2007 ri dpr setjen apbn pelaksanaan dan anggaran … · ekonomi keuangan dan pembangunan telah...
TRANSCRIPT
BIRO A
NALISA A
NGGARAN DAN P
ELAKSANAAN A
PBN – SETJE
N DPR R
I
Bagian Analisa Pendapatan Negara dan Belanja Negara
2007
1
Pendahuluan
elalui Ketetapan MPR No. IV/MPR/1999 tentang Garis-Garis Besar Haluan
Negara (GBHN) Tahun 1999 – 2004, Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR)
Republik Indonesia telah mengamanatkan untuk mengurangi ketergantungan
dana dari luar negeri. Bahkan, amanat ini terus ditegaskan melalu Ketetapan
MPR lainnya di tahun-tahun berikutnya.
Kenyataan bahwa, selama bertahun-tahun pembangunan Indonesia sangat bergantung dari
utang dan bantuan luar negeri dalam segala bentuk dan persyaratannya.
Pendanaan luar negeri selama lebih 30 tahun terakhir sebagain besar bersumber dari negara-
negara dan lembaga-lembaga internasional/multilateral pemberi pinjaman/hibah yang
tergabung dalam Inter Governmental Group on Indonesia (IGGI) yang kemudian karena alasan
politik pada tahun 1992 berganti menjadi Consultative Group for Indonesia (CGI). Hampir
seluruh pemberi pinjaman/hibah luar negeri baik bilateral maupun multilateral tergabung dalam
CGI. Dengan demikian bagian terbesar pendanaan luar negeri Pemerintah Indonesia
bersumber dari CGI. Sehingga dapat dikatakan bahwa ketergantungan Pemerintah Indonesia
pada pendanaan luar negeri adalah ketergantungan pada CGI.
Selama lebih 11 tahun keberadaannya, Consultative Group for Indonesia (CGI) telah berperan dalam menopang proses dan pembiayaan pembangunan Indonesia melalui berbagai bantuan dan utang yang diberikan. Sudah tepatkah langkah Presiden Susilo Bambang Yudhoyono membubarkan CGI sebagai bentuk langkah strategis kemandirian perekonomian bangsa? Ataukah hanya memberi jalan bagi kebijakan asing lain untuk menjadi motor bagi stategi dan kebijakan ekonomi nasional. Apakah kebijakan pembubaran CGI mampu memperbaiki citra Indonesia yang selama ini dikenal sebagai debitor besar. Yang jelas pertimbangan politik dan ekonomi harus mendapatkan porsi perhatian yang sama besar, mengingat secara ekonomi Indonesia belumlah bisa lepas dari cengkeraman utang luar negeri. Mengingat hal-hal tersebut, bagaimana merumuskan kebijakan ekonomi pasca pembubaran CGI. Pembubaran CGI bukan berarti menghentikan utang luar negeri, meskipun kita harus tetap konsistem mendongkrak sisi penerimaan dari APBN.
BIRO A
NALISA A
NGGARAN DAN P
ELAKSANAAN A
PBN – SETJE
N DPR R
I
Bagian Analisa Pendapatan Negara dan Belanja Negara
2007
2
Pertanyaannya apakah langkah pembubaran CGI telah melalui pertimbangan kondisi
perekonomian yang terbaik ? Selanjutnya apakah Pemerintah telah menyiapkan strategi dan
kebijakan menyikapi perkembangan ekonomi Indonesia pasca pembubaran tersebut ini? Dan
apakah pembangunan yang direncanakan di Indonesia masih masih dapat berjalan sesuai
rencana dalam PRJP, RPJM tanpa keterlibatan CGI tersebut ?
Latar Belakang Pendanaan Luar Negeri Indonesia
Pendanaan yang bersumber dari luar negeri memegang peranan yang penting dalam
pembangunan di Indonesia terutama sejak Pemerintahan Orde Baru. Meskipun pendanaan
yang bersumber dari luar negeri tersebut selama bertahun-tahun diberi label sebagai pelengkap
pendanaan pembangunan, setidaknya selama tiga puluh tahun, selama Repelita I sampai
dengan Repelita VI, jumlah pendanaan yang berasal dari luar negeri cukup signifikan
besarannya.
Tabel Perbandingan Penerimaan Dalam Negeri dan Pinjaman/Hibah Luar Negeri Dalam
APBN (kumulatif) Repelita I s.d Repelita VI (dalam persen)
Pinjaman/Bantuan Luar Negeri
Repelita PenerimaanDalam Negeri
Program Proyek Total
I (1969/70 – 1973/74) 82,2 13,4 4,4 17,8
II (1974/75 - 1978/79) 89,7 1,1 9,2 10,3
III (1979/80 – 1983/84)
87,8 0,3 11,9 12,2
IV (1984/85 – 1988/89)
79,4 4,2 16,4 20,6
V (1989/90 – 1993/94) 82,0 1,6 16,4 18,0
VI (1994/95 – 1998/99)
83,7 4,2 12,1 16,3
Tabel Perbandingan Sumber Pendanaan Pembangunan Dalam APBN (kumulatif)
Repelita I s.d Repelita VI (dalam persen)
Pinjaman/Bantuan Luar Negeri
Repelita Tabungan Pemerintah
Program Proyek Total I (1969/70 – 1973/74) 51,3 36,7 12,0 48,7 II (1974/75 - 1978/79) 78,3 2,3 19,4 21,7 III (1979/80 – 1983/84)
74,9 0,2 24,9 25,1
BIRO A
NALISA A
NGGARAN DAN P
ELAKSANAAN A
PBN – SETJE
N DPR R
I
Bagian Analisa Pendapatan Negara dan Belanja Negara
2007
3
IV (1984/85 – 1988/89)
50,2 10,2 39,6 49,8
V (1989/90 – 1993/94) 57,2 3,7 39,1 42,8 VI (1994/95 – 1998/99)
57,7 10,9 31,4 42,3
Dilihat dari persyaratannya, pendanaan luar negeri yang diterima Pemerintah Indonesia
selama ini berupa hibah, pinjaman lunak, fasilitas kredit ekspor, pinjaman campuran (pinjaman
bersyarat lunak dan fasilitas kredit ekspor), dan pinjaman komersial. Sedangkan menurut
bentuk dan peruntukannya dapat dikelompokkan menjadi hibah/pinjaman program dan
hibah/pinjaman proyek. Berbagai jenis/skema pendanaan tersebut diadakan untuk menutup
defisit pembiayaan pembangunan dan pembiayaan rutin.
Secara umum, pendanaan luar negeri berasal dari sumber-sumber: (i) bilateral
(pemerintah negara lain) berupa hibah, pinjaman lunak dan pinjaman campuran (ii)
lembaga/organisasi multilateral/internasional berupa hibah dan pinjaman, dan (iii)
perbankan/lembaga keuangan internasional berupa fasilitas kredit ekspor dan pinjaman
komersial.
Beberapa tahun terakhir, hampir seluruh pemberi pinjaman/hibah luar negeri
(kreditor/donor) baik bilateral maupun multilateral tergabung dalam konsorsium/forum yang
dinamakan Consultative Group for Indonesia (CGI). Dengan demikian bagian terbesar
pendanaan luar negeri Pemerintah Indonesia bersumber dari CGI. Sehingga dapat dikatakan
bahwa ketergantungan Pemerintah Indonesia pada pendanaan luar negeri adalah
ketergantungan pada CGI.
Consultative Group for Indonesia merupakan konsorsium negara-negara dan lembaga-
lembaga kreditor dan donor untuk Indonesia (aid coordination) yang dibentuk pada tahun 1992
sebagai pengganti konsorsium yang sama yaitu Inter-Governmental Group on Indonesia (IGGI).
Selama lebih sepuluh tahun keberadaannya, CGI telah berperan dalam menopang
proses dan pembiayaan pembangunan Indonesia melalui berbagai bantuan dan utang yang
diberikan. Dalam perkembangannya terlebih sejak krisis multidimensi yang menimpa Indonesia
akhir tahun 1990, CGI telah mengalami berbagai pergeseran dan perubahan. Perubahan dalam
forum tersebut, antara lain mencakup mekanisme kerja, agenda dan isu yang dibahas dalam
pertemuan, dan jumlah, skema beserta persyaratan pinjaman dan hibah yang diberikan.
BIRO A
NALISA A
NGGARAN DAN P
ELAKSANAAN A
PBN – SETJE
N DPR R
I
Bagian Analisa Pendapatan Negara dan Belanja Negara
2007
4
Tabel
Skema dan Sumber Pendanaan Luar Negeri
Skema Pendanaan Luar Negeri Sumber Pendanaan Luar Negeri
Hibah Dana/uang Barang Tenaga ahli
Pinjaman Pinjaman (sangat) lunak dan pinjaman campuran
Fasilitas kredit ekspor Pijaman komersial
Bilateral (Pemerintah Negara Lain) CGI dan Non CGI Hibah, pinjaman (sangat) lunak dan pinjaman campuran
Lembaga/organisasi multilateral/ internasional
Umumnya dalam kerangka CGI Hibah, dan pinjaman
Perbankan/lembaga keuangan internasional Non CGI Fasilitas kredit ekspor, dan pinjaman komersial
Ketetapan MPR RI No. IV/MPR/1999 tentang Garis-Garis Besar Haluan Negara (GBHN)
Tahun 1999 – 2004 mengamanatkan agar pinjaman luar negeri harus secara bertahap
dikurangi sebagaimana tertuang pada Bab IV Arah Kebijakan butir B (angka 7, 9, dan 23) yaitu :
“7. Mengembangkan kebijakan fiskal dengan memperhatikan prinsip transparansi, disiplin, keadilan, efisiensi, efektivitas, untuk menambah penerimaan negara dan mengurangi ketergantungan dana dari luar negeri; 9. Mengoptimalkan penggunaan pinjaman luar negeri pemerintah untuk kegiatan ekonomi produktif yang dilaksanakan secara transparan, efektif dan efisien. Mekanisme dan prosedur peminjaman luar negeri harus dengan persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat dan diatur dengan undang-undang; 23. Menyehatkan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara dengan mengurangi defisit anggaran melalui peningkatan disiplin anggaran, pengurangan subsidi dan pinjaman luar negeri secara bertahap, peningkatan penerimaan pajak progresif yang adil dan jujur, serta penghematan pengeluaran. “
Amanat ini sesunguhnya telah digariskan pula dalam GBHN yang ditetapkan MPR pada
tahun 1973, 1978, 1983, 1988, 1993, 1998, dan 1999. Kesemuanya menyebutkan bahwa
bantuan luar negeri hanyalah merupakan pelengkap pendanaan pembangunan. Besaran dan
peranan bantuan luar negeri harus semakin dikurangi dan diperkecil. Bahkan sebelum itu,
Ketetapan MPRS No. XXIII/MPRS/1966 tentang Pembaharuan Kebijaksanaan Landasan
BIRO A
NALISA A
NGGARAN DAN P
ELAKSANAAN A
PBN – SETJE
N DPR R
I
Bagian Analisa Pendapatan Negara dan Belanja Negara
2007
5
Ekonomi Keuangan dan Pembangunan telah menyatakan bahwa kredit luar negeri dan
modal asing dapat dimanfaatkan dalam penanggulangan kemerosotan ekonomi serta
pembangunan ekonomi namun harus ada teladan untuk membebaskan diri dari ketergantungan
dari luar negeri.
Sementara itu sejak adanya krisis ekonomi tahun 1997 ketergantungan pada sumber
pendanaan luar negeri menjadi bertambah, bukan hanya pada CGI tetapi juga pada lembaga
International Monetary Fund (IMF). Ketergantungan ini bukan saja dalam hal pendanaan
melainkan juga pada aspek kebijakan.
Pada sisi lain Majelis Permusyawaratan Rakyat melalui Ketetapan MPR No.
II/MPR/2002 tentang Rekomendasi Kebijakan untuk Mempercepat Pemulihan Ekonomi
Nasional merekomendasikan untuk mengadakan evaluasi kebijakan agar tidak semakin
terjebak dalam ketergatungan kepada negara donor seperti tersebut pada Bab III Rekomendasi
Kebijakan butir 4.c. yaitu:
“Melakukan evaluasi kebijakan untuk meningkatkan posisi tawar dalam kerjasama
dengan lembaga-lembaga keuangan internasional, dan negara-negara pemberi kredit agar
tidak semakin terjebak dalam ketergatungan kepada negara donor, serta membuat strategi
yang komprehensif dalam pengelolaan utang luar negeri, termasuk melakukan negosiasi ulang
perjanjian utang dalam bentuk restrukturisasi, penjadwalan ulang, dan konversi, serta bentuk
lain.”
MPR melalui ketetapan MPR No. VI/MPR/2002 juga merekomendasikan kepada
Presiden dan pemerintah untuk tidak memperpanjang perjanjian kerjasama dengan IMF yang
berakhir pada akhir tahun 2003 dan untuk mempersiapkan sebaik-baiknya rencana mengakhiri
(exit plan) agar tidak menimbulkan kegoncangan moneter.
Prinsip-Prinsip Pokok Aid Coordination
CGI adalah salah satu bentuk Aid Coordination. Aid Coordination pada dasarnya
merupakan proses perencanaan bantuan international sehingga bantuan tersebut mampu
mendukung strategi, prioritas, dan tujuan nasional (negara penerima); menghindari duplikasi
dan tumpang tindih serta meminimalkan beban bantuan kepada penerima .
Aid coordination group pertama kali didirikan tahun 1958 dibawah kepemimpinan Bank
Dunia. Kemunduran kondisi perekonomian internasional dan langkanya sumber bantuan luar
negeri membuat peranan dan program bantuan lembaga ini makin beragam dan kompleks.
BIRO A
NALISA A
NGGARAN DAN P
ELAKSANAAN A
PBN – SETJE
N DPR R
I
Bagian Analisa Pendapatan Negara dan Belanja Negara
2007
6
Beberapa tujuan yang hendak dicapai dengan adanya Aid coordination group ini, antara
lain :
(1) Menstimulasi dan memberikan dukungan kebijakan
(2) Membuat penyesuaian kelembagaan untuk meningkatkan pengelolaan ekonomi
(3) Mempertimbangkan pembiayaan investasi yang tepat.
(4) Meningkatnya jumlah dan jenis lembaga yang menyediakan bantuan luar negeri
Seperti diketahui masing-masing Negara donor biasanya memiliki prioritas, persyaratan
dan prosedur sendiri pada saat memberikan pinjaman dan bantuan. Hal ini membuat
koordinasi bantuan menjadi hal yang sangat penting baik bagi donor maupun penerimanya.
Negara-negara berkembang perlu mengakomodasi prosedur dari berbagai lembaga-lembaga
pembangunan sementara pada saat yang sama negara-negara terebut mencari cara yang
terbaik untuk mempergunakan bantuan yang mereka terima agar dapat memberikan manfaat
yang sebesar-besarnya sesuai dengan prioritas pembangunan dan kemampuan keuangan dan
manajerial mereka.
Aid Coordination atau Koordinasi bantuan antar negara/lembaga internasional dapat
pula diklasifikasikan menurut derajat intensitas atau komitmennya, antara lain :
(1) Konsultasi (Consultation)
Secara umum memfokuskan pada pertukaran informasi antara negara penerima dengan
donor atau dalam komunitas donor. Biasanya tidak ada komitmen atau keputusan formal
yang diambil pada tingkatan ini.
(2) Kerja sama (Cooperation)
Forum ini lebih strategis dimana kebijakan, prioritas dan prinsip-prinsip didiskusikan
dengan tingkat perhatian yang lebih inggi untuk mencapai harmonisasi. Hal ini
membutuhkan tingkat kesepakatan dan kepercayaan yang lebih tinggi yang barangkali
tidak bisa dipenuhi oleh semua donor yang tergabung.
(3) Kolaborasi (Collaboration)
Forum ini ditujukan untuk membahas isu-isu prosedur dan praktis, dimana terdapat
upaya yang sungguh-sungguh untuk menjamin kegiatan berjalan dengan lancar terlepas
dari mana sumber pendanaannya. 1
1 Disch, Arne, Aid Coordination and Aid Effectiveness, ECON Centre for Economic Analysis
BIRO A
NALISA A
NGGARAN DAN P
ELAKSANAAN A
PBN – SETJE
N DPR R
I
Bagian Analisa Pendapatan Negara dan Belanja Negara
2007
7
Pada umumnya, tanggung jawab atas koordinasi berada pada negara penerima, namun
demikian donor biasanya tetap membantu pemerintah negara penerima dalam mengelola
proses koordinasi bantuan agar berjalan efektif. Dukungan donor diperlukan karena masih
terbatasnya kapasitas administrasi negara penerima. Kelompok-kelompok konsultasi yang
dikoordinasi Bank Dunia (seperti CGI), konsorsium donor untuk Indonesia (IGGI) yang diketuai
Belanda merupakan contoh aid coordination group yang dibentuk untuk .
Sejarah Pembentukan IGI
Awal pembentukan CGI dimulai, setelah pembubaran IGGI. Sedangkan IGGI sendiri
dipandang perlu untuk dibubarkan dengan alasan yang dipandang lebih bermuatan politis. Hal
ini dipicu masalah kunjungan Menteri Kerjasama Pembangunan Belanda ke Indonesia untuk
memantau pelaksanaan pinjaman/ hibah IGGI. Pemerintah Indonesia menilai kunjungan
Menteri Kerjasama Pembangunan dipakai sebagai sarana atau tempat “mengadu” kalangan
civil society terutama yang secara politik berseberangan dengan pemerintah.
Disamping itu, terlebih sejak dijabat oleh J.P. Pronk, Menteri Kerjasama Pembangunan
Belanda sering mengangkat isu dan melontarkan pernyataan mengenai hal-hal di luar masalah
kebijakan ekonomi (moneter, fiskal dan anggaran), dan di luar masalah pelaksanaan proyek-
proyek pinjaman/hibah IGGI sesuai dengan ide dasar pembentukan IGGI. Isu-isu hak asasi
manusia, perburuhan, dan partisipasi politik/demokrasi sering dilontarkan oleh J.P Pronk.
Dengan latar belakang tersebut Pemerintah Indonesia melalui surat Menteri Koordinator
Ekonomi, Keuangan, Industri dan Pengawasan Pembangunan, Radius Prawiro, kepada
Perdana Menteri Belanda R.F.M. Lubbers tanggal 24 Maret 1992 meminta kepada Pemerintah
Belanda untuk:
(1) Menghentikan (terminate) pencairan (disbursement) semua bantuan pembangunan yang
sedang dilaksanakan baik dalam bentuk pinjaman maupun hibah dari Belanda kepada
Indonesia dengan segera;
(2) Tidak lagi menyiapkan bantuan baru untuk Indonesia;
(3) Tidak perlu menyelenggarakan sidang IGGI.
Keputusan Pemerintah Indonesia tersebut berarti pembubaran Inter-Governmental
Group on Indonesia. Selanjutnya Pemerintah Indonesia melalui surat Menteri Keuangan, J.B.
Sumarlin, tanggal 24 Maret 1992 kepada Presiden Bank Dunia meminta lembaga tersebut
untuk membentuk Consulative Group on Indonesia (CGI). Melalui surat itu pula Pemerintah
Indonesia meminta Bank Dunia sebagai koordinator CGI, Menanggapi permintaan tersebut,
BIRO A
NALISA A
NGGARAN DAN P
ELAKSANAAN A
PBN – SETJE
N DPR R
I
Bagian Analisa Pendapatan Negara dan Belanja Negara
2007
8
Bank Dunia melalui surat Board of Directors tanggal 8 April 1992 kepada Menteri Keuangan
Indonesia menyatakan bahwa pada prinsipnya Bank Dunia dapat menerima permohonan
Pemerintah Indonesia.2
Kebijakan untuk membubarkan IGGI dengan latar belakang seperti tersebut setidaknya
dapat diartikan sebagai pelaksanaan amanat GBHN (Tap MPR No. II/ MPR/1988) yaitu
pinjaman luar negeri sebagai unsur pelengkap dana pembiayaan dapat diterima sepanjang
tidak ada ikatan politik, syarat-syaratnya tidak memberatkan dan dalam batas kemampuan
untuk membayar kembali.
Perkembangan Peran hingga Pembubaran CGI
Tujuan utama pembentukan forum IGGI dan CGI adalah untuk menutup kekurangan
anggaran yang dibutuhkan (menutup financing gap) Pemerintah Indonesia dalam
melaksanakan program-program pembangunan khususnya untuk mencapai pertumbuhan
ekonomi yang telah ditargetkan. Karenanya misi yang paling penting dalam setiap pertemuan
CGI adalah seberapa besar komitmen dukungan pendanaan (pledge) yang diberikan para
peserta CGI kepada Pemerintah Indonesia.
Sejak tahun 1967 memang pledge IGGI/CGI cenderung meningkat dari tahun ke tahun
dan hanya sedikit mengalami fluktuasi penurunan antara tahun 1996 – 1997 dan tahun 2000 –
2001. Total pledge IGGI/ CGI dari pertemuan pertama IGGI bulan Juni 1967 sampai dengan
pertemuan CGI ke – 12 tanggal 21 – 22 Januari 2003 adalah USD 111.078,38 juta. Sedangkan
total pledge CGI sejak pertemuan pertama tahun 1992 sampai tahun 2003 adalah USD
58.824,89 juta.
Diantara para kreditor dan donor anggota IGGI/CGI, Bank Dunia, Bank Pembangunan
Asia (ADB) dan Jepang merupakan tiga kreditor/donor terbesar. Sejak Repelita II kontribusi
pledge ketiganya mencapai dua per tiga dari keseluruhan pledge IGGI/CGI.
Target pertumbuhan ekonomi Indonesia yang tinggi berimplikasi pada misi Pemerintah
Indonesia untuk mendapatkan komitmen sebanyak mungkin dari peserta CGI sesuai dengan
kebutuhan untuk menutup defisit anggaran. Pledge yang diberikan oleh IGGI/CGI sebagian
besar berupa pinjaman (sekitar 85% - 90%) dan sisanya berupa hibah (10% – 15%). Dalam
realisasinya sebagian pinjaman tersebut dicampur dengan fasilitas kredit ekspor yang
persyaratannya lebih mahal. Memang, pinjaman tersebut tidak seluruhnya dapat dicairkan
dalam tahun anggaran berjalan atau tahun anggaran berikutnya. Demikian pula pledge atau
2 Bappenas, Direktorat Pendanaan Luar Negeri Bilateral dan Direktorat Pendanaan Luar Negeri Multilateral, 2006.
BIRO A
NALISA A
NGGARAN DAN P
ELAKSANAAN A
PBN – SETJE
N DPR R
I
Bagian Analisa Pendapatan Negara dan Belanja Negara
2007
9
komitmen yang disampaikan pada pertemuan IGGI/CGI tidak langsung mengikat secara hukum
dalam perikatan utang-piutang. Meskipun demikian, kedua belah pihak (Pemerintah Indonesia
dan kreditor yang memberikan komitmen) terikat komitmen dan berupaya untuk merealisasikan
pinjaman tersebut.
Berbagai pendapat mengenai pentingnya pembubaran CGI sebenarnya sudah lama
diutarakan berbagai kalangan. Saran untuk membubarkan CGI beberapa tahun ke belakang
sudah sering disuarakan, tidak saja disampaikan oleh beberapa pengamat ekonomi seperti
Kwik Kian Gie, tetapi juga disuarakan oleh banyak NGO (non government organization) dan
berbagai kalangan masyarakat. Tetapi selama itu pula
pemerintahan belum memiliki cukup keberanian untuk
membubarkan CGI.
Pembubaran CGI dilandaskan pada kesadaran
bahwa keberadaan CGI selama ini tidak banyak
membantu melepaskan Indonesia dari perangkap atau
jebakan utang luar negeri (dept trap). Selain itu, ongkos
negosiasi utang luar negeri melalui forum CGI juga
sudah tidak efisien jika dibandingkan manfaat (benefit)
yang diterima selama ini.
Pada 24 Januari 2007, Persiden S.B.
Yudhoyono mengeluarkan pernyataan bahwa
Indonesia tidak memerlukan lagi keberadaan forum
CGI (Consultative Groups on Indonesia). Pembubaran
CGI mengandung makna penting, dalam politik maupun ekonomi. Secara politik jelas terlihat
tentang keinginan dan tekad untuk tidak lagi mau didikte pihak manapun dalam soal kebijakan
domestik maupun luar negeri.
Analisis Keberadaan Forum CGI dan Kemandirian Ekonomi Indonesia
Keberadaan forum CGI selama tahun 1992 – 2007 tidak dapat dilepaskan dari berbagai mitos
yang terdapat seputar peran dan keberadaan forum tersebut bagi kepentingan perkembangan
Bank Dunia mendukung Presiden Yudhoyono membubarkan CGI. "Kami mendukung pernyataan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono bahwa Indonesia tidak lagi membutuhkan CGI," kata Kepala Perwakilan Bank Dunia di Indonesia Andrew Steer. Menurut Andrew, Indonesia telah membangun ekonomi yang kuat dan semakin mengurangi pinjaman kepada kalangan donor. Dia menambahkan bahwa model atau mekanisme lama bantuan CGI
Suara Karya, 27 Januari 2007
BIRO A
NALISA A
NGGARAN DAN P
ELAKSANAAN A
PBN – SETJE
N DPR R
I
Bagian Analisa Pendapatan Negara dan Belanja Negara
2007
10
perekononomian Indonesia. Namun kemudian banyak muncul pendapat mengenai
ketidaktepatan mitos-mitos tersebut, antara lain3 :
Mampu memberikan akses financial
Keberadaan CGI tidaklah mampu memberikan akses financial, karena yang mampu
memberikan keputusan akses tersebut adalah kreditor dalam perjanjian bilateral dan
multilateral. CGI hanya melakukan kompilasi atas komitmen yang diajukan oleh masing-masing
kreditor.
Mempermudah koordinasi
CGI tidak membuat koordinasi menjadi mudah, namun justru dianggap dapat memperpanjang
rantai koordinasi yang seharusnya menjadi peran pemerintah Indonesia dengan negara
kreditor.
Pinjaman dengan bunga yang murah
Jika bunga dari pinjaman-pinjaman dari Negara-negara kreditor tersebut di
pertimbangkan faktor depresiasi kurs mata uang Rupiah, maka pinjaman-pinjaman tersebut
memiliki biaya yang cukup tinggi.
A. CGI memang layak dibubarkan
Mengutip analisis yang dilakukan Tony Pasentiantono4 tentang keberadaan CGI, agaknya
keputusan pembubaran CGI adalah keputusan tepat yang tidak perlu diragukan lagi.
Beberapa pertimbangan yang mendasari, antara lain:
3 Imam Sugema, Dalam Diskusi Pembubaran CGI dan Pembiayaan Defisit Anggaran, 22 Maret 2007 Jakarta 4 A. Tony Prasetiantono, Dalam Diskusi Pembubaran CGI dan Pembiayaan Defisit Anggaran, 22 Maret 2007 Jakarta
Kreditor Terendah Tertinggi Terendah TertinggiBilateral
Jepang 1.3 1.7 26.4 34.3Jerman 0.8 1 25.8 33.5
MultilateralWorld Bank 5.6 5.7 27 27.7ADB 5.4 5.5 26.7 27IDB 0.05 0.05 23.4 23.4
Kredit EksporFinlandia 13.7 17.8 35 45.5EDC 18.3 23.7 39.6 52.4
Tanpa depresiasi Dengan depresiasi
BIRO A
NALISA A
NGGARAN DAN P
ELAKSANAAN A
PBN – SETJE
N DPR R
I
Bagian Analisa Pendapatan Negara dan Belanja Negara
2007
11
A. Konsorsium CGI sebenarnya hanya didominasi tiga kreditor saja: Jepang, Bank Dunia
(IBRD), dan Asian Development Bank (ADB).
B. Karena status sebagai anggota konsorsium, donor (kreditor) kecil juga memiliki hak
yang sama dengan donor (kreditor) besar, sehingga sering melakukan campur tangan
yag tidak sesuai porsinya.
C. Privilege yang dinikmati oleh kreditor kecil ini tidak fair. Kreditor terbesar (Jepang)
memberi komitmen utang USD2 miliar/tahun. Sedangkan kreditor kecil hanya memberi
di bawah USD50 juta. Perlu diingat ketika IGGI dibubarkan dan diganti CGI (1992),
Belanda sebagai ketua konsorsium hanya memberi sekitar USD 80 juta.
B. Kemampuan Ekonomi Tanpa Keberadaan CGI
Kondisi makro ekonomi Indonesia pada tahun 2006 hingga awal 2007 menunjukan tingkat
yang cukup baik, dan dapat dianggap cukup mampu bertahan walau tanpa komitmen
dukungan plege dari forum CGI.
Tabel Perkembangan Kondisi Makro 2004 - 2007
Sumber : Departemen Keuangan, 2007
Real% thd PDB
Real% thd PDB
Real% thd PDB
APBN
% thd PDB
Pendapatan Negara 403,4
17,8
495,2
18,1
637,8
19,1
723,1
20,5
Pajak 280,6
12,4
347,0
12,7
409,1
12,3
509,5
14,4
PNBP 122,8
5,4
148,2
5,4
228,7
6,9
213,6
6,0
Belanja Negara 427,2
18,9
509,6
18,7
670,6
20,1
763,6
21,6
Belanja Pusat
297,5
13,2
361,2
13,2
444,2
13,3
504,8
14,3
Belanja Daerah 129,7
5,7
148,5
5,4
226,4
6,8
258,8
7,3
Defisit (23,8)
(1,1)
(14,4)
(0,5)
(32,8)
(1,0)
(40,5)
(1,1)
Pembiayaan 20,8
0,9
11,2
0,4
33,0
1,0
40,5
1,1
Pembiayaan DN 48,9
2,2
21,5
0,8
52,3
1,6
55,1
1,6
Pembiayaan LN (28,1)
(1,2)
(10,3)
(0,4)
(19,3)
(0,6)
(14,6)
(0,4)
Kelebihan / Kekurangan (3,0)
(0,1)
(3,2)
(0,1)
0,2
0,0
0,0
0,0
2006 2007U R A I A N
2004 2005
BIRO A
NALISA A
NGGARAN DAN P
ELAKSANAAN A
PBN – SETJE
N DPR R
I
Bagian Analisa Pendapatan Negara dan Belanja Negara
2007
12
Perkembangan Indikator ekonomi makro pada 2002 – 2006 cukup stabil khususnya
suku bunga dan nilai tukar . Walaupun harus dimengerti bahwa anggaran defisit (deficit
financing) tidak bisa dihindari, karena bagaimana pun perekonomian Indonesia masih
memerlukan stimulus fiskal. Sehingga mengingat defisit yang cukup signifikan pembiayaan
pembangunan tanpa utang jelas tidak dimungkinkan, dalam waktu dekat. Namun sumber yang
dipergunakan tidaklah harus harus dari luar negeri. Kalaupun diperlukan utang luar negeri, kita
masih bisa dan akan tetap menjalin hubungan bilateral. Ke depan, itulah yang harus diperkuat.
Sedangkan dengan atau tanpa CGI pada kenyataannya yang sekarang cukup besar
peranannya adalah Bank Dunia, Bank Pembangunan Asia (ADB) dan Japan Bank for
International Cooperation (JBIC).
Alternatif-Alternatif Pembiayaan Defisit Pembiayaan Pasca Pembubaran CGI
Mengingat kebijakan fiskal tetap harus diarahkan untuk secara bertahap diarahkan
menciptakan surplus primer dengan demikian akan mampu mengurangi stok pinjaman/PDB.
Sedangkan, anggaran negara diperkirakan masih akan mengalami defisit cukup besar pada
janka RPJM 2009 yang kemudian secara bertahap direncanakan menjadi surplus.
Pembiayaan defisit sebenarnya dapat diupayakan melalui peningkatan penerimaan
pajak dan sektor lainnya. Namun hal tersebut tidak bisa dilakukan serta merta, mengingat
kesulitan struktural yang mungkin timbul sebagai kendala usaha menaikkan potensi penerimaan
ini. Kenaikan penerimaan pajak secara drastic juga dikhawatirkan menimbulkan dampak
penurunan potensi pertumbuhan ekonomi (terutama investasi).
Usaha lain yang dapat dipergunakan semagai pembiayaan defisit dengan tetap
mengembangkan instrumen Pinjaman dalam negeri, antara lain mengembangkan pasar
obligasi dan surat utang jangka pendek. Keuntungan dari instrument ini, antara lain :
1. Stabilitas keuangan lebih terjamin
2. Tidak ada crowding-out karena saving surplus
3. Tidak ada exchange rate risk
4. Modal dan bunga berputar di dalam negeri; tidak ada leakages
5. Lebih fleksibel
BIRO A
NALISA A
NGGARAN DAN P
ELAKSANAAN A
PBN – SETJE
N DPR R
I
Bagian Analisa Pendapatan Negara dan Belanja Negara
2007
13
Tabel Pinjaman CGI vs Obligasi Dalam Negeri
CGI Obligasi Pemerintah
Suku bunga Rendah (soft loan), 2-3% Komersial, global bond 6,75%, domestik > 9%
Persyaratan jatuh tempo, grace period
Bisa 30 tahun, ada grace period Bisa 30 tahun, tak ada grace period
Rescheduling Bisa dilakukan, via negosiasi Paris Club
Reprofiling
Bentuk utang Mayoritas berupa barang dan jasa Dana segar, tunai
Penggunaan utang Tidak fleksibel, rigid Fleksibel
Skema debt-swap Dimungkinkan Tidak ada peluang
Intervensi politik Relatif besar Tak ada
BIRO A
NALISA A
NGGARAN DAN P
ELAKSANAAN A
PBN – SETJE
N DPR R
I
Bagian Analisa Pendapatan Negara dan Belanja Negara
2007
14
Kesimpulan dan Rekomendasi
Pembubaran CGI merupakan hal yang logis, karena banyak kreditor kecil yang tidak
signifikan, namun diberi privilege yang sama dengan tiga kreditor terbesar (Jepang, Bank
Dunia, dan ADB). Meski demikian, skema CGI tidak serta merta dapat digantikan secara utuh
(bukan merupakan substitusi sempurna) dengan penerbitan obligasi pemerintah. Skema CGI
dan obligasi pemerintah memiliki kelebihan dan kelemahan masing-masing. Mengingat beban
defisit yang menurut perencanaan tetap harus ditanggung pada beberapa tahun, utang baru
dengan skema serupa CGI agaknya tetap diperlukan. Walaupun sudah tidak ada konsorsium
CGI, maka pinjaman luar negeri apabila diperlukan bisa diteruskan melalui skema bilateral.
Anggaran defisit (deficit financing) merupakan sebuah keniscayaan yang tidak bisa
dihindari, karena bagaimana pun perekonomian Indonesia masih memerlukan stimulus fiskal,
terutama di saat sektor swasta sedang dilanda kekurangan insentif dan confidence seperti
dialami saat ini. Defisit anggaran negara yang cukup besar diperlukan untuk mendorong
pemulihan ekonomi nasional melalui stimulus fiskal mengingat sektor swasta masih dalam
tahap rehabilitasi dan konsolidasi. Perubahan struktural dari defisit menjadi surplus tersebut
mencerminkan upaya untuk menjaga ketahanan dan kesinambungan APBN (fiscal
sustainability).
Idealnya, utang pemerintah bisa diganti dengan peningkatan penerimaan pajak. Namun
jika itu dilakukan melalui kenaikan tax ratio secara drastis justru akan menimbulkan komplikasi.
Kenaikan penerimaan pajak secara cepat hanya akan menimbulkan melemahnya daya beli dan
daya berinvestasi. Ini bisa kontraproduktif. Kenaikan tax ratio perlu dilakukan secara bertahap
dan sistematis.
Sementara pentingnya menurunkan rasio stok utang pemerintah terhadap PDB. Rasio
stok utang pemerintah terhadap PDB yang mencakup utang luar negeri dan dalam negeri,
diperkirakan terus menurun. Ini menandakan bahwa pemerintah terus berupaya untuk lebih
mandiri dalam membiayai pembangunannya.
Program pengelolaan utang pemerintah antara lain membenahi mekanisme dan
prosedur peminjaman luar negeri, memanfaatkan pinjaman secara optimal sesuai prioritas
BIRO A
NALISA A
NGGARAN DAN P
ELAKSANAAN A
PBN – SETJE
N DPR R
I
Bagian Analisa Pendapatan Negara dan Belanja Negara
2007
15
pembangunan, dan mengembangkan pasar obligasi pemerintah untuk fasilitas pembiayaan
kembali sebagian obligasi tersebut bila jatuh tempo.
Dalam situasi anggaran terbatas seperti yang dihadapi saat ini, upaya penurunan beban
utang (rasio utang per PDB) juga perlu dilakukan melalui upaya mendorong pertumbuhan PDB
sehingga pertumbuhan PDB lebih cepat dari peningkatan utang. Pertumbuhan PDB didorong
salah satunya melalui peningkatan kualitas pemanfaatan dana pinjaman luar negeri.
Keberlanjutan fiskal merupakan keadaan yang menunjukkan terwujudnya fiskal yang
sehat secara terus menerus yang diindikasikan dengan semakin berkurangnya posisi utang
pemerintah, baik utang dalam negeri maupun luar negeri. Keberlanjutan fiskal bagi Indonesia
sangat erat kaitannya dengan manajemen utang pemerintah (debt management). Manajemen
utang pemerintah merupakan upaya agar kebutuhan pembiayaan pemerintah dan kewajiban
pembayarannya berada pada biaya yang seminimal mungkin dalam jangka panjang dan
menengah, serta dengan tingkat resiko serendah mungkin. Struktur utang yang baik akan
membantu pengurangan resiko atas tekanan suku bunga, nilai tukar dan lain sebagainya.
Keberlanjutan fiskal merupakan salah satu komponen utama pendukung stabilnya
makro ekonomi Indonesia selain reformasi struktural dan kebijakan moneter yang berhati-hati
(prudent). Ketiga hal tersebut akan berpengaruh untuk mereduksi country risk dan mendorong
terjadinya capital inflow yang akan memberikan kontribusi pada penguatan Rupiah dan
rendahnya suku bunga dalam negeri. Hal ini akan mendorong terjadinya investasi dan
meningkatkan pertumbuhan ekonomi dan juga akan menguatkan terjadinya konsolidasi fiskal.
Strategi mencapai keberlanjutan fiskal erat kaitannya dengan strategi menurunkan
beban utang secara beraturan yaitu dengan menurunkan rasio utang pemerintah terhadap PDB
dan meningkatkan primary balance surplus.
(1) Dari sisi APBN
Memperbesar primary balance surplus melalui berbagai upaya meningkatkan pendapatan
negara dan penghematan belanja negara, sehingga surplus tersebut dapat dipergunakan
untuk mengurangi pokok utang pemerintah. Hal ini dapat dilakukan melalui konsolidasi lebih
lanjut anggaran negara di antaranya melalui integrasi dana-dana non-budgeter yang masih
ada ke dalam anggaran negara; perluasan basis pendapatan, terutama dengan
meningkatkan jumlah wajib pajak penghasilan (tax to GDP ratio); pengutamaan
pengeluaran penting dan menghindari pengeluaran yang tidak perlu; dan good governance
dan pengelolaan sektor publik yang efisien.
BIRO A
NALISA A
NGGARAN DAN P
ELAKSANAAN A
PBN – SETJE
N DPR R
I
Bagian Analisa Pendapatan Negara dan Belanja Negara
2007
16
(2) Dari sisi pengelolaan utang dalam negeri
a. Membangun pasar obligasi domestik untuk memfasilitasi roll-over utang jatuh tempo,
mengurangi jumlah obligasi rekap yang beredar dengan membeli kembali (buy back),
menukar obligasi dengan aset melalui program asset to bond swap.
b. Menyeimbangkan struktur jatuh tempo obligasi.
c. Mengembangkan pasar sekunder obligasi yang likuid dan yang memiliki basis investor
yang kuat dan beragam.
d. Memperkuat koordinasi dan kerja sama dengan otoritas moneter untuk bersama-sama
mengupayakan tingkat bunga SBI yang rendah sehingga mengurangi beban
pembayaran obligasi.
(3) Dari sisi pengelolaan utang luar negeri
a. Apabila benar-benar dibutuhkan dengan pertimbangan yang sangat ketat, kebijakan
penarikan utang baru dilakukan dengan sangat berhati-hati dengan skema bilateral.
b. Meningkatkan kapasitas pengelolaan dan pemanfaatan utang yang ada dengan
produktif dan efisien.
c. Tetap melakukan penjadwalan utang dan debt swaps, agar menjaga kesinambungan
fiskal dan mampu menjaga pertumbuhan.
BIRO A
NALISA A
NGGARAN DAN P
ELAKSANAAN A
PBN – SETJE
N DPR R
I
Bagian Analisa Pendapatan Negara dan Belanja Negara
2007
17
Lampiran - Lampiran
BIRO A
NALISA A
NGGARAN DAN P
ELAKSANAAN A
PBN – SETJE
N DPR R
I
Bagian Analisa Pendapatan Negara dan Belanja Negara
2007
18
Pengalaman Negara Lain tentang Aid Coordination Group5
1. Bank Dunia saat ini mengorganisasi/mengetuai 60 consultative group. Untuk beberapa
negara Eropa Timur, Bank Dunia mengkoordinasi consultative group bersama dengan
Uni Eropa. Setidaknya dalam satu tahun Bank Dunia menyelenggarakan 25 kali
pertemuan consultative group.
2. Kolombia, Korea, Malaysia, Marokko, Thailand dan Tunisia telah memutuskan untuk
mengakhiri mekanisme consultative group yang sebelumnya diorganisasi Bank Dunia
dan secara mandiri mengelola berbagai pinjaman publik maupun swasta yang mereka
terima. Sementara Argentina, Botswana, Brazil, Cile, dan Cina menolak mekanisme
consultative group.
3. UNDP mengkoordinasi forum aid coordination dalam mekanisme round table. UNDP
mulai mengadakan round table pada tahun 1973. Selama dasawarsa 1990-an UNDP
telah mengadakan round table untuk 27 negara.
4. IMF sesuai mandat yang diberikan juga terlibat dalam setiap consultative group
bahkan pada tahun 1965 mengetuai consultative group yang pertama untuk Ghana.
5. Beberapa bank multilateral regional juga memimpin consultative group. Inter-
American
6. Development Bank mengetuai consultative group untuk Ekuador dan beberapa negara
Amerika Tengah. Asian Development Bank mengetuai consultative group untuk Papua
New Guinea.
7. Uni Eropa juga mengetuai consultative group bersama-sama dengan Bank Dunia
untuk beberapa negara Eropa Timur.
8. Negara donor bilateral juga dapat mengetuai consultative group atau sectroal
coordination group seperti Belanda yang mengetuai Inter-Governmental Group for
Indonesia.
9. Negara-negara penerima bantuan juga dapat mengkoordinasikan forum aid
coordination untuk mereka sendiri seperti yang dilakukan Guyana dan Honduras.
5 Bappenas, Direktorat Pendanaan Luar Negeri Bilateral dan Direktorat Pendanaan Luar Negeri Multilateral, 2006.
BIRO A
NALISA A
NGGARAN DAN P
ELAKSANAAN A
PBN – SETJE
N DPR R
I
Bagian Analisa Pendapatan Negara dan Belanja Negara
2007
19
Selain Indonesia, banyak negara yang juga mempunyai aid coordination group bagi
dirinya, diantaranya India, Kamboja, Tanzania, dan Filipina.
INDIA
India, sejak merdeka telah menarik dana luar negeri untuk investasi pembangunan
dalam negerinya. Meskipun pihak pemerintah telah berusaha untuk mendanainya sendiri,
jumlah bantuan luar negeri terus meningkat.
Sejak bulan Agustus 1958, Bank Dunia mengkoordinasi bantuan untuk negara India
dalam wadah Konsorsium India, yang terdiri dari Bank Dunia dan 13 Negara, yaitu: Austria,
Belgia, Inggris, Kanada, Denmark, Jerman (saat itu Jerman Barat), Prancis, Itali, Jepang,
Belanda, Norwegia, Swedia, dan Amerika Serikat. Konsorsium dibentuk untuk koordinasi
bantuan kepada India dan menetapkan prioritas-prioritas utama bantuan luar negeri serta
menyelaraskan permintaan bantuan luar negeri sesuai rencana-rencana pembangunan.
Bantuan untuk India tidak hanya berasal dari konsorsium yang dipimpin oleh Bank
Dunia. Diantara negara-negara yang tidak tergabung dalam Konsorsium Bank Dunia, Uni
Soviet merupakan kontributor paling utama, menyediakan lebih dari 16 % total bantuan
yang diterima India antara tahun 1947 hingga tahun 1988.
KAMBOJA
Bank Dunia, UNDP, IMF dan ADB telah bekerja sama secara erat pada tahun 1992 –
1993 untuk mendukung persiapan otoritas Kamboja dalam Pertemuan Tingkat Menteri
Negara Donor yang diadakan pada tahun 1992. Pertemuan ini merupakan amanat
Persetujuan Perdamaian Paris dan merupakan kelanjutan petemuan yang diadakan oleh
ICORC (International Conference of the Reconstruction of Cambodia) Donors Group yang
dipimpin oleh Pemerintah Jepang dan Prancis.
Consultative Group untuk Kamboja terbentuk pada bulan Juli 1997. Pada bulan
tersebut untuk pertama kainya diadakan pertemuan Cambodja Consultative Group. UNDP
memainkan peran yang utama untuk membantu Pemerintah Kamboja mempersiapkan
BIRO A
NALISA A
NGGARAN DAN P
ELAKSANAAN A
PBN – SETJE
N DPR R
I
Bagian Analisa Pendapatan Negara dan Belanja Negara
2007
20
pertemuan pendahuluan. UNDP, Bank Dunia dan ADB telah menyepakati perlakuan
khusus pada proses pembentukan Consultative Group for Cambodia.
TANZANIA
Tanzania, sejak tahun 1998 telah menjalin kerja sama dengan Bank Dunia untuk
pendanaan pembangunanya dalam bentuk Tanzania Consultative Group (TCG) yang
dipimpin oleh Bank Dunia.
Pada pertemuan ke 3, Pemerintah Tanzania menjadi tuan rumah pertemuan (TCG)
pada bulan November 2001. Pertemuan ini secara resmi dibuka oleh Presiden Tanzania
dan dihadiri oleh 30 delegasi pemerintah negara anggota dan organisasi internasional,
beberapa perwakilan dari organisaasi non pemerintah dan dari swasta. Pertemuan
dipimpin oleh James W. Adams, Country Director for Tanzania di Bank Dunia.
Anggota yang hadir adalah : Amerika Serikat, Austria, Belanda, Belgia, Cina,
Denmark, Finlandia, Inggris, Irlandia, Italia, Jepang, Jerman, Kanada, Kuwait, Prancis,
Norwegia, Rusia, Swedia, Swiss, African Development Bank, Arab Bank for Economic
Development in Africa European Commission, European Investment Bank, International
Monetary Fund, OPEC, UNDP, FAO, UNCTAD, UNESCO, UNFPA, UNICEF, WHO, WTO,
EAC dan Bank Dunia. Juga hadir dari kalangan organisasi non pemerintah dan perwakilan
masyarakat sipil sebagai pengamat.
FILIPINA
The Philippines Consultative Group merupakan organisasi resmi antara negara dan
lembaga kreditor/donor dengan Pemerintah Philippina. The Philippines Consultative Group
(PCG) dipimpin oleh Bank Dunia. Departemen (Menteri) Keuangan Filipina bertindak
sebagai co-chair.
Secara formal pertemuan PCG diadakan sekali dalam setahun dilengkapi dengan
beberapa kali pertemuan informal. Sampai dengan tahun 1999 telah diadakan 22 kali
pertemuan, terakhir kali pertemuan diadakan pada bulan Maret 1999 di Tokyo. Pada
pertemuan tersebut telah disepakati pledge sejumlah USD 4,5 miliar untuk mendukung
reformasi sruktural dalam menghadapi krisis ekonomi regional, memulihkan pertumbuhan
ekonomi dan memperoleh manfaat yang luas bagi kegiatan ekonomi.
BIRO A
NALISA A
NGGARAN DAN P
ELAKSANAAN A
PBN – SETJE
N DPR R
I
Bagian Analisa Pendapatan Negara dan Belanja Negara
2007
21
Pemerintah Filipina mempergunakan pertemuan PCG tersebut untuk
mempresentasikan rencana pembangunannya kepada para kreditor/donor. Pada saat
yang sama, kreditor/donor mempergunakan forum itu untuk menyatakan posisi mereka
terhadap strategi pembangunan Pemerintah Filipina kedepan.
Untuk menindaklanjuti diskusi selama pertemuan PCG dan mempersiapkan
pertemuan berikutnya, working group sektoral melakukan pembicaraan lebih lanjut dengan
kreditor/donor. Working group sektoral merupakan representasi dari komunitas
kreditor/donor dan Pemerintah Filipina. Working group juga mengadakan berbagai
pertemuan informal untuk melaksanakan tugasnya. Sejak 1996, working group diperluas
anggotanya dengan mengikutkan representasi dari komunitas non government
organization. Beberapa working group dapat dikatakan sangat aktif seperti working group
untuk pengentasan kemiskinan yang dipimpin Bank Dunia dan sebagai co-chair adalah
UNDP (dari pihak donor) dan Departemen Keuangan (dari pihak Pemerintah). Pada
pertemuan PCG tahun 1999, Bank Dunia memberikan rekomendasi pembentukan working
group governance yang didukung oleh banyak donor.
Diluar payung resmi PCG, Bank Dunia mengadakan beberapa pertemuan informal
working group dan beberapa kelompok diskusi antar donor sesuai dengan topik working
group yaitu reformasi agraria, keuangan daerah, micro-finance, kesehatan dan reformasi
hukum.
Negara dan organisasi/lembaga internasional/multilateral yang berpartisipasi dalam
PCG adalah Amerika Serikat, Australia, Austria, Belanda, Belgia, Denmark, Finlandia,
Indonesia, Inggris, Italia, Jerman, Jepang Kanada, Korea, Kuwait, Malaysia, Norwegia,
Prancis, Saudi Arabia, Selandia Baru, Singapura, Spanyol, Swedia, Swiss, ADB, Bank
Duni, Uni Eropa, IFC, IFAD, IMF, OECD, UNDP
BIRO A
NALISA A
NGGARAN DAN P
ELAKSANAAN A
PBN – SETJE
N DPR R
I
Bagian Analisa Pendapatan Negara dan Belanja Negara
2007
22
Strategi dan Sektor Prioritas Kerjasama Pembangunan/Keuangan Beberapa Kreditor/
Donor dengan Pemerintah Indonesia
BIRO A
NALISA A
NGGARAN DAN P
ELAKSANAAN A
PBN – SETJE
N DPR R
I
Bagian Analisa Pendapatan Negara dan Belanja Negara
2007
23
Data-Data Perkembangan Makro Ekonomi Indonesia
Defisit APBN
-2,40%
-1,30%
-1,70%
-1,3%
-0,50%
-1,00%-1,10%
-3,0%
-2,5%
-2,0%
-1,5%
-1,0%
-0,5%
0,0%
2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007
% P
DB
88.6
74.765.9
60.456.1
47.942.3
37.0
0
10
20
30
40
50
60
70
80
90
100
2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007
Dlm Negeri Luar Negeri Total
BIRO A
NALISA A
NGGARAN DAN P
ELAKSANAAN A
PBN – SETJE
N DPR R
I
Bagian Analisa Pendapatan Negara dan Belanja Negara
2007
24
Pembayaran Hutang
Ratio Pembayaran Hutang terhadap Pajak
26.0
30.2
40.1
30.7
23.0 23.323.6
31.6
0
5
10
15
20
25
30
35
40
45
2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007
Dlm Negeri Luar Negeri Total
49.8
55.5
62.4
49.0 47.8
34.537.8
34.4
0
10
20
30
40
50
60
70
2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007
BIRO A
NALISA A
NGGARAN DAN P
ELAKSANAAN A
PBN – SETJE
N DPR R
I
Bagian Analisa Pendapatan Negara dan Belanja Negara
2007
25
Tax Ratio
8.3
11 11.3 11.8 12.2 12.713.3
14.4
0.0
2.0
4.0
6.0
8.0
10.0
12.0
14.0
16.0
2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007
BIRO A
NALISA A
NGGARAN DAN P
ELAKSANAAN A
PBN – SETJE
N DPR R
I
This document was created with Win2PDF available at http://www.win2pdf.com.The unregistered version of Win2PDF is for evaluation or non-commercial use only.This page will not be added after purchasing Win2PDF.