86551629 makalah kasus 2 peritonitis
TRANSCRIPT
1
KASUS 2
Seorang mahasiswa 18 tahun laki-laki dirawat di rumah sakit karena demam dan
sakit perut. Mengeluh nyeri difus yang menetap pada abdomen dan muntah setelah makan.
Hasil X-Ray menunjukkan dada dan abdomen normal. Leukosit 24.000/µL dan tes
laboratorium lain meliputi tes fungsi hati, pancreas, dan fungsi ginjal menunjukkan hasil
normal. Pasien pulang kembali ke rumah tetapi nyeri abdomen dan muntah terus menerus
dan suhu tubuh 380 C.
Kemudian pasien kembali lagi ke rumah sakit, tidak ada riwayat penggunaan alcohol,
pengobatan trauma atau infeksi. Hasil pengkajian menunjukkan: temperature 380 C, nadi
100x/menit, respirasi 24x/menit, tekanan darah 110/70 mmHg. Pemeriksaan fisik tampak
sakit akut dengan mengeluh nyeri difus pada abdomen. Paru-paru dan jantung normal,
abdomen tampak distensi, nyeri difus pada periumbilikal dan kuadran bawah kanan saat
dipalpasi kaku dengan palpasi. Bising usus kurang terdengar dan frekuensi dibawah normal.
Hasil laboratorium: hematokrit 45%, leukosit 20.000/µL, serum amylase normal, tes
fungsi hati, elektrolit dan fungsi ginjal normal. Dari CT-Scan memperlihatkan terkumpul
cairan di kuadran kanan bawah dengan ekstensi kedalam pelvis.
Kemudian pasien dibawa ke ruang operasi. Pada pembedahan tampak apendik
berlubang dengan abses periapendik meluas ke daerah panggul 300 mL berbau busuk.
Pasien dipasang ileustomy. Diobati dengan gentamisin, ampisilin, dan metronidazol selama
2 minggu. Hasil kultur cairan abses E. coli, Bakterioide fragile, Viridians streptococci, dan
enterococci.
STEP 1
1. Abses? (Mentari)
Jawab : Kerusakan jaringan (Azmi)
Keluarnya nanah (Wiwi)
2. Difus? (Hannifah)
Jawab : Menyebar (Maryam)
2
3. Ileustomy? (Lilis)
Jawab : Pembedahan pengangkatan ileus (Putri)
4. Periapendiks? (Wiwi)
Jawab : Disekitar atau disekeliling apendiks (Hannifah)
5. Distensi? (Azmi)
Jawab : Penekanan (Maryam)
Teregang (Mentari)
6. Metronidazol? (Sherly)
Jawab : Salah satu jenis antibiotic (Agustian)
Obat untuk mengatasi fungi (Putri)
7. Viridians streptococci? (Sherly)
Jawab : Jenis bakteri yang dapat menginfeksi tubuh (Agustian)
8. Enterococci? (Putri)
Jawab : Bakteri yang menginfeksi tubuh dan tidak seharusnya berada di tubuh (Azmi)
9. Periumbilical? (Maryam)
Jawab : Disekitar atau disekeliling umbilicus (Hannifah)
10. Ekstensi? (Mentari)
Jawab : Cairan yang menggumpal memanjang (Putri)
STEP 2
1. Mengapa nyerinya difus? (Azmi)
2. Apa yang menyebabkan selalu muntah? (Mentari)
3. Penyebab cairan terkumpul di kuadran kanan bawah sampai pelvis? (Putri)
4. Kenapa apendiks berlubang? (Maryam)
5. Mengapa leukosit turun? (Agustian)
6. Mengapa abdomen kaku pada saat palpasi? (Wiwi)
7. Diagnosa medis? (Sherly)
8. Penyebab bau busuk? (Lilis)
9. Penyebab bising usus tidak terdengar? (Mentari)
10. Indikasi ileustomy? (Maryam)
3
11. Peran perawat? (Wiwi)
12. Penatalaksanaan pascaoperasi? (Lilis)
13. Manfaat obat-obatan yang dikonsumsi klien? Dan adakah obat lain? (Sherly)
14. Penatalaksanaan selain ileustomy? (Mentari)
15. Etiologi penyakit? (Azmi)
16. Faktor resiko? (Putri)
17. Data laboratorium normal? Dan mengapa tidak ada komplikasi pada daerah sekitar?
(Wiwi)
18. Kenapa hasil kultur cairan terdapat bakteri-bakteri seperti pada kasus? (Sherly)
19. Indikasi operasi? (Nisa)
20. Pertimbangan pre dan post operasi? (Ibu Ovi)
STEP 3 dan 4
1. Karena pengobatan yang tertunda, sehingga abses dan penyakitnya meluas (Wiwi)
2. Karena adanya radang pada abdomen, sehingga proses pencernaan terganggu, lalu
terjadi penekanan kembali ke atas esophagus, jadi makanan keluar kembali (Wiwi)
Karena adanya radang, menyebabkan suplai darah berkurang ke daerah lain,
sehingga proses pencernaan terganggu, sehingga terjadi muntah (Nisa)
3. – (LO)
4. Adanya feses yang terjebak di apendiks terlalu lama, sehingga apendiks menjadi
rusak, kemudian berlubang (Putri)
Karena inflamasi, sehingga apendiks kekurangan suplai darah, dan menyebabkan
apendiks gangrene, sehingga berlubang (Mentari)
5. Karena sel darah putih banyak yang mati ketika melawan bakteri (Putri)
6. Karena adanya massa pada abdomen (Sherly)
Karena adanya inflamasi (Maryam)
7. Apendiksitis (Nisa)
Abses apendiks (Agustian)
8. Karena abses yang lama dibiarkan, maka terjadilah respons inflamasi, sehingga
menyebabkan bau (Mentari)
9. Karena adanya penumpukan cairan (Wiwi)
10. Agar abses tidak menyebar ke daerah sekitar (Hannifah)
4
11. Perawat sebagai care provider dan counselor (Azmi)
Perawat sebagai kolaborator bersama petugas medis lain (Lilis)
12. (Isi sama dengan no. 20)
13. Karena kurangnya aktivitas (Mentari)
14. – (LO)
15. – (LO)
16. – (LO)
17. Tidak adanya komplikasi pada daerah sekitar dikarenakan apendiks merupakan
organ lokal, bukan sistemik, sehingga tidak menyebar ke organ lain (Mentari)
18. Karena bakteri yang terdapat dalam feses terjebak di apendiks (Mentari)
19. Agar abses tidak meluas (Agustian)
20. Pre operasi : skin test (Nisa)
Pengkajian TTV harus normal dan melakukan puasa (Agustian)
X-Ray paru dan jantung dan melakukan pendekatan dengan klien
(Hannifah)
Post operasi : perawatan luka dan pemberian antibiotic secara teratur (Azmi)
STEP 5
Mind Map
Tanda dan Gejala
Diagnosa Medis
KONSEP
1.Definisi
2.Etiologi
3.Manifestasi Kinis
4.Klasifikasi
5.Komplikasi
6.Pencegahan
7.Prognosis
8.Faktor Resiko
PENATALAKSANAAN
1.Pemeriksaan Diagnostik
2.Farmakologi
3.Non-Farmakologi
4.Pembedahan
PATOFISIOLOGI
ASUHAN KEPERAWATAN
1.Pengkajian
2.Analisa Data
3.Diagnosa Kepewatan
dan Nursing Care Plan/
Intervensi Keperawatan
LO
Asuhan Keperawatan Pre
dan Post Operasi
5
A. KONSEP
1. Definisi
Peritonitis adalah inflamasi peritoneum- lapisan membran serosa rongga abdomen
dan meliputi visera merupakan penyulit berbahaya yang dapat terjadi dalam bentuk akut
maupun kronis / kumpulan tanda dan gejala, diantaranya nyeri tekan dan nyeri lepas pada
palpasi, defans muscular, dan tanda-tanda umum inflamasi. Peritoneum adalahselaput tipis
dan jernih yang membungkus organ perut dan dinding perut sebelah dalam.
Peritonitis adalahinflamasi rongga peritoneal dapat berupa primer atau sekunder,
kronis atau akut yang diakibatkan oleh kontaminasi kapasitas peritoneal oleh bakteri atau
kimia. Primer tidak berhubungan dengan gangguan usus (misal:sirosis dengan acites, sistem
urinarius) sekunder inflamasi dari saluran GI, ovarium/uterus, cedera traumatik atau
kontaminasi bedah.
Peritonitis merupakan sebuah proses peradangan pada membrane serosa yang
melingkupi kavitas abdomen dan organ yang terletak didalamnya. Peritonitis sering
disebabkan oleh infeksi peradangan lingkungan sekitarnyah melalui perforasi usus seperti
rupture appendiks atau divertikulum karena awalnya peritonitis merupakan lingkungan yang
steril. Selain itu juga dapat diakibatkan oleh materi kimia yang irritan seperti asam lambung
dari perforasi ulkus atau empedu dari perforasi kantung empeduatau laserasi hepar, yang
seing menginfeksi biasanya bakteri yang hidup pada kolon. Pada wanita sangat
dimungkinkan peritonitis terlokalisasi pada rongga pelvis dari infeksi tuba falopi atau
rupturnya kista ovari. Kasus peritonitis akut yang tidak tertangani dapat berakibat fatal.
2. Etiologi
- Infeksi bakteri di peritoneum
- Inflamasi zat kimiawi
- Penyebaran infeksi dari organ perut yang terinfeksi yang sering menyebabkan
peritonitis adalah perforasi lambung usus, kadang empedu atau apendiks. Sebenarnya
peritoneum ini sangat kebal terhadap infeksi, jika penyabaran tidak terjadi terus
menerus tidak akan terjadi peritonitis, dan peritonitis cenderung mengalami
penyembuhan bila diobati
- Penyakit radang panggul pada wanita yang masih aktif melakukan kegiatan seksual
6
- Infeksi dari rahim dan saluran telur yang mungkin disebabkan oleh beberapa jenis
kuman (termasuk yang menyebabkan gonore dan infeksi chlomidia)
- Kelainan hati atau gagal jantung, dimana cairan bisa berkumpul di perut (acites) dan
mengalami infeksi
- Peritonitis dapat terjadi setelah melakukan suatu pembedahan. Cedera pada kandung
empedu, ureter, kandung kemih atau usus selama pembedahan dapat memindahkan
bakteri kedalam perut. Kebocoran juga dapat terjadi selama pembedahan untuk
menyambungkan bagian usus
- Dianalisa peritoneal (pengobatan gagal ginjal) sering mengakibatkan peritonitis.
Penyebab biasanya adalah infeksi pada pipa saluran yang ditempatkan didalam perut
- Iritasi tanpa infeksi, misalnya peradangan pankreas (pankreatitis akut) atau bubuk
bedak pada sarung tangan dokter bedah juga dapat menyebabkan peritonitis tanpa
infeksi
- Luka pada dinding perut seperti karena pisau/luka tembak
- Robeknya kehamilan ektopik
3. Manifestasi Klinik
- Mual
- Muntah
- Demam tinggi (39.4 C)
- Nyeri tumpul di abdomen
- Bisa terbentuk beberapa abses
- Infeksi dapat meninggalkan jaringan parut dalam bentuk pipa jaringan
(perlengketan,adhesi) yang dapat menyumbat usus
- Dehidrasi
- Nyeri tajam saat bergerak/batuk
- Nyeri menyebar ke bahu
- Itirasi diafragma
- Distensi abdomen
- Adanya nyeri lepas saat di palpasi
- Suara bising usus menghilang
- Diare
7
- Disuria bila peritonitis pelvik
- Rigiditas abdominal
- Oerubahan kebiasaan usus (konstipasi)
- Anoreksia
- Kulit dingin
- Motilitas intenstinal menurun
- Meningkatnya produksi keringat
- Cegukan
- Hipokalemia
- Hipotensi
- Pucat
- Ileus paralitik
- Napas dangkal
- Takikardi
- Malaise / kelelahan
- Nyeri abdomen mendadak parah, difusi
4. Klasifikasi
Berdasarkan patogenesis peritonitis dapat diklasifikasikan sebagai berikut:
1. Peritonitis bakterial primer.
Merupakan peritonitis akibat kontaminasi bakterial secara hematogen pada cavum
peritoneum dan tidak ditemukan fokus infeksi dalam abdomen. Penyebabnya bersifat
monomikrobial, biasanya E. Coli, Streptococus atau Pneumococus. Faktor resiko yang
berperan pada peritonitis ini adalah adanya malnutrisi, keganasan intraabdomen,
imunosupresi dan splenektomi.
Kelompok resiko tinggi adalah pasien dengan sindrom nefrotik, gagal ginjal kronik,
lupus eritematosus sistemik, dan sirosis hepatis dengan asites.
2. Peritonitis bakterial akut sekunder (supurativa)
Peritonitis yang mengikuti suatu infeksi akut atau perforasi tractus gastrointestinal
atau tractus urinarius. Pada umumnya organisme tunggal tidak akan menyebabkan
8
peritonitis yang fatal. Sinergisme dari multipel organisme dapat memperberat terjadinya
infeksi ini. Bakterii anaerob, khususnya spesies Bacteroides, dapat memperbesar pengaruh
bakteri aerob dalam menimbulkan infeksi.
Selain itu luas dan lama kontaminasi suatu bakteri juga dapat memperberat suatu
peritonitis.
3. Peritonitis non bakterial akut
Merupakan peritonitis yang disebabkan oleh iritan langsung, sepertii misalnya
empedu, getah lambung, getah pankreas, dan urine.
4. Peritonitis bakterial kronik (tuberkulosa)
Secara primer dapat terjadi karena penyebaran dari fokus di paru, intestinal atau
tractus urinarius.
5. Peritonitis non bakterial kronik (granulomatosa)
Peritoneum dapat bereaksi terhadap penyebab tertentu melaluii pembentukkan
granuloma, dan sering menimbulkan adhesi padat. Peritonitis granulomatosa kronik dapat
terjadi karena talk (magnesium silicate) atau tepung yang terdapat disarung tangan dokter.
Menyeka sarung tangan sebelum insisi, akan mengurangi masalah ini.
5. Komplikasi
Komplikasi dari peritonitis adalah penyakit sekunder atau gejala. Jika tidak ditangani
dengan baik dan awal, peritonitis dapat memiliki banyak komplikasi seperti:
Peristaltik isi usus berhenti bergerak.
Ileus paralitik; yang berarti penyumbatan usus.
Asites : Cairan dari kebocoran aliran darah ke rongga perut terjadi karena karena
faktor antibakteri menurun dalam cairan asites seperti pelengkap .
Dehidrasi: kekurangan yang berlebihan cairan dan mineral dari tubuh. Akibat cairan
yang bergeser ke dalam rongga peritoneum, dapat menyebabkan dehidrasi berat dan
ketidakseimbangan elektrolit.
9
Shock septic: tubuh tidak memiliki cukup darah. Syok septik adalah jenis sepsis yang
menyebabkan penurunan besar dalam tekanan darah. Hal ini menyebabkan gejala-gejala
syok, seperti:
dingin kulit
detak jantung meningkat
Bakteri Gram-negatif adalah penyebab paling umum infeksi yang luar biasa
menyebabkan syok septik. Namun, baru-baru ini telah terjadi meningkatnya insiden infeksi
berat ( sepsis ) dan syok septik disebabkan bakteri gram positif dan infeksi jamur.
Mikroorganisme ini memproduksi zat beracun berbagai yang bertanggung jawab untuk
memicu serangkaian peristiwa yang disebut respon inflamasi.
Bakteri Gram-negatif (yaitu, Escherichia coli, Klebsiella, Enterobacter, Serratia,
Pseudomonas, Bacteroides, Proteus) memproduksi zat yang disebut endotoksin sebuah.
Bakteri Gram positif (yaitu, Staphylococcus aureus) memproduksi racun yang dikenal
sebagai leukocidin, yang diduga merusak sel-sel darah putih yang sangat penting untuk
sistem kekebalan tubuh. Kedua endotoksin dan leukocidin meningkatkan kelangsungan
hidup bakteri atau jamur. Selain itu, mereka bertanggung jawab untuk memicu serangkaian
reaksi fisiologis yang akhirnya mengakibatkan shock dan komplikasi yang terkait
(derangements metabolik, kegagalan organ, gangguan perdarahan, dll). Asal-usul anatomi
yang paling umum dari infeksi menyebabkan syok septik adalah saluran pernapasan bagian
bawah (25%), saluran kemih (25%), jaringan lunak (15%), dan saluran pencernaan (15%)
(Sharma).
Sepsis dapat mengganggu banyak proses vital tubuh, termasuk tekanan darah,
pernapasan dan fungsi organ, dan dapat mengakibatkan kematian.
Pengobatan biasanya memerlukan masuk ke unit perawatan intensif (ICU) di mana
fungsi organ tubuh akan didukung sedangkan infeksi diobati.
Septikemia; darah keracunan.
Darah keracunan adalah komplikasi yang paling serius dari peritonitis. Hal ini dapat
terjadi jika peritoneum menjadi terinfeksi dan infeksi menyebar ke dalam darah dan
kemudian ke organ lain.
10
Jika sepsis tidak diobati, dapat maju ke tahap yang lebih serius yang dikenal sebagai
sepsis berat. Sepsis parah terjadi ketika satu atau lebih organ yang rusak akibat infeksi, atau
ketika ada kerugian yang signifikan dari suplai darah ke jaringan dan organ.
Gejala sepsis biasanya berkembang cepat dan mencakup:
demam atau suhu tinggi di atas 38C (100.4F)
panas dingin
detak jantung cepat
cepat pernapasan
Gagal ginjal, paru-paru atau hati
Abses: dapat terbentuk sebuah benjolan berisi nanah, yang dibuat oleh tubuh
selama infeksi. Sebuah abses subdiaphragmatic adalah akumulasi lokal nanah dalam rongga
perut tepat di bawah diafragma. Mungkin ada lebih dari satu situs dari akumulasi nanah
(abses multiple-ruang). Abses Subdiaphragmatic diklasifikasikan menjadi dua kelompok:
mereka yang penyebabnya tidak dapat ditemukan (abses primer), dan mereka yang
penyebabnya adalah nyata (abses sekunder). Sebagian besar abses subdiaphragmatic
adalah sekunder. Abses juga dapat diketik sebagai salah satu yang berkembang secara
perlahan dan berlangsung untuk jangka waktu lama (kronis), atau satu yang dimulai tiba-
tiba dan ada untuk waktu yang singkat (akut). Abses subdiaphragmatic akut adalah jauh
lebih umum. Abses subdiaphragmatic kronis cenderung tanpa gejala dan hadir selama 6
bulan atau lebih. Abses Subdiaphragmatic terjadi pada sisi kanan rongga perut sedikit lebih
sering daripada di sebelah kiri. Kadang-kadang mereka ditemukan pada kedua sisi (bilateral).
Mortalitas sangat tinggi pada individu dengan abses subdiaphragmatic yang tetap
tidak diobati. Konservatif (nonsurgical) pengobatan yang terdiri dari dukungan nutrisi dan
hasil terapi antibiotik pada tingkat ketahanan hidup miskin. Pengobatan operatif tanpa
antibiotik meningkatkan kelangsungan hidup, ketika menggunakan antibiotik dalam
kombinasi dengan operasi mengurangi mortalitas secara substansial.
Catheter Tract Infection (pada orang-orang dengan dialisis terkait peritonitis)
Dialisis adalah metode mekanis mengeluarkan produk limbah dan kelebihan cairan
dari darah bila ginjal tidak mampu untuk melakukannya (gagal ginjal). Dua bentuk dialisis
adalah hemodialisis dan dialisis peritoneal. Hemodialisis siklus darah melalui mesin yang
11
menyaring darah dan mengembalikannya ke tubuh dibersihkan dari limbah. Siklus dialisis
peritoneal cairan ke dalam dan keluar dari perut menggunakan membran sendiri perut
individu (peritoneum) sebagai filter. Pada kasus peritonitis, dapat memungkinkan terjadinya
infeksi pada saluran kateter.
6. Pencegahan
Cara terbaik dengan menghilangkan gejala penyakit ini. Bila pasien mendapatkan
perawatan peritoneal dialisis parawat harus membantu mencegah terjadinya peritonitis
dengan cara membersihkan seluruh kateter dengan cara aseptik dan cuci tangan sebelum
dan sesudah melakukan tindakan. Tekhik aseptik juga dilakukan pada pasien pasca opreasi
yang lukanya rentan terhadap infeksi.
7. Prognosis
Mortalitastetaptinggiantara 10%-40%.
Prognosalebihburukpadausialanjutdanbila peritonitis sudahberlangsunglebihdari 48
jam.
Lebihcepatdiambiltindakanlebihbaikprognosanya.
Prognosis untuk peritonitis local danringanadalahbaik, sedangkanpada peritonitis
umumprognosisnyamematikanakibatorganismevirulen.
8. FaktorResiko
Apendisitis
Divertikulitis
Kantung empedu gangrenosa, neoplasma abdominal atau luka tembus
Ulser peptik
Kantung empedu mengalami perforasi atau ruptur
Perforasi traktur GI
Ruptur tuba falopi, kandung kemih, ulser gastrik atau pelepasan enzim pankreatik
Obstruksi Strangulasi
Volvulus
12
B. PENATALAKSANAAN
1. Pemeriksaan Diagnostik
Computed Tomography Scan / Sinar-X yang menunjukan distensi edematosa dan
bergas pada usus kecil dan mendukung diagnosis
Dalam perforasi organ viseral, sinar-X menunjukan udara dalam rongga abdominal
Sinar-X dada bisa menunjukan diagfragma yang naik
Studi darah : leukosistosis (>20.000)
Parasentesis : menunjukan adanya bakteri, eksudat, darah, pus, atau urin
Laparotomi : untuk identifikiasi penyebab dasar
Tes darah : untuk uji adanya bakteri dalam darah
Sampel cairan dari perut : identifikasi penyebab infeksi
Peningkatan Hematokrit adanya asidosis metabolik
Tuberculosis peritonitis: cairan peritoneal banyak protein (3gr/100ml), banyak
limfosit, basil tuberkel dengan kultur
Pemeriksaan X-Ray: ileus merupakan penemuan yang khas pada peritonitis, usus halus
dan usus besar berdilatasi. Udara bebas dapat memperlihatkan di kasus-kasus
perforasi
Radiologis: untuk perkiraan pasien dengan abdomen akut dengan 3 posisi
2. Penatalaksanaan Farmakologi-Non Farmakologi
Penatalaksanaan peritonitis menurut Baughman, Diane C & JoAnn Hackley (2000)
adalah sebagai berikut:
1. Penggantian cairan, koloid, dan elektrolit merupakan focus utama dari
penatalaksanaan medis
2. Analgesik untuk nyeri, antiemetic untuk mual dan muntah
3. Intubasi dan penghisapan usus untuk menghilangkan distensi abdomen
4. Terapi oksigen dengan nasal kanul atau masker untuk memperbaiki fungsi ventilasi
5. Kadang dilakukan intubasi jalan napas dan bantuan ventilator juga diperlukan
6. Terapi antibiotic massif (sepsis merupakan penyebab kematian utama)
13
7. Tujuan utama tindakan bedah adalah untuk membuang materi penginfeksi dan
diarahkan pada eksisi, reseksi, perbaikan, dan drainase.
FARMAKOLOGI
1. Ampisilin
Golongan/ kelas terapi : Antiinfeksi
Indikasi : Pengobatan infeksi yang peka (non-betalaktamase-
producting organism); bakteri yang disebabkan oleh
streptococci, pneumococci nonpenicillinase-
producting staphilocochi, listeria, meningococci;
turunan H. Influenzae, salmonella, Shigella, E. coli,
Enterobakter, dan Klebsiella
Dosis dewasa : Oral 250 – 500 mg tiap 6 jam
IM. IV 50 – 100 mg/kg BB/hari setiap 6 jam
Penyesuaian dosis : ClCr > 50 mL/menit diberikan setiap 6 jam
ClCr 10 – 50 mL/menit diberikan setiap 6 – 12 jam
ClCr < 10 mL/menit diberikan setiap 12 – 24 jam
Lama pemberian : Lama pemberian ampicilin tergantung pada tipe dan
tingkat kegawatan serta tergantung juga pada respon
klinis dan bakteri penginfeksinya
Cara pemberian : Disesuaikan dengan jeda waktu yang telah ditetapkan
untuk mempertahankan kadar obat dalam plasma.
Diberikan dalam keadaan perut kosong untuk
memaksimalkan absorbsi (1 jam sebelum makan dan
2
jam setelah makan)
Kontraindikasi : Kontraindikasi untuk pasien yang hipersensitif
terhadap amocsicillin, penisilin, atau komponen lain
dalam sediaan.
Efek samping : SSP demam, penisilin enchepalitis, kejang
Kulit eritema multiform, rash, utikaria
GI lidah hitam berambut, diare, enterochollitis,
14
glossitis, mual, pseudomembranouscollitis, sakit
mulut
dan lidah, stomatitis, muntah
Hematologi agranulositosis, anemia, eosinophilia,
leucopenia, thrombocytopenia purpura
Hepatik AST meningkat
Renal interstisial nephritin (kejang)
Respiratory laringuela stidor
Miscellaneous anaphylaxis
2. Gentamisin
Golongan/ kelas terapi : Antiinfeksi
Indikasi : Gram-negatif (Pseudomonas, Proteus, Serretia) dan
gram-positif (Staphylococcus), infeksi tulang, infeksi
saluran napas, infeksi kulit dan jaringan lunak, infeksi
saluran urin, abdomen, endokarditis, dan septicemia
penggunaan topical, dan profilaksis untuk bakteri
endokarditis dan tindakan bedah
Dosis dewasa : Diberikan secara I.V atau I.M
Konfensional 1 – 2,5 mg/kg BB/dosis setiap 8 – 12
jam untuk mendapatkan kadar puncak secara cepat
pada terapi
Dosis tunggal 4 – 7 mg/kg BB/dosis tunggal/hari
Kontraindikasi : Hipersensitif terhadap Gentamisin & Aminoglikosida
Lain
Efek samping : SSP neurotosisitas (vertigo, ataxia)
Cardiovaskuler edema
Ginjal nefrotoksik (meningkatkan klirens keratin)
Kulit rash, gatal, kemerahan
15
Neuromuskular & Skeletal gait instability
Optic ototoksisitas (vestibular)
3. Metronidazol
Golongan/ kelas terapi : Antiinfeksi
Indikasi : Infeksi anaerobic (termasuk gigi), termasuk protozoa,
eradikasi Helicobacter pylori; infeksi kulit
Dosis : Infeksi anaerobic (pengobatan biasanya selama 7 hari
dan 10 hari untuk penggunaan antibiotika pada
pengobatan colitis).
Oral dosis awal 800 mg kemudian 400 mg setiap 8
jam atau 500 mg setiap 8 jam selama 3 hari
Infus I.V lebih dari 20 menit, 500 mg setiap 8 jam
Kontraindikasi : Hipersensitifitas terhadap metronidazol, turunan
nitromidazol, atau komponen yang ada dalam
persediaan
Efek samping : SSP mengantuk, sakit kepala, pusing, ataksia,
pheripheral neuropathy, transient epilepsy-form
seizure
GI mual, muntah, gangguan pengecapan, lidah
kasar, dan gangguan saluran pencernaan
Kulit rash, eritema multiform, pruritus, utikaria,
angiodema dan anafilaksis
Hematologi trombositopenia, anemia aplastik,
leukopenia
Hepatik abnormalitas tes fungsi hati, hepatitis,
jaundice
Renal urin berwarna gelap
4. Cefotaxim
Pemberian I.V minimal 2 gram tiap 12 jam selama 5 hari
5. Kombinasi 1 gr amoxicillin dan 0,2 gr asam klavunat
16
Diberikan I.V 4 kali sehari
6. Ofloxacin
Diberikan secara oral 400 mg setiap 12 jam. Pemberian ofloxacin peroral ini
menguntungkan bagi pasien PBS (Peritonitis Bakterial Skunder) tanpa komplikasi
yang tidak perlu dirawat
7. Profilaksis
Norfloxacin 400 mg tiap 12 jam selama 7 hari. Pada pasien yang baru sembuh
dari PBS maka Norfloxacin diberikan paling sedikit selama 6 bulan.
PEMBEDAHAN
Pembedahan mungkin dilakukan untuk mencegah peritonitis, seperti pada
apendektomi untuk apendiks yang terinflamasi atau reseksi kolon untuk inflamasi
divertikulum. Bila perforasi tidak dicegah, intervensi pembedahan mayor adalah insisi dan
drainase terhadap abses. (Ester, Monika. 2001)
Ileustomy adalah pembedahan dengan memotong ileum dan membentuk stoma.
Produk ileustomy biasanya berbentuk cair, sehingga akan banyak cairan dan mineral yang
hilang terutama sodium (Na) dan Kalium (K).
Indikasi ileustomy yaitu untuk :
1. Infeksi yang menyebabkan patologi usus halus (kolitif ulseratif, enteritis regional,
peritonitis, dsb)
2. Keganasan pada daerah usus halus
3. Trauma abdomen (rupturnya jejunum atau ileum)
Pembedahan ileustomy dilakukan dalam dua tahap. Operasi pertama melibatkan
kolektomi abdomen, pembuatan kantung ileum, mukosektomi rectum, anastomosis ileoanal
dan membuat pemngalihan ileustomy. Operasi kedua dilakukan untuk menurunkan
ileustomy sementara dalam upaya untuk mengembalikan kontinuitas aliran feses.
1. Penatalaksanaan Pra-Operasi
a. Informasi pasien
17
Perawat harus memberitahukan pada pasien bahwa operasi stoma
(ileustomy) telah sangat lazim dan perlu menggali persepsi pasien mengenai
stoma guna menghilangkan mitoe-mitos yang tidak benar.
Informasi yang harus diberikan kepada pasien berupa:
Posisi stoma : Memerlukan pembahasan tentang aktivitas olahraga, jenis
pakaian, nilai-nilai etnik, dan hal-hal lain seperti itu
Fungsi stoma : Jelaskan bahwa fungsi ini tidak bisa diatur secara sadar
Diet : Tidak ada diet khusus. Anjurkan untuk kembali makan dan minum
secara normal
Bau : Peralatan stoma adalah kedap bau. Ajarkan dan latihlah cara
mengganti peralatan hingga pasien dan keluarganya merasa mantap
b. Lokasi stoma
c. Panjang stoma
Ileustomy panjangnya harus 2,5 – 5,0 cm dan membentuk corong;
pada bentuk ini, bahan eksresi berbentuk cair
d. Pertimbangan keluarga
2. Penatalaksanaan Post-Operasi
a. Peralatan
Peralatan untuk perawatan pascabedah harus memenuhi syarat-
syarat berikut:
Memiliki drain; guna menghindari pembuangan dari abdomen yang
masih nyeri pada 2 – 3 hari pertama pascabedah
Transparan; agar perawat dapat memantau warna dan kondisi stoma
dalam 48 jam pertama
Kedap bau; menambah kenyamanan pasien, terutama bila ada nausea
pascabedah
Peralatan yang permanen haruslah:
Menempel rapat pada stoma (dapat ditentukan dengan memakai kartu
pengukur) dan harus dinilai ulang dalam beberapa bulan pertama jika
terjadi penciutan lebih lanjut
18
Tidak bocor; dibuat dari bahan kedap bau
Mudah dan cepat dipakai; ringan, nyaman, dan tidak menyumbat
Dapat didrainase untuk kotoran yang cair atau kemih
b. Informasi pasien
Stoma dapat membesar, tapi perlahan-lahan akan menyusut
Tidak ada sensasi pada stoma, karena tidak ada syarafnya
Stoma akan selalu tampak merah
Stoma akan sedikit berdarah jika tergosok (ini normal)
c. Gangguan pada kulit
Problem-problem psikologik
NON-FARMAKOLOGI
Management peritonitis tergantung dari diagnosis penyebabnya. Hampir semua
penyebab peritonitis memerlukan tindakan pembedahan (laparotomi eksplorasi).
Pertimbangan dilakukan pembedahan a.l:
1. Pada pemeriksaan fisik didapatkan defans muskuler yang meluas, nyeri tekan
terutama jika meluas, distensi perut, massa yang nyeri, tanda perdarahan (syok,
anemia progresif), tanda sepsis (panas tinggi, leukositosis), dan tanda iskemia
(intoksikasi, memburuknya pasien saat ditangani).
2. Pada pemeriksaan radiology didapatkan pneumo peritoneum, distensi usus,
extravasasi bahan kontras, tumor, dan oklusi vena atau arteri mesenterika.
3. Pemeriksaan endoskopi didapatkan perforasi saluran cerna dan perdarahan saluran
cerna yang tidak teratasi.
4. Pemeriksaan laboratorium.
Pembedahan dilakukan bertujuan untuk :
1. Mengeliminasi sumber infeksi.
2. Mengurangi kontaminasi bakteri pada cavum peritoneal
3. Pencegahan infeksi intra abdomen berkelanjutan.
19
Apabila pasien memerlukan tindakan pembedahan maka kita harus mempersiapkan pasien
untuk tindakan bedah a.l :
1. Mempuasakan pasien untuk mengistirahatkan saluran cerna.
2. Pemasangan NGT untuk dekompresi lambung.
3. Pemasangan kateter untuk diagnostic maupun monitoring urin.
4. Pemberian terapi cairan melalui I.V.
5. Pemberian antibiotic.
Terapi bedah pada peritonitis a.l :
1. Kontrol sumber infeksi, dilakukan sesuai dengan sumber infeksi. Tipe dan luas dari
pembedahan tergantung dari proses dasar penyakit dan keparahan infeksinya.
2. Pencucian ronga peritoneum: dilakukan dengan debridement, suctioning,kain kassa,
lavase, irigasi intra operatif. Pencucian dilakukan untuk menghilangkan pus, darah,
dan jaringan yang nekrosis.
3. Debridemen : mengambil jaringan yang nekrosis, pus dan fibrin.
4. Irigasi kontinyu pasca operasi.
Terapi post operasi a.l:
1. Pemberian cairan I.V, dapat berupa air, cairan elektrolit, dan nutrisi.
2. Pemberian antibiotic
3. Oral-feeding, diberikan bila sudah flatus, produk ngt minimal, peristaltic usus pulih,
dan tidak ada distensi abdomen.
1) Terapi
Prinsip umum terapi adalah penggantian cairan dan elektrolit yang hilang yang
dilakukan secara intravena, pemberian antibiotika yang sesuai, dekompresi saluran cerna
dengan penghisapan nasogastrik dan intestinal, pembuangan fokus septik (apendiks, dsb)
atau penyebab radang lainnya, bila mungkin mengalirkan nanah keluar dan tindakan-
tindakan menghilangkan nyeri.
Resusitasi hebat dengan larutan saline isotonik adalah penting. Pengembalian volume
intravaskular memperbaiki perfusi jaringan dan pengantaran oksigen, nutrisi, dan
20
mekanisme pertahanan. Keluaran urine tekanan vena sentral, dan tekanan darah harus
dipantau untuk menilai keadekuatan resusitasi.
a. Terapi antibiotika harus diberikan sesegera diagnosis peritonitis bakteri dibuat. Antibiotik
berspektrum luas diberikan secara empirik, dan kemudian dirubah jenisnya setelah hasil
kultur keluar. Pilihan antibiotika didasarkan pada organisme mana yang dicurigai menjadi
penyebab. Antibiotika berspektrum luas juga merupakan tambahan drainase bedah. Harus
tersedia dosis yang cukup pada saat pembedahan, karena bakteremia akan berkembang
selama operasi.
b. Pembuangan fokus septik atau penyebab radang lain dilakukan dengan operasi
laparotomi. Insisi yang dipilih adalah insisi vertikal digaris tengah yang menghasilkan jalan
masuk ke seluruh abdomen dan mudah dibuka serta ditutup. Jika peritonitis terlokalisasi,
insisi ditujukan diatas tempat inflamasi. Tehnik operasi yang digunakan untuk
mengendalikan kontaminasi tergantung pada lokasi dan sifat patologis dari saluran
gastrointestinal. Pada umumnya, kontaminasi peritoneum yang terus menerus dapat
dicegah dengan menutup, mengeksklusi, atau mereseksi viskus yang perforasi.
c. Lavase peritoneum dilakukan pada peritonitis yang difus, yaitu dengan menggunakan
larutan kristaloid (saline). Agar tidak terjadi penyebaran infeksi ketempat yang tidak
terkontaminasi maka dapat diberikan antibiotika ( misal sefalosporin ) atau antiseptik (misal
povidon iodine) pada cairan irigasi. Bila peritonitisnya terlokalisasi, sebaiknya tidak
dilakukan lavase peritoneum, karena tindakan ini akan dapat menyebabkan bakteria
menyebar ketempat lain.
d. Drainase (pengaliran) pada peritonitis umum tidak dianjurkan, karena pipa drain itu
dengan segera akan terisolasi/terpisah dari cavum peritoneum, dan dapat menjadi tempat
masuk bagi kontaminan eksogen. Drainase berguna pada keadaan dimana terjadi
kontaminasi yang terus-menerus (misal fistula) dan diindikasikan untuk peritonitis
terlokalisasi yang tidak dapat direseksi.
2) Pengobatan
Biasanya yang pertama dilakukan adalah pembedahan eksplorasi darurat, terutama
bila terdapat apendisitis, ulkus peptikum yang mengalami perforasi atau divertikulitis. Pada
peradangan pankreas (pankreatitis akut) atau penyakit radang panggul pada wanita,
21
pembedahan darurat biasanya tidak dilakukan. Diberikan antibiotik yang tepat, bila perlu
beberapa macam antibiotik diberikan bersamaan.
Keperawatan perioperatif merupakan istilah yang digunakan untuk menggambarkan
keragaman fungsi keperawatan yang berkaitan dengan pengalaman pembedahan pasien
yang mencakup tiga fase yaitu :
1. Fase praoperatif dari peran keperawatan perioperatif dimulai ketika keputusan untuk
intervensi bedah dibuat dan berakhir ketika pasien digiring kemeja operasi. Lingkup
aktivitas keperawatan selama waktu tersebut dapat mencakup penetapan pengkajian
dasar pasien ditatanan kliniik atau dirumah, menjalani wawancaran praoperatif dan
menyiapkan pasien untuk anastesi yang diberikan dan pembedahan. Bagaimanapun,
aktivitas keperawatan mungkin dibatasi hingga melakukan pengkajian pasien praoperatif
ditempat ruang operasi.
2. Fase intraoperatif dari keperawatan perioperatif dimulai dketika pasien masuk atau
dipindah kebagian atau keruang pemulihan. Pada fase ini lingkup aktivitas keperawatan
dapat meliputi: memasang infuse (IV), memberikan medikasi intravena, melakukan
pemantauan fisiologis menyeluruh sepanjang prosedur pembedahan dan menjaga
keselamatan pasien. Pada beberapa contoh, aktivitas keperawatan terbatas hanyapada
menggemgam tangan pasien selama induksi anastesia umum, bertindak dalam
peranannya sebagai perawat scub, atau membantu dalam mengatur posisi pasien diatas
meja operasi dengan menggunakan prinsip-prinsip dasar kesejajaran tubuh.
3. Fase pascaoperatif dimulai dengan masuknya pasien keruang pemulihan dan berakhir
dengan evaluasi tindak lanjut pada tatanan kliniik atau dirumah. Lingkup keperawatan
mencakup rentang aktivitas yang luas selama periode ini. Pada fase pascaoperatif
langsung, focus terhadap mengkaji efek dari agen anastesia dan memantau fungsi vital
serta mencegah komplikasi. Aktivitas keperawatan kemudian berfokus pada
penyembuhan pasien dan melakukan penyuluhan, perawatan tindak lanjut dan rujukan
yang penting untuk penyembuhan yang berhasil dan rehabilitasi diikuti dengan
pemulangan. Setiap fase ditelaah lebih detail lagi dalam unit ini. Kapan berkaitan dan
memungkinkan, proses keperawatan pengkajian, diagnosa keperawatan, intervensi dan
evaluasi diuraikan.
22
23
C. PATOFISIOLOGI
24
D. ASUHAN KEPERAWATAN
Pengkajian
Biodata Pasien :
- Nama : -
- Usia : 18 tahun
- Jenis Kelamin : laki-laki
- Alamat : -
- Pekerjaan : Mahasiswa
- Diagnosa Medis : Peritonitis
Anamnesa
- Keluhan Utama :
mengeluh nyeri difus yang menetap pada abdomen dan muntah setelah makan
- Riwayat Penyakit Sekarang :
mengeluh nyeri difus yang menetap pada abdomen dan muntah setelah makan
- Riwayat Penyakit Masa Lalu : -
- Riwayat Kesehatan Keluarga: -
- Riwayat Pengobatan :
Pasien dipasang ileustomy dan diobati dengan gentamicin, ampisilin dan
metronidazol
- Riwayat BioPsikoSosial Spiritual :
* Biologi : distensi pada abdomen
* Sosial : karena klien seorang mahasiswa kuliah klien menjadi
terganggu
* Psikologi : pasien akan merasa cemas terkait dengan penyakitnya
* Spiritual : klien bisa kesulitan melakukan ritual ibadahnya
25
- Pola Aktivitas : tidak kuliah karena harus dirawat yang disebabkan nyeri difus
di abdomen
- Status Ekonomi : -
- Pemeriksaan Fisik :
* Antropometri : BB= 20 kg ; TB= 135 cm
* Keadaan Umum :
- tampak sakit akut dengan mengeluh nyeri difus pada abdomen
- paru-paru dan jantung normal
- abdomen nampak distensi
- nyeri difus pada periumbical dan kuadran bawah kanan saat
dipalpasi kaku dengan palpasi
* TTV : Suhu= 38 C - ; TD=110 / 70 mmHg - ; RR= 24x/menit - ; HR=
100x/menit-
* Pemeriksaan Laboratorium
Jenis Pemeriksaan Hasil
Leukosit 1 dan 2 24000/µl , 20000/ µl
hematokrit 45 %
Serum amilase normal
Tes fungsi ginjal, hati,
dan elektrolit
normal
Hasil kultur cairan abses e-coli, bakteroide fragile,
viridians streptococci dan
enterococci
*Pemeriksaan penunjang
- X-Ray dada dan abdomen normal
26
- CT-Scan memperlihatkana terkumpul cairan di kuadran kanan bawah
dengan ekstensi ke dalam pelvis
- pada pembedahan tampak apendik berlubang
Analisa Data
1. PRE OPERASI
No Data Etiologi Masalah
1. DS : - nyeri difus pada
abdomen
DO : - RR24x/menit,
HR 100 x / menit , S 38
C, ditensi abdomen,
abses apendik
PERITONITIS
bradikinin
Invasi langsung ke ujung saraf
Merangsang hipotalamus
Menekan syaraf nyeri
GANGUAN RASA NYAMAN NYERI
Nyeri
2. DS : -
DO :
- apendik berlubang
dengan abses
periumbilical
- leukosit 24000/ µl
dan 20000/ µl
- S= 38 C
- hasil kultur cairan
abses e-coli,
bakteroida fragile,
Konsumsi rendah serat
Pengerasan isi usus
Mukus membendung
Obstruksi sekret mucus
Tekanan intra lumen & menghambat
aliran limfae
edema
Infeksi
27
viridians streptococci
dan enterococci
iskemi
Aliran arteri terganggu
Infark dinding apendiks diikuti
nekrosis/ gangren dinding apendiks
perforasi
PERITONITIS
Infeksi tersebar ke peritonium
INFEKSI
3. DS : muntah setelah
makan, dan muntah
terus menerus
DO :
- bising usus tidak
terdengar
- frekuensi bising usus
menurun
PERITONITIS
Infeksi tersebar ke peritonium
Mengeluarkan pita-pita fibrinosa
Obstruksi usus
Ileus peristaltik
malabsorpsi
kontipasi
Perut terasa penuh
Gangguan
pemenuhan nutrisi
kurang dari
kebutuhan
28
anorexsia
GANGGUAN PEMENUHAN NUTRISI
2. POST OPERASI
No Data Etiologi Masalah
1 DS : Nyeri difus yang
menetap pada
abdomen
DO: Pemasangan
ileustomy, S=38 C
PERITONITIS
bradikinin
Invasi langsung ke ujung saraf
Merangsang hipotalamus
Menekan syaraf nyeri
GANGUAN RASA NYAMAN NYERI
Nyeri
2 DS :
DO: Pemasangan
ileustomy, leukosit
20000/ µl
Infark dinding apendiks diikuti
nekrosis/ gangren dinding apendiks
Indikasi bedah
Pemasangan ileustomi
RESTI INFEKSI
Resiko tinggi infeksi
3 DS :
DO: pemasangan
Infark dinding apendiks diikuti
nekrosis/ gangren dinding apendiks
Resiko tinggi
Perdarahan
29
ileustomy
Indikasi bedah
Pemasangan ileustomi
RESTI PERDARAHAN
Rencana Asuhan Keperawatan Pre Operasi
No Diagnosa
Keperawatan
Tujuan Intervensi Keperawatan Rasional
1. Nyeri
berhubungan
dengan
inflamasi,
distensi
abdomen,
spasme ditandai
dengan klien
mengeluh sakit
perut dan nyeri
difus yang
menetap pada
abdomen
Tupen : Dalam 3
x 24 jam
intensitas nyeri
berkurang.
Tupan : Dalam 7
x 24 jam nyeri
dapat sangat
berkurang
bahkan terasa
minim sekali
Mandiri :
a. Selidiki laporan nyeri,
catat lokasi, lama,
intensitas (skala 0-10)
dan karakteristiknya
(dangkal, tajam, konstan)
b. Pertahankan posisi semi
fowler sesuai indikasi
a. Perubahan dalam
lokasi atau
intensitas tidak
umum tetapi dapat
menunjukkan
terjadinya
komplikasi. Nyeri
cenderung menjadi
konstan, lebih
hebat, dan
menyebar ke atas ;
nyeri dapat lokal
bila terjadi abses
b. Memudahkan
drainase cairan
atau luka karena
30
c. Berikan tindakan
kenyamanan, contoh
pijatan punggung, napas
dalam, latihan relaksasi
atau visualisasi
d. Berikan perawatan mulut
dengan sering. Hilangkan
rangsangan lingkungan
yang tak menyenangkan
Kolaborasi :
e. Berikan obat sesuai
indikasi :
Analgetik, narkotik
Antiemetik, contoh
hidrokzin (Vistaril)
Antipiretik, contoh
asetaminofen (Tylenol)
gravitasi dan
membantu
meminimalkan
nyeri karena
gerakan
c. Meningkatkan
relaksasi dan
mungkin
meningkatkan
kemampuan
koping pasien
dengan
memfokuskan
kembali perhatian
d. Menurunkan mual
atau muntah yang
dapat
meningkatkan
tekanan atau nyeri
intraabdomen
e. Menurunkan
ketidaknyamanan
sehubungan dengan
demam atau
menggigil
Menurunkan laju
metabolik dan
31
iritasi usus
karena toksin
sirkulasi atau
lokal, yang
membantu
menghilangkan
nyeri dan
meningkatkan
penyembuhan.
Catatan : nyeri
biasanya berat
dan memerlukan
pengontrol nyeri
narkotik.
Analgesik
dihindari selama
proses
diagnostik
karena dapat
menutupi tanda
dan gejala
Menurunkan
mual atau
muntah, yang
dapat
meningkatkan
nyeri abdomen
2. Infeksi yang
berhubungan
dengan proses
Mengurangi
infeksi yang
terjadi,
Mandiri
a. Catat faktor resiko
individu contoh trauma
a. Mempengaruhi
pilihan intervensi
32
inflamasi di
daerah
peritoneum
meningkatnya
kenyamanan
pasien
Kriteria hasil:
- Meningk
atnya
penyemb
uhan
pada
waktunya
, bebas
drainase
purulen/
eritema,
tidak
demam
- Menyata
kan
pemaha
man
penyeba
b
individu/
faktor
resiko
abdomen, apendisitis
akut, dialisa peritoneal.
b. Kaji tanda vital dengan
sering, catat tidak
membaiknya/berlanjutn
ya hipotensi, penurunan
tekanan nadi, takikardia,
demam, takipnea
c. Catat perubahan status
mental contoh bingung,
pingsan.
d. Pertahankan teknik
aseptik ketat pada
perawatan drein
abdomen, luka insisi /
terbuka, dan sisi
invasive. Bersihkan
dengan betadine atau
larutan lain yang tepat.
e. Observasi drainase
b. Tanda adanya
syok aseptik,
endotoksin
sirkulasi
menyebabkan
vasodilatasi,
kehilangan cairan
dari sirkulasi, dan
rendahnya status
curah jantung
c. Hipoksemia,
hipotensi, dan
asidosis dapat
menyebabkan
penyimpangan
status mental.
d. Mencegah meluas
dan membatasi
penyebaran
organisme
infektif/
kontaminasi
silang.
e. Memberikan
33
pada luka/drein
f. Pertahankan teknik
steril bila pasien
dipasang kateter, dan
berikan perawatan
kateter/kebersihan
perineal rutin
g. Awasi/batasi
pengunjung dan staf
sesuai kebutuhan.
Berikan perlindungan
isolasi bila
diindikasikan
Kolaborasi :
h. Ambil contoh/awasi
hasil pemeriksaan seri
darah, urine, kultur
luka
i. Bantu dalam aspirasi
informasi tentang
status infeksi.
f. Mencegah
penyebaran,
membatasi
pertumbuhan
bakteri pada
traktus urinarius.
g. Menurunkan
risiko terpajan
pada/menambah
infeksi sekunder
pada pasien yang
mengalami
tekanan imun
h. Mengidentifikasi
mikroorganisme
dan membantu
dalam mengkaji
keefektifan
program
antimicrobial
i. Dilakukan untuk
34
peritoneal, bila
diindikasikan
j. Berikan antimicrobial,
contoh gentamicin
(baramycin); amikasin
(cleocin);
lavaseperitoneal/IV
membuang cairan
dan untuk
menidentifikasi
organisme infeksi
sehingga terapi
antibiotik yang
tepat dapat
diberikan.
j. Terapi
ditunjukkan pada
bakteri anaerob
dan hasil aerob
garam negatif.
Lavase dapat
digunakan untuk
membuang
jaringan nekrotik
dan mengobati
inflamasi yang
terlokalisasi/
menyebar dengan
buruk
3. Perubahan
Nutrisi Kurang
dari Kebutuhan
Tupen : 3 x 24
jam intensitas
muntah setelah
Mandiri :
a. Auskultasi bising usus,
catat bunyi tak ada atau
a. Meskipun bising
usus sering tak
35
berhubungan
dengan
penekanan
dinding
apendiks,
hipersekresi
gaster
makan
berkurang.
Tupan : Dalam 7
x 24 jam pola
makan klien
normal dan tidak
muntah lagi
setelah makan.
hiperaktif
b. Ukur lingkar abdomen
c. Timbang berat badan
dengan teratur
d. Kaji abdomen dengan
sering untuk kembali ke
bunyi yang lembut,
penampilan bising usus
normal, dan kelancaran
flatus
Kolaborasi :
ada, inflamasi /
iritasi usus dapat
menyertai
hiperaktivitas
usus, penurunan
absorpsi air dan
diare
b. Memberikan bukti
kuantitas
perubahan distensi
gaster / usus dan /
atau akumulasi
asites
c. Kehilangan atau
peningkatan dini
menunjukkan
perubahan hidrasi
tetapi kehilangan
lanjut diduga ada
deficit nuitrisi
d. Menunjukkan
kembalinya fungsi
usus ke normal
dan kemampuan
untuk memulai
masukan per oral
36
e. Awasi BUN, protein,
albumin, glukosa,
keseimbangan nitrogen
sesuai indikasi
Tambahkan diet sesuai
toleransi, contoh cairan
jernih sampai lembut
e. Menunjukkan
fungsi organ dan
status / kebutuhan
nutrisi. Kemajuan
diet yang hati-hati
saat masukan
nutrisi dimulai lagi
menurunkan risiko
iritasi gaster
Rencana Asuhan Keperawatan Post Operasi
No Diagnosa
Keperawatan
Tujuan Intervensi
Keperawatan
Rasional
1. Resiko infeksi b.d.
tindakan
perawatan luka
yang tidak steril
Tupen : Setelah
2x24 jam tidak
terjadi infeksi.
Dengan kriteria :
keadaan
temperature
normal, leukosit
normal
Tupan : Setelah
5x24 jam tanda-
tanda dan pajanan
infeksi tidak ada
- Pantau suhu
dengan tanda-
tanda infeksi
lainnya
- Cuci tangan
sebelum dan
sesudah
perawatan luka
- Gunakan teknik
aseptik yang
cermat untuk
semua procedure
invasive
- Tempatkan klien
pada ruangan
yang nyaman dan
- Mendeteksi
kemungkinan
infeksi
- Meminimalkan
pajanan pada
organism infektif
- Untuk mencegah
kontaminasi
silang/
menurunkan
resiko ionfeksi
- Meminimalkan
terpaparnya
pasien dari
sumber infeksi
- Mencegah
penyebaran,
37
bersih
- Perhtahankan
teknik steril saat
pasien akan
dipasang kateter
dan perawatan
luka ileustomy
Kolaborasi :
- Ambil
contoh/awasi hasil
pemeriksaan
darah dan urine
membatasi
pertumbuhan
bakteri pada
traktus urinarius
dan daerah
ileustomy.
- Membantu dalam
mengkaji
keefektifan
program
antimikrobakteria
l
2. Resiko
perdarahan
berhubungan
dengan
kontinuitas
jaringan
Tupen : dalam 1x24
jam perdarahan
dapat dicegah
Tupan : dalam 3x24
jam tidak terjadi
perdarahan
- Kaji ABCD
- Kaji tekanan
darah
- Kaji hemoglobin
- untuk
mengetahui
keadaan klien
- untuk
mengetahui
keadaan klien
- untuk
mengetahui perlu
atau tidaknya
transfusi
3. Gangguan nyeri
akut b.d luka
insisi setelah
pembedahan
Tupen : Setelah
1x24 jam, tidak
muncul tanda-tanda
nyeri akut
Tupan : setelah
- Kaji dan catat
kondisi keluhan
nyeri klien (P, Q, R,
S, T)
- Kaji nyeri, catat
- Mengindikasi
kebutuhan
intervensi dan
tanda-tanda
komplikasi
- Membantu
38
7x24 jam, luka
sembuh tanpa rasa
nyeri
lokasi,
karakterikstik dan
intensitas nyeri
- Ajarkan teknik
relaksasi
Kolaborasi
- Pemberian
analgesic sesuai
dengan keluhan
evaluasi derajat
ketidaknyamanan
klien
- Mengalihkan
focus perhatian
terhadap nyeri
- Manajemen nyeri
Daftar Pustaka:
Baughman, Diane C. & JoAnn Hackley. 2000. Keperawatan Medikal-Bedah : Buku Saku untuk Brunner
dan Suddarth. Jakarta : EGC.
Ester, Monika. 2001. Keperawatan Medikal-Bedah : Pendekatan Sistem Gastrointestinal. Jakarta :
EGC.
Walsh, T. Declan. 1997. Kapita Selekta Penyakit dan Terapi. Jakarta : EGC.
Dongoes.M,dkk.2000.Rencana Asuhan Keperawatan. Jakarta :EGC
William Lippincott.2011.NURSING memahami berbagai macam penyakit. Jakarta : Indeks
39
http://scribd.com/doc/53721931/Askep-Peritonitis
http://scribd.com/doc/58007317/Peritonitis
http://scribd.com/doc/24987318/Peritonitis-Radang-selaput-rongga-perut-Definisi-peritonitis
http://penyakit.peritonitis.blogspot.com
http://boe2702.blogspot.com/2010/12/makalah-peritonitis.html
http://nursecharisma.blogspot.com/2011/03/asuhan-keperawatan-dengan-klien.html
http://medicastore.com/penyakit/497/peritonitis-radang-selaput-rongga-perut.html
http://dinkes.tasikmalayakota.go.id
http://www.kalbe.co.id