bab 1 pendahuluan kristal
TRANSCRIPT
Laboratorium Petrologi & Mineralogi, FTG-UNPAD
Diktat Kristalografi 1 - 1
BAB 1. PENDAHULUAN
1.1. Sejarah Kristalografi
Kristalografi adalah bagian dari ilmu mineralogy yang sangat menarik.
Kristalografi sendiri dapat diartikan secara sederhana sebagai ilmu yang
mempelajari tentang kristal. Pada zama dulu istilah kristal hanya digunakan
untuk kristal kuarsa saja, tetapi sesuai dengan perkembangan ilmu
pengetahuan, maka pengertian itu berkembang, dimana istilah kristal juga
digunakan untuk semua mineral yang mempunyai ekspresi bentuk kristal yang
sempurna.
Kristalografi secara sederhana dapat dibedakan menjadi tiga aspek,
yaitu ; geometri, kimia dan fisika. Pada studi kristalografi ini aspek geometri
lebih dibahas secara detail, sementara untuk aspek kimia dan fisika akan
dibahas lebih mendalam dalam mempelajari ilmu mineralogi.
Kristal adalah suatu bentuk regular yang polyhedral dan dibatasi oleh
permukaan yang rata, yang mencerminkan adanya keteraturan ikatan ion-ion
penyusunnya (komposisi kimia). Dimana ion-ion tersebut saling berinteraksi dan
pada kondisi lingkungannya yang cocok akan berubah dari fase cair atau gas ke
fase padat (solid). Sebuah polyhedral, secara sederhana dapat diartikan
sebagai suatu zat padat yang dibatasi oleh bidang datar yang disebut muka
kristal (“crystal faces”). Dalam melakukan indentifikasi sebuah kristal
digunakan sebuah alat untuk mengukur ukuran jarak antar muka kristal dan
sudut yang dibentuk diantaranya. Dalam mengukur sebuah kristal yang kecil
ukurannya digunakan reflecting goniometer (Gambar 1-2). Ternyata kristal ini
merupakan hasil alami dari susunan dalam yang teratur dalam kristal. Pada
tahun 1611 Johannes Kepler seorang astronom menulis tentang "Hexagonal
Snow" mengemukakan bahwa suatu kenampakan dari bentuk kristal
kemungkinan akibat tersusunnya secara geometri unit-unit yang kecil secara
teratur (Gambar 1.3). Gugliemini (1655-1710) juga mengemukakan tentang
teori struktur kristal, yang didasarkan pada arah-arah belahan yang terdapat
Laboratorium Petrologi & Mineralogi, FTG-UNPAD
Diktat Kristalografi 1 - 2
pada kristal (arah belahan berarti bidang kristal). Tetapi keduanya tidak
begitu diketahui dan sedikit berpengaruh pada perkembangan kristalografi
selanjutnya.
Pada tahun 1784, Hauy ( 1743 - 1822 ) di Paris, mem-publikasikan
sebuah essay tentang teori struktur kristal dan diikuti oleh tulisan lain "Traite
de Mineralogie" tahun 1801. Teori ini didasarkan pada hasil penelitiannya
terhadap bidang-bidang belahan dari kristal kalsit yang kemudian memberikan
keyakinan bahwa : semua kristal selalu terbentuk atau tersusun oleh unt-unit
kecil yang berbentuk polyhedral dan setiap unit pada mineral tertentu selalu
mempunyai bentuk yang karakteristik (Gambar 1-4). Selain dari itu, Hauy juga
menemukan sumbu-sumbu acuan pada kristal yang selanjutnya disebut sebagai
"sumbu kristal". Selanjutnya ia menyatakan bahwa perpotongan bidang kristal
terhadap sumbu kristal akan selalu menunjukkan perbandingan parameter yang
simpel dan tetap. Pernyataan ini dikenal sebagai Hukum Hauy atau The Law of
Simple Rational Intercepts. Pada tahun 1850, M.A. Bravais memperlihatkan
adanya 14 aturan pola susunan atom/ion dalam ruang (-space lattice) yang
kemudian disebut sebagai Bravais lattice dan pola-poia inilah yang dijurnpai
pada kristal.
Demikian secara terus menerus pengetahuan tentang kristal selalu
berkembang, dengan diketemukannya sinar-X pada tahun 1912, niaka kemajuan
teknk difraksi sinar-X selalu mendukung kemajuan tersebut. Sehingga yang
pada mulanya orang mempelajari kristal sebagai bagian dari mineralogi , tetapi
karena perkembangan masalahnya maka akhirnya pengetahuan dan metoda
mempelajari kristal terpisah dari mineralcgi dan berkembang sebagai salah
satu cabang ilmu pengetahuan, yaitu Kristalografi.
Laboratorium Petrologi & Mineralogi, FTG-UNPAD
Diktat Kristalografi 1 - 3
Gambar 1.1. Kontak Goniometer
Gambar 1.2. Goniometer Refleksi
Laboratorium Petrologi & Mineralogi, FTG-UNPAD
Diktat Kristalografi 1 - 4
Gambar 1.3. Beberapa bentuk susunan unit-unit dari kubus
Gambar 1.4. Konsep struktur unit dari Hauy dengan bentuk belahan Kubus galena;
(a). modifikasi kubus permukaan dodecahedron; (b) dodecahedron;(c) octahedron.
Laboratorium Petrologi & Mineralogi, FTG-UNPAD
Diktat Kristalografi 1 - 5
1.2. Pengertian Kristal
Sesuai dengan perkembangan sejarahnya, maka ada beberapa definisi
tentang kristal yang pada prinsipnya mempunyai pengertian yang sama, yaitu:
Kristal adalah zat padat homogen yang terdiri dari ikatan atom-atom / ion-ion
dalam bentuk tiga dimensi dengan susunan ( struktur dalam ) yang tetap dan
teratur. Selain itu juga dapat didefi-nisikan sebagai suatu benda padat
homogen yang berbentuk polihedral yang teratur, dibatasi oleh bidang
permukaan yang licin, tidak kasar yang merupakan ekspresi dari bangun atau
struktur dalamnya. Menurut Escher (1950) kristal adalah benda padat homogen
yang dibatasi atau ditutupi oleh bidang-bidang rata yang merupakan perwujudan
luar dari suatu pengaturan dalam atom-atom atau ion-ion yang teratur. Sehingga
semakin baik wujud suatu kristal berarti semakin baik pula susunan dari
atom-atom atau ion-ionnya.
Kristalografi sebagai cabang ilmu pengetahuan yang mompelajari kristal,
termasuk didalamnya hukum-hukum, bentuk luar, struktur dalam secara
sistematis. Tujuan dari mempelajari kristalografi adalah untuk dapat
mengidentifikasi mineral, serta determinasi atau menentukan bentuk-bentuk
ikatan (susunan) atom /ion dari suatu mineral.
Kristal mempunyai aneka ragam bentuk, yang paling sulit dideterminasi
adalah kristal yang mempunyai bentuk mirip, Walaupun begitu dapat dicari jalan
keluar untuk membedakannya . Sebagaimana diketahui bahwa kristal mempunyai
karakteristik tertentu yaitu besar sudut antar bidang dari kristal tersebut,
dimana sudut tersebut dapat diukur dengan menggunakan alat goniometer kontak
atau goniometer refleksi.
1.3. Pembentukan Kristal
Kristal atau hablur dapat terbentuk dari larutan magma yang jenuh atau
kelewat jenuh yang kemudian membeku oleh proses penurunan temperatur yang
disebut sebagai proses kristalisasi atau proses penghabluran yang membentuk
Laboratorium Petrologi & Mineralogi, FTG-UNPAD
Diktat Kristalografi 1 - 6
mineral-mineral. Pada penurunan temperatur secara tiba-tiba atau cepat akan
memberikan ukuran kristal yang lebih halus karena tidak sempat membentuk
konfigurasi antara atom-atom atau molekul-molekul selain itu membentuk
material yang non kristalin yang tak terbentuk, benda padat yang demikian
dinamakan sebagai amorf, sedangkan pada penurunan temperatur yang teratur
dan secara perlahan-lahan akan menyebabkan terjadinya difusi (konfigurasi)
antara molekulnya, sehingga akan terjadi bentuk kristal yang berukuran kasar dan
sempurna.
Untuk larutan magma yang mengalami penurunan temperatur yang perlahan
akan menghasilkan suatu kristal yang berdasarkan bentuknya dapat dibedakan :
Kristal euhedral yang dicirikan oleh perkembangan muka kristal yang sempurna
( dibatasi oleh bidang-bidang yang rata). Kristal subhedral dicirikan oleh
perkembangan muka kristal hanya sebagian (tak semua rata). Kristal anhedral
dicirikan oleh kristal yang tidak mempunyai bidang muka kristal. Hal ini dapat
terjadi karena dipengaruhi oleh proses pembentukannya, pengaruh ruang, maupun
karena pengaruh luar setelah terbentuknya kristal tersebut. Berdasarkan cara
pengamatannya, juga dikenal bentuk-bentuk kristal yaang dapat dibedakan atas:
Kristalin untuk kristal yang dapat diamati secara baik dengan mata telanjang.
Mikrokristalin untuk kristal yang pengamatannya baru terlihat bila dengan
bantuan mikroskop, serta Kriptokristalin untuk kristal yang pengamatannya hanya
dapat dilakukan dengan bantuan difraksi sinar-X. Kristal tersusun atas ikatan
atom/ion secara kimiawi , dimana susunannya bergantung pada jenis dan macam
unsur kimia yang terikat, jarak ikatan antar atom tersebut tertentu dan bisa
membentuk perulangan secara teratur, keadaan ini memberikan ciri khas pada
bahan kristalin, yaitu bersifat padat, kristalin, mempunyai kekerasan tertentu
(tergantung pada arah ikatan kimianya) serta mempunyai sifat
kelistrikan/kemagnitan.
Adanya bentuk luar yang berbeda untuk mineral yang sama ini dapat
disebabkan oleh perbedaaan zat pelarut,temperatur pembentukan, akibat
Laboratorium Petrologi & Mineralogi, FTG-UNPAD
Diktat Kristalografi 1 - 7
pengotoran (yang memberikan warna yang berbeda), serta ruangan
pembentukannya.
Secara genetis terjadinya ikatan ion-ion kristal terjadi akibat adanya
proses kristalisasi, yang prosesnya bisa berbentuk :
A. Proses pendinginan / pembekuan
Pada proses ini bila suatu larutan dnegan konsentrasi tertentu didinginkan,
maka ion-ion yang terdapat pada larutan tersebut bisa mempunyai kecenderungan
untuk mengatur diri menurut susunan tertentu sehingga dicapai suatu kondisi
yang stabil. Misalnya suatu larutan magma mengalami proses pendinginan, maka
pada temperatur tertentu akan terjadi pengkristalan mineral-mineral tertentu
pula. Sehingga pada proses pembekuan ini faktor temperatur, tekanan dan
konsentrasi larutan akan sangat berpengaruh terhadap mineral yang akan
terbentuk. Nilai dari temperatur ini sangat tergantung pada titik lebur yang
dimiliki oleh mineral-mineral tersebut. Misalkan kuarsa bisa terjadi pada
temperatur mesothermal (200°-300°), Casiterite (Sn02) pada hipothermal
(300°-5000), Perak sulfida (AgS), Emas (Au), Cinabar (HgS) pada epithermal
(50°-200°).
B. Proses evaporasi/penguapan
Pada proses ini, bila suatu larutan dengan konsentrasi unsur-unsur tertentu
mengalami proses evaporasi, maka setelah melalui kondisi jenuh bisa terjadi
proses kristalisasi. Misalkan, larutan air yang mengandung garam, jika kepadanya
terjadi proses evaporasi, maka setelah kondisi jenuh terlampaui, bisa terbentuk
kristai-kristal mineral halit (NaCl).
Bentuk kristal yang terjadi akibat proses kristalisasi tidak semudah apa yang
kita duga. Suatu kenyataan bahwa kristai-kristal yang terbentuk dari suatu
larutan yang sama belum tentu akan menghasilkan bentuk (habit) yang sama.
Beberapa faktor yang mempengaruhi kondisi relatif dari bentuk kristal adalah :
Laboratorium Petrologi & Mineralogi, FTG-UNPAD
Diktat Kristalografi 1 - 8
1. Homogenitas/Keseragaman
Homogenitas dalam suatu larutan akan sangat menentukan bentuk kristal
yang akan terjadi. Sebagai contoh, jika larutan sodium chlorate (NaCl3)
diaduk hingga homogen lalu didinginkan, maka kristal yang terbentuk akan
merupakan kubus, tetapi bila larutan tersebut dibiarkan tenang dalam
proses kristalisasi, maka yang dihasilkan adalah bentuk kubus yang
terpancung pada tiap sudut ruasnya (Gbr. 1.5).
Gambar 1.5. Bentuk kristal NaCl3, (a) bila larutan diaduk, (b) bila larutan dibiarkantenang
2. Kecepatan Pendinginan
Faktor ini juga mempengaruhi bentuk dan keadaaan dari kristal yang
dihasilkan. Hal ini berhubungan dengan kesempatan atau tenggang waktu
yang diberikan agar atom/ion bis membentuk konfigurasi dengan baik.
Misalkan Gypsum (CaS04) bila kristalisasinya cepat maka kristal yang
dihasiikan akan panjang dan tipis, sedangkan jika lambat akan menjadi tebal
dan pendek dimana faktor ruang diabaikan (Gbr. 1.6).
Laboratorium Petrologi & Mineralogi, FTG-UNPAD
Diktat Kristalografi 1 - 9
Gambar 1.6. Bentuk kristal Gipsum, (a) bila kristalisasi cepat, (b) bila kristalisasi
lambat
3. Kemurnian Larutan
Faktor ini juga mempengaruhi proses kristalisasi. Sebagai contoh Sodium
Chloride (NaCl) bila terbentuk dari larutan yang murni (tidak terdapat
unsur lain yang mensubtitusi) maka bentuk kristalnya adalah kubus, tetapi
bila ditambahkan 10% urea dengan larutannya, maka akan terjadi bentuk
kristal octahedral (Gbr. 1-7).
Gambar 1.7. Kristal NaCl (a) murni (b) ditambah 10% urea
1.4. Pola susunan atom
Berdasarkan struktur dalam kristal atau habluran, maka bentuk luar
kristal tersebut akan selalu memberikan ciri dalam bentuk tiga dimensi.
Pola-pola unit yang sama pada titik-titik pertemuan bidang kristal merupakan
titik-titik dalam kisi-kisi secara tiga dimensi yang mempunyai kondisi
lingkungan yang sama. Dengan demikian maka kisi-kisi tersebut dapat didef
inisikan sebagai tiga arah yang saling berpotongan yang mempunyai jarak
Laboratorium Petrologi & Mineralogi, FTG-UNPAD
Diktat Kristalografi 1 - 10
tertentu sepanjang arah-arah tertentu, serta memperlihatkan terjadinya
perulangan motif tertentu.
Sebagaimana telah diketahui , bahwa bentuk/kenampakan susunan
tetap dari titik-titik atom/ion dalam bidang (plane lattice) dan dalam ruang
(Space lattice) adalah merupakan pencerminan dari susunan atom atau ion
suatu senyawa. Berdasarkan pola dari susunan tersebut, yang tidak lain
sebagai alat operasi dari unsur-unsur simetrinya, maka keadaan atau susunan
titik-titik atom bisa dikelompokkan menjadi 3 sesuai dengan tingkat
dimensinya, yaitu :
Pola satu dimensi
Gambaran sederhana dari susunan titik yang teratur dapat dilihat dalam
suatu deretan yang lurus dari rangkaian ruang yang sama dengan arah perpindahan
sepanjang sumbu y (Gambar l-8a). Dimana susunan ini mempunyai suatu unit
panjang atau perioda 'b', ini merupakan karakteristik suatu pola dan berulang oleh
translasi sepanjang jarak tertentu. Jika deretan tersebut terbentuk dari
rangkaian yang berselang-selang dengan ukuran yang berbeda (Gambar
1-8b,c,d,e), panjang unit b yang tepat dapat diukur dari pusat satu objek ke
pusat objek berikutnya yang serupa. Sehingga susunan atom dalam pola ini selalu
berada dalam satu garis lurus (satu dimensi).
Pola dua dimensi
Pola ini adalah merupakan susunan titik-titik atom yang terletak dalam
satu bidang yang terbentuk oleh dua garis atau sisi dan membentuk paralelogram
dengan besar sudut tertentu. Pola ini terdiri atas beberapa jenis net datar
(planar net), tergantung kepada a dan b (vektor/jarak perpindahan) dan sudut
yang diapitnya (Y).
Berdasarkan besarnya jarak perpindahan a ke arah sumbu x dan b ke arah
sumbu y serta besarnya sudut yang dibentuk oleh x dan y, maka dapat dibedakan
Laboratorium Petrologi & Mineralogi, FTG-UNPAD
Diktat Kristalografi 1 - 11
adanya lima kemungkinan bentuk net yang dihasilkan dari kombinasi unsur
tersebut di atas, kelima bentuk net tersebut dapat dilihat pada gambar 1-9.
Gambar l.8a memperlihatkan bentuk net yang dihasilkan oleh perpindahan
ke arah sumbu x sebesar a dan ke arah sumbu y sebesar b dimana jarak a tidak
sama dengan b serta besar-nya sudut { Y ) yang dibentuk antara x dan y tidak
sama dengan 90° , rnaka bentuk net yang dihasilkan disebut Oblique net atau clino
net. Gambar l-8b menunjukkan bentuk net yang dihasilkan oleh perpindahan ke
arah sumbu x dengan jarak a dan ke arah sumbu y dengan jarak b, dengan jarak a
tidak sama dengan b serta besarnya sudut antara x dan y ( Y ) tidak sama dengan
900, maka bentuk net yang dihasilkan disebut Primitive Rectangular net atau
Orthonet. Gambar l-8c memperlihatkan adanya perpindahan ke arah sumbu x
dengan jarak a dan ke arah sumbu y dengan jarak b dengan besarnya sudut antara
x dan y adalah cos γ adalah a/2b, maka bentuk net yang dihasilkan disebut
Centered rectangular net atau centered orthonet. Bila jarak a' sama dengan b'
serta bersarnya γ’ tidak sama dengan 60°, 90°, atau 1200, maka akan dihasilkan
bentuk primitive khusus bentuk intan, sehingga bentuk netnya disebut sebagai
Diamond net. Gambar l-8d menunjukkan arah perpindahan terhadap sumbu x
sebesar a dan ke arah sumbu y sebesar b, dimana a=b atau al=a2, serta sudut γ =
60°, maka bentuk yang dihasilkan disebut Hexagonal net atau hexa net, Gambar
l-8e memperlihatkan adanya perpindahan ke arah sumbu x sebesar a dan ke arah
sumbu y dengan jarak b dimana jarak a = b atau al = a2 serta besarnya sudut γ =
90C, maka bentuk yang dihasilkan disebut Square net atau tetra net.
Laboratorium Petrologi & Mineralogi, FTG-UNPAD
Diktat Kristalografi 1 - 12
Gambar 1.10. Susunan teratur dari rangkaian satu dimensi dengan perioda
perulangan b dengan arah y.
Laboratorium Petrologi & Mineralogi, FTG-UNPAD
Diktat Kristalografi 1 - 13
Gambar 1.11. Susunan teratur dalam 2 dimensi.
Laboratorium Petrologi & Mineralogi, FTG-UNPAD
Diktat Kristalografi 1 - 14
Gambar 1.12. Lima jenis khusus planar-net yang menggam-barkan pola translasi 2
dimensi/ (a) Clino-net (b) ortho-net (c) center net (d) Hexanet (e)
tetra-net.
Laboratorium Petrologi & Mineralogi, FTG-UNPAD
Diktat Kristalografi 1 - 15
Pola tiga dimensi
Bentuk pola kisi tiga dimensi dapat dibuat dengan menambahkan satu
arah perpindahan dimana vektor/ arah ini tidak harus terletak pada bidang
kisi dua dimensi. Vektor atau arah perpindahan dalam ruang adalah merupakan
sumbu x,y dan z yang saling berpotongan di awalnya. Sedangkan besarnya unit
arah perpindahan sepanjang ketiga sumbu tersebut dinotasikan sebagai a,
b,dan c (lihat garnbar 1-13).
Gambar 1.13. Arah perpindahan untuk pola tiga dimensi yang ditampilkan sebagai
vektor dari a, b, dan c yang merupakan koordinat arah sumbu x,y
dan z, dimana a,b dan c sebagai satuan unit perpindahannya. S
Laboratorium Petrologi & Mineralogi, FTG-UNPAD
Diktat Kristalografi 1 - 16
Sehingga bila kita lihat kembali pola susunan dua dimensi dari lima bentuk
net yang dapat terjadi kemudian ditambahkan pengem-bangannya ke arah sumbu
z , maka akan dihasilkan bentuk-bentuk net yang dapat dibedakan menjadi 14 kisi,
yaitu :
1. Primitive Triclinic Lattice adalah merupakan pola susunan dari oblique net
dengan besaran sudut yang tak tetap (Gbr. 1.14. 1).
2. Primitive Monoclinic Lattice adalah susunan dari primi tive rectangular
net dengan arah vertical(sumbu z), dengan besarnya sudut antara x dan z
(β) tidak sama dengan 90° ( Gbr. 1.14.2) .
3. Centered Konoclinic Lattice adalah merupakan susunan dari centered
rectangular net dengan arah sumbu vertikal z, dengan besarnya sudut antara
x dan z (£) adalah tidak sama dengan 90° (Gbr.1.14.3).
4. Primitive Orthorombic Lattice adalah susunan dari bentuk primitive
rectangular net dengan arah sumbu vertikal (z) dengan besarnya sudut £
adalah 90° (Gbr. 1.14.4) .
5. Centered Orthorombic Lattice dihasilkan dari susunan centered
rectangular net dalam arah vertikal (z} dengan besarnya sudut £ adalah 90°
(Gbr. 1.14.5),
6. Orthorombic Body-Centered Lattice dapat dihasilkan dari susunan bentuk
primitive rectangular net sepanjang arah K dan L yang menghasilkan bentuk
orthorombic lattice dengan tambahan di bagian tengahnya (Gbr. 1.14.6),
7. Face-Centered Orthorombic Lattice dihasilkan dari susunan centered
rectangular net sepanjang arah K dan L ' (pada permukaan depan) dan
membawa pemusatan pada setiap permu-kaan kisi tiga dimensinya
(Gbr.1-14.7),
8. Primitive Tetragonal Lattice dihasilkan dari susunan square net sepanjang
arah z dengan besarnya sudut β adalah 90 ° , dimana jarak perpindahan c
tidak sama dengan al atau a2 (Gbr. 1.14.8)
9. Body-Centered Tetragonal Lattice adalah pola tiga dimensi yang dihasilkan
Laboratorium Petrologi & Mineralogi, FTG-UNPAD
Diktat Kristalografi 1 - 17
dari susunan square net sepanjang arah K dan L' (Gbr. 1.14.9).
10. Susunan dari hexagonal net dengan arah perpindahan z dengan besarnya
sudut β adalah 90° menghasilkan bentuk. Primitive Hexagonal Lattice. Bila
bentuk tersebut dirotasikan atau diputar sebanyak tiga kali dengan,, sumbu z
sebagai sumbu putarnya, maka akan dihasilkan bentuk C-Centered Lattice
(Gbr. 1.14. 1C).
11. Rhombohedral Lattice dapat dihasilkan dari susunan hexagonal net
sepanjang arah tepi dari rhombohedron (aR). Bentuk ini akan simetri dengan
arah tepi dari sumbu 3 sepanjang arah 2 (Gbr. 1.14.11).
12. Primitive Isometric Lattice bentuk ini dihasilkan dari susunan pola square net
sepanjang arah z dengan besarnya sudut β adalah 90 ° , dimana arah
perpindahan sepanjang c yang besarnya sama dengan al dan a2 (Gbr.1.14.12).
13. Body-Centered Isometric Lattice adalah bentuk yang dihasilkan dari pola
susunan square net dengan arah perpindahan sepanjang K dan L (diagonal dari
bidang) (Gbr. 1.14.13).
14. Face-Centered Isometric Lattice merupakan bentuk tiga dimensi yang
dihasilkan dari susunan pola square net sepanjang arah K dan L' (sepanjang
permukaan bidang) (Gbr.1.14.14 ) .
Ke-14 bentuk kisi tersebut di atas kemudian dikenal juga sebagai 14 Kisi
Bravais yang masing-masing diberi simbol yang berbeda dan dikelompokkan
menjadi tujuh sistim kristal. Adapun simbol yang digunakan adalah simbol
huruf, yaitu :
P = Primitive Lattice
I = Body-Centered LatticeF = Face Centered LatticeC = Centered LatticeR = Rhombohedral Lattice
Laboratorium Petrologi & Mineralogi, FTG-UNPAD
Diktat Kristalografi 1 - 18
Bentuk-bentuk kisi tersebut dapat didefinisikan sebagai bentuk :
Kisi Primitive (P)
Untuk jenis ini diberi simbol P, dimana letak titik-titik kisi (atom) hanya
terdapat pada titik-titik sudut kristal. Jenis ini dimilikd oleh sistem monoklin,
ortorombik, hexagonal, tetragonal, triklin dan isometrik.
End-Centered (One-face-Centered)Lattice (C)
Pada tipe ini titik-titik atom terletak pada sudut dan ditambah dengan
titik-titik pada semua pusat bidang permukaan. Bentuk ini diberi simbol atau
notasi C. Jenis ini terdapat pada sistem ortoromhik dan isometri.
Body-Centered Lattice (I)
Pada tipe ini titik-titik atom terletak pada setiap sudut kristal
ditambah titik pada pusat sel dan diberi simbol I, Bentuk ini terdapat pada
sistem ortorombik, tetragonal dan isometri.
Rhombohedral Lattice (R)
Bentuk ini hanya dijumpai pada sistim rombohedral dimana titik-titik
atom hanya terdapat pada masing-masing sudut.
Face-Centered Lattice. (F)
Pada tipe ini titik-titik atom terlatak pada setiap sudut kristal ditambah
dengan titik-titik pada semua pusat bidang permukaan kristal. Bentuk ini diberi
simbol atau notasi F. Jenis ini terdapat pada sistim orthorombik dan isometrik.
1.5. Sistim Sumbu Kristalografi
Untuk dapat mempelajari kristal dan membayangkan bentuk kristal,
maka kita harus menentukan lebih danulu kedudukan bidang-bidangnya
terhadap susunan koordinat susunan sumbu, Hal ini perlu karena kristal
Laboratorium Petrologi & Mineralogi, FTG-UNPAD
Diktat Kristalografi 1 - 19
mempunyai sumbu-sumbu kristalografi yang berbeda-beda untuk berbagai
macam sistim kristal.
Dalam kristalografi kita mengenal ada 6 atau 7 macam
susunan sumbu yang berbeda-beda bergantung kepada :
☆ jumlah sumbu
☆ sudut yang dibentuk sumbu
☆ satuan (parameter) yang diukur pada sumbu-sumbu Berdasarkan jumlah
sumbu, maka dapat dibedakan menjadi dua kelompok, yaitu :
☆ yang memiliki 3 sumbu kristal
☆ yang memiliki 4 sumbu kristal
Pembagian system kristal menjadi 6 atau 7 sistem didasarkan pada sudut
yang dibentuk antara sumbu yang dibedakan menjadi 4 ( empat ) kombinasi, dan
pada satuan ( parameter ) atau panjang sumbu yang dibedakan menjadi ( tiga )
kombinasi. Sehingga dapat dinyakan bahwa pembagian system kristal menjadi 7
berdasarkan pada 4 kombinasi panjang sumbu.
Empat kombinasi letak sumbu tersebut adalah :
1. Ketiga sumbui saling tegak lurus
2. Satu dari keempat sumbu tegak lurus pada bidang yang ditempati tiga atau
sumbu lainnya dengan sudut antar sumbu 1200 .
3. atau dari ketiga sumbu tegak lurus pada bidang yang ditempati sumbu laiun
dengan sudut antar sumbu 1200 .
4. Ketiga sumbu membentuk sudut antar sumbu lebih besar dari 900 .
Laboratorium Petrologi & Mineralogi, FTG-UNPAD
Diktat Kristalografi 1 - 20
Gambar 11.12. 14 Bentuk kisi yang dapat dihasilkan sebagai hasil susunan dari limapola net dua dimensi dalam arah tiga dimensi.
Laboratorium Petrologi & Mineralogi, FTG-UNPAD
Diktat Kristalografi 1 - 21
Gambar 1.14 . 14 Bentuk kisi yang dapat dihasilkan sebagai hasil susunan dari limapola net dua dimensi dalam arah tiga dimensi.
Laboratorium Petrologi & Mineralogi, FTG-UNPAD
Diktat Kristalografi 1 - 22
Gambar 1.15. Kisi Kristal menurut Bravais pada sistem kristalografi
Laboratorium Petrologi & Mineralogi, FTG-UNPAD
Diktat Kristalografi 1 - 23
Gambar 1.16. Kisi Kristal menurut Bravais serta kedudukan sumbu kristalografinya
Laboratorium Petrologi & Mineralogi, FTG-UNPAD
Diktat Kristalografi 1 - 24
Sedangkan ketiga kombinasi panjang sumbu tersebut adalah :
1. Ketiga sumbu sama panjang sumbu
2. Satu sumbu tidak sama panjang dengan dua sumbu atau tiga sumbu lainnya yang
sama panjang
3. Ketiga sumbu tidak sama panjang.
Atas dasar hal tersebut di atas maka terbentuklah tujuh sistim kristal
sebagai berikut :
1. SISTIM ISOMETRIK atau REGULER atau ORTOGONAL
Pada Sistim ini terdiri aTas tiga surnbu kristal yang mempunyai satuan
sumbu yang sama panjang yang dibsri simbol a,b,c serta letak ketiga sumbu
Lersebut saling tegak lurus, atau dapat ditulis dengan ( a ┴ b ┴ c ) dan a = b = c,
dengan sudut λ = β = γ = 900 , dimana λ adalah sudut yang dibentuk antara sumbu b
dan sumbu c.
2. SISTIM TETRAGONAL
Sistirn ini terdiri atas tiga sumbu, dimana ketiga sumbu terletak saling
tegak lurus dan satu sumbu (c) tidak sama panjang dengan dua sumbu lainnya ( a dan
b ) atau dapat juga ditulis dengan ( a ┴ b ┴ c ) dan a = b ≠ c, dengan sudut λ = β =
γ = 900.
3. SISTIM HEXAGONAL
Dalam sistim hexagonal ini terdapat empat sumbu kristal yang diberi simbol
a, b, c dan d, dimana kedudukan satu dari keempat sumbu (c) tegak lurus terhadap
bidang yang ditempati ketiga sumbu yang lain (a,b,c) dengan membentuk sudut
antar sumbu 120°. Adapun panjang dari sumbu-sumbu tersebut adaiah satu dari
keempat sumbu (c) tidak sama panjang dengan ketiga sumbu yang lain yang sama
Laboratorium Petrologi & Mineralogi, FTG-UNPAD
Diktat Kristalografi 1 - 25
panjang (a,b,d), dapat juga ditulis dengan (a,b,d) ┴ c, dan sudut (a, b, d) = 1200,
serta (a = b = d) =/= c, dimana c adalah berniiai 6.
4. SISTIM TRIGONAL
Pada dasarnya sistim trigonal ini adalah sama dengan sistim hexagonal, baik
itu kedudukan keempat sumbu maupun parameter sumbunya, tetapi dibedakan
dengan sistim hexagonal adalah pada sistim hexagonal parameter sumbu c adalah
bernilai 6, sedangkan pada sistim trigonal sumbu c berniiai 3, sehingga dapat ditulis
(a, b, d) ┴ c, dengan <(a, b, d) = 120°, serta (a = b = d) ≠ c, dimana c adalah bernilai 3.
5. SISTIM QRTOROMBIK atau RHOMBIS
Pada sistim ini memiliki tiga sumbu kristal dimana letak ketiga sumbu
adalah saling tegak lurus, tetapi panjang ketiga sumbu tersebut tidak sama, serta λ
= β = γ = 900 , dapat juga ditulis a ┴ b ┴ c, dimana a ≠ b ≠ c, serta λ = β = γ = 900.
6. SISTIM KONOKLIN
Sistim kristal monoklin terdiri atas tiga sumbu kristal, dimana ketiga sumbu
mempunyai panjang yang tidak sama, sedangkan kedudukan ketiga sumbu tersebut
adalah satu sumbu terletak tegak lurus terhadap bidang yang ditempati dua sumbu
yang lainnya, dapat juga dituliskan dengan (a ≠ b ≠ c) dan b ┴ (c,a) serta λ = γ = 90°
dan β ≠ 90°.
7. SISTIM TRIKLIN
Sistim ini m.emiliki tiga sumbu kristal, dimana ketiga sumbu tersebut
mempunyai panjang yang berbeda dan letak ketiga sumbu tersebut membentuk
sudut lebih besar dari 90°, atau dapat ditulis dengan (a , b, c) > 90 C, dan a ≠ b ≠ c
serta (λ = β = γ) > 900.
Laboratorium Petrologi & Mineralogi, FTG-UNPAD
Diktat Kristalografi 1 - 26
Bentuk ketujuh sitim kristal tersebut di atas dapat dilihat pada garnbar
1.17. Dan contoh untuk ketujuh kristal tersebut dapat dilihat pada. gambar 1.18 .
Gambar 1. 17. Kedudukan sumbu kristalografi pada tiap sistem kristal
Laboratorium Petrologi & Mineralogi, FTG-UNPAD
Diktat Kristalografi 1 - 27
Gambar 1. 17. Kedudukan sumbu dan panjang sumbu serta besar sudut antar sumbu
kristalografi pada tiap sistem kristal