referat oma doc
Post on 23-Dec-2015
31 Views
Preview:
DESCRIPTION
TRANSCRIPT
REFERAT
OTITIS MEDIA AKUT
Disusun oleh:
Kennytha Yoesdyanto 2010 071 0050
Nadya Hasnanda 1102010201
Kriski Regina Gaezani 1310221025
Helda 11201320030
Andreas Esa 112013148
Pembimbing :
dr. Susilaningrum Sp. THT – KL
KEPANITERAAN KLINIK DEPARTEMEN TELINGA HIDUNG DAN
TENGGOROKKAN
FAKULTAS KEDOKTERAN
RUMAH SAKIT PUSAT ANGKATAN DARAT GATOT SOEBROTO
PERIODE 20 OKTOBER 2014 – 22 NOVEMBER 2014
DAFTAR ISI
Definisi................................................................................................................................... 4
Anatomi Telinga Dan Mekanisme Mendengar.............................................................5
1. Telinga Bagian Luar............................................................................................................ 5
2. Telingah Bagian Tengah..................................................................................................... 5
3. Telinga Bagian Dalam......................................................................................................... 6
Epidemiologi......................................................................................................................... 8
Etiologi................................................................................................................................... 8
Fungsi Fisiologis Tuba Eustachius................................................................................... 9
Patofisiologi1,3,6...................................................................................................................... 9
Stadium OMA.................................................................................................................... 11
1. Stadium Oklusi Tuba Eustachius...................................................................................11
2. Stadium Hiperemis atau Stadium Pre-supurasi..........................................................12
3. Stadium Supurasi............................................................................................................... 12
4. Stadium Perforasi.............................................................................................................. 13
5. Stadium Resolusi................................................................................................................ 13
Diagnosis............................................................................................................................. 14
Manifestasi Klinis1,2,7,8....................................................................................................... 16
Penatalaksanaan1,9............................................................................................................ 17
1. Stadium Oklusi................................................................................................................... 17
2. Stadium Presupurasi......................................................................................................... 17
3. Stadium Supurasi............................................................................................................... 17
4. Stadium Perforasi.............................................................................................................. 17
5. Stadium Resolusi................................................................................................................ 18
Pencegahan10...................................................................................................................... 18
Komplikasi......................................................................................................................... 18
Intra cranial......................................................................................................................... 19
Extra cranial........................................................................................................................19
2
Prognosis............................................................................................................................. 19
Daftar Pustaka...................................................................................................................................... 20
3
Definisi
Otitis Media adalah peradangan pada sebagian atau seluruh dari selaput
permukaan telinga tengah, tuba eustachius, antrum mastoid, dan sel-sel
mastoid1. Otitis media terbagi atas : otitis media supuratif dan otitis media non
supuratif (otitis media serosa, otitis media sekretoria, otitis media musinosa).
Masing-masing golongan mempunyai bentuk akut dan kronis, yaitu otitis
media supuratif akut (otitis media akut = OMA) dan otitis media supuratif
kronis (OMSK). Begitu pula otitis media serosa terbagi menjadi otitis media
serosa akut (barotraumas = aerotitis) dan otitis media serosa kronis. Selain itu
terdapat juga otitis media spesifik, seperti otitis media tuberkulosa atau otitits
media sifilitica. Otitis media yang lain adalah otitis media adhesiva.2
Otitis media akut atau seringkali dikenal dengan OMA adalah
peradangan pada telinga tengah yang bersifat akut atau tiba-tiba. Telinga
tengah adalah organ yang memiliki penghalang yang biasanya dalam keadaan
steril. Tetapi pada suatu keadaan dimana terdapat infeksi bakteri pada
nasofaring dan faring, secara alamiah terdapat mekanisme pencegahan
penjalaran bakteri memasuki telinga tengah oleh enzim pelindung dan bulu-
bulu halus yang dimiliki oleh tuba eustachius. Otitis media akut ini terjadi
akibat tidak berfungsinya sistem protektif dari telinga, sumbatan atau
peradangan pada tuba eustachius merupakan faktor utama terjadinya otitis
media. Oleh karena itu, pada anak-anak yang semakin seringnya terserang
infeksi saluran pernafasan atas, kemungkinan terjadi otitis media akut juga
semakin sering.1
4
Anatomi Telinga Dan Mekanisme Mendengar
Gambar 1.1 – Anatomi Telinga
Telinga terdiri dari 3 bagian utama yaitu:1,2,3
1. Telinga Bagian Luar
Terdiri dari daun telinga dan liang telinga (audiotory canal), dibatasi
oleh membran timpani. Daun telinga terdiri dari tulang rawan elastik dan
kulit. Liang telinga berbentuk huruf S, dengan rangka tulang rawan pada
sepertiga bagian luar, sedangkan dua pertiga bagian dalam rangkanya
terdiri dari tulang. Panjangnya kira-kira 2,5-3 cm. Pada sepertiga bagian
luar kulit liang telinga terdapat banyak serumen (kelenjar keringat) dan
rambut. Kelenjar keringat terdapat pada seluruh kulit liang telinga. Pada
dua pertiga bagian dalam hanya sedikit dijumpai kelenjar serumen.
Telinga bagian luar berfungsi sebagai mikrofon yaitu menampung
gelombang suara dan menyebabkan membran timpani bergetar. Semakin
tinggi frekuensi getaran semakin cepat pula membran tersebut bergetar
begitu pula sebaliknya.
2. Telingah Bagian Tengah
Telinga tengah berbentuk kubus dengan :
i. batas luar : membran timpani
5
ii. batas depan : tuba eustachius
iii. batas bawah : vena jugularis (bulbus jugularis)
iv. batas belakang : aditus ad antrum, kanalis fasialis pars
vertikalis
v. batas atas : tegmen timpani (meningen/otak)
vi. batas dalam : berturut-turut dari atas ke bawah kanalis semi
sirkularis horizontal, kanalis fasialis, tinkgap lonjong (oval
window), tingkap (round window), dan promontorium.
Tulang pendengaran di dalam telinga tengah saling berhubungan.
Prosesus longus maleus melekat pada membran timpani, maleus mekelat
pada inkus, dan inkus melekat pada stapes. Martil landasan-sanggurdi
yang berfungsi memperbesar getaran dari membran timpani dan
meneruskan getaran yang telah diperbesar ke tingkap lonjong yang
bersifat fleksibel. Tingkap lonjong ini terdapat pada ujung dari cochlea.
3. Telinga Bagian Dalam
Telinga dalam terdiri dari koklea (rumah siput) yang berupa dua
setengah lingkaran dan vestibuler yang terdiri dari 3 buah kanalis
semisirkularis. Ujung atau puncak koklea disebut helikotrema,
menghubungkan perlimfa skala timpani dengan skala vestibuli. Kanalis
semisirkularis saling berhubungan secara tidak lengkap dan membentuk
lingkaran yang tidak lengkap. Pada irisan melintang koklea tampak skala
vestibule sebelah atas, skala timpani di sebelah bawah dan skala media
(duktus koklearis) diantaranya. Skala vestibule dan skala timpani berisi
perilimfa, sedangkan skala media berisi endolimfa. Dasar skala vestibuli
disebut sebagai membrane vestibule (Reissner’s membrane) sedangkan
dasar skala media adalah membrane basalis. Pada membrane ini terletak
organ Corti. Pada skala media terdapat bagian yang berbentuk lidah yang
disebut membrane tektoria, dan pada membrane basal melekat sel rambut
yang terdiri dari sel rambut dalam, sel rambut luar dan kanalis Corti, yang
membentuk organ Corti.
6
Gambar 1.2 – Fisiologi Pendengaran
Proses mendengar diawali dengan ditangkapnya energi bunyi oleh
daun telinga dalam bentuk gelombang yang dialirkan melalui udara atau
tulang ke koklea. Getaran tersebut menggetarkan membrane timpani
diteruskan ke telinga tengah melalui rangkaian tulang pendengaran yang akan
mengamplifikasi getaran melalui daya ungkit tulang pendengaran dan
perkalian perbandingan luas membrane timpani dan tingkap lonjong. Energi
getar yang telah diamplifikasi ini akan diteruskan ke stapes yang
menggerakkan tingkap lonjong sehingga perilimfa pada skala vestibule
bergerak. Getaran diteruskan melalui membrane Reissner yang mendorong
endolimfa, sehingga akan menimbulkan gerak relatif antara membrane
basilaris dan membrane tektoria2,3. Proses ini merupakan rangsang mekanik
yang menyebabkan terjadinya defleksi stereosilia sel-sel rambut, sehingga
kanal ion terbuka dan terjadi penglepasan ion bermuatan listrik dari badan sel.
Keadaan ini menimbulkan proses depolarisasi sel rambut, sehingga
melepaskan neurotransmitter ke dalam sinaps yang akan menimbulkan
potensial aksi pada saraf auditorius, lalu dilanjutkan ke nucleus auditorius
sampai ke korteks pendengaran (area 39-40) di lobus temporalis.1
7
Epidemiologi
Pada setiap tahunnya terdapat kira-kira 30 – 35 juta kasus Otitis Media
dengan penyebab yang paling banyak adalah karena keterlambatan pemberian
antibiotika. Otitis media lebih banyak diderita oleh anak-anak. Otitis media
akut dengan perforasi juga sering diderita oleh orang dewasa yang mempunyai
profesi sebagai buruh pabrik, penerjun, penyelam, dan profesi lainnya yang
mana pada profesi tersebut terdapat resiko yang tinggi akan terjadinya trauma
pada telinga.4
Etiologi
Penyebab otitis media akut (OMA) dapat merupakan virus maupun
bakteri. Pada 25% pasien tidak ditemukan mikroorganisme penyebabnya. Virus
ditemukan pada 25% kasus dan kadang-kadang menginfeksi telinga tengah
bersama bakteri. Bakteri penyebab otitis media tersering adalah bakteri
piogenik seperti Streptotococcus hemolitikus, Stafilakokus aureus,
Pneumokokus, diikuti oleh Haemophilus influenza, E. Coli, Streptokokus
anhemolitikus, Proteus vulgaris, dan Pseudomonas aurugenosa.5 Walaupun
sebagian besar kasus disebabkan oleh bakteri, hanya sedikit kasus yang
membutuhkan antibiotik. Hal ini dimungkinkan karena tanpa antibiotik pun
saluran Eustachius akan terbuka kembali sehingga bakteri akan tersingkir
bersama aliran lendir.
Anak lebih mudah terserang otitis media dibanding orang dewasa
karena beberapa hal antara lain:6
Sistem kekebalan tubuh anak masih dalam perkembangan.
Saluran Eustachius pada anak lebih lurus secara horizontal dan lebih
pendek sehingga ISPA lebih mudah menyebar ke telinga tengah.
Adenoid (adenoid: salah satu organ di tenggorokan bagian atas yang
berperan dalam kekebalan tubuh ) pada anak relatif lebih besar dibanding
orang dewasa. Posisi adenoid berdekatan dengan muara saluran
Eustachius sehingga adenoid yang besar dapat mengganggu terbukanya
saluran Eustachius. Selain itu adenoid sendiri dapat terinfeksi di mana
infeksi tersebut kemudian menyebar ke telinga tengah lewat saluaran
Eustachius.3
8
Faktor- faktor yang dapat meningkatkan terjadinya Otitis Media
Perforasi adalah2,3 :
1. Terjadi infeksi pada telinga
2. Benturan keras pada bagian telinga atau terjadi trauma pada daerah
telinga.
3. Memasukkan sesuatu terlalu dalam ke dalam lubang telinga seperti cotton
bud, bulu ayam dan lain-lain.
4. Perubahan tekanan udara seperti pada saat naik pesawat terbang,
menyelam, dsb.
5. Mendengar bunyi-bunyian yang terlalu kencang dan terlalu dekat seperti
bunyi ledakan.
Fungsi Fisiologis Tuba Eustachius
Fungsi abnormal tuba Eustachius merupakan faktor yang penting pada
otitis media. Tuba Eustachius adalah saluran yang menghubungkan rongga
telinga tengah dengan nasofaring, yang terdiri atas tulang rawan pada dua
pertiga ke arah nasofaring dan sepertiganya terdiri atas tulang2,3.
Tuba Eustachius biasanya dalam keadaan steril serta tertutup dan baru
terbuka apabila udara diperlukan masuk ke telinga tengah atau pada saat
mengunyah, menelan dan menguap. Pembukaan tuba dibantu oleh kontraksi
muskulus tensor veli palatini apabila terjadi perbedaan tekanan telinga tengah
dan tekanan udara luar antara 20 sampai dengan 40 mmHg. Tuba Eustachius
mempunyai tiga fungsi penting, yaitu ventilasi, proteksi, dan drainase sekret.
Ventilasi berguna untuk menjaga agar tekanan udara dalam telinga tengah
selalu sama dengan tekanan udara luar. Proteksi, yaitu melindung telinga
tengah dari tekanan suara, dan menghalangi masuknya sekret atau cairan dari
nasofaring ke telinga tengah. Drainase bertujuan untuk mengalirkan hasil
sekret cairan telinga tengah ke nasofaring.1,2
Patofisiologi1,3,6
Secara umum, pathogenesis OMA pada sebagian besar anak-anak
dimulai oleh infeksi saluran pernapasan atas (ISPA) atau alergi, sehingga
9
terjadi kongesti dan edema pada mukosa saluran napas atas, termasuk
nasofaring dan tuba Eustachius. Tuba Eustachius menjadi sempit, sehingga
terjadi sumbatan tekanan negatif pada telinga tengah. Bila keadaan demikian
berlangsung lama akan menyebabkan refluks dan aspirasi virus atau bakteri
dari nasofaring ke dalam telinga tengah melalui tuba Eustachius.
Mukosa telinga tengah bergantung pada tuba Eustachius untuk
mengatur proses ventilasi yang berkelanjutan dari nasofaring. Jika terjadi
gangguan akibat obstruksi tuba, akan mengaktivasi proses inflamasi kompleks
dan terjadi efusi cairan ke dalam telinga tengah. Stasis yang dikarenakan
proses ventilasi yang terhambat menyebabkan bakteri patogen untuk
mengkolonisasi daerah yang seharusnya steril dari nasofaring dengan
mekanisme refluks, aspirasi, dan secara langsung memasuki daerah telinga
tengah tersebut.
Ini merupakan faktor pencetus terjadinya OMA dan otitis media
dengan efusi. Bila tuba Eustachius tersumbat, drainase telinga tengah
terganggu, mengalami infeksi serta terjadi akumulasi sekret di telinga tengah,
kemudian terjadi proliferasi mikroba patogen pada sekret. Akibat dari infeksi
virus saluran pernapasan atas, sitokin dan mediator-mediator inflamasi yang
dilepaskan akan menyebabkan disfungsi tuba Eustachius. Reaksi dari
inflamasi akut ditandai dengan vasodilatasi, eksudat, invasi dari leukosit,
fagositosis, dan respon imun lokal dari telinga tengah sehingga menimbulkan
manifestasi klinis dari OMA. Virus respiratori juga dapat meningkatkan
kolonisasi dan adhesi bakteri, sehingga menganggu pertahanan imum pasien
terhadap infeksi bakteri.
Jika sekret dan pus bertambah banyak dari proses inflamasi lokal,
pendengaran dapat terganggu karena membran timpani dan tulang- tulang
pendengaran tidak dapat bergerak bebas terhadap getaran. Akumulasi cairan
yang terlalu banyak akhirnya dapat merobek membran timpani akibat
tekanannya yang meninggi.
Obstruksi tuba Eustachius dapat terjadi secara intraluminal dan
ekstraluminal. Faktor intraluminal adalah seperti akibat ISPA, dimana proses
inflamasi terjadi, lalu timbul edema pada mukosa tuba serta akumulasi sekret
di telinga tengah. Selain itu, sebagian besar pasien dengan otitis media
dihubungkan dengan riwayat fungsi abnormal dari tuba Eustachius, sehingga
10
mekanisme pembukaan tuba terganggu. Pada anak dengan gangguan
neuromuskular atau gangguan dari arkus kesatu dan kedua, tuba Eustachius
akan menjadi terlalu terbuka sehingga memiliki resiko akan refluks dari isi
nasofaring ke dalam telinga tengah. Faktor ekstraluminal seperti tumor, dan
hipertrofi adenoid.
Gambar 1.3 - Membran Timpani pada Keadaan Normal dan OMA
Stadium OMA
OMA dalam perjalanan penyakitnya dibagi menjadi lima stadium,
bergantung pada perubahan pada mukosa telinga tengah, yaitu stadium oklusi
tuba Eustachius, stadium hiperemis atau stadium pre-supurasi, stadium
supurasi, stadium perforasi dan stadium resolusi4,6.
1. Stadium Oklusi Tuba Eustachius
Pada stadium ini, terdapat sumbatan tuba Eustachius yang
ditandai oleh retraksi membran timpani akibat terjadinya tekanan
intratimpani negatif di dalam telinga tengah, dengan adanya absorpsi
udara. Retraksi membran timpani terjadi dan posisi malleus menjadi
lebih horizontal, refleks cahaya juga berkurang. Edema yang terjadi pada
tuba Eustachius juga menyebabkan tuba menjadi tersumbat. Membran
timpani kadang- kadang tetap normal dan tidak ada kelainan, atau hanya
berwarna keruh pucat. Efusi mungkin telah terjadi tetapi tidak dapat
11
dideteksi. Stadium ini sulit dibedakan dengan otitis media serosa yang
disebabkan oleh virus dan alergi. Tidak terjadi demam pada stadium ini.1
2. Stadium Hiperemis atau Stadium Pre-supurasi
Pada stadium ini, terjadi pelebaran pembuluh darah di membran
timpani, yang ditandai oleh membran timpani mengalami hiperemis,
edema mukosa dan adanya sekret eksudat serosa yang sulit terlihat.1
Proses inflamasi terjadi pada telinga tengah dan membran
timpani kemudian menjadi kongesti. Stadium ini merupakan tanda
infeksi bakteri yang menyebabkan pasien mengeluhkan otalgia, telinga
rasa penuh dan demam. Pendengaran mungkin masih normal atau terjadi
gangguan ringan, tergantung dari cepatnya proses hiperemis. Hal ini
terjadi karena terdapat tekanan udara yang meningkat di kavum timpani.
Gejala terjadi berkisar antara dua belas jam sampai dengan satu hari.2
3. Stadium Supurasi
Stadium supurasi ditandai oleh terbentuknya sekret eksudat
purulen atau bernanah di telinga tengah dan juga di sel-sel mastoid.
Selain itu edema pada mukosa telinga tengah menjadi makin hebat dan
sel epitel superfisial terhancur. Terbentuknya eksudat yang purulen di
kavum timpani menyebabkan membran timpani menonjol atau bulging
ke arah liang telinga luar. Pada keadaan ini, pasien akan tampak sangat
sakit, nadi dan suhu meningkat serta rasa nyeri di telinga bertambah
hebat. Pasien selalu gelisah dan tidak dapat tidur nyenyak. Dapat disertai
dengan gangguan pendengaran konduktif. Pada bayi demam tinggi dapat
disertai muntah dan kejang.1
Stadium supurasi yang berlanjut dan tidak ditangani dengan baik
akan menimbulkan iskemia membran timpani, akibatnya akan timbul
nekrosis mukosa dan submukosa membran timpani. Terjadi penumpukan
nanah yang terus berlangsung di kavum timpani dan juga tromboflebitis
vena-vena kecil, sehingga tekanan kapiler membran timpani meningkat,
lalu menimbulkan nekrosis. Daerah nekrosis terasa lebih lembek dan
berwarna kekuningan atau yellow spot.1
12
Keadaan stadium supurasi dapat ditangani dengan melakukan
miringotomi. Bedah kecil ini kita lakukan dengan menjalankan insisi
pada membran timpani sehingga nanah akan keluar dari telinga tengah
menuju liang telinga luar. Luka insisi pada membran timpani akan
menutup kembali, sedangkan apabila terjadi ruptur, lubang tempat
perforasi lebih sulit menutup kembali.1
4. Stadium Perforasi
Stadium perforasi ditandai oleh ruptur membran timpani
sehingga sekret berupa nanah yang jumlahnya banyak akan mengalir
dari telinga tengah ke liang telinga luar. Kadang-kadang pengeluaran
sekret bersifat pulsasi (berdenyut). Stadium ini sering disebabkan oleh
terlambatnya pemberian antibiotik dan tingginya virulensi kuman.1
Setelah nanah keluar, anak berubah menjadi lebih tenang, suhu
tubuh menurun dan dapat tertidur nyenyak. Jika membran timpani tetap
perforasi dan pengeluaran sekret atau nanah tetap berlangsung melebihi
tiga minggu, maka keadaan ini disebut otitis media supuratif subakut.
Jika kedua keadaan tersebut tetap berlangsung selama lebih satu
setengah sampai dengan dua bulan, maka keadaan itu disebut otitis
media supuratif kronik).2
5. Stadium Resolusi
Keadaan ini merupakan stadium akhir OMA yang diawali
dengan berkurangnya dan berhentinya otore. Stadium resolusi ditandai
oleh membran timpani berangsur normal hingga perforasi membran
timpani menutup kembali dan sekret purulen akan berkurang dan
akhirnya kering. Pendengaran kembali normal. Stadium ini berlangsung
walaupun tanpa pengobatan, jika membran timpani masih utuh, daya
tahan tubuh baik, dan virulensi kuman rendah.1
Apabila stadium resolusi gagal terjadi, maka akan berlanjut
menjadi otitis media supuratif kronik. Kegagalan stadium ini berupa
perforasi membran timpani menetap, dengan sekret yang keluar secara
terus-menerus atau hilang timbul.1
13
Otitis media supuratif akut dapat menimbulkan gejala sisa berupa
otitis media serosa. Otitis media serosa terjadi jika sekret menetap di
kavum timpani tanpa mengalami perforasi membran timpani .1
Gambar 1.4 – OMA dan Stadiumnya
Diagnosis
Diagnosis OMA harus memenuhi tiga hal berikut:7
1. Penyakitnya muncul mendadak (akut)
2. Ditemukannnya tanda efusi (efusi : pengumpulan cairan di suatu rongga
tubuh) di telinga tengah. Efusi dibuktikan dengan adanya salah satu di
antara tanda berikut :
a. menggembungnya gendang telinga
b. terbatas/tidak adanya gerakan gendang telinga
c. adanya bayangan cairan di belakang gendang telinga
d. cairan yang keluar dari telinga
14
Gambar 1.5 – Keadaan Telinga Normal dan OMA
3. Adanya tanda/gejala peradangan telinga tengah, yang dibuktikan dengan
adanya salah satu di antara tanda berikut :
a. kemerahan pada gendang telinga
b. nyeri telinga yang mengganggu tidur dan aktivitas normal
Anak dengan OMA dapat mengalami nyeri di telinga atau riwayat
menarik-narik daun telinga pada bayi, keluarnya cairan dari telinga,
berkurangnya pendengaran, demam, sulit makan, mual dan muntah, serta
rewel. Namun gejala-gejal ini (kecuali keluarnya cairan dari telinga) tidak
spesifik untuk OMA sehingga diagnosis OMA tidak dapat didasarkan pada
riwayat semata.3
Efusi telinga tengah diperiksa dengan otoskop (alat untuk memeriksa
liang dan gendang telinga dengan jelas). Dengan otoskop dapat dilihat adanya
gendang telinga yang menggembung, perubahan warna gendang telinga
menjadi kemerahan atau agak kuning dan suram, serta cairan di liang telinga.
Jika konfiirmasi diperlukan, umumnya dilakukan dengan otoskop pneumatik
(pemeriksaan telinga dengan otoskop untuk melihat gendang telinga yang
dilengkapi denganpompa udara kecil untuk menilai respon gendang telinga
terhadap perubahan tekanan udara). Gerakan gendang telinga yang berkurang
atau tidak ada sama sekali dapat dilihat dengan pemeriksaan ini. Pemeriksaan
15
ini meningkatkan sensitivitas diagnosis OMA. Namun umumnya diagnosis
OMA dapat dapat ditegakkan dengan otoskop biasa.3
Efusi telinga tengah juga dapat dibuktikan dengan timpanosentesis
(penusukan terhadap gendang telinga). Namun timpanosentesis tidak dilakukan
pada setiap anak. Indikasi perlunya timpanosentesis antara lain adalah OMA
pada bayi di bawah usia enam minggu dengan riwayat perawatan intensif di
rumah sakit, anak dengan gangguan kekebalan tubuh, anak yang tidak memberi
respon pada beberapa pemberian antibiotik, atau dengan gejala sangat berat dan
komplikasi.3
Manifestasi Klinis1,2,7,8
Gejala klinis OMA bergantung pada stadium penyakit serta umur
pasien. Pada anak yang sudah dapat berbicara keluhan utama adalah rasa nyeri
di dalam telinga, di samping suhu tubuh yang tinggi. Biasanya terdapat
riwayat batuk pilek sebelumnya. Pada anak yang lebih besar atau pada orang
dewasa, selain rasa nyeri, terdapat gangguan pendengaran berupa rasa penuh
di telinga atau rasa kurang mendengar. Pada bayi dan anak kecil, gejala khas
OMA adalah suhu tubuh tinggi dapat mencapai 39,5°C (pada stadium
supurasi), anak gelisah dan sukar tidur, tiba-tiba anak menjerit waktu tidur,
diare, kejang-kejang dan kadang-kadang anak memegang telinga yang sakit.
Bila terjadi ruptur membran timpani, maka sekret mengalir ke liang telinga,
suhu tubuh turun dan anak tidur tenang.1,8
Penilaian klinik OMA digunakan untuk menentukan berat atau
ringannya suatu penyakit. Penilaian berdasarkan pada pengukuran temperatur,
keluhan orang tua pasien tentang anak yang gelisah dan menarik telinga atau
tugging, serta membran timpani yang kemerahan dan membengkak atau
bulging. 1,2,7
Menurut Rubin et al. (2008), keparahan OMA dibagi kepada dua
kategori, yaitu ringan-sedang, dan berat. Kriteria diagnosis ringan-sedang
adalah terdapat cairan di telinga tengah, mobilitas membran timpani yang
menurun, terdapat bayangan cairan di belakang membran timpani,
membengkak pada membran timpani, dan otore yang purulen. Selain itu, juga
terdapat tanda dan gejala inflamasi pada telinga tengah, seperti demam,
16
otalgia, gangguan pendengaran, tinitus, vertigo dan kemerahan pada membran
timpani. Tahap berat meliputi semua kriteria tersebut, dengan tambahan
ditandai dengan demam melebihi 39,0°C, dan disertai dengan otalgia yang
bersifat sedang sampai berat.
Penatalaksanaan1,9
Terapi bergantung pada stadium penyakitnya. Pengobatan pada stadium
awal ditujukan untuk mengobati infeksi saluran napas, dengan pemberian
antibiotik, dekongestan lokal atau sistemik, dan antipiretik.
1. Stadium Oklusi
Terapi ditujukan untuk membuka kembali tuba Eustachius sehingga
tekanan negatif di telinga tengah hilang. Diberikan obat tetes hidung HCl
efedrin 0,25% untuk anak < 12 tahun atau HCl efedrin 0,5% dalam larutan
fisiologis untuk anak diatas 12 tahun dan dewasa. Sumber infeksi lokal
harus diobati. Antibiotik diberikan bila penyebabnya kuman.5
2. Stadium Presupurasi
Diberikan antibiotik, obat tetes hidung dan analgesik. Bila membran
timpani sudah terlihat hiperemis difus, sebaiknya dilakkukan miringotomi.
Dianjurkan pemberian antibiotik golongan penisilin atau eritromisin. Jika
terjadi resistensi, dapat diberikan dengan asam klavulanat atau
sefalosporin.5
3. Stadium Supurasi
Selain antibiotik, pasien harus dirujuk untuk melakukan miringotomi
bila membran timpani masih utuh sehingga gejala cepat hilang dan tidak
terjadi ruptur.5
4. Stadium Perforasi
Terlihat sekret banyak keluar, kadang secara berdenyut. Diberikan obat
cuci telinga H2O2 3% selama 3-5 hari serta antibiotik yang adekuat sam[ai 3
minggu. Biasanya sekret akan hilang dan perforasi akan menutup sendiri
dalam 7-10 hari.5
17
5. Stadium Resolusi
Membran timpani berangsur normal kembali, sekret tidak ada lagi, dan
perforasi menutup. Bila tidak, antibiotik dapat dianjurkan sampai 3 minggu.
Bila tetap, mungkin telah terjadi mastoiditis.5
Pencegahan10
Beberapa cara untuk mencegah terjadinya otitis media akut perforasi
antara lain2:
Resiko terjadinya perforasi pada membran timpani dapat dicegah dengan
menghindari terjadinya infeksi pada telinga tengah. Pada anak-anak dapat
diberikan imunisasi terhadap 2 bakteri yang sering menimbulkan infeksi
pada telinga tengah (Haemmophilus influenzae dan Streptococcus
pneumoniae).
Jangan mengorek-orek liang telinga terlalu kasar karena dapat merobek
membran timpani.
Jika ada benda asing yang masuk ke telinga anda, datnglah ke dokter
untuk meminimalisasi kerusakan telinga yang dapat terjadi.
Jauhkan telinga dari bunyi yang sangat keras.
Lindungilah telinga dari kerusakan yang tidak diinginkan dengan
memakai pelindung telinga jika suara yang amat keras.
Menonton televisi dan mendengarkan musik dengan volume yang normal.
Lindungi telinga anda selama penerbangan.
Mengunyah permen ketika pesawat berangkat dan mendarat dapat
mencegah terjadinya perforasi membran timpani selama penerbangan.
Komplikasi
Sebelum adanya antibiotik, otitis media akut (OMA) dapat
menimbulkan komplikasi, mulai dari abses subperiosteal sampai abses otak
dan meningitis1,5. Otitis media yang tidak diobati dapat menyebar ke jaringan
sekitar telinga tengah, termasuk otak. Namun komplikasi ini umumnya jarang
terjadi. Berbagai komplikasi otitis media akut pada dasarnya adalah tidak
sempurnanya penyembuhan otitis media akut yang berlangsung menjadi otitis
18
media supuratif kronik. Penyebaran komplikasi dari otitis media supuratif
kronik dapat berlangsung secara hematogen, erosi tulang maupun jalan yang
sudah ada. Batasan otitis media supuratif kronik adalah otitis media akut yang
telah berlangsung lebih dari 2 bulan.3
Komplikasi yang disebabkan oleh Otitis Media Supuratif Kronik antara
lain2 :
Intra cranial
- Meningitis
- Subperiostium empyema
- Abses otak
- Trombosis Sinus Lateralis
- Focal Otitis Encephalitis
Extra cranial
- Gangguan pendengaran
- Mastoiditis
- Cholesteatoma
- Facial Paralysis
- Tympanosclerosis
- Labyrintis
Prognosis
Prognosis penyakit ini biasanya baik2. Kebanyakan kasus perforasi
membran tympani dapat sembuh dalam dua bulan tanpa menimbulkan
komplikasi. Gangguan pendengaran yang terjadi biasanya hanya bersifat
sementara, walaupun pada beberapa orang gangguan pendengaran yang terjadi
dapat bersifat permanen. Pada kasus infeksi perforasi yang kronis (dalam
jangka waktu yang lama) dapat menyebabkan gangguan pendengaran dengan
berbagai tingkat dan bisasanya gangguan pendengaran tersebut akan menjadi
permanen.
19
Daftar Pustaka
1. Djaafar, ZA. Kelainan Telinga Tengah. Dalam: Soepardi EA, Iskandar N,
Bashiruddin J, Restuti RD: Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung
Tenggorok Kepala dan Leher, Edisi ke-7, Balai penerbit FKUI, Jakarta
2012.
2. Adams, George L. Boies: buku ajar penyakit THT (Boeis fundamentals of
otolaryngology). Edisi ke-6. Jakarta: EGC, 1997.
3. Sherwood, L. Fisiologi Manusia dari Sel ke Sistem. Edisi 6. Jakarta :
EGC, 2012.
4. Donaldson JH, et al. Acute Otitis Media.
http://emedicine.medscape.com/article/859316-overview (diakses pada
tanggal 28 Oktober 2014).
5. Arola M, Ruuskanen O, Ziegler T, et al. Clinical role of respiratory virus
infection in acute otitis media. Pediatrics. Dec 1990;86(6):848-55
6. Acute Otitis Media. http://www.medicinenet.com/script/main/art.asp?
articlekey=26131 (diakses pada tanggal 30 Oktober 2014)
7. Lieberthal AS, et al. The Diagnosis and Management of Acute Otitis
Media. http://pediatrics.aappublications.org/content/131/3/e964.full
(diakses pada tanggal 1 November 2014).
8. Acute Otitis Media:Clinical Guide.
http://www.rch.org.au/clinicalguide/guideline_index/Acute_Otitis_Media/
(diakses pada tanggal 2 November 2014).
9. Boggs W. Antimicrobial Treatment of Acute Otitis Media Shortens
Duration of Middle Ear Effusion. Medscape. May 9 2014; diakses pada
tanggal 4 November 2014.
10. CDC. Get Smart: Otitis Media. http://www.cdc.gov/getsmart/antibiotic-
use/uri/ear-infection.html (diakses pada tanggal 4 November 2014).
20
top related