bab 123 new2
DESCRIPTION
123TRANSCRIPT
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Obat dikeluarkan dari tubuh melalui berbagai organ ekskresi dalam bentuk
metabolit hasil biotransformasi atau dalam bentuk asalnya. Ekskresi disini
merupakan hasil dari tiga proses, yakni filtrasi di glomerulus, sekresi aktif di
tubulus proksimal, dan reabsorbsi pasif di tubulus proksimal dan distal. Ekskresi
obat melalui ginjal menurun pada gangguan fungsi ginjal sehingga dosis perlu di
sesuaikan dengan penurunan dosis atau perpanjangan interval pemberian.1
Gagal ginjal kronik adalah kerusakan faal ginjal yang hampir selalu tak dapat
pulih, dan dapat disebabkan berbagai hal.2 National Kidney Foundation (NKF)
mendefinisikan penyakit gagal ginjal kronik seperti kerusakan ginjal atau Laju
Filtrasi Glomerulus (LFG) kurang dari 60 mL/min/1.73 m2 untuk 3 bulan atau
lebih dalam kurun waktu yang sama.3 Banyak penyakit ginjal yang mekanisme
patofisologinya bermacam-macam tetapi semuanya sama-sama menyebabkan
destruksi nefron yang progresif.2
Indonesia termasuk Negara dengan tingkat penderita gagal ginjal yang cukup
tinggi. Menurut data Pernefri (Persatuan Nefrologi Indonesia), diperkirakan ada
70 ribu penderita gangguan ginjal, namun yang terdeteksi menderita gagal ginjal
kronis tahap terminal dari mereka yang menjalani cuci darah (hemodialisis) hanya
sekitar 4 ribu sampai 5 ribu saja.4 Berdasarkan data dari Indonesia Renal Registry,
2
suatu kegiatan registrasi dari Perhimpunan Nefrologi Indonesia, pada tahun 2008
jumlah pasien hemodialisis (cuci darah) mencapai 2260 orang.5
Obat telah diketahui dapat merusak ginjal melalui berbagai mekanisme.
Bentuk kerusakan yang paling sering dijumpai adalah nephritis interstitial dan
glomerulonephritis. Penggunaan obat apapun yang diketahui berpotensi
menimbulkan nefrotoksisitas sedapat mungkin harus dihindari pada semua
penderita gangguan ginjal. Penderita dengan ginjal yang tidak berfungsi normal
dapat menjadi lebih peka terhadap beberapa obat, bahkan jika eliminasinya tidak
terganggu.6
Penggunaan obat-obatan tertentu dapat menyebabkan gangguan terhadap
fungsi ginjal. Diantaranya adalah penggunaan obat-obat antihipertensi, antibiotik,
dan AINS pada penderita gagal ginjal. Obat antibiotik dan AINS merupakan obat-
obat yang sering digunakan dalam penyembuhan penyakit yang diderita banyak
orang. Kedua obat ini penggunaannya perlu diperhatikan karena dapat
menyebabkan nefrotoksisitas pada ginjal.7
Peresepan untuk penderita dengan gagal ginjal memerlukan pengetahuan
mengenai fungsi hati dan ginjal penderita, riwayat pengobatan, metabolisme dan
aktivitas obat, lama kerja obat serta cara ekskresinya. Pengobatan yang benar-
benar bermanfaat diperlukan oleh pasien dengan gangguan ginjal dan penyesuaian
dosis berupa penurunan terhadap total dosis pemeliharaan sering kali diperlukan.
Perubahan dosis obat yang sering dijumpai adalah penurunan dosis atau
perpanjangan interval pemberian obat atau gabungan keduanya.7
3
B. Identifikasi Masalah
Berdasarkan uraian tersebut di atas maka yang menjadi permasalahan
dalam penelitian ini adalah:
1. Bagaimana gambaran penggunaan obat-obatan pada pasien gagal ginjal
kronis rawat inap di Rumah Sakit Rawa Lumbu Bekasi?
2. Apakah penggunaan obat-obatan pada pasien gagal ginjal kronis rawat
inap di Rumah Sakit Rawa Lumbu sudah tepat berdasarkan buku Drug
Prescribing in Renal Failure, Informatorium Obat Nasional Indonesia
2008, British National Formulary 58, Martindale 36??
C. Pembatasan Masalah
Penelitian ini dibatasi pada ketepatan dosis dan obat pada pasien gagal
ginjal kronis rawat inap di Rumah Sakit Rawa Lumbu Bekasi periode Maret 2011-
Februari 2012.
D. Perumusan Masalah
Adapun permasalahan dalam penelitian ini dapat di rumuskan sebagai
berikut: “Bagaimana ketepatan dosis dan obat pada pasien gagal ginjal kronis
rawat inap di Rumah Sakit Rawa Lumbu Bekasi periode Maret 2011- Februari
2012?”
E. Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah:
1. Mengetahui ketepatan dosis pemberian obat pada pasien gagal ginjal
kronis rawat inap di Rumah Sakit Rawa Lumbu Bekasi periode Maret
2011- Februari 2012.
4
2. Mengetahui jenis obat yang dihindari yang paling banyak digunakan pada
pasien gagal ginjal kronis rawat inap di Rumah Sakit Rawa Lumbu Bekasi
periode Maret 2011- Februari 2012.
F. Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat dijadikan bahan evaluasi dan masukan bagi
tim kesehatan di Rumah Sakit Rawa Lumbu Bekasi untuk meningkatkan
pelayanan farmasi kliniknya serta sebagai bahan rujukan atau referensi bagi
penelitian lebih lanjut, terutama tentang kajian ketepatan dosis obat pada
pengobatan pasien gagal ginjal kronik.
5
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Teori
1. Pengertian Gagal Ginjal2
Gagal Ginjal adalah suatu penyakit dimana fungsi organ ginjal
mengalami penurunan hingga akhirnya tidak lagi mampu bekerja sama sekali
dalam hal penyaringan pembuangan elektrolit tubuh, menjaga keseimbangan
cairan dan zat kimia tubuh seperti sodium dan kalium didalam darah atau
produksi urin.
2. Ginjal8
Ginjal adalah suatu organ yang secara struktural kompleks dan telah
berkembang untuk melaksanakan sejumlah fungsi penting, seperti : ekskresi
produk sisa metabolisme, pengendalian air dan garam, pemeliharaan
keseimbangan asam yang sesuai, dan sekresi berbagai hormon dan autokoid.
a. Anatomi Ginjal
Ginjal merupakan organ berbentuk seperti kacang yang terletak di
kedua sisi kolumna vertebralis. Ginjal kanan sedikit lebih rendah
dibandingkan ginjal kiri karena tertekan kebawah oleh hati. Kutub atasnya
terletak setinggi iga keduabelas, sedangkan kutub atas ginjal kiri terletak
setinggi iga kesebelas.5
Ginjal terletak di bagian belakang abdomen atas, di belakang
peritoneum, di depan dua iga terakhir, dan tiga otot besar-transversus
6
abdominis, kuadratus lumborum, dan psoas mayor. Ginjal dipertahankan
dalam posisi tersebut oleh bantalan lemak yang tebal. Ginjal terlindung
dengan baik dari trauma langsung, disebelah posterior (atas) dilindungi
oleh iga dan otot-otot yang meliputi iga, sedangkan di anterior (bawah)
dilindungi oleh bantalan usus yang tebal.9 Ginjal kanan dikelilingi oleh
hepar, kolon, dan duodenum, sedangkan ginjal kiri dikelilingi oleh lien,
lambung, pankreas, jejunum dan kolon.
Struktur Ginjal terdiri atas:
1) Struktur Makroskopik Ginjal
Pada orang dewasa , panjang ginjal adalah sekitar 12 sampai 13
cm (4,7 hingga 5,1 inci), lebarnya 6 cm (2,4 inci), tebalnya 2,5 cm (1
inci), dan beratnya sekitar 150 gram. Secara anatomik ginjal terbagi
dalam dua bagian, yaitu korteks dan medula ginjal.5
2) Struktur Mikroskopik Ginjal
a) Nefron11,12
Tiap tubulus ginjal dan glomerolusnya membentuk satu
kesatuan (nefron). Ukuran ginjal terutama ditentukan oleh jumlah
nefron yang membentuknya. Tiap ginjal manusia memiliki kira-
kira 1.3 juta nefron. Setiap nefron bisa membentuk urin sendiri.
Karena itu fungsi satu nefron dapat menerangkan fungsi ginjal.
b) Glomerulus11,13
Setiap nefron pada ginjal berawal dari berkas kapiler yang
disebut glomerulus, yang terletak didalam korteks, bagian terluar
7
dari ginjal. Tekanan darah mendorong sekitar 120 ml plasma darah
melalui dinding kapiler glomerular setiap menit. Plasma yang
tersaring masuk ke dalam tubulus. Sel-sel darah dan protein yang
besar dalam plasma terlalu besar untuk dapat melewati dinding dan
tertinggal.
c) Tubulus kontortus proksimal13
Berbentuk seperti koil longgar berfungsi menerima cairan
yang telah disaring oleh glomerulus melalui kapsula bowman.
Sebagian besar dari filtrat glomerulus diserap kembali ke dalam
aliran darah melalui kapiler-kapiler sekitar tubulus kotortus
proksimal. Panjang 15 mm dan diameter 55 μm.
d) Ansa henle13
Berbentuk seperti penjepit rambut yang merupakan bagian
dari nefron ginjal dimana, tubulus menurun kedalam medula,
bagian dalam ginjal, dan kemudian naik kembali kebagian korteks
dan membentuk ansa. Total panjang ansa henle 2-14 mm.
e) Tubulus kontortus distalis13
Merupakan tangkai yang naik dari ansa henle mengarah
pada koil longgar kedua. Penyesuaian yang sangat baik terhadap
komposisi urin dibuat pada tubulus kontortus. Hanya sekitar 15%
dari filtrat glomerulus (sekitar 20 ml/menit) mencapai tubulus
distal, sisanya telah diserap kembali dalam tubulus proksimal.
8
f) Duktus koligen medula13
Merupakan saluran yang secara metabolik tidak aktif.
Pengaturan secara halus dari ekskresi natrium urin terjadi disini.
Duktus ini memiliki kemampuan mereabsorbsi dan mensekresi
kalsium.
Gambar 1: Anatomi ginjal14
9
b. Fungsi Ginjal5
Fungsi utama ginjal terangkum dibawah ini, yang menekankan
peranannya sebagai organ pengatur dalam tubuh.
1) Fungsi Ekskresi
a) Mengeluarkan zat toksis/racun
b) Mengatur keseimbangan air, garam/elektrolit, asam /basa
c) Mempertahankan kadar cairan tubuh dan elektrolit (ion-ion
lain)
d) Mengekskresikan produk akhir nitrogen dari metabolisme
protein (terutama urea, asam urat dan kreatinin)
e) Bekerja sebagai jalur ekskretori untuk sebagian besar obat
2) Fungsi Non Ekskresi
Mensintesis dan mengaktifkan Hormon:
a) Renin, penting dalam pengaturan tekanan darah
b) Eritropoetin, merangsang produksi sel darah merah oleh
sumsum tulang 1,25-dihidroksivitamin D3 : hidroksilasi akhir
vitamin D3 menjadi bentuk yang paling kuat
c) Prostaglandin : sebagian besar adalah vasodilator, bekerja
secara lokal, dan Melindungi dari kerusakan iskemik ginjal
d) Degradasi hormon polipeptida
e) Insulin, glukagon, parathormon, prolaktin, hormon
pertumbuhan, Anti Diuretic Hormone (ADH) dan hormon
gastrointestinal (gastrin, polipeptida intestinal vasoaktif).
10
3. Epidemiologi Gagal Ginjal
a. Determinan Gagal Ginjal
1) Host
a) Umur
Seiring bertambahnya usia juga akan diikuti oleh penurunan
fungsi ginjal. Hal tersebut terjadi terutama karena pada usia lebih
dari 40 tahun akan terjadi proses hilangnya beberapa nefron.
Perkiraan penurunan fungsi ginjal berdasarkan pertambahan umur
tiap dekade adalah sekitar 10 ml/menit/1,73 m2. Berdasarkan
perkiraan tersebut, jika telah mencapai usia dekade keempat, dapat
diperkirakan telah terjadi kerusakan ringan, yaitu dengan nilai GFR
60-89 ml/menit/1,73 m2. Artinya, sama dengan telah terjadi
penurunan fungsi ginjal sekitar 10% dari kemampuan ginjal.2
Dengan semakin meningkatnya usia, dan ditambah dengan
penyakit kronis seperti tekanan darah tinggi (hipertensi) atau
diabetes, ginjal cenderung akan menjadi rusak dan tidak dapat
dipulihkan kembali.4
b) Gaya Hidup
Gaya hidup tidak banyak bergerak ditambah dengan pola
makan buruk yang tinggi lemak dan karbohidrat (fast food) yang
tidak diimbangi serat (sayuran dan buah), membuat menumpuknya
lemak dengan gejala kelebihan berat badan. Gangguan metabolisme
lemak menyebabkan Low Density Lipoprotein (LDL) dan trigliserida
11
meningkat. Dalam jangka panjang akan terjadi penumpukan lemak
dalam lapisan pembuluh darah. Ginjal bergantung pada sirkulasi
darah dalam menjalankan fungsinya sebagai pembersih darah dari
sampah tubuh.4
c) Riwayat Penyakit
(1) Nefropati diabetik
Diabetes adalah penyakit yang menghambat penggunaan
glukosa oleh tubuh. Bila ditahan dalam darah dan tidak diuraikan,
glukosa dapat bertindak seperti racun. Kerusakan pada nefron
akibat glukosa dalam darah yang tidak dipakai disebut nefropati
diabetik.6 Nefropati diabetik merupakan komplikasi
mikrovaskular diabetes melitus. Pada sebagian penderita
komplikasi ini akan berlanjut menjadi gagal ginjal terminal.15
(2) Tekanan Darah Tinggi
Tekanan darah yang tinggi pada penderita hipertensi dapat
merusak jaringan pembuluh darah ginjal. Hipertensi dapat
menyebabkan nefrosklerosis atau kerusakan pada arteri ginjal,
arteriola, dan glomeruli. Hipertensi merupakan penyebab kedua
terjadinya penyakit ginjal tahap akhir. Sekitar 10% individu
pengidap hipertensi esensial akan mengalami penyakit ginjal
tahap akhir.4
(3) Penyakit Glomerulus
12
Glomerulonefritis menunjukkan proses inflamasi pada
glomeruli dengan etiologi, patogenesis dan patofisiologi,
perubahan-parubahan histopatologi ginjal berlainan tetapi dengan
presentasi klinisnya hampir seragam. Presentasi klinis pada
glomerulonefritis mungkin tanpa keluhan dan ditemukan
kebetulan pada pemeriksaan urin rutin dengan pasien keluhan
ringan atau keadaan darurat medis yang harus memerlukan terapi
pengganti ginjal atau dialisis.15
(4) Penyakit Ginjal Keturunan dan Bawaan15,16
Penyakit ginjal dapat berupa keturunan ataupun bawaan,
diantaranya kelaianan struktur kistik maupun non kistik, kelainan
fungsi, kelainan lokasi, jumlah dan fungsi ginjal.
2) Agent16
a) Trauma
Terkait terutama trauma pada saluran kemih, antara lain
fraktur pelvis, trauma akibat benda tumpul, dan tusukan benda tajam
atau peluru. Fraktur dapat mengakibatkan perforasi kandung kemih
atau robeknya uretra. Pukulan keras pada tubuh bagian bawah dapat
mengakibatkan kontusio, robekan, atau ruptur ginjal.
b) Keracunan Obat
13
Beberapa jenis obat, termasuk obat tanpa resep, dapat
meracuni ginjal bila sering dipakai selama jangka waktu yang
panjang.
3) Environtment17,18
a) Pekerjaan
Orang-orang yang pekerjaannya berhubungan dengan bahan-
bahan kimia akan dapat mempengaruhi kesehatan ginjal. Bahan-
bahan kimia yang berbahaya jika terpapar dan masuk kedalam tubuh
dapat menyebabkan penyakit ginjal. Misalnya, pada pekerja di
pabrik atau industri.
b) Cuaca
Kondisi lingkungan yang panas dapat, mempengaruhi
terjadinya penyakit ginjal. Jika seseorang bekerja di dalam ruangan
yang bersuhu panas, hal ini dapat mempengaruhi kesehatan
ginjalnya. Yang terjadi adalah berkurangnya aliran atau peredaran
darah ke ginjal dengan akibat gangguan penyediaan zat-zat yang
diperlukan oleh ginjal, dan pada ginjal yang rusak hal ini akan
membahayakan.
4. Klasifikasi Gagal Ginjal
14
a) Gagal Ginjal Kronis
1) Pengertian
Berdasarkan National Kidney Foundation (NKF) Kidney Disease
Outcome Quality Initiative (KDOQI) Guidelines Update tahun 2002,
definisi Penyakit Ginjal Kronis (GGK) adalah: 10
(a) Kerusakan Ginjal > 3 bulan, berupa kelainan struktur ginjal,
dapat atau tanpa disertai penurunan Laju Filtrasi Glomerulus
(LFG) yang ditandai dengan: kelainan patologi, dan adanya
pertanda kerusakan ginjal, dapat berupa kelainan laboratorium
darah atau urin, atau kelainan radiologi.
(b) LFG <60 mL/menit/1,73 m2 selama >3 bulan, dapat disertai
atau tanpa disertai kerusakan ginjal.
2) Patofisiologi
The National Kidney Foundation merekomendasikan 3 tes
sederhana untuk memantau penyakit ginjal, yaitu pengukuran tekanan
darah, periksa protein atau albumin dalam urin, dan perhitungan LFG
berdasarkan kreatinin serum.3,16
Pada CKD kerusakan ginjal kerusakan ginjal bersifat progresif
dan ireversibel. Progresif CKD melewati empat tahap yaitu, penurunan
cadangan ginjal, insufisiensi ginjal, gagal ginjal, dan end stage renal
diseases.16
Selama gagal ginjal kronik, beberapa nefron termasuk glomeruli
dan tubula masih berfungsi, sedangkan nefron yang lain sudah rusak
15
dan tidak berfungsi lagi. Nefron yang masih utuh dan berfungsi
mengalami hipertrofi dan menghasilkan filtrat dalam jumlah banyak.
Reabsorpsi tubula juga meningkat walaupun laju filtrasi glomerulus
berkurang. Kompensasi nefron yang masih utuh dapat membuat ginjal
mempertahankan fungsinya sampai tiga per empat nefron rusak. Solut
dalam cairan menjadi lebih banyak dari yang dapat direabsorpsi dan
mengakibatkan diuresis osmotik dengan poliuria dan haus.16
Seseorang mengalami kegagalan fungsi ginjal melalui beberapa
tahap. Pada pasien dengan penyakit ginjal kronik, klasifikasi stadium
ditentukan oleh nilai laju filtrasi glomerulus, yaitu stadium yang lebih
tinggi menunjukkan nilai laju filtrasi glomerulus yang lebih rendah.21
3) Manifestasi klinik22,23
Manifestasi dini hanya dapat berupa nokturia karena ketidak
mampuan untuk memekatkan urin. Kelelahan, perubahan status mental,
neuropati perifer, anoreksia, mual dan muntah, dan gatal dapat
menunjukan adanya uremia. Hipertensi lazim terjadi.
Ketidakseimbangan cairan dan elektrolit menyebabkan timbulnya
berbagai tanda dan gejala.
4) Diagnosis
Penilaian terhadap fungsi ginjal dilakukan dengan uji fungsi
ginjal. Uji fungsi ginjal hanya menggambarkan penyakit ginjal secara
kasar atau garis besar saja, dan lebih dari setengah bagian ginjal harus
16
mengalami kerusakan sebelum terlihat nyata adanya gangguan pada
ginjal.24
Ada beberapa metode yang dapat digunakan untuk
memperkirakan fungsi ginjal dan menunjukkan apakah ada penyakit
ginjal jenis apa pun ini meliputi :
(a) Kreatinin Serum
Kreatinin serum merupakan produk sampingan dari
metabolisme otot rangka normal. Laju produksinya bersifat tetap
dan sebanding dengan jumlah massa otot tubuh.3 Kreatinin
diekskresi terutama oleh filtrasi glomerulus dengan sejumlah kecil
yang diekskresi atau reabsorpsi oleh tubulus. Bila massa otot tetap,
maka adanya perubahan pada kreatinin mencerminkan perubahan
pada klirensnya melalui filtrasi, sehingga dapat dijadikan indikator
fungsi ginjal. Nilai kreatinin serum yang normal berbeda menurut
jenis kelamin, usia, dan ukuran. Kadar kreatinin serum hanya
berguna bila diukur pada kadar tunak (steady state) perlu sekitar 7
hari.6
(b) Klirens kreatinin
Dalam keadaan normal, kreatinin tidak diekskresi atau
direabsorpsi oleh tubulus ginjal dalam jumlah yang bermakna. Oleh
karena itu ekskresi terutama ditentukan oleh filtrasi glomerulus,
sehingga laju filtrasi glomerulus dapat diperkirakan melalui
penentuan kliren kreatinin endogen. Ketepatan klirens kreatinin
17
sebagai ukuran dari laju filtrasi glomerulus menjadi terbatas pada
gangguan ginjal. Walaupun demikian, secara umum uji klirens
kreatinin masih merupakan uji fungsi ginjal yang terpilih.
(c) Urea
Urea disintesa dalam hati sebagai produk sampingan
metabolisme makanan dan protein endogen. Eliminasinya dalam
urin menggambarkan rute ekskresi utama nitrogen. Laju
produksinya lebih beragam dibandingkan kreatinin. Urea disaring
oleh glomerulus dan sebagian direabsorpsi oleh tubulus. Kadar
diatas 10 mmol/liter mungkin mencerminkan gangguan ginjal
walaupun kecenderungan dalam individu lebih penting
dibandingkan dengan satu hasil pengukuran semata. Urea adalah
pengukuran yang kurang tepat menggambarkan fungsi ginjal tetapi
sering digunakan sebagai perkiraan kasar, karena dapat
memberikan informasi mengenai keadaan umum penderita beserta
tingkat hidrasinya.6
(d) Laju Filtrasi Glomerulus
Jumlah filtrat glomerulus yang dibentuk setiap menit dalam
semua nefron kedua ginjal disebut laju filtrasi glomerulus. Pada
orang normal, rata- rata ia 125 ml/ menit, tetapi dalam berbagai
keadaan fungsi ginjal normal, ia dapat berubah- ubah dari beberapa
ml sampai 200 ml/ menit. Dengan perkataan lain, jumlah total
filtrat glomerulus daripada dua kali berat badan total. Lebih dari
18
99% filtrat tersebut biasanya diabsorpsi di dalam tubulus, sisanya
keluar sebagai urin.16,25
Laju filtrasi glomerulus (LFG) adalah cara terbaik untuk
mengetahui fungsi ginjal dan menentukan derajat penurunan fungsi
ginjal.25
Gambar 2. Perbandingan klirens kreatinin dengan kreatinin serum8
Klirens kreatinin dibandingkan dengan serum kreatinin. Perhatikan bahwa serum
kreatinin tidak naik diatas kisaran normal sampai ada pengurangan 50-60% pada
laju filtrasi glomerulus (bersihan kreatinin).
Tabel I: Perbandingan nilai kreatinin, laju filtrasi glomerulus, dan clearance rate untuk menilai fungsi ginjal.9
GFR Kreatinin Clearance rate
19
(mg/dl) (ml/menit/1,73m2) (ml/menit)Normal >90 Pria: <1,3
Wanita: <1,0Pria : 90- 145Wanita : 75- 115
Gangguan ginjal ringan 69-89 Pria : 1,3- 1,9Wanita : 1- 1,9
56- 100
Gangguan ginjal sedang 30-59 2- 4 35- 55Gangguan ginjal berat 15-29 >4 <35
Estimasi perhitungan laju GFR8
1. Persamaan Cockroft-Gault
Bersihan kreatinin = (140−umur )× bb(kg)× konstanta
serum kreatinin(µmol
L)
Konstanta : laki-laki 1,23; perempuan 1,04
2. Persamaan Modification of Diet in Renal Disease
GFR=
186 ×(serum kreatinin)−1,154× umur−0,203× konstanta (0,742 jika perempuan ) ×(1,210 jika kulit hitam )
Untuk mengkonversi nilai kreatinin di µmol/L untuk mg/dL dikalikan
0,0113
(e) Tahapan Penyakit Ginjal Kronis26,27,28,29,30
Tabel II: Tahapan penyakit gagal ginjal kronisTaha
pDeskripsi GFR (mL/min/1,73 m2)
1 Kerusakan ginjal dengan GFR normal atau meningkat
≥90
2 Kerusakan ginjal dengan penurunan ringan
60-89
3 Kerusakan ginjal dengan penurunan sedang
30-59
4 Kerusakan ginjal dengan penurunan parah
15-29
5 Gagal ginjal <15 (atau dialisis)
20
(f) Penatalaksanaan12,13
Penatalaksanaan konservatif gagal ginjal kronik bermanfaat
bila faal ginjal masih pada tahap insufisiensi ginjal dan gagal ginjal
kronik, yaitu faal ginjal berkisar 10-50%, atau nilai kreatinin serum
2-10 mg. Pengobatan pengganti harus dilakukan pada fase akhir
penyakit.
b) Gagal Ginjal Akut1,31,32
Gagal ginjal akut adalah sindroma yang ditandai oleh penurunan
laju filtrasi glomerulus secara mendadak dan cepat (hitungan jam-minggu)
yang mengakibatkan terjadinya retensi produk sisa nitrogen, seperti ureum
dan kreatinin.
Pada kasus penderita gagal ginjal akut (GGA), ginjal akan
berfungsi normal kembali bila penyebabnya dapat diatasi, sehingga
pengeluaran urin kembali normal, dengan demikian keadaan fisik secara
menyeluruh dapat pulih.
5. Pencegahan
a) Pencegahan Primer4,33
1) Modifikasi pola hidup.
2) Hindari pemakaian obat-obat atau zat-zat yang bersifat nefrotoksik.
3) Monitoring fungsi ginjal yang teliti pada saat pemakaian obat-obat
yang diketahui nefrotoksik.
b) Pencegahan Sekunder
1) Penegakan diagnosa secara tepat15
21
Pemeriksaan fisik yang diteliti dan pemilahan maupun
interpretasi pemeriksaan laboratorium yang tepat amat membantu
penegakan diagnosis dan pengelolaannya.
2) Penatalaksanaan medik yang adekuat15
Pada penderita gagal ginjal, penatalaksanaan medik bergantung
pada proses penyakit. Tujuannya untuk memelihara keseimbangan
kadar normal kimia dalam tubuh, mencegah komplikasi, memperbaiki
jaringan, serta meredakan atau memperlambat gangguan fungsi ginjal
progresif. Tindakan yang dilakukan diantaranya:
(a) Penyuluhan pasien/keluarga16
Pasien lebih mampu menerima pendidikan setelah tahap
akut. Materi yang dapat dimasukkan dalam pendidikan kesehatan
meliputi: penyebab kegagalan ginjal, obat yang dipakai (nama obat,
dosis, rasional, serta efek dan efek samping), terapi diet termasuk
pembatasan cairan (pembatasan kalium, fosfor dan protein, makan
sedikit tetapi sering), perawatan lanjutan untuk gejala/tanda yang
memerlukan bantuan medis segera (perubahan haluaran urine,
edema, berat badan bertambah tiba-tiba, infeksi, meningkatnya
gejala uremia).
(b) Pengaturan diet protein, kalium, natrium.15,16,33
Pengaturan makanan dan minuman menjadi sangat penting
bagi penderita gagal ginjal. Bila ginjal mengalami gangguan, zat-zat
22
sisa metabolisme dan cairan tubuh yang berlebihan akan menumpuk
dalam darah karena tidak bisa dikeluarkan oleh ginjal.
(c) Pengaturan kebutuhan cairan dan keseimbangan elektrolit4,16
Perubahan kemampuan untuk mengatur air dan mengekskresi
natrium merupakan tanda awal gagal ginjal. Tujuan dari
pengendalian cairan adalah memepertahankan status normotensif
(tekanan darah dalam batas normal) dan status normovolemik
(volume cairan dalam batas normal).
c) Pencegahan Tersier
Pencegahan tersier merupakan langkah yang bisa dilakukan untuk
mencegah terjadinya komplikasi yang lebih berat, kecacatan dan kematian.
Pengobatan penyakit yang mendasari, sebagai contoh: masalah obstruksi
saluran kemih dapat diatasi dengan meniadakan obstruksinya, nefropati
karena diabetes dengan mengontrol gula darah, dan hipertensi dengan
mengontrol tekanan darah.4
1) Cuci Darah (dialisis)
Dialisis adalah suatu proses dimana solute dan air mengalami
difusi secara pasif melalui suatu membran berpori dari satu
kompartemen cair menuju kompartemen cair lainnya. Hemodialisis dan
dialisis merupakan dua teknik utama yang digunakan dalam dialisis,
dan prinsip dasar kedua teknik itu sama, difusi solute dan air dari
plasma ke larutan dialisis sebagai respons terhadap perbedaan
konsentrasi atau tekanan tertentu.5
23
2) Transplantasi Ginjal4,34
Transplantasi ginjal adalah terapi yang paling ideal mengatasi
gagal ginjal karena menghasilkan rehabilitasi yang lebih baik dibanding
dialisis kronik dan menimbulkan perasaan sehat seperti orang normal.
Ginjal yang baru mengambil alih fungsi kedua ginjal yang telah
mengalami kegagalan dalam menjalankan fungsinya. Ginjal yang
dicangkokkan berasal dari dua sumber, yaitu donor hidup atau donor
yang baru saja meninggal (donor kadaver).
6. Efek volume distribusi, klirens terhadap konsentrasi obat dalam
plasma35
Volume distribusi dan klirens dapat berubah tanpa ada keterkaitan
antar keduanya (independen). Meskipun demikian pada beberapa status
penyakit dapat mengubah klirens dan volume distribusi (Vd). Terdapat
beberapa kondisi yang dapat meningkatkan atau menurunkan Vd. Vd dan
obat-obat yang terdistribusi terutama dalam cairan tubuh, akan meningkat
pada pasien dengan kondisi yang dapat mengakibatkan akumulasi cairan,
misalnya gagal ginjal, gagal jantung kongestif, gagal hati dengan asites,
proses inflamasi. Sebaliknya dehidrasi akan menyebabkan penurunan Vd
obat.
Perubahan aliran darah ke ginjal atau hati dapat mengakibatkan
perubahan klirens. Apabila Vd, dosis, interval dosis semuanya tetap, tetapi
klirens menjadi lebih besar, maka konsentrasi obat dalam plasma pada
keadaan tunak menjadi lebih kecil, selanjutnya koreksi dilakukan dengan
24
meningkatkan dosis atau interval waktu diperkecil. Sebaliknya apabila
klirens lebih kecil, maka konsentrasi obat dalam plasma pada keadaan
tunak menjadi lebih besar, koreksi yang dilakukan adalah dosis diperkecil
atau interval diperpanjang.
7. Pengugunaan Obat Yang Rasional (Rational Drug Teraphy/ RDT)39
a. Konsep Penggunaan RDT
1) Pemilihan obat yang tepat yaitu : efektif, aman dan dapat diterima
dari segi mutu dan biaya serta diresepkan pada waktu yang tepat,
dosis yang benar, cara pemakaian yang tepat dan jangka waktu yang
benar.
2) Menurut WHO : penggunaan obat yang efektif, aman, murah, tidak
polifarmasi, drug combination (fixed), individualisasi, pemilihan
obat atas dasar daftar obat yang telah ditentukan bersama.
3) Pemberian obat yang rasional adalah pemnerian obat yang mencakup
6 tepat atau benar, yaitu :
a) Tepat pasien
Pemberian obat yang tidak tepat pasien dapat terjadi seperti
pada saat ordernya lewat telepon, ada order tambahan, ada revisi
order, pada pasien yang masuk secara bersamaan dengan penyakit
yang sama, pada kasus yang penyakitnya sama, suasana sedang
kusut atau adanya pemindahan pasien dari ruangan yang satu ke
ruangan lainnya. Untuk mengurangi kejadian tidak tepat pasien,
pada saat memberikan obat dapat dilakukan antara lain :
25
(1) Tanya nama pasien dengan pertanyaan siapa namanya, bukan
dengan pertanyaan “namanya Bapak Supardi?”
(2) Cek identifikasi pasien dalam baracelet, dan
(3) Cek pasien pada papan nama ditempat tidur dan di pintu.
b) Tepat obat
Untuk menjamin obat yang diberikan benar, label atau
etiket harus dibaca dengan teliti setiap akan memberikan obat.
Label atau etiket yang harus diteliti antara lain ; nama, obat,
sediaan , konsentrasi dan cara pemberian serta expaired dateI.
Kesalahan pemberian obat sering terjadi jika perawat memberikan
obat yang disiapkan oleh perawat alin ataupemberian obat tanpa
melalui wadah (spuit) tanpa identitas atau label yang jelas. Harus
diusahkan menyiapkan sendiri obat yang akan diberikan kepada
pasien.
c) Tepat waktu
Pemberian obat berulang lebih berpotensi menimbulkan
pemberian obat yang tidak tepat waktu. Termasuk tepat waktu juga
mencakup tepat kecepatan pemberian obat melalui injeksi (bolus
atau lambat) pemberian obat melalui infus.
d) Tepat dosis
Dosis yang tidak tepat dapat menyebabkan kegagalan terapi
atau timbulnya efek berbahaya. Kesalahan dosis sering terjadi pada
pasien anak – anak, lansia atau pada orang obesitas. Pada pasien
26
tersebut paramedik harus mengerti cara mengkonversi dosis dari
orang dewasa normal.
e) Tepat rute
Jalur atau rute pemberian obat adalah jalur obat masuk
kedalam tubuh. Jalur pemberian obat yang salah dapat berakibat
fatal atau minimalobat – obat yang diberikan tidak efektif.
f) Tepat dokumentasi
Aspek dokumentasi sangat penting dalam pemberian obat
karena sebagai sarana untuk evaluasi. Dokumentasi pemberian obat
yang harus dikerjakan meliputi nama obat, dosis, jalur pemberian,
tempat pemberian, alasan obat kenapa diberikan, dan tandatangan
yang memberikan.
b. Peresepan irasional40
Penggunaan obat yang tidak rasional merupakan masalah yang
kadang – kadang terjadi karena maksud baik dan perhatian dokter.
Peresepan irasional dapat dikelompokan menjadi :
1) Peresepan mewah, yaitu pemberian obat baru dan mahal padahal
tersedia obat tua yang lebih murah yang sama efektif dan sama
amannya, pengobatan simptomatik untuk keluhan remeh sehingga dana
untuk penyakit berat tersedot, atau penggunaan obat dengan nama
dagang walaupun tersedia obat generik yang sama baiknya.
27
2) Peresepan berlebihan, yaitu yang mengandung obat yang tidak
diperlukan, dosis terlalu tinggi, pengobatan terlalu lama, atau jumlah
yang diberikan lebih dari yang diperlukan.
3) Peresepan salah, yaitu penggunaan dua atau lebih obat padahal satu
obat sudah mencukupi atau pengobatan setiap gejala secara terpisah
padahal pengobatan terhadap penyakit primernya sudah dapat
mengatasi segala semua gejala.
4) Peresepan kurang, yaitu tidak memberikan obat yang diperlukan,
dosis tidak mencukupi, atau pengobatan terlalu singkat.
8. Penyesuaian dosis obat pada gangguan ginjal
Tercapainya kadar terapi optimal mempunyai arti bahwa kadar obat
dalam darahberada dalam kisaran terapi yaitu tidak melampaui kadar toksik
minimal (KTM) sehingga tidak menimbulkan efek toksik dan tidak di bawah
kadar efek minimal (KEM) yang menyebabkan kegagalan terapi.1
Penerapan farmakokinetika bertujuan untuk meningkatkan efektivitas
terapi atau menurunkan efek samping dan toksisitas pada pasien. Obat yang
dikeluarkan terutama melalui ekskresi ginjal dapat menyebabkan toksisitas pada
penderita gangguan ginjal. Penyesuaian dosis berupa penurunan terhadap total
dosis pemeliharaan seringkali diperlukan. Perubahan dosis yang sering dijumpai
adalah penurunan dosis obat atau perpanjangan interval pemberian obat atau
gabungan keduanya.38
B. Kerangka Berfikir
28
National Kidney Foundation (NKF) mendefinisikan penyakit gagal ginjal
kronik seperti kerusakan ginjal atau Laju Filtrasi Glomerulus (LFG) kurang dari
60 mL/min/1.73 m2 untuk 3 bulan atau lebih dalam kurun waktu yang sama.(3)
Menurut data Perneftri (Persatuan Nefrologi Indonesia), diperkirakan ada
70 ribu penderita ginjal Indonesia, namun yang terdeteksi menderita gagal ginjal
kronis tahap terminal dari mereka yang menjalani cuci darah (hemodialisis) hanya
sekitar 4 ribu sampai 5 ribu saja.(4) Berdasarkan data dari Indonesia Renal
Registry, suatu kegiatan registrasi dari Perhimpunan Nefrologi Indonesia, pada
tahun 2008 jumlah pasien hemodialisis (cuci darah) mencapai 2260 orang.(5)
Bentuk kerusakan yang paling sering dijumpai adalah nephritis interstitial
dan glomerulonephritis. Penggunaan obat apapun yang diketahui berpotensi
menimbulkan nefrotoksisitas sedapat mungkin harus dihindari pada semua
penderita gangguan ginjal. Penderita dengan ginjal yang tidak berfungsi normal
dapat menjadi lebih peka terhadap beberapa obat, bahkan jika eliminasinya tidak
terganggu.(6)
Penggunaan obat-obatan tertentu dapat menyebabkan gangguan terhadap
fungsi ginjal seperti AINS dan antibiotik. Kedua obat ini penggunaannya perlu
diperhatikan karena dapat menyebabkan nefrotoksisitas pada ginjal.(7)
Peresepan untuk penderita dengan gagal ginjal memerlukan pengetahuan
mengenai fungsi hati dan ginjal penderita, riwayat pengobatan, metabolisme dan
aktivitas obat, lama kerja obat serta cara ekskresinya. Pengobatan yang benar-
benar bermanfaat diperlukan oleh pasien dengan gangguan ginjal dan penyesuaian
dosis berupa penurunan terhadap total dosis pemeliharaan sering kali diperlukan.
29
Perubahan dosis obat yang sering dijumpai adalah penurunan dosis atau
perpanjangan interval pemberian obat atau gabungan keduanya.(7)
Dengan adanya fenomena tersebut maka perlu dilakukan pengkajian
penggunaan obat-obatan di rumah sakit pada pasien CKD untuk mengevaluasi
ketepatan dosisnya.
BAB III
30
METODOLOGI PENELITIAN
A. Tempat dan Jadwal Penelitian
1. Tempat penelitian
Penelitian dilakukan di bagian rekam medik Rumah Sakit Rawa
Lumbu Bekasi.
2. Jadwal Penelitian
Penelitian dilakukan mulai bulan Mei sampai Juni 2012
B. Metodelogi Penelitian
Metode penelitian yang dilakukan adalah studi retrospektif dengan
menggunakan desain deskriptif yang diambil dari rekam medis dengan unit
pengamatan adalah pasien rawat inap di Rumah Sakit Rawa Lumbu Bekasi
dengan diangnosa Chronic Kidney Diseases (CKD)
C. Populasi dan Sampel
1. Populasi terjangkau adalah seluruh pasien rawat inap di Rumah Sakit
Rawa Lumbu Bekasi dengan diangnosa CKD.
2. Sampel adalah pasien rawat inap di Rumah Sakit Rawa Lumbu Bekasi
dengan diangnosa CKD yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi.
D. Kriteria Inklusi dan Eksklusi
31
1. Kriteria inklusi
Pasien dengan diagnosa CKD yang dirawat inap periode Maret 2011-
Februari 2012 di Rumah Sakit Rawa Lumbu dengan ureum kreatinin >1,5
mg/ dL.
2. Kriteria eksklusi
Pasien dengan diagnosa Chronic Kidney Diseases (CKD) yang
dirawat inap periode Maret 2011- Februari 2012 di Rumah Sakit Rawa
Lumbu Bekasi yang dirujuk ke rumah sakit lain dan datanya tidak lengkap.
E. Teknik Pengumpulan Data
Data diambil secara retrospektif selam satu tahun dari bulan Maret 2011-
Februari 2012. Sumber data berasal dari catatan rekam medis (medical record)
pasien yang di rawat di Rumah Sakit Rawa Lumbu.
F. Analisis Data
Data yang dikumpulkan dianalisa ketepatan penggunaan obat dan
ketepatan dosisnya pada pasien gagal ginjal kronik. Parameter untuk menilai
ketepatan penggunaan obat dan ketepatan dosisnya sebagai berikut:
1. Tepat penggunaan obat adalah menggunakan obat-obatan yang tidak
nefrotoksik.
2. Tepat dosis adalah memberikan dosis sesuai dengan fungsi ginjal yang
dimiliki.
Pedoman penilaian ketepatan penggunaan obat- obatan dan ketepatan
pemberian dosis berdasarkan pada Drug Prescribing in Renal Failure 1999,
32
Informatorium Nasional Indonesia (IONI) 2008, British National Formulary
58, Martindale 36
Data setelah dianalisis kemudian disajikan dalam bentuk tabel untuk
mendapatkan gambaran deskriptif ketepatan pemberian obat dan dosis yang
diteliti, meliputi:
a. Distribusi frekuensi jenis kelamin pasien CKD rawat inap
b. Distribusi frekuensi usia pasien CKD rawat inap
c. Distribusi frekuensi ketepatan dosis pasien CKD rawat inap
d. Distribusi frekuensi jenis obat yang dihindari yang digunakan pada
pasien CKD rawat inap