bab 1

37
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Gagal ginjal kronik adalah kerusakan ginjal yang terjadi selama lebih dari 3 bulan. Tujuan. Untuk memahami definisi, etiologi, dan cara mendiagnosis gagal ginjal kronik yang disertai gastroenteritis serta mengetahui penatalaksanaannya. Penyelesaian kasus. Bpk M, laki-laki 53 th dengan keluhan udem dikaki, kepala dan pinggang nyeri. Hasil pemeriksaan menunjukkan nilai SrCr= 5,7 ; k=4,0 ; TD= 190/80mmHg. Diagnosis GGK stadium V + HD . Selama gagal ginjal kronik, beberapa nefron termasuk glomeruli dan tubula masih berfungsi, sedangkan nefron yang lain sudah rusak dan tidak berfungsi lagi. Nefron yang masih utuh dan berfungsi mengalami hipertrofi dan menghasilkan filtrat dalam jumlah banyak. Reabsorpsi tubula juga meningkat walaupun laju filtrasi glomerulos berkurang. Kompensasi nefron yang masih utuh dapat membuat ginjal mempertahankan fungsinya sampai tiga perempat nefron yang rusak. Gagal ginjal kronik akan menyebabkan penurunan fungsi ginjal semakin parah, jika penurunan fungsi ginjal semakin parah maka akibat nya semakin banyak nya racun di dalam tubuh Gagal Ginjal Kronik Page 1

Upload: rahayu-jelita

Post on 10-Jul-2016

221 views

Category:

Documents


4 download

TRANSCRIPT

Page 1: bab 1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Gagal ginjal kronik adalah kerusakan ginjal yang terjadi selama lebih dari

3 bulan. Tujuan. Untuk memahami definisi, etiologi, dan cara mendiagnosis

gagal ginjal kronik yang disertai gastroenteritis serta mengetahui

penatalaksanaannya. Penyelesaian kasus. Bpk M, laki-laki 53 th dengan

keluhan udem dikaki, kepala dan pinggang nyeri. Hasil pemeriksaan

menunjukkan nilai SrCr= 5,7 ; k=4,0 ; TD= 190/80mmHg. Diagnosis GGK

stadium V + HD .

Selama gagal ginjal kronik, beberapa nefron termasuk glomeruli dan

tubula masih berfungsi, sedangkan nefron yang lain sudah rusak dan tidak

berfungsi lagi. Nefron yang masih utuh dan berfungsi mengalami hipertrofi

dan menghasilkan filtrat dalam jumlah banyak. Reabsorpsi tubula juga

meningkat walaupun laju filtrasi glomerulos berkurang. Kompensasi nefron

yang masih utuh dapat membuat ginjal mempertahankan fungsinya sampai

tiga perempat nefron yang rusak. Gagal ginjal kronik akan menyebabkan

penurunan fungsi ginjal semakin parah, jika penurunan fungsi ginjal semakin

parah maka akibat nya semakin banyak nya racun di dalam tubuh dari limbah

tubuh yang tidak terbuang oleh ginjal sehingga mengakibatkan penyakit gagal

ginjal kronik.

1.2 Rumusan masalah

a. Apakah defenisi Gagal Ginjal Kronik ?

b. Apa saja patofisiologi dari Gagal Ginjal Kronik?

c. Apa saja etiologi dari Gagal Ginjal Kronik?

d. Bagaimana klasifikasi Gagal Ginjal Kronik ?

e. Bagaimanakah diagnosis Gagal Ginjal Kronik ?

f. Bagaimana pencegahan dari Gagal Ginjal Kronik?

g. Bagaimanakah penatalaksanaan terapiGagal Ginjal Kronik?

Gagal Ginjal Kronik Page 1

Page 2: bab 1

h. Bagaimana manifestasi klinis Gagal Ginjal Kronik?

i. Penyelesaian kasus !

1.3 Tujuan makalah

Agar teman-teman mahasiswa mengetahui dan mengerti dengan jelas apa itu

Gagal Ginjal Kronik dan mampu menjelaskan tentang Gagal Ginjal Kronik

serta mampu memberikan terapi yang rasional untuk kasus yang terjadi.

Gagal Ginjal Kronik Page 2

Page 3: bab 1

BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Defenisi Gagal Ginjal Kronik

Gagal ginjal kronik adalah kerusakan ginjal yang terjadi selama lebih dari

3 bulan, berdasarkan kelainan patologis atau petanda kerusakan ginjal seperti

proteinuria. Jika tidak ada tanda kerusakan ginjal, diagnosis penyakit ginjal

kronik ditegakkan jika nilai laju filtrasi glomerulus kurang dari 60

ml/menit/1,73m².

Pada pasien dengan penyakit ginjal kronik, klasifikasi stadium ditentukan

oleh nilai laju filtrasi glomerulus, yaitu stadium yang lebih tinggi

menunjukkan nilai laju filtrasi glomerulus yang lebih rendah. Klasifikasi

tersebut membagi penyakit ginjal kronik dalam lima stadium.

a. Stadium 1 adalah kerusakan ginjal dengan fungsi ginjal yang masih

normal

b. Stadium 2 kerusakan ginjal dengan penurunan fungsi ginjal yang

ringan

c. Stadium 3 kerusakan ginjal dengan penurunan yang sedang fungsi

ginjal

d. Stadium 4 kerusakan ginjal dengan penurunan berat fungsi ginjal

e. Stadium 5 adalah gagal ginjal.

Gagal Ginjal Kronik Page 3

Page 4: bab 1

Penyebab Gagal Ginjal Kronik

Penyebab GGK dapat dibagi dalam 3 kelompok yaitu:

1. Penyebab pre-renal: berupa gangguan aliran darah kearah ginjal sehingga

ginjal kekurangan suplai darah kurang oksigen dengan akibat lebih lanjut

jaringan ginjal mengalami kerusakan, misal: volume darah berkurang

karena dehidrasi berat atau kehilangan darah dalam jumlah besar,

berkurangnya daya pompa jantung, adanya sumbatan/hambatan aliran

darah pada arteri besar yang kearah ginjal, dsb.

2. Penyebab renal: berupa gangguan/kerusakan yang mengenai jaringan

ginjal sendiri, misal: kerusakan akibat penyakit diabetes mellitus (diabetic

nephropathy), hipertensi (hypertensive nephropathy), penyakit sistem

kekebalan tubuh seperti SLE (Systemic Lupus Erythematosus),

peradangan, keracunan obat, kista dalam ginjal, berbagai gangguan aliran

darah di dalam ginjal yang merusak jaringan ginjal, dll

Gagal Ginjal Kronik Page 4

Page 5: bab 1

3. Penyebab post renal: berupa gangguan/hambatan aliran keluar (output)

urin sehingga terjadi aliran balik urin kearah ginjal yang dapat

menyebabkan kerusakan ginjal, misal: akibat adanya sumbatan atau

penyempitan pada  saluran pengeluaran urin antara ginjal sampai ujung

saluran kencing, contoh: adanya batu pada ureter sampai urethra,

penyempitan akibat saluran tertekuk, penyempitan akibat pembesaran

kelenjar prostat, tumor, dsb.

2.2 Patofisiologi dari Gagal Ginjal Kronik

Penurunan fungsi ginjal yang progresif tetap berlangsung terus meskipun

penyakit primernya telah diatasi atau telah terkontrol. Hal ini menunjukkan

adanya mekanisme adaptasi sekunder yang sangat berperan pada kerusakan

yang sedang berlangsung pada penyakit ginjal kronik. Bukti lain yang

menguatkan adanya mekanisme tersebut adalah adanya gambaran histologik

ginjal yang sama pada penyakit ginjal kronik yang disebabkan oleh penyakit

primer apapun. Perubahan dan adaptasi nefron yang tersisa setelah kerusakan

ginjal yang awal akan menyebabkan pembentukan jaringan ikat dan kerusakan

nefron yang lebih lanjut. Demikian seterusnya keadaan ini berlanjut

menyerupai suatu siklus yang berakhir dengan gagal ginjal terminal.

Patofisiologi penyakit ginjal kronik pada awalnya tergantung pada

penyakit yang mendasarinya, tapi dalam perkembangan selanjutnya proses

yang terjadi kurang lebih sama. Terdapat dua pendekatan teroritis untuk

menjelaskan mekanisme kerusakan nefron ginjal lebih lanjut sehingga

menjadi gagal ginjal kronik yaitu :

1. Teori lama atau Tradisi

Teori ini menjelaskan bahwa semua unit nefron telah terserang

penyakit,namun dalam stadium yang berbeda-beda dan bagian-bagian

Gagal Ginjal Kronik Page 5

Page 6: bab 1

spesifik dari nefron yang berkaitan dengan fungsi tertentu dapat saja benar-

benar rusak atau terganggu strukturnya. Misalnya lesi organik pada medulla

ginjal akan merusak susunan anatomis dari ansa henle atau pompa klorida

pars ashcenden ansa henle.

2. Hipotensis Briker atau Nefron yang utuh.

Hipotensis ini menjelaskan bahwa bila satu nefron terserang penyakit

maka keseluruh unit dari nefron tersebut akan hancur. Akibatnya nefron-

nefron yang masih normal akan bekerja ekstra keras untuk mengkompensasi

nefron-nefron yang rusak agar ginjal tetap bekerja optimal. Kerja ekstra dari

ginjal ini yang mengakibatkan peningkatan jumlah nefron yang  rusak dan

berkembang menjadi Gagal ginjal kronik.

Pada stadium yang paling dini penyakit ginjal kronik terjadi kehilangan

daya cadang ginjal (renanal reserve), pada keadaan mana basal LFG masih

normal atau malah meningkat. Kemudian secara perlahan tapi pasti akan

terjadi penurunan fungsi nefron yang progresif, yang ditandai dengan

peningkatan kadar ureum dan kreatinin serum. Sampai pada LFG sebesar

60%, pasien masih belum merasakan keluhan (asimtomatik), tapi sudah

terjadi peningkatan kadar urea dan kreatinin serum. Sampai pada LFG sebesar

30%, mulai terjadi keluhan pada pasien seperti nokturia, badan lemah, mual,

nafsu makan kurang dan penurunan berat badan. Sampai pada LFG di bawah

30%, pasien memperlihatkan gejala dan tanda uremia yang nyata seperti

anemia, peningkatan tekanan darah, gangguan metabolisme fosfor dan

kalsium, pruritus, mual, muntah dan lain sebagainya. Pasien juga mudah

terkena infeksi seperti infeksi saluran kemih, infeksi saluran napas, maupun

infeksi saluran cerna. Juga akan terjadi gangguan keseimbangan air seperti

hipo atau hipervolemia, gangguan keseimbangan elektrolit antara lain natrium

dan kalium. Pada LFG dibawah 15% akan terjadi gejala dan komplikasi yang

lebih serius, dan pasien sudah memerlukan terapi pengganti ginjal (renal

Gagal Ginjal Kronik Page 6

Page 7: bab 1

replacement therapy) antara lain dialisis atau transplantasi ginjal. Pada

keadaan ini pasien dikatakan sampai pada stadium gagal ginjal.

Perjalanan umum gagal ginjal progresif dapat dibagi menjadi 3 stadium :

Stadium I

Penurunan cadangan ginjal (faal ginjal antar 40 % – 75 %). Tahap inilah

yang paling ringan, dimana faal ginjal masih baik. Pada tahap ini penderita ini

belum merasasakan gejala gejala dan pemeriksaan laboratorium faal ginjal

masih dalam masih dalam batas normal. Selama tahap ini kreatinin serum dan

kadar BUN (Blood Urea Nitrogen) dalam batas normal dan penderita

asimtomatik. Gangguan fungsi ginjal mungkin hanya dapat diketahui dengan

memberikan beban kerja yang berat, sepersti tes pemekatan kemih yang lama

atau dengan mengadakan test GFR yang teliti.

Stadium II

Insufiensi ginjal (faal ginjal antar 20 % – 50 %). Pada tahap ini penderita

dapat melakukan tugas tugas seperti biasa padahal daya dan konsentrasi

ginjaL menurun. Pada stadium ini pengobatan harus cepat daloam hal

mengatasi kekurangan cairan, kekurangan garam, gangguan jantung dan

pencegahan pemberian obat obatan yang bersifat menggnggu faal ginjal. Bila

langkah langkah ini dilakukan secepatnya dengan tepat dapat mencegah

penderita masuk ketahap yang lebih berat. Pada tahap ini lebih dari 75 %

jaringan yang berfungsi telah rusak. Kadar BUN baru mulai meningkat diatas

batas normal. Peningkatan konsentrasi BUN ini berbeda beda, tergantung dari

kadar protein dalam diit.pada stadium ini kadar kreatinin serum mulai

meningkat melebihi kadar normal.

Gagal Ginjal Kronik Page 7

Page 8: bab 1

Insufiensi ginjal (faal ginjal antar 20 % – 50 %). Pada tahap ini penderita

dapat melakukan tugas tugas seperti biasa padahal daya dan konsentrasi

ginjaL menurun. Pada stadium ini pengobatan harus cepat daloam hal

mengatasi kekurangan cairan, kekurangan garam, gangguan jantung dan

pencegahan pemberian obat obatan yang bersifat menggnggu faal ginjal. Bila

langkah langkah ini dilakukan secepatnya dengan tepat dapat mencegah

penderita masuk ketahap yang lebih berat. Pada tahap ini lebih dari 75 %

jaringan yang berfungsi telah rusak. Kadar BUN baru mulai meningkat diatas

batas normal. Peningkatan konsentrasi BUN ini berbeda beda, tergantung dari

kadar protein dalam diit.pada stadium ini kadar kreatinin serum mulai

meningkat melebihi kadar normal.

Poliuria akibat gagal ginjal biasanya lebih besar pada penyakit yang

terutama menyerang tubulus, meskipun poliuria bersifat sedang dan jarang

lebih dari 3 liter / hari. Biasanya ditemukan anemia pada gagal ginjal dengan

faal ginjal diantara 5 % – 25 % . faal ginjal jelas sangat menurun dan timbul

gejala gejala kekurangan darah, tekanan darah akan naik, , aktifitas penderita

mulai terganggu.

Stadium III

Uremi gagal ginjal (faal ginjal kurang dari 10 %). Semua gejala sudah

jelas dan penderita masuk dalam keadaan diman tak dapat melakukan tugas

sehari hair sebaimana mestinya. Gejal gejal yang timbul antara lain mual,

munta, nafsu makan berkurang., sesak nafas, pusing, sakit kepala, air kemih

berkurang, kurang tidur, kejang kejang dan akhirnya terjadi penurunan

kesadaran sampai koma. Stadum akhir timbul pada sekitar 90 % dari massa

nefron telah hancur. Nilai GFR nya 10 % dari keadaan normal dan kadar

kreatinin mungkin sebesar 5-10 ml / menit atau kurang.

Pada keadaan ini kreatinin serum dan kadar BUN akan meningkat dengan

sangat mencolok sebagai penurunan. Pada stadium akhir gagal ginjal,

Gagal Ginjal Kronik Page 8

Page 9: bab 1

penderita mulai merasakan gejala yang cukup parah karena ginjal tidak

sanggup lagi mempertahankan homeostatis caiaran dan elektrolit dalam

tubuh. Penderita biasanya menjadi oliguri (pengeluaran kemih) kurang dari

500/ hari karena kegagalan glomerulus meskipun proses penyakit mula mula

menyerang tubulus ginjal, kompleks menyerang tubulus gijal, kompleks

perubahan biokimia dan gejala gejala yang dinamakan sindrom uremik

mempengaruhi setiap sistem dalam tubuh. Pada stadium akhir gagal ginjal,

penderita pasti akan menggal kecuali ia mendapat pengobatan dalam bentuk

transplantasi ginjal atau dialisis.

2.3 Etiologi dari Gagal Ginjal Kronik

Dari data yang sampai saat ini dapat dikumpulkan oleh Indonesian Renal

Registry (IRR) pada tahun 2007-2008 didapatkan urutan etiologi terbanyak

sebagai berikut glomerulonefritis (25%), diabetes melitus (23%), hipertensi

(20%) dan ginjal polikistik (10%) (Roesli, 2008).

Glomerulonefritis

Istilah glomerulonefritis digunakan untuk berbagai penyakit ginjal yang

etiologinya tidak jelas, akan tetapi secara umum memberikan gambaran

histopatologi tertentu pada glomerulus (Markum, 1998). Berdasarkan sumber

terjadinya kelainan, glomerulonefritis dibedakan primer dan sekunder.

Glomerulonefritis primer apabila penyakit dasarnya berasal dari ginjal sendiri

sedangkan glomerulonefritis sekunder apabila kelainan ginjal terjadi akibat

penyakit sistemik lain seperti diabetes melitus, lupus eritematosus sistemik

(LES), mieloma multipel, atau amiloidosis (Prodjosudjadi, 2006). Gambaran

klinik glomerulonefritis mungkin tanpa keluhan dan ditemukan secara

kebetulan dari pemeriksaan urin rutin atau keluhan ringan atau keadaan

darurat medik yang harus memerlukan terapi pengganti ginjal seperti dialisis

(Sukandar, 2006).

Gagal Ginjal Kronik Page 9

Page 10: bab 1

2.4 Klasifikasi Gagal Ginjal Konik

Klasifikasi penyakit ginjal kronik didasarkan atas dua hal yaitu atas dasar

derajat (stage) penyakit dan dasar diagnosis etiologi. Klasifikasi atas dasar

derajat penyakit dibuat atas dasar LFG yang dihitung dengan mempergunakan

rumus Kockcorft-Gault sebagai berikut : 1

LFG (ml/menit/1,73m²) = (140-umur) x berat badan / 72x kreatinin plasma

(mg/dl)*)

*) pada perempuan dikalikan 0,85 dan laki-laki dikalikan 1.

Klasifikasi tersebut tampak pada tabel 1

Tabel 1. Klasifikasi Penyakit Ginjal Kronik atas Dasar Derajat Penyakit 1

Derajat                                    Penjelasan  

LFG(ml/mnt/1,73m²)

1                   Kerusakan ginjal dengan LFG normal atau ↑                    > 90

2                   Kerusakan ginjal dengan LFG↓ ringan                              60-89

3                   Kerusakan ginjal dengan LFG↓ sedang                            30-59

4                   Kerusakan ginjal dengan LFG↓ berat                               15- 29

5                   Gagal ginjal                                                                     < 15 atau

dialisis

 

Klasifikasi atas dasar diagnosis tampak pada tabel 2

Tabel 2. Klasifikasi Penyakit Ginjal Kronik atas dasar Diagnosis Etiologi

Penyakit                                                            Tipe mayor (contoh)

Penyakit ginjal diabetes                                    Diabetes tipe 1 dan 2

Penyakit ginjal non diabetes              Penyakit glomerular (penyakit otoimun,  

Gagal Ginjal Kronik Page 10

Page 11: bab 1

infeksi sistemik, obat, neoplasia)

Penyakit vascular (penyakit pembuluh darah besar, hipertensi, mikroangiopati)

Penyakit tubulointerstitial (pielonefritis kronik, batu, obstruksi, keracunan obat)

Penyakit kistik (ginjal polikistik)

Penyakit pada transplantasi               Rejeksi kronik

Keracunanobat(siklosporin/takrolimus)

Penyakit recurrent (glomerular)

Transplant glomerulopathy

2.5 Diagnosis Gagal Ginjal Kronik

Pendekatan diagnosis gagal ginjal kronik (GGK) mempunyai sasaran

berikut:

a. Memastikan adanya penurunan faal ginjal (LFG)

b. Mengejar etiologi GGK yang mungkin dapat dikoreksi

c. Mengidentifikasi semua faktor pemburuk faal ginjal (reversible

factors)

d. Menentukan strategi terapi rasional

e. Meramalkan prognosis

Pendekatan diagnosis mencapai sasaran yang diharapkan bila dilakukan

pemeriksaan yang terarah dan kronologis, mulai dari anamnesis, pemeriksaan

fisik diagnosis dan pemeriksaan penunjang diagnosis rutin dan khusus

2.6 Pencegahan Gagal Ginjal Kronik

Pencegahan Primordial

Gagal Ginjal Kronik Page 11

Page 12: bab 1

Upaya ini dilakukan dengan cara menciptakan kondisi pada masyarakat yang

memungkinkan penyakit GGK tidak mendapat dukungan dari kebiasaan, gaya

hidup dan faktor risiko lainnya. Pada prinsipnya upaya pencegahan primordial

yang dapat dilakukan adalah melakukan penyesuaian terhadap risiko yang ada

dalam masyarakat dengan cara membentuk pola fikir masyarakat agar

mengatur pola makan yang sehat dan minum air yang banyak (Jumlah yang

dianjurkan adalah 2 liter per hari) agar terjaga kesehatan ginjal.

Pencegahan Primer

Pencegahan primer merupakan upaya yang dilakukan pada orang yang

mempunyai risiko agar tidak terjadi gagal ginjal kronik. Orang yang berisiko

tinggi untuk mengalami kerusakan ginjal adalah penderita diabetes, hipertensi,

pasien dengan proteinuria dan lainnya.

Pencegahan primer yang dapat dilakukan adalah :

1. Mengatur pola konsumsi protein.

2. Sedikit mengkonsumsi garam. Pola konsumsi garam yang tinggi

akan meningkatkan ekskresi kalsium dalam air kemih yang

dapat menumpuk dan

membentuk kristal.

3. Mengurangi makanan yang mengandung kolesterol tinggi.

Pencegahan Sekunder

Pencegahan sekunder merupakan upaya yang dilakukan untuk mencegah

orang yang telah sakit agar sembuh, menghambat progresifitas penyakit dan

menghindarkan komplikasi. Pencegahan sekunder dapat dilakukan dengan

cara mendeteksi penyakit secara dini dan pengobatan secara cepat dan tepat.

2.7 Penatalaksanaan terapi Gagal Ginjal Kronik

1. Terapi konservatif

Tujuan dari terapi konservatif adalah mencegah memburuknya faal ginjal

secara progresif, meringankan keluhan-keluhan akibat akumulasi toksin

Gagal Ginjal Kronik Page 12

Page 13: bab 1

azotemia, memperbaiki metabolisme secara optimal dan memelihara

keseimbangan cairan dan elektrolit (Sukandar, 2006).

a. Peranan diet

Terapi diet rendah protein (DRP) menguntungkan untuk mencegah

atau mengurangi toksin azotemia, tetapi untuk jangka lama dapat

merugikan terutama gangguan keseimbangan negatif nitrogen.

b. Kebutuhan jumlah kalori

Kebutuhan jumlah kalori (sumber energi) untuk GGK harus adekuat

dengan tujuan utama, yaitu mempertahankan keseimbangan positif

nitrogen, memelihara status nutrisi dan memelihara status gizi.

c. Kebutuhan cairan

Bila ureum serum > 150 mg% kebutuhan cairan harus adekuat

supaya jumlah diuresis mencapai 2 L per hari.

d. Kebutuhan elektrolit dan mineral

Kebutuhan jumlah mineral dan elektrolit bersifat individual

tergantung dari LFG dan penyakit ginjal dasar (underlying renal

disease).

2. Terapi simtomatik

a. Asidosis metabolik

Asidosis metabolik harus dikoreksi karena meningkatkan serum

kalium (hiperkalemia). Untuk mencegah dan mengobati asidosis

metabolik dapat diberikan suplemen alkali. Terapi alkali (sodium

bicarbonat) harus segera diberikan intravena bila pH ≤ 7,35 atau

serum bikarbonat ≤ 20 mEq/L.

b. Anemia

Transfusi darah misalnya Paked Red Cell (PRC) merupakan salah

satu pilihan terapi alternatif, murah, dan efektif. Terapi pemberian

Gagal Ginjal Kronik Page 13

Page 14: bab 1

transfusi darah harus hati-hati karena dapat menyebabkan kematian

mendadak.

c. Keluhan gastrointestinal

Anoreksi, cegukan, mual dan muntah, merupakan keluhan yang

sering dijumpai pada GGK. Keluhan gastrointestinal ini merupakan

keluhan utama (chief complaint) dari GGK. Keluhan gastrointestinal

yang lain adalah ulserasi mukosa mulai dari mulut sampai anus.

Tindakan yang harus dilakukan yaitu program terapi dialisis adekuat

dan obat-obatan simtomatik.

d. Kelainan kulit

Tindakan yang diberikan harus tergantung dengan jenis keluhan

kulit.

e. Kelainan neuromuskular

Beberapa terapi pilihan yang dapat dilakukan yaitu terapi

hemodialisis reguler yang adekuat, medikamentosa atau operasi

subtotal paratiroidektomi.

f. Hipertensi

Pemberian obat-obatan anti hipertensi.

g. Kelainan sistem kardiovaskular

Tindakan yang diberikan tergantung dari kelainan kardiovaskular

yang diderita.

3. Terapi pengganti ginjal

Terapi pengganti ginjal dilakukan pada penyakit ginjal kronik

stadium 5, yaitu pada LFG kurang dari 15 ml/menit. Terapi tersebut dapat

berupa hemodialisis, dialisis peritoneal, dan transplantasi ginjal (Suwitra,

2006).

a. Hemodialisis

Gagal Ginjal Kronik Page 14

Page 15: bab 1

Tindakan terapi dialisis tidak boleh terlambat untuk mencegah

gejala toksik azotemia, dan malnutrisi. Tetapi terapi dialisis tidak

boleh terlalu cepat pada pasien GGK yang belum tahap akhir akan

memperburuk faal ginjal (LFG). Indikasi tindakan terapi dialisis,

yaitu indikasi absolut dan indikasi elektif. Beberapa yang termasuk

dalam indikasi absolut, yaitu perikarditis, ensefalopati/neuropati

azotemik, bendungan paru dan kelebihan cairan yang tidak responsif

dengan diuretik, hipertensi refrakter, muntah persisten, dan Blood

Uremic Nitrogen (BUN) > 120 mg% dan kreatinin > 10 mg%.

Indikasi elektif, yaitu LFG antara 5 dan 8 mL/menit/1,73m², mual,

anoreksia, muntah, dan astenia berat (Sukandar, 2006).

Hemodialisis di Indonesia dimulai pada tahun 1970 dan sampai

sekarang telah dilaksanakan di banyak rumah sakit rujukan.

Umumnya dipergunakan ginjal buatan yang kompartemen darahnya

adalah kapiler-kapiler selaput semipermiabel (hollow fibre kidney).

Kualitas hidup yang diperoleh cukup baik dan panjang umur yang

tertinggi sampai sekarang 14 tahun. Kendala yang ada adalah biaya

yang mahal (Rahardjo, 2006).

b. Dialisis peritoneal (DP)

Akhir-akhir ini sudah populer Continuous Ambulatory Peritoneal

Dialysis (CAPD) di pusat ginjal di luar negeri dan di Indonesia.

Indikasi medik CAPD, yaitu pasien anak-anak dan orang tua (umur

lebih dari 65 tahun), pasien-pasien yang telah menderita penyakit

sistem kardiovaskular, pasien-pasien yang cenderung akan

mengalami perdarahan bila dilakukan hemodialisis, kesulitan

pembuatan AV shunting, pasien dengan stroke, pasien GGT (gagal

ginjal terminal) dengan residual urin masih cukup, dan pasien

nefropati diabetik disertai co-morbidity dan co-mortality. Indikasi

non-medik, yaitu keinginan pasien sendiri, tingkat intelektual tinggi

Gagal Ginjal Kronik Page 15

Page 16: bab 1

untuk melakukan sendiri (mandiri), dan di daerah yang jauh dari

pusat ginjal (Sukandar, 2006).

c. Transplantasi ginjal

Transplantasi ginjal merupakan terapi pengganti ginjal (anatomi dan

faal). Pertimbangan program transplantasi ginjal, yaitu:

a) Cangkok ginjal (kidney transplant) dapat mengambil alih

seluruh (100%) faal ginjal, sedangkan hemodialisis hanya

mengambil alih 70-80% faal ginjal alamiah

b) Kualitas hidup normal kembali

c) Masa hidup (survival rate) lebih lama

d) Komplikasi (biasanya dapat diantisipasi) terutama

berhubungan dengan obat imunosupresif untuk mencegah

reaksi penolakan

e) Biaya lebih murah dan dapat dibatasi

2.8 Manifestasi klinis Gagal Ginjal Kronik

Manifestasi klinik gagal ginjal kronik berat disertai sindrom

azotemia sangat kompleks, meliputi kelainan-kelainan berbagai organ seperti:

kelainan hemopoeisis, saluran cerna, mata, kulit, selaput serosa, kelainan

neuropsikiatri dan kelainan kardiovaskular (Sukandar, 2006).

a. Kelainan hemopoeisis

Anemia normokrom normositer dan normositer (MCV 78-94 CU),

sering ditemukan pada pasien gagal ginjal kronik. Anemia yang terjadi sangat

bervariasi bila ureum darah lebih dari 100 mg% atau bersihan kreatinin

kurang dari 25 ml per menit.

b. Kelainan saluran cerna

Mual dan muntah sering merupakan keluhan utama dari sebagian

pasien gagal ginjal kronik terutama pada stadium terminal. Patogenesis mual

dam muntah masih belum jelas, diduga mempunyai hubungan dengan

Gagal Ginjal Kronik Page 16

Page 17: bab 1

dekompresi oleh flora usus sehingga terbentuk amonia. Amonia inilah yang

menyebabkan iritasi atau rangsangan mukosa lambung dan usus halus.

Keluhan-keluhan saluran cerna ini akan segera mereda atau hilang setelah

pembatasan diet protein dan antibiotika.

c. Kelainan mata

Visus hilang (azotemia amaurosis) hanya dijumpai pada sebagian

kecil pasien gagal ginjal kronik. Gangguan visus cepat hilang setelah

beberapa hari mendapat pengobatan gagal ginjal kronik yang adekuat,

misalnya hemodialisis. Kelainan saraf mata menimbulkan gejala nistagmus,

miosis dan pupil asimetris. Kelainan retina (retinopati) mungkin disebabkan

hipertensi maupun anemia yang sering dijumpai pada pasien gagal ginjal

kronik. Penimbunan atau deposit garam kalsium pada conjunctiva

menyebabkan gejala red eye syndrome akibat iritasi dan hipervaskularisasi.

Keratopati mungkin juga dijumpai pada beberapa pasien gagal ginjal kronik

akibat penyulit hiperparatiroidisme sekunder atau tersier.

d. Kelainan kulit

Gatal sering mengganggu pasien, patogenesisnya masih belum

jelas dan diduga berhubungan dengan hiperparatiroidisme sekunder. Keluhan

gatal ini akan segera hilang setelah tindakan paratiroidektomi. Kulit biasanya

kering dan bersisik, tidak jarang dijumpai timbunan kristal urea pada kulit

muka dan dinamakan urea frost

e. Kelainan selaput serosa

Kelainan selaput serosa seperti pleuritis dan perikarditis sering

dijumpai pada gagal ginjal kronik terutama pada stadium terminal. Kelainan

selaput serosa merupakan salah satu indikasi mutlak untuk segera dilakukan

dialisis.

f. Kelainan neuropsikiatri

Beberapa kelainan mental ringan seperti emosi labil, dilusi,

insomnia, dan depresi sering dijumpai pada pasien gagal ginjal kronik.

Kelainan mental berat seperti konfusi, dilusi, dan tidak jarang dengan gejala

psikosis juga sering dijumpai pada pasien GGK. Kelainan mental ringan atau

Gagal Ginjal Kronik Page 17

Page 18: bab 1

berat ini sering dijumpai pada pasien dengan atau tanpa hemodialisis, dan

tergantung dari dasar kepribadiannya (personalitas).

g. Kelainan kardiovaskular

Patogenesis gagal jantung kongestif (GJK) pada gagal ginjal kronik

sangat kompleks. Beberapa faktor seperti anemia, hipertensi, aterosklerosis,

kalsifikasi sistem vaskular, sering dijumpai pada pasien gagal ginjal kronik

terutama pada stadium terminal dan dapat menyebabkan kegagalan faal

jantung.

2.9 Penyelesaian kasus !

Pasien bpk M usia 53 th datang kerumah sakit dengan keluhan udem dikaki,

kepala dan pinggang nyeri. Hasil pemeriksaan menunjukkan nilai SrCr= 5,7 ;

k=4,0 ; TD= 190/80mmHg. Diagnosis GGK stadium V + HD pasien

diberikan :

Furosemind inj 10 mg 1x1

Ketorolac 40 mg 2x1

Ranitidin inj 50mg 2x1

As. Folat 5mg 3x1

Vit. B12 1000ug 3x1

Analisis/pembahasan

Subjective

Bapak M usia 53 tahun.

udem di kaki, kepala dan pingang nyeri

Objective

SrCr : 5,7

Gagal Ginjal Kronik Page 18

Page 19: bab 1

K : 4,0

TD : 190/80 mmHg

Assesment

Dari data subjective dan objective tersebut pasien didiagnosa Gagal

Ginjal Krinik stadium V dan HD dengan LGF = 11,4 %

LGF = 186 ( serum creatinin ) -1,154 X ( usia ) -0,203

= 186 ( 5,7 ) -1,154 X ( 53 ) -0,203

= 11,4 %

Plan

Furosemid inj 10 mg 1x1

Ketorolac 40 mg 2x1

Ranitidine inj 50 mg 2x1

Asam folat 5 mg 3x1

Vit. B12 1000 µg 3x1

Pemilihan obat terpilih

Terapi farmakologi

- Furosemid inj 20 mg 1 x 1

- Ranitidin inj 50 mg 2 x 1

- Asam folat 5 mg 3 x 1

- Vit B12 1000μg 3 x 1

1. Furosemid inj

Supportive measure pada saluran edema otak untuk pengobatan

hipertensi ringan dan sedang. Furosemide dapat berfungsi sebagai obat

golongan diuretik yang meningkatkan ekskresi cairan dari tubuh. Pada

orang yang menderita kerusakan ginjal, tingginya cairan tubuh dapat

menyebabkan edema atau penumpukan cairan pada tubuh.  Efek samping

Gagal Ginjal Kronik Page 19

Page 20: bab 1

paling berbahaya adalah meningkatkan toksisitas obat digitalis pada pasien

dalam keadaan hipokalemia.

Alasan pemilihan obat ini adalah karena adanya udem yang

meretensi Na dan air yang harus di keluarkan sehingga udem yang dialami

pasien juga berkurang. Furosemide juga dapat menyebaban kelainan

metabolik berupa alkalosis metabolik, alkalosis metabolik ini disebabkan

keadaan hipokloremia dan hipokalemi yang dihubunkan dengan

penggunaan obat ini. Furosemid mempunyai daya menghambat enzim

karbonik anhidrase karena keduanya merupakan derivat sufonamid, seperti

juga tiazid dan asetozolamid, tetapi aktivitasnya terlalu lemah untuk

menyebabkan diuresis di tubuli proksimal. Asam etakrinat tidak

menghambat enzim karbonik anhidrase.

Obat ini juga menyebabkan meningkatnya ekskresi K+ dan kadar

asam urat plasma, mekanismenya kemungkinan besar sama dengan tiazid.

Ekskresi Ca++ dan Mg++ juga ditingkatkan sebanding dengan peninggian

ekskresi Na.Berbeda dengan tiazid,Golongan ini tidak meningkatkan

reabsorpsi ca++ di tubuh distal. Berdasarkan atas efek kalsiuria golongan

diuretik kuat digunakan untuk pengobatan simtomatik hiperkalsemia.

Dosis furosemid yang digunakan diganti dari dosis 10 mg menjadi dosis

20 mg, karena dosis 20 mg yang akan memberikan efek.

2. Ranitidin inj

Ranitidine adalah suatu histamin antagonis reseptor H2 yang

menghambat kerja histamin secara kompetitif pada reseptor H2 dan

mengurangi sekresi asam lambung. Pada pemberian i.m./i.v. Kadar dalam

serum yang diperlukan untuk menghambat 50% perangsangan sekresi

asam lambung adalah 36–94 mg/mL. Kadar tersebut bertahan selama 6–8

jam.  Ranitidine diabsorpsi 50% setelah pemberian oral. Konsentrasi

puncak plasma dicapai 2–3 jam setelah pemberian dosis 150 mg. Absorpsi

tidak dipengaruhi secara nyata oleh makanan dan antasida. Waktu paruh 2

½–3 jam pada pemberian oral, Ranitidine diekskresi melalui urin.

Gagal Ginjal Kronik Page 20

Page 21: bab 1

Diindikasikan untuk ulkus duodenum, ulkus lambung, kondisi hipersekresi

gastrointestinal (GI) patologikal.

3. Asam Folat

Pemberian asam folat harus disertai perhatian pada pasien dengan

anemia yang tidak didiagnosa karena asam folat dapat menyebabkan

diagnosa yang tidak jelas dari anemia pernikius dengan cara meningkatkan

manifestasi respon hematologi terhadap penyakit ini, yang menyebabkan

komplikasi neurologis meningkat. Defisnisi asam folat dan anemia

makrositik dapat terjadi pada pasien dengan asupan protein yang rendah

sejak diet dari pasien .

Asam folat hilang masuk ke dialisat dari darah. Oleh karena itu,

defisiensi asam folat dan anemia makrositik dapat terjadi pada pasien

dengan asupan protein yang rendah sejak diet dari pasien dialisis reguler

yaitu bebas dan biasanya mengandung asam folat yang cukup, defisiensi

asam folat dan kebutuhan untuk suplementasi asam folat oral tidak

diperlukan. Akhirnya, dokter harus lebih hati-hati dalam terapi darah

ekstrakorporeal yang membawa resiko potensial yang didominasi oleh

darah yang terkontaminasi dan kompartemen dialisat seperti logam dan

kimia, yang dapat menyebabkan kerusakkan sel darah merah dan

hemolisis.

4. Vit B12

Sama seperti asam folat,vitamin B12 juga diberikan sebagai suplement

kana pada kasus gangguan ginjal kronik selalu disertai anemia.

Terapi non Farmakologi

Dianjurkan melakukan diaisis. Dialisis (cuci darah) dilakukan dengan

frekuensi minimal 2-3 kali seminggu, lamanya cuci darah minimal 4-5

jam untuk setiap kali tindakan. Dialisis dilakukan pada gagal ginjal

kronis pada stadium akhir dimana GFR nya < 15 ml/menit.

Gagal Ginjal Kronik Page 21

Page 22: bab 1

Cukup asupan cairan (cukup minum) menurut keadaan ginjal dan

jumlah produksi air seni. Biasanya cairan yang diperlukan tubuh

berkisar antara 1500-2000 ml per hari. Jika jumlah air seni berkurang,

pemberian cairan dilakukan berdasarkan jumlah urine ditambah

kehilangan air yang tidak terlihat seperti melalui tinja, keringat dan

paru-paru.

Diet rendah protein untuk pasien yang menjalani cuci darah secara

kontinue. Menghitung asupan protein bisa dilakukan dengan berat

badan yang sebenarnya atau BB tanpa edema dikalikan dengan 1,2 g

protein/hari (untuk pasien cuci darah).

Monitoring dan Follow up

Yang harus di monitoring dan follow up pada pasien gagal ginjal

kronik adalah :

Asupan protein pada pasien gagal ginjal kronik. Asupan protein

cukup 1-1,2 gr/kg BB/hari, untuk menjaga keseimbangan nitrogen

dan kehilangan protein selama didialisis.

Pemeriksaan tekanan darah. Tekanan darah yang tinggi dapat

memperburuk keadaan ginjal.

Pemeriksaan kadar ureum. Kadar ureum dalam serum

mencerminkan keseimbangan antara produksi dan ekskresi.

Metode penetapan adalah dengan mengukur nitrogen hasil

penetapan disebut sebagai nitrogen ureum dalam darah (Blood

Urea Nitrogen, BUN). Dalam serum normal konsentrasi BUN

adalah 8-25 mg/dl.

Pemeriksaan kreatinin. Jumlah kreatinin yang disusun sebanding

dengan massa otot rangka; kegiatan otot tidak banyak

mempengaruhi. Nilai rujukan untuk pria adalah 0,6 – 1,3 mg/dl dan

untuk wanita 0,5 – 1 mg/dl serum.

Gagal Ginjal Kronik Page 22

Page 23: bab 1

KIE

Pasien bapak M menderita gagal ginjal kronik diberikan obat sebagai

berikut :

Furosemid inj 20 mg 1 x 1

Famotidin inj 20 mg 2 x 1

As. Folat 5mg 3 x 1

Vit B12 100 mg 3 x 1

Libatkan keluarga dalam pengobatan bapak M karena usianya

sudah tua.

Penjelasana mengenai aturan pakai, tempat penyimpanan, dan

efek samping obat.

Gagal Ginjal Kronik Page 23

Page 24: bab 1

BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Gagal ginjal kronik adalah kerusakan ginjal yang terjadi selama

lebih dari 3 bulan, berdasarkan kelainan patologis atau petanda kerusakan

ginjal seperti proteinuria.

Pada pasien dengan penyakit ginjal kronik, klasifikasi stadium

ditentukan oleh nilai laju filtrasi glomerulus, yaitu stadium yang lebih

tinggi menunjukkan nilai laju filtrasi glomerulus yang lebih rendah.

3.2 Saran

Penyusun menyadari pembuatan makalah ini masih jauh dari

kesempurnaan, oleh karena itu penyusun mengharapkan kritik dan saran

dari pembaca, demi kesempurnaan makalah ini. Akhir kata penyusun

ucapkan terimakasih.

Gagal Ginjal Kronik Page 24

Page 25: bab 1

DAFTAR PUSTAKA

Abuelo JG. Normotensive ischemic acute renal failure. N Engl J Med.

2007;357:797-805.

Dipiro, J. T., Hamilton, et all, 2005, Pharmacotherapy Handbook, McGraw Hill,

New York.

Mehta RL, Kellum JA, Shah SV, Molitoris BA, Ronco C, Warnoc DG, et al.

Acute kidney injury network: report of an initiative to improve

outcomes in acute kidney injury. Critical Care. 2007,11:R31.

Sukandar, E ,dkk ,2009,”isofarmakoterapi”,PT.ISFIPenerbitan, Jakarta.

Gagal Ginjal Kronik Page 25