2012-2-01217-ar bab1001.doc
Post on 23-Dec-2015
217 Views
Preview:
TRANSCRIPT
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Infrastruktur, menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, adalah segala
sesuatu yang merupakan penunjang terselenggaranya suatu proses (usaha,
pembangunan, proyek, dsb); prasarana. Menurut Hirschman, infrastruktur
adalah sesuatu yang sangat dibutuhkan, dimana kegiatan produksi pada sektor
perekonomian tidak dapat berfungsi tanpa adanya infrastruktur.
Infrastruktur sendiri terbagi atas dua kategori berdasarkan atas kebutuhan
penggunanya, yaitu infrastruktur fisik dan infrastruktur sosial. Infrastruktur
fisik sendiri terdiri dari, air, sumber daya, cahaya, kesehatan, dan tempat
tinggal. Berbeda dengan infrastruktur fisik, infrastruktur sosial meliputi,
keamanan, informasi, edukasi, mobilitas, dan proteksi terhadap alam.
Kota Jakarta sendiri dilengkapi dengan berbagai macam infrastruktur
untuk mendukung aktifitas warganya sehari-hari. Akan tetapi, pertumbuhan
infrastruktur di kota Jakarta tidak sebanding dengan pertumbuhan populasi
warganya. Keterbatasan infrastruktur terlihat di berbagai sektor, termasuk
dalam sektor transportasi seperti kurangnya perkembangan moda transportasi
massal yang tidak sebanding dengan jumlah populasi, pelebaran badan jalan
tidak sebanding dengan pertumbuhan jumlah kendaraan, dan lain-lain.
Kekurangan infrastruktur dalam sektor transportasi ini berdampak
langsung pada kemacetan kota Jakarta yang bertambah parah setiap harinya.
Kurangnya infrastruktur pada sektor transportasi membuat warga lebih
memilih untuk menggunakan kendaraan pribadi dibandingkan dengan
1
2
menggunakan transportasi umum untuk berpergian. Hal tersebut berdampak
pula pada pertambahan jumlah kendaraan di kota Jakarta setiap tahunnya yang
mencapai 11% menurut Ditjen Hubdat.
Kurangnya infrastruktur penunjang juga terlihat pada terminal Kampung
Melayu yang terletak di kelurahan Balimester, kecamatan Jatinegara, Jakarta
Timur. Infrastruktur yang dimaksud adalah seperti tidak adanya jalur pejalan
kaki dan tidak tersedianya ruang tunggu penumpang. Selain itu, sirkulasi
kendaraan di dalam terminal pun kurang diperhatikan dengan terjadinya
perpotongan arah arus kendaraan yang satu dengan lainnya.
Terminal Kampung Melayu ini direncanakan akan menjadi salah satu
lokasi halte transit terpadu di Jakarta. Moda transportasi yang direncanakan
melalui halte transit terpadu di daerah ini adalah monorel jalur biru, waterway
Banjir Kanal Barat dan Banjir Kanal Timur, transjakarta koridor 5, 7 dan 14,
serta angkutan kota.
Gambar 1.1 Peta Rencana Jalur Transportasi JakartaSumber: www.skyscrapercity, diakses pada 7 Maret 2013
3
Banyaknya moda transportasi yang akan melalui halte transit terpadu di
terminal Kampung Melayu, membuat lokasi ini perlu disiapkan agar tidak
menimbulkan masalah baru saat lokasi ini menjadi halte transit terpadu.
Masalah saat ini, seperti kurangnya pengaturan arus dan tidak adanya tempat
tunggu penumpang, perlu dicarikan solusinya agar pada saat bertambahnya
moda transportasi yang masuk ke terminal ini, masalah ini tidak bertambah
parah lagi.
Berdasarkan hal tersebut, perlu adanya upaya penanganan untuk
merapikan daerah Balimester yang berkaitan dengan perencanaan transportasi
massal di daerah tersebut. Objek desain Transit Oriented Development (yang
selanjutnya disebut TOD) dianggap salah satu objek desain yang tepat untuk
menyelesaikan masalah tersebut, dimana TOD merupakan penggabungan
fungsi dari suatu lahan campuran dan kawasan transit. Penggabungan lahan
tersebut meliputi sebuah kawasan dengan fungsi yang lengkap, dapat dijangkau
dengan berjalan kaki, serta dekat dengan kawasan transit.
Alasan pemilihan objek desain TOD sebagai dasar perencanaan kawasan
adalah untuk membuat sebuah kawasan yang mendukung penggunaan moda
transportasi massal kota, dimana terminal Kampung Melayu direncanakan akan
dilalui oleh berbagai transportasi massal. Alasan lainnya adalah untuk
merapikan kawasan yang mengelilingi terminal agar kawasan tersebut dapat
mendukung keberadaan terminal transit.
Metode yang digunakan untuk mendukung objek desain tersebut adalah
konsep walkable urban. Pemilihan konsep ini berdasarkan pada kemauan
berjalan kaki masyarakat dan pengguna transportasi massal di terminal ini
4
relatif tinggi. Hal ini tercermin pada banyaknya pejalan kaki yang masuk dan
keluar terminal.
Pengaplikasian konsep ini dengan cara memilih tempat terdekat dengan
rencana lokasi halte transit terpadu, dimana lokasi yang terpilih akan didesain
sebuah kawasan campuran yang mendukung aktifitas dari halte transit terpadu
tersebut. Selain itu, masuknya desain kawasan campuran tersebut perlu
memikirkan kegiatan warga sekitar juga. Hal ini yang membuat kawasan
campuran tersebut memiliki fungsi hunian untuk warga di pemukiman padat,
fungsi komersial untuk area perdagangan warga, fungsi ruang terbuka hijau
yang memang diperlukan Jakarta, dan area parkir serta area pejalan kaki yang
cukup untuk mendukung halte transit terpadu tersebut.
1.2 Masalah / Isu Pokok
Pertambahan penduduk yang tidak terkendali pada suatu wilayah
berdampak pada terbentuknya permukiman padat di wilayah tersebut.
Permasalahan tersebut ikut berdampak pada kurangnya lahan untuk
infrastruktur hijau atau ruang terbuka hijau. Hal ini turut serta dalam
memperburuk tampilan kota Jakarta dan terkesan padat.
Bertambahnya infrastruktur pada suatu wilayah dapat meningkatkan
nilai-nilai perekonomian wilayah tersebut, tetapi masuknya infrastruktur
tersebut ikut serta pula dalam menambah kesan padat pada daerah tersebut.
Penerapan TOD ke dalam wilayah permukiman padat yang akan menjadi
kawasan halte terpadu dinilai tepat untuk menyelesaikan masalah kepadatan
dan kemacetan di kawasan tersebut. Transit Oriented Development sendiri
merupakan sebuah konsep perencanaan kawasan yang terintegrasi dengan
5
moda transportasi massal dan area komersial yang mendukung kebutuhan
sehari-hari.
1.3 Formulasi Masalah
Permasalahan-permasalahan yang ditimbulkan dari penelitian ini adalah
sebagai berikut :
1. Bagaimana penerapan objek desain TOD dengan metode walkable urban
ke dalam kawasan?
2. Bagaimana pengaturan sirkulasi kendaraan dalam kawasan?
3. Bagaimana caranya mengaplikasikan penghubung antara kawasan
campuran dan halte terpadu?
1.4 Ruang Lingkup
Berdasarkan pada data di atas, ruang lingkup penelitian ini dapat
dikelompokkan menjadi:
1. Lokasi
Lokasi penelitian terletak pada kelurahan Balimester, kecamatan
Jatinegara, Jakarta Timur. Lokasi tersebut memiliki batas-batas wilayah
sebagai berikut:
Utara : Hunian warga dan area komersial
Timur : Hunian warga dan area komersial
Selatan : Hunian warga dan area komersial
Barat : Sungai Ciliwung
6
Gambar 1.2 Lokasi TapakSumber: www.google.com, diakses pada 2 April 2013
2. Transit Oriented Development
Objek desain ini dipilih dengan alasan agar lokasi tapak juga mendukung
tercipta sebuah kawasan halte terpadu di daerah Balimester. Selain
mendukung aktifitas kasawan halte terpadu, objek desain ini juga memiliki
fungsi sebagai kawasan campuran untuk mendukung aktifitas lainnya.
3. Sustainable Neighbourhood
Tema tersebut dipilih untuk mendukung desain lokasi menjadi sebuah
kawasan yang berkelanjutan dalam segi sosial, ekonomi, dan lingkungan.
Selain itu tema ini dipilih agar perancangan kawasan tidak menimbulkan
dampak yang berarti bagi lingkungan sehingga dapat menjadi lingkungan
yang berkelanjutan.
4. Walkable urban
Metode walkable urban dipilih untuk perancangan kawasan dengan tujuan
agar kawasan didesain dengan mengutamakan keperluan pejalan kaki yang
terhubung pula dengan sistem transportasi kota.
7
1.5 Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah merancang sebuah kawasan transit oriented
development dengan menggunakan metode walkable urban agar terbentuk
sebuah lingkungan yang mendukung aktifitas moda transportasi massal dan
pejalan kaki.
1.6 Tinjauan Pustaka
1.6.1 State of the Art
Beberapa penelitian sebelumnya yang berkaitan dengan sistem
transportasi dengan transit oriented development, antara lain:
Graham Currie (2006) mengkaji literatur dan penerapan pengembangan
berbasis TOD, mengidentifikasi kelebihan dan hambatan untuk menerapkan
bus-based TOD. Hasil yang didapatkan adalah sistem Bus Rapid Transit (BRT)
sebagai BTOD lebih stabil dan mendukung dibandingkan penggunaan bus
umum. Akan tetapi, perancangan mobilitas kendaraan harus memperhatikan
polusi suara dan udara.
Menurut penelitian lainnya, Aruna S. Reddi (2010) menjelaskan tentang
TOD, cara mengimplementasikan dan contoh penerapan sehingga dapat
diterapkan di India. Hasil yang didapatkan adalah TOD dapat mengurangi
penggunaan kendaraan pribadi dan meningkatkan penggunaan transit
transportasi massal dengan menggabungkan TOD dengan strategi lainnya.
Penelitian Anuj Jaiswal, Kanishka Raj Rathore, Devansh Jain (2012)
menjelaskan pentingnya TOD serta kemungkinan solusi menggunakan konsep
TOD tersebut di Delhi. Hasil yang didapatkan adalah pertumbuhan pintar
dengan menerapkan sustainable secara efisien dalam TOD dapat menjadi
8
solusi utama menghadapi pertumbuhan kota yang semakin menurun
kualitasnya.
Penelitian di Indonesia dilakukan oleh Reslyana Dwitasari (2007) yang
menganalisa terwujudnya desain perancangan kota dengan konsep TOD
dengan berbagai prinsip elemen perancangan kota seperti intensitas
pemanfaatan lahan dan harapan masyarakat terhadap konsep pembangunan
sebuah kawasan kota. Hasil yang didapatkan adalah pengembangan TOD di
kawasan membentuk empat faktor, yaitu (1) aksesibilitas dan visibilitas, (2)
sarana dan prasarana, (3) keamanan dan keselamatan, (4) kenyamanan.
Penelitian lainnya oleh Kosmas Toding, M. Yamin Jinca, Shirly Wunas
(2012) yang menganalisis konektifitas antar moda dan menentukan strategi
perencanaan simpul berbasis Transit Oriented Development (TOD) pada
koridor kereta api komuter Mamminasata. Hasil yang didapatkan adalah
infrastruktur TOD berupa transit stop yang direncanakan pada setiap titik
simpul dengan stasiun utama pada transit nodes dan stasiun kecil/halte pada
transit corridor.
Penelitian ini sendiri akan membahas tentang cara pengaplikasian konsep
transit oriented development pada sebuah kawasan permukiman padat dan
mencari solusi agar konsep TOD tersebut tidak menimbulkan masalah baru di
kawasan tersebut. Penelitian ini sendiri mengambil lokasi di kelurahan
Balimester yang bersebelahan langsung dengan rencana pembangunan halte
transit terpadu.
9
Tabel 1.1 Rangkuman State of The Art
No. Judul penelitian Peneliti Tahun Kota Hasil
1.
Bus Transit
Oriented
Development—
Strengths and
Challenges
Relative to Rail
Graham Currie
2006
sistem Bus Rapid Transit (BRT) sebagai BTOD lebih stabil dan mendukung dibandingkan penggunaan bus umum. Akan tetapi, perancangan mobilitas kendaraan harus memperhatikan polusi suara dan udara
2.
Transit Oriented Development: An Integrated Land Use & Transportation
Aruna S. Reddi
2010 Albany
TOD dapat mengurangi penggunaan kendaraan pribadi dan meningkatkan penggunaan transit transportasi massal dengan menggabungkan TOD dengan strategi lainnya
3.
Sustainable Transit Oriented Development: SolvingCongestion Problem At Delhi
Anuj Jaiswal, Kanishka Raj Rathore
2012 Delhi
pertumbuhan pintar dengan menerapkan sustainable secara efisien dalam TOD dapat menjadi solusi utama menghadapi pertumbuhan kota yang semakin menurun kualitasnya
4.
Penataan Kawasan Yang Berorientasi Pada
Reslyana Dwitasari
2007 Jakartapengembangan TOD di kawasan
10
No. Judul penelitian Peneliti Tahun Kota Hasil
PengembanganTransit Oriented Development (TOD) Di Wilayah Perkotaan (DkiJakarta)
membentuk empat faktor, yaitu (1) aksesibilitas dan visibilitas, (2) sarana dan prasarana, (3) keamanan dan keselamatan, (4) kenyamanan
5.
Sistem Transit Oriented Development (Tod)Perkeretapian Dalam Rencana JaringanKereta Api Komuter Mamminasata
Kosmas Toding, M. Yamin Jinca, Shirly Wunas
2012 Hasanuddin
infrastruktur TOD berupa transit stop direncanakan pada setiap titik simpul dengan stasiun utama pada transit nodes dan stasiun kecil/halte pada transit corridor
Sumber: Data Pribadi 2013
top related