bab ii kajian pustaka 2.1 pengertian ergonomi ergonomi
Post on 31-Dec-2016
278 Views
Preview:
TRANSCRIPT
7
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
2.1 Pengertian Ergonomi
Ergonomi adalah ilmu, teknologi dan seni yang berupaya menserasikan
alat, cara dan lingkungan kerja terhadap kemampuan dan batasan manusia untuk
terwujudnya kondisi lingkungan kerja yang sehat, aman, nyaman dan efisien demi
tercapainya produktivitas yang setinggi-tingginya (Manuaba, 2003). Ergonomi
merupakan ilmu tentang kemampuan dan keterbatasan tubuh manusia, serta
kriteria lainnya yang berkaitan dengan perancangan. Rancangan ergonomi adalah
perancangan peralatan kerja, perlengkapan, mesin-mesin, pekerjaaan, tugas,
tempat kerja duduk, organisasi, dan lingkungan berdasarkan informasi
karakteristik tubuh manusia untuk produktivitas, keselamatan, kenyamanan dan
efektivitas fungsi tubuh manusia (Manuaba, 2007).
International Labour Organization (ILO) mendefenisikan ergonomi
sebagai penerapan ilmu biologi manusia sejalan dengan ilmu rekayasa untuk
mencapai penyesuaian bersama antara pekerjaan dan manusia secara optimum
dengan tujuan agar bermanfaat demi efisiensi dan kesejahteraan (Effendi, 2002).
Ergonomi merupakan disiplin ilmu yang bersifat multidisiplin di mana
terintegrasi ilmu fisiologi, psikologi, anatomi, hygiene, teknologi, sosial budaya,
ekonomi dan ilmu lainnya yang berkaitan dengan suatu pekerjaan. Di dalam
praktek dan perkembangannya ergonomi bertujuan untuk meningkatkan
kesejahteraan fisik dan mental, khususnya mencegah munculnya cedera dan
8
penyakit akibat kerja serta mempromosikan kepuasan kerja. Juga untuk
meningkatkan kesejahteraan sosial, memperbaiki kualitas kontak sosial dan
mengorganisir kerja sebaik-baiknnya, demi meningkatkan efisiensi sistem
manusia-mesin dengan bijaksana dan pertimbangan rasional antara aspek teknis,
ekonomi antropologi, seni dan budaya. Berhubungan dengan peralatan lingkungan
kerja, Manuaba (1992) menyarankan untuk mengurangi dampak negatif dalam
pekerjaan pertama kali adalah dengan menyesuaikan pekerjaan terhadap manusia.
Bila karena alasan teknis atau ekonomis tidak mungkin diterapkan maka
diarahkan agar manusia dapat menyesuaikan diri terhadap pekerjaan melalui
proses seleksi, latihan dan adaptasi. Untuk melaksanakan hal tersebut ada dua
pendekatan yang digunakan yaitu pertama dengan menerapkan ergonomi saat
perencanaan dengan pendekatan konseptual, dan kedua dengan memperbaiki atau
memodifikasi pekerjaan yang sudah ada dengan memanfaatkan prinsip-prinsip
ergonomi yang dikenal dengan pendekatan kuratif.
Dalam penelitiannya (Tarwaka 2002) menyebutkan bahwa penerapan
ergonomi dalam sikap kerja duduk atau duduk berdiri bergantian dapat
meningkatkan produktivitas kerja secara signifikan dibandingkan dengan sikap
kerja berdiri. Sedangkan Adiputra (1998) mengatakan melalui penerapan
ergonomi pada industri skala kecil dengan memberikan meja dan kursi ergonomis
tenaga kerja bisa bekerja lebih nyaman.
Dari beberapa uraian di atas dapat dinyatakan bahwa ergonomi
merupakan ilmu yang berupaya menserasikan alat, cara dan lingkungan kerja
9
terhadap kemampuan dan batasan manusia untuk terwujudnya kondisi kerja yang
sehat, aman, nyaman dan efisien demi tercapainya produktifitas kerja yang tinggi.
2.2 Pembubutan
Proses pembubutan adalah proses pemesinan untuk menghasilkan bagian-
bagian mesin berbentuk silindris yang dikerjakan dengan menggunakan mesin
bubut. Prinsip dasarnya dapat didefinisikan sebagai proses pemesinan permukaan
luar benda silindris atau bubut rata dengan benda kerja yang berputar satu pahat
bermata potong tunggal (with a single-point cutting tool) dengan gerakan pahat
sejajar terhadap sumbu benda kerja pada jarak tertentu sehingga akan membuang
permukaan luar benda kerja .
Pembubutan dilakukan dengan menggunakan mesin bubut. Mesin bubut,
termasuk mesin perkakas dengan gerak utama berputar. Hal ini disebut gerak
utama berputar, karena pada saat beroperasi, benda kerjanya yang berputar.
Fungsi mesin bubut adalah untuk memotong atau menghilangkan sebagian dari
benda kerja dengan gerak berputar, sehingga pada akhirnya menjadi benda atau
produk yang dapat dimanfaatkan sesuai dengan fungsinya. Adapun jenis-jenis
kegiatan yang dapat dikerjakan pada mesin bubut adalah membubut lurus,
membubut tirus atau konis, membubut alur, membuat ulir, mengkartel, mereamer,
mengetap, menyenai dan menggerinda.
Secara umum bagian-bagian dari mesin bubut dapat dilihat pada Gambar
2.1 berikut ini.
10
Gambar 2.1 Bagian -Bagian Mesin Bubut
Menurut jenis dan fungsinya, maka mesin bubut dapat dikelompokkan
menjadi :
a. Instrumen Lathe Engine (Mesin bubut instrumen)
Mesin bubut jenis ini biasanya digunakan untuk membuat suatu produk (benda
kerja) yang kecil ukurannya, tetapi dengan tingkat kepresisian yang tinggi dan
jumlah banyak (mass product).
b. Bench Engine Lathe (Mesin Bubut Meja)
Mesin bubut ini biasanya digunakan untuk membuat produk-produk yang lebih
besar dibandingkan dengan produk instrument lathe engine. Mesin bubut jenis ini
dapat ditempatkan di atas bangku atau meja kerja atau pada mesin yang
mempunyai kaki terbuat dari baja profil dan pelat baja.
c. Standard Engine Lathe (Mesin Bubut Standar)
11
Mesin bubut jenis ini, selain dapat memproduksi benda kerja yang lebih besar,
juga lebih panjang.
d. Gap Lathe Head Engine (Mesin Bubut Celah)
Mesin bubut ini selain dapat mengerjakan benda-benda kerja yang besar, juga
dengan diameter yang relatif besar, sebab bagian alas dari mesin ini, yakni yang
berdekatan dengan kepala tetap, dapat dilepas-lepas dan akan menghasilkan celah,
untuk kemudian akan ditempati oleh benda kerja berdiameter besar tersebut
e. Turret Lathe Engine (Mesin Bubut Turret)
Mesin bubut jenis ini mempunyai ekor putar tetap, di mana dapat dipasangkan 6
(enam) alat potong, sesuai dengan yang dibutuhkan. Benda kerja dijepit pada
chuck (cekam berahang tiga), alat potongnya dapat disetel sedemikian rupa sesuai
dengan yang diinginkan misalnya: membubut muka (facing), membubut rata
(turning), memotong (cutting), membuat alur (grooving), mengebor atau
melubangi (drilling), menghaluskan lubang (reaming).
f. Computer Numerically Control Lathe Engine - CNC Machine
(Pengendalian Secara Numerik)
Sebelum mesin dioperasikan, lazimnya dibuatkan suatu program (software)
komputer yang sesuai bentuk benda kerja yang akan dibuat. Program ini terdiri
dari sederetan instruksi-instruksi yang dikodefikasi dalam bentuk algoritma
matematis, sehingga disebut kendali numeric. Dengan memprogramkan
kedudukan pahat terhadap benda kerja, tebalnya penyayatan,panjang yang akan
dibubut, diameter yang diinginkan maka mesin jenis ini akan bekerja secara
otomatis.
12
Mesin bubut yang digunakan pada proses pembubutan di bengkel
laboratorium mekanik Politeknik Negeri Bali adalah jenis Turret Lathe Engine
(Mesin Bubut Turret). Gambar mesin bubut ini dapat dilihat pada gambar 2.1.
2.3 Intensitas Cahaya
Intensitas penerangan ruangan praktikum merupakan hal yang sangat
penting diperhatikan di dalam proses praktikum khususnya dalam proses
pembubutan karena intensitas penerangan yang kurang dapat menimbulkan
gangguan penglihatan dan kelelahan mata terutama pada pekerjaan yang menuntut
ketelitian tinggi dalam waktu yang lama.
Menurut Kroemer dan Grandjean (2000) intensitas penerangan yang sesuai
dengan ruangan belajar untuk proses menulis dan membaca adalah 500 – 700 lux.
Sedangkan menurut Manuaba (1988) untuk pekerjaan yang membutuhkan
ketelitian contohnya membaca dan menulis penerangan yang diperlukan sebesar
350 – 700 lux. Sedangkan untuk pekerjaan teknik yang membutuhkan ketelitian
tinggi diperlukan intensitas cahaya 1000 – 2000 lux (Grandjean, 2000).
Ruangan praktikum bengkel mekanik di Politeknik Negeri Bali menggunakan
penerangan alami (sinar matahari) dan lampu TL dengan kekuatan 40 watt
sebanyak 24 buah dalam ruangan berukuran 30 x 12,5 meter. Jarak antar lampu
rata-rata 3 meter. Ketinggian titik lampu dari lantai ruangan 3 meter dan
ketinggian titik lampu dari permukaan mesin bubut 2 meter. Intensitas cahaya
umum tertingggi dalam ruangan tersebut hanya sebesar 290 lux dan terendah
sebesar 200 lux.
13
Gambar 2.2 Pengukuran Intensitas Cahaya menggunakan lux meter
Gambaran letak mesin dan jarak lampu serta ventilasi yang terdapat pada
bengkel laboratorium mekanik pada gambar 2.3
Gambar 2.3 Letak Mesin Bubut dan Ventilasi Bengkel Mekanik
14
2.4 Kelelahan Mata
Menurut Kroemer dan Grandjean (2000), kelelahan mata meliputi semua
gejala yang muncul setelah mendapatkan tekanan yang berlebihan pada fungsi
mata. Di antaranya yang paling penting karena terjadinya ketegangan dari otot
ciliari dalam berakomodasi untuk memandang pada objek yang kecil dan efek
dari kontras yang kuat pada retina. Lebih lanjut dikatakan kelelahan mata
menyebabkan:
1) Iritasi, gangguan mata berair, memerah.
2) Pandangan terhadap objek menjadi seolah-olah ganda.
3) Sakit kepala.
4) Menurunnya kekuatan akomodasi.
5) Menurunnya ketajaman penglihatan, kepekaan untuk
membandingkan dan kecepatan persepsi.
Gejala ini dapat dilihat pada pekerjaan pembaca pada komputer yang
rendah kualitasnya dalam menampilkan teks dan gambar pencahayaan yang tidak
cukup, paparan cahaya yang berkedip. Orang yang lebih tua kecenderungan lebih
cepat terjadi kelelahan mata. Sesungguhnya semua jenis pekerjaan yang
menggunakan mata berperan untuk terjadinya kelelahan mata. Terutama bagi
pekerjaan yang meminta gerakan mata yang cepat dan teliti menyebabkan
permintaan lebih berat dari pada persepsi, mesin kendali dan konsentrsi. Maka
ketika mata mendapatkan tekanan yang berlebihan (over stressed) untuk waktu
yang lama timbul gejala kelelahan mata berupa sakit kepala dan sakit mata. Efek
dari kelelahan mata bagi pekerjaan seorang dapat berupa :
15
1. Hilangnya produktivitas.
2. Penurunan mutu.
3. Penimbulan banyak kesalahan.
4. Meningkatkan angka kecelakaan
5. Keluhan mata/penglihatan.
Menurut Kroemer dan Grandjean (2000), bahwa dari suatu laporan
Dewan Keselamatan Nasional Amerika (The American National Safety council)
menyatakan para ahli memperhitungkan bahwa pencahayaan yang tidak baik
menjadi penyebab 5% dari semua kecelakaan industri, di mana konstribusi
kelelahan mata terhadap penyebab kecelakaan tersebut sebanyak 20%.
Pengalaman dari suatu industri berat Amerika (Allis Chalmers) pada awal
tahun 1950 diambil sebagai contoh, setelah ditingkatkanya intensitas penerangan
pada suatu lini perakitan sebesar 200 lux , angka kecelakaan turun menjadi 32%.
Langkah selanjutnya diadakan perbaikan terhadap langit-langit dan dinding
dengan pengecatan menggunakan warna ringan untuk mengurangi kontras dan
menyediakan suatu kekuatan penerangan yang lebih seragam dan angka
kecelakaan turun lagi 16,5%. Hasil survey serupa dilaksanakan di Perancis
menunjukan penurunan drastis angka kecelakaannya ketika kondisi-kondisi
pencahayaan ditingkatkan, terutama pada galangan kapal, pengecoran logam pada
perakitan besar dan rancang bangun.
16
2.5 Penerangan Lokal
Menurut Ching (1996) ada tiga metode untuk pencahayaan penerangan
yaitu penerangan umum, penerangan lokal dan penerangan atau cahaya aksen.
Penerangan umum atau baur menerangi ruangan secara merata dan umumnya
terasa baur. Penerangan lokal atau penerangan untuk kegunaan khusus menerangi
sebagian ruangan dengan sumber cahaya biasanya dipasang dekat dengan
permukaan yang diterangi. Sedangkan penerangan aksen adalah bentuk dari
pencahayaan lokal yang berfungsi menyinari suatu tempat atau aktivitas tertentu
atau obyek seni atau koleksi berharga lainnya.
Berdasarkan sumbernya penerangan dibedakan menjadi dua yaitu
penerangan alamiah dan penerangan buatan. Sumber cahaya alamiah pada siang
hari adalah matahari dengan cahayanya yang kuat tetapi bervariasi menurut jam,
musim dan tempat. Cahaya buatan adalah cahaya yang dihasilkan berbeda – beda
tergantung dari jenisnya.
Dalam hal penerangan sebaiknya lebih mengutamakan penerangan
alamiah dengan merencanakan cukup jendela pada bangunan yang ada. Kalau
karena alasan teknis penggunaan penerangan almiah tidak dimungkinkan, barulah
penerangan buatan dimanfaatkan dan inipun harus dilakukan dengan tepat.
Pemilihan jenis penerangan buatan perlu dilakukan dengan teliti,
mengingat sifat-sifat yang berbeda. Sebagai contoh lampu jenis neon memberikan
penerangan 85% dan panas 15%. Sebaliknya balon (lampu pijar) hanya 15%
dalam bentuk cahaya 85% dalam bentuk panas (Manuaba,1983). Dalam kaitan ini
perlu diingatkan adanya penerangan umum dan penerangan khusus atau setempat.
17
Penerangan yang baik juga sangat diperlukan dalam ruangan belajar dan
ruangan praktek untuk memungkinkan pelajar atau mahasiswa melihat objek-
objek kerja secara jelas, cepat dan tanpa upaya-upaya yang tidak perlu.
Penerangan yang mencukupi kebutuhan objek penglihatan membantu mahasiswa
untuk melaksanakan pekerjaannya dalam praktek dengan mudah dan cepat
(Budiono, 1991). Jika penerangan dalam ruangan praktikum tidak mencukupi
maka dapat menimbulkan kelelahan penglihatan yang berpengaruh terhadap hasil
kerja mahasiswa saat praktikum yang terlihat dari kecilnya nilai yang diperoleh
(Harwita, 1993).
Penerangan yang baik penting agar pekerjaan dapat dilakukan dengan benar
dan dalam situasi yang nyaman (Manuaba, 1998). Pada pekerjaan yang
memerlukan ketelitian tanpa penerangan yang memadai seperti membubut maka
dampaknya sangat terasa pada kelelahan mata. Terjadinya kelelahan otot mata
dan kelelahan saraf mata sebagai akibat tegangan yang terus menerus pada mata,
walaupun tidak menimbulkan kerusakan mata secara permanen tetapi
meningkatkan beban kerja, mempercepat lelah sering melakukan istirahat dan
menimbulkan kehilangan jam kerja dalam hal ini jam praktikum dan mengurangi
kualitas dan mutu hasil kerja, meningkatkan kesalahan kerja yang dalam
penelitian ini tentu akan mempengaruhi ketelitian mahasiswa dalam praktikum.
Selain itu menjadi penyebab dilakukannya gerakan yang tidak perlu dan tidak
alami seperti membungkuk untuk dapat meningkatkan ketelitian ( Pheasant,1993).
Menururut Suma’mur (1995) untuk mengatasi penerangan yang kurang dapat
dilakukan beberapa hal :
18
a. Perbaikan kontras : cara termudah dan paling sederhana, serta dilakukan
dengan memilih latar penglihatan yang tepat.
b. Meningkatkan intensitas penerangan dalam hal ini dapat dilakukan dengan
meningkatkan intensitas penerangan umum atau dengan menambah
penerangan lokal di dekat permukaan meja atau benda kerja.
Dalam penelitian ini yang akan dilakukan adalah penambahan penerangan
lokal pada setiap mesin bubut berupa lampu TL berkekuatan 15 watt seperti pada
gambar 2.4
Gambar 2.4 Mesin Bubut dengan Penerangan Lokal
(sumber : Rezkapinastia, 2011)
19
2.6 Sikap Kerja
2.6.1 Pengertian dan Faktor yang mempengaruhi Sikap Kerja
Menurut Bridger (1995), sikap kerja dipengaruhi oleh 4 (empat) faktor penting
yaitu :
1. Karateristik fisik seperti umur, jenis kelamin, antropometri, berat badan,
kesegaran jasmani, kemampuan gerakan sendi, sistem muskuloskletal,
tajam penglihatan, masalah kegemukan, riwayat cedera atau pernah
operasi.
2. Jenis keperluan tugas, seperti memerlukan ketelitian mata, kekuatan
tangan, giliran tugas, waktu istirahat, perlengkapan kerja.
3. Desain Stasiun kerja, seperti ukuran tempat duduk, ketinggian landasan
kerja, kondisi permukaan atau bidang kerja, dan faktor lingkungan kerja.
4. Lingkungan kerja (environment), seperti intensitas cahaya, suhu
lingkungan, kelembaban udara, kecepatan udara, kebisingan, debu dan
vibrasi.
Dari empat faktor di atas muncul bermacam – macam sikap kerja, seperti
sikap kerja berdiri, sikap kerja duduk, sikap kerja berdiri duduk, sikap kerja
berbaring dan sebagainya.
2.6.2 Prinsip – Prinsip dalam Sikap Kerja
Prinsip – prinsip yang ada hubungannya dengan sikap kerja dan gerakan
tubuh yaitu biomekanik, fisiologi dan antropometri (Dul & Weerdmeester, 1993).
Prinsip – prinsip tersebut secara umum dapat diuraikan sebagai berikut.
1. Prinsip biomekanik :
20
a. Sendi harus dalam posisi netral.
b. Usahakan pekerjaan dilakukan sedekat mungkin dengan tubuh.
c. Hindari sikap membungkuk.
d. Hindari gerakan memutar badan.
e. Hindari gerakan tiba – tiba.
f. Usahakan sikap kerja tidak monoton.
g. Batasi waktu penggunaan otot secara terus menerus.
h. Cegah kelelahan otot.
i. Istirahat pendek berkali – kali lebih baik dari pada istirahat panjang
satu kali.
2. Prinsip fisiologi :
a. Batasi penggunaan energi.
b. Istirahat secukupnya setelah bekerja berat.
3. Prinsip antropometri :
a. Perhitungkan adanya perbedaan ukuran – ukuran tubuh antar
pekerja.
b. Gunakan tabel antropometri yang tepat untuk populasi tertentu.
Eastman ( 1983) dan Helander (1995) mengemukakan 3 (tiga) sikap kerja
yaitu : duduk, duduk berdiri, dan berdiri.
1) Sikap kerja duduk
Pulat (1992) menyatakan bahwa pekerjaan yang paling baik dilakukan dengan
posisi duduk adalah sebagai berikut :
21
a. Pekerjaan yang memerlukan kontrol dengan teliti pada kaki.
b. Pekerjaan utama adalah menulis atau memerlukan ketelitian pada
tangan
c. Tidak diperlukan tenaga dorong yang besar
d. Objek yang dipegang tidak melebihi ketinggian lebih dari 15 cm
dari landasan kerja.
e. Diperlukan tingkat kestabilan tubuh yang tinggi
f. Pekerjaan dilakukan dalam waktu yang lama dan
g. Seluruh objek dikerjakan atau disuplai masih dalam jangkauan
dengan posisi duduk
Sikap kerja duduk mempunyai beberapa kelebihan dibandingkan sikap kerja
berdiri.
Kelebihan sikap kerja duduk antara lain :
a. Rasa lelah pada otot akan berkurang dibandingkan sikap kerja
berdiri, karena pada sikap kerja duduk tubuh disangga oleh
permukaan tempat duduk, sandaran pinggang, sandaran lengan,
dan permukaan bidang kerja (Dul & Weerdmeester, 1993).
b. Hasil kerja akan lebih baik terhadap pekerjaan yang memerlukan
ketelitian (Helander, 1995).
c. Dapat mengurangi beban pada kaki, mempunyai kemampuan
menghindari sikap kerja yang tidak alamiah dan mengurangi
konsumsi energi (Grandjean, 2000).
Kekurangan sikap kerja duduk antara lain :
22
a. Sikap kerja duduk yang lama kurang baik bagi organ pencernaan
dan organ pernafasan (Grandjean,2000).
b. Kurang tepat untuk jenis pekerjaan yang menggunakan banyak
tenaga atau kekuatan (Dul & Weerdmeester, 1993).
c. Kurang cocok untuk pekerjaan yang bersifat dinamis.
2) Sikap kerja duduk berdiri
Sikap kerja duduk berdiri ini merupakan pilihan kedua terhadap hampir
seluruh jenis pekerjaan dan biasanya lebih sesuai digunakan terhadap jenis
pekerjaan yang terdiri dari beberapa sub bagian tugas dan sering melakukan gerak
di dalam ruang kerja (Helander, 1995). Pengguna dapat memilih salah satu sikap
kerja yang sesuai dengan jenis pekerjaan yang dilakukan. Helander (1995)
mengemukakan pemilihan sikap kerja terhadap jenis pekerjaannya yang
dituangkan dalam table 2.1 dibawah ini.
Tabel 2.1 Pemilihan Sikap Kerja Terhadap Jenis Pekerjaan yang Berbeda-
Beda
No Jenis Pekerjaan Sikap kerja yang dipilih
Pilihan Pertama Pilihan Kedua
1.
2.
3.
4
5
6
Mengangkat beban > 5 kg
Bekerja di bawah tinggi siku
Menjangkau horizontal di luar
daerah jangkauan optimum
Pekerjaan ringan dengan
pergerakan berulang
Pekerjaan perlu ketelitian *
Inspeksi monitoring (sering
berpindah- pindah)
Berdiri
Berdiri
Berdiri
Duduk
Duduk
Duduk berdiri
Duduk berdiri
Duduk berdiri
Duduk berdiri
Duduk berdiri
Duduk berdiri
Berdiri
Sumber : Helander (1995).
Keterangan : *= Sikap kerja mahasiswa saat menggunakan mesin bubut
23
3) Sikap Kerja Berdiri
Sikap kerja berdiri seimbang ditandai dengan : (1) garis vertikal berada
dalam bidang tumpuan, (2) gaya pada masing-masing sendi sama dengan nol, (3)
keseimbangan tergantung pada tinggi pusat gaya berat dan besarnya bidang
tumpuan. Ada dua macam jenis berdiri : (1) simetris jika kedua tungkai bebannya
sama, (2) asimetris jika kedua tungkai beban tidak sama. Jika berdiri tegang,
paling efisien dalam hal : (1) berubah posisi, (2) kebutuhan energinya paling
sedikit, kadang-kadang = BMR. Centre of gravity saat berdiri tegak adalah sedikit
di bawah pusar.
Sikap Kerja Berdiri membutuhkan pengurangan beban fisiologis tubuh
pada periode panjang, utamanya pergerakan darah dan penumpukan cairan tubuh
di daerah paha (leg). Terkadang pembebanan berulang pada perut dan leher untuk
jenis gerak menjangkau meraih maupun memutar. Keluhan biasanya terjadi
karena lambat laun terasa berat pada otot vena, jarak raih di luar toleransi
jangkauan normal, luasan kerja yang ketinggian atau kependekan, tidak
tersedianya ruang gerak kaki (knee). Maka perlu ada perbaikan seperti rancangan
tempat kerja yang memperhatikan faktor – faktor dimensional segmen tubuh
seperti pergerakan telapak kaki, kaki, jangkauan (ke depan dan samping) maupun
jarak raih (ke atas – bawah), menyandarkan tubuh dan duduk tanpa tujuan
menghambat laju pekerjaan (termasuk ke dalam unavoidable delays).
24
2.7 Sikap Kerja Mahasiswa
Sikap kerja adalah suatu sikap tubuh (posture) manusia pada waktu bekerja
atau saat beriteraksi dengan alat atau peralatan kerja. Sikap tubuh adalah sikap
orientasi relatif tubuh di dalam suatu ruang. Untuk mempertahankan suatu
orientasi tertentu dalam selang waktu tertentu, kita mempergunakan otot-otot
tubuh melawan gaya gravitasi bumi (Pheasant, 1993). Pada dasarnya sikap tubuh
manusia dalam keadaan istirahat terdiri dari sikap berdiri, duduk, jongkok, dan
berbaring. Dalam bekerja sikap tubuh dapat merupakan salah satu kombinasi dari
sikap-sikap tersebut di atas. Sikap-sikap tubuh yang diaplikasikan pada pekerjaan
disebut sikap kerja.
Pada mahasiswa, khususnya mahasiswa di Jurusan Teknik Mesin
umumnya memiliki tingkat kebugaran tubuh yang baik. Namun demikian,
pekerjaan membubut saat melakukan praktikum di bengkel mekanik aktivitas
yang menuntut konsistensi sikap tubuh yang kurang variatif, cenderung monoton
dan mayoritas dikerjakan dalam posisi berdiri atau berdiri sambil membungkuk
(gambar 2.5). Dibandingkan berdiri, sikap berdiri membungkuk, khususnya saat
membubut, memiliki tingkat keluhan yang lebih besar. Rasa pegal dan sakit akan
dirasakan pada bagian punggung, bahu, pinggang, paha dan betis. Para mahasiswa
akan merasakan kelelahan yang amat sangat ketika beranjak tidur. Kelelahan yang
dirasakan adalah kelelahan sementara yang akan segera hilang ketika besok
paginya bangun dari tidur.
25
Gambar 2.5 Sikap Kerja Mahasiswa Saat Membubut
Pada gambar di atas terlihat sikap tubuh mahasiswa yang condong ke
depan dan membungkuk selama bekerja. Sikap kerja ini dilakukan hampir
sepanjang melakukan praktikum selama rata-rata 3 jam kerja.
Sikap kerja berdiri dipilih bila pekerjaan itu banyak menggunakan tenaga
dan sering berpindah tempat (bergerak) (Dul dan Weerdmeester, 1993). Menurut
Bridger (1995) sikap kerja berdiri mempunyai kelebihan dan kekurangan
dibandingkan dengan sikap kerja duduk.
a) Kelebihan sikap kerja berdiri :
1. Jangkauanya lebih jauh
2. Sedikit memerlukan ruang.
b) Kekurangan sikap kerja berdiri (Dul dan Weerdmeester , 1993):
1. Lama-kelamaan dapat menimbulkan rasa pegal/kaku di bagian
belakang tubuh dan ke dua kaki. Beban tambahan akan muncul bila
26
kepala menunduk dan badan membungkuk akan menyebabkan keluhan
rasa sakit di leher dan pinggang
2. Sikap kerja berdiri kurang baik untuk pekerjaan yang memerlukan
ketelitian dibandingkan sikap kerja duduk.
Berdasarkan observasi pendahuluan yang telah dilakukan, mahasiswa
merasakan keluhan yang sama ketika sedang dan setelah melaksanakan aktivitas
praktikum, seperti sakit yang amat sangat pada punggung bawah dan pinggang.
Pegal dan linu pada paha dan betis dan pada seluruh bagian tubuh. Kelelahan
seperti ini, kalau tidak ditangani secara baik dan terjadi dalam waktu yang lama
akan menimbulkan CTD atau RSI.
2.7 Keluhan Muskuloskletal
Keluhan muskuloskletal adalah adanya keluhan (sakit) karena pada sistem
otot rangka terganggu, yang berfungsi menyelenggarakan pergerakan yang
meliputi pergerakan bagian-bagian tubuh atau berjalan (movement) dan
mempertahankan sifat tertentu (Guyton dan J.E. Hall, 1996).
Otot-otot tersusun dari gumpalan serat-serat otot. Semakin besar otot
semakin besar pula tekanan yang dilakukan pada otot itu. Untuk tindakan-
tindakan mekanis, tekanan otot pada tulang di mana otot itu berada dan
berkontraksi menghasilkan tekanan. Otot-otot bisa menghasilkan tekanan
maksimum pada keadaan meregang dan sebuah kontraksi otot dapat menggunakan
tekanan yang kecil. Sebuah otot menghasilkan kerja mekanik dengan mengubah
energi kimia ke energi mekanik (Bridger,1995 ; pulat 1992).
27
Menurut Manuaba (1992) bahwa sikap tubuh yang buruk (sikap paksa)
sewaktu bekerja dan berlangsung lama menyebabkan adanya beban pada sistem
muskuloskletal dan efek negatif pada kesehataan. Kelelahan otot terjadi akibat
dari adanya kerja otot statik. Kehilangan fungsi otot akibat kelelahan dapat
meningkatkan resiko cedera pada sistem muskuloskletal.
Penilaian gangguan sistem muskuloskletal (kenyerian otot pada anggota
tubuh tertentu) dapat dilakukan menggunakan kuesioner Nordic Body Map (NBM)
dengan pemberian skor (Adiputra dkk, 2001). Kuesioner Nordic Body Map atau
Body Map for Evaluiting Body Part Discomfort sebelum dan sesudah bekerja
dengan kriteria penilaian sebagai berikut.
A = Tidak sakit (nilai 1)
Subjek tidak merasakan adanya keluhan atau kenyerian pada anggota tubuh
tertentu.
B = agak sakit (nilai 2)
Subjek merasakan adanya keluhan atau kenyerian pada anggota tubuh
tertentu tetapi keluhan atau kenyerian tidak mengganggu pekerjaan.
C = sakit (nilai 3)
Subyek merasakan adanyaa keluhan atau kenyerian pada anggota tubuh
tertentu dan sering kali mengganggu pekerjaan. Keluhan atau kenyerian
tersebut masih dirasakan setelah selesai bekerja, sudah tidak terasa atau
hilang pada malam harinya.
D = sangat sakit (nilai 4)
28
Subyek merasakan adanya keluhan atau kenyerian pada anggota tubuh
tertentu dan sangat mengganggu pekejaan. Keluhan atau kenyerian tersebut
masih terasa atau tidak hilang sampai malam harinya.
2.8 Ketelitian Pengukuran dan Hasil Belajar
2.8.1 Pengertian Ketelitian Pengukuran
Pengertian yang jelas mengenai ketelitian (presisi) dan ketepatan (akurasi)
dapat digunakan untuk mengevaluasi suatu hasil analisis. Ketelitian (presisi)
adalah kesesuaian diantara beberapa data pengukuran yang sama yang dilakukan
secara berulang. Tinggi rendahnya tingkat ketelitian hasil suatu pengukuran dapat
dilihat dari harga deviasi hasil pengukuran. Sedangkan ketepatan (akurasi) adalah
kesamaan atau kedekatan suatu hasil pengukuran dengan angka atau data yang
sebenarnya (true value / correct result).
Pengukuran adalah membandingkan suatu benda dengan besaran lain
yang sejenis yang dipergunakan sebagai satuan-nya, alat pembanding itulah yang
dinamakan dengan alat ukur. Pengukuran supaya memiliki ketelitian pengukuran
dan ketepatan pengukuran, harus digunakan alat yang sudah diakui secara
internasional juga sudah ditera ketepatan (akurasi) serta ketelitian (presisi).
Presisi adalah derajat kepastian hasil suatu pengukuran sedangkan akurasi
menunjukan seberapa tepat hasil pengukuran mendekati nilai yang sebenarnya.
Presisi bergantung pada alat yang digunakan untuk melakukan pengukuran.
Umumnya semakin kecil pembagian skala suatu alat semakin teliti(pesisi) hasil
pengukuran alat tersebut.
29
Dalam pengukuran benda kerja praktikum di bengkel mekanik biasanya
menggunakan mistar dan jangka sorong. Mistar memiliki skala terkecil 1 mm,
sedangkan jangka sorong memiliki skala terkecil 0,1mm atau ada juga yang
sampai 0,05 mm, maka pengukuran menggunakan jangka sorong akan
memberikan hasil yang lebih presisi dibanding menggunakan mistar. Keakurasian
pengukuran harus di pastikan dengan cara membandingkan terhadap nilai standar
yang ditetapkan.
2.8.2 Pengertian hasil belajar
Menurut Oemar Hamalik (2006) hasil belajar adalah bila seseorang telah
belajar akan terjadi perubahan tingkah laku pada orang tersebut, misalnya dari
tidak tahu menjadi tahu, dan dari tidak mengerti menjadi mengerti. Berdasarkan
teori Taksonomi Bloom hasil belajar dalam rangka studi dicapai melalui tiga
kategori ranah antara lain kognitif, afektif, psikomotor. Perinciannya adalah
sebagai berikut:
1. Ranah Kognitif. Berkenaan dengan hasil belajar intelektual yang terdiri dari 6
aspek yaitu pengetahuan, pemahaman, penerapan, analisis, sintesis dan
penilaian.
2. Ranah Afektif. Berkenaan dengan sikap dan nilai. Ranah afektif meliputi
lima jenjang kemampuan yaitu menerima, menjawab atau reaksi, menilai,
organisasi dan karakterisasi dengan suatu nilai atau kompleks nilai.
3. Ranah Psikomotor. Meliputi keterampilan motorik, manipulasi benda-benda,
koordinasi neuromuscular (menghubungkan, mengamati).
30
Tipe hasil belajar kognitif lebih dominan daripada afektif dan psikomotor
karena lebih menonjol, namun hasil belajar psikomotor dan afektif juga harus
menjadi bagian dari hasil penilaian dalam proses pembelajaran di sekolah. Hasil
belajar adalah kemampuan-kemampuan yang dimiliki mahasiswa setelah ia
menerima pengalaman belajarnya. Hasil belajar digunakan oleh Dosen untuk
dijadikan ukuran atau kriteria dalam mencapai suatu tujuan pendidikan. Hal ini
dapat tercapai apabila mahasiswa sudah memahami belajar dengan diiringi oleh
perubahan tingkah laku yang lebih baik lagi. Representasi hasil belajar biasanya
dibuktikan dengan nilai mahasiswa.
2.8.3 Ketelitian Sebagai Salah Satu Penilaian Hasil Belajar Dalam
Praktikum Pembubutan
Depdiknas (2008) menyatakan bahwa Penilaian (assessment) adalah
penerapan berbagai cara dan penggunaan beragam alat penilaian untuk
memperoleh informasi tentang sejauh mana hasil belajar peserta didik atau
ketercapaian kompetensi (rangkaian kemampuan) peserta didik. Penilaian
menjawab pertanyaan tentang sebaik apa hasil atau prestasi belajar seorang
peserta didik.Hasil penilaian dapat berupa nilai kualitatif (pernyataan naratif
dalam kata-kata) dan nilai kuantitatif (berupa angka). Pengukuran berhubungan
dengan proses pencarian atau penentuan nilai kuantitatif tersebut.
Penilaian memiliki tujuan yang sangat penting dalam pembelajaran, di
antaranya untuk grading, seleksi, mengetahui tingkat penguasaan kompetensi,
bimbingan, diagnosis, dan prediksi (Depdiknas, 2008).
31
1. Sebagai griding, penilaian ditujukan untuk menentukan atau membedakan
kedudukan hasil kerja peserta didik dibandingkan dengan peserta didik
lain. Penilaian ini akan menunjukkan kedudukan peserta didik dalam
urutan dibandingkan dengan anak yang lain. Karena itu, fungsi penilaian
untuk griding ini cenderung membandingkan anak dengan anak yang lain
sehingga lebih mengacu kepada penilaian acuan norma (norm-referenced
assessment).
2. Sebagai alat seleksi, penilaian ditujukan untuk memisahkan antara peserta
didik yang masuk dalam kategori tertentu dan yang tidak. Peserta didik
yang boleh masuk sekolah tertentu atau yang tidak boleh. Dalam hal ini,
fungsi penilaian untuk menentukan seseorang dapat masuk atau tidak di
sekolah tertentu.
3. Untuk menggambarkan sejauh mana seorang peserta didik telah
menguasai kompetensi.
4. Sebagai bimbingan, penilaian bertujuan untuk mengevaluasi hasil belajar
peserta didik dalam rangka membantu peserta didik memahami dirinya,
membuat keputusan tentang langkah berikutnya, baik untuk pemilihan
program, pengembangan kepribadian maupun untuk penjurusan.
5. Sebagai alat diagnosis, penilaian bertujuan menunjukkan kesulitan belajar
yang dialami peserta didik dan kemungkinan prestasi yang bisa
dikembangkan. Ini akan membantu guru menentukan apakah seseorang
perlu remidiasi atau pengayaan.
32
6. Sebagai alat prediksi, penilaian bertujuan untuk mendapatkan informasi
yang dapat memprediksi bagaimana kinerja peserta didik pada jenjang
pendidikan berikutnya atau dalam pekerjaan yang sesuai. Contoh dari
penilaian ini adalah tes bakat skolastik atau tes potensi akademik.
Dari keenam tujuan penilaian tersebut, tujuan untuk melihat tingkat
penguasaan kompetensi, bimbingan, dan diagnostik merupakan peranan utama
dalam penilaian.
Dalam hal pembubutan, salah satu cara penilaiannya adalah dengan
mengukur dimensi benda hasil bubut. Ketepatan bentuk dan ukuran dimensi benda
adalah acuhan penilaian yang bisa diambil. Semakin baik bentuk dan ukuran
dimensi sebanding dengan semakin baik kualitas benda yang dibubut. Faktor-
faktor yang mempengaruhi kualitas hasil proses pembubutan adalah:
1. Harus mempunyai ketelitian yang tinggi (bentuk, dimensi, dan konsisten
terhadap benda kerja), sehingga mudah untuk didistandarkan.
2. Kecepatan potong dan kecepatan pembentukan geram harus mampu dikerjakan
sesuai dengan perkembangan atau kemajuan dari material yang dikerjakan,
sehingga dapat menjamin produktivitas yang tinggi untuk hasil yang dicapai.
3. Guna menghadapi persaingan dalam pengoperasi atau pemakaian mesin
perkakas tersebut, maka harus dapat menunjukkan efisiensi yang tinggi baik
secara tekhnis maupun ekonomis.
Sedangkan macam-macam pengerjaan pembubutan yang dapat dilakukan dan bisa
diambil pertimbangan dalam penilaian benda hasil kerja adalah sebagai berikut :
a. Membubut memanjang (longitudinal)
33
Saat membubut memanjang, pahat digerakkan sejajar sumbu putar benda kerja
sehingga dihasilkan bentuk silinder.
b. Membubut melintang (transversal)
Pahat bergerak tegak lurus terhadap sumbu putar benda kerja sehingga bahan
terpotong menjadi dua bagian atau meratakan dari sisi benda kerja.
c. Membubut tirus/membubut konus
Pada waktu membubut tirus, pahat terlebih dulu diputar beberapa derajat,
dengan demikian dihasilkan bentuk silinder tirus.
d. Membubut ulir
Pada waktu membubut ulir, pahat digerakkan dari kanan ke kiri dan
sebaliknya. Pada waktu bergerak ke kiri pahat melakukan pemotongan,
sedangkan pada saat kembali tidak melakukan pemotongan.
e. Membubut profil
Dipergunakan pahat khusus untuk membuat profil dengan gerakan pahat
tegak lurus sumbu putar dari benda kerja.
Alat ukur yang bisa digunakan untuk mengukur benda hasil kerja
pembubutan adalah mikrometer/jangka sorong. Jenis jangka sorong yang banyak
di pasaran adalah seperti pada Gambar berikut.
34
Gambar 2.6 Jangka sorong untuk mengukur dimensi luar
Gambar 2.7 Jangka Sorong untuk mengukur dimensi dalam
top related