2. isi asma.docx

40
1 BAB I PENDAHULUAN Asma adalah suatu penyakit yang disebabkan oleh keadaan saluran nafas yang sangat peka terhadap berbagai rangsangan, baik dari dalam maupun luar tubuh. Akibat dari kepekaan yang berlebihan ini terjadilah penyempitan saluran nafas secara menyeluruh. Asma pada anak terjadi pada bayi (kurang dari 1 tahun), pada anak usia dibawah 4-10 tahun dan pada anak usia 10-14 tahun 1 . Penyakit Asma banyak ditemukan pada anak-anak, terutama yang tinggal di daerah perkotaan dan industri. Kejadian Asma hampir meningkat diseluruh dunia, baik negara maju maupun negara berkembang termasuk Indonesia. Kira–kira sembilan juta anak Amerika Serikat dibawah 18 tahun menderita asma dan empat juta mangalami sekurang-kurangnya sekali serangan asma setiap tahun. Penelitian menunjukkan bahwa hanya 50%- nya telah diagnosis, dengan beberapa statistik yanng menyatakan bahwa jutaan anak penderita asma telah mengalami salah diagnosis dan dinyatakan mengalami bronkitis berulang atau pneumonia 2 . Berdasarkan data kesehatan dunia (WHO) sebanyak 300 juta orang didunia mengidap penyakit asma dan 225 ribu

Upload: ichit-amina

Post on 09-Nov-2015

236 views

Category:

Documents


3 download

TRANSCRIPT

25

BAB IPENDAHULUAN

Asma adalah suatu penyakit yang disebabkan oleh keadaan saluran nafas yang sangat peka terhadap berbagai rangsangan, baik dari dalam maupun luar tubuh. Akibat dari kepekaan yang berlebihan ini terjadilah penyempitan saluran nafas secara menyeluruh. Asma pada anak terjadi pada bayi (kurang dari 1 tahun), pada anak usia dibawah 4-10 tahun dan pada anak usia 10-14 tahun1.Penyakit Asma banyak ditemukan pada anak-anak, terutama yang tinggal di daerah perkotaan dan industri. Kejadian Asma hampir meningkat diseluruh dunia, baik negara maju maupun negara berkembang termasuk Indonesia. Kirakira sembilan juta anak Amerika Serikat dibawah 18 tahun menderita asma dan empat juta mangalami sekurang-kurangnya sekali serangan asma setiap tahun. Penelitian menunjukkan bahwa hanya 50%-nya telah diagnosis, dengan beberapa statistik yanng menyatakan bahwa jutaan anak penderita asma telah mengalami salah diagnosis dan dinyatakan mengalami bronkitis berulang atau pneumonia2.Berdasarkan data kesehatan dunia (WHO) sebanyak 300 juta orang didunia mengidap penyakit asma dan 225 ribu meninggal karena penyakit asma pada tahun 2005. Di Indonesia penelitian pada anak sekolah usia 13-14 tahun dengan menggunakan kuesioner International Study on Asthma and Alergies in Children (ISAAC) pada tahun 1995 menunjukkan bahwa prevalensi penyakit asma masih 2,1% meningkat tahun 2003 menjadi 5,2 %.Berdasarkan survei awal yang di lakukan di Poliklinik Anak RSU Dr. Pirngadi Medan mulai Maret s/d Mei 2009 dengan jumlah 36 orang anak yang menderita asma pada usia 10-14 tahun. Menurut Graha (2008) asma adalah salah satu penyakit kronis yang sering menyerang anak-anak sekitar 10% dari anak-anak dan remaja menderita penyakit ini yang ditandai mulai dari batuk-batuk, rasa berat di dada, bunyi mengi dan sesak nafas. Selain menjadi masalah kesehatan, penyakit asma juga memiliki dampak sosial budaya. Banyak anak yang divonis menderita asma menjadi rendah diri karena banyaknya larangan yang ditetapkan orangtuanya seperti tidak boleh berolah raga, tidak boleh capek-capek bermain dengan temannya, dan banyak orang tua yang malu mempunyai anak yang menderita asma, sehingga anak menjadi semakin terisolir dari teman-temannya3. Masalah yang ditimbulkan asma pada anak juga masih banyak yang tidak terdiagnosis (underdiagnosed) dan setelah terdiagnosis pun belum tentu mendapat pengobatan yang baik1.Pada penderita asma dapat terjadi perubahan baik fisik maupun psikologi. Setiap perubahan dalam kesehatan dapat menjadi stressor yang mempengaruhi konsep diri anak. Perubahan fisik yang terjadi akibat penyakit asma yang berulang yaitu dada berbentuk barrel, bahu meninggi, tulang zigomatik mendatar, lingkaran disekeliling mata, hidung mengecil dan gigi atas menonjol. Gejala klinis yang terjadi pada anak asma berupa batuk kering, sesak nafas, bunyi mengi (dapat terdengar), rasa lelah dan berbicara dengan frase yang singkat, terpatah-patah, dan terengah-engah4. Perubahan fisik tersebut dapat menyebabkan perubahan gambaran diri dan peran pada anak yang menderita asma dalam keluarga maupun masyarakat karena kemampuan untuk beraktifitas atau bekerja yang merupakan bagian penting dalam konsep diri5.Penyakit asma juga menimbulkan masalah psikologis seperti merasa minder, masalah keuangan, perasaan tidak berdaya, tidak ada harapan, perasaan terkekang atau tidak dapat bergerak dan hidup dengan bebas dan wajar1. Hal tersebut dapat menyebabkan anak merasa kehilangan harga diri. Perubahan fisik dan psikologis yang dialami anak penderita asma dapat menyebabkan perubahan konsep diri yaitu citra tubuh, identitas diri, harga diri, ideal diri dan gangguan peran seseorang krisis yang mengancam konsep diri ini terjadi ketika seseorang tidak dapat mengatasi hambatan dan metode pemecahan masalah dan adaptasi yang lazim digunakan5.

BAB IITINJAUAN PUSTAKA2.1. Anatomi dan Fisiologi Saluran Pernafasan2.1.1. Anatomi Saluran Pernafasana. HidungHidung berbentuk piramid yang tersusun dari tulang, kartilago hialin dan jaringan fibroaerolar. Hidung dibagi menjadi dua ruang oleh septum nasal. Struktur hidung pada bagian eksternal terdapat folikel rambut, kelenjar keringat, kelenjar sebasea yang merentang sampai vestibula yang terletak di dalam nostril. Kulit pada bagian ini mengandung vibrissae yang berfungsi menyaring partikel dari udara terhisap. Sedangkan pada rongga nasal yang lebih dalam terdiri dari epitel bersilia dan sel goblet. Udara yang masuk ke dalam hidung akan mengalami penyaringan partikel dan penghangatan dan pelembaban udara terlebih dahulu sebelum memasuki saluran napas yang lebih dalam6.

b. FaringFaring adalah tabung muskular berukuran 12,5cm. Terdiri dari nasofaring, orofaring, dan laringofaring. Pada nasofaring terdapat tuba eustachius yang menghubungkannya dengan telinga tengah6. Faring merupakan saluran bersama untuk udara dan makanan.

c. LaringLaring adalah tabung pendek berbentuk seperti kotak triangular dan ditopang oleh sembilan kartilago, tiga berpasangan dan tiga lainnya tidak berpasangan. Tiga kartilago yang tidak berpasangan adalah kartilago tiroid yang terlrtak di bagian proksimal kelenjar tiroid, kartilago krikoid yang merupakan cincin anterior yang lebih dalam dan lebih tebal, epiglotis yang merupakan katup kartilago yang melekat pada tepi anterior kartilago tiroid. Epiglotis menutup pada saat menelan untuk mencegah masuknya makanan dan cairan ke saluran pernapasan bawah6. Epiglotis juga merupakan batas antara saluran napas atas dan bawah.

d. TrakeaTrakea adalah tuba dengan panjang 10-12 cm yang terletak di anterior esofagus. Trakea tersusun dari 16 20 cincin kartilago berbentuk C yang diikat bersama jaringan fibrosa yang melengkapi lingkaran di belakang trakea6. Trakea berjalan dari bagian bawah tulang rawan krikoid laring dan berakhir setinggi vertebra thorakal 4 atau 5. Trakea kemudian bercabang menjadi bronkus principallis dextra dan sinistra di tempat yang disebut carina. Carina terdiri dari 6 10 cincin tulang rawan.

e. BronkusBronkus merupakan struktur dalam mediastinum, yang merupakan percabangan dari trakea. Bronkus kanan lebih pendek, lebar dan lebih dekat dengan trakea. Setiap bronkus primer bercabang membentuk bronkus sekunder dan tersier dengan diameter yang semakin mengecil dan menyempit, batang atau lempeng kartilago mengganti cincin kartilago6. Bronkus kanan kemudian akan bercabang menjadi lobus superior, lobus medius dan lobus inferior. Bronkus kiri terdiri dari lobus superior dan inferior.

f. BronkiolusBronkiolus merupakan jalan napas intralobular dengan diameter 5 mm, tidak memiliki tulang rawan maupun kelenjar di dalam mukosanya7. Bronkhiolus berakhir pada saccus alveolaris. Awal proses pertukaran gas terjadi di bronkhiolus respiratorius.

g. AlveolusAlveolus adalah kantung udara berukuran sangat kecil dan merupakan akhir dari bronkiolus respiratorius sehingga memungkinkan pertukaran oksigen dan karbondioksida. Alveolus terdiri dari membran alveolar dan ruang intesrstisial8.

h. ParuParu adalah organ berbentuk piramid seperti spons dan berisi udara yang terletak di rongga toraks. Paru merupakan jalinan atau susunan bronkus, bronkiolus, alveoli, sirkulasi paru, saraf dan sistem limfatik. Paru adalah alat pernapasan utama yang merupakan organ berbentuk kerucut dengan apex di atas dan sedikit lebih tinggi dari klavikula di dalam dasar leher. Paru dibagi menjadi beberapa lobus oleh fisura. Paru kanan terbagi menjadi 3 lobus oleh 2 fisura, sedangkan paru kiri terbagi menjadi 2 lobus oleh 1 fisura6. Paru memiliki hilus paru yang dibentuk oleh a. pulmonalis, v. pulmonalis, bronkus, a. Bronkialis, v. Bronkialis, pembuluh limfe, persarafan, dan kelenjar limfe. Paru dilapisi oleh pleura. Pleura terdiri dari pleura viseral yang melekat pada paru dan tidak dapat dipisahkan dan pleura parietal yang melapisi strenum, diafragma dan mediastinum. Diantara kedua pleura tersebut terdapat rongga pleura yang berisi cairan pleura sehingga memungkinkan paru untuk berkembang dan berkontraksi tampa gesekan6.

2.1.2. Fisiologi Saluran PernafasanFungsi utama paru adalah menyelenggarakan pengambilan oksigen oleh darah dan pengeluaran karbondioksida. Terdapat 4 tahap respirasi, yaitu9 :a. VentilasiVentilasi adalah sirkulasi keluar masuknya udara atmosfer dan alveoli. Proses ini berlangsung di sistem pernapasan.b. Respirasi eksternalRespirasi eksternal mengacu pada keseluruhan rangkaian kejadian yang terlibat dalam pertukaran oksigen dan karbondioksida antara lingkungan eksternal dan sel tubuh. Proses ini terjadi di sistem pernapasan.c. Transpor gasTranspor gas adalah pengangkutan oksigen dan karbondioksida dalam darah dan jaringan tubuh. Proses ini terjadi di sistem sirkulasi.d. Respirasi internalRespirasi internal adalah pertukaran gas pada metabolisme energi yang terjadi dalam sel. Proses ini berlangsung di jaringan tubuh.

Sistem respirasi dibagi menjadi 2 bagian yaitu8 :a. Bagian konduksi yang terdiri dari hidung, faring, laring, trakea, bronkus, bronkiolus dan bronkiolus terminalis. Bagian ini relatif kaku dan terbuka, merupakan penghubung antara lingkungan luar dengan paru. Fungsi dari bagian konduksi adalah mengalirkan udara dan sebagai penyaring, penghangat, dan melembabkan udara sebelum sampai bagian respirasi.b. Bagian respirasi terdiri dari bronkiolus respiratorius, duktus alveolaris, sakus alveolaris dan alveolus. Bagian respirasi

2.2. Asma2.2.1. DefinisiAsma adalah penyakit inflamasi kronis saluran pernapasan yang dihubungkan dengan hiperresponsif, keterbatasan aliran udara yang reversibel dan gejala pernapasan.10 Asma bronkial adalah salah satu penyakit paru yang termasuk dalam kelompok penyakit paru alergi dan imunologi yang merupakan suatu penyakit yang ditandai oleh tanggap reaksi yang meningkat dari trakea dan bronkus terhadap berbagai macam rangsangan dengan manifestasi berupa kesukaran bernapas yang disebabkan oleh penyempitan yang menyeluruh dari saluran napas. Penyempitan ini bersifat dinamis dan derajat penyempitan dapat berubah, baik secara spontan maupun karena pemberian obat.16

2.2.2. EpidemiologiAsma dapat ditemukan pada laki laki dan perempuan di segala usia, terutama pada usia dini. Perbandingan laki laki dan perempuan pada usia dini adalah 2:1 dan pada usia remaja menjadi 1:1. Prevalensi asma lebih besar pada wanita usia dewasa. Laki-laki lebih memungkinkan mengalami penurunan gejala di akhir usia remaja dibandingkan dengan perempuan.11Berdasarkan data Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), hingga saat ini jumlah penderita asma di dunia diperkirakan mencapai 300 juta orang dan diperkirakan angka ini akan terus meningkat hingga 400 juta penderita pada tahun 2025.12Hasil penelitian International Study on Asthma and Allergies in Childhood (ISAAC) pada tahun 2005 menunjukkan bahwa di Indonesia prevalensi penyakit asma meningkat dari 4,2% menjadi 5,4%. Diperkirakan prevalensi asma di Indonesia 5% dari seluruh penduduk Indonesia, artinya saat ini ada 12,5 juta pasien asma di Indonesia.5 Penelitian yang dilakukan oleh Anggia D pada tahun 2005 di RSUD Arifin Achmad Pekanbaru didapatkan kelompok umur terbanyak yang menderita asma adalah 25 34 tahun sebanyak 17 orang (24,29%) dari 70 orang, dan perempuan lebih banyak dari pada laki laki (52,86%). 14

2.2.3. Faktor ResikoFaktor resiko asma dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu :a. AtopiHal yang diturunkan adalah bakat alerginya, meskipun belum diketahui bagaimana cara penurunannya. Penderita dengan penyakit alergi biasanya mempunyai keluarga dekat yang juga alergi. Dengan adanya bakat alergi ini, penderita sangat mudah terkena penyakit asma bronkial jika terpajan dengan faktor pencetus.b. Hiperreaktivitas BronkusSaluran pernapasan sensitif terhadap berbagai rangsangan alergen maupun iritan.c. Jenis KelaminPerbandingan laki laki dan perempuan pada usia dini adalah 2:1 dan pada usia remaja menjadi 1:1. Prevalensi asma lebih besar pada wanita usia dewasa.d. Rase. ObesitasObesitas atau peningkatan Body Mass Index (BMI) merupakan faktor resiko asma. Mediator tertentu seperti leptin dapat mempengaruhi fungsi saluran pernapasan dan meningkatkan kemungkinan terjadinya asma. Meskipun mekanismenya belum jelas, penurunan berat badan penderita obesitas dengan asma, dapat mempengaruhi gejala fungsi paru, morbiditas dan status kesehatan.

2.2.4. Patofisiologi Penelitian yang dilakukan oleh pakar di bidang penyakit asma sudah sedemikian jauh, tetapi sampai sekarang belum menemukan penyebab yang pasti. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa saluran pernapasan penderita asma mempunyai sifat sangat peka terhadap rangsangan dari luar yang erat kaitannya dengan proses inflamasi. Proses inflamasi akan meningkat bila penderita terpajan oleh alergen tertentu.Penyempitan saluran pernapasan pada penderita asma disebabkan oleh reaksi inflamasi kronik yang didahului oleh faktor pencetus. Beberapa faktor pencetus yang sering menjadi pencetus serangan asma adalah :

a. Faktor Lingkungan1) Alergen dalam rumah2) Alergen luar rumah

b. Faktor Lain1) Alergen makanan2) Alergen obat obat tertentu3) Bahan yang mengiritasi4) Ekspresi emosi berlebih5) Asap rokok bagi perokok aktif maupun perokok pasif6) Polusi udara dari dalam dan luar ruangan7) Exercise-induced asthma8) Perubahan cuaca

2.2.5. KlasifikasiBerat-ringannya asma ditentukan oleh berbagai faktor, antara lain gambaran klinik sebelum pengobatan (gejala, eksaserbasi, gejala malam hari, pemberian obat inhalasi -2 agonis dan uji faal paru) serta obat-obat yang digunakan untuk mengontrol asma (jenis obat, kombinasi obat dan frekuensi pemakaian obat). Tidak ada suatu pemeriksaan tunggal yang dapat menentukan berat-ringannya suatu penyakit. Dengan adanya pemeriksaan klinis termasuk uji faal paru dapat menentukan klasifikasi menurut berat-ringannya asma yang sangat penting dalam penatalaksanaannya.15Asma diklasifikasikan atas asma saat tanpa serangan dan asma saat serangan (akut)15 :

a. Asma Saat Tanpa SeranganPada orang dewasa, asma saat tanpa atau diluar serangan, terdiri dari: 1) Intermitten; 2) Persisten ringan; 3) Persisten sedang; dan 4) Persisten berat (Tabel.1)

Tabel 1. Klasifikasi derajat asma berdasarkan gambaran klinis secara umum pada orang dewasa15

b. Asma saat seranganKlasifikasi derajat asma berdasarkan frekuensi serangan dan obat yang digunakan sehari-hari, asma juga dapat dinilai berdasarkan berat-ringannya serangan. Global Initiative for Asthma (GINA) membuat pembagian derajat serangan asma berdasarkan gejala dan tanda klinis, uji fungsi paru, dan pemeriksaan laboratorium. Derajat serangan menentukan terapi yang akan diterapkan. Klasifikasi tersebut meliputi asma serangan ringan, asma serangan sedang dan asma serangan berat. Perlu dibedakan antara asma (aspek kronik) dengan serangan asma (aspek akut). Sebagai contoh: seorang pasien asma persisten berat dapat mengalami serangan ringan saja, tetapi ada kemungkinan pada pasien yang tergolong episodik jarang mengalami serangan asma berat, bahkan serangan ancaman henti napas yang dapat menyebabkan kematian.

2.2.6. PatogenensisAsma merupakan inflamasi kronik saluran napas dan disebabkan oleh hiperreaktivitas saluran napas yang melibatkan beberapa sel inflamasi terutama sel mast, eosinofil, sel limfosit T, makrofag, neutrofil dan sel epitel yang menyebabkan pelepasan mediator seperti histamin dan leukotrin yang dapat mengaktivasi target saluran napas sehingga terjadi bronkokonstriksi, kebocoran mikrovaskular, edema dan hipersekresi mukus. Inflamasi saluran napas pada asma merupakan proses yang sangat kompleks melibatkan faktor genetik, antigen dan berbagai sel inflamasi, interaksi antara sel dan mediator yang membentuk proses inflamasi kronik.16Proses inflamasi kronik ini berhubungan dengan peningkatan kepekaan saluran napas sehingga memicu episode mengi berulang, sesak napas, batuk terutamapada malam hari. Hiperresponsivitas saluran napas adalah respon bronkus berlebihanyaitu penyempitan bronkus akibat berbagai rangsangan spesifik dan non-spesifik.16

2.2.7. DiagnosisDiagnosis dapat ditegakkan dari anamnesis, pemeriksaan fisik, pemeriksaanlaboratorium, dan pemeriksaan penunjang.

a. AnamnesisAnamnesis meliputi adanya gejala yang episodik, gejala berupa batuk, sesak napas, mengi, rasa berat di dada dan variabiliti yang berkaitan dengan cuaca. Faktor faktor yang mempengaruhi asma, riwayat keluarga dan adanya riwayat alergi.11b. Pemeriksaan FisikPemeriksaan fisik pada pasien asma tergantung dari derajat obstruksi saluran napas. Tekanan darah biasanya meningkat, frekuensi pernapasan dan denyut nadi juga meningkat, ekspirasi memanjang diserta ronki kering, mengi.11

c. Pemeriksaan LaboratoriumDarah (terutama eosinofil, Ig E), sputum (eosinofil, spiral Cursshman, kristal Charcot Leyden).11

d. Pemeriksaan Penunjang1) SpirometriSpirometri adalah alat yang dipergunakan untuk mengukur faal ventilasi paru. Reversibilitas penyempitan saluran napas yang merupakan ciri khas asma dapat dinilai dengan peningkatan volume ekspirasi paksa detik pertama (VEP1) dan atau kapasiti vital paksa (FVC) sebanyak 20% atau lebih sesudah pemberian bronkodilator.

2) Peak flow meter/PFMPeak flow meter merupakan alat pengukur faal paru sederhana, alat tersebut digunakan untuk mengukur jumlah udara yang berasal dari paru. Oleh karena pemeriksaan jasmani dapat normal, dalam menegakkan diagnosis asma diperlukan pemeriksaan objektif (spirometer/FEV1 atau PFM). Spirometer lebih diutamakan dibanding FM oleh karena PFM tidak begitu sensitif dibanding FEV, untuk diagnosis obstruksi saluran napas, PFM mengukur terutama saluran napas besar, PFM dibuat untuk pemantauan dan bukan alat diagnostik, APE dapat digunakan dalam diagnosis untuk penderita yang tidak dapat melakukan pemeriksaan FEV1.

3) Uji Provokasi BronkusUji provokasi bronkus membantu menegakkan diagnosis asma. Pada penderita dengan gejala sma dan faal paru normal sebaiknya dilakukan uji provokasi bronkus. Pemeriksaan uji provokasi bronkus merupakan cara untuk membuktikan secara objektif hiperreaktivitas saluran napas pada orang yang diduga asma. Uji provokasi bronkus terdiri dari tiga jenis yaitu uji provokasi dengan beban kerja (exercise), hiperventilasi udara dan alergen non-spesifik seperti metakolin dan histamin.

4) Foto ToraksPemeriksaan foto toraks dilakukan untuk menyingkirkan penyakit lain yang memberikan gejala serupa seperti gagal jantung kiri, obstruksi saluran nafas, pneumothoraks, pneumomediastinum. Pada serangan asma yang ringan, gambaran radiologi paru biasanya tidak memperlihatkan adanya kelainan. 2.2.8. Diagnosa Banding

a. Bronkitis kronikBronkitis kronik ditandai dengan batuk kronik yang mengeluarkan sputum 3 bulan dalam setahun untuk sedikitnya 2 tahun. Penyebab batuk kronik seperti tuberkulosis, bronkitis atau keganasan harus disingkirkan dahulu. Gejala utama batuk disertai sputum biasanya didapatkan pada pasien berumur lebih dari 35 tahun dan perokok berat. Gejalanya dimulai dengan batuk pagi hari, lama kelmaan disertai mengi dan menurunnya kemampuan kegiatan jasmani. Pada stadium lanjut, datap ditemukan sianosis dan tanda-tanda corpulmonal.

b. Emfisema paruSesak merupakan gejala utama emfisema. Sedangkan batuk dan mengi jarang menyertainya. Pasien biasanya kurus. Berbeda dengan asma, pada emfisema tidak pernah ada masa remisi, pasien selalu sesak pada kegiatan jasmani. Pada pemeriksaan fisik ditemukan dada kembung, peranjakan napas terbatas, hipersonor, pekak hati menurun, dan suara napas sangat lemah. Pemeriksaan foto dada menunjukkan hiperinflasi.

c. Gagal jantung kiriDulu gagal jantung kiri dikenal dengan asma kardial dan timbul pada malam hari disebut paroxysmal nocturnal dispnea. Penderita tiba-tiba terbangun pada malam hari karena sesak, tetapi sesak menghilang atau berkurang bila duduk. Pada pemeriksaan fisik ditemukan kardiomegali dan edema paru.

d. Emboli paruHal-hal yang dapat menimbulkan emboli antara lain adalah imobilisasi, gagal jantung dan tromboflebitis. Disamping gejala sesak napas, pasien batuknatuk yang dapat disertai darah, nyeri pleura, keringat dingin, kejang, dan pingsan. Pada pemeriksaan fisik ditemukan adanya ortopnea, takikardi, gagal jantung kanan, pleural friction, irama derap, sianosis, dan hipertensi. Pemeriksaan elektrokardiogram menunjukkan perubahan antara lain aksis jantung ke kanan.

2.2.9. PenatalaksanaanTujuan utama penatalaksanaan asma adalah meningkatkan dan mempertahankan kualiti hidup agar penderita asma dapat hidup normal tanpa hambatan dalam melakukan aktivitas sehari-hari. Tujuan penatalaksanaan asma13 :a. Menghilangkan dan mengendalikan gejala asmab. Mencegah eksaserbasi akutc. Meningkatkan dan mempertahankan faal paru seoptimal mungkind. Mengupayakan aktiviti normal termasuk exercisee. Menghindari efek samping obatf. Mencegah terjadi keterbatasan aliran udara (airflow limitation) ireversibelg. Mencegah kematian karena asma

Penatalaksanaan asma bertujuan untuk mengontrol penyakit, disebut sebagai asma terkontrol. Asma terkontrol adalah kondisi stabil minimal dalam waktu satu bulan.13

Penatalaksanaan asma bronkial terdiri dari pengobatan non-medikamentosa dan pengobatan medikamentosa.

a. Pengobatan non-medikamentosa1) Penyuluhan2) Menghindari faktor pencetus3) Pengendali emosi4) Pemakaian oksigenb. Pengobatan medikamentosaPengobatan ditujukan untuk mengatasi dan mencegah gejala obstruksi jalan napas, terdiri atas pengontrol dan pelega.13

1) Pengontrol (Controllers)Pengontrol adalah medikasi asma jangka panjang untuk mengontrol asma, diberikan setiap hari untuk mencapai dan mempertahankan keadaan asma terkontrol pada asma persisten. Pengontrol sering disebut pencegah, yang termasuk obat pengontrol :

a) Glukokokortikosteroid InhalasiPengobatan jangka panjang yang paling efektif untuk mengontrol asma. Penggunaan steroid inhalasi menghasilkan perbaikan faal paru, menurunkan hiperesponsif jalan napas, mengurangi gejala, mengurangi frekuensi dan berat serangan dan memperbaiki kualiti hidup. Steroid inhalasi adalah pilihan bagi pengobatan asma persisten (ringan sampai berat).

b) Glukokortikosteroid SistemikCara pemberian melalui oral atau parenteral. Harus selalu diingat indeks terapi (efek/ efek samping), steroid inhalasi jangka panjang lebih baik daripada steroid oral jangka panjang.

c) Kromolin (sodium kromoglikat dan nedokromil sodium)Pemberiannya secara inhalasi. Digunakan sebagai pengontrol pada asma persisten ringan. Dibutuhkan waktu 4-6 minggu pengobatan untuk menetapkan apakah obat ini bermanfaat atau tidak.d) MetilsantinTeofilin adalah bronkodilator yang juga mempunyai efek ekstrapulmoner seperti antiinflamasi. Teofilin atau aminofilin lepas lambat dapat digunakan sebagai obat pengontrol, berbagai studi menunjukkan pemberian jangka lama efektif mengontrol gejala dan memperbaiki faal paru.

e) Agonis beta-2 kerja lamaTermasuk di dalam agonis beta-2 kerja lama inhalasi adalah salmeterol dan formoterol yang mempunyai waktu kerja lama (> 12 jam). Seperti lazimnya agonis beta-2 mempunyai efek relaksasi otot polos, meningkatkan pembersihan mukosilier, menurunkan permeabiliti pembuluh darah dan memodulasi penglepasan mediator dari sel mast dan basofil.

f) Leukotriene modifiersObat ini merupakan anti asma yang relatif baru dan pemberiannya melalui oral. Mekanisme kerja menghasilkan efek bronkodilator minimal dan menurunkan bronkokonstriksi akibat alergen, sulfurdioksida dan exercise. Selain bersifat bronkodilator, juga mempunyai efek antiinflamasi. Kelebihan obat ini adalah preparatnya dalam bentuk tablet (oral) sehingga mudah diberikan. Saat ini yang beredar di Indonesia adalah zafirlukas (antagonis reseptor leukotrien sisteinil).

2) Pelega (Reliever)Prinsipnya untuk dilatasi jalan napas melalui relaksasi otot polos, memperbaiki dan atau menghambat bronkostriksi yang berkaitan dengan gejala akut seperti mengi, rasa berat di dada dan batuk, tidak memperbaiki inflamasi jalan napas atau menurunkan hiperesponsif jalan napas. Termasuk 13:a) Agonis beta-2 kerja singkatTermasuk golongan ini adalah salbutamol, terbutalin, fenoterol, dan prokaterol yang telah beredar di Indonesia. Mempunyai waktu mulai kerja (onset) yang cepat. Mekanisme kerja sebagaimana agonis beta-2 yaitu relaksasi otot polos saluran napas, meningkatkan bersihan mukosilier, menurunkan permeabiliti pembuluh darah dan modulasi penglepasan mediator dari sel mast. Merupakan terapi pilihan pada serangan akut dan sangat bermanfaat sebagai praterapi pada exercise-induced asthma.

b) MetilsantinTermasuk dalam bronkodilator walau efek bronkodilatasinya lebih lemah dibandingkan agonis beta-2 kerja singkat.

c) AntikolinergikPemberiannya secara inhalasi. Mekanisme kerjanya memblok efek penglepasan asetilkolin dari saraf kolinergik pada jalan napas. Menimbulkan bronkodilatasi dengan menurunkan tonus kolinergik vagal intrinsik, selain itu juga menghambat refleks bronkokostriksi yang disebabkan iritan. Termasuk dalam golongan ini adalah ipratropium bromide dan tiotropium bromide.

d) AdrenalinDapat sebagai pilihan pada asma eksaserbasi sedang sampai berat. Pemberian secara subkutan harus dilakukan hati-hati pada penderita usia lanjut atau dengan gangguan kardiovaskular. Pemberian intravena dapat diberikan bila dibutuhkan, tetapi harus dengan pengawasan ketat (bedside monitoring).

2.2.10. KomplikasiBerbagai komplikasi yang mungkin timbul adalah :a. Status asmatikusb. Atelektasisc. Hipoksemiad. Pneumothorakse. Emfisema

2.2.11. PrognosisMortalitas akibat asma sedikit nilainya. Gambaran yang paling akhir menunjukkan kurang dari 5000 kematian setiap tahun dari populasi beresiko yang berjumlah kira-kira 10 juta. Sebelum dipakai kortikosteroid, secara umum angka kematian penderita asma wanita dua kali lipat penderita asma pria. Juga kenyataan bahwa angka kematian pada serangan asma dengan usia tua lebih banyak, kalau serangan asma diketahui dan dimulai sejak kanak kanak dan mendapat pengawasan yang cukup kira-kira setelah 20 tahun, hanya 1% yang tidak sembuh dan di dalam pengawasan tersebut kalau sering mengalami serangan common cold 29% akan mengalami serangan ulang. Pada penderita yang mengalami serangan intermitten angka kematiannya 2%, sedangkan angka kematian pada penderita yang dengan serangan terus menerus angka kematiannya 9%.14

BAB IIIKESIMPULAN

Asma adalah penyakit inflamasi kronis saluran pernapasan yang dihubungkan dengan hiperresponsif, keterbatasan aliran udara yang reversibel dan gejala pernapasan.10 Asma bronkial adalah salah satu penyakit paru yang termasuk dalam kelompok penyakit paru alergi dan imunologi yang merupakan suatu penyakit yang ditandai oleh tanggap reaksi yang meningkat dari trakea dan bronkus terhadap berbagai macam rangsangan dengan manifestasi berupa kesukaran bernapas yang disebabkan oleh penyempitan yang menyeluruh dari saluran napas. Penyempitan ini bersifat dinamis dan derajat penyempitan dapat berubah, baik secara spontan maupun karena pemberian obat.16

Faktor resiko asma dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu : Atopi, Hiperreaktivitas Bronkus, Jenis Kelamin, Ras, Obesitas. Beberapa faktor pencetus yang sering menjadi pencetus serangan asma adalah : Faktor Lingkungan, Alergen dalam rumah, Alergen luar rumah, Faktor Lain, Alergen makanan, Alergen obat obat tertentu, Bahan yang mengiritasi, Ekspresi emosi berlebih,Asap rokok bagi perokok aktif maupun perokok pasif, Polusi udara dari dalam dan luar ruangan, Exercise-induced asthma, Perubahan cuaca.

Pencegahan serangan asma dapat dilakukan dengan : menjauhi alergen, menghindari kelelahan, menghindari stres psikis, mencegah/mengobati ISPA sedini mungkin.

DAFTAR PUSTAKA

1. Abidin, M. Angela. Mengenal, Mencegah dan Mengatasi Asma pada Anak Plus Panduan Senam Asma. Jakarta : Puspa Swara. 2002.2. Rachelefsky, Gery, M. D. and Patricia Garrison. Penanganan Asma pada Anak. Jakarta : PT. Buana Ilmu Populer. 2006.3. Graha, Chairinniza. Terapi Untuk Anak Asma, Panduan Bagi Orang Tua Mengenai Anak yang Menderita Asma. Jakarta : PT. Alex Media Komputindo. 2008.4. Wong, Donna. L. Nursing Care of Infants and Childern. 7 th Ed.By Mosby. 2003.5. Potter & Perry. Buku Ajar Fundamental Keperawatan : Konsep, Proses & Praktek. Edisi 4. Vol 1. Jakarta : EGC. 2005.6. Sloane, E. Anatomi dan Fisiologi Untuk Pemula. Jakarta : EGC 2004.7. Junqueira, C. L. Histologi Dasar Teks dan Atlas. Jakarta : EGC. 2007.8. Alsagaff H, Mukty A. Dasar - Dasar Ilmu Penyakit Paru. Edisi ke 2. Surabaya : Airlangga University Press. 2002.9. Sherwood Lauralee, 2001 ; Fisiologi Manusia dari Sel ke Sistem (Human Physiology: From cells to systems) ; Edisi II, EGC, Jakarta.10. Riyanto BS, Hisyam B. Obstruksi Saluran Pernapasan Akut. Dalam : Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid II. Edisi ke - 4. Jakarta : Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI. 2006. h 978 87.11. Morris MJ. Asthma. [ updated 2011 June 13; cited 2013 May 10]. Available from : http://emedicine.medscape.com/article/296301-overview#showall12. Partridge MD. Examining The Unmet Need In Adults With Severe Asthma. Eur Respir Rev. 2007; 16: 104, 6772.13. Dewan Asma Indonesia. Pedoman Tatalaksana Asma. Jakarta. 201114. Anggia D. Profil Penderita Asma Bronkial yang Dirawat Inap di Bagian Paru RSUD Arifin Achmad Pekanbaru Periode Januari Desember 2005. Pekanbaru : Fakultas Kedokteran Universitas Riau. 2006.15. Menteri Kesehatan Republik Indonesia. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1023/MENKES/SK/XI/2008 Tentang Pedoman Pengendalian Penyakit Asma. Jakarta. 3 Nopember 2008.16. Rahmawati I, Yunus F, Wiyono WH. Patogenesis dan Patofisiologi Asma. Jurnal Cermin Kedokteran. 2003; 141. 5 6.