bab 1 pendahuluan kristal

27
Laboratorium Petrologi & Mineralogi, FTG-UNPAD Diktat Kristalografi 1 - 1 BAB 1. PENDAHULUAN 1.1. Sejarah Kristalografi Kristalografi adalah bagian dari ilmu mineralogy yang sangat menarik. Kristalografi sendiri dapat diartikan secara sederhana sebagai ilmu yang mempelajari tentang kristal. Pada zama dulu istilah kristal hanya digunakan untuk kristal kuarsa saja, tetapi sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan, maka pengertian itu berkembang, dimana istilah kristal juga digunakan untuk semua mineral yang mempunyai ekspresi bentuk kristal yang sempurna. Kristalografi secara sederhana dapat dibedakan menjadi tiga aspek,  yaitu ; geometri, kimia dan fisika. Pada studi kristalografi ini aspek geometri lebih dibahas secara detail, sementara untuk aspek kimia dan fisika akan dibahas lebih mendalam dalam mempelajari ilmu mineralogi. Kristal adalah suatu bentuk regular yang polyhedral dan dibatasi oleh permukaan yang rata, yang mencerminkan adanya keteraturan ikatan ion-ion penyusunnya (komposisi kimia). Dimana ion-ion tersebut saling berinteraksi dan pada kondisi lingkungannya yang cocok akan berubah dari fase cair atau gas ke fase padat (s olid). Sebuah po lyhedral, s ecara sede rhana dapat diartikan sebagai suatu zat padat yang dibatasi oleh bidang datar yang disebut muka kristal (“crystal faces”). Dalam melakukan indentifikasi sebuah kristal digunakan sebuah alat untuk mengukur ukuran jarak antar muka kristal dan sudut yang dibentuk diantaranya. Dalam mengukur sebuah kristal yang kecil ukurannya digunakan reflecting goniometer (Gambar 1-2). Ternyata kristal ini merupakan hasil alami dari susunan dalam yang teratur dalam kristal. Pada tahun 1611 Johannes Kepler seorang astronom menulis tentang "Hexagonal Snow" mengemukakan bahwa suatu kenampakan dari bentuk kristal kemungkinan akibat tersusunnya secara geometri unit-unit yang kecil secara teratur (Gamba r 1.3). Gugliemini (1 655-1710) juga men gemukakan te ntang teori struktur kristal, yang didasarkan pada arah-arah belahan yang terdapat

Upload: dwiandaru-darmawan

Post on 02-Mar-2016

170 views

Category:

Documents


6 download

TRANSCRIPT

Page 1: Bab 1 Pendahuluan Kristal

 

Laboratorium Petrologi & Mineralogi, FTG-UNPAD

Diktat Kristalografi 1 - 1

BAB 1. PENDAHULUAN

1.1. Sejarah Kristalografi

Kristalografi adalah bagian dari ilmu mineralogy yang sangat menarik.

Kristalografi sendiri dapat diartikan secara sederhana sebagai ilmu yang

mempelajari tentang kristal. Pada zama dulu istilah kristal hanya digunakan

untuk kristal kuarsa saja, tetapi sesuai dengan perkembangan ilmu

pengetahuan, maka pengertian itu berkembang, dimana istilah kristal juga

digunakan untuk semua mineral yang mempunyai ekspresi bentuk kristal yang

sempurna. 

Kristalografi secara sederhana dapat dibedakan menjadi tiga aspek,

 yaitu ; geometri, kimia dan fisika. Pada studi kristalografi ini aspek geometri

lebih dibahas secara detail, sementara untuk aspek kimia dan fisika akan

dibahas lebih mendalam dalam mempelajari ilmu mineralogi.

Kristal adalah suatu bentuk regular yang polyhedral dan dibatasi oleh

permukaan yang rata, yang mencerminkan adanya keteraturan ikatan ion-ion

penyusunnya (komposisi kimia). Dimana ion-ion tersebut saling berinteraksi dan

pada kondisi lingkungannya yang cocok akan berubah dari fase cair atau gas ke

fase padat (solid). Sebuah polyhedral, secara sederhana dapat diartikan

sebagai suatu zat padat yang dibatasi oleh bidang datar yang disebut muka

kristal (“crystal faces”). Dalam melakukan indentifikasi sebuah  kristal

digunakan sebuah alat untuk mengukur ukuran jarak antar muka kristal dan

sudut yang dibentuk diantaranya. Dalam mengukur sebuah kristal yang kecil

ukurannya digunakan reflecting goniometer (Gambar 1-2). Ternyata kristal ini

merupakan hasil alami dari susunan dalam yang teratur dalam kristal. Pada

tahun 1611 Johannes Kepler seorang astronom menulis tentang "Hexagonal

Snow" mengemukakan bahwa suatu kenampakan dari bentuk kristal

kemungkinan akibat tersusunnya secara geometri unit-unit yang kecil secara

teratur (Gambar 1.3). Gugliemini (1655-1710) juga mengemukakan tentang

teori struktur kristal, yang didasarkan pada arah-arah belahan yang terdapat

Page 2: Bab 1 Pendahuluan Kristal

 

Laboratorium Petrologi & Mineralogi, FTG-UNPAD

Diktat Kristalografi 1 - 2

pada kristal (arah belahan berarti bidang kristal). Tetapi keduanya tidak

begitu diketahui dan sedikit berpengaruh pada perkembangan kristalografi

selanjutnya. 

Pada tahun 1784, Hauy ( 1743 - 1822 ) di Paris, mem-publikasikan

sebuah essay tentang teori struktur kristal dan diikuti oleh tulisan lain "Traite

de Mineralogie" tahun 1801. Teori ini didasarkan pada hasil penelitiannya

terhadap bidang-bidang belahan dari kristal kalsit yang kemudian memberikan

keyakinan bahwa : semua kristal selalu terbentuk atau tersusun oleh unt-unit

kecil yang berbentuk polyhedral dan setiap unit pada mineral tertentu selalu

mempunyai bentuk yang karakteristik (Gambar 1-4). Selain dari itu, Hauy juga

menemukan sumbu-sumbu acuan pada kristal yang selanjutnya disebut sebagai

"sumbu kristal". Selanjutnya ia menyatakan bahwa perpotongan bidang kristal

terhadap sumbu kristal akan selalu menunjukkan perbandingan parameter yang

simpel dan tetap. Pernyataan ini dikenal sebagai Hukum Hauy atau The Law of

Simple Rational Intercepts. Pada tahun 1850, M.A. Bravais memperlihatkan

adanya 14 aturan pola susunan atom/ion dalam ruang (-space lattice) yang

kemudian disebut sebagai Bravais lattice dan pola-poia inilah yang dijurnpai

pada kristal.

Demikian secara terus menerus pengetahuan tentang kristal selalu

berkembang, dengan diketemukannya sinar-X pada tahun 1912, niaka kemajuan

teknk difraksi sinar-X selalu mendukung kemajuan tersebut. Sehingga yang

pada mulanya orang mempelajari kristal sebagai bagian dari mineralogi , tetapi

karena perkembangan masalahnya maka akhirnya pengetahuan dan metoda

mempelajari kristal terpisah dari mineralcgi dan berkembang sebagai salah

satu cabang ilmu pengetahuan, yaitu Kristalografi.

Page 3: Bab 1 Pendahuluan Kristal

 

Laboratorium Petrologi & Mineralogi, FTG-UNPAD

Diktat Kristalografi 1 - 3

Gambar 1.1. Kontak Goniometer

Gambar 1.2. Goniometer Refleksi

Page 4: Bab 1 Pendahuluan Kristal

 

Laboratorium Petrologi & Mineralogi, FTG-UNPAD

Diktat Kristalografi 1 - 4

Gambar 1.3. Beberapa bentuk susunan unit-unit dari kubus

Gambar 1.4. Konsep struktur unit dari Hauy dengan bentuk belahan Kubus galena;

(a). modifikasi kubus permukaan dodecahedron; (b) dodecahedron;(c) octahedron.

Page 5: Bab 1 Pendahuluan Kristal

 

Laboratorium Petrologi & Mineralogi, FTG-UNPAD

Diktat Kristalografi 1 - 5

1.2. Pengertian Kristal

Sesuai dengan perkembangan sejarahnya, maka ada beberapa definisi

tentang kristal yang pada prinsipnya mempunyai pengertian yang sama, yaitu:

Kristal adalah zat padat homogen yang terdiri dari ikatan atom-atom / ion-ion

dalam bentuk tiga dimensi dengan susunan ( struktur dalam ) yang tetap dan

teratur. Selain itu juga dapat didefi-nisikan sebagai suatu benda padat

homogen yang berbentuk polihedral yang teratur, dibatasi oleh bidang

permukaan yang licin, tidak kasar yang merupakan ekspresi dari bangun atau

struktur dalamnya. Menurut Escher (1950) kristal adalah benda padat homogen

 yang dibatasi atau ditutupi oleh bidang-bidang rata yang merupakan perwujudan

luar dari suatu pengaturan dalam atom-atom atau ion-ion yang teratur. Sehingga

semakin baik wujud suatu kristal berarti semakin baik pula susunan dari

atom-atom atau ion-ionnya. 

Kristalografi sebagai cabang ilmu pengetahuan yang mompelajari kristal,

termasuk didalamnya hukum-hukum, bentuk luar, struktur dalam secara

sistematis. Tujuan dari mempelajari kristalografi adalah untuk dapat

mengidentifikasi mineral, serta determinasi atau menentukan bentuk-bentuk

ikatan (susunan) atom /ion dari suatu mineral.

Kristal mempunyai aneka ragam bentuk, yang paling sulit dideterminasi

adalah kristal yang mempunyai bentuk mirip, Walaupun begitu dapat dicari jalan

keluar untuk membedakannya . Sebagaimana diketahui bahwa kristal mempunyai

karakteristik tertentu yaitu besar sudut antar bidang dari kristal tersebut,

dimana sudut tersebut dapat diukur dengan menggunakan alat goniometer kontak

atau goniometer refleksi.

1.3. Pembentukan Kristal

Kristal atau hablur dapat terbentuk dari larutan magma yang jenuh atau

kelewat jenuh yang kemudian membeku oleh proses penurunan temperatur yang

disebut sebagai proses kristalisasi atau proses penghabluran yang membentuk

Page 6: Bab 1 Pendahuluan Kristal

 

Laboratorium Petrologi & Mineralogi, FTG-UNPAD

Diktat Kristalografi 1 - 6

mineral-mineral. Pada penurunan temperatur secara tiba-tiba atau cepat akan

memberikan ukuran kristal yang lebih halus karena tidak sempat membentuk

konfigurasi antara atom-atom atau molekul-molekul selain itu membentuk

material yang non kristalin yang tak terbentuk, benda padat yang demikian

dinamakan sebagai amorf, sedangkan pada penurunan temperatur yang teratur

dan secara perlahan-lahan akan menyebabkan terjadinya difusi (konfigurasi)

antara molekulnya, sehingga akan terjadi bentuk kristal yang berukuran kasar dan

sempurna.

Untuk larutan magma yang mengalami penurunan temperatur yang perlahan

akan menghasilkan suatu kristal yang berdasarkan bentuknya dapat dibedakan :

Kristal euhedral yang dicirikan oleh perkembangan muka kristal yang sempurna

( dibatasi oleh bidang-bidang yang rata). Kristal subhedral dicirikan oleh

perkembangan muka kristal hanya sebagian (tak semua rata). Kristal anhedral

dicirikan oleh kristal yang tidak mempunyai bidang muka kristal. Hal ini dapat

terjadi karena dipengaruhi oleh proses pembentukannya, pengaruh ruang, maupun

karena pengaruh luar setelah terbentuknya kristal tersebut. Berdasarkan cara

pengamatannya, juga dikenal bentuk-bentuk kristal yaang dapat dibedakan atas:

Kristalin untuk kristal yang dapat diamati secara baik dengan mata telanjang.

Mikrokristalin untuk kristal yang pengamatannya baru terlihat bila dengan

bantuan mikroskop, serta Kriptokristalin untuk kristal yang pengamatannya hanya

dapat dilakukan dengan bantuan difraksi sinar-X. Kristal tersusun atas ikatan

atom/ion secara kimiawi , dimana susunannya bergantung pada jenis dan macam

unsur kimia yang terikat, jarak ikatan antar atom tersebut tertentu dan bisa

membentuk perulangan secara teratur, keadaan ini memberikan ciri khas pada

bahan kristalin, yaitu bersifat padat, kristalin, mempunyai kekerasan tertentu

(tergantung pada arah ikatan kimianya) serta mempunyai sifat

kelistrikan/kemagnitan.

Adanya bentuk luar yang berbeda untuk mineral yang sama ini dapat

disebabkan oleh perbedaaan zat pelarut,temperatur pembentukan, akibat

Page 7: Bab 1 Pendahuluan Kristal

 

Laboratorium Petrologi & Mineralogi, FTG-UNPAD

Diktat Kristalografi 1 - 7

pengotoran (yang memberikan warna yang berbeda), serta ruangan

pembentukannya.

Secara genetis terjadinya ikatan ion-ion kristal terjadi akibat adanya

proses kristalisasi, yang prosesnya bisa berbentuk :

A. Proses pendinginan / pembekuan

Pada proses ini bila suatu larutan dnegan konsentrasi tertentu didinginkan,

maka ion-ion yang terdapat pada larutan tersebut bisa mempunyai kecenderungan

untuk mengatur diri menurut susunan tertentu sehingga dicapai suatu kondisi

 yang stabil. Misalnya suatu larutan magma mengalami proses pendinginan, maka

pada temperatur tertentu akan terjadi pengkristalan mineral-mineral tertentu

pula. Sehingga pada proses pembekuan ini faktor temperatur, tekanan dan

konsentrasi larutan akan sangat berpengaruh terhadap mineral yang akan

terbentuk. Nilai dari temperatur ini sangat tergantung pada titik lebur yang

dimiliki oleh mineral-mineral tersebut. Misalkan kuarsa bisa terjadi pada

temperatur mesothermal (200°-300°), Casiterite (Sn02) pada hipothermal

(300°-5000), Perak sulfida (AgS), Emas (Au), Cinabar (HgS) pada epithermal

(50°-200°).

B. Proses evaporasi/penguapan

Pada proses ini, bila suatu larutan dengan konsentrasi unsur-unsur tertentu

mengalami proses evaporasi, maka setelah melalui kondisi jenuh bisa terjadi

proses kristalisasi. Misalkan, larutan air yang mengandung garam, jika kepadanya

terjadi proses evaporasi, maka setelah kondisi jenuh terlampaui, bisa terbentuk

kristai-kristal mineral halit (NaCl).

Bentuk kristal yang terjadi akibat proses kristalisasi tidak semudah apa yang

kita duga. Suatu kenyataan bahwa kristai-kristal yang terbentuk dari suatu

larutan yang sama belum tentu akan menghasilkan bentuk (habit) yang sama.

Beberapa faktor yang mempengaruhi kondisi relatif dari bentuk kristal adalah :

Page 8: Bab 1 Pendahuluan Kristal

 

Laboratorium Petrologi & Mineralogi, FTG-UNPAD

Diktat Kristalografi 1 - 8

1. Homogenitas/Keseragaman

Homogenitas dalam suatu larutan akan sangat menentukan bentuk kristal

 yang akan terjadi. Sebagai contoh, jika larutan sodium chlorate (NaCl3)

diaduk hingga homogen lalu didinginkan, maka kristal yang terbentuk akan

merupakan kubus, tetapi bila larutan tersebut dibiarkan tenang dalam

proses kristalisasi, maka yang dihasilkan adalah bentuk kubus yang

terpancung pada tiap sudut ruasnya (Gbr. 1.5).

Gambar 1.5. Bentuk kristal NaCl3, (a) bila larutan diaduk, (b) bila larutan dibiarkantenang

2. Kecepatan Pendinginan

Faktor ini juga mempengaruhi bentuk dan keadaaan dari kristal yang

dihasilkan. Hal ini berhubungan dengan kesempatan atau tenggang waktu

 yang diberikan agar atom/ion bis membentuk konfigurasi dengan baik.

Misalkan Gypsum (CaS04) bila kristalisasinya cepat maka kristal yang

dihasiikan akan panjang dan tipis, sedangkan jika lambat akan menjadi tebal

dan pendek dimana faktor ruang diabaikan (Gbr. 1.6).

Page 9: Bab 1 Pendahuluan Kristal

 

Laboratorium Petrologi & Mineralogi, FTG-UNPAD

Diktat Kristalografi 1 - 9

Gambar 1.6. Bentuk kristal Gipsum, (a) bila kristalisasi cepat, (b) bila kristalisasi

lambat

3. Kemurnian Larutan

Faktor ini juga mempengaruhi proses kristalisasi. Sebagai contoh Sodium

Chloride (NaCl) bila terbentuk dari larutan yang murni (tidak terdapat

unsur lain yang mensubtitusi) maka bentuk kristalnya adalah kubus, tetapi

bila ditambahkan 10% urea dengan larutannya, maka akan terjadi bentuk

kristal octahedral (Gbr. 1-7).

Gambar 1.7. Kristal NaCl (a) murni (b) ditambah 10% urea

1.4. Pola susunan atom

Berdasarkan struktur dalam kristal atau habluran, maka bentuk luar

kristal tersebut akan selalu memberikan ciri dalam bentuk tiga dimensi.

Pola-pola unit yang sama pada titik-titik pertemuan bidang kristal merupakan

titik-titik dalam kisi-kisi secara tiga dimensi yang mempunyai kondisi

lingkungan yang sama. Dengan demikian maka kisi-kisi tersebut dapat didef

inisikan sebagai tiga arah yang saling berpotongan yang mempunyai jarak

Page 10: Bab 1 Pendahuluan Kristal

 

Laboratorium Petrologi & Mineralogi, FTG-UNPAD

Diktat Kristalografi 1 - 10

tertentu sepanjang arah-arah tertentu, serta memperlihatkan terjadinya

perulangan motif tertentu.

Sebagaimana telah diketahui , bahwa bentuk/kenampakan susunan

tetap dari titik-titik atom/ion dalam bidang (plane lattice) dan dalam ruang

(Space lattice) adalah merupakan pencerminan dari susunan atom atau ion

suatu senyawa. Berdasarkan pola dari susunan tersebut, yang tidak lain

sebagai alat operasi dari unsur-unsur simetrinya, maka keadaan atau susunan

titik-titik atom bisa dikelompokkan menjadi 3 sesuai dengan tingkat

dimensinya, yaitu :

Pola satu dimensi

Gambaran sederhana dari susunan titik yang teratur dapat dilihat dalam

suatu deretan yang lurus dari rangkaian ruang yang sama dengan arah perpindahan

sepanjang sumbu y (Gambar l-8a). Dimana susunan ini mempunyai suatu unit

panjang atau perioda 'b', ini merupakan karakteristik suatu pola dan berulang oleh

translasi sepanjang jarak tertentu. Jika deretan tersebut terbentuk dari

rangkaian yang berselang-selang dengan ukuran yang berbeda (Gambar

1-8b,c,d,e), panjang unit b yang tepat dapat diukur dari pusat satu objek ke

pusat objek berikutnya yang serupa. Sehingga susunan atom dalam pola ini selalu

berada dalam satu garis lurus (satu dimensi).

Pola dua dimensi

Pola ini adalah merupakan susunan titik-titik atom yang terletak dalam

satu bidang yang terbentuk oleh dua garis atau sisi dan membentuk paralelogram

dengan besar sudut tertentu. Pola ini terdiri atas beberapa jenis net datar

(planar net), tergantung kepada a dan b (vektor/jarak perpindahan) dan sudut

 yang diapitnya (Y).

Berdasarkan besarnya jarak perpindahan a ke arah sumbu x dan b ke arah

sumbu y serta besarnya sudut yang dibentuk oleh x dan y, maka dapat dibedakan

Page 11: Bab 1 Pendahuluan Kristal

 

Laboratorium Petrologi & Mineralogi, FTG-UNPAD

Diktat Kristalografi 1 - 11

adanya lima kemungkinan bentuk net yang dihasilkan dari kombinasi unsur

tersebut di atas, kelima bentuk net tersebut dapat dilihat pada gambar 1-9.

Gambar l.8a memperlihatkan bentuk net yang dihasilkan oleh perpindahan

ke arah sumbu x sebesar a dan ke arah sumbu y sebesar b dimana jarak a tidak

sama dengan b serta besar-nya sudut { Y ) yang dibentuk antara x dan y tidak

sama dengan 90° , rnaka bentuk net yang dihasilkan disebut Oblique net atau clino

net. Gambar l-8b menunjukkan bentuk net yang dihasilkan oleh perpindahan ke

arah sumbu x dengan jarak a dan ke arah sumbu y dengan jarak b, dengan jarak a

tidak sama dengan b serta besarnya sudut antara x dan y ( Y ) tidak sama dengan

900, maka bentuk net yang dihasilkan disebut Primitive Rectangular net atau

Orthonet. Gambar l-8c memperlihatkan adanya perpindahan ke arah sumbu x

dengan jarak a dan ke arah sumbu y dengan jarak b dengan besarnya sudut antara

x dan y adalah cos γ  adalah a/2b, maka bentuk net yang dihasilkan disebut

Centered rectangular net atau centered orthonet. Bila jarak a' sama dengan b'

serta bersarnya γ’ tidak sama dengan 60°, 90°, atau 1200, maka akan dihasilkan

bentuk primitive khusus bentuk intan, sehingga bentuk netnya disebut sebagai

Diamond net. Gambar l-8d menunjukkan arah perpindahan terhadap sumbu x

sebesar a dan ke arah sumbu y sebesar b, dimana a=b atau al=a2, serta sudut γ =

60°, maka bentuk yang dihasilkan disebut Hexagonal net atau hexa net, Gambar

l-8e memperlihatkan adanya perpindahan ke arah sumbu x sebesar a dan ke arah

sumbu y dengan jarak b dimana jarak a = b atau al = a2 serta besarnya sudut γ =

90C, maka bentuk yang dihasilkan disebut Square net atau tetra net.

Page 12: Bab 1 Pendahuluan Kristal

 

Laboratorium Petrologi & Mineralogi, FTG-UNPAD

Diktat Kristalografi 1 - 12

Gambar 1.10. Susunan teratur dari rangkaian satu dimensi dengan perioda

perulangan b dengan arah y.

Page 13: Bab 1 Pendahuluan Kristal

 

Laboratorium Petrologi & Mineralogi, FTG-UNPAD

Diktat Kristalografi 1 - 13

Gambar 1.11. Susunan teratur dalam 2 dimensi.

Page 14: Bab 1 Pendahuluan Kristal

 

Laboratorium Petrologi & Mineralogi, FTG-UNPAD

Diktat Kristalografi 1 - 14

Gambar 1.12. Lima jenis khusus planar-net yang menggam-barkan pola translasi 2

dimensi/ (a) Clino-net (b) ortho-net (c) center net (d) Hexanet (e)

tetra-net.

Page 15: Bab 1 Pendahuluan Kristal

 

Laboratorium Petrologi & Mineralogi, FTG-UNPAD

Diktat Kristalografi 1 - 15

Pola tiga dimensi

Bentuk pola kisi tiga dimensi dapat dibuat dengan menambahkan satu

arah perpindahan dimana vektor/ arah ini tidak harus terletak pada bidang

kisi dua dimensi. Vektor atau arah perpindahan dalam ruang adalah merupakan

sumbu x,y dan z yang saling berpotongan di awalnya. Sedangkan besarnya unit

arah perpindahan sepanjang ketiga sumbu tersebut dinotasikan sebagai a,

b,dan c (lihat garnbar 1-13).

Gambar 1.13. Arah perpindahan untuk pola tiga dimensi yang ditampilkan sebagai

vektor dari a, b, dan c yang merupakan koordinat arah sumbu x,y

dan z, dimana a,b dan c sebagai satuan unit perpindahannya. S

Page 16: Bab 1 Pendahuluan Kristal

 

Laboratorium Petrologi & Mineralogi, FTG-UNPAD

Diktat Kristalografi 1 - 16

Sehingga bila kita lihat kembali pola susunan dua dimensi dari lima bentuk

net yang dapat terjadi kemudian ditambahkan pengem-bangannya ke arah sumbu

z , maka akan dihasilkan bentuk-bentuk net yang dapat dibedakan menjadi 14 kisi,

 yaitu :

1.  Primitive Triclinic Lattice adalah merupakan pola susunan dari oblique net

dengan besaran sudut yang tak tetap (Gbr. 1.14. 1).

2.  Primitive Monoclinic Lattice adalah susunan dari primi tive rectangular

net dengan arah vertical(sumbu z), dengan besarnya sudut antara x dan z

(β) tidak sama dengan 90° ( Gbr. 1.14.2) .

3.  Centered Konoclinic Lattice adalah merupakan susunan dari centered

rectangular net dengan arah sumbu vertikal z, dengan besarnya sudut antara

x dan z (£) adalah tidak sama dengan 90° (Gbr.1.14.3).

4.  Primitive Orthorombic Lattice adalah susunan dari bentuk primitive

rectangular net dengan arah sumbu vertikal (z) dengan besarnya sudut £

adalah 90° (Gbr. 1.14.4) .

5.  Centered Orthorombic Lattice dihasilkan dari susunan centered

rectangular net dalam arah vertikal (z} dengan besarnya sudut £ adalah 90°

(Gbr. 1.14.5),

6.  Orthorombic Body-Centered Lattice dapat dihasilkan dari susunan bentuk

primitive rectangular net sepanjang arah K dan L yang menghasilkan bentuk

orthorombic lattice dengan tambahan di bagian tengahnya (Gbr. 1.14.6),

7.  Face-Centered Orthorombic Lattice dihasilkan dari susunan centered

rectangular net sepanjang arah K dan L ' (pada permukaan depan) dan

membawa pemusatan pada setiap permu-kaan kisi tiga dimensinya

(Gbr.1-14.7),

8.  Primitive Tetragonal Lattice dihasilkan dari susunan square net sepanjang

arah z dengan besarnya sudut β adalah 90 ° , dimana jarak perpindahan c

tidak sama dengan al atau a2 (Gbr. 1.14.8)

9.  Body-Centered Tetragonal Lattice adalah pola tiga dimensi yang dihasilkan

Page 17: Bab 1 Pendahuluan Kristal

 

Laboratorium Petrologi & Mineralogi, FTG-UNPAD

Diktat Kristalografi 1 - 17

dari susunan square net sepanjang arah K dan L' (Gbr. 1.14.9).

10.  Susunan dari hexagonal net dengan arah perpindahan z dengan besarnya

sudut β adalah 90° menghasilkan bentuk. Primitive Hexagonal Lattice. Bila

bentuk tersebut dirotasikan atau diputar sebanyak tiga kali dengan,, sumbu z

sebagai sumbu putarnya, maka akan dihasilkan bentuk C-Centered Lattice

(Gbr. 1.14. 1C).

11.  Rhombohedral Lattice dapat dihasilkan dari susunan hexagonal net

sepanjang arah tepi dari rhombohedron (aR). Bentuk ini akan simetri dengan

arah tepi dari sumbu 3 sepanjang arah 2 (Gbr. 1.14.11).

12.  Primitive Isometric Lattice bentuk ini dihasilkan dari susunan pola square net

sepanjang arah z dengan besarnya sudut β  adalah 90 ° , dimana arah

perpindahan sepanjang c yang besarnya sama dengan al dan a2 (Gbr.1.14.12).

13.  Body-Centered Isometric Lattice adalah bentuk yang dihasilkan dari pola

susunan square net dengan arah perpindahan sepanjang K dan L (diagonal dari

bidang) (Gbr. 1.14.13).

14.  Face-Centered Isometric Lattice merupakan bentuk tiga dimensi yang

dihasilkan dari susunan pola square net sepanjang arah K dan L' (sepanjang

permukaan bidang) (Gbr.1.14.14 ) .

Ke-14 bentuk kisi tersebut di atas kemudian dikenal juga sebagai 14 Kisi

Bravais yang masing-masing diberi simbol yang berbeda dan dikelompokkan

menjadi tujuh sistim kristal. Adapun simbol yang digunakan adalah simbol

huruf, yaitu :

P = Primitive Lattice

I = Body-Centered LatticeF = Face Centered LatticeC = Centered LatticeR = Rhombohedral Lattice

Page 18: Bab 1 Pendahuluan Kristal

 

Laboratorium Petrologi & Mineralogi, FTG-UNPAD

Diktat Kristalografi 1 - 18

Bentuk-bentuk kisi tersebut dapat didefinisikan sebagai bentuk :

Kisi Primitive (P)

Untuk jenis ini diberi simbol P, dimana letak titik-titik kisi (atom) hanya

terdapat pada titik-titik sudut kristal. Jenis ini dimilikd oleh sistem monoklin,

ortorombik, hexagonal, tetragonal, triklin dan isometrik.

End-Centered (One-face-Centered)Lattice (C)

Pada tipe ini titik-titik atom terletak pada sudut dan ditambah dengan

titik-titik pada semua pusat bidang permukaan. Bentuk ini diberi simbol atau

notasi C. Jenis ini terdapat pada sistem ortoromhik dan isometri.

Body-Centered Lattice (I)

Pada tipe ini titik-titik atom terletak pada setiap sudut kristal

ditambah titik pada pusat sel dan diberi simbol I, Bentuk ini terdapat pada

sistem ortorombik, tetragonal dan isometri.

Rhombohedral Lattice (R)

Bentuk ini hanya dijumpai pada sistim rombohedral dimana titik-titik

atom hanya terdapat pada masing-masing sudut.

Face-Centered Lattice. (F)

Pada tipe ini titik-titik atom terlatak pada setiap sudut kristal ditambah

dengan titik-titik pada semua pusat bidang permukaan kristal. Bentuk ini diberi

simbol atau notasi F. Jenis ini terdapat pada sistim orthorombik dan isometrik.

1.5. Sistim Sumbu Kristalografi 

Untuk dapat mempelajari kristal dan membayangkan bentuk kristal,

maka kita harus menentukan lebih danulu kedudukan bidang-bidangnya

terhadap susunan koordinat susunan sumbu, Hal ini perlu karena kristal

Page 19: Bab 1 Pendahuluan Kristal

 

Laboratorium Petrologi & Mineralogi, FTG-UNPAD

Diktat Kristalografi 1 - 19

mempunyai sumbu-sumbu kristalografi yang berbeda-beda untuk berbagai

macam sistim kristal.

Dalam kristalografi kita mengenal ada 6 atau 7 macam

susunan sumbu yang berbeda-beda bergantung kepada :

☆   jumlah sumbu

☆  sudut yang dibentuk sumbu

☆  satuan (parameter) yang diukur pada sumbu-sumbu Berdasarkan jumlah

sumbu, maka dapat dibedakan menjadi dua kelompok, yaitu :

☆   yang memiliki 3 sumbu kristal

☆   yang memiliki 4 sumbu kristal

Pembagian system kristal menjadi 6 atau 7 sistem didasarkan pada sudut

 yang dibentuk antara sumbu yang dibedakan menjadi 4 ( empat ) kombinasi, dan

pada satuan ( parameter ) atau panjang sumbu yang dibedakan menjadi ( tiga )

kombinasi. Sehingga dapat dinyakan bahwa pembagian system kristal menjadi 7

berdasarkan pada 4 kombinasi panjang sumbu.

Empat kombinasi letak sumbu tersebut adalah :

1.  Ketiga sumbui saling tegak lurus

2.  Satu dari keempat sumbu tegak lurus pada bidang yang ditempati tiga atau

sumbu lainnya dengan sudut antar sumbu 1200 .

3.  atau dari ketiga sumbu tegak lurus pada bidang yang ditempati sumbu laiun

dengan sudut antar sumbu 1200 .

4.  Ketiga sumbu membentuk sudut antar sumbu lebih besar dari 900 .

Page 20: Bab 1 Pendahuluan Kristal

 

Laboratorium Petrologi & Mineralogi, FTG-UNPAD

Diktat Kristalografi 1 - 20

Gambar 11.12. 14 Bentuk kisi yang dapat dihasilkan sebagai hasil susunan dari limapola net dua dimensi dalam arah tiga dimensi.

Page 21: Bab 1 Pendahuluan Kristal

 

Laboratorium Petrologi & Mineralogi, FTG-UNPAD

Diktat Kristalografi 1 - 21

Gambar 1.14 . 14 Bentuk kisi yang dapat dihasilkan sebagai hasil susunan dari limapola net dua dimensi dalam arah tiga dimensi.

Page 22: Bab 1 Pendahuluan Kristal

 

Laboratorium Petrologi & Mineralogi, FTG-UNPAD

Diktat Kristalografi 1 - 22

Gambar 1.15. Kisi Kristal menurut Bravais pada sistem kristalografi

Page 23: Bab 1 Pendahuluan Kristal

 

Laboratorium Petrologi & Mineralogi, FTG-UNPAD

Diktat Kristalografi 1 - 23

Gambar 1.16. Kisi Kristal menurut Bravais serta kedudukan sumbu kristalografinya

Page 24: Bab 1 Pendahuluan Kristal

 

Laboratorium Petrologi & Mineralogi, FTG-UNPAD

Diktat Kristalografi 1 - 24

Sedangkan ketiga kombinasi panjang sumbu tersebut adalah :

1.  Ketiga sumbu sama panjang sumbu

2.  Satu sumbu tidak sama panjang dengan dua sumbu atau tiga sumbu lainnya yang

sama panjang

3.  Ketiga sumbu tidak sama panjang.

Atas dasar hal tersebut di atas maka terbentuklah tujuh sistim kristal

sebagai berikut :

1. SISTIM ISOMETRIK atau REGULER atau ORTOGONAL

Pada Sistim ini terdiri aTas tiga surnbu kristal yang mempunyai satuan

sumbu yang sama panjang yang dibsri simbol a,b,c serta letak ketiga sumbu

Lersebut saling tegak lurus, atau dapat ditulis dengan ( a  ┴  b  ┴   c ) dan a = b = c,

dengan sudut λ = β = γ = 900 , dimana λ adalah sudut yang dibentuk antara sumbu b

dan sumbu c.

2. SISTIM TETRAGONAL

Sistirn ini terdiri atas tiga sumbu, dimana ketiga sumbu terletak saling

tegak lurus dan satu sumbu (c) tidak sama panjang dengan dua sumbu lainnya ( a dan

b ) atau dapat juga ditulis dengan ( a  ┴  b  ┴   c ) dan a = b ≠ c, dengan sudut λ = β =

γ = 900.

3. SISTIM HEXAGONAL

Dalam sistim hexagonal ini terdapat empat sumbu kristal yang diberi simbol

a, b, c dan d, dimana kedudukan satu dari keempat sumbu (c) tegak lurus terhadap

bidang yang ditempati ketiga sumbu yang lain (a,b,c) dengan membentuk sudut

antar sumbu 120°. Adapun panjang dari sumbu-sumbu tersebut adaiah satu dari

keempat sumbu (c) tidak sama panjang dengan ketiga sumbu yang lain yang sama

Page 25: Bab 1 Pendahuluan Kristal

 

Laboratorium Petrologi & Mineralogi, FTG-UNPAD

Diktat Kristalografi 1 - 25

panjang (a,b,d), dapat juga ditulis dengan (a,b,d)  ┴  c, dan sudut (a, b, d) = 1200,

serta (a = b = d) =/= c, dimana c adalah berniiai 6.

4. SISTIM TRIGONAL

Pada dasarnya sistim trigonal ini adalah sama dengan sistim hexagonal, baik

itu kedudukan keempat sumbu maupun parameter sumbunya, tetapi dibedakan

dengan sistim hexagonal adalah pada sistim hexagonal parameter sumbu c adalah

bernilai 6, sedangkan pada sistim trigonal sumbu c berniiai 3, sehingga dapat ditulis

(a, b, d)  ┴  c, dengan <(a, b, d) = 120°, serta (a = b = d) ≠ c, dimana c adalah bernilai 3.

5. SISTIM QRTOROMBIK atau RHOMBIS

Pada sistim ini memiliki tiga sumbu kristal dimana letak ketiga sumbu

adalah saling tegak lurus, tetapi panjang ketiga sumbu tersebut tidak sama, serta λ

= β = γ = 900 , dapat juga ditulis a  ┴  b  ┴   c, dimana a ≠ b ≠ c, serta λ = β = γ = 900.

6. SISTIM KONOKLIN

Sistim kristal monoklin terdiri atas tiga sumbu kristal, dimana ketiga sumbu

mempunyai panjang yang tidak sama, sedangkan kedudukan ketiga sumbu tersebut

adalah satu sumbu terletak tegak lurus terhadap bidang yang ditempati dua sumbu

 yang lainnya, dapat juga dituliskan dengan (a ≠ b ≠ c) dan b  ┴  (c,a) serta λ = γ = 90°

dan β ≠ 90°.

7. SISTIM TRIKLIN

Sistim ini m.emiliki tiga sumbu kristal, dimana ketiga sumbu tersebut

mempunyai panjang yang berbeda dan letak ketiga sumbu tersebut membentuk

sudut lebih besar dari 90°, atau dapat ditulis dengan (a , b, c) > 90 C, dan a ≠ b ≠ c

serta (λ = β = γ) > 900.

Page 26: Bab 1 Pendahuluan Kristal

 

Laboratorium Petrologi & Mineralogi, FTG-UNPAD

Diktat Kristalografi 1 - 26

Bentuk ketujuh sitim kristal tersebut di atas dapat dilihat pada garnbar

1.17. Dan contoh untuk ketujuh kristal tersebut dapat dilihat pada. gambar 1.18 .

Gambar 1. 17. Kedudukan sumbu kristalografi pada tiap sistem kristal

Page 27: Bab 1 Pendahuluan Kristal

 

Laboratorium Petrologi & Mineralogi, FTG-UNPAD

Diktat Kristalografi 1 - 27

Gambar 1. 17. Kedudukan sumbu dan panjang sumbu serta besar sudut antar sumbu

kristalografi pada tiap sistem kristal