk semua WS sampai semua task telah

ditugaskan.

2.3.2.4 Metode Moodie – Young

Menurut Nasution (2003, p159-160), langkah penugasan pekerjaan pada

stasiun kerja dengan menggunakan metode ini berbeda pada urutan prioritas

pembebanan pekerjaan. Langkah-langkahnya adalah :

Page 22: Bab i Teoriski Edit

1. Buat precedence diagram.

2. Buat matriks operasi pendahulu (P) dan operasi pengikut (F) untuk

setiap operasi berdasarkan precedence diagram.

3. Tentukan waktu siklus (CT).

4. Perhatikan baris di matriks kegiatan pendahulu P yang semuanya

terdiri dari angka 0 dan bebankan task terbesar yang mungkin terjadi

jika ada lebih dari 1 baris yang memiliki seluruh task sama dengan nol.

5. Perhatikan nomor task di baris matriks kegiatan pengikut F yang

bersesuaian dengan task yang telah ditugaskan. Setelah itu kembali

perhatikan baris pada matriks P yang ditunjukkan, ganti nomor

identifikasi task yang telah dibebankan ke WS dengan nol.

6. Lanjutkan penugasan task-task itu pada setiap WS dengan ketentuan

bahwa waktu total operasi tidak melebihi waktu siklus. Proses ini

dikerjakan hingga semua baris pada matriks P bernilai nol.

2.3.2.5 Metode Region Approach

Menurut Nasution (2003, p164), metode ini dikembangkan oleh Bedworth

untuk mengatasi kekurangan metode RPW. Metode ini tetap tidak akan

menghasilkan solusi optimal, tetapi solusi yang dihasilkannya sudah cukup

baik dan mendekati optimal. Pada prinsipnya metode ini berusaha

membebankan terlebih dulu pada operasi yang memiliki tanggung jawab

Page 23: Bab i Teoriski Edit

keterdahuluan yang besar. Bedworth menyebutkan bahwa kegagalan metode

RPW ialah mendahulukan operasi dengan waktu terbesar daripada operasi

dengan waktu yang tidak terlalu besar tetapi diikuti oleh banyak operasi

lainnya. Langkah-langkah penyelesaian dengan metode Region Approach

adalah sebagai berikut :

1. Buat precedence diagram.

2. Bagi precedence diagram ke dalam wilayah-wilayah dari kiri ke

kanan.

Gambar ulang precedence diagram, tempatkan seluruh task di daerah

paling ujung sedapat-dapatnya.

3. Dalam tiap wilayah urutkan task mulai dari waktu operasi terbesar

sampai dengan waktu operasi terkecil.

4. Tentukan waktu siklus (CT).

5. Bebankan task dengan urutan sebagai berikut (perhatikan pula

untuk menyesuaikan diri terhadap batas wilayah) :

a.. Daerah paling kiri terlebih dahulu.

b. Dalam 1 wilayah, bebankan task dengan waktu terbesar pertama

kali.

6. Pada akhir tiap pembebanan stasiun kerja, tentukan apakah utilisasi

waktu tersebut telah dapat diterima. Jika tidak, periksa seluruh task

yang memenuhi hubungan keterkaitan dengan operasi yang telah

Page 24: Bab i Teoriski Edit

dibebankan. Putuskan apakah pertukaran task-task tersebut akan

meningkatkan utilisasi waktu stasiun kerja. Jika ya, lakukan perubahan

tersebut.

2.4. Konsep Dasar Tentang Desain Pabrik

a. Pengertian dan definisi pabrik atau industri

Pabrik yang dalam istilah asingnya dikenal sebagai factory atau plant adalah

setiap tempat dimana faktor-faktor seperti:

1. Manusia

2. Mesin dan peralatan (fasilitas) produksi lainnya

3. Material

4. Energi

5. Uang (modal/kapital)

6. Informasi dan

7. Sumber daya alam (tanah, Air, mineral,dll)

Dikelola bersama-sama dalam suatu sistem produksi guna menghasilkan

suatu produk atau jasa secara efektif, efisien dan aman. Istilah pabrik ini

diartikan sama dengan industri, meskipun industri sebenarnya memiliki

pengertian yang lebih luas. Pabrik pada dasarnya merupakan salah satu jenis

industri yang terutama akan menghasilkan produk jadi (finished goods

product). Seperti halnya yang dijumpai pada industri manufaktur.

Page 25: Bab i Teoriski Edit

Dengan mempertimbangkan aktivitas-aktivitas yang umum dilaksanakan, maka

industri akan dapat diklasifikasikan sebagai:

1. Industri Penghasil Bahan Baku (The Primary Raw Material Industries)

Yaitu industri yang aktivitas produksinya adalah mengolah sumber daya alam

guna menghasilkan bahan baku maupun bahan tambahan lainnya yang dibutuhkan

oleh industri penghasil produk atau jasa. Industri tipe ini dikenal juga sebagai

“extractive/primary industry”. Contoh: Industri pengolahan bijih besi dll.

2. Industri Manufaktur (The Manufacturing Industries)

Yaitu industri yang memproses bahan baku guna dijadikan bermacam-macam

bentuk/model produk, baik yang berupa produk setengah jadi (semi finished

good) ataupun yang sudah berupa produk jadi (finished good product). Disini

akan terjadi suatu transformasi proses baik secara fisik ataupun kimiawi terhadap

input material dan akan memberi nilai tambah terhadap material tersebut.

Contoh: Industri permesinan, industri mobil, dan lain-lain.

3. Industri Penyalur (Distribution Industries)

Yaitu industri yang berfungsi untuk melaksanakan pelayanan jasa industri baik

untuk bahan baku maupun “finished good product”. Disini bahan baku ataupun

bahan setengah jadi akan didistribusikan dari produsen yang lain dan dari

produsen ke konsumen. Operasi kegiatan akan meliputi aktivitas pembelian dan

Page 26: Bab i Teoriski Edit

penjualan, penyimpanan, sorting, grading, packaging dan moving goods

(transportasi).

4. Industri Pelayanan/Jasa (Service Industries)

Yaitu industri yang bergerak dalam bidang pelayanan atau jasa, baik untuk

melayani dan menunjang aktivitas industri yang lain maupun langsung

memberikan pelayanan/jasa kepada consumen. Contoh: Bank, jasa angkutan,

rumah sakit, dll.

Dari hal-hal tersebut diatas maka dapat dikatakan bahwa industri akan memiliki

pengertian dan definisi yang luas sesuai dengan karakteristik dari jenis masukan,

proses produksi yang berlangsung, dan jenis keluaran yan dihasilkan. Dalam

kaitannya dengan jenis keluaran yang dihasilkan maka industri yang

menghasilkan keluaran berupa material, peralatan produksi, mesin dan lain-lain

yang akan digunakan untuk proses produksi di industri/pabrik lain dikenal sebagai

“producer goods industries”. Sedangkan industri yang hasil keluarannya akan

langsung digunakan oleh consumer disebut “consumer goods industries”.

2.5. Ruang Lingkup Perencanaan Fasilitas Produksi

Didalam perencanaan fasilitas pabrik ada dua hal pokok yang akan dibahas , yaitu

pertama berkaitan dengan perencanaan lokasi pabrik (plant location) yaitu

penetapan lokasi dimana fasilitas-fasilitas produksi harus ditempatkan, dan yang

kedua adalah perancangan fasilitas produksi (facilities design) yang akan meliputi

Page 27: Bab i Teoriski Edit

perancangan tata letak fasilitas produksi (facilities/plant layout design) dan

perancangan sistem pemindahan material. Secara skematis hirarki dari

perencanaan fasilitas pabrik tersebut dapat digambarkan sebagai berikut:

Ganbar 2.1. Sistematika Perenanaan Fasilitas Pabrik

Perancangan fasilitas akan menentukan bagaimana aktivitas-aktivitas dari

fasilitas-fasilitas produksi dari pabrik akan bisa diatur sedemikian rupa sehingga

mampu menunjang upaya pencapaian tujuan pokok secara efektif dan efisien.

Untuk industri manufacturing, maka perencanaan aktivitas akan meliputi

penetapan cara yang sebaik-baiknya agar supaya fasilitas-fasilitas yang ada

mampu menunjang kelancaran proses produksi/operasional. Fhase perencanaan

fasilitas ini akan dimulai dengan penetapan lokasi pabrik (plant location) atau

Page 28: Bab i Teoriski Edit

penetapan lokasi dimana fasilitas-fasilitas produksi harus ditempatkan (facilities

location). Penetapan lokasi pabrik ini akan memperhatikan interaksinya dengan

customers, suppliers, maupun fasilitas-fasilitas pabrik lain yang terkait. Fhase

perencanaan fasilitas selanjutnya adalah berkaitan dengan proses perancangan

fasilitas (facilites design) yang meliputi perancangan struktur bangunan pabrik

tata letak dan system pemindahan material. Dalam industri manufacturing,

structural desain ini akan meliputi perancangan dan pendirian bangunan pabrik

serta fasilitas penunjang seperti jaringan listrik, air, gas, penerangan, dan lain-lain.

Untuk tat letak pabrik maka disini meliputi pengaturan letak mesin, peralatan, dan

fasilitas produksi lainnya yang ada dalam areal dibatasi oleh dinding-dinding

pabrik. Dalam pengaturan tata letak fasilitas produksi, sekaligus disini akan

dirancang pengaturan sistem pemindahan material, pergerakan personil,

penyebaran informasi dalam pabrik dan sebagainya.

2.6. Tata Letak Pabrik, Tujuan dan Prinsip Yang

Mendasarinya

Tata letak (layout) atau pengaturan fasilitas produksi dan area kerja yang ada

dalam suatu masalah yang sering dijumpai dalam dunia industri. Kita tidak dapat

menghindarinya, sekalipun kita cuma sekedar mengatur peralatan atau mesin

didalam bangunan yang ada serta ruang lingkup kecil yang sederhana. Pertanyaan

yang timbul ialah apakah kita telah meletakan atau mengatur semua fasilitas

produksi tersebut dengan sebaik-baiknya?

Page 29: Bab i Teoriski Edit

Tata letak itu sendiri adalah suatu landasan utama dalam dunia industri. Tata letak

pabrik (plan layout) atau tata letak fasilitas (facilites layout) dapat didefinisikan

sebagai tata cara pengaturan fasilitas-fasilitas pabrik guna menunjang kelancaran

proses produksi. Pengaturan tersebut akan coba memanfatkan luas area (space)

untuk penempatan fasilitas mesin dan penunjang produksi lainnya, kelancaran

gerakan perpindahan material, penyimpanan material (storage) baik yang bersifat

tempore maupun permanen, pekerja dan sebagainya. Dalam tata letak pabrik ada

dua hal yang diatur letaknya yaitu pengaturan mesin (machine layout) dan

pengaturan departemen yang ada di pabrik (departemen layout). Bilamana kita

menggunakan istilah tata letak pabrik seringkali hal ini sering kita artikan sebagai

pengaturan peralatan/fasilitas produksi yang sudah ada (the existing arrangement)

ataupun juga bisa diartikan sebagai perencanaan tata letak pabrik yang baru sama

sekali (new plant layout).

Pada umumnya tata letak pabrik yang terencana dengan baik akan ikut

menentukan efisiensi dan dalam beberapa hal akan juga menjaga kelangsungan

hidup ataupun kesuksesan kerja suatu industri. Peralatan dan suatu desain produk

yang bagus akan tidak ada artinya akibat perencanaan layout yang sembarangan

saja. Karena aktivitas produksi suatu industri secara normalnya harus berlangsung

lama dengan tata letak yang selalu tidak berubah-ubah, maka setiap kekeliruan

yang dibuat dalam perencanan tata letak ini akan menyebabkan kerugian-kerugian

yang tidak kecil. Tujuan utama didalam design tata letak pabrik pada dasarnya

Page 30: Bab i Teoriski Edit

adalah untuk meminimalkan total biaya yang antara lain menyangkut elemen-

elemen biaya sebagai berikut:

1. Biaya untuk konstruksi dan instalasi baik untuk bangunan mesin, maupun

fasilitas produksi lainnya.

2. Biaya pemindahan bahan (material handling costs).

3. Biaya produksi, maintenance, safety dan biaya penyimpanan produk

setengah jadi.

Selain itu pengaturan tata letak pabrik yang optimal akan dapat pula memberikan

kemudahan didalam proses supervisi serta menghadapi rencana perluasan pabrik

dikemudian hari.

2.7. Tujuan Perencanaan dan Pengaturan Tata Letak Pabrik

Secara garis besar tujuan utama dari tata letak pabrik ialah mengatur area kerja

dan segala fasilitas produksi yang paling ekonomis untuk produksi aman, dan

nyaman sehingga akan dapat menaikan moral kerja dan performance dari

operator. Lebih spesifik lagi suatu tata letak yang baik akan dapat memberikan

keuntungan-keuntungan dalam sistem produksi, antara lain sebagai berikut:

1. Menaikan output produksi

Biasanya suatu tata letak yang baik akan memberikan keluaran (output) yang

lebih besar dengan ongkos yang sama atau lebih sedikit, manhours yang lebih

kecil, dan/atau mengurangi jam kerja mesin (machine hours).

Page 31: Bab i Teoriski Edit

2. Mengurangi waktu tunggu (Delay)

Mengatur keseimbangan antara waktu operasi produksi dan beban dari masing-

masing departemen atau mesin adalah bagian kerja dari mereka yang bertanggung

jawab terhadap desain tata letak pabrik. Pengaturan tata letak yang terkoordinir

dan terencana baik akan dapat mengurangi waktu tunggu (delay) yang berlebihan.

3. Mengurangi proses pemindahan bahan (Material Handling)

Untuk merubah bahan menjadi produk jadi, maka hal ini akan memerlukan

aktivitas pemindahan (movement) sekurang-kurangnya satu dari tiga elemen dasar

sistem produksi yaitu: bahan baku, orang/pekerja, atau mesin dan peralatan

produksi, bahan baku akan lebih sering dipindahkan dibandingkan dengan dua

elemen dasar produksi lainnya. Pada beberapa kasus maka biaya untuk proses

pemindahan bahan ini bisa mencapai 30% sampai 90% dari total biaya produksi

dengan mengingat pemindahan bahan yang sedemikian besarnya, maka mereka

bertanggung jawab untuk perencanaan dan perancangan tata letak pabrik akan

lebih menekankan desainnya pada usaha-usaha memindahkan aktivitas-aktivitas

pemindahan bahan pada saat proses produksi berlangsung. Hal ini dilakukan

dengan beberapa alasan seperti:

a. Biaya pemindahan bahan disamping cukup besar pengeluarannya juga akan

ada dari tahun ketahun selama proses produksi berlangsung.

b. Biaya pemindahan bahan dengan mudah akan dapat dihitung dimana biaya ini

akan proporsional dengan jarak pemindahan bahan yang harus ditempuh dan

Page 32: Bab i Teoriski Edit

pengukuran jarak perpindahan bahan ini dapat dianalisa dengan

memperhatikan tata letak semua fasilitas produksi yang ada dipabrik. Jelaslah

bahwa memang akan ada korelasi antara tata letak pabrik dengan pemindahan

bahan, sehingga pada proses desain layout akan selalu dikait-orientasikan

guna memberikan jarak pemindahan bahan seminimal mungkin.

4. Penghematan penggunaan areal untuk produksi, gudang dan service

Jalan lintas, material yang menumpuk, jarak antara mesin-mesin yang berlebihan,

dan lain-lain semuanya akan menambah area yang dibutuhkan untuk pabrik.

Suatu perencanaan tata letak yang optimal akan mencoba mengatasi segala

pemborosan pemakaian ruangan tersebut dan berusaha mengkoreksinya.

5. Pendaya guna yang lebih besar dari pemakaian mesin, tenaga kerja, dan atau

fasilitas produksi lainnya.

Faktor-faktor pemanfaatan mesin, tenaga kerja dan lain-lain adalah erat kaitannya

dengan biaya produksi. Suatu tata letak yang terencana baik akan banyak

membantu pembangunan elemen-elemen produksi secara lebih efektif dan efisien.

6. Mengurangi Inventory in process

Sistem produksi pada dasarnya menghendaki sedapat mungkin bahan baku untuk

berpindah dari satu operasi langsung ke operasi berikutnya secepat-cepatnya dan

berusaha mengurangi bertumpuknya bahan setengah jadi (material in process).

7. Proses manufacturing yang lebih singkat

Page 33: Bab i Teoriski Edit

Dengan memperpendek jarak antara operasi satu dengan yang lain dan

mengurangi bahan yang menunggu serta storage yang tidak diperlukan maka

waktu yang diperlukan dari bahan baku untuk berpindah dari satu tempat

ketempat yang lainnya dalam pabrik akan juga bisa diperpendek sehingga secara

total waktu produksi akan dapat pula diperpendek.

8. Mengurangi resiko bagi kesehatan dan keselamatan kerja dari operator

Perencanaan tata letak pabrik adalah juga ditunjukan untuk membuat suasana

kerja yang nyaman dan aman bagi mereka yang bekerja didalamnya. Hal-hal yang

bisa dianggap membahayakan bagi kesehatan dan keselamatan kerja dari operator

haruslah dihindari.

9. Memperbaiki moral dan kepuasan kerja

Pada dasarnya orang menginginkan untuk bekerja dala suatu pabrik yang segala

sesuatunya diatur secara tertib, rapih, dan baik. Penerangan yang cukup, sirkulasi

yang bagus, dan lain-lain akan menciptakan suasana lingkungan kerja yang

menyenangkan sehingga moral dan kepuasan kerja akan dapat lebih ditingkatkan.

Hasil positif dari kondisi ini tentu saja berupa performansi kerja yang lebih baik

dan menjurus kearah peningkatan produktivitas kerja.

10. Mempermudah aktivitas supervisi

Tata letak pabrik yang terencana baik akan mempermudah aktivitas supervisi.

Dengan meletakan kantor/ruangan diatas, maka seorang supervisor akan dapat

Page 34: Bab i Teoriski Edit

dengan mudah mengamati segala aktivitas yang sedang berlangsung diarea kerja

yang dibawah pengawasan dan tanggung jawabnya.

11. Mengurangi kemacetan dan kesimpang-siuran

Material yang menunggu, gerakan pemindahan yang tidak perlu, serta banyaknya

perpotongan (intersection) dari lintasan yang ada akan menyebabkan kesimpang-

siuran yang akhirnya akan membawa kearah kemacetan aliran produksi.

2.8. Prinsip-Prinsip Dasar Didalam Perencanaan Tata Letak

Fasilitas/Pabrik

Berdasarkan aspek dasar, tujuan dan keuntungan-keuntungan yang bisa

didapatkan dalam tata letak pabrik/fasilitas yang terencanakan dengan baik, maka

bisa disimpulkan enam tujuan dalam tata letak pabrik/fasilitas, yaitu sebagai berikut:

1. Integrasi secara menyeluruh dari semua faktor yang mempengaruhi proses

produksi.

2. Perpindahan jarak seminimal mungkin.

3. Aliran kerja berlangsung secara lancar melalui pabrik.

4. Kepuasan kerja dan rasa aman dari pekerja dijaga sebaik-baiknya.

5. Pengaturan tata letak harus cukup fleksibel.

Langkah-Langkah Perencanaan Tata Letak Pabrik

Page 35: Bab i Teoriski Edit

Tata letak pabrik berhubungan erat dengan segala proses perencanan dan

pengaturan letak dari pada mesin, peralatan, aliran bahan, dan orang-orang yang

bekerja dimasing-masing stasiun kerja yang ada. Tata letak yang baik dari segala

fasilitas produksi dalam suatu pabrik adalah dasar untuk membuat operasi kerja

menjadi lebih efektif dan efisien. Secara umum pengaturan dari pada semua fasilitas

produksi ini direncanakan sedemikian rupa sehingga akan diperoleh:

a.Minimum transportasi dari proses pemindahan bahan.

b. Minimum gerakan balik yang tidak perlu.

c.Minimum pemakainan area tanah.

d. Pola aliran produksi yang terbaik.

e.Keseimbangan pengunaan area tanah yang dimiliki.

f. Keseimbangan didalam lintasan perakitan (assembly line balancing).

g. Kemungkinan dan fleksibilitas untuk menghadapi kemungkinan ekspansi

dimasa mendatang.

Pada dasarnya proses pengaturan segala fasilitas produksi dalam pabrik ini dibedakan

dalam dua tahapan, yaitu sebagai berikut:

a.Pengaturan tata letak mesin dan fasilitas produksi lainnya (machine layout), yaitu

pengaturan dari semua mesin-mesin dan fasilitas yang diperlukan untuk proses

produksi didalam tiap-tiap departemen dari pabrik yang ada.

Page 36: Bab i Teoriski Edit

b. Pengaturan tata letak departemen (departementalization), yaitu pengaturan

bagian departemen serta hubungannya satu dengan yang lainnya didalam pabrik

yang bersangkutan.

2.9. Luas Lantai Produksi

Luas lantai produksi digunakan untuk mengetahui luas lahan yang akan

digunakan dalam perencanaan Tata Letak Fasilitas dan perusahaan yang akan

didirikan. Perhitungan luas lantai produksi dimulai dari luas kebutuhan lahan sampai

perkantoran dengan memperhatikan segala fasilitas pendukungnya.

Dalam melakukan suatu perencanaan Tata Letak Fasilitas dan pemindahan

bahan, dibutuhkan beberapa kebutuhan luas lantai untuk kegiatan produksi pabrik

yang akan didirikan, serta fasilitas-fasilitas pendukung lainnya. Dengan demikian

perlu dihitung berapa luas lantai yang disiapkan, terutama untuk kegiatan bagian

produksi. Perhitungan luas lantai ini didasarkan pada bahan baku yang akan

disiapkan. Berdasarkan hal tersebut maka akan didapat luas lantai Receiving (Gudang

bahan baku) model Tumpukan dan Rak. Tumpukan digunakan untuk material yang

rata-rata mempunyai dimensi yang besar sehingga tidak memungkinkan untuk

dimasukan kedalam suatu wadah/tempat tertentu. Sedangkan untuk material yang

menggunakan model penyimpanan menggunakan rak, digunakan untuk material yang

berdimensi kecil.

Page 37: Bab i Teoriski Edit

Dalam menghitung kebutuhan luas lantai, dilibatkan pula masalah-masalah

yang berkaitan dengan kegiatan lainnya yang akan memepengaruhi terhadap luas

lantai tersebut, yaitu:

a. Alat angkut

b. Cara pengangkutan

c. Cara penyimpanan bahan baku (ditumpuk atau dirak)

d. Aliran bahan

Kesemua hal diatas harus diperhitungkan dalam penentuan luas lantai dengan

menambah harga Allowance (kelonggaran) tertentu. Dengan demikian perlu dihitung

beberapa luas lantai yang disiapkan, terutama untuk kegiatan bagian produksi yang

didasarkan pada:

1. Bahan baku yang akan disiapkan

2. Mesin atau peralatan yang digunakan

3. Barang jadi yang dihasilkan

Tujuan menghitung luas lantai adalah untuk memperkirakan kebutuhan luas

lantai bagian produksi, yang meliputi:

1. Receiving (Gudang bahan baku model Tumpukan dan Rak)

2. Pabrikasi dan Assembling (Mesin dan Peralatan)

3. Shipping (Gudang barang jadi untuk kemasan isi dan kemasan kosong)

Page 38: Bab i Teoriski Edit

Keguanaan luas lantai adalah saat digunakan dalam membantu untuk

perhitungan Ongkos Material Handling (OMH) antar Departemen, sesuai dengan

luas lantai hasil perhitungan.

2.10. Luas Lantai Gudang Bahan Baku (Receiving)

Luas lantai gudang bahan baku (Receiving) adalah luas lantai yang

dipergunakan untuk menyimpan bahan baku atau material yang akan digunakan

dalam produksi. Luas lantai gudang bahan baku terbagi menjadi dua model, yaitu

model Tumpukan dan model Rak. Untuk memberi gambaran dari cara penyimpanan

bahan baku digudang, maaka diperlukan gambar bagaimana cara penyimpanan

material tersebut (baik model Tumpukan maupun model Rak), sehingga luas lantai

yang dipakai sesuai dengan hasil perhitungan. Ruangan gambar yang dibuat harus

memberi penjelasan mengenai:

a. Tinggi memuat berapa tumpuk

b. Lebar memuat berapa tumpuk

c. Panjang memuat berapa tumpuk

Page 39: Bab i Teoriski Edit

2.11. Luas Lantai Gudang Barang Jadi (Shipping)

Data yang diperlukan dalam perhitungan luas lantai gudang barang jadi

(Shipping) antara lain adalah: nomor komponen, nama komponen dan tipe barang

jadi. Langkah-langkah perhitungan luas lantai gudang barang jadi adalah sebagai

berikut:

1. Tentukan ukuran kemasan yaitu ukuran atau dimensi dari kemasan untuk tempat

produk jadi perusahaan.

2. Tentukan produksi jadi per satuan periode, yaitu produk yang dihasilkan untuk

periode tertentu didasarkan pada produksi per jam dari perusahaan.

3. Tentukan volume kemasan total, yaitu volume kebutuhan untuk produk jadi per

periode tertentu.

4. Tentukan luas lantai, yaitu lahan yang dibutuhkan berdasarkan volume kemasan.

5. Tentukan Allowance.

6. Tentukan total luas lantai.

2.12. Luas Lantai Mesin

Luas lantai mesin (Pabrikasi dan Assembling) juga perlu perhitungan dalam

perencanaan tata letak fasilitas dan pemindahan bahan. Data yang diperlukan dalam

perhitungan luas lantai antara lain adalah:

Page 40: Bab i Teoriski Edit

a. Nama Mesin / Peralatan

b. Jumlah Mesin / Peralatan

c. Ukuran Mesin / Peralatan

Data ini dapat diperoleh dari Multi Product Process Chart (MPPC).

Pada luas lantai mesin juga perlu diperhatikan luas toleransi dan

allowancenya. Luas toleransi diberikan untuk jalannya aliran produksi sehingga tidak

mengalami kesulitan sewaktu proses produksi berjalan, dan luas allowance diberikan

untuk jalannya alat-alat pengangkut bahan dan barang.

2.13. Luas Lantai Tumpukan

Kode, Nama Komponen, Tipe Bahan, Ukuran Pakai dan Ukuran Terima dapat

dilihat dari deskripsi OPC.

a. Potongan Material = Ukuran Terima (P)/Ukuran Pakai (P).

b. Menentukan Produksi/Jam, yaitu dilihat dari Routing Sheet DS-nya

c. Material/jam = Produksi per jam potongan material.

d. Material 10 hari = Material per jam x 10 hari x 8 jam kerja.

e. Menghitung Volume Unit dari ukuran terima (D x P).

f. Volume Kebutuhan = Vol. Unit x Material 10 hari.

g. Menentukan tumpukan bahan baku dengan memperhitungkan jumlah material 10

hari dan ukuran terima tinggi maksimum adalah 2,0 m..

h. Luas Lantai = Luas Lantai + Total Allowance

Page 41: Bab i Teoriski Edit

2.14. Luas Lantai Rak

Kode, Nama Komponen, Tipe Bahan, Ukuran Pakai dan Ukuran Terima dapat

dilihat dari deskripsi OPC.

a. Potongan Material = Ukuran Terima (P)/Ukuran Pakai (P).

b. Menentukan Produksi/Jam, yaitu dilihat dari Routing Sheet DS-nya.

c. Material/jam = Produksi per jam potongan material.

d. Material 10 hari = Material per jam x 10 hari x 8 jam kerja.

e. Menghitung Volume Unit dari ukuran terima (P x L x T).

f. Volume Kebutuhan = Vol. Unit x Material 10 hari.

g. Menentukan tumpukan bahan baku dengan memperhitungkan jumlah material 10

hari dan ukuran terima tinggi maksimum adalah 2,0 m.

h. Luas Lantai = Luas Lantai + Total Allowance

2.15. Luas Lantai Mesin Departemen Pabrikasi

Karena pada pembuatan produk dilakukan pembuatan Lay Out pabrik dengan

tipe Lay Out by Product maka departemen akan diposisikan sesuai dengan komponen

pembentuknya, yaitu produknya. Dalam melakukan perhitungan luas lantai

departemen pabrikasi ini maka diperlukan data mentah berupa luas masing-masing

jenis mesin dan jumlah mesin yang dipergunakan.

Page 42: Bab i Teoriski Edit

Untuk mesin yang digunakan dalam proses pabrikasi haruslah dikelompokkan

kedalam departemen pabrikasi dan pada departemen pabrikasi ini juga dikelompokan

mesin-mesin yang sejenis, karena tipe Lay Out yang digunakan adalah Lay Out by

Process.

2.16. Luas Lantai Fasilitas

Besarnya luas lantai fasilitas ini disesuaikan dengan kebutuhan dari kegiatan

produksi. Sebagai contoh apabila sebuah perusahaan manufaktur yang berskala besar

yang mempunyai hasil limbah dan tidak dapat didaur ulang langsung, maka

diperlukan suatu fasilitas khusus untuk mengatasi permasalahan ini. Selain itu juga

diperlukan fasilitas-fasilitas penunjang lainnya, seperti areal pertambangan, daerah

parkir, daerah kantin dan lain sebagainya. Tetapi dilain hal, penentuan jumlah dan

jenis fasilitas yang diperlukan ini haruslah dilakukan suatu prioritas terhadap

alternatif-alternatif yang ada. Dan tidak perlu dilupakan satu hal bahwa lokasi atau

adanya fasilitas ini bukanlah merupakan faktor yang mutlak harus ada dalam suatu

perusahaan baik dari segi kuantitas maupun jenis fasilitasnya.

Ketentuan-ketentuan dalam pemilihan fasilitas layanan harus disesuaikan

dengan kondisi manajemen perusahaan yang direncanakan. Dalam arti bahwa dalam

perusahaan besar jelas memiliki jenis dan ukuran fasilitas yang berbeda dengan

perusahaan kecil.

Page 43: Bab i Teoriski Edit

2.10. Macam/Tipe Tata Letak Fasilitas Produksi dan Pola Aliran Pemindahan

Bahan

Pemilihan dan penempatan alternatif layout merupakan langkah yang kritis

dalam proses perencanaan fasilitas produksi, karena disini layout yang dipilih akan

menentukan hubungan fisik dari aktivitas-aktivitas produksi yang berlangsung.

Berikut ini beberapa jenis tata letak fasilitas berdasarkan aliran produksinya, yaitu

sebagai berikut:

a. Tata Letak Fasilitas Berdasarkan Aliran Produksi (Product Layout atau

Production Line Product)

Product layout dapat didefenisikan sebagai metode atau cara pengaturan dan

penempatan semua fasilitas produksi yang diperlukan ke dalam suatu departemen

tertentu atau khusus. Suatu produk dapat dibuat/diproduksi sampai selesai di dalam

departemen tersebut. Bahan baku dipindahkan dari stasiun kerja ke stasiun kerja

lainnya di dalam departemen tersebut, dan tidak perlu dipindah-pindahkan ke

departemen yang lain.

Dalam product layout, mesin-mesin atau alat bantu disusun menurut urutan

proses dari suatu produk. Produk-produk bergerak secara terus-menerus dalam suatu

Page 44: Bab i Teoriski Edit

garis perakitan. Product layout akan digunakan bila volume produksi cukup tinggi

dan variasi produk tidak banyak dan sangat sesuai untuk produksi yang kontinyu.

Tujuan dari tata letak ini adalah untuk mengurangi proses pemindahan bahan dan

memudahkan pengawasan di dalam aktivitas produksi, sehingga pada akhirnya terjadi

penghematan biaya.

Keuntungan tipe product layout adalah:

1. Layout sesuai dengan urutan operasi, sehingga proses berbentuk garis.

2. Pekerjaan dari satu proses secara langsung dikerjakan pada proses berikutnya,

sebagai akibat inventory barang setengah jadi menjadi kecil.

3. Total waktu produksi per unit menjadi pendek.

4. Mesin dapat ditempatkan dengan jarak yang minimal, konsekuensi dari operasi ini

adalah material handling dapat dikurangi.

5. Memerlukan operator dengan keterampilan yang rendah, training operator tidak

lama dan tidak membutuhkan banyak biaya.

6. Lokasi yang tidak begitu luas dapat digunakan untuk transit dan penyimpanan

barang sementara.

7. Memerlukan aktivitas yang sedikit selama proses produksi berlangsung.

Sedangkan kerugian dari product layout adalah:

1. Kerusakan dari satu mesin akan mengakibatkan terhentinya proses produksi.

Page 45: Bab i Teoriski Edit

2. Layout ditentukan oleh produk yang diproses, perubahan desain produk

memerlukan penyusunan layout ulang.

3. Kecepatan produksi ditentukan oleh mesin yang beroperasi paling lambat.

4. Membutuhkan supervisi secara umum tidak terspesifikasi.

5. Membutuhkan investasi yang besar karena mesin yang sejenis akan dipasang lagi

kalau proses yang sejenis diperlukan.

Gambar 2.3. Contoh Aliran Produksi Product Layout

a. Layout yang Berposisi Tetap (Fixed Position Layout)

Sistem berdasarkan product layout maupun process layout, produk bergerak

menuju mesin sesuai dengan urutan proses yang dijalankan. Layout yang berposisi

Page 46: Bab i Teoriski Edit

tetap ditunjukkan bahwa mesin, manusia serta komponen-komponen bergerak menuju

lokasi material untuk menghasilkan produk. Layout ini biasanya digunakan untuk

memproses barang yang relatif besar dan berat sedangkan peralatan yang digunakan

mudah untuk dilakukan pemindahan. Contoh dari industri ini adalah industri pesawat

terbang, penggalangan kapal, pekerjaan konstruksi bangunan.

Keuntungan tata letak tipe ini adalah:

1. Karena yang berpindah adalah fasilitas-fasilitas produksi, maka perpindahan

material dapat dikurangi.

2. Bila pendekatan kelompok kerja digunakan dalam kegiatan produksi, maka

kontinyuitas produksi dan tanggung jawab kerja bisa tercapai dengan sebaik-

baiknya.

Sedangkan kerugian dari tipe tata letak ini adalah:

1. Adanya peningkatan frekuensi pemindahan fasilitas produksi atau operator pada

saat operasi berlangsung.

2. Adanya duplikasi peralatan kerja yang akhirnya menyebabkan perubahan space

area dan tempat untuk barang setengah jadi.

3. Memerlukan pengawasan dan koordinasi kerja yang ketat khususnya dalam

penjadwalan produksi.

Page 47: Bab i Teoriski Edit

Gambar 2.4. Contoh Aliran Produksi Fixed Position Layout

2.11. Pola Aliran Bahan Untuk Proses Produksi (Pabrikasi)

Pola aliran yang dipakai untuk pengaturan aliran bahan dalam proses produksi

yang terdiri dari:

1. Straight line

Pola aliran berdasarkan garis lurus atau Straight line umum dipakai bilamana

proses produksi berlangsung singkat, relatif sederhana dan umum terdiri dari

beberapa komponen-komponen atau beberapa macam production equipment. Pola

aliran bahan berdasarkan garis lurus ini akan memberikan:

Jarak yang terpendek antara dua titik.

Proses atau aktivitas produksi berlangsung sepanjang garis lurus.

Page 48: Bab i Teoriski Edit

Jarak perpindahan bahan (handling distance) secara total akan kecil karena jarak

antara masing-masing mesin adalah yang sependek-pendeknya.

Gambar 2.5. Contoh Aliran Straight Line

2. Serpentine atau zig-zag (S-Shaped)

Pola aliran berdasarkan garis-garis patah ini sangat baik diterapkan bilamana aliran

proses produksi lebih panjang dibandingkan dengan luas area yang tersedia. Untuk itu

aliran bahan akan dibelokan untuk menambah panjangnya garis aliran yang ada dan

secara ekonomis hal ini dapat mengatasi segala keterbatasan dari area, dan ukuran

dari bangunan pabrik yang ada.

Gambar 2.6. Contoh Aliran Serpentine Atau Zig-Zag (S-Shaped)

3. U-Shaped

Pola aliran menurut U-Shaped ini akan dipakai bilamana dikehendaki bahwa

akhir dari proses produksi akan berada pada lokasi yang sama dengan awal proses

produksinya. Hal ini akan mempermudah pemanfaatan fasilitas transportasi dan juga

Page 49: Bab i Teoriski Edit

sangat mempermudah pengawasan untuk keluar masuknya material dari dan menuju

pabrik. Aplikasi garis aliran bahan relatif panjang, maka aliran U-Shaped ini akan

tidak efisien.

Gambar 2.7. Contoh Aliran U-Shaped

4. Circular

Pola aliran berdasarkan bentuk lingkaran (circular) sangat baik dipergunakan

bilamana dikehendaki untuk mengembalikan material atau produk pada titik awal

aliran produksi berlangsung. Aliran ini juga baik dipakai apabila departemen

penerimaan material atau produk jadi direncanakan untuk berada pada lokasi yang

sama dalam pabrik yang bersangkutan.

Gambar 2.8. Contoh Aliran Circular

Page 50: Bab i Teoriski Edit

5. Odd angle

Pola aliran berdasarkan Odd angle ini tidaklah begitu dikenal dibandingkan

dengan pola-pola aliran yang lain. Pada dasarnya pola ini sangat umum dan baik

digunakan untuk kondisi-kondisi seperti:

a.Bilamana tujuan utamanya adalah untuk memperoleh garis aliran yang produk

diantara suatu kelompok kerja dari area yang saling berkaitan.

b. Bilamana proses handling dilaksanakan secara mekanis.

c.Bilamana keterbatasan ruangan menyebabkan pola aliran yang lain terpaksa tidak

dapat diterapkan.

d. Bilamana dikehendaki adanya pola aliran yang tetap dari fasilitas-fasilitas

produksi yang ada.

Gambar 2.9. Contoh Aliran Odd Angle

2.12. Ongkos Material Handling

Page 51: Bab i Teoriski Edit

Material Handling adalah salah satu jenis transportasi (pengangkutan) yang

dilakukan dalam perusahaan industri, yang artinya memindahkan bahan baku, barang

setengah jadi atau barang jadi dari tempat asal ketempat tujuan yang telah ditetapkan.

Pemindahan material dalam hal ini adalah bagaimana cara yang terbaik untuk

memindahkan material dari satu tempat proses produksi ketempat proses produksi

yang lain.

Pada dasarnya kegiatan material handling adalah kegiatan tidak produktif,

karena pada kegiatan ini bahan tidaklah mendapat perubahan bentuk atau perubahan

nilai, sehingga sebenarnya akan mengurangi kegiatan yang tidak efektif dan mencari

ongkos material handling terkecil. Menghilangkan transportasi tidaklah mungkin

dilakukan, maka caranya adalah dengan melakukan hand-off, yaitu menekan jumlah

ongkos yang digunakan untuk biaya transportasi. Menekan jumlah ongkos

transportasi dapat dilakukan dengan cara: menghapus langkah transportasi,

mekanisasi atau meminimasi jarak.

Ongkos Material Handling (OMH) adalah suatu ongkos yang timbul akibat

adanya aktivitas material dari satu mesin ke mesin lain atau dari satu departemen

kedepartemen lain yang besarnya ditentukan sampai pada suatu tertentu. Satuan yang

digunakan adalah Rupiah/Meter Gerakan. Tujuan dibuatnya perencanaan Material

Handling adalah:

a.Meningkatkan Kapasitas

Page 52: Bab i Teoriski Edit

b. Memperbaiki kondisi kerja

c.Memperbaiki pelayanan pada konsumen

d. Meningkatkan kelengkapan dan kegunaan ruangan

e.Mengurangi ongkos

Tujuan utama dari perencanaan material handling adalah untuk mengurangi

biaya produksi. Selain itu, material handling sangat berpengaruh terhadap operasi

dan perancangan fasilitas yang diimplementasikan. Beberapa tujuan dari sistem

material handling antara lain (Meyers, F.E.):

1. Menjaga atau mengembangkan kualitas produk, mengurangi kerusakan dan

memberikan perlindungan terhadap material.

2. Meningkatkan keamanan dan mengembangkan kondisi kerja.

3. Meningkatkan produktivitas.

4. Meningkatkan tingkat penggunaan fasilitas.

5. Mengurangi bobot mati.

6. Sebagai pengawasan persediaan.

2.13. Hubungan Antara Penanganan Material dan Tata Letak Pabrik

Dalam sistem manufaktur, dua aktivitas yang sering berpengaruh satu sama lain

adalah penanganan material dan tata letak pabrik. Hubungan dua aktivitas tersebut

menyangkut data yang diperlukan untuk rancangan tiap aktivitas, tujuan umum,

pengaruh ruangan dan pola aliran. Secara khusus masalah tata letak pabrik

Page 53: Bab i Teoriski Edit

membutuhkan informasi mengenai biaya operasi peralatan agar penempatan

departemen dapat menimbulkan total biaya penanganan material yang minimum.

Oleh karenanya dalam perancangan sistem penanganan material, harus diketahui

panjang perpindahan material, waktu perpindahan, sumber dan tujuan perpindahan.

Tata letak pabrik dan penanganan material mempunyai tujuan umum yaitu

meminimumkan biaya. Biaya penanganan material dapat diminimumkan dengan

menyusun lebih dekat departemen-departemen yang berhubungan, agar perpindahan

material terjadi dengan jarak yang pendek. Minimasi biaya merupakan salah satu

tujuan utama dari sistem penanganan material. Ada beberapa cara untuk mencapai

tujuan tersebut, antara lain:

1. Mengurangi waktu menganggur peralatan.

2. Pemakaian maksimum peralatan untuk mendapatkan satuan muatan yang tinggi.

3. Meminimumkan perpindahan material.

4. Mengatur departemen-departemen sedekat mungkin agar jarak perpindahan

material lebih pendek.

5. Mencegah perbaikan yang besar dengan melakukan perencanaan aktivitas

perawatan yang lebih baik.

6. Harus menggunakan peralatan yang tepat untuk mengurangi kerusakan material.

7. Menghindari pekerjaan yang tidak aman bagi tenaga kerja seperti mengangkat

beban yang terlalu berat.

Page 54: Bab i Teoriski Edit

8. Mengurangi keanekaragaman jenis peralatan untuk mengurangi kebutuhan

investasi.

9. Mengganti peralatan yang sudah usang dengan peralatan yang baru agar lebih

efisien.

Penentuan ongkos material handling dapat digunakan sebagai dasar untuk

menentukan tata letak fasilitas. Ditinjau dari segi biaya, tata letak yang baik adalah

tata letak yang mempunyai total ongkos material handling kecil, meskipun dalam hal

ini biaya bukan satu-satunya indikator untuk menyatakan bahwa tata letak itu baik

dan masih banyak faktor-faktor lain yang perlu dipertimbangkan. Secara umum biaya

yang termasuk dalam perancangan dan operasi sistem penanganan material adalah

sebagai berikut:

1. Biaya investasi

Yang termasuk dalam biaya ini adalah harga pembelian peralatan, harga

komponen alat bantu dan biaya instalasi.

2. Biaya operasi yang terdiri dari:

a. Biaya perawatan.

b. Biaya bahan bakar.

c. Biaya tenaga kerja yang terdiri dari upah dan jaminan kecelakaan.

3. Biaya pembelian muatan, yang digolongkan dalam pembelian alat-alat material.

Page 55: Bab i Teoriski Edit

4. Biaya yang menyangkut masalah pengepakan dan kerusakan material.

Dalam melakukan suatu perencanaan tata letak fasilitas/pabrik, aktivitas dalam

pemindahan bahan material (Material Handling) merupakan salah satu faktor yang

cukup penting untuk diperhatikan dan diperhitungkan. Kegiatan pemindahan material

tersebut dapat ditentukan dengan terlebih dahulu memperhatikan suatu proses aliran

bahan yang terjadi dalam suatu kegiatan operasi, kemudian hal yang harus

diperhatikan adalah tipe Lay Out yang akan digunakan.

1. Lay-Out By Product

Lay-out by product adalah penempatan mesin yang disesuaikan dengan urutan proses

produksi dari produk yang akan dibuat pada satu departemen.

Keuntungan:

a.Pergerakan material tidak terlalu besar.

b. Jika pergerakan material tidak terlelu besar, maka ongkos Material Handling

pun kecil.

c.Keseimbangan lintasan akan mudah dilakukan atau mudah diawasi.

d. Ruangan untuk masing-masing mesin atau stasiun kerja relatif kecil.

e.Waktu penyelesaian produk bisa lebih cepat.

Kerugian:

Page 56: Bab i Teoriski Edit

a.Jika terjadi kerusakan pada satu mesin akan menyebabkan kerusakan pada satu

sistem.

b. Tingkat fleksibelitas pada masing-masing departemen kecil.

c.Tingkat Botle Neck (Penumpukan) akan terjadi lebih besar jika salah satu mesin

lambat.

2. Lay-Out By Process

Lay-out By Process adalah penempatan mesin-mesin yang sama pada satu

departemen.

Keuntungan:

a.Pemakaian mesin-mesin dapat direncanakan dengan lebih baik.

b. Fleksibelitas terhadap perubahan produk dan dengan mudah dapat dirubah

urutannya.

c.Mudah menjaga kontinyuitas produksinya, bila ada kerusakan mesin, kekurangan

bahan, pekerja tidak masuk dan sebagainya.

d. Mendorong pekerja untuk berproduksi lebih banyak.

Kerugian:

a.Perencanaan dan penjadwalan produksi menjadi lebih rumit.

b. Memerlukan pemindahan barang yang lebih banyak.

c.Pergerakan material lebih besar, maka Material Handling pun besar.

Page 57: Bab i Teoriski Edit

d. Dibutuhkan tempat yang besar untuk masing-masing stasiun kerja.

e.Memerlukan tenaga kerja terlatih untuk macam-macam pekerjaan.

f. Waktu pembuatan produk relatif lebih lama.

Peralatan yang biasa digunakan sebuah perusahaan Manufaktur Diskrit dalam

melakukan kegiatan Material Handling ini adalah:

a. Conveyor

b. Cranes

c.Truck (lift Truck dan Walky Fallet)

Tiga tahapan dalam melakukan Material Handling, yaitu:

1. Progresif/sistem orientik yang terdiri dari semua sumber/supply.

a. Perpindahan barang dari semua sumber

b. Perpindahan semua barang dalam pabrik atau manufaktur secara diam

2. Contemporary, yaitu perpindahan barang material dari suatu tempat ke tempat

lainnya.

3. Convensional, yaitu perpindahan barang dari suatu tempat ketempat lainnya

secara individual.

Beberapa aktivitas pemindahan bahan yang perlu diperhitungkan adalah sebagai

berikut:

a.Pemindahan bahan dari gudang bahan baku (Receiving) menuju departemen

Pabrikasi maupun departemen Assembling.

Page 58: Bab i Teoriski Edit

b. Pemindahan bahan yang terjadi diproses satu jenis mesin menuju jenis

departemen yang lainnya.

c.Pemindahan bahan dari departemen Assembling menuju gudang barang jadi

(Shipping).

Setelah diketahui aktivitas-aktivitas pemindahan yang terjadi, maka selanjutnya dapat

dihitung ongkos material handling yang terjadi pada aktivitas-aktivitas tersebut.

faktor-faktor yang mempengaruhi perhitungan ongkos material handling sebagai

berikut:

1. Alat Angkut yang digunakan

Untuk menentukan alat angkut yang perlu diperhatikan adalah sebagai berikut:

a. Berat material yang disesuaikan dengan daya angkut maksimal alat angkut.

b. Bentuk dan jenis material serta ukuran luasnya disesuaikan dengan daya tumpang

alat angkut.

c. Sifat material dimana harus diperhatikan kemungkinan menggunakan alat angkut

khusus.

Beberapa alat angkut yang umum digunakan:

a. Alat angkut dengan menggunakan Tenaga Manusia (0 – 15 Kg).

b. Alat angkut dengan menggunakan Walky Fallet (15 – 50 Kg).

c. Alat angkut dengan menggunakan Lift Truck (diatas 50 Kg).

2. Jarak Pengangkutan

Page 59: Bab i Teoriski Edit

Kegiatan awal perhitungan OMH merupakan perhitungan tahap pertama, karena akan

dilakukan lagi perhitungan OMH yang merupakan revisi dari perhitungan tahap

pertama. Pada perhitungan tahap pertama jarak antar kelompok mesin dan

departemen yang mengalami aktivitas pengangkutan diasumsikan berdampingan.

Selain itu untuk mengoptimalkan jarak antar aktivitas tersebut, maka kelompok mesin

atau departemen untuk sementara diasumsikan berbentuk bujur sangkar.

3. Cara Pengangkutan

Material Handling adalah salah satu jenis transportasi (pengangkutan) yang

dilakukan dalam perusahaan industri, yang artinya memindahkan bahan baku, barang

setengah jadi, atau barang jadi dari tempat asal ketempat tujuan yang telah ditetapkan.

Pemindahan material dalam hal ini dalah bagaimana cara yang terbaik untuk

memindahkan material dari satu tempat proses produksi ketempat proses produsi

yang lain.

Pada dasarnya kegiatan material handling adalah kegiatan tidak produktif, karena

pada kegiatan ini bahan tidaklah mendapat perubahan bentuk atau perubahan nilai,

sehingga sebenarnya akan mengurangi kegiatan yang tidak efektif dan mencari

ongkos material handling terkecil. Menghilangkan trasportasi, tidaklah mungkin

dilakukan. Maka caranya adalah dengan melakukan hand off, yaitu menekan jumlah

ongkos yang digunakan untuk biaya transportasi. Menekan jumlah ongkos

transportasi dapat dilakukan dengan cara menghapus langkah transportasi,

mekanisasi, atau meminimasi jarak. Ongkos Material Handling adalah suatu ongkos

Page 60: Bab i Teoriski Edit

yang timbul akibat adanya aktivitas material dari satu masin ke mesin lain atau dari

satu departemen ke departemen lain yang besarnya ditentukan sampai pada suatu

tertentu. Satuan yang digunakan adalah rupiah/meter gerakan. Tujuan dibuatnya

perencanaan material handling ini adalah:

1. Meningkatkan kapasitas

2. Memperbaiki kondisi kerja

3. Memperbaiki pelayanan pada konsumen

4. Meningkatkan Kelengkapan dan kegunaan ruangan

5. Mengurangi ongkos produksi

Dalam melakukan suatu Perencanaan Tata Letak Pabrik, maka aktivitas dalam

pemindahan bahan material (Material Handling) merupakan salah satu faktor yang

cukup penting untuk diperhatikan dan diperhitungkan. Kegiatan pemindahan material

tersebut dapat ditentukan dengan terlebih dahulu memperhatikan suatu proses aliran

bahan yang terjadi dalam suatu kegiatan operasi.

Tiga tahapan dalam melakukan material handling, yaitu:

1. Progresif/sistem orientik yang terdiri dari semua sumber/supply.

a. Perpindahan barang dari semua sumber

b. Perpindahan semua barang dalam pabrik/manufaktur secara diam

2. Contemporarry, yaitu perpindahan barang material dari suatu tempat ke tempat

lainya.

Page 61: Bab i Teoriski Edit

3. Convensional, yaitu perpindahan barang dari suatu tempat ke tempat lainya secara

individual.

Beberapa aktivitas pemindahan bahan yang perlu diperhitungkan adalah sebagai

berikut:

a. Pemindahan bahan dari gudang bahan baku (Receiving) menuju departemen

pabrikasi maupun departemen assembling.

b. Pemindahan bahan yang terjadi diproses satu jenis mesin menuju jenis depatemen

yang lainnya.

c. Pemindahan bahan dari departemen assembling menuju departemen assembling.

d. Pemindahan bahan dari departemen assembling menuju gudang barang jadi

(Shipping).

Kemudian setelah diketahui aktivitas-aktivitas pemindahan yang terjadi, maka

selanjutnya dapat dihitung ongkos material handling yang terjadi aktivitas-aktivitas

yang ada tersebut.

Page 62: Bab i Teoriski Edit

BAB III

METODOLOGI

A. Waktu dan tempat penelitian

Penelitian dilakukan pada PT. Bosowa Beton yang merupakan salah satu

perusahaan multi Nasional yang berkedudukan di Kawasan Industri Makassar.

Penelitian ini berlangsung pada bulan Agustus – Oktober 2014

B. Jenis dan sumber data

Data yang penulis kumpulkan dalam penelitian ini terdiri dari :

a. Data primer : adalah data yang penulis peroleh secara langsung dari obyek

penelitian melalui pengamatan ataupun pengukuran yang merupakan data

utama yang akan di olah untuk membuktikan hipotesa yang penulis ajukan.

Page 63: Bab i Teoriski Edit

b. Data sekunder : adalah data pelengkap yang penulis dapatkan dari arsip

perusahaan atau referensi lain untuk mendukung penelitian ini.

C. Metode pengumpulan data

Data yang penulis gunakan pada penelitian ini diperoleh dengan cara :

a. Penelitian lapangan (Field Research) yaitu : penelitian yang dilakukan

dengan cara melakukan pengukuran / pengumpulan data secara langsung

pada obyek penelitian

b. Penelitian Pustaka (Library Research) yaitu : Penelitian yang dilakukan

dengan cara melakukan pengumpulan data memalui arsip arsip atau referensi

yang dapat mendukung data yang diperoleh.

D. Metode analisis

Untuk menganalisis data yang penulis peroleh atau

kumpulkan pada penelitian ini maka penulis menggunakan beberapa

formulasi antra lain :

a. Menghitung Kapasitas Produksi setiap mesin

b. Menghitung Balance kapasity (keseimbangan Lintasan) antara mesin

produksi dengan menggunakan tahapan formulasi sebagai berikut :

Menghitung jumlah stasiun kerja efisien (k) :

Page 64: Bab i Teoriski Edit

kmin = ∑i=1

n

Ti

CT

Di mana :

Ti = Waktu operasi pada task ke- (i = 1,2,3,

…,n).

CT = Waktu siklus.

n = Banyaknya task.

kmin = Banyaknya stasiun kerja minimal.

Menghitung Waktu produksi satsiun kerja terbesar per hari dinyatakan sebagai berikut :

Ti maks = ≤ CT ≤ P/Q

Di mana :

Timaks = Waktu operasi terbesar pada

lintasan.

CT = Waktu siklus.

P = Jam kerja efektif per hari.

Q = Jumlah produksi per hari.

Balance Delay dinyatakan dalam persentase. Balance Delay

dapat dirumuskan sebagai berikut :

Page 65: Bab i Teoriski Edit

k

(k × CT ) − ∑ STi

BD = i =1 × 100% (k × CT )

Di mana :

k = Banyaknya stasiun kerja (WS). CT = Waktu siklu

STi = Station Time dari WS ke-i.

Page 66: Bab i Teoriski Edit

- Line Efficiency (LE) adalah rasio dari total waktu di stasiun kerja terhadap

keterkaitan antara waktu siklus dengan jumlah stasiun kerja (dinyatakan

dalam persentase).

k

∑ STi

LE = i =1

× 100% (k × CT )

Di mana :

k = Banyaknya stasiun kerja

(WS). CT = Waktu siklus.

STi = Station Time dari WS ke-i.

Smoothness Index dikatakan sempurna apabila nilainya sama dengan nol atau disebut juga perfect balance.

SI = √∑i=1

k

(CT −ST i )2

Dimana :

k = Banyaknya stasiun kerja (WS)

CT = Waktu Siklus

STi = Station Time dari WS ke-i

66

Page 67: Bab i Teoriski Edit

BAB IV

DATA DAN PEMBAHASAN

4.1. Data

Data produksi dan jam jalan mesin untuk ketiga jenis mesin yang diteliti dapat

disajikan dalam tabel berikut :

Tabel 4.1. Data produksi Banching Plant

No Jenis mesin Jam jalan mesin

Ciclus Time (jam)

Delay Time(jam)

1

2

3

4

Mixer

Kompressor

Belt Kompressor

Hopper

10

12

18

24

8

10

17

23

2

2

1

1

Sumber : Data diolah

Rata waktu jam jalanmesin adalah : Ʃ Xi

k

= 10+12+18+24

4 =

644

= 16 jam

67

Page 68: Bab i Teoriski Edit

Yang dimaksud dengan jam jalan mesin disini adalah waktu dimana mesin tersebut

mulai start (dihidupkan) sampai dengan selesai (dimatikan) data jam jalan mesin ini

penulis dapatkan dari pengamatan langsung (data primer) kemudian dibandingkan

dengan data sekunder yang berasal dari arsip perusahaan. Data ini dihitung sejak

operator menjalankan mesin sampai dengan operator mematikan mesin.Jam jalan

mesin juga merupakan data jam kerja mesin terbesar. Cyclus Time atau waktu siklus

merupakan waktu yang digunakan oleh mesin pada saat menyelesaikan satu siklus

pekerjaan atau waktu yang dibutuhkan mesin untuk menyelesaikan satu tahapan

pekerjaan. Waktu siklus (CT) berbeda dengan jam jalan mesin dikarenakan waktu

siklus tidak memperhitungkan waktu istiraahat ataupun waktu menganggur mesin

(walaupun mesin dalam keadaan hidup).

4.2. Pembahasan

Selanjutnya dat tersebut diatas digunakan melakukan perhitungan selanjutnya yakni

perhitungan untuk menentukan Balance Delai dengan tahapan sebagai berikut :

1. Menentukan waktu siklus rata rata (CT) sebagai berikut :

CT = Ʃxik

CT = 8+10+17+23

4 = 14,5 jam

68

Page 69: Bab i Teoriski Edit

Dari hasil perhitungan diatas terlihat bahwa rata rata waktu untuk menyelesaikan 1

(satu) siklus pekerjaan atau biasa disebut waktu siklus adalah sebesar 14,5 jam.

Waktu siklus berbeda dengan waktu jam jalan mesin sebab pada waktu siklus tidak

diperhitungkan lagi waktu yang tidak produktif (walaupun mesin tetap berjalan)

seperti : waktu istirahat, waktu makan, waktu untuk memenuhi kebutuhan yang tak

dapat dihindari oleh operator. Dari perhitngan data diatas terlihat perbedaan anatara

waktu siklus dengan waktu jam jalan mesin rata rata yakni sebesar :

2. Menghitung Balance Delay =

k(k × CT ) − ∑ STi

BD = i =1 × 100% (k × CT )

BD = (4 x 14,5 ) – (10+12+18+24)

4 x 14,5 x 100 % =

58−5458

x100 % = 4

58 x

100 %

BD= 6,89 = 7 %

Nilai Balance Delay atau sering disebut balance loss sebesar 7 % mengindikasikan

bahwa ketidak efisienan lintasan yang diakibatkan dengan adanya waktu menganggur

atau waktu tunggu tidak terjadi pada perusahaan karena nilainya lebih kecil atau sama

69

Page 70: Bab i Teoriski Edit

dengan 10 ( 7 ≤ 10 %) artinya walaupun masih terjadi waktu menganggur atau waktu

menunggu mesin tetapi hal tersebut belum berdampak pada buruknya keseimbangan

lintasan (balance Delay) perusahaan. Adanya waktu menganggur pada mesin ini

karena menunggu alokasi bahan dari mesin lain yang akan diproses pada mesin ini.

Pengalokasian bahan yang kurang sempurna dari mesin lain ke mesin ini disebabkan

oleh banyak faktor diantaranya tidak seimbangnya kapasitas produksi pada mesin

yang akan mensuplay dengan mesin ini. Walaupun balance delay yang terjadi pada

mesin ini belum memberikan pengaruh negative terhadap proses produksi, namun

diharapkan kepada perusahaan untuk senantiasa memperhatikan kondisi seperti ini

karena dikawatirkan dari waktu ke waktu nilainya akan terus meningkat bila tidak

mendapatkan penangan lebih dini.

3. Menghitung Line Efficiency (LE) dengan menggunakan formulasi sebagai

berikut :

LE = Ʃ STi

(kxCT ) x 100 %

LE = (10+12+18+24)

(4 x 14,5) x 100 %

LE = 5458

x 100 % = 93,10 %

70

Page 71: Bab i Teoriski Edit

LE = 93,10 %

Dengan nilai Line Efficiency sebesar 93, 10 % mengindikasikan bahwa

ratio atau perbandingan antara jumlah mesin yang tersedia pada

perusahaan dengan waktu yang dicapai dalam menyelesaikan pekerjaan

pada satu siklus pekerjaan atau waktu siklus (CT) dengan kata lain bahwa

perbandingan antara waktu kerja yang tersedia dengan jumlah mesin yang

ada untuk menyelesaikan pekerjaan atau untuk melakukan proses produksi

dalam memeuhi permintaan belum menimbulkan efek negative atau masih

dalam kondisi normal sehingga tidak perlu dikuatirkan untuk kondisi

seperti saat ini.

4. Menghitung Smooth Index untuk menentukan perfect Balance, dengan

menggunakan formulasi sebagai berikut

SI = √ Ʃ(CT−ST ) ²

SI = √ (14,5−10 )+ (14,5−12 )+(14,5−18 )+(14,5−24) ²

SI = √(4,5+2,5−3,5−9,5¿)² ¿ =

71

Page 72: Bab i Teoriski Edit

SI = √(−6)²

SI = √36 = 6

SI = 6

Keseimbangan lintasan yang sempurna adalah lintasan produksi yang tidak

mengalami hambatan dalam proses produksi artinya proses pengalokasian

bahan atau material yang akan diproduksi pada mesin ini tidak mengalami

hambatan baik hambatan berupa penundaan karena suplay yang tidak lancer

atapun hambatan akibat tidak tersedianya bahan atau material yang akan

diproses pada mesin ini. Perfect balance akan terjadi apabila nilai SI sama

dengan nol ( SI = 0 ). Pada perusahaan yang penulis teliti nilai SI = 6 hal ini

berarti belum ada pengaruh signifikan yang ditimbulkan terhadap tersendatnya

(tertundanya) proses produksi karena adanya keterlambatan dalam

pengalokasiaan sumber daya (bahan/material) yang dibutuhkan dalam proses

produksi. Keseimbangan lintasan dikategorikan baik apabila SI bernilai

dibawah 10. Namun kondisi ini perlu mendapatkan perhatian serius dari pihak

perusahaan sebab apabila tidak dilakaukan pembenahan terhadap kondisi yang

ada saat ini bukan mustahil pada masa yang akan datan nilai SI akan semakin

tinggi . Pembenahan perlu dilakukan terutama pada disiplin karyawan yang

tidaka menggunakan waktu kerja secara optimal kususnya pada waktu kerja

shit malam.

72

Page 73: Bab i Teoriski Edit

Dari hasil perhitungan dan analisis yang penulis lakukan

maka jika dilihat dari hasil perhitungan maka hipotesa penulis tentang tidak

optimalnya keseimbangan lintasan pada mesin mesin produksi ternyata

terbukti hal itu dibuktikan dengan perhitungan nilai SI yang bernilai 6

(tidak sempurna/perfect), sebab jika keseimbangan lintasan produksi

sempurna (perfect) nilai SI nya adalah = 0 walaupun hal ini masih

tergolong baik (kurang dari 10) . Namun demikian pihak perusahaan

hendaknya terus membenahi proses produksi agar kelak tercapai

kaseimbangan lintasan yang sempurna (perfect balance)

73

Page 74: Bab i Teoriski Edit

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Simpulan

Dari pembahasan dan analisis yang penulis lakukan terhadap data yang

dikumpulkan maka dapat disimpulkan beberapa hal sebagai berikut :

1. Hipotasa penulis tentang keseimbangan lintasan produksi pada PT.

Bosowa Pasir Bara belum optimal adalah terbukti karena memiliki nilai IS

= 6

2. Proses Produksi yang terjadi pada perusahaan saat ini dapat dikategorikan

baik dan lancar

3. Adanya keterlambatan suplay /alokasi bahan atau material pada proses

produksi belum mempengaruhi kelancaran proses produksi.

74

Page 75: Bab i Teoriski Edit

4. Adanya waktu tunggu (delay time) dalam proses produksi disebabkan oleh

kurang disiplinnya operator dalam bekerja kususnya pada jam kerja

malam

5.2. Saran.

Berdasarkan kesimpulan yang penulis paparkan diatas maka untuk

meningkatkan kinerja operator dan mengurangi delay time maka dapat

disarankan beberapa hal sebagai berikut :

1. Disarankan agar pihak perusahaan meningkatkan pengawasan terhadap

penggunaan jam kerja kususnya dalam memanfaatkan jam istirahat agar

jam penggunaan jam kerja lebih optimal

2. Agar perusahaan meminimalkan keterlamabatan suplay dengan

optimalkan kinerja karyawan

3. Hendaknya pihak manajemen perusahaan meningkatkan pengawasan

terhadap karyawan kususnya pada jam kerja malam.

75

Page 76: Bab i Teoriski Edit

76