askep dhf pada anak oleh kelompok 11.docx
DESCRIPTION
Stikes Darussalam LhokseumaweTRANSCRIPT
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Sampai saat ini telah di ketahui beberapa nyamuk sebagai vector
dengue, walaupun Ae.aegypti di perkirakan sebagai vector utama penyakit
dengue hemorrahagic fever (DHF), pengamatan epidemiologis dan percobaan
penularan di laboratorium membuktikan bahwa Ae.Scuttelaris dan
Ae.Polinesiensis yang terdapat di kepulauan pasifik selatan dapat menjadi
vector demam dengue. Di kepulauan Rotuma di daerah Fiji padawa itu terjadi
wabah demam dengue pada tahun 1971 – 1972. Ae.retumae di laporkan satu-
satunya vector yang ditemukan. Di pulauponape, kepulauan caroline sebelah
timur pada tahun 1974 terjadi letupan wabah dengue; virus dengue tipe 1 telah
berhasil diisolasi pada stadium akut dari darah penderita dan ternyata
Ae.hakansoni merupakan vektornya. Ae, cooki di duga merupakan vector
pada waktu terjadi pada wabah demam dengue di niue.
Di Indonesia, walaupun vector DHF belum di selidiki secara luas.
Ae.Aegypti diperkirakan sebagai vector terpenting di daerah perkotaan,
sedangkan Ae.albopictus di daerah pedesaan.
Di Indonesia Dengue Hemorrhagic Fever pertama kali di curigai di
Surabaya pada tahun 1968, tetapi konfirmasi virology baru di peroleh pada
tahun 1970. Setelah itu berturut-turut di laporkan kasus dari kota di Jawa
maupun dari luar Jawa, dan pada tahun 1994 telah menyebar keseluruh
propinsi yang ada. Pada saat ini Dengue Hemorrhagic Fever sudah endemis di
banyak kota besar, bahkan sejak 1975 penyakit ini telah berjangkit di daerah
pedesaan. Oleh karena itu sudah seharusnya semua tenaga medis yang bekerja
di Indonesia untuk mampu mengenali dan mendiagnosisnya, kemudian dapat
melakukan penatalaksanaan, sehingga angka kematian akibat Demam
Berdarah Dengue dapat ditekan.
1
Infeksi virus dengue pada manusia terutama pada anak mengakibatkan
suatu spectrum manifestasi klinis yang bervariasi antara penyakit ringan (mild
undifferentiated febrile illness), dengue fever, dengue hemorrhagic fever
(DHF) dan dengue shock syindrome (DSS); yang terakhir dengan mortalitas
tinggi di sebabkan renjatan dan perdarahan hebat . gambaran manifestasi klinis
yang bervariasi ini dapat di samakan dengan sebuah gunung es. DHF dan DSS
sebagai kasus - kasus yang dirawat di rumah sakit merupakan puncak gunung
es yang kelihatan di atas permukaan laut, sedangkan kasus - kasus dengue
ringan (demam dengue dan silent dengue infection) merupakan dasar gunung
es. Di perkirakan untuk setiap kasus renjatan yang dijumpai di Rumah sakit,
telah terjadi 150 – 200 kasus silent dengue infection.
Demam dengue adalah demam virus akut yang di sertai sakit kepala,
nyeri otot, sendi dan tulang, penurunan jumlah sel darah putih dan ruam-ruam.
Demam berdarah dengue/dengue hemorrhagic fever (DHF) adalah
demam dengue yang di sertai pembesaran hati dan manifestasi perdarahan.
Pada keadaan yang parah bisa terjadi kegagalan sirkulasi darah dan
pasien jatuh dalam syok hipovolemik akibat kebocoran plasma. Keadaan ini di
sebut dengue shock syndrome (DSS).
1.2 Tujuan
1.2.1 Tujuan umum
Setelah mengikuti seminar ini, di harapkan mahasiswa dapat
memberikana asuhan keperawatan pada anak dengan penyakit DHF
(dengue hemorrhagic fever)
1.2.2 Tujuan khusus
a. Mahasiswa dapat memahami anatomi fisiologi system hematologi
b. Mahasiswa dapat menjelaskan Definisi penyakit DHF
c. Mahasiswa dapat menjelaskan etiologi DHF
d. Mahasiswa dapat menjelaskan manifestasi klinis DHF
e. Mahasiswa dapat menjelaskan patofisiologi DHF
2
f. Mahasiswa dapat menyebutkan pemeriksaan penunjang penyakit
DHF
g. Mahasiswa dapat menjelaskan pencegahan penyakit DHF
h. Mahasiswa dapat menerapkan penatalaksanaan penyakit DHF
i. Mahasiswa dapat memberikan asuhan keperawatan pada anak
dengan penyakit DHF
3
BAB II
TINJAUAN TEORI
2.1 KONSEP DASAR DHF
2.1.1 Definisi
DHF atau dikenal dengan istilah demam berdarah adalah penyakit
yang disebabkan oleh Arbovirus ( arthro podborn virus ) dan ditularkan
melalui gigitan nyamuk Aedes (Aedes Albopictus dan Aedes Aegepty).
Dengue Haemoragic Fever (DHF) adalah penyakit demam akut
yang disertai dengan adanya manifestasi perdarahan, yang bertendensi
mengakibatkan renjatan yang dapat menyebabkan kematian (Arief
Mansjoer &Suprohaita; 2000; 419).
Dengue Haemoragic Fever (DHF) adalah infeksi akut yang
disebabkan oleh Arbovirus (arthropodborn virus) dan ditularkan melalui
gigitan nyamuk Aedes Aegypti dan Aedes Albopictus. (Ngastiyah,
1995 ; 341).
Dengue Haemoragic Fever (DHF) adalah suatu penyakit infeksi
yang disebabkan oleh virus dengue dengan tipe I – IV dengan infestasi
klinis dengan 5 – 7 hari disertai gejala perdarahan dan jika timbul
tengatan angka kematiannya cukup tinggi (UPF IKA, 1994 ; 201)
Dengue Haemoragic Fever (DHF) adalah penyakit demam yang
berlangsung akut menyerang baik orang dewasa maupun anak – anak
tetapi lebih banyak menimbulkan korban pada anak – anak berusia di
bawah 15 tahun disertai dengan perdarahan dan dapat menimbulkan
syok yang disebabkan virus dengue dan penularan melalui gigitan
nyamuk Aedes. (Soedarto, 1990 ; 36).
4
Dengue Haemoragic Fever (DHF) adalah penyakit yang terutama
terdapat pada anak dengan gejala utama demam, nyeri otot dan sendi,
dan biasanya memburuk pada dua hari pertama (Soeparman; 1987; 16).
. Dengue haemorhagic fever (DHF) adalah penyakit yang terdapat
pada anak dan orang dewasa dengan gejala utama demam, nyeri otot
dan nyeri sendi yang disertai ruam atau tanpa ruam. DHF sejenis virus
yang tergolong arbo virus dan masuk kedalam tubuh penderita melalui
gigitan nyamuk aedes aegepty (betina) (Seoparman , 1990).
Dengue haemorhagic fever (DHF) adalah penyakit yang
disebabkan oleh virus dengue sejenis virus yang tergolong arbovirus
dan masuk kedalam tubuh penderita melalui gigitan nyamuk aedes
aegepty (Christantie Efendy,1995 )
DHF adalah demam khusus yang dibawa oleh aedes aegepty dan
beberapa nyamuk lain yang menyebabkan terjadinya demam. Biasanya
dengan cepat menyebar secara efidemik. (Sir,Patrick manson,2001).
Dengue haemorhagic fever (DHF) adalah suatu penyakit akut yang
disebabkan oleh virus yang ditularkan oleh nyamuk aedes aegepty
(Seoparman, 1996).
2.1.2 Etiologi
Virus dengue
Virus dengue yang menjadi penyebab penyakit ini termasuk ke
dalam Arbovirus (Arthropodborn virus) group B, tetapi dari empat tipe
yaitu virus dengue tipe 1,2,3 dan 4 keempat tipe virus dengue tersebut
terdapat di Indonesia dan dapat dibedakan satu dari yang lainnya secara
serologis virus dengue yang termasuk dalam genus flavivirus ini
berdiameter 40 nonometer dapat berkembang biak dengan baik pada
berbagai macam kultur jaringan baik yang berasal dari sel – sel
mamalia misalnya sel BHK (Babby Homster Kidney) maupun sel – sel
Arthropoda misalnya sel aedes Albopictus. (Soedarto, 1990; 36).
5
Vektor
Virus dengue serotipe 1, 2, 3, dan 4 yang ditularkan melalui vektor
yaitu nyamuk aedes aegypti, nyamuk aedes albopictus, aedes
polynesiensis dan beberapa spesies lain merupakan vektor yang kurang
berperan.infeksi dengan salah satu serotipe akan menimbulkan antibodi
seumur hidup terhadap serotipe bersangkutan tetapi tidak ada
perlindungan terhadap serotipe jenis yang lainnya (Arief Mansjoer
&Suprohaita; 2000; 420).
Nyamuk Aedes Aegypti maupun Aedes Albopictus merupakan
vektor penularan virus dengue dari penderita kepada orang lainnya
melalui gigitannya nyamuk Aedes Aegyeti merupakan vektor penting di
daerah perkotaan (Viban) sedangkan di daerah pedesaan (rural) kedua
nyamuk tersebut berperan dalam penularan. Nyamuk Aedes
berkembang biak pada genangan Air bersih yang terdapat bejana –
bejana yang terdapat di dalam rumah (Aedes Aegypti) maupun yang
terdapat di luar rumah di lubang – lubang pohon di dalam potongan
bambu, dilipatan daun dan genangan air bersih alami lainnya ( Aedes
Albopictus). Nyamuk betina lebih menyukai menghisap darah
korbannya pada siang hari terutama pada waktu pagi hari dan senja hari.
(Soedarto, 1990 ; 37).
Host
Jika seseorang mendapat infeksi dengue untuk pertama kalinya
maka ia akan mendapatkan imunisasi yang spesifik tetapi tidak
sempurna, sehingga ia masih mungkin untuk terinfeksi virus dengue
yang sama tipenya maupun virus dengue tipe lainnya. Dengue
Haemoragic Fever (DHF) akan terjadi jika seseorang yang pernah
mendapatkan infeksi virus dengue tipe tertentu mendapatkan infeksi
ulangan untuk kedua kalinya atau lebih dengan pula terjadi pada bayi
yang mendapat infeksi virus dengue untuk pertama kalinya jika ia telah
6
mendapat imunitas terhadap dengue dari ibunya melalui plasenta.
(Soedarto, 1990 ; 38).
2.1.3 Patofisiologi
Virus akan masuk ke dalam tubuh melalui gigitan nyamuk aedes
aegypty. Pertama-tama yang terjadi adalah viremia yang mengakibatkan
penderita mengalami demam, sakit kepala, mual, nyeri otot, pegal-pegal
diseluruh tubuh, ruam atau bintik-bintik merah pada kulit (petekie),
hyperemia tenggorokan dan hal lain yang mungkin terjadi seperti
pembesaran kelenjar getah bening, pembesaran hati (Hepatomegali) dan
pembesaran limpa (Splenomegali).
Kemudian virus akan bereaksi dengan antibody dan terbentuklah
kompleks virus-antibody. Dalam sirkulasi akan mengaktivasi system
komplemen. Akibat aktivasi C3 dan C5 akan dilepas C3a dan C5a, dua
peptida yang berdaya untuk melepaskan histamine dan merupakan
mediator kuat sebagai factor meningkatnya permeabilitas dinding
kapiler pembuluh darah yang mengakibatkan terjadinya perembesan
plasma ke ruang ekstra seluler.
Perembesan plasma ke ruang ekstra seluler mengakibatkan
berkurangnya volume plasma, terjadi hipotensi, hemokonsentrasi, dan
hipoproteinemia serta efusi dan renjatan (syok). Hemokonsentrasi
(peningkatan hematokrit > 20 %) menunjukkan atau menggambarkan
adanya kebocoran (perembesan) plasma sehingga nilai hematokrit
menjadi penting untuk patokan pemberian cairan intravena.
Terjadinya trobositopenia, menurunnya fungsi trombosit dan
menurunnya faktor koagulasi (protombin dan fibrinogen) merupakan
faktor penyebab terjadinya perdarahan hebat , terutama perdarahan
saluran gastrointestinal pada DHF.
Adanya kebocoran plasma ke daerah ekstra vaskuler dibuktikan
dengan ditemukannya cairan yang tertimbun dalam rongga serosa yaitu
7
rongga peritoneum, pleura, dan pericard yang pada otopsi ternyata
melebihi cairan yang diberikan melalui infus.
Setelah pemberian cairan intravena, peningkatan jumlah trombosit
menunjukkan kebocoran plasma telah teratasi, sehingga pemberian
cairan intravena harus dikurangi kecepatan dan jumlahnya untuk
mencegah terjadinya edema paru dan gagal jantung, sebaliknya jika
tidak mendapatkan cairan yang cukup, penderita akan mengalami
kekurangan cairan yang dapat mengakibatkan kondisi yang buruk
bahkan bisa mengalami renjatan.
Jika renjatan atau hipovolemik berlangsung lama akan timbul
anoksia jaringan, metabolik asidosis dan kematian apabila tidak segera
diatasi dengan baik. Gangguan hemostasis pada DHF menyangkut 3
faktor yaitu : perubahan vaskuler, trombositopenia dan gangguan
koagulasi.
Pada otopsi penderita DHF, ditemukan tanda-tanda perdarahan
hampir di seluruh tubuh, seperti di kulit, paru, saluran pencernaan dan
jaringan adrenal.
8
2.1.4 Tanda dan Gejala
Tanda dan gejala penyakit DHF adalah :
- Meningkatnya suhu tubuh (Demam tinggi selama 5 – 7 hari
- Mual, muntah, tidak ada nafsu makan, diare, konstipasi.
- Nyeri kepala menyeluruh atau berpusat pada supra orbita, retroorbita
- Perdarahan terutama perdarahan bawah kulit, ptechie, echymosis,
hematoma.
- Epistaksis, hematemisis, melena, hematuri.
- Nyeri otot, tulang sendi, abdoment, dan ulu hati.
- Pembengkakan sekitar mata.
- Pembesaran hati, limpa, dan kelenjar getah bening.
- Tanda-tanda renjatan (sianosis, kulit lembab dan dingin, tekanan
darah menurun, gelisah, capillary refill lebih dari dua detik, nadi
cepat dan lemah).
9
2.1.5 Klasifikasi
Menurut derajat ringannya penyakit, Dengue Haemoragic Fever (DHF)
dibagi menjadi 4 tingkat (UPF IKA, 1994 ; 201) yaitu :
Derajat I
Panas 2 – 7 hari , gejala umumtidak khas, uji tourniquet hasilnya positif
Derajat II
Sama dengan derajat I di tambah dengan gejala – gejala pendarahan
spontan seperti petekia, ekimosa, epimosa, epistaksis, haematemesis,
melena, perdarahan gusi telinga dan sebagainya.
Derajat III
Penderita syok ditandai oleh gejala kegagalan peredaran darah seperti
nadi lemah dan cepat (> 120 / menit) tekanan nadi sempit (< 20 mmHg)
tekanan darah menurun (120 / 80 mmHg) sampai tekanan sistolik
dibawah 80 mmHg.
Derajat IV
Nadi tidak teraba,tekanan darah tidak terukur (denyut jantung > - 140
mmHg) anggota gerak teraba dingin, berkeringat dan kulit tampak biru.
WHO, 1986 mengklasifikasikan DHF menurut derajat penyakitnya
menjadi 4 golongan, yaitu :
- Derajat I
Demam disertai gejala klinis lain, tanpa perdarahan spontan. Panas 2-7
hari, Uji tourniquet positif, trombositipenia, dan hemokonsentrasi.
- Derajat II
Sama dengan derajat I, ditambah dengan gejala-gejala perdarahan
spontan seperti petekie, ekimosis, hematemesis, melena, perdarahan
gusi.
- Derajat III
Ditandai oleh gejala kegagalan peredaran darah seperti nadi lemah dan
cepat (>120x/mnt ) tekanan nadi sempit ( 120 mmHg ), tekanan
darah menurun, (120/80 120/100 120/110 90/70 80/70
80/0 0/0 )
10
- Derajat IV
Nadi tidak teraba, tekanan darah tidak teatur (denyut jantung
140x/mnt) anggota gerak teraba dingin, berkeringat dan kulit tampak
biru.
Derajat (WHO 1997):
Derajat I : Demam dengan test rumple leed positif.
Derajat II : Derajat I disertai dengan perdarahan spontan dikulit atau
perdarahan lain.
Derajat III : Ditemukan kegagalan sirkulasi, yaitu nadi cepat dan
lemah, tekanan nadi menurun/ hipotensi disertai dengan
kulit dingin lembab dan pasien menjadi gelisah.
Derajat IV : Syock berat dengan nadi yang tidak teraba dan tekanan
darah tidak dapat diukur.
2.1.6 Komplikasi
a. DHF mengakibatkan pendarahan pada semua organ tubuh, seperti
pendarahan ginjal, otak, jantung, paru paru, limpa dan hati.
Sehingga tubuh kehabisan darah dan cairan serta menyebabkan
kematian.
b. Ensepalopati.
c. Gangguan kesadaran yang disertai kejang.
d. Disorientasi, prognosa buruk.
2.1.7 Pemeriksaan Diagnosik
Untuk mendiagnosis Dengue Haemoragic Fever (DHF) dapat dilakukan
pemeriksaan dan didapatkan gejala seperti yang telah dijelaskan
sebelumnya juga dapat ditegakan dengan pemeriksaan laboratorium
yakni :
11
- Trombositopenia (< 100.000 / mm3) , Hb dan PCV meningkat (>
20%) leukopenia (mungkin normal atau leukositosis), isolasi virus,
serologis (UPF IKA, 1994).
- Pemeriksaan serologik yaitu titer CF (complement fixation) dan anti
bodi HI (Haemaglutination ingibition) (Who, 1998 ; 69), yang
hasilnya adalah
Pada infeksi pertama dalam fase akut titer antibodi HI adalah
kurang dari 1/20 dan akan meningkat sampai < 1/1280 pada
stadium rekovalensensi pada infeksi kedua atau selanjutnya, titer
antibodi HI dalam fase akut > 1/20 dan akan meningkat dalam
stadium rekovalensi sampai lebih dari pada 1/2560.
Apabila titer HI pada fase akut > 1/1280 maka kadang titernya
dalam stadium rekonvalensi tidak naik lagi. (UPF IKA, 1994 ;
202)
- Pada renjatan yang berat maka diperiksa : Hb, PCV berulangkali
(setiap jam atau 4-6 jam apabila sudah menunjukan tanda perbaikan)
faal haemostasis x-foto dada, elektro kardio gram, kreatinin serum.
- Laboratorium:
Trombositopenia (< 100.000/ uL) dan terjadi hemokonsentrasi lebih
dari 20%.
Secara singkat, pemeriksaan penunjang yang menunjukkan DHF :
a. Darah
1) Trombosit menurun.
2) HB meningkat lebih 20 %
3) HT meningkat lebih 20 %
4) Leukosit menurun pada hari ke 2 dan ke 3
5) Protein darah rendah
6) Ureum PH bisa meningkat
7) NA dan CL rendah
12
b. Serology : HI (hemaglutination inhibition test).
1) Rontgen thorax : Efusi pleura.
2) Uji test tourniket (+)
2.1.8 Penatalaksaan DHF Pada Anak
Pada dasarnya pengobatan pasien Dengue Haemoragic Fever (DHF)
bersifat simtomatis dan suportif (Ngastiyah, 12995 ; 344)
Dengue Haemoragic Fever (DHF) ringan tidak perlu dirawat, Dengue
Haemoragic Fever (DHF) sedang kadang – kadang tidak memerlukan
perawatan, apabila orang tua dapat diikutsertakan dalam pengawasan
penderita di rumah dengan kewaspadaan terjadinya syok yaitu
perburukan gejala klinik pada hari 3-7 sakit ( Purnawan dkk, 1995 ;
571)
Indikasi rawat tinggal pada dugaan infeksi virus dengue (UPF IKA,
1994 ; 203) yaitu:
- Panas 1-2 hari disertai dehidrasi (karena panas, muntah, masukan
kurang) atau kejang–kejang.
- Panas 3-5 hari disertai nyeri perut, pembesaran hati uji torniquet
positif/negatif, kesan sakit keras (tidak mau bermain), Hb dan
Ht/PCV meningkat.
- Panas disertai perdarahan- perdarahan.
- Panas disertai renjatan.
13
Belum atau tanpa renjatan:
1. Alur Tatalaksana Pemberian Cairan DHF Derajat I dan II
Sedangkan penatalaksanaan Dengue Haemoragic Fever (DHF) menurut
UPF IKA, 1994 ; 203 – 206 adalah:
Hiperpireksia (suhu 400C atau lebih) diatasi dengan antipiretika dan
“surface cooling”. Antipiretik yang dapat diberikan ialah golongan
asetaminofen,asetosal tidak boleh diberikan
Umur 6 – 12 bulan : 60 mg / kali, 4 kali sehari
Umur 1 – 5 tahun : 50 – 100 mg, 4 sehari
Umur 5 – 10 tahun : 100 – 200 mg, 4 kali sehari
Umur 10 tahun keatas : 250 mg, 4 kali sehari.
a. Oral ad libitum atau
b.1 Infus cairan ringer laktat dengan dosis 75 ml / kg BB / hari untuk
anak dengan BB < 10 kg atau 50 ml / kg BB / hari untuk anak
dengan BB < 10 10 kg bersama – sama di berikan minuman oralit,
air bauh susu secukupnya
14
b.2 Untuk kasus yang menunjukan gejala dehidrasi disarankan minum
sebanyak – banyaknya dan sesering mungkin.
b.3 Apabila anak tidak suka minum sama sekali sebaiknya jumlah
cairan infus yang harus diberikan sesuai dengan kebutuhan cairan
penderita dalam kurun waktu 24 jam yang diestimasikan sebagai
berikut :
100 ml/Kg BB/24 jam, untuk anak dengan BB < 25 Kg
75 ml/KgBB/24 jam, untuk anak dengan BB 26-30 kg
60 ml/KgBB/24 jam, untuk anak dengan BB 31-40 kg
50 ml/KgBB/24 jam, untuk anak dengan BB 41-50 kg
Obat-obatan lain :
- antibiotika apabila ada infeksi sekunder lain
- antipiretik untuk anti panas
- darah 15 cc/kgBB/hari perdarahan hebat.
Dengan renjatan:
2. Alur Tatalaksana Pemberian Cairan DHF Derajat III
15
Sedangkan penatalaksanaan Dengue Haemoragic Fever (DHF) menurut
UPF IKA, 1994 ; 203 – 206 adalah.
a. Berikan infus Ringer Laktat 20 mL/KgBB/1 jam
Apabila menunjukkan perbaikan (tensi terukur lebih dari 80 mmHg
dan nadi teraba dengan frekuensi kurang dari 120/mnt dan akral
hangat) lanjutkan dengan Ringer Laktat 10 mL/KgBB/1jam. Jika
nadi dan tensi stabil lanjutkan infus tersebut dengan jumlah cairan
dihitung berdasarkan kebutuhan cairan dalam kurun waktu 24 jam
dikurangi cairan yang sudah masuk dibagi dengan sisa waktu ( 24
jam dikurangi waktu yang dipakai untuk mengatasi renjatan ).
Perhitungan kebutuhan cairan dalam 24 jm diperhitungkan sebagai
berikut :
100 mL/Kg BB/24 jam untuk anak dengan BB < 25 Kg
75 mL/Kg BB/24 jam untuk anak dng berat badan 26-30 Kg.
60 mL/Kg BB/24 jam untuk anak dengan BB 31-40 Kg.
50 mL/Kg BB/24 jam untuk anak dengan BB 41-50 Kg.
b. Apabila satu jam setelah pemakaian cairan RL 20 mL/Kg BB/1 jam
keadaan tensi masih terukur kurang dari 80 mmHg dan nadi cepat
lemah, akral dingin maka penderita tersebut memperoleh plasma
atau plasma ekspander (dextran L atau yang lainnya) sebanyak 10
mL/ Kg BB/ 1 jam dan dapat diulang maksimal 30 mL/Kg BB dalam
kurun waktu 24 jam. Jika keadaan umum membai dilanjutkan cairan
RL sebanyk kebutuhan cairan selama 24 jam dikurangi cairan yang
sudah masuk dibagi sisa waktu setelah dapat mengatasi renjatan.
Perhitungan kebutuhan cairan seperti yang tertera pada 2.a.
c. Apabila satu jam setelah pemberian cairan Ringer Laktat 10 ml/Kg
BB/ 1 jam keadaan tensi menurun lagi, tetapi masih terukur kurang
80 mmHg dan nadi cepat lemah, akral dingin maka penderita
tersebut harus memperoleh plasma atau plasma ekspander (dextran L
atau lainnya) sebanyak 10 ml/Kg BB/ 1 jam. Dan dapat diulang
maksimal 30 mg/Kg BB dalam kurun waktu 24 jam.
16
Jika keadaan umum membaik dilanjutkan dengan cairan RL dengan
perhitungan sebagai berikut : kebutuhan cairan selama 24 jam
dikurangi cairan yang sudah masuk dibagi sisa waktu setelah dapat
mengatasi renjatan.
Perhitungan kebutuhan cairan seperti yang tertera pada 2.a.
3. Alur Tatalaksana Pemberian Cairan DHF Derajat IV
Sedangkan penatalaksanaan Dengue Haemoragic Fever (DHF)
menurut UPF IKA, 1994 ; 203 – 206 adalah.
a. Berikan cairan RL sebanyak 30 ml/Kg BB/1 jam, bila keadaan
baik (T > 80 mmHg dan nadi < 120 x/menit, akral hangat
lanjutkan dengan RL sebanyak 10 ml/Kg BB/1 jam. Jika keadaan
umum tidak stabil infus RL dilanjutkan sampai perhitungan
sebagai berikut :
Kebutuhan cairan selama 24 jam dikurangi cairan yang sudah
masuk dibagi sisa waktu setelah dapat mengatasi renjatan.
17
b. Apabila setelah pemberian Rl 30 ml/Kg BB/ 1 jam keadaan
umum masih buruk. Tensi tak terukur dan nadi tak teraba maka
klien harus dipasang infus 2 tempat dengan maksud satu tempat
untuk RL 10ml/Kg BB/1 jam dan tempat lain untuk pemberian
plasma atau plasma ekspander (dextran L atau lainnya) sebanyak
20 ml/Kg BB/1 jam selama 1 jam. Jika keadaan umum membaik
lanjutkan pemberian RL dengan perhitungan sebagai berikut :
Kebutuhan cairan selama 24 jam dikurangi cairan yang sudah
masuk dibagi sisa waktu setelah dapat mengatasi renjatan.
Perhitungan kebutuhan cairan seperti yang tertera pada 2.a.
c. Apabila setelah pemberian Rl 30 ml/Kg BB/ 1 jam keadaan
umum masih buruk. Tensi tak terukur secara palpasi dan nadi
teraba cepat lemah, akral dingin maka klien ini sebaiknya
diberikan plasma atau plasma ekspander (dextran L atau lainnya)
sebanyak 20 ml/Kg BB/1 jam. Jika keadaan umum membaik
lanjutkan pemberian RL dengan perhitungan sebagai berikut :
Kebutuhan cairan selama 24 jam dikurangi cairan yang sudah
masuk dibagi sisa waktu setelah dapat mengatasi renjatan.
Perhitungan kebutuhan cairan seperti yang tertera pada 2.a.
d. Apabila setelah pemberian Rl 30 ml/Kg BB/ 1 jam keadaan
umum membaik tetapi tensi terukur kurang dari 80 mmHg dan
nadi > 120 x/menit akral hangat atau akral dingin maka klien ini
sebaiknya diberikan plasma atau plasma ekspander (dextran L
atau lainnya) sebanyak 10 ml/Kg BB/1 jam dan dapat diulangi
maksimal sampai 30 ml/Kg BB/24 jam. Jika keadaan umum
membaik lanjutkan pemberian RL dengan perhitungan sebagai
berikut :
Kebutuhan cairan selama 24 jam dikurangi cairan yang sudah
masuk dibagi sisa waktu setelah dapat mengatasi renjatan.
Perhitungan kebutuhan cairan seperti yang tertera pada 2.a.
e. Jika tata laksana grade IV setelah 2 jam sesudah plasma atau
18
plasma ekspander (dextran L atau lainnya) sebanyak 20 ml/Kg
BB/1 jam dan RL 10 ml/Kg BB/1 jam tidak menunjukkan
perbaikan T = 0, N = 0 maka klien ini perlu dikonsultasikan ke
bagian anestesi untuk dievaluasi kebenaran cairan yang
dibutuhkan apabila sudah sesuai dengan yang masuk. Dalam hal
ini perlu monitor dengan pemasangan CVP, gunakan obat
Dopamin, Kortikosteroid dan perbaiki kelainan yang lain.
f. Jika tata laksana grade IV setelah 2 jam sesudah plasma atau
plasma ekspander (dextran L atau lainnya) sebanyak 20 ml/Kg
BB/1 jam dan RL 30 ml/Kg BB/1 jam belum menunjukkan
perbaikan yang optimal (T < 80, N > 120 x/menit), maka klien ini
perlu diberikan lagi plasma atau plasma ekspander (dextran L
atau lainnya) sebanyak 10 ml/Kg BB/1 jam. Jika reaksi perbaikan
tidak tampak, maka klien ini perlu dikonsultasikan ke bagian
anestesi.
g. Jika tata laksana grade IV sesudah memperoleh plasma atau
plasma ekspander (dextran L atau lainnya) sebanyak 10 ml/Kg
BB/1 jam dan RL 30 ml/Kg BB/1 jam belum menunjukkan
perbaikan yang optimal (T > 80, N < 120 x/menit), akral dingin
maka klien ini perlu diberikan lagi plasma atau plasma ekspander
(dextran L atau lainnya) sebanyak 10 ml/Kg BB/1 jam dan dapat
diulangi maksimal sampai 30 ml/Kg BB/24 jam. Jika reaksi
perbaikan tidak tampak, maka klien ini perlu dikonsultasikan ke
bagian anestesi.
Untuk kasus – kasus yang sudah memperoleh cairan 60 mg/Kg
BB/2 jam pikirkan bahaya overload dan kemampuan kontraksi
yang kurang. Dalam hal ini klien perlu diberikan Lasix 1 mg/Kg
BB/kali dan Dopamin.
19
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN
3.1 KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN
3.1.1 PENGKAJIAN
1. Identitas
- Umur: DHF merupakan penyakit daerah tropik yang sering
menyebabkan kematian pada anak, remaja dan dewasa ( Effendy,
1995 ).
- Jenis kelamin : secara keseluruhan tidak terdapat perbedaan pada
penderita DHF. Tetapi kematian lebih sering ditemukan pada
anak perempuan daripada anak laki-laki.
- Tempat tinggal : penyakit ini semula hanya ditemukan di
beberapa kota besar saja, kemudian menyebar kehampir seluruh
kota besar di Indonesia, bahkan sampai di pedesaan dengan
jumlah penduduk yang padat dan dalam waktu relatif singkat.
2. Riwayat Keperawatan
P (Provocative) : Virus dengue.
Q (Quality) : Keluhan dari ringan sampai berat.
R (Region) : Semua sistem tubuh akan terganggu.
S (Severity) : Dari Grade I, II, III sampai IV.
T (Time) : Demam 5 – 8 hari, ruam 5 – 12 jam.
3. Keluhan Utama
Penderita mengeluh badannya panas (peningkatan suhu tubuh)
sakit kepala, lemah, nyeri ulu hati, mual dan nafsu makan menurun.
4. Riwayat Keperawatan Sekarang
Panas tinggi (Demam) 2 – 7 hari, nyeri otot dan pegal pada seluruh
badan, ruam, malaise, mual, muntah, sakit kapala, sakit pada saat
menelan, lemah, nyeri ulu hati dan penurunan nafsu makan
(anoreksia), perdarahan spontan.
20
5. Riwayat Keperawatan Sebelumnya
Tidak ada hubungannya antara penyakit yang pernah diderita
dahulu dengan penyakit DHF yang dialami sekarang, tetapi kalau
dahulu pernah menderita DHF, penyakit itu bisa terulang.
6. Riwayat Kesehatan Keluarga
Riwayat adanya penyakit DHF didalam keluarga yang lain (yang
tinggal didalam satu rumah atau beda rumah dengan jarak rumah
yang berdekatan) sangat menentukan karena ditularkan melalui
gigitan nyamuk aides aigepty.
7. Riwayat Kesehatan Lingkungan
DHF ditularkan oleh 2 jenis nyamuk, yaitu 2 nyamuk aedes:
- Aedes aigepty: Merupakan nyamuk yang hidup di daerah tropis
terutama hidup dan berkembang biak di dalam rumah, yaitu pada
tempat penampungan air bersih, seperti kaleng bekas, ban bekas,
tempat air minum burung yang jarang diganti airnya, bak mandi
jarang dibersihkan. Dengan jarak terbang nyamuk + 100 meter.
- Aedes albapictus.
8. Riwayat Pertumbuhan dan Perkembangan :
Faktor-faktor apa yang mempengaruhi pertumbuhan dan
perkembangan anak
a. Faktor Keturunan ; yaitu faktor gen yang diturunkan dari
kedua orang tuanya.
b. Faktor Hormonal ; banyak hormon yang berpengaruh terhadap
pertumbuhan dan perkembangan anak, namun yang paling
berperan adalah Growth Hormon (GH).
c. Faktor Gizi ; Setiap sel memerlukan makanan atau gizi yang
baik. Untuk mencapai tumbuh kembang yang baik dibutuhkan
gizi yang baik.
d. Faktor Lingkungan; Terdiri dari lingkungan fisik, lingkungan
biologi dan lingkungan psikososial.
21
Teori kepribadian anak menurut Teori Psikoseksual Sigmund Freud
meliputi tahap
a. Fase oral, usia antara 0 - 11/2 Tahun
b. Fase anal, usia antara 11/2 - 3 Tahun
c. Fase Falik, usia antara 3 - 5 Tahun
d. Fase Laten, usia antara 5 - 12 Tahun
e. Fase Genital, usia antara 12 - 18 Tahun
Tahap-tahap perkembangan anak menurut Teori Psikososial Erik
Erikson :
a. Bayi (oral) usia 0 - 1 Tahun
b. Usia bermain (Anal ) yakni 1 - 3 Tahun
c. Usia prasekolah (Phallic) yakni 3 - 6 Tahun
d. Usia sekolah (latent) yakni 6 - 12 tahun
e. Remaja (Genital) yakni 12 tahun lebih
f. Remaja akhir dan dewasa muda
g. Dewasa
h. Dewasa akhir
Faktor-faktor yang mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan
anak
a. Faktor keturunan (genetik)
Seperti kita ketahui bahwa warna kulit, bentuk tubuh dan lain-
lain tersimpan dalam gen. Gen terdapat dalak kromosom, yang
dimiliki oleh setiap manusia dalam setiap selnya. Baik sperma
maupun ovum masing masing mempunyai 23 pasang
kromosom. Jika ovum dan sperma bergabung akan terbentuk 46
pasang kromosom, yang kemudian akan terus smembelah untuk
memperbanyak diri sampai akhirnya terbentuk janin, bayi.
Setiap kromosom mengandung gen yang mempunyai sifat
diturunkan pada anak dari keluarga yang memiliki abnormalitas
tersebut.
b. Faktor Hormonal
22
Kelenjar petuitari anterior mengeluarkan hormon pertumbuhan
(Growth Hormone, GH) yang merangsang pertumbuhan epifise
dari pusat tulang panjang. Tanpa GH anak akan tumbuh dengan
lambat dan kematangan seksualnya terhambat. Pada keadaan
hipopetuitarisme terjadi gejala-gejala anak tumbuh pendek, alat
genitalia kecil dan hipoglikemi. Hal sebaliknya terjadi pada
hiperfungsi petuitari, kelainan yang ditimbulkan adalah
akromegali yang diakibatkan oleh hipersekresi GH dan
pertumbuhan linear serta gigantisme bila terjadi sebelum
pubertas. Hormon lain yang juga mempengaruhi pertumbuhan
adalah hormon-hormon dari kelenjar tiroid dan lainya.
c. Faktor Gizi.
Proses tumbuh kembang anak berlangsung pada berbagai
tingkatan sel, organ dan tumbuh dengan penambahan jumlah sel,
kematangan sel, dan pembesaran ukuran sel. Selanjutnya setiap
organ dan bagian tubuh lainnya mengikuti pola tumbuh
kembang masing-masing. Dengan adanya tingkatan tumbuh
kembang tadi akan terdapat rawan gizi. Dengan kata lain untuk
mencapai tumbuh kembang yang optimal dibutuhkan gizi yang
baik.
d. Faktor Lingkungan
Lingkungan fisik; termasuk sinar matahari, udara segar,
sanitas, polusi, iklim dan teknologi
Lingkungan biologis; termasuk didalamnya hewan dan
tumbuhan. Lingkungan sehat lainnya adalah rumah yang
memenuhi syarat kesehatan.
Lingkungan psikososial; termasuk latar belakang keluarga,
hubungan keluarga.
23
e. Faktor sosial budaya
Faktor ekonomi, sangat memepengaruhi keadaan sosial
keluarga.
Faktor politik serta keamanan dan pertahanan; keadaan politik
dan keamanan suatu negara juga sangat berpengaruh dalam
tumbuh kembang seorang anak.
Tahap perkembangan anak menurut Erik Erikson
Erikson mengemukakan bahwa dalam tahap-tahap perkembangan
manusia mengalami 8 fase yang saling terkait dan
berkesinambungan
TUGAS PERKEMBANAGAN
BILATUGAS
PERMKEMBANGAN
TIDAK TERCAPAI
Bayi (0 - 1 tahun)
Rasa percaya mencapai harapan,
Dapat menghadapi frustrasi dalam jumlah
kecil
Mengenal ibu sebagai orang lain dan berbeda
dari diri sendiri.
Tidak percaya
Usia bermain (1 - 3 Tahun)
Perasaan otonomi.
Mencapai keinginan
Memulai kekuatan baru
Menerima kenyataan dan prinsip kesetiaan
Malu dan ragu-ragu
Usia pra sekolah ( 3 - 6 Tahun)
Perasaan inisiatif mencapai tujuan
Menyatakan diri sendiri dan lingkungan
Membedakan jenis kelamin.
Rasa bersalah.
Usia sekolah ( 6 - 12 Tahun) Rasa rendah diri
24
Perasaan berprestasi
Dapat menerima dan melaksanakan tugas
dari orang tua dan guru
Remaja ( 12 tahun lebih)
Rasa identitas
Mencapai kesetiaan yang menuju pada
pemahaman heteroseksual.
Memilih pekerjaan
Mencapai keutuhan kepribadian
Difusi identitas
Remaja akhir dan dewasa muda
Rasa keintiman dan solidaritas
Memperoleh cinta.
Mampu berbuat hubungan dengan lawan jenis.
Belajar menjadi kreatif dan produktif.
Isolasi
Dewasa
Perasaan keturunan
Memperoleh perhatian.
Belajar keterampilan efektif dalam
berkomunikasi dan merawat anak
Menggantungkan minat aktifitas pada
keturunan
Absorpsi diri dan
Stagnasi
Dewasa akhir
Perasaan integritas
Mencapai kebijaksanaan
keputusasaan
TAHAP TUMBUH KEMBANG ANAK USIA SEKOLAH : 6 –
12 TAHUN
25
Tahap pertumbuhan
Berat badan pada usia sekolah sebagai pedomannya adalah :
Tinggi badan : Umur (tahun) x 6 x 7
Tahap perkembangan, Menurut Teori Psikososial Erik Erikson
:
Anak usia 6 – 12 tahun termasuk tahap: Industry Versus Inferioritas
(Rendah diri).
Berfokus pada hasil akhir suatu pencapaian (membuat sesuatu
sampai selesai). Anak memperoleh kesenangan dari penyelesaian
tugasnya atau pekerjaannya dan menerima penghargaan untuk
usahanya.
Jika anak tidak mendapat penerimaan dari teman sebayanya atau
tidak dapat memenuhi harapan orang tuanya, akan merasa rendah
diri, kurang menghargai dirinya untuk dapat berkembang.
Jadi fokus pada anak sekolah adalah pada hasil prestasinya,
pengakuan dan pujian dari keluarganya, guru dan temas sebaya.
Perkembangan adalah pengertian dari persaingan/kompetisi dan
kerajinannya.
Menurut Perkembangan Intelektual oleh Piaget :
Termasuk tahap : Konkrit Operasional.
(1) Anak mempunyai pemikiran logis terarah, dapat
mengelompokkan fakta-fakta, berfikir abstrak.
(2) Anak mulai dapat mengatasi masalah secara nyata dan
sistematis.
Menurut Teori Psikoseksual Sigmund Freud :
Termasuk fase : Laten (5 – 12 tahun).
26
Umur (tahun) x 7 - 5
2
(1) Anak masuk ke permulaan fase pubertas.
(2) Anak masuk pada periode integrasi, dimana anak harus
berhadapan dengan berbagai tuntutan sosial, contoh :
hubungan kelompok, pelajaran sekolah, dll.
(3) Fase tenang.
(4) Dorongan libido mereda sementara.
(5) Zona erotik berkurang.
(6) Mulai tertarik dengan kelompok sebaya (peer group).
PEMERIKSAAN FISIK / PENGKAJIAN PERSISTEM
1. Sistem Pernapasan / Respirasi
Sesak, perdarahan melalui hidung (epistaksis), pernapasan dangkal,
tachypnea, pergerakan dada simetris, perkusi sonor, pada auskultasi
terdengar ronchi, effusi pleura (crackless).
2. Sistem Cardiovaskuler
Pada grade I dapat terjadi hemokonsentrasi, uji tourniquet positif,
trombositipeni.
Pada grade III dapat terjadi kegagalan sirkulasi, nadi cepat
(tachycardia), penurunan tekanan darah (hipotensi), cyanosis
sekitar mulut, hidung dan jari-jari.
Pada grade IV nadi tidak teraba dan tekanan darah tak dapat diukur.
3. Sistem Persyarafan / neurologi
Nyeri pada bagian kepala, bola mata dan persendian. Pada grade III
pasien gelisah dan terjadi penurunan kesadaran serta pada grade IV
dapat terjadi DSS
4. Sistem perkemihan
Produksi urine menurun, kadang kurang dari 30 cc/jam, akan
mengungkapkan nyeri sat kencing, kencing berwarna merah.
5. Sistem Pencernaan / Gastrointestinal
Perdarahan pada gusi, Selaput mukosa kering, kesulitan menelan,
nyeri tekan pada epigastrik, pembesarn limpa, pembesaran pada
27
hati (hepatomegali) disertai dengan nyeri tekan tanpa diserta
dengan ikterus, abdomen teregang, penurunan nafsu makan, mual,
muntah, nyeri saat menelan, dapat muntah darah (hematemesis),
berak darah (melena).
6. Sistem integumen
Terjadi peningkatan suhu tubuh (Demam), kulit kering, ruam
makulopapular, pada grade I terdapat positif pada uji tourniquet,
terjadi bintik merah seluruh tubuh/ perdarahan dibawah kulit
(petikie), pada grade III dapat terjadi perdarahan spontan pada
kulit.
3.1.2 DIAGNOSA KEPERAWATAN
- Hipertermi berhubungan dengan proses infeksi virus dengue
- Resiko defisit cairan berhubungan dengan pindahnya ciran
intravaskuler ke ekstravaskuler
- Resiko syok hypovolemik berhubungan dengan perdarahan yang
berlebihan, pindahnya cairan intravaskuler ke ekstravaskuler
- Resiko gangguan pemenuhan kebutuhan nutrisi kurang dari
kebutuhan tubuh berhubungan dengan intake nutrisi yang tidak
adekwat akibat mual dan nafsu makan yang menurun.
- Resiko terjadi perdarahn berhubungan dnegan penurunan factor-
fakto pembekuan darah ( trombositopeni )
- Kecemasan berhubungan dengan kondisi klien yang memburuk dan
perdaahan
- Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurangya informasi.
2.2.3 RENCANA ASUHAN KEPERAWATAN
DP : Hipertermie berhubungan dengan proses infeksi virus dengue
Tujuan : Suhu tubuh normal
Kriteria hasil : Suhu tubuh antara 36 – 37
Nyeri otot hilang
28
Intervensi :
a. Beri komres air kran
Rasional : Kompres dingin akan terjadi pemindahan panas secara
konduksi
b. Berika / anjurkan pasien untuk banyak minum 1500-2000 cc/hari
( sesuai toleransi)
Rasional : Untuk mengganti cairan tubuh yang hilang akibat
evaporasi.
c. Anjurkan pasien untuk menggunakan pakaian yang tipis dan mudah
menyerap keringat
Rasional : Memberikan rasa nyaman dan pakaian yang tipis mudah
menyerap keringat dan tidak merangsang peningkatan suhu tubuh.
d. Observasi intake dan output, tanda vital ( suhu, nadi, tekanan
darah ) tiap 3 jam sekali atau lebih sering.
Rasional : Mendeteksi dini kekurangan cairan serta mengetahui
keseimbangan cairan dan elektrolit dalam tubuh. Tanda vital
merupakan acuan untuk mengetahui keadaan umum pasien.
e. Kolaborasi : pemberian cairan intravena dan pemberian obat sesuai
program.
Rasional : Pemberian cairan sangat penting bagi pasien dengan
suhu tubuh yang tinggi. Obat khususnyauntuk menurunkan suhu
tubuh pasien.
DP 2. Resiko defisit volume cairan berhubungan dengan pindahnya
cairan intravaskuler ke ekstravaskuler.
Tujuan : Tidak terjadi devisit voume cairan
Kriteria : Input dan output seimbang
Vital sign dalam batas normal
Tidak ada tanda presyok
Akral hangat
Capilarry refill < 3 detik
29
Intervensi :
a. Awasi vital sign tiap 3 jam/lebih sering
Rasional : Vital sign membantu mengidentifikasi fluktuasi cairan
intravaskuler
b. Observasi capillary Refill
Rasional : Indikasi keadekuatan sirkulasi perifer
c. Observasi intake dan output. Catat warna urine / konsentrasi, BJ
Rasional : Penurunan haluaran urine pekat dengan peningkatan BJ
diduga dehidrasi.
d. Anjurkan untuk minum 1500-2000 ml /hari ( sesuai toleransi )
Rasional : Untuk memenuhi kabutuhan cairan tubuh peroral
e. Kolaborasi : Pemberian cairan intravena
Rasional : Dapat meningkatkan jumlah cairan tubuh, untuk
mencegah terjadinya hipovolemic syok.
DP. 3 Resiko Syok hypovolemik berhubungan dengan perdarahan
yang berlebihan, pindahnya cairan intravaskuler ke
ekstravaskuler.
Tujuan : Tidak terjadi syok hipovolemik
Kriteria : Tanda Vital dalam batas normal
Intervensi :
a. Monitor keadaan umum pasien
Rasional ; Untuk memonitor kondisi pasien selama perawatan
terutama saat terdi perdarahan. Perawat segera mengetahui tanda-
tanda presyok / syok
b. Observasi vital sign setiap 3 jam atau lebih
Rasional : Perawat perlu terus mengobaservasi vital sign untuk
memastikan tidak terjadi presyok / syok
c. Jelaskan pada pasien dan keluarga tanda perdarahan, dan segera
laporkan jika terjadi perdarahan
30
Rasional : Dengan melibatkan psien dan keluarga maka tanda-tanda
perdarahan dapat segera diketahui dan tindakan yang cepat dan
tepat dapat segera diberikan.
d. Kolaborasi : Pemberian cairan intravena
Rasional : Cairan intravena diperlukan untuk mengatasi kehilangan
cairan tubuh secara hebat.
e. Kolaborasi : pemeriksaan : HB, PCV, trombo
Rasional : Untuk mengetahui tingkat kebocoran pembuluh darah
yang dialami pasien dan untuk acuan melakukan tindakan lebih
lanjut.
DP. 4 Resiko gangguan pemenuhan kebutuhan nutrisi kurang dari
kebutuhan tubuh berhubungan dengan intake nutrisi yang tidak
adekuat akibat mual dan nafsu makan yang menurun.
Tujuan : Tidak terjadi gangguan kebutuhan nutrisi
Kriteria : Tidak ada tanda-tanda malnutrisi
Menunjukkan berat badan yang seimbang.
Intervensi :
a. Kaji riwayat nutrisi, termasuk makanan yang disukai
Rasional : Mengidentifikasi defisiensi, menduga kemungkinan
intervensi
b. Observasi dan catat masukan makanan pasien
Rasional : Mengawasi masukan kalori/kualitas kekurangan
konsumsi makanan
c. Timbang BB tiap hari (bila memungkinkan )
Rasional : Mengawasi penurunan BB / mengawasi efektifitas
intervensi.
d. Berikan makanan sedikit namun sering dan atau makan diantara
waktu makan
Rasional : Makanan sedikit dapat menurunkan kelemahan dan
meningkatkan masukan juga mencegah distensi gaster.
31
e. Berikan dan Bantu oral hygiene.
Rasional : Meningkatkan nafsu makan dan masukan peroral
f. Hindari makanan yang merangsang dan mengandung gas.
Rasional : Menurunkan distensi dan iritasi gaster.
DP. 5. Resiko terjadi perdarahan berhubungan dengan penurunan
factor-faktor pembekuan darah ( trombositopeni )
Tujuan : Tidak terjadi perdarahan
Kriteria : TD 100/60 mmHg, N: 80-100x/menit reguler, pulsasi kuat
Tidak ada tanda perdarahan lebih lanjut, trombosit
meningkat
Intervensi :
a. Monitor tanda-tanda penurunan trombosit yang disertai tanda
klinis.
Rasional : Penurunan trombosit merupakan tanda adanya
kebocoran pembuluh darah yang pada tahap tertentu dapat
menimbulkan tanda-tanda klinis seperti epistaksis, ptike.
b. Monitor trombosit setiap hari
Rasional : Dengan trombosit yang dipantau setiap hari, dapat
diketahui tingkat kebocoran pembuluh darah dan kemungkinan
perdarahan yang dialami pasien.
c. Anjurkan pasien untuk banyak istirahat ( bedrest )
Rasional : Aktifitas pasien yang tidak terkontrol dapat
menyebabkan terjadinya perdarahan.
d. Berikan penjelasan kepada klien dan keluarga untuk melaporkan
jika ada tanda perdarahan spt : hematemesis, melena, epistaksis.
Rasional : Keterlibatan pasien dan keluarga dapat membantu untuk
penaganan dini bila terjadi perdarahan.
e. Antisipasi adanya perdarahan : gunakan sikat gigi yang lunak,
pelihara kebersihan mulut, berikan tekanan 5-10 menit setiap
selesai ambil darah.
32
Rasional : Mencegah terjadinya perdarahan lebih lanjut.
3.1.3 IMPLEMENTASI
Pelaksanaan adalah inisiatif dari rencana tindakan untuk
mencapai tujuan yang spesifik. Tahap pelaksanaan dimulai setelah
rencana tindakan disusun dan ditujukan kepada perawat untuk
membantu klien mencapai tujuan yang diharapkan. Adapun tujuan
dari pelaksanaan adalah membantu klien untuk mencapai tujuan yang
telah ditetapkan, meliputi peningkatan kesehatan atau penceglahan
penyakit, pemulihan kesehatan dari fasilitas yang dimiliki.
Perencanaan tindakan keperawatan akan dapat dilaksanakan
dengan baik jika klien mempunyai keinginan untuk berpartisipasi
dalam pelaksanaan tindakan keperawatan. Selama perawatan atau
pelaksanaan, perawat terus melakukan pengumpulan data dan memilih
tindakan perawatan yang paling sesuai dengan kebutuhan klien, dan
memprioritaskannya. Semua tindakan keperawatan dicacat ke dalam
format yang telah ditetapkan oleh institusi.
33
BAB III
TINJAUAN KASUS
ASUHAN KEPERAWATAN PADA ANAK E.C
DENGAN DHF GRADE II
DI RUANG MENULAR ANAK RSUD DR. SOETOMO SURABAYA
A. PENGKAJIAN
1. Identitas
Nama : AMF
Umur : 9 thn
Alamat : Kampung Jawa Lama
Agama : Islam
Nama Ibu : Deby Aziskia Putri
Pendidikan : S1
Nama Ayah : Abdullah
Pendidikan : S1
Pekerjaan : Karyawan swasta
Diagnosa Medik : DBD Grade II
Pengkajian tanggal : 01 September 2013
2. Keluhan Utama :
Sakit kepala, panas dan tidak nafsu makan.
3. Riwayat penyakit sekarang :
Senin pagi panas, dibawa ke puskesmas dapat paracetamol. Panas turun.
Rabu malam anak tiba-tiba muntah-muntah air, makan tidak mau, minum
34
masih mau. Kamis jam 03 pagi keluar darah dari hiding pada waktu bersin,
keluhan pusing, mencret air, dibawa ke IRD.
4. Riwayat penyakit dahulu
Sebelumnya klien tidak penah dirawat karena penyakit apapun.
5. Riwayat penyakit keluarga
Menurut keluarga ( Ibu ) tidak ada keluarga yang dalam waktu dekat ini
menderita sakit DBD.
6. Riwayat kesehatan lingkungan.
Menurut ibu kondisi lingkungan rumah cukup bersih, walaupun tinggal
dekat kali kecil, sekitar rumah terdapat beberapa ban bekas untuk
menanam tanaman yang belum dipakai, bak mandi dikuras setiap
seminggu 1 kali. Menurut ibu seminggu yang lalu ada tetangga gang yang
menderita DHF, tetapi sekarang sudah sembuh, dan lingkungan wilayah
belum pernah disemprot.
7. Riwayat kehamilan
Anak lahir pada usia kehamilan 7 bulan, dengan berat badan lahir 4 kg, ibu
tidak tahu mengapa kehamilannya hanya 7 bulan. Lahir spontan dan
selama 1 tahun anak mendapat imunisasi lengkap dan minum PASI
Lactona s/d 2 tahun.
8. Pengkajian Persistem
a. Sistem Gastrointestinal
Nafsu makan menurun, anak hanya mau makan 3 sendok makan,
minum tidak suka, harus dipaksakan baru mau minum. Mual tidak ada,
muntah tidak terjadi. Terdapat nyeri tekan daerah hepar dan asites
positif, bising usus 8x/mnt.
b. Sistem muskuloskeletal :
Tidak terdapat kontraktur sendi, tidak ada deformitas, keempat
ekstremitas simetris, kekuatan otot baik.
35
c. Sistem Genitourinary
BAK lancar, spontan, warna kuning agak pekat ditampung oleh ibu
untuk diukur, BAB dari malam belum ada.
d. Sistem Respirasi.
Pergerakan napas simetris, tidak terdapt pernapasan cuping hidung, pd
saat pengkajian tanda-tanda epistaksis sudah tidak ada, Frekuensi
napas 25x/menit. Bunyi nafas tambahan tidak terdengar.
e. Sistem Cardiovaskuler
TD : 100/60, nadi 98x/mnt, akral dingin, tidak terdapat tanda-tanda
cyanosis, cap. Refill < 3 detik, tidak terjadi perdarahan spontan, tanda-
tanda petikhie spontan tidak terlihat, hanya tanda pethike bekas rumple
leed.
f. Sistem Neurosensori
Tidak ada kelainan
g. Sistem Endokrin
Tidak ada kelainan
h. Sistem Integumen.
S : 376 turgor baik, tidak ada luka, pethikae bekas rumple leed, tidak
terdapat perdarahan spontan pada kulit.
9. Pemeriksaan Penunjang
Hb : 11.8
Leko : 5,5
Trombo : 133
PCV : 0,30
10. Terapi
Infus D ½ saline 1600 cc/24 jam
Minum manis
Vit B compleks / C 3 x 1
Diet TKTP 1600 Kkal + 50 gr Protein.
36
Nasi 3 x sehari
Susu : 3 x 200 cc
B. ANALISA DATA
No Data Etiologi Masalah
1
2
3.
S : Klien mengatakan
badanya terasa
panas, pusing
O : Akral dingin
Panas hari ke 2
panjang.
TTV : S : 376, Nadi
98x/mnt, TD : 100/60,
RR 25x/mnt.
S : Klien mengatakan
tidak suka minum dan
perut terasa kenyang
minum terus.
O : Turgor kulit baik
Mukosa bibir kering
Urine banyak warna
kuning pekat
Panas hari ke 2
panjang
Trombosit ; 133.000
TD : 100/60, N ;
98x/mnt.
S : Klien menyatakan
tidak mau makan, tetapi
Proses infeksi virus dengue
Viremia
Thermoregulasi
Peningkatan suhu tubuh
Ektravasasi cairan
Intake kurang
Volume plasma berkurang
Penurunan volume cairan
tubuh
Nafsu makan menurun
Intake nutrisi tidak adekuat
Nutrisi kurang dari
kebutuhan tubuh
Peningkatan
suhu tubuh
Cairan tubuh
Nutrisi
37
tidak mual.
O : KU lemah
Makan pagi hanya mau 3
sendok
C. DIAGNOSA KEPERAWATAN :
1. Peningkatan suhu tubuh berhubungan dengan proses infeksi virus
dengue.
2. Resiko defisit volume cairan berhubungan dengan pindahnya cairan
intravaskuler ke ekstravaskuler
3. Resiko gangguan nutrisi kurang berhubungan dengan nafsu makan
yang menurun.
38
Nama : Tn. AMF Ruangan : Lidah Buaya
Umur : 9 Tahun No. Register :164-03-10
D. RENCANA ASUHAN KEPERAWATAN
NoDiagnosa
KeperawatanTujuan / Kriteria hasil Intervensi dam Rasional
1. Peningkatan suhu tubuh
berhubungan dengan
proses infeksi virus
dengue.
Tujuan : Suhu tubuh
kembali normal
Kriteria hasil : TTV
khususnya suhu dalam
batas normal ( 365 – 375 )
Membran mukosa basah.
- Observasi TTV setiap 1 jam
- Rasional : Menentukan intervensi lanjutan bila terjadi perubahan
- Berikan kompres air biasa / kran
- Rasional : Kompres akan memberikan pengeluaran panas secara
induksi.
- Anjurkan klien untuk banyak minum 1500 – 2000 ml
- Rasional : Mengganti cairan tubuh yang keluar karena panas dan
memacu pengeluaran urine guna pembuangan panas lewt urine.
- Anjurkan untuk memakai pakaian yang tipis dan menyengat
keringat.
- Rasional :Memberikan rasa nyaman dan memperbesar
39
2. Resiko defisit volume
cairan berhubungan
dengan pindahnya cairan
intravaskuler ke
ekstravaskuler
Tujuan : Tidak terjadi syok
hipovolemik
Kriteria : TD 100/70
mmHg, N: 80-120x/mnt
- Pulsasi kuat
- Akral hangat
penguapan panas
- Observasi intake dan out put
- Rasional : Deteksi terjadinya kekurangan volume cairan tubuh.
- Kolaborasi untuk pemberian antipiretik
- Rasional : Antipireik berguna bagi penurunan panas.
- Observasi Vital sign setiap jam atau lebih.
- Rasional : Mengetahui kondisi dan mengidentifikasi fluktuasi
cairan intra vaskuler.
- Observasi capillary refill
- Rasional : Indikasi keadekuatan sirkulasi perifer.
- Observasi intake dan output, catat jumlah, warna / konsentrasi
urine.
- Rasional : Penurunan haluaran urine / urine yang pekat dengan
peningkatan BJ diduga dehidrasi.
- Anjurkan anak untuk banyak minum 1500-2000 mL
- Rasional : Untuk pemenuhan kebutuhan ciran tubuh
- Kolaborasi pemberian cairan intra vena atau plasma atau darah.
40
3. Resiko gangguan nutrisi
kurang berhubungan
dengan nafsu makan
yang menurun.
Tujuan : Nutrisi terpenuhi
Kriteria : Nafsu makan
meningkat
Porsi makan dihabiskan
- Rasional : Meningkatkan jumlah cairan tubuh untuk mencegah
terjadinya hipovolemik syok.
- Kaji keluhan mual, muntah atau penurunan nafsu makan
Rasional : Menentukan intervensi selanjutnya.
- Berikan makanan yang mudah ditelan mudah cerna
Rasional : Mengurangi kelelahan klien dan mencegah
perdarahan gastrointestinal.
- Berikan makanan porsi kecil tapi sering.
Rasional : Menghindari mual dan muntah
- Hindari makanan yang merangsang : pedas, asam.
Rasional : Mencegah terjadinya distensi pada lambung yang
dapat menstimulasi muntah.
- Beri makanan kesukaan klien
Rasional : Memungkinkan pemasukan yang lebih banyak
- Kolaborasi pemberian cairan parenteral
Rasional : Nutrisi parenteral sangat diperlukan jika intake
peroral sangat kurang.
41
Daftar Pustaka
Carpenito, Lynda Juall. (1999). Rencana Asuhan & Dokumentasi Keperawatan.
Edisi 2.
(terjemahan). Penerbit buku Kedokteran EGC. Jakarata.
Carpenito, Lynda Juall. (2000.). Buku Saku Diagnosa Keperawatan. Edisi 8.
(terjemahan).
Penerbit buku Kedokteran EGC. Jakarta.
Doenges, Marilynn E. (1999). Rencana Asuhan Keperawatan. Edisi 3.
(terjemahan). Penerbit
buku Kedokteran EGC. Jakarta.
Engram, Barbara. (1998). Rencana Asuhan Keperawatan Medikal Bedah.
Volume 2,
(terjemahan). Penerbit Buku Kedokteran EGC. Jakarta.
Junadi, Purnawan. (1982). Kapita Selekta Kedokteran, Jakarta: Media
Aesculapius Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia.
Long, Barbara C. (1996). Perawatan Medikal Bedah. Volume I. (terjemahan).
Yayasan Ikatan
Alumni Pendidikan Keperawatan Pajajaran. Bandung.
Mansjoer, Arif & Suprohaita. (2000). Kapita Slekta Kedokteran Jilid II. Fakultas
Kedokteran UI :
Media Aescullapius. Jakarta.
Ngastiyah (1997). Perawatan Anak Sakit. Penerbit buku Kedokteran EGC.
Jakarta.
Soeparman. (1987). Ilmu Penyakit Dalam Jilid I Edisi kedua. Penerbit FKUI.
Jakarta.
Soetjiningsih. (1995). Tumbuh Kembang Anak. Penerbit buku Kedokteran EGC,
Jakarta.
Suharso Darto (1994). Pedoman Diagnosis dan Terapi. F.K. Universitas
Airlangga. Surabaya.
42
(1994). Pedoman Diagnosis Dan Terapi Ilmu Kesehatan Anak. Fakultas Kedokteran
Unair & RSUD dr Soetomo Surabaya
43
44