makalah kasus geh.doc
TRANSCRIPT
DAFTAR ISI
DAFTAR ISI…………………………………………………………………… 1
BAB I
PENDAHULUAN……………………………………………………………… 2
BAB II
LAPORAN KASUS……………………………………………………………. 4
BAB III
PEMBAHASAN………………………………………………………………… 5
BAB IV
TINJAUAN PUSTAKA
A. TUKAK LAMBUNG………………………………………………………....19
B. OSTEOARTRITIS…………………………………………………………….23
C. GASTROPATI OAINS…………………………………………………….... 24
D. GASTER............................................................................................................25
BAB V
DAFTAR PUSTAKA…………………………………………………………………34
1
BAB I
PENDAHULUAN
Saluran gastrointestinal (GI) adalah jalur (panjang totalnya 23 sampai 26 kaki) yang
berjalan dari mulut melalui esophagus, lambung, dan usus sampai anus. Bagian sisa dari
saluran GI dai dalam rongga peritoneal. Lambung ditempatkan di bagian atas abdomen
sebelah kiri dari garis tengah tubuh tepat di bawah diafragma kiri. Lambung adalah suatu
kantung yang dapat berdistensi dengan kapasitas kira-kira 1500 ml. Usus halus adalah
segmen paling panjang dari saluran GI yang jumlah panjangnya kira-kira dua pertiga dari
panjang total sauran. Pertemuan antara usus halus dan besar terletak di bagian bawah kanan
duodenum. Bagian ujung dari usus besar terdiri dari dua bagian yaitu kolon sigmoid dan
rectum.
Untuk melakukan fungsinya, semua sel tubuh memerlukan nutrien. Nutrien ini harus
diturunkan dari masukan makanan yang terdiri dari protein, lemak, karbohidrat, vitamin, dan
mineral.
Prosedur diagnostik yang membantu mengenali adanya penyakit lambung
danduodenum adalah pemeriksaan radiologis dengan barium, uji napas, uji serologis analisis
lambung, dan endoskopi menggunkan gastroskop serat optik fleksibel. Persyarafan lambung
sepenuhnya berasal dari system saraf otonom. Suplai saraf parasimpatis untuk lambung dan
duodenum dihantarkan ke dan dari abdomen melalui saraf vagus.
Mual dan muntah merupakan gejala dan tanda yang sering menyertai gangguan GI,
demikian juga dengan penyakit-penyakit lain.
2
Gastritis merupakan suatu keadaan peradangan atau perdarahan mukosa lambung
yang dapat bersifat akut, kronis, difus, atau lokal. Gastritis adalah inflamasi dari mukosa
lambung. Gastritis adalah perdangan pada lambung dan merupakan gangguan yang sering
terjadi dengan karakteristik adanya anoreksia, rasa penuh dan tidak enak pada epigastrium,
mual dan muntah.
Dari ketiga definisi di atas, dapat disimpulkan bahwa gastritis adalah inflamasi atau
peradangan pada dinding lambung terutama pada mukosa lambung dapat bersifat akut dan
kronik. Gastritis juga dapat disebabkan oleh obat-obatan terutama aspirin dan obat anti
inflamasi non steroid (AINS), juga dapat disebabkan oleh gangguan mikrosirkulasi mukosa
lambung seperti trauma, luka bakar dan sepsis.
3
BAB II
KASUS
Lembar 1
Seorang pasien, Tuan A, 48 tahun, datang ke UGD RS Trisakti dengan keluhan muntah-
muntah cairan berwarna seperti kopi dan BAB berwarna hitam.
Lembar 2
Sekitar 2 jam yang lalu, Tn. A mengeluh muntah-muntah isi cairan seperti kopi dan BAB
berwarna hitam. Tn. A juga sering mengeluh nyeri di ulu hati, mual, dan kembung terutama
sejak 2 bulan terakhir. Tn. A adalah seorang yang obese, sering mengeluh nyeri pada kedua
lututnya terutama saat diipat, sehingga pasien sering mengkonsumsi obat-obat rematik.
Lembar 3
Berisi hasil pemeriksaan fisik dan penunjang, akan dibahas pada Bab III.
4
BAB III
PEMBAHASAN KASUS
Hipotesis
Berdasarkan kasus di atas, keluhan utama pasien adalah adanya muntah-muntah cairan
berwana seperti kopi (hematemesis) dan juga BAB dengan feses berwarna hitam (melena).
Menurut dua keluhan utama yang disampaikan pasien, kedua keluhan ini mengarah pada
perdarahan pada saluran gastrointestinal, sehingga dapat ditarik beberapa hipotesis sebagai
berikut:
1. Ulkus peptikum, terjadinya ulkus dan perdarahan pada mukosa lambung karena
berbagai sebab, dan merupakan penyebab tersering dari perdarahan GIT.
2. Gastritis/Hemoragik Gastropati, bisa disebabkan oleh iritan dan obat yang
mengganggu kerja lambung, konsumsi NSAID, dan lainnya.
3. Hipertensi Vena porta, yang kemudian menyebabkan varises pada esophagus. Apabila
disertai dengan konsumsi makanan keras, dapat menimbulkan terjadinya perdarahan.
Perdarahan ini dapat bersifat rekuren.
4. Mallory-Weiss tears, pada pasien yang alkoholik. Perdarahan terjadi pada sisi gaster
dari gastroesophageal junction. Self-limiting pada 80-90% kasus, dan rekuren pada
0-7%.
5. Keempat hipotesis di atas disertai dengan kecurigaan syok hemoragik, karena
terjadinya perdarahan pada tubuh pasien.
Anamnesis
1. Sudah berapa lama pasien mengalami muntah-muntah cairan seperti kopi dan BAB
berwarna hitam?
5
2. Apakah disertai gejala seperti nyeri, mual, dan lainnya?
3. Apakah pasien mengkonsumsi minuman beralkohol dan/atau merokok?
4. Apakah pasien mengkonsumsi obat-obatan tertentu secara rutin/jangka waktu yang
lama?
5. Apakah terdapat riwayat DM dan penyakit jantung pada keluarga?
6. Apakah ada anggota keluarga lain yang mengalami keluhan serupa?
Pemeriksaan Fisik
Status generalis :
Kesadaran compos mentis, tampak pucat dan lemah, mimik wajah kesakitan di perut bagian atas. Pasien datang dengan dituntun oleh istrinya.
Tanda vital :
TD : 95/70 mmHg (Hipotensi karena adanya perdarahan)
Nadi; 110x/menit reguler, equal, isi kecil ( Tachycardia karena anemia berat irama reguler, equal : pengisian nadi sebelum dan berikutnya sama, isi kecil karena hypovolemia)
Suhu; 36,5oC (normal)
Pernapasan: 20x/menit (normal)
Kepala: mata: konjungtiva anemis +/+ (anemia); sklera ikterik -/- (negatif / normal)
Thorax: tidak ada kelainan (normal)
Abdomen: inspeksi: tidak tampak kolateral (normal); palpasi: supel (normal), nyeri tekan epigastrium + ( Peradangan intra-abdominal), hepar dan lien tidak teraba (normal); perkusi: tympani (normal); auskultasi: BU+n (normal)
Ekstremitas: akral dingin dan pucat (Syok Hipovolemik)
6
Interpretasi Pemeriksaan Penunjang
Foto Lutut : kesan osteoartrosis kedua genu
(Pasien menderita Osteoartrosis karena dilihat dari riwayat pasien yang obese merupakan salah satu faktor penyebab timbulnya Oseteoartrosis)
EKG : dalam batas normal
Darah lengkap
Hemoglobin : 8 g/dL (Normal : 13-16 > pada pasien turun karena anemia)
Leukosit : 6.200 /UL (Normal : 5-10 > pada pasien normal)
Trombosit : 340.000 /UL (Normal : 150.000-400.000)
Hitung Jenis : 0/1/5/51/39/4 (Normal : 0/1//2/50/20/2)
Ureum : 38 mg/dL (Normal : 15-40)
Creatinin : 1,1 mg/dL (Normal : 0,6-1,3)
Bilirubin total : 1,0 mg/dL (Normal : 0,25-1,0)
Direk : 0,6 mg/dL (Normal : 0,0-0,2)
Indirek : 0,4 mg/dL ( Normal : 0,2-0,8)
Gamma GT : 36 U/L n: <36 U/L (Normal)
SGOT : 26 U/L <38 U/L (Normal)
SGPT : 30 U/L <38 U/L (Normal)
Albumin : 3,7 g/dL >3,5 g/dL (Normal)
Asam urat : 7,1 mg/dL <6 mg/dL (Normal)
GDP/ 2jam PP : 97 mg/dL / 138 mg/dL (Normal > pasien tidak menderita diabetes)
7
Kolesterol total : 238 mg/dL <200 mg/dL (Tinggi > pasien obese)
HDL : 38 mg/dL >50 mg/dL (Rendah > pasien obese)
LDL : 168 mg/dL <100 mg/dL (Tinggi > pasien obese)
Trigliserid : 278 mg/dL <170 mg/dL (Tinggi > pasien obese)
Urinalisis
Albumin : negatif negatif (Normal)
Reduksi : negatif negatif (Normal)
Sedimen : negatif negatif (Normal)
Leukosit : 5-6/LPB <8/LPB (Normal)
Hematokrit : 21% (Normal: 45-55 > pada pasien rendah karena anemia)
LED : 56 mm/jam (Normal: <10 > pada pasien tinggi karena anemia)
Eritrosit : 1/LPB <2/LPB (Normal)
Silinder : negatif negatif (Normal)
Epitel : positif negatif (Tidak normal)
Kristal : positif negatif (Tidak normal)
Bakteri : negatif negatif (Normal)
Tinja
Warna : hitam (Melena karena ada perdarahan saluran cerna bagian atas)
Benzidin test : positif 4 (Adanya perdarahan saluran cerna bagian atas)
Lain-lain : negatif (Normal)
USG abdomen : tidak ada kelainan pada organ abdomen bagian atas
Gastroskopi hari I :
- Esofagus tidak ada varises (Normal)
- Lambung tampak cairan seperti kopi (sisa perdarahan)
- Erosi berat pada antrum dengan sisa perdarahan
- Tukak multipel di antrum dengan sisa perdarahan
8
- Bulbus duodeni tidak tampak ulkus atau erosi, masih tampak sisa darah
Kesan: gastritis erosif di lambung, ulkus lambung multipel, masih menunjukan perdarahan
Diagnosis
Dari hasil anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang yang didapat,
maka kelompok kami setuju bahwa diagnosis untuk pasien ini adalah Ulkus Peptikum et
causa OAINS disertai dengan Osteoarthritis. Kami mendiagnosa Ulkus Peptikum et causa
OAINS ini dilihat dari hasil manifestasi klinis berupa melena dan hematemesis, yang berarti
adanya perdarahan di saluran GI bagian atas, serta dari hasil anamnesis pasien yang
mengkonsumsi OAINS untuk mengobati nyeri lututnya. Sebagaimana kita tahu, bahwa
OAINS merupakan salah satu faktor predisposisi Ulkus Peptikum. Diagnosis ini juga
diperkuat dengan hasil gastroskopi berupa kesan ulkus lambung multipel, dan masih
menunjukkan sisa perdarahan serta tidak ditemukan kelainan pada organ lain dari hasil lab
maupun USG.
Kami menyingkirkan hipotesis Hemoragik Gastropati sebagai diagnosis kerja karena
Hemoragik Gastropati ini perdarahannya tidak sampai menimbulkan manifestasi klinis
9
berupa melena ataupun hematemesis. Namun kelompok kami menjadikan Hemoragik
Gastropati ini sebagai Diagnosis banding karena dari hasil gastroskopi ditemukannya kesan
erosif di lambung dan faktor predisposisinya juga oleh OAINS. Mallory-Weiss tears
disingkirkan karena tidak ditemukan riwayat konsumsi minuman beralkohol pada pasien.
Selain ulkus peptikum, pasien juga mengalami Osteoarthritis. Hal ini dikarenakan
pasien menderita obesitas, juga dengan adanya gejala klinis berupa nyeri lutut dan gambaran
radiologis yang merujuk ke Osteoarthritis, seperti penyempitan celah sendi, adanya ostefit,
dan terjadinya deformitas.
Patogenesis Tukak Lambung Karena OAINS
NSAID (nonsteroidal anti-inflammatory drugs) yang di Indonesia disebut obat
antiinflamasi nonsteroid (OAINS), bekerja dengan menghentikan pembentukan
prostaglandin. Prostaglandin yang terbuat dari turunan lemak omega-6, yang disebut
arachidonic acid (banyak terdapat di daging dan susu). Dan untuk diketahui, prostaglandin
yang disebut PGE2 inilah yang menyebabkan rasa sakit.
Lebih spesifik lagi, enzim krusial yang membuat prostaglandin PGE2 inilah yang
akan diblok, enzim ini ada 2 jenis, bernama (Cyclooxygenase) COX-1 dan COX-2. Cara kerja
dengan memblok salah satu elemen, seperti enzim COX ini sama sekali bukan jalan keluar
yang aman. Seperti diketahui, proses kimia dalam tubuh sangat komplex, dan dengan
memblok salah satu aspek kimia, pasti akan menyebabkan efek berantai lainnya, itulah
sebabnya semua obat tanpa kecuali hampir pasti memiliki efek samping yang merusak.
Obat NSAID akan menghambat enzim COX-1 dan COX-2 sehingga pada akhirnya
sangat mujarab dalam menghilangkan rasa sakit. Perlu dibedakan bahwa COX-1 adalah
enzim yang membantu sintesa prostaglandin untuk melindungi mukosa gaster dan usus dari
10
HCl, sementara COX-2 adalah enzim yang membantu sintesa prostaglandin PGE2 yang
merupakan perantara nyeri.
Obat-obat NSAID seperti Aspirin dan Ibuprofen tidak bisa membedakannya, dan
menyerang kedua enzim COX-1 dan COX-2 tersebut. Akibatnya ialah terjadinya peningkatan
risiko pendarahan pada lambung/gastrointestinal, dan secara jangka panjang memberikan
efek negatif bagi hati dan ginjal.
Oleh karena terhambatnya enzim COX-1, produksi prostaglandin yang berfungsi
melindungi mukosa lambung dari HCl menjadi berkurang. Sehingga HCl dapat mengiritasi
mukosa lambung, menimbulkan erosi, sampai terjadinya perdarahan. Ulkus dapat terbentuk
dalam jumlah yang banyak (multipel) menciptakan perdarahan aktif yang timbul dengan
manifestasi klinik berupa hematemesis (muntah darah), hematochezia (keluarnya cairan darah
segar bersama tinja), melena (tinja berwarna hitam seperti tar), atau occult bleeding (terdapat
darah pada tinja, namun hanya muncul pada pemeriksaan tinja).
Satu lagi efek negatif yang jarang disebutkan adalah, aspirin serta obat NSAID sejenis
lainnya justru akan membuat kerusakan akibat radang sendi bertambah parah. Obat-obatan ini
akan menghentikan produksi collagen dan material lainnya dan mempercepat kerusakan pada
persendian.
Penatalaksanaan
Tujuan terapi adalah menghilangkan keluhan/ gejala, menyembuhkan/ memperbaiki
kesembuhan ulkus, mencegah kekambuhan/rekurensi ulkus, dan mencegah komplikasi. 1
Walaupun ulkus lambung dan ulkus duodenum sedikit berbeda dalam patofisiologi tetapi
respon terhadap terapi sama. Ulkus lambung biasanya ukurannya lebih besar, akibatnya
11
memerlukan waktu terapi yang lebih lama. Untuk pengobatan ulkus lambung sebaiknya
dilakukan biopsi untuk menyingkirkan adanya suatu keganasan/kanker lambung. 1
Terapi terhadap ulkus peptikum terdiri dari: Non-medikamentosa, medikamentosa,
dan tindakan operasi.
TERAPI NON-MEDIKAMENTOSA
ISTIRAHAT. Secara umum pasien tukak dianjurkan pengobatan rawat jalan, bila kurang
berhasil atau ada komplikasi baru dianjurkan rawat inap di rumah sakit. Penyembuhan akan
lebih cepat dengan rawat inap walaupun mekanismenya belum jelas, kemungkinan oleh
bertambahnya jam istirahat berkurangnya refluks empedu, stress dan penggunaan analgetik.
Stress dan kecemasan memegang peran dalam peningkatan asam lambung dan penyakit
tukak. Walaupun masih ada silang pendapat mengenai hubungan stress dan asam lambung,
sebaiknya pasien hidup tenang dan menerima stress dengan wajar.
DIET. Walaupun tidak diperoleh bukti yang kuat terhadap berbagai bentuk diet yang
dilakukan, namun pemberian diet yang mudah cerna khususnya pada ulkus yang aktif perlu
dilakukan. Makan dalam jumlah sedikit dan lebih sering, lebih baik daripada makan yang
sekaligus kenyang. 1
Mengurangi makanan yang merangsang pengeluaran asam lambung/ pepsin, makanan
yang merangsang timbulnya nyeri dan zat-zat lain yang dapat mengganggu pertahanan
mukosa gastroduodenal. Beberapa peneliti menganjurkan makanan biasa, lunak, tidak
merangsang dan diet seimbang. Merokok menghalangi penyembuhan ulkus, menghambat
sekresi bikarbonat pankreas, menambah keasaman bulbus duodeni, menambah refluks
dudenogastrik akibat relaksasi sfingter pilorus sekaligus meningkatkan kekambuhan ulkus.
Merokok sebenarnya tidak mempengaruhi sekresi asam lambung tetapi dapat memperlambat
12
pemyembuhan luka serta meningkatkan angka kematian karena efek peningkatan
kekambuhan penyakit saluran pernafasan dan penyakit jantung koroner. Alkohol belum
terbukti mempunyai bukti yang merugikan. Air jeruk yang asam, coca-cola, bir, kopi tidak
mempunyai pengaruh ulserogenik tetapi dapat menambah sekresi asam lambung dan belum
jelas dapat menghalangi penyembuhan luka dan sebaiknya jangan diminum sewaktu perut
kosong. 1,2
TERAPI MEDIKAMENTOSA 1,2
OBAT-OBATAN. OAINS sebaiknya dihindari. Pemberian secara parenteral (supositorik dan
injeksi) tidak terbukti lebih aman. Bila diperlukan dosis OAINS diturunkan atau
dikombinasikan dengan ARH2/PPI/misoprostrol. Pada saat ini sudah tersedia COX 2
inhibitor yang selektif untuk penyakit OA/RA yang kurang menimbulkan keluhan perut.
Agen inhibitor COX-2 selektif dibedakan menurut susunan sulfa (rofecoxib, etoricoxib) dan
sulfonamida (celecoxib, valdecoxib). Penggunaan parasetamol atau kodein sebagai analgesik
dapat dipertimbangkan pemakaiannya.1
ANTASIDA. Pada saat ini antasida sudah jarang digunakan, antasida sering digunakan untuk
menghilangkan keluhan rasa sakit/dispepsia. Preparat yang mengandung magnesium tidak
dianjurkan pada gagal ginjal karena menimbulkan hipermagnesemia dan kehilangan fosfat
sedangkan alumunium menyebabkan konstipasi dan neurotoksik tapi bila dikombinasi dapat
menghilangkan efek samping. Dosis anjuran 4 x 1 tablet, 4 x 30 cc.
KOLOID BISMUTH (COLOID BISMUTH SUBSITRAT/CBS DAN BISMUTH
SUBSALISILAT/BSS). Mekanisme belum jelas, kemungkinan membentuk lapisan
13
penangkal bersama protein pada dasar ulkus dan melindunginya terhadap pengaruh asam dan
pepsin, berikatan dengan pepsin sendiri, merangsang sekresi PG, bikarbonat, mukus. Efek
samping jangka panjang dosis tinggi khusus CBS neuro toksik.
Obat ini mempunyai efek penyembuhan hampir sama dengan ARH2 serta adanya efek
bakterisidal terhadap Helicobacter pylori sehingga kemungkinan relaps berkurang. Dosis
anjuran 2x2 tablet sehari dengan efek samping berupa tinja berwarna kehitaman sehingga
menimbulkan keraguan dengan perdarahan.
SUKRALFAT. Suatu kompleks garam sukrosa dimana grup hidroksil diganti dengan
aluminium hidroksida dan sulfat. Mekanisme kerja kemungkinan melalui pelepasan kutub
aluminium hidroksida yang berikatan dengan kutub positif molekul protein membentuk
lapisan fisikokemikal pada dasar ulkus, yang melindungi ulkus dari pengaruh agresif asam
dan pepsin. Efek lain membantu sintesa prostaglandin, menambah sekresi bikarbonat dan
mukus, meningkatkan daya pertahanan dan perbaikan mukosal. Dosis anjuran 4x1 gr sehari.
PROSTAGLANDIN. Mekanisme kerja mengurangi sekresi asam lambung menambah
sekresi mukus, bikarbonat, dan meningkatkan aliran darah mukosa serta pertahanan dan
perbaikan mukosa. Efek penekanan sekresi asam lambung kurang kuat dibandingkan dengan
ARH2. Biasanya digunakan sebagai penangkal terjadinya ulkus lambung pada pasien yang
menggunakan OAINS. Dosis anjuran 4x200 mg atau 2x400 mg pagi dan malam hari. Efek
samping diare, mual, muntah, dan menimbulkan kontraksi otot uterus sehingga tidak
dianjuran pada orang hamil dan yang menginginkan kehamilan.
ANTAGONIS RESEPTOR H2/ARH2. (Cimetidin, Ranitidine, Famotidine, Nizatidine),
struktur homolog dengan histamin. Mekanisme kerjanya memblokir efek histamin pada sel
14
parietal sehingga sel parietal tidak dapat dirangsang untuk mengeluarkan asam lambung.
Inhibisi ini bersifat reversibel. Pengurangan sekresi asam post prandial dan nokturnal, yaitu
sekresi nokturnal lebih dominan dalam rangka penyembuhan dan kekambuhan ulkus.
Dosis terapeutik :
Cimetidin : dosis 2x400 mg atau 800 gr malam hari
Ranitidin : 300 mg malam hari
Nizatidine : 1x300 mg malam hari
Famotidin : 1x40 mg malam hari
Roksatidin : 2x75 mg atau 150 mg malam hari
Dosis terapetik dari keempat ARH2 dapat menghambat sekresi asam dalam potensi
yang hampir sama, tapi efek samping simetidin lebih besar dari famotidin karena
dosis terapeutik lebih besar.
PROTON PUMP INHIBITOR/ PPI (Omeprazol, Lanzoprazol, pantoprazol, Rabeprazol,
Esomesoprazol). Mekanisme kerja PPI adalah memblokir kerja enzim K+ H+ ATPase yang
akan memecah K+ H+ ATP menghasilkan energi yang digunakan untuk mengeluarkan asam
HCl dari kanalikuli sel parietal ke dalam lumen lambung. PPI mencegah pengeluaran asam
lambung dari sel kanalikuli, menyebabkan pengurangan rasa sakit pasien ulkus, mengurangi
aktivitas faktor agresif pepsin dengan pH>4 serta meningkatkan efek eradikasi oleh triple
drugs regimen.
Dosis Terapetik :
Rabeprazole 2x 20 mg/ hari
Omeprazole 2x 20 mg/ hari
Esomesoprazole 2x 20 mg/ hari
Lanzoprazole 2x 30 mg/ hari
15
Pantoprazole 2x 40 mg/ hari
TINDAKAN OPERASI
Tindakan operasi dilakukan pada keadaan: 1
1. Elektif (gagal pengobatan/ ulkus refrakter)
2. Darurat (komplikasi: perdarahan, perforasi, stenosis pilorik)
3. Ulkus lambung dengan keganasan
Terdapat tiga tindakan operasi yang dilakukan pada ulkus lambung, yaitu: highly selective
vagotomy (HSV), vagotomi dan drainage, vagotomi dan gastrectomi distal.
Komplikasi operasi :
Primer akibat perubahan anatomi gaster paska operasi
Semakin radikal tindakan operasi semakin kurang kekambuhan tukak tapi semakin
meningkat komplikasi paska operasi.
Komplikasi
Sebagian besar ulkus bisa disembuhkan tanpa disertai komplikasi lanjut. Tetapi pada
beberapa kasus, ulkus peptikum bisa menyebabkan komplikasi yang bisa berakibat fatal,
seperti penetrasi, perforasi, perdarahan dan penyumbatan.
Penetrasi.
Sebuah ulkus dapat menembus dinding otot dari lambung atau duodenum dan sampai
ke organ lain yang berdekatan, seperti hati atau pankreas. Hal ini akan menyebabkan nyeri
tajam yang hebat dan menetap, yang bisa dirasakan diluar daerah yang terkena (misalnya di
punggung, karena ulkus duodenalis telah menembus pankreas). Nyeri akan bertambah jika
penderita merubah posisinya. Jika pemberian obat tidak berhasil mengatasi keadaan ini,
mungkin perlu dilakukan pembedahan.
16
Perforasi.
Ulkus di permukaan depan duodenum atau (lebih jarang) di lambung bisa menembus
dindingnya dan membentuk lubang terbuka ke rongga perut. Nyeri dirasakan secara tiba-tiba,
sangat hebat dan terus menerus, dan dengan segera menyebar ke seluruh perut. Penderita juga
bisa merasakan nyeri pada salah satu atau kedua bahu, yang akan bertambah berat jika
penderita menghela nafas dalam.
Perubahan posisi akan memperburuk nyeri sehingga penderita seringkali mencoba untuk
berbaring mematung. Bila ditekan, perut terasa nyeri. Demam menunjukkan adanya infeksi di
dalam perut. Jika tidak segera diatasi bisa terjadi syok. Keadaan ini memerlukan tindakan
pembedahan segera dan pemberian antibiotik intravena.
Perdarahan.
Perdarahan adalah komplikasi yang paling sering terjadi. Gejala dari perdarahan
karena ulkus adalah:
- muntah darah segar atau gumpalan coklat kemerahan yang berasal dari makanan yang
sebagian telah dicerna, yang menyerupai endapan kopi
- tinja berwarna kehitaman atau tinja berdarah.
Dengan endoskopi dilakukan kauterisasi ulkus. Bila sumber perdarahan tidak dapat
ditemukan dan perdarahan tidak hebat, diberikan pengobatan dengan antagonis-H2 dan
antasid. Penderita juga dipuasakan dan diinfus, agar saluran pencernaan dapat beristirahat.
Bila perdarahan hebat atau menetap, dengan endoskopi dapat disuntikkan bahan yang bisa
menyebabkan pembekuan. Jika hal ini gagal, diperlukan pembedahan.
17
Penyumbatan.
Pembengkakan atau jaringan yang meradang di sekitar ulkus atau jaringan parut
karena ulkus sebelumnya, bisa mempersempit lubang di ujung lambung atau mempersempit
duodenum. Penderita akan mengalami muntah berulang, dan seringkali memuntahkan
sejumlah besar makanan yang dimakan beberapa jam sebelumnya. Gejala lainnya adalah rasa
penuh di perut, perut kembung dan berkurangnya nafsu makan. Lama-lama muntah bisa
menyebabkan penurunan berat badan, dehidrasi dan ketidakseimbangan mineral tubuh.
Mengatasi ulkus bisa mengurangi penyumbatan, tetapi penyumbatan yang berat memerlukan
tindakan endoskopik atau pembedahan.
Prognosis
Prognosis ad Vitam: Bonam
Prognosis ad Fungsionam: Dubia ad Malam
Prognosis ad Sanationam: Dubia ad Bonam
Prognosis tergantung dari perjalanan penyakit dan komplikasi yang terjadi.
Kebanyakan pasien berhasil diobati dengan menghindari NSAID , eradikasi infeksi H pylori,
dan penggunaan yang tepat terapi anti sekresi. Eradikasi infeksi H pylori menurunkan tingkat
kekambuhan ulkus 60-90% menjadi sekitar 10-20%.3
18
BAB IV
TINJAUAN PUSTAKA
I. Tukak Lambung
Tukak lambung atau ulkus lambung adalah termasuk dalam pengertian ulkus
peptikum yang meliputi ulkus oesofagus, lambung dan duodenum. Istilah ulkus peptikum
mengacu pada semua ulkus yang ada pada daerah yang mukosanya terendam dalam asam
hidroklorida dan pepsin cairan lambung (yaitu lambung dan duodenum bagian atas). Untuk
kepentingan klinik yang dimaksud dengan ulkus peptikum adalah tukak lambung dan ulkus
duodenum yang kronik. Dewasa ini tukak lambung dan ulkus duodenum dianggap sebagai
penyakit berbeda, paling tidak ditinjau dari etiologi/patogenesisnya.4.5.6
Etiologi
Disebabkan banyak faktor, antara lain:
Infeksi Helicobacter-pylori (h-pylori)
Penggunaan ASA atau OAINS
Faktor-faktor lain seperti merokok merupakan faktor risiko terjadinya tukak lambung,
memperlambat penyembuhan dan mempercepat kambuhnya tukak lambung. Merokok
diperkirakan merangsang sekresi asam lambung dan pepsin, serta menghambat aliran darah
mukosa dan sekresi pankreas. Akhir-akhir ini telah ditunjukkan bahwa merokok menghambat
sintesis PG dimukosa lambung-duodenum. Penghambatan Prostaglandin E (PGE) oleh aspirin
merupakan salah satu mekanisme terjadinya kerusakan mukosa lambung dan duodenum.18 Pada
sebagian kecil pasien, tukak lambung disebabkan oleh faktor hipersekresi asam lambung
(Zollinger-Ellison syndrom), infeksi mukosa oleh virus misal H. Simplex, Cytomegalovirus dan
pengguna kokain serta stress psikologi.
19
Definisi
Ulkus peptikum adalah kerusakan pada jaringan mukosa, submukosa sampai lapisan
otot suatu daerah saluran cerna yang langsung berhubungan dengan cairan lambung.5.6.7
Patofisiologi
Telah lama diketahui pada mukosa lambung dan duodenum ada keseimbangan antara
faktor agresif (perusak) dan faktor defensif (ketahanan mukosa). Mekanisme keseimbangan
ini sangat penting untuk mempertahankan fungsi dan integritas mukosa. Bila karena suatu
sebab terjadi gangguan keseimbangan, misalnya faktor agresif meningkat atau faktor defensif
menurun, maka akan terjadi lesi atau kerusakan pada
mukosa.5.6.8
Faktor agresif yang utama adalah asam lambung dan pepsin. Peranan asam lambung
dan pepsin menjadi dominan bila terjadi hipersekresi asam lambung seperti yang didapatkan
pada ulkus duodeni.4.5.6.9 Pada masa lampau faktor agresif ini dianggap yang paling penting
dalam patofisiologi ulkus peptikum, sehingga pengobatan ditujukan untuk menetralisir asam
lambung atau menghambat produksi asam lambung.8.9 Sekresi asam dari sel parietal
diturunkan oleh antagonis histamin H2 atau oleh inhibitor pompa proton yang dapat
menghasilkan kondisi tidak asam melalui penghambatan pompa yang mentransfer H+ keluar
dari sel parietal. Inhibitor pompa proton sangat efektif dalam menunjang penyembuhan ulkus,
bahkan pada pasien yang resisten terhadap antagonis H2.
Penguat mukosa meningkatkan penyembuhan ulkus dengan terikat pada dasar ulkus. Hal ini
memberikan perlindungan fisik dan memungkinkan sekresi HCO3 untuk mengembalikan
gradien pH, yang normalnya terdapat pada lapisan mukus yang berasal dari sel penghasil
mukus.4
20
Tukak lambung, walaupun sembuh, sering kali kambuh tanpa pemakaian obat yang
kontinyu. Hal ini disebabkan karena infeksi kronis pada lambung oleh Helicobacter pylori
(H-pylori) yang merupakan faktor etiologi penting dalam pembentukan ulkus. Infeksi H-
pylori berhubungan dengan kira-kira 95%ulkus duodenum dan 70% tukak lambung. Infeksi
bisa menyebabkan hipergastrinemia kronis, yang menstimulasi produksi asam dan
menyebabkan ulkus.5
Walaupun faktor H-pylori dan OAINS mengawali kerusakan dengan mekanisme yang
jelas, tetapi konsekuensi klinik tetap berhubungan dengan kadar asam dan tingkat
aktifasi pepsinogen dalam lumen lambung. Penekanan pada sekresi asam dengan obat-obat
farmakologik akan menghasilkan peningkatan pH lambung dan inaktifasi pepsinogen yang
akan memudahkan penyembuhan mukosa, mengurangi perdarahan dan mengurangi
komplikasi lain.5.6.8
Gambaran Klinis
Secara umum pasien ulkus peptikum biasanya mengeluh dispepsia. Dispepsia adalah
suatu sindroma klinik beberapa penyakit saluran cerna seperti mual, muntah, kembung, nyeri
ulu hati, sendawa, rasa terbakar, rasa penuh ulu hati dan rasa cepat kenyang.
Ulkus karena infeksi bakteri H-pylori
Kebanyakan orang yang terinfeksi Helicobacter pylori mempunyai neutrofil-neutrofil
dalam lamina propia dan kelenjar epitel dan suatu peningkatan dalam sel radang
kronik pada lamina propia. Kolonisasi Helicobacter pylori dalam duodenum terbatas
pada daerah metaplasia lambung dan ditemukan dala m epitelium pasien dengan ulkus
duodeni
Pemeriksaan Fisis
21
Ulkus tanpa komplikasi jarang menunjukkan kelainan fisik. Nyeri ulu hati, di kiri
garis tengah perut, penurunan berat badan merupakan tanda fisik yang sering dijumpai pada
ulkus peptikum tanpa komplikasi.
Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan Radiologi dengan barium meal kontras ganda
Pemeriksaan Endoskopi
Biopsi
Komplikasi
Perdarahan
Perforasi
Stenosis Pilorik
Penatalaksanaan
Sampai saat ini pengobatan terutama ditujukan untukmengurangi asam lambung dan
menetralkannya, dengan :
Medika Mentosa:
A n t a s i d a
Obat-obat yang mengurangi sekresi asam lambung
Obat sitoproteksi dan antisekresi.
Prostaglandin (PG)
Analog prostaglandin :
o Misoprostol (analog PGE1)
o Enprostil (analog PGE2)
22
Obat sitoproteksi dan sitoproteksi lokal
Sukralfat
Non Medika Mentosa:
Istirahat
Diet
Hindari makanan yang mengandung susu, asam, makanan yang merangsang
dan pedas. Berikan makanan halus karena dapat merangsang pengeluaran
asam lambung.
Hindari pemakaian OAINS, bila dibutuhkan dosis dikurangi10.
II. Osteoartritis
Definisi
Osteoartritis (OA) merupakan penyakit sendi yang karakteristik dengan menipisnya
rawan sendi secara progresif, disertai dengan pembentukan tulang baru pada trabekula
subkondral dan terbentuknya rawan sendi dan tulang baru pada tepi sendi (osteofit).
Etiologi
Osteoartritis seringkali terjadi tanpa diketahui sebabnya, yang disebut dengan
osteoartritis idiopatik. Pada kasus yang lebih jarang, osteoartritis dapat terjadi akibat trauma
pada sendi, infeksi, atau variasi herediter, perkembangan, kelainan metabolik dan
neurologik., yang disebut dengan osteoartritis sekunder. Onset usia pada osteoartritis
sekunder tergantung pada penyebabnya; maka dari itu, penyakit ini dapat berkembang pada
23
dewasa muda, dan bahkan anak-anak, seperti halnya pada orang tua. Sebaliknya, terdapat
hubungan yang kuat antara osteoartritis primer dengan umur.
Berdasarkan patogenesisnya OA dibedakan menjadi dua yaitu OA primer dan OA
sekunder. OA primer disebut juga OA idiopatik karena kausanya tidak diketahui dan tidak
ada hubungannya dengan penyakit sistemik maupun proses perubahan lokal pada sendi.
Sedangkan OA sekunder didasari oleh adanya kelainan endokrin, inflamasi, metabolik,
pertumbuhan, herediter dan imobilisasi yang terlalu lama
Penatalaksanaan
Terapi OA umumnya simptomatik, misalnya dengan pengendalian faktor-faktor
risiko, latihan, intervensi fisioterapi dan terapi farmakologis, pada OA fase lanjut sering
dilakukan pembedahan. Untuk membantu mengurangi keluhan nyeri pada OA, biasanya
digunakan analgetika atau obat anti-inflamasi non steroid (OAINS).11
III. Gastropati OAINS
Definisi
Gastropati yang disebabkan oleh refluks empedu dan OAINS sering disebut sebagai
gastropati kimiawi atau gastropati reaktif atau gastritis tipe C. Refluks empedu sebagai
bagian dari sindrom dismotilitas gastrointestinal dan pengguna obat anti inflamasi nonsteroid
(OAINS) kronik.
Sebagian besar efek samping OAINS pada saluran cerna bersifat ringan dan
reversibel. Hanya sebagian kecil yang menjadi berat yakni ulkus peptikum, perdarahan
saluran cerna dan perforasi. Faktor risiko yang penting adalah : usia lanjut, digunakan
24
bersama-sama dengan steroid, riwayat pernah mengalami efek samping OAINS, dosis tinggi
atau kombinasi lebih satu macam OAINS.
Diagnosis
Keadaan klinis gastropati OAINS sangat bervariasi dan luas, mulai yang paling ringan
berupa keluhan gastrointestinal discontrol. Secara endoskopi akan dijumpai kongesti mukosa,
erosi-erosi kecil kadang-kadang disertai perdarahan kecil. Lesi yang lebih berat dapat berupa
erosi dan ulkus multipel, perdarahan luas dan perforasi saluran cerna.
Penatalaksanaan
Evaluasi sangat penting karena sebagian besar gastropati OAINS ringan dapat sembuh
sendiri walaupun OAINS tetap diteruskan. Antagonis reseptor H2 (ARH2) atau PPI dapat
mengatasi rasa sakit, pada pasien yang harus menggunakan OAINS jangka lama ARH2
mampu mencegah timbulnya komplikasi berat OAINS pada saluran cerna atas.12
IV. Gaster
Anatomi
Gaster terletak di bagian atas abdomen, terbentang dari permukaan bawah
arcus costalis sinistra sampai regio epigastrica dan umbilikalis. Secara kasar, gaster berbentuk
huruf J dan mempunyai dua lubang, yaitu ostium cardiacum dan ostium pyloricum; dua
curvatura yaitu curvatura mayor dan curvatura minor; dan dua dinding yaitu pars anterior dan
pars posterior.
25
Secara umum lambung dibagi menjadi 3 bagian:
1. Cardia : Bagian ini hanya mensekresi mukus
2. Fundus : terletak hampir di seluruh corpus, yang mana kelenjar ini memiliki tiga tipe
utama sel yaitu sel zimogenik/chief cell, sel parietal, dan sel leher mukosa
3. Pilorus : terletak pada regio antrum pilorus. Kelenjar ini mensekresi gastrin dan
mukus.
Keterangan
1. Corpus Gaster2. Fundus3. Dinding Anterior4. Kurvatora Mayor5. Kurvatora Minor6. Cardia9. Sfingter Pylori10. Pylorus11. Kanal Pylorus12. Angular notch13. Kanal Gaster14. Rugal Folds
26
Lambung terdiri atas empat lapisan:
1. Lapisan peritoneal luar atau lapisan serosa, yang merupakan bagian dari peritoneum
viseralis. Dua lapisan peritoneum viseralis menyatu pada kurvatura minor lambung
dan duodenum, memanjang ke arah hepar membentuk omentum minus. Lipatan
peritoneum yang keluar dari organ satu menuju organ lain di sebut ligamentum. Pada
kurvatura mayor peritoneum terus ke bawah membentuk omentum mayus.
2. Lapisan berotot yang terdiri atas tiga lapis:
a. Serabut longitudinal, yang tidak dalam dan bersambung dengan otot
esophagus.
b. Serabut sirkuler yang paling tebal dan terletak di philorus serta membentuk
otot sfingter; dan berada di bagian bawah lapisan pertama.
c. Serabut oblik yang terutama dijumpai pada fundus lambung dan berjalan dari
orifisium kardiaka, kemudian membelok kebawah melalui kurvatura minor
3. Lapisan submukosa yang terdiri atas jaringan areolar berisi pembuluh darah dan
saluran limfe. Lapisan mukosa yang terletak di sebelah dalam, tebal dan terdiri atas
banyak rugue yang hilang bila organ itu berisi makanan.
4. Membran mukosa dilapisi oleh epitel silindris dan berisi banyak saluran limfe. Semua
sel-sel itu mengeluarkan sekret mukus. Permukaan mukosa ini dilintasi saluran-
saluran kecil dari kelenjar-kelenjar lambung. Semua ini berjalan dari kelenjar
lambung tubuler yang bercabang-cabang dan lubang-lubang salurannya dilapisi oleh
epitel silinder. Sel-sel epitel ini bersambung dengan permukaan mukosa dari lambung.
27
Epitel dari bagian kelenjar yang mengeluarkan sekret berubah-ubah dan berbeda-beda
di beberapa daerah lambung.
Persarafan & Perdarahan
Persarafan pada lambung umumnya bersifat otonom, suplai saraf parasimpatis untuk
lambung dihantarkan ke dan dari abdomen melalui N.Vagus. Trunkus vagus mencabangkan
ramus gastrik, pilorik, hepatik, dan coeliaca. Persarafan simpatis melalui N. Splangnikus
mayor dan ganglia coeliacum. Serabut-serabut afferen simpatis menghambat pergerakan dan
sekresi lambung. Pleksus Auerbach dan submukosa (Meissner) membentuk persarafan
intrinsik dinding lambung dan mengkoordinasi aktivitas motorik dan sekresi mukosa
lambung. Suplai darah di lambung berasal dari arteri coeliaca. Dua cabang arteri yang
penting dalam klinis adalah arteri duodenalis dan pancreaticoduodenalis (retroduodenalis)
yang berjalan sepanjang bulbus posterior duodenum.
Histologi
28
Dinding lambung terdiri atas 4 lapisan, yaitu :
a. Mukosa
Mukosa merupakan lapisan tebal dengan permukaan halus dan licin, yang kebanyakan
berwarna cokelat kemerahan namun berwarna merah muda di daerah pylorus. Pada lambung
yang berkontraksi, mukosa terlipat menjadi beberapa lipatan rugae,kebanyakan berorientasi
longitudinal. Rugae ini kebanyakan ditemukan mulai dari pinggir daerah pylorus hingga
kurvatura mayor. Rugae ini merupakan lipatan-lipatan besar pada jaringan konektif
submukosa dan bukan variasi ketebalan mukosa yang menutupinya, dan rugae ini akan
menghilang jika lambung mengalami distensi. Seperti pada semua saluran cerna lainnya,
mukosa ini tersusun oleh epitel permukaan, lamina propria, dan mukosa muskuler.
Pemeriksaan mikroskopis dari mukosa menampakkan lapisan epitel kolumna yang
sederhana (sel permukaan mukosa) mengandung banyak lubang sempit yang memanjang
sampai lamina propria yang disebut gastric pits. Pada bagian bawah lubang adalah lubang
dari kelenjar lambung (gastric glands)
Lamina propria membentuk kerangka jaringan konektif antara kelenjar dan
mengandung jaringan limfoid yang terkumpul dalam massa kecil folikel limfatik gastrik,
yang membentuk folikel intestinal soliter (terutama pada masa awal kehidupan). Lamina
propria juga memiliki suatu pleksus vaskuler periglanduler yang kompleks, yang
diperkirakan berperan penting dalam menjaga lingkungan mukosa, termasuk membuang
bikarbonat yang diproduksi pada jaringan sebagai pengimbang sekresi asam. Pleksus neural
juga ditemukan dan mengandung ujung saraf motorik dan sensorik.
29
Mukosa Muskularis merupakan lapisan tipis dari serat otot halus yang terdapat pada
bagian eksternal dari kelenjar. Serat muskular ini teratur dalam bentuk sirkuler di dalam,
lapisan longitudinal di bagian luar, terdapat pula lapisan sirkuler diskontinu bagian luar.
Lapisan dalam mengandung jelujur sel otot polosterletak di antara kelenjar dan kontraksinya
kemungkinan membantu dalam mengosongkan foveola gastrik.
Setiap kelenjar terdiri dari 4 sel sekretorik, yaitu:
1. Zymogenic
Zymogenic (peptic) atau sel kepala (chief cells) merupakan sumber enzim pencernaan
yaitu enzim pepsin dan lipase. Sel chief ini biasanya terletak pada bagian basal, bentuknya
berupa silindris (kolumner) dan nukleusnya berbentuk bundar dan eukromatik. Sel ini
mengandung granul zimogen sekretoris, dan karena banyaknya sitoplasmik RNA maka sel ini
sangat basofilik. Sel parietal (Oxyntic) merupakan sumber asam lambung dan faktor intrinsik,
yaitu glikoprotein yang penting untuk absorbsi vitamin B12. Sel ini berukuran besar, oval,
dan sangat eosinofilik dengan nukleus terletak pada pertengahan sel. Sel ini terletak terutama
pada apikal kelenjar hingga bagian isthmus. Sel ini didapati hanya pada interval sel-sel
lainnya disepanjang dinding foveola dan menggembung di lateral dalam jaringan konektif.
30
2. Parietal
Sel parietal memiliki sktruktur yang unik terkait dengan kemampuan mereka untuk
mensekresikan HCl. Bagian luminal dari sel ini,berinvaginasi membentuk beberapa kanal
buntu yang menyokong sangat banyak microvili ireguler. Di dalam sitopaslma yang
berhadapan dengan kanal ini adalah membran tubulus yang sangat banyak (sistem
tubulovesikular).Terdapat sangat banyak mitokondria yang tersebar di seluruh organella ini.
Membran plasma yang menyelimuti mikrovili memiliki kosentrasi H+/K+ATPase yang
sangat tinggi yang secara aktif mengsekresikan ion hidrogen kedalam lumen, ion klorida pun
keluar mengikuti gradien eletrokimia ini. Struktur yang akurat dari sel ini beragam tergantung
dari fase sekretoriknya; ketika terstimulasi, jumlah dan area permukaan dari mikrovili
membesar hingga lima kali lipat, diduga akibat fusi segera dari sistem tubulovesikuler dengan
membran plasma. Pada akhir sekresi terstimulasi, proses ini terbalik,membran yang
berlebihan kembali pada sistem tubuloalveolar dan mikrovili menghilang.
3. Mukus
Sel leher mukosa sangat banyak pada leher kelenjar dan tersebar sepanjang dinding
regio bagian basal. Sel ini mengsekresikan mukus, dengan vesikel sekretorik apikalnya
mengandung musin dan nukelusnya terletak pada bagian basal. Namun, produksinya secara
histokimia berbeda dengan produksi dari sel mukosa permukaan
4. Neuroendokrin
Sel neuroendokrin ditemukan disemua jenis kelenjar gastrik namun lebih banyak
ditemukan pada corpus dan fundus. Sel ini terletak pada bagian terdalam dari kelenjar, di
antara kumpulan sel chief. Sel ini berbentuk pleomorfik dengan nukleus ireguler yang diliputi
oleh granular sitoplasma yang mengandung kluster granul sekretorik yang besar (o,3 µm). Sel
ini mensintesis beberapa amino biogenic dan polipeptide yang penting dalam mengendalikan
motilitas dan sekresi glanduler. Pada lambung sel ini termasuk sel G (yang mensekresi
31
gastrin), sel D (somatostatin), dan selenterochromaffin-like/ECL (histamin). Sel-sel ini
membentuk sistem sel neuroendokrin yang berbeda-beda. Di dalam mukosa terdapat kelenjar
yang berbeda yang dibagi menjadi tiga zona, yaitu :
kelenjar kardia, berfungsi menghasikan lisozom
kelenjar lambung, berfungsi mensekresikan asam, enzim-enzim, mukus, dan
hormon-hormon.
kelenjar pilorus, berfungsi menghasilkan hormon dan mukus.
b. Submukosa
Submukosa merupakan lapisan bervariabel dari jaringan konektif yang terdiri dari
bundel kolagen tebal, beberapa serat elastin, pembuluh darah, dan pleksus saraf,termasuk
pleksus submukosa berganglion (Meissner) pada lambung.
c. Muscularis eksterna
Muscularis eksterna merupakan selaput otot tebal berada tepat dibawah serosa, di
mana keduanya terhubung melalui jaringan konektif subserosa longgar. Dari lapisan terdalam
ke luar, jaringan ini memiliki lapisan serat otot oblik, sirkuler, dan longitudinal, walaupun
celah antara tiap lapisan tidak berbeda satu sama lain.Lapisan sirkuler kurang begiru
berkembang pada bagian esofagus namun semakin menebal pada distal antrum pylorus untuk
kemudian membentuk sphincter pyloricannular. Lapisan longitudinal luar kebanyakan
terdapat pada 2/3 bagian cranial lambung dan lapisan oblik dalam pada setengah bagian
bawah lambung. Kerja dari muskularis eksterna ini adalah menghasilkan pergerakan adukan
yang mencampur makanan dengan produk sekresi lambung. Ketika otot berkontraksi,volume
lambung akan berkurang dan menggerakkan mukosa menjadi lipatan longitudinal atau rugae.
Rugae ini akan datar kembali dan menghilang ketika lambung penuh akan makanan dan
muskulatur berelaksasi dan menipis. Aktivitas otot diatur oleh jaringan saraf autonom yang
tidak bermyelin, yang terdapat pada lapisan otot dalam pleksus mienterikus (Auerbach).
32
d. Serosa atau Peritoneum
Serosa merupakan perpanjangan dari peritoneum visceral yang menutupi keseluruhan
permukaan pada lambung kecuali sepanjang kurvatura mayor dan minor pada pertautan
omentum mayor dan minor, dimana lapisan peritoneum meninggalkan suatu ruang untuk
saraf dan vaskuler. Serosa juga tidak ditemukan pada bagian kecil di posteroinferior dekat
dengan orificium kardiak, di mana lambung berkontak dengan diafragma pada refleksi
gastrophrenik dan lipatan gastropancreatik. Serosa mengandung banyak lemak apabila umur
bertambah.
BAB V
DAFTAR PUSTAKA
1. Tarigan Pengarapen, Akil HAM. Tukak gaster dan tukak duodenum. Dalam: Sudoyo
Aru, Alwi Idrus dkk editor. Buka ajar ilmu penyakit dalam jilid I edisi V. Jakarta:
InternaPublishing; 2009. hal. 513-27.
2. Del John. Peptic ulcer disease and related disorders. In: Kasper DL, Braunwald E, et
al (eds). Harrison’s principles of internal medicine 16th editions. United States:
McGraw-Hill Companies; 2005. p. 1746- 56.
33
3. Anand BS. Peptic ulcer disease. [online]. Update: June 20th 2011. [cited October 28th
2011]. Available from URL : http://emedicine.medscape.com/article/181753-
overview#showall
4. Neal MJ. Obat yang bekerja pada saluran gastrointestinal I: ulkus peptikum.
Dalam: Safitri A, ED. At a Glance Farmakologi Medis. Edisi ke 5. Penerbit
Erlangga, Jakarta, 2006: 30-1.
5. Johnson A, Kratz B, Scanion L, Spivak A. Guts and Glory H. pylori:
Cause of peptic ulcer. Eukarion 2007, 3: 67-72.
6. Robbins, Cotran. Diseases of Organ Systems. In : Kumar V, Abbas AK,
Fausto N. eds. Pathologic Basis of Disease. 7nd ed. Elsevier Saunders,
Pennsylvania, 2005: 810-19
7. Ramakrishnan K, Salnas RC. Peptic ulcer disease. American Family
Physician, 2007; 76: 1005-12.
8. Chey WD, Scheiman JM. Peptic ulcer disease. In: Friedman SL,
Mcquaid KR, Grendell JH. eds. Current Diagnosis and treatment in
gastroenterology. 2nd ed. Mc Graw Hill, Boston, 2003: 323-6.
9. Tarigan P. Tukak gaster. Dalam: Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I,
Marcellussimadibrata, Setiati S, eds. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam.
Edisi ke-4. FKUI, Jakarta, 2006: 340-6.
10. Tarigan P. Tukak Gaster. In: Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata M,
Setiati S, Editors. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid I. 5th ed. Jakarta:
InternaPublishing; 2009.p.516-7.
11. Soeroso J, Isbagio H, dkk. Osteoartritis. In: Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I,
Simadibrata M, Setiati S, Editors. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid III. 5 th ed.
Jakarta: InternaPublishing; 2009.p.2538.
34
12. Hirlan. Gastritis. In: Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata M, Setiati S,
Editors. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid I. 5 th ed. Jakarta: InternaPublishing;
2009.p.511-2
35