abstrak identifikasi jamur penyebab penyakit …intensitas serangan pada buah jeruk siam perlakuan...
Post on 03-Feb-2020
4 Views
Preview:
TRANSCRIPT
ABSTRAK
IDENTIFIKASI JAMUR PENYEBAB PENYAKIT ANTRAKNOSA PADA
TANAMAN JERUK SIAM KINTAMANI (Citrus nobilis L) DAN
PENGENDALIANNYA SECARA HAYATI
Buah jeruk adalah salah satu komoditas unggulan dari sektor hortikultura di
Indonesia selain pisang dan mangga. Tanaman jeruk siam juga merupakan salah
satu jenis tanaman hortikultura yang menjadi komoditi unggulan di Propinsi Bali.
Berdasarkan informasi dari Dinas Pertanian Kabupaten Bangli Propinsi Bali dan
hasil survai lapangan dalam dua mulai tahun 2011 sampai sekarang tanaman jeruk
siam di Kintamani terjangkit penyakit antraknosa. Penyakit ini ditandai dengan
adanya gejala-gejala bercak coklat pada batang, daun dan buah. Penelitian ini
bertujuan untuk: (1) Mengidentifikasi jamur patogen penyebab penyakit antraknosa
Identifikasi molekuler dilakukan dengan analisis gen 18S rRNA jamur patogen. (2)
Mengeksplorasi jamur yang berasosiasi dengan tanaman jeruk sehat yang
berpotensi sebagai jamur antagonis. (3) Menentukan jamur berpotensi antagonis
yang paling efektif untuk mengendalikan penyakit antraknosa pada jeruk siam
Kintamani dengan metode dual culture dan analisis statistik (4) Mengidentifikasi
jamur antagonis terpilih. Mekanisme penghambatan pertumbuhan jamur patogen
oleh jamur antagonis diamati melalui gambar ultrastruktur yang diambil dari
mikroskop elektron teknik SEM (Scaning Electron Mychroskophy). Metodelogi
yang digunakan: isolasi jamur patogen dan isolasi jamur berpotensi antagonis,
dilanjutkann dengan dual culture untuk menentukan jamur antagonis, analisisis
statististik dengan Anova program costat, uji in vivo, metode SEM. Berdasarkan
hasil penelitian didapatkan bahwa jamur penyebab penyakit antraknosa pada jeruk
siam Kintamani adalah Colletotricum gloeosporioides. Sembilan jamur berpotensi
antagonis telah ditemukan yakni IS1, IS2, IS3, IS4, IS5. IS6, IS7, IS8, dan IS9.
Berdasarkan hasil uji Dual Culture dan uji statistik maka dapat ditentukan 2 jamur
yakni IS4 dan IS7 sebagai jamur antagonis karena kedua jamur tersebut memiliki
persentase daya hambat tertinggi yakni masing-masing 89,22% dan 85,11%.
Kedua jamur tersebut teridentifikasi tergolong dalam satu spesies yakni Aspergillus
aculeatus. Berdasarkan gambar yang diperoleh dari metode SEM maka dapat
diketahui mekanisme penghambatan pertumbuhan jamur patogen oleh jamur
antagonis A. aculeatus adalah dengan proses lisis hifa jamur patogen C.
gloeosporioides dan menguasai media tumbuh.
Kata Kunci: Jeruk Siam Kintamani, Antraknosa, Cilletotricum gloeosporioides,
jamur antagonis, Aspergillus aculeatus.
ABSTRACT
IDENTIFICATION OF FUNGAL CAUSING ANTHRACNOSE DISEASE
IN KINTAMANI SIAM CITRUS PLANTS (Citrus nobilis L.) AND IT’S
BIOLOGICAL CONTROL
Citrus is one of leading horticultural crop in Indonesia besides bananas and
mangoes. ‘Siam’ citrus in particular,is a priority fruit crop in Bali. Field surveys
in 2011-2012 revealed that ‘Siam’ citrus plants at Kintamani, Bali, were infected
by patogenics fungi causing anthracnose disease. The disease is characterized by
brown spots symptom on stem, leaves and fruits. This study aimed to 1) Identify
fungal patogen which causes anthracnose, 2) Explore fungi associated with healthy
citrus plants as a potential antagonistic fungi, and 3) Determine the most effective
fungi for overcoming anthracnose on ‘Siam’ citrus plants at Kintamani. (4) Identify
antagonistic fungi. Molecular identification was done analysis 18S rRNA gene. The
mechanism of growth inhibition of fungal patogen by antagonistic fungi was
observed via ultrastructure image using Scanning Electron Microscopy (SEM)
technique. Results of the study show that fungi causing anthracnose on ‘Siam’
citrus plants was Colletotricum gloeosporioides. Based on colony color of fungal
hyphae, nine isolated were found, i.e. IS1, IS2, IS3, IS4, IS5, IS6, IS 7, IS 8 and IS
9. Dual culture methods and statistical analize revealed two isolates, IS4 and IS7
as antagonistic fungi, with highest percentage of inhibition, 89.22% and 85.11%
respectively. Based molecular identification, two antagonistic fungi candidates
were classified into one species, i.e. Aspergillus aculeatus. SEM imaging revealed
mechanism of inhibiting fungal growth by antagonistic fungal patogens A.
aculeatus was the process of domination growth area and lysis of C.
gloeosporioides patogenic fungal hyphae.
Keywords: Kintamani ‘Siam’ orange, Anthracnose, Colletotricum gloeosporioides,
antagonist fungal, Aspergillus aculeatus
RINGKASAN
IDENTIFIKASI JAMUR PENYEBAB PENYAKIT ANTRAKNOSA PADA
TANAMAN JERUK SIAM KINTAMANI (CITRUS NOBILIS L.) DAN
PENGENDALIANNYA SECARA HAYATI
Tanaman jeruk siam merupakan salah satu jenis tanaman hortikultura yang
menjadi komoditi unggulan di Indonesia umumnya dan khususnya di Propinsi Bali.
Sentra tanaman jeruk siam di Propinsi Bali berada di Kabupaten Bangli, Kecamatan
Kintamani. Berdasarkan informasi dari Dinas Pertanian Kabupaten Bangli mulai
tahun 2011 sampai sekarang usaha budidaya jeruk siam di Kintamani terjangkit
penyakit antraknosa. Penyakit ini ditandai dengan adanya gejala-gejala bercak
coklat pada batang, daun dan buah. Buah jeruk siam yang hampir dipanen menjadi
busuk, dan akhirnya rontok. Kondisi ini menyebabkan petani mengalami kerugian.
Berdasarkan hal tersebut perlu dilakukan penelitian dengan tujuan: (1)
Mengidentifikasi jamur penyebab penyakit antraknosa pada tanaman jeruk siam
Kintamani. (2) mengeksplor jamur yang berasosiasi dengan tanaman jeruk siam
Kintamani yang sehat. (3) Menentukan Jamur antagonis yang paling efektif sebagai
pengendali hayati jamur phatogen penyebab penyakit antraknosa. (4)
Mengidentifikasi jamur antagonis terpilih.
Penelitian dimulai dengan survai lapangan dengan menelusuri desa-desa yang
membudidayakan jeruk siam di Kintamani. Penyakit antraknosa ditemukan di desa
Padpadan Kecamatan Kintamani dan hal ini sesuai dengan informasi pihak Dinas
Pertanian Kabupaten Bangli. Sampel organ tanaman jeruk siam (batang, daun dan
buah) yang bergejala penyakit antraknosa diambil dibawa ke laboratorium untuk
proses isolasi jamur patogen penyebab penyakit antraknosa sesuai prosedur. Jamur
patogen yang sudah pasti menimbulkan gejala penyakit antraknosa seperti di
lapangan selanjutnya diidentifikasi secara molekuler. Berdasarkan hasil identifikasi
secara molekuler, jamur patogen penyebab penyakit antraknosa pada tanaman
jeruk siam Kintamani adalah jamur Colletotrichum gloeosporioides.
Survai ke berikutnya dilakukan untuk mengeskplor jamur yang berasosiasi
dengan tanaman jeruk siam Kintamani sehat. Tanaman jeruk siam sehat yang
dipilih adalah tanaman yang berada di sekitar tanaman jeruk terjangkit penyakit
antraknosa. Teori menyatakan bahwa pada tanaman yang tetap sehat, dan berada
dalam lingkungan yang sama dengan tanaman yang terjangkit penyakit antraknosa,
kemungkinan besar terdapat jamur antagonis dari jamur penyebab penyakit
antraknosa. Jamur antagonis tersebut dapat digunakan untuk mengendalikan
penyakit antraknosa pada tanaman jeruk siam Kintamani. Sembilan
jamur yang berpotensi antagonis telah ditemukan dalam penelitian ini (berdasarkan
warna koloni hifa jamur) yang berasosiasi dengan tanaman jeruk Kintamani sehat
yakni: IS1, IS2, IS3, IS4, IS5, IS6, IS7, IS8, dan IS9. Proses dual culture secara
aseptik dilakukan antara jamur patogen dengan seluruh isolat jamur yang berpotensi
antagonis untuk menentukan jamur antagonis terpilih. Jamur yang berpotensi
antagonis dan memiliki persentase daya hambat tertinggi terhadap pertumbuhan
jamur antagonis secara in vitro adalah IS4 dan IS7 yakni masing-masing sebesar
89,22% dan 85,11%. Jamur IS4 dan IS7 dinyatakan sebagai jamur antagonis.
Uji in vivo dilakukan di lapangan yakni di lokasi tempat penyakit antraknosa
ditemukan pada tanaman jeruk siam. Uji tersebut dilakukan untuk membuktikan
kemampuan jamur antagonis IS4 dan IS7 dalam menghambat pertumbuhan jamur
patogen pada bibit tanaman jeruk siam. Penelitian dilaksanakan dengan lima
perlakuan dan satu kontrol antara lain: (1) P, yakni bibit tanaman jeruk siam dilukai
terlebih dahulu kemudian diaplikasi jamur patogen saja tanpa jamur antagonis. (2)
PKA, yakni bibit tanaman dilukai, kemudian diaplikasi jamur antagonis IS4 dan
dua hari kemudian diaplikasi jamur patogen. (3) PKC, yakni bibit tanaman
dilukai, kemudian diaplikasi jamur antagonis IS7 dan phatogen. (4) KA, yakni bibit
tanaman dilukai, kemudian hanya diaplikasi jamur antagonis IS4 saja. (5) KC,
yakni bibit tanaman dilukai, kemudian hanya diaplikasi jamur antagonis IS7 saja.
Kontrol, yakni bibit tanaman hanya dilukai saja tanpa aplikasi jamur antagonis dan
patogen.
Pengamatan mulai dilakukan sehari sesudah aplikasi jamur pathogen. Gejala
penyakit antraknosa belum ditemukan pada minggu ke 1 dan ke 2 pada semua
perlakuan dan kontrol. Gejala ditemukan awal minggu ketiga, tepatnya hari ke 15
sesudah aplikasi jamur patogen. Gejala penyakit antraknosa hanya ditemukan pada
perlakuan P saja yakni bibit hanya diaplikasi jamur patogen saja. Bibit tanaman
jeruk siam pada perlakuan PKA, PKC, KA, KC dan kontrol tidak memunculkan
gejala penyakit antraknosa sampai hari ke 21. perlakuan PKA dan PKC tidak
memunculkan gejala penyakit antraknosa walaupun bibit tanaman diaplikasi jamur
pathogen, namun dua hari sebelumnya bibit tanaman telah diaplikasi dengan jamur
antagonis.
Intensitas serangan penyakit antraknosa mulai dapat dihitung pada hari ke 15
seiring dengan ditemukannya gejala penyakit antraknosa yang baru muncul pada
hari ke 15 pada bibit tanaman jeruk siam Kintamani. Intensitas serangan penyakit
antraknosa hanya dapat dihitung pada perlakuan P, yakni bibit tanaman hanya
diaplikasi dengan jamur patogen tanpa aplikasi jamur antagonis. Intensitas
serangan pada perlakuan P meningkat seiring waktu mulai hari ke 15 sampai hari
ke 21, yakni berturut-turut : 36%, 43%, 47%, 54%, 72%, 75%, dan 78%. Intensitas
serangan penyakit pada perlakuan PKA, PKC, KA, KC dan kontrol adalah 0%,
artinya bibit tanaman tetap dalam kondisi sehat. Intensitas serangan penyakit
antraknosa pada bibit tanaman perlakuan PKA dan PKC adalah 0% walaupun bibit
diaplikasi jamur patogen, tetapi 2 hari sebelumnya sudah diaplikasi jamur antagonis
IS4 untuk perlakuan PKA dan jamur antagonis IS7 untuk perlakuan PKC. Hal ini
yang menyebabkan kemunculan gejala penyakit antraknosa pada bibit tanaman
perlakuan tersebut tidak bisa muncul dan intensitas serangan 0%, artinya bibit
tanaman dalam kondisi sehat
Uji in vivo Jamur antagonis IS4 dan IS7 pada buah jeruk siam Kintamani
dilakukan pada buah jeruk yang diperoleh lokasi penelitian. Uji in vivo pada buah
jeruk siam metodenya sama dengan uji in vivo pada bibit tanman jeruk siam
Kintamani. Lima perlakuan dan satu kontrol, antara lain : (1) P, yakni buah jeruk
dilukai kemudian diaplikasi dengan jamur pathogen saja tanpa jamur antagonis. (2),
PKA, yakni buah jeruk dilukai terlebih dahulu kemudian diaplikasi jamuar
antagonis IS4 dan patogen. (3) PKC, yakni buah jeruk dilukai kemudian diaplikasi
dengan jamur antagonis IS7 dan jamur pathogen. (4) KA, yakni buah jeruk dilukai
kemudian diaplikasi jamur antagonis IS4 saja tanpa jamur patogen. (5) KC, yakni
buah jeruk dilukai kemudian diaplikasi dengan jamur antagonis IS7 saja tanpa
jamur antagonis. Kontrol, yakni buah jeruk hanya dilukai saja tanpa aplikasi jamur
antagonis dan pathogen. Pengamatan dilakukan sehari setelah aplikasi jamur
patogen. Gejala penyakit antraknosa berupa bercak coklat pada buah jeruk dijumpai
setelah hari ke 2 aplikasi jamur patogen dengan diameter 1,3 cm. Gejala penyakit
antraknosa hanya dijumpai pada seluruh buah perlakuan P yakni buah jeruk hanya
diaplikasi jamur patogen tanpa aplikasi jamur antagonis. Rata-rata diameter bercak
coklat gejala penyakit antraknosa pada buah jeruk perlakuan P terus meningkat
sampai hari ke 7, yakni berturut-turut 2,2 cm, 3,4 cm, 4,2 cm, 4,7 cm, dan 5,7 cm.
Gejala bercak coklat tidak dijumpai pada perlakuan PKA, PKC, KA, KC dan
Kontrol sampai pengamatan hari ke 7. Pengamatan hari ke 8 dihentikan karena buah
jeruk siam perlakuan P (buah jeruk hanya diaplikasi patogen) seluruhnya busuk.
Gejala penyakit antraknosa tidak muncul pada buah jeruk perlakuan PKA dan PKC
karena pada kedua perlakuan tersebut seluruh buah sudah diaplikasi jamur
antagonis IS4 untuk Perlakuan PKA dan IS7 untuk perlakuan PKC. Hal ini
menunjukkan bahwa jamur antagonis IS4 dan IS7 dapat menekan pertumbuhan
jamur patogen sehingga pada buah perlakuan PKA dan PKC tidak memunculkan
gejala penyakit antraknosa.
Rata-rata Intensitas serangan penyakit antraknosa pada buah jeruk siam hanya
dapat dihitung pada perlakuan P karena gejala penyakit antraknosa hanya muncul
pada perlakuan P saja. Intensitas serangan penyakit antraknosa mulai dapat dihitung
pada hari ke 2 setelah aplikasi jamur patogen seiring dengan kemunculan gejala
penyakit antraknosa. Rata-rata Intensitas serangan mulai hari ke 2 sampai hari ke 7
berturut-turut : 24,6%; 45,1%; 52,0%, 73,4%, 85,2%,dan 92,5%. Rata-rata
intensitas serangan pada buah jeruk siam perlakuan PKA, PKC, KA, KC dan
kontrol adalah 0%, artinya buah jeruk siam Kintamani berada dalam kondisi sehat.
Pembuatan preparat/sediaan dengan menggunakan metode SEM (Scaning
Electron Mycroscopy) yakni dengan mengambil bagian pertemuan hifa jamur
patogen dan antagonis yang memiliki persentase daya hambat tertinggi untuk
mengetahui cara jamur antagonis menghambat pertumbuhan jamur patogen.
Berdasarkan hasil metode dual culture dan analisis statistik dapat diketahui jamur
antagonis IS4 dan IS7 paling efektif untuk mengendalikan penyakit antraknosa.
Langkah berikutnya delakukan Identifikasi secara molekuler jamur
antagonis.Jamur antagonis IS4 dan IS7, kedua jamur antagonis tersebut tergolong
dalam satu spesies yakni Aspergillus aculeatus. Gambar-gambar yang diperoleh
melalui metode SEM menyatakan bahwa mekanisme antagonis jamur A. aculeatus
terhadap jamur phatogen C. gloeosporioides adalah dengan lisis dinding sel hifa
jamur phatogen dan menguasai media tumbuh. Berdasarkan hasil pembahasan
tersebut di atas maka dapat diambil kesimpulan: (1) Jamur patogen penyebab
penyakit antraknosa pada jeruk siam Kintamani adalah jamur Colletotrichum
gloeosporioides. (2) Jamur berpotensi antagonis yang paling efektif untuk
mengendalikan penyakit antraknosa pada tanaman jeruk siam Kintamani adalah
IS4 dan IS7. Kedua jamur tersebut memiliki persentase daya hambat di atas 80%
yakni masing-masing 89,22% dan 85,11%. Jamur IS4 dan IS7 tersebut tergolong
dalam satu spesies yakni : Aspergillus aculeatus.
DAFTAR ISI
Halaman
SAMPUL DALAM .......................................................................................... i
PRASYARAT GELAR .................................................................................... ii
LEMBAR PENGESAHAN ............................................................................. iii
PENETAPAN PANITIA PENGUJI ................................................................ iv
PERNYATAAN BEBAS PLAGIAT ............................................................... v
UCAPAN TERIMA KASIH ............................................................................ vi
ABSTRAK ....................................................................................................... viii
ABSTRACT ..................................................................................................... ix
RINGKASAN .................................................................................................. x
DAFTAR ISI .................................................................................................... xiv
DAFTAR TABEL ............................................................................................ x
DAFTAR
GAMBAR ........................................................................................................ xviii
..........................................................................................................................
DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................... xx
DAFTAR SINGKATAN ................................................................................. xxi
BAB I PENDAHULUAN
1
1.1 Latar
Belakang 1
1.2 Rumusan
Masalah 8
1.3 Tujuan
Penelitian 9
1.4 Manfaat
Penelitian 9
BAB II KAJIAN
PUSTAKA
10
2.1 Tanaman Jeruk di
Indonesia 10
2.2 Budidaya dan Macam Tanaman Jeruk di
Indonesia 11
2.3 Pengaturan Produksi Buah Jeruk Siam di Luar
Musim 13
2.3.1. Pengeringan dan
pengairan 13
2.3.2. Penggunaan ZPT (Zat Pengatur
Tumbuh) 13
2.4 Tanaman Jeruk Siam
Kintamani ............................................................................................ 15
2.5 Klasifikasi dan Morfologi Tanaman Jeruk
Siam 16
2.6 Penyakit Antraknosa pada Tanaman
Jeruk 17
2.6.1 Gejala penyakit antraknosa pada tanaman
jeruk 18
2.6.2 Jamur penyebab penyakit
antraknosa 19
2.6.3 Faktor-faktor yang berpengaruh terhadap
perkembangan penyakit
antraknosa
......................................................................................
21
2.6.4 Pengendalian penyakit
antraknosa
......................................................................................
22
2.7 Biopestisida
......................................................................................
23
2.8 Identifikasi Spesies Jamur Patogen dengan Gen18S
rRNA
.................................................................................. 25
BAB III KERANGKA BERFIKIR, KONSEP PENELITIA , dan
HIPOTESIS
.........................................................................................................
..................................................................................................... 26
3.1 Kerangka
Berfikir 26
3.2 Konsep
Penelitian 29
3.3 Hipotesis
34
BAB IV METODE
PENELITIAN
.........................................................................................................
35
4.1 Rancangan Penelitian
35
4.2 Lokasi dan Waktu
Penelitian 35
4.3 Ruang Lingkup
Penelitian 36
4.4 Penentuan Sumber
Data
......................................................................................
36
4.5 Variabel
Penelitian
................................................................................................
37
4.6 Bahan
Penelitian
................................................................................................
37
4.7 Alat
Penelitian
................................................................................................
37
4.8 Prosedur
Penelitian
................................................................................................
38
4.8.1 Survai
lapangan .................................................................... .
. ............................................................................... 38
4.8.2 Isolasi jamur
patogen
....................................................................................
38
4.8.3 Uji aplikasi jamur patogen yang diduga penyebab
penyakit antraknosa pada Tanaman jeruk siam
Kintamani dan reisolasi
patogen
....................................................................................
39
4.8.4 Identifikasi spesies jamur penyebab penyakit
antraknosa pada Tanaman jeruk siam Kintamani dan
reisolasi jamur
pathogen
....................................................................................
40
4.8.5 Isolasi jamur berpotensi
antagonis
....................................................................................
42
4.8.6 Uji antagonistik atau dual
kultur
....................................................................................
43
4.8.7 Uji in vivo jamur antagonis dalam menghambat
pertumbuhan jamur patogen penyebab penyakit
antraknosa pada bibit tanaman dan buah jeruk siam
Kintamani
....................................................................................
44
4.8.8 Pengukuran intensitas serangan penyakit Antraknosa
pada bibit tanaman dan buah jeruk siam Kintamani
saat uji in
vivo
....................................................................................
45
4.8.9 Analisis Data
....................................................................................
46
4.8.10 Pengamatan kerusakan hifa jamur patogen yang
disebabkan oleh jamur antagonis dengan metode
SEM
....................................................................................
.................................................................................. 4
7
....................................................................................
4.8.11 Identifikasi molekuler jamur
antagonis
....................................................................................
48
BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN .........................................................................................................
..................................................................................................... 51
5.1 HasiI Survai Lapangan dan Isolasi Jamur
Patogen 51
5.2 Hasil uji Inokulasi Jamur Patogen yang Diperoleh dari
Organ Bergejala di Lapangan yang Diduga Penyebab
Penyakit Antraknosa dan Reisolasi
Patogen
.............................................................................................
57
5.3 Hasil Identifikasi Jamur Patogen Penyebab Penyakit
Antraknosa pada Tanaman Jeruk Siam Kintamani Secara
Molekuler
.............................................................................................
63
5.4 Hasil Eksplorasi Jamur Berpotensi
Antagonis 69
5.5 Hasil Proses Dual culture antara Jamur yang Berpotensi
Antagonis dengan Jamur Patogen Penyebab Penyakit
Antraknosa pada Tanaman Jeruk Siam Kintamani
.............................................................................................
........................................................................................... 7
1 .....................................................................................
5.6 Hasil Analisis Statistik dengan program
Costat
......................................................................................... 74
5.7 Hasil Uji In Vivo Jamur Antagonis dalam Menghambat
Pertumbuhan Patogen Penyebab Penyakit Antraknosa pada
Bibit Tanaman Jeruk Siam
Kintamani
......................................................................................... 75
5.7.1 Aplikasi jamur antagonis dan jamur
patogen
..................................................................................
77
5.7.2 Pengukuran bercak coklat sebagai gejala penyakit
antraknosa pada daun dan batang bibit tanaman
jeruk siam
Kintamani
..................................................................................
79
5.7.3 Pengukukuran pertumbuhan organ vegetatif bibit
tanaman jeruk setelah uji in vivo jamur antagonis
dan
patogen
..................................................................................
83
5.7.4 Hasil pengukuran rata-rata intensitas serangan
penyakit Antraknosa pada bibit tanaman jeruk siam
Kintamani hari ke 15 – ke
21
..................................................................................
90
5.8 Hasil Uji In Vivo jamur antagonis dalam
menghambat pertumbuhan jamur patogen pada buah jeruk
siam
Kintamani
......................................................................................... 92
5.8.1 Aplikasi jamur antagonis dan patogen pada buah
jeruk sian
Kintamani
..................................................................................
93
5.8.2 Pengamatan mulai munculnya gejala penyakit
antraknosa pada buah jeruk siam
Kintamani
..................................................................................
94
5.8.3 Hasil perhitungan rata-rata intensites serangan
penyakit antraknosa pada buah jeruk siam
Kintamani
..................................................................................
97
5.9 Hasil Identifikasi Jamur Antagonis IS4 dan IS7 secara
molekuler
......................................................................................... 98
5.10 Hasil Pengamatan Kerusakan Hifa Jamur Patogen oleh
Jamur Antagonis dengan metode
SEM
....................................................................................... 102
5.11 Pembahasan
Umum
....................................................................................... 105
5.12 Kebaruan Penelitian
(Novelty)
....................................................................................... 113
BAB VI KESIMPULAN dan
SARAN
....................................................................................... 114
6.1 Kesimpulan
.............................................................................................
114
6.2 Saran
.............................................................................................
114
DAFTAR
PUSTAKA ........................................................................................ 115
LAMPIRAN
123
xix
DAFTAR TABEL
Tabel Judul Halaman
4.1 Skor (nilai numerik) intensitas bibit tanaman jeruk terserang
penyakit
antaknosa
................................................................................................................
.............................................................................................................. 4
6 ..............................................................................................................
5.1 Data sebaran usahatani jeruk siam di propinsi Bali Tahun
2015
................................................................................................................
51
5.2 Hasil Pengamatan mulai munculnya gejala penyakit antraknosa dan
rata-rata diameter, panjang bercak (cm) pada organ batang, daun dan
buah pada proses uji inokulasi patogen yang diperoleh dari organ
tanaman bergejala penyakit antraknosa di
lapangan
................................................................................................................
58
5.3 Persentase kemiripan gen 18S rRNA jamur Colletotricum 2 yang
ditemukan di lapangan dengan beberapa sekuen DNA di Gen Bank
menggunakan program Blast dan pensejajaran sekuen dengan Clustal
Omega
................................................................................................................
68
5.4 Persentase daya hambat (%) kesembilan jamur berpotensi antagonis
terhadap pertumbuhan jamur patogen dari hari ke 1 sampai hari ke 7
setelah proses dual
kultur
................................................................................................................
72
5.5 Luas pertumbuhan jamur patogen setelah di uji dual kultur dengan
kesembilan jamur berpotensi
antagonis
................................................................................................................
75
5.6 Pengukuran rata-rata panjang bercak coklat (cm) hari ke 15 - 21
sebagai gejala penyakit antraknosa pada daun bibit tanaman jeruk siam
dalam lima perlakuan dan satu
kontrol
................................................................................................................
80
5.7 Pengukuran rata-rata panjang bercak coklat pada batang hari ke 15 - ke
21 sebagai gejala penyakit
antraknosa
................................................................................................................
82
5.8 Hasil pengukuran rata-rata tinggi bibit tanaman jeruk siam Kintamani
(cm) yang dilakukan sehari setelah aplikasi jamur patogen selama 21
hari
................................................................................................................
85
5.9 Hasil perhitungan rata-rata jumlah daun bibit tanaman jeruk siam
Kintamani sehari setelah aplikasi jamur patogen selama 21 hari
..
................................................................................................................
87
5.10 Hasil pengukuran rata-rata intensitas serangan penyakit antraknosa
pada bibit tanaman jeruk siam Kintamani
(%)
................................................................................................................
91
5.11 Hasil pengukuran rata-rata diameter (cm) bercak coklat pada buah jeruk
siam setelah aplikasi jamur antagonis dan
patogen
................................................................................................................
95
5.12 Hasil pengukuran rata-rata intensitas serangan (%) penyakit antraknosa
pada buah jeruk siam
Kintamani
................................................................................................................
98
5.13 Persentase kemiripan gen 18S rRNA isolat jamur Aspergillus sp. yang
ditemukan di lapangan dengan beberapa sekuen DNA di Gen Bank
menggunakan program Blast dan pensejajaran sekuen dengan Clustal
Omega
................................................................................................................
100
DAFTAR GAMBAR
Gambar Judul Halaman
1.1 Buah jeruk siam
Kintamani
.................................................................................................. 4
2.1 Tanaman jeruk siam
Kintamani
................................................................................................ 16
2.2 Gejala penyakit antraknosa pada tanaman jeruk
siam ................................................................................................ 18
3.1 Bagan konsep
penelitian
................................................................................................ 33
5.1 Organ daun dan batang tanaman jeruk siam Kintamani bergejala
penyakit
antraknosa
................................................................................................ 53
5.2 Tanaman dan organ buah jeruk siam Kintamani bergejala penyakit
antraknosa
berat ................................................................................................ 54
5.3 Hasil isolasi jamur patogen dari organ-organ tanaman jeruk siam yang
bergejala penyakit antaknosa di lapangan
................................................................................................ 56
5.4 Grafik Pengamatan munculnya gejala penyakit antraknosa, rata-rata
panjang bercak coklat batang, daun bibit tanaman dan diameter bercak
buah jeruk siam Kintamani pada hasil uji inokulasi jamur yang
diperoleh dari organ tanaman jeruk siam bergejala penyakit
antraknosa
.................................................................................................. 5
9 ....................................................................................................
5.5 Hasil proses uji inokulasi jamur patogen yang diduga penyebab
penyakit antraknosa pada buah dan bibit tanaman jeruk siam
Kintamanni
................................................................................................ 60
5.6 Kondisi daun jeruk siam setelah hari ke 6 diinokulasi patogen yang
diduga penyebab penyakit
antraknosa
................................................................................................ 61
5.7 Hasil reisolasi jamur
patogen
................................................................................................ 62
5.8 Spora jamur patogen berbentuk silindris dengan ujung membulat yang
diduga Colletotrichum gloeosporioides
................................................................................................ 63
5.9 Hifa jamur patogen tampak bersekat dan bercabang (tanda
panah)
................................................................................................ 64
5.10 Hasil amplifikasi PCR dari gen 1TS rRNA jamur Colletotricum 2
primer ITS 5F dan rimer ITS 4R yang diduga penyebab penyakit
antraknosa pada jeruk siam
Kintamani
................................................................................................ 66
5.11 Pohon filogeni yang dibangun dari sekuen ITS rRNA dari Library
Gen bank jamur colletotricum 2 penyebab penyakit antraknosa pada
tanaman jeruk siam Kintamani yang telah
dikarakterisasi
.................................................................................................. 6
9
5.12 Histogram persentase daya hambat kesembilan jamur yang berpotensi
sebagai jamur antagonis terhadap pertumbuhan jamur patogen
................................................................................................ 72
5.13 Cawan Petri sudah penuh dengan hifa jamur patogen dan jamur yang
berpoten antagonis hari ke 7 setelah proses dual
kultur
................................................................................................ 73
5.14 Proses aplikasi jamur antagonis pada bibit tanaman jeruk siam
Kintamani pada perlakuan 2, 3, 4 dan 5 dalam uji in
vivo ................................................................................................ 77
5.15 Proses aplikasi jamur patogen pada bibit tanaman jeruk siam
Kintamani perlakuan 1, 2 dan ke 3 dalam uji in
vivo .................................................................................................. 7
8
5.16 Bercak Coklat pada daun bibit tanaman jeruk siam Kintamani pada
perlakuan ke 1 (diaplikasi jamur patogen saja) merupakan gejala
penyakit
antraknosa
................................................................................................ 81
5.17 Batang bagian pucuk bibit tanaman pada perlakuan 1 berwarna coklat
dalam uji in vivo sebagai gejala penyakit antraknosa mulai ditemukan
minggu ke 3 setelah aplikasi
patogen
................................................................................................ 82
5.18 Grafik rata-rata tinggi bibit tanaman jeruk siam Kintamani dalam lima
perlakuan dan satu kontrol selama 21 hari dalam uji in
vivo ................................................................................................ 86
5.19 Grafik rata-rata jumlah daun bibit tanaman jeruk siam Kintamani
dengan lima perlakuan dan satu kontrol dalam uji in vivo selama 21
hari
pengamatan
................................................................................................ 89
5.20 Bercak coklat (tanda panah) hanya muncul pada semua buah jeruk
siam Kintamani perlakuan 1 (P) saat hari ke 2 setelah aplikasi jamur
patogen
................................................................................................ 96
5.21 Hasil amplifikasi PCR terhadap gen ITS rRNA jamur IS4 dan IS7
dengan Primer ITS 1 dan ITS
4 ................................................................................................ 99
5.22 Pohon filogeni yang dibangun dari sekuen ITS dari Library Gen Bank
kedua jamur Asprergillus sp. sebagai jamur antagonis dari jamur
patogen penyebab penyakit antraknosa pada tanaman jeruk siam
Kintamani yang telah
terkarakterisasi
.............................................................................................. 101
5.23 Bagian yang diambil sebagai bahan yang dipersiapkan untuk metode
SEM (Lingkaran hijau) yang diambil dari hasil proses dual kultur
antara jamur antagonis IS4 (Persentase daya hambat tertinggi) dengan
jamur
patogen
.............................................................................................. 103
5.24 Gambar pertemuan jamur antagonis dengan jamur patogen yang
diperoleh melalui metode SEM
.............................................................................................. 104
xxiii
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran Judul Halaman
1. Isolasi jamur patogen penyebab penyakit
antraknosa
............................................................................................................. 123
2. Proses uji inokulasi jamur patogen yang diisolasi dari organ tanaman
jeruk siam bergejala penyakit antraknosa
...................................................................................................................
123
3. Proses isolasi Jamur berpotensi antagonis dari organ batang daun, buah
tanaman jeruk siam Kintamani sehat dan berada di sekitar tanaman
terjangkit penyakit antrak
nosa
...................................................................................................................
124
4. Proses dual kultur antara sembilan jamur berpotensi antagonis dengan
jamur
patogen
...................................................................................................................
............................................................................................................... 12
5 .................................................................................................................
5. Hasil analisis statistik dengan program Costat hasil pertumbuh jamur
patogen hari 1 – 7 setelah proses dual kultur
...................................................................................................................
126
6. Proses persiapan uji In Vivo jamur antagonis dalam menghambat
pertumbuhan jamur patogen pada bibit tanaman dan buah jeruk siam
Kintamani
...................................................................................................................
133
7. Hasil sekuensing fragmen DNA dari Colletotrichum 2 penyebab
penyakit antraknosa pada tanaman jeruk siam Kintamani
...................................................................................................................
134
8. Hasil sekuensing Sampel jamur antagonis
IS4
...................................................................................................................
135
9. Hasil sekuensing sampel jamur antagonis
IS7
...................................................................................................................
135
10. Proses uji in vivo jamur antagonis dalam menghambat pertumbuhan
jamur patogen pada bibit tanaman dan buah jeruk siam
Kintamani
...................................................................................................................
136
DAFTAR SINGKATAN
SINGKATAN KETERANGAN
Mm : Milimeter
cm : Centimeter
m : Meter
ha : Hektar
nm : Nanometer
µm : Mikrometer
rpm : Rotation per minute
Anova : Analysis of Variance
BLAST : Basic Local Alignment Search Tool
NCBI : National Center for Biotechnology
RAL : Rancangan Acak Lenkap
RNA : Ribo Nucleic Acid
rRNA : Ribosomal Ribonucleic Acid
DNA : Deoxyribo Nucleic Acid
ITS : Internal Transcript Spacer
SEM : Scaning Electron Microscopy
PDA : Potato Dextrose Agar
pH : Power of Hydrogen
C : Celsius
N : Nitrogen
C : Calsium
P : Posfat
K : Kalium
KNO3 : Kalium Nitrat
OPT : Organisme Pengganggu Tumbuhan
PCR : Polymerase Chain Reaction
ILO : International Labour Organization
PBB : Perserikatan Bangsa-bangsa
ddH2O : doble destilation H2O
EDTA : Ethylenedianutatetrumacetic acid
bp : base pare
M : Marker
IAA : Indole asetic acid
UV : Ultra violet
DMRT : Duncan multiple range test
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Buah jeruk adalah salah satu komoditas unggulan dari sektor pertanian di
Indonesia selain pisang dan mangga. Beberapa jenis jeruk yang sudah
dibudidayakan di Indonesia adalah : jeruk keprok (Citrus reticulata), jeruk besar
(C. maxima), jeruk nipis (C. aurantifolia), dan jeruk lemon (C. lemon), jeruk manis
(C. auranticum L.), jeruk sitrun atau lemon (C. medica) dan jeruk besar (C. maxima
Herr) adalah jeruk yang paling banyak diusahakan (80%), dan mendominasi
pasaran jeruk nasional ( BPTP, 2013 dan Semangun, 2000).
jeruk Siam (C. nobilis L.) yang diusahakan di Indonesia terdiri dari jeruk
Siam Pontianak, Siam Garut, Siam Lumajang, dan siam Bali. Beberapa sentra
produksi jeruk di Indonesia tersebar meliputi daerah Garut (Jawa Barat),
Tawangmangu (Jawa Tengah), Batu (Jawa Timur), Bangli (Bali), Selayar (Sulawesi
Selatan), Pontianak (Kalimantan Barat), dan Medan (Sumatera Utara). Jenis jeruk
yang dikembangkan petani umumnya jeruk Siam, sedangkan jenis lainnya
merupakan jeruk keprok dan pamelo unggulan daerah. Jeruk tersebut misalnya
jeruk keprok Garut dari Jawa Barat, keprok Sioumpu dari Sulawesi Tenggara, dan
keprok Kacang dari Sumatera Barat, pamelo Nambangan dari Jatim dan pamelo
Pangkajene merah dan Putih, dari Sulawesi Selatan. Jeruk nipis banyak diusahakan
di Jawa Timur dan Kalimantan Timur (BPTP, 2013).
Tahun 2013 produksi buah jeruk Indonesia sekitar 141.014 ton, pada tahun
2015 menurun menjadi 99. 072 ton. Di samping terjadi penurunan produksi buah
2
jeruk, kualitas produksi buah jeruk Indonesia juga masih lebih rendah bila
dibandingkan dengan kualitas buah jeruk impor seperti buah jeruk yang berasal dari
Australia dan Amerika. Sehingga jeruk impor masih sangat banyak dijumpai baik
di pasar tradisional maupun swalayan di Indonesia. Enam negara asal impor jeruk
Indonesia di tahun 2014 dengan bentuk hasil segar dan olahan adalah Cina dengan
volume impor 88.632 ton, Pakistan (19.142 ton), USA (8.573 ton), Australia
(11.042 ton), Brazil (8.712 ton) dan Argentina (7.506 ton). Produksi dan kualitas
buah jeruk Indonesia tergolong masih rendah disebabkan oleh karena adanya
berbagai gangguan pertumbuhan tanaman jeruk, antara lain penyakit CPVD,
belendok, antraknosa, defisiensi unsur hara (Badan Pusat Statistik Indonesia, 2016).
Menurut Maryam (2002), iklim tropis yang dimiliki Indonesia dengan curah
hujan, suhu, dan kelembaban yang tinggi sangat mendukung pertumbuhan jamur
terutama jamur yang bersifat patogen. Selanjutnya Kabak et al. (2006)
menambahkan bahwa kerugian yang ditimbulkan selain menurunkan kualitas buah
jeruk, juga berdampak negatif bagi kesehatan manusia karena adanya kandungan
mikotoksin pada produk yang disimpan.
Jeruk siam (Citrus nobilis L.) menduduki posisi penting dalam dunia jeruk
saat ini, salah satunya adalah jeruk siam Kintamani untuk daerah Bali (Gambar 1.1).
Komoditas tersebut mempunyai keunggulan dibandingkan dengan jenis buah-
buahan lain karena air buahnya banyak dan rasanya manis, kulitnya tipis dan mudah
dikupas sehingga mudah dikonsumsi, mengandung vitamin C dan A, dan harganya
relatif murah. Hal ini menyebabkan buah jeruk siam sangat disukai oleh berbagai
lapisan konsumen (anak- anak, remaja, dan orang tua) sehingga keberadaannya
3
semakin pupuler di masyarakat. Kondisi itu sangat menguntungkan bagi petani dan
merupakan usahatani yang sangat menguntungkan karena modal usaha yang
digunakan dapat kembali cepat dalam jangka waktu cukup singkat. Adapun ciri-ciri
utama Buah jeruk siam Kintamani adalah bentuk buah agak bulat, kulit buah tipis,
warna kulit buah hijau saat masih muda dan berubah menjadi kekuningan bila sudah
masak, panen raya jeruk siam mulai bulan Juni sampai Oktober (Dinas Pertanian
Kabupaten Bangli, 2013)
Kebutuhan akan jeruk siam saat ini di Propinsi Bali sebagian besar dipasok
oleh Kabupaten Bangli. Kabupaten Bangli memasok sekitar 84,83% dari 129.265
ton produksi jeruk yang dihasilkan di Propinsi Bali pada tahun 2014. Sekitar 83%
(106.787 ton) dari pasokan itu diproduksi di Kecamatan Kintamani, Kabupaten
Bangli.
Kontroversi yang terjadi produksi buah jeruk Bali mengalami penurunan, tahun
2012 sebesar 119.030 ton sedangkan tahun 2015 menurun 70.698 (Badan Statistik
Bangli, 2016 dan Zikria, 2015)
4
Gambar 1.1
Buah jeruk siam Kintamani (koleksi pribadi)
Tahun 2011 sampai sekarang tanaman jeruk siam Kintamani terjangkit penyakit
antraknosa, produksi dan kualitas buah jeruk kintamani menurun drastis. Semula
produksi buah jeruk yang sedang produktif (umur tanaman jeruk 8 tahun) perpohon
mampu menghasilkan buah jeruk sekitar 40 kg, namun akibat kejadian penyakit
antraknosa produksi menurun sampai 80% per pohon. Gangguan penyakit
antraknosa pada tanaman jeruk siam Kintamani sangat mengkhawatirkan baik
petani pengusaha jeruk maupum pemerintah di Kabupaten Bangli. Hal ini patut
mendapatkan perhatian dan penanganan serius sehingga gangguan penyakit
antraknosa dapat dikendalikan. (BPTP Bali, 2013; Dinas Pertanian Kabupaten
Bangli, 2013); Suparta et al., 2013)
5
Penyakit ini ditandai dengan adanya gejala-gejala batang bagian pucuk ke bawah
berwarna coklat menjalar ke daun dan buah. Buah jeruk siam yang hampir dipanen
menjadi busuk karena terjangkit penyakit antraknosa, dan akhirnya rontok. Gejala
penyakit antranosa pada buah dan daun tanaman jeruk siam berupa bercak coklat,
kondisi ini menyebabkan petani mengalami kerugian. Penyakit antraknosa pada
tanaman jeruk Kintamani ini perlu ditangani dengan baik agar buah jeruk tetap
tersedia untuk memenuhi kebutuhan konsumen. Hal yang penting juga agar petani
tetap memperoleh pendapatan yang optimal. Tanaman jeruk siam di Kintamani
diharapkan tetap terkonservasi sehingga akibat penyakit antaknosa ini tidak
menjadi masalah besar bagi petani jeruk di Kintamani. Penyakit jeruk yang pernah
menjadi masalah besar bagi petani adalah penyakit CVPD (Citrus Vein Phloem
Degeneration) yang menyerang tanaman jeruk di Singaraja. (Dinas Pertanian
Kabupaten Bangli, 2013).
Penelitian mengenai penyakit-penyakit pada tanaman jeruk seperti penyakit
antraknosa telah dilakukan oleh Ningsih dkk. (2012) dengan mengidentifikasi
jamur yang diisolasi dari organ bergejala sakit pada tanaman jeruk siam di
Pontianak Kalimantan Barat. Salah satu faktor yang mempengaruhi infeksi
patogen penyebab penyakit antraknosa adalah karena kurangnya perhatian petani
dalam hal-hal seperti: pemilihan bibit tanaman, jarak tanam, pemeliharaan tanaman
jeruk kurang baik, defesiensi unsur hara, kekurangan air, dan adanya lapisan cadas
di mana jeruk ditanam. Kelembaban yang tinggi (di atas 80%) mendukung
terjadinya infeksi patogen penyebab penyakit antraknosa (Semangun, 2000;
Istikorini, 2008).
6
Penanggulangan penyakit antraknosa pada tanaman jeruk telah dilakukan oleh
petani dengan menggunakan fungisida kimiawi, akan tetapi justru serangan
penyakit semakin parah. Buah jeruk yang hampir dipanen semakin banyak rontok
karena terinfeksi patogen penyebab penyakit antraknosa. Penggunaan fungisida
secara tidak terkendali sangat dikawatirkan karena berbahaya bagi lingkungan.
Penggunaan fungisida sintetis sangat berbahaya bagi kesehatan manusia,
menyebabkan resistensi patogen dan dapat membunuh mikroorganisme non target.
Akhir-akhir ini banyak dilaporkan dampak negatif aplikasi pestisida sintetis yang
berlebihan, pengaruhnya terhadap kesehatan, dan aspek keamanan produk
pertanian yang bebas residu pestisida. Penggunaan fungisida kimiawi secara
intensif dilaporkan menyebabkan beberapa patogen menjadi resisten terhadap
benomil, kuintozen, dan blastidin-serta terdapatnya residu pada produk pertanian.
(Brimer and Boland, 2003; Goldman, 2008, Suprapta, 2014).
Upaya untuk mengurangi penggunaan pestisida kimiawi sangat perlu
dilakukan dalam menuju pertanian berkelanjutan yang ramah lingkungan. Pakar-
pakar penyakit tanaman telah banyak melakukan penelitian mengenai pengendalian
penyakit yang disebabkan oleh jamur pada tanaman pertanian. Penelitian-
penelitian tersebut ditujukan untuk mengurangi masalah yang ditimbulkan oleh
penggunaan pestisida kimiawi. Pakar penyakit tanaman menemukan melalui
penelitiannya bahwa ada cara lain yang lebih aman untuk mengendalikan patogen
penyebab penyakit pada tanaman. Penelitian-penelitian tersebut menggunakan
mikroorganisme musuh alami jamur patogen untuk mengendalikan patogen
7
penyebab penyakit tanaman. Musuh alami jamur patogen ini bersifat ramah
lingkungan (Prapagdee et al., 2008; Negishi et al., 2011).
Indratmi (2009) melakukan penelitian mengenai penggunaan
Debaryomyces sp. dan Schizosacccaromyces sp. sebagai jamur antagonis bagi
jamur patogen (Colletotricum sp.) penyebab penyakit antraknosa pada mangga
(Mangifera sp.). Berdasarkan hasil penelitiannya dilaporkan bahwa kedua
mikroorganisme tersebut mampu menekan pertumbuhan jamur patogen penyebab
penyakit antraknosa pada buah mangga yang ditunjukkan dengan diameter bercak
coklat yang nyata lebih kecil.
Rumayomi (2010) melakukan penelitian mengenai jamur yang bersifat
antagonis terhadap Gloesporium piperatum penyebab penyakit antraknosa pada
cabe. Berdasarkan hasil penelitiannya diketahui bahwa ada tiga jamur antagonis
yang dapat dimanfaatkan untuk mengendalikan G. piperatum yakni: Aspergilus
niger, A. flavus dan Mucor sp. Persentase penghambatan A. niger sebesar 50,66%;
A. flavus 49,33% dan Mucor sp. 40,67%. Mekanisme penghambatan A. niger dan
Mucor sp terhadap G. piperatum adalah antibiosis dan A. flavus adalah kompetisi
ruang tumbuh dan parasitasi.
Kawuri (2012) melakukan penelitian mengenai pemanfaatan Streptomyces
thermokarboxydus untuk mengendalikan jamur penyebab penyakit busuk daun
pada tanaman lidah buaya (Aloe barbadensis Mill) di Bali. Streptomyces diisolasi
dari tanah di sekitar tanaman lidah buaya tanpa gejala penyakit, kemudian ditanam
pada media YEME (Yeast Ekstract Malt Ekstract). Berdasarkan hasil penelitian
tersebut didapatkan hasil bahwa dari 24 isolat Streptomyces sp. yang didapat, 14
8
isolat dapat menghambat pertumbuhan F. oxyporium dengan daya hambat berkisar
sampai 93,40%.
Semua tanaman dapat diganggu oleh beberapa jenis jamur patogen, dan setiap
jamur patogen dapat menginfeksi satu atau banyak tanaman. Cara untuk
mengurangi kehilangan hasil akibat penyakit sangatlah penting untuk melakukan
diagnosis penyakit dan melakukan identifikasi terhadap mikroorganisme penyebab
penyakit secara akurat dan cepat, sehingga pengendalian penyakitpun bisa
dilakukan dengan tepat pula (Suprapta, 2014).
Penelitian mengenai identifikasi jamur patogen penyebab penyakit antraknosa
pada tanaman jeruk siam di Kecamatan Kintamani belum pernah dilakukan.
Penelitian mengenai pengendalian penyakit antraknosa yang ramah lingkungan
pada jeruk siam Kintamani juga belum pernah dilakukan. Berdasarkan hal tersebut
maka sangat penting dilakukan penelitian mengenai identifikasi jamur patogen
beserta pengendalian pertumbuhan jamur patogen penyebab penyakit antraknosa
secara hayati yang ramah terhadap lingkungan.
1.2 Rumusan Masalah
1. Jamur jenis apakah yang menyebabkan penyakit antraknosa pada jeruk siam
Kintamani?
2. Jenis jamur apa sajakah yang berasosiasi pada tanaman jeruk siam sehat dan
berada disekitar tanaman terjangkit penyakit antraknosa?
3. Jamur yang manakah yang paling efektif untuk mengendalikan pertumbuhan
jamur patogen penyebab penyakit antraknosa pada tanaman jeruk siam
Kintamani?
9
4. Tergolong ke dalam spesies apakah jamur yang paling efektif sebagai
pengendali pertumbuhan jamur penyebab penyakit antraknosa pada tanaman
jeruk siam Kintamani?
1.3 Tujuan Penelitian
1. Untuk mengetahui spesies jamur patogen penyebab penyakit antraknosa pada
tanaman jeruk siam Kintamani.
2. Untuk mendapatkan jamur yang berasosiasi dengan organ tanaman jeruk siam
Kintamani yang sehat dan berpotensi sebagai antagonis terhadap jamur
penyebab penyakit antraknosa pada tanaman jeruk siam Kintamani
3. Untuk mengetahui jamur yang paling efektif untuk menghambat pertumbuhan
jamur patogen penyebab penyakit antraknosa pada tanaman jeruk siam
Kintamani.
4. Untuk mengetahui spesies jamur antagonis terbaik sebagai pengendali hayati
jamur patogen penyebab penyakit antraknosa pada tanaman jeruk siam
Kintamani.
1.4 Manfaat Penelitian
1. Hasil penelitian ini secara akademik dapat dimanfaatkan untuk memperkaya
referensi potensi jamur antagonis terhadap jamur penyebab penyakit antraknosa
pada tanaman jeruk siam Kintamani.
2. Hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan rujukan atau alternatif dalam
pengembangan strategi pengendalian penyakit antraknosa yang lebih ramah
lingkungan khususnya untuk petani dan pengusaha tanaman jeruk siam.
10
top related