makalah 2- isi

Upload: rahmalia-puspita

Post on 10-Oct-2015

152 views

Category:

Documents


5 download

TRANSCRIPT

Perpindahan Kalor Konduksi Tak Tunak pada Pengolahan Makanan

Perpindahan Kalor Konduksi Tak Tunak pada Pengolahan MakananPEMICU 2

BAB IPENDAHULUAN

A.Latar BelakangPerpindahan kalor pada bahan pangan merupakan salah satu fenomena yang penting dalam pengolahan pangan. Panas digunakan untuk menaikkan suhu makanan atau panas diambil dari bahan makanan seperti halnya pada proses pendinginan atau pembekuan. Panas berperan dalam merangsang atau menghambat suatu reaksi kimiawi, misalnya dalam reaksi pencoklatan atau proses inaktivasi enzim. Pengambilan panas dalam refrigerator dapat menurunkan kecepatan reaksi. Panas itu sendiri berpengaruh terhadap perubahan aroma, flavor, serta struktur bahan pangan yang diolah (Wirakartakusuma et al, 1992).Fenomena perpindahan kalor yang populer terjadi pada industri makanan adalah pada proses pengawetan pangan, diantaranya pengawetan dengan pengolahan termal melalui pemanasan makanan dalam kaleng. Perubahan mutu makanan dalam kaleng sangat ditentukan oleh variasi isi dari kekentalan cairan atau konsentrasi pati hingga adanay partikel pangan. Untuk memperbaiki mutu makanan kaleng perlu diketahui cara perkiraan suhu titik kritis atau titik tengah geometrisnya. Untuk makanan pasta kental, perkiraan suhu dapat dilakukan dengan pendekatan analitis riwayat suhu dengan perpindahan panas tak tunak. Untuk makanan cair, pemanasan akan diikuti dengan perubahan densitas sehingga terjadi konveksi alami dalam kaleng yang menyebabkan pergeseran titik terdingin sebagai titik kritis evaluasi kesterilan kemasan. Demikian juga kesulitan menduga perubahan suhu cairan yang mengandung pati yang mengalami pengentalan, sehingga mengalami perobahan model perpindahan panas dari konveksi menjadi konduski. Pendekatan analitis saat ini tidak memungkinkan. Dengan metode numerik, distribusi suhu dapat dihitung sehingga evaluasi sterilitas lebih akurat. Kesulitan lain yang perlu diatasi adalah mengkuantitaskan perpindahan panas dari fluida ke partikel bergerak dalam kaleng karena belum dapat memprediksi gerakan partikel atau gerakan nisbi cairan terhadap permukaan partikel.Dengan pengetahuan perpindahan panas dalam sistem penukar panas, distribusi cairan dalam pipa, proses termal sterilisasi pangan selama pengemasan, kita dapat mengembangkan teknologi pengolahan aseptis. Oleh sebab itu, penting sekali mempelajari proses perpindahan kalor konduksi tak tunak terutama untuk pengaplikasiannya pada proses pengolahan makanan.

B.Tujuan PenulisanMakalah ini ditulis untuk tujuan sebagai berikut;1. Untuk mengetahui mekanisme perpindahan kalor pada makanan saat didinginkan atau dipanaskan.2. Untuk menemukan hubungan dan parameter keberhasilan proses perpindahan panas pada makanan dengan kualitas makanan yang dihasilkan.3. Untuk mengetahui perpindahan kalor konduksi tak tunak dan perbedaanyan dengan perpindahan kalor konduksi tunak.4. Untuk mengetahui analisis kapasitas kalor tergabung dan analisis aliran kalor transien.5. Untuk mengetahui batas konveksi, angka Biot, angka Fourier, dan bagan Heisler serta penerapannya dalam menyelesaikan permasalahan perpindahan kalor konduksi tak tunak.

C.Rumusan Masalah1. Bagaimana mekanisme perpindahan kalor yang terjadi pada suatu bahan pangan ketika mengalami proses pemanasan atau pendinginan?2. Bagaimana hubungan dan parameter keberhasilan antara proses perpindahan kalor tersebut dengan kualitas bahan pangan yang dihasilkan?3. Apa itu perpindahan kalor konduksi tak tunak dan apa perbedaannya dengan perpindahan kalor konduksi tunak?4. Apa batasan dalam analisis kapasitas kalor tergabung dan analisis aliran kalor transien serta bagaimana penerapannya dalam menyelesaikan persoalan perpindahan kalor kondisi tak tunak?5. Apa itu batas konveksi, angka Biot, angka Fourier, dan bagan Heisler serta bagaimana penerapannya dalam menyelesaikan permasalahan konduksi tak tunak?

D.Metode PenulisanMetode penulisan yang digunakan dalam suatu makalah akan sangat menentukan hasil akhir dari penyajian makalah tersebut. Oleh karena itu, diperlukan metode penulisan yang baik dan tersusun secara sistematis untuk memudahkan pembaca dalam memahaminya. Metode penulisan yang digunakan dalam penulisan makalah ini adalah metode studi literatur. Data data yang diperoleh dalam makalah ini diambil dari berbagai sumber, diantaranya buku buku perpindahan kalor, jurnal ilmiah serta referensi lain yang berasal dari internet.

BAB IIPEMBAHASAN

1. Dapatkah Anda menjelaskan mekanisme perpindahan kalor yang terjadi pada suatu bahan pangan ketika mengalami proses pemanasan atau pendinginan?

Jawab:Sebelumnya kita ambil contoh proses pemanasan saat penggorengan. Saat proses penggorengan berlangsung terjadi dua perpindahan panas, yaitu konduksi dan konveksi. Proses konveksi terjadi pada bahan pangan dengan minyak, di mana gelembung air pada bahan keluar sehingga menyebabkan turbulensi pada minyak serta perpindahan panas menjadi terhalang. Apabila proses penggorengan tetap dilanjutkan, maka akan lebih banyak air dari bahan yang diuapkan dan suhu bahan akan meningkat di atas titik didih. Dengan begitu, maka pangan tersebut akan matang karena dengan banyaknya air yang diuapkan, maka suhu pada bahan akan menyamai titik didih sehingga panas dari minyak dapat merata ke seluruh bagian bahan pangan.Sedangkan perpindahan panas secara konduksi tak tunak, terjadi hanya dalam bahan pangan, yang mana dipengaruhi oleh difusivitas, konduktivitas termal, kondisi termal bahan, densitas, serta panas spesifik. Contoh dari peristiwa perpindahan panas ini yaitu saat minyak penggorengan diserap oleh bahan pangan. Proses penyerapan minyak terjadi ketika massa minyak secara perlahan masuk pada awal proses penggorengan ke dalam bahan yang digoreng, dan makin meningkat saat suhu semakin meningkat seiring dengan penuruan tekanan vakum. Massa minyak masuk ke dalam bahan yang digoreng dengan cara difusi, disebabkan karena adanya perbedaan konsentrasi massa minyak pada bagian permukaan dengan bagian dalam bahan. Proses penyerapan minyak pada bahan lebih cepat terjadi ketika penurunan kandungan kadar air bahan semakin rendah. Hal ini terjadi karena posisi air yang keluar dari dalam bahan digantikan oleh minyak, sehingga proses penyerapan minyak akan berlangsung lebih cepat ketika kandungan kadar air bahan semakin rendah. Proses perubahan kandungan air di dalam bahan yang keluar nantinya akan digantikan oleh minyak. Dengan demikian, proses penyerapan minyak baru bisa terjadi secara cepat pada saat semua air yang ada di dalam bahan hampir keluar.Selain itu, proses perpindahan panas secara konduksi juga terjadi saat kadar air pada bahan saat proses penggorengan berkurang. Penurunan kadar air dicirikan oleh adanya penguapan air dengan terjadinya gelembung gas dari permukaan bahan ke media minyak panas. Proses perpindahan massa air berlangsung dari dalam ke permukaan bahan disebabkan karena adanya perbedaan konsentrasi massa air pada bagian dalam dan permukaan. Konsentrasi massa air di permukaan bahan lebih rendah dibandingkan dengan konsentrasi massa air di bagian dalam bahan. Hal tersebut disebabkan karena air yang berada dibagian permukaan bahan lebih cepat menjadi uap karena adanya kontak langsung dengan minyak goreng yang mempunyai suhu di atas titik didih air. Massa air terdifusi dari dalam ke permukaan bahan secara kontinyu sampai selesainya proses penggorengan.Sedangkan dalam proses pendinginan bahan pangan, mekanisme yang terjadi secara sederhana yaitu panas diambil dari bahan pangan, sehingga suhu bahan pangan tersebut akan menjadi lebih rendah dari sekelilingnya. Bila suatu medium pendingin kontak dengan bahan pangan, maka akan terjadi perpindahan panas dari bahan pangan tersebut ke medium pendingin sampai suhu keduanya sama atau minimal hampir sama. Proses pendinginan dilakukan pada suhu di atas titik beku bahan, yaitu kurang lebih sekitar -2 sampai -10 C.

2. Dapatkah Anda menghubungkan keberhasilan proses tersebut dengan kualitas bahan pangan yang dihasilkan?

Jawab:Pada umumnya, pendinginan merupakan suatu metode pengawetan yang ringan dengan pengaruh yang sangat kecil terhadap mutu bahan pangan secara keseluruhan. Oleh karena itu, pendinginan seperti di dalam lemari es sangat cocok untuk memperpanjang kesegaran atau masa simpan bahan pangan, khususnya sayuran dan buah-buahan. Misal pada sayuran dan buah-buahan tropis yang mana tidak tahan terhadap suhu rendah dan ketahanan terhadap suhu rendah tersebut berbeda-beda untuk setiap jenisnya. Sebagai contoh, buah pisang dan tomat tidak boleh disimpan pada suhu lebih rendah dari 13C karena akan mengalami chilling injury, yaitu kerusakan yang disebabkan oleh perlakuan suhu rendah. Akibatnya, buah pisang yang disimpan pada suhu terlalu rendah kulitnya akan menjadi bernoda hitam atau berubah menjadi coklat, sedangkan buah tomat akan menjadi lunak karena teksturnya rusak.Sementara itu proses pemanasan bahan pangan dilakukan untuk mengawetkan bahan pangan serta untuk membunuh mikroba, akan tetapi efek dari pemanasan ini yaitu akan mengubah warna, cita rasa, tekstur, serta nilai gizi dari bahan pangan tersebut. Beberapa jenis bahan pangan seperti susu dan kapri serta daging, sangat peka terhadap suhu tinggi karena dapat merusak warna maupun rasanya. Sebaliknya, jagung dan kedelai dapat menerima panas dengan sangat baik karena tidak banyak mengalami perubahan. Pada umumnya, semakin tinggi jumlah panas yang diberikan maka akan semakin banyak mikroba yang mati. Pada proses pengalengan, pemanasan ditujukan untuk membunuh seluruh mikroba yang mungkin dapat menyebabkan pembusukan makanan dalam kaleng tersebut selama penanganan dan penyimpanan. Pada proses pasteurisasi, pemanasan bertujuan untuk memusnahkan sebagian besar mikroba pembusuk, sedangkan sebagian besar mikroba yang tertinggal dan masih hidup terus dihambat pertumbuhannya dengan penyimpanan pada suhu rendah atau dengan cara lain misalnya dengan penambahan bahan pengawet.

3. Parameter apa sajakah yang turut serta menentukan keberhasilan proses perpindahan panas pada pengolahan bahan pangan?

Jawab:Suhu, waktu, tipe proses pemanasan dan pendinginan (batch atau kontinyu), kelembaban udara.

4.Apa yang anda ketahui mengenai perpindahan kalor konduksi tak tunak? Dimana letak perbedaannya dengan perpindahan kalor konduksi tunak?Jawab :Perpindahan kalor konduksi adalah proses perpindahan kalor jika kalor mengalir dari tempat yang suhunya tinggi ke tempat yang suhunya lebih rendah, tetapi media untuk perpindahan kalor tetap. Perpindahan kalor secara konduksi tidak hanya terjadi pada padatan saja tetapi bisa juga terjadi pada cairan ataupun gas, hanya saja konduktivitas terbesar ada pada padatan. Unsteady state conduction adalah pindah panas yang suhunya berubah karena bahan dipanaskan atau didinginkan. Salah satu contoh unsteady state conduction terjadi pada proses pengolahan makanan. Bila laju aliran panas dalam suatu sistem tidak berubah terhadap waktu, dimana suhu di titik mana pun tidak berubah maka itu disebut dengan perpindahan kalor dalam keadaan tunak (steady state). Sedangkan bila aliran panas dalam suatu sistem berada dalam kondisi tak tunak (unsteady state) maka suhu di berbagai titik dari sistem berubah terhadap waktu. Perubahan suhu tersebut menunjukkan perubahan energi dalam sehingga penyimpanan energi adalah bagian yang tidak terpisahkan dari aliran panas tak tunak.

5.6.Bagaimana anda menerapkan analisis aliran kalor transien dalam menyelesaikan permasalahan perpindahan kalor konduksi tak tunak?Jawab:Metode kapasitas tergumpal, metode analisis, metode grafik (Heisler), teknik grafik dan metode beda hingga merupakan metode yang bisa dipergunakan untuk menyelesaikan masalah perpindahan panas pada kondisi tak tunak. Persyaratan yang diperlukan pada metode kapasitas tergabung adalah angka Biot harus lebih kecil dari 0.1, dan dengan anggapan bahwa suhu benda mempunyai harga yang seragam untuk waktu yang sama. Metode dengan mempergunakan grafik Heisler, meskipun mampu untuk menyelesaikan kasus dimensi rangkap, metode ini terbatas pada bentuk geometri yang sederhana. Sedang teknik grafik, grafik Schmidt, terbatas pada persoalan satu dimensi. Untuk persoalan pada benda padat semi tak terhingga, metode yang baik adalah metode analitis. Untuk bentuk geometri yang rumit dan atau kondisi batas yang berubah ubah, penyelesaian dengan metode analitis akan mengalami kesulitan. Metode yang pada saat ini banyak dipergunakan dalam penyelesaian proses perpindahan panas adalah metode beda hingga, selain dapat menyelesaikan persoalan satu dan dua dimensi, mampu pula menyelesaikan kasus tiga dimensi, dengan bentuk geometri yang rumit dan kondisi batas yang berubah terhadap waktu.Persamaan diferensial parabolik yang sesuai untuk kasus perpindahan panas konduksidua dimensi keadaan tak tunak, tanpa adanya pembangkitan kalor dan dengan mengasumsikan sifat sifat bahan yang tetap, dapat dinyatakan dengan persamaan (1) : (1)Dari persamaan (1), dapat diperoleh suatu hasil penyelesaian yang berupa distribusi suhu yang merupakan fungsi posisi (x dan y) dan fungsi waktu t, T=T(x,y.t). Harga adalah besarnya difusivitas termal dari bahan yang dapat diasumsikan berharga konstan.Ada beberapa metode beda hingga yang dapat dipergunakan untuk menyelesaikan persoalan perpindahan panas dua dimensi dalam keadaan tak tunak, seperti metode eksplisit, implisit dan metode ADI (Alternating Direction Implicit). Dari ketiganya, metode ADI yang paling populer, karena mampu mengatasi kekurangan dari kedua metode tersebut. Sebelum mengulas metode ADI, terlebih dahulu akan dibahas sekilas tentang metode eksplisit dan metode implisit sebagai bahan perbandingan.

a. Metode EksplisitPersamaan diferensial parabolik pada persamaan (1) dengan metode beda hingga rumusan maju atau rumusan eksplisit dapat dinyatakan dengan persamaan setara seperti yang diungkapkan dalam persamaan (2). Dinamakan rumusan eksplisit, karena persamaan suhu Ti,j saat (n+1) dapat dinyatakan dengan menggunakan suhu Ti,j saat n, sehingga temperatur pada saat n+1 dapat dihitung secara langsung.

(2)atau dapat dinyatakan :

(3)pada persamaan (3) : (3a)Dalam persamaan diatas superskrip n menunjukkan tambahan waktu (time increment), sedangkan subskrip i menandakan posisi x dan subskrip j menandakan posisi y. Jika temperatur pada setiap waktu di berbagai node diketahui, maka suhu sesudah tambahan waktu t, dapat dihitung dengan mempergunakan persamaan (2). Prosedur ini dapat diulangi untuk mendapatkan distribusi suhu sesudah sejumlah tambahan waktu yang diingini.

b. Metode ImplisitBerbeda dengan rumusan eksplisit, rumusan implisit tidak memungkinkan menghitung suhu Ti,j saat n+1 dengan menggunakan Ti,j saat n, sehingga penyelesaian persoalan dilakukan dengan cara menuliskan keseluruhan perangkat persamaan untuk seluruh node dan menyelesaikannya secara serentak, untuk mendapatkan suhu Ti,j saat n+1. Rumusan implisit dinyatakan dengan persamaan (4) berikut ini :

(4)

Dari persamaan (4) dapat diperoleh suatu persamaan yang dapat dinyatakan dengan persamaan (5):

(5)Harga dx dan dy sama dengan yang diungkapkan pada persamaan 3a. Dari persamaan (6), akan dihasilkan suatu persamaan simultan/berganda, yang dapat dibawa ke dalam bentuk matriks

Matriks koefisien [A] yang dihasilkan memberikan bentuk matrik yang bila diselesaikan memerlukan waktu yang sangat banyak. Ini merupakan kelemahan dari metode implisit.

c. Metode ADIUntuk mengatasi ketidakefisiensi dan konsumsi waktu penyelesaian yang lama atau untuk mengatasi kekurangan dari metode implisit dan eksplisit dipergunakan metode penyelesaian Alternating Direction Implicit method atau yang dikenal dengan metode ADI. Meskipun metode ADI memerlukan usaha yang lebih dalam pembuatan program komputernya, metode ini sangat populer sebagai metode yang dipergunakan untuk kasus dua dimensi maupun tiga dimensi. Keuntungan lain dari metode ADI, adalah sangat baik bila dipergunakan dengan superkomputer, dan untuk persoalan yang besar. Persamaan (1) dalam metode ADI dipecah menjadi 2 persamaan, masing masing dengan selang waktu (t/2), yang diungkapkan dalam persaman (6) dan persamaan (7).(6)

(7)Persamaan (6) dan persamaan (7) bila dibawa kebentuk sistem tridiagonal, yaitu sistem yangmenghasilkan matrik tridiagonal, berturut turut menjadi persamaan (8) dan (9) :

(8)

(9)Prosedur penyelesaian dari metode ADI dimulai dengan menyelesaikan sistem tridiagonal yang dihasilkan persamaan (8). Perumusan dari persamaan (8) adalah implisit dalam arah x dan eksplisit dalam arah y, langkah ini dinamakan sebagai x sweep. Hasil dari penyelesaian sistem tridiagonal dari persamaan (8), dipergunakan sebagai data yang diperlukan pada sisi sebelah kanan dalam persamaan (9). Sehingga sistem tridiagonal persamaan (9) dapat diselesaikan. Persamaan (9) merupakan persamaan beda hingga implisit dalam arah y dan eksplisit dalam arah x. Langkah ini dinamakan sebagai y sweep.

7.

Soal Perhitungan1. Dalam proses pembuatan bakso, adonan bola daging berdiameter 5 cm dan suhu awal 25oC dimasukkan ke dalam air mendidih. Berapa waktu yang dibutuhkan agar bola daging tersebut matang dengan baik? Bola daging dapat dikatakan matang dengan baik jika suhu bagian tengah tidak kurang dari 60oC.

Jawab :

D = 5 cm = 0.05 meterTo = 25oC Ti = 60oC

Berdasarkan literatur, diperoleh :

Karena Bi > 0,1 , maka analisis kalor tergabung tidak dapat digunakan.

Daging dimasukkan ke dalam air mendidih, artinya terjadi peristiwa konveksi dari daging ke air yang mendidih. Untuk menyelesaikan permasalahan diatas kita harus menggunakan bagan Heisler (kondisi batas konveksi).

Gambar 1. Suhu pusat dari sebuah bola, jari-jari r0.Sumber : Holman, 2010

Berdasarkan grafik, Fo = 0,53

Jadi, waktu yang diperlukan supaya daging tersebut matang dengan baik yaitu sekitar 50,42 menit.

2. Sebuah panci yang baru saja digunakan unuk mendidihkan air, didinginkan dengan cara mencelupkannya ke dalam bak air bersuhu 25oC. Setelah dicelupkan selama 10 detik, apakah menurut anda panci sudah aman untuk digunakan kembali ?Jawab :Asumsi Panci yang digunakan berbahan stainless steelSuhu awal panci = 97oCKetebalan : 2L = 1 mm = 0,001 m

Karena Bi < 0,1 , maka perhitungan dapat dilakukan dengan analisis kalor tergabung

Dari perhitungan diatas, didapat bahwa suhu yang dicapai setelah 10 detik dicelupkan di dalam air adalah 87,93oC. Suhu tersebut masih cukup tinggi untuk panci agar dapat digunakan kembali. Oleh karena itu, dibutuhkan waktu yang lebih lama lagi untuk mendinginkan panci tersebut.BAB IIIKESIMPULAN

Dari pembahasan yang telah dilakukan, dapat disimpulkan beberapa hal sebagai berikut; Unsteady state conduction adalah pindah panas yang suhunya berubah karena bahan dipanaskan atau didinginkan. Bila aliran panas dalam suatu sistem berada dalam kondisi tak tunak (unsteady state) maka suhu di berbagai titik dari sistem berubah terhadap waktu. Perubahan suhu tersebut menunjukkan perubahan energi dalam sehingga penyimpanan energi adalah bagian yang tidak terpisahkan dari aliran panas tak tunak. Perpindahan panas konduksi tak tunak terjadi apabila konduksi disertai dengan konveksi yang terjadi secara alami sehingga ada perubahan suhu pada permukaan bahan yang ditinjau. Hal ini mengakibatkan adanya distribusi suhu pada setiap node pada bahanseiring bertambahnya waktu dan posisi. Konduksi tak tunak berkaitan dengan nilai tahanan konduksi dan nilai tahanan konveksi yang dideskripsikan sebagai angka Biot. Perpindahan panas secara konduksi tak tunak yang terjadi dalam bahan pangan dipengaruhi oleh difusivitas, konduktivitas termal, kondisi termal bahan, densitas, serta panas spesifik. Perpindahan panas konduksi tak tunak dapat dianalisis dengan beberapa metode dan asumsi batas, diantaranya adalah analisis kapasitas kalor tergumpal (lumped analysis), analisis kalor beda batas (differential finite analysis), analisis kalor transient pada geometri hampir tak terbatas (semi-infinite body), penggunaan bagan Heisler dan grafik Schmidt. Beberapa metode tersebut dapat digunakan untuk meninjau sistem homogen (1 dimensi) maupun non-homogen (multidimensi). Semakin banyak variabel yang terikat pada distribusi suhu pada bahan pangan, semakin rumit pula perhitungannya sehingga dibutuhkan permodelan numerik yang baik untuk menyelesaikan persoalan perpindahan kalor konduksi kondisi tak tunak ini.

DAFTAR PUSTAKA

Anonim. (2011). Penggorengan Hampahttp://repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/10454/Bab%20II%202007usa.pdf?sequence=7 (Diakses pada Minggu, 17 Maret 2013 pukul 22.37)Anonim. (2009). Pengolahan dan Pengawetan Bahan Makanan Serta Permasalahannyahttp://zaifbio.wordpress.com/2009/02/02/pengolahan-dan-pengawetan-bahan-makanan-serta-permasalahannya/ (Diakses pada Selasa, 19 Maret 2013 pukul 06.04)Anonim. (2009). Unsteady State Heat Transfer. http://www.nzifst.org.nz/unitoperations/httrtheory4.htm (Diakses pada Minggu 17 Maret 2013 pukul 21.45).Jamaluddin, dkk. (2004). Model Matematik Perpindahan Panas dan Massa Proses Penggorengan Buah pada Keadaan Hampa. http://repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/8162/10Jamaluddin.pdf?sequence=1 (Diakses pada Senin 18 Maret 2013 pukul 06.11)Kurniawan, Riza. (2012). Pengaruh Pendinginan dan Pembekuan pada Makanan. http://rizalkurniawan93.blogspot.com/2012/12/pengaruh-pendinginan-dan-pembekuan-pada.html (Diakses pada Minggu, 17 Maret 2013 pukul 22.13)Rathi. (2012). Metode Pengawetan Makanan dengan Metode Pendinginan http://esgezetpunyablog.blogspot.com/2012/03/metode-pengawetan-makanan-dengan-metode.html (Diakses pada Senin 18 Maret 2013 pukul 06.37)Raharjo, Budi. (2005) Peranan Program Studi Teknik Pangan untuk Menunjang Pembangunan Industri Pangan di Indonesia. Jurnal Teknologi dan Industri Pangan Vol. XVI No. 2. Purwadi, PK. (2000) Metode Alternating Direction Implicit pada Penyelesaian Persoalan Perpindahan Kalor Konduksi Dua Dimensi Keadaan Tak Tunak. SIGMA, Vol. 3, No.1, Januari 2000: 69-79.

8