bab ii tinjauan pustaka 2.1 hipertensi 2.1.1 pengertian ... ii.pdf7 bab ii tinjauan pustaka 2.1...
Post on 27-Oct-2020
25 Views
Preview:
TRANSCRIPT
7
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Hipertensi
2.1.1 Pengertian Hipertensi
Hipertensi atau tekanan darah tinggi adalah kondisi tekanan darah
seseorang berada diatas angka normal yaitu 120/80 mmHg. Maksudnya bila
tekanan darah sistoliknya mencapai nilai 120 mmHg atau lebih tinggi dan tekanan
darah diastoliknya mencapai nilai 80 mmHg atau lebih tinggi (Susilo, 2011).
Berdasarkan The Seventh Report of Joint National Committe on
Prevention, Detection, Evaluation, and Treatment of High blood Pressure (JNC-7)
dikatakan bahwa seseorang mengalami hipertensi bila tekanan darah sistolik lebih
dari 140 mmHg dan tekanan darah diastolik lebih dari 90 mmHg (Yogiantoro,
2007)
Hipertensi adalah suatu keadaan dimana seseorang mengalami
peningkatan angka kesakitan (morbiditas) dan angka kematian / mortalitas.
Tekanan darah 140/90 mmHg didasarkan pada dua fase dalam setiap
denyut jantung yaitu fase sistolik 140 menunjukkan fase darah yang
sedang dipompa oleh jantung dan fase diastolik 90 menunjukkan fase darah
yang kembali ke jantung (Triyanto, 2014).
8
2.1.2 Klasifikasi Hipertensi
Hipertensi menjadi masalah pada usia lanjut karena sering ditemukan
menjadi faktor utama penyakit koroner. Lebih dari separuh kematian diatas usia
60 tahun disebabkan oleh penyakit jantung dan serebrovakuler. Hipertensi pada
usia lanjut dibedakan menjadi dua macam yaitu hipertensi pada tekanan sistolik
sama atau lebih besar dari 140 mmHg dan atau tekanan diastolik sama atau lebih
dari 90 mmHg serta hipertensi sistolik terisolasi tekanan sistolik lebih besar dari
160 mmHg dan tekanan diastolik lebih rendah dari 90 mmHg (Nugroho, 2008).
Menurut Djunaedi (2013), angka pengukuran tekanan darah hanya
menunjukkan besarnya tekanan darah pada saat dilakukan pengukuran.
Tabel 2.1 Klasifikasi tekanan darah pada penderita hipertensi
Kategori Tekanan DarahSistolik
Tekanan DarahDiastolik
Normal 120 mmHg < 80 mmHgPre Hipertensi 120 mmHg-139 mmHg 80 mmHg-90 mmHgHipertensi derajat 1 140 mmHg-159 mmHg 90.99mHgHipertensi derajat 2 > 160 mmHg > 100 mmHg
Sumber: WHO-JNC dalam Triyanto (2014).
2.1.3 Penyebab Hipertensi
Menurut Arita (2011), penyebab hipertensi yaitu:
1. Hipertensi primer (esensial) yaitu : keturunan, umur dan psikis
2. Hipertensi sekunder
a. Penyakit ginjal (glomerulonefritis akut atau kronik)
b. Tumor dalam rongga kepala
c. Penyakit syaraf
d. Toxemia grafidarum
9
3. Faktor yang menunjang
a. Ada riwayat penyakit sistem kardiovaskuler atau ginjal sebelumnya
b. Obesitas
c. Aktifitas yang terlalu melelahkan (gerak badan)
d. Emosional / ketegangan mental
e. Umur semakin tua semakin bertambah desakan ( 50 – 60 tahun)
2.1.4 Tanda dan gejala Hipertensi
Tanda dan gejala dari hipertensi menurut Pudiastuti (2013), adalah:
1. Penglihatan kabur karena kerusakan retina
2. Nyeri pada kepala
3. Mual dan muntah akibat meningkatnya tekanan intra kranial
4. Edema dependen
5. Adanya pembengkakan karena meningkatnya tekanan kapiler
2.1.5 Patofisiologi Hipertensi
Meningkatnya tekanan darah di dalam arteri bisa terjadi melalui
beberapa cara yaitu jantung memompa lebih kuat sehingga mengalirkan lebih
banyak cairan pada setiap detiknya, arteri besar kehilangan
kelenturannya dan menjadi kaku sehingga tidak dapat mengembang pada saat
jantung memompa darah melalui arteri tersebut. Darah pada setiap denyut
jantung dipaksa untuk melalui pembuluh yang sempit dari pada biasanya dan
menyebabkan naiknya tekanan. Inilah yang terjadi pada usia lanjut, dimana
dinding arterinya telah menebal dan kaku karena arterosklerosis (Triyanto,
2014).
10
Dengan cara yang sama, tekanan darah juga meningkat pada saat
terjadi vasokontriksi, yaitu jika arteri kecil (arteriola) untuk sementara
waktu mengkerut karena perangsangan saraf atau hormon di dalam darah.
Bertambahnya cairan dalam sirkulasi bisa menyebabkan meningkatnya
tekanan darah. Hal ini terjadi jika terdapat kelainan fungsi ginjal sehingga tidak
mampu membuang sejumlah garam dan air dari dalam tubuh. Volume
darah dalam tubuh meningkat sehingga tekanan darah juga meningkat
(Triyanto, 2014).
Sebaliknya, jika aktivitas memompa jantung berkurang, arteri
mengalami pelebaran, banyak cairan keluar dari sirkulasi, maka tekanan darah
akan menurun. Penyesuaian terhadap faktor-faktor tersebut dilaksanakan
oleh perubahan di dalam fungsi ginjal dan sistem saraf otonom (bagian
dari sistem saraf yang mengatur berbagai fungsi tubuh secara otomatis).
Perubahan fungsi ginjal, ginjal mengendalikan tekanan darah melalui
beberapa cara yaitu jika tekanan darah meningkat, ginjal akan menambah
pengeluaran garam dan air, yang akan menyebabkan berkurangnya
volume darah dan mengembalikan tekanan darah normal. Jika tekanan darah
menurun, ginjal akan mengurangi pembuangan garam dan air, sehingga
volume darah bertambah dan tekanan darah kembali normal (Triyanto,
2014).
Ginjal juga bisa meningkatkan tekanan darah dengan menghasilkan
enzim yang disebut renin, yang memicu pelepasan hormon aldosteron. Ginjal
merupakan organ penting dalam mengendalikan tekanan darah, karena itu
berbagai penyakit dan kelainan pada ginjal dapat menyebabkan terjadinya
11
tekanan darah tinggi. Misalnya penyempitan arteri yang menuju ke salah
satu ginjal (stenosis arteri renalis) bisa menyebabkan hipertensi.
Peradangan dan cidera pada salah satu atau kedua ginjal juga bisa
menyebabkan naiknya tekanan darah (Triyanto, 2014).
Sistem saraf simpatis merupakan bagian dari sistem saraf otonom yang
untuk sementara waktu akan meningkatkan tekanan darah selama respon
fight-or-flight (reaksi fisik tubuh terhadap ancaman dari luar);
meningkatkan kecepatan dan kekuatan denyut jantung dan juga
mempersempit sebagian besar arteriola. Tetapi memperlebar arteriola di
daerah tertentu (misalnya otot rangka yang memerlukan pasokan darah yang
lebih banyak) mengurangi pembuangan air dan garam oleh ginjal, sehingga
akan meningkatkan volume darah dalam tubuh, melepaskan hormon
epinefrin (adrenalin) dan norepinefrin (nor adrenalin) yang merangsang
jantung dan pembuluh darah. Faktor stres merupakan satu faktor pencetus
terjadinya peningkatan tekanan darah dengan proses pelepasan hormon
epinefrin dan norefinefrin (Triyanto, 2014).
Aktivitas kedua adalah menstimulasi sekresi aldosteron dari korteks
adrenal. Aldosteron merupakan hormon steroid yang memiliki peranan
penting pada ginjal. Untuk mengatur volume cairan ekstraseluler, aldosteron
akan mengurangi ekskresi NaCl (garam) dengan cara mereabsorbsinya dari
tubulus ginjal. Naiknya konsentrasi NaCl akan diencerkan kembali dengan
cara meningkatkan volume cairan ekstraseluler yang pada gilirannya akan
meningkatkan volume dan tekanan darah (Anggraini, 2008).
12
Rekomendasi asupan kalium dan magnesium yaitu kalium 4700 mg dan
magnesium 400 mg. Kalium dan magnesium berperan dalam memperbesar ukuran
sel endotel, menghambat kontraksi otot halus pembuluh darah, menstimulasi
produksi prostasiklin vasodilator dan meningkatkan produksi nitric oxide yang
akan memicu reaksi dilatasi dan reaktivasi vaskuler yang akan menurunkan
tekanan darah. Kedua mikronutrien ini juga berpengaruh dalam sistem renin
angiotensin (RAS) yang merupakan pusat kontrol utama tekanan darah dan fungsi
endokrin terkait kardiovaskuler. Kalium berperan dalam menghambat pelepasan
renin dengan meningkatkan eksresi natrium dan air. Terhambatnya renin akan
mencegah pembentukan angiotensin I dan II sehingga akan menurunkan
sensitivitas vasokontriksi. Magnesium akan mempengaruhi stimulus di pusat saraf
simpatis agar vasokonstriksi tidak melewati batas yang dibutuhkan. Kalium dan
magnesium dapat diperoleh dari sumber alami melalui sayuran dan buah-buahan.
Sayuran yang dapat tumbuh di segala musim, mudah ditemui, dan banyak ditanam
di Indonesia yang mengandung kalium dan magnesium adalah mentimun
(Lebalado, 2011).
2.1.6 Penatalaksanaan
Pengobatan pada hipertensi bertujuan mengurangi morbiditas dan
mortalitas dan mengontrol tekanan darah. Dalam pengobatan hipertensi ada
dua cara yaitu pengobatan non farmakologik (perubahan gaya hidup) dan
pengobatan farmakologik (Pudiastuti, 2013).
13
1. Pengobatan non farmakologik
a. Terapi herbal
Di dalam Traditional Chinesse Pharmacology, ada lima macam
cita rasa dari tanaman obat yaitu pedas, manis, asam, pahit, dan asin.
Penyajian jenis obat-obatan herbal khususnya dalam terapi hipertensi
disuguhkan dengan beberapa cara, misalnya dengan dimakan langsung,
disajikan dengan dibuat jus untuk diambil sarinya, diolah menjadi obat
ramuan ataupun dimasak sebagai pelengkap menu sehari-hari (Dalimartha,
2008).
Penggunaan obat hipertensi modern dapat menimbulkan efek
samping, oleh karena itu, obat tradisional biasa menjadi pilihan. Obat
tradisional yang ada di Indonesia yang dapat digunakan sebagai alternatif
pengobatan hipertensi adalah mentimun (Cucumis sativus Linn), bawang
putih, seledri, belimbing manis, rosella (Soeryoko, 2010).
1) Mentimun (Cucumis Sativus Linn)
Khasiat mentimun dalam menurunkan tekanan darah pada
penderita hipertensi yaitu dengan cara mengeluarkan cairan tubuh
(melalui air seni) karena mentimun mengandung mineral yaitu
potassium, magnesium, dan fosfor. Selain itu mentimun juga bersifat
diuretik karena mengandung banyak air sehingga menbantu
menurunkan tekanan darah (Mangonting, 2008).
14
2) Bawang putih
Bawang putih memiliki efek dilatoris terhadap pembuluh darah
yakni, memiliki efek untuk membuat pembuluh darah menjadi lebih
lebar sehingga mengurangi tekanan darah (Jussawalla, 2006).
3) Seledri
Hubungan dengan hipertensi, seledri berkhasiat menurunkan
tekanan darah (hipotensif atau antihipertensi). Sebuah percobaan
perfusi pembuluh darah menunjukkan bahwa epigenin mempunyai
efek sebagai vasodilator perifer yang berhubungan dengan efek
hipotensinya. Percobaan lainnya menunjukkan efek hipotensif herba
seledri berhubungan dengan integritas sistem saraf simpatik (Mun’im,
2011).
4) Belimbing manis
Belimbing memiliki kandungan serat yang baik sehingga dapat
membantu proses pencernaan dan mengandung kadar kalium tinggi
yang dapat merelaksasi pembuluh darah serta natrium yang rendah
sebagai obat anti hipertensi (Toda, 2010).
5) Rosella
Senyawa aktif yang berperan dalam bunga rosella terdiri dari
gossipetin, antosianin, glukosida dan flavonoid yang dapat mencegah
peningkatan tekanan darah, mempunyai efek diuretik dan dapat
meningkatkan kerja usus (Setiawan, 2010).
15
b. Pengurangan berat badan
Lemak kurang dari 30% dari konsumsi kalori setiap hari.
Mengkonsumsi banyak lemak akan berdampak pada kadar kolestereol
yang tinggi. Kadar kolesterol yang tinggi meningkatkan resiko terkena
penyakit jantung. Kelainan metabolisme lipid (Iemak) yang ditandai
dengan peningkatan kadar kolesterol total, trigliserida, kolesterol LDL
dan atau penurunan kadar kolesterol HDL dalam darah. Kolesterol
merupakan faktor penting dalam terjadinya aterosklerosis yang
mengakibatkan peninggian tahanan perifer pembuluh darah sehingga
tekanan darah meningkat (Dalimartha, 2008).
c. Melakukan aktifitas fisik
Melalui olah raga yang isotonik dan teratur (aktivitas fisik aerobik
selama 30-45 menit per hari) dapat menurunkan tahanan perifer yang akan
menurunkan tekanan darah (Yundini, 2006).
d. Membatasi asupan garam
Garam menyebabkan penumpukan cairan dalam tubuh karena
menarik cairan di luar sel agar tidak dikeluarkan, sehingga akan
meningkatkan volume dan tekanan darah. Pada sekitar 60% kasus
hipertensi primer (esensial) terjadi respons penurunan tekanan darah
dengan mengurangi asupan garam. Pada masyarakat yang mengkonsumsi
garam 3 gram atau kurang, ditemukan tekanan darah rata-rata rendah,
sedangkan pada masyarakat asupan garam sekitar 7-8 gram tekanan darah
rata-rata lebih tinggi (Direktorat Pengendalian Penyakit Tidak Menular,
2006).
16
e. Modifikasi gaya hidup
Modifikasi gaya hidup dapat mempunyai pengaruh yang mendasar
terhadap morbiditas dan mortalitas. Diet yang kaya buah-buahan, sayuran
dan rendah lemak serta rendah lemak jenuh (diet DASH). Menghindari
faktor resiko seperti merokok, minum alkohol dan stres. Merokok dapat
meningkatkan tekanan darah, walaupun pada beberapa survei didapat pada
kelompok perokok, tekanan darahnya lebih rendah dari pada kelompok
yang tidak merokok. Alkohol diketahui dapat meningkatkan tekanan
darah, sehingga menghindari alkohol berarti menghindari kemungkinan
hipertensi. Olahraga yang teratur dibuktikan dapat menurunkan tekanan
perifer, sehingga dapat menurunkan tekanan darah. Dengan olahraga, akan
timbul perasaan santai, dapat menurunkan berat badan, sehingga dapat
menurunkan tekanan darah (Rudianto, 2013).
2. Pengobatan farmakologi
Pengobatan farmakologi pada setiap penderita hipertensi
memerlukan pertimbangan berbagai faktor seperti beratnya hipertensi,
kelainan organ dan faktor resiko lain. Pengobatan hipertensi biasanya
dikombinasi dengan beberapa obat:
a. Diuretik {Tablet Hydrochlorothiazide (HCT), lasix (Furosemide)}.
Merupakan golongan obat hipertensi dengan proses
pengeluaran cairan tubuh melalui urine. Tetapi karena potasium
berkemungkinan terbuang dalam cairan urine, maka pengontrolan
konsumsi potasium harus dilakukan. Obat-obatan jenis ini bekerja
dengan cara mengeluarkan cairan tubuh (melalui kencing). Dengan
17
demikian volume cairan dalam tubuh berkurang sehingga daya pompa
jantung lebih ringan (Dalimartha, 2008).
b. Beta-blokers {Atenolol (tenorim), Capoten (captopril)}.
Mekanisme kerja anti-hipertensi obat ini adalah melalui
penurunan daya pompa jantung. Jenis betabloker tidak dianjurkan pada
penderita yang telah diketahui mengidap gangguan pernafasan seperti
asma bronkial (Lenny, 2008).
c. Calcium channel Blokers {norvas (amlopidine), angiotensin
convertingenzyme (ACE)}.
Merupakan salah satu obat yang biasa dipakai dalam
pengontrolan darah tinggi melalui proses relaksasi pembuluh darah yang
juga memperlebar pembuluh darah (Lenny, 2008).
d. Vasodilator
Agen vasodilator bekerja langsung pada pembuluh darah dengan
merelaksasi otot pembuluh darah. Contoh yang termasuk obat jenis
vasodilator adalah prasosin dan hidralasin. Kemungkinan yang akan
terjadi akibat pemberian obat ini adalah sakit kepala dan pusing
(Dalimartha, 2008).
e. Antagonis kalsium
Golongan obat ini menurunkan daya pompa jantung dengan cara
menghambat kontraksi jantung (kontraktilitas). Yang termasuk obat ini
adalah: nifedipin, diltiasem dan verapamil. Efek samping yang mungkin
timbul adalah sembelit, pusing, sakit kepala dan muntah (Lenny, 2008).
18
2.1.7 Komplikasi Hipertensi
Hipertensi memang dapat mengakibatkan kejadian dengan konsekwensi
yang serius namun hipertensi dapat didiagnosis dengan mudah dan dikendalikan
atau dikontrol dengan modifikasi pola hidup sehat dan medikasi. Bila hipertensi
dibiarkan tanpa pengobatan maka tekanan darah akan terus meningkat secara
bertahap yang akan mengakibatkan beban kerja jantung yang berlebihan. Beban
jantung yang berlebihan pada suatu saat akan mengakibatkan kerusakan serius
pada pembuluh darah dan organ seperti jantung, ginjal, mata dan otak. Penderita
hipertensi akan mengalami risiko yang meningkat untuk terjadinya:
1. Penyakit jantung (gagal jantung, kematian mendadak, kardiomiopati) dan
aritmia
2. Stroke
3. Penyakit jantung koroner
4. Aneurisma aorta (kelemahan dinding aorta yang mengakibatkan dilatasi
hingga 1,5 kali lebih besar dan berisiko untuk ruptur), sering mengakibatkan
kematian mendadak
5. Gagal ginjal
6. Retinopati (penyakit mata yang menyebabkan kebutaan)
7. Risiko untuk terjadi satu atau lebih dari kondisi diatas, meningkat sebanding
dengan peningkatan tekanan darahnya (Lumbantobing, 2008).
19
2.2 Konsep Jus Mentimun
2.2.1 Sejarah Mentimun
Timun merupakan tumbuhan asli India. Tumbuhan ini ditemukan pertama
kali 10.000 tahun lalu. Uniknya, dari India timun justru tidak menyebar ke negara
Asia lainnya, tetapi malah ditanam di Yunani dan Italia. Setelah itu barulah bibit
timun di bawa ke China. Pada abad ke- 9 timun ditanam di Prancis. Kemudian
abad ke- 14 ditanam di Inggris, dan dua abad kemudian barulah timun masuk ke
Amerika Utara. Saat itu, tahun 1494 timun sudah ditanam di Haiti. Tahun 1535
tumbuhan ini ditanam petani di Montreal, kemudian tahun 1584 ditanam di
Florida. Tidak jelas benar kapan timun masuk ke Indonesia. Yang jelas kini
tumbuhan ini dapat ditemukan di hampir seluruh dunia (Fikri, 2008).
Para ahli menamai mentimun Cucumis Sativus Linn. Mentimun termasuk
keluarga besar suku labu-labuan atau Cucurbitaceae. Timun biasanya dipanen
sebelum matang benar. Timun berupa herbal menjalar atau setengah merambat. Ia
termasuk tanaman semusim. Artinya setelah berbunga dan berbuah ia akan mati.
Satu tumbuhan dapat menghasilkan 20 buah namun dalam budidaya biasanya
jumlah buah dibatasi untuk menghasilkan ukuran buah yang baik (Fikri, 2008).
2.2.2 Pengertian Mentimun
Tanaman mentimun di budidayakan dimana mana baik di ladang, halaman
rumah maupun di rumah kaca. Tanaman ini tidak tahan terhadap hujan yang terus
menerus, pertumbuhannya memerlukan kelembapan udara yang tinggi, tanah
subur yang gembur dan mendapatkan sinar matahari penuh dengan drainase yang
baik. Mentimun sebaiknya dirambatkan ke para-para dan tumbuh baik di daratan
rendah sampai 1.300 mdpl. Tanaman ini diduga berasal dari pegunungan
20
Himalaya di India utara. Mentimun merupakan tanaman semusim, merayap atau
merambat, berambut kasar, berbatang basah, panjang 0,5-2,5 meter. Tanaman ini
mempunyai sulur dahan berbentuk spiral yang keluar disisi tangkai daun. Berdaun
tunggal, letak bersilang, bertangkai panjang, bentuknya bulat telur lebar, bertaju 3-
7, dengan pangkal berbentuk jantung, ujung runcing, tepi bergerigi, panjang 7-18
cm, lebar 7-15 cm, warnanya hijau. Bunganya ada yang jantan berwarna putih
kekuningan, dan bunga betina yang berbentuk seperti terompet. Buah bulat
panjang, tumbuh bergantung, warnanya hijau berlilin putih, setelah tua warnanya
kuning kotor, panjangnya 10-13 cm, bagian pangkal berbintil, banyak
mengandung cairan, berbiji banyak, bentuknya lonjong meruncing pipi, daun dan
tangkai muda bisa dipakai sebagai lalap mentah, direbus, dikukus atau disayur.
Bisa juga dibuat acar atau rujak. Mentimun juga bermanfaat sebagai obat
tradisional yang melawan kanker, membantu menurunkan tekanan darah,
mengurangi kolesterol dan mengurangi diabetes mellitus (Wijoyo, 2008).
2.1.3 Jenis-Jenis Mentimun
1. Mentimun Lokal
Sayuran berbentuk bulat panjang dengan kulit berwarna hijau
berlarik-larik putih kekuningan ini bisa dimakan mentah sebagai lalapan,
campuran keredok dan rujak, serta bisa diolah menjadi acar, dijus, direbus,
atau dikukus. Mentimun lebih disarankan untuk dimakan mentah, karena
proses pemasakan dan pengolahan menjadi acar akan mengurangi kandungan
vitamin dan mineralnya, terutama vitamin C (Nirmala, 2008).
21
2. Mentimun Jepang (Kyuri)
Timun asal negeri sakura ini memiliki bentuk yang lebih ramping dan
panjang dibanding mentimun lokal. Kulitnya berwarna hijau gelap dengan
bintik-bintik putih timbul yang membuat permukaannya tidak rata. Rasa dan
teksturnya lebih lembut daripada mentimun lokal. Mentimun jenis kyuri
sangat cocok diolah menjadi campuran salad dan acar (Nirmala, 2008).
3. Mentimun Gherkin
Disebut juga mentimun acar atau baby kyuri. Sesuai namanya
mentimun ini lebih sering diolah menjadi acar. Ukurannya lebih kecil dengan
kulit berwarna hijau tua dan ada bintik-bintik yang timbul seperti kyuri.
Rasanya renyah, tidak terlalu berair dan tidak bergetah (Nirmala, 2008).
4. Zucchini
Sayuran yang masih bersaudara dengan mentimun ini sering disebut
sukini atau timun Italia. Memiliki ukuran lebih besar dan tidak terlalu berair
dibanding mentimun. Bentuknya tidak bulat sempurna, tapi bersegi-segi.
Warna kulitnya hijau lumut tua dan mengkilap. Bagian dalamnya berwarna
putih menyerupai oyong (Nirmala, 2008).
2.1.4 Habitat Mentimun
Masyarakat pada umumnya menanam mentimun (Cucumis Sativus Linn)
di sawah atau di ladang sebagai tanaman komersial. Mentimun tumbuh sepanjang
tahun dan tergolong tanaman merambat (Mangonting, 2008) .
22
2.1.5 Kandungan Mentimun (Cucumis Sativus Linn)
Buah mentimun (Cucumis Sativus Linn) mengandung sejumlah zat kimia
alami diantaranya, vitamin A, B, C, E, saponin, protein, lemak, kalsium, fosfor,
besi, belerang, flavonoid dan polifenol. Secara rinci di dalam 100 gram buah
timun terdapat energi 20 kkal, karbohidrat 3.63 g, gula 1.67 g, serat pangan 0.5 g,
lemak 0.11 g, protein 0.65 g, vitamin B1 0.027 mg, vitamin B2 0.033 mg,
vitamin B3 0.098 mg, vitamin B5 0.259 mg, vitamin B6 0.040 mg, folate 2%,
vitamin C 2.8 mg, kalcium 16 mg, zat besi 0.28 mg, magnesium 13 mg, fospor 24
mg, potassium 147 mg, zinc 0.20 mg (Fikri, 2008).
2.1.6 Khasiat Mentimun (Cucumis Sativus Linn)
Khasiat mentimun dalam menurunkan tekanan darah pada penderita
hipertensi yaitu dengan cara mengeluarkan cairan tubuh (melalui air seni) karena
mentimun mengandung mineral yaitu potassium, magnesium, dan fosfor. Selain
itu mentimun juga bersifat diuretik karena mengandung banyak air sehingga
membantu menurunkan tekanan darah (Mangonting, 2008).
Mentimun (Cucumis Sativus Linn) mempunyai banyak khasiat. Dalam
berbagai uji coba yang dilakukan, ekstrak mentimun berdampak positif jika
digunakan untuk mengobati penyakit seperti susah buang air besar, menurunkan
kolesterol, meningkatkan kekebalan tubuh, mencegah hepatitis, sariawan, demam,
darah tinggi dan beberapa gangguan kesehatan lainnya (Mangonting, 2008).
Kandungan serat dalam mentimun dapat menurunkan kadar lemak tubuh
dan kolesterol serta memberi efek mengenyangkan sehingga kita jadi tidak
gampang lapar. Selain itu, mentimun juga mengandung asam malonat yang dapat
23
mencegah gula darah berubah menjadi lemak, sehingga sangat membantu
menurunkan berat badan (Nirmala, 2008).
2.1.7 Cara Meramu dan Membuat Jus Mentimun (Cucumis Sativus Linn)
Ada 3 cara dalam meramu dan membuat jus mentimun untuk mengurangi
hipertensi:
1. Menurut Khusnul (2012) mentimun sebanyak 100 gram yang diblender
dengan 100 cc air tanpa tambahan bahan apapun, diberikan sekali
sehari selama satu minggu dan diberikan setiap sore hari.
2. Dua buah mentimun ukuran 100 gram segar dicuci bersih lalu diparut.
Hasil parutannya diperas dan disaring, lalu diminum sekaligus. Lakukan 2-
3 kali sehari (Wijoyo, 2008).
3. Cara meramu mentimun (Cucumis Sativus) untuk menurunkan tekanan
darah tinggi yaitu ambil sebanyak 2 buah timun ukuran sedang. Cuci
sampai bersih lalu potong-potong seperlunya. Kemudian rebus dengan 3-4
gelas air sampai tersisa separuhnya. Dinginkan, saring. Bagi ramuan
menjadi dua. Minum pagi dan malam. Lakukan pengobatan sampai
sembuh (Fikri, 2008).
2.3 Konsep Lansia
2.3.1 Pengertian Lansia
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 13 Tahun 1998 tentang
kesejahteraan usia lanjut Bab 1 Pasal 1, yang dimaksud dengan Lanjut Usia
adalah seseorang yang telah mencapai usia 60 (enam puluh) tahun ke atas (Yeniar,
2012).
24
Berdasarkan defenisi secara umum, seseorang dikatakan lanjut usia
(lansia) apabila usianya 65 tahun ke atas. Lansia bukan suatu penyakit, namun
merupakan tahap lanjut dari suatu proses kehidupan yang ditandai dengan
penurunan kemampuan tubuh untuk beradaptasi dengan stres lingkungan. Lansia
adalah keadaan yang ditandai oleh kegagalan seseorang untuk mempertahankan
keseimbangan terhadap kondisi stres fisiologis. Kegagalan ini berkaitan dengan
penurunan daya kemampuan untuk hidup serta peningkatan kepekaan secara
individual (Efendi, 2009).
Penetapan usia 65 tahun ke atas sebagai awal masa lanjut usia (lansia)
dimulai pada abad ke-19 di negara Jerman. Usia 65 tahun merupakan batas
minimal untuk kategori lansia. Namun, banyak lansia yang masih menganggap
dirinya berada pada masa usia pertengahan. Usia kronologis biasanya tidak
memiliki banyak keterkaitan dengan kenyataan penuaan lansia. Setiap orang
menua dengan cara yang berbeda-beda, berdasarkan waktu dan riwayat hidupnya.
Setiap lansia adalah unik, oleh karena itu perawat harus memberikan pendekatan
yang berbeda antara satu lansia dengan lansia lainnya (Potter & Perry, 2009).
2.3.2 Batasan Umur Lanjut Usia
Menurut pendapat berbagai ahli dalam Efendi (2009) batasan-batasan
umur yang mencakup batasan umur lansia adalah sebagai berikut:
1. Menurut Undang-Undang Nomor 13 Tahun 1998 dalam Bab 1 Pasal 1 ayat 2
yang berbunyi “Lanjut usia adalah seseorang yang mencapai usia 60 (enam
puluh) tahun ke atas”.
25
2. Menurut World Health Organization (WHO), usia lanjut dibagi menjadi
empat kriteria berikut :
a. usia pertengahan (middle age) ialah 45-59 tahun
b. lanjut usia (elderly) ialah 60-74 tahun
c. lanjut usia tua (old) ialah 75-90 tahun
d. usia sangat tua (very old) ialah di atas 90 tahun.
3. Menurut Dra. Jos Masdani (Psikolog UI) terdapat empat fase yaitu :
a. fase inventus ialah 25-40 tahun
b. fase virilities ialah 40-55 tahun
c. fase presenium ialah 55-65 tahun
d. fase senium ialah 65 hingga tutup usia.
4. Menurut Prof. Dr. Koesoemato Setyonegoro:
a. Masa lanjut usia (geriatric age): > 65 tahun atau 70 tahun.
b. Masa lanjut usia (getiatric age) itu sendiri dibagi menjadi tiga batasan
umur, yaitu:
1) Young old (70-75 tahun)
2) Old (75-80 tahun)
3) Very old ( > 80 tahun)
5. Departemen kesehatan RI membagi lansia sebagai berikut:
a. Kelompok menjelang usia lanjut (45-54 tahun) sebagai masa vibrilitas b. Kelompok usia lanjut (55-64 tahun) sebagai presenium c. Kelompok usia lanjut (55-64 tahun) sebagai senium (Efendi, 2009).
2.3.3 Klasifikasi Lansia
26
Klasifikasi berikut ini adalah lima klasifikasi pada lansia berdasarkan
Depkes RI (2003) dalam Maryam (2009), yang terdiri dari :
1. Pralansia (prasenilis) yaitu seseorang yang berusia antara 45-59 tahun
2. Lansia ialah seseorang yang berusia 60 tahun atau lebih
3. Lansia resiko tinggi ialah seseorang yang berusia 70 tahun atau
lebih/seseorang yang berusia 60 tahun atau lebih dengan masalah kesehatan
4. Lansia potensial ialah lansia yang masih mampu melakukan pekerjaan
dan/atau kegiatan yang dapat menghasilkan barang/jasa
5. Lansia tidak potensial ialah lansia yang tidak berdaya mencari nafkah,
sehingga hidupnya bergantung pada bantuan orang lain.
2.3.4 Karakteristik Lansia
Lansia memiliki karakteristik sebagai berikut: berusia lebih dari 60 tahun
(sesuai dengan pasal 1 ayat (2) UU No.13 tentang kesehatan), kebutuhan dan
masalah yang bervariasi dari rentang sehat sampai sakit, dari kebutuhan
biopsikososial sampai spiritual, serta dari kondisi adaptif hingga kondisi
maladaptif, lingkungan tempat tinggal bervariasi (Maryam, 2008).
2.3.4 Tipe lansia
Beberapa tipe pada lansia bergantung pada karakter, pengalaman hidup,
lingkungan, kodisi fisik, mental, sosial, dan ekonominya (Nugroho 2000 dalam
Maryam, 2008). Tipe tersebut dijabarkan sebagai berikut.
1. Tipe arif bijaksana. Kaya dengan hikmah, pengalaman, menyesuaikan diri
dengan perubahan zaman, mempunyai kesibukan, bersikap ramah, rendah
hati, sederhana, dermawan, memenuhi undangan, dan menjadi panutan.
27
2. Tipe mandiri. Mengganti kegiatan yang hilang dengan yang baru, selektif
dalam mencari pekerjaan, bergaul dengan teman, dan memenuhi undangan.
3. Tipe tidak puas. Konflik lahir batin menentang proses penuaan sehingga
menjadi pemarah, tidak sabar, mudah tersinggung, sulit dilayani, pengkritik
dan banyak menuntut.
4. Tipe pasrah. Menerima dan menunggu nasib baik, mengikuti kegiatan agama,
dan melakukan pekerjaan apa saja.
5. Tipe bingung. Kaget, kehilangan kepribadian, mengasingkan diri, minder,
menyesal, pasif, dan acuh tak acuh.
Tipe lain dari lansia menurut Maryam (2008), adalah tipe optimis, tipe
konstruktif, tipe independen (ketergantungan), tipe defensife (bertahan), tipe
militan dan serius, tipe pemarah/frustasi (kecewa akibat kegagalan dalam
melakukan sesuatu), serta tipe putus asa (benci pada diri sendiri).
2.3.5 Proses Penuaan
Penuaan adalah normal, dengan perubahan fisik dan tingkah laku yang
dapat diramalkan yang terjadi pada semua orang pada saat mereka mencapai usia
tahap perkembangan kronologis tertentu. Ini merupakan suatu fenomena yang
kompleks multi dimensional yang dapat diobservasi di dalam satu sel dan
berkembang sampai pada keseluruhan sistem (Stanley, 2006).
Tahap dewasa merupakan tahap tubuh mencapai titik perkembangan yang
maksimal. Setelah itu tubuh mulai menyusut dikarenakan berkurangnya jumlah
sel-sel yang ada di dalam tubuh. Sebagai akibatnya, tubuh juga akan mengalami
penurunan fungsi secara perlahan-lahan. Itulah yang dikatakan proses penuaan
(Maryam, 2008).
28
Aging process atau proses penuaan merupakan suatu proses biologis yang
tidak dapat dihindari dan akan dialami oleh setiap orang. Menua adalah suatu
proses menghilangnya secara perlahan-lahan (gradual) kemampuan jaringan
untuk memperbaiki diri atau mengganti serta mempertahankan struktur dan fungsi
secara normal, ketahanan terhadap cedera, termasuk adanya infeksi. Proses
penuaan sudah mulai berlangsung sejak seseorang mencapai dewasa, misalnya
dengan terjadinya kehilangan jaringan pada otot, susunan saraf, dan jaringan lain
sehingga tubuh mati sedikit demi sedikit. Sebenarnya tidak ada batasan yang
tegas, pada usia berapa kondisi kesehatan seseorang mulai menurun. Setiap orang
memiliki fungsi fisiologis alat tubuh yang sangat berbeda, baik dalam hal
pencapaian puncak fungsi tersebut maupun saat menurunnya. Umumnya fungsi
fisiologis tubuh mencapai puncaknya pada usia 20-30 tahun. Setelah mencapai
puncak, fungsi alat tubuh akan berada dalam kondisi tetap utuh beberapa saat,
kemudian menurun sedikit demi sedikit sesuai dengan bertambahnya usia
(Mubarak, 2009).
Pengaruh proses menua dapat menimbulkan berbagai masalah, baik secara
biologis, mental, maupun ekonomi. Semakin lanjut usia seseorang, maka
kemampuan fisiknya akan semakin menurun, sehingga dapat mengakibatkan
kemunduran pada peran-peran sosialnya (Tamher, 2009).
Menurut Azizah (2011), penyakit yang erat hubungannya dengan proses
menua salah satunya yaitu gangguan sirkulasi darah atau kardiovaskuler.
Komponen-komponen utama pada sistem kardiovaskuler adalah jantung dan
vaskularisasinya. Pada lansia terjadi perubahan-perubahan normal pada jantung
(kekuatan otot jantung berkurang), pembuluh darah (aterosklerosis; elastisitas
29
dinding pembuluh darah berkurang) dan kemampuan memompa dari jantung
bekerja lebih keras sehingga terjadi hipertensi (Maryam, 2011).
2.4 Peran Perawat Dalam Mencegah Hipertensi
Hasil studi yang telah dilakukan oleh Organisasi Kesehatan Dunia (WHO)
dan para ahli pendidikan kesehatan, terungkap memang benar bahwa pengetahuan
masyarakat tentang kesehatan sangat kurang, praktik mereka juga masih rendah.
Sebagai tindak lanjutnya jajaran kesehatan dalam konfrensi Nasional Promosi
Kesehatan 2001, antara lain menyepakati menitik beratkan program pendidikan
kesehatan (promosi) melalui pemberdayaan masyarakat, sehingga dapat
meningkatkan derajat kesehatan penduduk Indonesia.
Pendidikan kesehatan merupakan satu bentuk tindakan mandiri
keperawatan untuk membantu klien baik individu, kelompok, maupun masyarakat
dalam mengatasi masalah kesehatannya melalui kegiatan pembelajaran, yang
didalamnya perawat sebagai perawat pendidik. Merubah gaya hidup yang sudah
menjadi kebiasaan seseorang membutuhkan suatu proses yang tidak mudah.
Untuk merubah prilaku biasanya ada beberapa faktor yang sangat mempengaruhi,
salah satunya adalah pengetahuan seseorang tentang objek baru tersebut.
Diharapkan dengan baiknya pengetahuan seseorang terhadap objek baru dalam
kehidupannya maka akan lahir sikap positif yang nantinya kedua komponen ini
menghasilkan tindakan yang baru yang lebih baik. Dengan mendapatkan
informasi yang benar, diharapkan penderita hipertensi mendapat bekal
pengetahuan yang cukup untuk dapat melaksanakan pola hidup sehat dan dapat
30
menurunkan resiko penyakit degeneratif terutama hipertensi dan penyakit
kardiovaskuler.
Sosialisasi pendidikan kesehatan dan pola hidup sehat bagi masyarakat
merupakan upaya mewujudkan pembangunan berwawasan kesehatan dan
masyarakat Indonesia. Karena itu pendidikan kesehatan akan dapat mendukung
program unggulan kesehatan melalui pranata masyarakat, seperti keluarga,
lembaga pendidikan, tempat kerja umum, lembaga kesehatan seperti puskesmas
dan rumah sakit
Adapun peran perawat dalam mencegah hipertensi ini adalah:
1. Pendidik Kesehatan
Perawat dapat berperan sebagai pendidik untuk merubah perilaku
masyarakat dari perilaku yang tidak sehat menjadi sehat dalam mencegah
penyakit hipertensi serta membantu keluarga untuk mengenali hipertensi,
penyebab hipertensi, gejala hipertensi dan bahaya hipertensi jika tidak
ditangani.
2. Pemberi perawatan pada anggota keluarga yang menderita penyakit hipertensi
Dalam memberikan perawatan pada anggota keluarga yang menderita
penyakit hipertensi, perawat memberikan kesempatan kepada keluarga untuk
mengembangkan kemampuan mereka dalam melaksanakan perawatan dan
memberikan demonstrasi kepada keluarga bagaimana merawat anggota
keluarga yang menderita hipertensi.
top related