bab 2 landasan teori - thesis.binus.ac.idthesis.binus.ac.id/ecolls/doc/bab2/2012-2-01134-mc...

46
10 BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Teori Umum 2.1.1 Komunikasi Massa Pembahasan komunikasi yang kian pesat dan kompleks beserta penelitian yang terus-menerus dilakukan menjadi bukti bahwa ilmu komunikasi massa menjadi bagian penting dalam proses kajian keilmuan. Dalam pembahasan komunikasi, kita dapat melihat adanya satu hal yang mencolok. Kalau dahulunya masyarakat mengandalkan komunikasi tatap muka dan komunikasi kelompok sebagai pola komunikasi yang paling diandalkan, kini bergeser menjadi masyarakat modern yang mengandalkan peralatan modern untuk mendukung proses komunikasi tersebut. Penelitian komunikasi yang pernah dilakukan tidak selalu memusatkan perhatiannya pada metode ilmiah yang selama ini dijadikan alasan sebuah ilmu dikatakan ilmiah. Komunikasi massa mempunyai titik tekan dan bahasan tersendiri. Sekarang ini komunikasi massa sudah dimasukkan dalam disiplin ilmiah, di mana komunikasi massa mengambil media massa beserta pesan yang dihasilkan, pembaca/pendengar/penonton yang akan coba diraihnya, dan efeknya terhadap mereka sebagai bahan studi ilmiah. Hal ini mengakibatkan komunikasi massa merupakan disiplin kajian ilmu sosial yang relatif muda jika dibandingkan dengan ilmu psikologi, sosiologi, ilmu politik, dan ekonomi. (Nurudin, 2007, hal. 2-3) Michael W. Gamble dan Teri Kwal Gamble (1986) mencoba untuk mengemukakan definisi komunikasi massa. Menurut mereka sesuatu bisa didefinisikan sebagai Komunikasi Massa jika mencakup hal-hal sebagai berikut:

Upload: phungtuong

Post on 06-Mar-2019

219 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

10

BAB 2

LANDASAN TEORI

2.1 Teori Umum

2.1.1 Komunikasi Massa

Pembahasan komunikasi yang kian pesat dan kompleks beserta penelitian

yang terus-menerus dilakukan menjadi bukti bahwa ilmu komunikasi massa menjadi

bagian penting dalam proses kajian keilmuan. Dalam pembahasan komunikasi, kita

dapat melihat adanya satu hal yang mencolok. Kalau dahulunya masyarakat

mengandalkan komunikasi tatap muka dan komunikasi kelompok sebagai pola

komunikasi yang paling diandalkan, kini bergeser menjadi masyarakat modern yang

mengandalkan peralatan modern untuk mendukung proses komunikasi tersebut.

Penelitian komunikasi yang pernah dilakukan tidak selalu memusatkan

perhatiannya pada metode ilmiah yang selama ini dijadikan alasan sebuah ilmu

dikatakan ilmiah. Komunikasi massa mempunyai titik tekan dan bahasan tersendiri.

Sekarang ini komunikasi massa sudah dimasukkan dalam disiplin ilmiah, di

mana komunikasi massa mengambil media massa beserta pesan yang dihasilkan,

pembaca/pendengar/penonton yang akan coba diraihnya, dan efeknya terhadap

mereka sebagai bahan studi ilmiah. Hal ini mengakibatkan komunikasi massa

merupakan disiplin kajian ilmu sosial yang relatif muda jika dibandingkan dengan

ilmu psikologi, sosiologi, ilmu politik, dan ekonomi. (Nurudin, 2007, hal. 2-3)

Michael W. Gamble dan Teri Kwal Gamble (1986) mencoba untuk

mengemukakan definisi komunikasi massa. Menurut mereka sesuatu bisa

didefinisikan sebagai Komunikasi Massa jika mencakup hal-hal sebagai berikut:

11

1. Komunikator dalam komunikasi massa mengandalkan peralatan modern

untuk menyebarkan atau memancarkan pesan secara cepat kepada

khalayak yang luas dan tersebar.

2. Komunikator dalam komunikasi massa dalam menyebarkan pesan-

pesannya bermaksud mencoba berbagi pengertian dengan jutaan orang

yang tidak saling kenal atau mengetahui satu sama lain. Anonimitas

audience dalam komunikasi massa inilah yang membedakan pula dengan

jenis komunikasi yang lain. Bahkan pengirim dan penerima pesan tidak

saling mengenal satu sama lain.

3. Pesan adalah milik publik. Artinya bahwa pesan ini bisa didapatkan dan

diterima oleh banyak orang. Karena itu, diartikan milik publik.

4. Sebagai sumber, komunikator massa biasanya organisasi formal seperti

jaringan, ikatan, atau perkumpulan. Dengan kata lain, komunikatornya

tidak berasal dari seseorang tetapi lembaga. Lembaga ini pun biasanya

berorientasi pada keuntungan, bukan organisasi suka rela atau nirlaba.

5. Komunikasi massa dikontrol oleh gatekeeper (penapis informasi).

Artinya, pesan-pesan yang disebarkan atau dipancarkan dikontrol oleh

sejumlah individu dalam lembaga tersebut sebelum disiarkan lewat media

massa. Beberapa individu dalam komunikasi massa itu ikut berperan

dalam membatasi, memperluas pesan yang disiarkan. Contohnya adalah

seorang reporter, editor film, penjaga rubrik, dan lembaga sensor lain

dalam media itu bisa berfungsi sebagai gatekeeper.

6. Umpan balik dalam komunikasi massa sifatnya tertunda. Kalau dalam

jenis komunikasi lain, umpan balik bisa bersifat langsung. Misalnya,

dalam komunikasi antar-persona. Dalam komunikasi ini umpan balik

12

langsung dilakukan, tetapi komunikasi yang dilakukan lewat surat kabar

tidak bisa langsung dilakukan alias tertunda (delayed). (Nurudin, 2007,

hal. 8-9)

Di awal perkembangannya, definisi komunikasi massa sebagai sebuah studi

ilmiah terletak pada mass society sebagai audience komunikasi. Konsep mass society

ini memang istilah yang sering dipakai dalam lapangan sosiologi yang

mendeskripsikan orang-orang dari institusi mereka dalam sebuah negara industri

maju.

Herbert Blumer (1939) kemudian menggunakan konsep yang berasal dari

mass society untuk menyebut mass audience (penerima pesan dalam komunikasi

massa). Yang disebut penerima dalam komunikasi massa itu paling tidak mempunyai

(1) heterogenitas susunan anggotanya yang berasal dari berbagai kelompok lapisan

masyarakat; (2) berisi individu yang tidak saling mengenal dan terpisah satu sama

lain (tidak mengumpul) serta tidak berinteraksi satu sama lain pula, dan (3) tidak

mempunyai pemimpin atau organisasi formal. (Nurudin, 2007, hal. 10)

Definisi lain pernah dikemukakan oleh Josep A. Devito yakni, pertama,

komunikasi massa adalah komunikasi yang ditujukan kepada massa, kepada

khalayak yang luar biasa banyaknya. Ini tidak berarti bahwa khalayak meliputi

seluruh penduduk atau semua orang yang membaca atau semua orang yang

menonton televisi, agaknya ini tidak berarti pula bahwa khalayak itu besar dan pada

umumnya agak sukar untuk didefinisikan. Kedua, komunikasi massa adalah

komunikasi yang disalurkan oleh pemancar-pemancar yang audio dan atau visual.

Komunikasi massa barangkali akan lebih mudah dan lebih logis bila didefinisikan

menurut bentuknya (televisi, radio, surat kabar, majalah, film, buku, dan pita).

(Nurudin, 2007, hal. 12)

13

2.1.2 Fungsi Komunikasi Massa

Sama dengan definisi komunikasi massa, fungsi komunikasi massa juga

mempunyai latar belakang dan tujuan yang berbeda satu sama lain. Fungsi

komunikasi massa secara umum bisa dikemukakan, seperti informasi, pendidikan,

dan hiburan. Berikut fungsi-fungsi komunikasi massa secara umum menurut Jay

Black dan Frederick C. Whitney (1988), antara lain:

1. Menginformasikan (To Inform). Fungsi informasi merupakan fungsi

paling penting yang terdapat dalam komunikasi massa. Komponen paling

penting untuk mengetahui fungsi informasi ini adalah berita-berita atau

kejadian yang benar-benar terjadi di masyarakat. Dalam istilah jurnalistik,

fakta-fakta tersebut biasa diringkas dalam istilah 5W + 1H (What, Where,

Who, When, Why, + How) atau Apa, Di mana, Siapa, Kapan, Mengapa,

dan Bagaimana. (Nurudin, 2007, hal. 66)

2. Memberi Hiburan (To Entertain). Media massa dapat menjadi

entertainer (penghibur) yang hebat karena bisa mendapatkan begitu

banyak audiens. Lebih banyak orang yang menangis ketika menonton

film Titanic ketimbang ketika mereka membaca selusin buku yang

menceritakan tragedi kapal pesiar tersebut. Hampir semua media massa

mengandung unsur entertainment, walaupun tidak ada medium yang

sepenuhnya bersifat hiburan. Kebanyakan media massa adalah campuran

dan informasi dan entertainment – dan juga persuasi. (Werner J. Severin,

2005, hal. 6)

3. Membujuk (To Persuade). Bagi Josep A. Devito (1997) fungsi persuasi

dianggap sebagai fungsi yang paling penting dari komunikasi massa.

Persuasi bisa datang dari berbagai macam bentuk: (1) mengukuhkan atau

14

memperkuat sikap, kepercayaan, atau nilai seseorang; (2) mengubah

sikap, kepercayaan, atau nilai seseorang; (3) menggerakkan seseorang

untuk melakukan sesuatu; dan (4) memperkenalkan etika, atau

menawarkan sistem nilai tertentu. (Nurudin, 2007, hal. 72-73)

4. Transmisi Budaya (Transmission of the Culture). Jay Black dan

Frederick C. Whitney (1988) mengatakan budaya meliputi tiga hal, yakni

ide atau gagasan, aktivitas, dan benda-benda hasil kegiatan. Ide yang

diwariskan dari satu generasi ke generasi selanjutnya termasuk budaya.

Artinya, ide sebagai sebuah warisan merupakan unsur dalam budaya.

Transmisi budaya media massa bisa memperkuat kesepakatan nilai-nilai

sosial yang ada dalam masyarakat. Di samping itu, media juga berperan

untuk selalu memperkenalkan ide-ide perubahan yang perlu dilakukan

masyarakat secara terus-menerus. (Nurudin, 2007, hal. 74-75)

Ada pula fungsi komunikasi massa yang pernah dikemukakan oleh

Harold D.Laswell yakni (Nurudin, 2007, hal. 78-88):

1. Fungsi Pengawasan (Surveillance of the Environment). Artinya,

menunjuk pada pengumpulan dan penyebaran informasi mengenai

kejadian-kejadian yang ada di sekitar kita. Fungsi pengawasan bisa dibagi

menjadi dua, yakni warning or beware surveillance atau pengawasan

peringatan dan instrumental surveillance atau pengawasan instrumental.

2. Fungsi Korelasi (Correlation of the Part of Society in Responding to the

Environment). Fungsi korelasi yang dimaksud adalah fungsi yang

menghubungkan bagian-bagian dari masyarakat agar sesuai dengan

lingkungannya. Erat kaitannya dengan fungsi ini adalah peran media

15

massa sebagai penghubung antara berbagai komponen masyarakat.

Antarunsur dalam masyarakat ini bisa saling berkomunikasi satu sama

lain melalui media massa.

3. Fungsi Pewarisan Sosial (Transmission of the Social Heritage from one

Generation to the Next). Dalam hal ini media massa berfungsi sebagai

seorang pendidik, baik yang menyangkut pendidikan formal maupun

informal yang mencoba meneruskan atau mewariskan suatu ilmu

pengetahuan, nilai, norma, pranata, dan etika dari satu generasi ke

generasi selanjutnya.

2.1.3 Karakteristik Komunikasi Massa

Komunikasi yang dilakukan di media massa umumnya ditujukan atau

diperuntukkan kepada orang banyak (massa, publik) dengan menggunakan media

(communicating with media). Karakteristik komunikasi massa antara lain (Romli,

2009, hal. 17-18):

1. Komunikator melembaga (institutionalized communicatior) atau

komunikator kolektif (collective communicator). Komunikator dalam

komunikasi massa setidak-tidaknya mempunyai ciri sebagai berikut: a)

kumpulan individu, b) dalam berkomunikasi individu-individu itu

terbatasi perannya dengan sistem dalam media massa, c) pesan yang

disebarkan atas nama media yang bersangkutan dan bukan atas nama

pribadi unsur-unsur yang terlibat, d) apa yang dikemukakan oleh

komunikator biasanya untuk mencapai keuntungan atau mendapatkan

labat secara ekonomis.

16

2. Komunikan atau “lawan bicara” bersifat heterogen, terdiri dari pribadi-

pribadi dengan berbagai karakter, beragam latar belakang sosial, budaya,

agama, usia, dan pendidikan. (Romli, 2009, hal. 18)

3. Pesan bersifat umum, ditujukan kepada orang banyak, tidak boleh bersifat

pribadi layaknya komunikasi interpersonal (komunikasi antarpribadi)

4. Menimbulkan keserampakan (simultaneous) dan keserentakan

(instantaneos) penerimaan oleh massa. Serempak berarti khalayak bisa

menikmati media massa tersebut hampir bersamaan.

5. Komunikasi massa berlangsung satu arah (one way traffic

communication). Khalayak atau audiens tidak bisa menginterupsi,

memotong pembicaraan penyiar, atau meresponsnya secara langsung

sebagaimana dalam obrolan face to face.

6. Komunikasi massa mengandalkan peralatan teknis. Peralatan teknis yang

dimaksud misalnya pemancar untuk media elektronik (mekanik atau

elektronik). Contohnya, radio membutuhkan stasiun pemancar atau relay.

Untuk saat ini, peralatan teknis semakin kompleks seperti yang dimiliki

oleh jaringan internet.

2.1.4 Media Massa

Komunikasi massa pada dasarnya adalah komunikasi melalui media massa

(media cetak dan elektronik). Pada awal perkembangannya, komunikasi massa

berasal dari pengembangan kata media of mass communication (media komunikasi

massa). Arti dari media massa sendiri adalah salah satu alat (atau saluran) dalam

komunikasi massa. Mengambil asumsi Dennis McQuail (1987) akan arti penting

media massa:

17

1. Media merupakan industri yang berubah dan berkembang yang

menciptakan lapangan kerja, barang, dan jasa serta menghidupkan

industri lain yang terkait. Media juga merupakan industri tersendiri yang

memiliki peraturan dan norma-norma yang menghubungkan institusi

tersebut dengan masyarakat dan institusi sosial lainnya.

2. Media massa merupakan sumber kekuatan – alat kontrol, manajemen, dan

inovasi dalam masyarakat yang dapat didayagunakan sebagai pengganti

kekuatan atau sumber daya lainnya.

3. Media merupakan lokasi (atau norma) yang semakin berperan, untuk

menampilkan peristiwa-peristiwa kehidupan masyarakat, baik yang

bertaraf internasional maupun internasional.

4. Media sering kali berperan sebagai wahana pengembangan kebudayaan,

bukan saja dalam pengertian pengembangan bentuk seni dan simbol,

tetapi juga dalam pengertian pengembangan tata cara, mode, gaya hidup,

dan norma-norma.

5. Media telah menjadi sumber dominan bukan saja bagi individu untuk

memperoleh gambaran dan citra realitas sosial, tetapi juga bagi

masyarakat dan kelompok secara kolektif. Media juga menyuguhkan

nilai-nilai dan penilaian normatif yang dibaurkan dengan berita dan

hiburan. (Nurudin, 2007, hal. 34-35)

Dengan demikian, media massa adalah alat-alat dalam komunikasi yang bisa

menyebarkan pesan secara serempak, cepat kepada audience yang luas dan

heterogen. Kelebihan media massa dibanding dengan jenis komunikasi lain adalah ia

bisa mengatasi hambatan ruang dan waktu. Bahan media massa mampu

menyebarkan pesan hampir seketika pada waktu yang tak terbatas.

18

2.1.4.1 Fungsi Media Massa

Seperti yang sudah dinyatakan sebelumnya, bahwa komunikasi massa berarti

komunikasi lewat media massa. Ini berarti, komunikasi massa tidak akan ditemukan

maknanya tanpa menyertakan media massa sebagai elemen terpenting dalam

komunikasi massa. (Nurudin, 2007, hal. 63)

Suatu tindakan dapat memiliki baik fungsi maupun disfungsi. Berikut fungsi

dan peran media massa dalam masyarakat beserta pandangan disfungsional nya

menurut Harold Lasswell dan Charles Wright (Werner J. Severin, 2005).

1. Pengawasan (Surveillance)

Pengawasan atau surveillance, fungsi pertama, memberi informasi dan

menyediakan berita. Dalam membentuk fungsi ini, media sering kali

memperingatkan kita akan bahaya yang mungkin terjadi seperti kondisi cuaca yang

ekstrem atau berbahaya atau ancaman militer. Fungsi pengawasan juga termasuk

berita yang tersedia di media yang penting dalam ekonomi, publik dan masyarakat,

seperti laporan bursa pasar, lalu lintas, cuaca, dan sebagainya.

Fungsi pengawasan juga bisa menyebabkan beberapa disfungsi. Kepanikan

dapat saja terjadi karena ada penekanan yang berlebihan terhadap bahaya atau

ancaman terhadap masyarakat. Selain itu, terlalu banyak ekspose “berita” (yang tidak

biasa, abnormal, lain dari yang lain) bisa membuat mereka-mereka yang menjadi

pembaca memiliki sedikit perspektif tentang apa yang biasa, normal atau wajar

dalam masyarakat.

2. Korelasi (Correlation)

Korelasi, fungsi yang kedua, adalah seleksi dan interpretasi informasi tentang

lingkungan. Media sering kali memasukkan kritik dan cara bagaimana seseorang

harus bereaksi terhadap kejadian tertentu. Karena itu korelasi merupakan bagian

19

media yang berisi editorial dan propaganda. Fungsi korelasi bertujuan untuk

menjalankan norma sosial dan menjaga konsensus dengan mengekspos

penyimpangan, memberikan status dengan cara menyoroti individu terpilih, dan

dapat berfungsi untuk mengawasi pemerintah. Dalam menjalankan fungsi korelasi,

media sering kali bisa menghalangi ancaman terhadap stabilitas sosial dan

memonitor atau mengatur opini publik.

Fungsi korelasi dapat menjadi disfungsi ketika media terus-menerus

melanggengkan stereotype dan menumbuhkan kesamaan, menghalangi perubahan

sosial, dan inovasi, mengurangi kritik dan melindungi serta memperluas kekuasaan

yang mungkin perlu diawasi.

3. Penyampaian Warisan Sosial (Transmission of the Social Heritage)

Terdapat dua tingkatan yang tidak dapat dipisahkan, tetapi terjalin secara

konstan yang dibentuk oleh transmisi budaya warisan sosial. Dua tingkatan tersebut

merupakan tingkatan kontemporer dan historis. Yang di mana media massa

merupakan alat utama di dalam transmisi budaya pada kedua tingkatan tersebut. Di

dalam tingkatan kontemporer, media massa memperkuat konsensus nilai masyarakat,

dengan selalu memperkenalkan bibit perubahan secara terus-menerus. Sementara itu,

dalam tingkatan historis umat manusia telah dapat melewati atau menambahkan

pengalaman baru dari sekarang untuk membimbingnya ke masa depan. Manusia

tidak hanya dapat mengakumulasi pengamalannya, tetapi mereka telah membuktikan

dapat menyortir dan menyaring di antara ingatan, membuang yang tidak

dibutuhkannya, dan pemesanan istirahat untuk kesenangan dalam transimisi baik

kepada teman sebaya maupun anak cucu. (Nurudin, 2007, hal. 75-76)

Namun demikian, mengingat sifatnya yang cenderung tidak pribadi, media

massa dituduh ikut berpedan dalam depersonalisasi masyarakat (Disfungsi). Media

20

massa diletakkan di antara individu dan menggeser hubungan langsung pribadi

dalam komunikasi.

Media juga dikatakan menyebabkan berkurangnya keanekaragaman budaya

dan membantu meningkatkan masyarakat massa. Hal ini menandakan bahwa, karena

media massa, kita cenderung membicarakan hal yang sama, berpakaian dengan cara

yang sama, bertindak dan bereaksi dengan cara yang sama. Hal ini mendasarkan

pada satu gagasan bahwa jutaan orang menerima model peran yang disajikan media

akibat begitu besarnya tingkat penggunaan media. Sejalan dengan adanya

kecenderungan standarisasi terdapat pandangan bahwa media massa menghambat

perkembangan budaya.

4. Hiburan ( Entertainment)

Media mengekspos budaya massa berupa seni dan musik pada berjuta-juta

orang, dan sebagian orang merasa senang karena bisa meningkatkan rasa dan pilihan

publik dalam seni. Sebagian besar isi media mungkin dimaksudkan sebagai hiburan,

bahkan di surat kabar sekalipuun, mengingat banyaknya kolom, fitur, dan bagian

selingan. Media hiburan dimaksudkan untuk memberi waktu istirahat dari masalah

setia hari dan mengisi waktu luang.

Fungsi hiburan untuk media elektronik menduduki posisi yang paling tinggi

dibandingkan dengan fungsi-fungsi yang lain. Apalagi, masyarakat kita masih

menjadikan televisi sebagai media hiburan. Dalam sebuah keluarga, televisi bisa

sebagai perekat keintiman keluarga itu karena masing-masing anggota keluarga

mempunyai kesibukan sendiri-sendiri, misalnya suami dan istri kerja seharian

sedangkan anak-anak sekolah. Setelah kelelahan dengan aktivitasnya masing-masing,

ketika malam hari berada di rumah, kemungkinan besar mereka menjadikan televisi

sebagai media hiburan sekaligus sarana untuk berkumpul bersama keluarga. Hal ini

21

Pers Masyarakat

mendudukkan televisi sebagai alat utama hiburan (untuk melepaskan lelah). (Werner

J. Severin, 2005, hal. 388)

5. Menggugat Hubungan Trikotomi

Untuk menambahkan perspektif kritis terhadap pandangan Harold Lasswell

dan Charles Wright, fungsi komunikasi massa bisa ditambah sebagai berikut; 1)

melawan kekuasaan dan kekuatan represif, 2) menggugat hubungan trikotomi antara

pemerintah, pers, dan masyarakat. (Nurudin, 2007, hal. 65)

Hubungan trikotomi sendiri adalah hubungan yang bertolak belakang antara

tiga pihak. Dalam kajian komunikasi hubungan trikotomi melibatkan pemerintah,

pers, dan masyarakat. Ketiga pihak ini dianggap tidak pernah mencapai sepakat

karena perbedaan kepentingan masing-masing pihak. Hal demikian bisa dimaklumi

karena ketiganya mempunyai tuntutan yang berbeda satu sama lain ketika

menghadapi suatu persoalan. Pemerintah biasanya akan memposisikan diri sebagai

pihak yang paling berkuasa dan menentukan atas masyarakat dan pers. Untuk

menggambarkan secara jelas hubungan trikotomi bisa dijelaskan dalam bagan

berikut. (Nurudin, 2007, hal. 91-93)

Pemerintah Pemerintah

Pers Masyarakat

Masyarakat

Pemerintah Pers

Era Soeharto Era Habibie Era Gus Dur – Megawati

22

(Gambar 2.1) Trias Dikotomi

Ketiga bagan tersebut merupakan bukti nyata hubungan trikotomi yang

terjadi di Indonesia. Pers pada masa pra kejatuhan Presiden Soeharto nyaris selalu

menyudutkan posisi Soeharto yang terlalu lama berkuasa dan “bertangan besi” ketika

menjadi presiden. Media massa terus melakukan berbagai bentuk kecurangan

pemerintahan Orde Baru, maka jadilah pemerintah sebagai pihak terdakwa. Posisi

inilah yang kemudian mengantarkan kejatuhan Soeharto dari tampuk pimpinan

politik. Akibatnya, setelah berganti presiden pola hubungan trikotomi tersebut

berubah total.

Ketika Habibie menggantikan Soeharto menjadi presiden, hubungan segitiga

tersebut tidak lagi sama kaki, tetapi sama sisi dengan tetap menempatkan pemerintah

di posisi atas. Hal ini tak lain karena pemerintah sebagai dampai dari pemerintahan

sebelumnya tetap mempunyai kekuasaan yang tinggi, meskipun sudah berkurang.

Selanjutnya ketika zaman pemerintahan Abdurrahman Wahid (Gus Dur) –

Megawati, hubungan segitiga tersebut berubah juga. Masyarakat pada waktu itu

berada dalam tingkat emosi yang sangat tinggi. Habibie yang diharapkan ternyata

belum bisa memisahkan diri dari “belenggu” bayang-bayang pemerintahan

sebelumnya. Akhirnya, masyarakatlah yang menempati posisi tinggi menggantikan

pemerintah yang selama ini berada di puncak. Pemerintah dan pers jika macam-

macam bisa didemo, termasuk dengan kekerasan sekalipun. Meskipun tidak

dibernarkan secara hukum, kenyataan tersebut benar-benar terjadi. (Nurudin, 2007,

hal. 91-92)

23

2.1.4.2 Jenis-Jenis Media Massa

Secara garis besar, media terbagi menjadi dua jenis kelompok, yakni,

pertama, media cetak yang meliputi surat kabar, majalah, buku, pamflet, billboard,

dan alat-alat teknis lainnya yang membawa pesan kepada massa dengan cara

menyentuh indera penglihatan.

Jenis kedua adalah media elektronik yang terdiri dari (a) program radio dan

rekaman yang menyentuh indera pendengaran dan (b) program televisi, gambar

bergerak, serta rekaman video yang menyentuh indera pandang-dengar. (Universitas

Indonesia, 2008, p. 288)

2.1.3 Media Komunikasi Radio

Dibandingkan dengan media komunikasi massa lain seperti televisi, biaya

penyelenggaraan siaran radio jauh lebih murah dengan kemampuan jangkauan

daerah yang sama luasnya.

Pada teknis penyiarannya, radio membutuhkan stasiun pemancar atau relay

yang dibutuhkan untuk pengiriman sinyal oleh modulasi gelombang elektromagnetik.

Gelombang ini dapat merambat melewati udara dan ruang hampa udara.

(Kuswayatno, 2008, p. 25)

Merujuk pada pengertiannya dalam The Encyclopedia of Americana

International, gelombang yang digunakan oleh alat komunikasi radio merupakan

gelombang elektromagnetik yang disebarkan melalui ruang pada kecepatan cahaya.

Gelombang elektromagnetik tersebut digunakan dalam komunikasi radio persis

dengan cahaya dan gelombang panas, tetapi frekuensinya lebih rendah.

Anton M. Moeliono menyatakan pengertian radio adalah siaran (pengiriman)

suara/ bunyi melalui udara. Sedangkan menurut Teguh Meinanda dan Ganjar

24

Nugraha Jiwapraja menyatakan bahwa radio adalah kesuluruhan sistem gelombang

suara yang dipancarkan dari stasiun dan kemudian dapat diterima oleh berbagai

pesawat penerima baik di rumah, di kapal, di mobil dan sebagainya.

Maka dari pernyataan tersebut dapat ditarik kesimpulan bahwa radio adalah

alat komunikasi massa yang menggunakan lambang komunikasi yang berbunyi.

(Heinich, 1996)

2.1.3.1 Sejarah Radio

Alat komunikasi radio tidak akan terwujud apabila tidak ada penemuan

induksi elektromagnet dan formulasi rumus-rumus fisika induksi listrik dan magnet

oleh Michael Faraday, seorang ahli fisika inggris. Penemuannya dapat dibilang

membantu seorang ahli astronomi-fisika skotlandia, James Clerk Maxwell, untuk

menemukan gelombang elektromagnetik yang merambat pada kecepatan cahaya.

Gelombang radio sendiri berhasil ditemukan oleh Heinrich Heritz yang

berjasa membuktikan teori elektromagnetik temuan Maxwell. Ia membuat

gelombang radio dan berhasil memancarkannya. Sejak beliau berhasil menemukan

gelombang radio, beliau juga dikenal sebagai pencipta alat pemancar, antenna dan

penerima sinyal.

Pada awal tahun 1890-an, Gaglieso Marconi, ilmuwan italia, menemukan

metode transmisi suara tanpa bantuan kabel. Dengan menciptakan inovasi atas dasar

peralatan yang diciptakan oleh Hertz, Marconi telah berhasil meningkatkan jarak

pancaran gelombang elektromagnet dan mengisinya dengan informasi. Hasilnya,

peralatan transmitter dan receiver ciptaan Marconi tersebut mampu mentransfer

informasi dari satu tempat ke tempat lain tanpa kawat. Itulah awal dari komunikasi

radio.

25

Marconi kemudian menciptakan sebuah alat yang sangat terkenal di kala itu

yaitu disebut “Radio Music Box”. Alat tersebut kemudian diinovasi oleh David

Sarnoff, dalam memonya, Sarnoff mengusulkan agar pesawat penerima radio

diproduksi massal untuk dikonsumsi publik.

Pendirian radio siaran (broadcasting) kemudian dirancang pada tahun 1916

oleh Lee De Forest, ilmuwan penemu tabung hampa udara, sekaligus orang yang

pertama kali menyiarkan berita melalui radio. Disusul pada tahun 1919 yang

merupakan siaran musik pertama kali siaran melalui radio oleh Frank Conrad.

Tabung udara ciptaan De Forest kemudian dikembangkan oleh Edwin

Howard Amstrong untuk memperkuat sinyal radio hingga puluhan kilometer. Atas

upayanya tersebut, Amstrong dikenal sebagai “penemu radio FM”. (Romli, 2009: 12-

15)

2.1.3.2 Sejarah Radio di Indonesia

Pada 16 Juni 1965 di Batavia lahir sebuah stasiun radio siaran dengan nama

Bataviasche Radio Vereniging (BRV). Sejak itulah lahir berbagai radio lainnya yang

bermunculan di setiap daerah. Di Jakarta, Medan, dan Bandung dikenal adanya

Radio Omroep (NIROM), di Surakarta ada Solossche Radio Vereniging, di

Jogjakarta Mataramsche Vereniging Voor Radio Omroep (MAVRO) dan beberapa

radio lainnya. Dari sekian banyak radio saat itu yang terbesar adalah NIROM.

Kebesaran dan kelengkapan NIROM karena mendapat bantuan dari pemerintah

Hindia Belanda.

Zaman itu ternyata radio swasta sudah dikenakan kewajiban membayar

‘pajak radio’ oleh pemerintah Hindia Belanda yang hasilnya untuk mensubsidi

NIROM. NIROM dengan hak istimewanya mampu membangun stasiun-stasiun relay

26

dan meningkatkan daya pancar, juga membuat jaringan telepon antar kota-kota besar

dengan jaringan khusus.

Merasa diperalat, maka kaum pribumi yang saat itu juga telah mempunyai

radio siaran sendiri kemudian membentuk perkumpulan radio siaran sendiri. Radio

pribumi saat itu terkenal dengan siaran timuran. Pemerintah Hindia Belanda

mencium aroma yang mengarah kepada pemberontakan dalam perkumpulan radio

pribumi ini, sehingga mencoba menghentikan siaran timuran. Perkumpulan radio

timuran itu bernama Perikatan Perkumpulan Radio Ketimuran (PPRK) dan sebagai

ketua adalah Sutarjo Kartohadikusumo.

PPRK saat itu mengusung siaran yang bersifat kultural atau budaya guna

memajukan budaya dan seni nasional (nusantara). Terjadi gesekan politik antara

PPRK dengan NIROM. PPRK menuntut agar dapat melakukan siaran sendiri dan

pada 1 November 1940 tercapailah tujuan itu.

Berbeda dengan zaman penjajahan Jepang. Setelah menduduki Indonesia,

semua radio dibungkam. Semua urusan yang berkaitan dengan penyiaran radio

diurus oleh satu lembaga bernama Hoso Kanri Kyoku yang ada di Jakarta. Cabang-

cabangnya ada di Bandung, Purwakarta, Jogjakarta, Surakarta, Semarang, dan

Malang dengan nama Hoso Kyoku. Hoso Kyoku mempunyai cabang juga dengan

nama Shodanso yang tersebar di masing-masing kabupaten. Saat itu juga semua

pesawat radio disegel sehingga tiap warga tidak dapat mendengarkan siaran dari luar

negeri kecuali dari 8 Hoso Kyoku yang ada.

Ada satu hal positif yang muncul pada zaman penjajahan Jepang, yaitu

berkembangnya kebudayaan yang mengarah dan memperkuat nasionalisme menuju

ke arah ke-Indonesia-an. Muncullah seniman-seniman pencipta lagu-lagu Indonesia

baru.

27

Pada 11 September 1945 lahirlah Radio Republik Indonesia (RRI).

Sedangkan, hari radio jatuh pada tanggal 16 Juni 1925. Memasuki zaman Orde Baru,

RRI masih menjadi “alat” pemerintah saat itu. Muncullah kemudian Peraturan

Pemerintah No.55 tahun 1970 yang isinya tentang “Radio Siaran Non Pemerintah”.

(Bakhtiar, 2006, pp. 108-113)

2.1.3.3 Karakteristik, Kekuatan dan Kelemahan Radio Siaran

Menurut Romli (2009:16-17), karakteristik khas dari radio adalah:

1. Auditori/ Auditif (Sound Only). Radio adalah “suara”, untuk didengar,

dikonsumsi telinga atau pendengaran. Apa pun yang disampaikan melalui

radio harus berbentuk suara, hanya suara, lain tidak.

2. Transmisi. Proses penyebarluasannya atau disampaikan kepada

pendengar melalui pemancaran.

3. Mengandung gangguan. Seperti timbul-tenggelam (fading) dan gangguan

teknis.

4. Theatre of Mind. Radio menciptakan gambar dalam imajinasi pendengar,

“memainkan” imajinasi pendengar, dengan kekuatan kata dan suara.

Secara harfiah, theatre of mind berarti ruang bioskop di dalam pikiran.

5. Radio mampu menggugah imajinasi pendengarnya, dengan suara, musik,

vocal atau bunyi-bunyian.

6. Identik dengan musik. Umumnya orang mendengarkan radio untuk

mendengarkan musik/ lagu. Radio menjadi media utama untuk

mendengarkan musik.

28

Bicara soal karakteristik radio siaran, ada beberapa hal yang tercatat sebagai

kelebihan dan kelemahan. Karakter ini akan membedakannya dengan media massa

lainnya, seperti media cetak dan televisi. (Yulia, 2010, pp. 66-69)

a. Kekuatan Radio

1. Kecepatan. Di Indonesia, berita atau peristiwa yang terjadi dapat

disampaikan langsung pada saat yang sama oleh radio siaran, sedangkan

media cetak dan televisi masih harus melalui proses produksi yang

memakan waktu lama. Media cetak membutuhkan waktu cetak dan

peredarannya, sedangkan televisi membutuhkan proses produksi yang

rumit dan mahal.

2. Imajinatif. Sifat auditif yang ditampilkan radio siaran memiliki

keunggulan untuk merangsang imajinasi pendengar. Imajinasi ini sama

sekali tidak tergambar dalam media cetak atau televisi karena semuanya

sudah menjadi jelas. Radio sering membuat orang berimajinasi, yang

kadang sering tidak cocok antara fakta dan imajinasi itu. Oleh karena itu,

radio siaran sering dikenal dengan julukan “Theatre of Mind”.

3. Murah. Dalam hal ini, pengertian “murah” dapat ditinjau dari 2 hal.

Pertama, murah bagi pendengar. Artinya, mereka tidak dituntut untuk

membayar iuran saat mendengarkan siaran radio, tidak perlu biaya

khusus. Kedua, murah dalam hal peringkat dan biaya produksi.

Pengertian ini harus ditengok kalau dibandingkan dengan biaya yang

diperlukan untuk produksi media cetak atau televisi.

4. Alternatif Beragam. Radio siaran dianggap lebih memberi peluang dalam

hal keragaman pilihan, misalnya seperti yang dilakukan media cetak.

Pendengar memiliki peluang untuk memilih radio mana yang disukainya.

29

Ketika pendengar bosan dengan sebuah radio, dia dapat memilih

gelombang atau frekuensi yang lain untuk memenuhi keinginannya.

5. Mobilitas Tenaga. Mendengarkan radio siaran tidak akan mengganggu

aktivitas pendengar. Dengan mendengarkan radio siaran, pendengar

masih dapat melakukan aktivitas lainnya, seperti bekerja, memasak,

mengemudikan kendaraan, belajar, dan sebagainya.

6. Personal. Radio siaran punya kekuatan dalam hal komunikasi yang

bersifat personal. Siaran selalu dirasakan seperti kunjungan kawan yang

sangat pribadi sifatnya.

b. Kelemahan Radio

1. Selintas. Karena auditif maka apa yang disampaikan lewat radio siaran

bersifat selintas. Maksudnya, apa yang sudah disampaikan seketika itu

akan hilang di udara. Berbeda dengan media cetak yang karena tertulis

memungkinkan untuk dibaca ulang bila tidak mengerti.

2. Anti Detail. Sangat sulit untuk menyajikan segala hal yang bersifat detail

di radio siaran. Radio siaran diharapkan hanya menyampaikan hal-hal

yang bersifat global. Kalau dipaksakan untuk membicarakan hal yang

detail, pendengar akan merasa lelah dan membuat pendengar semakin

tidak mengerti karena tidak bisa menangkap semua itu.

Adapun kelemahan-kelemahan yang terdapat pada radio menurut Romli

(2009) adalah:

1. At Once. Walaupun radio dapat diakses dengan cepat dan seketika,

namun radio juga dapat cepat hilang dan gampang dilupakan. Pendengar

30

tidak bisa mengulang apa yang didengarnya, tidak bisa seperti pembaca

Koran yang bisa mengulang bacaannya dari awal tulisan.

2. Global. Sajian informasi radio bersifat global, tidak detil, karena angka-

angka pun dibulatkan.

3. Batasan waktu. Waktu siaran radio relatif terbatas, hanya 24 jam sehari,

berbeda dengan surat kabar yang bisa menambah jumlah halaman dengan

bebas. Waktu 24 jam sehari tidak bisa ditambah menjadi 25 jam atau

lebih.

4. Linier. Program disajikan dan dinikmati pendengar berdasarkan urutan

yang sudah ada, tidak bisa meloncat-loncat. Beda dengan surat kabar,

pembaca bisa langsung ke halaman tengah, akhir, atau langsung ke rubrik

yang ia sukai.

5. Mengandung gangguan. Seperti timbulan-tenggelam (fading) dan

gangguan teknis “channel noise factor”.

6. Lokal. Media radio bersifat lokal, hanya di daerah yang ada frekuensinya.

2.1.4 Format Program Radio

Dalam dunia keradioan, mengerti format stasiun (station format) adalah

jantung dari seluruh kinerja pemrograman. Setiap olah produksi program siaran

mengacu pada pilihan format stasiun radio yang makin spesifik (segmented) seiring

makin banyaknya jumlah radio dan makin tersegmennya pendengar. Menurut John

R. Bittner, program atau kerap disebut pula dengan istilah acara adalah barang yang

dibutuhkan orang sehingga mereka bersedia mendengarkannya. Istilah program di

radio dapat dianalogikan sebagai barang (goods) atau pelayanan (services) yang

dijual pada bentuk bisnis lain.

31

Tujuan penentuan format stasiun adalah untuk memenuhi khalayak secara

spesifik dan untuk kesiapan berkompetisi dengan radio dan televisi di suatu lokasi

siaran. Dalam sejarah perkembangan radio, terdapat lebih dari 100 format stasiun. Ini

terjadi karena makin kompetitifnya radio siaran. Terdapat sedikitnya sepuluh format

stasiun yang populer, tertua, dan melahirkan anak-anak format radio berikutnya.

Peringkat format ini saling berfluktuasi seiring makin maraknya bisnis radio siaran.

Format stasiun didefinisikan sebagai formulasi seluruh aktivitas siaran dalam

kerangka pelayanan pendengar. Format stasiun diwujudkan dalam bentuk prinsip-

prinsip dasar tentang apa, untuk siapa, dan bagaimana sebuah olah siar di stasiun

radio hingga sebuah acara dikomunikasikan kepada pendengar. Ruang lingkup kajian

format stasiun amat luas, tidak terbatas pada programming semata tapi juga

marketingnya. Menurut Lewis B. O’Donnel, format stasiun lebih dari sekadar musik.

Ia melingkupi (1) produksi siaran; (2) personalitas siaran; (3) program siaran. Dalam

perspektif pemasaran, format stasiun adalah penempatan posisi radio untuk

membidik pendengar. Perumusan format dapat digambarkan sebagai berikut

(Masduki, Menjadi Broadcaster Profesional, 2005, hal. 35-36):

(Gambar 2.2) Format proses produksi program

32

Lewis B. O’Donnel merumuskan empat versi format stasiun radio yang

terdiri dari: (1) Adult Cotemporary; (2) Cotemporary Hit Radio; (3) Country; (4)

Album Oriented Rock. Delapan versi format stasiun menurut Associated Press adalah

(1) Adult Cotemporary; (2) Country; (3) Top 40/Rock; (4) Easy Listening/Beautiful

Music; (5) Album Oriented Rock; (6) Oldies; (7) Urban Cotemporary; (8) All

News/Talk. (Masduki, 2005, pp. 35-37)

2.1.4.1 Siaran Program Radio

Menurut Wahyudi (1994) yang dikutip dari buku karangan Triantoro

(Triantoro, 2010) dari aspek karakteristiknya jenis siaran terbagi dua, yaitu :

1. Siaran karya artistik. Siaran yang diproduksi melalui pendekatan artistik

yaitu proses produksi mengutamakan unsur keindahan. Yang termasuk ke

dalam siaran karya ini adalah program sequence, program kuis, program

drama, program variety show, dan sebagainya.

2. Siaran karya jurnalistik. Siaran yang diproduksi melalui pendekatan

jurnalistik yaitu proses produksi yang mengutamakan segi kecepatan,

termasuk dalam proses penyajian kepada khalayak. Yang termasuk dalam

siaran karya jurnalistik adalah program buletin berita, program air

magazine, program talk show, reportase, dan lain-lain.

2.1.4.2 Perbedaan Program Radio

Berikut beberapa perbedaan jenis program radio menurut Wahyudi (1994) :

1. Berita radio. Berita radio adalah laporan atas suatu peristiwa atau

pendapat yang penting atau menarik. Siaran berita adalah sajian fakta

yang diolah kembali menurut kaidah jurnalistik radio.

33

2. Talkshow. Perbincangan radio atau talkshow pada dasarnya adalah

kombinasi antara seni berbicara dan seni wawancara. Program

perbincangan biasanya diarahkan oleh seorang host bersama satu atau

beberapa narasumber untuk membahas sebuah topik yang sudah

dirancang sebelumnya.

3. Air Magazine. Air magazine atau majalah udara adalah program berkala

yang menyajikan beragam topik dalam satu penyajian programnya.

Program ini berisi beberapa segmen di dalamnya setiap satu edisi

program. Majalah udara memiliki ciri-ciri seperti memiliki segmen

khusus yang disajikan di setiap edisi, berdurasi maksimal satu jam,

mempunyai target pendengar khusus. Isi program sangat terstruktur dan

music hanya digunakan sebagai backsound atau bumper program.

4. Sequence. Program sequence adalah program harian berdurasi panjang

antara satu sampai empat jam setiap satu edisinya. Program ini seperti

acara pagi yang menggunakan music sebagai daya tarik pendengarnya

dan mempunyai target sasaran pendengar yang umum.

2.2 Teori Khusus

2.2.1 Ruang Lingkup Radio

2.2.1.1 Radio FM dan AM

Dua jalur frekuensi radio populer di Indonesia adalah AM dan FM. Jalur AM

(amplitudo modulation) dipilih untuk jangkauan geografi yang lebih luas dan struktur

lokasi yang berbukit, sedangkan FM (frequency modulation) dipilih untuk jangkauan

terbatas dan lokasi tanah yang datar. FM memiliki kualitas audio lebih baik daripada

AM. Faktor gangguan berisik (noise) kecil. FM menggunakan kapasitas listrik lebih

34

kecil ketimbang AM dengan tegangan yang relatif stabil. Sedangkan AM disamping

konsumsi listriknya lebih besar, audionya juga kurang jernih dicerna. Meskipun

demikian, AM memiliki kelebihan pada penggunaan pita frekuensi (bandwidth) yang

tidak boros (Masduki, Menjadi Broadcaster Profesional, 2005, hal. 59 - 60).

Masduki (2005) dalam bukunya menjelaskan peralatan yang dibutuhkan

untuk siaran radio adalah (1) pemancar FM/AM; (2) antena; (3) mixer audio; (4)

mikrofon; (5) tape; (6) CD player; (7) komputer; (8) headphone.

2.2.1.2 Radio Online/ Streaming

Ada dua perkembangan penting teknologi radio pasca tahun 1990-an: (1) di

bidang produksi siaran, sistem editing manual (menggunakan audio mixer yang

dirancang khusus) kini berpindah ke sistem editing digital menggunakan perangkat

personal komputer dengan software bernama cool editing pro, Raduga, Sound Force,

dan sebagainya; (2) di bidang distribusi transmisi siaran, dari perangkat pemancar di

jalur terestrial (AM/FM) berpindah ke jalur online (jalur “bebas frekuensi) (Masduki,

Menjadi Broadcaster Profesional, 2005).

Masduki (2005) dalam bukunya mengatakan penyiaran audio bersistem

digital dengan berbasis komputer merupakan teknologi terkini yang berkembang

dalam industri radio siaran. Dua bentuk teknologi itu adalah penyiaran radio lewat

internet (online radio) dan penyiaran melalui satelit. Ada dua bentuk layanan radio

online, yaitu (1) on demand, menyiarkan file audio yang telah direkam sebelumnya;

(2) live (livecasting), menyiarkan acara yang pada saat bersamaan bisa disimak user

melalui situs radio setempat (Real Time).

Secara teknis layanan radio online menampilkan dua jenis proses. Pertama,

unicasting untuk on demand, yaitu pengiriman data dari satu titik ke titik lain secara

35

berulang melalui fasilitas streaming server. Kedua, multicasting untuk Real Time/

live, yaitu pengiriman data dari satu titik ke banyak titik yang merupakan kesatuan.

User tinggal mengklik software Real Time di front page (Masduki, Menjadi

Broadcaster Profesional, 2005, hal. 62-63).

Mengutip pernyataan dari Peter Lewis, radio web muncul karena adanya

pemberontakan terhadap kebosanan akan iklan radio, demonstrasi perubahan waktu

dalam mendengarkan radio dan perayaan akan kekuatan Internet yang mengizinkan

individu untuk menawarkan suara mereka sendiri kepada khalayak global yang

dilakukan secara serentak.

Konvergensi radio dengan teknologi digital terlihat sangat jelas dan memiliki

potensi yang sangat mendasar dalam bentuk radio web (penghantaran “radio” secara

langsung pada pendengar individual melalui Internet), dan podcasting (perekaman

dan pengunduhan file audio yang disimpan dalam server).

Puluhan ribu “stasiun radio” ada di dalam Web dalam satu bentuk dari dua

bentuk yang ada. Untuk menemukan salah satu dari 20.000 lebih siaran radio online

di seluruh dunia, dapat dilakukan dengan hanya mencari di Web dengan

menggunakan alamat stasiun radio atau mencari di tunein.com seperti yang

digunakan oleh radio online Marketeers.FM.

Terdapat dua bentuk siaran radio online yang ada, yakni bidcast dan podcast:

1. Bidcast. Stasiun radio yang hanya ada di Web, hanya bisa diakses secara

online. Ribuan stasiun yang hanya ada dalam Web biasanya merupakan

radio yang beroperasi tanpa iklan dan menawarkan banyak saluran

musik, bebas iklan dan perbincangan DJ. Untuk mengakses radio Web,

para pengguna Internet harus memiliki perangkat lunak file compression

seperti Real Player yang memungkinkan dilakukannya streaming,

36

pengunduhan dan pengaksesan – memainkan – secara serentak data audio

atau video digital.

2. Podcast. Berbeda dengan bitcast, podcast tidak memerlukan perangkat

lunak untuk streaming karena ditempatkan secara online. Podcast dapat

diunduh, baik secara sengaja maupun otomatis (biasanya dengan

berlangganan), dan dimasukkan ke semua peralatan digital yang memiliki

pemutar MP3, termasuk PC, laptop, dan iPod (Baran, 2012, hal. 286)

Kendala yang masih dihadapi dalam mengembangkan teknologi radio online

(digital audio broadcasting) di Indonesia adalah khalayak penggunanya masih sangat

terbatas; business will dari pengusaha dan pemerintah belum ada; baru dianggap

sebagai media pendukung model penyiaran terestrial; infrastruktur teknologi

komuniktasi khususnya saluran telepon internet masih buruk; investasi untuk

penyiaran online tinggi sementara pemasukan dari iklan minim (Masduki, Menjadi

Broadcaster Profesional, 2005).

Implikasi perkembangan teknologi radio online (digital audio broadcasting)

terhadap produksi siaran sangat besar, terutama pada empat aspek seperti berikut ini

(Masduki, Menjadi Broadcaster Profesional, 2005, hal. 63-64):

1. Adanya bentuk pelayanan siaran berganda, yaitu menu siaran tidak hanya

bisa didengar, tetapi bukti siarnya bisa di-download kapan saa. Radio

tidak lagi bersifat “otoriter” atau harus ditunggu siarannya oleh

pendengar. Pendengar bisa mengakses sendiri kapan saja mereka mau.

2. Penyiaran bersifat total interaktif, semua akses interaktif bisa digunakan

pendengar. Pendengar bisa ikut serta bersiaran mulai dari proses produksi

hingga evaluasi siaran, termasuk memberikan saran melalui kolom saran

suara dan teks di front page situs radio setempat.

37

3. Keterampilan menulis naskah siaran menjadi bersifat konsumsi

multimedia. Penulisan naskah dan orientasi produksi siaran lebih meluas

ke bentuk audio, audio visual, dan cetak.

4. Radio siaran menjadi institusi berskala global dan terbuka. Setiap

pendengar di seluruh dunia berhak atas semua data siaran mentah dan

rekaman jadi, studio radio menjadi wilayah yang transparan.

Dampak yang mengesankan dari perkembangan teknologi media radio online

terlihat pada segi pembuatan, penyiaran, pengonsumsiannya oleh para pendengar

siaran radio sampai biaya penyiaran radio internet. Radio sudah lebih dari sekedar

“audio”, dengan hadirnya radio internet yang di dalam isinya terdapat metadata,

slideshow yang disinkronisasikan sampai video klip pendek. Radio saat ini juga tidak

hanya sebuah aliran linier yang berasal dari sebuah tiang pemancar, dimana pada

radio online file-file audio yang diinginkan dapat disimpan yang kemudian dapat

dimainkan kapan pun dan dimana pun. Ini adalah kesempatan yang begitu baik utuk

para pengguna internet yang ingin menikmati siaran radio dari pada mesti

menentukan jadwal penyiar radio untuk melakuan siaran (Mullane, 2005).

Kini di Indonesia radio digital (“radio digital” dalam arti yang sesungguhnya

yakni radio yang hanya bersiaran di jalur internet) sudah mulai berkembang.

Contohnya adalah radio online Marketeers.FM yang berhasil mencatat sukses dengan

medium online-nya. Tiga fasilitas yang disediakan oleh radio online Marketeers.FM:

(1) akses siaran secara langsung selama 24 jam melalui situs yang dirancang khusus;

(2) pendengar bisa memilih dan menentukan sendiri kapan akan mendengarkan acara

tertentu di radio online Marketeers; (3) bagi pendengar yang tidak sempat tune in

pada waktu siarnya, dapat mengakses berita nasional dan lokal dalam bentuk

rekaman audio.

38

a. Sistem Produksi Radio Online

Radio internet bekerja dengan cara mentransmisikan atau mengalirkan

gelombang suara lewat internet. Pengalirannya lewat teknologi streaming yang

menggunakan lossy audio codec – yaitu salah satu program komputer untuk

mengkompres audio maupun video berdasarkan data yang diformat melalui

streaming suara ke radio internet. Format audio streamingnya termasuk MP3, Ogg

Vorbis, Windows Media Audio, RealAudio dan HE-AAC (kadang-kadang disebut

aacPlus). Prinsip kerjanya hampir sama dengan radio konvensional yang

menggunakan gelombang pendek (short wave), yaitu dengan menggunakan media

streaming berupa gelombang continue. Dari sistem sistem kerja inilah

memungkinkan siaran radio terdengar ke seluruh dunia asalkan pendengar memiliki

perangkat komputer dan sambungan ke internet.

Untuk melakukan streaming suara, pengelola radio internet hanya perlu

memiliki koneksi internet antara 16 Kbps hingga 48 Kbps. Dengan koneksi semacam

ini, para pengelola radio intenet pun bisa melakukan streaming suara. Streaming

suara bisa dilakukan secara live, artinya pada saat itu juga seluruh pengguna Internet

yang mengakses streaming dari channel yang sama akan menerima data yang sama

pula.

Terdapat dua jenis layanan yang dapat disuguhkan oleh radio online melalui

internet broadcasting yaitu on-demand dan live. Untuk yang on-demand, biasanya

adalah penyiaran/broadcasting yang menyiarkan file media yang telah direkam

sebelumnya. Sedangkan Internet broadcasting yang live, atau biasa dikenal pula

dengan istilah livecasting, menyiarkan suatu file media saat itu juga ketika suatu

kejadian tengah berlangsung (real time).

39

b. Daya Tarik dan Kelebihan Radio Online/ Streaming

Kelebihan penggunaan sistem teknologi radio online (digital audio

broadcasting) menurut Jeff Tellis adalah jangkauan siaran yang meningkat cukup

luas dengan penggunaan daya yang lebih rendah atau biaya transmisi yang minimal,

perbaikan yang dramatis dari kualitas sinyal (menghasilkan suara se-kualitas CD),

kontrol daerah jangkauan yang lebih cermat dengan menggunakan banyak pemancar

serupa berteknologi telepon seluler, tidak ada masalah dengan penerimaan saluran

yang tumpang-tindih (tahan gangguan multiarah), pemancaran yang mudah untuk

siaran tambahan seperti informasi aktual keadaan lalu lintas dan cuaca (Masduki,

Menjadi Broadcaster Profesional, 2005, hal. 65-66). Pendek kata, sistem teknologi

radio online menjanjikan efisiensi ekonomi kepada pebisnis media.

Radio online memiliki kekhasan dari media penyalur siaran radio kovensional

lainnya yang mencakup dari tiga hal, yakni (Morgenstern, 2004, hal. 236):

1. Radio online menyediakan cara baru untuk mendengarkan siaran radio

dengan sebuah perangkat komputer dimana pemakainya menggunakan

perangkat tatap muka (layar, keyboard, mouse) yang bisa digunakan

untuk mencari dan memilih isi yang bervariasi menurut nama stasiunnya,

asal negara, style/aliran sembari melihat program yang dimainkan pada

saat itu (now playing). Para penikmat siaran radio online dapat menyorot

daftar referensi mereka dengan menghimpun daftar list sesuai selera, ini

juga memungkinkan untuk meng-update sebuah jadwal siaran stasiun.

2. Radio internet memperluas pilihan penyedia layanan (pemilik stasiun

radio online), dimana radio online bisa dimiliki oleh stasiun radio analog

(sebagai perluasan dari kelanjutan siarannya), murni stasiun radio online

saja atau bahan radio online sebagai kepunyaan individu/pribadi.

40

3. Isi radio yang disajikan via web dapat berbeda dari penyiaran radio yang

sudah berkembang sampai akhir abad ini. Mengingat pada beberapa

jaringan teresterial pilihan stasiun-stasiunnya relatif terbatas sedangkan

untuk radio internet terdapat ribuan stasiun.

2.2.2 Tren dan Konvergensi Media

Berikut ini akan disajikan beberapa contoh media massa dari paradigma lama

dengan paradigma baru:

Paradigma lama

Majalah Televisi

Film Kaset

/CD

Surat

Kabar

Radio Buku

Tabloid

Alat

Komunikasi

Massa

41

Paradigma baru

(Gambar 2.3) Paradigma Perubahan Konvergensi Media

Jika dilihat dari dua bagan sebelumnya, ada perbedaan mencolok antara

paradigma lama dengan paradigma baru. Dalam paradigma lama yang disebut alat-

alat komunikasi massa, meliputi surat kabar, majalah, tabloid, buku, televisi, radio,

kaset/CD, dan film. Sementara dalam paradigma baru ada penambahan dan

pengurangan, yakni surat kabar, majalah, tabloid, televisi, radio, dan internet.

Perubahan tersebut akan membawa konsekuensi perubahan ciri yang melekat pada

media massa tersebut. (Nurudin, 2007, hal. 14)

Salah satu perubahan signifikan dari paradigma lama dan paradigma baru

adalah dalam paradigma baru terdapat keterbatasan media konvensional untuk saling

terintegrasi dan terkombinasi. Sebagai contoh, media cetak seperti surat kabar,

Film

Televisi Surat

Kabar

Radio

Internet

Tabloid

Alat

Komunikasi

Massa

(Konvergensi)

42

majalah, tabloid dan buku hanya terbatas pada kemampuan teks/ tulisan dan gambar;

sementara televisi, film, dan kaset/CD, walaupun memiliki kemampuan untuk

memadukan teks ke dalam visual, namun media tersebut memiliki kekurangan pada

kemampuan menampilkan resolusi baca teks/ font yang berukuran kecil.

Di era teknologi digital yang universal seperti sekarang, merupakan hal yang

sangat mudah untuk mengkonvergensikan/ menggabungkan semua jenis media

karena pada umumnya semua informasi telah tersedia dan tersistem ke dalam bites/

megabytes di dalam digital domain universal. (Covell, 2000, hal. 67) Hal ini

dimungkinkan karena perkembangan teknologi komunikasi massa yang kian cepat.

Contoh utama kesuksesan konvergensi/ kombinasi digital media terletak pada

kehadiran internet yang menyediakan Web-Enabled streaming audio dan video, di

mana kita dapat mengakses halaman web yang sudah berisikan teks, gambar, dan

dalam bentuk video streaming. Contoh kedua ialah Internet audioconferencing dan

videoconferencing yang terintegrasi satu sama lain dan memberikan kemudahan

penggunanya untuk berbagi dokumen dan aplikasi ke sesama pengguna media digital

lainnya. (Covell, 2000, hal. 67)

Konvergensi teknologi digital media massa menyediakan berbagai

keuntungan kepada khalayak saat ini, di mana perubahan konvergensi media

memberikan kemudahan kepada khalayak untuk saling berinteraksi dalam berbagai

jenis dan bentuk. Seperti one-on-one conferences, one-to-many broadcasts, dan

berbagai jenis interaksi lainnya. Dengan tambahan, bahwa interaksi-interaksi antar

khalayak dan media bersifat sinkronis dan terjadi secara real time/ saat itu juga.

(Covell, 2000, hal. 68)

43

2.2.3 Bisnis Radio

Karakteristik radio yang berbeda memberi layanan bagi para penggemarnya,

namun karakteristik ini juga membuat radio menjadi bisnis yang berkembang subur.

Media massa, khususnya radio, meraih pendapatan dari pengiklan yang memasang

iklan untuk audien massa yang disediakan oleh media. Singkatnya, media massa

beroperasi dalam lingkungan kapitalis. Dengan sedikit pengecualian, mereka

berusaha mendapatkan banyak uang yakni dengan melakukan bisnis seperti berikut:

1. Media periklanan. Para pengiklan menyukai spesialisasi radio karena hal

itu memberi mereka akses kepada kelompok pendengar yang homogen

yang menjadi tujuan produk-produk mereka. Iklan radio diproduksi

dengan biaya yang tidak mahal sehingga dapat diubah, diperbarui, dan

dispesialisasikan untuk memenuhi kebutuhan khalayak.

2. Deregulasi dan kepemilikan. Dengan adanya deregulasi, tidak ada

batasan kepemilikan nasional, dan seseorang atau satu perusahaan dapat

memiliki sampai 8 stasiun dalam suatu pasar, tergantung besarnya ukuran

pasar. Situasi ini memungkinkan adanya duopoli – satu orang atau satu

perusahaan memiliki dan mengusahakan lebih dari satu stasiun radio

dalam suatu pasar – berkembang secara pesat. (Baran, 2012, hal. 270-

271)

2.2.4 Tahapan Proses Produksi

Tahap pelaksanaan produksi media massa harus terstruktur secara jelas dan

efisien. Setiap tahap harus jelas kemajuannya dibandingkan dengan tahap

sebelumnya. Tahapan produksi sendiri terdiri dari tiga bagian seperti berikut:

(Wibowo, 2009, pp. 38-42)

44

1. Tahap Pra-produksi (Ide, Perencanaan dan Persiapan) yang terdiri dari 3 proses

yakni:

i. Penemuan Ide

Tahap ini dimulai ketika seorang produser menemukan ide atau

gagasan, membuat riset dan menuliskan naskah atau meminta peneliti naskah

mengembangkan gagasan menjadi naskah sesudah riset.

ii. Perencanaan

Tahap ini meliputi penetapan jangka waktu kerja (time schedule),

penyempurnaan naskah, pembuatan rundown, dan rencana siar.

iii. Persiapan

Tahap ini meliputi pemberesan semua kontrak, perijinan dan surat

menyurat. Latihan para artis dan pembuatan setting, meneliti dan melengkapi

perlatan yang diperlukan. Semua persiapan ini paling baik diselesaikan

menurut jangka waktu kerja ( time schedule ) yang sudah ditetapkan.

2. Tahap produksi (pelaksanaan). Sesudah perencanaan dan persiapan selesai betul,

pelaksanaan produksi dimulai. Produser program bekerja sama dengan penyiar

dan crew mencoba mewujudkan apa yang direncanakan dalam kertas dan tulisan

(script) ke dalam bentuk theater of mind.

3. Tahap pasca produksi (penyelesaian dan penayangan). Pasca-produksi memiliki

tiga langkah utama, yaitu editing offline, editing online dan mixing.

45

2.2.5 Tren Horizontalisasi New Wave Marketing

Internet, seperti yang kita ketahui, telah berevolusi. Teknologi konvergensi

media/ kombinasi digital media membuat internet bersifat lebih interaktif dan

dinamis. Interaksi dengan komunitas menjadi lebih memungkinkan karena pada

dasarnya kekuatan sesungguhnya dari aplikasi internet adalah read & write.

Perkembangan Internet yang menyebabkan media menjadi saling terkonvergensi

telah membuat proses horizontalisasi menjadi semakin cepat. Di dunia yang serba

horizontal ini, berkat perkembangan teknologi internet, semua orang mempunyai

kesempatan yang sama untuk terhubung (Kartajaya, 2010, hal. 31-32).

Fenomena teknologi dan konvergensi media bukan hanya semata sebagai

suatu penyebab perubahan yang menyebabkan dunia menjadi semakin horizontal.

Memang pendorong nomor satu adalah perubahan teknologi dari yang bersifat one-

to-many ke many-to-many. Perubahan teknologi ini kontan mengundang datangnya

tren lain yang mendorong faktor makro dan juga mikro untuk masuk mengadopsi

proses horizontalisasi di lanskap bisnis secara keseluruhan. Berikut model lima tren

horizontalisasi di lanskap bisnis yang biasa disebut sebagai Forces of Change, yang

terdiri atas perubahan teknologi, politik dan legal, ekonomi, budaya sosial, dan pasar

(Philip Kotler, 2002).

46

(Gambar 2.4) Model Lima Faktor Horizontalisasi New Wave Marketing

a. Perubahan Kekuatan Teknologi

Teknologi informasi dan komunikasi telah bergeser dari yang tadinya One-to-

Many ke One-to-One dan sekarang di era Many-to-Many. Internet terus berubah

dengan adanya fenomena media yang sudah semakin terkonvergensi, yang

menyebabkan bertambahnya aplikasi mobile technology berbasiskan jejaring Many-

to-Many.

Dulu di era One-to-Many, media memang menyebarkan satu message ke

mana-mana dengan tujuan hanya untuk mem-broadcast suatu hal. Sekarang,

tujuannya bukan hanya sekadar untuk broadcast namun jug sekaligus ber-networking

lewat jejaring sosial. Trickle down effect dari sebuah pesan menjadi sangat luar biasa

karena ia kini dapat diteruskan secara real-time oleh siapa saja yang menerima,

mendengar atau melihat.

Sekarang di era Many-to-Many, teknologi broadcasting yang bersifat dari

satu ke banyak (One-to-Many) tidak mati. Lewat Facebook, twitter, Plurk, Blog,

Soci

al

Cult

ure

Poli-

tical

Leg

al

Technology

Market

Economy

One to many Many to many

Belief

Humanity

Close Open

Ideology

Persona G7 G20

47

Online Forum, dan lain sebagainya, kita masih bisa menyiarkan atau memborbardir

sebuah pesan. Hanya saja kini teknologi broadcasting lebih canggih karena

memberikan fasilitas platform untuk networking dalam jejaring pula (Kartajaya,

2010, hal. 35-36).

b. Perubahan Kekuatan Politik dan Legal

Perkembangan internet dan konvergensi media telah melahirkan dunia politik

baru. Berkembangnya teknologi juga telah membuka dunia politik dan birokrasi yang

lebih transparan. Pendekatan yang sifatnya vertikal semakin lama semakin tidak laku

karena yang dapat dijual adalah sikap politik yang horizontal. Pendekatan yang

bersifat transaksional semakin bergeser menjadi relasional untuk menjamin adanya

loyalitas dari para konstituen.

Barack Obama adalah contoh seorang praktisi yang menggunakan

pendekatan horizontal melalui berbagai macam media di dunia maya dan

memanfaatkan situs web dan berbagai media sosial online, seperti Facebook,

YouTube, Twitter, dan lain sebagainya, untuk melakukan percakapan dengan

audiensnya. Ia pun tampil lebih memesona dengan menonjolkan karakter dirinya

yang horizontal dan universal, dan betul-betul memiliki diferensiasi yang benar-

benar berbeda dan bukan dibuat-buat.

Pada akhirnya, dunia memang semakin berubah. Sikap dan praktik politik di

zaman sekarang semakin lebih horizontal dan di era horizontal ini, ideologi partai

masih penting karena ia merupakan pooling factor. Namun, yang lebih penting

adalah bagaimana tampil lebih memesona secara horizontal dengan memperlihatkan

karakter yang kuat secara konsisten.

48

c. Perubahan Kekuatan Ekonomi

Perkembangan teknologi terus mempercepat proses globalisasi ekonomi, di

mana kita semakin hidup dalam dunia yang serba terinterkoneksi. Bisa kita lihat pada

tahun 2008 lalu, negara-negara G7 (AS, Inggris Raya, Kanada, Prancis, Jerman,

Italia, dan Jepang) sangat aktif dalam mengoordinasikan kebijakan global dan

prioritas perekonomian dunia. Dengan kata lain, negara-negara G7 ini mendikte

negara-negara lain, termasuk negara-negara berkembang, secara vertikal.

Namun saat ini semuanya telah berubah. Krisis finansial global saat ini

membuktikan bahwa negara-negara G7 bukan lagi kekuatan sentral perekonomian

dunia. Negara G20 yang beranggotakan negara-negara G7, Uni Eropa, Cina, India,

Rusia, Australia, Brazil, Korea Selatan, Arab Saudi, Indonesia, Argentina, Turki, dan

Afrika Selatan, merupakan kelompok utama kekuatan perekonomian sesungguhnya

di era globalisasi.

Oleh sebab itu, di dalam kondisi perekonomian global seperti sekarang

kelompok G7 tampil lebih horizontal, menunjukkan sikap kompromi, dan kolaboratif

dengan negara-negara berkembang. Semakin kompetitifnya negara-negara

berkembang, permasalahan dunia global harus diselesaikan bersama-sama melalui

G20. Sebab di era globalisasi, kita semua saling terhubung. Satu tumbang, semua

bisa-bisa ikut tumbang (Philip Kotler, 2002, hal. 43-44)

d. Perubahan Sosial Budaya

Seperti yang dikatakan sebelumnya, perkembangan teknologi dengan aplikasi

berbasiskan konvergensi/ kombinasi digital media – yang memberikan kesempatan

bagi pengguna untuk read, write and share dalam sebuah komunitas jejaringan sosial

49

– telah menjadi bagian utama yang membawa kita masuk ke era New Wave. Ia tidak

saja menjadi sebuah revolusi, namun juga penggerak perubahan sosial budaya.

Berbagai aplikasi jejaring sosial, seperti Wikipedia, YouTube, Twitter,

Facebook, Secondlife, Soundcloud, dan lain sebagainya, menjadi bagian dari revolusi

yang menggerakkan kembali semangat komunal dalam kehidupan sosial budaya

masyarakat. Ia berbasiskan jejaring komunitas; merupakan wadah untuk jejaring

komunitas; dibesarkan oleh komunitas; kontennya diatur dan diisi secara kolektif

oleh anggota komunitasnya sendiri.

Meskipun dulu struktur dan politik di Indonesia sangat vertikal, notabene

masyarakat Indonesia adalah collectivist society. Struktur sosial dan pola budayanya

bisa dibilang sudah sejak dulu bersemangatkan horizontal, mulai dari aktivitas arisan,

gotong-royong, musyawarah untuk mufakat, kerja bakti, dan lain lain.

Di tengah berkembangnya dunia teknologi informasi dan komunikasi, kita

semua saling terjaring dalam dunia sosial dan budaya baru dan lebih humanis.

Contoh, dunia maya sudah membuktikan pula bahwa agama (belief) yang bersifat

vertikal bisa hidup berdampingan dengan aspek kemanusiaan (humanity) dan sosial

budaya yang bersifat horizontal (Kartajaya, 2010).

e. Perubahan Kekuatan Pasar

Keempat tren perubahan New Wave yang telah dijelaskan sebelumnya

akhirnya dapat membawa angin baru ke market yang berubah dari tertutup ke relatif

lebih terbuka. Pasar global telah menjadi datar dan semua marketer memiliki

kesempatan yang sama. Dengan adanya teknologi terutama didorong oleh berbagai

macam platform yang ada di dunia online dan mobile, penjual dapat menjangkau

50

pembeli tanpa batas. Di sisi lain, pembeli mendapatkan keleluasaan untuk memilih

berbagai penawaran dari manapun untuk mendapatkan value yang terbaik.

Pasar dapat diartikan sebagai tempat ketemunya penjual dan pembeli, dimana

ia diatur oleh hukum dan mekanisme supply dan demand. Namun pada akhirnya,

pasar diatur oleh invisible hand di era New Wave ini. Teknologi memungkinkan

mekanisme pasar menjadi lebih terbuka karena ia bisa diatur, dibuat, dan dikunjungi

oleh siapa saja (Kartajaya, 2010)

2.2.5.1 Dampak Horizontalisasi New Wave Marketing di Ruang Lingkup Makro

Perkembangan teknologi informasi dan komunikasi membuat dunia semakin

transparan, informasi yang mengalir menjadi lebih banyak dan dapat diakses dari

mana-mana, kapan saja dan untuk siapa saja. Dengan demikian, knowledge menjadi

lebih mudah diakuisisi dan barriers to entry lama kelamaan menjadi semakin

berkurang.

Berikut adalah metode untuk menganalisis lanskap bisnis secara

komprehensif. Metode ini populer disebut dengan model 4C diamond yakni Change,

Customer, Competitor, dan Company. Jenis metode yang populer disebut metode 4C

tersebut pada akhirnya berubah seiring dengan perkembangan teknologi, di mana

terjadi penambahan faktor C yaitu menjadi 5C, yakni Connector. Di era serba

terhubung (connected society), faktor konektor ini sangat penting dan harus

mendapat perhatian bagi pemasar dan pebisnis media era sekarang (Kartajaya,

MarkPlus on Strategy, 2005).

51

.

(Gambar 2.5) Model 5C

Berbagai tren tersebut bermuara kepada suatu keyakinan bahwa dunia tengah

mengalami proses horizontalisasi. Dampak dari kekuatan horizontalisasi tersebut

pada akhirnya membawa perubahan terhadap lanskap secara keseluruhan, terutama

terhadap Competitor, Customer, dan Company di era New Wave yang serba

terhubung atau ter-connect secara horizontal (Kartajaya, Connect, 2010).

Customer bisa terhubung langsung ke Company, Competitor kita, dan para

agen penggerak lingkungan bisnis – apakah itu pakar teknologi, elit politik, ekonom,

pemimpin informal, penggerak budaya grassroot, ataupun market-maker.

Company dan Competitor bisa sama-sama melihat dan mendapatkan temuan

mendalam mengenai berbagai hasrat dan kegelisahan yang dimiliki oleh Customer.

Cukup dengan melacak gerak-gerik langkah mobilitasnya, pengalaman pribadinya,

kehidupan sosialnya yang mereka alami di dunia online dan offline. Competitor bisa

melihat apa yang kita kerjakan, begitu juga sebaliknya Company bisa melihat,

melacak, dan mengamati langkah pemasaran apa yang Competitor lakukan

(Kartajaya, 2010, hal. 57-78).

52

Dengan demikian peneliti mengambil cara analisa menggunakan lanskap

permasalahan yang bukan lagi bersifat vertikal – dari atas kebawah – yang selama ini

dikenal dengan nama 4C, namun peneliti mengambil cara analisa menggunakan

Connect (keterhubungan) sebagai kekuatan sentral yang membuat lanskap bisnis

berubah menjadi seperti globe sphere, di mana antara Change, Customer,

Competitor, dan Company saling terhubung oleh berbagai macam Connecting

Platform yang ada di dunia online dan offline, yang bersifat mobile, experiential, dan

juga sosial, di mana masing-masing membuat semua pihak di lanskap bisnis tersebut

menjadi saling terhubung satu sama lain.

a. Change

Kekuatan perubahan yang paling besar dan tidak terhindarkan terletak pada

kemajuan teknologi. Sebab itu, teknologi disebut sebagai primary forces of change.

Pemikir Alvin Toffler pernah berujar bahwa teknologi (baik itu teknologi pertanian,

industri, komunikasi, dan sebagainya) memiliki kekuatan untuk mengubah cara

manusia hidup di dunia ini. Kekuatan perubahan paling kentara yang dirasakan oleh

orang-orang masa kini adalah teknologi informasi dan komunikasi (TIK). Internet,

ponsel pintar, komputerisasi, dan segala yang terkait dengannya telah

mengembuskan angin perubahan di hampir segala lini kehidupan manusia.

Perkembangan teknologi ini memengaruhi empat elemen lain dalam Change,

yakni ekonomi, politik-legal, sosio-kultural, dan market. Teknologi membuat

keempatnya senantiasa berubah dan dinamis. Hal-hal inilah yang layak

diperhitungkan lebih dahulu oleh pebisnis media sebelum menjalankan bisnis

maupun aktivitas pemasarannya.

53

Di era New Wave Marketing, teknologi paling tidak mengembuskan tiga

pergeseran global yang juga dirasakan di empat ranah di atas, yakni pergeseran dari

Eksklusif ke Inklusif, dari Vertikal ke Horizontal, dan dari Individual ke Sosial.

b. Customer

Perubahan di atas juga akan menyentuh sisi pelanggan. Sebagai pihak yang

disebut sebagai “value demander”, pelanggan mengalami beberapa perubahan yang

layak diperhatikan oleh pemasar. Dalam hal ini, pebisnis media harus jeli memetakan

apa saja yang menjadi perilaku, kebutuhan, kecemasan, dan harapan pelanggan di era

sekarang.

Contoh dampak tren horizontalisasi terhadap pelanggan (Customer) secara

tidak langsung telah membentuk pola profil pelanggan (Customer) yang selama ini

dekat dengan nilai-nilai horizontal, yang dinamakan sebagai New Wave Ready

Customers yakni profil konsumen tersebut terbentuk menjadi konsumen anak muda

(youth), konsumen wanita (women), dan konsumen netizen (pengguna internet).

c. Competitor

Di lanskap persaingan, pemasar dan pebisnis harus mengamati terjadinya

perubahan, khususnya dalam kaitannya dengan value migration. Migrasi nilai ini tak

lepas dari perubahan kebutuhan pelanggan sebagai value demander dan perusahaan

(kompetitor) sebagai penyedia kebutuhan (value supplier).

Contoh dampak tren horizontalisasi terhadap Competitor adalah perubahan

Competition menjadi Coopetition, di mana dinamika kolaborasi dari network dan

partnership menjadi salah satu prinsip utama di lanskap bisnis yang terus berubah

seperti sekarang.

54

d. Company

Setelah melihat perubahan dan dinamika dari ketiga lanskap tadi, pemasar

dan pebisnis saatnya melihat sisi internal perusahaan. Perusahaanlah yang akan

menentukan langkah bisnis apa yang akan dilakukan. Sebab itu, perusahaan di sini

memiliki peran sebagai value decider.

Apa saja yang patut dianalisis dari internal perusahaan? Model analisinya

adalah TOWS (Threat, Opportunity, Weakness, Strength) dan bukan SWOT.

Alasannya, agar perusahaan bisa menentukan strategi yang efektif. Sebab itu,

perusahaan lebih dahulu mempertimbangkan faktor real di ranah eksternal, tekait

dengan ancaman maupun peluang-peluang yang ada. Cara melihatnya harus secara

outside-in dan bukan inside-out. Dengan menganalisis secara TOWS, perusahaan

akan lebih akurat dalam memasuki pasar karena tidak terjebak dalam hal-hal yang

terkait dengan masa lalu perusahaan. Dengan demikian, cara TOWS ini lebih

mengarahkan perusahaan pada masa depan yang senantiasa berubah dan

menyuguhkan peluang-peluang baru.

Dampak tren horizontalisasi pada akhirnya membawa pengaruh kepada

perusahaan (company) dimana perusahaan harus selalu melakukan tiga hal di tengah

era New Wave sekarang ini yakni: (1) Pertama, ia harus selalu terhubung (connect)

dan mempunyai akses untuk bisa memantau perkembangan terbaru dari 3C lainnya

dalam lanskap bisnis, yaitu Change, Customers, dan Competitors; (2) Kedua, New

Wave Companies harus aktif mengambil inisiatif untuk menjadi katalis. (3) Ketiga,

perusahaan (company) harus tampil secara Civilized/ beradab.

55

2.3 Kerangka Pemikiran

(Gambar 2.6) Kerangka Pemikiran