bab i-iii referat

Upload: franesia

Post on 14-Oct-2015

47 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

BAB IPENDAHULUAN

1.1 Latar BelakangOsteoporosis adalah berkurangnya densitas dan penipisan korteks tulang yang disebabkan oleh berkurangnya pembentukan dan atau meningkatnya resorpsi tulang. Menurut World Health Organization (WHO), osteoporosis adalah penyakit tulang sistemik yang ditandai oleh penurunan densitas massa tulang dan perburukan mikroarsitektur tulang sehingga tulang mudah rapuh dan patah, yang biasanya melibatkan pergelangan tangan, tulang belakang, tulang panggul, tulang rusuk, pelvis, dan humerus.1Seiring bertambahnya usia, orang tua mengalami penurunan massa tulang dan peningkatan risiko patah tulang sehingga osteoporosis merupakan masalah kesehatan utama di dunia. Beban sosial dan ekonomi dari osteoporosis terus meningkat karena populasi usia tua yang terus meningkat.2Osteoporosis mempengaruhi lebih dari 10 juta orang di Amerika Serikat dan pada tahun 2020 osteoporosis diperkirakan akan berdampak pada sekitar 14 juta orang dewasa di atas usia 50 tahun. Di seluruh dunia, kira-kira 200 juta perempuan telah menderita osteoporosis. Meskipun kemungkinan penyebaran osteoporosis saat ini terbesar di Amerika Utara dan Eropa, hal ini juga meningkat di negara-negara berkembang seiring bertambahnya usia populasi.2Penatalaksanaan osteoporosis sejak awal mempunyai prognosis lebih baik sehingga dilakukan pemeriksaan skrining pada kelompok berisiko. Pemeriksaan radiologi merupakan salah satu modalitas untuk mengukur massa tulang yang berkurang pada osteoporosis.

1.2 Batasan MasalahReferat ini membahas mengenai anatomi tulang, definisi, etiologi, faktor resiko, patogenesis, gejala klinis, penegakan diagnosis, serta pemeriksaan radiologi yang dapat dilakukanpada osteoporosis, dan penatalaksanaannya.

1.3 Tujuan PenulisanReferat ini disusun bertujuan untuk membahas osteoporosis.

1.4Metode PenulisanPenulisan referat ini menggunakan berbagai literatur sebagai sumber kepustakaan.BAB IITINJAUAN PUSTAKA

2.1. Anatomi TulangSecara anatomi, tulang dibagi menjadi beberapa bagian, yaitu tulang panjang (contoh : femur), tulang pendek atau kuboid (contoh : tulang karpal), dan tulang pipih (contoh skapula).2 Sebagaimana jaringan ikat lainnya, tulang terdiri dari matriks dan sel. Matriks tulang terdiri serat-serat kolagen dan protein non kolagen, sedangkan sel tulang terdiri dari osteoblas, osteoklas, dan osteosit.3Osteoblas adalah sel tulang yang bertanggung jawab terhadap proses formasi tulang yang berfungsi dalam sintesis matriks tulang. Osteoblas berperan dalam memulai proses resorpsi tulang dan pada permukaan osteoblas terdapat berbagai reseptor permukaan untuk berbagai mediator metabolisme tulang. Osteoklas adalah sel tulang yang bertanggung jawab untuk resorpsi tulang. Osteosit merupakan sel tulang yang terbenam dalam matriks tulang. Fungsi osteosit diduga berperan pada transmisi sinyal dan stimuli dari satu sel ke sel lainnya.32.2. Definisi OsteoporosisMenurut World Health Organization (WHO), osteoporosis adalah penyakit tulang sistemik yang ditandai oleh penurunan densitas massa tulang dan perburukan mikroarsitektur tulang sehingga tulang mudah rapuh dan patah, yang biasanya melibatkan pergelangan tangan, tulang belakang, tulang panggul, tulang rusuk, pelvis, dan humerus. Definisi osteoporosis menurut National Institute of Health (NIH) adalah penyakit yang mengganggu kekuatan tulang yang menyebabkan peningkatan risiko terjadinya fraktur.1

Gambar 1. Perbandingan kepadatan tulang normal dan osteoporosis

2.3. Etiologi OsteoporosisOsteoporosis dibagi dua, yaitu osteoporosis primer dan osteoporosis sekunder. Osteoporosis primer adalah osteoporosis yang tidak diketahui penyebabnya sedangkan osteoporosis sekunder adalah osteoporosis yang diketahui penyebabnya.5Tabel 1. Etiologi Osteoporosis5,6Osteoporosis PrimerOsteoporosis Sekunder

Anak dan remaja :(1) Idiopathic juvenile osteoporosis(2) Heritable disorders of connective tissue Osteogenesis imperfecta EhlerDanlos syndrome Bruck syndrome Marfan syndrome Osteoporosis pseudoglioma syndrome Homocystinuria

Dewasa :(1) Osteoporosis tipe I (post menopause)(2) Osteoporosis tipe II (senilis)(1) Gangguan neuromuskular Cerebral palsy Duchenne muscular dystrophy Imobilisasi lama(2) Penyakit Kronik Leukemia Diffuse connective tissue diseases Fibrosis Kistik Inflammatory bowel diseases Sindroma malabsorbsi (celiac disease) Talasemia Sirosis bilier primer Sindroma nefrotik Anoreksia nervosa TransplantasioOrgan Infeksi HIV(3) Gangguan endokrin Pubertas terlambat Hipogonadisme Turner syndrome Defisiensi hormon pertumbuhan Hipertiroidisme Diabetes mellitus Hiperprolaktinemia Cushing syndrome(4) Inborn errors of metabolism Intoleransi protein Gangguan Penyimpanan Glikogen Galaktosaemia Penyakit Gaucher(5) Obat-obatan Glukokortikoid Methotrexate Siklosporin Heparin Radioterapi Obat antikonvulsan

2.4. Faktor Resiko OsteoporosisBeberapa faktor risiko yang menyebabkan osteoporosis adalah sebagai berikut :1. UmurRisiko osteoporosis meningkat 1,4-1,8 kali setiap penambahan umur 1 dekade. 2. Genetik Etnis : kaukasia dan oriental lebih berisiko menderita osteoporosis dibandingkan kulit hitam dan polinesia. Jenis kelamin : Perempuan lebih berisiko daripada laki-laki. Riwayat keluarga3. Lingkungan Penduduk yang tinggal di negara 4 musim perlu memperhatikan defisiensi vitamin D dan kalsium karena kurangnya kedua zat tersebut dapat menyebabkan osteoporosis. Gaya hidup : kurang aktivitas fisik, kebiasaan merokok dan minum alkohol, serta mengkonsumsi obat-obatan. Mengkonsumsi obat-obatan seperti steroid, heparin, dan antikonvulsan. Risiko jatuh yang meningkat (gangguan keseimbangan, licin, dan gangguan penglihatan).4. Hormonal dan Penyakit Kronik Hormonal : Defisiensi estrogen, androgen, tirotoksikosis, hiperparatiroidisme primer, hiperkortisolisme Penyakit kronik : sirosis hepatis, gagal ginjal, gastrektomi5. Sifat Fisik TulangAspek skeletal yang harus diperhatikan adalah densitas (massa tulang), ukuran tulang, makro dan mikroarsitektur tulang, derajat mineralisasi dan kualitas kolagen tulang.5

2.5. Patogenesis OsteoporosisProses remodeling tulang normal melibatkan keseimbangan pada proses resorpsi dan formasi dimana osteoklas meresorpsi tulang dengan asidifikasi dan proteolitik dan osteoblas mensekresikan osteoid pada kavitas osteoklas. Pada wanita menopause, proses remodeling tulang meningkat secara drastis menyebabkan kehilangan massa tulang progresif. Hal ini dikarenakan umur osteoblas yang lebih pendek sedangkan umur osteoklas lebih lama.2 Selain itu estrogen berperan menurunkan produksi dari berbagai sitokin oleh bone marrow stem cells dan sel-sel mononuklear seperti IL-1, IL-6, dan TNF- yang berperan meningkatkan kerja osteoklas.5

Gambar 2. Patogenesis osteoporosis tipe I (osteoporosis post menopause)5

Defisiensi kalsium dan vitamin D sering didapat pada orang tua disebabkan oleh asupan kalsium dan vitamin D yang kurang, anoreksia, malabsorbsi, dan paparan sinar matahari yang rendah. Akibat defisiensi kalsium, akan timbul hiperparatiroidisme sekunder yang persisten sehingga akan meningkatkan resorpsi tulang dan kehilangan massa tulang.5Aspek nutrisi yang lain adalah defisiensi protein yang akan menyebabkan penurunan sintesis IGF-1. Defisiensi vitamin K juga akan menyebabkan osteoporosis karena akan meningkatkan karboksilasi protein tulang, misalnya osteokalsin.5

Gambar 3. Patogenesis osteoporosis tipe II (osteoporosis senilis)52.6. Gejala Klinis OsteoporosisKeluhan umum pada osteoporosis adalah nyeri tulang belakang kronik dan intermiten yang mungkin berhubungan dengan fraktur mikroskopik berulang, sebagaimana nyeri tulang di bagian lain, tinggi badan berkurang baik saat berdiri maupun duduk, dan berkurangnya kemampuan fisik, termasuk fungsi respirasi. Pasien dengan osteoporosis berat terlihat rapuh dan cenderung kifosis (dowagers hump).4

2.7. Diagnosis OsteoporosisAnamnesisAnamnesis memegang peranan yang penting dalam evaluasi penderita osteoporosis. Keluhan utama berupa fraktur dapat mengarahkan kepada diagnosis, terutama lokasi terjadinya osteoporosis. Hal yang harus ditanyakan pada pasien yang dicurigai osteoporosis adalah : 1. Adanya fraktur pada trauma minimal, immobilisasi lama, penurunan tinggi badan pada orang tua, kurangnya paparan sinar matahari, asupan kalsium, fosfor dan vitamin D, atau latihan yang teratur yang bersifat weight-bearing.2. Riwayat mengkonsumsi obat-obatan jangka panjang, seperti kortikosteroid, hormon tiroid, anti konvulsan, heparin, antasid yang mengandung aluminium, sodium-flourida dan bifosfonat etidronat.3. Riwayat konsumsi alkohol dan rokok4. Riwayat penyakit yang berhubungan dengan osteoporosis, seperti penyakit ginjal, saluran pencernaan, hati, kelenjar endokrin, dan insufisiensi pankreas.5. Riwayat haid, umur menarke dan menopause, dan penggunaan obat kontrasepsi.6. Riwayat keluarga dengan osteoporosis.5

Pemeriksaan FisikPada pemeriksaan fisik, diharuskan mengukur tinggi badan, untuk mengetahui adanya penurunan tinggi badan. Selain itu juga dinilai gaya berjalan, deformitas tulang, leg-length inequality, dan nyeri spinal. Pada penderita osteoporosis sering mengalami kifosis dorsal atau gibbus (Dowagers hump) dan penurunan tinggi badan. Selain itu juga didapatkan protuberansia abdomen, spasme otot paravertebra dan kulit yang tipis (McConkey sign). 5

2.8. Pemeriksaan Penunjang Osteoporosis2.8.1. Laboratorium (bone turnover)Biopsi tulang dan parameter biokimiawi dapat memberikan gambaran tentang proses dinamis penyerapan dan pembentukan tulang, yang dapat menunjukkan derajat kecepatan kehilangan tulang dengan jelas, tetapi biopsi tulang merupakan prosedur yang invasif, sehingga sulit untuk dilaksanakan secara rutin. Sehingga pilihan untuk menentukan bone turnover adalah parameter atau penanda biokimiawi. Pada osteoporosis, petanda bone turnover dapat digunakan untuk memperkirakan kehilangan tulang pada wanita pascamenopause, untuk memperkirakan kejadian fraktur osteoporosis dan untuk memantau efikasi pengobatan.16 Penilaian bone turnover rate dilakukan dengan membandingkan aktivitas formasi tulang dengan aktivitas resorpsi tulang. Apabila aktivitas pembentukan/formasi tulang lebih kecil dibandingkan dengan aktivitas resorpsi tulang maka pasien ini memiliki risiko tinggi terhadap osteoporosis. Evaluasi biokimia ini dilakukan melalui pemeriksaan darah dan urine pagi hari15.Petanda untuk menilai aktivitas pembentukan tulang (bone formation) :a. Osteokalsin yaitu protein yang dihasilkan oleh osteoblas yang berfungsi membantu proses mineralisasi tulang.b. Alkali fosfatase tulang yaitu enzim yang dihasilkan osteoblas yang berfungsi sebagai katalisator proses mineralisasi tulang.Petanda untuk menilai aktivitas resorpsi tulang (bone resorption) :a. Deoxypyridinolin/ -Crosslink yaitu protein penguat mekanik tulang yang dilepaskan ke dalam peredaran darah dan dikeluarkan melalui urin jika terjadi proses resorpsi/ penyerapan tulang.b. CTx (C-Telopeptide) yaitu hasil pemecahan protein kolagen tipe 1 yang spesifik untuk tulang. Selain itu, pemeriksaan kadar CTx dan deoxypyridinolin dapat digunakan untuk menilai/pemantauan keberhasilan terapi (sebelum pemeriksaan densitas mineral tulang berikutnya).

2.8.2. Pemeriksaan RadiologiOsteoporosis disebabkan oleh penurunan massa tulang, oleh karena itu diagnosis osteoporosis dapat ditegakkan dengan pengukuran massa tulang. Pengukuran massa tulang dapat memberi informasi massa tulangnya saat itu dan risiko terjadinya patah tulang di masa yang akan datang. Metode pengukuran densitas tulang dikategorikan atas :a. Metode kuantitatifMetode ini menilai densitas tulang dengan relatif objektif. Teknik yang digunakan adalah dengan radiogrammetri, radiographic photodensitometry, computed tomography, single and dual photon absorptiometry, dan compton scattering.121. Energy AbsorptiometryTeknik ini terdiri dari Single Photon Absorptiometry (SPA), Double Photon Absorptiometry (DPA), Single Energy X-Ray Absorptiometry (SXA), dan Double Energy X-ray Absorptiometry (DXA). Kelebihan densitometer X-ray absorptiometry dibandingkan Photon Absorptiometry dapat mengukur dari banyak lokasi, misalnya pengukuran vertebral dari anterior dan lateral, sehingga pengaruh bagian belakang corpus dapat dihindarkan dan presisi pengukuran lebih tajam.Single Photon Absorptiometry memakai isotop radionuklir berenergi rendah seperti Iodine 125. Radiasi monokromatik yang dihasilkannya secara sinkron melintasi tulang yang diperiksa. Tulang dan jaringan lunak yang dilewati melemahkan radiasi. Berkurangnya intensitas radiasi inilah yang diukur. Single Energy X-ray Absorptiometry saat ini banyak digunakan untuk menggantikan SPA, terutama dalam menilai tulang di daerah pergelangan tangan. SXA ini lebih akurat dan tidak menggunakan isotop. SPA dan SXA baik untuk menilai tulang-tulang apendikular, namun untuk menilai tulang belakang dan tulang panggul sebaiknya digunakan DPA atau DXA.16Saat ini gold standard pemeriksaan osteoporosis pada laki-laki maupun osteoporosis pascamenopause pada wanita adalah DXA, karena dapat mengukur baik massa tulang di permukaan maupun bagian yang lebih dalam, termasuk yang dikelilingi oleh jaringan lunak yang tebal seperti jaringan lemak, otot, pembuluh darah, dan organ-organ dalam perut.16 Dalam pemeriksaan massa tulang dengan densitometer DEXA kita akan mendapatkan informasi beberapa hal tentang densitas mineral tulang antara lain : Perbandingan kadar rerata densitas mineral tulang dibandingkan dengan kadar rerata densitas mineral tulang orang dengan umur yang sama dan etnis yang sama, disebut Z Score dalam %. Perbandingan kadar rerata densitas mineral tulang dibandingkan dengan kadar rerata densitas mineral tulang dengan orang dewasa etnis yang sama, yang disebut dengan T Score dalam %.5Osteoporosis pada dewasaKategori diagnosis massa tulang (densitas tulang) berdasarkan skor-T adalah sebagai berikut :Tabel 2. Klasifikasi osteoporosis WHO1DefinisiKriteria

NormalSkor-T lebih besar atau sama dengan -1,0 SD

OsteopeniaSkor-T antara -1,0 SD sampai -2,5 SD

Osteoporosis Skor T kurang dari -2,5 SD

Osteoporosis LanjutSkor T kurang dari -2,5 SD ditambah satu atau lebih fraktur

Pemeriksaan DEXA dianjurkan pada :1. Wanita lebih dari 65 tahun dengan faktor risiko.2. Pascamenopause dan usia 250 HUTrabekula tulang: 30-260 HUHasil pengukuran CT berada dalam satuan HU, karenanya dibutuhkan kalibrasi untuk mengubahnya ke densitas mineral tulang yang relevan. Khususnya, pada QCT aksial, penderita di-scan bersamaan dengan fantom kalibrasi. Cann-Genant juga memperkenalkan suatu garis kalibrasi yang mengubah nilai pengukuran dari satuan HU ke satuan mg/ml konsentrasi mineral tulang (Cann-Genant Technique).13Aplikasi pengukuran QCT dalam klinik adalah : Penentuan kandungan mineral tulang dalam vertebra, panggulatau radius untuk perkiraan osteoporosis. Penentuan kandungan lemak/fat dalam vertebra untuk diagnosis dini osteoporosis. Penentuan kandungan zat besi/iron dalam hepar untuk evaluasi diagnosis pasti penyakit liver. Penentuan kandungan iodium dalam tiroid untuk pemeriksaan penyakit tiroid. Penentuan kandungan lemak dalam tubuh untuk perkiraan komposisi tubuh. Penentuan kalsium yang terdapat dalam nodul paru untuk memastikan stadium penyakit. Penentuan densitas elektron dalam jaringan untuk planning radioterapi yang baik.13

3. Sidik RadioisotopSidik radioisotop menggunakan technetium diphosphonate. Pemeriksaan ini memberikan petunjuk aktivitas osteoblastik dan vaskularisasi skeletal. Ambilan tulang terhadap diphosphonate dapat dihitung. Dua puluh empat jam setelah penyuntikan technetium diphosphonate, retensi isotop dalam tubuh dihitung. Retensi isotop terjadi pada osteoporosis, sedangkan peningkatan dapat tampak pada penyakit Paget, osteomalacia dan hiperparatiroid primer. Kelainan metabolik tulang dapat menyebabkan peningkatan uptake secara menyeluruh dan osteoporosis terkadang memberikan gambaran washed out. Saat ini, metode tersebut di atas digunakan dalam mendiagnosis banding dan sebagai teknik penelitian. 13

Gambar 5. Sidik Radioisotop Tulang

4. Radiographic PhotodensitometryDensitas tulang, dibandingkan dengan obyek tertentu yang menjadi acuannya, misalnya lempeng aluminium. Keduanya difoto dengan x-ray, hasilnya dibandingkan dengan memakai densitometer cahaya.Aplikasi klinik pemeriksaan densitometri : Menentukan efek pada tulang penderita dengan gangguan metabolik. Untuk memonitor progresifitas penyakit atau respon terapi dengan pemeriksaan seri. Menentukan perimenopause wanita, dengan penentuan perubahan kadar estrogen. Menentukan diagnosis dan beratnya osteoporosis.

5. Compton ScatteringMetode ini mendeteksi dan mengukur sinar hambur yang terjadi di sekitar sinar primer. Sinar primer difokuskan pada suatu area kecil tulang. Intensitas sinar hambur yang terjadi di sekitarnya merupakan alat pengukur kandungan mineral tulang.

6. UltrasonografiKebanyakan teknik Ultrasonografi kuantitatif mengukur tulang kalkaneus. Ultrasonografi memprediksi resiko patah tulang, namun apakah kedudukannya dapat menggantikan pengukuran-pengukuran densitas tulang lainnya atau menambah informasi yang didapat daripadanya masih belum jelas.

b. Metode semi kuantitatifPenilaian osteoporosis dangan metode semi kuantitatif ini dapat dengan hanya menggunakan radiografi konvensional. Pemeriksaan ini dapat dilakukan di beberapa tempat, yaitu vertebra, proksimal femur, kalkaneus, dan metakarpal.1. Foto VertebraMenentukan densitas tulang melalui foto lateral. Normalnya bayangan ini opak homogen. Dengan berkurangnya massa tulang, korpus vertebra menjadi lebih radiolusen, trabekula transversal perlahan-lahan mulai hilang, gambaran trabekula vertikal menjadi lebih menonjol.5Terdapat 6 kriteria yang dianjurkan dalam menentukan osteoporosis vertebra : Peningkatan daya tembus sinar pada korpus vetebra atau penurunan densitas tulang. Hilangnya trabekula horizontal disertai semakin jelasnya trabekula vertikal. Resorpsi, penipisan dan menghilang terutama pada trabekula horizontal dibandingkan trabekula vertikal, sehingga menghasilkan gambaran densitas striata vertikal.

Gambar 6. Bone Atrophy Class

Kriteria Bone Atrophy Class membagi tingkat perubahan trabekulasi menjadi 4 tingkatan : Kelas 0 : NormalKelas I : Trabekula longitudial lebih jelasKelas II : trabekula longitudinal menjadi kasarKelas III : Trabekula longitudinal mejadi tidak jelas Pengurangan ketebalan korteks bagian anterior korpus veterba. Perubahan end plates, degan membandingkat korpus vetebra denga end plates. Penurunan kalsium vetebra menghasilka end plates yag semakin tidak jelas. Abnormalitas bentuk korpus vetebraKleerekoper dkk di Detroit melakukan penilaian terhadap perubahan-perubahan bentuk vertebra, yang mereka sebut Permanent Vertebral Body Deforming Events (PVDE). Perubahan-perubahan yang terjadi bervariasi dari kolaps end plates (EP) hingga pemipihan/Wedging (W) dan fraktur kompresi/Crush fracture (C).

Gambar 7. Permanent Vertebral Body Deforming Events (PVDE) Menemukan fraktur spontan atau setelah trauma minimal pada foto vertebra.5

2. Proksimal femurPola trabekular pada proksimal femur menunjukkan perubahan-perubahan karakteristik bersamaan dengan hilangnya massa tubuh. Singh, dkk memberikan suatu sistem grading berdasarkan perubahan-perubahan ini. Indeks yang rendah menunjukkan rendahnya massa tulang.12

Gambar 8. Indeks Singh

Indeks Singh terbagi dalam 6 grade yaitu : Grade 6 : semua struktur kelompok trabekula dan segitiga Ward kurang jelas terlihat menandakan tulang normal. Grade 5 : tampak atenuasi struktur principal compressive dan principal tensile, segitiga Ward tampak kosong dan lebih prominen. Stadium ini menunjukkan stadium dini osteoporosis Grade 4 : tensil trabekula tampak berkurang, terjadi resorpsi dimulai dari bagian medial, sehingga principal tensile bagian lateral masih dapat diikuti garisnya. Stadium ini menunjukkan transisi antara tulang normal dan osteoporosis. Grade 3 : tampak principal tensile terputus di area yang berseberangan dengan trochanter mayor sehingga tensil trabekula hanya terlihat dibagian atas leher femur. Stadium ini menunjukkan definite osteoporosis. Grade 2 : hanya tampak principal compressive yang prominen sedangkan kelompok trabekula lain tidak/kurang jelas. Keadaan ini menunjukkan advanced osteoporosis. Grade 1 : principal compressive tidak menonjol dan berkurang jumlahnya, keadaan ini menunjukkan keadaan osteoporosis berat.5

3. KalkaneusMetode Jhamaria menggunakan metode yang sama dengan Singh dkk yaitu menentukan indeks osteoporosis berdasarkan pola trabekula kalkaneus. Metode Jhamaria lebih mudah dilakukan dan relatif aman karena letak kalkaneus jauh dari gonad.12

Grade V. Normal.Persebaran dan distribusi trabekula normal

Grade IV. A wedge shaped (varian normal).

Grade III. borderline osteoporosis.

Grade Il. Definite osteoporosis.

Grade I. Severe osteoporosis. Gambar 9. Indeks osteoporosis kalkaneus menurut Jhamaica dkk.12

4. MetakarpalPada pemeriksaan foto tangan, yang perlu diperhatikan adalah metakarpal ke 2 pada tangan kanan. Dalam hal ini yang diukur adalah Tebal Total Tulang (TW) dan Tebal Medulla Tulang (MW) pada pertengahan metakarpal. Dilakukan pengukuran tebal korteks, yaitu selisih diameter tulang dengan tebal medula.5

Gambar 10. Radiomorfometri MetakarpalPerbandingan korteks (CA) dengan daerah keseluruhan keseluruhan tulang (TA), dinilai dengan rumus berikut :CA/TA = TW2 - MW2 TW2Nilai rata-rata dewasa adalah 0,72-0,85, dan menurun sesuai bertambahnya umur. Osteoporosis korteks dinyatakan bila nilainya kurang dari 0,72.5c. Metode kualitatifMetode kualitatif dapat dilakuka dengan radiografi sederhana, radiografi detail tinggi, dan radionuklir. Metode-metode ini dapat digunakan untuk membentuk diagnosis yang cukup akurat. Scan tulang radionuklir memanfaatkan technetium-99m. Serapan technetium-99m tergantung pada aktivitas metabolik tulang serta aliran darah tulang. Area pergantian tulang yang cepat dengan laju aliran darah tinggi akan menunjukkan peningkatan serapan. Laju alir rendah dan aktivitas metabolisme berkurang akan menunjukkan penurunan serapan12. 2.9. Diagnosis Banding OsteoporosisBeberapa diagnosis banding osteoporosis dapat dilihat dalam tabel berikut :Tabel 3. Diagnosis Banding Osteoporosis8Radiologi TulangPenjelasan

Osteomalasia :Looser zone (panah)

Steroid Induced Osteoporosis : osteoporosis dengan penebalan dan sklerosis pada end plate yang terkompresi merupakan ciri khas hiperkortisol eksogen maupun endogen

Scurvy :1. Osteopenia dengan korteks yang menipis2. Ring-like calcification di sekitar epifisis (Wimbergers line)3. Kalsifikasi linear di daerah metafisis (white line of Frankel)4. Pelkans spur5. Garis radiolusen proksimal dari white line of Frankel (Trummelfeld Zone)6. Perdarahan subperiosteal

Hipofosfatasia :Osteopenia dan lesi radiolusen (panah) meluas dari growth plate ke metafisis femur distal menunjukkan uncalsified bone matrix.

Hiperparatirodisme :Resorpsi subperiosteal pada margin radial bagian proksimal dan medial jari terutama jari telunjuk dan tengah.

Multiple MyelomaDemineralisasi terutama pada sendi

2.10. Tatalaksana Osteoporosis2.10.1. Terapi non-farmakologik Pengurangan risiko jatuhModifikasi lingkungan tempat tinggal, misalnya penerangan yang cukup, lantai tidak licin, tangga yang aman, dan sebagainya.9 KalsiumAsupan harian sebesar 1200mg dianjurkan bagi wanita postenopause.9 Untuk anak 1-10 tahun disarankan untuk mengkonsumsi 800mg/hari dan usia 11 tahun-14 tahun sebanyak 1200mg/hari. Kalsium terdapat pada produk hewan maupun tubuhan, seperti susu, yoghurt, brokoli, dan bayam.6 Vitamin DNational Osteoporosis Foundation (NOF) merekomendasikan 800-1.000 IU vitamin D per hari. Pada pasien dengan riwayat defisiensi vitamin D berikan ergokalsiferol oral 50.000 IU per minggu selama minggu dan dilanjutkan dengan kolekalsiferol 1.000 IU/kali/hari.9

2.10.2. Terapi Farmakologik BifosfonatBifosfonat merupakan agen antiresorpsi kuat yang mampu menghabat aktivitas osteoklas. Bifosfonat oral diminum dengan segelas penuh air dan tidak boleh mengkonsumsi makanan maupun obat-obatan lain selama 30-60 menit menurunkan efek samping pada gastrointestinal bagian atas.9 Dosis 5-10 mg/hari.6 KalsitoninCalsitonin nasal spray (Miacalcin) merupakan agen antiresorpsi dengan dosis 200IU per hari. Kalsitonin dapat menurunkan kejadian fraktur kompresi vertebra, tapi tidak untuk fraktur panggul dan non vertebral.9 RaloxifenRaloxifen merupakan selective estrogen receptor modulator yang dapat digunakan untuk osteoporosis post menopause. Raloxifen mempunyai aktivitas agonis terhadap tulang dan lemak, tapi antagonis terhadap payudara dan uterus, sehingga merupakan pilihan paling aman pada pasien yang intoleransi bifosfonat.

Hormon ParatiroidTeriparatide adalah recombinant human parathyroid hormone dengan aktivitas anabolik poten. Dengan dosis 20 mcg per hari secara subkutan selama 2 tahun, teriparatide dapat menurunkan kejadian fraktur vertebra dan non vertebra.9

2.11. Komplikasi OsteoporosisFraktur kompresi vertebra sering mengakibatkan nyeri punggung kronik, tinggi tubuh berkurang, penyakit paru restriktif, cepat merasa kenyang dan nyeri abdomen. Komplikasi sekunder dari fraktur panggul adalah infeksi nosokomial dan tromboemboli paru.10

2.12. Prognosis OsteoporosisPrognosis osteoporosis baik apabila kehilangan massa tulang terdeteksi sejak fase awal dan tatalaksana yang adekuat segera diberikan. Pasien bisa meningkatkan densitas mineral tulang dan menurunkan risiko fraktur dengan pengobatan anti osteoporotik yang cukup. Selain itu pasien bisa menyesuaikan keadaan lingkungannya untuk mengurangi risiko jatuh.10Fraktur kompresi vertebra berhubungan dengan peningkatan morbiditas dan mortalitas osteoporosis. Postur pasien memburuk, kifosis yang progresif, gangguan keseimbangan, nyeri punggung, dan peningkatan risiko pneumonia. Secara keseluruhan pasien kehilangan kemampuan untuk hidup mandiri. Fraktur vertebra meningkatkan 5-years risk of mortality rate sebesar 15%.10Fraktur panggul juga meningkatkan morbiditas dan mortalitas pasien osteoporosis. Dari seluruh pasien fraktur panggul, 50% memerlukan perawatan di rumah untuk pemulihan. Sekitar 50% yang sebelumnya dapat hidup mandiri menjadi cukup bergantung, dan sepertiganya menjadi sangat bergantung pada orang lain.10Pasien yang sudah pernah mengalami fraktur berisiko tinggi untuk fraktur berikutnya. Sebagai contoh, adanya satu fraktur vertebra akan meningkatkan risiko lima kali lipat untuk fraktur vertebra berikutnya. Pasien dengan fraktur panggul sebelumnya akan berisiko 2-10 kali lipat untuk frakur panggul kedua.10WHO membuat Fracture Risk Assesment Tool (FRAX) untuk menilai kemungkinan 10 tahun osteoporosis menyebabkan fraktur mayor, seperti tulang belakang, panggul, bahu, atau lengan berdasarkan jumlah faktor risiko klinis (clinical risk factor/CFR), densitas mineral tulang, indeks massa tubuh, umur pasien (50-90 tahun), serta epidemiologi masing-masing negara.11Faktor risiko klinis yang dinilai ialah usia, jenis kelamin, riwayat fraktur, indeks massa tubuh rendah, pemakaian obat glukokortikoid, osteoporosis sekunder, riwayat orangtua dengan fraktur panggul, status merokok saat ini, dan konsumsi alkohol (lebih dari tiga kali sehari).10

Gambar 11. Kemungkinan 10 tahun fraktur panggul berdasarkan BMI11

BAB IIIPENUTUP

3.1 KesimpulanOsteoporosis adalah penyakit tulang sistemik yang ditandai oleh penurunan densitas massa tulang dan perburukan mikroarsitektur tulang sehingga tulang mudah rapuh dan patah. Osteoporosis dibagi dua, yaitu osteoporosis primer dan osteoporosis sekunder. Osteoporosis primer adalah osteoporosis yang tidak diketahui penyebabnya sedangkan osteoporosis sekunder adalah osteoporosis yang diketahui penyebabnya.Diagnosis osteoporosis dapat ditegakkan melalui anamnesi, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang. Pemeriksaan penunjang yang sangat berperan adalah pemeriksaan massa tulang yang dapat dinilai dengan tiga cara yaitu, kuantitatif, semi kuantitatif, dan kualitatif.Osteoporosis dapat ditatalaksana secara farmakologik dan non-farmakologik. Prognosis osteoporosis baik kehilangan massa tulang terdeteksi sejak fase awal dan tatalaksana yang adekuat segera diberikan.

3.2SaranPencegahan dan pemberian edukasi sebagai kegiatan preventif sebaiknya dilakukan oleh pelayanan kesehatan dimulai dari puskesmas sebagai tonggak utama kesehatan dasar masyarakat. Pemeriksaan radiologi akan diperlukan untuk mendeteksi apakah telah terjadi komplikasi yang paling ditakutkan dari osteoporosis yaitu patah tulang.

DAFTAR PUSTAKA 1. Hough, S., Ascott Evan B., Brown S., Cassim B., De Villiers T., Lipschitz S., et al. NOFSA Guideline for the Diagnosis and Management of Osteoporosis. South Africa: NOFSA; 20102. Lane, Nancy E. Epidemiology, etiology, and diagnosis of osteoporosis. American Journal of Obstetrics and Gynecology. 2006;194:S3113. Setiyohadi, Bambang. Struktur dan Metabolisme Tulang dalam Aru W. Sudoyo dkk, editor. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid II. Jakartra: Interna Publishing; 2006: 1106.4. Salter, Robert B. Textbook of Disorder and Injuries of the Muskuloskeletal System. Edisi ketiga. Pennsylvania : Lippincott William and Wilkins; 1999.5. Setiyohadi, Bambang. Osteoporosis dalam Aru W. Sudoyo dkk, editor. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid II. Jakartra: Interna Publishing; 2006: 1269-846. Bianchi, Maria L. Osteoporosis in children and adolescents. Bone. 2007;41:48695.7. Kanis, J.A., E. V. Mc Closkey, H. Johansson, C. Cooper, R. Rizzoli, dan J. Y. Reginster. European guidance for the diagnosis and management of osteoporosis in postmenopausal women. Springer : International Osteoporosis Foundation and National Osteoporosis Foundation; 20128. Burgener, A. F., Martti Kormano, dan Tomi Pudas. Differential diagnosis in conventional radiology. Edisi ketiga. Jerman: Thieme; 2008: 6-11.9. Sweet, M. G., Jon M. S., Michael P. J., dan Sim S. G. Diagnosis and Treatment of Osteoporosis. Am Fam Physician. 2009;79(3):193-200.10. Kosmin, Dana J. Osteoporosis. Diakses di : http://emedicine.medscape.com/ article/33059-overview#aw2aab6b2b6. Diakses pada 11 Maret 2014.11. WHO Fracture Risk Assesment Tool (FRAX). Diakses di : www.shef.ac.uk/FRAX. Diakses pada 11 Maret 2014.12. Banks Alan S., Brad Castellano. Radiology of osteoporosis evaluation and interpretation. Diakses di : http://www.podiatryinstitute.com/pdfs/Update_ 1987/1987_04.pdf pada 10 Maret 201413. Razak B. Osteoporosis ditinjau dari sisi pemeriksaan radiologi. Artikel Radiologi. 201114. Brunader, R dan Shelton D. K. Radiologic bone assessment in the evaluation of osteoporosis. American Family Physician. 2002; 65(7): 1357-136415. Wachjudi R G. OSTEOPOROSIS AKIBAT PEMAKAIAN STEROID. Diakses di: http://internershs.com/home3/index.php?option=com_content&task=view&id=76&Itemid=124 pada 10 Maret 201416. Kawiyana I. K. S. Osteoporosis : Patogenesis, diagnosis, dan penanganan terkini. J Peny Dalam. 2009; 10 (2): 157-170

1