10. terangkan dan penatalaksanaan penyakit autoimun
DESCRIPTION
Lupus eritematosus merupakan penyakit yang menyerang sistem konektif dan vascular dan mempunyai dua jenis yaitu lupus eritematosus discoid dan sistemik.Lupus eritematosus discoid bersifat kronik dan tidak berbahaya. L.E.D menyebabkan bercak di kulit, yang eritematosa dan atrofik tanpa ulserasi. L.E.S (lupus eritematosus sistemik) merupakan penyakit yang biasanya akut dan berbahaya. Penyakit bersigat multisistemik dan menyerang jaringan konektif dan vascular.TRANSCRIPT
10. Terangkan dan Penatalaksanaan Penyakit Autoimun
A. Lupus Eritematosus
a. Definisi
Lupus eritematosus merupakan penyakit yang menyerang sistem konektif
dan vascular dan mempunyai dua jenis yaitu lupus eritematosus discoid dan
sistemik.
Lupus eritematosus discoid bersifat kronik dan tidak berbahaya. L.E.D
menyebabkan bercak di kulit, yang eritematosa dan atrofik tanpa ulserasi. L.E.S
(lupus eritematosus sistemik) merupakan penyakit yang biasanya akut dan
berbahaya. Penyakit bersigat multisistemik dan menyerang jaringan konektif dan
vascular.
b. Etiologi
Lupus eritematosus merupakan penyakit autoimun. Penyebabnya disebabkan
oleh faktor-faktor genetic dan imunologik. Selain faktor genetic ada faktor infeksi
(virus) dan hormonal. Selain itu dapat disebabkan oleh obat misalnya prokainamid,
hidantoin, griseofulvin, fenibutazone, penisilin, streptomisin, tetrasiklin dan
sulfonamide dan disebut Systemic L.E.-like syndrome.
c. Patofisiologi
Kedua bentuk lupus ertematosus dimulai dengan mutasi somatic pada sel asal
limfositik (lymphocytic stem cell) pada orang yang mempunyai predisposisi.
Gejala-gejala pada kedua bentuk member sugesti bahwa keduanya merupakan
varian penyakit yang sama. Tanda-tanda klinis histologist pada beberapa fase
panyakitnya ialah sama. Kelianan-kelainan hematologic dan imunologik pada
L.E.D lebih ringan daripada L.E.S.
Perbedaan antara L.E.D dan L.E.S
L.E.D (lupus eritematosus discoid) L.E.S (lupus eritematosus sistemik)
Insidensi pada wanita lebih banyak daripada
pria, usia biasanya lebih dari 30 tahun
Wanita jauh lebih banyak daripada pria,
umumnya terbanyak sebelum usia 40 tahun
(antara 20-30 tahun)
Kira-kira 5% berasosiasi dengan atau
menjadi L.E.S
Kira-kira 5% mempunyai lesi-lesi kulit
L.E.D
Lesi mukosa oral dan lingual jarang Lesi mukosa lebih sering terutama pada
L.E.S akut
Gejala konstitusional jarang Gejala konstitusional sering
Kelainan laboratorik dan imunologik jarang Kelainan laboratorik dan imunologik sering
L.E.S terdapat pada semua bangsa lebih banyak pada orang kulit putih daripada orang
negro atau orang oriental.
1. L.E.D
Gejala klinis
Kelainan biasanya berlokalisasi simetrik di muka (terutama hidung, pipi) telinga
atau leher. Lesi terdiri atas bercak-bercak (macula merah atau bercak meninggi),
berbatas jelas dengan sumbatan keratin pada folikel-folikel rambut (follicular plugs).
Bila lesi-lesi diatas hidung dan pipi berkonfluensi dapat berbentuk kupu-kupu
(butterfly erythema).
Penyakit dapat meninggalkan sikatriks atrofik, kdang-kadang hiperatrofik
bahkan distorsi telinga atau hidung. Hidung dapat berbentuk seperti paruh kakatua.
Bagian badan yang tidak tertutup pakaian, yang terkena sinar matahari lebih cepat
beresidif daripada bagian-bagian lain. Lesi-lesi dapat terjadi di mukosa, yakni di
mukosa oral dan vulva atau di konjungtiva. Klinis Nampak deskuamasi, kadang-
kadang ulserasi dan sikatrisasi.
Varian klinis L.E.D. ialah :
1. Lupus eritematosus tumidus
Bercak-bercak eritematosa coklat yang meninggi terlihat di muka, lutut dan tumit.
Gambaran klinis dapat menyerupai erysipelas atau selulitis.
2. Lupus eritematosus profunda
Nodus-nodus terletak dalam, tampak pada dahi, leher, bokong dan lengan atas.
Kulit di atas nodus eritematosa, atrofik atau berulserasi.
3. Lupus hipotrofikus
Penyakit sering terlihat di bibir bawah dari mulut terdiri atas plak yang berindurasi
dengan sentrum yang atrofik.
4. Lupus pernio (chilblain lupus, Hutchinson)
Penyakit terdiri atas bercak-bercak eritematosa yang berinfiltrasi di daerah-daerah
yang tidak tertutup pakaian, memburuk pada hawa dingin.
Pembantu diagnosis
Kelainan laboratorik dan imunologik jarang terdapat, mislanya leucopenia, laju
endap darah meninggi, serum globulin naik, reaksi Wassermann positif atau
percobaan Coombs positif. Pada kurang lebih sepertiga penderita terdapat ANA
(antibody antinuclear) yakni yang mempunyai pola homogeny dan berbintik-bintik.
Diagnosis
Diagnosisnya harus dibedakan dengan dermatitis seboroika, psoriasis dan
tinea fasialis. Lesi di kepala yang berbentuk alopesia sikatrisial harus dibedakan
dengan liken planopilaris dan tinea kapitis.
Pengobatan
Penderita harus menghindarkan trauma fisik, sinar matahari, lingkungan yang
sangat dingin dan stress emosional.
Sistemik diberikan obat antimalaria, misalnya klorokuin. Dosis inisial aialh 1-
2 tablet (@100 mg) sehari selama 3-6 minggu, kemudian 0,5-1 tablet selama waktu
yang sama. Obat hanya dapat diberi maksimal selama 3 bulan agar tidak timbul
kerusakan mata. Kerusakan kornea berupa halo di sekitar sinar atau visus kabur yang
masih reversible. Kerusakan retina yang ireversibel ialah perubahan penglihatan
warna, visus serta ada gangguan pada pigmentasi retina. Efek samping lain ialah
nausea, nyeri kepala, pigmentasi pada palatum, kuku dan kulit tungkai bawah serta
rambut kepala menjadi putih. Selain itu terdapat neuropati dan trofi neuromuscular.
Kortikosteroid sistemik hanya diberikan pada L.E.D dengan lesi-lesi yang
diseminata. Dosis kecil diberikan secara intermiten yakni tiap dua hari sekali misalnya
prednisone 30 mg.
2. L.E.S
Variasi luas pada gambaran klinis dan terserangnya pelbagai alat merupakan
tand ayang khas. Spectrum klinis bervariasi dari penyakit yang akut, fluminan dan
sangat berat sampai penyakit yang kronis, ringan seperti api dalam sekam.
Kriteria diagnosis ialah yang diuraikan oleh A.R.A (the American Rheumatism
Association) yang telah direvisi pada tahun 1982. Diagnosis L.E.S dibuat, jika paling
sedikit terdapat 4 diantara 11 manifestasi berikut ini: eritema fasial (butterfly rash),
lesi discoid sikatriks hipotrofik, fotosensitivitas, ulserasi di mulut dan rinofaring,
atritis (non erosif, mengenai 2 atau lebih sendi perifer), serositis (pleuritis,
perikarditis), kelainan ginjal (proteinuria > 0,5 g/sehari, cellular casts), kelainan
neurologik (kelelahan, psikosis), kelainan darah yakni anemia hemolitik, leucopenia
(<4000/ul), limfopenia atau trombositopenia (<100.000/ul) dan gangguan imunologik
(sel L.E., anti DNA, anti-Sm (antibodi terhadap antigen anti otot polos) atau positif
semu tes serologic untuk sifilis), antibodi antinuklear.
Manifestasi klinis dibagi dalam :
1. Gejala konstitusional
Perasaan lelah, penurunan berat badan dan kadang-kadang demam tanpa mengigil
merupakan gejala yang timbul selama berbulan-bulan sebelum ada gejala lain.
2. Kelainan di kulit dan mukosa
a. Kulit
Lesi yang tersering ialah lesi seperti kupu-kupu di area malar dan nasal dengan
sedikit edema, eritema, sisik, telangiektasis dan atrofi, erupsi makulopapular,
polimorfi dan eritematosa bulosa di pipi, fotosensitivitas di daerah yang tidak
tertutup pakaian, lesi papular dan urtikaliar kecoklat-coklatan, kadang-kadang
terdapat lesi L.E.D. atau nodus-nodus subkutan yang menetap, vaskulitis
sangat menonjol, alopesia dan penipisan rambut, sikatrisasi dengan atrofi
progresif dan hiperpigmentasi dan ulkus tungkai.
b. Mukosa
Pada mukosa mulut, mata dan vagina timbul stomatitis, keratokonjungtivitis
dan koipitis dengan petekie, erosi bahkan ulserasi.
3. Kelainan di alat dalam
Yang tersering ialah lupus nefritis. Tanpa nefritis atau nefrosis pun seringkali ada
proteinuria. Kolitis ulseraftiva serta hepatosplenomagali ditemukan pula.
Kehamilan
Kehamilan nampaknya tidak berpengaruh buruk pada ibu dan janin tetapi pada
waktu pasca partus penyakit dapat timbul kembali. Jumlah abortus spontan dan
anak lahir mati pada wanita penderita L.E.S memang lebih tinggi daripada wanita
sehat, tetapi abortus terapetik tidak merupakan indikasi.
4. Kelainan di sendi, tulang, otot, kelenjar getah bening dan sistem saraf
Arthritis, biasanya tanpa deformitas bersifat episodic dan migratorik,
nekrosis kepala femur dan atrofi musculoskeletal dengan mialgia telah
dilaporkan. Limfadenitis dapat bersifat regional atau generalisata. Neuritis
perifer, ensefalitis, konvulsi dan psikosis dapat terjadi.
Pembantu Diagnosis
Pemeriksaan laboratorium
Kelainan laboratorium ialah anemia hemolitik dan anemia normositer,
leucopenia, trombositopenia, peninggian laju endap darah, hiperglobulinemia dan bila
terdapat sindrom nefrotik, albumin akan rendah. Krioglobulin, kelainan faal hepar dan
penurunan komplemen serum biasanya ada pula. Proteinuria biasanya bersifat gross
proteinuria merupakan gejala penting.
Faktor rematoid positif pada kira-kira 33% kasus. Tes serologic untuk sifilis
positif hanya pada sekitar 10%.
Fenomena sel S.E dan tes sel L.E
Sel L.E terdiri atas granulosit neutrofilik yang mengandung bahan nuclear
basofilik yang telah difagositosis, segmen nuklearnya berpindah ke perifer. Fenomena
ini disebabkan oleh faktor antinuclear (faktor L.E dan yang lain) yang menyerang
bahan nuclear di dalam sel yang rusak. Bahan nuclear yang berubah dikelilingi
neutrofil (bentuk rosette) yang memfagositosis bahan tersebut. Tes sel L.E kini tidak
penting karena pemeriksaan antibodi antinuklear lebih sensitif.
Antibodi antinuklear (ANA)
Pada pemeriksaan imunofluoresensi tak langsung dapat ditunjukan (ANA)
pada 90% kasus. Terdapat 4 pola ANA ialah membranosa (anular, periferal),
homogeny, berbintik dan nuclear. Yang dianggap spesifik untuk L.E.S ialah pola
membranosa terutama jika titernya tinggi. Pola berbintik juga umum terdapat pada
L.E.S. pola homogeny kurang spesifik.
Lupus band test
Pada pemeriksaan imunofluoresens langsung dapat dilihat pita terdiri atas
deposit granular imnuoglobulin G, M atau A dan komplemen C3 pada taut epidermal-
dermal yang disebut lupus band. Caranya disebut lupus band test, specimen diambil
dari kulit yang normal. Tes tersebut positif pada 90-100% kasus L.E.S dan 90-95%
kasus L.E.D.
Anti-ds-RNA
Anti autoantibody yang lain selain ANA ialah anti ds-DNA yang spesifik
untuk S.L.E tetapi hanya ditemukan pada 40-50% penderita. Antibodi ini mempunyai
hubungan dengan glomerulonefritis. Adanya antibodi tersebut dan kadar komplemen
yang rendah dapat meramalkan akan terjadinya hematuria dan atau proteinuria.
Anti-sm
Selain anti ds-RNA masih ada antibodi yang lain yang spesifik ialah anti-sm
tetapi hanya terjadi pada sekitar 20-30% penderita dan tidak ditemukan pada penyakit
lain.
Diagnosis
Diagnosis dapat ditegakan bila criteria dari A.R.A dipenuhi. Pengumpulan
berbagai gejala di semua alat dan kelainan laboratorik serta imunologik harus
dilakukan untuk memastikan L.E.S.
Diagnosis Banding
Dengan adanya gejala di berbagai organ, maka penyakit-penyakit yang harus
didiagnosis banding banyak sekali. Beberapa penyakit yang berasosiasi dengan L.E.S
mempunyai gejala-gejala yang dapat menyerupai L.E.S yakni arthritis reumatika,
sklerosis sistemik, dermatomiositosis dan purpura trombositopenik.
Pengobatan
Kortikosteroid sistemik merupakan indikasi, bila penderita sakit kritis
misalnya terdapat krisis lupus nefritis, pleuritis, perikarditis atau mengalami banyak
hemoragi. Dosis kortikosteroid lebih banyak bergantung pada gejala klinis daripada
hasil laboratorium, dapat diberikan prednisolon 1 mg/kg berat badan atau 60-80 mg
sehari. Kemudian diturunkan 5 mg/minggu dan dicari dosis pemeliharaan yang
diberikan selang sehari.
Obat-obat antibiotic antiviral dna antifungal harus diberikan, bila terdapat
komplikasi misalnya infeksi sekunder, pneumonia bakterial atau infeksi virus dan
mikosis sistemik. Pada penderita L.E.S dengan anemia hemolitik atau lupus
nefropatia dosis tinggi kortikosteroid kadnag tidak efektif maka harus diberi terapi
sitotastik misalnya azatioprin 50-150 mg per hari dengan dosis maksimal 200 mg per
hari. Dapat pula diberikan siklofosfamid dengan dosis lama.
B. Skleroderma
Skleroderma merupakan penyakit autoimun dengan ciri sklerosis kulit
sirkumskrip atau generalisata dan dibagi dalam dua bentuk:
a. Skleroderma Sirkumkripta
Definisi
Skleroderma ialah sklerosis kulit dengan gejala khas bercak-bercak putih
kekuning-kuningan dan keras yang seringkali mempunyai halo ungu di sekitarnya.
Penyakit mulai dengan stadium inisial yang inflamatorik yang kemudian memasuki
fase sklerodermatik. Nama lain nya skleroderma lokalisata atau morfea.
Etiologi
Etiologi belum diketahui tetapi terdapat beberapa faktor familial. Kehamilan
dapat menyebabkan presipitasi atau agravasi pada morfea.
Patogenesis
Patogenesisnya belum jelas.
1. Kemungkinan ada trofonerosis sebagai faktor yang mendasari sebab penyakit
dapat timbul sesudah terdapat kelainan kelenjar tiroid atau penyakit Raynaud.
2. Penyakit dapat tmbul sesudah terdapat faktor provokatif yakni trauma di kepala,
penyakit infeksi (virus atau yang lain) atau intoksikasi.
3. Penyakit dapat sebagai manifestasi gangguan psikosomatik yang menyebabkan
spasme vascular.
Epidemiologi
Wanita menderita tiga kali lebih banyak daripada pria. Usia yang paling sering
terserang ialah antara 20-40 tahun. Bentuk linear lebih predominan pada anak. Bila
timbul pada orang dewasa bentuk linear mulai pada usia lebih muda daripada bentuk
lain.
Gejala klinis
Gambaran klinis dapat merupakan sebuah bercak sklerotik atau plak soliter
(tersering) atau bercak-bercak multiple sebagai morfea gutata (terjarang) atau
sebagai skleroderma linear.
1. Morfea soliter
Lesi terdiri atas sebuah bercak sklerotik yang numuler atau sebesar telapak
tangan. Bercak biasanya berbentuk bulat, berbatas jelas dan berkilat seperti lilin.
Warna bercak merah kebiru-biruan kadang-kadang seperti gading denga halo
(violaceus ilia ring). Hal tersebut berarti lesi masih inflamatorik (aktif). Bagian
tengah bercak berwarna putihkuning seperti gading.
Di dalam lesi rambut berkurang begitu juga respon keringat menurun. Bercak
atau plak tersebut keras dan berindurasi tetapi tidak melekat erat pada jaringan
di bawahnya.
2. Morfea gutata
Bentuk ini sangat jarang. Lesi terdiri atas bercak kecil yang bulat dan atrofik. Di
sekitarnya terdapat halo ungu kebiru-biruan. Beberapa lesi berkelompok
lokalisasi biasanya di dada atau leher.
3. Skleroderma linear (skleroderma en coup de sabre)
Lesi soliter dan unilateral. Biasanya lesi di dahi, kepala atau ekstremitas. Pada
lesi terdapat atrofi dan depresi. Berbeda dengan morfea biasa yang terletak
superfisial maka skleroderma linear menyerang lapisanlapisan kulit dalam.
Bila penyakit mulai pada usia dekade pertama atau kedua maka seringkali
disertai deformitas. Yang dapat dijumpai ialah hemiatrofi dari sebuah
ekstremitas atau muka, kontraktur di muka atau anomaly kolumna vertebra
(misalnya spina bifida).
4. Morfea segmental
Bentuk ini dapat berlokalisasi di muka dan menyebabkan hemiatrofi. Bila
berada di sebuah atau lebih dari sebuah ekstremitas disamping ada indurasi ada
pula atrofi pada lemak subkutis dan otot. Akibatnya ialah kontraktur otot dan
tendon serta ankilosis pada sendi tangan dan kaki.
5. Morfea generalisata
Bentuk tersebut merupakan kombinasi empat bentuk diatas. Morfea tersebar
luas dan disertai atrofi otot-otot sehingga timbul disabilitas. Lokalisasi terutama
di badan bagian atas, abdomen, bokong dan tungkai.
Semua bentuk morfea biasanya dalam tiga sampai lima bulan menjadi inaktif
bahkan kemudian dapat menghilang dalam beberapa tahun kecuali skleroderma
linear yang biasanya makin meluas.
b. Skleroderma Difusa Progresifa
Definisi
Penyakit ini seperti skleroder sirkumkripta tetapi secara berturut-turut alat-alat
visceral juga dikenal. Nama lainnya adalah skleroderma sistemik.
Etiologi dan Patogenesis
Skleroderma ialah suatu penyakit yang kompleks yang berkaitan dengan
faktor genetic dan lingkungan. Tentang faktor genetic ialah terdapat perbedaan
mengenai jenis kelamin, perbandingan wanita dan pria ialah 2:1 sampai 21:1. Sk
juga berhubungan dengan HLA misalnya HLA-A1, B8-DR3 atau dengan DR3 dan
DR2 terjadi pula peningkatan pemecahan kromosom.
Faktor lingkungan yang diduga berhubungan ialah debu silica, polyvinyl
chloride,hidrokarbon aromatik. Selain itu juga dari obat-obatan misalnya bleomisin,
pentazocine dan L-tryptophon dan adanya faktor pencetusbakan menstimulasi sistem
imun baik selular maupun hormonal.
Selanjutnya aktivasi sistem imun tersebut akan menimbulkan kelainan yang
kompleks meliputi kerusakan vaskular, proliferasi fibroblast dan penimbunan
jaringan kolagen.
Gejala Klinis
Penyakit ini melalui tiga stadium yaitu morbus Raynaud, mukosa terserang
dan alat-alat dalam yang terkena.
Stadium I
Kelainan vasomotorik sebagai akrosianosis dan akroasfiksi terutama pada jari
tangan. Di muka terdapat telangiektasia. Tampak juga bercak-bercak edematosa
yang berbatas tidak jelas. Kemudian terlihat bercak-bercak yang berindurasi yang
berwarna agak putih kekuning-kuningan. Pengerasan kulit dan keterbatasan
pergerakan berakibat timbulnya muka topeng, mikrostomia, sklerodaktilipada jari
tangan denga ulserasi pada ujung, akrosklerosis dengan hiperpigmentasi dan
depigmentasi serta atrofi.
Stadium II
Alat-alat visera terserang. Disfungsi dan penurunan motilitas esophagus
mengakibatkan disfagia dan malabsorbsi. Lambung dan usus kecil mengenai
kelaianan yang sama. Fibrosis di paru membuat penderita dispnea bahkan kor
pulmonale dengan akibat payah jantung. Perikarditis dan efusi pericardium dapat
etrjadi pula.
Secara perlahan-lahan ginjal mengalami kegagalan faal yang disertai uremia
dan hipertensi. Hanya pada sebagian kecil kasus ternyata dapat penyakit berhenti
secara spontan.
Sindrom C.R.S.T (calcinosis cutis, Raynaud phenomenon, sclerodactily and
telangiectasis syndrome)
Sindrom tersebut merupakan bentuk ringan skleroderma sistemik. Hanya
esophagus terkena, alat-alat dalam tidak terkena.
Diagnosis
Diagnosis kadang-kadang baru dapat dibuat setelah observasi penderita cukup
lama.
Diagnosis Banding
Kelainan kulit mula-mula dapat menyerupai mikosis atau lupus eritematosus
discoid. Sklerodaktili harus dibedakan dengan lesi pada lepra, siringomieli dan
penyakit Raynaud. Bentuk ini harus didiagnosis banding dengan penyakit Raynaud
dan miksedema.
Penyakit tersebut jangan dihubungkan dengan sklerederma (Buschke).
Penyakit ini timbul sesudah penyakit infeksi (influenza, tonsillitis). Klinis terdapat
indurasi keras seperti kayu pada leher, toraks dan muka. Secara histopatologik pada
skleroderma terdapat penebalan kolagen dengan hialinisasi sedangkan pada
sklerederma tidak ada hialinisasi.
Terdapat kurang lebih ¾ kasus-kasus skleroderma mengalami resolusi lengkap
sesudah beberapa bulan. Hanya ¼ diantara semua kasus menjadi resisten selama
beberapa tahun. Walaupun demikian tidak ada alat visceral yang terkena. Diabetes
mellitus merupakan asosiasi sistemik satu-satunya.
Pengobatan
Sampai saat ini belum ada obat spesifik untuk scleroderma. Obat yang dapat
digunakan adalah imunomodulator dan antifibrotik. Berbagai obat imunomodulator
yang digunakan antara lain siklosporin A, metotreksat, siklofosfamid, mikrofenolat
mofetil dan transplantasi sel punca. Sedangkan sebagai obat antifibrotik antara lain
D-Penicillamine, obat interferon-y dan anti TGF-b.
Terapi harus ditujukan pada alat-alat yang terkena. Penderita harus dilindungi
tehadap kedinginan bila terdapat fenomena Raynaud. Vasodilatansia dapat diberikan
bila terdapat gejala-gejala vasomotorik. Kortikosteroid (triamnisolon asetonid) dapat
dipakai sebagai pengobatan, disuntikan intralesi seminggu sekali. Efektivitas obat
sulit dinilai sebab penyakit berkecenderungan membaik secara spontan.
C. Dermatomiositis
Definisi
Dermatomiositis merupakan penyakit inflamatorik dan degeneratif dengan
angiopati di kulit, subkutis dan otot, kelainan tersebut mengakibatkan perasaan lemah
dan atrofi pada otot terutama di sekitar pinggul. Tanda klinis hampir sama dengan
gejala pada P.S.S (progressive systemic sclerosis), L.E.S (lupus eritematosus sistemik)
atau vaskulitis. Bila terdapat kelainan semacam itu tanpa disertai kelainan kulit disebut
polimiositis.
Etiologi
Penyebab dermatomiositosis diduga akibat produksi sejumlah autoantibodi
dengan berbagai spesifisitas yang merupakan penyakit autoimun.
Epidemiologi
Penyakit tersebut jarang ditemukan insidens lebih kecil daripada L.E.S atau
P.S.S tetapi lebih sering daripada poliarteritis nodosa. Rasio pria:wanita ialah 1:2.
Penyakit terdapat pada semua usia tetapi usia paling sering ialah anak antara 5-15 tahun
dan dewasa antara 40-60 tahun.
Gejala klinis
Penyakit mulai dengan perubahan khas pada muka (terutama pada palpebra)
yakni terdapat eritema dan edema, berwarna merah ungu kadang-kadang juga livid.
Pada palpebra terdapat telangiektasia disertai paralisis otot-otot ekstraokular. Fase ini
berlangsung beberapa bulan.
Pada fase berikutnya timbul perubahan-perubahan kutan yang menetap dan
menyerupai lupus eritematosus. Kelainan di muka menjalar ke leher, toraks, lengan
bawah dan lutut. Manifestasi patognomik ialah papul Gotrton yaitu papul keunguan di
bagian dorsolateral sendi interfalangeal dan atau metakarpofalangeal. Selain itu
terdapat tanda Goltron ialah macula eritematosa keunguan dengan atau tanda edema,
simetris di bagian dorsal sendi interfalangeal atau metakarpofalangeal prosesus
olekranon, patella dan maleolus medialis. Fase ini disertai demam intermitten,
takikkardi, hiperhidrosis dan penurunan berat badan.
Kelainan kulit terdiri atas pembengkakan edematosa dengan eritema atau
urtikaria. Lokalisasi di muka (terutama palpebra), bahu, pinggang, lengan dan leher.
Pada sebagian penderita timbul gambaran poikiloderma dan disebut sebagai
poikilodermato-miositis. Fase ini berlangsung kira-kira 2 sampai 20-30 tahun.
Kekambuhan terjadi secara periodic. Pada penderita berusia lanjut seringkali ada tumor
maligna pada alat dalam. Selulitis dan ulserasi timbul pada penderita yang debil.
Deposit kalsium (Ca) didalam otot atau kulit dapat timbul terutama pada penderita
anak.
Dermatomiositosis pada anak
Dermatomiositosis pada anak berbeda dengan pada orang dewasa yakni
kelemahan otot, kalsinosis dini dan ekstensif serta vaskulitis lebih prominen. Sebaiknya
malignitas alat dalam tidak dijumpai. Insidens mortalitas lebih tinggi penderita yang
masih tahan hidup menderita sekuele berat.
Kelainan di luar kulit
Kelainan otot dapat bersifat berat. Kelemahan otot yang bersifat ekstensif
disertai pembengkakan akut dan nyeri. Otot-otot yang terserang biasanya simetris dan
terutama berlokalisasi di pinggang, bahu dan tangan. Bila otot tungkai terserang maka
penderita sukar berdiri. Kadang juga disertai sukar berbicara atau mengalami gagal
jantung.
Kelainan di mata terutama terdapat pada retina berupa perdarahan dan bercak-
bercak seperti serat wol atau katun. Penyakit asosiasi kadang-kadang ada. Skleroderma
lokalisata dapat timbul bersama-sama dermatomiositosis dan disebut
sklerodermatomiositosis. Atritis reumatika, lupus eritematosus dan sindrom Sjorgen
dapat terjadi secara bersamaan. Sindrom Sjorgen atau sero-dermoosteosis ialah sebuah
kompleks gejala yang terdiri atas keratokonjungtivitis, xerostomi, pembesaran kelenjar
parotis dan poliartritis.
Pemeriksaan laboratorium
Albuminuria dan hematuria sering ada. Selain itu terdapat anemia hipokromik,
limfopenia dan kenaikan keratin-fosfokinase. Terdapat pula antara lain peningkatan
enzim otot dalam darah yaitu creatin kinase, alanine amino-transferase, aspartate
aminotransferase, lactic dehydrogenase dan aldolase.
Pengobatan
Pengobatan umum
Teridiri atas istirahat total. Bila ada keganasan harus dioperasi tetapi prognosis
pada kasus dengan malignitas biasanya tetap buruk. Infeksi fokal harus dicari dan
diobati.
Pengobatan medikamentosa
Kortikosteroid sistemik diberikan dalam dosis supresif (60 mg prednisone
sehari) dan kemudian diturunkan sampai pada dosis pemeliharaan. Bila perludiberi
obat-obatan imunostatik, metotreksat atau azatioprin. Sebagai adjuvant diberikan
vitamin E dan asam para-aminobenzoat.
D. Vitiligo
Vitiligo merupakan kelainan pigmentasi yang relatif sering ditemukan di
Indonesia. Dapat mengenai semua usia. Penyebabnya sampai saat ini masih belum
pasti, diantaranya autoimun, autositotoksik, neural dan genetik. Kelainan ditandai
dengan makula depigmentasi dengan ukuran miliar sampai plakat dengan batas yang
tegas.
Penatalaksanaan
Tidak ada pengobatan yang memberikan hasil memuaskan, dianjurkan untuk
menggunakan kamuflase dengan cover mask. Pengobatannya tergantung pada usia,
lokasi lesi, tipe vitiligo, lama dan luasnya penyakit. Tipe segmental dan mukosal
merupakan tipe yang resisten terhadap pengobatan. Pada tipe lain dapat diberi
metoksalen oral atau topikal yang dikombinasi dengan sinar matahari atau UVA.
Alternatif lain dengan menggunakan Narrow band - UVB. Kortikosteroid potensi tinggi
dapat diberikan pada lesi vitiligo yang kurang dari 6 bulan. Perkembangan terakhir
digunakan kalsipotriol topikal saja atau dengan kombinasi UVA.
Gambar. Vitiligo tipe akral ditandai dengan makula depigmentasi pada jari-jari tangan yang
meluas ke bagian
E. Pemvigus Vulgaris
Pemfigus vulgaris merupakan penyakit berlepuh autoimun yang mengenai kulit
dan mukosa. Ditemukan sebanding pada wanita dan pria. Usia awitan adalah antara 50-
60 tahun. Lesi awal adalah lepuh kendur yang dapat ditemukan pada seluruh bagian
tubuh. Biasanya lepuh timbul pada kulit yang tampak normal. Lepuh cepat pecah
meninggalkan erosi yang cenderung meluas ke tepi dan dapat disertai krusta yang
melekat lama.
Tanda Nikolsky positif. Lesi kulit lebih sering terasa nyeri dibanding gatal. Pada
kebanyakan kasus disertai keterlibatan mukosa. Paling sering terkena adalah mukosa
oral dan ditemukan pada hampir seluruh kasus pemfigus vulgaris; bahkan sering
sebagai satu-satunya tanda klinis. Lesi mukosa dapat mendahului lesi kulit.
Penatalaksanaan
Kortikosteroid sistemik merupakan obat pilihan utama. Untuk dapat mengontrol
penyakit dibutuhkan dosis awal yang cukup tinggi. Kebanyakan kasus memberi respons
yang baik dengan prednison 1-2mg/kgBB/hari dalam dosis terbagi. Penggunaan
kortikosteroid sistemik secara dramatis memperbaiki prognosis, meskipun demikian
pemfigus vulgaris masih merupakan penyakit dengan morbiditas dan mortalitas yang
bermakna.
Gambar. Pemvigus Vulgaris
F. Pemfigoid Bulosa
Pemfigoid bulosa (PB) merupakan penyakit berlepuh autoimun. Dibandingkan
pemfigus vulgaris, PB memiliki prognosis yang baik. Usia awitan kebanyakan pasien
PB lebih dari 60 tahun. Tidak terdapat predileksi etnis, ras, atau jenis kelamin.
Lesi kulit PB adalah bula tegang di atas kulit normal atau dengan dasar
eritematosa. Bula biasanya berisi cairan jernih tetapi dapat hemoragik. Lesi paling
sering ditemukan pada perut bawah, paha bagian medial atau anterior, dan fleksor
lengan bawah. Biasanya disertai rasa gatal. Lesi awal dapat berupa urtika. Membran
mukosa jarang terkena. Diagnosis ditegakkan berdasarkan biopsi pada lepuh kecil yang
baru terbentuk.
Penatalaksanaan
Pemfigoid bulosa yang tidak luas dapat diobati dengan kortikosteroid topikal.
Pada yang lebih luas diberikan prednison oral dengan dosis 40-60 mg/hari. Tetrasiklin
dan nikotinamid digunakan sebagai terapi ajuvan.
Gambar. Disekitar aksila dan dada tampak bula tegang, sebagian pecah meninggalkan
daerah erosif
G. Psoriasis
Definisi
Psoriasis merupakan sebuah penyakit autoimun kronik residif yang muncul pada
kulit. Penyakit ini tergolong dalam dermatosis eritroskuamosa dan bersifat kronik dan
residif. Penyakit ini menimbulkan warna kemerahan, plak bersisik muncul di kulit,
disertai oleh fenomena tetesan lilin, tanda Auspitz, dan Kobner. Psoriasis ini juga
disebut dengan psoriasis vulgaris.
Psoriasis adalah peradangan menahun yang ditandai dengan plak eritematosa
dengan skuama lebar, kasar, berlapis dan putih seperti mika. Perjalanan penyakit ini
kronis residif. Dapat menyerang perempuan maupun laki-laki dengan resiko yang sama.
Mengenai semua umur terutama 30-40 tahun. Faktor genetik mempunyai keterkaitan
yang besar dengan psoriasis tipe satu: yaitu psoriasis dengan awitan sebelum berumur
40 tahun. Sebaliknya psoriasis tipe dua yaitu bila awitannya lebih dari 40 tahun sedikit
dikaitkan dengan faktor genetik. Biasanya psoriasis menempati daerah ekstensor, skalp,
siku, lutut, dan bokong. Dapat juga mengenai lipatan (psoriasis inversa) atau palmo-
plantar (psoriasis plamoplantar). Luas lesi dapat terlokalisir atau meluas ke hampir
seluruh tubuh. Berbagai bentuk ragam psoriasis dapat dijumpai: Bila ukuran lesi
lentikular disebut psoriasis gutata, bentuk tersering adalah psoriasis vulgaris dengan
ukuran lebih besar dari lentikular. Selain kulit badan, psoriasis juga menyerang kulit
kepala, kuku, sendi dan mukosa (geographic tounge).
Psoriasis bentuk berat adalah psoriasis yang luas, psoriasis pustulosa generalisata,
psoriasis eritroderma, dan psoriasis arthritis,dan umumnya 1/3 kasus termasuk dalam
kategori ini. Kualitas hidup pasien menjadi perhatian utama, walaupun seseorang
dengan lesi tidak luas namun mengganggu kualitas hidupnya dapat dikategorikan berat.
Lesi sering terasa gatal, panas dan kering. Garukan atau trauma akan memicu reaksi
Koebner, yaitu timbul lesi baru pada daerah tersebut. Berbagai faktor dapat
menimbulkan kekambuhan antara lain: trauma, infeksi, faktor endokrin, hipokalsemia,
stress emosional, obat-obatan (antimalaria, litium, beta andrenergic blocking agent)
dan alkohol.
Penatalaksanaan
1. Penjelasan tentang penyakit, jenis obat yang dapat mengatasi dan tersedia di
wilayah kerja, efek samping obat-obatan. Kompromi pengobatan dengan pasien
agar mendapat kepatuhan yang tinggi
2. Psoriasis ringan bila luas lesi < 15% luas permukaan tubuh.
3. Terapi topikal:
a Pelembab: vaselin album, urea 10%
b Ter likuor karbonis detergen 5-10%, (untuk kulit dan skalp) dan asam salsilat
3% tidak boleh untuk daerah lipatan
c Kortikosteroid poten-superpoten (tidak lebih dari 50gram/minggu), dalam
waktu kurang dari dua minggu), untuk daerah lipatan pakai kortiko-steroid
lemah –sedang tergantung ketebalan lesi.
d Antralin 2%
e Kalsipotriol (vitamin D3 analog) topikal
f Tazaroten
4. Lebih dari 15% atau bila rekalsitran
5. Fototerapi UVB, PUVA
Psoriasis berat
a. Fototerapi: UVB/PUVA
b. Pengobatan sistemik: metotreksat, asitretin, siklosporin,terapi biologi antara lain
infliximab, alefacept, etanercept dan efalizumab.
Gambar. Psoriasis