123801155 efusi tb pada anak
DESCRIPTION
tb anakTRANSCRIPT
PRESENTASI KASUS
Efusi Pleura e.c Tuberkulosis
Disusun Oleh:
Astrina Supandy
FK UPH
(07120070040)
Tutor:
dr. Rachmanto, Sp. A
Dipresentasikan pada Kamis, 30 Agustus 2012
Moderator:
dr. Adi , Sp. A
DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN ANAK
RUMAH SAKIT PUSAT ANGKATAN DARAT GATOT SOEBROTO
JAKARTA
2012
Page 1
DAFTAR ISI
BAB I.......................................................................................................................................................... 3
STATUS PASIEN.................................................................................................................................... 3
BAB II...................................................................................................................................................... 24
TINJAUAN PUSTAKA........................................................................................................................24
BAB III.................................................................................................................................................... 48
ANALISA KASUS.................................................................................................................................48
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................................................50
Page 2
BAB I
STATUS PASIEN
1. IDENTITAS PASIEN
Nama : An. D.C
No. CM : 397137
Tempat, Tanggal lahir : Jakarta, 12 Desember 2000
Umur : 11 tahun
Jenis kelamin : Laki-laki
Alamat :Kompleks Kodim RT 05/06 B5K 38 no 20 Tangerang
Pendidikan : SD
Agama : Islam
Suku Bangsa : Jawa
Tanggal masuk : 3 Agustus 2012, dikirim oleh RS Sari Asih Karawaci
Tanggal keluar : 12 Agustus 2012
1.1 IDENTITAS ORANG TUA
Nama Tn. D Ny. S
Umur sekarang
Perkawinan ke
Umur saat nikah
Pendidikan terakhir
Pekerjaan
Pangkat
Agama
Suku bangsa
Anak No
53 tahun
Pertama
23 tahun
SMP
TNI AD
SERMA
Islam
Medan
1
50 tahun
Pertama
20 tahun
SMP
Ibu Rumah Tangga
-
Islam
Jawa
9
Hubungan dengan orang tua : anak kandung
Pasien merupakan anak ke4 dari 4 bersaudara
1.2 RIWAYAT PENYAKIT
Anamnesa didapat secara Autoanamnesis dan Alloanamnesa dari pasien dan ibu pasien
pada tanggal 7 Agustus-8 Agustus 2012.
Page 3
Keluhan utama
Demam
Keluhan tambahan
Batuk berdahak, pilek, tidak nafsu makan
Riwayat penyakit sekarang
Pasien anak laki-laki berumur 11 tahun datang ke RSPAD dari rujukan RS Sari Asih
dengan didiagnosa dengan TB paru. Pasien mengeluhkan demam 15 hari SMRS. Demam
timbul perlahan dan menetap sepanjang harinya. Demam hanya menurun bila diberikan
obat penurun panas. Demam tetap sepanjang hari, tidak mengigil, tidak mual, tidak
muntah, kesadaran tidak menurun, tidak meracau, tidak mengigau, tidak kejang dan tidak
sesak nafas. Namun, pasien mengeluhkan adanya batuk berdahak berwarna kuning
kental dan berbau tidak enak. Batuk tidak ada darah dan tidak ada sesak bila berbaring.
Selain batuk, pasien juga mengeluhkan pilek, nafsu makan berkurang, keringat dimalam
hari, dan menurut ibu pasien berat badan pasien mengalami penurunan sejak sakit
(sekitar 3-5kg) dalam 2 minggu terakhir. Buang air besar konsistensi padat, tidak ada
darah atau lendir. Buang air besar 2x sehari dengan dengan volume sekitar 600 ml, warna
kuning kecoklatan dan buang air kecil 5-6 x per hari tiap kali kira-kira sepertiga gelas
aqua dengan warna kuning jernih. Sebelumnya pasien berobat dipoli anak RS Daan
Mogot dengan keluhan demam dan batuk berdahak. Di RS Daan Mogot pasien
didiagnosis dengan gejala ISPA dan demam tifoid. Saat itu pasien disarankan untuk
dirawat inap namun karena keterbatasan tempat pasien disarankan untuk dirawat diRS
Sari Asih. Di RS Sari Asih pasien dirawat selama seminggu dengan keluhan yang sama
yaitu demam dan batuk berdahak. Demam pasien saat ini dari hari kehari sama dan
menetap dengan batuk berdahak kuning kental dan berbau tidak enak. Pasien dilakukan
pemeriksaan klinis, laboratorium, dan pemeriksaan foto thorax. Dari hasil pemeriksaan
didapatkan pasien mengalami masalah diparu (flek) sehingga pasien diberikan obat
penurun panas dan obat anti tuberkulosis. Namun karena kondisi pasien tidak membaik
dan keterbatasan fasilitas pasien dirujuk keRSPAD untuk dilakukan tindakan lanjut.
Page 4
Riwayat penyakit dahulu yang ada hubungannya dengan penyakit sekarang:
Pasien tidak mempunyai riwayat penyakit dahulu dan pasien tidak pernah dirawat
dirumah sakit sebelumnya. Riwayat alergi disangkal. Riwayat asma disangkal.
Riwayat penyakit keluarga
Kakak pertama pasien yang tinggal dirumah bersama pasien pernah menderita TB paru
pada tahun 2005 dan sudah mendapat pengobatan selama 6 bulan dan dikatakan sembuh.
Riwayat lingkungan
Pasien tinggal dirumah bersama orang tua dengan lingkungan rumah yang sederhana,
keterbatasan air bersih dan penerangan yang cukup.
Riwayat penyakit dahulu yang tidak ada hubungannya dengan penyakit
sekarang:
Pasien sering menderita radang tenggorakan sejak umur 2 tahun. Dalam setahun bisa 2-
3x.
Pengobatan yang telah diperoleh
Dari RS Sari Asih pasien diberikan Izoniazid 1x300mg, Rifamfisin 1x350mg,
Pirazinamid 2x300mg, Ethambuthol 1x500mg, Mucopet 3x1/2 tab dan Paracetamol sirup
3x2cth.
1.3 Riwayat Kehamilan
Perawatan Antenatal: Teratur setiap bulan
Penyakit selama Kehamilan : Tidak ada
Riwayat Persalinan
Tempat Kelahiran: Rumah Bidan
Ditolong oleh : Bidan
Cara persalinan: Spontan
Masa Gestasi : Cukup Bulan (9 bulan)
Page 5
Trauma : Tidak ada
Keadaan Saat Lahir
Nilai APGAR : Tidak tau
Berat badan Lahir : 3700 gram
Panjang Badan Lahir : 50 cm
Lingkar Kepala: Tidak Diukur
Warna Kulit: Merah
Menangis : Langsung Menangis
Gerakan : Aktif
Kejang, Sianosis, Ikterus, Kelainan Bawaan: Tidak Ada
Kesan: Bayi tunggal dengan berat badan lahir cukup, cukup bulan, sesuai masa
kehamilan, lahir spontan, dan langsung menangis.
Riwayat Perkembangan
Pertumbuhan gigi pertama: 8 bulan
Tengkurap : 5 bulan
Duduk: 7 bulan
Berdiri : 11 bulan
Berjalan: 12 bulan
Berbicara : 12 bulan
Membaca dan Menulis : 5 tahun
Gangguan Perkembangan mental dan emosi : Tidak ada
Kesan : perkembangan fisik anak sesuai dengan usia (normal).
Page 6
Riwayat Imunisasi
Vaksin
I II III
BCG
DPT/DT - - -
Polio - - -
Campak -
Hep B - - -
MMR - - -
Kesan : Imunisasi dasar lengkap sesuai dengan umur, Imunisasi selain 6 vaksin tersebut
tidak dilakukan karena ibu pasien tidak ada biaya
Riwayat Makanan
UMUR ASI / PASI Buah / Biskuit Bubur susu Nasi Tim
0 – 1 bln ASI >8x sehari - - -
2 – 4 bln PASI(Susu Formula) 3x
dengan 4 sendok takar
120 cc
- - -
4 – 6 bln PASI(Susu Formula) 3x
dengan 4 sendok takar
120 cc
Biskuit Regal 3 buah
perhari
- -
6 – 8 bln PASI(Susu Formula) 3x
dengan 4 sendok takar
120 cc
Biskuit Regal 3 buah
perhari, Pisang ½
buah perhari
Bubur Milna
3x sehari ½
mangkok
-
8 – 12 bln PASI(Susu Formula) 3x
dengan 4 sendok takar
120 cc
Biskuit Regal 4 buah
perhari,Pisang ½
buah perhari
Bubur Milna
3x sehari ½
mangkok
+Nasi ½
Piring
Kesan : Pemberian ASI Eklusif tidak tercukupi hingga 6 bulan karena ASI ibu yang
keluar sedikit bahkan tidak ada, pemberian makan tambahan tidak sesuai dengan jadwal,
namun kualitas dan kuantitas penberian cukup baik.
Page 7
Makanan Senin Selasa Rabu Kamis Jumat Sabtu Minggu
Nasi
Sayuran
Daging
Telur
Ikan
Tahu
Tempe
Susu
Jenis Makanan Frekuensi
Nasi 3x sehari, 1/2 piring @ 1 centong nasi
Sayuran 4x seminggu, @ 1 sendok sayur
Daging 3x dalam seminggu, @ 1 potong
Telur 4x dalam seminggu, @ 1 butir
Ikan 4X dalam seminggu, 1 x sehari, @ 1 potong
Tahu/tempe 5X dalam seminggu, 1-2 X sehari @ 1 potong
Susu 2x dalam sehari (4 sendok takar)
Batas 1 tahun: Tidak ada kesulitan makan (semua porsi makanan padat maupun cair
normal, nafsu makan baik)
Kesan : Kualitas dan kuantitas gizi sudah cukup
Riwayat Penyakit yang pernah diderita
Penyakit Usia Penyakit Usia
Diare 1 tahun Morbili disangkal
Otitis disangkal Parotitis disangkal
Radang paru disangkal Demam berdarah disangkal
Page 8
Tuberkulosis disangkal Demam tifoid disangkal
Kejang disangkal Cacingan disangkal
Ginjal disangkal Alergi disangkal
Jantung disangkal Pertusis disangkal
Darah disangkal Varicella disangkal
Difteri disangkal Biduran disangkal
Asma disangkal Kecelakaan disangkal
Penyakit kuning disangkal Operasi disangkal
Batuk berulang disangkal Lain-lain disangkal
Riwayat keluarga
Corak reproduksi : G4P4A0
No Usia Jenis
Kelamin
Hidup Lahir
mati
Abortus Mati
(sebab)
Keterangan
kesehatan
1
2
3
4
30 thn
28 thn
24 thn
11thn
(Pasien)
Laki-laki
Perempuan
Perempuan
Laki-laki
Ya
Ya
Ya
Ya
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
Umur 25
pernah
menderita TB
paru
-
-
Kelahiran
Cukup Bulan,
BBL 3,7 kg,
PBL 50cm
Page 9
Data Perumahan
Anggota keluarga lain yang serumah : tidak ada
Masalah dalam keluarga : tidak ada
Perumahan : rumah dinas
Keadaan Lingkungan :kebersihan lingkungan cukup baik, selokan
sering dibersihkan, penampungan air bersih tidak ditutup
1.4 PEMERIKSAAN FISIK
Tanggal 7 Agustus 2012 pukul 07:00 WIB
Keadaan umum : Tampak Sakit Sedang
Kesadaran : compos mentis
Tanda-tanda vital
Tekanan darah : 100/70 mmHg
Frekuensi denyut jantung : 92 x/menit, irama reguler, isi cukup dan
equal dikeempat ekstremitas
Frekuensi pernafasan : 32 x / menit, irama reguler, pola pernafasan normal
(thoracoabdominal)
Suhu : 37,40C
1.4.1 Data Antropometri saat ini
Berat badan lahir : 3700 gram
Berat badan sekarang : 28 kg
Panjang badan : 50 cm
Panjang badan sekarang : 129 cm
Lingkaran kepala : 49 cm
Lingkaran lengan : 16 cm
Lingkaran bahu : 48 cm
Lingkaran dada : 80 cm
Lingkar perut : 54 cm
Status Gizi:
Page 10
Interpretasi status gizi berdasarkan Berat badan terhadap Tinggi Badan (Kurva NCHS-
CDC): Berat badan terukur/Berat badan ideal x 100%
Dimana berat badan terukur adalah 28 kg, dan berat badan ideal berdasarkan kurva berat
badan terhadap tinggi badan adalah
28/35 x 100%= 80%
Status gizi pasien ini adalah malnutrisi ringan
Status Generalis
Status mental : Tenang
Wajah : Normal
Kepala : Normocephal, distribusi rambut merata, rambut berwarna hitam, tidak
mudah dicabut, tidak mudah patah, ubun-ubun sudah menutup, ubun-ubun besar sudah
menutup
Mata : Kedudukan bola mata dan alis mata simetris, palpebra superior dan
inferior tidak udem, tidak cekung, konjungtiva anemis +/+, sklera tidak ikterik, kornea
jernih, pupil bulat isokor, reflek cahaya langsung +/+ dan reflek cahaya tidak langsung
+/+, gerakan bola mata normal ke segala arah.
Telinga : Bentuk normal, besar dan posisi daun telinga dalam batas normal,
lubang telinga ada, sekret tidak ada, gendang telinga sulit dinilai,
perdarahan tidak ada.
Hidung : Bentuk normal, napas cuping hidung tidak ada,warna sama dengan
warna kulit sekitar, deviasi septum tidak ada, sekret tidak ada, darah
tidak ada.
Tenggorokan : Faring tidak hiperemis, Tonsil T1-T1.
Mulut : Bentuk normal, mukosa bibir lembab, tidak sianosis, mukosa oral tidak
pucat, lidah tidak hiperemis, tidak ada celah mulut, gigi lengkap tidak
ada karies, tonsil tenang T1-T1 , gusi tidak berdarah,langit-langit mulut
intak.
Leher : Tidak ada kelainan bentuk leher, pergerakan leher bebas, tidak
ditemukan adanya kaku kuduk, kelenjar gondok (tiroid) tidak membesar,
trakea letak ditengah.
KGB :Kelenjar getah bening di daerah preaurikular, retroaurikular, oksipital,
submandibula, supraklavikula, aksila tidak teraba.
Page 11
Thorak : Bentuk normochest, tidak ada luka, jejas, sikatrik, simetris saat statis
dan dinamis, tidak ada retraksi, warna kulit sama dengan warna kulit
sekitar.
Paru
Inspeksi : Gerak simetris saat statis dan dinamis, tidak ada retraksi sela iga, tidak
ada sikatriks
Palpasi :Fremitus taktil tidak simetris melemah pada daerah paru kiri bagian
anterior, tidak teraba massa, tidak teraba krepitasi, tidak ada nyeri tekan
Perkusi paru kanan: Sonor pada lapang paru kanan
Perkusi paru kiri : Sonor pada lapang apex paru kiri, redup pada bagian basal paru kiri
anterior dan posterior
Auskultasi paru kanan: Suara napas vesikuler, tidak ada ronchi, tidak ada wheezing
Auskultasi paru kiri : Suara napas vesikuler menurun anterior dan posterior, tidak ada
ronkhi, tidak ada wheezing.
Jantung
Inspeksi : Ictus cordis tidak terlihat
Palpasi : Ictus cordis teraba disela iga IV linea midclavicula
sinistra, tidak kuat angkat, tidak ada thrill
Perkusi : Batas jantung kanan pada intercostal V parasternal kanan,
jantung kiri pada intercostal V midclavicula kiri, pinggang
jantung pada intercosta III parasternal kiri.
Auskultasi : Bunyi jantung I-II murni regular, tidak ada murmur, tidak
ada gallop
Abdomen
Inspeksi : Datar, tidak tampak sikatrik, tidak ada venektasi, dan tidak
tampak massa.
Auskultasi : Bising usus (+) normal
Palpasi : Supel, turgor kulit cukup, hepar lobus kanan teraba 2 cm
dibawah arkus costa, hepar lobus kiri teraba 1 cm dibawah processus xiphoideus dengan
tepi tajam, konsistensi kenyal dan permukaan rata, limpa tidak teraba, balotement ginjal
tidak ada, defens muskular tidak ada.
Perkusi : Timpani
Ekstremitas : Ekstremitas superior dan inferior, dekstra dan sinistra tidak
tampak deformitas, tidak ada edema, akral hangat, gerakan aktif, normotonus, tidak
sianosis, refleks fisiologis (+) normal.
Page 12
Kulit : Warna kulit coklat kehitaman, capillary refill < 2 detik.
Status Perkembangan Pubertas
Genitalia eksterna : Rambut pubis (-), Tidak ditemukan kelainan pada uretra, penis,
skrotum dan testis.
Anus: lubang anus(+), fistula(-).
Refleks : Refleks Fisiologis :
Refleks biseps : +/+ Refleks patella : +/+
Refleks triseps : +/+ Refleks Achilles : +/+
Refleks Patologis :
Refleks babinski : -/- Refleks Oppenheim : -/-
Refleks Chaddoks: -/- Refleks Gordon : -/-
Laseque : -/-
Rangsang Meningeal :
Kaku kuduk : -
Brudzinsky I,II,II,IV : -
Kernig : -
1.5 PEMERIKSAAN PENUNJANG
Laboratorium Dari RS SariAsih Tanggal 27 Juli 2012
Jenis Pemeriksaan Hasil Nilai Rujukan
Hematologi
Hemoglobin 10.5 12-18
Hematokrit 32 40-46
Eritrosit 39 16-62
Leukosit 8500 5000-10000
Thrombosit 320000 150000-400000
Hitung Jenis
Basofil 0 0-1
Eosinofil 1 1-3
Netrofil 80 40-70
Page 13
Limfosit 17 20-40
Monosit 2 4-8
Kimia Darah
SGOT 48 0-50
SGPT 34 0-50
Ureum 13 10-50
Creatinin 0.8 0.5-1.2
Jenis Pemeriksaan Hasil Normal
Urinalisa
Warna Kuning Kuning
Kejernihan Agak keruh Jernih
pH 7 6-7.4
Berat Jenis 1.005 1.003-1.030
Protein - Negatif
Urobilinogen <0.2 0-0.2
Urobilin + Positif
Nitrit + Negatif
Eritrosit 2-5 LPB
Leukosit 0-2 0-6LPB
Laboratorium Dari RSPAD Gatot Subroto
Jenis 3/8/2012 4/8/2012 8/8/2012 10/8/2012 Nilai Normal
Hemoglobin 10.5 10.0 11 12,5 12-16 g/dl
Hematokrit 33 32 34 36 37-47 %
Eritrosit 3,9 3.8 4.2 3.5 4.3-6.0juta/
µl
Leukosit 7100 6020 4330 10870 4800-
10800/µl
Trombosit 458000 462000 292000 270000 150000-
400000 /µl
Hitung jenis
Basofil 0 0 0 0-1%
Eosinofil 2 0 2 1-3%
Page 14
Batang 1 2 1 2-6%
Segmen 69 78 31 50-70%
Limfosit 21 13 54 20-40%
Monosit 7 7 12 2-8%
MCV 83 64 82 101 80-96fl
MCH 27 27 26 36 27-32 pg
MCHC 32 32 32 35 32-36 g/dl
RDW 12.70 13.70 14.40 11.5-14.5%
LED 60 <15mm/jam
GDS 90 < 140 mg/dl
Bilirubin total < 1,5 mg/dl
CRP 48 < 6
Kultur darah Negatif
KIMIA KLINIK
Ureum 22 10-50
Kreatinin 0.7 0.5-1.2
Natrium 132 125-135
Kalium 4.0 1.5-3
Klorida 95 22-26
IMUNOSEROLOGI
ASTO 200 <200 IU/L
WIDAL
S.Typhi O 1/160 Negatif
S.Paratyphi AO Negatif Negatif
S.Paratyphi BO Negatif Negatif
S.Paratyphi CO Negatif Negatif
S.Typhi H Negatif Negatif
S.Paratyphi AH Negatif Negatif
S.Paratyphi BH 1/320 Negatif
S.Paratyphi CH Negatif Negatif
URINALISIS
pH 6.0 4.6-8.0
Berat Jenis 1.010 1.010-1.030
Protein Negatif Negatif
Page 15
Glukosa Negatif Negatif
Bilirubin Negatif Negatif
Nitrit Negatif Negatif
Keton Negatif Negatif
Urobilinogen Negatif Negatif
Eritrosit 1-0-1 <2/LPB
Leukosit 2-2-2 <5/LPB
Torak Negatif Negatif
Kristal Negatif Negatif
Epitel Positif Positif
Lain-lain Negatif Negatif
Pemeriksaan Radiologi Foto Thorax tanggal 8 agustus 2012
Page 16
- Jantung tidak membesar
- Aorta dan Mediastinum superior tidak melebar
- Trachea di tengah, hilus tidak menebal
- Infiltrat di perihiler dan parakardial kanan
- Kesuraman di lateral hemithoraks kiri
- Diafragma dan sinus kostofrenikus baik
- Tulang dan jaringan lunak baik
Kesan: Pleuropneumonia dan Efusi Pleura kiri
1.6 RESUME
Pasien anak laki-laki berumur 11 tahun datang ke RSPAD dari rujukan RS Sari Asih
dengan didiagnosa dengan TB paru. Pasien mengeluhkan demam 15 hari SMRS. Demam
timbul perlahan dan menetap sepanjang harinya. Demam hanya menurun bila diberikan
obat penurun panas. Demam tetap sepanjang hari, tidak mengigil, tidak mual, tidak
muntah, kesadaran tidak menurun, tidak meracau, tidak mengigau, tidak kejang dan tidak
sesak nafas. Namun, pasien mengeluhkan adanya batuk berdahak berwarna kuning
kental dan berbau tidak enak. Batuk tidak ada darah dan tidak ada sesak bila berbaring.
Selain batuk, pasien juga mengeluhkan pilek, nafsu makan berkurang, keringat dimalam
hari, dan menurut ibu pasien berat badan pasien mengalami penurunan sejak sakit
(sekitar 3-5kg) dalam 2 minggu terakhir. Buang air besar konsistensi padat, tidak ada
darah atau lendir. Buang air besar 2x sehari dengan dengan volume sekitar 600 ml, warna
kuning kecoklatan dan buang air kecil 5-6 x per hari tiap kali kira-kira sepertiga gelas
aqua dengan warna kuning jernih. Sebelumnya pasien berobat dipoli anak RS Daan
Mogot dengan keluhan demam dan batuk berdahak. Di RS Daan Mogot pasien
didiagnosis dengan gejala ISPA dan demam tifoid. Saat itu pasien disarankan untuk
dirawat inap namun karena keterbatasan tempat pasien disarankan untuk dirawat diRS
Sari Asih. Di RS Sari Asih pasien dirawat selama seminggu dengan keluhan yang sama
yaitu demam dan batuk berdahak. Pasien dilakukan pemeriksaan klinis, laboratorium,
dan pemeriksaan foto thorax. Dari hasil pemeriksaan didapatkan pasien mengalami
masalah diparu (flek) sehingga pasien diberikan obat penurun panas dan obat anti
tuberkulosis. Namun karena kondisi pasien tidak membaik dan keterbatasan fasilitas
pasien dirujuk keRSPAD untuk dilakukan tindakan lanjut.
Riwayat keluarga dimana kakak pertama pasien menderita TB paru pada tahun 2005 dan
sudah mendapat pengobatan selama 6 bulan dan dikatakan sembuh. Riwayat penyakit
Page 17
dahulu sering menderita radang tenggorokan sejak umur 2 tahun, dimana setahun 2-3x
sehari. Dari hasil pemeriksaan fisik didapatkan keadaan umum pasien tampak sakit
sedang dengan kesadaran compos mentis, pada pemeriksaan tanda-tanda vital didapatkan
masih dalam batas normal. Pada pemeriksaan paru didapatkan adanya perbedaan antara
paru kanan dan kiri yaitu palpasi fremitus melemah pada bagian paru kiri, perkusi paru
kanan: sonor pada lapang paru kanan sedangkan perkusi paru kiri : sonor pada lapang
apex paru kiri, redup pada bagian basal paru kiri. Auskultasi paru kanan: suara napas
vesikuler, tidak ada ronchi, tidak ada wheezing. Auskultasi paru kiri : Suara napas
vesikuler menurun, tidak ada ronkhi, tidak ada wheezing. Pada pemeriksaan laboratorium
hematologi didapatkan anemia dengan nilai hemoglobin dan hematokrit berada dibawah
normal, thrombositosis, dan LED dan CRP meningkat
1.7 DIAGNOSIS KERJA
Efusi Pleura kiri et causa TB paru
1.8 PENATALAKSANAAN
- IVFD D5 1/4S: 1500 cc/24jam
- Cefotaximine 3x1 g (iv)
- Gentamycine 2x70 g (iv)
- Metronidazole 2x250 g (iv)
- Domperidone 3x1cth
- Parasetamol 3x300mg (po)
- Izoniazid 3x300 mg (po)
- Rifampicin 1x350 mg (po)
- Pirazinamid2x300 mg(po)
- Ethambuthol 1x500mg(po)
- Ambroxol 3x1/3 tab (po)
1.9 RENCANA PEMERIKSAAN
Kultur darah, Kultur Urin, Kultur Sputum, Analisis Cairan Pleura
1.10 PROGNOSIS
Qua ad vitam : Dubia
Qua ad fungsionam : Dubia
Qua ad sanationam : Dubia
Page 18
1.11 FOLLOW UP
7 Agustus 2012. 8 Agustus 2012
S Batuk berdahak kuning kental, demam (+), pilek
(-), sesak (-), BAB normal sehari 2 kali dan BAK
normal, Makan Minum baik.
Batuk berdahak kuning kental, demam (+),
pilek (-), sesak (-), BAB normal 2 kali
sehari, jumlah banyak, dan BAK normal,
Makan Minum baik.
O Ku : Tampak sakit sedang
Kes : Kompos mentis
Ku : Tampak sakit sedang
Kes : Kompos mentis
TTV TD : 110/60 mmHg
HR : 100 x/menit
RR : 24 x/menit
T : 37,80C
TD : 100/80 mmHg
HR :98 x/menit
RR : 26 x/menit
T : 38,20C
Kepala Normocephali Normocephali
Mata Konjungtiva sedikit pucat , sklera tidak ikterik Konjungtiva tidak pucat , sklera tidak ikterik
Hidun
g
NHC – , sekret (-) NCH – , sekret (-)
Mulut
Leher
Bibir tidak sianosis, mukosa lembab
KGB tidak teraba
Bibir tidak sianosis, mukosa lembab
KGB tidak teraba
Thorax
Cor
Simetris saat statis dan dinamis, retraksi -
BJ I-II reguler, tidak ada murmur, tidak ada
gallop
Simetris saat statis dan dinamis
BJ I-II reguler, tidak ada murmur, tidak ada
gallop
Pulmo Perkusi paru kanan: Sonor pada lapang paru
kanan
Perkusi paru kiri : Sonor pada lapang apex paru
kiri, redup pada bagian basal paru kiri anterior
dan posterior
Auskultasi paru kanan: Suara napas vesikuler,
tidak ada ronchi, tidak ada wheezing
Auskultasi paru kiri : Suara napas vesikuler
menurun anterior dan posterior, tidak ada ronkhi,
tidak ada wheezing.
Perkusi paru kanan: Sonor pada lapang paru
kanan
Perkusi paru kiri : Sonor pada lapang apex
paru kiri, redup pada bagian basal paru kiri
anterior dan posterior
Auskultasi paru kanan: Suara napas
vesikuler, tidak ada ronchi, tidak ada
wheezing
Auskultasi paru kiri : Suara napas
vesikuler menurun anterior dan posterior,
tidak ada ronkhi, tidak ada wheezing.
Page 19
Abd Datar, supel, turgor cukup, BU + normal,
Hepar/Lien tidak teraba
Datar, supel, turgor cukup, BU + normal,
Hepar/Lien tidak teraba
Eks Akral hangat, perfusi perifer baik, tidak ada
edema, tidak sianosis
Akral hangat, perfusi perifer baik, tidak ada
edem, tidak sianosis
A - Efusi Pleura kiri etcausa Tb paru - Efusi Pleura kiri etcausa Tb paru
P - IVFD D5 1/4S: 1500 cc/24jam
- Ceftriaxone 2x750 g (iv)
- Cefotaximine 3x1 g (iv)
- Gentamycine 2x70 g (iv)
- Metronidazole 2x250 g (iv)
- Vometa 3x1cth
- PCT 3x300mg (po)
- INH 3x300 mg (po)
- Rifampicin 1x350 mg (po)
- PZA 2x300 mg(po)
- Ethambuthol 1x500mg(po)
- Mucopect 3x1/3 tab (po)
- IVFD D5 1/4S: 1500 cc/24jam
- Cefotaximine 3x1 g (iv)
- Gentamycine 2x70 g (iv)
- Metronidazole 2x250 g (iv)
- PCT 3x300mg (po)
- INH 3x300 mg (po)
- Rifampicin 1x350 mg (po)
- PZA 2x300 mg(po)
- Ethambuthol 1x500mg(po)
- Mucopect 3x1/3 tab (po)
- Vometa 3x1cth
9 Agustus 2012 10 Agustus 2012
S Demam (-), Batuk berdahak kuning kental, sesak
(-), BAB normal sehari 2 kali dan BAK normal,
Makan Minum baik.
Demam (-), Batuk berdahak kuning kental,
sesak (-), BAB normal sehari 2 kali dan
BAK normal, Makan Minum baik.
O Ku : Tampak Sakit Sedang
Kes : Kompos mentis
Ku : Tampak Sakit Sedang
Kes : Kompos mentis
TTV TD: 100/70 mmHg
HR : 92 x/menit
RR : 22x/menit
T :36,70C
TD: 90/70 mmHg
HR : 68 x/menit
RR : 27x/menit
T :35,90C
Kepala Normocephali Normocephali
Mata Konjungtiva tidak pucat , sklera tidak ikterik Konjungtiva tidak pucat , sklera tidak ikterik
Page 20
Hidung NHC – , sekret (-) NCH – , sekret (-)
Mulut
Leher
Bibir tidak sianosis, mukosa lembab
KGB tidak teraba
Bibir tidak sianosis, mukosa lembab
KGB tidak teraba
Thorax
Cor
Simetris saat statis dan dinamis
BJ I-II reguler, tidak ada murmur, tidak ada
gallop
Simetris saat statis dan dinamis
BJ I-II reguler, tidak ada murmur, tidak ada
gallop
Pulmo Perkusi paru kanan: Sonor pada lapang paru
kanan
Perkusi paru kiri : Sonor pada lapang apex paru
kiri, redup pada bagian basal paru kiri anterior
dan posterior
Auskultasi paru kanan: Suara napas vesikuler,
tidak ada ronchi, tidak ada wheezing
Auskultasi paru kiri : Suara napas vesikuler
menurun anterior dan posterior, tidak ada ronkhi,
tidak ada wheezing.
Perkusi paru kanan: Sonor pada lapang paru
kanan
Perkusi paru kiri : Sonor pada lapang apex
paru kiri, redup pada bagian basal paru kiri
anterior dan posterior
Auskultasi paru kanan: Suara napas
vesikuler, tidak ada ronchi, tidak ada
wheezing
Auskultasi paru kiri : Suara napas
vesikuler menurun anterior dan posterior,
tidak ada ronkhi, tidak ada wheezing.
Abd Datar, supel, turgor cukup, BU + normal,
Hepar/Lien tidak teraba
Datar, supel, turgor cukup, BU + normal,
Hepar/Lien tidak teraba
Eks Akral hangat, perfusi perifer baik, tidak ada
edem, tidak sianosis
Akral hangat, perfusi perifer baik, tidak ada
edem, tidak sianosis
A - Efusi Pleura kiri etcausa Tb paru - Efusi Pleura kiri etcausa Tb paru
P - IVFD D5 1/4S: 1500 cc/24jam
- Cefotaximine 3x1 g (iv)
- Gentamycine 2x70 g (iv)
- Metronidazole 2x250 g (iv)
- PCT 3x300mg (po)
- INH 3x300 mg (po)
- Rifampicin 1x350 mg (po)
- PZA 2x300 mg(po)
- IVFD D5 1/4S: 1500 cc/24jam
- Cefotaximine 3x1 g (iv)
- Gentamycine 2x70 g (iv)
- Metronidazole 2x250 g (iv)
- PCT 3x300mg (po)
- INH 3x300 mg (po)
- Rifampicin 1x350 mg (po)
- PZA 2x300 mg(po)
Page 21
- Ethambuthol 1x500mg(po)
- Mucopect 3x1/3 tab (po)
- Vometa 3x1cth
- Ethambuthol 1x500mg(po)
- Mucopect 3x1/3 tab (po)
- Vometa 3x1cth
11 Agustus 2012
S Demam (-), Batuk berdahak kuning kental sudah mulai berkurang, sesak (-), BAB
normal sehari 2 kali dan BAK normal, Makan Minum baik.
O Ku : Tampak Sakit Sedang
Kes : Kompos mentis
TTV TD: 100/80 mmHg
HR : 98 x/menit
RR : 20x/menit
T :36,90C
Kepala Normocephali
Mata Konjungtiva tidak pucat , sklera tidak ikterik
Hidung NHC – , sekret (-)
Mulut
Leher
Bibir tidak sianosis, mukosa lembab
KGB tidak teraba
Thorax
Cor
Simetris saat statis dan dinamis
BJ I-II reguler, tidak ada murmur, tidak ada gallop
Pulmo Perkusi paru kanan: Sonor pada lapang paru kanan
Perkusi paru kiri : Sonor pada lapang apex paru kiri, redup pada bagian basal paru kiri
anterior dan posterior
Auskultasi paru kanan: Suara napas vesikuler, tidak ada ronchi, tidak ada wheezing
Auskultasi paru kiri : Suara napas vesikuler menurun anterior dan posterior, tidak
ada ronkhi, tidak ada wheezing.
Abd Datar, supel, turgor cukup, BU + normal, Hepar/Lien tidak teraba
Eks Akral hangat, perfusi perifer baik, tidak ada edem, tidak sianosis
Page 22
A - Efusi Pleura kiri etcausa Tb paru
P - IVFD D5 1/4S: 1500 cc/24jam
- Cefotaximine 3x1 g (iv)
- Azitromisin 1x300g (po selama 5 hari)
- PCT 3x300mg (po)
- INH 3x300 mg (po)
- Rifampicin 1x300 mg (po)
- PZA 2x300 mg(po)
- Ethambuthol 1x500mg(po)
- Mucopect 3x1/3 tab (po)
- Prednison 3x2 tab (po dilanjutkan sampai 14 hari)
Page 23
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
1. EFUSI PLEURA a. Definisi
Efusi pleura adalah istilah yang digunakan bagi penimbunan cairan dalam rongga
pleura. Efusi pleural adalah penumpukan cairan di dalam ruang pleural, proses penyakit
primer jarang terjadi namun biasanya terjadi sekunder akibat penyakit lain. Efusi dapat
berupa cairan jernih, yang mungkin merupakan transudat, eksudat, atau dapat berupa
darah atau pus.1,4 Efusi pleural adalah pengumpulan cairan dalam ruang pleura yang
terletak diantara permukaan visceral dan parietal, proses penyakit primer jarang terjadi
tetapi biasanya merupakan penyakit sekunder terhadap penyakit lain. Secara normal,
ruang pleural mengandung sejumlah kecil cairan (5 sampai 15ml) berfungsi sebagai
pelumas yang memungkinkan permukaan pleural bergerak tanpa adanya friksi.4
Gambar 2.1 Anatomi Rongga Pleura
Gambar 2.2 Anatomi Rongga Pleura
(Mikro)
Page 24
b. Etiologi
Hambatan resorbsi cairan dari rongga pleura, karena adanya bendungan seperti pada
dekompensasi kordis, penyakit ginjal, tumor mediatinum, sindroma meig (tumor ovarium)
dan sindroma vena kava superior.4 Pembentukan cairan yang berlebihan, karena radang
(tuberculosis, pneumonia, virus), bronkiektasis, abses amuba subfrenik yang menembus ke
rongga pleura, karena tumor dimana masuk cairan berdarah dan karena trauma. Di
Indonesia 80% karena tuberculosis.4 Kelebihan cairan rongga pleura dapat terkumpul pada
proses penyakit neoplastik, tromboembolik, kardiovaskuler, dan infeksi. Ini disebabkan oleh
sedikitnya satu dari empat mekanisme dasar :4
Peningkatan tekanan kapiler subpleural atau limfatik
Penurunan tekanan osmotic koloid darah
Peningkatan tekanan negative intrapleural
Adanya inflamasi atau neoplastik pleura
Penyebab lain dari efusi pleura adalah:
Gagal Jantung
Kadar protein yang rendah
Sirosis
Pneumonia
Blastomikosis
Koksidioidomikosis
Tuberkulosis
Histoplasmosis
Kriptokokosis
Abses dibawah diafragma
Artritis rematoid
Pankreatitis
Emboli paru
Tumor
Lupus eritematosus sistemik
Pembedahan jantung
Cedera di dada
Obat-obatan (hidralazin,
prokainamid, isoniazid,
fenitoin,klorpromazin,
nitrofurantoin, bromokriptin,
dantrolen, prokarbazin)
Pemasanan selang untuk makanan atau selang intravena yang kurang baik.
Pada anak-anak, efusi parapneumonik akibat infeksi dari pneumonia adalah penyebab
utama dan umum dari efusi pleura. Ada tiga tingkatan/tahap yang berhubungan dengan
efusi parapneumonik yang mungkin saling tumpang tindih. Tahap eksudatif (tahap efusi
tanpa komplikasi), tahap fibropurulent (tahap mulai masuknya kuman/bakteri) dan tahap
organisasi (tahap ketiga menuju empyema).5
Page 25
Tabel 1. Penyebab umum efusi pleura pada anak-anak
c. Tanda dan Gejala
Adanya timbunan cairan mengakibatkan perasaan sakit karena pergesekan, setelah
cairan cukup banyak rasa sakit hilang. Bila cairan banyak, penderita akan sesak napas.
Pada anak masalah pernapasan adalah hal yang paling sering dikeluhkan. Apabila
dihubungkan dengan penyebabnya berupa pneumonia maka gejala yang muncul adalah
batuk, demam, sesak nafas, menggigil. Apabila penyebabnya bukan pneumonia, maka
gejala pada anak mungkin tidak ditemukan sampai efusi yang timbul telah mencukupi
untuk menimbulkan gejala sesak nafas atau kesulitan bernafas.4,5
Adanya gejala-gejala penyakit penyebab seperti demam, menggigil, dan nyeri dada
pleuritis (pneumonia), panas tinggi (kokus), subfebril (tuberkulosisi), banyak keringat,
batuk, banyak riak. Deviasi trachea menjauhi tempat yang sakit dapat terjadi jika terjadi
penumpukan cairan pleural yang signifikan.4 Pemeriksaan fisik dalam keadaan berbaring
dan duduk akan berlainan, karena cairan akan berpindah tempat. Bagian yang sakit akan
kurang bergerak dalam pernapasan, fremitus melemah (raba dan vocal), pada perkusi
didapati daerah pekak, dalam keadaan duduk permukaan cairan membentuk garis
melengkung (garis Ellis Damoiseu).5
Didapati segitiga Garland, yaitu daerah yang pada perkusi redup timpani dibagian atas
garis Ellis Domiseu. Segitiga Grocco-Rochfusz, yaitu daerah pekak karena cairan
mendorong mediastinum kesisi lain, pada auskultasi daerah ini didapati vesikuler
melemah dengan ronki.4
Page 26
d. Patofisiologi
Didalam rongga pleura terdapat + 5ml cairan yang cukup untuk membasahi seluruh
permukaan pleura parietalis dan pleura viseralis. Cairan ini dihasilkan oleh kapiler pleura
parietalis karena adanya tekanan hodrostatik, tekanan koloid dan daya tarik elastis.
Sebagian cairan ini diserap kembali oleh kapiler paru dan pleura viseralis, sebagian kecil
lainnya (10-20%) mengalir kedalam pembuluh limfe sehingga pasase cairan disini
mencapai 1 liter seharinya.5
Terkumpulnya cairan di rongga pleura disebut efusi pleura, ini terjadi bila keseimbangan
antara produksi dan absorbsi terganggu misalnya pada hyperemia akibat inflamasi,
perubahan tekanan osmotic (hipoalbuminemia), peningkatan tekanan vena (gagal jantung).
Atas dasar kejadiannya efusi dapat dibedakan atas transudat dan eksudat pleura. Transudat
misalnya terjadi pada gagal jantung karena bendungan vena disertai peningkatan tekanan
hidrostatik, dan sirosis hepatic karena tekanan osmotic koloid yang menurun. Eksudat dapat
disebabkan antara lain oleh keganasan dan infeksi. Cairan keluar langsung dari kapiler
sehingga kaya akan protein dan berat jenisnya tinggi. Cairan ini juga mengandung banyak
sel darah putih. Sebaliknya transudat kadar proteinnya rendah sekali atau nihil sehingga
berat jenisnya rendah.5
e. Pemeriksaan Diagnostik
Pemeriksaan radiologik (Rontgen dada), pada permulaan didapati menghilangnya
sudut kostofrenik. Bila cairan lebih 300ml, akan tampak cairan dengan permukaan
melengkung. Mungkin terdapat pergeseran di mediatinum. 4 Torakosentesis / pungsi
pleura untuk mengetahui kejernihan, warna, biakan tampilan, sitologi, berat jenis. Pungsi
pleura diantara linea aksilaris anterior dan posterior, pada sela iga ke-8. Didapati cairan
yang mungkin serosa (serotorak), berdarah (hemotoraks), pus (piotoraks) atau kilus
(kilotoraks). Bila cairan serosa mungkin berupa transudat (hasil bendungan) atau eksudat
(hasil radang).4
Cairan pleural dianalisis dengan kultur bakteri, pewarnaan gram, basil tahan asam
(untuk TBC), hitung sel darah merah dan putih, pemeriksaan kimiawi (glukosa, amylase,
laktat dehidrogenase (LDH), protein), analisis sitologi untuk sel-sel malignan, dan pH.4
Pada pemeriksaan fisik, dengan bantuan stetoskop akan terdengar adanya penurunan
suara pernafasan. Untuk membantu memperkuat diagnosis, dilakukan pemeriksaan
berikut:
Page 27
Rontgen dada
Rontgen dada biasanya merupakan langkah pertama yang dilakukan untuk
mendiagnosis efusi pleura, yang hasilnya menunjukkan adanya cairan.
Gambar 2.3 Gambaran radiologis efusi pleura daerah hemitoraks kanan
CT-Scan dada
CT scan dengan jelas menggambarkan paru-paru dan cairan dan bisa menunjukkan
adanya pneumonia, abses paru atau tumor.
Gambar 2.4 CT-Scan menunjukkan adanya akumulasi cairan sebelah kanan
Page 28
USG dada
USG bisa membantu menentukan lokasi dari pengumpulan cairan yang jumlahnya
sedikit, sehingga bisa dilakukan pengeluaran cairan.
Gambar 2.5 USG Efusi pleura dengan celah yang multipel
Torakosentesis
Penyebab dan jenis dari efusi pleura biasanya dapat diketahui dengan melakukan
pemeriksaan terhadap contoh cairan yang diperoleh melalui torakosentesis (pengambilan
cairan melalui sebuah jarum yang dimasukkan diantara sela iga ke dalam rongga dada
dibawah pengaruh pembiusan lokal).6 Pada orang dewasa, torakosentesis sebaiknya
dilakukan pada setiap pasien dengan efusi pleura yang sedang-berat, namun pada anak-
anak tidak semuanya memerlukan torakosentesis sebagai prosedur yang sama. Efusi
parapneumonik yang dihubungkan dengan sudut costoprenicus yang tumpul minimal
tidak seharusnya mendapat prosedur torakosentesis.5
Torakosentesis atau penyaluran saluran dada (chest tube drainage) dianjurkan pada
pasien anak-anak yang memiliki demam menetap, toksisitas, organism tertentu (misalnya
S.aereus atau pneumococcus), nyeri pleura, kesulitan dalam bernafas, pergeseran
mediastinum, gangguan pernafasan yang membahayakan. Chest tube drainage
semestinya segera dilakukan apabila dari hasil analisa cairan pleura menunjukkan pH
kurang dari 7,2 kadar glukosa < 40mg/dl dan kadar LDH lebih dari 1000 U/mL.5
Biopsi
Jika dengan torakosentesis tidak dapat ditentukan penyebabnya, maka dilakukan
biopsi, dimana contoh lapisan pleura sebelah luar diambil untuk dianalisa. Pada sekitar
20% penderita, meskipun telah dilakukan pemeriksaan menyeluruh, penyebab dari efusi
pleura tetap tidak dapat ditentukan.5 Pada anak dilakukan apabila peradangan efusi pleura
Page 29
tidak bisa dijelaskan. Teknik ini memiliki peran yang terbatas pada anak-anak namun
memiliki kepentingan yang besar dalam membedakan TB atau keganasan. Yang menjadi
komplikasi utama adalah pneumotoraks dan perdarahan.6
Analisa cairan pleura
Tabel 2. Perbedaan Transudat dan Eksudat
Bronkoskopi
Bronkoskopi kadang dilakukan untuk membantu menemukan sumber cairan yang
terkumpul.
f. Terapi
Kebanyakan pasien anak-anak yang memiliki efusi parapneumonik memberikan respon
yang baik dengan pemberian terapi antibiotic sehingga tidak memerlukan torakostomi.
Pengobatan empyema (efusi parapneumonik yang telah mengalami komplikasi) pada anak
dimulai dengan terapi konservatif. Pemberian awal terapi antibiotic didasari pada infeksi
penyebab yang mendasarinya dan pengurasan/pengeluaran cairan yang terinfeksi dengan
torakosentesis atau
torakostomi
tertutup.7
Tabel 3
Antibiotik pilihan
sesuai dengan
kuman penyebab
Page 30
Antibiotik harusnya dipilih untuk mengatasi kebanyakan dari kuman penyebab
pneumonia pada kelompok usia anak-anak. Sampai kondisi sebenarnya telah tegak
didiagnosa, pemberian antibiotic spectrum luas diperbolehkan/dibenarkan untuk
mengurangi angka kematian yang tinggi dan kesakitan yang berhubungan dengan
empyema. Antibiotic secara intravena harus diteruskan sampai kondisi anak bebas demam
setidaknya 7-10 hari, telah bebas dari penggunaan oksigen dan tidak lagi terlihat sakit.
Antibiotic secara oral kemudian diberikan selama 1-3 minggu.5,7
Drainage atau pengurasan dari empyema mencegah dari perkembangan lokulasi dan
pengelupasan jaringan fibrotic. Lebih lanjut dari tahap kedua penyakit, pengurasan akan
menjadi kurang efektif. Apakah seluruh empyema membutuhkan pengurasan masih menjadi
hal yang controversial, tidak ada data yang dengan jelas menggambarkan penggunaannya
pada anak-anak. Keseluruhannya, torakostomi dengan pipa tertutup yang segera sebaiknya
menjadi pertimbangan yang kuat dengan indikasi :7
pH cairan pleura kurang dari 7,2 atau lebih dari 0,05 unit dibawah pH arterial
glukosa cairan pleura kurang dari 40 mg/dL (2,2 mmol/L)
LDH cairan pleura lebih besar dari 1,000 U/L
Adanya pus yang terus-menerus
Terkontaminasi gram positif
Sepsis oleh karena S.aereus atau H.influenzae
Saat pengurasan cairan dengan pipa di dada mencapai kurang dari 30-50 ml/L dan
tingkat konstitusional pasien mengalami perbaikan, pipa di dada bisa dilepaskan.
Pengobatan untuk lokulasi efusi parapenumonik (khususnya tahap 2 dan 3) atau anak-anak
yang masih ada demam, sakit/sedih, dan kehilangan nafsu makan beberapa hari setelah
terapi antibiotic secara intravena jauh bervariasi.7
Terapi efektif lainnya yang sedang diperkenalkan adalah streptokinase (SK) atau
urokinase (UK) ke dalam rongga empyema, yang telah menunjukkan
mengurangi/mengecilkan perlekatan/adhesi, meningkatkan pengurasan, dan memutus
gejala. SK adalah protein turunan bakteri yang aktifitas tidak langsungnya di system
fibrinolisis. Masalah yang ikut menyertai pengobatan ini adalah reaksi alergi dan
neutralisasi antibody terhadap SK. Secara umum pemberian SK adalah efektif dan aman,
dan bisa membantu menyingkirkan kemungkinan operasi/pembedahan pada kebanyakan
Page 31
kasus. Kombinasi dari terapi mesti diberikan seawall mungkin setelah diganosa efusi
parapneumonik ditegakkan.8
UK adalah aktifator plasminogen langsung. Tidak seperti SK, pada UK ada satu per satu
hubungan dari produksi plasmin dari setiap molekul UK, membuatnya penggunaannya
semakin efisien. UK bukan antigen. Beberapa penelitian mencatatkan penyelesaian yang
lengkap dari pengambilan cairan dengan lokulasi yang menetap dengan mengikuti
pemasukan UK ke dalam pipa dada. Tidak ada komplikasi yang dilaporkan baik pada kedua
seri. Indikasi dasar untuk UK pada efusi pleura termasuk : lokus yang multiple (banyak),
sesuai yang digambarkan oleh USG atau Ct-Scan, dugaan lokus multiple, sesuai dengan
indikasi melalui pengurasan dengan hasil yang kurang seperti diharapkan.
Kontraindikasi yang relative untuk penggunaan UK termasuk diantaranya adalah
perdarahan aktif, pembedahan beberapa waktu terakhir dan kehamilan. Dosis yang
diberikan bervariasi dari 20.000-100.000 U ke dalam pipa dada dicampur dengan larutan
normal saline (20-100 mL), dosis optimal belum dapat ditentukan. Setelah pemasukan UK,
pipa dada ditutup selama 1-2 jam, pasien didoronng untuk mengubah-ubah posisi agar
larutan terdistribusi merata. Pemberian UK mungkin bisa diulang sebanyak 2-3 kali dalam
2-3 hari.8
Karena penanganan empyema, khususnya pada tahap kedua dan ketiga masih menjadi
controversial, beberapa diantaranya menyarankan penggunaan bedah lebih awal, seperti
Video Assisted Thoracoscopy (VATS) atau thorakoskopi dengan bantuan video, dengan
pembuangan perlekatan pada jaringan pleura. Pendekatan seperti ini harus disesuaikan
dengan tahapan penyakit, pathogen penyebab, respon terhadap pemberian terapi awal dan
derajat terjebaknya paru.7
Pada fibropurulent yang lama dan tahap organisasi, pengurasan pleura berkepanjangan
tidak mencukupi. Jika pasien masih memiliki kesulitan dalam bernafas, demam sehari-hari,
dan leukositosis yang menetap sesuai pemberian terapi antibiotic, VATS sebaiknya patut
untuk dipertimbangkan. Saat empyema mencapai tahap organisasi, ada sedikit kebebasan
untuk tidak melakukan prosedur.6,7
VATS harus dipertimbangkan bagi anak-anak yang telah dipilih dengan efusi
parapneumonik atau empyema yang gejala klinisnya tidak mengalami perbaikan,
terperangkapnya paru berat, atau empyema yang disebabkan oleh infeksi bakteri selain dari
S.aereus. USG atau CT-Scan yang menunjukkan lokus multiple atau perlekatan pleura yang
luas dan terperangkapnya paru menyarankan agar penggunaan VATS lebih cepat. Secara
Page 32
umum, pembedahan seharusnya tidak dilakukan pada anak-anak selain daripada alasan
sepsis pleura yang menetap karena perbaikan klinis, fungsi system pernafasan dan
radiografi yang tidak normal terutama pada populasi anak-anak.5
Dalam laporan terbaru yang membanding penggunaan terapi empyema dengan
pengurasan, fibrinolisis atau pembedahan dalam hal ini menggunakan VATS, penggunaan
VATS dinyatakan sebagai terapi terbaik dalam menangani empyema karena membantu
mengurangi length of stay (waktu rawat pasien).
g. Prognosis
Anak-anak yang memiliki efusi parapneumonik tanpa komplikasi memberikan respon
yang baik dengan penanganan yang konservatif tanpa tampak sisa kerusakan paru. Virus
dan mikoplasma penyebab penyakit pleura secara umum sembuh spontan. Pasien dengan
empyema memerlukan perawatan yang lebih lama di Rumah Sakit. Secara nyata tidak ada
kematian yang muncul dengan terapi yang benar. Kasus kematian rata-rata 3-6% telah
dilaporkan pada beberapa seri saat ini, dengan angka tertinggi muncul diantara bayi usia
kurang dari 1 tahun.7
2. Tuberkulosis Paru a. Definisi Tuberkulosis paru
Tuberkulosis paru adalah suatu penyakit infeksi saluran pernafasan bawah menular
melalui droplet yang disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosa. Tuberkulosa
ditemukan pada anak-anak tanpa keluhan atau gejala-gejala tuberkulosis primer, dapat
juga hanya panas yang naik turun selama 1-2 minggu dengan atau tanpa batuk pilek.
Gambaran klinis tuberkulosis primer lain ialah panas atau demam biasanya pagi hari,
malese, keringat malam, dispneu ringan, batuk purulent produktif kadang disertai nyeri
dada lebih dari tiga minggu sering dijumpai pada infeksi aktif, anoreksia dan berat badan
yang menurun, kadang – kadang dijumpai panas yang menyerupai tifus abdominalis atau
malaria yang disertai atau tanpa hepatosplenomegali. 9
b. Etiologi
Jenis kuman berbentuk batang, ukuran panjang 1–4/um dan tebal 0,3 – 0,6/um.
Sebagian besar kuman berupa lemak/lipid sehingga kuman tahan asam dan lebih tahan
terhadap kimia, fisik. Sifat lain dari kuman ini adalah aerob yang menyukai daerah yang
banyak oksigen, dalam hal ini lebih menyenangi daerah yang tinggi kandungan
oksigennya yaitu daerah apikal paru, daerah ini yang menjadi prediklesi pada penyakit
tuberkulosis.
Page 33
c. Patogenesis
Tuberkulosis Primer10
Penularan terjadi karena kuman dibatukkan atau dibersinkan keluar menjadi droplet
nuklei dalam udara. Partikel infeksi ini dapat menetap dalam udara bebas selama 1-2 jam,
tergantung ada tidaknya sinar UV ventilasi yang baik dan kelembabab udara. Dalam
suasana gelap dan lembab kuman dapat bertahan berhari-hari sampai berbulan-bulan. Bila
partikel infeksi ini terisap oleh orang sehat, ia akan menempel pada jalan nafas atau paru-
paru. Kuman dapat juga masuk melalui luka pada kulit atau mukosa tapi hal ini jarang
terjadi. Bila kuman menetap di jaringan paru maka akan membentuk sarang TB
pneumonia kecil dan disebut sarang primer atau afek primer. Sarang primer ini dapat
terjadi dibagian mana saja jaringan paru. Dari sarang primer akan timbul peradangan
saluran getah bening menuju hilus (limfangitis local) dan juga diikuti pembesaran getah
bening hilus (limfadenitis regional). Sarang primer + limfangitis local + limfadenitis
regional = kompleks primer.
Komplek primer ini selajutnya dapat menjadi :
Sembuh sama sekali tanpa meninggalkan cacat
Sembuh dengan meninggalkan sedikit bekas berupa garis-garis fibrotik, kalsifikasi di
hilus atau kompleks (sarang) Ghon.
Berkomplikasi dan menyebar secara per kontinuitatum, yakni menyebar kesekitarnya.
Secara bronkogen pada paru yang bersangkutan maupun paru disebelahnya. Dapat juga
kuman tertelan bersama sputum dan ludah sehingga menyebar ke usus. Secara limfogen,
keorgan tubuh lainnya. Secara hematogen, ke organ tubuh lainnya.
Tuberkulosis Post Primer10
Kuman yang dormant pada TB primer akan muncul bertahun-tahun kemudian
sebagai infeksi endogen menjadi TB dewasa (TB post primer). TB post primer ini dimulai
dengan sarang dini yang berlokasi di region atas paru-paru (bagian apical posterior lobus
superior atau inferior). Invasinya adalah ke daerah parenkim paru dan tidak ke nodus hiler
paru.Tergantung dari jumlah kuman, virulensi dan imunitas penderita, sarang dini ini
dapat menjadi :
1. Diresorpsi kembali dan sembuh tanpa cacat
Page 34
2. Sarang yang mula-mula meluas, tapi segera menyembuh dengan sebukan jaringan
fibrosis. Ada yang membungkus diri menjadi lebih keras, menimbulkan perkapuran dan
akan sembuh dalam bentuk perkapuran.
3. Sarang dini meluas dimana granuloma berkembang menghancurkan jaringan
sekitarnya dan bagian tengahnya mengalami nekrosis dan menjadi lembek membentuk
jaringan keju. Bila jaringan keju dibatukkan keluar akan terjadillah kavitas. Kavitas ini
mula-mula berdinding tipis, lama-lama dindingnya menebal karena infiltrasi jaringan
fibroblast dalam jumlah besar, sehingga menjadi kavitas sklerotik.
Terjadinya TB Sekunder Melalui 3 Kemungkinan
1. Dari TB primer berkembang menjadi TB sekunder
2. Sembuh dari TB primer kemudian terinfeksi kedua kali
3. Lesi primer dorman yang menyembuh kemudian aktif lagi
d. Penyebaran11
Penyakit TBC biasanya menular melalui udara yang tercemar dengan bakteri
Mikobakterium tuberkulosa yang dilepaskan pada saat penderita TBC batuk, dan pada
anak-anak sumber infeksi umumnya berasal dari penderita TBC dewasa. Bakteri ini bila
sering masuk dan terkumpul di dalam paru-paru akan berkembang biak menjadi banyak
(terutama pada orang dengan daya tahan tubuh yang rendah), dan dapat menyebar melalui
pembuluh darah atau kelenjar getah bening. Oleh sebab itulah infeksi TBC dapat
menginfeksi hampir seluruh organ tubuh seperti: paru-paru, otak, ginjal, saluran
pencernaan, tulang, kelenjar getah bening, dan lain-lain, meskipun demikian organ tubuh
yang paling sering terkena yaitu paru-paru.
Saat Mikobakterium tuberkulosa berhasil menginfeksi paru-paru, maka dengan
segera akan tumbuh koloni bakteri yang berbentuk globular (bulat). Biasanya melalui
serangkaian reaksi imunologis bakteri TBC ini akan berusaha dihambat melalui
pembentukan dinding di sekeliling bakteri itu oleh sel-sel paru. 10Mekanisme
pembentukan dinding itu membuat jaringan di sekitarnya menjadi jaringan parut dan
bakteri TBC akan menjadidormant (istirahat). Bentuk-bentuk dormant inilah yang
sebenarnya terlihat sebagai tuberkel pada pemeriksaan foto rontgen. Pada sebagian orang
dengan sistem imun yang baik, bentuk ini akan tetap dormant sepanjang hidupnya.
Sedangkan pada orang-orang dengan sistem kekebalan tubuh yang kurang, bakteri ini
akan mengalami perkembangbiakan sehingga tuberkel bertambah banyak. Tuberkel yang
Page 35
banyak ini membentuk sebuah ruang di dalam paru-paru. Ruang inilah yang nantinya
menjadi sumber produksi sputum (dahak). Seseorang yang telah
memproduksi sputum dapat diperkirakan sedang mengalami pertumbuhan tuberkel
berlebih dan positif terinfeksi TBC. Meningkatnya penularan infeksi yang telah
dilaporkan saat ini, banyak dihubungkan dengan beberapa keadaan, antara lain
memburuknya kondisi sosial ekonomi, belum optimalnya fasilitas pelayanan kesehatan
masyarakat, meningkatnya jumlah penduduk yang tidak mempunyai tempat tinggal dan
adanya epidemi dari infeksi HIV. Disamping itu daya tahan tubuh yang lemah/menurun,
virulensi dan jumlah kuman merupakan faktor yang memegang peranan penting dalam
terjadinya infeksi TBC.
e. Tanda dan Gejala
Gejala umum:
1. Berat badan turun selama 3 bulan berturut-turut tanpa sebab yang jelas
2. Nafsu makan tidak ada(anoreksia) dengan gagal tumbuh dan berat badan tidak naik
(failure to thrive) dengan adekuat
3. Demam lama/berulang tanpa sebab yang jelas. (subfebris kadang-kadang 40-41 derajat
celcius)
4.Pembesaran kelenjar limfe superfisialis yang tidak sakit.Biasanya multiple
5. Gejala-gejala dari saluran nafas, misalnya batuk berdahak, batuk kering, sesak nafas,
batuk darah, batuk lama lebih dari 30 hari , nyeri dada.
6. Gejala-gejala dari saluran cerna, misalnya diare berulang yang tidak sembuh dengan
pengobatan diare.
7. Keringat malam, meriang, dan nyeri otot.
Gejala spesifik:
Tergantung dari bagian tubuh mana yang terserang
-TBC kulit/skrofuloderma
-TBC tulang dan sendi
-TBC otak dan saraf
-Gejala mata:conjunctivitis phlyctenularis,tuberkel koroid
Page 36
Perjalanan penyakit TB yang tidak diobati
1. 50% penderita meninggal, 25% penderita sembuh sendiri dengan daya tahan tubuh
tinggi, 25% menetap menjadi kasus kronik
Perbedaan TB pada anak dengan TB dewasa
1. TB anak lokasinya pada setiap bagian paru, sedangkan pada dewasa di daerah apeks
dan infra klavikuler.
2. Terjadi pembesaran kelenjar limfe regional sedangkan pada dewasa tanpa pembesaran
kelenjar limfe regional.
3. Penyembuhan dengan perkapuran sedangkan pada dewasa dengan fibrosis.
4. Lebih banyak terjadi penyebaran hematogen, pada dewasa jarang.
f. Klasifikasi
Klasifikasi berdasarkan organ tubuh yang terkena : 9,10
1. Tuberkulosis paru
Tuberkulosis paru adalah tuberkulosis yang menyerang jaringan (parenkim) paru.
tidak termasuk pleura (selaput paru) dan kelenjar pada hilus.
2. Tuberkulosis ekstra paru
Tuberkulosis yang menyerang organ tubuh lain selain paru, misalnya pleura, selaput
otak, selaput jantung (pericardium), kelenjar lymfe, tulang, persendian, kulit, usus,
ginjal, saluran kencing, alat kelamin, dan lain-lain.
Page 37
Klasifikasi TB The American Society
Bedakan antara Infeksi TB dan Sakit TB. Anak yg terinfeksi TB tidak selalu alami sakit
TB. Faktor2 yg pengaruhi berkembangnya infeksi TB à sakit TB: Usia à ≤ 5th à
imunitas selular blm berkembang sempurna, Status gizi, Keadaan imunokompromise,
Sosioekonomi yang rendah,Virulensi dari M.tuberculosis dan dosis infeksinya.
g. Pemeriksaan Diagnostik
1. Reaksi hipersensitivitas : Tes Kulit Tuberkulin
a. Tes tuberkulin intradermal (Mantoux)
b. Tes tuberkulin dengan suntikan jet
c. Tes tuberkulin tusukan majemuk
2. Pemeriksaan radiografik
Gambaran TBC milier berupa bercak-bercak
halus tersebar merata pada seluruh lapangan
paru. Gambaran radiology lain yang sering
menyertai TBC paru adalah penebalan pleura,
efusi pleura atau empisema, pneumothoraks
(bayangan hitam radio lusen dipinggir paru atau
pleura).
3. Pemeriksaan Bakteriologik
Page 38
Pemeriksaan ini penting karena dengan ditemukannya kuman BTA, diagnosis dapat
dipastikan. Kriteria sputum BTA positip adalah sekurang-kurangnya ditemukan 3 batang
kuman BTA pada satu sediaan.
4. Pemeriksaan Laboratorium
a. Uji mantoux atau Tuberkulin
Ada 2 macam tuberkulin yaitu Old tuberkulin dan Purified Protein Derivat (PPD).
Caranya adalah dengan menyuntikkan 0,1 ml tuberkulin PPD intrakutan di volar lengan
bawah. Hasilnya dapat dilihat 48 – 72 jam setelah penyuntikan. Berniai positif jika
indurasi lebih dari 10 mm pada anak dengan gizi baik atau lebih dari 5 mm pada anak
dengan gizi buruk,HIV,keganasan,pengguna imunsupresi jangka panjang), anak kontak
erat dengan TB aktif BTA (+). Anak balita telah mendapatkan BCG à indurasi 10-15
mm:uji tuberkulin (+) à karena infeksi TB alamiah/efek BCG. Usia > 5th:Faktor BCG
dapat dihiraukan pada pembacaan hasil tuberkulin.Uji Tuberkulin (-):(0-4m), (+)
Meragukan:(5-9mm). Uji Tuberkulin positif pada:
1.Infeksi TB alamiah: infeksi TB tanpa sakit TB, infeksi TB dan sakit TB, TB yang telah
sembuh
2.Imunisasi BCG
3.Infeksi Mikobakterium atipik
Uji Tuberkulin (-):Tidak ada infeksi TB, Masa inkubasi infeksi TB, Anergi Keadaan
penekanan imun tubuh à tubuh tidak beri Reaksi terhadap tuberkulin,walau sudah
terinfeksi TB
b. Reaksi cepat BCG
Bila dalam penyuntikan BCG terjadi reaksi cepat (dalam 3-7 hari) berupa kemerahan
lebih dari 5 mm, maka anak dicurigai terinfeksi Mycobaterium tbc.
c. Laju Endap Darah
Pada TB, terdapat kenaikan Laju Endap Darah (LED).
d. Pemeriksaan mikrobiologis
Page 39
Pemeriksaan BTA pada anak dilakukan dari bilasan lambung karena sulitnya
menggunakan hasil dahak. Pemeriksaan BTA cara baru seperti: PCR (Polymerase
Chain Reaction), Bactec, ELISA, PAP dan Mycodots masih belum banyak dipakai
dalam klinis praktis.
5. Pemeriksaan Radiologis
1. Gambaran x-foto dada pada TB paru tidak khas.
2. Paling mungkin kalau ditemukan pembesaran kljr hilus dan klj paratrakeal.
3. Foto lain: milier, atelektasis, infiltrat, bronkiektasis, kavitas, kalsifikasi, efusi pleura,
konsolidasi, destroyed lung dan lain-lain.
h. Sistem Scoring
i. Penatalaksanaan
Medikamentosa 11,12
Obat TB yang digunakan
Obat TB yang utama (first line) yang digunakan saat ini adalah rifampisin®, Isoniazid
(H), Pirazinamid (Z), Etambutol (E) dan Streptomicin (S). Rifampisin dan Isoniazid
Page 40
merupakan obat pilihan utama ditambah dengan pirazinamid, etambutol dan streptomisin.
Obat TB lain (second line) adalah para-aminosalicylic acid (PAS), cycloserin terizidone,
ethiolamide, prothoinamide, ofloxacin, levofloxacin, gatifloxacin, ciprofloxacin,
kanamycin, amikacin, dan capreomycin yang digunakan jika terjadi MDR.
ISONIAZID
Isoniazid diberikan secara oral. Dosis harian yang diberikan secara oral. Dosis harian
yang diberikan adalah 5-15 mg/kgBB/hari maksimal 300mg/hari diberikan dalam 1 kali
pemberian. Isoniazid yang tersedia umumnya dalam bentuk tablet 100mg dan 300mg dan
dalam bentuk sirup 100mg/5ml. Sediaan dalam bentuk sirup biasanya tidak stabil
sehingga tidak dianjurkan penggunaannya. Konsentrasi puncak dalam darah, sputum dan
CSS dapat dicapai dalam 1-2 jam dan menetap selama 6-8 jam. Isoniazide dimetabolisme
melaui asetilasi dihati. Terdapat dua kelompok pasien yaitu asetilator cepat dan asetilator
lambat. Asetilasi cepat lebih sering terjadi pada orang afrika-amerika dan asia daripada
orang kulit putih. Anak-anak mengeleminasi isoniazid lebih cepat daripada orang dewasa
sehingga memerlukan dosis yang lebih tinggi daripada orang dewasa. Isoniazid terdapat
di ASI ibu yang mendapat isoniazid dan dapat menembus sawar darah plasenta tetapi
kadar yang mencapai janin atau bayi tidak membahayakan. Isoniazid mempunyai 2 efek
utama yaitu hepatotoksis dan neuritis perifer. Keduanya jarang terjadi pada anak biasanya
terjadi pada pasien dewasa dengan frekuensi yang meningkat dengan bertambahnya usia.
Sebagian anak yang mendapat isoniazid mengalami peningkatan kadar transaminase
dalam 2 bulan pertama namun akan turun sendiri tanpa penghentian obat sehingga
hepatotoksik yang baermakna secara klini sangat jarang ditemukan. Hepatoksisitas akan
meningkat apabila pemberian isoniazid bersamaan dengan rifampisin, pirazinamid,
fenobarbital dan fenitoin. Pemberian isoniazid tidak dianjurkan bila kadar transaminase
meningkat 5 kali dari normal atau tiga kali disertaiikterik dan atau manifestasi klinis
hepatitis berupa mual, muntah dan nyeri pada perut. Neuritis perifer timbul akibat inhibisi
kompetitif karena metabolism piridoksin. Manifestasi berupa neuritis perifer yang paling
sering adalah kesemutan pada tangan dan kaki. kadar piridoksin berkurang pada anak
yang menggunakan isoniazid jarang diberikan piridoksin tambahan karena jarang
menimbulkan manifestasi klinis. Akan tetapi pada remaja dengan diet yang tidak adekuat,
anak-anak dengan asupan susu dan daging yang kuat, malnutrisi serta bayi yang hanya
minum ASI memerlukan piridoksin tambahan. Piridoksi diberikan 25-50 mg diberikan 1
kali sehari atau 10mg piridoksin setiap 100mg isoniazid. Efek samping lain yang jarang
terjadi adalah pellagra, anemia hemolitik pada pasien dengan defisiensi enzyme G6PD
dan reaksi seperti lupus disertai ruam dan arthritis.
Page 41
RIFAMPISIN
Rifampisin bersifat bakterisid pada intra dan ekstrasel dan memasuki semua jaringan dan
dapat membunuh kuman semidoeman yang tidak dapat dibunuh oleh isoniazid.
Rifampisin diabsorpsi dengan baik melalui system gastrointestinal pada saat perut kosong
(1 jam setelah makan) dan kadar puncak dalam serum tercapai dalam 2 jam. Saat ini
rifampisin doberikan dalam bentuk oral dengan dosis 10-20 mg/kgBB/hari dosis
maksimal 600mg/hari dengan pemberian 1 kali perhari. Jika diberikan bersamaan dengan
isoniazid dosis rifampisin tidak melebihi 15mg/kgBB/hari dan dosis isoniazid menjadi
10mg/kgBB/hari. Rifampisin juga didistribusikan secara luas ke jaringan dan cairan
tubuh termasuk CSS. Eksresi rifampisin terutama terjadi melalui traktus bilier. Kadar
efektif juga ditemukan dalam ginjal dan urin. Efek samping lebih sering terjadi daripada
isoniazid. Efek yang kurang menyenangkan bagi peasien adalah perubahan warna urine,
ludah, keringat, sputum dan air mata menjadi warna oranye sampai kemerahan. Efek
samping rifampisin lainnya adalah gangguan gastrointestinal (muntah dan mual), dan
hepatotoksisitas (ikterus dan hepatitis) yang biasanya ditandai dengan peningkatan kadar
transaminase serum yang asimptomatik. Jika rifampisin diberikan bersamaan dengan
isoniazid terjadi peningkatan hepatotoksisitas yang dapat diperkecil dengan cara
menurunkan dosis harian isoniazid menjadi maksimal 10mg/kgBB/hari. Rifampisin juga
menyebabkan trombositopenia dan dapat menyebabkan kontrasepsi oral menjadi tidak
efektif dan dapat bereaksi dengan beberapa obat termasuk kuinidin, siklosporin, digoksin,
teofilin, kloramfenikol, kortikosteroid dan sodium warfarin. Rifampisin umumnya
tersedia dalam bentuk kapsul 150mg, 300mg, dan 450 mg sehingga kurang sesuai apabila
diberikan pada anak-anak dengan berbagai kisaran berat badan. Suspensi dapat dibuat
dengan menggunakan berbagai zat pembawa tetapi sebaiknya tidak diminum bersamaan
dengan pemberian makanan karena dapat menimbulkan malabsorpsi.
PIRAZINAMID
Pirazinamid adalah derivate dari nikotinamid berpenetrasi baik pada jaringan dan cairan
termasuk CSS, bakterisid hanya pada intraseldalam suasana asam dan direabsorpsi baik
dalam saluran cerna. Pemakaian pirazinamid secara dosis 15-30mg/kgBB/hari dengan
dosis maksimal 2 gram/hari. Kadar serum puncak tercapai dalam 2 jam. Pirazinamid
diberikan pada fase intensif karena pirazinamid sangat baik diberikan dalam suasana
asam yang timbul akibat masih banyaknya kuman. Penggunaan pirazinamid aman pada
anak-anak. Efek samping yang mungkin terjadi adalah atralgia, arthritis, gout,
Page 42
hepatotoksisitas, anoreksia dan iritasi saluran cerna. Isoniazid tersedia dalam bentuk
tablet 500mg tetapi sama seperti isoniazid dapat digerus dan diberikan bersamaan dengan
makanan.
ETAMBUTOL
Obat ini memiliki aktivitas bakteriostatik tetapi dapat juga bersifat bakterisid jika
diberikan dengan dosis tinggi dengan terapi intermiten. Berdasarkan pengalaman, obat ini
juga dapat mencegah timbulnya resistensi obat lain. Dosis etambutol adalah
15-20mg/kgBB maksimal 1,25 gr/hari dengan dosis tunggal. Kadar puncak dalam serum
diperoleh dalam waktu 24 jam. Etambutol tersedia dalam sediaan 250mg dan 500mg.
Etamburol ditoleransi dengan baik oleh dewasa dan anak-anak dengan dosis 1-2 kalo
sehari tetapi tidak berpenetrasi pada SSP. Eksresi terutama melalui ginjal dan saluran
cerna. Interaksi obat dengan etambutol tidak dikenal. Kemungkinan toksisitas utama
adalah neuritis optic dan buta warna merah-hijau sehingga seringkali penggunaannya
dihindari pada anak yang belum dapat diperiksa tajam penglihatannya. Rekomendasi
WHO terakhir mengenai penatalaksanaan TB pada anak dianjurkan penggunaannya 15-
25mg/kgBB/hari. Etambutol dapat digunakan pada anak dengan TB berat dan kecurigaan
TB resisten obat jika obat lainnya tidak tersedia atau tidak dapat digunakan.
STREPTOMISIN
Streptomisin bersifat bakterisid dan bakteriostatik terhadap kuman ekstraseluler pada
keadaan basal atau netral sehingga tidak efektif untuk membunuh kuman intraselular.
Saat ini streptomisin jarang digunakan dalam pengobatan TB tetapi penggunaannya
penting dalam pengobatan fase intensif meningitis TB dan MDR-TB. Streptomisin
diberikan secara intramuscular 15-40mg/kgBB/hari maksimal 1 gram/hari dengan kadar
puncak diperoleh setelah 2 jam. Streptomisin sangat melewati selaput otak yang
meradang namun tidak dapat melewati sawah otak yang tidak meradang serta berdifusi
baik pada cairan pleura dan dieksresi melalui ginjal. Toksisitas utama pada nervus cranial
VIII yang mengganggu keseimbangan dan pendengaran dengan gejala seperti telinga
berdengung (tinnitus) dan pusing. Streptomisin dapat menembus sawar plasenta sehingga
perlu berhati-hati dalam menentukan dosis pada wanita hamil karena dapat merusak saraf
pendengaran janin.
Panduan Obat TB
Page 43
Pengobatan TB dibagi dalam 2 fase yaitu fase intensif (2 bulan pertama) dan fase
lanjutan. Prinsip dasar pengobatan TB adalah minimal 3 macam obat pada fase intensif
dan duan macam obat pada fase lanjutan. Pemberian obat ini bertujuan untuk mencegah
terjadinya resistensi obat dan membunuh kuman intraselular dan ekstraselular.Pemberian
obat jangka panjang selain untuk membunuh kuman juga untuk mencegah kemungkinan
timbulnya relaps.
Berbeda dengan pada dewasa, pemberian OAT pada anak diberikan setiap hari bukan dua
atau tiga kali seminggu. Hal ini untuk mengurangi ketidakteraturan menelan obat yang
lebih sering terjadi apabila obat tidak diminum setiap hari. Saat ini panduan baku untuk
sebagian besar kasus TB pada anak pada fase intensif adalah rifampisin, isoniazid dan
pirazinamid sedangkan pada fase lanjutan hanya diberikan rifampisin dan isoniazid.
Pada keadaan TB berat, baik TB pulmonal maupun ekstrapulmonal seperti TB milier,
meningitis TB, TB system skeletal pada fase intensif diberikan 4 macam obat (rifampisin,
isoniazid, pirazinamid, dan etambutol atau pirazinamid sedangkan pada fase lanjutan
diberikan rifampisin dan isoniazid selama 10 bulan. Pada kasus TB seperti ini juga dapat
diberikan kortikosteroid (prednisone) dengan dosis1-2mg/kgBB/hari dibagi dalam 3 dosis
maksimal 60 mg dalam 1 hari. Lama pemberian kortikosteroid adalah 2-4 minggu.
Panduan OAT ini dapat dilihat pada gambar 1.5.1
Page 44
Evaluasi Pengobatan
Evaluasi pengobatan dilakukan setelah 2 bulan terapi. Evaluasi pengobatan penting
karena diagnosis TB pada anak sulit dan tidak jarang terjadi kesalahan diagnosis.
Evaluasi pengobatan dapat dilakukan dengan beberapa cara yaitu evaluasi klinis, evaluasi
radiologis dan pemeriksaan LED. Evaluasi yang terpenting adalah evaluasi klinis yaitu
menghilang atau membaiknya keadaan klinis yang sebelumnya ada pada awal
pengobatan, apabila respon membaik maka pengobatan dapat dilanjutkan.
Evaluasi radiologi dalam 2-3 bulan pengobatan tidak perlu dilakukan secara rutin kecuali
dengan kelainan radiologis yang nyata/luas seperti TB milier, efusi pleura dan
bronkopneumonia TB. Pada pasien TB milier foto toraks perlu diulang setelah 1 bulan
untuk evaluasi hasil pengobatan, sedangkan pada efusi pleura TB penggunaan foto toraks
dilakukan setelah 2 minggu. LED dapat digunakan sebagai sarana evaluasi bila pada awal
pengobatan nilainnya tinggi..
Apabila respon setelah 2 bulan tidak baik yaitu gejala masih ada dan tidak ada
penambahan berat badan maka OAT tetap diberikan sambil melakukan evaluasi lebih
lanjut. Kemungkinan terjadi misdiagnosis, mistreatment atau resisten terhadap OAT.
Setelah pengobatan 6-12 bulan terdapat perbaikan klinis pengobatan dapat dihentikan.
Foto toraks ulang pada akhir pengobatan tidak perlu dilakukan secara rutin.
Putus Obat
Page 45
Pasien dikatakan putus obat bila berhenti mendapatkan pengobatan ≥ 2 minggu. Sikap
selanjutnya untuk penanganan bergantung pada hasil evaluasi klinis saat pasien dating
kembali, sudah berapa lama pengobatan dan berapa lama obat sudah terputus. Pasien
tersebut harus dirujuk untuk pengobatan berikutnya.
Page 46
2R/H/Z
4 R/H
Page 47
Dosis OAT Kombipak anak
Dosis Harian dan Maksimal Pada Anak
BAB III
ANALISA KASUS
Pasien anak D.C laki-laki berusia sebelas tahun didiagnosis dengan efusi pleura
etcausa Tuberkulosis paru, berdasarkan pemeriksaan klinis dan pemeriksaan laboratorium
yang dilakukan Di RSPAD bulan Agustus 2012.
Efusi pleural adalah penumpukan cairan di dalam ruang pleural, proses penyakit
primer jarang terjadi namun biasanya terjadi sekunder akibat penyakit lain. Efusi dapat
berupa cairan jernih, yang mungkin merupakan transudat, eksudat, atau dapat berupa
darah atau pus.1,4 Tuberkulosis paru adalah suatu penyakit infeksi saluran pernafasan
bawah menular melalui droplet yang disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosa.
Tuberkulosa ditemukan pada anak-anak tanpa keluhan atau gejala-gejala tuberkulosis
primer, dapat juga hanya panas yang naik turun selama 1-2 minggu dengan atau tanpa
batuk pilek.
Dari anamnesis didapatkan pada sekitar 15 hari yang lalu, pasien mengalami demam
terus-mernerus disertai dengan batuk berdahak kuning kental dan berbau, pasien sudah
diberikan obat penurun panas dan batuk tetapi tidak memberikan perubahan. Pola demam
yang dialami oleh pasien juga naik turun. Pasien juga mengeluhkan adanya pilek, nafsu
makan berkurang dan keringat dimalam hari. Dari pemeriksaan fisik ditemukan kondisi
pasien dengan konjungtiva pucat dan pada pemeriksaan paru didapatkan adanya
perbedaan antara paru kanan dan kiri.
Menurut kepustakaan, gambaran klinis tuberkulosis lain ialah panas atau demam
biasanya pagi hari, malese, keringat malam, dispneu ringan, batuk purulent produktif
kadang disertai nyeri dada lebih dari tiga minggu sering dijumpai pada infeksi aktif,
anoreksia dan berat badan yang menurun. Infeksi yang terjadi lama diparu dapat
menyebabkan mekanisme tubuh untuk melakukan perlawanan dengan meningkatkan
tekanan kapiler subpleural atau limfa, menurunkan tekanan osmotic koloid
darah,meningkatkan tekanan negative intrapleural, dan respon inflamasi pada dinding
pleura paru. Hal inilah yang kemudian dapat menyebabkan terjadinya desakan dan
penumpukan cairan kedinding pleura sehingga terjadi efusi pleura. Dan kondisi ini jelas
terlihat secara klinis pada pasien ini yaitu pada anamnesis dan pemeriksaan fisik pada
palpasi fremitus yang melemah pada bagian paru kiri bagian anterior, perkusi paru kanan
sonor pada lapang paru kanan. Perkusi paru kiri : sonor pada lapang apex paru kiri, redup
Page 48
pada bagian basal paru kiri bagian anterior posterio. Auskultasi paru kanan: suara napas
vesikuler, tidak ada ronchi, tidak ada wheezing. Auskultasi paru kiri : Suara napas
vesikuler menurun pada bagian anterior posterior, tidak ada ronkhi, tidak ada wheezing.
Pada pasien ini juga terlihat pada pemeriksaan radiologis paru terdapat adanya
pleuropneumonia pada paru kiri yaitu adanya infeksi pada pleura yang disebabkan oleh
suatu mikroorganisme. Mikroorganisme pada pasien ini kemungkinan Tuberkulosis
karena pasien juga mempunyai riwayat kontak dengan saudara pasien yang memiliki
riwayat tuberkulosis dan mendapat pengobatan medis selama 6 bulan. Infeksi dari
pneumonia adalah penyebab umum dari efusi pleura. Ada tiga tingkatan/tahap yang
berhubungan yaitu tahap eksudatif (tahap efusi tanpa komplikasi), tahap fibropurulent
(tahap mulai masuknya kuman/bakteri) dan tahap organisasi (tahap ketiga menuju
empyema). Pada pemeriksaan laboratorium didapatkan pada pasien ini hemoglobin turun
hal ini disebabkan karena infeksi bakteri tuberkulosa menyebabkan nafsu makan pasien
berkurang. Kuman tuberkulosis dapat menyebabkan terjadinya peningkatan Laju endap
darah dan pada pasien ini LED nampak meningkat. CRP juga meningkat pada pasien ini,
CRP >6 menunjukkan orang itu sedang terinfeksi.
Untuk menegakkan diagnosis pasti pada efusi pleura dan tuberkulosis paru adalah
pemeriksaan radiologik rontgen dada, pemeriksaan sputum dahak, basil tahan asam, uji
mantoux atau tuberkulin, scoring tb dan kultur bakteri. Dan bila dicocokkan akan scoring
tb dengan kondisi pasien ini sangat terlihat jelas dari riwayat keluarga, pola demam, dan
batuk serta pemeriksaan radiologis. Gambaran radiologis juga menunjukkan tanda ellis
damoiseau yang menujukkan adanya bayangan cairan pada foto paru. Pada pasien ini
tidak dilakukan mantoux test, menurut kepustakaan Usia > 5th:Faktor BCG dapat
dihiraukan pada pembacaan hasil tuberkulin.
Penatalaksanaan pada pasien ini menurut tinjauan kepustakaan sudah sesuai dengan
prosedur pengobatan pada tuberkulosis 2RHZ 4RH dan efusi pleura dimana pasien ini
diberikan obat antituberkulosis dan obat antibiotik. Pasien diberikan OAT yaitu
ethambuthol,pirazinamid,streptomicin,rimpafisin sesuai dengan dosis pemberian yang
tepat pada anak usia sebelas tahun. Pasien juga diberikan antibiotik cefotaximine dan
metronidazole untuk penanganan lanjut akan cairan yang menumpuk diparu. Pasien ini
juga diberikan kortikosteroid (prednisone) yang berguna sebagai antiinflamasi. Yang
perlu diperhatikan akan pasien ini adalah efek samping selama pengobatan obat
antituberkulosis selama 6 bulan yaitu : Isoniazid dapat menyebabkan
hepatitis,hipersensitivitas. Rifampisin dapat menyebabkan masalah
Page 49
gastrointestinal,hepatitis.Pirazinamid dapat menyebabkan toksisitas hati,gastrointestinal.
Ethambutol dapat menyebabkan neuritis optik dan Streptomisin dapat menyebabkan
nefrotoxic dan ototoksik. Prognosis pada pasien ini dubia baik vitam, fungtionam, dan
sanactionam karena hal ini bergantung dengan keinginan pasien untuk mendapatkan
pengobatan dan memeriksakan keadaanya.
DAFTAR PUSTAKA
1. Efrati O, Barak A. Pleural effusions in the pediatric population. Pediatr Rev
2002;23:417-425.
2. Huang Fl et al. Clinical experience of managing empyema thoracis in children. J
Microbiol Immunol Infect 2002;35:115-120.
3. Yousef AA, Jaffe A. The management of paediatric empyema. HK J Paediatr
2009;14:16-21.
4. Obando I et al. Pediatric parapneumonic empyema, Spain. Emerging infectious
Disease 2008;14:1390-1396.
5. Chandra K, Randall DC. Neonatal pleural effusion. Arch Pathol Lab Med
2006;130:e22-e23.
6. Demirhan R, Kosar A, Sancakli I, Kiral H, Orki A, Arman B. Management of
postpneumonic empyemas in children. Acta Chir Belg 2008;108:208-211.
7. Chih-Ta Y et al. Treatment of complicated parapneumonic pleural effusion with
intrapleural streptokinase in children. Chest 2004;125:566-571.
8. Garna. H, Melinda. H, Rahayuningsih. S.E. 2005. Pedoman Diagnosis dan
Terapi Ilmu Kesehatan Anak Edisi ke-3. Bandung : Fakultas Kedokteran
Universitas Padjajaran.
9. Ikatan Dokter Anak Indonesia. 2010. Buku Ajar Respirologi Anak. Jakarta: Badan
Penerbit IDAI
10. Mansjoer, Arief M. 2000. Kapita Selekta Kedokteran Jilid 2 Edisi Ke-3. Jakarta:
Media Aesculapius
11. PP Ikatan Dokter Anak Indonesia. 2005. Pedoman Nasional Tuberkulosis Anak.
Jakarta
Page 50