ariza umami, s.h., m.h

100
ARIZA UMAMI, S.H., M.H.

Upload: others

Post on 28-Oct-2021

36 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: ARIZA UMAMI, S.H., M.H

Praktik Mudharabah Dalam Perbankkan Syariah i

ARIZA UMAMI, S.H., M.H.

Page 2: ARIZA UMAMI, S.H., M.H

ii Praktik Mudharabah Dalam Perbankkan Syariah

Hak Cipta pada penulis

Hak Penerbitan pada penerbit dilarang memperbanyak/memproduksi sebagian

atau seluruhnya dalam bentuk apapun tanpa izin tertulis dari pengarang dan/atau penerbit.

Kutipan pasal 72:

Sanksi pelanggaran Undang-undang Hak Cipta (UU No. 10 Tahun 2012)

1. Barangsiapa dengan sengaja dan tanpa hak melakukan perbuatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) atau Pasal (49) ayat (1) dipidana dengan pidana penjara masing-masing paling singkat 1 (satu) bulan dan/(atau) denda paling sedikit Rp. 1.000.000,00 (satu juta rupiah), atau pidana penjara paling lama 7 (tujuh) tahun dan atau dendan paling banyak Rp. 5.000.000.000,00 (lima milyar rupiah).

2. Barang siapa dengan sengaja menyiarkan, memamerkan, mengedarkan, atau menjual kepada umum suatu ciptaan atau barang hasil pelanggaran Hak Cipta sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), dipidana dengan pidana paling lama 5 (lima) tahun dan/ atau denda paling banyak Rp. 500.000.000,- (lima ratus juta rupiah).

Page 3: ARIZA UMAMI, S.H., M.H

Praktik Mudharabah Dalam Perbankkan Syariah iii

Page 4: ARIZA UMAMI, S.H., M.H

iv Praktik Mudharabah Dalam Perbankkan Syariah

Penulis

Ariza Umami, S.H., M.H.

Desain Cover Team Laduny Creative

Lay Out

Team Laduny Creative

ISBN. 978-602-5825-84-2 16 x 24 cm; x + 90 hal

Cetakan Pertama, Februari 2019

Dicetak dan diterbitkan oleh:

CV. LADUNY ALIFATAMA (Penerbit Laduny) Anggota IKAPI

Jl. Ki Hajar Dewantara No. 49 Iringmulyo, Metro – Lampung.

Telp. 0725 (7855820) - 0811361113 Email: [email protected]

Page 5: ARIZA UMAMI, S.H., M.H

Praktik Mudharabah Dalam Perbankkan Syariah v

KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT atas limpahan rahmat dan

karunianya sehingga Buku Referensi yang berjudul Mudharabah

dalam Praktik Perbankan Syariah dapat diselesaikan.dengan baik.

Buku referensi ini merupakan hasil dari penelitian yang sudah

penulis lakukan sebagai salah satu referensi dalam melakukan

kegiatan ekonomi syariah khussu nya dalam praktik mudharabah yang

menjadi salah satu produk perbankan syariah.

Terimakasih disampaikan kepada Dekan Fakultas Hukum

Universitas Muhammadiyah Metro H. Hadri Abunawar SH.,MH. Dan

segenap rekan rekan dosen serta civitas akademi Fakultas Hukum

Universitas Muhammadiyah Metro yang sudah mendukung baik

secara materi dan inmateril sehingga penulis dapat menyelesaikan

buku referensi ini yang diharapkan akan bermanfaat bagi masyarakat

dan menjadi jariyah bagi team yang sudah terliba dalam penulisan

buku ini.

Kami menyadari masih terdapat kekurangan dalam buku ini

untuk itu kritik dan saran terhadap penyempurnaan buku ini sangat

diharapkan. Semoga buku ini dapat memberi maanfaat bagi

mahasiswa MM FEUA khususnya dan bagi semua pihak yang

membutuhkan.

Metro, Februari 2019

Ariza Umami, SH.,MH

Page 6: ARIZA UMAMI, S.H., M.H

vi Praktik Mudharabah Dalam Perbankkan Syariah

DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN SAMPUL ..................................................... i

KATA PENGANTAR ...................................................... ii

DAFTAR ISI .................................................................... iii

DAFTAR TABEL ............................................................ v

DAFTAR LAMPIRAN .................................................... vi

BAB I. PENDAHULUAN ............................................... 1

BAB II. KAJIAN ANALISIS ......................................... 6

A. Bank Syariah ..................................................... 9

B. Tinjauan Kelembagaan Perbankan

Syariah.......................................... ..................... 11

C. Tujuan dan Fungsi Bank Syariah ...................... 12

D. Prinsip-Prinsip Dasar Operasional Bank Syariah 14

E. Produk perbankan syariah ................................. 16

F. Prinsip Bagi Hasil .............................................. 21

G. Teori Bagi Hasil ................................................ 31

H. Nisbah Keuntungan Prinsip Bagi Hasil ............. 32

I. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Bagi Hasil . 35

J. Akad .................................................................. 36

K. Syarat dan Rukun Akad ..................................... 38

L. Macam-macam Akad......................................... 43

M. Mudharabah ...................................................... 47

N. Jenis-jenis Mudharabah .................................... 49

O. Faktor-faktor yang mempengaruhi

Mudharabah ...................................................... 54

BAB III. KEGIATAN DISKUSI..................................... 57

A. Tujuan Penelitian ............................................... 57

B. Manfaat Penelitian ............................................. 57

C. Gambaran Umum PT. Bank Rakyat

Indonesia (Persero), Tbk ................................ 57

D. Pengaruh prinsip bagi hasil terhadap

simpanan Mudharobah pada bank BRI

Syariah Cabang Metro ....................................... 59

E. Pelaksanaan prinsip bagi hasil pada akad

mudharabah di bank BRI Syariah

Cabang Metro .................................................... 62

Page 7: ARIZA UMAMI, S.H., M.H

Praktik Mudharabah Dalam Perbankkan Syariah vii

LAMPIRAN ...................................................................... 70

DAFTAR PUSTAKA ....................................................... 81

GLOSARI ......................................................................... 84

Page 8: ARIZA UMAMI, S.H., M.H

viii Praktik Mudharabah Dalam Perbankkan Syariah

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

1. Nisbah bagi hasil TMT 01 Februari 2017 ............... 62

2. Ilustrasi pada tabel 01 .............................................. 66

Page 9: ARIZA UMAMI, S.H., M.H

Praktik Mudharabah Dalam Perbankkan Syariah ix

DAFTAR LAMPIRAN

Gambar Halaman

1. Bangunan BRI Syariah Central Jakarta ................... 70

2. Kegiatan Pelayanan di BRI Syariah ......................... 71

3. Kegiatan Pelayanan Sukuk Mudharabah ................. 71

4. Rapat Bersama LSM Terkait Pelunasan Maju Akad

Mudharabah ............................................................. 72

5. Sketsa dalam Perbankan Syariah ............................. 73

6. Landasan Hukum ..................................................... 74

7. Produk dan Jasa Bank Syariah ................................. 74

8. Akad dan Produk Bank Syariah ............................... 75

9. Prinsip Bagi Hasil dalam Profit Sharing ataupun

Revenue Sharing ...................................................... 76

10. Alur Proposal Bank Syariah .................................... 77

11. Skema Operasional Bank ......................................... 78

12. Skema Mudharabah ................................................. 79

13. Contoh Bagan Organisasi Bank Umum

Konvensional yang Membuka Kantor Cabang

Syariah ..................................................................... 80

Page 10: ARIZA UMAMI, S.H., M.H

x Praktik Mudharabah Dalam Perbankkan Syariah

Page 11: ARIZA UMAMI, S.H., M.H

Praktik Mudharabah Dalam Perbankkan Syariah 1

BAB I

PENDAHULUAN

Islam merupakan Agama yang komprehensif dan universal,

sekaligus sebagai sistem hidup (way of life). Komprehensif berarti

bahwa syariat Islam merangkum seluruh aspek kehidupan, baik ritual (

ibadah) maupun sosial (muamalah). Ibadah diperlukan untuk menjaga

ketaatan dan kehormonisan hubungan manusia dengan Khaliq-nya.

Dan muamalah diturunkan untuk menjadi rule of the game dalam

kehidupan sosial. Sedangkan universal mengandung makna, bahwa

syariat Islam dapat di terapkan setiap waktu dan tempat sampai akhir

waktu. Sifat universal sangat jelas terutama pada bidang muamalah

yang cakupan nya luas dan flexible, serta tidak membeda beda kan

baik muslim atau non-muslim (Musjtari dan Fitriyanti:2008).

Dalam ajaran Islam, terdapat petunjuk yang diberikan oleh Allah

terhadap segala sesuatu yang dibutuhkan manusia, yaitu Aqidah,

Syariah, dan Ahlaq. Pertama aqidah merupakan ajaran Islam yang

menjelaskan keesaan Allah SWT yang bersifat konstan dan tidak

mengalami perubahan yang di pengaruhi oleh zaman. Kedua syariah

merupakan ajaran yang menyampai tentang hukum atau peraturan

yang harus dilaksanakan atau ditinggalkan oleh manusia. Syariah di

bagi menjadi 2 bagian, yaitu Ibadah dan Muamalah. Ketiga berbicara

mengenai ahlak yang terkait dengan tingkah laku manusia

(Ismail:2014).

Penerapan prinsip syariah dalam kehidupan modern saat ini yang

paling kuat adalah dalam bidang ekonomi. Ekonomi berdasarkan

prinsip nsyariah mengalami perkembangan yang sngat signifikan,

Page 12: ARIZA UMAMI, S.H., M.H

2 Praktik Mudharabah Dalam Perbankkan Syariah

seperti yang terlihat dalam bidang lembaga keuangan bank maupun

lembaga keuangan non bank. Berbagai regulasi telah dikeluarkan oleh

otoritas yang berwenang untuk mendukung penerapan prinsip syariah

yang dimaksud. Sementara di tingkat International telah terdapat best

practise mengenai ekonomi syariah, bahkan di negara-negara yang

notabenya bukan negara muslim seperti yang terjadi di Inggris dan

Singapura. Hal ini menunjukan bahwa penerapan prinsip Syariah

dalam lembaga keuangan secara obyektif dan Ilmiah lebih

memberikan keadilan dan lebih menguntungkan dari pada dengan

intrumen ribawi sebagaimana yang telah berjalan selama ini.

Hadirnya Undang-undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang

Perbankan semangkin memberikan angin segar bagi dimulai nya bank

yang tidak di dasrkan pada sistem bunga , melainkan memakai

mekanisme bagi hasil dalam kegiatan usahanya. Hal ini dipertegas

dengan dikeluarkan nya Peraturan Pemerintah Nomoe 72 Tahun 1992

tentang bagi hasil. Adanya amandemen Undang- Undang Perbankan

dengan UU Nomor 10 tahun 1998 secara eksplisit memperbolehkan

operasional bank berdasarkan Prinsip Syariah baik bagi bank umum

maupun bank Perkreditan Rakyat. Prinsip syariah dalam kerangka

hukum perbankan diartikan sebagai aturan perja jian berdasarkan

hukum Islam antara bank dan pihak lain untuk menyimpan dana atau

pembiayaan kegiatan usaha yang dinyatakan sesuai syariah.

Evi Natalia, Dzulkirom, dan Mangesti (2014:2) dalam

jurnalnya, cara pengoperasian antara bank konvensional dan bank

syariah memiliki perbedaan yang signifikan, dimana pada bank

konvensional menerapkan prinsip bunga dan bank syariah

menerapkan prinsip bagi hasil (profit and lose sharing). Pada bank

Page 13: ARIZA UMAMI, S.H., M.H

Praktik Mudharabah Dalam Perbankkan Syariah 3

syariah, sistem bagi hasil akan lebih transparan kepada nasabah, jadi

nasabah bisa melakukan monitoring kinerja atas bagi hasil yang

diperoleh. Apabila jumlah keuntungan meningkat maka keuntungan

yang di terima nasabah juga bisa meningkat, bahkan sebaliknya jika

keuntungan menurun, bagi hasil kepada nasabah juga menurun.

Prinsip bagi hasil yang di terapkan bank syariah jelas berbeda dengan

sistem bunga yang dijalankan oleh bank konvensional, dimana

nasabah tidak bisa menilai kinerja bank bila hanya dilihat dari bunga

yang diperoleh.

Pada Umumnya produk yang ditawarkan dalam perbankan syariah

kepada nasabah diantaranya adalah a) produk funding berupa

tabungan wadiah, tabungan Mudharabah, dan deposito Mudharabah,

b) produk financing berupa pembiayaan murabahah, musyarakah, dan

Mudharabah. Pembiayaan murabahah merupakan produk berakad

jual-beli dengan berorientasi bisnis. Sedangkan pembiayaan

Mudharabah dan musyarakah merupakan produk yang berakad

kerjasama dan berorientasi bisnis yang berasal dari dana pihak ketiga

atau masyarakat berupa giro, tabungan atau deposito (Muhammad,

2005:179).

Didalam pelaksanaan prinsip bagi hasil dalam hal kegiatan

penghimpunan dana dalam bank syariah cukup mendapat kepercayaan

dari masyarakat, akan tetapi dalam hal penyaluran dana yang

dilakukan bank syariah dalam bentuk pembiayaan masih cukup

banyak masyarakat yang beranggapan bahwa pembiayaan di bank

syariah tidak berbeda dengan kredit di bank konvensional atau belum

benar-benar diterapkan sesuai hukum Islam

Page 14: ARIZA UMAMI, S.H., M.H

4 Praktik Mudharabah Dalam Perbankkan Syariah

Bank syariah pada umum nya telah menggunakan mudharobah

dan murabahah sebagai metode pembiayaan mereka, dengan jumlah

lebih dominan di bandingkan dengan produk pembiayaan lain.

Tingkat keuntungan (margin) yang di peroleh akan meningkatkan

pendapatan perbankan syariah kemudian berdasarkan revenue sharing

pendapatan tersebut dibagihasilkan antara bank dan semua nasabah

yang menitipkan, menabung dan menginvestasikan uangnya dengan

kesepakatan awal. Semangkin tinggi tingkat pembiayaan semngkin

tinggi pula tingkat pendapatan bank syariah dan imbal hasil yang

dibagikan kepada nasabah sehingga berpengaruh terhadap jumlah

simpanan mudharabah.

Islam merupakan Agama yang komprehensif dan universal,

sekaligus sebagai sistem hidup (way of life). Komprehensif berarti

bahwa syariat Islam merangkum seluruh aspek kehidupan, baik ritual (

ibadah) maupun sosial (muamalah). Ibadah diperlukan untuk menjaga

ketaatan dan kehormonisan hubungan manusia dengan Khaliq-nya.

Dan muamalah diturunkan untuk menjadi rule of the game dalam

kehidupan sosial. Sedangkan universal mengandung makna, bahwa

syariat Islam dapat di terapkan setiap waktu dan tempat sampai akhir

waktu. Sifat universal sangat jelas terutama pada bidang muamalah

yang cakupan nya luas dan flexible, serta tidak membeda beda kan

baik muslim atau non-muslim (Musjtari dan Fitriyanti:2008).

Dalam ajaran Islam, terdapat petunjuk yang diberikan oleh Allah

terhadap segala sesuatu yang dibutuhkan manusia, yaitu Aqidah,

Syariah, dan Ahlaq. Pertama aqidah merupakan ajaran Islam yang

menjelaskan keesaan Allah SWT yang bersifat konstan dan tidak

mengalami perubahan yang di pengaruhi oleh zaman. Kedua syariah

Page 15: ARIZA UMAMI, S.H., M.H

Praktik Mudharabah Dalam Perbankkan Syariah 5

merupakan ajaran yang menyampai tentang hukum atau peraturan

yang harus dilaksanakan atau ditinggalkan oleh manusia. Syariah di

bagi menjadi 2 bagian, yaitu Ibadah dan Muamalah. Ketiga berbicara

mengenai ahlak yang terkait dengan tingkah laku manusia

(Ismail:2014).

Penerapan prinsip syariah dalam kehidupan modern saat ini yang

paling kuat adalah dalam bidang ekonomi. Ekonomi berdasarkan

prinsip nsyariah mengalami perkembangan yang sngat signifikan,

seperti yang terlihat dalam bidang lembaga keuangan bank maupun

lembaga keuangan non bank. Berbagai regulasi telah dikeluarkan oleh

otoritas yang berwenang untuk mendukung penerapan prinsip syariah

yang dimaksud. Sementara di tingkat International telah terdapat best

practise mengenai ekonomi syariah, bahkan di negara-negara yang

notabenya bukan negara muslim seperti yang terjadi di Inggris dan

Singapura. Hal ini menunjukan bahwa penerapan prinsip Syariah

dalam lembaga keuangan secara obyektif dan Ilmiah lebih

memberikan keadilan dan lebih menguntungkan dari pada dengan

intrumen ribawi sebagaimana yang telah berjalan selama ini.

Hadirnya Undang-undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang

Perbankan semangkin memberikan angin segar bagi dimulai nya bank

yang tidak di dasrkan pada sistem bunga , melainkan memakai

mekanisme bagi hasil dalam kegiatan usahanya. Hal ini dipertegas

dengan dikeluarkan nya Peraturan Pemerintah Nomoe 72 Tahun 1992

tentang bagi hasil. Adanya amandemen Undang- Undang Perbankan

dengan UU Nomor 10 tahun 1998 secara eksplisit memperbolehkan

operasional bank berdasarkan Prinsip Syariah baik bagi bank umum

maupun bank Perkreditan Rakyat. Prinsip syariah dalam kerangka

Page 16: ARIZA UMAMI, S.H., M.H

6 Praktik Mudharabah Dalam Perbankkan Syariah

hukum perbankan diartikan sebagai aturan perja jian berdasarkan

hukum Islam antara bank dan pihak lain untuk menyimpan dana atau

pembiayaan kegiatan usaha yang dinyatakan sesuai syariah.

Evi Natalia, Dzulkirom, dan Mangesti (2014:2) dalam

jurnalnya, cara pengoperasian antara bank konvensional dan bank

syariah memiliki perbedaan yang signifikan, dimana pada bank

konvensional menerapkan prinsip bunga dan bank syariah

menerapkan prinsip bagi hasil (profit and lose sharing). Pada bank

syariah, sistem bagi hasil akan lebih transparan kepada nasabah, jadi

nasabah bisa melakukan monitoring kinerja atas bagi hasil yang

diperoleh. Apabila jumlah keuntungan meningkat maka keuntungan

yang di terima nasabah juga bisa meningkat, bahkan sebaliknya jika

keuntungan menurun, bagi hasil kepada nasabah juga menurun.

Prinsip bagi hasil yang di terapkan bank syariah jelas berbeda dengan

sistem bunga yang dijalankan oleh bank konvensional, dimana

nasabah tidak bisa menilai kinerja bank bila hanya dilihat dari bunga

yang diperoleh.

Pada Umumnya produk yang ditawarkan dalam perbankan syariah

kepada nasabah diantaranya adalah a) produk funding berupa

tabungan wadiah, tabungan Mudharabah, dan deposito Mudharabah,

b) produk financing berupa pembiayaan murabahah, musyarakah, dan

Mudharabah. Pembiayaan murabahah merupakan produk berakad

jual-beli dengan berorientasi bisnis. Sedangkan pembiayaan

Mudharabah dan musyarakah merupakan produk yang berakad

kerjasama dan berorientasi bisnis yang berasal dari dana pihak ketiga

atau masyarakat berupa giro, tabungan atau deposito (Muhammad,

2005:179).

Page 17: ARIZA UMAMI, S.H., M.H

Praktik Mudharabah Dalam Perbankkan Syariah 7

Didalam pelaksanaan prinsip bagi hasil dalam hal kegiatan

penghimpunan dana dalam bank syariah cukup mendapat kepercayaan

dari masyarakat, akan tetapi dalam hal penyaluran dana yang

dilakukan bank syariah dalam bentuk pembiayaan masih cukup

banyak masyarakat yang beranggapan bahwa pembiayaan di bank

syariah tidak berbeda dengan kredit di bank konvensional atau belum

benar-benar diterapkan sesuai hukum Islam

Bank syariah pada umum nya telah menggunakan mudharobah

dan murabahah sebagai metode pembiayaan mereka, dengan jumlah

lebih dominan di bandingkan dengan produk pembiayaan lain.

Tingkat keuntungan (margin) yang di peroleh akan meningkatkan

pendapatan perbankan syariah kemudian berdasarkan revenue sharing

pendapatan tersebut dibagihasilkan antara bank dan semua nasabah

yang menitipkan, menabung dan menginvestasikan uangnya dengan

kesepakatan awal. Semangkin tinggi tingkat pembiayaan semngkin

tinggi pula tingkat pendapatan bank syariah dan imbal hasil yang

dibagikan kepada nasabah sehingga berpengaruh terhadap jumlah

simpanan mudharabah.

Page 18: ARIZA UMAMI, S.H., M.H

8 Praktik Mudharabah Dalam Perbankkan Syariah

Page 19: ARIZA UMAMI, S.H., M.H

Praktik Mudharabah Dalam Perbankkan Syariah 9

BAB II

KAJIAN ANALISIS

A. Bank Syariah

Ali Zainuddin (2010) Bank Syariah terdiri dari dua kata, yaitu

(a) bank, dan (b) syariah. Kata bank bermakna suatu lembaga

keuangan yang berfungsi sebagai perantara keuangan dari dua pihak,

yaitu pihak yang berkelebihan dana dan pihak yang kekurangan dana.

Kata syariah dalam versi bank syariah di Indonesia adalah aturan

perjanjian berdasarkan yang dilakukan pihak bank dan pihak lainuntuk

menyimpan dana / pembiayaan kegiatan usaha dan kegiatan lain nya

sesuai dengan hukum Islam.

Penggabungan antara kata bank dan syariah “Bank syariah”

adalah suatu lembaga keuangan yang berfungsi sebagai perantara

antara pihak yang berkelebihan dana dangan pihak yang kekurangan

dana untuk kegiatan usaha dan kegiatan lain nya sesuai dengan hukum

Islam. Selain itu bank syariah juga di sebuat dengan Islamic Banking

atau Interest Fee Banking , yaitu sistem perbankan dalam pelaksanaan

operational tidak menggunakan sistem bunga (riba), spekulasi

(maisir), dan ketidak pastian atau ketidak jelasan (gharar).

Muhammad Abdul Kadir& Murniati Rilda (2011: 39)

Perbankan syariah adalah segala sesuatu yang menyangkut tentang

bank syariah dan unit Usaha syariah, mencakup kelembagaan,

kegiatan usaha serta cara dan proses dalam melaksanakan kegiatan

usahanya. Berdasarkan ketentuan tersebut, konsep perbankan syariah

meliputi unsur-unsur sebagai berikut, yaitu:

Page 20: ARIZA UMAMI, S.H., M.H

10 Praktik Mudharabah Dalam Perbankkan Syariah

a. Kelembagaan bank syariah, yaitu mengenai badan usha

yang selalu berbentuk badan hukum Perseroan Terbatas;

b. Kegiatan usaha bank syariah, yaitu kegiatan bidang

keuangan mengenai pemanfaatan dana investasi

masyarakat dan pembiayaan usaha serta kegiatan lain, yang

bertujuan untuk kesejahteraan rakyat banyak;

c. Cara dan proses melaksanakan kegiatan usaha bank syariah

yaitu yang berdasarkan prinsip syariah.

Rumusan ini mengandung makna bahwa bank tidak hanya

berfungsi sebagai pengelola dana , tetapi lebih jauh lagi sebagai

pengelola bentuk-bentuk usaha lain guna meningkatkan taraf hidup

dan kesejahteraan rakyat.Perbankan syariah dalam melakukan

kegiatan usaha nya berdasarkan demokrasi ekonomi, yaitu kegiatan

ekonomi syariah yang mengandung nilai keadilan,

kebersamaan,pemerataan dan kemanfaatan.

Ismail (2014: 31) Bank syariah memiliki sistem operational

yang berbeda dengan bank konvensional. Bank syariah memberikan

layanan bebas bunga kepada para nasabah nya. Dalam sistem bank

syariah, pembayaran dan penarikan bunga dilarang dalam smua

bentuk transaksi.Bank syariah tidak mengenal sitem bunga , baik

bunga yang diperoleh dari nasabah yang meminjam uang atau bunga

yang dibayar kepada penyimpan dana di bank syariah.Bank syariah

merupakan bank ynag kegiatan nya mengacu pada Hukum

Islam.Imabalan yang diterima oleh bank syariah maupun yang

dibayarkan kepada nasabah tergantung dari akad dan perjanjian antara

nasabaah dan bank. Akad yang terdapat di bank syariah tunduk pada

Page 21: ARIZA UMAMI, S.H., M.H

Praktik Mudharabah Dalam Perbankkan Syariah 11

syarat dan rukun akad sebagaimana diatur dalam syariat Islam. Bank

Umum Syariah adalah bank yang berdiri sendiri sesuai dengan akta

pendirian nya, bukan merupakan bagian dari bank konvensional.

B. Tinjauan Kelembagaan Perbankan Syariah

Perbankan Syariah dari segi kelembagaan di Indonesia di

mulai sejak tahun 1991, kemudian menyusul Bank Syariah Mandiri

konversi dari Bank Susila Bhakti. Kedua Bank tersebut yang mulai

memprakarsai kegiatan usaha berdasarkan prinsip syariah.

Berdasarkan Pasal 7 Undang- undang Nomor 21 Tahun 2008 tentang

Perbankan Syariah maka bentuk badan hukum Bank Syariah adalah

Perusahaan Terbatas. Perbedaan dari segi kelembagaan Bank

konvensional dan Bank Syariah adalah Bank yang menjalankan

kegiatan usahanya berdasarkan prinsip syariah dan menurut jenis nya

terdiri atas Bank Umum Syariah dan Bank Pembiayaan Rakyat

Syariah.

Perbedaan yang terlihat jelas dari segi kelembagaan ialah dari

organisasi. Secara organisatoris pembeda utama antara bank syariah

dengan Bank Konvensioanal terletak pada lembaga pengawas bank,

baik yang bersifat internal maupun ekternal. Dari segi bank, pada bank

syariah ada dua lembaga pengawas yaitu Komisaris dan Dewan

Pengas Syariah (DPS), sedangkan dari segi eksternal diawasi oleh

Bank Indonesia dan Dewan Syariah Nasional (DSN). Pada bank

konvensional lembaga pengawas yang ada hanyalah Komisaris dari

segi internal dan Bank Indonesia dari segi eksternal. ( Dewi Nurul

Musjtari, 2012 :17)

Page 22: ARIZA UMAMI, S.H., M.H

12 Praktik Mudharabah Dalam Perbankkan Syariah

C. Tujuan dan Fungsi Bank Syariah

Perbankan syariah sebagaimana dijelaskan dalam pasal 3 UU

Perbankan syariah, bertujuan “Menunjang pelaksanaan pembangunan

nasional dalam rangka meingkatkan keadilan, kebersamaan, dan

pemerataan kesejahteraan rakyat”. Dalam mencapai tujuan menunjang

pelaksannaan pembangunan nasional, perbankan syariah tetap

berpegang pada prinsip syariah secara menyeluruh (kaffah) dan

konsisten (istiqamah)” (Pasal 3 UU Perbankan syariah dan

Penjelasannya).

Oleh karena itu, maka mekanisme perbankan bebas bunga yang

biasa disebut dengan bank syariah didirikan. Tujuan perbankan

syariah didirikan dikarenakan pengambilan riba dalam transaksi

keuangan maupun non keuangan (QS. Al-Baqarah 2 : 275). Dalam

sistem bunga, bank tidak akan tertarik dalam kemitraan usaha kecuali

bila ada jaminan kepastian pengembalian modal dan pendapatan

bunga (Zaenul Arifin, 2002: 39-40).

Dalam Undang-Undang Nomor 21 tahun 2008 tentang perbankan

syariah, pasal 4 dijelaskan fungsi bank syariah sebagai berikut:

Bank Syariah dan Unit Usaha Syariah wajib menjalankan

fungsi menghimpun dan menyalurkan dana masyarakat.

Bank Syariah dan Unit Usaha Syariah dapat menjalankan

fungsi sosial dalam bentuk lembaga baitul mal, yaitu

menerima dana yang berasal dari zakat, infak, sedekah, hibah,

atau dana sosial lainya dan menyalurkannya kepada organisasi

pengelola zakat.

Page 23: ARIZA UMAMI, S.H., M.H

Praktik Mudharabah Dalam Perbankkan Syariah 13

Bank Syariah dan Unit Usaha Syariah dapat menghimpun dana

sosial yang berasal dari dana wakaf uang dan menyalurkanya

kepada pengelola wakaf (nadzir) sesuai dengan kehendak

pemberi wakaf (wakif).

Pelaksanaan fungsi sosial sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan

ayat (3) sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Lebih rinci Wiroso (2009;82-87) membagi fungsi bank syariah

ke dalam empat fungsi utama yaitu:

1. Fungsi manajer investasi. Bank syariah merupakan manajer

investasi dari pemilik dana (shahibul maal) dari dana yang

dihimpun dengan prinsip mudharabah, karena besar-kecilnya

imbalan (bagi hasil) yang diterima oleh pemilik dana , sangat

tergantung pada hasil usaha yang diperoleh (dihasilkan) oleh

bank syariah dalam mengelola dana.

2. Fungsi Investor. Dalam penyaluran dana, baik dalam prinsip

bagi-hasil atau prinsip jual-beli, bank syariah berfungsi sebagai

investor (sebagai pemilik dana). Oleh karena itu sebagai

pemilik dana maka dalam menanamkan dana dilakukan

dengan prinsip-prinsip yang telah ditetapkan dan tidak

melanggar syariah, ditanamkan pada sektor sektor produktif

dan memiliki resiko yang minim.

3. Fungsi Jasa Perbankan. Dalam operasionalnya, bank syariah

juga memiliki fungsi jasa perbankan berupa layanan kliring,

transfer, inkaso, pembayaran gaji dan lainya yang tidak

melanggar prinsip syariah.

Page 24: ARIZA UMAMI, S.H., M.H

14 Praktik Mudharabah Dalam Perbankkan Syariah

4. Fungsi Sosial. Dalam konsep perbankan syariah mewajibkan

bank syariah memberikan layanan sosial melalui dana qard,

zakat, dan dana sumbangan lainya yang sesuai dengan prinsip

syariah. Konsep perbankan syariah juga mengharuskan bank-

bank syariah untuk memainkan dan memberikan kontribusi

bagi perlindungan dan pengembangan lingkungan. Fungsi ini

juga merupakan yang membedakan bank syariah dengan bank

konvensional, dalam bank syariah fungsi sosial tidak dapat

dipisahkan dari fungsi-fungsi lainya dan merupakan identitas

khas bank syariah.

D. Prinsip-Prinsip Dasar Operasional Bank Syariah

Dalam pelaksanaan operasional bank syariah ada lima prinsip yang

diterapkan. Antara lain, yaitu :

1. sistem simpanan, Prinsip simpanan murni merupakan fasilitas

yang diberikan oleh bank Islam untuk memberikan

kesempatan kepada pihak yang kelebihan dana untuk

menyimpan dananya dalam bentuk al-Wadiah;

2. bagi hasil, Sistem ini adalah suatu sistem yang meliputi tata

cara pembagian hasil usaha antara penyedia dana dengan

pengelola dana. Pembagian hasil usaha ini dapat terjadi antara

bank dengan penyimpan dana, maupun antara bank dengan

nasabah penerima dana. Bentuk produk yang berdasarkan

prinsip ini adalah mudharabah dan musyarakah. Namun,

prinsip Mudharabah dapat dipergunakan sebagai dasar baik

untuk produk pendanaan (tabungan dan deposito) maupun

Page 25: ARIZA UMAMI, S.H., M.H

Praktik Mudharabah Dalam Perbankkan Syariah 15

pembiayaan, sementara musyarakah lebih banyak untuk

pembiayaan;

3. margin keuntungan, Prinsip ini merupakan suatu sistem yang

menerapkan tata cara jual beli, dimana bank akan membeli

terlebih dahulu barang yang dibutuhkan atau mengangkat

nasabah sebagai agen bank melakukan pembelian atas nama

bank, kemudian bank menjual barang tersebut kepada nasabah

dengan harga beli ditambah keuntungan (margin);

4. Sewa, Prinsip ini secara garis besar terbagi atas dua jenis :

(a). Ijarah, sewa murni, seperti halnya penyewaan alat-alat

produk (operating lease). Dalam teknis perbankan, bank dapat

membeli dahulu equipment yang dibutuhkan nasabah

kemudian menyewakan dalam waktu dan hanya telah

disepakati kepada nasabah.

(b) Iijarah al muntahiya bit tamlik merupakan penggabungan

sewa dan beli, dimana si penyewa mempunyai hak untuk

memiliki barang pada akhir masa sewa (finansial lease);

5. Fee atau jasa, Prinsip ini meliputi seluruh layanan non-

pembiayaan yang diberikan bank. Bentuk produk yang

berdasarkan prinsip ini antara lain Bank Garansi, Kliring,

Inkaso, Jasa, Transfer.Dengan demikian prinsip syariah

merupakan aturan perjanjian berdasarkan hukum Islam antara

bank dan pihak lain untuk penyimpanan dana dan pembiayaan

kegiatan usaha, atau kegiatan lainnya yang sesuai dengan

syariah

Page 26: ARIZA UMAMI, S.H., M.H

16 Praktik Mudharabah Dalam Perbankkan Syariah

E. Produk perbankan syariah :

1) Prinsip pinjaman murni (Al-Wadiah) itipan nasabah yang

harus dijaga dan dikembalikan setiap saat apabila nasabah

yang bersangkutan menghendaki. Bank bertanggung jawab

atas pengembalian titipan.

Secara umum terdapat dua jenis al-wadiah, yaitu:

a) Wadiah Yad Al-Amanah

Wadiah Yad Al-Amanah adalah titipan dimana

penerima titipan tidak boleh memanfaatkan barang

titipan tersebut sampai diambil kembali oleh penitip

b) Wadiah Yad adh-Dhamanah

Wadiah Yad adh-Dhamanah adalah titipan yang

selama belum dikembalikan kepada penitip dapat

dimanfaatkan oleh penerima titipan. Apabila dari

hasil pemanfaatan tersebut diperoeh keuntungan maka

seluruhnya menjadi hak penerima titipan.

2) Bagi hasil (Syirkah)

Sistem ini adalah suatu sistem yang meliputi tatacara

pembagian hasil usaha antara penyedia dana dengan

pengelola dana. Bentuk produk yang berdasarkan prinsip ini

adalah:

a. Al-Mudharabah

Al-Mudharabah adalah akad kerjasama usaha antara shahibul

maal (pemilik dana) dan mudharib (pengelola dana) dengan nisbah

bagi hasil menurut kesepakatan di muka. Jika usaha mengalami

kerugian, maka seluruh kerugian ditanggung oleh pemililk dana,

Page 27: ARIZA UMAMI, S.H., M.H

Praktik Mudharabah Dalam Perbankkan Syariah 17

kecuali jika ditemukan adanya kelalaian atau kesalahan oleh pengelola

dana, seperti penyelewengan, kecurangan dan penyalahgunaan dana.

Mudharabah terdiri dari dua jenis, yaitu :

1. Mudharabah Muthlaqah

Adalah mudharabah dimana pemilik dana memberikan

kebebasan kepada pengelola dana dalam pengelolaan

investasinya.

2. Mudharabah Muqayyadah

Adalah mudharabah dimana pemilik dana memberikan

batasan kepada pengelola dana mengenai tempat, cara, dan

obyek investasi.

b. Al-Musyarakah

Al-musyarakah adalah akad kerjasama di antara para pemilik

modal yang mencampurkan modal mereka untuk tujuan mencari

keuntungan. Dalam musyarakah, mitra dan bank sama-sama

menyediakan modal untuk membiayai suatu usaha tertentu, baik yang

sudah berjalan maupun yang baru. Selanjutnya mitra dapat

mengembalikan modal tersebut berikut bagi hasil yang telah

disepakati secara bertahap atau sekaligus kepada bank. Dua jenis al-

musyarakah:

1. Musyarakah pemilikan, tercipta karena warisan, wasiat, atau

kondisi lainnya yang mengakibatkan pemilikan satu aset

oleh dua orang atau lebih.

2. Musyarakah akad, tercipta dengan cara kesepakatan dimana

dua orang atau lebih setuju bahwa tiap orang dari mereka

memberikan modal musyarakah.

Page 28: ARIZA UMAMI, S.H., M.H

18 Praktik Mudharabah Dalam Perbankkan Syariah

3) Prinsip jual beli (at-tijarah)

Prinsip ini merupakan suatu sistem yang menerapkan tata cara

jual beli, dimana bank akan membeli terlebih dahulu barang yang

dibutuhkan atau mengangkat nasabah sebagai agen bank melakukan

pembelian barang atas nama bank, kemudian bank menjual barang

tersebut kepada nasabah dengan harga sejumlah harga beli ditambah

keuntungan (margin). Implikasinya berupa:

c. Murabahah adalah akad jual beli barang dengan menyatakan

harga perolehan dan keuntungan (margin) yang disepakati oleh

penjual dan pembeli.

a. Salam

Salam adalah akad jual beli barang pesanan dengan

penangguhan pengiriman oleh penjual dan pelunasannya

dilakukan segera oleh pembeli sebelum barang pesanan

tersebut diterima sesuai syarat-syarat tertentu. Bank dapat

bertindak sebagai pembeli atau penjual dalam suatu

transaksi salam. Jika bank bertindak sebagai penjual

kemudian memesan kepada pihak lain untuk menyediakan

barang pesanan dengan cara salam maka hal ini disebut

salam paralel.

b. Istishna’

Istishna’ adalah akad jual beli antara pembeli dan produsen

yang juga bertindak sebagai penjual. Cara pembayarannya

dapat berupa pembayaran dimuka, cicilan, atau

ditangguhkan sampai jangka waktu tertentu. Barang

pesanan harus diketahui karakteristiknya secara umum yang

Page 29: ARIZA UMAMI, S.H., M.H

Praktik Mudharabah Dalam Perbankkan Syariah 19

meliputi: jenis, spesifikasi teknis, kualitas, dan

kuantitasnya. Bank dapat bertindak sebagai pembeli atau

penjual. Jika bank bertindak sebagai penjual kemudian

memesan kepada pihak lain untuk menyediakan barang

pesanan dengan cara Istishna maka hal ini disebut istishna

paralel.

4) Prinsip sewa (Al-Ijarah)

Al-ijarah adalah akad pemindahan hak guna atas barang

atau jasa, melalui pembayaran upah sewa, tanpa diikuti

dengan pemindahan hak kepemilikan atas barang itu

sendiri.

Al-ijarah terbagi kepada dua jenis: (1) Ijarah, sewa murni.

(2) ijarah al muntahiya bit tamlik merupakan penggabungan

sewa dan beli, dimana si penyewa mempunyai

hak untuk memiliki barang pada akhir masa sewa.

5) Prinsip jasa (Al-Ajr Walumullah)

Prinsip ini meliputi seluruh layanan non-pembiayaan yang

diberikan bank. Bentuk produk yang berdasarkan prinsip ini

antara lain:

a. Al-Wakalah

Akad pemberian kuasa dari muwakil (pemberi

kuasa/nasabah) kepada wakil (penerima kuasa/bank) untuk

melaksanakan suatu taukil (tugas) atas nama pemberi

kuasa. Akad wakalah tersebut dapat digunakan, antara lain,

dalam pengiriman transfer, penagihan hutang baik melalui

kliring maupun inkaso, dan realisasi L/C.

Page 30: ARIZA UMAMI, S.H., M.H

20 Praktik Mudharabah Dalam Perbankkan Syariah

b. Al-Kafalah

Akad pemberian jaminan yang diberikan oleh kaafil

(penjamin/bank) kepada makful (penerima jaminan) dan

penjamin bertanggung jawab atas pemenuhan kembali suatu

kewajiban yang menjadi hak penerima jaminan.

c. Al-Hawalah

Adalah pemindahan atau pengalihan hak dan kewajiban, baik

dalam bentuk pengalihan piutang maupun hutang, dan jasa

pemindahan/pengalihan dana dari satu entitas kepada entitas

lain

d. Ar-Rahn

Adalah menahan salah satu harta milik si peminjam sebagai

jaminan atas pinjaman yang diterimanya. Barang yang

ditahan tersebut memiliki nilai ekonomis. Dengan

demikian, pihak yang menahan memperoleh jaminan untuk

dapat mengambil kembali seluruh atau sebagian piutangnya.

Secara sederhana dapat dijelaskan bahwa rahn adalah

semacam jaminan utang atau gadai.

e. Al-Qardh

Al-qardh adalah pemberian harta kepada orang lain yang

dapat ditagih atau diminta kembali atau dengan kata lain

meminjamkan tanpa mengharapkan imbalan. Produk ini

digunakan untuk membantu usaha kecil dan keperluan

sosial. Dana ini diperoleh dari dana zakat, infaq dan

shadaqah.

Page 31: ARIZA UMAMI, S.H., M.H

Praktik Mudharabah Dalam Perbankkan Syariah 21

F. Prinsip Bagi Hasil

Ismail (2014:95) Konsep bagi hasil (profit and lose sharing)

adalah pembagian hasil uasaha yang telah dilakukan oleh pihak- pihak

yang telah melakukan perjanjian, yaitu nasabah dan pihak bank

syariah. Dalam hal tersebut ada dua pihak yang melakukan perjanjian,

maka hasil usaha yang dilakukan kedua pihak atau salah satu pihak,

akan dibagi sesuai porsi masing-masing pihakyang melakukan akd

perjanjian. Pembagian hasil usaha dalam perbankan syariah

ditetapkan dengan menggunakan nisbah . Nisbah yaitu persentase

yang di setujui oleh kedua pihak dalam menentukan bagi hasil atau

yang dikerjasamakan.

Ascarya (2006:26) Bagi hasil (Profit and lose sharing) adalah

sistem pembagian hasil (revenue sharing) usaha dimana pemilik

modal dengan pemilik modal lain nya untuk melakukan kegiatan

usaha. Apabila kegiatan usaha menghasilkan keuntungan maka dibagi

berdua, ketika mengalami kerugian di tanggung bersama pula. Sistem

bagi hasil memberikan keadilan tanpa ada yang merasa tereksploitasi.

Konsep bagi hasil adalah sebagai berikut:

a. Pemilik dana akan menginvestasikan dananya melalui

lembaga keuangan syariah yang bertindak sebagai

pengelola;

b. Pengelola atau lembaga keuangan syariah akan mengelola

dana tersebut dalam sistem pool of fund selanjutnya akan

menginvestasikan dana tersebut ke dalam proyek atau

usaha yang layak dan menguntungkan serta memenuhi

aspek syariah;

Page 32: ARIZA UMAMI, S.H., M.H

22 Praktik Mudharabah Dalam Perbankkan Syariah

c. Kedua belah pihak menandatangani akad yang berisi ruang

lingkup kerja sama, nominal, nisbah dan jangka waktu

berlakunya kesepakatan tersebut. (Tim Pengembangan

Perbankan Syariah Institut Bankir Indonesia, 2004: 198)

Sistem perekonomian Islam merupakan masalah yang

berkaitan dengan pembagian hasil usaha harus ditentukan pada awal

terjadinya kontrak kerja sama (akad), yang ditentukan adalah porsi

masing-masing pihak, misalkan 20:80 yang berarti bahwa atas hasil

usaha yang diperoleh akan didistribusikan sebesar 20% bagi pemilik

dana (shahibul maal) dan 80% bagi pengelola dana (mudharib). Bagi

Hasil adalah bentuk return (perolehan kembaliannya) dari kontrak

investasi, dari waktu ke waktu, tidak pasti dan tidak tetap.

Besarkecilnya perolehan kembali itu bergantung pada hasil usaha

yang benarbenar terjadi. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa

sistem bagi hasil merupakan salah satu praktik perbankan syariah.

(Adiwarman Karim, 2004: 191)

Metode bagi hasil terdiri dari dua sistem :

a. Bagi untung (Profit Sharing) adalah bagi hasil yang

dihitung dari pendapatan setelah dikurangi biaya

pengelolaan dana. Dalam sistem syariah pola ini dapat

digunakan untuk keperluan distribusi hasil usaha lembaga

keuangan syariah

b. Bagi hasil (Revenue Sharing) adalah bagi hasil yang

dihitung dari total pendapatan pengelolaan dana. Dalam

sistem syariah pola ini dapat digunakan untuk keperluan

distribusi hasil usaha lembaga keuangan syariah

Page 33: ARIZA UMAMI, S.H., M.H

Praktik Mudharabah Dalam Perbankkan Syariah 23

Aplikasi perbankan syariah pada umumnya, bank dapat

menggunakan sistem profit sharing maupun revenue sharing

tergantung kepada kebijakan masing-masing bank untuk memilih

salah satu dari sistem yang ada. Bank bank syariah yang ada di

Indonesia saat ini semuanya menggunakan perhitungan bagi hasil atas

dasar revenue sharing untuk mendistribusikan bagi hasil kepada para

pemilik dana (deposan). (Tim Pengembangan Perbankan Syariah

Institut Bankir Indonesia, 2003: 264)

Suatu bank menggunakan sistem profit sharing di mana bagi

hasil dihitung dari pendapatan netto setelah dikurangi biaya bank,

maka kemungkinan yang akan terjadi adalah bagi hasil yang akan

diterima oleh para shahibul mal (pemilik dana) akan semakin kecil,

tentunya akan mempunyai dampak yang cukup signifikan apabila

ternyata secara umum tingkat suku bunga pasar lebih tinggi. Kondisi

ini akan mempengaruhi keinginan masyarakat untuk

menginvestasikan dananya pada bank syariah yang berdampak

menurunnya jumlah dana pihak ketiga secara keseluruhan, tetapi

apabila bank tetap ingin mempertahankan sistem profit sharing

tersebut dalam perhitungan bagi hasil mereka, maka jalan satusatunya

untuk menghindari resiko-resiko tersebut di atas, dengan cara bank

harus mengalokasikan sebagian dari porsi bagi hasil yang mereka

terima untuk subsidi terhadap bagi hasil yang akan dibagikan kepada

nasabah pemilik dana.

Suatu bank yang menggunakan sistem bagi hasil berdasarkan

revenue sharing yaitu bagi hasil yang akan didistribusikan dihitung

dari total pendapatan bank sebelum dikurangi dengan biaya bank,

maka kemungkinan yang akan terjadi adalah tingkat bagi hasil yang

Page 34: ARIZA UMAMI, S.H., M.H

24 Praktik Mudharabah Dalam Perbankkan Syariah

diterima oleh pemilik dana akan lebih besar dibandingkan dengan

tingkat suku bunga pasar yang berlaku. Kondisi ini akan

mempengaruhi para pemilik dana untuk mengarahkan investasinya

kepada bank syariah yang nyatanya justru mampu memberikan hasil

yang optimal, sehingga akan berdampak kepada peningkatan total

dana pihak ketiga pada bank syariah. Pertumbuhan dana pihak ketiga

dengan cepat harus mampu diimbangi dengan penyalurannya dalam

berbagai bentuk produk aset yang menarik, layak dan mampu

memberikan tingkat profitabilitas yang maksimal bagi pemilik dana.

Prinsip revenue sharing diterapkan berdasarkan pendapat dari

Imam Syafi'i yang mengatakan bahwa mudharib tidak boleh

menggunakan harta mudharabah sebagai biaya baik dalam keadaan

menetap maupun bepergian (diperjalanan) karena mudharib telah

mendapatkan bagian keuntungan maka ia tidak berhak mendapatkan

sesuatu (nafkah) dari harta itu yang pada akhirnya ia akan mendapat

yang lebih besar dari bagian shahibul mal. Sedangkan, untuk profit

sharing diterapkan berdasarkan pendapat dari Abu Hanifah, Malik,

Zaidiyah yang mengatakan bahwa mudharib dapat membelanjakan

harta mudharabah hanya bila perdagangannya itu diperjalanan saja

baik itu berupa biaya makan, minum, pakaian dan sebagainya. Imam

Ahmad bin Hambali mengatakan bahwa mudharib boleh menafkahkan

sebagian dari harta mudharabah baik dalam keadaan menetap atau

bepergian dengan ijin shahibul mal, tetapi besarnya nafkah yang boleh

digunakan adalah nafkah yang telah dikenal (menurut kebiasaan) para

pedagang dan tidak boros.

Page 35: ARIZA UMAMI, S.H., M.H

Praktik Mudharabah Dalam Perbankkan Syariah 25

Prinsip pembagian hasil usaha ada 2 yaitu:

a. Distribusi Hasil Usaha Berdasarkan Prinsip Bagi Hasil

(Revenue Sharing)

Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam distribusi hasil

usaha berdasarkan prinsip bagi hasil (revenue sharing)

adalah sebagai berikut:

1) Pendapatan Operasi Utama. Pendapatan operasi utama

bank syariah adalah pendapatan dari penyaluran dana

prinsip jual beli, bagi hasil dan prinsip ujroh. Besarnya

pendapatan yang dibagikan dalam perhitungan

distribusi hasil usaha dengan prinsip bagi hasil

(revenue sharing) ini adalah pendapatan (revenue) dari

pengelolaan dana (penyaluran) sebesar porsi dana

mudharabah (investasi tidak terikat) yang dihimpun

tanpa adanya pengurangan beban-beban yang

dikeluarkan oleh bank syariah. (Wiroso, 2005: 120)

2) Hak pihak ketiga atas bagi hasil investasi tidak terikat.

Hak pihak ketiga atas bagi hasil investasi tidak terikat

merupakan porsi bagi hasil dari hasil usaha

(pendapatan) yang diserahkan oleh bank syariah

kepada pemilik dana mudharabah mutlaqah (investasi

tidak terikat). Penentuannya dilakukan dalam

perhitungan distribusi hasil usaha yang sering disebut

dengan profit distribution. (Wiroso, 2005: 121)

3) Pendapatan operasi lainnya.

Praktik dalam penyaluran dana bank syariah

mengenakan fee administrasi atas penyaluran tersebut

Page 36: ARIZA UMAMI, S.H., M.H

26 Praktik Mudharabah Dalam Perbankkan Syariah

yang besarnya disepakati antara bank sebagai pemilik

dana dan debitur sebagai pengelola dana (mudharib).

Pendapatan operasi lain yang diperoleh bank syariah

adalah pendapatan atas kegiatan usaha bank syariah

dalam memberikan layanan jasa keuangan dan kegiatan

lain yang berbasis imbalan seperti pendapatan fee

inkaso, fee transfer, fee LC dan fee kegiatan yang

berbasis imbalan lainnya. (Wiroso, 2005: 121)

4) Beban Operasi.

Pembagian hasil usaha dengan prinsip bagi hasil

(revenue sharing) semua beban yang dikeluarkan oleh

bank syariah sebagai mudharib, baik beban untuk

kepentingan bank syariah sendiri maupun untuk

kepentingan pengelolaan dana mudharabah, seperti

beban tenaga kerja, beban umum dan administrasi,

beban operasi lainnya ditanggung oleh bank syariah

sebagai mudharib.

b. Distribusi Hasil Usaha Berdasarkan Prinsip Bagi Untung

(Profit Sharing).

Penerapan distribusi hasil usaha dengan prinsip bagi

untung (profit sharing) bukanlah hal yang mudah, karena

pihak deposan harus siap menerima bagian kerugian

apabila dalam pengelolaan dana mudharabah mengalami

kerugian yang bukan akibat dari kelalaian mudharib

sehingga uang yang diinvestasikan pada bank syariah

menjadi berkurang. Di lain pihak, bank syariah sendiri

harus secara jujur dan transparan menyampaikan beban-

Page 37: ARIZA UMAMI, S.H., M.H

Praktik Mudharabah Dalam Perbankkan Syariah 27

beban yang akan ditanggung dalam pengelolaan dana

mudharabah, seperti membuat dan menentukan dengan

tegas dan jelas beban yang akan dibebankan dalam

pengelolaan dana mudharabah baik beban langsung

maupun beban tidak langsung.

1. Laporan hasil usaha mudharabah (bank sebagai mudharib) Laporan

hasil usaha mudharabah ini dibuat sebagai pertanggungjawaban bank

syariah dalam mengelola dana mudharabah mutlaqah yang telah

dipercayakan shahibul maal (deposan) kepada bank syariah sebagai

mudharib. Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam laporan ini

yaitu:

a) Pendapatan operasi utama.

Pendapatan operasi utama perhitungannya sama dengan

perhitungan distribusi hasil usaha yang mempergunakan

prinsip revenue sharing. Besarnya pendapatan yang dibagikan

dalam pembagian hasil usaha pada prinsip bagi untung (profit

sharing) ini adalah pendapatan dari pengelolaan dana

(penyaluran) sebesar porsi dari dana mudharabah (investasi

tidak terikat) yang dihimpun.

b) Beban mudharabah

Bank syariah harus dapat memisahkan beban yang menjadi

tanggungan bank syariah sendiri dan beban yang dibebankan

pada pengelolaan dana mudharabah. Bank syariah harus

menetapkan dengan tegas dan jelas beban-beban yang akan

dipergunakan sebagai pengurang pendapatan pengelolaan dana

mudharabah, baik beban tenaga kerja, beban umum dan

administrasi, maupun beban-beban lainnya untuk disampaikan

Page 38: ARIZA UMAMI, S.H., M.H

28 Praktik Mudharabah Dalam Perbankkan Syariah

kepada shahibul maal sehingga mengetahuinya. Apabila bank

syariah telah mengakui beban-beban sebagai pengurang

pengelola dana mudharabah tidak diperkenankan diakui

sebagai beban bank syariah sebagai pengelola institusi

keuangan syariah sehingga jika terjadi pengembalian beban

harus diakui sebagai pendapatan pengelolaan dana

mudharabah, bukan sebagai pendapatan bank syariah selaku

institusi keuangan syariah.

c) Laba atau rugi mudharabah

Pendapatan operasi utama dikurangi dengan beban

mudharabah inilah yang akan menghasilkan laba atau

rugi.

2) Laporan laba rugi bank syariah (bank sebagai institusi

keuangan syariah)

Data-data yang ada pada laporan ini adalah data-data untuk

kepentingan bank syariah sendiri dalam mengelola institusi

keuangan syariah, khususnya beban-beban yang dikeluarkan

oleh bank syariah dan data-data yang telah diperhitungkan

dalam pembuatan laporan pengelolaan dana mudharabah.

Dalam laporan laba rugi ini, ada beberapa hal yang perlu

diperhatikan yaitu:

a) Pendapatan bank sebagai mudharib

Pendapatan yang ada dalam laporan ini adalah bagian

pendapatan atas pengelolaan dana mudharabah yang

diperoleh bank syariah dan pendapatan penyaluran yang

menjadi milik bank syariah sendiri

Page 39: ARIZA UMAMI, S.H., M.H

Praktik Mudharabah Dalam Perbankkan Syariah 29

b) Pendapatan operasi lainnya

Pendapatan operasi ini adalah pendapatan yang sama

dengan pendapatan operasi lainnya dalam prinsip bagi

hasil.

c) Beban operasi

Beban-beban dalam laporan ini adalah beban-beban yang

dikeluarkan oleh bank yang tidak ada kaitannya dengan

pengelolaan dana mudharabah, baik beban tenaga kerja,

beban umum dan administrasi serta beban-beban lainnya.

Dalam prinsip profit sharing, hasil usaha yang akan dibagikan

antara mudharib dan shahibul maal merupakan keuntungan yang

diperoleh yaitu pendapatan pengelolaan dana mudharabah dikurangi

dengan beban-beban yang dikeluarkan sehubungan dengan

pengelolaan dana mudharabah (Wiroso, 2005: 127). Apabila bank

syariah mempergunakan prinsip profit sharing maka bank syariah

harus dapat membedakan dengan jelas, transparan dan adil terhadap

beban-beban yang merupakan pengurang dari pendapatan pengelolaan

dana mudharabah (yang disebut dengan dana mudharabah) dan

beban-beban yang merupakan pengeluaran bank syariah sebagai

institusi keuangan (yang disebut dengan beban lembaga keuangan

syariah).

Semua beban dana mudharabah yang dikeluarkan sehubungan

dengan pengelolaan dana mudharabah tersebut termasuk beban tenaga

kerja, beban umum dan administrasi serta beban-beban lainnya.

Sedangkan apabila bank syariah mempergunakan prinsip distribusi

hasil usaha dengan pembagian hasil (revenue sharing) maka semua

Page 40: ARIZA UMAMI, S.H., M.H

30 Praktik Mudharabah Dalam Perbankkan Syariah

beban yang dikeluarkan oleh bank syariah menjadi tanggungan bank

syariah sendiri sehingga tidak diperhitungkan dalam unsur distribusi

hasil usaha

Musjtari&Fitria (2008:71) Perbedaan antara bunga dan bagi hasil

(PLS) dan bunga :

a. Bagi hasil penentuan keuntungan di tentukan pada waktu akad

dengan pedoman untung dan rug dan bunga di tentukan waktu

perjanjian dengan asumsi selalu untungi;

b. Bagi hasil besarnya porsentase berdasarkan keuntungan yang

di peroleh, dan bunga berdasarkan jumlah modal yang

dipinjam;

c. Pembayaran bagi hasil bergantung pada keuntungan proyek

dan bila rugi di tanggung bersama, dan bunga seperti yang di

janjikan tanpa ada pertimbangan untung rugi;

d. Jumlah pembayaran bagi hasil tergantung pada jumlah

pendapatan dan bunga tetap mengikat meskipun keuntungan

yang di dapat berlipat;

e. Eksistensi bagi hasil tidak di ragukan keabsahan nya dan

bunga di ragukan oleh agama.

Metode bagi hasil ada Tiga kategori,yaitu :

a. Revenue sharing, adalah yang di bagi pendapatan kotor;

b. Profit sharing yang di bagi adalah keuntungan laba/ rugi,

namun jika rugi masih di tanggung bank;

c. Profit and loss sharing,yang di bagikan adalah

keuntungan(jika perusahaan /bank untung) dan bila mudharib

rugi maka shahibul mall ikut menanggung kerugian.

Page 41: ARIZA UMAMI, S.H., M.H

Praktik Mudharabah Dalam Perbankkan Syariah 31

G. Teori Bagi Hasil

Bagi hasil menurut terminologi asing (Inggris) dikenal dengan

profit sharing . Profit sharing dalam kamus ekonomi diartikan dengan

pembagian laba. Secara definitif profit sharing diartikan:”distribusi

beberapa bagian dari laba pada para pegawai dari suatu

perusahaan”(Muhammad, 2004: 18). Hal itu dapat berbentuk suatu

bonus uang tunai tahunan yang didasarkan pada laba yang diperoleh

pada tahun-tahun sebelumnya, atau dapat berbentuk pembayaran

mingguan/bulanan. Keuntungan yang dibagihasilkan harus dibagi

secara proporsional antara shahibul maal dengan mudharib. Dengan

demikian, semua pengeluaran rutin yang berkaitan dengan bisnis

mudharabah, dapat dimasukkan ke dalam biaya operasional.

Keuntungan bersih harus dibagi antara shahibul maal dan

mudharib sesuai dengan proporsi yang disepakati sebelumnya dan

secara eksplisit disebutkan dalam perjanjian awal. Tidak ada

pembagian laba sampai semua kerugian telah ditutup dan ekuiti

shahibul maal telah dibayar kembali. Jika ada pembagian keuntungan

sebelum habis masa perjanjian akan dianggap sebagai pembagian

keuntungan dimuka (Muhammad, 2004: 19). Kerja sama para pihak

dengan sistem bagi hasil harus dilaksanakan dengan transparan dan

adil. Hal ini disebabkan untuk mengetahui tingkat bagi hasil pada

periode tertentu itu tidak dapat dijalankan kecuali harus ada laporan

keuangan atau pengakuan yang terpercaya. Pada tahap perjanjian kerja

sama ini disetujui oleh para pihak, maka semua aspek yang berkaitan

dengan usaha harus disepakati dalam kontrak, agar antar pihak dapat

saling mengingatkan (Muhammad Ridwan, 2004: 120).

Page 42: ARIZA UMAMI, S.H., M.H

32 Praktik Mudharabah Dalam Perbankkan Syariah

H. Nisbah Keuntungan Prinsip Bagi Hasil

Hal-hal yang berkaitan dengan nisbah bagi hasil yaitu:

a. Persentase

Nisbah keuntungan harus didasarkan dalam bentuk

persentase antara kedua belah pihak, bukan dinyatakan

dalam nilai nominal rupiah tertentu. Nisbah keuntungan itu

misalnya 50:50, 70:30, 60:40, atau 99:1. Jadi nisbah

keuntungan ditentukan berdasarkan kesepakatan, bukan

berdasarkan porsi setoran modal. Nisbah keuntungan tidak

boleh dinyatakan dalam bentuk nominal rupiah tertentu,

misalnya shahib almaal mendapat Rp 50.000,00 dan

mudharib mendapat Rp 50.000,00. 28

b. Bagi Untung dan Bagi Rugi

Ketentuan diatas itu merupakan konsekuensi logis dari

karakteristik akad mudharabah itu sendiri, yang tergolong

ke dalam kontrak investasi (natural uncertainty contracts).

Bila dalam akad mudharabah ini mendapatkan kerugian,

pembagian kerugian itu bukan didasarkan atas nisbah,

tetapi berdasarkan porsi modal masing-masing pihak.

Kerugiannya itu harus dibagi berdasarkan porsi masing-

masing pihak, bukan berdasarkan nisbah. Hal ini karena

ada perbedaan kemampuan untuk menanggung kerugian di

antara kedua belah pihak. Kemampuan shahib al-maal

untuk menanggung kerugian finansial tidak sama dengan

kemampuan mudharib. Kerugian (finansial) ditanggung

100% oleh shahib al-mal.

Page 43: ARIZA UMAMI, S.H., M.H

Praktik Mudharabah Dalam Perbankkan Syariah 33

Di lain pihak, karena proporsi modal (finansial) mudharib

dalam kontrak ini adalah 0%, andaikata terjadi kerugian,

mudharib akan menanggung kerugian (finansial) sebesar

0% pula.29 Apabila bisnis rugi, sesungguhnya mudharib

akan menanggung kerugian hilangnya kerja, usaha dan

waktu yang telah ia curahkan untuk menjalankan bisnis itu.

Kedua belah pihak sama-sama menanggung kerugian,

tetapi bentuk kerugian yang ditanggung oleh keduanya

berbeda, sesuai dengan objek mudharabah yang

dikonstribusikannya. Bila yang dikontribusikan adalah

uang, risikonya adalah hilangnya uang tersebut. Sedangkan

yang dikontribusikan adalah kerja, risikonya adalah

hilangnya kerja, usaha dan waktunya, sehingga tidak

mendapatkan hasil apapun atas jerih payahnya selama

berbisnis.

c. Jaminan

Bila kerugian terjadi karena karakter buruk, misalnya

karena mudharib lalai dan atau melanggar persyaratan-

persyaratan kontrak mudharabah, maka shahib al-maal

tidak perlu menanggung kerugian seperti ini. "Para fuqaha

berpendapat bahwa pada prinsipnya tidak perlu dan tidak

boleh mensyaratkan agunan sebagai jaminan, sebagaimana

dalam akad syirkah lainnya. Jelas hal ini konteksnya

adalah business risk.

Sedangkan untuk character risk, mudharib pada hakikatnya

menjadi wakil dari shahibul maal dalam mengelola dana

dengan seizin shahibul maal, sehingga wajib baginya

Page 44: ARIZA UMAMI, S.H., M.H

34 Praktik Mudharabah Dalam Perbankkan Syariah

berlaku amanah. Jika mudharib melakukan keteledoran,

kelalaian, kecerobohan dalam merawat dan menjaga dana,

yaitu melakukan pelanggaran, kesalahan, dan kelewatan

dalam perilakunya yang tidak termasuk dalam bisnis

mudharabah yang disepakati, atau ia keluar dari ketentuan

yang disepakati mudharib tersebut harus menanggung

kerugian mudharabah sebesar bagian kelalaiannya sebagai

sanksi dan tanggungjawabnya. Ia telah menimbulkan

kerugian karena kelalaian dan perilaku zalim karena ia

telah memperlakukan harta orang lain yang dipercayakan

kepadanya di luar ketentuan yang disepakati. Mudharib

tidak pula berhak untuk menentukan sendiri mengambil

bagian dari keuntungan tanpa kehadiran atau

sepengetahuan shahibul maal sehingga shahibul maal

dirugikan. Jelas hal ini konteksnya adalah character risk.

(Adiwarman Karim, 2004: 199)

Pihak mudharib yang lalai atau menyalahi kontrak ini,

maka shahib al-maal dibolehkan meminta jaminan tertentu

kepada mudharib. Jaminan ini akan disita oleh shahib al-

maal jika ternyata timbul kerugian karena mudharib

melakukan kesalahan, yakni lalai dan ingkar janji.

Kerugian yang timbul disebabkan karena faktor resiko

bisnis, jaminan mudharib tidak dapat disita oleh shahib al-

mal. Cara penyelesaiannya adalah jika salah satu pihak

tidak menunaikan kewajibannya atau jika terjadi

perselisihan di antara kedua pihak, maka penyelesaiannya

Page 45: ARIZA UMAMI, S.H., M.H

Praktik Mudharabah Dalam Perbankkan Syariah 35

dilakukan melalui Badan Arbitrasi Syariah setelah tidak

tercapai kesepakatan melalui musyawarah.

d. Menentukan Besarnya Nisbah

Besarnya nisbah ditentukan berdasarkan kesepakatan

masingmasing pihak yang berkontrak. Jadi, angka besaran

nisbah ini muncul sebagai hasil tawar-menawar antara

shahib al-mal dengan mudharib. (Adiwarman Karim, 2004:

199)

e. Cara Menyelesaikan Kerugian

Jika terjadi kerugian, cara menyelesaikannya adalah

diambil terlebih dahulu dari keuntungan, karena

keuntungan merupakan pelindung modal. Kemudian bila

kerugian melebihi keuntungan, baru diambil dari pokok

modal (Adiwarman Karim, 2004: 199)

I. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Bagi Hasil

Faktor-faktor yang mempengaruhi bagi hasil ada 2 yaitu:

a. Faktor Langsung Faktor langsung meliputi:

1) Investment rate merupakan prosentase aktual dana

yang diinvestasikan dari total dana. Jika bank

menentukan investment rate sebesar 80%, hal ini

berarti 20% dari total dana dialokasikan untuk

memenuhi likuiditas;

2) Jumlah dana yang tersedia untuk diinvestasikan

merupakan jumlah dana dari berbagai sumber dana

yang tersedia untuk diinvestasikan. Dana tersebut dapat

dihitung dengan menggunakan salah satu metode yaitu

Page 46: ARIZA UMAMI, S.H., M.H

36 Praktik Mudharabah Dalam Perbankkan Syariah

rata-rata saldo minimum bulanan dan ratarata total

saldo harian. Invesment rate dikalikan dengan jumlah

dana yang tersedia untuk diinvestasikan, akan

menghasilkan jumlah dana aktual yang digunakan;

3) Nisbah (profit sharing ratio) Nisbah antara satu bank

dan bank lainnya dapat berbeda. Nisbah juga dapat

berbeda dari waktu ke waktu dalam satu bank,

misalnya pembiayaan mudharabah 5 bulan, 6 bulan, 10

bulan dan 12 bulan.

b. Faktor Tidak Langsung Faktor tidak langsung meliputi:

1) Penentuan butir-butir pendapatan dan biaya

mudharabah

a) Shahibul Mal dan Mudharib akan melakukan share

baik dalam pendapatan maupun biaya. Pendapatan

yang dibagihasilkan merupakan pendapatan yang

diterima setelah dikurangi biayabiaya;

b) Jika semua biaya ditanggung bank, hal ini disebut

revenue sharing.

2) Kebijakan akunting (prinsip dan metode akunting)

Bagi hasil secara tidak langsung dipengaruhi oleh

berjalannya aktivitas yang diterapkan, terutama

sehubungan dengan pengakuan pendapatan dan biaya.

(Muhammad, 2002: 106)

J. Akad

Kata akad berasal dari kata bahasa Arab اعقد yang عقد -

berarti, membangun atau mendirikan, memegang, perjanjian,

Page 47: ARIZA UMAMI, S.H., M.H

Praktik Mudharabah Dalam Perbankkan Syariah 37

percampuran, menyatukan. Bisa juga berarti kontrak (perjanjian

yang tercacat). Sedangkan menurut al-Sayyid Sabiq akad berarti

ikatan atau kesepakatan (Sayyid Sabiq, 1993: 127). Secara

etimologi akad adalah ikatan antara dua perkara, baik ikatan secara

nyata maupun ikatan secara maknawi, dari satu segi maupun dari

dua segi. Secara terminologi, ulama fiqih membagi akad dilihat

dari dua segi, yaitu secara umum dan secara khusus. Akad secara

umum adalah segala sesuatu yang dikerjakan oleh seseorang

berdasarkan keinginannya sendiri, seperti wakaf, talak,

pembebasan, atau sesuatu yang pembentukannya membutuhkan

keinginan dua orang, seperti jual-beli, perwakilan dan gadai.

Pengertian akad secara umum di atas adalah sama dengan

pengertian akad dari segi bahasa menurut pendapat ulama

Syafi’iyyah, Malikiyyah dan Hanabilah. Pengertian akad secara

khusus adalah pengaitan ucapan salah seorang yang berakad

dengan yang lainnya secara syara’ pada segi yang tampak dan

berdampak pada objeknya. Pengertian akad secara khusus lainnya

adalah perikatan yang ditetapkan dengan ijab-qobul berdasarkan

ketentuan syara’ yang berdampak pada objeknya. Hal yang penting

bagi terjadinya akad adalah adanya ijab dan qabul. Ijab- qobul

adalah suatu perbuatan atau pernyataan untuk menunjukkan suatu

keridlaan dalam berakad di antara dua orang atau lebih, sehingga

terhindar atau keluar dari suatu ikatan yang tidak berdasarkan

syara’. Oleh karena itu, dalam Islam tidak semua kesepakatan atau

perjanjian dapat dikategorikan sebagai akad, terutama kesepakatan

yang tidak didasarkan pada keridlaan dan syari’at Islam.

Page 48: ARIZA UMAMI, S.H., M.H

38 Praktik Mudharabah Dalam Perbankkan Syariah

Dalam al-Qur’an, setidaknya ada 2 (dua) istilah yang

berhubungan dengan perjanjian, yaitu al-’aqdu (akad) dan al-’ahdu

(janji). Pengertian akad secara bahasa adalah ikatan, mengikat.

Dikatakan ikatan (al-rabth) maksudnya adalah menghimpun atau

mengumpulkan dua ujung tali dan mengikatkan salah satunya pada

yang lainnya hingga keduanya bersambung dan menjadi seutas tali

yang satu. kata al’-aqdu terdapat dalam surat al- Maidah ayat 1,

bahwa manusia diminta untuk memenuhi akadnya. Menurut

Fathurrahman Djamil, istilah al- ’aqdu ini dapat disamakan dengan

istilah verbintenis dalam KUH Perdata. Sedangkan istilah al-’ahdu

dapat disamakan dengan istilah perjanjian atau overeenkomst, yaitu

suatu pernyataan dari seseorang untuk mengerjakan atau tidak

untuk mengerjakan sesuatu yang tidak berkaitan dengan orang lain.

Istilah ini terdapat dalam QS. Ali Imron ayat 76 yaitu “sebenarnya

siapa yang menepati janji yang dibuatnya dan bertaqwa, maka

sesungguhnya Allah menyukai orang- orang yang bertaqwa.

K. Syarat dan Rukun Akad

Ada beberapa syarat yang berkaitan dengan akad, yaitu:

a. Syarat terjadinya akad

Syarat terjadinya akad adalah segala sesuatu yang

disyaratkan untuk terjadinya akad secara syara’. Jika

tidak memenuhi syarat tersebut, akad menjadi batal.

Syarat ini terbagi atas dua bagian: (Ahamd Azar Basyir,

2004: 78-82)

1) Syarat Obyek akad, yakni syarat-syarat yang

berkaitan dengan obyek akad. Obyek akad

Page 49: ARIZA UMAMI, S.H., M.H

Praktik Mudharabah Dalam Perbankkan Syariah 39

bermacam-macam, sesuai dengan bentuknya. Dalam

akad jual-beli, obyeknya adalah barang yang yang

diperjualbelikan dan harganya. Dalam akad gadai

obyeknya adalah barang gadai dan utang yang

diperolehnya, dan lain sebagainya. Agar sesuatu akad

dipandang sah, obyeknya harus memenuhi syarat

sebagai berikut:

a) Telah ada pada waktu akad diadakan.

Barang yang belum wujuh tidak dapat menjadi

obyek akad menurut pendapat kebanyakan

Fuqaha’ sebab hukum dan akibat akad tidka

mungkin bergantung pada sesuatu yang belum

wujuh. Oleh kerena itu, akad salam (pesan

barang dengan pembayaran harga atau sebagian

atau seluruhnya lebih dulu), dipandang sebagai

pengecualian dari ketentuan umum tersebut. Ibnu

Taimiyah, salah seorang ulama mazhab Hambali

memandang sah akad mengenai obyek akad yang

belum wujuh dalam berbagai macam bentuknya,

selagi dapat terpelihara tidak akan terjadi

persengketaan di kemudian hari. Masalahnya

adalah sudah atau belum wujuhnya obyek akad

itu, tetapi apakah akan mudah menimbulkan

sengketa atau tidak.

b) Dapat menerima hukum akad

Para Fuqaha’ sepakat bahwa sesuatu yang tidak

dapat menerima hukum akad tidak dapat menjadi

Page 50: ARIZA UMAMI, S.H., M.H

40 Praktik Mudharabah Dalam Perbankkan Syariah

obyek akad. Dalam jual misalnya, barang yang

diperjualbelikan harus merupakan benda bernilai

bagi pihak-pihak yang mengadakan akad jual-

beli. Minuman keras bukan benda bernilai bagi

kaum muslimin, maka tidak memenuhi syarat

menjadi obyek akad jual beli antara para pihak

yang keduanya atau salah satunya beragama

Islam.

c) Dapat diketahui dan diketahui

Obyek akad harus dapat ditentukan dan diketahui

oleh dua belah pihak yang melakukan akad.

Ketentuan ini tidak mesti semua satuan yang

akan menjadi obyek akad, tetapi dengan sebagian

saja, atau ditentukan sesuai dengan urfI yang

berlaku dalam masyarakat tertentu yang tidak

bertentangan dengan ketentuan agama

d) Dapat diserahkan pada waktu akad terjadi

Yang dimaksud di sini adalah bahwa obyek akad

tidak harus dapat diserahkan seketika, akan tetapi

menunjukkan bahwa obyek tersebut benar-benar

ada dalam kekuasaan yang sah pihak

bersangkutan.

2) Syarat subyek akad, yakni syarat-syarat yang

berkaitan dengan subyek akad, yaitu: (Gemala Dewi,

2002: 55-58)

a) Kecakapan (ahliyah), adalah kecakapan

seseorang untuk memiliki hak (ahliyatul wujub)

Page 51: ARIZA UMAMI, S.H., M.H

Praktik Mudharabah Dalam Perbankkan Syariah 41

dan dikenai kewajiban atasnya dan kecakapan

melakukan tasarruf (ahjliyatul ada’).

b) Kewenangan (wilayah), adalah kekuasaan hukum

yang pemiliknya dapat beratasharruf dan

melakukan akad dan menunaikan segala akibat

hukum yang ditimbulkan

c) Perwakilan (wakalah) adalah pengalihan

kewenagan perihal harata dan perbuatan tertentu

dari seseorang kepada orang lain untuk

mengambil tindalan tertentu dalam hidupnya

b. Syarat kepastian hukum (luzum)

Dasar dalam akad adalah kepastian. Di antara syarat

luzum dalam jual-beli adalah terhindarnya dari beberapa

khiyar jual-beli, seperti khiyar syarat, khiyar aib, dan

lain-lain.( Rahmat Syafe’i, 2002: 65-66)

Rukun-rukun akad adalah sebagai berikut:

a. Orang yang berakad (‘aqid), contoh: penjual dan pembeli.

Al-aqid adalah orang yang melakukan akad.

Keberadaannya sangat penting karena tidak akan pernah

terjadi akad manakala tidak ada aqid.

b. Sesuatu yang diakadkan (ma’qud alaih), contoh: harga

atau barang

(al-Ma’qud Alaih) adalah objek akad atau benda-benda

yang dijadikan akad yang bentuknya tampak dan

membekas. Barang tersebut dapat berbentuk harta

benda, seperti barang dagangan, benda bukan harta

seperti dalam akad pernikahan, dan dapat pula

Page 52: ARIZA UMAMI, S.H., M.H

42 Praktik Mudharabah Dalam Perbankkan Syariah

berbentuk suatu kemanfaatan seperti dalam masalah

upah-mengupah dan lain-lain

c. Shighat, yaitu ijab dan qobul

Sighat akad adalah sesuatu yang disandarkan dari dua

belah pihak yang berakad, yang menunjukkan atas apa

yang ada di hati keduanya tentang terjadinya suatu akad.

Hal ini dapat diketahui dengan ucapan, perbuatan, isyarat,

dan tulisan. (Rahmat Syafe’i, 2002: 46-51)

1) Akad dengan ucapan (lafadz) adalah sighat akad

yang paling banyak digunakan orang sebab paling

mudah digunakan dan paling mudah dipahami.

Dan perlu ditegaskan sekali lagi bahwa penyampaian

akad dengan metode apapun harus disertai dengan

keridlaan dan memahamkan para aqid akan maksud

akad yang diinginkan

2) Akad dengan perbuatan adalah akad yang dilakukan

dengan suatu perbuatan tertentu, dan perbuatan itu

sudah maklum adanya. Sebagaimana contoh penjual

memberikan barang dan pembeli menyerahkan

sejumlah uang, dan keduanya tidak mengucapkan

sepatah katapun. Akad semacam ini sering terjadi

pada masa sekarang ini.namun menurut pendapat

imam Syafi’i, akad dengan cara semacam ini tidak

dibolehkan. Jadi tidak cukup dengan serah-serahan

saja tanpa ada kata sebagai ijab dan qabul.

Page 53: ARIZA UMAMI, S.H., M.H

Praktik Mudharabah Dalam Perbankkan Syariah 43

3) Akad dengan isyarat adalah akad yang dilakukan

oleh orang yang tuna wicara dan mempunyai

keterbatan dalam hal kemampuan tulis-menulis.

Namun apabila dia mampu untuk menulis, maka

dianjurkan agar menggunakan tulisan agar terdapat

kepastian hukum dalam perbuatannya yang

mengharuskan adanya akad.

4) Akad dengan tulisan adalah akad yang dilakukan

oleh Aqid dengan bentuk tulisan yang jelas, tampak,

dapat dipahami oleh para pihak, baik dia mampu

berbicara, menulis dan sebagainya, karena akad

semacam ini dibolehkan. Namun demikian menurut

ulama syafi’iyyah dan hanabilah tidak

membolehkannya apabila orang yang berakad hadir

pada waktu akad berlangsung.

L. Macam-macam Akad

Dalam hal pembagian akad ini, ada beberapa macam akad

yang didasarkan atas sudut pandang masing-masing, yaitu:

a. Berdasarkan ketentuan syara’

1) Akad sahih, yaitu akad yang memenuhi unsur dan

syarat yang telah ditetapkan oleh syara’. Akad yang

memenuhi rukun dan syarat sebagaimana telah

disebutkan di atas, maka akad tersebut masuk dalam

kategori akad sahih.

Page 54: ARIZA UMAMI, S.H., M.H

44 Praktik Mudharabah Dalam Perbankkan Syariah

2) Akad ghairu sahih, yaitu akad yang tidak memenuhi

unsur dan syaratnya. Dengan demikian, akad

semacam ini tidak berdampak hukum atau tidak sah.

Dalam hal ini ulama hanafiyah membedakan antara

akad fasid dan akad batal, dimana ulama jumhur tidak

membedakannya. Akad batal adalah akad yang tidak

memenuhi rukun, seperti tidak ada barang yang

diakadkan, akad yang dilakukan oleh orang gila dan

lain-lain. Sedangkan akad fasid adalah akad yang

memenuhi syarat dan rukun, tetapi dilarang oleh syara’,

seperti menjual narkoba, miras dan lain-lain.

b. Berdasarkan penamaannya, dibagi menjadi:

1) Akad yang sudah diberi nama oleh syara’, seperti

jual-beli, hibah, gadai, dan lain-lain.

2) Akad yang belum dinamai oleh syara’, tetapi

disesuaikan dengan perkembangan zaman

c. Berdasarkan zatnya, dibagi menjadi:

1) Benda yang berwujud (al-‘ain), yaitu benda yang

dapat dipegang oleh indra kita, seperti sepeda, uang,

rumah dan lain sebagainya.

2) Benda tidak berwujud ( ghair al-‘ain), yaitu benda

yang tidak dapat kita indra dengan indra kita, namun

manfaatnya dapat kita rasakan, seperti informasi,

lisensi, dan lain sebagainya.

Obyek akad adalah sesuatu yang dijadikan obyek akad dan

dikenakan padanya akibat hukum yang ditimbulkan. Bentuk obyek

akad dapat berupa benda yang berwujud seperti mobil dan rumah,

Page 55: ARIZA UMAMI, S.H., M.H

Praktik Mudharabah Dalam Perbankkan Syariah 45

maupun benda tak berwujud, seperti manfaat. Adapun syarat-syarat

obyek akad adalah:

a. Obyek perikatan telah ada sebelum akad dilangsungkan

b. Obyek perikatan dibenarkan oleh syari’ah

c. Obyek akad harus jelas dan dikenali

d. Obyek dapat diserah terimakan

Kaidah umum dalam ajaran Islam menentukan bahwa setiap

orang yang melakukan perbuatan dalam keadaan sehat akal dan

bebas menentukan pilihan (tidak dipaksa) pasti memiliki tujuan

tertentu yang mendorongnya melakukan perbuatan itu. Oleh Karen

aitu, tujuan akad menduduki peranan penting untuk menentukan

suatu akad dipandang sah atau tidak, halal atau haram. Ini semua

berkaitan dengan hubungan niat dan perkataan dalam akad.

Bahkan perbuatan- perbuatan bukan akad pun dapat dipengaruhi

halal dan haramnya dari tujuan yang mendorong perbuatan itu

dilakukan. Misalnya, tidur siang, apabila motifnya adalah agar

pada malam harinya tahan tidak tidur untuk bermain judi, maka

tidur siang itu menjadi haram.

Masalahnya adalah, jika suatu tindakan tidak mempunyai

tujuan yang jelas, apakah tindakan tersebut tidak mempunyai

akaibat hukum? Misalnya, seseorang berjanji akan memberikan

sesuatu kepada orang lain, apakah janji itu mempunyai akibat

hukum, dengan pengertian orang itu dapat dituntut untuk

memenuhi janjinya?. Dalam masalah seperti ini, pendapat Fuqaha’

bermacam-macam, ada yang mengatakan mempunyai akibat

hukum, seperti Ibnu Syubrumah yang mengartakan bahwa semua

Page 56: ARIZA UMAMI, S.H., M.H

46 Praktik Mudharabah Dalam Perbankkan Syariah

janji mempunyai akibat hukum, orang yang berjanji dapat dipaksa

untuk memenuhinya. Menurut pendapat kebanyakan Fuqaha’, janji

yang tidak jelas tujuannya itu tidak mempunyai akibat hukum

duniawi, meskipun akan diperhitungkan di hadapan Allah di

akhirat kelak.

Hal tersebut berbeda dengan janji yang tujuannya jelas.

Misalnya, apabila seseorang menyuruh orang lain untuk

memberikan suatu barang kepada seseorang, dengan ketentuan

apabila orang yang menerima barang tidak mau membayar

harganya, oaring yang menyurh itu bejanji akan membayarnya.

Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa tujuan akad

memperoleh peran yang amat penting, apalagi dalam hal

muamalat/bisnis. Tanpa ada tujuan yang jelas, secara otomatis

tidak ada yang dapat dilakukan dari terbentuknya akad tersebut.

Sehingga akad tersebut dipandang tidak sah dan tidak memiliki

konsekuensi hukum. Dari sini, diperlukan adanya syarat-

sayarat tujuan akad sebagai berikut:

a. Tujuan akad tidak merupakan kewajiban yang telah ada

atas pihak-pihak yag bersangkutan tanpa akad yang

diadakan.. tujuannya hendaknya baru ada pada saat akad

diadakan

b. Tujuan harus berlangsung adanya hingga berakhirnya

pelaksanaan akad. Misalnya akad untuk menyewa

rumah selama lima tahun untuk diambil manfaatnya.

Jika belum ada lima tahun rumah itu telah hancur maka

akadnya menjadi rusak karena hilamgnya tujuan yang

hendak dicpai.

Page 57: ARIZA UMAMI, S.H., M.H

Praktik Mudharabah Dalam Perbankkan Syariah 47

c. Tujuan akad harus dibenarkan oleh syara’. Jadi tidak

boleh melakukan akad dengan tujuan yang melanggar

ketentuan agama. Misalnya akad untuk melakukan

patungan uang sebagai modal bisnis sabu-sabu.

M. Mudharabah

Mudharabah adalah akad bagi hasil ketika pemilik dana /modal

(pemodal) biasa di sebut Shahibul Maal/Rabbul Maal, menyediakan

modal 100 persen kepada pengusaha sebagai pengelola, biasa di sebut

Mudharib,untuk melakukan aktifitas produktif dengan syarat bahwa

keuntungan yang di hasilkan akan di bagi diantara mereka sesuai

kesepakatan yang di tentukan sebelum nya dalam akad (yang besarnya

juga di pengaruhi oleh kekuatan pasar) Ascarya (2006:60). Pada

umumnya kata Mudharabah berasal dari kata dharb, yang berarti

memukul atau berjalan. Pengertian dari memukul atau berjalan diatas

yang maksudnya adalah proses seseorang memukulkan kakinya dalam

menjalankan usahanya.( Muhammad, 2005: 102).

Pengertian Mudharabah secara definisi adalah suatu bentuk

perniagaan di mana pemilik modal ( shahibul maal ) menyetorkan

modalnya kepada seorang pengusaha yang sering disebut dengan (

mudharib ), untuk diniagakan dengan keuntungan yang akan dibagi

bersama sesuai dengan kesepakatan dari kedua belah pihak sedangkan

terdapat kerugian akan ditanggung oleh pemilik modal jika

disebabkan olehnya, dan jika disebabkan oleh pengelola modal maka

pengelola modal yang harus menanggung kerugian tersebut.

Pada hakikatnya pengertian dari Mudharabah adalah suatu bentuk

kerja sama antara shohibul maal dan mudhorib, dimana dana 100%

Page 58: ARIZA UMAMI, S.H., M.H

48 Praktik Mudharabah Dalam Perbankkan Syariah

dari shohibul maal. Sedangkan mudhorib hanya sebagai pengelola

yang keuntungannya akan dibagi sesuai dengan kesepakatan yang

telah disepakati di awal.

Mudharabah adalah salah satu akad kerja sama kemitraan

berdasarkan prinsip berbagi untung dan rugi (profit and loss sharing

principle), dilakukan sekurang-kurangnyaoleh dua pihak, dimana yang

pertama memiliki dan menyediakan modal, disebut shohibul maal,

sedang ke dua memiliki keahlian dan bertanggung jawab atas

pengelolaan dana / menejemen usaha halal tertentu, disebut mudhorib

(Makhalul Ilmi SM, 2002: 32 ). Sedangkan pengertian Mudharabah

yang secara teknis adalah suatu akad kerja sama untuk suatu usaha

antara dua belah pihak dimana pihak yang pertama (shahibul maal)

menyediakan seluruh modalnya dan sedangkan pihal yang lain

menjadi pengelolanya. (Muhammad Syfi’i Antonio, 2001: 95)

Ali Zainuddin (2010:45) Sistem perbankan syariah dalam

mengaplikasikan sistem mudharabah sebagai berikut:

a. Dlam praktek di aplikasikan dalam perjanjian standar, hal ini

dilakukan bersifat membatasi kebebasan berkontrak setidanya

berkaitan dengan kepentingan umum dan diawasi oleh

Pengawas Syariah Nasional;

b. Bentuk akad Mudharabah di tuangkan dalam perjanjian

tertulis yang di sebut perjanjian bagi hasil;

c. Dalam perjanjian bagi hasil harus mencantum kan nisbah bagi

masing-masing pihak yang berakad;

Page 59: ARIZA UMAMI, S.H., M.H

Praktik Mudharabah Dalam Perbankkan Syariah 49

d. Pelaksanaan akad tabungan Mudharabah terjadi apabila ada

calon nasabah yang akan menabung atau meminjam modal

dari bank syariah;

e. Bagi nasabah yang memijam uang dan telat mebayar atau

melewati waktu tidak akan di beri denda tetapi di beri

peringatan;

f. Sistem amanah.

Keuntungan dari usaha tersebut secara Mudharabah akan dibagi

hasilnya menurut kesepakatan yang telah disepakati pada perjanjian

awal, dan apabila usaha tersebut mengalami kerugian maka kerugian

tersebut akan ditanggung oleh pihak pemodal selama kerugian

tersebut bukan disebabkan kelalaian pengelola modal. Dan jika

kerugian tersebut disebabkan karena kecurangan atau kelalaian

pengelola modal, maka pengelola modal yang harus bertanggung

jawab atas kerugian yang telah dialaminya.

N. Jenis-jenis Mudharabah

Secara umum, Mudharabah terbagi menjadi dua jenis, yaitu

(Muhammad Syfi’i Antonio, 2001: 111) :

a. Mudharabah Muthlaqah

Mudharabah muthlaqah adalah bentuk kerja sama antara

penyedia modal (shahibul maal) dan pengelola modal

(mudharib) yang cakupannya sangat luas dan tidak dibatasi

oleh spesifikasi jenis usaha, waktu, dan daerah yang akan

digunakan untuk usahanya.

Page 60: ARIZA UMAMI, S.H., M.H

50 Praktik Mudharabah Dalam Perbankkan Syariah

b. Mudharabah Muqayyadah

Mudharabah muqayyadah atau disebut juga dengan istilah

restricted Mudharabah atau specified mydharabah adalah

kebalikan dari Mudharabah muthlaqah, yaitu mudharib

dibatasi dengan batasan jenis usaha, waktu, dan tempat

usahanya. Dengan adanya pembatasan tersebut seringkali

mencerminkan kecenderungan umum shahibul maal dalam

memasuki jenis dunia usahanya.

Mudharabah dalam perbankan syari’ah biasanya diterapkan

pada produk-produk pembiayaan dan pendanaan. Sedangkan pada sisi

penghimpunan dana Mudharabah diterapkan pada (Muhammad Syfi’i

Antonio, 2001: 97):

a. Tabungan berjangka, yaitu tabungan yang dimaksudkan

untuk tujuan khusus, yaitu seperti tabungan haji, dan

tabungan kurban, dan sebagainya;

b. Diposito biasa dan special, diposito special (special

investment), dimana dana yang dititipkan nasabah, khusus

untuk bisnis tertentu, misalnya saja dalam murabahah

ataupun ijarah saja.

Sedangkan pada sisi pembiayaan, Mudharabah diterapkan

untuk: (Muhammad Syfi’i Antonio, 2001: 97)

a. Pembiayaan modal kerja, seperti modal kerja perdagangan

dan jasa;

b. Investasi khusus, disebut juga Mudharabah muqayyadah,

dimana sumber dana khusus dengan penyaluran yang

khusus dengan syarat-syarat yang telah ditetapkan oleh

shahibul maal.

Page 61: ARIZA UMAMI, S.H., M.H

Praktik Mudharabah Dalam Perbankkan Syariah 51

Mudharabah juga dapat dilakukan dengan memisahkan atau

mencampurkan dana Mudharabah. Seperti dalam penjelasan dibawah

ini, yaitu:

a. Dana harta-harta lainnya, Pemisahan total antara dana

Mudharabah termasuk harta mudharib.

Teknik ini memiliki kelebihan dan kekurangan, kelebihan

dari teknik ini ialah bahwa pendapatan dan biaya dapat

dipisahkan dari masing-masing dana dan dapat dihitung

dengan tepat. Selain itu, keuntungan atau kerugian dapat

dihitung dan dialokasikan dengan benar. Sedangkan

kekurangan teknik ini terutama menyangkut masalah moral

hazard dan preferensi invertasi seorang mudharib.

b. Dana Mudharabah dicampur dan disatukan dengan

sumber-sumber dana lainnya.

System ini menghilangkan munculnya masalah etika dan

moral hazard seperti di atas, namun dalanm system ini

pendapatan dan biaya Mudharabah tercampur dengan

pendapatan dan biaya lainnya. (Muhammad, 2002: 109)

Mudharabah dalam bank syari’ah terdapat manfaat dan

risikonya, manfaat Mudharabah tersebut terbagi menjadi lima,

yaitu:

a. Bank akan menikmati peningkatan bagi hasil pada saat

keuntungan usaha nasabah semakin meningkat.

b. Bank tidak berkewajiban membayar bagi hasil kepada

nasabah pendanaan secara tetap, tetapi disesuaikan dengan

pendapatan atau hasil usaha bank sehingga bank tidak

pernah mengalami negative spread.

Page 62: ARIZA UMAMI, S.H., M.H

52 Praktik Mudharabah Dalam Perbankkan Syariah

c. Pengembalian pokok pembiayaan disesuaikan dengan cash

flow atau kas usaha nasabah sehingga tidak memberatkan

nasabah.

d. Bank akan lebih selktif dan hati-hati dalam mencari usaha

yang benar-benar halal, aman, dan menguntungkan karena

keuntungan yang konkret dan benar-benar terjadi itulah

yang akan dibagikan.

e. Prinsip bagi hasil dalam Mudharabah atau musyarakah ini

berbeda dengan prinsip bungan tetap dimana bank akan

menagih penerima pembiayaan dari nasabah satu jumlah

bunga tetap berapa pun keuntungan yang dihasilkan

nasabah, sekalipun merugi dan terjadi krisis ekonomi.

(Muhammad Syfi’i Antonio, 2001: 112)

Sedangkan resiko dari Mudharabah, yaitu:

1. Streaming, nasabah menggunakan dana itu bukan seperti

yang disebut dalam kontrak;

2. Lalai dan kesalahan yang disengaja;

3. Penyembunyian keuntungan oleh nasabah jika nasabah

tidak jujur.

Selain manfaat dan resiko yang ada pada bank syari’ah, terdapat pula

permasalahan-permasalahan yang dihadapi dalam pembiayaan

Mudharabah. Berdasarkan teori perbankan kontemporer, prinsip

Mudharabah dijadikan sebagai alternatif penerapan sistem bagi hasil.

Meskipun demikian, dalam praktiknya ternyata signifikansi bagi hasil

dalam memainkan operasional investasi dana bank peranannya sangat

lemah. Menurut beberapa pengamatan perbankan syari’ah, hal ini

terjadi karena beberapa alasan, diantaranya:

Page 63: ARIZA UMAMI, S.H., M.H

Praktik Mudharabah Dalam Perbankkan Syariah 53

a. Standar moral

Terdapat anggapan bahwa standar moral ynag berkembang

di kebanyakan komunitas muslim tidak memberi

kebebasan penggunaaan bagi hasil sebagai mekanisme

investasi.

b. Ketidakefektifan modal pembiayaan bagi hasil

Pembiayaan bagi hasil (Mudharabah) tidak menyediakan

berbagai macam kebutuhan pembiayaan dari ekonomi

kontemporer.

c. Berkaitan dengan para pengusaha

Keterkaitan bank dengan pembiayaan sistem bagi hasil

untuk membantu perkembangan usaha lebih banyak

melibatkan pengusaha secara langsung daripada sistem

lainnya pada bank konvensional. Bank syari’ah

memerlukan informasi yang lebih rinci tentang aktivitas

bisnis yang dibiayai dan besar kemungkinan pihak bank

turut mempengaruhi setiap pengambilan keputusan bisnis

mitranya.

d. Dari segi biaya

Pemberian pembiayaan berdasrkan sistem bagi hasil

memerlukan kewaspadaan yang lebih tinggi dari pihak

bank.

e. Segi teknis

Problem teknis menyangkut penggunaan sistem bagi haasil

berkaitan dengan pihak bank, nasabah, perhitungan

keuntungan.bank membutuhkan pengetahuan yang luas

mengenai perilaku aktivitas ekonomi yang berguna untuk

Page 64: ARIZA UMAMI, S.H., M.H

54 Praktik Mudharabah Dalam Perbankkan Syariah

memprediksi keuntungan. Dari sisi nasabah, kebutahurufan

masih menyelimuti dunia muslim.

f. Kurang menariknya sistem bagi hasil dalm aktivitas bisnis

Dalam dunia bisnis dan industri, biaya yang dikeluarkan

dari dana-dana yang diperoleh berdasarkan sistem bagi

hasil tidak diketahui secara pasti (Muhammad, 2002:104).

O. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Mudharabah

Faktor yang mempengaruhi Mudharabah terbagi menjadi dua,

yaitu: Faktor Langsung , diantara faktor-faktor langsung yang

mempengaruhi perhitungan bagi hasil adalah investment rate, jumlah

dana yang tersedia, dan nisbah bagi hasil (profit sharing ratio)

(Muhammad, 2002:10).

1) Investment rate merupakan presentase actual dana yang

diinvestasikan dari total dana, jika bank menentukan

investment rate sebesar 80 %, hal ini berarti 20% dari

total dana dialokasikan untuk memenuhi likuiditas.

2) Jumlah dana yang trsedia untuk diinvestasikan

merupakan jumlah dana dari berbagai sumber dana

yang tersedia untuk diinvestasikan. Dana tersebut dapat

dihitung dengan menggunakan salah satu metode

dibawah ini:

a) Rata-rata saldo minimum bulanan

b) Rata-rata total saldo harian.

Investment rate dikalikan dengan jumlah dana yang

tersedia untuk diinvestasikan akan menghasilkan

jumlah dana actual yang digunakan.

Page 65: ARIZA UMAMI, S.H., M.H

Praktik Mudharabah Dalam Perbankkan Syariah 55

3) Nisbah (profit sharing ratio)

a) Salah satu ciri Mudharabah adalah nisbah yang

hasur ditentukan dan disetujui pada awal perjanjian;

b) Nisbah antara satu bank dengan bank lainnya dapat

berdeda;

c) Nisbah juga dapat berdeda dari waktu ke waktu

dalam satu bank, misalkan saja deposito 1 bulan, 3

bulan, 6 bulan, dan 12 bulan;

d) Nisbah juga dapat berbeda antara satu account

dengan account lainnya sesuai dengan besarnya

dana dan jatuh temponya.

a. Faktor Tidak Langsung

Faktor tidak langsung yang dapat mempengaruhi bagi

hasil, yaitu:

1) Penentuan butir-butir pendapatan dan biaya

Mudharabah

a) bank dan nasabah melakukan share dalam dalam

pendapatan dan biaya, pendapatan yang akan dibagi

hasilkan merupakan pendapatan yang diterima

dikurangi biaya-biaya;

b) jika semua biaya ditanggung bank, maka hal ini

disebut revenue sharing.

2) Kebijakan akunting (prinsip dan metode akuntansi)

Bagi hasil secara tidak langsung dipengaruhi oleh

berjalannya aktivitas yang diterapkan, terutama

sehubungan dengan pengakuan pendapatan dan biaya

Page 66: ARIZA UMAMI, S.H., M.H

56 Praktik Mudharabah Dalam Perbankkan Syariah

Page 67: ARIZA UMAMI, S.H., M.H

Praktik Mudharabah Dalam Perbankkan Syariah 57

BAB III

KEGIATAN DISKUSI

A. Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah :

1. Mengetahui pengaruh prinsip bagi hasil terhadap simpanan

mudharabah pada Bank BRI Syariah Cabang Metro

2. Mengetahui pelaksanaan Prinsip bagi hasil pada bank PT. BRI

Syariah Cabang Metro.

B. Manfaat Penelitian

Manfaat dari penelitian ini dibagi dalam dua kategori, yaitu

manfaat teoretis dan manfaat praktis.

1) ManfaatTeoritis

Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah kajian

informasi pengetahuan tentang pelaksanaan operasional perbankandan

Syaria. Dalam hal ini Prinsip bagi hasil menjadi pembeda yang paling

jelas dalam operasional perbankan syariah. pengembangan wawasan

keilmuan kepada berbagai pihak yang memiliki kompetensi dan

berkecimpung dalam dunia Perbankan Syariah, secara khusus dalam

pelaksanaan prinsip bagi hasil pada PT.BRI Syariah Metro.

C. Gambaran Umum PT. Bank Rakyat Indonesia (Persero),

Tbk

Berawal dari akuisisi PT. Bank Rakyat Indonesia (Persero),

Tbk., terhadap Bank Jasa Arta pada 19 Desember 2007 dan setelah

mendapatkan izin dari Bank Indonesia pada 16 Oktober 2008

melalui suratnya o.10/67/KEP.GBI/DpG/2008, maka pada tanggal

Page 68: ARIZA UMAMI, S.H., M.H

58 Praktik Mudharabah Dalam Perbankkan Syariah

17 November 2008 PT. Bank BRI Syariah secara resmi beroperasi.

Kemudian PT. Bank BRISyariah merubah kegiatan usaha yang

semula beroperasional secara konvensional, kemudian diubah

menjadi kegiatan perbankan berdasarkan prinsip syariah Islam.

Kehadiran PT. Bank BRISyariah di tengah-tengah industri

perbankan nasional dipertegas oleh makna pendar cahaya yang

mengikuti logo perusahaan. Logo ini menggambarkan keinginan

dan tuntutan masyarakat terhadap sebuah bank modern sekelas PT.

Bank BRISyariah yang mampu melayani masyarakat dalam

kehidupan modern. Kombinasi warna yang digunakan merupakan

turunan dari warna biru dan putih sebagai benang merah dengan

brand PT. Bank Rakyat Indonesia (Persero), Tbk., Aktivitas PT.

Bank BRISyariah semakin kokoh setelah pada 19 Desember 2008

ditandatangani akta pemisahan Unit Usaha Syariah PT. Bank

Rakyat Indonesia (Persero), Tbk., untuk melebur ke dalam PT.

Bank BRISyariah (proses spin off-) yang berlaku efektif pada

tanggal 1 Januari 2009. Penandatanganan dilakukan oleh Bapak

Sofyan Basir selaku Direktur Utama PT. Bank Rakyat Indonesia

(Persero), Tbk., dan Bapak Ventje Rahardjo selaku Direktur Utama

PT. Bank BRI Syariah.

Saat ini PT. Bank BRI Syariah menjadi bank syariah ketiga terbesar

berdasarkan aset. PT. Bank BRISyariah tumbuh dengan pesat baik

dari sisi aset, jumlah pembiayaan dan perolehan dana pihak ketiga.

Dengan berfokus pada segmen menengah bawah, PT. Bank

Page 69: ARIZA UMAMI, S.H., M.H

Praktik Mudharabah Dalam Perbankkan Syariah 59

BRISyariah menargetkan menjadi bank ritel modern terkemuka

dengan berbagai ragam produk dan layanan perbankan.

Sesuai dengan visinya, saat ini PT. Bank BRISyariah merintis

sinergi dengan PT. Bank Rakyat Indonesia (Persero), Tbk., dengan

memanfaatkan jaringan kerja PT. Bank Rakyat Indonesia (Persero),

Tbk., sebagai Kantor Layanan Syariah dalam mengembangkan

bisnis yang berfokus kepada kegiatan penghimpunan dana

masyarakat dan kegiatan konsumer berdasarkan prinsip Syariah.

D. Pengaruh prinsip bagi hasil terhadap simpanan Mudharobah

pada bank BRI Syariah Cabang Metro

Dalam wawancara yang dilakukan oleh peneliti dengan bapak

Zulhaidir di Kantor PT.BRI Syariah Metro, didapatka beberapa

informasi dan data yang berkaitan dengan Pengaruh Pelaksanaan

prinsip bagi hasil pada BRI Syariah Metro pada akad Mudharabah.

Sebelumnya bapak Zulkhaidir menjelaskan mengenai akad

mudharabah yang menerapkan prinsip bagi hasil meliputi dua jenis

akad, yaitu Simpanan Mudharabah dan Pembiyaan Mudharabah. PT.

Bank Rakyat Indonesia Syariah (BRI Syariah) cabang Metro dalam

melaksanakan kegiatan operasionalnya tidak hanya melakukan

kegiatan penyimpanan dana tetapi juga melakukan kegiatan

pengelolaan dana yang diwujudkan dalam bentuk penyediaan fasilitas

pembiayaan bagi pihak yang membutuhkan. Pembiayaan mudharabah

sebagai salah satu pembiayaan yang ditawarkan oleh PT. BRI Syariah

cabang Metro merupakan pembiayaan yang dilakukan melalui

kerjasama usaha antara dua pihak, yaitu bank selaku pemilik modal

yang menyediakan modal 100% dan nasabah selaku pengelola usaha

Page 70: ARIZA UMAMI, S.H., M.H

60 Praktik Mudharabah Dalam Perbankkan Syariah

dengan jenis usaha tertentu yang telah disepakati bersama dengan

nisbah bagi hasil yang telah ditetapkan bersama pula.

Pembiayaan mudharabah yang ditawarkan oleh bank bila

dilihat dari bentuknya merupakan pembiayaan mudharabah

muthlaqah yaitu bentuk kerjasama antara pemilik dana dengan

pengelola yang cakupannya sangat luas dan tidak dibatasi oleh

spesifikasi jenis usaha, waktu atau syarat lainnya. Pembiayaan yang

disalurkan, digunakan untuk pembiayaan produktif sebagai modal

kerja yang diperlukan untuk memenuhi kebutuhan peningkatan

produksi, baik secara kuantitatif untuk meningkatkan jumlah produksi

maupun secara kualitatif untuk peningkatan kualitas atau mutu hasil

produksi serta keperluan perdagangan. Jenis usaha yang dapat

diajukan untuk mendapatkan pembiayaan adalah pembiayaan

produktif yang menghasilkan keuntungan dan melarang penyaluran

modal untuk usaha yang mengandung unsur tidak halal, seperti

produksi perdagangan minuman keras, peternakan babi, perjudian, dan

lain sebagainya. Jenis usaha yang dapat dibiayai antara lain

perdagangan, koperasi, industri, pertambangan, pertanian, dan lain-

lain. Jangka waktu pembiayaan mudharabah maksimal adalah 5

tahun.

Dalam hal ini Bapak Zulhaidir menyampaikan bahwa PT.BRI

Syariah cabang Metro dalam melakukan pembiayaan Mudharabah

belum ada. Hal ini bukan di pengaruhi oleh nisbah atau pembagian

bagi hasil antara pemilik modal (Baitul Mall) dengan Pengelola dana

(Mudharib) melainkan sedikitnya jenis unit usaha yang ada di kota

Metro. Untuk simpanan mudharabah sendiri ada sekitar 16% nasabah.

Kebanyakan dari nasabah yang melakukan akad simpanan

Page 71: ARIZA UMAMI, S.H., M.H

Praktik Mudharabah Dalam Perbankkan Syariah 61

mudharabah bertujuan untuk melakuan simpanan dana haji. Dalam hal

ini Bapak Zulhaidir menyampaikan bahwa PT.BRI Syariah cabang

Metro dalam melakukan pembiayaan Mudharabah belum ada. Hal ini

bukan di pengaruhi oleh nisbah atau pembagian bagi hasil antara

pemilik modal (Baitul Mall) dengan Pengelola dana (Mudharib)

melainkan sedikitnya jenis unit usaha yang ada di kota Metro.

Mudharabah biasanya diterapkan pada produk produk

penghimpunan dana dan pembiayaan. Pada sisi penghimpunan dana,

mudharabah diterapkan pada:

(1) tabungan berjangka, yaitu tabungan yang dimaksudkan untuk

tujuan khusus, seperti tabungan haji, tabungan kurban, dan

sebagainya;

(2) deposito biasa, deposito spesial (special investment), dimana

dana yang dititipkan nasabah khusus untuk tertentu, misalnya

murabahah saja atau ijarah saja. Adapun pada sisi

pembiayaan, mudharabah diterapkan untuk: pembiayaan

modal kerja (modal kerja perdagangan dan jasa) dan investasi

khusus, disebut juga mudharabah muqayyadah.

Risiko mudharabah salah satunya adalah side streaming, side

streaming adalah dengan nasabah menggunakan dana itu bukan

seperti yang disebut dalam kontrak, lalai dan kesalahan yang

disengaja, penyembunyian keuntungan oleh nasabah bila nasabahnya

tidak jujur. Pembiayaan mudharabah merupakan salah satu tonggak

ekonomi syariah yang mewakili prinsip Islam untuk mewujudkan

keadilan masyarakat melalui sistem bagi hasil. Prinsip utama yang

harus dikembangkan oleh bank syariah dalam kaitannya dengan

manajemen dana adalah, bahwa bank syariah harus mampu

Page 72: ARIZA UMAMI, S.H., M.H

62 Praktik Mudharabah Dalam Perbankkan Syariah

memberikan bagi hasil kepada penyimpan dana minimal sama dengan

atau lebih besar dari suku bunga yang berlaku di bank konvensional,

dan mampu menarik bagi hasil dari debitur lebih rendah daripada

bunga yang diberlakukan di bank konvensional.

E. Pelaksanaan prinsip bagi hasil pada akad mudharabah di

bank BRI Syariah Cabang Metro

Pimpinan cabang Pembantu PT.BRI Syariah Metro, Bapak

Zulkhaidir menyampaikan untuk pelaksanan akad simpanan

mudharabah sendiri ada sekitar 16% nasabah. Kebanyakan dari

nasabah yang melakukan akad simpanan mudharabah bertujuan untuk

melakuan simpanan dana haji. Untuk Pembagian nisbah bagi hasil

dalam simpanan mudharabah sejak 21 Februari 2017 adalah:

NISBAH BAGI HASIL TMT 01 FEBRUARI 2017

DEPOSITO MUDHARABAH iB

Tabel 01

BULAN NOMINAL (RP)

<5M 5-10M >10M

1 44% 44% 44%

3 45% 45% 45%

6 46% 46% 46%

12 47% 47% 47%

Page 73: ARIZA UMAMI, S.H., M.H

Praktik Mudharabah Dalam Perbankkan Syariah 63

ER GROSS : 11,664%

TABUNGAN HAJU MUDHARABAH IB

10%

TABUNGAN IMPIAN MUDHARABAH

25%

BONUS WADIAH TMT 01 FEBRUARI 2017

GIRO WADHIAH Ib

1,50%

TABUNGAN BRISYARIAH WADIAH iB

Tiering 0 s/d Rp. 999.999,-

0,0%

Tiering > Rp. 999.999,-

0,25%

TABUNGANKU WADIAH

1,00%

PT. Bank Rakyat Indonesia Cabang Metro dalam melakukan

perhitungan bagi hasil pembiayaan mudharabah menerapkan beberapa

prosedur diantaranya adalah:

- pertama, membuat tabel proyeksi pembayaran dengan

melakukan perhitungan terlebih dahulu. Tabel tersebut

memuat catatan pembayaran yang dilakukan nasabah

setiap bulan yang terdiri dari pokok, margin, total

angsuran, bagi hasil bank dan nasabah.

- Kedua, membandingkan proyeksi tersebut dengan

realisasi dan perhitungannya. Perhitungan nisbah bagi

Page 74: ARIZA UMAMI, S.H., M.H

64 Praktik Mudharabah Dalam Perbankkan Syariah

hasil jenis pembiayaan mudharabah yang diterapkan PT

BRI Syariah Cabang Metro yaitu pembiayaan

mudharabah muthlaqah. Penentuan besar/kecilnya

nisbah bagi hasil (expected yield) dilakukan oleh bank

terhadap pembiayaan. Margin merupakan prosentase

keuntungan yang diharapkan dalam satu tahun. Dalam

suatu pembiayaan, margin tersebut dikalikan dengan

pendapatan rata-rata bulanan mitra kerja dalam satu

tahun sehingga dapat diketahui taksiran pendapatan atas

pembiayaan yang diberikan.

- Kemudian besarnya taksiran pendapatan atas

pembiayaan dibagi dengan total pembiayaan untuk

mengetahui nisbah bagi hasil bank. Besarnya nisbah bagi

hasil nasabah dapat diketahui dengan cara 100%

dikurangi dengan nisbah bagi hasil bank. Hasil dari

perhitungan nisbah bank digunakan sebagi pedoman

dalam bernegosiasi dengan nasabah.

- Bank akan melakukan penawaran nisbah lebih besar atau

sama dengan hasil perhitungan nisbah tersebut. Apabila

nasabah menyetujui besar nisbah tersebut, maka

transaksi pembiayaan dapat dilakukan, namun bank tidak

boleh memberatkan nasabah dalam hal pembayaran

cicilan pokok pembiayaan atau mempersulit finansial

nasabah.

Contoh mengenai perhitungan nisbah bagi hasil antara bank

dengan nasabah sebagai berikut: Seorang nasabah mengajukan

pembiayaan kepada Bank Muamalat untuk modal kerja sebesar

Page 75: ARIZA UMAMI, S.H., M.H

Praktik Mudharabah Dalam Perbankkan Syariah 65

Rp.100.000.000 selama tiga tahun. Bank telah menentukan bahwa

besarnya keuntungan yang diharapkan (expected yield) adalah 19%.

Bagian analis pembiayaan Bank Muamalat menaksir pendapatan rata-

rata setiap bulan yang diperoleh perusahaan nasabah sebesar Rp.

10.000.000, dari data tersebut dapat dihitung besarnya nisbah bagi

hasil dan distribusi bagi hasilnya sebagai berikut:Diketahui:

Expected yield = 19% p.a

Besar pembiayaan = Rp. 100.000.000 Taksiran pendapatan

perusahaan = Rp. 10.000.000/bln

Maka:

Expected yield dalam satu tahun = Taksiran

pendapatan 1 tahun x Margin

Expected yield dalam satu tahun

= Taksiran pendapatan 1 tahun x Margin

= Taksiran pendapatan 1 tahun x Margin

= (Rp. 10.000.000 x 12) x 19%

= Rp. 22.800.000

= 22,8 %

Nisbah bagi hasil nasabah = 100 % - 22,8 % = 77,2 % Jadi, nisbah

bagi hasil bank dengan nasabah adalah22,8 %: 77,2 %. Distribusi bagi

hasil berdasarkan nisbah yaitu 22,8 %: 77,2 %

Page 76: ARIZA UMAMI, S.H., M.H

66 Praktik Mudharabah Dalam Perbankkan Syariah

Diilustrasikan Pada Tabel 1.

Tabel 02

Perhitungan bagi hasil pada bank syariah ini berpengaruh oleh

beberapa faktor, yaitu:

(1) Faktor langsung, meliputi:

(a) investment rate merupakan persentase aktual dana yang

diinvestasikan dari total dana. Jika bank menentukan

investment rate sebesar 80% hal ini berarti 20% dari total

dana dialokasikan untuk memenuhi likuidasi.

(b) Jumlah dana yang tersedia untuk diinvestasikan merupakan

jumlah dana dari berbagai sumber dana yang tersedia

untuk diinvestasikan. Dana tersebut dapat dihitung dengan

menggunakan salah satu metode, yaitu: rata-rata saldo

minimum bulanan, rata-rata total saldo harian.

(c) Nisbah (profit sharing ratio): salah satu ciri mudharabah

adalah nisbah yang harus ditentukan dan disetujui pada

awal perjanjian, nisbah antara satu bank dengan bank

Page 77: ARIZA UMAMI, S.H., M.H

Praktik Mudharabah Dalam Perbankkan Syariah 67

lainnya dapat berbeda, nisbah juga dapat berbeda dari

waktu ke waktu dalam satu bank, misalnya deposito 1

bulan, 3 bulan, 6 bulan, 12 bulan, nisbah juga dapat

berbeda antara satu rekening dengan rekening lainnya

sesuai dengan besarnya dana dan jatuh temponya.

(2) Faktor tidak langsung, meliputi:

(a) penentuan butir-butirpendapatan dan biaya mudharabah,

bank dan nasabah melakukan share dalam pendapatan dan

biaya. Pendapatan yang dibagi hasilkan merupakan

pendapatan yang diterima dikurangi biaya-biaya, jika

semua biaya ditanggung bank, maka hal ini disebut

revenue sharing.

(b) Kebijakan akunting (prinsip dan metode akuntansi): bagi

hasil secara tidak langsung dipengaruhi oleh berjalannya

aktivitas yang diterapkan, terutama sehubungan dengan

pengakuan pendapatan dan biaya Nisbah bagi hasil

merupakan faktor penting dalam menentukan bagi hasil di

bank syariah. Sebab aspek nisbah merupakan aspek yang

disepakati bersama antara kedua belah pihak yang

melakukan transaksi.

Untuk menentukan nisbah bagi hasil, perlu diperhatikan aspek-

aspek berikut ini:

1. data usaha

2. kemampuan angsuran

3. hasil usaha yang dijalankan atau tingkat return aktual

bisnis

4. tingkat return yang diharapkan,

Page 78: ARIZA UMAMI, S.H., M.H

68 Praktik Mudharabah Dalam Perbankkan Syariah

5. nisbah pembiayaan

6. distribusi pembagian hasil.

Prinsip bagi hasil dalam perbankan syariah yang paling banyak

dipakai adalah al-musyarakah dan al mudharabah. Al-musyarakah

adalah akad kerja sama antara dua pihak atau lebih untuk suatu usaha

tertentu dimana masing-masing pihak memberikan kontribusi dana

dengan kesepakatan bahwa keuntungan dan risiko akan ditanggung

bersama sesuai dengan kesepakatan. Al-mudharabah berasal dari kata

dharab, yang berarti berjalan atau memukul.

Secara teknis, al-mudharabah adalah kerjasama usaha antara

dua orang dimana pihak pertama (shohibul maal) menyediakan

seluruh modal, sedangkan pihak lainnya menjadi pengelola.

Keuntungan usaha dibagi menurut kesepakatan dalam kontrak,

sedangkanapabila rugi ditanggung oleh pemilik modal selama

kerugian itu bukan akibat kelalaian sipengelola. Seandainya kerugian

itu diakibatkan karena kecurangan atau kelalaian pengelola, pengelola

harus bertanggungjawab atas kerugian tersebut. Beberapa segi penting

dari al-mudharabah adalah pembagian keuntungan di antara dua pihak

harus secara proporsional dan tidak dapat memberikan keuntungan

sekaligus atau yang pasti kepada shahibul maal/rabb al-mal atau

pemilik modal.

Rabb al-mal tidak bertanggung jawab atas kerugian di luar

modal yang telah diberikannya. Dalam transaksi dengan prinsip

mudharabah harus dipenuhi rukun mudharabah, yaitu: shahibul maal;

mudharib; amal (usaha/pekerjaan), dan ijab qabul. Landasan hukum

Al-qur’an: dan jika dari orang-orang yang berjalan di muka bumi

mencari sebagian karunia Allah SWT (QS. Al- Muzzamil (73): 20).

Page 79: ARIZA UMAMI, S.H., M.H

Praktik Mudharabah Dalam Perbankkan Syariah 69

Ada dua jenis mudharabah, pertama mudharabah muthlaqah

merupakan mudharabah yang sifatnya mutlak dimana shohibul maal

tidak menetapkan restriksi atau syarat-syarat tertentu kepada

mudharib. Kedua, mudharabah muqayyadah, yaitu pemilik dana

(shahibul maal) membatasi/memberi syarat kepada mudharib dalam

pengelolaan dana seperti misalnya hanya untuk melakukan

mudharabah bidang tertentu,cara, waktu, dan tempat tertentu saja.

Page 80: ARIZA UMAMI, S.H., M.H

70 Praktik Mudharabah Dalam Perbankkan Syariah

LAMPIRAN 1. DOKUMENTASI

Bangunan BRI Syariah Central di Jakarta

Page 81: ARIZA UMAMI, S.H., M.H

Praktik Mudharabah Dalam Perbankkan Syariah 71

Kegiatan Pelayanan di BRI Syariah Cabang Metro

Kegiatan Pelayanan sukuk Mudharabah

Page 82: ARIZA UMAMI, S.H., M.H

72 Praktik Mudharabah Dalam Perbankkan Syariah

RAPAT BERSAMA LSM TERKAIT PELUNASAN MAJU AKAD

MUDHARABAH

Page 83: ARIZA UMAMI, S.H., M.H

Praktik Mudharabah Dalam Perbankkan Syariah 73

LAMPIRAN 2.SKEMA DALAM PERBANKAN SYARIAH

Page 84: ARIZA UMAMI, S.H., M.H

74 Praktik Mudharabah Dalam Perbankkan Syariah

Page 85: ARIZA UMAMI, S.H., M.H

Praktik Mudharabah Dalam Perbankkan Syariah 75

Page 86: ARIZA UMAMI, S.H., M.H

76 Praktik Mudharabah Dalam Perbankkan Syariah

Page 87: ARIZA UMAMI, S.H., M.H

Praktik Mudharabah Dalam Perbankkan Syariah 77

Page 88: ARIZA UMAMI, S.H., M.H

78 Praktik Mudharabah Dalam Perbankkan Syariah

Page 89: ARIZA UMAMI, S.H., M.H

Praktik Mudharabah Dalam Perbankkan Syariah 79

Page 90: ARIZA UMAMI, S.H., M.H

80 Praktik Mudharabah Dalam Perbankkan Syariah

Page 91: ARIZA UMAMI, S.H., M.H

Praktik Mudharabah Dalam Perbankkan Syariah 81

DAFTAR PUSTAKA

Sumber Buku

Abdul Ghofur Anshori. 2007. Perbankan Syari’ah Di Indonesia.

Yogyakarta: Gadjah Mada University Press

Adiwarman A. Karim. 2010. Bank Islam Analisis Fiqih Dan

Keuangan. Jakarta: PT RajaGrafindo Persada,

Al-Sayyid Sabiq. 1993. Fiqh Al-Sunnah. jilid 3. Beirut: Dar Al-Fikr,

Kadir Abdul Muhammad dan Murniat Rilda. 2011. Hukum

Pebankan Syariah Alternatif Sumber Pembiayaan Usaha.

Lampung. Universitas Lampung.

Ascarya. 2006. Akad dan Produk Bank Syariah . Jakarta. Raja

Grasindo

Fajar Mukti, Yulianto A.2007. Dualisme Penelitian

Hukum.Yogyakarta. Lab FH Universitas Muhammadiyah

Yogyakarta.

Kasmir. 2014. Manajemen Perbankan. Jakarta: PT. Raja Grafindo

Persada

Lexy J. Moleong. 2010. Metodologi Penelitian Kualitati. Bandung:

Rosda Karya

Musjtari Nurul Dewi dan Fitriyanti Fadia. 2008. Hukum

Perbankan Syariah dan Takaful. Yogyakarta. Lab Fakultas

Hukum Universitas Muhammadiyah Yogyakarta.

Musjtari Nurul Dewi. 2012. Penyelesaian Sengketa Dalam Praktek

Perbankan Syariah. Yogyakarta. Parama Publishing

Page 92: ARIZA UMAMI, S.H., M.H

82 Praktik Mudharabah Dalam Perbankkan Syariah

Muhamad. 2015 Manajemen Dana Bank Syari’ah. Jakarta : PT.

Raja Grafindo Persada.

. 2002. Manajemen Bank Syari’ah. Yogyakarta: UPP

AMP YKPN

. 2000. Sistem dan Prosedur Operasional Bank Syari’ah.

Yogyakarta: UII Press

Muhammad Syafi’i Antonio. 2001. Bank Syari’ah: Dari Teori Ke

Praktik. Jakarta: Gema Insani Press.

Nurul Huda dan Mohamad Heykal. 2010 Lembaga Keuangan Islam.

Jakarta: Kencana

Nurul Widyaningrum. 2002. Model Pembiayaan BMT dan Dampak

nya bagi Pengusaha Kecil Studi Kasus BMT Dampingan

Yayasan Peramu Bogor Bandung: Akatiga

Ismail. 2014. Perbankan Syariah. Jakarta. Kencana Pranadamedia

Group

. 2013. Perbankan Syari’a. Jakarta: Kencana

Pusat Pengkajian dan Pengembangan Ekonomi Islam (P3EI)

Universitas Islam Indonesia. 2008. Ekonomi Islam.

Jakarta. Raja Grasindo

Ghufron A. Mas’adi. 2002. Fiqih Muamalah Kontektual. Jakarta: Raja

Grafindo Persada

Rachmad Syafe’I. 2004. Fiqih Muamalah. Bandung: CV. Pustaka

Setia. cet. Ke-2

Veithzal Rivai dan Andria Permata Veithzal. 2008. Islamic Financial

Management. Jakarta: Raja Grafindo Persada.

Page 93: ARIZA UMAMI, S.H., M.H

Praktik Mudharabah Dalam Perbankkan Syariah 83

Sumber Undang-Undang

Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPerdata) Undang-

Undang Nomor 3 Tahun 2006 Tentang Amandemen Undang-

Undang Peradilan Agama

Undang-undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perbankan

Undang-Undang Nomor 21 tahun 2008, tentang Perbankan Syariah

Kompilasi Hukum Islam (KHI)

Page 94: ARIZA UMAMI, S.H., M.H

84 Praktik Mudharabah Dalam Perbankkan Syariah

GLOSARI

A

Ahliyah

Kecakapan

Akad

Ikatan antara dua perkara, baik ikatan secara nyata maupun

ikatan secara maknanyadari satu segi maupun dari dua segi

Akad ghairu sahih

Akad yang tidak memenuhi unsur dan syaratnya.

Akad sahih

Akad yang memenuhi unsur dan syarat yang telah ditetapkan

oleh syara’.

Al-‘ain

Benda yang Berwujud

Al-Ajr Walumullah

Prinsip Jasa

Al-aqid

Orang yang melakukan akad

Al-Hawalah

Pemindahan atau pengalihan hak dan kewajiban, baik dalam

bentuk pengalihan piutang maupun hutang, dan jasa

pemindahan/pengalihan dana dari satu entitas kepada entitas

lain

Al-Ijarah

Prinsip sewa

Al-Kafalah

Akad pemberian jaminan yang diberikan oleh kaafil

(penjamin/bank) kepada makful (penerima jaminan) dan

penjamin bertanggung jawab atas pemenuhan kembali suatu

kewajiban yang menjadi hak penerima jaminan.

Page 95: ARIZA UMAMI, S.H., M.H

Praktik Mudharabah Dalam Perbankkan Syariah 85

Al-Ma’qud Alaih

Objek akad atau benda-benda yang dijadikan akad yang

bentuknya tampak dan membekas

Al-Mudharabah

Akad kerjasama usaha

Al-musyarakah

Akad kerjasama di antara para pemilik modal yang

mencampurkan modal mereka untuk tujuan mencari

keuntungan

Al-Qardh

Pemberian harta kepada orang lain yang dapat ditagih atau

diminta kembali atau dengan kata lain meminjamkan tanpa

mengharapkan imbalan. Produk ini digunakan untuk

membantu usaha kecil dan keperluan sosial. Dana ini diperoleh

dari dana zakat, infaq dan shadaqah.

Ar-Rahn

Menahan salah satu harta milik si peminjam sebagai jaminan

atas pinjaman yang diterimanya. Barang yang ditahan tersebut

memiliki nilai ekonomis. Dengan demikian, pihak yang

menahan memperoleh jaminan untuk dapat mengambil

kembali seluruh atau sebagian piutangnya. Secara sederhana

dapat dijelaskan bahwa rahn adalah semacam jaminan utang

atau gadai.

At-tijarah

Prinsip Jual beli

Al-Wakalah

Akad pemberian kuasa dari muwakil (pemberi kuasa/nasabah)

kepada wakil (penerima kuasa/bank) untuk melaksanakan

suatu taukil (tugas) atas nama pemberi kuasa

Page 96: ARIZA UMAMI, S.H., M.H

86 Praktik Mudharabah Dalam Perbankkan Syariah

Al-Wadiah Prinsip Pinjaman Murni

G

Ghair al-‘ain

Benda tidak Berwujud

Gharar Ketidakpastian / Ketidakjelasan

I

Iijarah al muntahiya bit tamlik

Penggabungan Sewa Beli

Ijab- qobul

Suatu perbuatan atau pernyataan untuk menunjukkan suatu

keridlaan dalam berakad di antara dua orang atau lebih,

sehingga terhindar atau keluar dari suatu ikatan yang tidak

berdasarkan syara’.

Investment rate

Merupakan presentase actual dana yang diinvestasikan dari

total dana

Istishna’

Akad jual beli antara pembeli dan produsen yang juga

bertindak sebagai penjual

Istiqomah Konsisten

K

Kaffah Prinsip Syari’ah secara menyeluruh

L

Luzum Syarat kepastian hukum

Page 97: ARIZA UMAMI, S.H., M.H

Praktik Mudharabah Dalam Perbankkan Syariah 87

M

Maisir

Spekulasi

Margin

Keuntungan

Mudharib

Pengelola dana

Mudharabah Muthlaqah

Mudharabah dimana pemilik dana memberikan kebebasan

kepada pengelola dana dalam pengelolaan investasinya.

Mudharabah Muqayyadah

Mudharabah dimana pemilik dana memberikan batasan kepada

pengelola dana mengenai tempat, cara, dan obyek investasi.

Murabahah Akad jual beli barang dengan menyatakan harga perolehan dan

keuntungan (margin) yang disepakati oleh penjual dan

pembeli.

N

Nadzir Pengelola Wakaf

P

Profit and lose sharing

Konsep bagi hasil

Profit Sharing Bagi untung

R

Riba

Bunga

Revenue Sharing Bagi hasil

Page 98: ARIZA UMAMI, S.H., M.H

88 Praktik Mudharabah Dalam Perbankkan Syariah

S

Salam

Akad jual beli barang pesanan dengan penangguhan

pengiriman oleh penjual dan pelunasannya dilakukan segera

oleh pembeli sebelum barang pesanan tersebut diterima sesuai

syarat-syarat tertentu

Shahibul maal

Pemilik dana

Syirkah Bagi Hasil

W

Wadiah Yad adh-Dhamanah

Titipan yang selama belum dikembalikan kepada penitip dapat

dimanfaatkan oleh penerima titipan. Apabila dari hasil

pemanfaatan tersebut diperoeh keuntungan maka seluruhnya

menjadi hak penerima titipan.

Wadiah yad al-amanah

Titipan dimana penerima titipan tidak boleh memanfaatkan

barang titipan tersebut sampai diambil kembali oleh penitip

Wakalah

Perwakilan

Wakif

Pemberi Wakaf

Wilayah

Kewenangan

Page 99: ARIZA UMAMI, S.H., M.H

Praktik Mudharabah Dalam Perbankkan Syariah 89

INDEKS

A

Ahliyah 25

Akad 22, 23, 24, 26.

Al-Hawalah 12

Al-Ijarah 12

Al-Kafalah 12

Al-Mudharabah 11, 15, 16, 29, 30, 31, 32

Al-musyarakah 10

Al-Qardh 12

Ar-Rahn 12

At-tijarah 12

Al-Wakalah 12

Al-Wadiah 13

G

Gharar 5

I

Iijarah al muntahiya bit tamlik 9

Istishna’ 11

M

Page 100: ARIZA UMAMI, S.H., M.H

90 Praktik Mudharabah Dalam Perbankkan Syariah

Maisir 5

Margin 4

Murabahah 11

N

Nadzir 7

P

Profit and lose sharing 4, 33

R

Riba 5

Revenue Sharing 4, 13, 18

S

Salam 11

Shahibul maal 5, 7, 20

Syirkah 10

W

Wadiah Yad adh-Dhamanah 8

Wadiah yad al-amanah 8, 9

Wakalah 12

Wakif 7