analisis pengaruh resirkulasi air lindi terhadap

21
1 ANALISIS PENGARUH RESIRKULASI AIR LINDI TERHADAP KONSENTRASI TOTAL SUSPENDED SOLID (TSS) DAN TOTAL DISSOLVED SOLID (TDS) PADA AIR LINDI DENGAN PERMODELAN LYSIMETER Fathia Anindita, Gabriel S. Boedi Andari Kristanto dan Djoko M.Hartono Program Studi Teknik Lingkungan, Fakultas Teknik, Universitas Indonesia, Depok. ABSTRAK Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh resirkulasi air lindi terhadap kualitas air lindi. Penelitian ini menggunakan 2 lysimeter dengan sistem pengoperasian yang berbeda, lysimeter 1 dengan proses resirkulasi air lindi dan lysimeter 2 tanpa proses resirkulasi. Sampah yang digunakan pada kedua lysimeter merupakan sampah organik (buah dan sayur) yang berasal dari Pasar Kemiri Muka, Depok. Berat sampah pada lysimeter 1 dan 2 secara berurutan adalah 205 kg dan 180 kg dengan kadar air sebesar 89,5% dan 86,8%. Penambahan air dilakukan pada kedua lysimeter untuk menstimulasi pembentukan air lindi dan sebagai simulasi infiltrasi air hujan dengan mengasumsikan adanya kebocoran sebesar 24% pada lapisan geotextile. Volume penambahan air pada kedua lysimeter yaitu 1,4 L yang disesuaikan dengan curah hujan kota depok, sedangkan volume air lindi yang diresirkulasikan pada lysimeter 1 yaitu 1,5 L. Pengukuran karakteristik air lindi yang meliputi pH air lindi, konsentrasi TSS dan TDS serta temperatur sampah pada kedua lysimeter dilakukan selama 100 hari. pH air lindi yang dihasilkan dari lysimeter 1 (dengan resirkulasi) cenderung lebih rendah hingga akhir pengoperasian lysimeter karena penerapan resirkulasi air lindi, yaitu berada pada rentang 5,73-8,25 pada lysimeter 1 dan 5,93-8,94 pada lysimeter 2. Konsentrasi TSS pada lysimeter 1dan lysimeter 2 secara berurutan berada pada rentang 660-2792,411 mg/L dan 200-1660 mg/L, sedangkan untuk konsentrasi TDS berada pada rentang 6004-17120 pada lysimeter 1dan 3340- 14860 mg/L pada lysimeter 2. Konsentrasi TSS dan TDS pada lysimeter 1 lebih tinggi dibandingkan dengan lysimeter 2 karena proses resirkulasi yang diterapkan pada lysimeter 1 menyebabkan akumulasi material organik (volatile fatty acids) pada air lindi selama fase awal degradasi sampah (asidogenesis) serta akumulasi material anorganik (amonia dan klorida) pada air lindi hingga akhir pengoperasian lysimeter 1 karena material anorganik tersebut tidak digunakan lagi pada proses degradasi sampah. Kata kunci: Air lindi; lysimeter; resirkulasi; total dissolved solid (TDS); total suspended solid (TSS). ABSTRACT This study aims to determine the effect of leachate recirculation on leachate quality. It uses two lysimeter with different operating systems, lysimeter 1 with leachate recirculation process and lysimeter 2 without recirculation process. Waste which used in both lysimeter is organik waste (fruit and vegetable) derived from Pasar Kemiri Muka, Depok. Respectively, the weight of waste in lysimeter 1 and 2 were 205 kg and 180 kg and the water content were 89,5% and 86,8 %. The addition of water carried in both lysimeter was to stimulate the formation of leachate and to simulate the infiltration of rain water by assuming the occurrence of the leakage (24%) in the Analisis pengaruh…, Fathia Anindita, FT UI, 2013

Upload: others

Post on 23-Oct-2021

9 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: ANALISIS PENGARUH RESIRKULASI AIR LINDI TERHADAP

1    

ANALISIS PENGARUH RESIRKULASI AIR LINDI TERHADAP KONSENTRASI TOTAL SUSPENDED SOLID (TSS) DAN TOTAL

DISSOLVED SOLID (TDS) PADA AIR LINDI DENGAN PERMODELAN LYSIMETER

Fathia Anindita, Gabriel S. Boedi Andari Kristanto dan Djoko M.Hartono Program Studi Teknik Lingkungan, Fakultas Teknik, Universitas Indonesia, Depok.

ABSTRAK Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh resirkulasi air lindi terhadap kualitas air lindi. Penelitian ini menggunakan 2 lysimeter dengan sistem pengoperasian yang berbeda, lysimeter 1 dengan proses resirkulasi air lindi dan lysimeter 2 tanpa proses resirkulasi. Sampah yang digunakan pada kedua lysimeter merupakan sampah organik (buah dan sayur) yang berasal dari Pasar Kemiri Muka, Depok. Berat sampah pada lysimeter 1 dan 2 secara berurutan adalah 205 kg dan 180 kg dengan kadar air sebesar 89,5% dan 86,8%. Penambahan air dilakukan pada kedua lysimeter untuk menstimulasi pembentukan air lindi dan sebagai simulasi infiltrasi air hujan dengan mengasumsikan adanya kebocoran sebesar 24% pada lapisan geotextile. Volume penambahan air pada kedua lysimeter yaitu 1,4 L yang disesuaikan dengan curah hujan kota depok, sedangkan volume air lindi yang diresirkulasikan pada lysimeter 1 yaitu 1,5 L. Pengukuran karakteristik air lindi yang meliputi pH air lindi, konsentrasi TSS dan TDS serta temperatur sampah pada kedua lysimeter dilakukan selama 100 hari. pH air lindi yang dihasilkan dari lysimeter 1 (dengan resirkulasi) cenderung lebih rendah hingga akhir pengoperasian lysimeter karena penerapan resirkulasi air lindi, yaitu berada pada rentang 5,73-8,25 pada lysimeter 1 dan 5,93-8,94 pada lysimeter 2. Konsentrasi TSS pada lysimeter 1dan lysimeter 2 secara berurutan berada pada rentang 660-2792,411 mg/L dan 200-1660 mg/L, sedangkan untuk konsentrasi TDS berada pada rentang 6004-17120 pada lysimeter 1dan 3340- 14860 mg/L pada lysimeter 2. Konsentrasi TSS dan TDS pada lysimeter 1 lebih tinggi dibandingkan dengan lysimeter 2 karena proses resirkulasi yang diterapkan pada lysimeter 1 menyebabkan akumulasi material organik (volatile fatty acids) pada air lindi selama fase awal degradasi sampah (asidogenesis) serta akumulasi material anorganik (amonia dan klorida) pada air lindi hingga akhir pengoperasian lysimeter 1 karena material anorganik tersebut tidak digunakan lagi pada proses degradasi sampah. Kata kunci: Air lindi; lysimeter; resirkulasi; total dissolved solid (TDS); total suspended solid (TSS). ABSTRACT

This study aims to determine the effect of leachate recirculation on leachate quality. It uses two lysimeter with different operating systems, lysimeter 1 with leachate recirculation process and lysimeter 2 without recirculation process. Waste which used in both lysimeter is organik waste (fruit and vegetable) derived from Pasar Kemiri Muka, Depok. Respectively, the weight of waste in lysimeter 1 and 2 were 205 kg and 180 kg and the water content were 89,5% and 86,8 %. The addition of water carried in both lysimeter was to stimulate the formation of leachate and to simulate the infiltration of rain water by assuming the occurrence of the leakage (24%) in the

Analisis pengaruh…, Fathia Anindita, FT UI, 2013

Page 2: ANALISIS PENGARUH RESIRKULASI AIR LINDI TERHADAP

2    

geotextile layer. The volume of water added in both lysimeter was 1,4 L adjusted with rain fall intensity in Depok, while the volume of leachate that resirculated in lysimeter 1 was 1,5 L. The leachate samples from both of lysimeters were monitored for pH, TSS, TDS and waste temperatur during 100 days of study. Leachate pH generated from lysimeter 1 (with resirculation) tended to be lower by the end of the operation because the application of leachate resirculation, which is in the range 5,73 to 8,25 in lysimeter 1 and 5,93 to 8,94 in lysimeter 2. TSS concentrations in lysimeter 1 and 2 respectively in the range from 660 to 2792.411 mg /L and 200-1660 mg/L, while the concentration of TDS lies in the range 6004 to 17120 in lysimeter 1 and 3340 to 14860 mg/L in lysimeter 2. TSS and TDS concentrations in lysimeter 1 were higher than lysimeter 2 due to the recirculation process that was applied to the lysimeter 1 which causes accumulation of organik material (volatile fatty acids) in the leachate generated in the initial phase of waste degradation (asidogenesis) and accumulation of inorganik material (ammonia and chloride) in lysimeter 1 until the end of the operation as the inorganik material is no longer used in the process of waste degradation. Keywords: Leachate; lysimeter; resirculation; total dissolved solid (TDS); total suspended solid (TSS). 1. PENDAHULUAN

Kota-kota di Indonesia tumbuh dan berkembang dengan pesat, rata-rata pertumbuhan

penduduk perkotaan berkisar antara 1,5 hingga 4% per tahun (BPS, 2010). Pertumbuhan

penduduk menghasilkan pertambahan timbulan sampah, yang berasal dari perumahan, pertokoan,

restoran, hotel, taman, dan saluran-saluran. Hampir semua kota di Indonesia mengalami

kegagalan dalam pengelolaan sampah (Damanhuri, 2007). Adapun persoalan yang umum

dihadapi adalah timbulan sampah yang jumlahnya semakin hari semakin besar, sedangkan lahan

yang layak untuk dipergunakan sebagai tempat pembuangan dan pengolahan sampah, terutama

untuk kota metropolitan semakin terbatas.

Bukan hanya permasalahan keterbatasan lahan TPA saja yang kerap terjadi di Indonesia,

sistem pengelolaan sampah di TPA juga menjadi masalah yang kian mendesak karena jika tidak

dilakukan penanganan yang baik akan mengakibatkan terjadinya perubahan keseimbangan

lingkungan yang merugikan atau sehingga dapat mencemari lingkungan, baik terhadap tanah, air

dan udara. Tempat pembuangan akhir sampah (TPA) merupakan permasalahan besar yang dapat

menjadi potensi bahaya bagi lingkungan sekitar jika tidak dikelola dengan tepat. Salah satu

permasalahannya adalah air lindi yang dapat merugikan bila mencemari air tanah dan air

permukaan.

Sanitary landfill didesain untuk mengurangi masuknya air hujan ke dalam landfill yang

bertujuan untuk mengurangi dampak negatif terhadap lingkungan. Akan tetapi desain sanitary

Analisis pengaruh…, Fathia Anindita, FT UI, 2013

Page 3: ANALISIS PENGARUH RESIRKULASI AIR LINDI TERHADAP

3    

landfill dapat memperlambat proses degradasi sampah yang sangat bergantung kepada

ketersediaan kadar air (moisture). Sebaliknya, konsep bioreaktor bertujuan untuk mendukung

degradasi sampah dengan memberikan kadar air yang dibutuhkan. Salah satu teknik utama yang

digunakan adalah resirkulasi air lindi ke dalam timbunan sampah. Dengan meresirkulasi air lindi,

komponen organik yang terkandung di dalam air lindi tersebut akan tereduksi oleh aktivitas

mikroorganisme dekomposer dalam sampah (Sponza et al, 2004). Tidak hanya meningkatkan

kualitas air lindi, resirkulasi air lindi juga dapat mempercepat degradasi sampah karena air lindi

ini dianggap masih mengandung nutrisi yang dibutuhkan sebagai sumber makanan bagi

mikroorganisme dalam sampah.

Tujuan di lakukannya penelitian ini adalah untuk mengetahui efektivitas penerapan

resirkulasi air lindi dalam meningkatkan kualitas air lindi dengan membuat permodelan lysimeter.

Lysimeter akan dibuat sebanyak 2 (dua) buah yang merupakan simulasi dari sistem sanitary

landfill dalam kondisi anaerob. Variabel yang membedakan antara 2 lysimeter ini adalah pada

sistem resirkulasi lindi. Lysimeter 1 dirancang dengan sistem resirkulasi lindi sedangkan

lysimeter 2 dirancang tanpa menerapkan sistem resirkulasi lindi. Tujuannya adalah untuk

membandingkan kualitas/ karakteristik fisika air lindi yang dihasilkan dari limbah padat antara

lysimeter dengan proses resirkulasi lindi dan lysimeter tanpa resirkulasi lindi. Parameter fisika

yang akan ditinjau dari produksi air lindi adalah total suspended solid (TSS) dan total dissolved

solid (TDS). Pemilihan parameter ini disebabkan karena material pembentuk TSS dan TDS ini

dapat menyebabkan penyumbatan (clogging) pada leachate collection system (LCS). Oleh karena

itu, penting untuk dilakukan peninjauan apakah penerapan resirkulasi air lindi ini dapat

berdampak positif atau malah berdampak negatif terhadap konsentrasi TSS dan TDS.

2. TINJAUAN TEORITIS

2.1 Dekomposisi Sampah pada Landfill

Secara umum, proses degradasi sampah yang terjadi pada TPA dengan sistem sanitary

landfill terdiri dari 2 tahapan yaitu degradasi secara aerobik dan anaerobik.

a. Degradasi Aerobik

Degradasi aerobik secara umum terjadi dalam durasi yang singkat karena kehadiran

oksigen yang terkandung dalam sampah relatif terbatas di dalam landfill. Lapisan pada landfill

yang mengalami degradasi secara aerob merupakan lapisan yang paling atas dimana oksigen

terperangkap pada sampah segar. Menurut Barber (1979), pada fase ini protein didegradsi

Analisis pengaruh…, Fathia Anindita, FT UI, 2013

Page 4: ANALISIS PENGARUH RESIRKULASI AIR LINDI TERHADAP

4    

menjadi asam amino, sehingga menjadi karbondioksida, air, nitrat dan sulfat, yang merupakan

komponen umum yang dihasilkan dari proses katabolisme pada proses aerobik (Christensen et

al., 1992). Selulosa, yang merupakan mayoritas fraksi organik pada sampah, didegradasi oleh

enzim ekstraseluler menjadi glukosa yang kemudian digunakan oleh bakteri dan diubah menjadi

karbondioksida dan air (Bevan,1967 dalam Christensen et al, 1992).

b. Degradasi Anaerobik

• Tahap Hidrolisis

Tahap hidrolisis merupakan tahap penguraian molekul kompleks seperti selulosa dengan

menggunakan enzim ekstraseluler yang dihasilkan oleh bakteri (selulotik, proteolitik, lipolitik)

untuk menjadi molekul/ komponen yang lebih sederhana (Yulistiawati, 2008). Pada tahap ini

akan terjadi pelarutan molekul/ komponen yang sudah disederhanakan.

• Tahap Pembentukan Asam (Asidogenesis)

Tahap asidogenesis merupakan tahap pendegradasian bahan organik yang meliputi protein,

karbohidrat dan lemak dan menghasilkan produk seperti asam asetat, dan karbondioksida (CO2).

Pada tahap ini, bakteri mengubah bahan organik terlarut hasil hidrolisis menjadi volatile fatty

acids (VFA) yang mengandung asam asetat, asam butirat, asam formiat, asam propionat serta

asam laktat. Selain itu, dihasilkan juga sedikit alkohol, karbondioksida (CO2), hidrogen dan

amoniak (Yulistiawati, 2008). Pembentukan asam asetat dan hidrogen pada tahap ini

mengakibatkan penurunan pH dan dapat menghambat pertumbuhan mikroba (Sathianathan,

1975).

• Tahap Pembentukan Asetat (Asetogenesis)

Pada tahap asetogenesis ini, produk yang dihasilkan dari tahap asidogenesis akan

mengalami proses oksidasi untuk menghasilkan produk yang nantinya akan digunakan dalam

tahap pembentukan gas metan. Produk yang dihasilkan pada tahap ini adalah asam asetat,

hidrogen dan karbondioksida (CO2) (Yulistiawati, 2008).

• Tahap Pembentukan Gas Metan (Metanogenesis)

Tahap ini ditandai dengan fermentasi metanogenesis oleh bakteri metanogen. Rentang pH

yang dapat ditolerir oleh bakteri metanogen sangat terbatas yaitu berkisar antara 6 hingga 8. Pada

tahap ini, komposisi dari air lindi memiliki nilai pH yang hampir netral, konsentrasi FVA dan

TDS yang rendah, dan gas metan yang secara umum lebih besar dari 50%. Hal ini menandakan

Analisis pengaruh…, Fathia Anindita, FT UI, 2013

Page 5: ANALISIS PENGARUH RESIRKULASI AIR LINDI TERHADAP

5    

bahwa proses stabilisisasi sebagian besar komponen organik menurun pada tahap ini, meskipun

proses stabilisasi sampah masih akan berlanjut hingga beberapa tahun selanjutnya.

2.2 Pengaruh pH Air Lindi terhadap Konsentrasi TSS dan TDS

pH air lindi dianggap sebagai parameter yang paling signifikan dalam mempengaruhi

konsentrasi air lindi pada landfill. Perubahan pada pH air lindi sangat dipengaruhi oleh fase-fase

degradasi yang terjadi pada sampah dan secara tidak langsung mempengaruhi kelarutan

konsentrasi zat organik dan anorganik penyusun TSS dan TDS pada air lindi. Pada fase

asidogenesis, pH air lindi akan menjadi asam karena pada fase ini terjadi pembentukan asam

asetat dan hidrogen yang mengakibatkan penurunan pH. pH air lindi pada fase ini berkisar antara

5-6 (Robinson, 1989 dalam Christensen et al., 1992). pH yang asam ini menyebabkan kelarutan

zat organik dan anorganik yang merupakan komponen penyusun TSS dan TDS pada air lindi

menjadi tinggi (Rafizul dan Alamgir, 2012). pH air lindi mulai mengalami peningkatan ketika

proses degradasi sampah memasuki fase pembentukan metan (metanogenesis). Peningkatan nilai

pH disebabkan oleh penurunan konsentrasi VFA. Menurut Kim (2005), peningkatan pH air lindi

disebabkan karena aktifitas bakteri metanogen sudah dimulai sehingga menyebabkan peningkatan

produksi gas metan dan menurunkan konsentrasi hidrogen, CO2 dan VFA. Peningkatan pH air

lindi menyebabkan kelarutan zat organik dan anorganik serta logam berat menjadi berkurang

sehingga secara tidak langsung menyebabkan konsentrasi TSS dan TDS pada air lindi mengalami

penurunan.

2.3 Pengaruh antara Temperatur Sampah terhadap Konsentrasi TSS dan TDS

Indikator yang menunjukkan bahwa proses dekomposisi senyawa organik berjalan lancar

adalah adanya perubahan pada temperatur sampah. Panas yang dihasilkan dari tumpukan sampah

disebabkan oleh proses dekomposisi fraksi organik dari massa sampah. Panas yang dihasilkan

dipengaruhi oleh sistem operasional yang diterapkan pada landfill dan kondisi iklim (Yesiller et

al, 2005). Selain itu, panas yang dihasilkan pada sampah berbanding lurus dengan curah hujan,

suhu udara harian, dan laju penempatan limbah dan berbanding terbalik dengan densitas sampah

(Yesiller et al. 2005). Panas yang dihasilkan serta kenaikan temperatur pada sampah disertai

dengan pembentukan gas dan air lindi pada sampah melalui proses yang kompleks. Kenaikan

temperatur sampah pada reaktor yang mendapatkan perlakuan resirkulasi lindi lebih cepat karena

kandungan yang terdapat dalam lindi dapat meningkatkan laju stabilitas degradasi sampah

Analisis pengaruh…, Fathia Anindita, FT UI, 2013

Page 6: ANALISIS PENGARUH RESIRKULASI AIR LINDI TERHADAP

6    

sampah (Priyambada et al., 2009). Kylefors et al. (2002) yang menyatakan bahwa secara umum,

kelarutan zat organik dan anorganik meningkat sejalan dengan peningkatan temperatur.

2.4 Pengaruh Resirkulasi Air Lindi terhadap Konsentrasi TSS dan TDS

Terdapat sejumlah penelitian terdahulu yang berkaitan dengan studi lysimeter untuk

mengetahui pengaruh resirkulasi air lindi terhadap kualitas air lindi yang dihasilan. Salah satunya

adalah penelitian yang dilakukan oleh Rafizul dan Alamgir (2012). Tiga alat lysimeter yang

masing-masing memiliki sistem pengoperasian yang berbeda digunakan dalam penelitian ini.

Lysimeter A mensimulasikan landfill dengan sistem open dumping, sedangkan lysimeter B dan C

mensimulasikan sanitary landfill dengan menggunakan lapisan penutup (cover soil) berupa tanah

liat dan menerapkan sistem resirkulasi air lindi. Parameter yang diuji pada penelitian ini adalah

pH air lindi, alkalinitas, kesadahan, TS, TDS, TSS, COD, sulfat, dan nitrat. Hasil penelitian

menunjukkan bahwa konsentrasi TSS dan TDS pada lysimeter A (open dumping) lebih rendah

dibandingkan dengan lysimeter B dan C (sanitary landfill).

Penelitian lain dilakukan oleh Swati et al., (2005) yang berjudul “Bioreactor Landfill

Lysimeter Studies in Indian Urban Refuse”. Berdasarkan hasil penelitian tersebut, kandungan TS

dan TDS pada lysimeter 2 (dengan resirkulasi air lindi) secara umum lebih tinggi dibandingkan

dengan lysimeter 1 (open dumping). Hal ini dikarenakan air lindi yang diresirkulasikan sangat

banyak mengandung material organik dan anorganik serta padatan dan jasad renik yang apabila

dimasukkan kembali ke dalam sampah, akan terakumulasi di dalam sampah. Meskipun zat

organik yang terkandung di dalam air lindi akan digunakan kembali untuk proses degradasi,

masih banyak material anorganik seperti amonia dan klorida (Cl-) yang tidak digunakan pada

proses degradasi sampah dan akan terakumulasi di dalam system, dan apabila air hujan

terperkolasi ke dalam landfill, akan menyebabkan material baik organik maupun anorganik yang

menumpuk di dalam sampah terbilas oleh air (wash out) dan keluar dari dalam system dalam

bentuk air lindi yang memiliki konsentrasi organik maupun anorganik yang sangat tinggi.

Hasil penelitian ini diperkuat dengan penelitian yang dilakukan oleh Francois et al. (2007)

yang membuktikan bahwa resirkulasi air lindi ke dalam tumpukan sampah dapat menyebabkan

akumulasi ion klorida dan amonia karena tidak digunakan kembali selama proses degradasi

sampah. Karena ion klorida dan amonia ini merupakan salah satu komponen penyusun TDS,

menyebabkan konsentrasi TDS pada lysimeter 2 yang menerapkan system resirkulasi air lindi

menjadi lebih tinggi dibandingkan dengan lysimeter 1.

Analisis pengaruh…, Fathia Anindita, FT UI, 2013

Page 7: ANALISIS PENGARUH RESIRKULASI AIR LINDI TERHADAP

7    

2.5 Clogging pada Leachate Collection System (LCS)

Tempat pembuangan akhir sampah (TPA) merupakan permasalahan besar yang dapat

menjadi potensi bahaya bagi lingkungan sekitar jika tidak diolah dengan tepat. Salah satu

permasalahan yang sering terjadi pada TPA adalah terjadinya penyumbatan atau clogging pada

leachate collection system (LCS) atau sistem pengumpul air lindi. Observasi yang dilakukan

Bouchez (2003) menunjukkan bahwa clogging pada sistem pengumpul air lindi disebabkan oleh

kombinasi fisik, biologi dan kimia berupa penumpukan total suspended solid (TSS), senyawa

organik dan anorganik terlarut, total dissolved solid (TDS), pertumbuhan biomassa, dan

presipitasi mineral (Rowe dan Yu, 2010). Menurut Rowe (1992), kandungan pencemar yang

tinggi di dalam air lindi (volatile fatty acid, TSS, TDS) serta penumpukan partikulat separti pasir

menyebabkan pertumbuhan biofilm dan dapat menyebabkan berkurangnya konduktifitas

hidraulik pada lapisan geotextile dan drainage layer (Rowe dan Yu, 2010). Clogging sering

terjadi pada fase acidogenic ketika zat organik dan pengendapan logam seperti kalsium,

magnesium, besi, dan mangan berada di air lindi dengan konsentrasi yang tinggi.

3. METODE PENELITIAN

Jenis penelitian yang akan dilakukan adalah penelitian berskala laboratorium dengan

menggunakan metode kuantitatif sebagai pendekatan penelitian. Pada penelitian ini dibuat 2 alat

lysimeter dengan sistem pengoperasian yang berbeda, lysimeter 1 dengan sistem resirkulasi air

lindi dan lysimeter 2 tanpa resirkulasi. Material yang digunakan untuk membuat kedua lysimeter

adalah tangki air silinder tipe AL-1100TG dengan kapasitas 1.050 setinggi 2,03 m dengan

diameter sebesar 0,83 m. Material pengisi lysimeter disesuaikan dengan lapisan-lapisan yang

terdapat pada sanitary landfill yang sesungguhnya. Berikut ini merupakan detail komponen

penyusun lysimeter:

Tabel 3. Komponen Penyusun Lysimeter

Komponen Penyusun Lysimeter

Total Ketinggian (mm) Keterangan

Lysimeter 1 Lysimeter 2 Lysimeter 1 Lysimeter 2

Sampah 900 580 Densitas : 421 kg/m3

Kadar air : 89,5% Densitas : 573 kg/m

3

Kadar air : 86,8% Kerikil 430 460 Diameter 5-20 mm

Tanah Humus 400 430 - Geotextile - - 600 gram Sumber : Hasil Olahan Penulis, 2013

Analisis pengaruh…, Fathia Anindita, FT UI, 2013

Page 8: ANALISIS PENGARUH RESIRKULASI AIR LINDI TERHADAP

8    

Untuk lebih jelasnya, berikut ini merupakan detail desain kedua lysimeter beserta sistem

pengoparasiannya :

a. Lysimeter 1

Lysimeter 1 didesain dengan menggunakan sistem resirkulasi lindi dan penambahan air.

Penambahan air ini dilakukan untuk mensimulasikan air hujan serta menstimulasi pembentukan

air lindi dengan mengasumsikan terjadinya kebocoran pada lapisan geotextile. Asumsi kebocoran

ini dikaitkan dengan penelitian yang dilakukan oleh Nosko et al. (1996) yang menyimpulkan

bahwa adanya kerusakan sekitar 24% pada lapisan geotextile selama proses instalasi dan pada

proses penutupan landfill dengan tanah pelindung (protective soil). Perhitungan volume

penambahan air yaitu sebagai berikut:

• Curah hujan Kota Depok (CH) : 3828 mm/tahun = 0,1048 dm/hari

• Luas permukaan bioreactor (A) : !!π!! = !

!  !  3,14  !  8,3  dm = 54,08 dm2

• Debit air hujan yang berinfiltrasi ke dalam sampah (Q) : CH x A = 5,67 dm3/hari

• Asumsi persentase kerusakan geotextile (%) : 24%

• Volume air yang ditambahkan : Q x % = 1,4 L/hari

Sehingga volume air yang ditambahkan untuk masing-masing lysimeter adalah 1,4 L. Sedangkan

volume air lindi yang digunakan untuk diresirkulasikan yaitu 1,5 L yang disesuaikan dengan

volume air lindi yang dihasilkan dan volume air lindi yang akan digunakan untuk pengujian

sampel. Proses resirkulasi air lindi serta penambahan air dilakukan secara manual yaitu dengan

cara menuangkan air lindi serta air yang sudah diukur sesuai dengan volume yang sudah

ditetapkan, melalui keempat pipa PVC yang berukuran ¾ inch.

b. Lysimeter 2

Lysimeter 2 didesain tanpa resirkulasi air lindi, tetapi tetap dilakukan penambahan air

sebanya 1,4 L seperti lysimeter 1 untuk mensimulasikan infiltrasi air hujan akibat kebocoran pada

lapisan geotextile serta untuk memicu pembentukan air lindi. Selain itu, terdapat beberapa

perbedaan ketebalan setiap lapisan pengisi lysimeter 2 jika dibandingkan dengan lysimeter 1

seperti yang terlihat pada gambar detail desain lysimeter 1 dan 2 berikut ini..

Analisis pengaruh…, Fathia Anindita, FT UI, 2013

Page 9: ANALISIS PENGARUH RESIRKULASI AIR LINDI TERHADAP

9    

Gambar 3.1. Detail Desain Lysimeter 1 (kiri) dan Lysimeter 2 (kanan)

Sumber : Hasil Olahan Penulis, 2013

4. HASIL PENELITIAN

Di Laboratorium Teknik Penyehatan dan Lingkungan, Universitas Indonesia, kandungan

TSS, TDS, dan pH dari air lindi serta temperatur sampah pada lysimeter 1 dan 2 diamati dan

diukur selama + 100 hari seperti yang dapat dilihat pada tabel berikut ini :

Tabel 4. Hasil Pengukuran Parameter yang Diuji.

Parameter Lysimeter 1 Lysimeter 2 Rentang Rata-rata Rentang Rata-rata

pH Air Lindi 5.73-8.25 6.62 5.93-8.94 7.06 Temperatur Sampah 28-34.25 29.92 28-33 29.40

TSS* 660-2792.411 1254.51 200-1660 761.55 TDS** 6004-17120 11200.53 3340-14860 9513.53 Ket : * total suspended solid, ** total dissolved solid. Semua nilai dalam satuan mg/L kecuali pH air lindi dan temperatur sampah (oC). Sumber : Hasil Olahan Penulis, 2013

5. PEMBAHASAN 5.1 Analisis Pengaruh Resirkulasi Air Lindi terhadap Temperatur Sampah

Temperatur sampah merupakan parameter yang sangat penting dalam proses degradasi

sampah. Aktifitas mikroorganisme akan mempengaruhi temperatur sehingga dalam proses

Analisis pengaruh…, Fathia Anindita, FT UI, 2013

Page 10: ANALISIS PENGARUH RESIRKULASI AIR LINDI TERHADAP

10    

degradasi sampah akan terjadi beberapa fase yang ditandai dengan perubahan temperatur.

Berdasarkan hasil pengamatan, didapatkanlah data temperatur sampah dari kedua lysimeter yang

dapat dilihat pada Gambar 5.1. berikut :

Gambar 5.1. Temperatur Sampah pada Lysimeter 1 dan 2

Sumber : Hasil Olahan Penulis, 2013

Temperatur pada awal pengoperasian lysimeter 1 dan 2 cukup tinggi, yaitu 34,25oC dan

33oC. Hal ini berkaitan dengan fase degradasi sampah secara aerob yang sedang berlangsung

pada kedua lysimeter. Pada fase degradasi sampah secara aerob ini, oksigen yang terperangkap di

dalam sampah dikonsumsi dengan sangat cepat oleh bakteri aerobik untuk mendegradasi material

organik yang terkandung di dalam sampah menjadi karbondioksida, air, residu organik yang

sebagian terdagradasi dan juga panas. Hal ini diperkuat oleh Kjeldsen et al. (2002) yang

menyatakan bahwa selama fase degradasi aerob berlangsung, oksigen yang terkandung di dalam

sampah yang baru ditimbun dikonsumsi secara cepat oleh bakteri untuk menghasilkan CO2 dan

menyebabkan peningkatan pada temperatur sampah

Panas yang dihasilkan dari proses degradasi secara aerob inilah yang menyebabkan

temperatur awal pada sampah menjadi tinggi. Temperatur sampah pada kedua lysimeter pada hari

ke-4 hingga akhir penelitian cukup fluktuatif. Rentang temperatur sampah kedua lysimeter

berkisar antara 28oC-31oC, Sedangkan menurut Sahidu (1983), temperatur yang optimum untuk

pertumbuhan bakteri anaerob berkisar antara 30-35oC. Hal ini mengindikasikan bahwa proses

degradasi sampah pada kedua lysimeter setelah memasuki fase degradasi secara anaerob, tidak

berlangsung secara optimum.

Jika dibandingkan dengan lysimeter 2, temperatur pada lysimeter 1 secara umum lebih

tinggi. Hal ini dikarenakan proses resirkulasi yang diterapkan pada lysimeter 1. Kenaikan

Analisis pengaruh…, Fathia Anindita, FT UI, 2013

Page 11: ANALISIS PENGARUH RESIRKULASI AIR LINDI TERHADAP

11    

temperatur sampah pada reaktor yang mendapatkan perlakuan resirkulasi air lindi lebih cepat

karena kandungan yang terdapat dalam lindi dapat meningkatkan laju stabilitas degradasi sampah

(Priyambada et al., 2009).

5.2 Analisis Pengaruh Resirkulasi Air Lindi terhadap pH Air Lindi

pH air lindi dianggap sebagai parameter yang paling signifikan dalam mempengaruhi

konsentrasi air lindi pada landfill. Berdasarkan hasil pengamatan, didapatkanlah data pH air lindi

dari kedua lysimeter yang dapat dilihat pada Gambar 5.2. berikut :

Gambar 5.2. pH Air Lindi pada Lysimeter 1 dan 2

Sumber : Hasil Olahan Penulis, 2013

Pada grafik dapat dilihat bahwa pH air lindi yang dihasilkan dari lysimeter 1 memiliki

rentang pH 5,73 hingga 8,25, sedangkan pH pada lysimeter 2 berkisar antara 5,93 hingga 8,94.  

Secara umum pH air lindi yang dihasilkan pada lysimeter 2 lebih tinggi daripada lysimeter 1. Hal

ini berkaitan dengan resirkulasi air lindi yang diterapkan pada lysimeter 1. Resirkulasi pada

umumnya menggunakan air lindi yang mengandung unsur organik tinggi dengan cara

memasukkannya kembali ke dalam sel sampah dimana air lindi tersebut dihasilkan. Hal ini

mengindikasikan bahwa sampah masih belum mencapai fase metanogenesis karena air lindi yang

dihasilkan masih mengandung unsur organik yang tinggi. Kelarutan yang tinggi dari zat organik

ini disebabkan oleh pH air lindi yang rendah (asam).

Resirkulasi air lindi pertama kali dilakukan pada hari ke-8 pengoperasian lysimeter. Air

lindi yang diresirkulasikan memiliki nilai pH yang rendah yaitu 5,91. pH yang rendah ini

mengindikasikan bahwa proses degradasi yang berlangsung pada sampah sudah memasuki fase

asam (acid phase) atau yang biasa disebut fase asidogenesis. Pada awal penguraian proses

asidogenesis inilah terjadi penurunan pH sebagai akibat dari terbentuknya asam asetat dan

Analisis pengaruh…, Fathia Anindita, FT UI, 2013

Page 12: ANALISIS PENGARUH RESIRKULASI AIR LINDI TERHADAP

12    

hidrogen. Rentang pH air lindi yang menjadi karakteristik dari air lindi pada fase asidogenesis

berkisar antara 5 hingga 6,5 (McBean et al., 1995). Apabila air lindi yang memiliki pH asam ini

diresirkulasikan kembali pada sampah tanpa dilakukan pH adjustment dan buffering terlebih

dahulu, maka akan menyebabkan peningkatan kelarutan asam organik pada air lindi didalam

sistem, sehingga pH air lindi yang dihasilkan berikutnya cenderung akan turun karena akumulasi

asam organik yang terlarut di dalam air lindi.

Dibandingkan dengan lysimeter 1, lysimeter 2 lebih cepat mencapai pH yang netral dan

stabil dikarenakan tidak dilakukannya resirkulasi air lindi pada lysimeter ini. Selain itu,

penambahan air yang diterapkan pada lysimeter 2 menyebabkan proses degradasi pada sampah

menjadi lebih cepat karena suplai kadar air yang mencukupi pada sampah yang menjadi salah

satu persyaratan utama dalam optimalisasi proses degradasi sampah.

5.3 Analisis Pengaruh Resirkulasi Air Lindi terhadap Konsentrasi Total Suspended Solid (TSS)

pada Air Lindi

Berdasarkan hasil pengamatan, didapatkan data konsentrasi TSS pada air lindi dari kedua

lysimeter yang dapat dilihat pada Gambar 5.3. berikut :

Gambar 5.3. Konsentrasi TSS pada Lysimeter 1 dan 2

Sumber : Hasil Olahan Penulis, 2013

Berdasarkan Gambar 5.3., dapat dilihat bahwa pada lysimeter 1 dan 2, konsentrasi TSS

berada secara berurutan berada pada rentang 680 mg/L-2792,411 mg/L dan 248 mg/L-1660

mg/L. Air lindi yang diresirkulasikan kembali ke dalam lysimeter 1 mengandung banyak material

rapuh (loose material) hasil degradasi sampah serta jasad renik (mikroorganisme). Air lindi ini

jika dimasukkan kembali ke dalam sampah, maka akan menyebabkan akumulasi loose material

pada sampah sehingga pada saat dilakukan penambahan air pada lysimeter 1, loose material

tersebut akan terbilas (wash out) dan larut bersama air yang melewatinya menjadi air lindi

Analisis pengaruh…, Fathia Anindita, FT UI, 2013

Page 13: ANALISIS PENGARUH RESIRKULASI AIR LINDI TERHADAP

13    

dengan konsentrasi TSS yang lebih tinggi dibandingkan dengan lysimeter 2.   Seiring dengan

peningkatan usia penimbunan sampah pada landfill, ketersediaan loose matrial akan berkurang

secara signifikan akibat dari pemadatan sampah. Hal inilah yang menyebabkan kandungan TSS

pada lysimeter 1 dan 2 mulai mengalami penurunan pada hari ke-62 hingga akhir pengoperasian

lysimeter.

5.4 Analisis Pengaruh Resirkulasi Air Lindi terhadap Konsentrasi Total Suspended Solid (TDS)

pada Air Lindi

Berdasarkan hasil pengamatan, didapatkanlah data konsentrasi TDS pada air lindi dari kedua

lysimeter yang dapat dilihat pada Gambar 5.4. berikut :

Gambar 5.4. Konsentrasi TDS pada Lysimeter 1 dan 2

Sumber : Hasil Olahan Penulis, 2013

Beberapa parameter yang menjadi komponen penyusun TDS adalah adalah zat organik (TOC,

COD, dan BOD), anorganik (magnesium, ammonia, mangan, khlorida, sulfat, dll) serta logam

berat. Menurut Sartaj et al. (2010), Kenaikan awal dan penurunan dari konsentrasi TDS

mengikuti tren yang sama seperti konsentrasi COD. Berikut ini merupakan perbandingan antara

grafik konsentrasi TDS dan COD pada lysimeter 1 dan 2.

Gambar 5.5. Perbandingan Konsentrasi TDS dan COD pada Lysimeter 1 dan 2 Sumber : *Hasil Olahan Penulis, 2013; **Sidauruk, 2013

Analisis pengaruh…, Fathia Anindita, FT UI, 2013

Page 14: ANALISIS PENGARUH RESIRKULASI AIR LINDI TERHADAP

14    

Kandungan COD pada lysimeter 1 dan 2 memiliki tren atau kecendrungan naik dari awal

pengoperasian lysimeter dan mencapai nilai maksimum pada hari ke-34 untuk lysimeter 1 dan

hari ke-41 untuk lysimeter 2. Jika dibandingkan dengan nilai COD, konsentrasi TDS pada

lysimeter 1 dan 2 juga mengalami tren kenaikan dari awal pengoperasian lysimeter yaitu 9000

mg/L dan 9020 mg/L dan mencapai nilai maksimum pada hari ke-48 yaitu sebesar 17120 mg/L

dan 14860 mg/L. Tren kenaikan serta tingginya konsentrasi TDS pada air lindi disebabkan karena

proses degradasi sampah yang terjadi pada lysimeter sedang memasuki fase asidogenesis.

Pembentukan VFA dan CO2 pada fase ini mengakibatkan pH di dalam sampah menjadi asam dan

membentuk pH air lindi yang asam pula. pH yang asam ini akan menyebabkan kelarutan zat

organik (BOD dan COD), anorganik (magnesium, ammonia, mangan, khlorida, sulfat, dll) serta

logam berat menjadi tinggi.

Memasuki hari ke-55 pengoperasian lysimeter, konsentrasi TDS dan COD pada lysimeter 1

dan 2 secara umum mengalami penurunan hingga akhir pengoperasian lysimeter. Hal ini

disebabkan karena proses degradasi sampah sudah memasuki fase metanogenesis dimana pH

sudah mulai mendekati basa. Menurut Qasim dan Chiang (1994), peningkatan nilai pH

disebabkan oleh penurunan konsentrasi VFA (Rafizul dan Alamgir, 2012). Menurut Kim (2005),

peningkatan pH air lindi disebabkan karena aktifitas bakteri metanogen sudah dimulai sehingga

menyebabkan peningkatan produksi gas metan dan menurunkan konsentrasi hidrogen, CO2 dan

VFA. Peningkatan pH air lindi menyebabkan kelarutan zat organik dan anorganik serta logam

berat menjadi berkurang sehingga konsentrasi TDS pada air lindi mengalami penurunan.

Walaupun konsentrasi TDS dan COD mengalami tren kenaikan dann penurunan yang

sama, terdapat perbedaan yang sangat signifikan jika dilihat dari variasi konsentrasinya. Pada

lysimeter 1, konsentrasi TDS dari awal hingga akhir pengoperasian lysimeter selalu lebih tinggi

dibandingkan dengan konsentrasi pada lysimeter 2. Berbeda dengan variasi konsentrasi TDS,

konsentrasi COD pada lysimeter 1 lebih tinggi dibandingkan dengan lysimeter 2 hanya hingga

hari ke-20, dan selanjutnya konsentrasi COD pada lysimeter 2 lebih tinggi dibandingkan dengan

lysimeter 1 hingga akhir pengoperasian lysimeter. Hal ini dikarenakan masih banyak komponen

organik penyusun TDS lainnya seperti BOD dan TOC, serta anorganik macrocomponents dan

logam berat yang menyebabkan nilai TDS pada lysimeter 1 masih terus meningkat hingga hari

ke-48 dan kandungannya lebih tinggi dibandingkan dengan lysimeter 2.

Analisis pengaruh…, Fathia Anindita, FT UI, 2013

Page 15: ANALISIS PENGARUH RESIRKULASI AIR LINDI TERHADAP

15    

Mengacu pada Gambar 5.5, konsentrasi TDS pada lysimeter 1 cenderung lebih tinggi jika

dibandingkan dengan lysimeter 2. Hal ini dapat disebabkan oleh akumulasi beberapa zat

anorganik seperti amonia dan klorida pada sampah akibat penerapan resirkulasi air lindi pada

lysimeter 1. Hal ini diperkuat dengan penelitian yang dilakukan oleh Francois et al. (2007) yang

membuktikan bahwa resirkulasi air lindi ke dalam tumpukan sampah dapat menyebabkan

akumulasi ion klorida dan amonia karena tidak digunakan kembali selama proses degradasi

sampah.

5.5 Analisis Pengaruh pH air Lindi serta temperatur sampah terhadap Konsentrasi Total

Suspended Solid (TSS)

Gambar 5.6. Grafik Perbandingan pH serta temperatur terhadap Konsentrasi TSS pada lysimeter 1 dan 2

Sumber : Hasil Olahan Penulis, 2013

Pada awal pengoperasian lysimeter hingga hari ke-55 pengoperasian lysimeter 1, walaupun

sedikit fluktuatif, konsentrasi TSS pada lysimeter 1 dan 2 memiliki tren yang cenderung

mengalami kenaikan. Hal ini dikarenakan pH air lindi yang rendah (asam). pH yang rendah ini

merupakan salah satu karakteristik dari air lindi yang dihasilkan dari proses degradasi sampah

pada fase asidogenesis. Selain itu, temperatur sampah yang cukup tinggi pada kedua lysimeter

pada awal pengoperasian lysimeter menyebabkan kelarutan zat organik maupun anorganik

menjadi tinggi sehingga menyebabkan konsentrasi TSS air lindi pada kedua lysimeter menjadi

ikut tinggi pula. Hal ini diperkuat oleh hasil penelitian dari Kylefors et al. (2002) yang

menyatakan bahwa secara umum, kelarutan meningkat sejalan dengan peningkatan temperatur

sampah.

Jika dibandingkan dengan lysimeter 2, secara umum air lindi yang dihasilkan dari lysimeter

1 cenderung memiliki kandungan TSS yang lebih tinggi. Hal ini dikarenakan pH air lindi yang

Analisis pengaruh…, Fathia Anindita, FT UI, 2013

Page 16: ANALISIS PENGARUH RESIRKULASI AIR LINDI TERHADAP

16    

lebih rendah serta temperatur sampah yang lebih tinggi pada lysimeter 1 menyebabkan

peningkatan kelarutan zat organik maupun anorganik penyusun TSS pada air lindi.

5.6 Analisis Pengaruh pH air Lindi serta temperatur sampah terhadap Konsentrasi Total Dissolved

Solid (TDS)

Gambar 5.7. Grafik Perbandingan pH serta temperatur terhadap Konsentrasi TDS pada lysimeter 1 dan 2 Sumber : Hasil Olahan Penulis, 2013

Sama halnya dengan konsentrasi TSS, konsentrasi TDS pada awal pengoperasian lysimeter

cukup tinggi, dimana pada lysimeter 1 dan 2 konsentrasinya secara berurutan yaitu 9000 mg/L

dan 9020 mg/L. Konsentrasi TDS baik pada air lindi yang dihasilkan dari lysimeter 1 maupun

lysimeter 2, memiliki tren atau kecendrungan naik dari hari pertama pengoperasian lysimeter

hingga hari ke-48 walaupun sedikit fluktuatif. Hal ini terkait dengan pH air lindi yang rendah

pada kedua lysimeter. pH yang rendah ini dapat mengindikasikan fase degradasi yang

berlangsung di dalam sampah sedang memasuki fase asidogenesis dimana air lindi yang

dihasilkan dicirikan memiliki pH yang asam (5,5-6,5) serta kelarutan yang tinggi dari zat organik

(Robinson, 1989 dalam Christensen et al., 1992).

Kelarutan zat anorganik pada air lindi seperti Cl-, SO42-, Ca2+, Mg2+ dan Na+ serta logam

berat juga sangat tinggi pada pH asam. Seiring dengan tingginya kelarutan zat organik,

anorganik, dan logam berat, maka akan mempengaruhi tingginya konsentrasi TDS pada air lindi

karena zat organik, anorganik, dan logam berat merupakan komponen penyusun TDS. Pada saat

air lindi sudah menunjukkan pH yang hampir mendekati 8, konsentrasi TDS pada lysimeter 1 dan

2 mulai mengalami penurunan dan hampir stabil pada hari ke-90 perngoperasian lysimeter. Hal

ini disebabkan karena material organik seperti FVA, BOD dan COD mengalami penurunan pada

Analisis pengaruh…, Fathia Anindita, FT UI, 2013

Page 17: ANALISIS PENGARUH RESIRKULASI AIR LINDI TERHADAP

17    

fase metanogensis yang ditandai dengan kenaikan pH hingga mendekati 8. Kenaikan pH ini juga

menyababkan kelarutan dari komponen penyusun TDS seperti zat organik, anorganik dan logam

berat mengalami penurunan sehingga berpengaruh terhadap konsentrasi TDS baik pada lysimeter

1 maupun lysimeter 2.

Secara umum kelarutan TDS pada lysimeter 1 pada air lindi cenderung lebih tinggi jika

dibandingkan dengan lysimeter 2. Selain dipengaruhi oleh pH air lindi yang lebih rendah pada

lysimeter 1, kelarutan yang tinggi juga disebabkan oleh temperatur sampah pada lysimeter 1 yang

lebih tinggi jika dibandingkan dengan lysimeter 1. Hal ini diperkuat oleh hasil penelitian dari

Kylefors et al. (2002) yang menyatakan bahwa secara umum, kelarutan meningkat sejalan dengan

peningkatan temperatur sampah.

5.7 Regresi Linear antara pH Air Lindi dan Temperatur sampah terhadap Konsentrasi TSS

dan TDS.

Pada sub bab ini akan dipaparkan mengenai pengaruh/ regresi pH air lindi dan temperatur

sampah terhadap konsentrasi TSS dan TDS pada kedua lysimeter dengan menggunakan software

eviews dan metode analisis regresi linear sederhana. Berikut ini merupakan hubungan antara tiap

parameter serta regresi linear pada kedua lysimeter.

5.7.1 Pengaruh pH air lindi terhadap konsentrasi TSS

Tabel 5.1. Regresi Linear pH air lindi terhadap konsentrasi TSS pada lysimeter 1 (kiri) dan 2 (kanan)

a. Lysimeter 1

Berdasarkan tabel di atas, didapatkan persamaan linear y= 2216,140 – 141,7353x. Hal ini

mengindikasikan bahwa apabila pH air lindi pada lysimeter 1 naik 1 angka, maka konsentrasi

TSS akan turun sebesar 141,7353 mg/L.

Analisis pengaruh…, Fathia Anindita, FT UI, 2013

Page 18: ANALISIS PENGARUH RESIRKULASI AIR LINDI TERHADAP

18    

b. Lysimeter 2

Berdasarkan tabel di atas, didapatkan persamaan linear y= 2054,328 – 178,1548x. Hal ini

mengindikasikan bahwa apabila pH air lindi pada lysimeter 2 naik 1 angka, maka konsentrasi

TSS akan turun sebesar 178,1548 mg/L.

5.7.2 Pengaruh pH air lindi terhadap konsentrasi TDS

Tabel 5.2. Regresi Linear pH air lindi terhadap konsentrasi TDS pada lysimeter 1 (kiri) dan 2 (kanan)

a. Lysimeter 1

Berdasarkan tabel di atas, didapatkan persamaan linear y= 30853,07 – 2896,595x. Hal ini

mengindikasikan bahwa apabila pH air lindi pada lysimeter 1 naik 1 angka, maka konsentrasi

TDS akan turun sebesar 2896,595 mg/L.

b. Lysimeter 2

Berdasarkan tabel di atas, didapatkan persamaan linear y= 34412,39 – 3431,263x. Hal ini

mengindikasikan bahwa apabila pH air lindi pada lysimeter 2 naik 1 angka, maka konsentrasi

TDS akan turun sebesar 3431,263 mg/L.

5.7.3 Pengaruh Temperatur Sampah terhadap Konsentrasi TSS

Tabel 5.3. Regresi Linear Temperatur Sampah terhadap konsentrasi TSS pada lysimeter 1 (kiri) dan 2 (kanan)

Analisis pengaruh…, Fathia Anindita, FT UI, 2013

Page 19: ANALISIS PENGARUH RESIRKULASI AIR LINDI TERHADAP

19    

a. Lysimeter 1

Berdasarkan tabel di atas, didapatkan persamaan linear y= -372,0001 + 53,71557x. Hal ini

mengindikasikan bahwa apabila temperatur sampah pada lysimeter 1 naik 1oC, maka konsentrasi

TSS akan naik sebesar 53,71557 mg/L.

b. Lysimeter 2

Berdasarkan tabel di atas, didapatkan persamaan linear y= -6593,820 + 246,5083x. Hal ini

mengindikasikan bahwa apabila temperatur sampah pada lysimeter 2 naik 1oC, maka konsentrasi

TSS akan naik sebesar 246,5083 mg/L.

5.7.4 Pengaruh Temperatur Sampah terhadap Konsentrasi TDS

Tabel 5.4. Regresi Linear Temperatur Sampah terhadap konsentrasi TDS pada lysimeter 1 (kiri) dan 2 (kanan)

a. Lysimeter 1

Berdasarkan tabel di atas, didapatkan persamaan linear y= -17263,80 + 200,2402x. Hal ini

mengindikasikan bahwa apabila temperatur sampah pada lysimeter 1 naik 1oC, maka konsentrasi

TDS akan naik sebesar 200,2402 mg/L.

b. Lysimeter 2

Berdasarkan tabel di atas, didapatkan persamaan linear y= -95556,160 + 639,1025x. Hal ini

mengindikasikan bahwa apabila temperatur sampah pada lysimeter 2 naik 1oC, maka konsentrasi

TDS akan naik sebesar 639,1025 mg/L.

6. KESIMPULAN

Berdasarkan pengolahan data serta analisa yang telah dilakukan pada bab sebelumnya,

maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut:

1. Kandungan TSS dan TDS pada lysimeter 1 lebih tinggi dibandingkan lysimeter 2, karena

proses resirkulasi yang diterapkan pada lysimeter 1 menyebabkan akumulasi volatile fatty acid

Analisis pengaruh…, Fathia Anindita, FT UI, 2013

Page 20: ANALISIS PENGARUH RESIRKULASI AIR LINDI TERHADAP

20    

(VFA) pada air lindi yang dihasilkan pada fase awal degradasi sampah (asidogenesis) serta

akumulasi material amonia dan klorida pada air lindi hingga akhir pengoperasian lysimeter 1.

2. Perlakuan resirkulasi air lindi pada lysimeter 1 menyebabkan pH air lindi lebih rendah

dibandingkan dengan lysimeter 2 karena akumulasi VFA dan menghambat pembentukan fase

metanogenesis.

3. Resirkulasi air lindi menyebabkan temperatur sampah pada lysimeter 1 lebih tinggi

dibandingkan dengan lysimeter 2 karena karena kandungan yang terdapat dalam lindi dapat

meningkatkan laju stabilitas degradasi sampah.

4. Resirkulasi air lindi menyebabkan potensi terjadinya clogging pada drainage layer lysimeter 1

lebih besar dibandingkan dengan lysimeter 2 karena kandungan TSS dan TDS pada lysimeter

1 lebih besar akibat perlakuan resirkulasi. Semakin besar ukuran partikel kerikil dan semakin

homogen ukuran kerikil yang digunakan pada drainage layer, maka potensi terjadinya

clogging akan semakinkecil.

7. SARAN Adapun saran-saran yang dapat diberikan pada penelitian yang lebih lanjut adalah sebagai

berikut :

1. Penelitian berikutnya dapat menerapkan penyesuaian pH (pH adjustment) dengan

menambahkan larutan penyangga (buffer liquid) pada air lindi sebelum diresirkulasikan ke

dalam sampah agar pembentukan fase metanogenesis tidak terhambat.

2. Untuk penelitian mendatang, perlu diperhatikan mengenai metode pengambilan dan

penyimpanan/ penanganan sampel agar parameter kualitas air lindi yang akan diuji lebih

akurat.

3. Untuk penelitian mendatang, disarankan agar tebal serta berat tiap lapisan penyusun lysimeter

(tanah, kerikil) serta densitas sampah sama atau tidak terpaut terlalu jauh.

4. Untuk mengetahui pembentukan clog pada leachate collection system (LCS), khususnya pada

drainage layer, perlu dilakukan penelitian dengan menggunakan permodelan mesocosm.

Analisis pengaruh…, Fathia Anindita, FT UI, 2013

Page 21: ANALISIS PENGARUH RESIRKULASI AIR LINDI TERHADAP

21    

8. KEPUSTAKAAN

Badan Pusat Statistik Kota Depok. 2010. Kota Depok Dalam Angka 2010. Depok: BPS Kota Depok.

Damanhuri, E. (2007, November). Trend global dalam pengelolaan sampah. Makalah seminar pada Symposium Pengembangan Surabaya Metropolitan Area di Masa Depan – Sub Topik Manajemen Sampah Kota, 50 tahun Jurusan Teknik Sipil ITS, Surabaya.

Christensen, T. H., Cossu R., Stegmann R. (1992). Landfilling of waste: leachate. Madison Ave, New York.

Sponza, D. T. dan Agdad, O. N. (2004). Impact of leachate recirculation and recirculation volume on stabilization of municipal solid wastes in simulated anaerobic bioreactors. Turki.

Yulistiawati, E. (2008). Pengaruh suhu dan C/N rasio terhadap produksi biogas berbahan baku sampah organik sayuran. Departemen Teknologi Industri Pertanian Fakultas Teknologi Pertanian IPB, Bogor.

Rafizul, I.M., Alamgir, M. (2012). Characterization and tropical seasonal variation of leachate: Results from landfill lysimeter studied.

Kim H. (2005). Comparative studies of aerobic and anaerobic landfills using simulated landfill lysimeters. Ph.D. Thesis, University of Florida, USA.

Yesiller, N., Hanson, J. L., Yoshida, H. (2005). Landfill temperature under variable decompotition conditions.

Priyambada, I. B., Budiharjo, M. A., Aprianti, J. (2009). Pengaruh resirkulasi lindi terhadap potensi produksi gas metan. (Ch4).

Kylefors, K., Andreas, L., Lagerkvist, A. (2002). A comparison of small-scale, pilot-scale and large-scale test for predicting leaching behavior of landfilled wastes. Journal of Waste Management, vol.:23, n:1.

Swati, M., Kurian, J., dan Nagendran, R. (2005). Bioreactor landfill lysimeter studies on indian urban refuse. Centre for Environmental Studies, Anna University, Chennai 600 025, India.

Francois, V. G., Feuillade, M. G., Lagier, T. dan Skhiri, N. (2007). Leachate recirculation effects on waste degradation: study on columns. Waste Management Journal 27:1259–1272.

Rowe, R.K. and Yu, Y. (2010). Factors affecting the clogging of leachate collection systems in MSW landfills, Keynote lecture, 6th International Conference on Environmental Geotechnics, New Delhi, November 2010, 3-23.

Kjeldsen, P., Barlaz, M. A., Rooker, A. P., Baun, A., Ledin, A. & Christensen, T. H. (2002). Present and long-term composition of MSW landfill leachate: A Review, Critical Reviews in environmental Science and Technology, 32:4, 297-336.

McBean, E. A., Rovers F.A., & Farquhar G.J. (1995). Solid waste landfill Engineering and design. Prentice Hall PTR.

Sahidu, S., 1983. Kotoran Sebagai Sumber Energi. Dewaruci Press, Jakarta. Sartaj, M., Ahmadifar, M., & Jashni, A. K. (2010). Assessment of in-situ aerobic treatment of

municipal landfill leachate at laboratory scale. Iranian Journal of Science & Technology, Transaction B, Engineering Vol. 34, No. B1, pp 107-116 Printed in The Islamic Republic of Iran

Analisis pengaruh…, Fathia Anindita, FT UI, 2013