habitat dan ciri kualitas tempat tumbuh
Post on 24-Jul-2015
358 Views
Preview:
TRANSCRIPT
HABITAT DAN CIRI KUALITAS TEMPAT TUMBUHTENGKAWANG
Bahasa Latin: Shorea (Genus), Dipterocarpaceae (Famili)
Bahasa Inggris: Illipe nut /Borneo tallow nut
Nama lain:Kawang kakowang
Tengkawang merupakan komoditi andalan dari Kalimantan Barat yang dijual dalam bentuk biji
kering yang umumnya untuk ekspor dan sebagian hasil olahannya diimpor kembali oleh Indonesia
dalam bentuk bahan jadi dan setengah jadi untuk aneka industri. Produksi tengkawang tertinggi
dihasilkan dari pohon yang berdiameter 60-90 cm yang menghasilkan biji sebanyak 555,7
kg/pohon/panen. Produktivitas rata-rata tertinggi dihasilkan dari jenis Shorea stenoptera Burk di
Sanggau yang menghasilkan biji sebanyak 620,9 kg/pohon/panen. Beberapa saran untuk
pengembangan budidaya tengkawang adalah seperti berikut : Shorea stenoptera Burk dapat ditanam
di Sanggau dan di Sintang, Shorea stenoptera Burk Forma Ardikusuma dapat ditanam di Sintang dan
Sanggau, Shorea palembanica Miq dapat ditanam di Sanggau dan di Sintang.
Produktivitas Pohon Tengkawang
Pohon tengkawang yang baru belajar berbuah akan menghasilkan 50 – 100 kg biji tengkawang
kering. Hasil rata-rata pohon tengkawang pada panen raya berkisar antara 250 – 400 kg biji
tengkawang kering. Pohon tengkawang pada tahun-tahun diluar panen raya hanya menghasilkan
sekitar 50 – 100 kg biji (Sumadiwangsa, 2001). Seorang pemungut di Kalimantan Barat menyatakan
bahwa pohon yang sangat besar dapat menghasilkan sekitar 800 kg biji tengkawang. Data
produktivitas pohon tengkawang di dua lokasi (Sintang dan Sanggau) dapat dilihat pada Tabel 2 dan
3. Pada Tabel 2 dapat dilihat bahwa produksi biji tengkawang tertinggi adalah jenis Shorea stenoptera
Burk. atau tengkawang tungkul dibandingkan dengan jenis tengkawang lainnya sebesar 771 kg.
Tetapi apabila dilihat per jenis pohon tengkawang, maka diameter terbesar (60 – 69 cm) menghasilkan
produksi biji tengkawang terbesar pula (Shorea stenoptera Burk = 771 kg; Shorea palembanica Miq.
= 390 kg; dan Shorea stenoptera Burk Forma Ardikusuma = 720 kg).
Tabel 2. Produktivitas pohon penghasil tengkawang di Kabupaten Sintang
Lokasi Sintang (Sintang location) (kg) , A1
Jenis (species)1, B11 Jenis (species) 2, B12 Jenis (species) 3, B13
Ø1 C111
Ø2 C112
Ø3 C113
Ø4 C114
Ø1 C121
Ø2 C122
Ø3 C123
Ø4 C124
Ø1 C131
Ø2 C132
Ø3 C133
Ø4 C134
473 523 572 630 180 187 361 287 402 510 625 605
538 477 580 771 230 241 282 390 400 540 595 720
514 560 414 658 210 260 261 342 471 475 587 690
442 492 630 590 240 318 257 268 382 450 640 650
382 513 642 587 170 217 190 272 410 550 510 590
Keterangan (Remarks) : Jenis (species) 1 = Shorea stenoptera Burk ; Jenis (species) 2 = Shorea palembanica Miq; Jenis (species) 3 = Shorea
stenoptera Burk FA; Ø1 = 30 – 39 cm ; Ø2 = 40 – 49 cm ; Ø3 = 50 – 59 cm ; Ø4 = 60 – 69 cm.
Pada Tabel 3 terlihat bahwa produksi biji tengkawang tertinggi adalah jenis Shorea stenoptera Burk.
atau tengkawang tungkul dibandingkan dengan jenis tengkawang lainnya sebesar 840 kg. Tetapi
apabila dilihat per jenis pohon tengkawang, maka diameter terbesar (60 – 69 cm) menghasilkan
produksi biji tengkawang terbesar pula (Shorea stenoptera Burk = 840 kg; Shorea palembanica Miq.
= 405 kg; dan Shorea stenoptera Burk FA = 708 kg). Berdasarkan hasil analisis sidik ragam
produktivitas tengkawang pada Tabel 4 diketahui bahwa perbedaan jenis pohon dan diameter pohon
berpengaruh sangat nyata terhadap produktivitas pohon, sedangkan lokasi dan interaksi antara lokasi
dengan jenis pohon berpengaruh nyata.
Tabel 3. Produktivitas pohon tengkawang di Kabupaten Sanggau
Lokasi Sanggau (Sanggau location), kg (A2)
Jenis (species) 1, (B21) Jenis (species) 2, (B22) Jenis (species) 3, (B23)
Ø1 C211
Ø2 C212
Ø3 C213
Ø4 C214
Ø1 C221
Ø2 C222
Ø3 C223
Ø4 C224
Ø1 C231
Ø2 C232
Ø3 C233
Ø4 C234
485 560 555 790 175 165 253 273 382 481 667 588
503 730 681 647 210 266 360 320 443 526 560 608
393 440 667 724 280 242 327 405 416 270 685 708
527 610 812 675 340 241 363 392 506 492 419 693
575 490 714 840 180 290 298 382 460 477 420 578
Keterangan (Remarks) : Jenis (species) 1 = Shorea stenoptera Burk ; Jenis (species) 2 = Shorea palembanica Miq; Jenis (species) 3 = Shorea
stenoptera Burk FA ; Ø1 = 30 – 39 cm ; Ø2 = 40 – 49 cm ; Ø3 = 50 – 59 cm ; Ø4 = 60 – 69 cm.
Tabel 4. Ringkasan analisa sidik ragam produktivitas tengkawang
Sumber (Source) Db (df) Jumlah kuadrat (sum of square)
Kuadrat tengah (mean square)
Peluang (probability) Pr>F
A, lokasi (location) 1 20.098,408 20.098,408 0,0431* B, jenis (species) 2 2.221.524,317 1.110.762,158 0,0001** A*B 2 45.497,717 22.748,858 0,0107* C, diameter 3 561.677,625 187.225,875 0,0001** A*C 3 9.168,625 3.056,208 0,5917 B*C 6 37.343,950 6.223,992 0,2640 A*B*C 6 15.093,350 2.515,558 0,7873 Model 23 2.910.403,992 126.539,304 0,0001 Galat (error) 96 45.118,800 4.782,487 Total 119 33.692.522,792
Keterangan (Remarks) : * = Berbeda nyata pada taraf 5% (significant different at 5% level) ; ** = Sangat berbeda nyata pada taraf 1%
(highly significant different at 1% level) ; R2 = 0,8637
Pada dua lokasi penelitian (Sintang dan Sanggau), produksi rata-rata tertinggi diketahui dari selang
diameter batang tertinggi (60-69 cm), dan seterusnya sampai pada selang diameter terendah dalam
pengamatan (30-39 cm), seperti tertera pada Tabel 5. Pohon tengkawang sampai dengan diameter 60-
69 cm masih menunjukan produktivitas yang tinggi, sementara karateristik penurunan produktivitas
tidak dapat terdeteksi sampai diameter berapa, karena di lokasi penelitian sudah sulit mencari pohon
tengkawang dengan diameter di atas 70 cm karena telah banyak ditebang untuk dimanfaatkan
kayunya.
Tabel 5. Tingkat rata-rata produktivitas tengkawang pada selang diameter berdasarkan uji
jarak beda nyata jujur
Tingkat (Level) Diameter (Diameter) cm Produksi rata-rata (Average production), kg
Pertama (first) 60-69 555,77 Kedua (second) 50-59 497,57 Ketiga (third) 40-49 419,87 Keempat (fourth) 30-39 378,97
Keterangan (Remark) : BNJD.0,05 (range test of honesty significant different) = 46,687
Produktivitas pohon penghasil biji tengkawang tertinggi diketahui dari jenis tengkawang tungkul di
lokasi Sanggau (A2; B1), diikuti oleh jenis tengkawang tungkul dan tengkawang tungkul FA di lokasi
Sintang.
Potensi dan Tempat Tumbuh Tengkawang
(Shorea spp.). Di hutan hujan tropis Indonesia telah banyak dikenal ratusan jenis rotan, jenis pohon
tengkawang, jenis anggrek hutan dan beberapa jenis umbi-umbian sebagai sumber makanan dan obat-
obatan (Indriyanto 2005). Sebaran jenis penghasil tengkawang berdasarkan kelas diameter antara 20
cm sampai 29 cm kerapatannya sebanyak 28,25 individu/ha (volume 9,81 m3/ha), kelas diameter 30
cm sampai 39 cm kerapatannya 1,50 individu/ha (volume 1,29 m3/ha), kelas diameter 40 cm samapai
49 cm kerapatannya 1,30 individu/ha (volume 2,02 m3/ha) dan kerapatan pohon yang berdiameter di
atas 50 cm sebanyak 0,30 individu/ha (volume 0,80 m3/ha). Pohon tengkawang yang mendominasi
adalah tengkawang rambai. Dibandingkan jenis lainnya seperti tengkawang buah dan tengkawang
ayer. Pohon tengkawang rambai yang mendominasi pada masing- masing hutan tersebut merupakan
jenis yang paling tinggi kesesuiannya dengan tempat tumbuh dibandingkan dengan jenis tengkawang
lainnya. Pohon tengkawang (Shorea spp.) di areal PT. Intracawood Manufacturing berada dalam
status pohon yang dilindungi. Namun keberadaan pohon tengkawang tersebut belum diperhatikan
dengan baik. Saat ini ada 36 jenis flora di areal PT. Intracawood Manufacturing yang telah
dikategorikan langka dan dilindungi (IWM 2007). Untuk mengetahui kesesuaian tempat tumbuh
dengan suatu jenis tumbuhan, maka diperlukan data fisik lingkungan di lokasi penelitian tersebut.
Suhu udara pada hutan primer dan hutan bekas tebangan rata- rata berkisar antara 21 – 22,5 °C.
Kemiringan tanah di kondisi hutan primer dan hutan bekas tebangan RKT 2006 berkisar antara 0 – 80
% sehingga termasuk kedalam kriteria datar hingga sangat curam sedangkan pada lokasi penelitian di
kondisi hutan bekas tebangan RKT 1986/1987 kemiringan tanahnya termasuk kriteria datar hingga
curam yaitu berkisar antara 0 – 36 %. Sedangkan ketinggian tempat sebagai habitat tengkawang,
tengkawang dapat tumbuh hingga ketinggian 500 m dpl. Menurut Martawijaya et al (1981),
tengkawang tumbuh dalam hutan hujan tropis dengan tipe curah hujan A dan B. Jenis ini tumbuh pada
tanah latosol, podsolik merah kuning dan podsolik kuning pada ketinggian sampai 1300 m dari
permukaan laut . Kondisi tanah pada areal penelitian bersifat masam (4,5 – 5,5) dilihat dari nilai pH
pada hutan primer sebesar 4,6 dan hutan bekas tebangan sebesar 4,9. Sedangkan kapasitas tukar
kation (KTK) cukup tinggi sehingga dapat memenuhi penyediaan hara dalam tanah tersebut. Jadi
dalam kondisi tanah masam, pohon tengkawang dapat tumbuh dengan baik karena penyediaan
haranya masih cukup.
HABITAT DAN CIRI KUALITAS TEMPAT TUMBUHRAMIN
Kayu Ramin dihasilkan oleh pohon yang termasuk
marga (genus) Gonystylus dari suku (family)
Tyhmelaeaceae yang banyak tumbuh di daerah rawa
gambut dalam hutan alam. Di Indonesia diperkirakan
terdapat sekitar 10 (sepuluh) jenis pohon Ramin, antara
lain: G.affinis A.Shaw, G.brunescens A.Shaw,
G.confuses A.Shaw, G.forbesii Gilg, G.keithii A.Shaw,
G.macrophyllus A.Shaw, G.maingayi Hk.f, G.velutinus
A.Shaw, G.xylocarpus A.Shaw dan G.bancanus (Miq.)
Kurz. Ramin merupakan nama yang ditujukan untuk
jenis: G.xylocarpus A.Shaw, G.velutinus A.Shaw dan
Gonystylus bancanus (Miq.) Kurz. Untuk jenis
G.affinis A.Shaw dan G.forbesii Gilg sering disebut
sebagai kayu minyak. Di antara kesepuluh jenis
tersebut, jenis Gonystylus bancanus (Miq.) Kurz yang
paling banyak diminati untuk diperdagangkan. Pada
laporan studi ini nama Ramin yang digunakan oleh tim
studi ditujukan kepada jenis Gonystylus bancanus
(Miq.) Kurz. Selain Ramin, nama lokal yang sering
dipakai untuk jenis Gonystylus bancanus (Miq.) Kurz dari beberapa lokas dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1. Nama Lokal atau Daerah dari Gonystylus bancanus di Beberapa Lokasi
Pohon Ramin termasuk jenis yang memiliki kecenderungan hidup mengelompok dengan sebaran
terbatas. Ramin tergolong pohon sedang, yang memiliki batang bundar, tingginya bisa mencapai 40 -
50 m serta memiliki garis tengahnya mencapai 120 cm. Ramin memiliki kulit kayu berwarna kelabu
sampai coklat kemerahan tergantung umur kayu Ramin, tidak bergetah bermiang serta beralur
dangkal. Kayunya memiliki warna putih sampai kekuningan dengan daun berbentuk jorong atau
bundar telur sungsang. Kayu Ramin berwarna kuning pada waktu ditebang, apabila telah dikeringkan
akan berwarna keputihputihan. Kayu Ramin disebut “an attractive, high class utility hardwood”
dengan tekstur yang halus dan rata serta berserat halus. Tingkat keawetan alami kayu Ramin
tergolong rendah sehingga butuh perlakuan khusus dan kayunya tergolong kelas awet V karena sangat
peka terhadap serangan jasad perusak atau bubuk kayu basah (blue stain). Dengan demikian apabila
ingin memperoleh ketahanan dalam pemakaian, kayu jenis Ramin harus diawetkan terlebih dahulu.
Kayu Ramin tergolong jenis sangat mudah diawetkan serta mempunyai berat jenis 0,63. Ramin
tumbuh pada tanah podsolik, tanah gambut, tanah aluvial dan tanah lempung berpasir kwarsa yang
terbentuk dari bahan induk endapan. Habitat Ramin mempunyai tingkat keasaman (pH) bervariasi dari
3,6 sampai dengan 4,4. Apabila meninjau dari sifat biologisnya, Ramin bukanlah jenis tumbuhan yang
mempunyai siklus perbuahan yang teratur pada tiap tahunnya dan akibatnya, regenerasi alam jenis
Ramin lebih lambat daripada jenis lain. Selain faktor di atas, kondisi lingkungan tempat tumbuh juga
sangat besar pengaruhnya. Musim bunga dari pohon Ramin bervariasi setiap daerah dengan interval
yang tidak beraturan. Biasanya musim berbunga pohon Ramin dari bulan Februari – Maret tetapi ada
juga yang berbunga pada bulan Mei dan Oktober. Dua sampai tiga bulan kemudian tiba musim
berbuah dan masaknya buah di antara bulan Oktober sampai Januari. Jika buah telah masak maka
akan terlihat warna oranye kemerahmerahan. Warna tersebut merupakan warna kulit buah bagian
dalam, karena kulit buah bagian luar akan mengelupas dengan sendirinya.Tegakan Ramin
Dari Atas ke Bawah:Daun, Tekstur Kulit Kayudan Serat Kayu Ramin.
Penyebaran Pohon Ramin
Pohon jenis Ramin tumbuh baik di dataran rendah dengan ketinggian 0 - 100 dpl. Saat ini marga
Gonystylus terdiri dari sekitar 30 jenis di seluruh dunia dan jumlah ini masih mungkin bertambah
dikarenakan masih ada jenis yang belum teridentifikasi. Di Kalimantan khususnya Serawak, terdapat
27 jenis Ramin yang kesemuanya digolongkan sebagai jenis yang terancam punah. Tujuh jenis
dijumpai di Sumatera dan Peninsular Malaysia dan dua jenis terdapat di Philipina. Di Malaysia, jenis
Ramin dijumpai pada wilayah Peninsular (yaitu: Perak, Johor dan Selangor), Sabah dan Serawak. Di
Philipina, terdapat di Cagayan, Neuva Ecija, Bataan, Laguna, Quezon, Camarines, dan Mindoro.
Penyebaran jenis Ramin sampai ke Asia Pasifik seperti : Nikobar, Fiji dan kepulauan Solomon.
Penyebaran jenis Ramin di Indonesia yang pernah teridentifikasi terdapat di pulau Sumatera, Jawa,
Kalimantan, Nusa Tenggara Timur, Irian Jaya dan terutama di Pulau Sulawesi. Di Pulau Jawa, Ramin
tumbuh di Nusakambangan, sepanjang pantai Jawa Barat di kaki gunung Gede dan Banten. Ramin
juga dijumpai di Riau, Bangka Belitung , pesisir timur Pulau Sumatera dan sepanjang Sungai Musi
pada Pulau Sumatera. Pada Pulau Kalimantan sebarannya terdapat di Kalimantan Barat, Kalimantan
Tengah dan Kalimantan Selatan. Di Indonesia untuk sekarang ini, jenis kayu Ramin hanya dapat
dijumpai di kawasan hutan rawa Pulau Sumatera, kepulauan di selat Karimata, dan Pulau Kalimantan.
Kawasan konservasi merupakan habitat tersisa dari jenis Ramin yang masih memiliki tegakan relatif
rapat dan memiliki diameter pohon relatif besar. Di Pulau Sumatera, khususnya propinsi Riau dan
Jambi, kawasan yang teridentifikasi memiliki tegakan pohon Ramin antara lain: Hutan Lindung
Giam-Siak Kecil, Suaka Margasatwa Danau Bawah dan Danau Pulau Besar, Suaka Margasatwa Tasik
Belat, Suaka Margasatwa Tasik Sekap, Suaka Margasatwa Bukit Batu dan Taman Nasional Berbak di
Propinsi Jambi. Selain di kawasan konservasi, di beberapa hutan produksi yang dikelola oleh
perusahaan kehutanan diindikasikan masih ada tegakan Ramin dalam jumlah yang tergolong kecil.
Hak Penguasaan Hutan (HPH) PT. Diamond Raya Timber, PT. Rokan Permai, PT. Triomas FD
(ketiganya anak perusahaan Grup).Tegakan Ramin di TN Tanjung Puting
Ekosistem hutan rawa gambut
Uniseraya), PT. Inhutani IV di Kabupaten Indragiri Hilir (Inhil) dan Ijin Pemanfaatan Kayu (IPK) PT.
niseraya merupakan beberapa perusahan kehutanan yang memiliki tegakan jenis Ramin. Untuk Pulau
Kalimantan, Ramin dapat ditemukan di Taman Nasional Tanjung Puting, DAS Sebangau dan DAS
Mentaya (Kalimantan Tengah), sementara di Propinsi Kalimantan Barat, tegakan jenis Ramin dapat
dijumpai di Kabupaten Sambas, Cagar Alam Mandor, Cagar Alam Muasra Kaman, Taman Buru
Gunung Nyiut, Suaka Margasatwa Pleihari Martapura, Taman Nasional Danau Sentarum dan Taman
Nasional Gunung Palung serta sekitarnya. Dan ada kemungkinan bahwa di beberapa daerah lahan
basah Pulau Kalimantan masih memiliki tegakan Ramin. Berdasarkan data inventarisasi Departemen
Kehutanan, perusahaan yang masih mempunyai tegakan Ramin adalah HPH PT. Bintang Arut di
Kalimantan Tengah. Berdasarkan dari lokasi yang telah teridentifikasi masih memiliki populasi
Ramin, tim studi memilih secara acak beberapa lokasi untuk dijadikan sebagai lokasi studi. Lokasi
yang dijadikan sebagai lokasi studi antara lain: Taman Nasional Tanjung Puting dan SM Danau
Bawah dan Danau Pulau Besar yang merupakan kawasan konservasi, areal konsesi PT. Diamond
Raya Timber yang merupakan kawasan hutan produksi serta kawasan bekas areal hutan produksi
seperti LAHG Cimtrop, bekas areal PT. Sumber Alam Jaya dan PT. Diamond Raya Timber.
top related