Download - ARIZA UMAMI, S.H., M.H
Praktik Mudharabah Dalam Perbankkan Syariah i
ARIZA UMAMI, S.H., M.H.
ii Praktik Mudharabah Dalam Perbankkan Syariah
Hak Cipta pada penulis
Hak Penerbitan pada penerbit dilarang memperbanyak/memproduksi sebagian
atau seluruhnya dalam bentuk apapun tanpa izin tertulis dari pengarang dan/atau penerbit.
Kutipan pasal 72:
Sanksi pelanggaran Undang-undang Hak Cipta (UU No. 10 Tahun 2012)
1. Barangsiapa dengan sengaja dan tanpa hak melakukan perbuatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) atau Pasal (49) ayat (1) dipidana dengan pidana penjara masing-masing paling singkat 1 (satu) bulan dan/(atau) denda paling sedikit Rp. 1.000.000,00 (satu juta rupiah), atau pidana penjara paling lama 7 (tujuh) tahun dan atau dendan paling banyak Rp. 5.000.000.000,00 (lima milyar rupiah).
2. Barang siapa dengan sengaja menyiarkan, memamerkan, mengedarkan, atau menjual kepada umum suatu ciptaan atau barang hasil pelanggaran Hak Cipta sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), dipidana dengan pidana paling lama 5 (lima) tahun dan/ atau denda paling banyak Rp. 500.000.000,- (lima ratus juta rupiah).
Praktik Mudharabah Dalam Perbankkan Syariah iii
iv Praktik Mudharabah Dalam Perbankkan Syariah
Penulis
Ariza Umami, S.H., M.H.
Desain Cover Team Laduny Creative
Lay Out
Team Laduny Creative
ISBN. 978-602-5825-84-2 16 x 24 cm; x + 90 hal
Cetakan Pertama, Februari 2019
Dicetak dan diterbitkan oleh:
CV. LADUNY ALIFATAMA (Penerbit Laduny) Anggota IKAPI
Jl. Ki Hajar Dewantara No. 49 Iringmulyo, Metro – Lampung.
Telp. 0725 (7855820) - 0811361113 Email: [email protected]
Praktik Mudharabah Dalam Perbankkan Syariah v
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT atas limpahan rahmat dan
karunianya sehingga Buku Referensi yang berjudul Mudharabah
dalam Praktik Perbankan Syariah dapat diselesaikan.dengan baik.
Buku referensi ini merupakan hasil dari penelitian yang sudah
penulis lakukan sebagai salah satu referensi dalam melakukan
kegiatan ekonomi syariah khussu nya dalam praktik mudharabah yang
menjadi salah satu produk perbankan syariah.
Terimakasih disampaikan kepada Dekan Fakultas Hukum
Universitas Muhammadiyah Metro H. Hadri Abunawar SH.,MH. Dan
segenap rekan rekan dosen serta civitas akademi Fakultas Hukum
Universitas Muhammadiyah Metro yang sudah mendukung baik
secara materi dan inmateril sehingga penulis dapat menyelesaikan
buku referensi ini yang diharapkan akan bermanfaat bagi masyarakat
dan menjadi jariyah bagi team yang sudah terliba dalam penulisan
buku ini.
Kami menyadari masih terdapat kekurangan dalam buku ini
untuk itu kritik dan saran terhadap penyempurnaan buku ini sangat
diharapkan. Semoga buku ini dapat memberi maanfaat bagi
mahasiswa MM FEUA khususnya dan bagi semua pihak yang
membutuhkan.
Metro, Februari 2019
Ariza Umami, SH.,MH
vi Praktik Mudharabah Dalam Perbankkan Syariah
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN SAMPUL ..................................................... i
KATA PENGANTAR ...................................................... ii
DAFTAR ISI .................................................................... iii
DAFTAR TABEL ............................................................ v
DAFTAR LAMPIRAN .................................................... vi
BAB I. PENDAHULUAN ............................................... 1
BAB II. KAJIAN ANALISIS ......................................... 6
A. Bank Syariah ..................................................... 9
B. Tinjauan Kelembagaan Perbankan
Syariah.......................................... ..................... 11
C. Tujuan dan Fungsi Bank Syariah ...................... 12
D. Prinsip-Prinsip Dasar Operasional Bank Syariah 14
E. Produk perbankan syariah ................................. 16
F. Prinsip Bagi Hasil .............................................. 21
G. Teori Bagi Hasil ................................................ 31
H. Nisbah Keuntungan Prinsip Bagi Hasil ............. 32
I. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Bagi Hasil . 35
J. Akad .................................................................. 36
K. Syarat dan Rukun Akad ..................................... 38
L. Macam-macam Akad......................................... 43
M. Mudharabah ...................................................... 47
N. Jenis-jenis Mudharabah .................................... 49
O. Faktor-faktor yang mempengaruhi
Mudharabah ...................................................... 54
BAB III. KEGIATAN DISKUSI..................................... 57
A. Tujuan Penelitian ............................................... 57
B. Manfaat Penelitian ............................................. 57
C. Gambaran Umum PT. Bank Rakyat
Indonesia (Persero), Tbk ................................ 57
D. Pengaruh prinsip bagi hasil terhadap
simpanan Mudharobah pada bank BRI
Syariah Cabang Metro ....................................... 59
E. Pelaksanaan prinsip bagi hasil pada akad
mudharabah di bank BRI Syariah
Cabang Metro .................................................... 62
Praktik Mudharabah Dalam Perbankkan Syariah vii
LAMPIRAN ...................................................................... 70
DAFTAR PUSTAKA ....................................................... 81
GLOSARI ......................................................................... 84
viii Praktik Mudharabah Dalam Perbankkan Syariah
DAFTAR TABEL
Tabel Halaman
1. Nisbah bagi hasil TMT 01 Februari 2017 ............... 62
2. Ilustrasi pada tabel 01 .............................................. 66
Praktik Mudharabah Dalam Perbankkan Syariah ix
DAFTAR LAMPIRAN
Gambar Halaman
1. Bangunan BRI Syariah Central Jakarta ................... 70
2. Kegiatan Pelayanan di BRI Syariah ......................... 71
3. Kegiatan Pelayanan Sukuk Mudharabah ................. 71
4. Rapat Bersama LSM Terkait Pelunasan Maju Akad
Mudharabah ............................................................. 72
5. Sketsa dalam Perbankan Syariah ............................. 73
6. Landasan Hukum ..................................................... 74
7. Produk dan Jasa Bank Syariah ................................. 74
8. Akad dan Produk Bank Syariah ............................... 75
9. Prinsip Bagi Hasil dalam Profit Sharing ataupun
Revenue Sharing ...................................................... 76
10. Alur Proposal Bank Syariah .................................... 77
11. Skema Operasional Bank ......................................... 78
12. Skema Mudharabah ................................................. 79
13. Contoh Bagan Organisasi Bank Umum
Konvensional yang Membuka Kantor Cabang
Syariah ..................................................................... 80
x Praktik Mudharabah Dalam Perbankkan Syariah
Praktik Mudharabah Dalam Perbankkan Syariah 1
BAB I
PENDAHULUAN
Islam merupakan Agama yang komprehensif dan universal,
sekaligus sebagai sistem hidup (way of life). Komprehensif berarti
bahwa syariat Islam merangkum seluruh aspek kehidupan, baik ritual (
ibadah) maupun sosial (muamalah). Ibadah diperlukan untuk menjaga
ketaatan dan kehormonisan hubungan manusia dengan Khaliq-nya.
Dan muamalah diturunkan untuk menjadi rule of the game dalam
kehidupan sosial. Sedangkan universal mengandung makna, bahwa
syariat Islam dapat di terapkan setiap waktu dan tempat sampai akhir
waktu. Sifat universal sangat jelas terutama pada bidang muamalah
yang cakupan nya luas dan flexible, serta tidak membeda beda kan
baik muslim atau non-muslim (Musjtari dan Fitriyanti:2008).
Dalam ajaran Islam, terdapat petunjuk yang diberikan oleh Allah
terhadap segala sesuatu yang dibutuhkan manusia, yaitu Aqidah,
Syariah, dan Ahlaq. Pertama aqidah merupakan ajaran Islam yang
menjelaskan keesaan Allah SWT yang bersifat konstan dan tidak
mengalami perubahan yang di pengaruhi oleh zaman. Kedua syariah
merupakan ajaran yang menyampai tentang hukum atau peraturan
yang harus dilaksanakan atau ditinggalkan oleh manusia. Syariah di
bagi menjadi 2 bagian, yaitu Ibadah dan Muamalah. Ketiga berbicara
mengenai ahlak yang terkait dengan tingkah laku manusia
(Ismail:2014).
Penerapan prinsip syariah dalam kehidupan modern saat ini yang
paling kuat adalah dalam bidang ekonomi. Ekonomi berdasarkan
prinsip nsyariah mengalami perkembangan yang sngat signifikan,
2 Praktik Mudharabah Dalam Perbankkan Syariah
seperti yang terlihat dalam bidang lembaga keuangan bank maupun
lembaga keuangan non bank. Berbagai regulasi telah dikeluarkan oleh
otoritas yang berwenang untuk mendukung penerapan prinsip syariah
yang dimaksud. Sementara di tingkat International telah terdapat best
practise mengenai ekonomi syariah, bahkan di negara-negara yang
notabenya bukan negara muslim seperti yang terjadi di Inggris dan
Singapura. Hal ini menunjukan bahwa penerapan prinsip Syariah
dalam lembaga keuangan secara obyektif dan Ilmiah lebih
memberikan keadilan dan lebih menguntungkan dari pada dengan
intrumen ribawi sebagaimana yang telah berjalan selama ini.
Hadirnya Undang-undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang
Perbankan semangkin memberikan angin segar bagi dimulai nya bank
yang tidak di dasrkan pada sistem bunga , melainkan memakai
mekanisme bagi hasil dalam kegiatan usahanya. Hal ini dipertegas
dengan dikeluarkan nya Peraturan Pemerintah Nomoe 72 Tahun 1992
tentang bagi hasil. Adanya amandemen Undang- Undang Perbankan
dengan UU Nomor 10 tahun 1998 secara eksplisit memperbolehkan
operasional bank berdasarkan Prinsip Syariah baik bagi bank umum
maupun bank Perkreditan Rakyat. Prinsip syariah dalam kerangka
hukum perbankan diartikan sebagai aturan perja jian berdasarkan
hukum Islam antara bank dan pihak lain untuk menyimpan dana atau
pembiayaan kegiatan usaha yang dinyatakan sesuai syariah.
Evi Natalia, Dzulkirom, dan Mangesti (2014:2) dalam
jurnalnya, cara pengoperasian antara bank konvensional dan bank
syariah memiliki perbedaan yang signifikan, dimana pada bank
konvensional menerapkan prinsip bunga dan bank syariah
menerapkan prinsip bagi hasil (profit and lose sharing). Pada bank
Praktik Mudharabah Dalam Perbankkan Syariah 3
syariah, sistem bagi hasil akan lebih transparan kepada nasabah, jadi
nasabah bisa melakukan monitoring kinerja atas bagi hasil yang
diperoleh. Apabila jumlah keuntungan meningkat maka keuntungan
yang di terima nasabah juga bisa meningkat, bahkan sebaliknya jika
keuntungan menurun, bagi hasil kepada nasabah juga menurun.
Prinsip bagi hasil yang di terapkan bank syariah jelas berbeda dengan
sistem bunga yang dijalankan oleh bank konvensional, dimana
nasabah tidak bisa menilai kinerja bank bila hanya dilihat dari bunga
yang diperoleh.
Pada Umumnya produk yang ditawarkan dalam perbankan syariah
kepada nasabah diantaranya adalah a) produk funding berupa
tabungan wadiah, tabungan Mudharabah, dan deposito Mudharabah,
b) produk financing berupa pembiayaan murabahah, musyarakah, dan
Mudharabah. Pembiayaan murabahah merupakan produk berakad
jual-beli dengan berorientasi bisnis. Sedangkan pembiayaan
Mudharabah dan musyarakah merupakan produk yang berakad
kerjasama dan berorientasi bisnis yang berasal dari dana pihak ketiga
atau masyarakat berupa giro, tabungan atau deposito (Muhammad,
2005:179).
Didalam pelaksanaan prinsip bagi hasil dalam hal kegiatan
penghimpunan dana dalam bank syariah cukup mendapat kepercayaan
dari masyarakat, akan tetapi dalam hal penyaluran dana yang
dilakukan bank syariah dalam bentuk pembiayaan masih cukup
banyak masyarakat yang beranggapan bahwa pembiayaan di bank
syariah tidak berbeda dengan kredit di bank konvensional atau belum
benar-benar diterapkan sesuai hukum Islam
4 Praktik Mudharabah Dalam Perbankkan Syariah
Bank syariah pada umum nya telah menggunakan mudharobah
dan murabahah sebagai metode pembiayaan mereka, dengan jumlah
lebih dominan di bandingkan dengan produk pembiayaan lain.
Tingkat keuntungan (margin) yang di peroleh akan meningkatkan
pendapatan perbankan syariah kemudian berdasarkan revenue sharing
pendapatan tersebut dibagihasilkan antara bank dan semua nasabah
yang menitipkan, menabung dan menginvestasikan uangnya dengan
kesepakatan awal. Semangkin tinggi tingkat pembiayaan semngkin
tinggi pula tingkat pendapatan bank syariah dan imbal hasil yang
dibagikan kepada nasabah sehingga berpengaruh terhadap jumlah
simpanan mudharabah.
Islam merupakan Agama yang komprehensif dan universal,
sekaligus sebagai sistem hidup (way of life). Komprehensif berarti
bahwa syariat Islam merangkum seluruh aspek kehidupan, baik ritual (
ibadah) maupun sosial (muamalah). Ibadah diperlukan untuk menjaga
ketaatan dan kehormonisan hubungan manusia dengan Khaliq-nya.
Dan muamalah diturunkan untuk menjadi rule of the game dalam
kehidupan sosial. Sedangkan universal mengandung makna, bahwa
syariat Islam dapat di terapkan setiap waktu dan tempat sampai akhir
waktu. Sifat universal sangat jelas terutama pada bidang muamalah
yang cakupan nya luas dan flexible, serta tidak membeda beda kan
baik muslim atau non-muslim (Musjtari dan Fitriyanti:2008).
Dalam ajaran Islam, terdapat petunjuk yang diberikan oleh Allah
terhadap segala sesuatu yang dibutuhkan manusia, yaitu Aqidah,
Syariah, dan Ahlaq. Pertama aqidah merupakan ajaran Islam yang
menjelaskan keesaan Allah SWT yang bersifat konstan dan tidak
mengalami perubahan yang di pengaruhi oleh zaman. Kedua syariah
Praktik Mudharabah Dalam Perbankkan Syariah 5
merupakan ajaran yang menyampai tentang hukum atau peraturan
yang harus dilaksanakan atau ditinggalkan oleh manusia. Syariah di
bagi menjadi 2 bagian, yaitu Ibadah dan Muamalah. Ketiga berbicara
mengenai ahlak yang terkait dengan tingkah laku manusia
(Ismail:2014).
Penerapan prinsip syariah dalam kehidupan modern saat ini yang
paling kuat adalah dalam bidang ekonomi. Ekonomi berdasarkan
prinsip nsyariah mengalami perkembangan yang sngat signifikan,
seperti yang terlihat dalam bidang lembaga keuangan bank maupun
lembaga keuangan non bank. Berbagai regulasi telah dikeluarkan oleh
otoritas yang berwenang untuk mendukung penerapan prinsip syariah
yang dimaksud. Sementara di tingkat International telah terdapat best
practise mengenai ekonomi syariah, bahkan di negara-negara yang
notabenya bukan negara muslim seperti yang terjadi di Inggris dan
Singapura. Hal ini menunjukan bahwa penerapan prinsip Syariah
dalam lembaga keuangan secara obyektif dan Ilmiah lebih
memberikan keadilan dan lebih menguntungkan dari pada dengan
intrumen ribawi sebagaimana yang telah berjalan selama ini.
Hadirnya Undang-undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang
Perbankan semangkin memberikan angin segar bagi dimulai nya bank
yang tidak di dasrkan pada sistem bunga , melainkan memakai
mekanisme bagi hasil dalam kegiatan usahanya. Hal ini dipertegas
dengan dikeluarkan nya Peraturan Pemerintah Nomoe 72 Tahun 1992
tentang bagi hasil. Adanya amandemen Undang- Undang Perbankan
dengan UU Nomor 10 tahun 1998 secara eksplisit memperbolehkan
operasional bank berdasarkan Prinsip Syariah baik bagi bank umum
maupun bank Perkreditan Rakyat. Prinsip syariah dalam kerangka
6 Praktik Mudharabah Dalam Perbankkan Syariah
hukum perbankan diartikan sebagai aturan perja jian berdasarkan
hukum Islam antara bank dan pihak lain untuk menyimpan dana atau
pembiayaan kegiatan usaha yang dinyatakan sesuai syariah.
Evi Natalia, Dzulkirom, dan Mangesti (2014:2) dalam
jurnalnya, cara pengoperasian antara bank konvensional dan bank
syariah memiliki perbedaan yang signifikan, dimana pada bank
konvensional menerapkan prinsip bunga dan bank syariah
menerapkan prinsip bagi hasil (profit and lose sharing). Pada bank
syariah, sistem bagi hasil akan lebih transparan kepada nasabah, jadi
nasabah bisa melakukan monitoring kinerja atas bagi hasil yang
diperoleh. Apabila jumlah keuntungan meningkat maka keuntungan
yang di terima nasabah juga bisa meningkat, bahkan sebaliknya jika
keuntungan menurun, bagi hasil kepada nasabah juga menurun.
Prinsip bagi hasil yang di terapkan bank syariah jelas berbeda dengan
sistem bunga yang dijalankan oleh bank konvensional, dimana
nasabah tidak bisa menilai kinerja bank bila hanya dilihat dari bunga
yang diperoleh.
Pada Umumnya produk yang ditawarkan dalam perbankan syariah
kepada nasabah diantaranya adalah a) produk funding berupa
tabungan wadiah, tabungan Mudharabah, dan deposito Mudharabah,
b) produk financing berupa pembiayaan murabahah, musyarakah, dan
Mudharabah. Pembiayaan murabahah merupakan produk berakad
jual-beli dengan berorientasi bisnis. Sedangkan pembiayaan
Mudharabah dan musyarakah merupakan produk yang berakad
kerjasama dan berorientasi bisnis yang berasal dari dana pihak ketiga
atau masyarakat berupa giro, tabungan atau deposito (Muhammad,
2005:179).
Praktik Mudharabah Dalam Perbankkan Syariah 7
Didalam pelaksanaan prinsip bagi hasil dalam hal kegiatan
penghimpunan dana dalam bank syariah cukup mendapat kepercayaan
dari masyarakat, akan tetapi dalam hal penyaluran dana yang
dilakukan bank syariah dalam bentuk pembiayaan masih cukup
banyak masyarakat yang beranggapan bahwa pembiayaan di bank
syariah tidak berbeda dengan kredit di bank konvensional atau belum
benar-benar diterapkan sesuai hukum Islam
Bank syariah pada umum nya telah menggunakan mudharobah
dan murabahah sebagai metode pembiayaan mereka, dengan jumlah
lebih dominan di bandingkan dengan produk pembiayaan lain.
Tingkat keuntungan (margin) yang di peroleh akan meningkatkan
pendapatan perbankan syariah kemudian berdasarkan revenue sharing
pendapatan tersebut dibagihasilkan antara bank dan semua nasabah
yang menitipkan, menabung dan menginvestasikan uangnya dengan
kesepakatan awal. Semangkin tinggi tingkat pembiayaan semngkin
tinggi pula tingkat pendapatan bank syariah dan imbal hasil yang
dibagikan kepada nasabah sehingga berpengaruh terhadap jumlah
simpanan mudharabah.
8 Praktik Mudharabah Dalam Perbankkan Syariah
Praktik Mudharabah Dalam Perbankkan Syariah 9
BAB II
KAJIAN ANALISIS
A. Bank Syariah
Ali Zainuddin (2010) Bank Syariah terdiri dari dua kata, yaitu
(a) bank, dan (b) syariah. Kata bank bermakna suatu lembaga
keuangan yang berfungsi sebagai perantara keuangan dari dua pihak,
yaitu pihak yang berkelebihan dana dan pihak yang kekurangan dana.
Kata syariah dalam versi bank syariah di Indonesia adalah aturan
perjanjian berdasarkan yang dilakukan pihak bank dan pihak lainuntuk
menyimpan dana / pembiayaan kegiatan usaha dan kegiatan lain nya
sesuai dengan hukum Islam.
Penggabungan antara kata bank dan syariah “Bank syariah”
adalah suatu lembaga keuangan yang berfungsi sebagai perantara
antara pihak yang berkelebihan dana dangan pihak yang kekurangan
dana untuk kegiatan usaha dan kegiatan lain nya sesuai dengan hukum
Islam. Selain itu bank syariah juga di sebuat dengan Islamic Banking
atau Interest Fee Banking , yaitu sistem perbankan dalam pelaksanaan
operational tidak menggunakan sistem bunga (riba), spekulasi
(maisir), dan ketidak pastian atau ketidak jelasan (gharar).
Muhammad Abdul Kadir& Murniati Rilda (2011: 39)
Perbankan syariah adalah segala sesuatu yang menyangkut tentang
bank syariah dan unit Usaha syariah, mencakup kelembagaan,
kegiatan usaha serta cara dan proses dalam melaksanakan kegiatan
usahanya. Berdasarkan ketentuan tersebut, konsep perbankan syariah
meliputi unsur-unsur sebagai berikut, yaitu:
10 Praktik Mudharabah Dalam Perbankkan Syariah
a. Kelembagaan bank syariah, yaitu mengenai badan usha
yang selalu berbentuk badan hukum Perseroan Terbatas;
b. Kegiatan usaha bank syariah, yaitu kegiatan bidang
keuangan mengenai pemanfaatan dana investasi
masyarakat dan pembiayaan usaha serta kegiatan lain, yang
bertujuan untuk kesejahteraan rakyat banyak;
c. Cara dan proses melaksanakan kegiatan usaha bank syariah
yaitu yang berdasarkan prinsip syariah.
Rumusan ini mengandung makna bahwa bank tidak hanya
berfungsi sebagai pengelola dana , tetapi lebih jauh lagi sebagai
pengelola bentuk-bentuk usaha lain guna meningkatkan taraf hidup
dan kesejahteraan rakyat.Perbankan syariah dalam melakukan
kegiatan usaha nya berdasarkan demokrasi ekonomi, yaitu kegiatan
ekonomi syariah yang mengandung nilai keadilan,
kebersamaan,pemerataan dan kemanfaatan.
Ismail (2014: 31) Bank syariah memiliki sistem operational
yang berbeda dengan bank konvensional. Bank syariah memberikan
layanan bebas bunga kepada para nasabah nya. Dalam sistem bank
syariah, pembayaran dan penarikan bunga dilarang dalam smua
bentuk transaksi.Bank syariah tidak mengenal sitem bunga , baik
bunga yang diperoleh dari nasabah yang meminjam uang atau bunga
yang dibayar kepada penyimpan dana di bank syariah.Bank syariah
merupakan bank ynag kegiatan nya mengacu pada Hukum
Islam.Imabalan yang diterima oleh bank syariah maupun yang
dibayarkan kepada nasabah tergantung dari akad dan perjanjian antara
nasabaah dan bank. Akad yang terdapat di bank syariah tunduk pada
Praktik Mudharabah Dalam Perbankkan Syariah 11
syarat dan rukun akad sebagaimana diatur dalam syariat Islam. Bank
Umum Syariah adalah bank yang berdiri sendiri sesuai dengan akta
pendirian nya, bukan merupakan bagian dari bank konvensional.
B. Tinjauan Kelembagaan Perbankan Syariah
Perbankan Syariah dari segi kelembagaan di Indonesia di
mulai sejak tahun 1991, kemudian menyusul Bank Syariah Mandiri
konversi dari Bank Susila Bhakti. Kedua Bank tersebut yang mulai
memprakarsai kegiatan usaha berdasarkan prinsip syariah.
Berdasarkan Pasal 7 Undang- undang Nomor 21 Tahun 2008 tentang
Perbankan Syariah maka bentuk badan hukum Bank Syariah adalah
Perusahaan Terbatas. Perbedaan dari segi kelembagaan Bank
konvensional dan Bank Syariah adalah Bank yang menjalankan
kegiatan usahanya berdasarkan prinsip syariah dan menurut jenis nya
terdiri atas Bank Umum Syariah dan Bank Pembiayaan Rakyat
Syariah.
Perbedaan yang terlihat jelas dari segi kelembagaan ialah dari
organisasi. Secara organisatoris pembeda utama antara bank syariah
dengan Bank Konvensioanal terletak pada lembaga pengawas bank,
baik yang bersifat internal maupun ekternal. Dari segi bank, pada bank
syariah ada dua lembaga pengawas yaitu Komisaris dan Dewan
Pengas Syariah (DPS), sedangkan dari segi eksternal diawasi oleh
Bank Indonesia dan Dewan Syariah Nasional (DSN). Pada bank
konvensional lembaga pengawas yang ada hanyalah Komisaris dari
segi internal dan Bank Indonesia dari segi eksternal. ( Dewi Nurul
Musjtari, 2012 :17)
12 Praktik Mudharabah Dalam Perbankkan Syariah
C. Tujuan dan Fungsi Bank Syariah
Perbankan syariah sebagaimana dijelaskan dalam pasal 3 UU
Perbankan syariah, bertujuan “Menunjang pelaksanaan pembangunan
nasional dalam rangka meingkatkan keadilan, kebersamaan, dan
pemerataan kesejahteraan rakyat”. Dalam mencapai tujuan menunjang
pelaksannaan pembangunan nasional, perbankan syariah tetap
berpegang pada prinsip syariah secara menyeluruh (kaffah) dan
konsisten (istiqamah)” (Pasal 3 UU Perbankan syariah dan
Penjelasannya).
Oleh karena itu, maka mekanisme perbankan bebas bunga yang
biasa disebut dengan bank syariah didirikan. Tujuan perbankan
syariah didirikan dikarenakan pengambilan riba dalam transaksi
keuangan maupun non keuangan (QS. Al-Baqarah 2 : 275). Dalam
sistem bunga, bank tidak akan tertarik dalam kemitraan usaha kecuali
bila ada jaminan kepastian pengembalian modal dan pendapatan
bunga (Zaenul Arifin, 2002: 39-40).
Dalam Undang-Undang Nomor 21 tahun 2008 tentang perbankan
syariah, pasal 4 dijelaskan fungsi bank syariah sebagai berikut:
Bank Syariah dan Unit Usaha Syariah wajib menjalankan
fungsi menghimpun dan menyalurkan dana masyarakat.
Bank Syariah dan Unit Usaha Syariah dapat menjalankan
fungsi sosial dalam bentuk lembaga baitul mal, yaitu
menerima dana yang berasal dari zakat, infak, sedekah, hibah,
atau dana sosial lainya dan menyalurkannya kepada organisasi
pengelola zakat.
Praktik Mudharabah Dalam Perbankkan Syariah 13
Bank Syariah dan Unit Usaha Syariah dapat menghimpun dana
sosial yang berasal dari dana wakaf uang dan menyalurkanya
kepada pengelola wakaf (nadzir) sesuai dengan kehendak
pemberi wakaf (wakif).
Pelaksanaan fungsi sosial sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan
ayat (3) sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Lebih rinci Wiroso (2009;82-87) membagi fungsi bank syariah
ke dalam empat fungsi utama yaitu:
1. Fungsi manajer investasi. Bank syariah merupakan manajer
investasi dari pemilik dana (shahibul maal) dari dana yang
dihimpun dengan prinsip mudharabah, karena besar-kecilnya
imbalan (bagi hasil) yang diterima oleh pemilik dana , sangat
tergantung pada hasil usaha yang diperoleh (dihasilkan) oleh
bank syariah dalam mengelola dana.
2. Fungsi Investor. Dalam penyaluran dana, baik dalam prinsip
bagi-hasil atau prinsip jual-beli, bank syariah berfungsi sebagai
investor (sebagai pemilik dana). Oleh karena itu sebagai
pemilik dana maka dalam menanamkan dana dilakukan
dengan prinsip-prinsip yang telah ditetapkan dan tidak
melanggar syariah, ditanamkan pada sektor sektor produktif
dan memiliki resiko yang minim.
3. Fungsi Jasa Perbankan. Dalam operasionalnya, bank syariah
juga memiliki fungsi jasa perbankan berupa layanan kliring,
transfer, inkaso, pembayaran gaji dan lainya yang tidak
melanggar prinsip syariah.
14 Praktik Mudharabah Dalam Perbankkan Syariah
4. Fungsi Sosial. Dalam konsep perbankan syariah mewajibkan
bank syariah memberikan layanan sosial melalui dana qard,
zakat, dan dana sumbangan lainya yang sesuai dengan prinsip
syariah. Konsep perbankan syariah juga mengharuskan bank-
bank syariah untuk memainkan dan memberikan kontribusi
bagi perlindungan dan pengembangan lingkungan. Fungsi ini
juga merupakan yang membedakan bank syariah dengan bank
konvensional, dalam bank syariah fungsi sosial tidak dapat
dipisahkan dari fungsi-fungsi lainya dan merupakan identitas
khas bank syariah.
D. Prinsip-Prinsip Dasar Operasional Bank Syariah
Dalam pelaksanaan operasional bank syariah ada lima prinsip yang
diterapkan. Antara lain, yaitu :
1. sistem simpanan, Prinsip simpanan murni merupakan fasilitas
yang diberikan oleh bank Islam untuk memberikan
kesempatan kepada pihak yang kelebihan dana untuk
menyimpan dananya dalam bentuk al-Wadiah;
2. bagi hasil, Sistem ini adalah suatu sistem yang meliputi tata
cara pembagian hasil usaha antara penyedia dana dengan
pengelola dana. Pembagian hasil usaha ini dapat terjadi antara
bank dengan penyimpan dana, maupun antara bank dengan
nasabah penerima dana. Bentuk produk yang berdasarkan
prinsip ini adalah mudharabah dan musyarakah. Namun,
prinsip Mudharabah dapat dipergunakan sebagai dasar baik
untuk produk pendanaan (tabungan dan deposito) maupun
Praktik Mudharabah Dalam Perbankkan Syariah 15
pembiayaan, sementara musyarakah lebih banyak untuk
pembiayaan;
3. margin keuntungan, Prinsip ini merupakan suatu sistem yang
menerapkan tata cara jual beli, dimana bank akan membeli
terlebih dahulu barang yang dibutuhkan atau mengangkat
nasabah sebagai agen bank melakukan pembelian atas nama
bank, kemudian bank menjual barang tersebut kepada nasabah
dengan harga beli ditambah keuntungan (margin);
4. Sewa, Prinsip ini secara garis besar terbagi atas dua jenis :
(a). Ijarah, sewa murni, seperti halnya penyewaan alat-alat
produk (operating lease). Dalam teknis perbankan, bank dapat
membeli dahulu equipment yang dibutuhkan nasabah
kemudian menyewakan dalam waktu dan hanya telah
disepakati kepada nasabah.
(b) Iijarah al muntahiya bit tamlik merupakan penggabungan
sewa dan beli, dimana si penyewa mempunyai hak untuk
memiliki barang pada akhir masa sewa (finansial lease);
5. Fee atau jasa, Prinsip ini meliputi seluruh layanan non-
pembiayaan yang diberikan bank. Bentuk produk yang
berdasarkan prinsip ini antara lain Bank Garansi, Kliring,
Inkaso, Jasa, Transfer.Dengan demikian prinsip syariah
merupakan aturan perjanjian berdasarkan hukum Islam antara
bank dan pihak lain untuk penyimpanan dana dan pembiayaan
kegiatan usaha, atau kegiatan lainnya yang sesuai dengan
syariah
16 Praktik Mudharabah Dalam Perbankkan Syariah
E. Produk perbankan syariah :
1) Prinsip pinjaman murni (Al-Wadiah) itipan nasabah yang
harus dijaga dan dikembalikan setiap saat apabila nasabah
yang bersangkutan menghendaki. Bank bertanggung jawab
atas pengembalian titipan.
Secara umum terdapat dua jenis al-wadiah, yaitu:
a) Wadiah Yad Al-Amanah
Wadiah Yad Al-Amanah adalah titipan dimana
penerima titipan tidak boleh memanfaatkan barang
titipan tersebut sampai diambil kembali oleh penitip
b) Wadiah Yad adh-Dhamanah
Wadiah Yad adh-Dhamanah adalah titipan yang
selama belum dikembalikan kepada penitip dapat
dimanfaatkan oleh penerima titipan. Apabila dari
hasil pemanfaatan tersebut diperoeh keuntungan maka
seluruhnya menjadi hak penerima titipan.
2) Bagi hasil (Syirkah)
Sistem ini adalah suatu sistem yang meliputi tatacara
pembagian hasil usaha antara penyedia dana dengan
pengelola dana. Bentuk produk yang berdasarkan prinsip ini
adalah:
a. Al-Mudharabah
Al-Mudharabah adalah akad kerjasama usaha antara shahibul
maal (pemilik dana) dan mudharib (pengelola dana) dengan nisbah
bagi hasil menurut kesepakatan di muka. Jika usaha mengalami
kerugian, maka seluruh kerugian ditanggung oleh pemililk dana,
Praktik Mudharabah Dalam Perbankkan Syariah 17
kecuali jika ditemukan adanya kelalaian atau kesalahan oleh pengelola
dana, seperti penyelewengan, kecurangan dan penyalahgunaan dana.
Mudharabah terdiri dari dua jenis, yaitu :
1. Mudharabah Muthlaqah
Adalah mudharabah dimana pemilik dana memberikan
kebebasan kepada pengelola dana dalam pengelolaan
investasinya.
2. Mudharabah Muqayyadah
Adalah mudharabah dimana pemilik dana memberikan
batasan kepada pengelola dana mengenai tempat, cara, dan
obyek investasi.
b. Al-Musyarakah
Al-musyarakah adalah akad kerjasama di antara para pemilik
modal yang mencampurkan modal mereka untuk tujuan mencari
keuntungan. Dalam musyarakah, mitra dan bank sama-sama
menyediakan modal untuk membiayai suatu usaha tertentu, baik yang
sudah berjalan maupun yang baru. Selanjutnya mitra dapat
mengembalikan modal tersebut berikut bagi hasil yang telah
disepakati secara bertahap atau sekaligus kepada bank. Dua jenis al-
musyarakah:
1. Musyarakah pemilikan, tercipta karena warisan, wasiat, atau
kondisi lainnya yang mengakibatkan pemilikan satu aset
oleh dua orang atau lebih.
2. Musyarakah akad, tercipta dengan cara kesepakatan dimana
dua orang atau lebih setuju bahwa tiap orang dari mereka
memberikan modal musyarakah.
18 Praktik Mudharabah Dalam Perbankkan Syariah
3) Prinsip jual beli (at-tijarah)
Prinsip ini merupakan suatu sistem yang menerapkan tata cara
jual beli, dimana bank akan membeli terlebih dahulu barang yang
dibutuhkan atau mengangkat nasabah sebagai agen bank melakukan
pembelian barang atas nama bank, kemudian bank menjual barang
tersebut kepada nasabah dengan harga sejumlah harga beli ditambah
keuntungan (margin). Implikasinya berupa:
c. Murabahah adalah akad jual beli barang dengan menyatakan
harga perolehan dan keuntungan (margin) yang disepakati oleh
penjual dan pembeli.
a. Salam
Salam adalah akad jual beli barang pesanan dengan
penangguhan pengiriman oleh penjual dan pelunasannya
dilakukan segera oleh pembeli sebelum barang pesanan
tersebut diterima sesuai syarat-syarat tertentu. Bank dapat
bertindak sebagai pembeli atau penjual dalam suatu
transaksi salam. Jika bank bertindak sebagai penjual
kemudian memesan kepada pihak lain untuk menyediakan
barang pesanan dengan cara salam maka hal ini disebut
salam paralel.
b. Istishna’
Istishna’ adalah akad jual beli antara pembeli dan produsen
yang juga bertindak sebagai penjual. Cara pembayarannya
dapat berupa pembayaran dimuka, cicilan, atau
ditangguhkan sampai jangka waktu tertentu. Barang
pesanan harus diketahui karakteristiknya secara umum yang
Praktik Mudharabah Dalam Perbankkan Syariah 19
meliputi: jenis, spesifikasi teknis, kualitas, dan
kuantitasnya. Bank dapat bertindak sebagai pembeli atau
penjual. Jika bank bertindak sebagai penjual kemudian
memesan kepada pihak lain untuk menyediakan barang
pesanan dengan cara Istishna maka hal ini disebut istishna
paralel.
4) Prinsip sewa (Al-Ijarah)
Al-ijarah adalah akad pemindahan hak guna atas barang
atau jasa, melalui pembayaran upah sewa, tanpa diikuti
dengan pemindahan hak kepemilikan atas barang itu
sendiri.
Al-ijarah terbagi kepada dua jenis: (1) Ijarah, sewa murni.
(2) ijarah al muntahiya bit tamlik merupakan penggabungan
sewa dan beli, dimana si penyewa mempunyai
hak untuk memiliki barang pada akhir masa sewa.
5) Prinsip jasa (Al-Ajr Walumullah)
Prinsip ini meliputi seluruh layanan non-pembiayaan yang
diberikan bank. Bentuk produk yang berdasarkan prinsip ini
antara lain:
a. Al-Wakalah
Akad pemberian kuasa dari muwakil (pemberi
kuasa/nasabah) kepada wakil (penerima kuasa/bank) untuk
melaksanakan suatu taukil (tugas) atas nama pemberi
kuasa. Akad wakalah tersebut dapat digunakan, antara lain,
dalam pengiriman transfer, penagihan hutang baik melalui
kliring maupun inkaso, dan realisasi L/C.
20 Praktik Mudharabah Dalam Perbankkan Syariah
b. Al-Kafalah
Akad pemberian jaminan yang diberikan oleh kaafil
(penjamin/bank) kepada makful (penerima jaminan) dan
penjamin bertanggung jawab atas pemenuhan kembali suatu
kewajiban yang menjadi hak penerima jaminan.
c. Al-Hawalah
Adalah pemindahan atau pengalihan hak dan kewajiban, baik
dalam bentuk pengalihan piutang maupun hutang, dan jasa
pemindahan/pengalihan dana dari satu entitas kepada entitas
lain
d. Ar-Rahn
Adalah menahan salah satu harta milik si peminjam sebagai
jaminan atas pinjaman yang diterimanya. Barang yang
ditahan tersebut memiliki nilai ekonomis. Dengan
demikian, pihak yang menahan memperoleh jaminan untuk
dapat mengambil kembali seluruh atau sebagian piutangnya.
Secara sederhana dapat dijelaskan bahwa rahn adalah
semacam jaminan utang atau gadai.
e. Al-Qardh
Al-qardh adalah pemberian harta kepada orang lain yang
dapat ditagih atau diminta kembali atau dengan kata lain
meminjamkan tanpa mengharapkan imbalan. Produk ini
digunakan untuk membantu usaha kecil dan keperluan
sosial. Dana ini diperoleh dari dana zakat, infaq dan
shadaqah.
Praktik Mudharabah Dalam Perbankkan Syariah 21
F. Prinsip Bagi Hasil
Ismail (2014:95) Konsep bagi hasil (profit and lose sharing)
adalah pembagian hasil uasaha yang telah dilakukan oleh pihak- pihak
yang telah melakukan perjanjian, yaitu nasabah dan pihak bank
syariah. Dalam hal tersebut ada dua pihak yang melakukan perjanjian,
maka hasil usaha yang dilakukan kedua pihak atau salah satu pihak,
akan dibagi sesuai porsi masing-masing pihakyang melakukan akd
perjanjian. Pembagian hasil usaha dalam perbankan syariah
ditetapkan dengan menggunakan nisbah . Nisbah yaitu persentase
yang di setujui oleh kedua pihak dalam menentukan bagi hasil atau
yang dikerjasamakan.
Ascarya (2006:26) Bagi hasil (Profit and lose sharing) adalah
sistem pembagian hasil (revenue sharing) usaha dimana pemilik
modal dengan pemilik modal lain nya untuk melakukan kegiatan
usaha. Apabila kegiatan usaha menghasilkan keuntungan maka dibagi
berdua, ketika mengalami kerugian di tanggung bersama pula. Sistem
bagi hasil memberikan keadilan tanpa ada yang merasa tereksploitasi.
Konsep bagi hasil adalah sebagai berikut:
a. Pemilik dana akan menginvestasikan dananya melalui
lembaga keuangan syariah yang bertindak sebagai
pengelola;
b. Pengelola atau lembaga keuangan syariah akan mengelola
dana tersebut dalam sistem pool of fund selanjutnya akan
menginvestasikan dana tersebut ke dalam proyek atau
usaha yang layak dan menguntungkan serta memenuhi
aspek syariah;
22 Praktik Mudharabah Dalam Perbankkan Syariah
c. Kedua belah pihak menandatangani akad yang berisi ruang
lingkup kerja sama, nominal, nisbah dan jangka waktu
berlakunya kesepakatan tersebut. (Tim Pengembangan
Perbankan Syariah Institut Bankir Indonesia, 2004: 198)
Sistem perekonomian Islam merupakan masalah yang
berkaitan dengan pembagian hasil usaha harus ditentukan pada awal
terjadinya kontrak kerja sama (akad), yang ditentukan adalah porsi
masing-masing pihak, misalkan 20:80 yang berarti bahwa atas hasil
usaha yang diperoleh akan didistribusikan sebesar 20% bagi pemilik
dana (shahibul maal) dan 80% bagi pengelola dana (mudharib). Bagi
Hasil adalah bentuk return (perolehan kembaliannya) dari kontrak
investasi, dari waktu ke waktu, tidak pasti dan tidak tetap.
Besarkecilnya perolehan kembali itu bergantung pada hasil usaha
yang benarbenar terjadi. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa
sistem bagi hasil merupakan salah satu praktik perbankan syariah.
(Adiwarman Karim, 2004: 191)
Metode bagi hasil terdiri dari dua sistem :
a. Bagi untung (Profit Sharing) adalah bagi hasil yang
dihitung dari pendapatan setelah dikurangi biaya
pengelolaan dana. Dalam sistem syariah pola ini dapat
digunakan untuk keperluan distribusi hasil usaha lembaga
keuangan syariah
b. Bagi hasil (Revenue Sharing) adalah bagi hasil yang
dihitung dari total pendapatan pengelolaan dana. Dalam
sistem syariah pola ini dapat digunakan untuk keperluan
distribusi hasil usaha lembaga keuangan syariah
Praktik Mudharabah Dalam Perbankkan Syariah 23
Aplikasi perbankan syariah pada umumnya, bank dapat
menggunakan sistem profit sharing maupun revenue sharing
tergantung kepada kebijakan masing-masing bank untuk memilih
salah satu dari sistem yang ada. Bank bank syariah yang ada di
Indonesia saat ini semuanya menggunakan perhitungan bagi hasil atas
dasar revenue sharing untuk mendistribusikan bagi hasil kepada para
pemilik dana (deposan). (Tim Pengembangan Perbankan Syariah
Institut Bankir Indonesia, 2003: 264)
Suatu bank menggunakan sistem profit sharing di mana bagi
hasil dihitung dari pendapatan netto setelah dikurangi biaya bank,
maka kemungkinan yang akan terjadi adalah bagi hasil yang akan
diterima oleh para shahibul mal (pemilik dana) akan semakin kecil,
tentunya akan mempunyai dampak yang cukup signifikan apabila
ternyata secara umum tingkat suku bunga pasar lebih tinggi. Kondisi
ini akan mempengaruhi keinginan masyarakat untuk
menginvestasikan dananya pada bank syariah yang berdampak
menurunnya jumlah dana pihak ketiga secara keseluruhan, tetapi
apabila bank tetap ingin mempertahankan sistem profit sharing
tersebut dalam perhitungan bagi hasil mereka, maka jalan satusatunya
untuk menghindari resiko-resiko tersebut di atas, dengan cara bank
harus mengalokasikan sebagian dari porsi bagi hasil yang mereka
terima untuk subsidi terhadap bagi hasil yang akan dibagikan kepada
nasabah pemilik dana.
Suatu bank yang menggunakan sistem bagi hasil berdasarkan
revenue sharing yaitu bagi hasil yang akan didistribusikan dihitung
dari total pendapatan bank sebelum dikurangi dengan biaya bank,
maka kemungkinan yang akan terjadi adalah tingkat bagi hasil yang
24 Praktik Mudharabah Dalam Perbankkan Syariah
diterima oleh pemilik dana akan lebih besar dibandingkan dengan
tingkat suku bunga pasar yang berlaku. Kondisi ini akan
mempengaruhi para pemilik dana untuk mengarahkan investasinya
kepada bank syariah yang nyatanya justru mampu memberikan hasil
yang optimal, sehingga akan berdampak kepada peningkatan total
dana pihak ketiga pada bank syariah. Pertumbuhan dana pihak ketiga
dengan cepat harus mampu diimbangi dengan penyalurannya dalam
berbagai bentuk produk aset yang menarik, layak dan mampu
memberikan tingkat profitabilitas yang maksimal bagi pemilik dana.
Prinsip revenue sharing diterapkan berdasarkan pendapat dari
Imam Syafi'i yang mengatakan bahwa mudharib tidak boleh
menggunakan harta mudharabah sebagai biaya baik dalam keadaan
menetap maupun bepergian (diperjalanan) karena mudharib telah
mendapatkan bagian keuntungan maka ia tidak berhak mendapatkan
sesuatu (nafkah) dari harta itu yang pada akhirnya ia akan mendapat
yang lebih besar dari bagian shahibul mal. Sedangkan, untuk profit
sharing diterapkan berdasarkan pendapat dari Abu Hanifah, Malik,
Zaidiyah yang mengatakan bahwa mudharib dapat membelanjakan
harta mudharabah hanya bila perdagangannya itu diperjalanan saja
baik itu berupa biaya makan, minum, pakaian dan sebagainya. Imam
Ahmad bin Hambali mengatakan bahwa mudharib boleh menafkahkan
sebagian dari harta mudharabah baik dalam keadaan menetap atau
bepergian dengan ijin shahibul mal, tetapi besarnya nafkah yang boleh
digunakan adalah nafkah yang telah dikenal (menurut kebiasaan) para
pedagang dan tidak boros.
Praktik Mudharabah Dalam Perbankkan Syariah 25
Prinsip pembagian hasil usaha ada 2 yaitu:
a. Distribusi Hasil Usaha Berdasarkan Prinsip Bagi Hasil
(Revenue Sharing)
Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam distribusi hasil
usaha berdasarkan prinsip bagi hasil (revenue sharing)
adalah sebagai berikut:
1) Pendapatan Operasi Utama. Pendapatan operasi utama
bank syariah adalah pendapatan dari penyaluran dana
prinsip jual beli, bagi hasil dan prinsip ujroh. Besarnya
pendapatan yang dibagikan dalam perhitungan
distribusi hasil usaha dengan prinsip bagi hasil
(revenue sharing) ini adalah pendapatan (revenue) dari
pengelolaan dana (penyaluran) sebesar porsi dana
mudharabah (investasi tidak terikat) yang dihimpun
tanpa adanya pengurangan beban-beban yang
dikeluarkan oleh bank syariah. (Wiroso, 2005: 120)
2) Hak pihak ketiga atas bagi hasil investasi tidak terikat.
Hak pihak ketiga atas bagi hasil investasi tidak terikat
merupakan porsi bagi hasil dari hasil usaha
(pendapatan) yang diserahkan oleh bank syariah
kepada pemilik dana mudharabah mutlaqah (investasi
tidak terikat). Penentuannya dilakukan dalam
perhitungan distribusi hasil usaha yang sering disebut
dengan profit distribution. (Wiroso, 2005: 121)
3) Pendapatan operasi lainnya.
Praktik dalam penyaluran dana bank syariah
mengenakan fee administrasi atas penyaluran tersebut
26 Praktik Mudharabah Dalam Perbankkan Syariah
yang besarnya disepakati antara bank sebagai pemilik
dana dan debitur sebagai pengelola dana (mudharib).
Pendapatan operasi lain yang diperoleh bank syariah
adalah pendapatan atas kegiatan usaha bank syariah
dalam memberikan layanan jasa keuangan dan kegiatan
lain yang berbasis imbalan seperti pendapatan fee
inkaso, fee transfer, fee LC dan fee kegiatan yang
berbasis imbalan lainnya. (Wiroso, 2005: 121)
4) Beban Operasi.
Pembagian hasil usaha dengan prinsip bagi hasil
(revenue sharing) semua beban yang dikeluarkan oleh
bank syariah sebagai mudharib, baik beban untuk
kepentingan bank syariah sendiri maupun untuk
kepentingan pengelolaan dana mudharabah, seperti
beban tenaga kerja, beban umum dan administrasi,
beban operasi lainnya ditanggung oleh bank syariah
sebagai mudharib.
b. Distribusi Hasil Usaha Berdasarkan Prinsip Bagi Untung
(Profit Sharing).
Penerapan distribusi hasil usaha dengan prinsip bagi
untung (profit sharing) bukanlah hal yang mudah, karena
pihak deposan harus siap menerima bagian kerugian
apabila dalam pengelolaan dana mudharabah mengalami
kerugian yang bukan akibat dari kelalaian mudharib
sehingga uang yang diinvestasikan pada bank syariah
menjadi berkurang. Di lain pihak, bank syariah sendiri
harus secara jujur dan transparan menyampaikan beban-
Praktik Mudharabah Dalam Perbankkan Syariah 27
beban yang akan ditanggung dalam pengelolaan dana
mudharabah, seperti membuat dan menentukan dengan
tegas dan jelas beban yang akan dibebankan dalam
pengelolaan dana mudharabah baik beban langsung
maupun beban tidak langsung.
1. Laporan hasil usaha mudharabah (bank sebagai mudharib) Laporan
hasil usaha mudharabah ini dibuat sebagai pertanggungjawaban bank
syariah dalam mengelola dana mudharabah mutlaqah yang telah
dipercayakan shahibul maal (deposan) kepada bank syariah sebagai
mudharib. Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam laporan ini
yaitu:
a) Pendapatan operasi utama.
Pendapatan operasi utama perhitungannya sama dengan
perhitungan distribusi hasil usaha yang mempergunakan
prinsip revenue sharing. Besarnya pendapatan yang dibagikan
dalam pembagian hasil usaha pada prinsip bagi untung (profit
sharing) ini adalah pendapatan dari pengelolaan dana
(penyaluran) sebesar porsi dari dana mudharabah (investasi
tidak terikat) yang dihimpun.
b) Beban mudharabah
Bank syariah harus dapat memisahkan beban yang menjadi
tanggungan bank syariah sendiri dan beban yang dibebankan
pada pengelolaan dana mudharabah. Bank syariah harus
menetapkan dengan tegas dan jelas beban-beban yang akan
dipergunakan sebagai pengurang pendapatan pengelolaan dana
mudharabah, baik beban tenaga kerja, beban umum dan
administrasi, maupun beban-beban lainnya untuk disampaikan
28 Praktik Mudharabah Dalam Perbankkan Syariah
kepada shahibul maal sehingga mengetahuinya. Apabila bank
syariah telah mengakui beban-beban sebagai pengurang
pengelola dana mudharabah tidak diperkenankan diakui
sebagai beban bank syariah sebagai pengelola institusi
keuangan syariah sehingga jika terjadi pengembalian beban
harus diakui sebagai pendapatan pengelolaan dana
mudharabah, bukan sebagai pendapatan bank syariah selaku
institusi keuangan syariah.
c) Laba atau rugi mudharabah
Pendapatan operasi utama dikurangi dengan beban
mudharabah inilah yang akan menghasilkan laba atau
rugi.
2) Laporan laba rugi bank syariah (bank sebagai institusi
keuangan syariah)
Data-data yang ada pada laporan ini adalah data-data untuk
kepentingan bank syariah sendiri dalam mengelola institusi
keuangan syariah, khususnya beban-beban yang dikeluarkan
oleh bank syariah dan data-data yang telah diperhitungkan
dalam pembuatan laporan pengelolaan dana mudharabah.
Dalam laporan laba rugi ini, ada beberapa hal yang perlu
diperhatikan yaitu:
a) Pendapatan bank sebagai mudharib
Pendapatan yang ada dalam laporan ini adalah bagian
pendapatan atas pengelolaan dana mudharabah yang
diperoleh bank syariah dan pendapatan penyaluran yang
menjadi milik bank syariah sendiri
Praktik Mudharabah Dalam Perbankkan Syariah 29
b) Pendapatan operasi lainnya
Pendapatan operasi ini adalah pendapatan yang sama
dengan pendapatan operasi lainnya dalam prinsip bagi
hasil.
c) Beban operasi
Beban-beban dalam laporan ini adalah beban-beban yang
dikeluarkan oleh bank yang tidak ada kaitannya dengan
pengelolaan dana mudharabah, baik beban tenaga kerja,
beban umum dan administrasi serta beban-beban lainnya.
Dalam prinsip profit sharing, hasil usaha yang akan dibagikan
antara mudharib dan shahibul maal merupakan keuntungan yang
diperoleh yaitu pendapatan pengelolaan dana mudharabah dikurangi
dengan beban-beban yang dikeluarkan sehubungan dengan
pengelolaan dana mudharabah (Wiroso, 2005: 127). Apabila bank
syariah mempergunakan prinsip profit sharing maka bank syariah
harus dapat membedakan dengan jelas, transparan dan adil terhadap
beban-beban yang merupakan pengurang dari pendapatan pengelolaan
dana mudharabah (yang disebut dengan dana mudharabah) dan
beban-beban yang merupakan pengeluaran bank syariah sebagai
institusi keuangan (yang disebut dengan beban lembaga keuangan
syariah).
Semua beban dana mudharabah yang dikeluarkan sehubungan
dengan pengelolaan dana mudharabah tersebut termasuk beban tenaga
kerja, beban umum dan administrasi serta beban-beban lainnya.
Sedangkan apabila bank syariah mempergunakan prinsip distribusi
hasil usaha dengan pembagian hasil (revenue sharing) maka semua
30 Praktik Mudharabah Dalam Perbankkan Syariah
beban yang dikeluarkan oleh bank syariah menjadi tanggungan bank
syariah sendiri sehingga tidak diperhitungkan dalam unsur distribusi
hasil usaha
Musjtari&Fitria (2008:71) Perbedaan antara bunga dan bagi hasil
(PLS) dan bunga :
a. Bagi hasil penentuan keuntungan di tentukan pada waktu akad
dengan pedoman untung dan rug dan bunga di tentukan waktu
perjanjian dengan asumsi selalu untungi;
b. Bagi hasil besarnya porsentase berdasarkan keuntungan yang
di peroleh, dan bunga berdasarkan jumlah modal yang
dipinjam;
c. Pembayaran bagi hasil bergantung pada keuntungan proyek
dan bila rugi di tanggung bersama, dan bunga seperti yang di
janjikan tanpa ada pertimbangan untung rugi;
d. Jumlah pembayaran bagi hasil tergantung pada jumlah
pendapatan dan bunga tetap mengikat meskipun keuntungan
yang di dapat berlipat;
e. Eksistensi bagi hasil tidak di ragukan keabsahan nya dan
bunga di ragukan oleh agama.
Metode bagi hasil ada Tiga kategori,yaitu :
a. Revenue sharing, adalah yang di bagi pendapatan kotor;
b. Profit sharing yang di bagi adalah keuntungan laba/ rugi,
namun jika rugi masih di tanggung bank;
c. Profit and loss sharing,yang di bagikan adalah
keuntungan(jika perusahaan /bank untung) dan bila mudharib
rugi maka shahibul mall ikut menanggung kerugian.
Praktik Mudharabah Dalam Perbankkan Syariah 31
G. Teori Bagi Hasil
Bagi hasil menurut terminologi asing (Inggris) dikenal dengan
profit sharing . Profit sharing dalam kamus ekonomi diartikan dengan
pembagian laba. Secara definitif profit sharing diartikan:”distribusi
beberapa bagian dari laba pada para pegawai dari suatu
perusahaan”(Muhammad, 2004: 18). Hal itu dapat berbentuk suatu
bonus uang tunai tahunan yang didasarkan pada laba yang diperoleh
pada tahun-tahun sebelumnya, atau dapat berbentuk pembayaran
mingguan/bulanan. Keuntungan yang dibagihasilkan harus dibagi
secara proporsional antara shahibul maal dengan mudharib. Dengan
demikian, semua pengeluaran rutin yang berkaitan dengan bisnis
mudharabah, dapat dimasukkan ke dalam biaya operasional.
Keuntungan bersih harus dibagi antara shahibul maal dan
mudharib sesuai dengan proporsi yang disepakati sebelumnya dan
secara eksplisit disebutkan dalam perjanjian awal. Tidak ada
pembagian laba sampai semua kerugian telah ditutup dan ekuiti
shahibul maal telah dibayar kembali. Jika ada pembagian keuntungan
sebelum habis masa perjanjian akan dianggap sebagai pembagian
keuntungan dimuka (Muhammad, 2004: 19). Kerja sama para pihak
dengan sistem bagi hasil harus dilaksanakan dengan transparan dan
adil. Hal ini disebabkan untuk mengetahui tingkat bagi hasil pada
periode tertentu itu tidak dapat dijalankan kecuali harus ada laporan
keuangan atau pengakuan yang terpercaya. Pada tahap perjanjian kerja
sama ini disetujui oleh para pihak, maka semua aspek yang berkaitan
dengan usaha harus disepakati dalam kontrak, agar antar pihak dapat
saling mengingatkan (Muhammad Ridwan, 2004: 120).
32 Praktik Mudharabah Dalam Perbankkan Syariah
H. Nisbah Keuntungan Prinsip Bagi Hasil
Hal-hal yang berkaitan dengan nisbah bagi hasil yaitu:
a. Persentase
Nisbah keuntungan harus didasarkan dalam bentuk
persentase antara kedua belah pihak, bukan dinyatakan
dalam nilai nominal rupiah tertentu. Nisbah keuntungan itu
misalnya 50:50, 70:30, 60:40, atau 99:1. Jadi nisbah
keuntungan ditentukan berdasarkan kesepakatan, bukan
berdasarkan porsi setoran modal. Nisbah keuntungan tidak
boleh dinyatakan dalam bentuk nominal rupiah tertentu,
misalnya shahib almaal mendapat Rp 50.000,00 dan
mudharib mendapat Rp 50.000,00. 28
b. Bagi Untung dan Bagi Rugi
Ketentuan diatas itu merupakan konsekuensi logis dari
karakteristik akad mudharabah itu sendiri, yang tergolong
ke dalam kontrak investasi (natural uncertainty contracts).
Bila dalam akad mudharabah ini mendapatkan kerugian,
pembagian kerugian itu bukan didasarkan atas nisbah,
tetapi berdasarkan porsi modal masing-masing pihak.
Kerugiannya itu harus dibagi berdasarkan porsi masing-
masing pihak, bukan berdasarkan nisbah. Hal ini karena
ada perbedaan kemampuan untuk menanggung kerugian di
antara kedua belah pihak. Kemampuan shahib al-maal
untuk menanggung kerugian finansial tidak sama dengan
kemampuan mudharib. Kerugian (finansial) ditanggung
100% oleh shahib al-mal.
Praktik Mudharabah Dalam Perbankkan Syariah 33
Di lain pihak, karena proporsi modal (finansial) mudharib
dalam kontrak ini adalah 0%, andaikata terjadi kerugian,
mudharib akan menanggung kerugian (finansial) sebesar
0% pula.29 Apabila bisnis rugi, sesungguhnya mudharib
akan menanggung kerugian hilangnya kerja, usaha dan
waktu yang telah ia curahkan untuk menjalankan bisnis itu.
Kedua belah pihak sama-sama menanggung kerugian,
tetapi bentuk kerugian yang ditanggung oleh keduanya
berbeda, sesuai dengan objek mudharabah yang
dikonstribusikannya. Bila yang dikontribusikan adalah
uang, risikonya adalah hilangnya uang tersebut. Sedangkan
yang dikontribusikan adalah kerja, risikonya adalah
hilangnya kerja, usaha dan waktunya, sehingga tidak
mendapatkan hasil apapun atas jerih payahnya selama
berbisnis.
c. Jaminan
Bila kerugian terjadi karena karakter buruk, misalnya
karena mudharib lalai dan atau melanggar persyaratan-
persyaratan kontrak mudharabah, maka shahib al-maal
tidak perlu menanggung kerugian seperti ini. "Para fuqaha
berpendapat bahwa pada prinsipnya tidak perlu dan tidak
boleh mensyaratkan agunan sebagai jaminan, sebagaimana
dalam akad syirkah lainnya. Jelas hal ini konteksnya
adalah business risk.
Sedangkan untuk character risk, mudharib pada hakikatnya
menjadi wakil dari shahibul maal dalam mengelola dana
dengan seizin shahibul maal, sehingga wajib baginya
34 Praktik Mudharabah Dalam Perbankkan Syariah
berlaku amanah. Jika mudharib melakukan keteledoran,
kelalaian, kecerobohan dalam merawat dan menjaga dana,
yaitu melakukan pelanggaran, kesalahan, dan kelewatan
dalam perilakunya yang tidak termasuk dalam bisnis
mudharabah yang disepakati, atau ia keluar dari ketentuan
yang disepakati mudharib tersebut harus menanggung
kerugian mudharabah sebesar bagian kelalaiannya sebagai
sanksi dan tanggungjawabnya. Ia telah menimbulkan
kerugian karena kelalaian dan perilaku zalim karena ia
telah memperlakukan harta orang lain yang dipercayakan
kepadanya di luar ketentuan yang disepakati. Mudharib
tidak pula berhak untuk menentukan sendiri mengambil
bagian dari keuntungan tanpa kehadiran atau
sepengetahuan shahibul maal sehingga shahibul maal
dirugikan. Jelas hal ini konteksnya adalah character risk.
(Adiwarman Karim, 2004: 199)
Pihak mudharib yang lalai atau menyalahi kontrak ini,
maka shahib al-maal dibolehkan meminta jaminan tertentu
kepada mudharib. Jaminan ini akan disita oleh shahib al-
maal jika ternyata timbul kerugian karena mudharib
melakukan kesalahan, yakni lalai dan ingkar janji.
Kerugian yang timbul disebabkan karena faktor resiko
bisnis, jaminan mudharib tidak dapat disita oleh shahib al-
mal. Cara penyelesaiannya adalah jika salah satu pihak
tidak menunaikan kewajibannya atau jika terjadi
perselisihan di antara kedua pihak, maka penyelesaiannya
Praktik Mudharabah Dalam Perbankkan Syariah 35
dilakukan melalui Badan Arbitrasi Syariah setelah tidak
tercapai kesepakatan melalui musyawarah.
d. Menentukan Besarnya Nisbah
Besarnya nisbah ditentukan berdasarkan kesepakatan
masingmasing pihak yang berkontrak. Jadi, angka besaran
nisbah ini muncul sebagai hasil tawar-menawar antara
shahib al-mal dengan mudharib. (Adiwarman Karim, 2004:
199)
e. Cara Menyelesaikan Kerugian
Jika terjadi kerugian, cara menyelesaikannya adalah
diambil terlebih dahulu dari keuntungan, karena
keuntungan merupakan pelindung modal. Kemudian bila
kerugian melebihi keuntungan, baru diambil dari pokok
modal (Adiwarman Karim, 2004: 199)
I. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Bagi Hasil
Faktor-faktor yang mempengaruhi bagi hasil ada 2 yaitu:
a. Faktor Langsung Faktor langsung meliputi:
1) Investment rate merupakan prosentase aktual dana
yang diinvestasikan dari total dana. Jika bank
menentukan investment rate sebesar 80%, hal ini
berarti 20% dari total dana dialokasikan untuk
memenuhi likuiditas;
2) Jumlah dana yang tersedia untuk diinvestasikan
merupakan jumlah dana dari berbagai sumber dana
yang tersedia untuk diinvestasikan. Dana tersebut dapat
dihitung dengan menggunakan salah satu metode yaitu
36 Praktik Mudharabah Dalam Perbankkan Syariah
rata-rata saldo minimum bulanan dan ratarata total
saldo harian. Invesment rate dikalikan dengan jumlah
dana yang tersedia untuk diinvestasikan, akan
menghasilkan jumlah dana aktual yang digunakan;
3) Nisbah (profit sharing ratio) Nisbah antara satu bank
dan bank lainnya dapat berbeda. Nisbah juga dapat
berbeda dari waktu ke waktu dalam satu bank,
misalnya pembiayaan mudharabah 5 bulan, 6 bulan, 10
bulan dan 12 bulan.
b. Faktor Tidak Langsung Faktor tidak langsung meliputi:
1) Penentuan butir-butir pendapatan dan biaya
mudharabah
a) Shahibul Mal dan Mudharib akan melakukan share
baik dalam pendapatan maupun biaya. Pendapatan
yang dibagihasilkan merupakan pendapatan yang
diterima setelah dikurangi biayabiaya;
b) Jika semua biaya ditanggung bank, hal ini disebut
revenue sharing.
2) Kebijakan akunting (prinsip dan metode akunting)
Bagi hasil secara tidak langsung dipengaruhi oleh
berjalannya aktivitas yang diterapkan, terutama
sehubungan dengan pengakuan pendapatan dan biaya.
(Muhammad, 2002: 106)
J. Akad
Kata akad berasal dari kata bahasa Arab اعقد yang عقد -
berarti, membangun atau mendirikan, memegang, perjanjian,
Praktik Mudharabah Dalam Perbankkan Syariah 37
percampuran, menyatukan. Bisa juga berarti kontrak (perjanjian
yang tercacat). Sedangkan menurut al-Sayyid Sabiq akad berarti
ikatan atau kesepakatan (Sayyid Sabiq, 1993: 127). Secara
etimologi akad adalah ikatan antara dua perkara, baik ikatan secara
nyata maupun ikatan secara maknawi, dari satu segi maupun dari
dua segi. Secara terminologi, ulama fiqih membagi akad dilihat
dari dua segi, yaitu secara umum dan secara khusus. Akad secara
umum adalah segala sesuatu yang dikerjakan oleh seseorang
berdasarkan keinginannya sendiri, seperti wakaf, talak,
pembebasan, atau sesuatu yang pembentukannya membutuhkan
keinginan dua orang, seperti jual-beli, perwakilan dan gadai.
Pengertian akad secara umum di atas adalah sama dengan
pengertian akad dari segi bahasa menurut pendapat ulama
Syafi’iyyah, Malikiyyah dan Hanabilah. Pengertian akad secara
khusus adalah pengaitan ucapan salah seorang yang berakad
dengan yang lainnya secara syara’ pada segi yang tampak dan
berdampak pada objeknya. Pengertian akad secara khusus lainnya
adalah perikatan yang ditetapkan dengan ijab-qobul berdasarkan
ketentuan syara’ yang berdampak pada objeknya. Hal yang penting
bagi terjadinya akad adalah adanya ijab dan qabul. Ijab- qobul
adalah suatu perbuatan atau pernyataan untuk menunjukkan suatu
keridlaan dalam berakad di antara dua orang atau lebih, sehingga
terhindar atau keluar dari suatu ikatan yang tidak berdasarkan
syara’. Oleh karena itu, dalam Islam tidak semua kesepakatan atau
perjanjian dapat dikategorikan sebagai akad, terutama kesepakatan
yang tidak didasarkan pada keridlaan dan syari’at Islam.
38 Praktik Mudharabah Dalam Perbankkan Syariah
Dalam al-Qur’an, setidaknya ada 2 (dua) istilah yang
berhubungan dengan perjanjian, yaitu al-’aqdu (akad) dan al-’ahdu
(janji). Pengertian akad secara bahasa adalah ikatan, mengikat.
Dikatakan ikatan (al-rabth) maksudnya adalah menghimpun atau
mengumpulkan dua ujung tali dan mengikatkan salah satunya pada
yang lainnya hingga keduanya bersambung dan menjadi seutas tali
yang satu. kata al’-aqdu terdapat dalam surat al- Maidah ayat 1,
bahwa manusia diminta untuk memenuhi akadnya. Menurut
Fathurrahman Djamil, istilah al- ’aqdu ini dapat disamakan dengan
istilah verbintenis dalam KUH Perdata. Sedangkan istilah al-’ahdu
dapat disamakan dengan istilah perjanjian atau overeenkomst, yaitu
suatu pernyataan dari seseorang untuk mengerjakan atau tidak
untuk mengerjakan sesuatu yang tidak berkaitan dengan orang lain.
Istilah ini terdapat dalam QS. Ali Imron ayat 76 yaitu “sebenarnya
siapa yang menepati janji yang dibuatnya dan bertaqwa, maka
sesungguhnya Allah menyukai orang- orang yang bertaqwa.
K. Syarat dan Rukun Akad
Ada beberapa syarat yang berkaitan dengan akad, yaitu:
a. Syarat terjadinya akad
Syarat terjadinya akad adalah segala sesuatu yang
disyaratkan untuk terjadinya akad secara syara’. Jika
tidak memenuhi syarat tersebut, akad menjadi batal.
Syarat ini terbagi atas dua bagian: (Ahamd Azar Basyir,
2004: 78-82)
1) Syarat Obyek akad, yakni syarat-syarat yang
berkaitan dengan obyek akad. Obyek akad
Praktik Mudharabah Dalam Perbankkan Syariah 39
bermacam-macam, sesuai dengan bentuknya. Dalam
akad jual-beli, obyeknya adalah barang yang yang
diperjualbelikan dan harganya. Dalam akad gadai
obyeknya adalah barang gadai dan utang yang
diperolehnya, dan lain sebagainya. Agar sesuatu akad
dipandang sah, obyeknya harus memenuhi syarat
sebagai berikut:
a) Telah ada pada waktu akad diadakan.
Barang yang belum wujuh tidak dapat menjadi
obyek akad menurut pendapat kebanyakan
Fuqaha’ sebab hukum dan akibat akad tidka
mungkin bergantung pada sesuatu yang belum
wujuh. Oleh kerena itu, akad salam (pesan
barang dengan pembayaran harga atau sebagian
atau seluruhnya lebih dulu), dipandang sebagai
pengecualian dari ketentuan umum tersebut. Ibnu
Taimiyah, salah seorang ulama mazhab Hambali
memandang sah akad mengenai obyek akad yang
belum wujuh dalam berbagai macam bentuknya,
selagi dapat terpelihara tidak akan terjadi
persengketaan di kemudian hari. Masalahnya
adalah sudah atau belum wujuhnya obyek akad
itu, tetapi apakah akan mudah menimbulkan
sengketa atau tidak.
b) Dapat menerima hukum akad
Para Fuqaha’ sepakat bahwa sesuatu yang tidak
dapat menerima hukum akad tidak dapat menjadi
40 Praktik Mudharabah Dalam Perbankkan Syariah
obyek akad. Dalam jual misalnya, barang yang
diperjualbelikan harus merupakan benda bernilai
bagi pihak-pihak yang mengadakan akad jual-
beli. Minuman keras bukan benda bernilai bagi
kaum muslimin, maka tidak memenuhi syarat
menjadi obyek akad jual beli antara para pihak
yang keduanya atau salah satunya beragama
Islam.
c) Dapat diketahui dan diketahui
Obyek akad harus dapat ditentukan dan diketahui
oleh dua belah pihak yang melakukan akad.
Ketentuan ini tidak mesti semua satuan yang
akan menjadi obyek akad, tetapi dengan sebagian
saja, atau ditentukan sesuai dengan urfI yang
berlaku dalam masyarakat tertentu yang tidak
bertentangan dengan ketentuan agama
d) Dapat diserahkan pada waktu akad terjadi
Yang dimaksud di sini adalah bahwa obyek akad
tidak harus dapat diserahkan seketika, akan tetapi
menunjukkan bahwa obyek tersebut benar-benar
ada dalam kekuasaan yang sah pihak
bersangkutan.
2) Syarat subyek akad, yakni syarat-syarat yang
berkaitan dengan subyek akad, yaitu: (Gemala Dewi,
2002: 55-58)
a) Kecakapan (ahliyah), adalah kecakapan
seseorang untuk memiliki hak (ahliyatul wujub)
Praktik Mudharabah Dalam Perbankkan Syariah 41
dan dikenai kewajiban atasnya dan kecakapan
melakukan tasarruf (ahjliyatul ada’).
b) Kewenangan (wilayah), adalah kekuasaan hukum
yang pemiliknya dapat beratasharruf dan
melakukan akad dan menunaikan segala akibat
hukum yang ditimbulkan
c) Perwakilan (wakalah) adalah pengalihan
kewenagan perihal harata dan perbuatan tertentu
dari seseorang kepada orang lain untuk
mengambil tindalan tertentu dalam hidupnya
b. Syarat kepastian hukum (luzum)
Dasar dalam akad adalah kepastian. Di antara syarat
luzum dalam jual-beli adalah terhindarnya dari beberapa
khiyar jual-beli, seperti khiyar syarat, khiyar aib, dan
lain-lain.( Rahmat Syafe’i, 2002: 65-66)
Rukun-rukun akad adalah sebagai berikut:
a. Orang yang berakad (‘aqid), contoh: penjual dan pembeli.
Al-aqid adalah orang yang melakukan akad.
Keberadaannya sangat penting karena tidak akan pernah
terjadi akad manakala tidak ada aqid.
b. Sesuatu yang diakadkan (ma’qud alaih), contoh: harga
atau barang
(al-Ma’qud Alaih) adalah objek akad atau benda-benda
yang dijadikan akad yang bentuknya tampak dan
membekas. Barang tersebut dapat berbentuk harta
benda, seperti barang dagangan, benda bukan harta
seperti dalam akad pernikahan, dan dapat pula
42 Praktik Mudharabah Dalam Perbankkan Syariah
berbentuk suatu kemanfaatan seperti dalam masalah
upah-mengupah dan lain-lain
c. Shighat, yaitu ijab dan qobul
Sighat akad adalah sesuatu yang disandarkan dari dua
belah pihak yang berakad, yang menunjukkan atas apa
yang ada di hati keduanya tentang terjadinya suatu akad.
Hal ini dapat diketahui dengan ucapan, perbuatan, isyarat,
dan tulisan. (Rahmat Syafe’i, 2002: 46-51)
1) Akad dengan ucapan (lafadz) adalah sighat akad
yang paling banyak digunakan orang sebab paling
mudah digunakan dan paling mudah dipahami.
Dan perlu ditegaskan sekali lagi bahwa penyampaian
akad dengan metode apapun harus disertai dengan
keridlaan dan memahamkan para aqid akan maksud
akad yang diinginkan
2) Akad dengan perbuatan adalah akad yang dilakukan
dengan suatu perbuatan tertentu, dan perbuatan itu
sudah maklum adanya. Sebagaimana contoh penjual
memberikan barang dan pembeli menyerahkan
sejumlah uang, dan keduanya tidak mengucapkan
sepatah katapun. Akad semacam ini sering terjadi
pada masa sekarang ini.namun menurut pendapat
imam Syafi’i, akad dengan cara semacam ini tidak
dibolehkan. Jadi tidak cukup dengan serah-serahan
saja tanpa ada kata sebagai ijab dan qabul.
Praktik Mudharabah Dalam Perbankkan Syariah 43
3) Akad dengan isyarat adalah akad yang dilakukan
oleh orang yang tuna wicara dan mempunyai
keterbatan dalam hal kemampuan tulis-menulis.
Namun apabila dia mampu untuk menulis, maka
dianjurkan agar menggunakan tulisan agar terdapat
kepastian hukum dalam perbuatannya yang
mengharuskan adanya akad.
4) Akad dengan tulisan adalah akad yang dilakukan
oleh Aqid dengan bentuk tulisan yang jelas, tampak,
dapat dipahami oleh para pihak, baik dia mampu
berbicara, menulis dan sebagainya, karena akad
semacam ini dibolehkan. Namun demikian menurut
ulama syafi’iyyah dan hanabilah tidak
membolehkannya apabila orang yang berakad hadir
pada waktu akad berlangsung.
L. Macam-macam Akad
Dalam hal pembagian akad ini, ada beberapa macam akad
yang didasarkan atas sudut pandang masing-masing, yaitu:
a. Berdasarkan ketentuan syara’
1) Akad sahih, yaitu akad yang memenuhi unsur dan
syarat yang telah ditetapkan oleh syara’. Akad yang
memenuhi rukun dan syarat sebagaimana telah
disebutkan di atas, maka akad tersebut masuk dalam
kategori akad sahih.
44 Praktik Mudharabah Dalam Perbankkan Syariah
2) Akad ghairu sahih, yaitu akad yang tidak memenuhi
unsur dan syaratnya. Dengan demikian, akad
semacam ini tidak berdampak hukum atau tidak sah.
Dalam hal ini ulama hanafiyah membedakan antara
akad fasid dan akad batal, dimana ulama jumhur tidak
membedakannya. Akad batal adalah akad yang tidak
memenuhi rukun, seperti tidak ada barang yang
diakadkan, akad yang dilakukan oleh orang gila dan
lain-lain. Sedangkan akad fasid adalah akad yang
memenuhi syarat dan rukun, tetapi dilarang oleh syara’,
seperti menjual narkoba, miras dan lain-lain.
b. Berdasarkan penamaannya, dibagi menjadi:
1) Akad yang sudah diberi nama oleh syara’, seperti
jual-beli, hibah, gadai, dan lain-lain.
2) Akad yang belum dinamai oleh syara’, tetapi
disesuaikan dengan perkembangan zaman
c. Berdasarkan zatnya, dibagi menjadi:
1) Benda yang berwujud (al-‘ain), yaitu benda yang
dapat dipegang oleh indra kita, seperti sepeda, uang,
rumah dan lain sebagainya.
2) Benda tidak berwujud ( ghair al-‘ain), yaitu benda
yang tidak dapat kita indra dengan indra kita, namun
manfaatnya dapat kita rasakan, seperti informasi,
lisensi, dan lain sebagainya.
Obyek akad adalah sesuatu yang dijadikan obyek akad dan
dikenakan padanya akibat hukum yang ditimbulkan. Bentuk obyek
akad dapat berupa benda yang berwujud seperti mobil dan rumah,
Praktik Mudharabah Dalam Perbankkan Syariah 45
maupun benda tak berwujud, seperti manfaat. Adapun syarat-syarat
obyek akad adalah:
a. Obyek perikatan telah ada sebelum akad dilangsungkan
b. Obyek perikatan dibenarkan oleh syari’ah
c. Obyek akad harus jelas dan dikenali
d. Obyek dapat diserah terimakan
Kaidah umum dalam ajaran Islam menentukan bahwa setiap
orang yang melakukan perbuatan dalam keadaan sehat akal dan
bebas menentukan pilihan (tidak dipaksa) pasti memiliki tujuan
tertentu yang mendorongnya melakukan perbuatan itu. Oleh Karen
aitu, tujuan akad menduduki peranan penting untuk menentukan
suatu akad dipandang sah atau tidak, halal atau haram. Ini semua
berkaitan dengan hubungan niat dan perkataan dalam akad.
Bahkan perbuatan- perbuatan bukan akad pun dapat dipengaruhi
halal dan haramnya dari tujuan yang mendorong perbuatan itu
dilakukan. Misalnya, tidur siang, apabila motifnya adalah agar
pada malam harinya tahan tidak tidur untuk bermain judi, maka
tidur siang itu menjadi haram.
Masalahnya adalah, jika suatu tindakan tidak mempunyai
tujuan yang jelas, apakah tindakan tersebut tidak mempunyai
akaibat hukum? Misalnya, seseorang berjanji akan memberikan
sesuatu kepada orang lain, apakah janji itu mempunyai akibat
hukum, dengan pengertian orang itu dapat dituntut untuk
memenuhi janjinya?. Dalam masalah seperti ini, pendapat Fuqaha’
bermacam-macam, ada yang mengatakan mempunyai akibat
hukum, seperti Ibnu Syubrumah yang mengartakan bahwa semua
46 Praktik Mudharabah Dalam Perbankkan Syariah
janji mempunyai akibat hukum, orang yang berjanji dapat dipaksa
untuk memenuhinya. Menurut pendapat kebanyakan Fuqaha’, janji
yang tidak jelas tujuannya itu tidak mempunyai akibat hukum
duniawi, meskipun akan diperhitungkan di hadapan Allah di
akhirat kelak.
Hal tersebut berbeda dengan janji yang tujuannya jelas.
Misalnya, apabila seseorang menyuruh orang lain untuk
memberikan suatu barang kepada seseorang, dengan ketentuan
apabila orang yang menerima barang tidak mau membayar
harganya, oaring yang menyurh itu bejanji akan membayarnya.
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa tujuan akad
memperoleh peran yang amat penting, apalagi dalam hal
muamalat/bisnis. Tanpa ada tujuan yang jelas, secara otomatis
tidak ada yang dapat dilakukan dari terbentuknya akad tersebut.
Sehingga akad tersebut dipandang tidak sah dan tidak memiliki
konsekuensi hukum. Dari sini, diperlukan adanya syarat-
sayarat tujuan akad sebagai berikut:
a. Tujuan akad tidak merupakan kewajiban yang telah ada
atas pihak-pihak yag bersangkutan tanpa akad yang
diadakan.. tujuannya hendaknya baru ada pada saat akad
diadakan
b. Tujuan harus berlangsung adanya hingga berakhirnya
pelaksanaan akad. Misalnya akad untuk menyewa
rumah selama lima tahun untuk diambil manfaatnya.
Jika belum ada lima tahun rumah itu telah hancur maka
akadnya menjadi rusak karena hilamgnya tujuan yang
hendak dicpai.
Praktik Mudharabah Dalam Perbankkan Syariah 47
c. Tujuan akad harus dibenarkan oleh syara’. Jadi tidak
boleh melakukan akad dengan tujuan yang melanggar
ketentuan agama. Misalnya akad untuk melakukan
patungan uang sebagai modal bisnis sabu-sabu.
M. Mudharabah
Mudharabah adalah akad bagi hasil ketika pemilik dana /modal
(pemodal) biasa di sebut Shahibul Maal/Rabbul Maal, menyediakan
modal 100 persen kepada pengusaha sebagai pengelola, biasa di sebut
Mudharib,untuk melakukan aktifitas produktif dengan syarat bahwa
keuntungan yang di hasilkan akan di bagi diantara mereka sesuai
kesepakatan yang di tentukan sebelum nya dalam akad (yang besarnya
juga di pengaruhi oleh kekuatan pasar) Ascarya (2006:60). Pada
umumnya kata Mudharabah berasal dari kata dharb, yang berarti
memukul atau berjalan. Pengertian dari memukul atau berjalan diatas
yang maksudnya adalah proses seseorang memukulkan kakinya dalam
menjalankan usahanya.( Muhammad, 2005: 102).
Pengertian Mudharabah secara definisi adalah suatu bentuk
perniagaan di mana pemilik modal ( shahibul maal ) menyetorkan
modalnya kepada seorang pengusaha yang sering disebut dengan (
mudharib ), untuk diniagakan dengan keuntungan yang akan dibagi
bersama sesuai dengan kesepakatan dari kedua belah pihak sedangkan
terdapat kerugian akan ditanggung oleh pemilik modal jika
disebabkan olehnya, dan jika disebabkan oleh pengelola modal maka
pengelola modal yang harus menanggung kerugian tersebut.
Pada hakikatnya pengertian dari Mudharabah adalah suatu bentuk
kerja sama antara shohibul maal dan mudhorib, dimana dana 100%
48 Praktik Mudharabah Dalam Perbankkan Syariah
dari shohibul maal. Sedangkan mudhorib hanya sebagai pengelola
yang keuntungannya akan dibagi sesuai dengan kesepakatan yang
telah disepakati di awal.
Mudharabah adalah salah satu akad kerja sama kemitraan
berdasarkan prinsip berbagi untung dan rugi (profit and loss sharing
principle), dilakukan sekurang-kurangnyaoleh dua pihak, dimana yang
pertama memiliki dan menyediakan modal, disebut shohibul maal,
sedang ke dua memiliki keahlian dan bertanggung jawab atas
pengelolaan dana / menejemen usaha halal tertentu, disebut mudhorib
(Makhalul Ilmi SM, 2002: 32 ). Sedangkan pengertian Mudharabah
yang secara teknis adalah suatu akad kerja sama untuk suatu usaha
antara dua belah pihak dimana pihak yang pertama (shahibul maal)
menyediakan seluruh modalnya dan sedangkan pihal yang lain
menjadi pengelolanya. (Muhammad Syfi’i Antonio, 2001: 95)
Ali Zainuddin (2010:45) Sistem perbankan syariah dalam
mengaplikasikan sistem mudharabah sebagai berikut:
a. Dlam praktek di aplikasikan dalam perjanjian standar, hal ini
dilakukan bersifat membatasi kebebasan berkontrak setidanya
berkaitan dengan kepentingan umum dan diawasi oleh
Pengawas Syariah Nasional;
b. Bentuk akad Mudharabah di tuangkan dalam perjanjian
tertulis yang di sebut perjanjian bagi hasil;
c. Dalam perjanjian bagi hasil harus mencantum kan nisbah bagi
masing-masing pihak yang berakad;
Praktik Mudharabah Dalam Perbankkan Syariah 49
d. Pelaksanaan akad tabungan Mudharabah terjadi apabila ada
calon nasabah yang akan menabung atau meminjam modal
dari bank syariah;
e. Bagi nasabah yang memijam uang dan telat mebayar atau
melewati waktu tidak akan di beri denda tetapi di beri
peringatan;
f. Sistem amanah.
Keuntungan dari usaha tersebut secara Mudharabah akan dibagi
hasilnya menurut kesepakatan yang telah disepakati pada perjanjian
awal, dan apabila usaha tersebut mengalami kerugian maka kerugian
tersebut akan ditanggung oleh pihak pemodal selama kerugian
tersebut bukan disebabkan kelalaian pengelola modal. Dan jika
kerugian tersebut disebabkan karena kecurangan atau kelalaian
pengelola modal, maka pengelola modal yang harus bertanggung
jawab atas kerugian yang telah dialaminya.
N. Jenis-jenis Mudharabah
Secara umum, Mudharabah terbagi menjadi dua jenis, yaitu
(Muhammad Syfi’i Antonio, 2001: 111) :
a. Mudharabah Muthlaqah
Mudharabah muthlaqah adalah bentuk kerja sama antara
penyedia modal (shahibul maal) dan pengelola modal
(mudharib) yang cakupannya sangat luas dan tidak dibatasi
oleh spesifikasi jenis usaha, waktu, dan daerah yang akan
digunakan untuk usahanya.
50 Praktik Mudharabah Dalam Perbankkan Syariah
b. Mudharabah Muqayyadah
Mudharabah muqayyadah atau disebut juga dengan istilah
restricted Mudharabah atau specified mydharabah adalah
kebalikan dari Mudharabah muthlaqah, yaitu mudharib
dibatasi dengan batasan jenis usaha, waktu, dan tempat
usahanya. Dengan adanya pembatasan tersebut seringkali
mencerminkan kecenderungan umum shahibul maal dalam
memasuki jenis dunia usahanya.
Mudharabah dalam perbankan syari’ah biasanya diterapkan
pada produk-produk pembiayaan dan pendanaan. Sedangkan pada sisi
penghimpunan dana Mudharabah diterapkan pada (Muhammad Syfi’i
Antonio, 2001: 97):
a. Tabungan berjangka, yaitu tabungan yang dimaksudkan
untuk tujuan khusus, yaitu seperti tabungan haji, dan
tabungan kurban, dan sebagainya;
b. Diposito biasa dan special, diposito special (special
investment), dimana dana yang dititipkan nasabah, khusus
untuk bisnis tertentu, misalnya saja dalam murabahah
ataupun ijarah saja.
Sedangkan pada sisi pembiayaan, Mudharabah diterapkan
untuk: (Muhammad Syfi’i Antonio, 2001: 97)
a. Pembiayaan modal kerja, seperti modal kerja perdagangan
dan jasa;
b. Investasi khusus, disebut juga Mudharabah muqayyadah,
dimana sumber dana khusus dengan penyaluran yang
khusus dengan syarat-syarat yang telah ditetapkan oleh
shahibul maal.
Praktik Mudharabah Dalam Perbankkan Syariah 51
Mudharabah juga dapat dilakukan dengan memisahkan atau
mencampurkan dana Mudharabah. Seperti dalam penjelasan dibawah
ini, yaitu:
a. Dana harta-harta lainnya, Pemisahan total antara dana
Mudharabah termasuk harta mudharib.
Teknik ini memiliki kelebihan dan kekurangan, kelebihan
dari teknik ini ialah bahwa pendapatan dan biaya dapat
dipisahkan dari masing-masing dana dan dapat dihitung
dengan tepat. Selain itu, keuntungan atau kerugian dapat
dihitung dan dialokasikan dengan benar. Sedangkan
kekurangan teknik ini terutama menyangkut masalah moral
hazard dan preferensi invertasi seorang mudharib.
b. Dana Mudharabah dicampur dan disatukan dengan
sumber-sumber dana lainnya.
System ini menghilangkan munculnya masalah etika dan
moral hazard seperti di atas, namun dalanm system ini
pendapatan dan biaya Mudharabah tercampur dengan
pendapatan dan biaya lainnya. (Muhammad, 2002: 109)
Mudharabah dalam bank syari’ah terdapat manfaat dan
risikonya, manfaat Mudharabah tersebut terbagi menjadi lima,
yaitu:
a. Bank akan menikmati peningkatan bagi hasil pada saat
keuntungan usaha nasabah semakin meningkat.
b. Bank tidak berkewajiban membayar bagi hasil kepada
nasabah pendanaan secara tetap, tetapi disesuaikan dengan
pendapatan atau hasil usaha bank sehingga bank tidak
pernah mengalami negative spread.
52 Praktik Mudharabah Dalam Perbankkan Syariah
c. Pengembalian pokok pembiayaan disesuaikan dengan cash
flow atau kas usaha nasabah sehingga tidak memberatkan
nasabah.
d. Bank akan lebih selktif dan hati-hati dalam mencari usaha
yang benar-benar halal, aman, dan menguntungkan karena
keuntungan yang konkret dan benar-benar terjadi itulah
yang akan dibagikan.
e. Prinsip bagi hasil dalam Mudharabah atau musyarakah ini
berbeda dengan prinsip bungan tetap dimana bank akan
menagih penerima pembiayaan dari nasabah satu jumlah
bunga tetap berapa pun keuntungan yang dihasilkan
nasabah, sekalipun merugi dan terjadi krisis ekonomi.
(Muhammad Syfi’i Antonio, 2001: 112)
Sedangkan resiko dari Mudharabah, yaitu:
1. Streaming, nasabah menggunakan dana itu bukan seperti
yang disebut dalam kontrak;
2. Lalai dan kesalahan yang disengaja;
3. Penyembunyian keuntungan oleh nasabah jika nasabah
tidak jujur.
Selain manfaat dan resiko yang ada pada bank syari’ah, terdapat pula
permasalahan-permasalahan yang dihadapi dalam pembiayaan
Mudharabah. Berdasarkan teori perbankan kontemporer, prinsip
Mudharabah dijadikan sebagai alternatif penerapan sistem bagi hasil.
Meskipun demikian, dalam praktiknya ternyata signifikansi bagi hasil
dalam memainkan operasional investasi dana bank peranannya sangat
lemah. Menurut beberapa pengamatan perbankan syari’ah, hal ini
terjadi karena beberapa alasan, diantaranya:
Praktik Mudharabah Dalam Perbankkan Syariah 53
a. Standar moral
Terdapat anggapan bahwa standar moral ynag berkembang
di kebanyakan komunitas muslim tidak memberi
kebebasan penggunaaan bagi hasil sebagai mekanisme
investasi.
b. Ketidakefektifan modal pembiayaan bagi hasil
Pembiayaan bagi hasil (Mudharabah) tidak menyediakan
berbagai macam kebutuhan pembiayaan dari ekonomi
kontemporer.
c. Berkaitan dengan para pengusaha
Keterkaitan bank dengan pembiayaan sistem bagi hasil
untuk membantu perkembangan usaha lebih banyak
melibatkan pengusaha secara langsung daripada sistem
lainnya pada bank konvensional. Bank syari’ah
memerlukan informasi yang lebih rinci tentang aktivitas
bisnis yang dibiayai dan besar kemungkinan pihak bank
turut mempengaruhi setiap pengambilan keputusan bisnis
mitranya.
d. Dari segi biaya
Pemberian pembiayaan berdasrkan sistem bagi hasil
memerlukan kewaspadaan yang lebih tinggi dari pihak
bank.
e. Segi teknis
Problem teknis menyangkut penggunaan sistem bagi haasil
berkaitan dengan pihak bank, nasabah, perhitungan
keuntungan.bank membutuhkan pengetahuan yang luas
mengenai perilaku aktivitas ekonomi yang berguna untuk
54 Praktik Mudharabah Dalam Perbankkan Syariah
memprediksi keuntungan. Dari sisi nasabah, kebutahurufan
masih menyelimuti dunia muslim.
f. Kurang menariknya sistem bagi hasil dalm aktivitas bisnis
Dalam dunia bisnis dan industri, biaya yang dikeluarkan
dari dana-dana yang diperoleh berdasarkan sistem bagi
hasil tidak diketahui secara pasti (Muhammad, 2002:104).
O. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Mudharabah
Faktor yang mempengaruhi Mudharabah terbagi menjadi dua,
yaitu: Faktor Langsung , diantara faktor-faktor langsung yang
mempengaruhi perhitungan bagi hasil adalah investment rate, jumlah
dana yang tersedia, dan nisbah bagi hasil (profit sharing ratio)
(Muhammad, 2002:10).
1) Investment rate merupakan presentase actual dana yang
diinvestasikan dari total dana, jika bank menentukan
investment rate sebesar 80 %, hal ini berarti 20% dari
total dana dialokasikan untuk memenuhi likuiditas.
2) Jumlah dana yang trsedia untuk diinvestasikan
merupakan jumlah dana dari berbagai sumber dana
yang tersedia untuk diinvestasikan. Dana tersebut dapat
dihitung dengan menggunakan salah satu metode
dibawah ini:
a) Rata-rata saldo minimum bulanan
b) Rata-rata total saldo harian.
Investment rate dikalikan dengan jumlah dana yang
tersedia untuk diinvestasikan akan menghasilkan
jumlah dana actual yang digunakan.
Praktik Mudharabah Dalam Perbankkan Syariah 55
3) Nisbah (profit sharing ratio)
a) Salah satu ciri Mudharabah adalah nisbah yang
hasur ditentukan dan disetujui pada awal perjanjian;
b) Nisbah antara satu bank dengan bank lainnya dapat
berdeda;
c) Nisbah juga dapat berdeda dari waktu ke waktu
dalam satu bank, misalkan saja deposito 1 bulan, 3
bulan, 6 bulan, dan 12 bulan;
d) Nisbah juga dapat berbeda antara satu account
dengan account lainnya sesuai dengan besarnya
dana dan jatuh temponya.
a. Faktor Tidak Langsung
Faktor tidak langsung yang dapat mempengaruhi bagi
hasil, yaitu:
1) Penentuan butir-butir pendapatan dan biaya
Mudharabah
a) bank dan nasabah melakukan share dalam dalam
pendapatan dan biaya, pendapatan yang akan dibagi
hasilkan merupakan pendapatan yang diterima
dikurangi biaya-biaya;
b) jika semua biaya ditanggung bank, maka hal ini
disebut revenue sharing.
2) Kebijakan akunting (prinsip dan metode akuntansi)
Bagi hasil secara tidak langsung dipengaruhi oleh
berjalannya aktivitas yang diterapkan, terutama
sehubungan dengan pengakuan pendapatan dan biaya
56 Praktik Mudharabah Dalam Perbankkan Syariah
Praktik Mudharabah Dalam Perbankkan Syariah 57
BAB III
KEGIATAN DISKUSI
A. Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah :
1. Mengetahui pengaruh prinsip bagi hasil terhadap simpanan
mudharabah pada Bank BRI Syariah Cabang Metro
2. Mengetahui pelaksanaan Prinsip bagi hasil pada bank PT. BRI
Syariah Cabang Metro.
B. Manfaat Penelitian
Manfaat dari penelitian ini dibagi dalam dua kategori, yaitu
manfaat teoretis dan manfaat praktis.
1) ManfaatTeoritis
Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah kajian
informasi pengetahuan tentang pelaksanaan operasional perbankandan
Syaria. Dalam hal ini Prinsip bagi hasil menjadi pembeda yang paling
jelas dalam operasional perbankan syariah. pengembangan wawasan
keilmuan kepada berbagai pihak yang memiliki kompetensi dan
berkecimpung dalam dunia Perbankan Syariah, secara khusus dalam
pelaksanaan prinsip bagi hasil pada PT.BRI Syariah Metro.
C. Gambaran Umum PT. Bank Rakyat Indonesia (Persero),
Tbk
Berawal dari akuisisi PT. Bank Rakyat Indonesia (Persero),
Tbk., terhadap Bank Jasa Arta pada 19 Desember 2007 dan setelah
mendapatkan izin dari Bank Indonesia pada 16 Oktober 2008
melalui suratnya o.10/67/KEP.GBI/DpG/2008, maka pada tanggal
58 Praktik Mudharabah Dalam Perbankkan Syariah
17 November 2008 PT. Bank BRI Syariah secara resmi beroperasi.
Kemudian PT. Bank BRISyariah merubah kegiatan usaha yang
semula beroperasional secara konvensional, kemudian diubah
menjadi kegiatan perbankan berdasarkan prinsip syariah Islam.
Kehadiran PT. Bank BRISyariah di tengah-tengah industri
perbankan nasional dipertegas oleh makna pendar cahaya yang
mengikuti logo perusahaan. Logo ini menggambarkan keinginan
dan tuntutan masyarakat terhadap sebuah bank modern sekelas PT.
Bank BRISyariah yang mampu melayani masyarakat dalam
kehidupan modern. Kombinasi warna yang digunakan merupakan
turunan dari warna biru dan putih sebagai benang merah dengan
brand PT. Bank Rakyat Indonesia (Persero), Tbk., Aktivitas PT.
Bank BRISyariah semakin kokoh setelah pada 19 Desember 2008
ditandatangani akta pemisahan Unit Usaha Syariah PT. Bank
Rakyat Indonesia (Persero), Tbk., untuk melebur ke dalam PT.
Bank BRISyariah (proses spin off-) yang berlaku efektif pada
tanggal 1 Januari 2009. Penandatanganan dilakukan oleh Bapak
Sofyan Basir selaku Direktur Utama PT. Bank Rakyat Indonesia
(Persero), Tbk., dan Bapak Ventje Rahardjo selaku Direktur Utama
PT. Bank BRI Syariah.
Saat ini PT. Bank BRI Syariah menjadi bank syariah ketiga terbesar
berdasarkan aset. PT. Bank BRISyariah tumbuh dengan pesat baik
dari sisi aset, jumlah pembiayaan dan perolehan dana pihak ketiga.
Dengan berfokus pada segmen menengah bawah, PT. Bank
Praktik Mudharabah Dalam Perbankkan Syariah 59
BRISyariah menargetkan menjadi bank ritel modern terkemuka
dengan berbagai ragam produk dan layanan perbankan.
Sesuai dengan visinya, saat ini PT. Bank BRISyariah merintis
sinergi dengan PT. Bank Rakyat Indonesia (Persero), Tbk., dengan
memanfaatkan jaringan kerja PT. Bank Rakyat Indonesia (Persero),
Tbk., sebagai Kantor Layanan Syariah dalam mengembangkan
bisnis yang berfokus kepada kegiatan penghimpunan dana
masyarakat dan kegiatan konsumer berdasarkan prinsip Syariah.
D. Pengaruh prinsip bagi hasil terhadap simpanan Mudharobah
pada bank BRI Syariah Cabang Metro
Dalam wawancara yang dilakukan oleh peneliti dengan bapak
Zulhaidir di Kantor PT.BRI Syariah Metro, didapatka beberapa
informasi dan data yang berkaitan dengan Pengaruh Pelaksanaan
prinsip bagi hasil pada BRI Syariah Metro pada akad Mudharabah.
Sebelumnya bapak Zulkhaidir menjelaskan mengenai akad
mudharabah yang menerapkan prinsip bagi hasil meliputi dua jenis
akad, yaitu Simpanan Mudharabah dan Pembiyaan Mudharabah. PT.
Bank Rakyat Indonesia Syariah (BRI Syariah) cabang Metro dalam
melaksanakan kegiatan operasionalnya tidak hanya melakukan
kegiatan penyimpanan dana tetapi juga melakukan kegiatan
pengelolaan dana yang diwujudkan dalam bentuk penyediaan fasilitas
pembiayaan bagi pihak yang membutuhkan. Pembiayaan mudharabah
sebagai salah satu pembiayaan yang ditawarkan oleh PT. BRI Syariah
cabang Metro merupakan pembiayaan yang dilakukan melalui
kerjasama usaha antara dua pihak, yaitu bank selaku pemilik modal
yang menyediakan modal 100% dan nasabah selaku pengelola usaha
60 Praktik Mudharabah Dalam Perbankkan Syariah
dengan jenis usaha tertentu yang telah disepakati bersama dengan
nisbah bagi hasil yang telah ditetapkan bersama pula.
Pembiayaan mudharabah yang ditawarkan oleh bank bila
dilihat dari bentuknya merupakan pembiayaan mudharabah
muthlaqah yaitu bentuk kerjasama antara pemilik dana dengan
pengelola yang cakupannya sangat luas dan tidak dibatasi oleh
spesifikasi jenis usaha, waktu atau syarat lainnya. Pembiayaan yang
disalurkan, digunakan untuk pembiayaan produktif sebagai modal
kerja yang diperlukan untuk memenuhi kebutuhan peningkatan
produksi, baik secara kuantitatif untuk meningkatkan jumlah produksi
maupun secara kualitatif untuk peningkatan kualitas atau mutu hasil
produksi serta keperluan perdagangan. Jenis usaha yang dapat
diajukan untuk mendapatkan pembiayaan adalah pembiayaan
produktif yang menghasilkan keuntungan dan melarang penyaluran
modal untuk usaha yang mengandung unsur tidak halal, seperti
produksi perdagangan minuman keras, peternakan babi, perjudian, dan
lain sebagainya. Jenis usaha yang dapat dibiayai antara lain
perdagangan, koperasi, industri, pertambangan, pertanian, dan lain-
lain. Jangka waktu pembiayaan mudharabah maksimal adalah 5
tahun.
Dalam hal ini Bapak Zulhaidir menyampaikan bahwa PT.BRI
Syariah cabang Metro dalam melakukan pembiayaan Mudharabah
belum ada. Hal ini bukan di pengaruhi oleh nisbah atau pembagian
bagi hasil antara pemilik modal (Baitul Mall) dengan Pengelola dana
(Mudharib) melainkan sedikitnya jenis unit usaha yang ada di kota
Metro. Untuk simpanan mudharabah sendiri ada sekitar 16% nasabah.
Kebanyakan dari nasabah yang melakukan akad simpanan
Praktik Mudharabah Dalam Perbankkan Syariah 61
mudharabah bertujuan untuk melakuan simpanan dana haji. Dalam hal
ini Bapak Zulhaidir menyampaikan bahwa PT.BRI Syariah cabang
Metro dalam melakukan pembiayaan Mudharabah belum ada. Hal ini
bukan di pengaruhi oleh nisbah atau pembagian bagi hasil antara
pemilik modal (Baitul Mall) dengan Pengelola dana (Mudharib)
melainkan sedikitnya jenis unit usaha yang ada di kota Metro.
Mudharabah biasanya diterapkan pada produk produk
penghimpunan dana dan pembiayaan. Pada sisi penghimpunan dana,
mudharabah diterapkan pada:
(1) tabungan berjangka, yaitu tabungan yang dimaksudkan untuk
tujuan khusus, seperti tabungan haji, tabungan kurban, dan
sebagainya;
(2) deposito biasa, deposito spesial (special investment), dimana
dana yang dititipkan nasabah khusus untuk tertentu, misalnya
murabahah saja atau ijarah saja. Adapun pada sisi
pembiayaan, mudharabah diterapkan untuk: pembiayaan
modal kerja (modal kerja perdagangan dan jasa) dan investasi
khusus, disebut juga mudharabah muqayyadah.
Risiko mudharabah salah satunya adalah side streaming, side
streaming adalah dengan nasabah menggunakan dana itu bukan
seperti yang disebut dalam kontrak, lalai dan kesalahan yang
disengaja, penyembunyian keuntungan oleh nasabah bila nasabahnya
tidak jujur. Pembiayaan mudharabah merupakan salah satu tonggak
ekonomi syariah yang mewakili prinsip Islam untuk mewujudkan
keadilan masyarakat melalui sistem bagi hasil. Prinsip utama yang
harus dikembangkan oleh bank syariah dalam kaitannya dengan
manajemen dana adalah, bahwa bank syariah harus mampu
62 Praktik Mudharabah Dalam Perbankkan Syariah
memberikan bagi hasil kepada penyimpan dana minimal sama dengan
atau lebih besar dari suku bunga yang berlaku di bank konvensional,
dan mampu menarik bagi hasil dari debitur lebih rendah daripada
bunga yang diberlakukan di bank konvensional.
E. Pelaksanaan prinsip bagi hasil pada akad mudharabah di
bank BRI Syariah Cabang Metro
Pimpinan cabang Pembantu PT.BRI Syariah Metro, Bapak
Zulkhaidir menyampaikan untuk pelaksanan akad simpanan
mudharabah sendiri ada sekitar 16% nasabah. Kebanyakan dari
nasabah yang melakukan akad simpanan mudharabah bertujuan untuk
melakuan simpanan dana haji. Untuk Pembagian nisbah bagi hasil
dalam simpanan mudharabah sejak 21 Februari 2017 adalah:
NISBAH BAGI HASIL TMT 01 FEBRUARI 2017
DEPOSITO MUDHARABAH iB
Tabel 01
BULAN NOMINAL (RP)
<5M 5-10M >10M
1 44% 44% 44%
3 45% 45% 45%
6 46% 46% 46%
12 47% 47% 47%
Praktik Mudharabah Dalam Perbankkan Syariah 63
ER GROSS : 11,664%
TABUNGAN HAJU MUDHARABAH IB
10%
TABUNGAN IMPIAN MUDHARABAH
25%
BONUS WADIAH TMT 01 FEBRUARI 2017
GIRO WADHIAH Ib
1,50%
TABUNGAN BRISYARIAH WADIAH iB
Tiering 0 s/d Rp. 999.999,-
0,0%
Tiering > Rp. 999.999,-
0,25%
TABUNGANKU WADIAH
1,00%
PT. Bank Rakyat Indonesia Cabang Metro dalam melakukan
perhitungan bagi hasil pembiayaan mudharabah menerapkan beberapa
prosedur diantaranya adalah:
- pertama, membuat tabel proyeksi pembayaran dengan
melakukan perhitungan terlebih dahulu. Tabel tersebut
memuat catatan pembayaran yang dilakukan nasabah
setiap bulan yang terdiri dari pokok, margin, total
angsuran, bagi hasil bank dan nasabah.
- Kedua, membandingkan proyeksi tersebut dengan
realisasi dan perhitungannya. Perhitungan nisbah bagi
64 Praktik Mudharabah Dalam Perbankkan Syariah
hasil jenis pembiayaan mudharabah yang diterapkan PT
BRI Syariah Cabang Metro yaitu pembiayaan
mudharabah muthlaqah. Penentuan besar/kecilnya
nisbah bagi hasil (expected yield) dilakukan oleh bank
terhadap pembiayaan. Margin merupakan prosentase
keuntungan yang diharapkan dalam satu tahun. Dalam
suatu pembiayaan, margin tersebut dikalikan dengan
pendapatan rata-rata bulanan mitra kerja dalam satu
tahun sehingga dapat diketahui taksiran pendapatan atas
pembiayaan yang diberikan.
- Kemudian besarnya taksiran pendapatan atas
pembiayaan dibagi dengan total pembiayaan untuk
mengetahui nisbah bagi hasil bank. Besarnya nisbah bagi
hasil nasabah dapat diketahui dengan cara 100%
dikurangi dengan nisbah bagi hasil bank. Hasil dari
perhitungan nisbah bank digunakan sebagi pedoman
dalam bernegosiasi dengan nasabah.
- Bank akan melakukan penawaran nisbah lebih besar atau
sama dengan hasil perhitungan nisbah tersebut. Apabila
nasabah menyetujui besar nisbah tersebut, maka
transaksi pembiayaan dapat dilakukan, namun bank tidak
boleh memberatkan nasabah dalam hal pembayaran
cicilan pokok pembiayaan atau mempersulit finansial
nasabah.
Contoh mengenai perhitungan nisbah bagi hasil antara bank
dengan nasabah sebagai berikut: Seorang nasabah mengajukan
pembiayaan kepada Bank Muamalat untuk modal kerja sebesar
Praktik Mudharabah Dalam Perbankkan Syariah 65
Rp.100.000.000 selama tiga tahun. Bank telah menentukan bahwa
besarnya keuntungan yang diharapkan (expected yield) adalah 19%.
Bagian analis pembiayaan Bank Muamalat menaksir pendapatan rata-
rata setiap bulan yang diperoleh perusahaan nasabah sebesar Rp.
10.000.000, dari data tersebut dapat dihitung besarnya nisbah bagi
hasil dan distribusi bagi hasilnya sebagai berikut:Diketahui:
Expected yield = 19% p.a
Besar pembiayaan = Rp. 100.000.000 Taksiran pendapatan
perusahaan = Rp. 10.000.000/bln
Maka:
Expected yield dalam satu tahun = Taksiran
pendapatan 1 tahun x Margin
Expected yield dalam satu tahun
= Taksiran pendapatan 1 tahun x Margin
= Taksiran pendapatan 1 tahun x Margin
= (Rp. 10.000.000 x 12) x 19%
= Rp. 22.800.000
= 22,8 %
Nisbah bagi hasil nasabah = 100 % - 22,8 % = 77,2 % Jadi, nisbah
bagi hasil bank dengan nasabah adalah22,8 %: 77,2 %. Distribusi bagi
hasil berdasarkan nisbah yaitu 22,8 %: 77,2 %
66 Praktik Mudharabah Dalam Perbankkan Syariah
Diilustrasikan Pada Tabel 1.
Tabel 02
Perhitungan bagi hasil pada bank syariah ini berpengaruh oleh
beberapa faktor, yaitu:
(1) Faktor langsung, meliputi:
(a) investment rate merupakan persentase aktual dana yang
diinvestasikan dari total dana. Jika bank menentukan
investment rate sebesar 80% hal ini berarti 20% dari total
dana dialokasikan untuk memenuhi likuidasi.
(b) Jumlah dana yang tersedia untuk diinvestasikan merupakan
jumlah dana dari berbagai sumber dana yang tersedia
untuk diinvestasikan. Dana tersebut dapat dihitung dengan
menggunakan salah satu metode, yaitu: rata-rata saldo
minimum bulanan, rata-rata total saldo harian.
(c) Nisbah (profit sharing ratio): salah satu ciri mudharabah
adalah nisbah yang harus ditentukan dan disetujui pada
awal perjanjian, nisbah antara satu bank dengan bank
Praktik Mudharabah Dalam Perbankkan Syariah 67
lainnya dapat berbeda, nisbah juga dapat berbeda dari
waktu ke waktu dalam satu bank, misalnya deposito 1
bulan, 3 bulan, 6 bulan, 12 bulan, nisbah juga dapat
berbeda antara satu rekening dengan rekening lainnya
sesuai dengan besarnya dana dan jatuh temponya.
(2) Faktor tidak langsung, meliputi:
(a) penentuan butir-butirpendapatan dan biaya mudharabah,
bank dan nasabah melakukan share dalam pendapatan dan
biaya. Pendapatan yang dibagi hasilkan merupakan
pendapatan yang diterima dikurangi biaya-biaya, jika
semua biaya ditanggung bank, maka hal ini disebut
revenue sharing.
(b) Kebijakan akunting (prinsip dan metode akuntansi): bagi
hasil secara tidak langsung dipengaruhi oleh berjalannya
aktivitas yang diterapkan, terutama sehubungan dengan
pengakuan pendapatan dan biaya Nisbah bagi hasil
merupakan faktor penting dalam menentukan bagi hasil di
bank syariah. Sebab aspek nisbah merupakan aspek yang
disepakati bersama antara kedua belah pihak yang
melakukan transaksi.
Untuk menentukan nisbah bagi hasil, perlu diperhatikan aspek-
aspek berikut ini:
1. data usaha
2. kemampuan angsuran
3. hasil usaha yang dijalankan atau tingkat return aktual
bisnis
4. tingkat return yang diharapkan,
68 Praktik Mudharabah Dalam Perbankkan Syariah
5. nisbah pembiayaan
6. distribusi pembagian hasil.
Prinsip bagi hasil dalam perbankan syariah yang paling banyak
dipakai adalah al-musyarakah dan al mudharabah. Al-musyarakah
adalah akad kerja sama antara dua pihak atau lebih untuk suatu usaha
tertentu dimana masing-masing pihak memberikan kontribusi dana
dengan kesepakatan bahwa keuntungan dan risiko akan ditanggung
bersama sesuai dengan kesepakatan. Al-mudharabah berasal dari kata
dharab, yang berarti berjalan atau memukul.
Secara teknis, al-mudharabah adalah kerjasama usaha antara
dua orang dimana pihak pertama (shohibul maal) menyediakan
seluruh modal, sedangkan pihak lainnya menjadi pengelola.
Keuntungan usaha dibagi menurut kesepakatan dalam kontrak,
sedangkanapabila rugi ditanggung oleh pemilik modal selama
kerugian itu bukan akibat kelalaian sipengelola. Seandainya kerugian
itu diakibatkan karena kecurangan atau kelalaian pengelola, pengelola
harus bertanggungjawab atas kerugian tersebut. Beberapa segi penting
dari al-mudharabah adalah pembagian keuntungan di antara dua pihak
harus secara proporsional dan tidak dapat memberikan keuntungan
sekaligus atau yang pasti kepada shahibul maal/rabb al-mal atau
pemilik modal.
Rabb al-mal tidak bertanggung jawab atas kerugian di luar
modal yang telah diberikannya. Dalam transaksi dengan prinsip
mudharabah harus dipenuhi rukun mudharabah, yaitu: shahibul maal;
mudharib; amal (usaha/pekerjaan), dan ijab qabul. Landasan hukum
Al-qur’an: dan jika dari orang-orang yang berjalan di muka bumi
mencari sebagian karunia Allah SWT (QS. Al- Muzzamil (73): 20).
Praktik Mudharabah Dalam Perbankkan Syariah 69
Ada dua jenis mudharabah, pertama mudharabah muthlaqah
merupakan mudharabah yang sifatnya mutlak dimana shohibul maal
tidak menetapkan restriksi atau syarat-syarat tertentu kepada
mudharib. Kedua, mudharabah muqayyadah, yaitu pemilik dana
(shahibul maal) membatasi/memberi syarat kepada mudharib dalam
pengelolaan dana seperti misalnya hanya untuk melakukan
mudharabah bidang tertentu,cara, waktu, dan tempat tertentu saja.
70 Praktik Mudharabah Dalam Perbankkan Syariah
LAMPIRAN 1. DOKUMENTASI
Bangunan BRI Syariah Central di Jakarta
Praktik Mudharabah Dalam Perbankkan Syariah 71
Kegiatan Pelayanan di BRI Syariah Cabang Metro
Kegiatan Pelayanan sukuk Mudharabah
72 Praktik Mudharabah Dalam Perbankkan Syariah
RAPAT BERSAMA LSM TERKAIT PELUNASAN MAJU AKAD
MUDHARABAH
Praktik Mudharabah Dalam Perbankkan Syariah 73
LAMPIRAN 2.SKEMA DALAM PERBANKAN SYARIAH
74 Praktik Mudharabah Dalam Perbankkan Syariah
Praktik Mudharabah Dalam Perbankkan Syariah 75
76 Praktik Mudharabah Dalam Perbankkan Syariah
Praktik Mudharabah Dalam Perbankkan Syariah 77
78 Praktik Mudharabah Dalam Perbankkan Syariah
Praktik Mudharabah Dalam Perbankkan Syariah 79
80 Praktik Mudharabah Dalam Perbankkan Syariah
Praktik Mudharabah Dalam Perbankkan Syariah 81
DAFTAR PUSTAKA
Sumber Buku
Abdul Ghofur Anshori. 2007. Perbankan Syari’ah Di Indonesia.
Yogyakarta: Gadjah Mada University Press
Adiwarman A. Karim. 2010. Bank Islam Analisis Fiqih Dan
Keuangan. Jakarta: PT RajaGrafindo Persada,
Al-Sayyid Sabiq. 1993. Fiqh Al-Sunnah. jilid 3. Beirut: Dar Al-Fikr,
Kadir Abdul Muhammad dan Murniat Rilda. 2011. Hukum
Pebankan Syariah Alternatif Sumber Pembiayaan Usaha.
Lampung. Universitas Lampung.
Ascarya. 2006. Akad dan Produk Bank Syariah . Jakarta. Raja
Grasindo
Fajar Mukti, Yulianto A.2007. Dualisme Penelitian
Hukum.Yogyakarta. Lab FH Universitas Muhammadiyah
Yogyakarta.
Kasmir. 2014. Manajemen Perbankan. Jakarta: PT. Raja Grafindo
Persada
Lexy J. Moleong. 2010. Metodologi Penelitian Kualitati. Bandung:
Rosda Karya
Musjtari Nurul Dewi dan Fitriyanti Fadia. 2008. Hukum
Perbankan Syariah dan Takaful. Yogyakarta. Lab Fakultas
Hukum Universitas Muhammadiyah Yogyakarta.
Musjtari Nurul Dewi. 2012. Penyelesaian Sengketa Dalam Praktek
Perbankan Syariah. Yogyakarta. Parama Publishing
82 Praktik Mudharabah Dalam Perbankkan Syariah
Muhamad. 2015 Manajemen Dana Bank Syari’ah. Jakarta : PT.
Raja Grafindo Persada.
. 2002. Manajemen Bank Syari’ah. Yogyakarta: UPP
AMP YKPN
. 2000. Sistem dan Prosedur Operasional Bank Syari’ah.
Yogyakarta: UII Press
Muhammad Syafi’i Antonio. 2001. Bank Syari’ah: Dari Teori Ke
Praktik. Jakarta: Gema Insani Press.
Nurul Huda dan Mohamad Heykal. 2010 Lembaga Keuangan Islam.
Jakarta: Kencana
Nurul Widyaningrum. 2002. Model Pembiayaan BMT dan Dampak
nya bagi Pengusaha Kecil Studi Kasus BMT Dampingan
Yayasan Peramu Bogor Bandung: Akatiga
Ismail. 2014. Perbankan Syariah. Jakarta. Kencana Pranadamedia
Group
. 2013. Perbankan Syari’a. Jakarta: Kencana
Pusat Pengkajian dan Pengembangan Ekonomi Islam (P3EI)
Universitas Islam Indonesia. 2008. Ekonomi Islam.
Jakarta. Raja Grasindo
Ghufron A. Mas’adi. 2002. Fiqih Muamalah Kontektual. Jakarta: Raja
Grafindo Persada
Rachmad Syafe’I. 2004. Fiqih Muamalah. Bandung: CV. Pustaka
Setia. cet. Ke-2
Veithzal Rivai dan Andria Permata Veithzal. 2008. Islamic Financial
Management. Jakarta: Raja Grafindo Persada.
Praktik Mudharabah Dalam Perbankkan Syariah 83
Sumber Undang-Undang
Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPerdata) Undang-
Undang Nomor 3 Tahun 2006 Tentang Amandemen Undang-
Undang Peradilan Agama
Undang-undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perbankan
Undang-Undang Nomor 21 tahun 2008, tentang Perbankan Syariah
Kompilasi Hukum Islam (KHI)
84 Praktik Mudharabah Dalam Perbankkan Syariah
GLOSARI
A
Ahliyah
Kecakapan
Akad
Ikatan antara dua perkara, baik ikatan secara nyata maupun
ikatan secara maknanyadari satu segi maupun dari dua segi
Akad ghairu sahih
Akad yang tidak memenuhi unsur dan syaratnya.
Akad sahih
Akad yang memenuhi unsur dan syarat yang telah ditetapkan
oleh syara’.
Al-‘ain
Benda yang Berwujud
Al-Ajr Walumullah
Prinsip Jasa
Al-aqid
Orang yang melakukan akad
Al-Hawalah
Pemindahan atau pengalihan hak dan kewajiban, baik dalam
bentuk pengalihan piutang maupun hutang, dan jasa
pemindahan/pengalihan dana dari satu entitas kepada entitas
lain
Al-Ijarah
Prinsip sewa
Al-Kafalah
Akad pemberian jaminan yang diberikan oleh kaafil
(penjamin/bank) kepada makful (penerima jaminan) dan
penjamin bertanggung jawab atas pemenuhan kembali suatu
kewajiban yang menjadi hak penerima jaminan.
Praktik Mudharabah Dalam Perbankkan Syariah 85
Al-Ma’qud Alaih
Objek akad atau benda-benda yang dijadikan akad yang
bentuknya tampak dan membekas
Al-Mudharabah
Akad kerjasama usaha
Al-musyarakah
Akad kerjasama di antara para pemilik modal yang
mencampurkan modal mereka untuk tujuan mencari
keuntungan
Al-Qardh
Pemberian harta kepada orang lain yang dapat ditagih atau
diminta kembali atau dengan kata lain meminjamkan tanpa
mengharapkan imbalan. Produk ini digunakan untuk
membantu usaha kecil dan keperluan sosial. Dana ini diperoleh
dari dana zakat, infaq dan shadaqah.
Ar-Rahn
Menahan salah satu harta milik si peminjam sebagai jaminan
atas pinjaman yang diterimanya. Barang yang ditahan tersebut
memiliki nilai ekonomis. Dengan demikian, pihak yang
menahan memperoleh jaminan untuk dapat mengambil
kembali seluruh atau sebagian piutangnya. Secara sederhana
dapat dijelaskan bahwa rahn adalah semacam jaminan utang
atau gadai.
At-tijarah
Prinsip Jual beli
Al-Wakalah
Akad pemberian kuasa dari muwakil (pemberi kuasa/nasabah)
kepada wakil (penerima kuasa/bank) untuk melaksanakan
suatu taukil (tugas) atas nama pemberi kuasa
86 Praktik Mudharabah Dalam Perbankkan Syariah
Al-Wadiah Prinsip Pinjaman Murni
G
Ghair al-‘ain
Benda tidak Berwujud
Gharar Ketidakpastian / Ketidakjelasan
I
Iijarah al muntahiya bit tamlik
Penggabungan Sewa Beli
Ijab- qobul
Suatu perbuatan atau pernyataan untuk menunjukkan suatu
keridlaan dalam berakad di antara dua orang atau lebih,
sehingga terhindar atau keluar dari suatu ikatan yang tidak
berdasarkan syara’.
Investment rate
Merupakan presentase actual dana yang diinvestasikan dari
total dana
Istishna’
Akad jual beli antara pembeli dan produsen yang juga
bertindak sebagai penjual
Istiqomah Konsisten
K
Kaffah Prinsip Syari’ah secara menyeluruh
L
Luzum Syarat kepastian hukum
Praktik Mudharabah Dalam Perbankkan Syariah 87
M
Maisir
Spekulasi
Margin
Keuntungan
Mudharib
Pengelola dana
Mudharabah Muthlaqah
Mudharabah dimana pemilik dana memberikan kebebasan
kepada pengelola dana dalam pengelolaan investasinya.
Mudharabah Muqayyadah
Mudharabah dimana pemilik dana memberikan batasan kepada
pengelola dana mengenai tempat, cara, dan obyek investasi.
Murabahah Akad jual beli barang dengan menyatakan harga perolehan dan
keuntungan (margin) yang disepakati oleh penjual dan
pembeli.
N
Nadzir Pengelola Wakaf
P
Profit and lose sharing
Konsep bagi hasil
Profit Sharing Bagi untung
R
Riba
Bunga
Revenue Sharing Bagi hasil
88 Praktik Mudharabah Dalam Perbankkan Syariah
S
Salam
Akad jual beli barang pesanan dengan penangguhan
pengiriman oleh penjual dan pelunasannya dilakukan segera
oleh pembeli sebelum barang pesanan tersebut diterima sesuai
syarat-syarat tertentu
Shahibul maal
Pemilik dana
Syirkah Bagi Hasil
W
Wadiah Yad adh-Dhamanah
Titipan yang selama belum dikembalikan kepada penitip dapat
dimanfaatkan oleh penerima titipan. Apabila dari hasil
pemanfaatan tersebut diperoeh keuntungan maka seluruhnya
menjadi hak penerima titipan.
Wadiah yad al-amanah
Titipan dimana penerima titipan tidak boleh memanfaatkan
barang titipan tersebut sampai diambil kembali oleh penitip
Wakalah
Perwakilan
Wakif
Pemberi Wakaf
Wilayah
Kewenangan
Praktik Mudharabah Dalam Perbankkan Syariah 89
INDEKS
A
Ahliyah 25
Akad 22, 23, 24, 26.
Al-Hawalah 12
Al-Ijarah 12
Al-Kafalah 12
Al-Mudharabah 11, 15, 16, 29, 30, 31, 32
Al-musyarakah 10
Al-Qardh 12
Ar-Rahn 12
At-tijarah 12
Al-Wakalah 12
Al-Wadiah 13
G
Gharar 5
I
Iijarah al muntahiya bit tamlik 9
Istishna’ 11
M
90 Praktik Mudharabah Dalam Perbankkan Syariah
Maisir 5
Margin 4
Murabahah 11
N
Nadzir 7
P
Profit and lose sharing 4, 33
R
Riba 5
Revenue Sharing 4, 13, 18
S
Salam 11
Shahibul maal 5, 7, 20
Syirkah 10
W
Wadiah Yad adh-Dhamanah 8
Wadiah yad al-amanah 8, 9
Wakalah 12
Wakif 7