referat anestesi (1).doc

49
REFERAT DEPARTEMEN ANESTESI ANESTESIA UMUM (STADIUM ANESTESI, OBAT INHALASI, OBAT INTRAVENA, PELEMAS OTOT) Pembimbing : Dr. Bag! Damar Riri" #i$a, S%.An. Pen&!n : S"ei'a R !i a Fa*ia", S.+e . (- /. 0. . 12) Ne3an Ba& Sngg r , S.+e . (- 2. 0. . 20) E3i T$a"& n , S.+e . (- 4. 0. . 56) Dea +"ari!a, S.+e . (- 4. 0. . 5-) E 7in Vam, S.+e . (- 4. 0. . 58) Mar a #ang!a ina a # ng, S.+e . (- 4. 0. . 50) S"a''ain Pri!e''a T., S.+e . (- 4. 0. . 55) FA+ULTAS +EDO+TERAN UMUM UNIVERSITAS HAN9 TUAH SURABA A - 60

Upload: febrichandra

Post on 07-Oct-2015

35 views

Category:

Documents


1 download

TRANSCRIPT

BAB IV

REFERAT DEPARTEMEN ANESTESIANESTESIA UMUM

(STADIUM ANESTESI, OBAT INHALASI, OBAT INTRAVENA, PELEMAS OTOT)

Pembimbing :

Dr. Bagus Damar Ririh Wija, Sp.An.Penyusun :Sheila Rosita Fauziah, S.Ked. (2007.04.0.0058)Nevan Bayu Sunggoro, S.Ked. (2008.04.0.0084)Evi Tjahyono, S.Ked. (2009.04.0.0061)

Dea Kharisa, S.Ked. (2009.04.0.0062)

Edwin Vam, S.Ked. (2009.04.0.0063)

Marta Wangsadinata Wong, S.Ked. (2009.04.0.0064)

Shallaint Prisella T., S.Ked. (2009.04.0.0066)

FAKULTAS KEDOKTERAN UMUM

UNIVERSITAS HANG TUAH

SURABAYA

2014

BAB I

STADIUM ANESTESI

Seseorang yang memberikan anastesia sangat penting untuk mengetahui stadium anastesi pasien terutama dalam menentukan stadium terbaik untuk pembedahan pasien itu sendiri dan mencegah kelebihan dosis. Stadium anastesi telah dikenal sejak Morton mendemonstrasikan eter. Pomley (1817) membagi satdium anastesi menjadi 3 stadium. Satu tahun kemudian, John Snow menambah stadium 4 yaitu stadium paralisis atau kelebihan dosis. Pembagian secara sistematis dilakukan oleh Guedel yaitu pada pasien-pasien yang mendapat anastesi umum dengan eter, premedikasi dengan sulfas atropin. Yang dipantau adalah respirasi, pergeseran bola mata, perubahan pada besarnya pupil, dan refleks kelopak mata. Tahun 1943 Gillespie menambahkan tanda-tanda perubahan pada pernafasan karena pengaruh insisi kulit, sekresi mata, dan refleks laring pada pembagian menurut Guedel.

Tabel 1.1. Stadium anestesia

StadiumRespirasiPupilDepresi-

Reflex

RitmeVolumeUkuranLetak

IAnalgesia sampai hilang kesadaranTidak teraturkecilkecildivergenTidak ada

IISampai pernafasan teratur, otomatisTidak teraturbesarlebardivergenBulu mata ; kelopak mata

IIIP1 : sampai hilang gerakan bola mataTeraturBesarKecilDivergenKulit, konjungtiva

P2 : sampai awal parese otot pernafasanTeraturSedang lebarMenetap di tengahKornea

P3 : sampai lumpuh otot pernafasanTeratur, pause setelah ekspirasiSedang lebarMenetap di tengahFaring, Peritoneum

P4 : sampai lumpuh diafragmaTeratur, jerky, inspirasi cepat dan memanjangKecilMelebar maksimalMenetap di tengahSfingter ani, Karina

IVHenti nafas sampai henti jantung

Stadium I (analgesia sampai hilang kesadaran)

Stadium I (St.Analgesia / St.Cisorientasi) dimulai dari saat pemberian zat anastetik sampai hilangnya kesadaran. Pada stadium ini pasien masih dapat mengikuti perintah dan terdapat analgesia. Tindakan pembedahan ringan, seperti pencabutan gigi dan biopsi kelenjar, dapat dilakukan pada stadium ini. Stadium ini berakhir ditandai dengan hilangnya refleks bulu mata.

Stadium II (sampai respirasi teratur)

Stadium II (St.Eksitasi ; St.Delirim\um) mulai dari akhir stadium I dan ditandai dengan pernafasan yang ireguler, pupil melebar dengan refleks cahaya (+), pergerakan bola mata tidak teratur, lakrimasi (+),tonus otot meningggi dan diakhiri dengan refleks menelan dan refleks kelopak mata.

Stadium III

Stadium III yaitu stadium sejak mulai teraturnya lagi pernafasan hingga hilangnya pernafasan spontan. Stadium ini ditandai oleh hilangnya pernafasan spontan, hilangnya refleks kelopak mata dan dapat digerakannya kepala ke kiri ke kanan dengan mudah. Stadium III dibagi menjadi 4 plana, yaitu :

1) Plana 1 : Pernafasan teratur, spontan, dada dan perut seimbang, terjadi gerakan bola mata yang tidak menurut kehendak, pupil midriasis, refleks cahaya ada, lakrimasi meningkat, refleks faring dan muntah tidak ada, dan belum tercapai relaksasi otot lurik yang sempurna (tonus otot mulai menurun)

2) Plana 2 : Pernafasana teratur, spontan, perut-dada, volume tidak menurun, frekuensi meningkat, bola mata tidak bergerak, terfiksasi di tengah, pupil midriasis, refleks cahaya mulai menurun, relaksasi otot sedang, dan refleks laring hilang sehingga dikerjakan intubasi.

3) Plana 3 : Pernafasan teratur oleh perut karena otot interkostal mulai paralisis, lakrimasi tidak ada, pupil midriasis dan sentral, refleks laring dan peritoneum tidak ada, relaksasi otot lurik hampir sempurna (tonus otot sangat menurun)

4) Plana 4 : Pernafasan tidak teratur oleh perut karena otot interkostal paralisis total, pupil sangat midriasis, refleks cahaya hilang, refleks sphincter ani dan kelenjar air mata tidak ada, relaksasi otot lurik sempurna (tonus otot sangat menurun).

Stadium IV

Ditandai dengan kegagalan pernafasan (apnea) yang kemudian akan segera diikuti kegagalan sirkulasi / henti jantung dan akhirnya pasien meninggal. Pasien sebaiknya tidak mencapai stadium ini karena berarti telah terjadi kedalaman anastesi yang berlebihan.

BAB II

ANESTESI INHALASI

NITROUS OXIDE N2O atau gas tertawa adalah satu-satunya gas anastesi inorganik yang digunakan dalam klinis. Gas ini memiliki sifat tidak bewarna dan tidak berbau. Selain itu N2O juga noneksplosif serta tidak mudah terbakar meskipun dapat meningkatkan pembakaran. Nitrous oxyde berbentuk gas pada suhu ruang akan tetapi dapat berubah menjadi cair dibawah tekanan karena temperatur kritikal berada di atas suhu ruang. Nitrous oxyde merupakan obat anastesi yang harganya murah.

Efek pada sistem organ

a. Kardiovaskular

Nitrous oxyde memiliki kecenderungan menstimulasi sistem saraf simpatetik dan katekolamin sehingga terjadi sedikit peningkatan tekanan darah arteri, cardiac output, dan heart rate. Depresi miokard mungkin tampak pada pasien dengan penyakit jantung koroner atau hipovolumia berat. Terjadi konstriksi pada otot polos vaskular pulmoner yang meningkatkan resistensi arteri pulmoner dan peningkatan tekanan atrium kanan.Terjadi vasokonstriksi pembuluh darah kutaneus, tetapi resistensi pembuluh darah perifer kurang terpengaruh.

b. Respirasi Nitrous Oxyde meningkatkan laju respirasi (tachypnea) dan menurunkan volume tidal sebagai akibat stimulasi sistem saraf pusat dan aktivasi reseptor regangan pulmoner. Efek yang timbul adalah perubahan minimal dalam minute ventilasi dan level CO2 arterial. Hypoxic drive, respon ventilasi terhadap hipoxia arterial yang dimediasi oleh chemoreceptor perifer di badan carotid didepresi bahkan oleh sejumlah kecil nitrous oxyde.

c. Cerebral

Nitrous Oxyde akan meningkatkan aliran darah serebral yang menghasilkan kenaikan tekanan intrakranial. Nitrous Oxyde juga meningkatkan konsumsi oksigen serebral (CMRO2). Nitrous Oxyde di bawah level MAC akan menghasilkan analgesia pada operasi gigi dan prosedur minor lainnya.

d. Neuromuscular

Tidak seperti agen inhalasi yang lain, nitrous oxyde tidak menghasilkan relaksasi otot yang signifikan. Pada konsentrasi tinggi dalam camber hiperbarik, nitrous oxyde mengnyebabkan rigiditas otot skelet. Nitrous oxyde mungkin bukan merupakan agen pencetus terhadap terjadinya hipertermia malignan.

e. Renal

Nitrous oxyde menurunkan aliran darah renal dengan cara meningkatkan resistensi vaskular renal. Hal ini mengakibatkan penurunan GFR dan output urin.

f. Hepatic

Aliran darah hepar kemungkinan turun selama anastesi dengan nitrous oxyde, akan tetapi penurunan terjadi lebih sedikit dibandingkan agen volatil yang lain.

g. Gastrointestinal

Beberapa penelitian menunjukkan bahwa nitrous oxyde merupakan salah satu penyebab nausea dan muntah postoperative. Hal ini kemungkinan disebabkan karena aktivasi chemoreseptor trigger zone dan pusat muntah di medula. Penelitian yang lain gagal menunjukkan hubungan antara nitrous oxyde dan emesis.

Biotranformasi dan Toksisitas

Hampir semua nitrous oxyde dieliminasi melalui ekshalasi. Sebagian kecil berdifusi melalui kulit. Biotranformasi terbatas kurang dari 0,01% yang menjalani metabolisme reduktif dalam traktus gastrointestinal oleh bakteria anaerob.

Nitrous oxyde mengoksidasi atom kobalt di vitamin B12 secara ireversibel, sehinga nitrous oxyde menghambat enzim yang tergantung vitamin B12. Enzim-enzim ini di antarnya adalah methionine synthetase, yang penting dalam pembentukan myelin dan thymidylate synthetase yang penting untuk pembentukan DNA. Paparan berkepanjangan oleh nitrous oxyde dalam konsentrasi anastesi dapat berakibat pada depresi sumsum tulang (anemia megaloblastic) dan defisiensi neurologis (neuropati perifer dan anemia pernisiosa). Oleh karena kemungkina efek teratogenik, nitrous oxyde sering dihindari pemakaiannya pada pasien dengan kehamilan. Nitrous oxyde mungkin mengubah respon imunologis terhadap infeksi dengan cara mempengaruhi kemotaksis dan pergerakan leukosit PMN.

Kontraindikasi

Nitrous oxyde memiliki kecenderungan berdifusi dalam rongga berisi udara lebih cepat dibandingkan nitrogen yang diabsorbsi di aliran darah. Apabila terdapat rongga berisi udara dengan dinding yang rigid, tekanan dalam rongga tersebut akan meningkat. Kondisi dimana nitrous oxyde mungkin berbahaya di antaranya adalah emboli udara, pneumothorax, obstruksi intestinal akut, udara intrakranial (tension pneumocephalus setelah penutupan dural atau penumoencephalography), kista udara pulmoner, dan grafting membran timpani. Nitrous oxyde mungkin akan berdifusi ke dalam cuff tube endotracheal dan meningkatkan tekanan terhadap mukosa trakeal.

Karena efek nitrous oxyde pada pembuluh darah pulmoner, maka nitrous oxyde dihindari pada keadaan hipertensi pukmoner. Nitrous oxyde dibatasi penggunaannya pada pasien yang membutuhkan konsentrasi oksiden tinggi.

Interaksi obat

Karena tingginya MAC nitrous oxyde, maka nitrous oxyde tidak dapat digunakan sebagai obat anastesi inhalasi secara tunggal dalam anastesi general. Nitrous oxyde umumnya digunakan sebagai kombinasi dengan agen volatil yang lebih poten. Penambahan nitrous oxyde akan mengurangi kebutuhan akan agen anastesi inhalasi lain. Nitrous oxyde melemahkan efek pulmoner dan sirkulasi dari anastesi volatil pada dewasa. Nitrous oxyde mempotensiasi blokade neuromuskular, tetapi efeknya lebih ringan dibanding agen volatil lain. Konsentrasi nitrous oxyde yang mengalir melalui vaporizer dapat mempengaruhi konsentrasi anastesi volatil yang dialirkan.

HALOTHANE Halothane merupakan alkane yang terhalogenisasi. Ikatan carbon-fluoride bertanggung jawab pada sifatnya yang , tak mudah terbakar atau meledak . Cairan ini tak berwarna dan berbau enak. Penambahan pengawet thymol dan botol bewarna kekuninggan akan menghambat dekomposisi oksidatif spontan. Halothane merupakan agen anastesi volatil yang paling murah.

Induksinya cepat, dengan kadar 2-4 % dapat dilakukan dengan inhalasi langsung (terutama pada anak-anak) atau dimulai dengan thiopental 3-5 mg/kg intra vena pelan-pelan. Kadar pemeliharaan 0.5-2%. Halotan memiliki khasiat analgesik kurang baik sehingga diperlukan tambahan obat yang mempunyai sifat analgesik misalnya N2O atau narkotik. Obat narkotik pethidin diberikan 1 mg/kg BB atau morfin 0.1 mg/ kg BB secara intra muskuler sebagai premedikasi atau diberikan tambahan selama anestesia, seperti pethidin dengan dosis 0.2 mg/kg BB, i.v. Halotan tidak melemaskan otot bergaris kecuali otot masster (rahang).

Efek pada sistem organ

a. Kardiovaskular

Reduksi tekanan arterial yang bergantung dosis disebabkan karena depresi myocardial secara langsung; 2.0 MAC halothan menyebabkan penurunan tekanan darah dan cardiac output sebesar 50%. Depresi cardiac berhubungan dengan penggunaan kalsium intraseluler- menyebabkan peningkatan tekanan atrial kanan. Meskipun halothane merupakan vasodilator arteri koronari, aliran darah koroner menurun, dikarenakan penurunan tekanan arterial sistemik. Perfusi myocardial yang cukup biasanya dapat dipertahankan karenan kebutuhan akan oksigen juga menurun. Biasanya, hipotensi menghalangi baroreseptor pada arkus aorta dan bifurkasio carotid, menyebabkan penurunan pada stimulasi vagal dan peningkatan kompensatori pada heart rate. Halothane akan mengurangi reflex ini. Perlambatan konduksi sinoatrial node mungkin berakibat pada rythm junctional atau bradikardi. Seperti semua agen volatil yang lain, halothane memperpanjang interval QT. Halothane mensensitisasi jantung pada efek disritmogenik epinefrin sehingga dosis epinefrin di atas 1,5 g/kg harus dihindari. Fenomena ini mungkin berhubungan dengan konduktansi channel kalsium yang lambat. Meskipun aliran darah organ terredistribusi, resistesi vaskuler sistemik tidak berubah.

b. Respirasi

Halothane secara umum menyebabkan pernafasan yang cepat dan dangkal. Peningkatan laju respirasi tidak cukup untuk mengatasi penurunan volume tidal, sehingga ventilasi alveolar menurun dan PaCO2 meningkat. Apneic threshold, level PaCO2 tertinggi dimana pasien tetap apnea, juga meningkat karena perbedaan antaranya dan resting PaCO2 tidak berubah selama anastesi. Halothane membatasi peningkatan minute ventilation yang biasanya menyertai peningkatan PaCO2. Efek ventilasi halothane mungkin disebabkan karena mekanisme sentral (depresi medular) dan perifer (disfungsi otot interkosta). Perubahan ini diperparah oleh penyakit paru yang menyertai dan dilemahkan oleh stimulasi operasi. Peningkatan PaCO2 dan penurunan tekanan intrathoracic yang menyertai ventilasi spontan dengan halothan secara parsial berkebalikan dengan cardiac output, tekanan arterial, dan depresi heart rate. Hypoxic drive terdepresi bahkan oleh penggunaan halothane dengan konsentrasi yang rendah (0,1 MAC).

Halothane merupakan bronkodilator yang kuat, sehingga dapat memperbaiki bronkospasme yang disebabkan karena asma. Aksi ini tidak dihambat oleh propanolol, adrenergic blocking agent. Halothane melemahkan refleks jalan nafas dan merileksasi otot polos bronkial dengan cara menghambat mobilisasi kalsium intraseluler. Halothane juga mendepresi pembersihan mukus dari traktus respiratori, sehingga meningkatkan kecenderungan hipoxia dan atelektasis pasca operasi.

c. Cerebral

Dengan mendilatasi pembuluh darah serebral, halothane menurunkan resistensi vaskuler cerebral dan meningkatkan aliran darah serebral. Autoregulasi, maitenance dari aliran darah serebral yang konstan selama perubahan tekanan darah arterial, dilemahkan. Peningkatan tekanan intrakranial dapat dicegah dengan cara membuat hiperventilasi sebelum administrasi halothane. Aktivitas serebral berkurang, menyebabkan perlambatan EEG dan reduksi ringan kebutuhan oksigen metabolik.

d. Neuromuscular

Halothane merelaksasi otot skeletal dan mempotensiasi obat penghambat neuromuskular nondepolarisasi. Merupakan agen pencetus hipertermi malignan.

e. Renal

Halothane menurunkan aliran darah renal dengan cara meningkatkan resistensi vaskular renal. Hal ini mengakibatkan penurunan GFR dan output urin. Karena reduksi aliran darah ginjal lebih besar dibandingkan reduksi pada GFR, maka fraksi filtrasi meningkat. Hidrasi preoperasi membatasi perubahan ini.

f. Hepatic

Aliran darah hepar kemungkinan turun selama anastesi dengan halothane. Penurunan terjadi seiring dengan penurunan cardiac output. Vasospasme arteri hepatik telah dilaporkan selama anastesia menggunakan halothane. Metabolisme dan klirens beberapa obat (fentanyl, phenytoin, verapamil) tampak dipenggaruhi oleh penggunaan halothane.

Biotranformasi dan Toksisitas

Halothane dioksidasi di hepar dan menghasilkan asam trifluoroacetat sebagai metabolit utamanya.Metabolit oksidatif lain, bromide, ikut terlibat akan tetapi bukan merupakan penyebab perubahan mental status post anastesi. Pada keadaan dengan tidak ada oksigen, reduksi metabolisme akan menghasilkan sedikit hepatotoxic end product yang berikatan dengan makromolekul jaringan. Hal ini lebih sering terjadi setelah induksi enzim oleh phenobarbital. Peningkatan level fluoride merupakan signal yang kuat terhadap metabolisme anaerob.

Halothane hepatitis merupakan kasus yang jarang (1:35000). Pasien yang terpapar anastesi halothane multipel pada interval yang singkat, wanita paruh baya dengan obesitas dan individu dengan predisposisi keluarga dengan toksisitas halothane atau individu dengan riwayat personal toksisitas memiliki peningkatan resiko.

Lesi hepatik yang tampak pada manusia centrilobular necrosis- juga terjadi pada tikus dengan pemberian enzyme inducer phenobarbital- dan terekspos halothae dibawah kondisi hypoxic.

Bukti penemuan terbaru berhubungan dengan mekanisme imunitas. Misalnya, beberapa tanda penyakit yang mengindikasikan reaksi alergi (eosinophilia, rash, demam) dan tidak muncul hingga beberapa hari setelah paparan.

Kontraindikasi

Perlu dipertimbangkan pemberian halothane pada pasien dengan disfungsi hepar setelah paparan sebelumnya. Karena halothane hepatitis terjadi pada dewasa ataupun anak setelah pubertas, beberapa anstesiologi memilih agen volatil yang lain pada pasien-pasien ini. Tidak ada bukti bahwa halothane memperburuk kondisi pasien dengan penyakit hepar sebelumnya.

Halothane perlu dipertimbangkan pada pasien dengan lesi masa intracranial karena kemungkinan terjadinya hipertensi intracranial.

Pasien dengan hipovolemic dan pasien dengan penyakit jantung yang parah (stenosis aorta) mungkin tidak dapat menolerir efekinotropik negatif halothane. Sensitisasi jantung terhadap katekolamin menghambat kegunaan halothane ketika epinephrine eksogen diberikan atau pada pasien dengan pheochromocytoma.

Interaksi Obat

Depresi myocard dengan halothane diperparah oleh agen adrenergic blocker (propanolol) dan calcium channel blocker (verapamil). Tricyclic antidepressants dan monoamine oxidase inhibitors berhubungan dengan fluktuasi tekanan darah disritmia, meskipun begitu tidak ada kontraindikasi absolut. Kombinasi halothane dan aminophylline dapat menyebabkan disritmia ventrikular yang serius.

ISOFLURANE Sifat fisik

Isofluran adalah gas anestesi yang mudah menguap dan tidak mudah terbakar dengan bau seperti eter. Walaupun struktur kimianya mirip seperti Enfluran namun sifat kimianya berbeda.

Efek pada Organ organ

A. Kardiovaskular

Menyebabkan depresi pada ventrikel kiri. CO dipertahankan dengan meningkatkan denyut jantung lewat reflek baroreseptor carotis. Stimulasi beta adrenergic ringan meningkatkan aliran darah otot skelet, mengurangi resistensi sistemik dan menurunkan tekanan darah arteri. Peningkatan isoflurane secara cepat, menyebabkan peningkatan sementara denyut jantung, tekanan darah arteri, dan kadar norepinefrin di dalam darah. Isofluran melebarkan arteri coroner tapi tidak sekuat nitrogliserin atau adenosine.

B. Respirasi

Depresi respirasi saat anestesi menggunakan isofluran mirip seperti anestesi inhalasi mudah menguap lainnya, hanya saja tachypnea jarang terjadi. Efek bersihnya ialah penurunan dari ventilasi per menit. Bahkan dosis rendah dari isoflurane (0,1 MAC) menyebabkan respirasi normal menjadi hipoksia dan hiperkapnea. Isofluran sering mengiritasi reflek saluran nafas atas. Isofluran merupakan bronkodilator yang bagus, hanya saja tidak seefektif halotan.

C. Cerebral

Pada konsentrasi lebih dari 1 MAC, Isofluran meningkatkan CSF dan ICP. Efek ini jarang ditimbulkan oleh senyawa halotan dan dapat reversible dengan hiperventilasi. Isofluran mengurangi jumlah oksigen yang diperlukan untuk metabolism cerebral. Dan pada 2 MAC, isofluran menimbulkan silent EEG.

D. Syaraf dan otot

Isofluran merilekskan otot skelet

E. Ginjal

Isofluran menurunkan aliran darah ginjal, GFR, dan output urine

F. Hepar

Aliran darah hepatic dapat berkurang oleh karena anestesi isofluran. Suplai oksigen hepatic lebih baik pada isofluran daripada halotan. Oleh karena perfusi arteri hepatic dipertahankan maka biasanya LFT tidak terpengaruh.

Biotransformasi dan toksisitas

Isofluran dimetabolisme menjadi asam trifluoroasetat. Meskipun serum fluor meningkat, nefrotoksisitas jarang terjadi walaupun enzim indikatornya ada. Sedasi yang berkepanjangan (>24 jam pada 0.1% - 0.6% isofluran) pada pasien yang sakit kritis, menimbulkan kenaikan pada serum fluor plasma (15-50 mikromol/L) tanpa disertai gangguan ginjal. Sama halnya dengan 20 MAC isofluran dapat meningkatkan serum fluor plasma melebihi 50 mikromol/L tanpa disertai gangguan ginjal post operasi yang jelas. Metabolisme oksidatif isofluran yang terbatas, meminimalkan resiko terjadinya disfungsi hepar.

Kontraindikasi

Hipovolemia parah dapat memicu timbulnya hipertermia malignan.

Interaksi Obat

Epinefrin dapat diberikan hingga dosis 4.5 mcg/kg.

DESFLURAN Sifat fisik

Struktur dari Desfluran ini mirip dengan isofluran hanya saja bedanya pada desfluran atom klorinnya diganti menjadi fluorin. Pada dataran tinggi, desfluran mendidih pada suhu ruang sehingga perlu menggunakan vaporizer khusus. Oleh karena daya larut desfluran pada darah dan jaringan tubuh sehingga induksinya cepat dan bisa menyebabkan kegawatan pada anestesi. Oleh karena itu, konsentrasi alveolar dari desfluran mengejar konsentrasi inspirasi dengan cepat walaupun pemberiannya telah dipantau oleh spesialis anestesi. Waktu bangunnya 50% lebih cepat dari pasien yang diberi isofluran. Potensi desfluran 17x lebih poten daripada nitrous oxide. Karakteristik utama dari desfluran ialah tekanan vapor tinggi, durasi super pendek, dan potensi menengah.

Efek pada organ organ

A. Kardiovaskular

Efek kardiovaskular dari desfluran mirip dengan isofluran. Peningkatan dosis akan menyebabkan penurunan dari resistensi sistemik sehingga menurunkan tekanan darah arteri. CO tidak berubah atau menurun sedikit pada 1 2 MAC. Ada peningkatan sedang pada denyut jantung, tekanan vena sentral, dan tekanan arteri pulmonal yang tidak begitu jelas pada dosis rendah. Peningkatan dosis desfluran secara cepat menyebabkan peningkatan sementara kadangkala mengkhawatirkan pada denyut jantung, tekanan darah, kadar katekolamin yang lebih sering terjadi dibandingkan pada isofluran, khususnya pada pasien yang menderita penyakit jantung. Respon kardiovaskular akibat peningkatan desfluran secara cepat dapat dipertahankan dengan pemberian fentanyl, esmolol atau clonidine

B. Respirasi

Desfluran menyebabkan penurunan volume tidal dan peningkatan jumlah respirasi. Ada penurunan luas pada ventilasi alveolar yang menyebabkan peningkatan pada PaCO2 saat istirahat. Seperti agen anestesi lainnya, desfluran menurunkan respon pernafasan terhadap peningkatan PaCO2. Iritasi saluran nafas saat induksi dengan desfluran dapat bermanifestasi salivasi, tahan nafas, batuk dan spasme laring. Resistensi jalan nafas dapat terjadi pada anak anak dengan kerentanan saluran nafas reaktif. Hal berikut merupakan alasan mengapa desfluran jarang dipakai pada anestesi inhalasi.

C. Cerebral

Seperti anestetik mudah menguap lainnya, desfluran secara langsung mendilatasi pembuluh darah cerebral sehingga meningkatkan aliran darah cerebral, volume darah cerebral, ICP pada normotension dan normocapnia. Untuk menangkal penurunan resistensi vascular cerebral ditemukan penurunan pada metabolism oksigen rata rata cerebral (CMRO2) yang sering menyebabkan vasokonstriksi cerebral dan peningkatan aliran darah cerebral. Pembuluh darah cerebral responsive terhadap perubahan PaCO2 sehingga ICP dapat diturunkan dengan cara hiperventilasi. Konsumsi oksigen cerebral berkurang ketika dianestesi menggunakan desfluran yang kemudian mengakibatkan hipotensi (MAP 60mmHg), aliran darah cerebral dapat mempertahankan metabolism aerob walaupun perfusi cerebral minimal. Pada EEG sama sifatnya dengan isofluran. Pada awalnya EEGnya meningkat tapi seiring dengan dalamnya tahap anestesi, EEG mulai lambat yang selanjutnya akan mensupresi secara cepat ketika konsentrasi inhalasi semakin tinggi

D. Syaraf dan otot

Tetanus pada stimulasi system saraf perifer

E. Ginjal

Tidak ada nefrotoksik namun seiring dengan penurunan cardiac output, urine output serta GFR menurun.

F. Hepar

LFT tidak terganggu oleh desfluran dengan catatan perfusi organnya sepanjang operasi baik. Desfluran dimetabolisme minimal sehingga resiko terjadinya hepatitis oleh karena obat anestesi jarang ditemukan. Pada Sevofluran dan isofluran, pengiriman oksigen hepatic dipertahankan.

Biotransformasi dan Toksisitas

Desfluran dimetabolisme minimal oleh manusia. Kadar fluoride inorganic pada serum dan urin tidak banyak berubah dibandingkan stadium preanestesi. Desfluran didegradasi oleh absorbent CO2 (biasanya barium hydroxide lime, namun juga sodium dan potassium hydroxide) menjadi Carbon Monoksida yang signifikan secara klinis. Keracunan karbon monoksida sulit didiagnosis apabila pada tahap anestesi general, namun kehadiran carboxyhemoglobin dapat dideteksi dengan analisis gas darah arteri. Pembuangan dari absorbent yang telah kering atau penggunan dari kalsium hydroxide dapat meminimalkan resiko terjadi keracunan monoksida.

Kontraindikasi

Hipovolemia berat, Hipertermia malignan, hipertensi intracranial

Interaksi obat

Meningkatkan kerja dari non depolarizing neuromuscular blocking agent. Epinefrin dapat diberikan hingga dosis 4.5 mcg/kg oleh karena desfluran tidak mensensitisasi myocardium terhadap efek aritmogenik dari epinefrin.

SEVOFLURAN Sifat fisik

Seperti desfluran, sevofluran dihalogenasi dengan fluorine. Kelarutan sevofluran dalam darah sedikit lebih unggul daripada desfluran. Non pungency dan peningkatan cepat pada konsentrasi anestesi alveolar membuat sevofluran pilihan tepat untuk induksi inhalasi cepat dan lancer pada pasien anak anak dan dewasa. Nyatanya, induksi inhalasi dengan 4%-8% sevofluran dalam 50% campuran nitrous oxide dan oksigen dapat dicapai dalam waktu 1 menit. Oleh karena daya larutnya yang rendah dalam darah mengakibatkan penurunan drastic pada konsentrasi anestesi alveolar ketika obat tersebut dihentikan dan banyak kegawatan muncul dibandingkan dengan isofluran.

Efek pada organ organ

A. Kardiovaskular

Sevofluran mendepresi ringan kontraktilitas miokardium. Penurunan resistensi sistemik dan tekanan darah arteri sedikit lebih rendah daripada isofluran atau desfluran. Sevofluran meningkatkan denyut jantung sedikit sehingga tidak mempertahankan cardiac output seperti pada isofluran dan desfluran. Sevofluran dapat memperpanjang QT interval

B. Respirasi

Depresi respirasi dan membalikkan spasme bronkus hampir sama seperti pada isofluran.

C. Cerebral

Mirip dengan isofluran dan desfluran, sevofluran meningkatkan aliran darah cerebral dan ICP pada normocarbia, walaupun pada beberapa studi menyebabkan penurunan pada aliran darah cerebral. Konsentrasi tinggi dari sevofluran (>1.5 MAC) dapat mengganggu autoregulasi dari aliran darah cerebral, yang kemudian menurunkan aliran darah cerebral ketika hipotensi hemoragik. Efek ini jarang ditemui pada isofluran. Penurunan keperluan oksigen untuk metabolism cerebral dan aktivitas kejang belum dilaporkan.

D. Sistem syaraf dan otot

Relaksasi otot untuk intubasi

E. Ginjal

Mengurangi aliran darah ginjal sedikit.

F. Hepar

Mengurangi aliran darah vena porta namun meningkatkan aliran darah arteri hepatic dan pengiriman oksigen. Belum ada laporan hepatotoksisitas akibat anestesi sevofluran

Biotransformasi dan toksisitas

Enzim P 450 memetabolisme sevofluran seperempat dari halotan. Namun bisa 10 25x isofluran dan desfluran apabila telah diberikan etanol dan phenobarbital pada premedikasi. Potensi nefrotoksisitas akibat kenaikan pada fluoride inorganic masih belum signifikan secara klinis. Alkali seperti barium hidroksida lime atau limun soda (bukan kalsium hidroksida) dapat mendegradasi sevofluran, menghasilkan nefrotoksik end product (compound A, fluoromethyl-2,2-difluoro-1-[trifluoromethyl]vinyl ether). Akumulasi dari compound A juga meningkatkan suhu gas respirasi, aliran rendah anestesi, absorben barium hidroksida kering (Baralyme), konsentrasi sevofluran tinggi, anestesi jangka lama. Sevofluran dapat juga didegradasi menjadi hydrogen fluoride oleh logam dan lingkungan yang tidak bersih pada alat alat anestesi dan botol kemas. Hidrogen fluoride dapat memproduksi asam yang mengiritasi pada mukosa saluran nafas. Namun hal ini dapat dihindari dengan cara mencampur air dengan sevofluran pada proses pembuatan dan dikemas dalam plastic khusus.

Kontraindikasi

Hipovolemia berat, kerentanan terhadap hipertermia malignan, dan hipertensi intra cranial.

Interaksi Obat

Meningkatkan potensi NeuroMuscular Blocking Agents (NMBAs). Tidak mensensitisasi miokardium terhadap sifat aritmogenik katekolamin.

XENON

Xenon adalah gas mulia yang telah lama diketahui memiliki efek anestesi. Gas ini adalah elemen inert yang tidak membentuk ikatan kimia. Xenon diambil dari atmosfer melalui proses distilasi. Xenon tidak berbau, tidak mudah terbakar, umumnya ada dalam konsentrasi 0.71 MAC dan koefisien gas 0.115 dimana onsetnya sangat cepat. Efek anestesi Xenon diperantarai oleh inhibisi NMDA berkompetisi dengan glisin pada glycine binding site. Xenon mempunyai efek minimal pada kardiovaskular, hepar atau system ginjal dan telah ditemukan bersifat protektif terhadap iskemia neuronal. Sebagai elemen natural, xenon tidak punya efek di lapisan ozon dibanding dengan NMDA antagonis lainnya, nitrous oxide. Harga dan persediaan yang terbatas mengakibatkan gas ini tidak boleh digunakan secara luas

BAB III

ANESTESI INTRAVENA

A. BARBITURAT

1. Mekanisme Aksi : mendepresi reticular activating system di brainstem, yang mengatur berbagai fungsi vital, termasuk kesadaran.

2. Farmakokinetik :

Absorpsi : thiopental, thiamylal, dan methohexital diberikan secara intravena sebagai induksi saat general anastesi pada dewasa dan anak-anak (sebelum pemberian propofol). Rectal thiopental atau lebih sering Methohexital digunakan untuk induksi pada anak-anak, dan intramuscular (atau oral pentobarbital) digunakan sebagai premedikasi di segala usia pada saat dulu.

Distribusi : lamanya dosis untuk membuat tidur dari barbiturate yang larut lemak tergantung pada proses redistribusi, bukan dari proses metabolisme atau eliminasi. Jika ada gangguan pada sistem sentral (seperti syok hipovolemik, atau jika serum albumin rendah pada penyakit liver berat atau malnutrisi, asidosis), konsentrasinya akan meningkat pada otak dan jantung pada dosis yang diberikan. Pasien biasanya mulai tidak sadar dalam waktu 30 detik dan akan bangun dalam 20 menit. Dosis induksi minimal thiopental bergantung pada berat tubuh dan umur. Pengurangan dosis induksi dibutuhkan pada pasien yang tua, dikarenakan proses distribusinya lebih lambat.

Biotransformasi : barbiturate mengalami proses biotransformasi di hepar menjadi hasil metabolite inaktif yang larut dalam air. Methohexital lebih cepat dibersihkan oleh hati daripada thiopental, oleh karena itu pasien lebih cepat sadar apabila diberi methohexital karena proses metabolismenya cepat.

Ekskresi : meningkatnya protein yang berikatan akan menurunkan laju filtrasi glomerulus dari barbiturate, namun peningkatan kelarutan lemak cenderung meningkatkan reabsorpsi tubulus renalis. Kecuali phenobarbital, yang mempunyai sifat kurang berikatan dengan protein dan tidak begitu larut dalam lemak, ekskresi di ginjal terbatas untuk hasil metabolism hepar yang larut dalam air.

Gambar 3.1. Penggunaan dan dosis barbiturate

3. Efek pada system organ

Kardiovaskular

Induksi intravena dari barbiturate akan menurunkan tekanan darah dan meningkatkan denyut jantung

Cardiac output tetap terjaga oleh peningkatan denyut jantung dan peningkatan kontraksi miokardium dari reflek baroreceptor.

Pada situasi tertentu saat respon baroreceptor tidak ada (hipovolemia, congestive heart failure), cardiac output dan tekanan darah arteri dapat turun secara edativ untuk mengkompensasi pengisian darah di perifer dan depresi miokardium.

Respirasi

Barbiturate mendepresi medullary ventilator center, menurunan respon ventilasi terhadap hypercapnea dan hypoxia Sedasi barbiturate yang dalam juga dapat menyebabkan onstruksi jalan nafas atas, apnea pada dosis induksi. Barbiturate juga mendepresi respon reflex jalan nafas secara inkomplit terhadap laringoskopi dan intubasi, sehingga manipulasi pada jalan nafas dapat menyebabkan terjadinya bronkospasme (pada pasien asma) atau laryngospasm pada pasien anastesi yang ringan. Cerebral

Barbiturate menyebabakn konstriksi pembuluh darah cerebral, menyebabkan penurunan pada aliran darah di otak, volume darah otak, dan tekanan edativeial. Renal

Barbiturate menurunkan aliran darah renal dan laju filtrasi glomerulus apabila terjadi penurunan tekanan darah.

Hepatik

Menurunkan aliran darah di hepar Imunologi

Jarang terjadi reaksi anafilaksis atau alergi anafilaktoid

4. Interaksi obat : media kontras, sulfonamides, dan obat lainnya yang berikatan protein yang menempati tempat yang sama dengan thiopental dapat menggantikan barbiturate, meningkatkan jumlah obat bebas yang tersedia dan dapat memberikan potensi pada edati organ pada dosis yang diberikan. Ethanol, opioid, dan antihistamin dan berbagai depresan edati saraf pusat akan meningkatkan efek sedative dari barbiturate.

B. BENZODIAZEPINE

1. Mekanisme aksi : berikatan dengan GABAA reseptor, meningkatkan frekuensi dari pembukaan kanal ion klorida. Antagonis dari benzodiazepine receptor adalah flumazenil yang mempunyai efek berlawanan dengan benzodiazepine pada system saraf pusat.

2. Farmakokinetik :

Absorpsi : diberikan secara oral, intramuscular, dan intravena sehingga menyebabkan edative, dan agak jarang digunakan untuk induksi pada anastesi general. Diazepam dan lorazepam diabsorpsi di traktus gastrointestinalis dengan baik dan akan mencapai puncak plasma dalam waktu 1 sampai 2 jam. Sedangkan midazolam selain diberikan secara oral dapat juga diberikan intranasal (0.20.3 mg/kg), buccal (0.07 mg/kg), and sublingual (0.1mg/kg) sebagai sedative saat preoperative.

Gambar 3.2. penggunaan dan dosis benzodiazepine3. Distribusi : diazepam larut dalam lemak, dan dapat menembus blood brain barrier. Midazolam larut dalam air pada ph yang rendah, dan pada ph fisiologis larut dalam lemak. Sedangkan lorazepam mempunyai daya larut dalam lemak yang moderate, sehingga lebih lambat onsetnya. Kecepatan distribusinya sekitar 3-10 menit, hampir sama dengan barbiturate. Ketiga bentuk benzodiazepine berikatan dengan protein.

4. Biotransformasi : mengalami biotransformasi di hepar menjadi produk glukoronidase yang larut dalam air. Untuk diazepam, metabolisme di heparnya lambat sehingga menyebabkan proses eliminasinya juga lambat (sekitar 30 jam). Lorazepam, metabolisme di heparnya lambat, tetapi proses eliminasinya pendek (15 jam). Sedangkan midazolam, proses eliminasinya yang paling singkat (2 jam).

5. Ekskresi : semua hasil metabolisme dari benzodiazepine diekskresi melalui urin.

6. Efek pada sistem organ Kardiovaskular : efeknya minimal dalam mendepresi kardiovaskuler meskipun diberikan pada dosis untuk anastesi general, kecuali apabila diberikan bersama dengan opioid (dimana agen ini akan bereaksi untuk mendepresi miokardium dan menyebabkan hipotensi arterial).

Respirasi : mendepresi respon ventilasi terhadap CO2, sehingga proses ventilasi harus dimonitor pada semua pasien yang menerima benzodiazepine secara intravena, dan peralatan resusitasi harus disediakan.

Cerebral : menurunkan konsumsi oksigen cerebral, aliran darah cerebral, dan tekanan intracranial tetapi tidak sama seperti barbiturate.

7. Interaksi obat : Cimetidine yang berikatan dengan sitokrom P450 menurunkan metabolism dari diazepam. Erythromycin menghambat metabolisme dari midazolam dan menyebabkan efeknya memanjang 2-3x dari efek biasanya. Heparin akan menggantikan diazepam pada tempat pengikatan protein sehingga akan terjadi peningkatan konsentrasi obat bebas.

C. KETAMINE

1. Mekanisme aksi : mempunyai efek multiple pada sistem saraf pusat, menghambat reflex polisinaptik pada medulla spinalis sebaik efek neurotransmitter eksitasi pada area tertentu di otak. Ketamine ini pada anastesi, mungkin dapat menyebabkan pasien sadar (seperti membuka mata, menelan, kontraksi otot), tetapi tidak berespon terhadap input sensorik.

2. Farmakokinetik :

Absorpsi : diberikan secara oral, nasal, rektal, subkutan, dan epidural, tetapi seringnya diberikan secara intravena atau intramuskular. Mencapai puncak plasma dalam waktu sekitar 10-15 menit setelah injeksi intramuscular. Distribusi : lebih larut dalam lemak dan kurang berikatan dengan protein dibandingkan thiopental. Setelah diinduksi ketamine, aliran darah cerebral dan cardiac output akan meningkat (waktu distribusi 10-15 menit). Setelah itu akan terjadi redistribusi dari otak ke perifer yang menyebabkan pasien menjadi terbangun.

Biotransformasi : mengalami biotransformasi di hepar menjadi berbagai hasil metabolite, salah satunya norketamine yang mempertahankan hasil anastesi.

Ekskresi : di ginjal

Gambar 3.3. Penggunaan dan dosis ketamin, etomidate, propofol3. Efek pada sistem organ

Kardiovaskuler : meningkatkan tekanan darah arteri, denyut jantung, dan cardiac output, segera setelah injeksi bolus cepat. Dapat menyebabkan depresi miokardium apabila diberikan dalam dosis yang cukup besar karena menyebabkan hambatan pada kalsium dan blockade simpatetik. Ketamine secara tidak langsung juga menguntungkan pada pasien dengan syok akut.

Respirasi : efek pada ventilasinya minimal, namun apabila diberikan secara cepat dengan bolus atau kombinasi ketamine dengan opioid dapat menyebabkan apnea.

Cerebral : meningkatkan konsumsi oksigen cerebral, aliran darah cerebral, dan tekanan intracranial.

4. Interaksi obat : ketamine berinteraksi sinergis dengan anastesi volatile dan bersifat aditif dengan propofol, benzodiazepine, dan agen GABA reseptor lainnya.

D. ETOMIDATE

Etomidate bekerja dengan cara depresi dari Reticular Activating System dan mempunyai efek inhibisi dari GABA.

Etomidate mengandung gugus carboxyl Imidazole dan mempunyai struktur yang berbeda dengan agen anstesi lainnya.

Etomidate tersedia hanya dalam bentuk intravena dan digunakan untuk induksi anastesi general. Kadang digunakan untuk menimbulkan efek sedasi yang dalam. Meskipun terikat kuat dengan protein, namun memiliki onset yang sangat cepat. Etiomidate dimetabolisme di hepar oleh enzim microsomal hepar dan plasma esterase. Kemudia dihidrolisa menjadi metabolit inaktif. Lalu kemudian eksresi lewat urine.

Etiomidate mempunyai efek minimal terhadap sistem kardiovaskuler. Tidak ada perubahan pada kontraksi miokard dan cardiac output. Dalam dosis besar pun mempunyai anestesi yang ringan dan hanya meningkatkan sedikit heart rate dan tekanan darah.

Efek pada pernafasan lebih minimal dibanding pada pemberian barbiturat atau benzodiazepin. Tidak menyebabkan apnea kecuali diberikan bersama golongan opioid.

Etiomidate menurunkan metabolic rate, aliran darah dari cerebral serta tekanan intrakranial. Pemberian bersama barbiturat dapat menyebabkan perubahan dari EEG. Setelah operasi biasanya dapat ditemukan efek nausea dan vomitting. Memiliki sedikit efek analgesic. Dosis induksi etiomidate dapat menghambat sintesis hormon cortisol dan aldosterone. Penggunaan jangka panjang dapat menyebabkan supresi adrenocortical.

Etiomidate memiliki interaksi obat dengan Fentanyl dan opioid. Yaitu meningkatkan level etiomidate dalam plasma serta memperpanjang waktu paruh. Dengan opioid, pemberian etiomidate dapat menurunkan efek mioclonic.

Dosis yang digunakan pada pemberian etiomidate adalah 0.2-0.4 mg/kg bb.

Etiomidate memiliki efek samping berupa nyeri pada saat injeksi. Untuk menguranginya diberikan pula sediaan propylene glycol atau lidocaine 1-2 menit sebelum pemberian etiomidate. Gerakan mioklonik pada pemberian etimidate dapat dikurangi dengan premedikasi benzodiazepin.

E. PROPOFOL

Propofol (diprivan, recofol, safol) merupakan derivat fenol, dikemas dalam cairan emulsi lemak berwarna putih susu bersifat isotonik.

Propofol bersifat lipofilik dimana 98% terikat dengan protein plasma. Waktu paruh berkisar 2-24 jam.

Pada sistem saraf pusat, propofol memilikifi efek dapat menurunkan tekanan intrakranial dan tekanan ontraokuler sebanyak 35%. [ada sistem kardiovaskuler, propofol dapat menyebabkan depresi jantung dan pembuluh darah. Sedangkan efek samping pada pernafasan dapat menyebabkan penurunan frekuensi pernafasan dan volume tidal. Pemberian propofol dapat menyebabkan nyeri maka dari itu dicegah dengan pemberian lidocain beberapa menit sebelum pemberian propofol.

Khasiatnya hipnotik murni, tidak mempunyai efek analgetik maupun relaksasi otot.Dosis bolus untuk induksi 2 2.5 mg/kg, dosis rumatan untuk anestesi intravena total 4 12 mg/kg/jam dan dosis sedasi untuk perawatan intensif 0.2 mg/kg. Dosis induksi cepat pada propofol dapat menyebabkan sedasi dalam waktu rata-rata 30-45 detik. Pada dosis yang rendah propofol memiliki efek antiemetik. Pemulihan kesadaran berlangsung cepat, pasien akan bangun setelah 4-5 menit.

Dibandingkan dengan tiopental, waktu pulih sadar lebih cepat dan jarang terdapat mual dan muntah.

Pemberian propofol pada manula dosis harus dikurangi. Pada anak kurang dari 3 tahum dan wanita hamil, propofol tidak dianjurkan.

BAB IVOBAT PELEMAS OTOT

4.1. Tipe Obat Pelemas Otot

Agen blok neuromuscular dibagi menjadi dua kelas : depolarizing dan nondepolarizing. Pembagian ini menunjukkan perbedaan mencolok pada mekanisme aksi, respon terhadap stimulasi saraf perifer dan reversal of block. (Morgan, 2013)

Tabel 4.1. Klasifikasi obat pelemas ototDepolarizingNondepolarizing

Short-acting

Succinylcholine

Long-acting

Pancuronium

Intermediate-acting

Atracurium

Cisatracurium

Vecuronium

Rocuronium

Short-acting

Gantacurium

4.1.1. Mekanisme aksi

Pelemas otot depolarizing sangat mirip dengan ACh dan bisa langsung berikatan dengan reseptor Ach, menyebabkan potensi aksi otot. Berbeda dengan Ach, obat ini tidak dimetabolisme oleh asetikolinesterase dan konsentrasi di celah sinaps tidak turun secara cepat, sehingga terjadi pemanjangan depolarisasi muscle end-plate. Depolarisasi end-plate kontinyu menyebabkan relaksasi otot karena terbukanya kanal natrium perijunctional memiliki waktu terbatas (kanal natrium secara cepat inaktif dengan depolarisasi kontinyu). End-plate tidak bisa repolarisasi selama pelemas otot depolarizing terus berikatan dengan reseptor ACh; hal ini dinamakan blok fase I. Setelah jangka waktu tertentu, pemanjangan depolarisasi end-plate bisa menyebabkan blok fase II yang secara klinis menyerupai pelemas otot nondepolarizing. Jadi, agen ini berpesan sebagai Ach receptor agonist Pelemas otot nondepolarizing mengikat reseptor Ach tapi tidak bisa menimbulkan terbukanya kanal ion. Karena Ach tidak bisa berikatan dengan reseptornya, tidak terbentuk potensi end-plate. Blok neuromuskuler terjadi meskipun hanya satu subunit terblok. Jadi, agen ini berperan sebagai antagonis kompetitif.

Perbedaan mekanisme ini berbeda tergantung keadaan penyakit tertentu. Pada keadaan menurunnya pelepasan ACh (seperti pada injuri denervasi otot), agen depolarizing memiliki efek lebih kuat dan terjadi resistensi terhadap agen nondepolarizing. Pada keadaan dengan reseptor ACh sedikit (seperti myasthenia gravis), terjadi resistensi terhadap agen depolarizing dan peningkatan sensitivitas terhadap agen nondepolarizing.

4.1.2. Respon terhadap stimulasi saraf perifer Ada 4 pola stimulasi listrik dengan supramaximal square-wave pulse : Tetani : stimulus 50-100 Hz menetap biasanya selama 5 detik

Single twitch : pulsus tunggal dalam durasi 0,2 ms

Train of four : serial 4 twitch dalam 2 detik (frekuensi 2 Hz), masing-masing selama 0,2 ms

Double-burst stimulation (DBS) : 3 stimulasi pendek (0,2 ms) frekuensi tinggi yang dipisahkan oleh interval 20 ms (50 Hz) dan diikuti 750 ms kemudian oleh dua (DBS 3,2) atau tiga (DBS 3,3) impuls tambahan Terjadinya fade (penurunan gradual dari respon yang dibangkitkan selama stimulasi saraf yang diperpanjang atau berulang) adalah indikasi dari blok depolarizing atau blok fase II bila succynilcholine sudah diberikan. Fade bisa terjadi karena efek prejunctional dari agen nondepolarizing yang mengurangi jumlah Ach yang dilepaskan di saraf terminal selama stimulasi (blokade mobilisasi ACh). Perbaikan klinis adekuat berkorelasi dengan hilangnya fade. Karena fade lebih jelas selama stimulasi tetanus atau stimulasi double burst yang menetap dibandingkan pada pola train of four atau repeated twitches, dua pola awal lebih dipilih untuk menentukan adekuasi pemulihan dari blok nondepolarizing

Gambar 4. 1. Pola selama blok depolarizing dan nondepolarizing

Kemampuan stimulasi tetani selama blok nondepolarizing untuk meningkatkan respon yang dibangkitkan menuju twitch yang berurutan disebut posttetanic potentiation. Fenomena ini berkaitan dengan peningkatan transient pada mobilisasi Ach yang mengikuti stimulasi tetani.

Depolarizing blok fase I dari succinylcholine tidak menunjukkan fade selama tetanus atau train of four; dan juga posttetanic potentiation. Dengan infuse succinylcholine lebih lama, kualitas blok kadang berubah menyerupai blok nondepolarizing (blok fase II)

4.1.3. Reversal of block Karena succinylcholine tidak dimetabolisme oleh asetilkolinesterase, succinylcholine terlepas dari ikatan dengan reseptor dan berdifusi keluar dari neuromuscular junction untuk dihidrolisis di plasma dan liver oleh enzim lain, pseudocholinesterase (cholinesterase nonspesifik, cholinesterase plasma, atau butyrylcholinesterase). Ini merupakan proses yang cukup cepat karena tidak ada agen spesifik untuk membalik blokade depolarizing Agen nondepolarizing, kecuali mivacurium, tidak dimetabolisme oleh asetilkolinesterase atau pseudocholinesterase. Reversal blokade tergantung pada terlepasnya ikatan dengan reseptor, redistribusi, metabolisme dan ekskresi relaksan oleh tubuh, atau pemberian agen reversal spesifik (seperti cholinesterase inhibitor) yang menghambat aktivitas enzim asetilkolinesterase. Inhibisi ini meningkatkan jumlah Ach di neuromuscular junction sehingga bisa berkompetisi dengan agen nondepolarizing, sehingga agen reversal tidak berguna untuk reversing pada blok depolarizing. Sebaliknya, dengan peningkatan konsentrasi ACh di neuromuscular junction dan hambatan metabolisme succinylcholine pseudocholinesterase-induced, cholinesterase inhibitor bisa memperpanjang blokade neuromuskuler karena succinylcholine.

Neostigmine hanya bisa membalik blok neurovaskuler setelah succinylcholine ketika ada blok fase II (fade dari train of four) dan sudah melewati waktu konsentrasi sirkulasi untuk bisa diabaikan. Sugammadex (cyclodextrin) adalah agen selektif relaxant-binding pertama, bisa memiliki efek reversal dengan membentuk kompleks 1:1 dengan agen nondepolarizing steroid (vecuronium, rocuronium). 4.2. Depolarizing agent

SUCCINYLCHOLINE Disebut juga diacetylcholine atau suxamethonium

Metabolisme dan ekskresi

Merupakan obat yang terkenal karena memiliki rapid onset of action (30-60 detik) dan durasi aksi pendek (kurang dari 10 menit). Rapid onset tersebut disebabkan karena Succinylcholine memiliki volume distribusi kecil karena kelarutan lemak yang sangat rendah

Succinylcholine dimetabolisme oleh pseudocholinesterase menjadi succinylmonocholine begitu memasuki sirkulasi. Hanya fraksi kecil dari dosis yang diinjeksikan mencapai neuromuscular junction. Ketika kadar obat dalam darah menurun, molekul succinylcholine berdifusi keluar dari neuromuscular junction. Hal itu membatasi durasi aksi Durasi aksi dapat diperpanjang pada :

Succinylcholine dosis tinggi Metabolisme abnormal, bisa disebabkan karena :

Hipotermia : menurunkan kecepatan hidrolisis

Penurunan kadar pseudocholinesterase : bisa karena kehamilan, penyakit liver, gagal ginjal dan beberapa terapi obat seperti yang tertera pada tabel 4.2.

Tabel 4.2. Obat-obat yang menurunkan aktivitas cholinesterase

ObatDeskripsi

EchothiophateOrganofosfat yang digunakan untuk glaukoma

Neostigmine

PyridostigmineCholinesterase inhibitor

PhenelzineMonoamine oxidase inhibitor

CyclophospamideAntineoplastic agent

MetoclopramideAgen antiemetik / prokinetik

Esmolol-blocker

PancuroniumNondepolarizing mucle relaxant

Kontrasepsi oralBerbagai agen

Defek enzim secara genetik : pada orang heterozygot dengan 1 normal dan 1 gen abnormal (atypical) pseudocholinesterase terdapat sedikit pemanjangan blok (20-30 menit). Sedangkan pada pasien dengan enzim atipikal homozigot terdapat blok yang sangat lama (4-8 jam) Adekuasi pseudocholinesterase dapat diukur secara kuantitatif dalam untit / liter (minor factor) dan kualitatif dengan dibucaine number (major factor). Dibucaine adalah anestesi lokal yang menghambat aktivitas 80% pseudocholinesterase normal dan 20% aktivitas enzim atipikal. Persentase inhibisi aktivitas pseudocholinesterase disebut dibucaine number. Jadi pada orang dengan pseudocholinesterase normal memiliki dibucaine number 80, pada yang abnormal memiliki dibucaine number 20 Interaksi obat

Obat-obat yang bisa berinteraksi dengan succinylcholine ada pada gambar 4. 2. Ada 2 interaksi yang perlu dibahas :

a) Cholinesterase inhibitor

Obat jenis ini bisa memperpanjang blok depolarizing fase 1 dengan 2 mekanisme. Pertama, dengan inhibisi acetylcholinesterase sehingga konsentrasi ACh yang tinggi di bagian terminal saraf banyak, berakibat pada intensifikasi depolarisasi. Kedua, dengan menghambat pseudocholinesterase sehingga mengurangi hidrolisis succinylcholine.

b) Nondepolarizing relaxant

Dosis kecil agen nondepolarizing bisa menjadi antagonis blok fase 1. Jika diberikan cukup agen depolarizing untuk mencapai blok fase 2, pemberian agen nondepolarizing akan menyebabkan terjadi paralisis

Gambar 4. 2. Potensiasi (+) dan resistensi (-) agen blok neuromuskuler oleh obat lain (dikutip dari Morgan, 2013)

Dosis

Dewasa (untuk intubasi) : 1-1,5 mg/kg i.v. ; dosis minimal : 0,5 mg/kg. Bolus berulang 10 mg atau succinylcholine drip (1 g dlm 500 atau 1000 ml) bisa digunakan untuk prosedur operasi yang membutuhkan paralisis cepat tapi intens (spt otolaryngological endoscopies)

Anak : Butuh dosis lebih besar. secara i.m., dosis sampai 4-5 mg/kg tidak selalu menghasilkan efek paralisis totalPenyimpanan : Di dalam kulkas dengan suhu 2-8C dan harus digunakan dalam 14 hari setelah dikeluarkan dari kulkas dan terpapar suhu ruang Efek samping dan konsiderasi klinis

a) Kardiovaskuler Succinylcholine tidak hanya menstimulasi reseptor nikotinik kolinergis pada neuromuscular junction. Stimulasi reseptor nikotinik pada ganglia simpatis dan parasimpatis dan reseptor muskarinik pada nodus SA jantung bisa menurunkan atau menaikkan tekanan darah dan heart rate. Dalam dosis dapat dihasilkan efek kronotropik dan inotropik negatif, tapi pada dosis besar biasanya meningkatkan heart rate dan kontraktilitas dan meningkatkan kadar katekolamin dalam sirkulasi.

Pada anak-anak biasanya didapatkan bradikardia. Bradikardia pada dewasa bisa terjadi ketika bolus kedua succinylcholine diberikan sekitar 3-8 menit setelah dosis pertama. Sebagai profilaksis diberikan atropine i.v. (0,02 mg/kg pada anak, 0,4 mg pada dewasa) sebelum dosis pertama dan dosis selanjutnya untuk anak atau sebelum dosis kedua untuk dewasa.b) FasikulasiBisa dihindari dengan pretreatment dengan dosis kecil nondepolarizing relaxant. Pemberian itu beresiko meningkatkan dosis succinylcholine yang dibutuhkan (1,5 mg/kg). Biasanya jarang ditemukan pada anak kecil dan orang tua.c) HiperkalemiaDepolarisasi yang diinduksi succinylcholine meningkatkan kalium serum 0,5 mEq/L. Tabel 4.4. menunjukkan kondisi yang menyebabkan kerentan terhadap peningkatan kalium yang diinduksi succinylcholine.

Tabel 4.4. Kondisi yang menyebabkan kerentanan terhadap succinylcholine-induced hyperkalemia (Morgan, 2013)Luka bakar

Trauma masif

Infeksi intraabdominal berat

Injuri medula spinalis

Encephalithis

Stroke

Guillain-Barre syndrome

Penyakit Parkinson berat

Tetanus

Imobilisasi tubuh total dalam jangka waktu panjang

Ruptur aneurisma cerebrum

Polineuropati

Injuri kepala tertutup

Syok hemoragis dengan asidosis metabolik

Miopati (seperti Duchennes dystrophy)

d) Nyeri ototTerdapat peningkatan insiden postoperative myalgia, administrasi rocuronium (0,06-0,1 mg/kg) sebelum succinylcholine dapat mencegah fasikulasi dan mengurangi postoperative myalgia. Pemberian NSAID dapat mengurangi insiden dan derajat keparahan myalgia.e) Peningkatan tekanan intragastricFasikulasi dinding abdomen meningkatkan tekanan intragastrik yang diawali dengan peningkatan tonus otot sphincter esofagusf) Peningkatan tekanan intraokulerOtot ekstraokuler memiliki banyak motor end plate pada tiap sel. Depolarisasi membran yang memanjang dan kontraksi otot ekstraokuler dengan cepat meningkat tekanan intraokuler setelah pemberian succinylcholineg) Kekakuan otot masseterSuccinylcholine dengan cepat meningkatkan tonus otot pada otot masseter sehingga sering didapati kesulitan membuka mulut.h) Malignant hipertermia (keadaan hipermetabolisme dari otot rangka, mengakibatkan peningkatan asam laktat dan peningkatan suhu tubuh)i) Kontraksi menyeluruhPasien dengan myotonia bisa mengalami myoclonus setelah pemberian succinylcholinej) Paralisis memanjangPasien dengan penurunan kadar normal pseudocholinesterase bisa mengalami pemanjangan durasi aksi, sedangkan pada pasien dengan pseudocholinesterase atipikal bisa mengalami paralisis yang memanjang.k) Tekanan intrakranialSuccinylcholine bisa mengakibatkan aktivasi encephalogram dan sedikit peningkatan aliran darah otak dan tekanan intrakranial. Fasikulasi otot menstimulasi stretch receptor otot sehingga meningkatkan aktivitas otak. Hal tersebut bisa dihindari dengan pemberian nondepolarizing muscle relaxant dan pemberian lidocaine (1,5-2 mg/kg) 2-3 menit sebelum intubasil) Pelepasan histamin4.3. Non depolarizing agent

4.3.1. Golongan obat / klasifikasi

Benzylisoquinolinium : Atracurium, cisastracurium ; cenderung melepas histamin Steroid : Ada efek vagolitik, paling tampak pada pancuronium dan secara klinis tidak tampak pada vecuronium atau rocuronium Komponen lain : Gantacurium

4.3.2. Karakteristik farmakologi unik

a) Kecocokan untuk intubasiPenggunaan short dan intermediate acting agent 10-15% dari dosis intubasi biasa 5 menit sebelum induksi (priming dose) sudah bisa menduduki cukup reseptor sehingga paralisis bisa cepat terjadi ketika seluruh dosis sudah diberikan. Tapi pada beberapa pasien, priming dose bisa menyebabkan dyspnea distress, diplopia atau disfagia. Efek samping negatif ini lebih umum didapati pada pasien lebih tua dan lebih parah sakitnyab) Kecocokan untuk mencegah fasikulasiUntuk mencegah fasikulasi dan myalgia, 10-15% dosis intubasi nondepolarizing agent bisa diberikan 5 menit sebelum succinylcholine. Bila diberikan diberikan hanya sesaat sebelum succinylcholine, hanya myalgia yang dihambat tetapi tidak untuk fasikulasi. Yang paling populer digunakan adalah tubocurarine dan rocuronium.c) Maintenance relaksasiParalisis otot harus dipertahankan untuk memfasilitasi pembedahan, mengurangi kedalaman anestesi atau kontrol ventilasi. Dosis maintenance harus dituntun dengan stimulator saraf dan tanda klinis. Monitoring fungsi neuromuskuler dengan stimulator saraf membantu menghindari under atau overdosing dan mengurangi paralisis otot residual di ruang pemulihan. Tanda klinis seperti usaha pernafasan spontan atau pergerakan spontan bisa menjadi tanda untuk administrasi dosis berikutnya.d) Potensiasi oleh anestesi inhalasiPenggunaan agen volatile menurunkan kebutuhan dosis agen nondepolarizing minimal 15%. Tingkat augmentasi postsinaps tergantung pada anestesi inhalasi (desflurane > sevoflurane > isoflurane dan enflurane > halotane > N2O/O2/narkotik) dan pelemas otot (pancuronium > vecuronium dan atracurium)e) Potensiasi nondepolarizing agent lainKombinasi agen nondepolarizing menciptakan sinergisitas pada blokade neuromuskular.f) Efek samping otonomikBeberapa agen lama (tubocurarine dan metocurine) blok ganglia otonom, mengurangi kemampuan sistem saraf simpatis untuk meningkatkan kontraktilitas dan denyut jantung sebagai respon terhadap hipotensi dan stres intraoperatif lain. Pancuronium (dan gallamine) memblok reseptor muscarinic vagal di SA node, menyebabkan takikardig) Pelepasan histamin

Atracurium dan mivacurium bisa merangsang pelepasan histamin, terutama pada dosis tinggi. Injeksi secara perlahan dan pretreatment dengan antihistamin memperbaiki efek samping ini h) Klirens hepatik

Hanya pancuronium dan vecuronium yang dimetabolisme secara signifikan oleh liver. Veruconium dan rocuronium sangat tergantung pada ekskresi bilier. Atracurium, cisatracurium dan mivacurium meskipun dimetabolisme secara ekstensif, tergantung pada mekanisme ekstrahepatiki) Ekskresi renal

Dexacurium, pancuronium, vecuronium dan pipecuronium secara partial diekskresikan oleh ginjal. Eliminasi atracurium, cisatracurium, mivacurium dan rocuronium tidak tergantung fungsi ginjal

4.3.3. Karakteristik farmakologi umum

a) Temperatur

Hipotermi memperpanjang blokade dengan megurangi metabolisme (mivacurium, atracurium, cisatracurium) dan menunda ekskresi (pancuronium, vecuronium) b) Keseimbangan asam basa

Asidosis respiratorik berpotensi untuk blokade kebanyakan nondepolarizing relaxant dan antagonis reversal obat-obat tersebut

c) Abnormalitas elektrolit

Hipokalemia dan hipokalsemia memperberat blok nondepolarizing. Hipermagnesemia, seperti pada penderita preeklamsia, memiliki potensi blokade nondepolarizing dengan kompetisi dengan kalsium pada motor end plated) Usia

Neonatus memiliki sensitivitas lebih tinggi terhadap agen nondepolarizing. Tabel berikut memuat konsiderasi tambahan terhadap populasi tertentu.

Tabel 4.5. Konsiderasi tambahan dalam populasi spesial

PediatrikSuccinylcholine : tidak boleh digunakan rutinAgen nondepolarizing : onset lebih cepat

Veruconium : long acting pada neonatus

LansiaPenurunan klirens : durasi memanjang, kecuali dengan cisatracurium

ObesitasDosis 20% lebih dari lean body weight; tidak ada perubahan onsetDurasi memanjang, kecuali cisatracurium

Penyakit heparPeningkatan volume distribusiPancuronium dan vecuronium : permanjangan eliminasi karena metabolisme hepatik dan ekskresi bilier

Cisatracurium : tidak ada perubahan

Penurunan pseudocholinesterase : pemanjangan aksi bisa terlihat dengan succinylcholine pada penyakit berat

Gagal ginjalVecuronium : prolongedRocuronium : relatif tetap

Cisatracurium : alternatif teraman

Penyakit kritisUpregulasi reseptor asetilkolin nikotinik, miopati, polineuropati

e) Interaksi obat

Obat-obat seperti pada gambar 4. . bisa memperberat blokade nondepolarizing. Ada banyak tempat interaksi : struktur prejunctional, reseptor kolinergis postjunctional dan membran ototf) Penyakit lain yang diderita

Penyakit yang bisa mengubah respon terhadap pelemas otot dimuat pada tabel berikut. Selain daripada penyakit neurologis atau muskular, penyakit liver sirosis dan gagal ginjal kronis bisa meningkatkan volume distribusi dan menurunkan konsentrasi plasma obat water-soluble seperti pelemas otot. Selain itu, obat yang dependen pada ekskresi hepar maupun ren bisa menunjukkan pemanjangan klirens.

Gambar 4.3. Penyakit yang bisa mengubah respon terhadap pelemas otot

g) Kelompok otot

Sensitivitas relatif kelompok otot tergantung pemilihan pelemas otot. Umumnya, otot diafragma, rahang, larynx dan wajah (orbicularis oculi) lebih cepat merespon relaksasi otot daripada ibu jari. Otot glotis umumnya resisten terhadap blokade, terbukti selama laryngoskopi. Kondisi intubasi yang baik biasanya berkaitan dengan hilangnya respon kedutan orbicularis oculi

ATRACURIUM Merupakan suatu struktur benzylisoquinoline Metabolisme secara ekstensif independen terhadap fungsi hepar dan ren, kurang dari 10% diekskresikan tanpa diubah melalui rute renal dan bilier. Ada 2 proses yang bertanggung jawab terhadap metabolisme : hidrolisis ester (dikatalisasi oleh esterase nonspesifik) dan eliminasi Hoffman (pemecahan kimia nonenzimatik spontan yang terjadi pada pH dan temperatur fisiologis)

Dosis :

0,5 mg/kg i.v. digunakan untuk intubasi. Setelah succinylcholine, relaksasi intraoperatif dicapai dengan initial dose 0,25 mg/kg, dilanjutkan dengan incremental dose 0,1 mg/kg tiap 10-20 menit. Untuk menggantikan bolus bisa digunakan infusi 5-10 mcg/kg/menit.

Atracurium bisa lebih pendek kerjanya pada anak dan bayi dibandingkan dewasa

Tersedia dalam kemasan 10 mg/ml, harus disimpan pada suhu 2-80C karena bisa kehilangan 5-10% potensi tiap bulan bila terpapar suhu ruang. Pada suhu ruang, atracurium harus digunakan dalam 14 hari untuk menjaga potensi

Efek samping dan konsiderasi klinis

Atracurium merangsang pelepasan histamin dose-dependent yang menjadi signifikan pada dosis lebih dari 0,5 mg/kg

a) Hipotensi dan takikardi

Umumnya tidak terjadi kecuali diberikan dengan dosis melebihi 0,5 mg/kg. Atracurium juga menyebabkan penurunan transien resistensi vaskuler sistemik dan peningkatan cardiac index independen dari pelepasan histamin. Injelsi secara perlahan menimimalisasi efek ini

b) Bronkospasme

Atracurium harus dihindari pada pasien asma

c) Toksisitas Laudanosine

Laudanosine adalah amino tersier yang merupakan hasil dari eliminasi Hoffman. Biasa dikaitkan dengan eksitasi sistem saraf pusat, menyebabkan peningkatan minimum alveolar concentration dan kejang. Laudanosine perlu dipertimbangkan pada pemberian dosis tinggi atau pasien memiliki gagal hati karena laudanosine dimetabolisme di liver dan diekskresikan di urin dan empedu.d) Sensitivitas temperatur dan pH

Asidosis dan hipotermia dapat memperpanjang durasi aksi atracurium

e) Inkompabilitas kimia

Atracurium bisa menjadi asam bebas jika pada jalur intravena berinteraksi dengan solusio alkaline seperti thiopentalf) Reaksi alergi

Reaksi anafilaktoid jarang terjadi. Mekanisme yang mungkin terjadi termasuk imunogenisitas langsung (melalui reaksi antibodi IgE-mediated terhadap komponen ammonium seperti dalam pelemas otot) dan aktivasi imun acrylate-mediated (acrylate adalah metabolit dari atracurium)

CISATRACURIUM Cisatracurium adalah stereoisomer dari atrakurium empat kali lebih kuat. Atracurium berisi sekitar 15% cisatracurium

Metabolisme & EkskresiSeperti atrakurium, cisatracurium mengalami degradasi dalam plasma pada pH fisiologis dan suhu oleh organ-independen Hofmann eliminasi. Metabolit yang dihasilkan (monoquaternary sebuah akrilat dan laudanosine) tidak memiliki neuromuscular blocking Ects eff. Karena cisatracurium ini potensi yang lebih besar, jumlah laudanosine diproduksi untuk tingkat yang sama dan durasi neuromuskuler blokade jauh lebih sedikit dibandingkan dengan atrakurium. Nonspecifi c esterase tidak terlibat dalam metabolisme cisatracurium. Metabolisme dan eliminasi adalah independen dari gagal ginjal atau hati. Variasi kecil dalam pola farmakokinetik karena untuk hasil usia di tidak ada perubahan klinis penting dalam durasi kerja.

DosisCisatracurium menghasilkan kondisi intubasi yang baik setelah dosis 0,1-0,15 mg / kg dalam waktu 2 menit dan hasil di blokade otot durasi menengah. Pemeliharaan laju infus khas berkisar dari 1,0-2,0 mcg / kg / min. Oleh karena itu, lebih kuat dari atrakurium. Cisatracurium harus disimpan dalam lemari pendingin (2-8 C) dan harus digunakan dalam waktu 21 hari setelah penghapusan dari pendinginan dan paparan suhu kamar. Efek Samping & Pertimbangan KlinisTidak seperti atrakurium, cisatracurium tidak menghasilkan peningkatan dosis tergantung konsisten tingkat histamin plasma setelah pemberian. Cisatracurium tidak mengubah denyut jantung atau darah tekanan, juga tidak menghasilkan project-eff otonom, bahkan pada dosis setinggi delapan kali ED 95. Saham Cisatracurium dengan atrakurium produksi dari laudanosine, pH dan sensitivitas temperatur, dan ketidakcocokan kimia.

PANCURONIUM Pancuronium terdiri dari cincin steroid yang dua molekul Ach diubah diposisikan (a bisquaternary relaksasi). Cincin steroid berfungsi sebagai "spacer" antara dua amina kuaterner. Pancuronium menyerupai Ach cukup untuk mengikat (tapi tidak mengaktifkan) reseptor ACh nikotinik.

Metabolisme & EkskresiPancuronium dimetabolisme (deasetilasi) oleh hati sampai tingkat yang terbatas. Produk metabolisme yang memiliki beberapa aktivitas memblokir neuromuskuler. ekskresi adalah terutama ginjal (40%), meskipun beberapa dari obat ini dibersihkan oleh empedu (10%). Tidak mengherankan, eliminasi dari pancuronium diperlambat dan neuromuskuler blokade berkepanjangan oleh gagal ginjal. pasien dengan sirosis mungkin memerlukan dosis awal yang lebih besar karena adanya peningkatan volume distribusi tetapi telah mengurangi kebutuhan pemeliharaan karena penurunan tingkat clearance plasma.

DosisDosis 0,08-0,12 mg / kg pancuronium memberikan relaksasi yang memadai untuk intubasi dalam 2-3 menit. Relaksasi intraoperatif dicapai dengan pemberian 0.04 mg / kg awalnya mengikuti setiap 20-40 menit sebesar 0,01 mg / kg. Anak-anak mungkin memerlukan dosis cukup besar dari pancuronium. Pancuronium tersedia sebagai solusi 1 atau 2 mg / mL dan disimpan pada 2-8 C tetapi mungkin stabil hingga 6 bulan di ruang normal suhu.

Efek Samping & Pertimbangan KlinisA. Hipertensi dan TakikardiEfek kardiovaskular disebabkan oleh kombinasi blokade vagal dan stimulasi simpatis. Yang terakhir adalah karena kombinasi rangsangan ganglionik, katekolamin melepaskan dari ujung saraf adrenergik, dan penurunan katekolamin reuptake. bolus besar dosis pancuronium harus diberikan dengan hati-hati untuk pasien yang peningkatan denyut jantung akan sangat merugikan (misalnya, koroner penyakit arteri, hypertrophic cardiomyopathy, aorta stenosis).B. AritmiaPeningkatan konduksi atrioventrikular dan katekolamin melepaskan meningkatkan kemungkinan ventrikel aritmia pada individu cenderung. Kombinasi dari pancuronium, antidepresan trisiklik, dan halotan telah dilaporkan secara khusus arrhythmogenic.C. Alergi ReaksiPasien yang hipersensitif terhadap bromida dapat menunjukkan reaksi alergi terhadap pancuronium (pancuronium bromide).

VECURONIUM

Vecuronium merupakan pancuronium tanpa grup metil kuarter. Dimetabolisme oleh liver dan sedikit oleg ginjsl.meskipun me,uaskam untuk pasien dengan kelainan ginjsl, terkadang durasinya memanjang. Vecuronium memiliki durasi yang singksat yang dijelaskan oleh eliminasinya yang cepat dan lebih bersih daripada pancuronium. Penggunaan jangka panjang dari vecuronium pada pasien ICU dapat menyebabkan neuromuscular blok hingga beberapa hari.

Faktor resiko penggunaan vecuronium adalah pada pasien perempuan, gagal ginjal, penggunaan terapi kortikosteroid dosis tinggi dan sepsis sehingga harus dimonitot terus menerus.

Dosis untuk intubasi adalah 0,08-0,12mg/kg. Penggunaan 0,04mg/kg pada awalnya diikuti oleh peningkatan 0,01mg/kg setiap 15-20 menit menyebabkan relaksasi intraoperasi. Sebagai alternative, dapat juga digunakan 1-2mcg/kg/min untuk mempertahankan relaksasi.

Usia tidak memiliki kebutuhan khusus akan dosis. Akan tetapi perempuan 30% lebih sensitive daripada laiki-laki, sebagai bukti lebih besarnya blockade dan durasinya yang lebih panjang. Hal ini mungkin berkaitan dengan lemak dan massa otot, ikatan protein, volume distribusi atai aktivitas metabolic.

Vecuronium dapat menyebabkan bradikardi pada beberapa pasien. Selain itu pada pasien dengan sirosis sebaiknya dosis lebih besar dari 0,15mg/kg. Meskipun vecuronium tidak bergantung pada ekskresi bilier tetapi durasi aksinya tidak signifikan.

ROCURONIUM

Dibentuk oleh analog monokuarter steroid dari vecuronium untuk membentuk aksi yang cepat.

Rocuronium tidak dimetabolisme dan dieliminasi oleh liver dan sedikit oleh ginjal. Durasi aksi nya tidak secara signifikan dipengaruhi oleh penyakit ginjal, tetapi akan memanjang oleh penyakit hati yang berat dan kehamilan. Karena rocuronium tidak memiliki metabolism aktif, rocuronium merupakan pilihan yang lebih baik daripada vecuronium. Pasien yang lebih tua dapat mengalami durasi aksi yang memanjang karena penurunan massa liver.

Rocuronium kurang poten dibanding pelemas otot steroid lainnya. Dosisnya 0,45-0,9mg/kg intravena untuk intubasi dan 0,15mg/kg bolus untuk maintenance.

Rocuronium pada dosis 0,9-1,2mg/kg dapat memberikan aksi pada 60-90 detik, dan merupakan alternative untuk induksi yang cepat.

Gambar 4.4. Ringkasan farmakologi agen nondepolarizing

Gambar 4.5. Karakteristik klinis agen nondepolarizing

DAFTAR PUSTAKA

Dobson, Michael B. 1994. World Health Organization Penuntun Praktis Anestesi. Penerbit Buku Kedokteran. JakartaMorgan, G.,E ; Mikhail, M., S. 1996. Clinical Anesthesiology. Second Edition. Stamford : Appleton & LangeMorgan, G.,E ; Mikhail, M., S. 2013. Clinical Anesthesiology. Fifth Edition. Stamford : Appleton & Lange

Muhiman, M ; Thaib, R ; Sunatrio, S ; Dahlan, R. 1989. Anestesiologi. Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia : Bagian Anestesiologi dan Terapi Intensif