bab 2 landasan teori - thesis.binus.ac.idthesis.binus.ac.id/ecolls/doc/bab2/2012-2-01134-mc...
Post on 06-Mar-2019
220 Views
Preview:
TRANSCRIPT
10
BAB 2
LANDASAN TEORI
2.1 Teori Umum
2.1.1 Komunikasi Massa
Pembahasan komunikasi yang kian pesat dan kompleks beserta penelitian
yang terus-menerus dilakukan menjadi bukti bahwa ilmu komunikasi massa menjadi
bagian penting dalam proses kajian keilmuan. Dalam pembahasan komunikasi, kita
dapat melihat adanya satu hal yang mencolok. Kalau dahulunya masyarakat
mengandalkan komunikasi tatap muka dan komunikasi kelompok sebagai pola
komunikasi yang paling diandalkan, kini bergeser menjadi masyarakat modern yang
mengandalkan peralatan modern untuk mendukung proses komunikasi tersebut.
Penelitian komunikasi yang pernah dilakukan tidak selalu memusatkan
perhatiannya pada metode ilmiah yang selama ini dijadikan alasan sebuah ilmu
dikatakan ilmiah. Komunikasi massa mempunyai titik tekan dan bahasan tersendiri.
Sekarang ini komunikasi massa sudah dimasukkan dalam disiplin ilmiah, di
mana komunikasi massa mengambil media massa beserta pesan yang dihasilkan,
pembaca/pendengar/penonton yang akan coba diraihnya, dan efeknya terhadap
mereka sebagai bahan studi ilmiah. Hal ini mengakibatkan komunikasi massa
merupakan disiplin kajian ilmu sosial yang relatif muda jika dibandingkan dengan
ilmu psikologi, sosiologi, ilmu politik, dan ekonomi. (Nurudin, 2007, hal. 2-3)
Michael W. Gamble dan Teri Kwal Gamble (1986) mencoba untuk
mengemukakan definisi komunikasi massa. Menurut mereka sesuatu bisa
didefinisikan sebagai Komunikasi Massa jika mencakup hal-hal sebagai berikut:
11
1. Komunikator dalam komunikasi massa mengandalkan peralatan modern
untuk menyebarkan atau memancarkan pesan secara cepat kepada
khalayak yang luas dan tersebar.
2. Komunikator dalam komunikasi massa dalam menyebarkan pesan-
pesannya bermaksud mencoba berbagi pengertian dengan jutaan orang
yang tidak saling kenal atau mengetahui satu sama lain. Anonimitas
audience dalam komunikasi massa inilah yang membedakan pula dengan
jenis komunikasi yang lain. Bahkan pengirim dan penerima pesan tidak
saling mengenal satu sama lain.
3. Pesan adalah milik publik. Artinya bahwa pesan ini bisa didapatkan dan
diterima oleh banyak orang. Karena itu, diartikan milik publik.
4. Sebagai sumber, komunikator massa biasanya organisasi formal seperti
jaringan, ikatan, atau perkumpulan. Dengan kata lain, komunikatornya
tidak berasal dari seseorang tetapi lembaga. Lembaga ini pun biasanya
berorientasi pada keuntungan, bukan organisasi suka rela atau nirlaba.
5. Komunikasi massa dikontrol oleh gatekeeper (penapis informasi).
Artinya, pesan-pesan yang disebarkan atau dipancarkan dikontrol oleh
sejumlah individu dalam lembaga tersebut sebelum disiarkan lewat media
massa. Beberapa individu dalam komunikasi massa itu ikut berperan
dalam membatasi, memperluas pesan yang disiarkan. Contohnya adalah
seorang reporter, editor film, penjaga rubrik, dan lembaga sensor lain
dalam media itu bisa berfungsi sebagai gatekeeper.
6. Umpan balik dalam komunikasi massa sifatnya tertunda. Kalau dalam
jenis komunikasi lain, umpan balik bisa bersifat langsung. Misalnya,
dalam komunikasi antar-persona. Dalam komunikasi ini umpan balik
12
langsung dilakukan, tetapi komunikasi yang dilakukan lewat surat kabar
tidak bisa langsung dilakukan alias tertunda (delayed). (Nurudin, 2007,
hal. 8-9)
Di awal perkembangannya, definisi komunikasi massa sebagai sebuah studi
ilmiah terletak pada mass society sebagai audience komunikasi. Konsep mass society
ini memang istilah yang sering dipakai dalam lapangan sosiologi yang
mendeskripsikan orang-orang dari institusi mereka dalam sebuah negara industri
maju.
Herbert Blumer (1939) kemudian menggunakan konsep yang berasal dari
mass society untuk menyebut mass audience (penerima pesan dalam komunikasi
massa). Yang disebut penerima dalam komunikasi massa itu paling tidak mempunyai
(1) heterogenitas susunan anggotanya yang berasal dari berbagai kelompok lapisan
masyarakat; (2) berisi individu yang tidak saling mengenal dan terpisah satu sama
lain (tidak mengumpul) serta tidak berinteraksi satu sama lain pula, dan (3) tidak
mempunyai pemimpin atau organisasi formal. (Nurudin, 2007, hal. 10)
Definisi lain pernah dikemukakan oleh Josep A. Devito yakni, pertama,
komunikasi massa adalah komunikasi yang ditujukan kepada massa, kepada
khalayak yang luar biasa banyaknya. Ini tidak berarti bahwa khalayak meliputi
seluruh penduduk atau semua orang yang membaca atau semua orang yang
menonton televisi, agaknya ini tidak berarti pula bahwa khalayak itu besar dan pada
umumnya agak sukar untuk didefinisikan. Kedua, komunikasi massa adalah
komunikasi yang disalurkan oleh pemancar-pemancar yang audio dan atau visual.
Komunikasi massa barangkali akan lebih mudah dan lebih logis bila didefinisikan
menurut bentuknya (televisi, radio, surat kabar, majalah, film, buku, dan pita).
(Nurudin, 2007, hal. 12)
13
2.1.2 Fungsi Komunikasi Massa
Sama dengan definisi komunikasi massa, fungsi komunikasi massa juga
mempunyai latar belakang dan tujuan yang berbeda satu sama lain. Fungsi
komunikasi massa secara umum bisa dikemukakan, seperti informasi, pendidikan,
dan hiburan. Berikut fungsi-fungsi komunikasi massa secara umum menurut Jay
Black dan Frederick C. Whitney (1988), antara lain:
1. Menginformasikan (To Inform). Fungsi informasi merupakan fungsi
paling penting yang terdapat dalam komunikasi massa. Komponen paling
penting untuk mengetahui fungsi informasi ini adalah berita-berita atau
kejadian yang benar-benar terjadi di masyarakat. Dalam istilah jurnalistik,
fakta-fakta tersebut biasa diringkas dalam istilah 5W + 1H (What, Where,
Who, When, Why, + How) atau Apa, Di mana, Siapa, Kapan, Mengapa,
dan Bagaimana. (Nurudin, 2007, hal. 66)
2. Memberi Hiburan (To Entertain). Media massa dapat menjadi
entertainer (penghibur) yang hebat karena bisa mendapatkan begitu
banyak audiens. Lebih banyak orang yang menangis ketika menonton
film Titanic ketimbang ketika mereka membaca selusin buku yang
menceritakan tragedi kapal pesiar tersebut. Hampir semua media massa
mengandung unsur entertainment, walaupun tidak ada medium yang
sepenuhnya bersifat hiburan. Kebanyakan media massa adalah campuran
dan informasi dan entertainment – dan juga persuasi. (Werner J. Severin,
2005, hal. 6)
3. Membujuk (To Persuade). Bagi Josep A. Devito (1997) fungsi persuasi
dianggap sebagai fungsi yang paling penting dari komunikasi massa.
Persuasi bisa datang dari berbagai macam bentuk: (1) mengukuhkan atau
14
memperkuat sikap, kepercayaan, atau nilai seseorang; (2) mengubah
sikap, kepercayaan, atau nilai seseorang; (3) menggerakkan seseorang
untuk melakukan sesuatu; dan (4) memperkenalkan etika, atau
menawarkan sistem nilai tertentu. (Nurudin, 2007, hal. 72-73)
4. Transmisi Budaya (Transmission of the Culture). Jay Black dan
Frederick C. Whitney (1988) mengatakan budaya meliputi tiga hal, yakni
ide atau gagasan, aktivitas, dan benda-benda hasil kegiatan. Ide yang
diwariskan dari satu generasi ke generasi selanjutnya termasuk budaya.
Artinya, ide sebagai sebuah warisan merupakan unsur dalam budaya.
Transmisi budaya media massa bisa memperkuat kesepakatan nilai-nilai
sosial yang ada dalam masyarakat. Di samping itu, media juga berperan
untuk selalu memperkenalkan ide-ide perubahan yang perlu dilakukan
masyarakat secara terus-menerus. (Nurudin, 2007, hal. 74-75)
Ada pula fungsi komunikasi massa yang pernah dikemukakan oleh
Harold D.Laswell yakni (Nurudin, 2007, hal. 78-88):
1. Fungsi Pengawasan (Surveillance of the Environment). Artinya,
menunjuk pada pengumpulan dan penyebaran informasi mengenai
kejadian-kejadian yang ada di sekitar kita. Fungsi pengawasan bisa dibagi
menjadi dua, yakni warning or beware surveillance atau pengawasan
peringatan dan instrumental surveillance atau pengawasan instrumental.
2. Fungsi Korelasi (Correlation of the Part of Society in Responding to the
Environment). Fungsi korelasi yang dimaksud adalah fungsi yang
menghubungkan bagian-bagian dari masyarakat agar sesuai dengan
lingkungannya. Erat kaitannya dengan fungsi ini adalah peran media
15
massa sebagai penghubung antara berbagai komponen masyarakat.
Antarunsur dalam masyarakat ini bisa saling berkomunikasi satu sama
lain melalui media massa.
3. Fungsi Pewarisan Sosial (Transmission of the Social Heritage from one
Generation to the Next). Dalam hal ini media massa berfungsi sebagai
seorang pendidik, baik yang menyangkut pendidikan formal maupun
informal yang mencoba meneruskan atau mewariskan suatu ilmu
pengetahuan, nilai, norma, pranata, dan etika dari satu generasi ke
generasi selanjutnya.
2.1.3 Karakteristik Komunikasi Massa
Komunikasi yang dilakukan di media massa umumnya ditujukan atau
diperuntukkan kepada orang banyak (massa, publik) dengan menggunakan media
(communicating with media). Karakteristik komunikasi massa antara lain (Romli,
2009, hal. 17-18):
1. Komunikator melembaga (institutionalized communicatior) atau
komunikator kolektif (collective communicator). Komunikator dalam
komunikasi massa setidak-tidaknya mempunyai ciri sebagai berikut: a)
kumpulan individu, b) dalam berkomunikasi individu-individu itu
terbatasi perannya dengan sistem dalam media massa, c) pesan yang
disebarkan atas nama media yang bersangkutan dan bukan atas nama
pribadi unsur-unsur yang terlibat, d) apa yang dikemukakan oleh
komunikator biasanya untuk mencapai keuntungan atau mendapatkan
labat secara ekonomis.
16
2. Komunikan atau “lawan bicara” bersifat heterogen, terdiri dari pribadi-
pribadi dengan berbagai karakter, beragam latar belakang sosial, budaya,
agama, usia, dan pendidikan. (Romli, 2009, hal. 18)
3. Pesan bersifat umum, ditujukan kepada orang banyak, tidak boleh bersifat
pribadi layaknya komunikasi interpersonal (komunikasi antarpribadi)
4. Menimbulkan keserampakan (simultaneous) dan keserentakan
(instantaneos) penerimaan oleh massa. Serempak berarti khalayak bisa
menikmati media massa tersebut hampir bersamaan.
5. Komunikasi massa berlangsung satu arah (one way traffic
communication). Khalayak atau audiens tidak bisa menginterupsi,
memotong pembicaraan penyiar, atau meresponsnya secara langsung
sebagaimana dalam obrolan face to face.
6. Komunikasi massa mengandalkan peralatan teknis. Peralatan teknis yang
dimaksud misalnya pemancar untuk media elektronik (mekanik atau
elektronik). Contohnya, radio membutuhkan stasiun pemancar atau relay.
Untuk saat ini, peralatan teknis semakin kompleks seperti yang dimiliki
oleh jaringan internet.
2.1.4 Media Massa
Komunikasi massa pada dasarnya adalah komunikasi melalui media massa
(media cetak dan elektronik). Pada awal perkembangannya, komunikasi massa
berasal dari pengembangan kata media of mass communication (media komunikasi
massa). Arti dari media massa sendiri adalah salah satu alat (atau saluran) dalam
komunikasi massa. Mengambil asumsi Dennis McQuail (1987) akan arti penting
media massa:
17
1. Media merupakan industri yang berubah dan berkembang yang
menciptakan lapangan kerja, barang, dan jasa serta menghidupkan
industri lain yang terkait. Media juga merupakan industri tersendiri yang
memiliki peraturan dan norma-norma yang menghubungkan institusi
tersebut dengan masyarakat dan institusi sosial lainnya.
2. Media massa merupakan sumber kekuatan – alat kontrol, manajemen, dan
inovasi dalam masyarakat yang dapat didayagunakan sebagai pengganti
kekuatan atau sumber daya lainnya.
3. Media merupakan lokasi (atau norma) yang semakin berperan, untuk
menampilkan peristiwa-peristiwa kehidupan masyarakat, baik yang
bertaraf internasional maupun internasional.
4. Media sering kali berperan sebagai wahana pengembangan kebudayaan,
bukan saja dalam pengertian pengembangan bentuk seni dan simbol,
tetapi juga dalam pengertian pengembangan tata cara, mode, gaya hidup,
dan norma-norma.
5. Media telah menjadi sumber dominan bukan saja bagi individu untuk
memperoleh gambaran dan citra realitas sosial, tetapi juga bagi
masyarakat dan kelompok secara kolektif. Media juga menyuguhkan
nilai-nilai dan penilaian normatif yang dibaurkan dengan berita dan
hiburan. (Nurudin, 2007, hal. 34-35)
Dengan demikian, media massa adalah alat-alat dalam komunikasi yang bisa
menyebarkan pesan secara serempak, cepat kepada audience yang luas dan
heterogen. Kelebihan media massa dibanding dengan jenis komunikasi lain adalah ia
bisa mengatasi hambatan ruang dan waktu. Bahan media massa mampu
menyebarkan pesan hampir seketika pada waktu yang tak terbatas.
18
2.1.4.1 Fungsi Media Massa
Seperti yang sudah dinyatakan sebelumnya, bahwa komunikasi massa berarti
komunikasi lewat media massa. Ini berarti, komunikasi massa tidak akan ditemukan
maknanya tanpa menyertakan media massa sebagai elemen terpenting dalam
komunikasi massa. (Nurudin, 2007, hal. 63)
Suatu tindakan dapat memiliki baik fungsi maupun disfungsi. Berikut fungsi
dan peran media massa dalam masyarakat beserta pandangan disfungsional nya
menurut Harold Lasswell dan Charles Wright (Werner J. Severin, 2005).
1. Pengawasan (Surveillance)
Pengawasan atau surveillance, fungsi pertama, memberi informasi dan
menyediakan berita. Dalam membentuk fungsi ini, media sering kali
memperingatkan kita akan bahaya yang mungkin terjadi seperti kondisi cuaca yang
ekstrem atau berbahaya atau ancaman militer. Fungsi pengawasan juga termasuk
berita yang tersedia di media yang penting dalam ekonomi, publik dan masyarakat,
seperti laporan bursa pasar, lalu lintas, cuaca, dan sebagainya.
Fungsi pengawasan juga bisa menyebabkan beberapa disfungsi. Kepanikan
dapat saja terjadi karena ada penekanan yang berlebihan terhadap bahaya atau
ancaman terhadap masyarakat. Selain itu, terlalu banyak ekspose “berita” (yang tidak
biasa, abnormal, lain dari yang lain) bisa membuat mereka-mereka yang menjadi
pembaca memiliki sedikit perspektif tentang apa yang biasa, normal atau wajar
dalam masyarakat.
2. Korelasi (Correlation)
Korelasi, fungsi yang kedua, adalah seleksi dan interpretasi informasi tentang
lingkungan. Media sering kali memasukkan kritik dan cara bagaimana seseorang
harus bereaksi terhadap kejadian tertentu. Karena itu korelasi merupakan bagian
19
media yang berisi editorial dan propaganda. Fungsi korelasi bertujuan untuk
menjalankan norma sosial dan menjaga konsensus dengan mengekspos
penyimpangan, memberikan status dengan cara menyoroti individu terpilih, dan
dapat berfungsi untuk mengawasi pemerintah. Dalam menjalankan fungsi korelasi,
media sering kali bisa menghalangi ancaman terhadap stabilitas sosial dan
memonitor atau mengatur opini publik.
Fungsi korelasi dapat menjadi disfungsi ketika media terus-menerus
melanggengkan stereotype dan menumbuhkan kesamaan, menghalangi perubahan
sosial, dan inovasi, mengurangi kritik dan melindungi serta memperluas kekuasaan
yang mungkin perlu diawasi.
3. Penyampaian Warisan Sosial (Transmission of the Social Heritage)
Terdapat dua tingkatan yang tidak dapat dipisahkan, tetapi terjalin secara
konstan yang dibentuk oleh transmisi budaya warisan sosial. Dua tingkatan tersebut
merupakan tingkatan kontemporer dan historis. Yang di mana media massa
merupakan alat utama di dalam transmisi budaya pada kedua tingkatan tersebut. Di
dalam tingkatan kontemporer, media massa memperkuat konsensus nilai masyarakat,
dengan selalu memperkenalkan bibit perubahan secara terus-menerus. Sementara itu,
dalam tingkatan historis umat manusia telah dapat melewati atau menambahkan
pengalaman baru dari sekarang untuk membimbingnya ke masa depan. Manusia
tidak hanya dapat mengakumulasi pengamalannya, tetapi mereka telah membuktikan
dapat menyortir dan menyaring di antara ingatan, membuang yang tidak
dibutuhkannya, dan pemesanan istirahat untuk kesenangan dalam transimisi baik
kepada teman sebaya maupun anak cucu. (Nurudin, 2007, hal. 75-76)
Namun demikian, mengingat sifatnya yang cenderung tidak pribadi, media
massa dituduh ikut berpedan dalam depersonalisasi masyarakat (Disfungsi). Media
20
massa diletakkan di antara individu dan menggeser hubungan langsung pribadi
dalam komunikasi.
Media juga dikatakan menyebabkan berkurangnya keanekaragaman budaya
dan membantu meningkatkan masyarakat massa. Hal ini menandakan bahwa, karena
media massa, kita cenderung membicarakan hal yang sama, berpakaian dengan cara
yang sama, bertindak dan bereaksi dengan cara yang sama. Hal ini mendasarkan
pada satu gagasan bahwa jutaan orang menerima model peran yang disajikan media
akibat begitu besarnya tingkat penggunaan media. Sejalan dengan adanya
kecenderungan standarisasi terdapat pandangan bahwa media massa menghambat
perkembangan budaya.
4. Hiburan ( Entertainment)
Media mengekspos budaya massa berupa seni dan musik pada berjuta-juta
orang, dan sebagian orang merasa senang karena bisa meningkatkan rasa dan pilihan
publik dalam seni. Sebagian besar isi media mungkin dimaksudkan sebagai hiburan,
bahkan di surat kabar sekalipuun, mengingat banyaknya kolom, fitur, dan bagian
selingan. Media hiburan dimaksudkan untuk memberi waktu istirahat dari masalah
setia hari dan mengisi waktu luang.
Fungsi hiburan untuk media elektronik menduduki posisi yang paling tinggi
dibandingkan dengan fungsi-fungsi yang lain. Apalagi, masyarakat kita masih
menjadikan televisi sebagai media hiburan. Dalam sebuah keluarga, televisi bisa
sebagai perekat keintiman keluarga itu karena masing-masing anggota keluarga
mempunyai kesibukan sendiri-sendiri, misalnya suami dan istri kerja seharian
sedangkan anak-anak sekolah. Setelah kelelahan dengan aktivitasnya masing-masing,
ketika malam hari berada di rumah, kemungkinan besar mereka menjadikan televisi
sebagai media hiburan sekaligus sarana untuk berkumpul bersama keluarga. Hal ini
21
Pers Masyarakat
mendudukkan televisi sebagai alat utama hiburan (untuk melepaskan lelah). (Werner
J. Severin, 2005, hal. 388)
5. Menggugat Hubungan Trikotomi
Untuk menambahkan perspektif kritis terhadap pandangan Harold Lasswell
dan Charles Wright, fungsi komunikasi massa bisa ditambah sebagai berikut; 1)
melawan kekuasaan dan kekuatan represif, 2) menggugat hubungan trikotomi antara
pemerintah, pers, dan masyarakat. (Nurudin, 2007, hal. 65)
Hubungan trikotomi sendiri adalah hubungan yang bertolak belakang antara
tiga pihak. Dalam kajian komunikasi hubungan trikotomi melibatkan pemerintah,
pers, dan masyarakat. Ketiga pihak ini dianggap tidak pernah mencapai sepakat
karena perbedaan kepentingan masing-masing pihak. Hal demikian bisa dimaklumi
karena ketiganya mempunyai tuntutan yang berbeda satu sama lain ketika
menghadapi suatu persoalan. Pemerintah biasanya akan memposisikan diri sebagai
pihak yang paling berkuasa dan menentukan atas masyarakat dan pers. Untuk
menggambarkan secara jelas hubungan trikotomi bisa dijelaskan dalam bagan
berikut. (Nurudin, 2007, hal. 91-93)
Pemerintah Pemerintah
Pers Masyarakat
Masyarakat
Pemerintah Pers
Era Soeharto Era Habibie Era Gus Dur – Megawati
22
(Gambar 2.1) Trias Dikotomi
Ketiga bagan tersebut merupakan bukti nyata hubungan trikotomi yang
terjadi di Indonesia. Pers pada masa pra kejatuhan Presiden Soeharto nyaris selalu
menyudutkan posisi Soeharto yang terlalu lama berkuasa dan “bertangan besi” ketika
menjadi presiden. Media massa terus melakukan berbagai bentuk kecurangan
pemerintahan Orde Baru, maka jadilah pemerintah sebagai pihak terdakwa. Posisi
inilah yang kemudian mengantarkan kejatuhan Soeharto dari tampuk pimpinan
politik. Akibatnya, setelah berganti presiden pola hubungan trikotomi tersebut
berubah total.
Ketika Habibie menggantikan Soeharto menjadi presiden, hubungan segitiga
tersebut tidak lagi sama kaki, tetapi sama sisi dengan tetap menempatkan pemerintah
di posisi atas. Hal ini tak lain karena pemerintah sebagai dampai dari pemerintahan
sebelumnya tetap mempunyai kekuasaan yang tinggi, meskipun sudah berkurang.
Selanjutnya ketika zaman pemerintahan Abdurrahman Wahid (Gus Dur) –
Megawati, hubungan segitiga tersebut berubah juga. Masyarakat pada waktu itu
berada dalam tingkat emosi yang sangat tinggi. Habibie yang diharapkan ternyata
belum bisa memisahkan diri dari “belenggu” bayang-bayang pemerintahan
sebelumnya. Akhirnya, masyarakatlah yang menempati posisi tinggi menggantikan
pemerintah yang selama ini berada di puncak. Pemerintah dan pers jika macam-
macam bisa didemo, termasuk dengan kekerasan sekalipun. Meskipun tidak
dibernarkan secara hukum, kenyataan tersebut benar-benar terjadi. (Nurudin, 2007,
hal. 91-92)
23
2.1.4.2 Jenis-Jenis Media Massa
Secara garis besar, media terbagi menjadi dua jenis kelompok, yakni,
pertama, media cetak yang meliputi surat kabar, majalah, buku, pamflet, billboard,
dan alat-alat teknis lainnya yang membawa pesan kepada massa dengan cara
menyentuh indera penglihatan.
Jenis kedua adalah media elektronik yang terdiri dari (a) program radio dan
rekaman yang menyentuh indera pendengaran dan (b) program televisi, gambar
bergerak, serta rekaman video yang menyentuh indera pandang-dengar. (Universitas
Indonesia, 2008, p. 288)
2.1.3 Media Komunikasi Radio
Dibandingkan dengan media komunikasi massa lain seperti televisi, biaya
penyelenggaraan siaran radio jauh lebih murah dengan kemampuan jangkauan
daerah yang sama luasnya.
Pada teknis penyiarannya, radio membutuhkan stasiun pemancar atau relay
yang dibutuhkan untuk pengiriman sinyal oleh modulasi gelombang elektromagnetik.
Gelombang ini dapat merambat melewati udara dan ruang hampa udara.
(Kuswayatno, 2008, p. 25)
Merujuk pada pengertiannya dalam The Encyclopedia of Americana
International, gelombang yang digunakan oleh alat komunikasi radio merupakan
gelombang elektromagnetik yang disebarkan melalui ruang pada kecepatan cahaya.
Gelombang elektromagnetik tersebut digunakan dalam komunikasi radio persis
dengan cahaya dan gelombang panas, tetapi frekuensinya lebih rendah.
Anton M. Moeliono menyatakan pengertian radio adalah siaran (pengiriman)
suara/ bunyi melalui udara. Sedangkan menurut Teguh Meinanda dan Ganjar
24
Nugraha Jiwapraja menyatakan bahwa radio adalah kesuluruhan sistem gelombang
suara yang dipancarkan dari stasiun dan kemudian dapat diterima oleh berbagai
pesawat penerima baik di rumah, di kapal, di mobil dan sebagainya.
Maka dari pernyataan tersebut dapat ditarik kesimpulan bahwa radio adalah
alat komunikasi massa yang menggunakan lambang komunikasi yang berbunyi.
(Heinich, 1996)
2.1.3.1 Sejarah Radio
Alat komunikasi radio tidak akan terwujud apabila tidak ada penemuan
induksi elektromagnet dan formulasi rumus-rumus fisika induksi listrik dan magnet
oleh Michael Faraday, seorang ahli fisika inggris. Penemuannya dapat dibilang
membantu seorang ahli astronomi-fisika skotlandia, James Clerk Maxwell, untuk
menemukan gelombang elektromagnetik yang merambat pada kecepatan cahaya.
Gelombang radio sendiri berhasil ditemukan oleh Heinrich Heritz yang
berjasa membuktikan teori elektromagnetik temuan Maxwell. Ia membuat
gelombang radio dan berhasil memancarkannya. Sejak beliau berhasil menemukan
gelombang radio, beliau juga dikenal sebagai pencipta alat pemancar, antenna dan
penerima sinyal.
Pada awal tahun 1890-an, Gaglieso Marconi, ilmuwan italia, menemukan
metode transmisi suara tanpa bantuan kabel. Dengan menciptakan inovasi atas dasar
peralatan yang diciptakan oleh Hertz, Marconi telah berhasil meningkatkan jarak
pancaran gelombang elektromagnet dan mengisinya dengan informasi. Hasilnya,
peralatan transmitter dan receiver ciptaan Marconi tersebut mampu mentransfer
informasi dari satu tempat ke tempat lain tanpa kawat. Itulah awal dari komunikasi
radio.
25
Marconi kemudian menciptakan sebuah alat yang sangat terkenal di kala itu
yaitu disebut “Radio Music Box”. Alat tersebut kemudian diinovasi oleh David
Sarnoff, dalam memonya, Sarnoff mengusulkan agar pesawat penerima radio
diproduksi massal untuk dikonsumsi publik.
Pendirian radio siaran (broadcasting) kemudian dirancang pada tahun 1916
oleh Lee De Forest, ilmuwan penemu tabung hampa udara, sekaligus orang yang
pertama kali menyiarkan berita melalui radio. Disusul pada tahun 1919 yang
merupakan siaran musik pertama kali siaran melalui radio oleh Frank Conrad.
Tabung udara ciptaan De Forest kemudian dikembangkan oleh Edwin
Howard Amstrong untuk memperkuat sinyal radio hingga puluhan kilometer. Atas
upayanya tersebut, Amstrong dikenal sebagai “penemu radio FM”. (Romli, 2009: 12-
15)
2.1.3.2 Sejarah Radio di Indonesia
Pada 16 Juni 1965 di Batavia lahir sebuah stasiun radio siaran dengan nama
Bataviasche Radio Vereniging (BRV). Sejak itulah lahir berbagai radio lainnya yang
bermunculan di setiap daerah. Di Jakarta, Medan, dan Bandung dikenal adanya
Radio Omroep (NIROM), di Surakarta ada Solossche Radio Vereniging, di
Jogjakarta Mataramsche Vereniging Voor Radio Omroep (MAVRO) dan beberapa
radio lainnya. Dari sekian banyak radio saat itu yang terbesar adalah NIROM.
Kebesaran dan kelengkapan NIROM karena mendapat bantuan dari pemerintah
Hindia Belanda.
Zaman itu ternyata radio swasta sudah dikenakan kewajiban membayar
‘pajak radio’ oleh pemerintah Hindia Belanda yang hasilnya untuk mensubsidi
NIROM. NIROM dengan hak istimewanya mampu membangun stasiun-stasiun relay
26
dan meningkatkan daya pancar, juga membuat jaringan telepon antar kota-kota besar
dengan jaringan khusus.
Merasa diperalat, maka kaum pribumi yang saat itu juga telah mempunyai
radio siaran sendiri kemudian membentuk perkumpulan radio siaran sendiri. Radio
pribumi saat itu terkenal dengan siaran timuran. Pemerintah Hindia Belanda
mencium aroma yang mengarah kepada pemberontakan dalam perkumpulan radio
pribumi ini, sehingga mencoba menghentikan siaran timuran. Perkumpulan radio
timuran itu bernama Perikatan Perkumpulan Radio Ketimuran (PPRK) dan sebagai
ketua adalah Sutarjo Kartohadikusumo.
PPRK saat itu mengusung siaran yang bersifat kultural atau budaya guna
memajukan budaya dan seni nasional (nusantara). Terjadi gesekan politik antara
PPRK dengan NIROM. PPRK menuntut agar dapat melakukan siaran sendiri dan
pada 1 November 1940 tercapailah tujuan itu.
Berbeda dengan zaman penjajahan Jepang. Setelah menduduki Indonesia,
semua radio dibungkam. Semua urusan yang berkaitan dengan penyiaran radio
diurus oleh satu lembaga bernama Hoso Kanri Kyoku yang ada di Jakarta. Cabang-
cabangnya ada di Bandung, Purwakarta, Jogjakarta, Surakarta, Semarang, dan
Malang dengan nama Hoso Kyoku. Hoso Kyoku mempunyai cabang juga dengan
nama Shodanso yang tersebar di masing-masing kabupaten. Saat itu juga semua
pesawat radio disegel sehingga tiap warga tidak dapat mendengarkan siaran dari luar
negeri kecuali dari 8 Hoso Kyoku yang ada.
Ada satu hal positif yang muncul pada zaman penjajahan Jepang, yaitu
berkembangnya kebudayaan yang mengarah dan memperkuat nasionalisme menuju
ke arah ke-Indonesia-an. Muncullah seniman-seniman pencipta lagu-lagu Indonesia
baru.
27
Pada 11 September 1945 lahirlah Radio Republik Indonesia (RRI).
Sedangkan, hari radio jatuh pada tanggal 16 Juni 1925. Memasuki zaman Orde Baru,
RRI masih menjadi “alat” pemerintah saat itu. Muncullah kemudian Peraturan
Pemerintah No.55 tahun 1970 yang isinya tentang “Radio Siaran Non Pemerintah”.
(Bakhtiar, 2006, pp. 108-113)
2.1.3.3 Karakteristik, Kekuatan dan Kelemahan Radio Siaran
Menurut Romli (2009:16-17), karakteristik khas dari radio adalah:
1. Auditori/ Auditif (Sound Only). Radio adalah “suara”, untuk didengar,
dikonsumsi telinga atau pendengaran. Apa pun yang disampaikan melalui
radio harus berbentuk suara, hanya suara, lain tidak.
2. Transmisi. Proses penyebarluasannya atau disampaikan kepada
pendengar melalui pemancaran.
3. Mengandung gangguan. Seperti timbul-tenggelam (fading) dan gangguan
teknis.
4. Theatre of Mind. Radio menciptakan gambar dalam imajinasi pendengar,
“memainkan” imajinasi pendengar, dengan kekuatan kata dan suara.
Secara harfiah, theatre of mind berarti ruang bioskop di dalam pikiran.
5. Radio mampu menggugah imajinasi pendengarnya, dengan suara, musik,
vocal atau bunyi-bunyian.
6. Identik dengan musik. Umumnya orang mendengarkan radio untuk
mendengarkan musik/ lagu. Radio menjadi media utama untuk
mendengarkan musik.
28
Bicara soal karakteristik radio siaran, ada beberapa hal yang tercatat sebagai
kelebihan dan kelemahan. Karakter ini akan membedakannya dengan media massa
lainnya, seperti media cetak dan televisi. (Yulia, 2010, pp. 66-69)
a. Kekuatan Radio
1. Kecepatan. Di Indonesia, berita atau peristiwa yang terjadi dapat
disampaikan langsung pada saat yang sama oleh radio siaran, sedangkan
media cetak dan televisi masih harus melalui proses produksi yang
memakan waktu lama. Media cetak membutuhkan waktu cetak dan
peredarannya, sedangkan televisi membutuhkan proses produksi yang
rumit dan mahal.
2. Imajinatif. Sifat auditif yang ditampilkan radio siaran memiliki
keunggulan untuk merangsang imajinasi pendengar. Imajinasi ini sama
sekali tidak tergambar dalam media cetak atau televisi karena semuanya
sudah menjadi jelas. Radio sering membuat orang berimajinasi, yang
kadang sering tidak cocok antara fakta dan imajinasi itu. Oleh karena itu,
radio siaran sering dikenal dengan julukan “Theatre of Mind”.
3. Murah. Dalam hal ini, pengertian “murah” dapat ditinjau dari 2 hal.
Pertama, murah bagi pendengar. Artinya, mereka tidak dituntut untuk
membayar iuran saat mendengarkan siaran radio, tidak perlu biaya
khusus. Kedua, murah dalam hal peringkat dan biaya produksi.
Pengertian ini harus ditengok kalau dibandingkan dengan biaya yang
diperlukan untuk produksi media cetak atau televisi.
4. Alternatif Beragam. Radio siaran dianggap lebih memberi peluang dalam
hal keragaman pilihan, misalnya seperti yang dilakukan media cetak.
Pendengar memiliki peluang untuk memilih radio mana yang disukainya.
29
Ketika pendengar bosan dengan sebuah radio, dia dapat memilih
gelombang atau frekuensi yang lain untuk memenuhi keinginannya.
5. Mobilitas Tenaga. Mendengarkan radio siaran tidak akan mengganggu
aktivitas pendengar. Dengan mendengarkan radio siaran, pendengar
masih dapat melakukan aktivitas lainnya, seperti bekerja, memasak,
mengemudikan kendaraan, belajar, dan sebagainya.
6. Personal. Radio siaran punya kekuatan dalam hal komunikasi yang
bersifat personal. Siaran selalu dirasakan seperti kunjungan kawan yang
sangat pribadi sifatnya.
b. Kelemahan Radio
1. Selintas. Karena auditif maka apa yang disampaikan lewat radio siaran
bersifat selintas. Maksudnya, apa yang sudah disampaikan seketika itu
akan hilang di udara. Berbeda dengan media cetak yang karena tertulis
memungkinkan untuk dibaca ulang bila tidak mengerti.
2. Anti Detail. Sangat sulit untuk menyajikan segala hal yang bersifat detail
di radio siaran. Radio siaran diharapkan hanya menyampaikan hal-hal
yang bersifat global. Kalau dipaksakan untuk membicarakan hal yang
detail, pendengar akan merasa lelah dan membuat pendengar semakin
tidak mengerti karena tidak bisa menangkap semua itu.
Adapun kelemahan-kelemahan yang terdapat pada radio menurut Romli
(2009) adalah:
1. At Once. Walaupun radio dapat diakses dengan cepat dan seketika,
namun radio juga dapat cepat hilang dan gampang dilupakan. Pendengar
30
tidak bisa mengulang apa yang didengarnya, tidak bisa seperti pembaca
Koran yang bisa mengulang bacaannya dari awal tulisan.
2. Global. Sajian informasi radio bersifat global, tidak detil, karena angka-
angka pun dibulatkan.
3. Batasan waktu. Waktu siaran radio relatif terbatas, hanya 24 jam sehari,
berbeda dengan surat kabar yang bisa menambah jumlah halaman dengan
bebas. Waktu 24 jam sehari tidak bisa ditambah menjadi 25 jam atau
lebih.
4. Linier. Program disajikan dan dinikmati pendengar berdasarkan urutan
yang sudah ada, tidak bisa meloncat-loncat. Beda dengan surat kabar,
pembaca bisa langsung ke halaman tengah, akhir, atau langsung ke rubrik
yang ia sukai.
5. Mengandung gangguan. Seperti timbulan-tenggelam (fading) dan
gangguan teknis “channel noise factor”.
6. Lokal. Media radio bersifat lokal, hanya di daerah yang ada frekuensinya.
2.1.4 Format Program Radio
Dalam dunia keradioan, mengerti format stasiun (station format) adalah
jantung dari seluruh kinerja pemrograman. Setiap olah produksi program siaran
mengacu pada pilihan format stasiun radio yang makin spesifik (segmented) seiring
makin banyaknya jumlah radio dan makin tersegmennya pendengar. Menurut John
R. Bittner, program atau kerap disebut pula dengan istilah acara adalah barang yang
dibutuhkan orang sehingga mereka bersedia mendengarkannya. Istilah program di
radio dapat dianalogikan sebagai barang (goods) atau pelayanan (services) yang
dijual pada bentuk bisnis lain.
31
Tujuan penentuan format stasiun adalah untuk memenuhi khalayak secara
spesifik dan untuk kesiapan berkompetisi dengan radio dan televisi di suatu lokasi
siaran. Dalam sejarah perkembangan radio, terdapat lebih dari 100 format stasiun. Ini
terjadi karena makin kompetitifnya radio siaran. Terdapat sedikitnya sepuluh format
stasiun yang populer, tertua, dan melahirkan anak-anak format radio berikutnya.
Peringkat format ini saling berfluktuasi seiring makin maraknya bisnis radio siaran.
Format stasiun didefinisikan sebagai formulasi seluruh aktivitas siaran dalam
kerangka pelayanan pendengar. Format stasiun diwujudkan dalam bentuk prinsip-
prinsip dasar tentang apa, untuk siapa, dan bagaimana sebuah olah siar di stasiun
radio hingga sebuah acara dikomunikasikan kepada pendengar. Ruang lingkup kajian
format stasiun amat luas, tidak terbatas pada programming semata tapi juga
marketingnya. Menurut Lewis B. O’Donnel, format stasiun lebih dari sekadar musik.
Ia melingkupi (1) produksi siaran; (2) personalitas siaran; (3) program siaran. Dalam
perspektif pemasaran, format stasiun adalah penempatan posisi radio untuk
membidik pendengar. Perumusan format dapat digambarkan sebagai berikut
(Masduki, Menjadi Broadcaster Profesional, 2005, hal. 35-36):
(Gambar 2.2) Format proses produksi program
32
Lewis B. O’Donnel merumuskan empat versi format stasiun radio yang
terdiri dari: (1) Adult Cotemporary; (2) Cotemporary Hit Radio; (3) Country; (4)
Album Oriented Rock. Delapan versi format stasiun menurut Associated Press adalah
(1) Adult Cotemporary; (2) Country; (3) Top 40/Rock; (4) Easy Listening/Beautiful
Music; (5) Album Oriented Rock; (6) Oldies; (7) Urban Cotemporary; (8) All
News/Talk. (Masduki, 2005, pp. 35-37)
2.1.4.1 Siaran Program Radio
Menurut Wahyudi (1994) yang dikutip dari buku karangan Triantoro
(Triantoro, 2010) dari aspek karakteristiknya jenis siaran terbagi dua, yaitu :
1. Siaran karya artistik. Siaran yang diproduksi melalui pendekatan artistik
yaitu proses produksi mengutamakan unsur keindahan. Yang termasuk ke
dalam siaran karya ini adalah program sequence, program kuis, program
drama, program variety show, dan sebagainya.
2. Siaran karya jurnalistik. Siaran yang diproduksi melalui pendekatan
jurnalistik yaitu proses produksi yang mengutamakan segi kecepatan,
termasuk dalam proses penyajian kepada khalayak. Yang termasuk dalam
siaran karya jurnalistik adalah program buletin berita, program air
magazine, program talk show, reportase, dan lain-lain.
2.1.4.2 Perbedaan Program Radio
Berikut beberapa perbedaan jenis program radio menurut Wahyudi (1994) :
1. Berita radio. Berita radio adalah laporan atas suatu peristiwa atau
pendapat yang penting atau menarik. Siaran berita adalah sajian fakta
yang diolah kembali menurut kaidah jurnalistik radio.
33
2. Talkshow. Perbincangan radio atau talkshow pada dasarnya adalah
kombinasi antara seni berbicara dan seni wawancara. Program
perbincangan biasanya diarahkan oleh seorang host bersama satu atau
beberapa narasumber untuk membahas sebuah topik yang sudah
dirancang sebelumnya.
3. Air Magazine. Air magazine atau majalah udara adalah program berkala
yang menyajikan beragam topik dalam satu penyajian programnya.
Program ini berisi beberapa segmen di dalamnya setiap satu edisi
program. Majalah udara memiliki ciri-ciri seperti memiliki segmen
khusus yang disajikan di setiap edisi, berdurasi maksimal satu jam,
mempunyai target pendengar khusus. Isi program sangat terstruktur dan
music hanya digunakan sebagai backsound atau bumper program.
4. Sequence. Program sequence adalah program harian berdurasi panjang
antara satu sampai empat jam setiap satu edisinya. Program ini seperti
acara pagi yang menggunakan music sebagai daya tarik pendengarnya
dan mempunyai target sasaran pendengar yang umum.
2.2 Teori Khusus
2.2.1 Ruang Lingkup Radio
2.2.1.1 Radio FM dan AM
Dua jalur frekuensi radio populer di Indonesia adalah AM dan FM. Jalur AM
(amplitudo modulation) dipilih untuk jangkauan geografi yang lebih luas dan struktur
lokasi yang berbukit, sedangkan FM (frequency modulation) dipilih untuk jangkauan
terbatas dan lokasi tanah yang datar. FM memiliki kualitas audio lebih baik daripada
AM. Faktor gangguan berisik (noise) kecil. FM menggunakan kapasitas listrik lebih
34
kecil ketimbang AM dengan tegangan yang relatif stabil. Sedangkan AM disamping
konsumsi listriknya lebih besar, audionya juga kurang jernih dicerna. Meskipun
demikian, AM memiliki kelebihan pada penggunaan pita frekuensi (bandwidth) yang
tidak boros (Masduki, Menjadi Broadcaster Profesional, 2005, hal. 59 - 60).
Masduki (2005) dalam bukunya menjelaskan peralatan yang dibutuhkan
untuk siaran radio adalah (1) pemancar FM/AM; (2) antena; (3) mixer audio; (4)
mikrofon; (5) tape; (6) CD player; (7) komputer; (8) headphone.
2.2.1.2 Radio Online/ Streaming
Ada dua perkembangan penting teknologi radio pasca tahun 1990-an: (1) di
bidang produksi siaran, sistem editing manual (menggunakan audio mixer yang
dirancang khusus) kini berpindah ke sistem editing digital menggunakan perangkat
personal komputer dengan software bernama cool editing pro, Raduga, Sound Force,
dan sebagainya; (2) di bidang distribusi transmisi siaran, dari perangkat pemancar di
jalur terestrial (AM/FM) berpindah ke jalur online (jalur “bebas frekuensi) (Masduki,
Menjadi Broadcaster Profesional, 2005).
Masduki (2005) dalam bukunya mengatakan penyiaran audio bersistem
digital dengan berbasis komputer merupakan teknologi terkini yang berkembang
dalam industri radio siaran. Dua bentuk teknologi itu adalah penyiaran radio lewat
internet (online radio) dan penyiaran melalui satelit. Ada dua bentuk layanan radio
online, yaitu (1) on demand, menyiarkan file audio yang telah direkam sebelumnya;
(2) live (livecasting), menyiarkan acara yang pada saat bersamaan bisa disimak user
melalui situs radio setempat (Real Time).
Secara teknis layanan radio online menampilkan dua jenis proses. Pertama,
unicasting untuk on demand, yaitu pengiriman data dari satu titik ke titik lain secara
35
berulang melalui fasilitas streaming server. Kedua, multicasting untuk Real Time/
live, yaitu pengiriman data dari satu titik ke banyak titik yang merupakan kesatuan.
User tinggal mengklik software Real Time di front page (Masduki, Menjadi
Broadcaster Profesional, 2005, hal. 62-63).
Mengutip pernyataan dari Peter Lewis, radio web muncul karena adanya
pemberontakan terhadap kebosanan akan iklan radio, demonstrasi perubahan waktu
dalam mendengarkan radio dan perayaan akan kekuatan Internet yang mengizinkan
individu untuk menawarkan suara mereka sendiri kepada khalayak global yang
dilakukan secara serentak.
Konvergensi radio dengan teknologi digital terlihat sangat jelas dan memiliki
potensi yang sangat mendasar dalam bentuk radio web (penghantaran “radio” secara
langsung pada pendengar individual melalui Internet), dan podcasting (perekaman
dan pengunduhan file audio yang disimpan dalam server).
Puluhan ribu “stasiun radio” ada di dalam Web dalam satu bentuk dari dua
bentuk yang ada. Untuk menemukan salah satu dari 20.000 lebih siaran radio online
di seluruh dunia, dapat dilakukan dengan hanya mencari di Web dengan
menggunakan alamat stasiun radio atau mencari di tunein.com seperti yang
digunakan oleh radio online Marketeers.FM.
Terdapat dua bentuk siaran radio online yang ada, yakni bidcast dan podcast:
1. Bidcast. Stasiun radio yang hanya ada di Web, hanya bisa diakses secara
online. Ribuan stasiun yang hanya ada dalam Web biasanya merupakan
radio yang beroperasi tanpa iklan dan menawarkan banyak saluran
musik, bebas iklan dan perbincangan DJ. Untuk mengakses radio Web,
para pengguna Internet harus memiliki perangkat lunak file compression
seperti Real Player yang memungkinkan dilakukannya streaming,
36
pengunduhan dan pengaksesan – memainkan – secara serentak data audio
atau video digital.
2. Podcast. Berbeda dengan bitcast, podcast tidak memerlukan perangkat
lunak untuk streaming karena ditempatkan secara online. Podcast dapat
diunduh, baik secara sengaja maupun otomatis (biasanya dengan
berlangganan), dan dimasukkan ke semua peralatan digital yang memiliki
pemutar MP3, termasuk PC, laptop, dan iPod (Baran, 2012, hal. 286)
Kendala yang masih dihadapi dalam mengembangkan teknologi radio online
(digital audio broadcasting) di Indonesia adalah khalayak penggunanya masih sangat
terbatas; business will dari pengusaha dan pemerintah belum ada; baru dianggap
sebagai media pendukung model penyiaran terestrial; infrastruktur teknologi
komuniktasi khususnya saluran telepon internet masih buruk; investasi untuk
penyiaran online tinggi sementara pemasukan dari iklan minim (Masduki, Menjadi
Broadcaster Profesional, 2005).
Implikasi perkembangan teknologi radio online (digital audio broadcasting)
terhadap produksi siaran sangat besar, terutama pada empat aspek seperti berikut ini
(Masduki, Menjadi Broadcaster Profesional, 2005, hal. 63-64):
1. Adanya bentuk pelayanan siaran berganda, yaitu menu siaran tidak hanya
bisa didengar, tetapi bukti siarnya bisa di-download kapan saa. Radio
tidak lagi bersifat “otoriter” atau harus ditunggu siarannya oleh
pendengar. Pendengar bisa mengakses sendiri kapan saja mereka mau.
2. Penyiaran bersifat total interaktif, semua akses interaktif bisa digunakan
pendengar. Pendengar bisa ikut serta bersiaran mulai dari proses produksi
hingga evaluasi siaran, termasuk memberikan saran melalui kolom saran
suara dan teks di front page situs radio setempat.
37
3. Keterampilan menulis naskah siaran menjadi bersifat konsumsi
multimedia. Penulisan naskah dan orientasi produksi siaran lebih meluas
ke bentuk audio, audio visual, dan cetak.
4. Radio siaran menjadi institusi berskala global dan terbuka. Setiap
pendengar di seluruh dunia berhak atas semua data siaran mentah dan
rekaman jadi, studio radio menjadi wilayah yang transparan.
Dampak yang mengesankan dari perkembangan teknologi media radio online
terlihat pada segi pembuatan, penyiaran, pengonsumsiannya oleh para pendengar
siaran radio sampai biaya penyiaran radio internet. Radio sudah lebih dari sekedar
“audio”, dengan hadirnya radio internet yang di dalam isinya terdapat metadata,
slideshow yang disinkronisasikan sampai video klip pendek. Radio saat ini juga tidak
hanya sebuah aliran linier yang berasal dari sebuah tiang pemancar, dimana pada
radio online file-file audio yang diinginkan dapat disimpan yang kemudian dapat
dimainkan kapan pun dan dimana pun. Ini adalah kesempatan yang begitu baik utuk
para pengguna internet yang ingin menikmati siaran radio dari pada mesti
menentukan jadwal penyiar radio untuk melakuan siaran (Mullane, 2005).
Kini di Indonesia radio digital (“radio digital” dalam arti yang sesungguhnya
yakni radio yang hanya bersiaran di jalur internet) sudah mulai berkembang.
Contohnya adalah radio online Marketeers.FM yang berhasil mencatat sukses dengan
medium online-nya. Tiga fasilitas yang disediakan oleh radio online Marketeers.FM:
(1) akses siaran secara langsung selama 24 jam melalui situs yang dirancang khusus;
(2) pendengar bisa memilih dan menentukan sendiri kapan akan mendengarkan acara
tertentu di radio online Marketeers; (3) bagi pendengar yang tidak sempat tune in
pada waktu siarnya, dapat mengakses berita nasional dan lokal dalam bentuk
rekaman audio.
38
a. Sistem Produksi Radio Online
Radio internet bekerja dengan cara mentransmisikan atau mengalirkan
gelombang suara lewat internet. Pengalirannya lewat teknologi streaming yang
menggunakan lossy audio codec – yaitu salah satu program komputer untuk
mengkompres audio maupun video berdasarkan data yang diformat melalui
streaming suara ke radio internet. Format audio streamingnya termasuk MP3, Ogg
Vorbis, Windows Media Audio, RealAudio dan HE-AAC (kadang-kadang disebut
aacPlus). Prinsip kerjanya hampir sama dengan radio konvensional yang
menggunakan gelombang pendek (short wave), yaitu dengan menggunakan media
streaming berupa gelombang continue. Dari sistem sistem kerja inilah
memungkinkan siaran radio terdengar ke seluruh dunia asalkan pendengar memiliki
perangkat komputer dan sambungan ke internet.
Untuk melakukan streaming suara, pengelola radio internet hanya perlu
memiliki koneksi internet antara 16 Kbps hingga 48 Kbps. Dengan koneksi semacam
ini, para pengelola radio intenet pun bisa melakukan streaming suara. Streaming
suara bisa dilakukan secara live, artinya pada saat itu juga seluruh pengguna Internet
yang mengakses streaming dari channel yang sama akan menerima data yang sama
pula.
Terdapat dua jenis layanan yang dapat disuguhkan oleh radio online melalui
internet broadcasting yaitu on-demand dan live. Untuk yang on-demand, biasanya
adalah penyiaran/broadcasting yang menyiarkan file media yang telah direkam
sebelumnya. Sedangkan Internet broadcasting yang live, atau biasa dikenal pula
dengan istilah livecasting, menyiarkan suatu file media saat itu juga ketika suatu
kejadian tengah berlangsung (real time).
39
b. Daya Tarik dan Kelebihan Radio Online/ Streaming
Kelebihan penggunaan sistem teknologi radio online (digital audio
broadcasting) menurut Jeff Tellis adalah jangkauan siaran yang meningkat cukup
luas dengan penggunaan daya yang lebih rendah atau biaya transmisi yang minimal,
perbaikan yang dramatis dari kualitas sinyal (menghasilkan suara se-kualitas CD),
kontrol daerah jangkauan yang lebih cermat dengan menggunakan banyak pemancar
serupa berteknologi telepon seluler, tidak ada masalah dengan penerimaan saluran
yang tumpang-tindih (tahan gangguan multiarah), pemancaran yang mudah untuk
siaran tambahan seperti informasi aktual keadaan lalu lintas dan cuaca (Masduki,
Menjadi Broadcaster Profesional, 2005, hal. 65-66). Pendek kata, sistem teknologi
radio online menjanjikan efisiensi ekonomi kepada pebisnis media.
Radio online memiliki kekhasan dari media penyalur siaran radio kovensional
lainnya yang mencakup dari tiga hal, yakni (Morgenstern, 2004, hal. 236):
1. Radio online menyediakan cara baru untuk mendengarkan siaran radio
dengan sebuah perangkat komputer dimana pemakainya menggunakan
perangkat tatap muka (layar, keyboard, mouse) yang bisa digunakan
untuk mencari dan memilih isi yang bervariasi menurut nama stasiunnya,
asal negara, style/aliran sembari melihat program yang dimainkan pada
saat itu (now playing). Para penikmat siaran radio online dapat menyorot
daftar referensi mereka dengan menghimpun daftar list sesuai selera, ini
juga memungkinkan untuk meng-update sebuah jadwal siaran stasiun.
2. Radio internet memperluas pilihan penyedia layanan (pemilik stasiun
radio online), dimana radio online bisa dimiliki oleh stasiun radio analog
(sebagai perluasan dari kelanjutan siarannya), murni stasiun radio online
saja atau bahan radio online sebagai kepunyaan individu/pribadi.
40
3. Isi radio yang disajikan via web dapat berbeda dari penyiaran radio yang
sudah berkembang sampai akhir abad ini. Mengingat pada beberapa
jaringan teresterial pilihan stasiun-stasiunnya relatif terbatas sedangkan
untuk radio internet terdapat ribuan stasiun.
2.2.2 Tren dan Konvergensi Media
Berikut ini akan disajikan beberapa contoh media massa dari paradigma lama
dengan paradigma baru:
Paradigma lama
Majalah Televisi
Film Kaset
/CD
Surat
Kabar
Radio Buku
Tabloid
Alat
Komunikasi
Massa
41
Paradigma baru
(Gambar 2.3) Paradigma Perubahan Konvergensi Media
Jika dilihat dari dua bagan sebelumnya, ada perbedaan mencolok antara
paradigma lama dengan paradigma baru. Dalam paradigma lama yang disebut alat-
alat komunikasi massa, meliputi surat kabar, majalah, tabloid, buku, televisi, radio,
kaset/CD, dan film. Sementara dalam paradigma baru ada penambahan dan
pengurangan, yakni surat kabar, majalah, tabloid, televisi, radio, dan internet.
Perubahan tersebut akan membawa konsekuensi perubahan ciri yang melekat pada
media massa tersebut. (Nurudin, 2007, hal. 14)
Salah satu perubahan signifikan dari paradigma lama dan paradigma baru
adalah dalam paradigma baru terdapat keterbatasan media konvensional untuk saling
terintegrasi dan terkombinasi. Sebagai contoh, media cetak seperti surat kabar,
Film
Televisi Surat
Kabar
Radio
Internet
Tabloid
Alat
Komunikasi
Massa
(Konvergensi)
42
majalah, tabloid dan buku hanya terbatas pada kemampuan teks/ tulisan dan gambar;
sementara televisi, film, dan kaset/CD, walaupun memiliki kemampuan untuk
memadukan teks ke dalam visual, namun media tersebut memiliki kekurangan pada
kemampuan menampilkan resolusi baca teks/ font yang berukuran kecil.
Di era teknologi digital yang universal seperti sekarang, merupakan hal yang
sangat mudah untuk mengkonvergensikan/ menggabungkan semua jenis media
karena pada umumnya semua informasi telah tersedia dan tersistem ke dalam bites/
megabytes di dalam digital domain universal. (Covell, 2000, hal. 67) Hal ini
dimungkinkan karena perkembangan teknologi komunikasi massa yang kian cepat.
Contoh utama kesuksesan konvergensi/ kombinasi digital media terletak pada
kehadiran internet yang menyediakan Web-Enabled streaming audio dan video, di
mana kita dapat mengakses halaman web yang sudah berisikan teks, gambar, dan
dalam bentuk video streaming. Contoh kedua ialah Internet audioconferencing dan
videoconferencing yang terintegrasi satu sama lain dan memberikan kemudahan
penggunanya untuk berbagi dokumen dan aplikasi ke sesama pengguna media digital
lainnya. (Covell, 2000, hal. 67)
Konvergensi teknologi digital media massa menyediakan berbagai
keuntungan kepada khalayak saat ini, di mana perubahan konvergensi media
memberikan kemudahan kepada khalayak untuk saling berinteraksi dalam berbagai
jenis dan bentuk. Seperti one-on-one conferences, one-to-many broadcasts, dan
berbagai jenis interaksi lainnya. Dengan tambahan, bahwa interaksi-interaksi antar
khalayak dan media bersifat sinkronis dan terjadi secara real time/ saat itu juga.
(Covell, 2000, hal. 68)
43
2.2.3 Bisnis Radio
Karakteristik radio yang berbeda memberi layanan bagi para penggemarnya,
namun karakteristik ini juga membuat radio menjadi bisnis yang berkembang subur.
Media massa, khususnya radio, meraih pendapatan dari pengiklan yang memasang
iklan untuk audien massa yang disediakan oleh media. Singkatnya, media massa
beroperasi dalam lingkungan kapitalis. Dengan sedikit pengecualian, mereka
berusaha mendapatkan banyak uang yakni dengan melakukan bisnis seperti berikut:
1. Media periklanan. Para pengiklan menyukai spesialisasi radio karena hal
itu memberi mereka akses kepada kelompok pendengar yang homogen
yang menjadi tujuan produk-produk mereka. Iklan radio diproduksi
dengan biaya yang tidak mahal sehingga dapat diubah, diperbarui, dan
dispesialisasikan untuk memenuhi kebutuhan khalayak.
2. Deregulasi dan kepemilikan. Dengan adanya deregulasi, tidak ada
batasan kepemilikan nasional, dan seseorang atau satu perusahaan dapat
memiliki sampai 8 stasiun dalam suatu pasar, tergantung besarnya ukuran
pasar. Situasi ini memungkinkan adanya duopoli – satu orang atau satu
perusahaan memiliki dan mengusahakan lebih dari satu stasiun radio
dalam suatu pasar – berkembang secara pesat. (Baran, 2012, hal. 270-
271)
2.2.4 Tahapan Proses Produksi
Tahap pelaksanaan produksi media massa harus terstruktur secara jelas dan
efisien. Setiap tahap harus jelas kemajuannya dibandingkan dengan tahap
sebelumnya. Tahapan produksi sendiri terdiri dari tiga bagian seperti berikut:
(Wibowo, 2009, pp. 38-42)
44
1. Tahap Pra-produksi (Ide, Perencanaan dan Persiapan) yang terdiri dari 3 proses
yakni:
i. Penemuan Ide
Tahap ini dimulai ketika seorang produser menemukan ide atau
gagasan, membuat riset dan menuliskan naskah atau meminta peneliti naskah
mengembangkan gagasan menjadi naskah sesudah riset.
ii. Perencanaan
Tahap ini meliputi penetapan jangka waktu kerja (time schedule),
penyempurnaan naskah, pembuatan rundown, dan rencana siar.
iii. Persiapan
Tahap ini meliputi pemberesan semua kontrak, perijinan dan surat
menyurat. Latihan para artis dan pembuatan setting, meneliti dan melengkapi
perlatan yang diperlukan. Semua persiapan ini paling baik diselesaikan
menurut jangka waktu kerja ( time schedule ) yang sudah ditetapkan.
2. Tahap produksi (pelaksanaan). Sesudah perencanaan dan persiapan selesai betul,
pelaksanaan produksi dimulai. Produser program bekerja sama dengan penyiar
dan crew mencoba mewujudkan apa yang direncanakan dalam kertas dan tulisan
(script) ke dalam bentuk theater of mind.
3. Tahap pasca produksi (penyelesaian dan penayangan). Pasca-produksi memiliki
tiga langkah utama, yaitu editing offline, editing online dan mixing.
45
2.2.5 Tren Horizontalisasi New Wave Marketing
Internet, seperti yang kita ketahui, telah berevolusi. Teknologi konvergensi
media/ kombinasi digital media membuat internet bersifat lebih interaktif dan
dinamis. Interaksi dengan komunitas menjadi lebih memungkinkan karena pada
dasarnya kekuatan sesungguhnya dari aplikasi internet adalah read & write.
Perkembangan Internet yang menyebabkan media menjadi saling terkonvergensi
telah membuat proses horizontalisasi menjadi semakin cepat. Di dunia yang serba
horizontal ini, berkat perkembangan teknologi internet, semua orang mempunyai
kesempatan yang sama untuk terhubung (Kartajaya, 2010, hal. 31-32).
Fenomena teknologi dan konvergensi media bukan hanya semata sebagai
suatu penyebab perubahan yang menyebabkan dunia menjadi semakin horizontal.
Memang pendorong nomor satu adalah perubahan teknologi dari yang bersifat one-
to-many ke many-to-many. Perubahan teknologi ini kontan mengundang datangnya
tren lain yang mendorong faktor makro dan juga mikro untuk masuk mengadopsi
proses horizontalisasi di lanskap bisnis secara keseluruhan. Berikut model lima tren
horizontalisasi di lanskap bisnis yang biasa disebut sebagai Forces of Change, yang
terdiri atas perubahan teknologi, politik dan legal, ekonomi, budaya sosial, dan pasar
(Philip Kotler, 2002).
46
(Gambar 2.4) Model Lima Faktor Horizontalisasi New Wave Marketing
a. Perubahan Kekuatan Teknologi
Teknologi informasi dan komunikasi telah bergeser dari yang tadinya One-to-
Many ke One-to-One dan sekarang di era Many-to-Many. Internet terus berubah
dengan adanya fenomena media yang sudah semakin terkonvergensi, yang
menyebabkan bertambahnya aplikasi mobile technology berbasiskan jejaring Many-
to-Many.
Dulu di era One-to-Many, media memang menyebarkan satu message ke
mana-mana dengan tujuan hanya untuk mem-broadcast suatu hal. Sekarang,
tujuannya bukan hanya sekadar untuk broadcast namun jug sekaligus ber-networking
lewat jejaring sosial. Trickle down effect dari sebuah pesan menjadi sangat luar biasa
karena ia kini dapat diteruskan secara real-time oleh siapa saja yang menerima,
mendengar atau melihat.
Sekarang di era Many-to-Many, teknologi broadcasting yang bersifat dari
satu ke banyak (One-to-Many) tidak mati. Lewat Facebook, twitter, Plurk, Blog,
Soci
al
Cult
ure
Poli-
tical
Leg
al
Technology
Market
Economy
One to many Many to many
Belief
Humanity
Close Open
Ideology
Persona G7 G20
47
Online Forum, dan lain sebagainya, kita masih bisa menyiarkan atau memborbardir
sebuah pesan. Hanya saja kini teknologi broadcasting lebih canggih karena
memberikan fasilitas platform untuk networking dalam jejaring pula (Kartajaya,
2010, hal. 35-36).
b. Perubahan Kekuatan Politik dan Legal
Perkembangan internet dan konvergensi media telah melahirkan dunia politik
baru. Berkembangnya teknologi juga telah membuka dunia politik dan birokrasi yang
lebih transparan. Pendekatan yang sifatnya vertikal semakin lama semakin tidak laku
karena yang dapat dijual adalah sikap politik yang horizontal. Pendekatan yang
bersifat transaksional semakin bergeser menjadi relasional untuk menjamin adanya
loyalitas dari para konstituen.
Barack Obama adalah contoh seorang praktisi yang menggunakan
pendekatan horizontal melalui berbagai macam media di dunia maya dan
memanfaatkan situs web dan berbagai media sosial online, seperti Facebook,
YouTube, Twitter, dan lain sebagainya, untuk melakukan percakapan dengan
audiensnya. Ia pun tampil lebih memesona dengan menonjolkan karakter dirinya
yang horizontal dan universal, dan betul-betul memiliki diferensiasi yang benar-
benar berbeda dan bukan dibuat-buat.
Pada akhirnya, dunia memang semakin berubah. Sikap dan praktik politik di
zaman sekarang semakin lebih horizontal dan di era horizontal ini, ideologi partai
masih penting karena ia merupakan pooling factor. Namun, yang lebih penting
adalah bagaimana tampil lebih memesona secara horizontal dengan memperlihatkan
karakter yang kuat secara konsisten.
48
c. Perubahan Kekuatan Ekonomi
Perkembangan teknologi terus mempercepat proses globalisasi ekonomi, di
mana kita semakin hidup dalam dunia yang serba terinterkoneksi. Bisa kita lihat pada
tahun 2008 lalu, negara-negara G7 (AS, Inggris Raya, Kanada, Prancis, Jerman,
Italia, dan Jepang) sangat aktif dalam mengoordinasikan kebijakan global dan
prioritas perekonomian dunia. Dengan kata lain, negara-negara G7 ini mendikte
negara-negara lain, termasuk negara-negara berkembang, secara vertikal.
Namun saat ini semuanya telah berubah. Krisis finansial global saat ini
membuktikan bahwa negara-negara G7 bukan lagi kekuatan sentral perekonomian
dunia. Negara G20 yang beranggotakan negara-negara G7, Uni Eropa, Cina, India,
Rusia, Australia, Brazil, Korea Selatan, Arab Saudi, Indonesia, Argentina, Turki, dan
Afrika Selatan, merupakan kelompok utama kekuatan perekonomian sesungguhnya
di era globalisasi.
Oleh sebab itu, di dalam kondisi perekonomian global seperti sekarang
kelompok G7 tampil lebih horizontal, menunjukkan sikap kompromi, dan kolaboratif
dengan negara-negara berkembang. Semakin kompetitifnya negara-negara
berkembang, permasalahan dunia global harus diselesaikan bersama-sama melalui
G20. Sebab di era globalisasi, kita semua saling terhubung. Satu tumbang, semua
bisa-bisa ikut tumbang (Philip Kotler, 2002, hal. 43-44)
d. Perubahan Sosial Budaya
Seperti yang dikatakan sebelumnya, perkembangan teknologi dengan aplikasi
berbasiskan konvergensi/ kombinasi digital media – yang memberikan kesempatan
bagi pengguna untuk read, write and share dalam sebuah komunitas jejaringan sosial
49
– telah menjadi bagian utama yang membawa kita masuk ke era New Wave. Ia tidak
saja menjadi sebuah revolusi, namun juga penggerak perubahan sosial budaya.
Berbagai aplikasi jejaring sosial, seperti Wikipedia, YouTube, Twitter,
Facebook, Secondlife, Soundcloud, dan lain sebagainya, menjadi bagian dari revolusi
yang menggerakkan kembali semangat komunal dalam kehidupan sosial budaya
masyarakat. Ia berbasiskan jejaring komunitas; merupakan wadah untuk jejaring
komunitas; dibesarkan oleh komunitas; kontennya diatur dan diisi secara kolektif
oleh anggota komunitasnya sendiri.
Meskipun dulu struktur dan politik di Indonesia sangat vertikal, notabene
masyarakat Indonesia adalah collectivist society. Struktur sosial dan pola budayanya
bisa dibilang sudah sejak dulu bersemangatkan horizontal, mulai dari aktivitas arisan,
gotong-royong, musyawarah untuk mufakat, kerja bakti, dan lain lain.
Di tengah berkembangnya dunia teknologi informasi dan komunikasi, kita
semua saling terjaring dalam dunia sosial dan budaya baru dan lebih humanis.
Contoh, dunia maya sudah membuktikan pula bahwa agama (belief) yang bersifat
vertikal bisa hidup berdampingan dengan aspek kemanusiaan (humanity) dan sosial
budaya yang bersifat horizontal (Kartajaya, 2010).
e. Perubahan Kekuatan Pasar
Keempat tren perubahan New Wave yang telah dijelaskan sebelumnya
akhirnya dapat membawa angin baru ke market yang berubah dari tertutup ke relatif
lebih terbuka. Pasar global telah menjadi datar dan semua marketer memiliki
kesempatan yang sama. Dengan adanya teknologi terutama didorong oleh berbagai
macam platform yang ada di dunia online dan mobile, penjual dapat menjangkau
50
pembeli tanpa batas. Di sisi lain, pembeli mendapatkan keleluasaan untuk memilih
berbagai penawaran dari manapun untuk mendapatkan value yang terbaik.
Pasar dapat diartikan sebagai tempat ketemunya penjual dan pembeli, dimana
ia diatur oleh hukum dan mekanisme supply dan demand. Namun pada akhirnya,
pasar diatur oleh invisible hand di era New Wave ini. Teknologi memungkinkan
mekanisme pasar menjadi lebih terbuka karena ia bisa diatur, dibuat, dan dikunjungi
oleh siapa saja (Kartajaya, 2010)
2.2.5.1 Dampak Horizontalisasi New Wave Marketing di Ruang Lingkup Makro
Perkembangan teknologi informasi dan komunikasi membuat dunia semakin
transparan, informasi yang mengalir menjadi lebih banyak dan dapat diakses dari
mana-mana, kapan saja dan untuk siapa saja. Dengan demikian, knowledge menjadi
lebih mudah diakuisisi dan barriers to entry lama kelamaan menjadi semakin
berkurang.
Berikut adalah metode untuk menganalisis lanskap bisnis secara
komprehensif. Metode ini populer disebut dengan model 4C diamond yakni Change,
Customer, Competitor, dan Company. Jenis metode yang populer disebut metode 4C
tersebut pada akhirnya berubah seiring dengan perkembangan teknologi, di mana
terjadi penambahan faktor C yaitu menjadi 5C, yakni Connector. Di era serba
terhubung (connected society), faktor konektor ini sangat penting dan harus
mendapat perhatian bagi pemasar dan pebisnis media era sekarang (Kartajaya,
MarkPlus on Strategy, 2005).
51
.
(Gambar 2.5) Model 5C
Berbagai tren tersebut bermuara kepada suatu keyakinan bahwa dunia tengah
mengalami proses horizontalisasi. Dampak dari kekuatan horizontalisasi tersebut
pada akhirnya membawa perubahan terhadap lanskap secara keseluruhan, terutama
terhadap Competitor, Customer, dan Company di era New Wave yang serba
terhubung atau ter-connect secara horizontal (Kartajaya, Connect, 2010).
Customer bisa terhubung langsung ke Company, Competitor kita, dan para
agen penggerak lingkungan bisnis – apakah itu pakar teknologi, elit politik, ekonom,
pemimpin informal, penggerak budaya grassroot, ataupun market-maker.
Company dan Competitor bisa sama-sama melihat dan mendapatkan temuan
mendalam mengenai berbagai hasrat dan kegelisahan yang dimiliki oleh Customer.
Cukup dengan melacak gerak-gerik langkah mobilitasnya, pengalaman pribadinya,
kehidupan sosialnya yang mereka alami di dunia online dan offline. Competitor bisa
melihat apa yang kita kerjakan, begitu juga sebaliknya Company bisa melihat,
melacak, dan mengamati langkah pemasaran apa yang Competitor lakukan
(Kartajaya, 2010, hal. 57-78).
52
Dengan demikian peneliti mengambil cara analisa menggunakan lanskap
permasalahan yang bukan lagi bersifat vertikal – dari atas kebawah – yang selama ini
dikenal dengan nama 4C, namun peneliti mengambil cara analisa menggunakan
Connect (keterhubungan) sebagai kekuatan sentral yang membuat lanskap bisnis
berubah menjadi seperti globe sphere, di mana antara Change, Customer,
Competitor, dan Company saling terhubung oleh berbagai macam Connecting
Platform yang ada di dunia online dan offline, yang bersifat mobile, experiential, dan
juga sosial, di mana masing-masing membuat semua pihak di lanskap bisnis tersebut
menjadi saling terhubung satu sama lain.
a. Change
Kekuatan perubahan yang paling besar dan tidak terhindarkan terletak pada
kemajuan teknologi. Sebab itu, teknologi disebut sebagai primary forces of change.
Pemikir Alvin Toffler pernah berujar bahwa teknologi (baik itu teknologi pertanian,
industri, komunikasi, dan sebagainya) memiliki kekuatan untuk mengubah cara
manusia hidup di dunia ini. Kekuatan perubahan paling kentara yang dirasakan oleh
orang-orang masa kini adalah teknologi informasi dan komunikasi (TIK). Internet,
ponsel pintar, komputerisasi, dan segala yang terkait dengannya telah
mengembuskan angin perubahan di hampir segala lini kehidupan manusia.
Perkembangan teknologi ini memengaruhi empat elemen lain dalam Change,
yakni ekonomi, politik-legal, sosio-kultural, dan market. Teknologi membuat
keempatnya senantiasa berubah dan dinamis. Hal-hal inilah yang layak
diperhitungkan lebih dahulu oleh pebisnis media sebelum menjalankan bisnis
maupun aktivitas pemasarannya.
53
Di era New Wave Marketing, teknologi paling tidak mengembuskan tiga
pergeseran global yang juga dirasakan di empat ranah di atas, yakni pergeseran dari
Eksklusif ke Inklusif, dari Vertikal ke Horizontal, dan dari Individual ke Sosial.
b. Customer
Perubahan di atas juga akan menyentuh sisi pelanggan. Sebagai pihak yang
disebut sebagai “value demander”, pelanggan mengalami beberapa perubahan yang
layak diperhatikan oleh pemasar. Dalam hal ini, pebisnis media harus jeli memetakan
apa saja yang menjadi perilaku, kebutuhan, kecemasan, dan harapan pelanggan di era
sekarang.
Contoh dampak tren horizontalisasi terhadap pelanggan (Customer) secara
tidak langsung telah membentuk pola profil pelanggan (Customer) yang selama ini
dekat dengan nilai-nilai horizontal, yang dinamakan sebagai New Wave Ready
Customers yakni profil konsumen tersebut terbentuk menjadi konsumen anak muda
(youth), konsumen wanita (women), dan konsumen netizen (pengguna internet).
c. Competitor
Di lanskap persaingan, pemasar dan pebisnis harus mengamati terjadinya
perubahan, khususnya dalam kaitannya dengan value migration. Migrasi nilai ini tak
lepas dari perubahan kebutuhan pelanggan sebagai value demander dan perusahaan
(kompetitor) sebagai penyedia kebutuhan (value supplier).
Contoh dampak tren horizontalisasi terhadap Competitor adalah perubahan
Competition menjadi Coopetition, di mana dinamika kolaborasi dari network dan
partnership menjadi salah satu prinsip utama di lanskap bisnis yang terus berubah
seperti sekarang.
54
d. Company
Setelah melihat perubahan dan dinamika dari ketiga lanskap tadi, pemasar
dan pebisnis saatnya melihat sisi internal perusahaan. Perusahaanlah yang akan
menentukan langkah bisnis apa yang akan dilakukan. Sebab itu, perusahaan di sini
memiliki peran sebagai value decider.
Apa saja yang patut dianalisis dari internal perusahaan? Model analisinya
adalah TOWS (Threat, Opportunity, Weakness, Strength) dan bukan SWOT.
Alasannya, agar perusahaan bisa menentukan strategi yang efektif. Sebab itu,
perusahaan lebih dahulu mempertimbangkan faktor real di ranah eksternal, tekait
dengan ancaman maupun peluang-peluang yang ada. Cara melihatnya harus secara
outside-in dan bukan inside-out. Dengan menganalisis secara TOWS, perusahaan
akan lebih akurat dalam memasuki pasar karena tidak terjebak dalam hal-hal yang
terkait dengan masa lalu perusahaan. Dengan demikian, cara TOWS ini lebih
mengarahkan perusahaan pada masa depan yang senantiasa berubah dan
menyuguhkan peluang-peluang baru.
Dampak tren horizontalisasi pada akhirnya membawa pengaruh kepada
perusahaan (company) dimana perusahaan harus selalu melakukan tiga hal di tengah
era New Wave sekarang ini yakni: (1) Pertama, ia harus selalu terhubung (connect)
dan mempunyai akses untuk bisa memantau perkembangan terbaru dari 3C lainnya
dalam lanskap bisnis, yaitu Change, Customers, dan Competitors; (2) Kedua, New
Wave Companies harus aktif mengambil inisiatif untuk menjadi katalis. (3) Ketiga,
perusahaan (company) harus tampil secara Civilized/ beradab.
top related