jtm 20100105
Post on 06-Dec-2015
248 Views
Preview:
DESCRIPTION
TRANSCRIPT
JTM Vol. XVII No. 1/2010
55
PEMODELAN PERSEBARAN SATURASI AIR DENGAN
MENGGUNAKAN METODE FOIL FUNCTION (BULK VOLUME OF
WATER) PADA RESERVOIR MINYAK DI LAPANGAN “X”
Jovie Yunara1, Taufan Marhaendrajana
1
Sari Pemodelan persebaran saturasi air sangat penting dalam simulasi dan pemodelan reservoir, terutama pada perhitungan
jumlah minyak awal di tempat (OOIP) dan peramalan kinerja reservoir. Dalam kenyataannya, penentuan persebaran
saturasi air tidak mudah, dikarenakan reservoir memiliki karakteristik hubungan saturasi air dengan ketinggian di atas
free water level (FWL) yang unik. Sedangkan saturasi air secara statistik dari data sumur tidak memiliki relevansi untuk
membandingkan realita fenomena fisik. Beberapa metode yang umum digunakan untuk memodelkan hubungan saturasi
air dengan ketinggian di atas FWL adalah metodeLeverett J-Function, FOIL Function (Bulk Volume of Water) dan
Lambda Function (effective porosity classes). Metode FOIL function menawarkan opsi yang lebih sederhana dengan
memanfaatkan data logging dari beberapa sumur untuk memodelkan saturasi air. FOIL function menggunakan prinsip
Bulk Volume of Water (BVW) yang merupakan produk dari saturasi air dan porositas. Satu reservoir akan memiliki
karakteristik fungsi BVWterhadap ketinggian di atas FWL. Dengan memanfaatkan hubungan ini, dapat dibuat suatu
hubungan antara saturasi air dengan ketingian di atas FWL untuk masing-masing nilai porositas di sebuah reservoir.
Penelitian ini membahas penggunaan metode FOIL function untuk persebaran saturasi air di reservoir minyak pada
lapangan “X”. Pembahasannya meliputi langkah kerja dalam penggunaan metode FOIL function, seperti analisa log,
penentuan konstanta “a” dan “b” yang merupakan parameter dalam FOIL function, pemodelan persebaran saturasi air
di model reservoir, dan perhitungan OOIP. Tugas akhir ini juga menunjukkan kelemahan dan kelebihan dari
penggunaan metode FOIL Function sehingga dapat menjadi pertimbangan dalam penentuan metode pemodelan
persebaran saturasi air sesuai dengan data reservoir yang dimiliki.
Kata Kunci : pemodelan reservoir, saturasi air, bulk volume of water, foil function
Abstract Water saturation distribution modelling is one of important procedure to do in reservoir modelling and simulation,
especially for original oil in place calculation and reservoir performance forecasting. In fact, water saturation modelling
is not trivial, because reservoir has unique characterization of water saturation and height above free water level
relationship. Besides, water saturation statistically from well data does not have any relevancy to compare with physics
phenomena. There are some methods generally used to determine the relation between height above free water level and
water saturation such as Leverett J-function, FOIL function (Bulk Volume of Water) and Lambda function (effective
porosity classes). FOIL function offers more simple option which only use logging data from several wells. FOIL
function uses the principal of Bulk Volume of Water (BVW) which is water saturation and porosity product. A reservoir
will have a certain BVW vs height above free water level function. By using this relationship, the water saturation and
height above FWL for each porosity in a reservoir can be determined. This research about using FOIL Function method
for water saturation distribution modelling in oil reservoir in “X” field. It includes the procedure in using FOIL
function, such as log analysis, determining “a” and “b” constant which are the parameters in FOIL function, water
saturation distribution modelling in reservoir model, and OOIP calculation. It also discusses about the advantages and
disadvantages in using FOIL function method, so it can be consideration in determining water saturation distribution
modelling that conforms with the reservoir data.
Keywords : reservoir modelling, water saturation, bulk volume of water, foil function
1) Program Studi Teknik Perminyakan, Institut Teknologi Bandung
Jl. Ganesa No. 10 Bandung 40132, Telp.: +62 22-2504955, Fax.: +62 22-2504955, Email:jovie_46_tm07@yahoo.com
I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Salah satu langkah kerja dalam simulasi dan
pemodelan reservoir adalah pemodelan
persebaran saturasi air di reservoir. Untuk
memodelkan saturasi air tersebut dibutuhkan
suatu fungsi yang dapat mengambarkan
persebaran saturasi air di tiap ketinggian di atas
free water level (FWL). Fungsi tersebut lebih
dikenal sebagai SwH function.
Sebenarnya, data saturasi air dapat diperoleh
melalui interpretasi logging. Namun demikian,
data ini hanya terbatas pada radius beberapa inch
dari lubang sumur. Data ini tidak dapat digunakan
sebagai representasi perseberan saturasi air di
seluruh reservoir. Dengan demikian, penggunaan
data ini untuk perhitungan OOIP menjadi tidak
tepat.
SwH function merupakan salah satu metode untuk
menyebarkan data saturasi air di satu reservoir.
Dengan cara ini diharapkan perhitungan OOIP
menjadi lebih akurat. Ada beberapa metode yang
umumnya digunakan untuk memodelkan fungsi
persebaran saturasi air terhadap ketinggian di atas
FWL. Metode-metode tersebut diantaranya
adalah metode Leverett J-function, Lambda
function, dan FOIL function. Persamaan-
persamaan tersebut merupakan fungsi matematik
Jovie Yunara, Taufan Marhaendrajana
56
dari properti reservoir yang diperoleh baik dari
data core maupun logging. Masing-masing
metode tersebut membutuhkan data yang
berbeda-beda dan memakan waktu analisa yang
berbeda-beda pula.
Metode FOIL function merupakan salah satu
metode yang lebih ekonomis dan sederhana untuk
dilakukan. Metode ini memanfaatkan prinsip dari
Bulk Volume of Water yang merupakan produk
dari porositas dan saturasi. Kedua data tersebut
dapat diperoleh dengan menggunakan logging,
sehingga pemodelan saturasi air dapat di lakukan
setelah pemboran dilakukan tanpa melakukan
special core analysis (SCAL) terlebih dahulu.
Namun demikian, penggunaan metode ini masih
belum terlalu populer dibandingkan metode
Leverett J-function.
Dilatarbelakangi oleh hal tersebut, di dalam
penelitian ini akan dibahas mengenai metodologi
penerapan FOIL Function dalam pemodelan
saturasi air di satu reservoir minyak. Lapangan
yang digunakan pada penelitian ini adalah
lapangan “X”. Lapangan ini memiliki tiga sumur
dan masing-masing sumur tersebut telah
dilakukan logging. Hasil pemodelan saturasi air
yang dilakukan pada reservoir ini akan digunakan
sebagai data inisialisasi simulasi reservoir untuk
menentukan OOIP dari lapangan “X”.
1.2 Tujuan Penelitian Tujuan dari penelitian ini adalah menunjukkan
metodologi dalam memodelkan persebaran
saturasi air dengan menggunakan metode FOIL
function di reservoir minyak.
Dalam penelitian ini, dijelaskan bagaimana
metodologi dalam penggunaan metode FOIL
function secara menyeluruh mulai dari
interpretasi data logging hingga menghitung
jumlah minyak di tempat (OOIP) melalui
simulator komersil untuk reservoir minyak, serta
kelebihan dan kekurangan dalam pengaplikasian
metode ini. Dengan demikian, diharapkan melalui
tugas akhir ini dapat membantu para akademisi
ataupun profesional dalam menentukan opsi
pemodelan persebaran saturasi air di sebuah
reservoir secara ekonomis dan sederhana namun
tidak mengurangi keakuratan data yang
dihasilkan.
1.3 Metodologi Dalam penyusunan penelitian ini, langkah-
langkah yang dilakukan oleh penulis dalam
penerapan metodologi FOIL function adalah:
1. Melakukan review data reservoir pada
lapangan “X”
2. Mengumpulkan data logging serta
melakukan interpretasi terhadap data
logging dari 3 sumur yang ada pada
lapangan “X” tersebut. Data logging yang
diinterpretasi diantaranya adalah log gamma
ray, log densitas, dan hasil interpretasi data
saturasi.
3. Melakukan plotting antara porositas vs
kedalaman dan kandungan shale vs
kedalaman untuk melihat homogenitas
litologi reservoir.
4. Melakukan plotting antara log BVW vs log
ketinggian di atas FWL (HFWL) untuk
mendapatkan konstanta “a” dan “b”.
5. Menyusun persamaan FOIL function serta
melakukan sensitivitas konstanta “a” untuk
melihat perbandingan antara data
sebenarnya dengan data persamaan melalui
plot BVW vs HFWL. Dalam uji senistivitas
ini digunakan 3 nilai “a” yang berbeda, yaitu
“a average” yang diperoleh dari regresi pada
plot log BVW vs log HFWL, “a optimis”
yang menunjukkan kecenderungan nilai
BVW yang kecil dan “a pesimis” yang
menunjukkan kecenderungan nilai BVW
yang besar.
6. Mengaplikasikan persamaan FOIL function
di simulator untuk memodelkan persebaran
saturasi air di seluruh reservoir pada
lapangan “X”. Terdapat tiga model
persebaran saturasi air yang berdasarkan
nilai konstanta “a” hasil uji sensitivitas pada
langkah sebelumnya.
7. Melakukan perhitungan volumetrik dalam
menentukan OOIP dari lapangan “X”
dengan nilai saturasi yang diperoleh dari
FOIL function.
8. Melakukan validasi hasil perhitungan OOIP
untuk ketiga nilai FOIL function terhadap
metode Leverett J-function.
9. Melakukan analisa dan menyimpulkan hasil
pengaplikasian metode FOIL function dalam
memodelkan saturasi air di reservoir minyak
lapangan “X”.
II. TEORI DASAR Bulk Volume of Water (BVW) merupakan hasil
perkalian antara porositas dan saturasi air.
��� = ∅ � � (1)
Harga BVW ini akan relatif sama bila berada
pada zona irreducible water saturation dan
nilainya akan meningkat dari zona transisi hingga
zona FWL. Hal ini sesuai dengan teori fungsi
tekanan kapiler terhadap saturasi yang dapat
digunakan sebagai SwH function.
Steve Cuddy dalam papernya menjelaskan bahwa
terdapat hubungan antara BVW dengan
ketinggian di atas FWL yang disebut sebagai
FOIL function (Cuddy 1993). Cuddy melakukan
Pemodelan Persebaran Saturasi Air dengan Menggunakan Metode Foil Function (Bulk Volume Of Water)
pada Reservoir Minyak di Lapangan “X”
57
studi penerapan metode ini pada lapangan gas di
Laut Utara. Hubungan antara height above FWL
dan BVW dituliskan dalam persamaan sebagai
berikut: ��� = ∅� = �� (2)
Persamaan (2) menunjukkan bahwa nilai saturasi
air akan bervariasi tergantung dari porositas dan
posisi pengukuran relatif terhadap FWL.
Sehingga, bila persamaan di atas disusun kembali
akan diperoleh persamaan umum yaitu: � = ��∅ (3)
Dari persamaan (2) dan (3) di atas dapat dilihat
bahwa metode FOIL function tidak bergantung
pada nilai permeabilitas dan litologi batuan. Nilai
fungsi bulk volume of water terhadap HWFL
akan konsisten untuk satu jenis reservoir, tanpa
dipengaruhi oleh keragaman dari porositas dan
permeabilitas reservoir tersebut. Namun
demikian, tetap harus diperhatikan bahwa
persamaan ini hanya berlaku pada satu unit
geologi atau lithofacies, dilihat dari fungsi
hubungan antara porositas dan permeabilitas yang
seragam. (Amabeoku, 2005). Selain itu, karena
perhitungan berdasarkan analisa hasil interpretasi
log, maka keakuratan data log menjadi sangat
penting dalam penerapan metode tersebut.
Metode FOIL dianggap lebih cocok diterapkan
untuk 3-D modelling dibandingkan dengan
metode Leverett J-function. Keunggulan metode
FOIL function ini adalah metode ini
memanfaatkan prinsip BVW yang tidak
bergantung pada nilai porositas dan permeabilitas.
Dalam penggunaan Leverett J-function, perlu
dilakukan denormalisasi untuk mendapatkan
fungsi saturasi terhadap ketinggian di atas free
water level, yaitu dengan pengelompokan SwH
function untuk nilai-nilai porositas tertentu.
Fungsi seperti ini akan menimbulkan
ketidakpastian dalam pemodelan reservoir karena
membutuhkan data yang cukup untuk membuat
fungsi SwH yang lebih sensitif. Selain itu, metode
Leverett J-function juga merupakan fungsi dari
permeabilitas. Dalam kenyataannya, pemodelan
permebalitas dalam 3-D sangat sulit. Akibatnya,
pemodelan saturasi air memiliki ketidakpastian
yang cukup tinggi sehingga perhitungan OOIP
menjadi tidak akurat. Oleh karena itu, metode
FOIL function dianggap lebih baik dan sangat
dianjurkan untuk memodelkan persebaran saturasi
air dalam suatu reservoir (Worthington, 2002).
III. METODOLOGI FOIL FUNCTION
3.1 Analisa Keseragaman Litologi Reservoir
Telah dijelaskan sebelumnya bahwa metode
FOIL function hanya berlaku pada satu unit
geologi atau litofacies. Oleh karena itu perlu
dilakukan identifikasi keseragaman litologi dari
reservoir pada lapangan “X” sebelum
menerapkan metode FOIL function pada reservoir
ini. Keseragaman ini dapat diidentifikasi dengan
melihat nilai keseragaman hubungan porositas
terhadap permeabilitas melalui routine core
analysis, serta keseragaman nilai porositas dan
kandungan shale untuk tiap kedalaman reservoir
melalui interpretasi log.
Gambar 1. Semilog plot log permeabilitas vs porositas
Jovie Yunara, Taufan Marhaendrajana
Untuk melihat keseragaman litologi reservoir,
dapat dilihat dari hubungan antara log
permeabilitas vs porositas. Masing-masing nilai
permeabilitas dan porositas ini diperoleh dari
routine core analysis. Hubungan antara porositas
dan permeabilitas ini digunakan sebagai model
untuk persebaran permeabilitas di reservoir. Hasil
pemodelan hubungan log permeabilitas dan
porositas dapat dilihat pada Gambar 1. Dari
pemodelan ini menunjukkan bahwa reservoir ini
hanya memiliki satu unit geologi atau litofacies
dilihat dari hanya ada satu pemodelan hubungan
antara porositas dan permeabilitas.
Untuk memperkuat analisa, juga dilakukan
interpretasi logging dari 3 sumur yang telah dibor
di lapangan “X”. Interpretasi dilakukan untuk
mengidentifikasi keseragaman kandungan shale
dan porositas terhadap kedalaman. Log gamma
ray digunakan untuk megidentifikasi kandungan
shale pada reservoir, sedangkan untuk
menentukan nilai porositas digunakan log
densitas. Kedalaman reservoir untuk masing-
masing sumur bervariasi. Untuk sumur 1,
reservoir berada pada kedalaman 3707 – 3785 ft
TVDSS. Untuk sumur 2, reservoir berada pada
kedalaman 3745 – 3775 ft TVDSS. Sedangkan
sumur 3, kedalaman reservoir berada pada 3707 –
3773 ft TVDSS. Data logging dapat dilihat pada
Gambar 2. Lokasi sumur bisa dilihat pada
Gambar 3.
Top Reservoir Free Water Level
Gambar 2. Hasil logging gamma ray, densitas dan resistivitas dari 3 sumur lapangan “X”
Pemodelan Persebaran Saturasi Air dengan Menggunakan Metode Foil Function (Bulk Volume Of Water)
pada Reservoir Minyak di Lapangan “X”
Gambar 3. Lokasi sumur pada lapangan “X” (dari kiri : sumur-1, sumur 3, sumur 2)
Perhitungan shale content dengan interpretasi
gamma ray didekati oleh persamaan berikut:
��� = �����������������−����� (4)
Vsh merupakan nilai yang menunjukkan
presentasi volume shale dalam volume batuan.
Nilai kandungan shale untuk tiap kedalaman hasil
interpretasi log gamma ray pada masing-masing
sumur dapat dilihat dari Gambar 4. Dari Gambar
4 tersebut, dapat dilihat bahwa kandungan shale
untuk tiap kedalaman untuk masing-masing
sumur relatif seragam. Dari data ini dapat
diidentifikasi tidak adanya laminasi shale yang
membagi-bagi zona reservoir.
Gambar 4. Plot kandungan shale vs HFWL dari Sumur-1, Sumur-2 dan Sumur-3
Sumur 2
Sumur 3
Sumur 1
Jovie Yunara, Taufan Marhaendrajana
60
Perhitungan porositas dapat dilakukan dengan
interpretasi log densitas. Persamaan umum dalam
perhitungan log densitas adalah
�� = ∅�� + !1 − ∅$�% (5)
Persamaan di atas disusun kembali untuk
menghitung porositas menjadi:
∅ = &��� &�&���&' (6)
Untuk studi kali ini, diasumsikan bahwa mud
filtrate merupakan fresh water, dengan besar ρf =
1.0. Sedangkan jenis batuan diketahui merupakan
sandstone dengan ρma = 2.65. Porositas yang
dihasilkan dari interpretasi log densitas, diplot
terhadap kedalaman. Hasil plot ditunjukkan pada
Gambar 5. Dari Gambar 5 tersebut, dapat dilihat
bahwa porositas terhadap kedalaman hampir
seragam atau tidak berubah. Hal ini semakin
memperkuat anggapan bahwa reservoir pada
lapangan “X” ini merupakan reservoir yang
terdiri dari satu jenis litologi batuan.
Gambar 5. Plot porositas vs HFWL dari Sumur-1, Sumur-2, dan Sumur-3
Hasil analisa core dan interpretasi log telah
membuktikan bahwa reservoir pada lapangan “X”
terdiri dari satu jenis litologi batuan. Dengan
demikian, pada lapangan ini dapat diterapkan
metode FOIL function untuk memodelkan
persebaran saturasi air pada reservoir tersebut.
3.2 Penentuan Konstanta “a” dan “b” Telah dijelaskan sebelumnya bahwa persamaan
FOIL function menghubungkan antara saturasi air
dengan porositas dan ketinggian dari free water
level. Persamaan yang digunakan adalah oleh
persamaan (3):
Untuk menentukan persamaan khusus dari
persamaan (3) diatas, maka perlu dilakukan
penentuan nilai konstanta “a” dan “b”. Kedua
nilai konstanta tersebut dapat ditentukan dengan
memodifikasi persamaan (2).
Log BVW = log α + b log H (7)
Berdasarkan persamaan (7) di atas, nilai
konstanta “a” dan “b” dapat ditentukan dengan
melakukan log-log plot antara BVW dan HFWL.
Untuk mendapatkan data BVW, dibutuhkan data
porositas dan saturasi air untuk setiap kedalaman.
Pada pembahasan log interpretasi sebelumnya,
telah dijelaskan bahwa porositas diperoleh dari
interpretasi log densitas. Sedangkan untuk data
saturasi air merupakan hasil interpretasi log
resistivitas dan ditunjukkan oleh Gambar 6. Dari
nilai porositas dan saturasi yang telah diketahui,
maka nilai BVW dapat ditentukan dari hasil
perkalian porositas dan saturasi air.Untuk posisi
free water level dilakukan hanya dengan
pengamatan pada hasil interpretasi log resistivity.
Free water level ditandai dengan nilai saturasi air
yang mencapai 100%.
Pemodelan Persebaran Saturasi Air dengan Menggunakan Metode Foil Function (Bulk Volume Of Water)
pada Reservoir Minyak di Lapangan “X”
61
Gambar 6. Saturasi vs kedalaman hasil interpretasi log
Gambar 7. Log-Log plot HFWL vs BVW
y = -0.308x - 0.499
R² = 0.502
-1.4
-1.2
-1
-0.8
-0.6
-0.4
-0.2
0
0 0.2 0.4 0.6 0.8 1 1.2 1.4 1.6 1.8 2
Log
BV
W
Log HFWL
Jovie Yunara, Taufan Marhaendrajana
62
Hasil log-log plot BVW vs HFWL ditunjukkan
pada Gambar 7. Dari hasil log-log plot tersebut,
dilakukan regresi linier, dimana gradien garis
menunjukkan nilai konstanta “b” dan intercept
merupakan nilai “log a”. Dari nilai-nilai konstanta
“a” dan “b”, persamaan FOIL function untuk
reservoir pada lapangan “X” akan menjadi:
� = (.*+,-∅�../.01 (8)
3.3 Analisa FOIL Function Menurut Cuddy (1993), FOIL function dapat
diturunkan dari persamaan Leverett J-function
dan fungsi tekanan kapiler terhadap HFWL.
Persamaan tersebut diturunkan sebagai berikut :
��� = 2∅ 3 4567�89!&:�&.$ ;∅<$=1>? ��1> (9)
Bila dibandingkan dengan persamaan (2), maka
konstanta “a” dan “b” adalah:
= 2∅ 3 4567�89!&:�&�$ ;∅<$=1>? (10)
@ = − +A (11)
Dari persamaan (10) dan (11) di atas,
menunjukkan bahwa konstanta “a” memuat
parameter-parameter properti fluida dan properti
batuan, sedangkan konstanta “b” merupakan
sebuah konstanta dimensionless. Dari hasil studi,
telah dibuktikan bahwa yang sangat
mempengaruhi besaran SwH function adalah
konstanta “a”, sedangkan konstanta “b” relatif
sama untuk suatu lapangan. Bila kita nyatakan
kualitas reservoir ditentukan oleh nilai saturasi
pada ketinggian tertentu dari FWL pada nilai
porositas tertentu, maka bila suatu lapangan
memiliki kualitas reservoir yang bervariasi , maka
FOIL function yang diperoleh akan bervariasi
pada konstanta “a” sedangkan konstanta “b”
relatif sama (Gagnon, D., 2008).
3.3 Sensitivitas Konstanta “a” Dari hasil plot antara BVW vs HFWL, diperoleh
tren garis yang menggambarkan SwH function
dari reservoir lapangan “X”. Dan bila
dibandingkan dengan penggunaan persamaan (8),
terlihat bahwa persamaan tersebut cukup
representatif untuk digunakan dalam pemodelan
saturasi air di reservoir tersebut. Hal ini dapat
dilihat pada Gambar 8. Namun demikian, bila
dilihat secara seksama, terdapat pola sebaran
yang tidak mengikuti persamaan (8) yang telah
dikembangkan tersebut. Dengan kata lain, ada
kemungkinan pola SwH function yang berbeda
dengan persamaan yang telah diperoleh. Hal ini
tidak dapat dibuktikan sepenuhnya, karena
diperlukan data-data log tambahan dari pemboran
sumur-sumur baru.
Gambar 8. Plot BVW vs HFWL
0
10
20
30
40
50
60
70
80
-0.1 6E-16 0.1 0.2 0.3 0.4 0.5 0.6
HFW
L (f
t)
BVW
a average
Data
Pemodelan Persebaran Saturasi Air dengan Menggunakan Metode Foil Function (Bulk Volume of Water)
pada Reservoir Minyak di Lapangan “X”
63
Karena keterbatasan data tersebut, maka alternatif
yang dilakukan adalah dengan menggunakan uji
sensitifitas. Dalam studi ini yang diuji adalah
sensitifitas konstanta “a”. Hal ini didasarkan pada
studi mengenai FOIL function yang menganggap
suatu reservoir akan memiliki nilai konstanta “b”
yang relatif sama, dan kualitas reservoir akan
sangat dipengaruhi oleh konstanta “a” (Gagnon,
D., 2008).
Pada studi ini, uji sensitifitas hanya mengambil 2
nilai, yaitu konstanta “a optimis” dan konstanta “a
pesimis”. Konstanta “a optimis” mengikuti tren
BVW vs HFWL yang memberikan nilai saturasi
air yang paling kecil atau kualitas reservoir yang
paling baik. Sedangkan konstanta “a pesimis”
mengikuti tren BVW vs HFWL yang memberikan
ilai saturasi air yang paling besar atau kualitas
reservoir yang paling buruk.
Berdasarkan hal tersebut, diperoleh nilai
konstanta “a optimis” = 0.2 sedangkan konstanta
“a pesimis” = 0.5. Hasil plot dengan persamaan
tersebut dapat dilihat pada Gambar 9.
Berdasarkan hal tersebut, maka pemodelan
saturasi air di reservoir minyak pada lapangan
“X” ini akan menggunakan 3 persamaan, salah
satunya adalah persamaan (8):
� = (.B∅�../.01 (12) � = (.C∅�../.01 (13)
Gambar 9. Plot BVW vs HFWL untuk Berbagai Konstanta “a”
IV. HASIL PEMODELAN DAN
PERHITUNGAN OOIP
Untuk memodelkan persebaran saturasi air di
reservoir pada lapangan “X” tersebut, penulis
menggunakan simulator PETRELTM
. Model
reservoir yang digunakan dapat dilihat pada
Gambar 14 dengan ukuran 187 x 196 x 110 grid
cells. Pada model ini, properti reservoir seperti
porositas telah di sebarkan ke seluruh reservoir,
serta telah dilakukan penentuan zona aquifer dan
posisi free water level.Persebaran saturasi air di
reservoir ini menggunakan fungsi dari persamaan
(8), (12), dan (13). Hasil pemodelan saturasi
dengan menggunakan tiga persamaan tersebut
ditampilkan dalam bentuk model 3-D pada
Gambar 15.
0
10
20
30
40
50
60
70
80
0 0.1 0.2 0.3 0.4 0.5 0.6
HF
WL
(ft)
BVW
a average
a optimis
a pesimis
Data
Pemodelan Persebaran Saturasi Air dengan Menggunakan Metode Foil Function (Bulk Volume of Water)
pada Reservoir Minyak di Lapangan “X”
65
(c)
Gambar 15. Hasil pemodelan saturasi air dengan FOIL function: (a) FOIL function a = 0.356,
(b) FOIL function a = 0.2, (c) Foil function dengan a = 0.5
Dari ketiga pemodelan saturasi di atas dilakukan
perhitungan jumlah minyak di tempat (OOIP)
secara volumetrik. Persamaan umum yang
digunakan adalah:
DDEF = �@ � ∅ � !1 − �G$ (14)
Hasil perhitungan dengan menggunakan
persamaan-persamaan di atas ditunjukkan pada
Tabel 1.
Tabel 1. Hasil perhitungan konstanta ”a” dan
OOIP
Konstanta “a” OOIP (x 106res.bbl)
0.3164 285.04
0.2 368.7
0.5 165.97
Sebagai pembanding, hasil perhitungan OOIP
yang diperoleh dengan metode FOIL function ini
dibandingkan dengan metode Leverett J-function.
Dari hasil lab, diperoleh persamaan untuk
Leverett J-funtcion adalah sebagai berikut:
FHIJ� = !0.435 − 0.3691$� (15) FHQ � = FHIJ� RS+B,T (16)
UQ � = 0.2166 RW6_Q �SB T ;Y∅ (17) �6 Z6[I\J = 0.2777 U�(.B--^ (18)
Dengan pemodelan saturasi air metode Leverett J-
function, diperoleh OOIP sebesar 369.77 x 106
res.bbl. Hal ini menjadi perhatian, karena nilai
OOIP yang diperoleh dengan metode FOIL
function dengan konstanta “a average” tidak
sesuai dengan nilai OOIP yang diperoleh dengan
pemodelan saturasi air metode Leverett J-
function.
Ada beberapa hal perlu dianalisa untuk
mengetahui ketidaksesuaian antara hasil
perhitungan OOIP dengan menggunakan metode
FOIL functiondan Leverett J-function. Pertama,
adalah kurva BVW vs HFWL. Telah dijelaskan
sebelumnya bahwa terdapat beberapa data yang
tidak mengikuti tren garis persamaan (8),
sehingga perlu dilakukan sensitifitas konstanta
“a”. Dan dari hasil perhitungan OOIP,
ditunjukkan bahwa perhitungan dengan metode
Leveret J-function akan mendekati perhitungan
FOIL function dengan konstanta “a optimis”. Bila
data Leverett J-function dipercaya lebih akurat,
maka terdapat kemungkinan bahwa mayoritas
reservoir memiliki kecenderungan data
sebenarnya untuk mengikuti tren BVW vs HFWL
dengan konstanta “a optimis”. Namun, untuk
membuktikan hal tersebut, dibutuhkan data
logging dari pemboran sumur-sumur baru.
Analisa kedua adalah dengan membandingkan
hasil logging dengan hasil pemodelan persebaran
saturasi air di reservoir tersebut. Pada Gambar 11,
terlihat bahwa data dengan persebaran saturasi
dengan metode FOIL function dengan persamaan
(8) akan mendekati nilai data logging
dibandingkan dengan Leverett J-function ataupun
data dari FOIL function dengan konstanta “a
optimis” dan “a pesimis” untuk ke tiga sumur
(Gambar 10, 12, 13). Dari hasil analisa di atas,
disimpulkan bahwa pemodelan persebaran
saturasi dengan metode FOIL function dengan
konstanta “a average” telah merepresentasikan
keadaan sebenarnya dibandingkan dengan data
Leverett J-function. Hasil pemodelan saturasi air
Jovie Yunara, Taufan Marhaendrajana
66
dengan metode Leverett J-function yang
dihasilkan tidak sesuai dengan data logging bisa
jadi dikarenakan saat penggunaan metode
Leverett J-function data yang digunakan berasal
dari sebaran data yang paling optimis, atau
memberikan hasil nilai saturasi air yang paling
kecil.
Gambar 10. Perbandingan hasil simulasi pemodelan saturasi air
metode Leverett J-function dengan saturasi
Gambar 11. Perbandingan hasil simulasi pemodelan saturasi air FOIL function a = 0.3164 dengan saturasi air
hasil logging
Pemodelan Persebaran Saturasi Air dengan Menggunakan Metode Foil Function (Bulk Volume of Water)
pada Reservoir Minyak di Lapangan “X”
67
Gambar 12. Perbandingan hasil simulasi pemodelan saturasi air FOIL function a = 0.2 dengan saturasi air
hasil logging
Gambar 13. Perbandingan hasil simulasi pemodelan saturasi air FOIL function a = 0.5 dengan saturasi air
hasil loggin
Jovie Yunara, Taufan Marhaendrajana
68
Namun demikian, untuk lebih memvalidasi data
tersebut, tetap diperlukan data-data dari pemboran
sumur-sumur baru, sehingga persebaran saturasi
dapat dimodelkan dengan tepat, perhitungan OOIP
menjadi lebih akurat, dan simulasi reservoir yang
dilakukan semakin representatif.
V. KESIMPULAN Kesimpulan yang dapat diambil dari penelitian ini
adalah :
1. Metode FOIL function memiliki beberapa
keunggulan dibandingkan metode Leverett J-
function karena tidak memerlukan data SCAL,
merupakan fungsi yang tidak bergantung pada
jenis litologi, dan lebih representatif untuk
pemodelan 3 dimensi.
2. Metode FOIL function sangat bergantung pada
keakuratan data interpretasi logging.
3. Satu persamaan FOIL function hanya berlaku
untuk satu unit geologi atau litofacies.
4. Lapangan “X” yang digunakan pada tugas akhir
ini sangat cocok diterapkan metode FOIL
function, dengan hasil pemodelan saturasi air
yang cukup baik dan representatif.
5. Uji sensitifitas konstanta “a” (properti fluida dan
properti batuan) dapat menjadi opsi untuk
penentuan OOIP bila data logging dari sedikit
sumur masih belum representatif untuk satu
reservoir.
VI. DAFTAR PUSTAKA 1. Amabeoku, M.O., 2005. Incorporating hydraulics
units concepts in saturation-height modelling in a
gas field : 2005 SPE Asia Pacifik Oil and Gas
Conference – Proceeding, pp. 609
2. Cuddy, S., 1993. The FOIL function – a simple,
convincing model for calculating water
saturations in Southern North Sea Gas
Fields : Transactions of the 34th Annual Logging
Symposium of the Society of Proffesional Well
Log Analysts, H1-17, Calgary, Canada., BP
Expoloration.
3. Gagnon, D., 2008. The effect of pore geometry on
the distribution of reservoir fluids in U.K North
Sea oil and gas fields: 49th Annual Logging
Symposium of the Society of Proffesional Well
Log Analysts, Edinburgh, Scotland, 2008, Nexen
Petroleum U.K. Ltd.
4. Worthington, P. F., Lovell, M. and Parkinson, N.,
2002. Application of saturation-height functions
in intergrated reservoir description: AAPG
Methods in Exploartion Series, 13, pp. 89.
DAFTAR SIMBOL a, b = Konstanta dalam FOIL function
BVW = Bulk Volume of Water
g = Percepatan gravitasi (m/s2)
GRlog = Pembacaan Gamma Ray dari log
GRmaks = Pembacaan log Gamma Ray maksimum
GRmin = Pembacaan log Gamma Ray minimum
H = Height above free water level (ft)
Sw = Saturasi air (fraksi)
Vsh = Kandungan shale dalam batuan (%)
ρw = Densitas fasa air (g/cm3) _ = Konstanta dimensionless ` = Konstanta dimensionless a = Sudut kontak (
0) ∅ = Porositas (fraksi)
ρb = Densitas batuan terbaca dari log
ρf = Densitas fluida yang mengisi pori batuan
ρma = Densitas matriks batuan
ρo = Densitas fasa minyak (g/cm3) b = Tegangan antar permukaan
top related