01 cover & lembar pengesahan -...
TRANSCRIPT
PERINGATAN !!! Bismillaahirrahmaanirraahiim
Assalamu’alaikum warahmatullaahi wabarakaatuh
1. Skripsi digital ini hanya digunakan sebagai bahan referensi
2. Cantumkanlah sumber referensi secara lengkap bila Anda mengutip dari Dokumen ini
3. Plagiarisme dalam bentuk apapun merupakan pelanggaran keras terhadap etika moral penyusunan karya ilmiah
4. Patuhilah etika penulisan karya ilmiah
Selamat membaca !!!
Wassalamu’alaikum warahmatullaahi wabarakaatuh
UPT PERPUSTAKAAN UNISBA
HUBUNGAN ANTARA PERSEPSI TERHADAP TEKNIK PENERAPAN DISIPLIN
DENGAN PENYESUAIAN SOSIAL
(Studi Hubungan antara Persepsi terhadap Teknik Penerapan Disiplin Power
Assertion, Love Withdrawal, dan Induction pada Remaja Putri Usia 15-18 Tahun di
Panti Sosial Asuhan Anak Taman Harapan Muhammadiyah Bandung)
SKRIPSI
Diajukan Untuk Melengkapi Persyaratan Dalam Menempuh Sidang Sarjana Pada
Fakultas Psikologi Universitas Islam Bandung
Oleh :
Devi Permata Surya
NPM. 10050003141
UNIVERSITAS ISLAM BANDUNG
FAKULTAS PSIKOLOGI
2010
LEMBAR PENGESAHANHUBUNGAN ANTARA PERSEPSI TERHADAP ASPEK-ASPEK TEKNIK
PENERAPAN DISIPLIN DENGAN PENYESUAIAN SOSIAL
(Studi Hubungan antara Persepsi terhadap Teknik Penerpaan Disiplin Power
Assertion, Love Withdrawal, dan Induction pada Remaja Putri Usia 15-18 Tahun di
Panti Sosial Asuhan Anak Taman Harapan Muhammadiyah Bandung)
Nama : Devi Permata Surya
NPM : 10050003141
Bandung, Februari 2010
FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS ISLAM BANDUNG
Menyetujui,
Dra. Sulisworo Kusdiyati, M.Psi. Hj. Reni A. Soemitro, Dra., M.Si.
Pembimbing I Pembimbing II
Mengetahui,
DR. Umar Yusuf, Drs., M.Si., Psikolog
Dekan Fakultas Psikologi
i
�
ABSTRAK Devi Permata Surya (10050003141), Hubungan antara Persepsi terhadap Teknik Penerapan Disiplin dengan Penyesuaian Sosial (Studi Hubungan antara Persepsi terhadap Teknik Penerapan Disiplin Power Assertion, Love Withdrawal, dan Induction�pada Remaja Putri Usia 15-18 Tahun di Panti Sosial Asuhan Anak Taman Harapan Muhammadiyah Bandung)
Berdasarkan hasil wawancara dengan ibu asuh di Panti Sosial Asuhan Anak Taman Harapan Muhammadiyah Bandung, didapat fenomena yaitu, ada remaja putri yang mencuri dan merokok , berpacaran dan memfitnah sesama anak panti. Disisi lain berdasarkan wawancara terhadap remaja putri, diperoleh mereka mempersepsikan tingkah laku mereka dibatasi oleh kekuasaan ibu asuh seperti anak harus mematuhi semua keinginan ibu asuh, ini merupakan indikator teknik disiplin Power Assertion; kemudian ada remaja putri yang mempersepsikan ibu asuh tidak memberikan perhatian serta kasih sayang, seperti tidak mempedulikan mereka karena tidak dapat memenuhi keinginan ibu asuh, yang merupakan indikator teknik disiplin Love Withdrawal. Ada juga remaja putri yang mempersepsikan bahwa ibu asuh memberikan memberikan penjelasan mana tingkah laku baik dan buruk seperti menjelaskan mengapa tidak diperbolehkan membawa handphone ke dalam panti asuhan, hal ini merupakan indikator dari teknik disiplin Induction.
Tujuan dilakukan penelitian untuk memperoleh data empiris tentang sejauh mana hubungan teknik penerapan disiplin Power Assertion, Love Withdrawal dan Induction dengan penyesuaian sosial remaja putri usia 15-18 tahun yang tinggal di Panti Sosial Asuhan Anak Taman Harapan Muhammadiyah Bandung. Hipotesis yang diajukan adalah semakin tinggi remaja putri mempersepsikan teknik disiplin yang diterapkan panti asuhan mengarah pada teknik disiplin Love-withdrawal maka semakin buruk penyesuaian sosial di lingkungan panti asuhan; semakin tinggi remaja putri mempersepsikan teknik disiplin yang diterapkan panti asuhan mengarah pada teknik disiplin Power Assertion maka semakin buruk penyesuaian sosial di lingkungan panti asuhan; semakin remaja putri mempersepsikan teknik disiplin yang diterapkan panti asuhan mengarah pada teknik disiplin Induction maka semakin baik penyesuaian sosial di lingkungan panti asuhan.
Variabel pertama dalam penelitian ini adalah persepsi remaja putri terhadap teknik disiplin yang diterapkan oleh panti asuhan dan variabel kedua adalah penyesuaian sosial remaja putri dalam panti asuhan. Alat ukur yang digunakan untuk persepsi terhadap teknik penerapan disiplin dan penyesuaian sosial ini berdasarkan pada teori teknik penerapan disiplin dari Martin Hoffman. Populasi dalam penelitian ini remaja putri di panti asuhan Muhammadiyah Bandung, pengambilan subjek dilakukan dengan menggunakan teknik studi purposive sampling sebanyak 40 orang. Untuk mengetahui hubungan antara variabel-variabel digunakan metode korelasional. Data yang diperoleh berupa data ordinal, pengolahan menggunakan uji korelasi Rank Spearman. Berdasarkan pengolahan data, diperoleh hubungan antara persepsi terhadap teknik penerapan disiplin Power Assertion dengan penyesuaian sosial remaja putri dengan rs= -0,424 dengan korelasi sedang. Sedangkan hubungan antara persepsi terhadap teknik penerapan disiplin Love Withdrawal dengan penyesuaian sosial remaja putri dengan rs= -0,576 dengan korelasi sedang. Kemudian hubungan antara persepsi terhadap teknik penerapan disiplin Induction dengan penyesuaian sosial remaja putri dengan rs= 0,684 dengan korelasi sedang.
ii
�
KATA PENGANTAR
Bismillahhirrahmaanirrohim
Assalamu’alaikum Wr. Wb.,
Puji dan syukur penulis haturkan kehadirat Allah SWT, atas berkah dan limpahan
rahmat-Nya yang tidak pernah terputus atas makhluk-Nya, serta hidayah yang diberikan kepada
penulis sehingga dapat menyelesaikan skripsi ini. Sungguh suatu kebanggan tersendiri bagi
penulis dapat menyelesaikan skripsi ini untuk menempuh ujian sarjana di Fakultas Psikologi
Universitas Islam Bandung.
Dalam skripsi yang berjudul “Hubungan Antara Persepsi Terhadap Aspek-aspek
Penerapan Disiplin Dengan Penyesuaian Sosial (Studi Hubungan antara Persepsi terhadap
Teknik Penerapan Disiplin Power Assertion, Love Withdrawal, dan Induction pada Remaja
Putri Usia 15-18 Tahun di Panti Sosial Asuhan Anak Taman Harapan Muhammadiyah
Bandung), peneliti mencoba memperoleh gambaran yang kongkrit mengenai persepsi remaja
putri terhadap penerapan disiplin yang ada di Panti Asuhan Muhammadiyah dan kaitannya
dengan penyesuaian sosial mereka di dalam panti asuhan tersebut, sehingga pengambilan data
melalui observasi, wawancara, dan pemberian alat ukur serta pengujian statistik yang
menghasilkan kesimpulan penelitian yang sesuai dengan hipotesis dalam penelitian ini. Setelah
itu peneliti memberikan rancangan intervensi sebagai bentuk saran dalam penanganan masalah
antara Panti Asuhan Muhammadiyah dan remaja putri yang dibina.
Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan skripsi ini tidak terlepas dari bantuan
berbagai pihak dan penulis juga sadari sepenuhnya bahwa hasil skripsi ini jauh dari sempurna
iii
�
tetapi penulis harapkan dapat memberikan manfaat bagi rekan-rekan mahasiswa dan bagi
masyarakat dan bagi masyarakat pada umumnya.
Selama menempuh studi serta dalam penulisan penulisan skripsi ini, penulis
mendapatkan banyak bantuan, doa serta masukan sehingga penulis dapat menyelesaikan
penulisan skripsi ini. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis ingin menghaturkan ucapan
terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:
1. Allah SWT yang telah memberikan kenikmatan yang tidak sanggup hamba hitung
banyaknya.
2. Mama dan Papa yang selalu mendo’akan, mencintai tanpa pamrih, dan mendukung
penulis tanpa henti. “ I Love you!”.
3. Sulisworo Kusdiyati, Dra., M.Si, selaku pembimbing I yang selalu membimbing penulis
dengan kesabaran dalam membimbing, meluangkan waktu dalam kesibukannya yang
padat, dan juga selalu memberikan semangat kepada penulis. Semoga Allah menjadikan
semua kebaikan ibu sebagai amal jariyah yang pahalanya tidak terputus.
4. Dra. Reni A. Soemitro, Dra., M.Si, selaku pembimbing II yang selalu memberikan ilmu-
ilmunya, memberikan masukan serta koreksi, meluangkan waktu dalam kesibukannya
yang padat luar biasa, saya mohon maaf karena sering mengganggu di tengah kesibukan
ibu. Semoga Allah menjadikan semua kebaikan ibu sebagai amal jariyah yang pahalanya
tidak terputus.
5. DR. Umar Yusuf, selaku Dekan Fakultas Psikologi Universitas Islam Bandung.
6. Hj. Yuli Aslamawati, Dra., M.Pd, selaku dosen wali yang membimbing penulis dengan
penuh kebijakan selama menjalankan perkuliahan di Fakultas Psikologi Universitas Islam
Bandung.
7. Seluruh dosen yang telah memberikan ilmu yang sangat berharga, serta karyawan
Fakultas Psikologi Universitas Islam Bandung yang telah membantu dalam
penyelenggaraan perkuliahan selama ini.
iv
�
8. Adik-adikku tercinta Anggi dan Irfan, kakakku Yudha yang selalu mendukung penulis
dengan memberikan semangat dari awal penulisan hingga terakhir .
9. Edola Riono, yang selalu ada dan bersedia membantu penulis, mendukung penulis tanpa
henti, memberikan semangat dan senyumnya di tengah-tengah kesibukannya. Semoga
Allah selalu memberikan limpahan rejeki dan kebaikan kepadanya.
10. Sahabat-sahabatku, semoga persahabatan yang sudah kita bina sejak semester 1, akan
terus langgeng sampai tua. Alm. Laely (terimakasih sudah pernah ada dalam kehidupan
penulis dan selalu mendukung penulis dalam hal apapun), Diah, Indah, Yanti, Yani, Vidi,
Arga, Vriska, Angki, dan Vivi, semoga sukses serta mendapatkan apa yang kalian
inginkan. Terimakasih karena selalu memberikan dukungan, bantuan, dan selalu ada
untuk penulis.
11. Sahabatku, Yana, Sita, Echi, Rifki dan Rizqi yang selalu memberikan dukungan moril
dalam penulisan skripsi ini.
12. Kang Aulia, terimakasih atas bantuan dan sarannya untuk kemajuan skripsi penulis.
13. Teman-teman angkatan 2003 dan 2004, yang tidak bisa disebutkan namanya satu persatu,
yang telah berjuang bersama selama perkuliahan, “ Ayo selalu semangat!”.
14. Adik-adikku di panti asuhan Putri Muhammadiyah, terimakasih atas kerjasama dan
bantuannya kepada penulis.
15. Ibu-ibu pengasuh di Panti, terimakasih atas waktunya dan informasinya dalam penulisan
skripsi ini.
Jazakallahu Khairan Katsiran, semoga kebaikan dan bantuan yang telah diberikan kepada
penulis, akan dibalas dengan pahala yang sesuai oleh Allah SWT. Akhir kata, penulis berharap
semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi semua pihak. Amin.
Wassalamu’alaikum Wr. Wb.
Bandung, Januari 2009
Penulis,
Devi Permata Surya
v
�
������
������ ��� ���������� ����� ���������� � ��� �� ��� ������ ����� ��� ��� ��������
���� �� � ��� ��� ��� ���� ����� ����� ���������� ����� ������ ���� ���� � �� ��� ����
���������� ������ ����������� ��� ������������������������ �!" �# �� �"����������$%&�
�
�'����� ��� ������� ��� ����� ������� ������ ������� ���������� ������
������������� ������ ������ ����� ��� � ����������� ������ ������ ������
���������� �
!(��)� ����&�
vi
�
*����������������������������� ���#+)�
#������������������������������
������������������������������������������������ �����������
#��������������������������������������������� ����,�����
��������� ��������
vii
�
DAFTAR ISI
ABSTRAK ................................................................................................................................. i
KATA PENGANTAR ................................................................................................................ii
MOTTO ......................................................................................................................................v
LEMBAR PERSEMBAHAN ....................................................................................................vi
DAFTAR ISI...............................................................................................................................vii
BAB I PENDAHULUAN ................................................................................................. .1
1.1 Latar Belakang .............................................................................................................. .1
1.2 Identifikasi Masalah ...................................................................................................... .9
1.3 Tujuan Penelitian .......................................................................................................... .11
1.4 Kegunaan Penelitian ..................................................................................................... .12
BAB II TINJAUAN TEORITIS ....................................................................................... .13
2.1 PERSEPSI ..................................................................................................................... .13
2.1.1 Pengertian Persepsi ....................................................................................................... .13
2.1.2 Proses Persepsi ............................................................................................................. .14
2.2 TEKNIK PENERAPAN DISIPLIN .............................................................................. .21
2.3 PENYESUAIAN DIRI .................................................................................................. .25
2.3.1 Pengertian Penyesuaian Diri ........................................................................... .25
2.3.2 Bentuk-bentuk Penyesuaian Diri .................................................................... .28
2.3.3 Penyesuaian Sosial .......................................................................................... .28
2.3.4 Faktor-faktor yang mempengaruhi penyesuaian Diri ..................................... .31
2.4 REMAJA ............................................................................................................. .34
2.4.1 Pengertian Remaja .......................................................................................... .34
2.4.2 Batasan Usia Remaja ...................................................................................... .36
2.4.3 Ciri-ciri Remaja .............................................................................................. .37
2.4.4 Tugas-tugas Perkembangan Remaja ............................................................... .40
2.4.5 Karakteristik Remaja akhir ............................................................................ 42
viii
�
2.5 PANTI ASUHAN ........................................................................................................42
2.5.1 Pengertian Panti Asuhan ...............................................................................42
2.5.2 Panti Asuhan Muhammadiyah ......................................................................45
2.6 Hubungan Antara Persepsi Teknik Penerapan Disiplin dengan
Penyesuaian Sosial Remaja Akhir ...............................................................................46
2.7 KERANGKA PEMIKIRAN ........................................................................................49
Skema Kerangka Berpikir ............................................................................................54
2.8 HIPOTESIS PENELITIAN .........................................................................................55
BAB III METODOLOGI PENELITIAN .........................................................................56
3.1 Rancangan Penelitian ..................................................................................................56
3.2 Identifikasi Variabel .....................................................................................................56
3.3 Operasionalisasi Variabel ............................................................................................57
3.4 Alat Ukur .....................................................................................................................59
3.4.1 Alat Ukur Persepsi Remaja Putri Terhadap Teknik
Penerapan Disiplin ........................................................................................60
3.4.2 Alat Ukur Penyesuaian Sosial di Panti Asuhan ............................................65
3.5 Sampel Penelitian .........................................................................................................68
3.5.1 Populasi Penelitian ........................................................................................68
3.5.2 Karakteristik Sampel .....................................................................................69
3.6. Uji Coba Alat Ukur ......................................................................................................70
3.6.1 Uji Validitas Alat Ukur .................................................................................70
3.6.2 Reliabilitas Alat Ukur ...................................................................................72
3.7 Teknik Analisis ............................................................................................................73
3.7.1 Proporsi .............................................................................................................73
3.7.2 Frekuensi dan persentase ..................................................................................74
3.7.3 Tabulasi Silang ..................................................................................................74
3.7.4 Uji Korelasi Rank Spearman ............................................................................75
3.8 Prosedur Pelaksanaan Penelitian ..................................................................................78
ix
�
3.7.1 Tahap Persiapan ............................................................................................... 78
3.7.2 Tahap Pelaksanaan ........................................................................................... 79
3.7.3 Tahap Pengolahan data .................................................................................... 79
3.7.4 Tahap Pembahasan ........................................................................................... 79
3.7.5 Tahap Penyelesaian .......................................................................................... 80
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ........................................................................ 81
4.1 Hasil dan Pengolahan Data ........................................................................................ 81
4.1.1 Analisis Statistik Inferens ................................................................................ 82
4.1.1.1 Uji Korelasi Rank Spearman antara Persepsi Teknik
Penerapan Disiplin Power Assertion dengan Penyesuaian
Sosial .............................................................................................................. 82
4.1.1.1 a. Hipotesis I ...................................................................................... 82
4.1.1.1 b. Hasil Pengolahan Data ................................................................... 83
4.1.1.1 c. Interpretasi dan Analisis Hasil Statistik .......................................... 83
4.1.1.2 Uji Korelasi Rank Spearman antara Persepsi Teknik
Penerapan Disiplin Love-Withdrawal dengan Penyesuaian
Sosial ................................................................................................................84
4.1.1.2 a. Hipotesis II .......................................................................................84
4.1.1.2 b. Hasil Pengolahan Data ......................................................................84
4.1.1.2 c. Interpretasi dan Analisis Hasil Statistik ............................................85
4.1.1.3 Uji Korelasi Rank Spearman antara Persepsi Teknik
Penerapan Disiplin Induction dengan Penyesuaian
Sosial ....................................................................................................86
4.1.1.3 a. Hipotesis III ......................................................................................86
4.1.1.3 b. Hasil Pengolahan Data ......................................................................86
4.1.1.3 c. Interpretasi dan Analisis Hasil Statistik ............................................86
4.1.2 Analisis Statistik Deskriptif ...............................................................................87
4.1.2.1 Hasil Perhitungan Frekuensi dan Persentase Aspek-aspek
x
�
Persepsi terhadap Teknik Penerapan Disiplin yang
Dominan pada Remaja Putri Usia 15-18 Tahun di Panti
Sosial Asuhan Anak Taman Harapan Muhammadiyah
Bandung ............................................................................................................... 87
4.1.2.1�Diagaram Pie Hasil Perhitungan Frekuensi dan
Persentase Aspek-aspek Persepsi terhadap Teknik
Penerapan Disiplin yang Dominan ................................................................... 88
4.1.2.2 Hasil Perhitungan Frekuensi dan Persentase Baik
Buruknya Penyesuaian Sosial Berdasarkan Norma
Ideal (Perhitungan Kuesioner) .............................................................................. 89
4.1.2.2 Diagram Pie Hasil Perhitungan Frekuensi dan Persentase
Baik dan Buruknya Penyesuaian Sosial Remaja Putri Usia
15-18 Tahun di Panti Sosial Asuhan Anak Taman
Harapan Muhammadiyah Bandung ..................................................................... 89
4.1.2.3 Hasil Tabulasi Silang antara Aspek-aspek Persepsi
terhadap Teknik Penerapan Disiplin yang Dominan dengan
Baik-Buruknya Penyesuaian Sosial Remaja Putri Usia
15-18 Tahun di Panti Sosial Asuhan Anak Taman
Harapan Muhammadiyah Bandung ...................................................................... 90
4.1.2.3 Diagram Batang Hasil Perhitungan Frekuensi dan
Persentase dari Tabulasi Silang antara Dominasi Aspek-aspek
Teknik Penerapan Disiplin dan
Penyesuaian Sosial ................................................................................................ 91
4.2 Pembahasan ...................................................................................................................... 92
4.2.1 Hubungan antara Teknik Penerapan Disiplin
Power Assertion dengan Penyesuaian Sosial ....................................................... 92
4.2.2 Hubungan antara Teknik Penerapan Disiplin
Love Withdrawal dengan Penyesuaian Sosial� ...................................................... 94
4.2.3 Hubungan antara Teknik Penerapan Disiplin Induction dengan
xi
�
Penyesuaian Sosial ........................................................................................................... 96
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN .............................................................................104
5.1 Kesimpulan .........................................................................................................104
5.2 Saran ...................................................................................................................106
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................................ ix
LAMPIRAN-LAMPIRAN
xii
�
LAMPIRAN
1.1 Kesimpulan ........................................................................................................................1
1.2 Hasil korelasi antara skor tiap item dengan korelasi total
item pada pengujian validitas alat ukur teknik penerapan
disiplin aspek Power Assertion ..........................................................................................2
1.3 Hasil tabulasi data uji validitas aspek Power Assertion .....................................................4
1.4 Hasil korelasi antara skor tiap item dengan korelasi total
item pada pengujian validitas alat ukur teknik penerapan
disiplin aspek Power Assertion ..........................................................................................5
1.5 Data mentah teknik penerapan disiplin Love Withdrawal ..................................................6
1.6 Hasil korelasi antara skor tiap item dengan korelasi total
item pada pengujian validitas alat ukur teknik penerapan disiplin
aspek Love Witdrawal ........................................................................................................8
1.7 Hasil tabulasi data uji validitas aspek Love Witdrawal ......................................................11
1.8 Hasil tabulasi data item valid aspek Love Witdrawal .........................................................12
1.9 Data mentah teknik penerapan disiplin Induction ..............................................................13
1.10 Hasil korelasi antara skor tiap item dengan korelasi total item
pada pengujian validitas alat ukur teknik penerapan disiplin
aspek Induction ...................................................................................................................15
1.11 Hasil tabulasi data uji validitas aspek Induction ................................................................18
1.12 Hasil tabulasi data item valid aspek Induction ...................................................................19
1.13 Data mentah Penyesuaian Sosial ......................................................................................20
1.14 Hasil korelasi antara skor tiap item dengan korelasi total item
pada pengujian validitas alat ukur teknik penerapan disiplin
aspek Penyesuaian Sosial ...................................................................................................22
1.15 Hasil tabulasi data uji validitas aspek Penyesuaian Sosial ................................................26
1.16 Hasil tabulasi data item valid aspek Penyesuaian Sosial ...................................................27
1.17 Data valid aspek Power Assertion ......................................................................................28
1.18 Data valid aspek Love Witdrawal .......................................................................................29
xiii
�
1.19 Data valid aspek Induction .................................................................................................30
1.20 Data valid aspek Penyesuaian Sosial .................................................................................31
1.21 Tabulasi data ttem valid alat ukur Persepsi Terhadap Teknik
Penerapan Disiplin .......................................................................................................................... 32
1.22 Tabulasi data item valid alat ukur Persepsi terhadap Penyesuaian
Sosial .............................................................................................................................................. 34
1.23 Hasil pengujian reliabilitas alat ukur aspek Power Assertion ......................................................... 35
1.24 Hasil pengujian reliabilitas alat ukur aspek Love Withdrawal........................................................ 35
1.25 Hasil pengujian reliabilitas alat ukur aspek Induction .................................................................... 35
1.26 Hasil pengujian reliabilitas alat ukur Penyesuaian Sosial .............................................................. 35
1.27 Data Aspek-aspek persepsi terhadap teknik penerapan disiplin
yang dominan .....................................................................................................................36
1.28 Skor total dan kriteria Penyesuaian Sosial .........................................................................37
1.29 Norma ideal Penyesuaian Sosial ........................................................................................37
1.30 Hasil perhitungan frekuensi dan persentase aspek-aspek
persepsi terhadap teknik penerapan disiplin yang dominan ...............................................38
1.31 Hasil perhitungan frekuensi dan persentase baik-buruknya
Penyesuaian Sosial .............................................................................................................38
1.32 Data aspek-aspek terhadap teknik penerapan disiplin yang
dominan dan baik-buruknya Penyesuaian Sosial ...............................................................39
1.33 Hasil perhitungan tabulasi silang antara dominasi
aspek-aspek teknik penerapan disiplin dan Penyesuaian Sosial ........................................39
1.34 Hasil korelasi antara aspek-aspek persepsi terhadap
teknik penerapan disiplin (X1-X3) dan Penyesuaian Sosial (Y) .......................................40
1.35 Tabulasi hasil korelasi antara aspek-aspek persepsi
terhadap teknik penerapan disiplin (X1-X3) dan Penyesuaian
Sosial (Y) beserta nilai t untuk pengujian koefisien korelasi .............................................40
1.36 Hasil korelasi antara persepsi terhadap teknik penerapan disiplin
(X) dan Penyesuaian Sosial (Y) ........................................................................................40
xiv
�
1.37 Tabulasi hasil korelasi antara aspek-aspek persepsi terhadap
teknik penerapan disiplin (X) beserta nilai t untuk pengujian
koefisien korelasi ...............................................................................................................40
1.38 Tabel t .................................................................................................................................41
1.39 Alat ukur teknik penerapan disiplin hasil uji validitas .......................................................42
1.40 Alat ukur penyesuaian sosial hasil uji validitas ..................................................................52
xv
�
DAFTAR TABEL
Tabel 2.7 Skema kerangka berpikir .....................................................................................54
Tabel 3.6.2 Tabel Guilford ......................................................................................................73
Tabel 3.7.5 Tingkat korelasi Guilford ....................................................................................77
Tabel 4.1.1.1 Hasil Perhitungan Korelasi Rank Spearman antara
Persepsi terhadap Teknik Penerapan Disiplin
(Power Assertion) dengan Penyesuaian Sosial beserta Nilai t
untuk Pengujian Keberartian Korelasinya ..........................................................83
Tabel 4.1.1.2 Hasil Perhitungan Korelasi Rank Spearman antara
Persepsi terhadap Teknik Penerapan Disiplin
(Love Withdrawal) dengan Penyesuaian Sosial beserta
Nilai t untuk Pengujian Keberartian
Korelasinya .........................................................................................................84
Tabel 4.1.1.3 Hasil Perhitungan Korelasi Rank Spearman antara
Persepsi terhadap Teknik Penerapan Disiplin (Induction)
dengan Penyesuaian Sosial beserta Nilai t untuk
Pengujian Keberartian Korelasinya ....................................................................86
Tabel 4.1.2.1 Hasil Perhitungan Frekuensi dan Persentase Aspek-aspek
Persepsi terhadap Teknik Penerapan Disiplin yang
Dominan ..............................................................................................................88
Tabel 4.1.2.1 Diagaram Pie Hasil Perhitungan Frekuensi dan Persentase
Aspek-aspek Persepsi terhadap Teknik Penerapan Disiplin
yang Dominan .....................................................................................................88
Tabel 4.1.2.2 Hasil Perhitungan Frekuensi dan Persentase Baik dan
Buruknya Penyesuaian Sosial Remaja Putri Usia 15-18 Tahun
di Panti Sosial Asuhan Anak Taman Harapan
Muhammadiyah Bandung ...................................................................................89
Tabel 4.1.2.2 Diagram Pie Hasil Perhitungan Frekuensi dan Persentase
xvi
�
Baik dan Buruknya Penyesuaian Sosial Remaja Putri Usia
15-18 Tahun di Panti Sosial Asuhan Anak Taman
Harapan Muhammadiyah Bandung ....................................................................89
Tabel 4.1.2.3 Hasil Perhitungan Frekuensi dan Persentase dari Tabulasi
Silang antara Dominasi Aspek-aspek Teknik Penerapan
Disiplin dan Penyesuaian Sosial .........................................................................90
Tabel 4.1.2.3 Diagram Batang Hasil Perhitungan Frekuensi dan Persentase
dari Tabulasi Silang antara Dominasi Aspek-aspek
Teknik Penerapan Disiplin dan Penyesuaian Sosial ...........................................91
�
1
Devi Permata Surya 10050003141� �
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Individu dalam setiap kehidupannya melalui suatu proses perkembangan
dari sejak lahir hingga meninggal. Pada awal kehidupannya individu berkembang
melalui suatu keluarga, dimana keluarga merupakan lingkungan pertama yang
dimasuki individu dan berperan bagi kehidupannya. Dalam keluarga biasanya
anak akan mendapatkan perlindungan, kasih sayang, perasaan diterima dan rasa
aman. Kebutuhan akan kasih sayang dan rasa aman merupakan kebutuhan yang
sangat utama. Mula-mula kebutuhan ini hanya ditujukan kepada lingkungan
keluarga, kemudian kepada teman-teman bermain di rumah maupun disekolah dan
akhirnya kepada semua orang yang bergaul dengannya.
Sewaktu anak disayangi, dipuji dan merasa diterima, dia secara bertahap
memandang dirinya sendiri sebagai seorang yang penting. Begitu juga sebaliknya
ketika anak diacuhkan, diberi hukuman atau merasa ditolak, maka secara bertahap
dia dapat memandang dirinya sebagai seorang yang tidak penting atau tidak
berarti. Dalam kehidupan sehari-hari dapat dilihat adanya hubungan yang terus-
menerus antara ibu dengan anaknya. Sifat hubungan ibu dan anak akan
berpengaruh terhadap perkembangan jiwa anak dikemudian hari. Sentuhan dan
belaian ibu dapat memberikan perasaan aman begitu juga dalam menikmati
pelukan ibu, anak akan memperoleh kesenangan.
2
Devi Permata Surya 10050003141� �
Faktor kemiskinan merupakan salah satu faktor yang mengakibatkan
banyak keluarga tidak mampu untuk membiayai pendidikan anak–anaknya. Untuk
dapat memecahkan permasalahan yang dihadapi oleh keluarga tersebut, mereka
menitipkan anak–anaknya ke panti asuhan yang dapat meringankan beban
keluarga.
Layaknya di panti asuhan, ibu dan bapak pengasuh yang ada terbatas
jumlahnya dibandingkan dengan jumlah anak–anak asuh yang dirawat, sehingga
perhatian dan kasih sayang yang diberikan para pengasuh harus dibagi kepada
banyak anak. Melihat keadaan ini antara anak yang satu dengan yang lainnya yang
tinggal di panti asuhan tersebut belum tentu medapatkan perhatian dan kasih
sayang yang sama dari para pengasuh. Oleh karena itu ada anak yang merasa
kurang memperoleh perhatian dan kasih sayang.
Panti asuhan yang digunakan sebagai alih peran keluarga dalam membina,
mengawasi dan merawat anak, membantu anak asuh untuk dapat berkembang
menjadi manusia dewasa yang berguna dan diharapkan mampu menyesuaikan diri
dengan baik di lingkungan masyarakat.
Panti asuhan Taman Harapan Muhammadiyah merupakan salah satu
lembaga sosial yang menjadi tempat bagi keluarga yang ingin menitipkan
anaknya. Tujuan dari panti asuhan Taman Harapan Muhammadiyah yaitu
melaksanakan ibadah dengan sebaik–baiknya sesuai tuntutan Allah dan rasul–
Nya, meyakini keimanan dan tauhid kepada Allah dan tidak melaksanakan
pekerjaan syirik, dan melaksanakan kehidupan yang islami berdasar kepada
pedoman hidup islami warga Muhammadiyah (Akhlaqul Karimah).
3
Devi Permata Surya 10050003141� �
Pihak panti asuhan melakukan survey guna menyeleksi keluarga yang
membutuhkan bantuan. Seleksi yang dilihat oleh pihak panti asuhan secara umum
digambarkan sebagai berikut: hal pertama merupakan faktor kemiskinan dan
prestasi anak. Selanjutnya yang menjadi pertimbangan panti asuhan untuk
menerima anak–anak yang dititipkan di panti tersebut adalah anak–anak yang
ditinggalkan oleh ayahnya (yatim), ditinggalkan oleh ibunya (piatu), dan anak
yang ditinggalkan oleh kedua orang tuanya (yatim piatu).
Bagi anak asuh yang lulus seleksi mereka akan ditempatkan dan tinggal di
asrama sampai menyelesaikan jenjang pendidikan SMU. Pada Panti Sosial
Asuhan Anak Taman Harapan Muhammadiyah ini dapat dijumpai anak asuh putri
dalam tingkat SD, SMP dan SMU. Di dalam asrama, anak diawasi dan dibina oleh
pengurus panti dan diberikan peraturan-peraturan yang harus diikuti, seperti:
shalat shubuh, maghrib dan isya harus berjama’ah di mesjid, mendengarkan
kultum, melaksanakan piket yang terdiri dari membersihkan asrama dan memasak
bagi anak asuh putri usia SMU yang dilakukan setelah selesai makan dan setelah
selesai kegiatan yang diadakan oleh pihak panti asuhan, tidak boleh meninggalkan
asrama tanpa izin, dan tidak boleh berpacaran.
Selain itu, ada hukuman yang diberikan kepada anak–anak panti asuhan
bila mereka melanggar peraturan yang telah ditetapkan oleh pihak panti asuhan.
Hukuman yang diberikan dibagi menjadi 2 zona, yaitu zona hijau yang berarti
wilayah tempat anak–anak melanggar peraturan yang ringan atau wilayah tempat
anak–anak yang telah diberikan hukuman dan tidak mengulangi perbuatannya
lagi, dan zona merah berarti teguran atau skorsing. Pelanggaran sendiri dibagi atas
4
Devi Permata Surya 10050003141
2 jenis: Pelanggaran ringan, yaitu termasuk pelanggaran keluar tanpa ijin,
terlambat pulang sekolah, membawa makanan ke dalam kamar tidur. Anak yang
melakukan pelanggaran ini masuk ke dalam zona hijau. Kedua yaitu pelanggaran
berat, yaitu termasuk pacaran, mencuri, berkelahi, terlibat dalam kriminalitas,
merokok, miras dan NAPZA. Anak-anak yang melakukan pelanggaran berat ini
yang nanti akan dimasukkan ke dalam zona merah. Apabila setelah diberikan
hukuman masih juga mengulangi perbuatannya, maka anak yang melanggar
tersebut diberikan pilihan, ingin tetap berada di panti namun diberikan skorsing
berupa membersihkan toilet selama satu bulan atau tidak diberikan uang saku
selama waktu yang disepakati oleh pihak panti atau keluar dari panti.
Selama anak asuh tinggal di panti asuhan mereka diberikan pendidikan
yang ditempuh melalui tiga jalur, yaitu pertama pendidikan informal, pendidikan
formal dan pendidikan non formal.
Pertama pendidikan informal, pendidikan yang diadakan di dalam panti
asuhan, antara lain berupa pendidikan agama (bahasa arab, mengaji, dakwah,
pesantren), pembinaan iman, pengayaan bagi anak SMU kelas 3 yang akan
mengikuti ujian kelulusan, dan belajar bersama. Jadi panti asuhan sebagai
lembaga sosial bukan hanya membantu dalam tempat tinggal dan mencukupi
kebutuhan psikologis saja, tetapi berusaha menjadi lembaga pendidikan. Kedua
pendidikan formal, setiap anak diberi kesempatan untuk bersekolah yang memiliki
jenjang pendidikan SD, SMP, SMU. Masing–masing anak asuh berusaha untuk
dapat melakukan tanggung jawab pada tugas yang diberikan dari pihak sekolah.
Ketiga pendidikan nonformal, antara lain yaitu keterampilan elektronik
5
Devi Permata Surya 10050003141
(keterampilan sangat dasar), komputer, menjahit, angklung (khusus putra) dan
nasyid (khusus putri).
Kemudian dalam menjaga prestasi dan motivasi anak, pihak panti asuhan
menetapkan pemberian reward untuk anak–anak yang memiliki prestasi yang baik
di sekolah, melaksanakan shaum sunat dan bangun pada malam hari untuk
melakukan tahajud, yang berupa tambahan uang jajan tergantung dari prestasi
yang dihasilkan atau dibebaskan untuk pulang kerumah orang tuanya selama
beberapa hari yang telah disepakati bersama untuk anak yang masih memiliki
orang tua. Begitu pula untuk yang melaksanakan shaum sunat dan tahajud.
Namun khusus untuk pelaksanaan ibadah seperti shaum sunat dan tahajud, anak
panti asuhan mengaku bahwa pengurus panti beberapa kali tidak memberikan
reward yang dijanjikan seperti yang tertera pada peraturan panti asuhan. Anak–
anak di panti asuhan diberikan uang jajan sehari-hari oleh ibu pengurus.
Pada panti asuhan ini, ibu pengurus panti (KRT) tidak bekerja sendiri. Ia
dibantu oleh beberapa karyawan untuk membantunya mengurus panti asuhan.
Diantaranya ada yang menjabat sebagai kepala PSAA (Panti Sosial Asuhan
Anak), kepala TU dan Syi’ar, bendahara, bagian logistik sarana dan prasarana,
bagian pendidikan, bagian penggalian dana, staff pendidikan, pembantu umum,
dan juru masak. Para karyawan tidak berada di dalam panti asuhan selama 24 jam.
Sedangkan ibu pengurus (KRT) selalu berada 24 jam di dalam panti asuhan.
Kemudian setelah dilakukan wawancara dengan remaja putri usia 15-18
tahun (John W. Santrock, 2003) sebanyak 40 orang, didapat gambaran bahwa
mereka tidak mematuhi peraturan yang telah dibuat oleh pihak panti asuhan.
6
Devi Permata Surya 10050003141
Tindakan itu seperti mencuri, merokok, berpacaran, membawa handphone ke
panti asuhan, serta beberapa pelanggaran kecil lainnya seperti pulang terlambat
dari sekolah, tidak melaksanakan piket yang diberikan, bertengkar, membawa
tamu ke dalam kamar tidur dan membawa makanan ke dalam kamar tidur. Mereka
tidak dapat menyesuaikan diri dengan peraturan yang dibuat oleh pihak panti
asuhan, padahal anak remaja putri ini telah tinggal sejak lama di dalam panti
asuhan, ada yang dari SD, SMP sampai SMA. Mereka mengatakan bahwa semua
hasil tingkah laku mereka adalah hasil perilaku meniru dari kakak kelas mereka
yang telah dahulu tinggal lebih lama di panti asuhan dan telah duduk di bangku
SMA. Anak–anak remaja ini ada yang beberapa kali bertengkar dengan teman
sekamar mereka karena ada yang memfitnah. Menurut mereka, ibu pengasuh
terkadang salah menghukum anak panti yang seharusnya tidak bersalah karena
fitnah tersebut. Sebagian dari mereka juga mengatakan bahwa bahwa ibu asuh
beberapa kali memarahi mereka dengan berteriak terutama ketika mereka tidak
sengaja memecahkan barang atau menghilangkan barang milik panti asuhan atau
muliki ibu asuh, diantara mereka juga merasa rendah diri karena ibu asuh
beberapa kali menghina mereka dengan mengatakan mereka “bodoh”.
Kemudian saat ada barang–barang anak remaja putri yang hilang, mereka
mengaku mengetahui pelaku pencurian itu namun tidak berani untuk melaporkan
kepada pihak panti karena takut bertengkar dengan anak panti yang lain dan
kemudian mendapat hukuman dari pihak panti. Semua itu dilakukan tanpa
sepengetahuan pihak panti asuhan. Kecuali, ketika kejadian pencurian telah
diketahui oleh pihak panti dan anak yang mencuri itupun tertangkap dan diberikan
7
Devi Permata Surya 10050003141
hukuman oleh pengurus panti. Remaja putri mengaku mereka mengetahui tentang
peraturan yang mereka langgar, namun mereka tetap melanggar dengan alasan
pihak panti tidak mengetahui perbuatan mereka. Jika perbuatan pelanggaran itu
diketahui oleh pengurus panti dan mereka ditegur, mereka mengaku terkadang
“masuk telinga kanan, keluar telinga kiri“, mereka mengetahui perbuatan itu salah
namun mereka tetap melanggar. Anak–anak panti dibebaskan untuk mengenal
anak–anak lain di luar lingkungan panti baik laki–laki maupun perempuan. Pihak
panti mempercayakan masalah pergaulan kepada anak–anak sendiri. Karena hal
inilah, remaja putri akhirnya mulai mengenal lawan jenis dan merasa adanya
ketertarikan antara lawan jenis. Sehingga ada anak remaja putri kelas 1 SMA yang
dikeluarkan dari panti asuhan karena ketahuan berpacaran saat berada di rumah
sakit.
Ibu asuh mengatakan bahwa anak remaja panti asuhan rata-rata dapat
menyesuaikan diri selama 2 tahun. Karena mereka harus membiasakan diri
dengan keadaan baru seperti rumah baru, peraturan baru, kegiatan baru, teman-
teman baru dan ibu baru yaitu ibu pengasuh.
Kurangnya disiplin para remaja tersebut membawa dampak yang kurang
baik terhadap penyesuaian diri di lingkungan panti. Misalnya dengan mereka
melanggar peraturan, tanpa mempedulikan kepentingan warga panti yang lain, itu
berarti mereka tidak berusaha membina relasi yang baik antar sesama warga panti.
Juga ketika mereka lalai dalam melakukan tugas yang memang sudah menjadi
kewajibannya seperti melakukan piket, berarti kurangnya kemampuan dalam
menerima tanggung jawab serta tidak membantu keluarga panti di dalam
8
Devi Permata Surya 10050003141
mencapai tujuan keluarga dan anggota keluarga, mengulang pelanggaran baik
pelanggaran ringan atau berat yang merupakan peraturan panti asuhan tanpa
mempedulikan teguran, merupakan salah satu bentuk tidak menerima otoritas dari
orang tua yang mana kesemuanya itu merupakan indikator dari penyesuaian yang
buruk di lingkungan panti.
Individu dikatakan berhasil dalam melakukan penyesuaian diri apabila ia
dapat memenuhi kebutuhannya dengan cara-cara yang wajar atau apabila dapat
diterima oleh lingkungan tanpa merugikan atau menganggu lingkungannya
(Surya: 1985: 13). Jika anak-anak panti dalam memenuhi kebutuhannya telah
merugikan atau mengganggu lingkungannya, berarti individu itu dapat dikatakan
belum berhasil melakukan penyesuaian diri. Untuk membantu anak-anak panti
agar dapat melakukan penyesuaian diri yang baik, diperlukan penerapan disiplin.
Cara remaja dalam menerapkan disiplin itu dipersepsikan oleh remaja secara
berbeda-beda sehingga memunculkan tingkah laku yang berbeda-beda pula. Dari
cara menerapkan disiplin tersebut, remaja belajar untuk mengendalikan perilaku
mereka dalam memenuhi kebutuhan-kebutuhan dan juga untuk melakukan
penyesuaian diri yang baik di lingkungan panti.
Berdasarkan fenomena yang dipaparkan diatas, peneliti tertarik untuk
meneliti: “Hubungan antara persepsi terhadap teknik penerapan disiplin dengan
penyesuaian sosial remaja putri usia 15–22 tahun di Panti Sosial Asuhan Anak
Taman Harapan Muhammadiyah”
9
Devi Permata Surya 10050003141
1.2 Identifikasi Masalah
Individu dalam interaksi sosialnya selalu mengadakan hubungan dengan
lingkungan sekitarnya. Individu akan selalu menerima stimulus dari
lingkungannya, hanya stimulus manakah yang akan dipersepsi dan yang akan
diterjemahkan dalam bentuk perilaku tertentu oleh individu yang bersangkutan
akan ditentukan oleh berbagai faktor yaitu stimulus itu sendiri dan faktor individu
yang menerima stimulus itu.
Menurut Udai Pareek (1984:13), persepsi dapat dirumuskan sebagai suatu
proses penerimaan, pemilihan, pengorganisasian, serta pemberian arti terhadap
rangsang yang diterima. Namun proses tersebut tidak hanya sampai pada
pemberian arti saja tetapi akan mempengaruhi pada perilaku yang akan dipilihnya
sesuai dengan rangsang yang diterima dari lingkungannya.
Menurut Martin Hoffman ( 1994), disiplin berasal dari kata disciple yaitu
cara belajar mengikuti pemimpin. Teknik disiplin dibagi menjadi tiga yaitu, love-
withdrawal yaitu orang tua dalam hal ini pihak panti memberikan ekspresi dari
kemarahan, ketidaksenangan atau kekecewaan dengan cara mengabaikan anak,
kedua Power assertion yaitu orang tua menerapkan peraturan yang kaku dan keras
terhadap anak. Sedangkan pada disiplin Induction yaitu orang tua mengutamakan
komunikasi yang lebih baik antara anak dengan orang tua.
Kemampuan untuk dapat menyesuaikan diri di lingkungan sosialnya
memerlukan bantuan dari pihak lain seperti keluarga. Dalam hal ini, panti asuhan
merupakan keluarga kedua bagi anak–anak yang tinggal didalam panti asuhan.
Penyesuaian diri di lingkungan sosial dapat dikatakan sebagai penyesuaian sosial.
10
Devi Permata Surya 10050003141
Menurut Schneiders (1964), penyesuaian sosial merupakan bagian dari
penyesuaian diri yang dilakukan oleh individu dalam berinteraksi dengan
lingkungan sosialnya. Seseorang dikatakan memiliki penyesuaian diri yang baik,
bila ia dapat bereaksi secara efisien, matang, memuaskan dan bermanfaat dengan
tidak mengabaikan situasi yang dihadapinya. Artinya individu dapat mengatasi
tuntutan-tuntutan dari lingkungan sosialnya atau masyarakatnya sehingga akan
mencapai suatu keselarasan.
Kemudian dikaitkan dengan persepsi terhadap ketiga teknik penerapan
disiplin pada panti asuhan, maka karena adanya pemaknaan anak remaja putri
terhadap penangkapan stimulus yang berbeda–beda itulah yang menyebabkan
perbedaan pandangan dan pendapat pada masing-masing remaja. Perbedaan
pandangan tersebut yang akhiranya memberikan perbedaan dalam menyikapi
teknik penerapan disiplin yang diterapkan oleh ibu pengurus panti. Ada yang
menanggapinya secara positif dan ada yang menanggapinya secara negatif. Ini
terjadi karena proses pemaknaan dan pemahaman, kondisi biologis seperti
intelegensi, serta kebutuhan dan pengalaman yang dimiliki anak dalam memahami
sesuatu juga berbeda-beda. Hal ini yang kemudian dapat menyebabkan timbulnya
perilaku maladjusted pada remaja putri di lingkungan panti asuhan padahal objek
yang dipersepsi merupakan objek yang sama dalam hal ini yaitu peraturan panti.
Berdasarkan latar belakang penelitian, maka dapat diidentifikasi
permasalahan sebagai berikut: “Sejauh mana hubungan antara persepsi terhadap
teknik penerapan disiplin Power Assertion, Love withdrawal dan Induction
11
Devi Permata Surya 10050003141
dengan penyesuaian sosial remaja putri usia 15-18 tahun di Panti Sosial Asuhan
Anak Taman Harapan Muhammadiyah di Bandung?”.
1.3 Tujuan Penelitian
1. Ingin mengetahui sejauh mana hubungan antara persepsi terhadap teknik
penerapan disiplin Power Assertion dengan penyesuaian sosial remaja
putri usia 15-18 tahun yang tinggal di Panti Sosial Asuhan Anak Taman
Harapan Muhammadiyah di Bandung.
2. Ingin mengetahui sejauh mana hubungan antara persepsi terhadap teknik
penerapan disiplin Love Withdrawal dengan penyesuaian sosial remaja
putri usia 15-18 tahun yang tinggal di Panti Sosial Asuhan Anak Taman
Harapan Muhammadiyah di Bandung.
3. Ingin mengetahui sejauh mana hubungan antara persepsi terhadap teknik
penerapan disiplin Induction dengan penyesuaian sosial remaja putri usia
15-18 tahun yang tinggal di Panti Sosial Asuhan Anak Taman Harapan
Muhammadiyah di Bandung.
12
Devi Permata Surya 10050003141
1.4 Kegunaan Penelitian
1.4.1 Kegunaan Teoretis
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan tambahan informasi
bagi penelitian selanjutnya terutama bagi mereka yang tertarik untuk meneliti
mengenai hubungan persepsi terhadap teknik penerapan disiplin dengan
penyesuaian sosial.
1.4.2 Kegunaan Praktis
Kegunaan dari hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan
kepada bapak dan ibu pengasuh agar lebih memberikan perhatian khusus dalam
memahami dan membantu masalah–masalah yang sering dihadapi khususnya
pada remaja putri usia 15-18 tahun terutama yang berhubungan dengan persepsi
terhadap teknik penerapan disiplin dengan penyesuaian sosial di Panti Sosial
Asuhan Anak Taman Harapan Muhammadiyah di Bandung.
13
Devi Permata Surya 10050003141� �
BAB II
TINJAUAN TEORITIS
2.1 Persepsi
2.1.1 Pengertian Persepsi
1. Udai Pareek (1984:13), persepsi adalah suatu proses penerimaan,
pemilihan, pengorganisasian, serta pemberian arti terhadap rangsang yang
diterima melalui proses sensori. Namun proses tersebut tidak hanya
sampai pada pemberian arti saja tetapi akan mempengaruhi pada perilaku
yang akan dipilihnya sesuai dengan rangsang yang diterima dari
lingkungannya.
2. Richard C. Atkinson (1986;22), persepsi adalah proses mengorganisasikan
dan menafsirkan pola stimulus ke dalam lingkungan.
3. Morgan (1986:107), perception refers to the way the worlds looks,
sounds, feels, tastes, or smells, in other words, perception can be defined
as whatever is experienced by a person.
2.1.2 Proses Persepsi
Menurut Udai Pareek (1984:10), dalam proses persepsi terdapat tiga
proses yang dapat mendukung terjadinya proses persepsi, yaitu:
14
Devi Permata Surya 10050003141
1. Penerimaan rangsang
Pada proses ini, individu menerima rangsangan dari berbagai sumber.
Individu akan memperhatikan atau lebih senang pada sumber yang lebih dekat
dengannya atau membuatnya menjadi tertarik.
2. Proses menyeleksi rangsang
Setelah rangsangan diterima kemudian diseleksi untuk akhirnya diproses
lebih lanjut. Ada dua faktor yang menentukan seleksi rangsangan, yaitu:
a. Faktor ekstern, intensitas, ukuran, kontras, gerakan, ulangan, keakraban dan
sesuatu yang baru.
1. Keakraban, hal-hal yang akrab atau dikenal lebih menarik perhatian
2. Sesuatu yang baru, faktor ini tampak bertentangan dengan faktor
keakraban, namun hal-hal yang baru juga menarik perhatian. Ketika
orang sudah biasa dengan kerangka yang sudah dikenal, sesuatu yang
baru akan menarik perhatian.
b. Faktor intern, dalam menyeleksi berbagai gejala dari persepsi, faktor-faktor
intern sama pentingnya seperti faktor ekstern. Faktor-faktor tersebut berkaitan
dengan diri sendiri. Faktor intern ini memegang peranan penting dalam
penelitian ini sebagai proses persepsi remaja terhadap teknik penerapan
disiplin yang diterapkan.
Faktor-faktor intern tersebut yaitu:
1. Kebutuhan psikologis, kebutuhan-kebutuhan psikologis seseorang
mempengaruhi persepsinya. Kadang-kadang ada hal-hal yang
15
Devi Permata Surya 10050003141
“tampak” (yang sebenarnya tidak ada) karena kebutuhan
psikologisnya.
2. Pengalaman, yang serupa dengan latar belakang adalah pengalaman.
Pengalaman dapat mempersiapkan seseorang untuk mencari orang-
orang, hal-hal dan gejala-gejala yang mungkin serupa dengan
pengalaman pribadinya.
3. Latar belakang, orang-orang dengan latar belakang yang berbeda akan
mencari orang-orang dengan latar belakang yang sama dengan mereka.
Mereka mengikuti dimensi-dimensi tertentu yang serupa dengan
mereka.
4. Sikap dan kepercayaan umum, umumnya hal-hal yang memperkuat
kepercayaan dan sikap individual akan menarik perhatian.
5. Kepribadian, faktor ini juga mempengaruhi persepsi. Seseorang yang
introvert kemungkinan akan tertarik kepada orang-orang yang serupa
dengannya atau yang sama sekali berbeda. Hal ini mempengaruhi
seleksi dalam proses persepsi.
6. Penerimaan diri, faktor ini penting karena menurut beberapa telaahan
bahwa mereka yang lebih ikhlas menerima kenyataan diri akan lebih
tepat menyerap sesuatu dari mereka yang kurang dalam menerima
realitas pribadinya.
16
Devi Permata Surya 10050003141
3. Proses pengorganisasian
Rangsang yang telah diseleksi tersebut kemudian melalui proses
pengorganisasian sehingga menjadi suatu bentuk. Berikut adalah faktor-faktor
yang digunakan untuk mengelompokkan rangsangan itu:
1. Kesamaan, rangsangan-rangasangan yang memiliki kemiripan akan
dijadikan satu kelompok
2. Dekatnya, hal-hal yang lebih dekat satu dengan yang lainnya
umumnya menjadi pusat perhatian dan akan dikelompokkan menjadi
satu
3. Tudung, ada satu kecenderungan untuk melengkapi hal-hal yang
dianggap belum lengkap.
Proses pengorganisasian ini tidak dapat digunakan dalam penelitian
ini, karena telaah ini hanya dilakukan untuk persepsi terhadap benda
atau bentuk.
4. Proses penafsiran
Setelah rangsangan atau data diterima atau diatur, maka rangsang tersebut
ditafsirkan dengan berbagai cara. Setelah data tersebut ditafsirkan maka dapat
dikatakan disini sudah terjadi persepsi, karena persepsi sendiri yaitu pemberian
makna terhadap suatu informasi yang diterima. Dari sinilah timbul perbedaan
persepsi dari setiap anak remaja. Berikut adalah faktor-faktor yang membedakan
proses penafsiran:
1. Perangkat persepsi, perangkat persepsi diartikan sebagai kepercayaan-
kepercayaan yang diyakini sebelumnya tentang persepsi yang
17
Devi Permata Surya 10050003141
mempengaruhi persepsi pada masing-masing orang yang menerima
rangsang. Perangkat persepsi ini akan membentuk suatu sikap dan
pendapat seseorang yang kemudian dapat mempengaruhi persepsinya.
2. Membuat stereotipe, jika orang-orang membentuk pendapat tentang
segolongan objek atau orang-orang tertentu dan bertindak sesuai
dengan pendapat itu, hal ini dinamakan stereotipe. “Stereotipe “
digunakan untuk menunjukkan suatu pendapat yang baik atau buruk
pada umumnya yang dipunyai oleh seseorang tentang sekelompok
tertentu. Membuat stereotipe memang perlu untuk menghemat
persepsi. Namun stereotipe adalah prasangka tentang sekelompok
orang yang mempengaruhi persepsi dan penafsiran data yang telah
diterimanya.
3. Efek halo, ialah membentuk suatu pendapat atau sikap terhadap satu
orang atau objek. Apabila seseorang mempunyai sikap baik terhadap
seseorang, maka persepsinya terhadap orang tersebut akan sama dalam
situasi-situasi lain karena dipengaruhi oleh sikap ini. Efek halo
merupakan perasaan subjektif terhadap seseorang pada orang lain yang
dianggapnya memiliki sikap yang baik.
4. Pembelaan persepsi, suatu mekanisme pembelaan sehubungan dengan
persepsi ialah proyeksi. Bila seseorang melihat orang lain menurut
sifat-sifat yang ada pada dirinya dinamakan proyeksi.
5. Faktor-faktor konteks, maksudnya yaitu cakupan yang mempengaruhi
seseorang dalam mempersepsi sesuatu. faktor-faktor ini mencakup:
18
Devi Permata Surya 10050003141
a. Konteks antar pribadi
Hubungan yang terdapat antara penerima rangsang dan orang lain
dalam keadaan tertentu dapat mempengaruhi penafsiran atau petunjuk-
petunjuk yang diterima. Berbagai telaah menunjukkan bahwa bika
hubungan antar pribadi cukup menyenangkan, orang melihat orang lain
serupa dengan diri mereka sendiri. Jika hubungan antar pribadi tidak
menyenangkan, orang cenderung melihat orang lain agak berbeda.
b. Latar belakang orang yang lainnya
Orang-orang yang dikenal dengan orang-orang yang tidak dikenal
mempunyai pengaruh yang berlainan terhadap persepsi seseorang. Ini
dapat dilihat dari berbagai faktor misalnya salah satunya yaitu faktor
keakraban atau kedekatan dengan seseorang.
c. Konteks keorganisasian
Suasana organisasi atau bagian tempat seseorang bekerja mempunyai
arti besar bagi persepsi orang-orang didalam organisasi atau bagian
terhadap gejala. Bila suasananya lebih menyenangkan, proses persepsi
mungkin akan lebih baik.
Dalam proses penafsiran, bila dikaitkan dengan penelitian ini, misalnya
remaja mempersepsikan teknik penerapan disiplin yang diterapkan oleh orang tua
asuh secara Love Withdrawal, sesuai teori ini maka remaja cenderung menafsirkan
perilaku orang lain dengan cara yang sama. Akibat efek halo, remaja cenderung
menafsirkan informasi atau stimulus yang diterima berupa disiplin yang
diterapkan sesuai dengan kesan yang sudah mereka punyai.
19
Devi Permata Surya 10050003141
5. Proses pengecekan
Setelah informasi ditafsir, remaja melakukan pengecekan apakah
informasi tersebut benar atau salah. Penafsiran ini dapat dilakukan dari waktu ke
waktu untuk menegaskan apakah penafsiran atau persepsi sesuai dengan hasil
proses selanjutnya. Dalam hal ini untuk mengecek persepsi, umpan balik dari
orang lain sangat mempengaruhi informasi yang diterima benar atau salah.
Misalnya, seorang remaja telah menyimpan kesan terhadap disiplin yang
diterapkan orang tua asuh kepadanya, dalam beberapa kesempatan dapat
mencocokkan kesannya dengan anak-anak lain dan berusaha mengetahui apakah
persepsinya didukung oleh persepsi anak-anak lain yang berada dipanti asuhan.
6. Proses reaksi
Lingkungan persepsi belum sempurna jika dari proses-proses tersebut
tidak ada proses reaksi. Proses reaksi menghasilkan respon berupa tingkah laku
yang merupakan hasil dari proses mempersepsi rangsang. Tingkah laku ini bisa
tersembunyi, bisa terbuka. Tindakan tersembunyi berupa pembentukan pendapat
atau sikap, sedang bentuk tindakan yang terbuka berupa tindakan nyata
sehubungan dengan persepsi itu.
Dalam mengamati suatu objek, setiap individu memiliki penafsiran yang
berbeda-beda meskipun objeknya sama. Hal ini dapat terjadi karena ada
perbedaan baik secara psikologis maupun budaya. Hal-hal yang dapat
menyebabkan terjadinya perbedaan persepsi yaitu:
a. Perhatian, perhatian yang berbeda antara satu individu dengan
individu yang lain dapat menyebabkan perbedaan persepsi.
20
Devi Permata Surya 10050003141
b. Kebutuhan, setiap orang mempunyai kebutuhan yang harus dipenuhi
baik itu kebutuhan sementara atau menetap. Kebutuhan yang berbeda-
beda ini juga menyebabkan perbedaan persepsi pada masing-masing
orang.
c. Kesediaan, harapan seseorang terhadap suatu stimulus yang akan
muncul, akan memberikan reaksi terhadap stimulus yang diterima
secara lebih efisien.
d. Sistem nilai, dapat dicontohkan misalnya remaja panti yang penakut
akan mempersepsi ibu pengasuhnya sebagai orang yang menakutkan,
namun bagi remaja yang memiliki kepercayaan diri yang baik akan
menganggap ibu pengasuhnya sebagai orang yang dapat dijadikan
pelindung untuk dirinya.
Dalam mempersepsi suatu stimulus terdapat tiga aspek penting yang berpengaruh,
yaitu:
1. Hal yang dipersepsikan
Pada proses penafsiran dipengaruhi oleh status dari objek atau orang yang
dipersepsi. Persepsi ini juga dapat menimbulkan dampak pada
keputusanyang dibuat tentang tingkah laku orang yang dipersepsi tersebut.
2. Situasi saat mempersepsi
Bagaimana situasi lingkungan sangat mempengaruhi dalam
mempersepsikan stimulus.
21
Devi Permata Surya 10050003141
3. Orang yang mempersepsikan
Persepsi tidak hanya merupakan reaksi yang sederhana terhadap suatu
kejadian atau orang, tetapi dipengaruhi pula oleh kondisi dalam diri
individu itu sendiri sesuai kebutuhan.
2.2 Teknik penerapan disiplin
Menurut Martin Hoffman, disiplin berasal dari kata disciple yaitu cara
belajar mengikuti pemimpin. Ia membagi penerapan teknik disiplin menjadi:
teknik disiplin Love Withdrawal, teknik disiplin Power Assertion, teknik disiplin
Induction.
1. Teknik disiplin Love-withdrawal
Teknik disiplin Love-withdrawal yaitu teknik disiplin yang tidak
membimbing anak ke pola perilaku yang disetujui secara sosial dan tidak secara
hukum, orang tua tidak lagi memberikan perhatian atau kasih sayang pada anak.
Dalam hal ini anak sering tidak diberi batas–batas yang mengatur apa saja yang
dilakukannya, individu diijinkan untuk mengambil keputusan sendiri dan berbuat
sekehendak diri. Orang tua mengekspresikan ketidaksenangannya secara non fisik
seperti mengabaikan anak, tidak memberikan perhatian dan kasih sayang, tidak
memperdulikan anak, tidak ada hukuman dan penghargaan, dan tidak mau berbicara
dengan anak terlebih lagi apabila anak melakukan suatu kesalahan dan belajar
untuk melihat akibat dari perbuatan mereka terhadap orang lain. Oleh sebab itu
tidak ada feedback correction dari orang tua untuk anak. Teknik disiplin ini dapat
menghambat jalinan komunikasi antara anak dan orang tua, dapat pula
22
Devi Permata Surya 10050003141
menimbulkan kecemasan pada anak, terutama kecemasan kehilangan perhatian
dan kasih sayang dari orang tua, anak menjadi bingung karena tidak dapat belajar
untuk membedakan mana yang baik dan yang buruk dan merasa insecure,
pengalaman menjadi terbatas, dan ketidakmatangan mental menghambat mereka
menjadi takut, cemas dan agresif. Mereka juga memiliki sikap permusuhan karena
mereka merasa orang tua hanya sedikit memperhatikan dan membimbing mereka
untuk menghindari kesalahan. Anak juga tidak memiliki kesempatan untuk
menyatakan pendapat sehingga tidak adanya kesempatan untuk beralih peran.
Anak panti yang mempersepsikan teknik disiplin Love-withdrawal dapat
menjadi kebingungan dan merasa menjadi tidak aman dengan lingkungan tempat
ia berada atau berinteraksi. Pengalaman mereka menjadi terbatas dan
ketidakmatangan mental karena tidak dilatih oleh pengasuh untuk mengambil
keputusan–keputusan dalam hidup anak nantinya. Mereka cenderung bersikap
pasif, tidak mengetahui apa yang boleh dan apa yang tidak boleh dilakukan. Ini
dapat mengakibatkan anak berperilaku, ketakutan dan kecemasan akan
ditinggalkan. Teknik disiplin ini dapat memberikan dampak perilaku pendiam,
menyendiri, menarik diri dari lingkungan sosial, merasa diri inferior dan tidak
memiliki inisiatif sehingga menjadi pasif.
2. Teknik disiplin Power Assertion
Teknik disiplin Power Assertion yaitu orang tua membuat peraturan yang
ketat untuk anak, perintah yang diberikan tidak dapat dibantah, dengan kata lain
tingkah laku dibatasi oleh kekuasaan yang dimiliki oleh orang tua, unjuk kuasa
atau otoriter. Teknik ini terdiri dari hukuman yang cukup berat apabila terjadi
23
Devi Permata Surya 10050003141
kegagalan dalam memenuhi standar dan sedikit pujian yang diharapkan apabila
anak dapat memenuhi standar yang diinginkan. Dari teknik disiplin ini, anak akan
merasa bahwa dunia ini penuh permusuhan dan berperilaku sesuai dengan
perasaan itu. Terlalu banyak melawan disiplin yang keras di kemudian hari dapat
menjurus ke kenakalan remaja. Orang tua yang memberlakukan hukuman yang
keras akan menimbulkan rasa takut dan cemas akan hukuman sehingga anak
berusaha mematuhi segala perintah orang tua sebagai upaya untuk menyelamatkan
diri. Orang tua menunjukkan unjuk kuasa atau otoriter terhadap anak sehingga
anak harus mengikuti keinginan orang tua. Orang tua menunjukkan kekuasaannya
yang mutlak atas suatu hal yang diinginkan. Disini orang tua menjadi model yang
buruk bagi anak dalam hal self control. Anak akan meniru model tingkah laku
ketika anak menghadapi situasi yang membuatnya tertekan.
Remaja panti yang mempersepsikan bahwa ia dididik secara dominan
dengan teknik disiplin Power Assertion, jika sering mengalami hukuman fisik
maka ia berusaha untuk menghindari hukuman dan mematuhi peraturan sebagai
upaya untuk menyelamatkan diri. Hal tersebut menimbulkan kecemasan, kecewa,
dan rasa takut pada anak. Karena adanya peraturan yang kaku dan keras juga
membuat anak merasa bahwa dunia penuh permusuhan dan berperilaku sesuai
dengan perasaan itu, yaitu anak sering memendam permusuhan mendalam,
menimbulkan rasa marah serta agresi yang membuatnya tidak bahagia dan curiga
terhadap siapa saja yang berhubungan dengannya, terutama terhadap figur yang
berkuasa dan berwenang. Oleh sebab itulah anak menjadi disibukkan oleh
perasaannnya dan ketidakmampuan dalam merasakan empati terhadap orang lain.
24
Devi Permata Surya 10050003141
Anak dapat menjadi tidak terkontrol perilakunya sehingga bisa menyebabkan
perilaku agresif dan kenakalan remaja, tidak patuh, ketidakmatangan moral dan
menjadi penentang.
3. Teknik disiplin Induction
Teknik disiplin Induction ialah peraturan yang diberikan oleh orang tua
dijelaskan secara komunikatif dengan menjelaskan mana perilaku yang baik dan
mana perilaku yang buruk. Hukuman diberikan dengan disertai penjelasan begitu
pula saat memberikan hadiah untuk perilaku yang dibenarkan. Hukuman yang
diberikan tidak pernah keras dan biasanya tidak berbentuk hukuman badan.
Hukuman digunakan jika anak secara sadar menolak sesuatu tentang apa yang
diharapkan orang tua kepada individu. Bila perilaku anak sesuai dengan yang
diharapkan, anak diberikan pujian atau persetujuan (reward) yang lain. Teknik ini
dapat memunculkan kemandirian dalam berfikir dan bertingkah laku, inisiatif
dalam bertindak dan membentuk konsep diri yang sehat, positif dan penuh rasa
percaya diri yang direfleksikan dalam perilaku yang aktif, terbuka dan spontan
pada diri anak. Penggunaan induksi akan membuat perhatian remaja terfokus pada
konsekuensi tingkah lakunya pada orang lain, bukan pada apa yang akan terjadi
pada dirinya dalam waktu dekat.
Remaja panti yang menghayati teknik disiplin Induction dapat
menumbuhkan perilaku yang positif, independen, mandiri dalam berpikir dan
berperilaku dan inisiatif dalam bertindak, ada kesempatan alih peran dan tanggung
jawab, mampu mengontrol atau mengendalikan diri dan matang secara moral.
Mereka dapat mengendalikan diri dalam lingkungan tempat ia berada sehingga
25
Devi Permata Surya 10050003141
memiliki penyesuaian sosial yang baik. Ini terjadi karena remaja merasa bahwa
pengasuh memperlakukan dirinya sebagai individu, menerima dan menghargai
hak–haknya serta memenuhi kebutuhan–kebutuhannya yang dapat membuat
mereka berfikir mandiri, berperilaku terbuka, spontan, simpati dan percaya diri.
Karena pengasuh membimbing dan memperhatikan mereka, maka mereka dapat
merasakan kepuasan sebab mereka mengetahui bahwa mereka diperbolehkan
untuk mengendalikan perilaku sendiri sehingga ini dapat mengajarkan
konsekuensi tingkah laku terhadap dirinya juga pada orang lain yang dapat
mengakibatkan timbulnya perasaan empati dan peduli terhadap orang lain. Anak
menjadi terbuka dengan lingkungan baru, berani mengemukakkan pendapat.
Teknik disiplin ini baik untuk mengembangkan moral remaja. Dalam penelitian
ini yaitu dalam penyesuaian diri di lingkungan keluarga yaitu panti asuhan.
2.3 Penyesuaian diri
2.3.1 Pengertian penyesuaian diri
Penyesuaian diri berkaitan dengan reaksi individu terhadap tuntutan dari
lingkungan maupun dalam dirinya. Lazarus (1970: 17) mengemukakkan bahwa
konsep penyesuaian diri diambil dari konsep biologi tentang adaptasi, hanya pada
penyesuaian diri ditekankan pada perjuangan individu untuk hidup berdampingan
dengan lingkungan fisik dan sosialnya. Dalam psikologi dikenal dengan kata
adjustment (penyesuaian diri). Schneiders (1964:51) dalam uraiannya tentang
penyesuaian diri mendefinisikan adjustment sebagai berikut:
26
Devi Permata Surya 10050003141
“adjustment as a process, involving both mental and behavioral
responses, by which an individual strives to cope successfully with inner
needs, tensions, frustration, and conflicts and to effect a degree of
harmony between these inner demans and those imposed on him by the
objective world in which he lives”
Dari paparan diatas dapat didefinisikan bahwa penyesuaian diri merupakan
suatu proses yang mencakup respon mental dan tingkah laku yang mana individu
berusaha keras agar berhasil mengatasi atau menguasai kebutuhan dalam diri,
ketegangan, frustasi, konflik. Tujuannya adalah untuk mendapatkan keharmonisan
dan keselarasan antara tuntutan lingkungan dimana dia tinggal dengan tuntutan di
dalam dirinya.
Penyesuaian yang baik menurut Schneiders (1964: 51) dicirikan oleh
kemampuan dari diri individu untuk memberikan respon yang efisien, matang,
memuaskan, dan bermanfaat. Pengertian efisien maksudnya bahwa apa yang
dilakukannya dapat memberikan hasil yang sesuai dengan yang diinginkan tanpa
banyak mengeluarkan energi, tidak buang waktu, sedikit melakukan kesalahan.
Matang artinya individu dapat menilai situasi secara kritis terlebih dahulu sebelum
bereaksi. Memuaskan yaitu apa yang telah diusahakan dan dilakukan oleh
individu tersebut dapat menimbulkan perasaan puas pada diri dan membawa
dampak yang baik pada diri untuk tindakan selanjutnya. Bermanfaat ialah bahwa
apa yang dilakukannya ditujukan untuk kemanusiaan, lingkungan sosial dan
dalam hubungan dengan Tuhan.
27
Devi Permata Surya 10050003141
Schneiders (1964: 74) mengemukakkan kriteria spesifik dari penyesuaian
diri (adjustment) yang baik:
a. Pengetahuan dan kesadaran terhadap diri sendiri
b. Objektifitas diri dan penerimaan diri
c. Pengendalian diri dan perkembangan diri
d. Keutuhan pribadi
e. Tujuan dan arah yang jelas
c. Perspektif, skala nilai dan falsafah hidup yang memadai
d. Adanya rasa humor
e. Rasa tanggung jawab
f. Kematangan respon
g. Perkembangan kebiasaan yang baik
h. Adabtabilitas
i. Bebas dari respon-respon yang simptomatis
j. Kecakapan bekerjasama dan menaruh minat kepada orang lain
k. Memiliki minat yang besar dalam bekerja dan bermain
l. Kepuasan dalam bekerja dan bermain
m. Orientasi pada kenyataan.
28
Devi Permata Surya 10050003141
2.3.2 Bentuk-bentuk Penyesuaian Diri
Schneiders mengemukakkan penyesuaian diri terdiri dari beberapa bentuk,
yaitu:
1. Penyesuaian diri secara personal (Personal Adjustment)
2. Penyesuaian diri pada pekerjaan (Vocational Adjustment)
3. Penyesuaian diri pada kehidupan perkawinan (Marital Adjustment)
4. Penyesuaian diri di lingkungan sosial/penyesuaian sosial (Social Adjustment)
Sesuai dengan penelitian ini, yang akan dibahas lebih lanjut adalah mengenai
penyesuaian diri di lingkungan sosial atau penyesuaian sosial (Social
Adjustment).
2.3.3 Penyesuaian Sosial
Penyesuaian sosial yaitu kapasitas untuk bereaksi secara efektif terhadap
kenyataan yang ada di lingkungannya, sehingga seseorang mampu untuk
memenuhi tuntutan sosial dengan cara yang dapat diterima dan memuaskan bagi
dirinya maupun lingkungannya. Jika individu ingin mencapai kematangan dalam
penyesuaian sosial, maka individu tersebut harus mampu untuk menciptakan suatu
relasi yang sehat, seperti sikap menghargai orang lain, mengembangkan
persahabatan, berperan aktif dalam kegiatan sosial dan menghargai nilai-nilai
yang berlaku.
Penyesuaian diri di lingkungan sosial atau penyesuaian sosial menurut
Schneiders (1964) dibagi menjadi tiga, yaitu: penyesuaian diri di lingkungan
rumah dan keluarga, penyesuaian diri di lingkungan sekolah dan penyesuaian diri
29
Devi Permata Surya 10050003141
di lingkungan masyarakat. Pada penelitian ini, yang terkait adalah mengenai
penyesuaian sosial remaja di lingkungan rumah dan keluarga dalam hal ini adalah
lingkungan panti asuhan dan hubungan sesama warga panti sebagai suatu
keluarga.
Penyesuaian diri di lingkungan rumah dan keluarga meliputi:
1. Mau menerima otoritas orang tua
Menerima otoritas orang tua mengandung pengertian memahami serta
mematuhi disiplin atau peraturan yang diberlakukan di lingkungan rumah atau
keluarga. Apabila anak menyadari dan mau menerima otoritas orang tua maka ia
akan dapat menyesuaikan diri dengan baik, sedangkan dalam beberapa penelitian
dapat dilihat bahwa kenakalan remaja biasanya timbul karena tidak mampu
menerima disiplin dan aturan keluarga. Anak-anak yang benci pada semua disiplin
orang tua dan peraturan atau menerima dengan enggan hanya karena ia tidak
dapat mengerjakan mengenai sesuatu hal, ini adalah indikasi dari maladjustment.
2. Membantu keluarga dalam mencapai tujuan keluarga dan anggota keluarga
Membantu keluarga dalam mencapai tujuan keluarga dan anggota keluarga
mengandung pengertian mendukung dan melaksanakan segala bentuk peraturan
atau penerapan disiplin serta tanggung jawab yang diberikan orang tua dalam
mencapai tujuan keluarga dan anggota keluarga. Sebagai anggota keluarga,
seorang anak harus membantu anggota keluarganya untuk mencapai tujuan
keluarga. Banyak orang tua yang menunjukkan kurangnya minat dalam aktivitas-
aktivitas anak-anaknya, prestasi-prestasi sekolah, hobi-hobi dan aspirasi
pendidikan yang merupakan bentuk penyesuaian yang kurang baik pada tuntutan-
30
Devi Permata Surya 10050003141
tuntutan kehidupan keluarga. Secara umum, anggota keluarga memerlukan
perkembangan minat bersama, bekerja sama, dan kelangsungan kesenangan dalam
aktivitas dan tujuan keluarga.
3. Anak dapat mandiri dalam lingkungannya
Mandiri mengandung pengertian anak tidak mudah bergantung pada orang
lain. Mandiri atau tidak mandiri nantinya sangat berpengaruh pada masa remaja
dan dewasa. Orang tua harus secara bertahap melepas anaknya secara emosional,
intelektual, ketergantungan anak pada orang tua nantinya dapat menyebabkan
terjadinya penyesuaian diri yang buruk.
4. Relasi yang baik di antara anggota-anggota keluarga
Relasi yang baik di antara anggota-anggota keluarga mengandung
pengertian interaksi yang baik seperti saling tolong-menolong, saling mengasihi
antar anggota keluarga, komunikasi yang baik, perilaku yang dapat dipertanggung
jawabkan yang ditumbuhkan, dibina atau ditanamkan anggota-anggota keluarga
yaitu ayah, ibu dan anak. Perasaan yang buruk antara orang tua dan anak atau
antara anak kandung, seperti kebencian atas disiplin orang tua, penolakan, adanya
anak favorit, permusuhan dan cemburu akan mengakibatkan kesulitan bagi anak
untuk dapat menyesuaikan diri dengan baik di lingkungan keluarga. Anak-anak
yang tidak menyukai salah satu orang tuanya atau sangat cemburu atas kasih
sayang yang diberikan kepada anak lain juga merupakan tanda bagi anak yang
mengalami kesulitan dalam relasi dengan anggota keluarga.
31
Devi Permata Surya 10050003141
5. Kemampuan menerima tanggung jawab dan menerima batasan-batasan
tingkah laku
Kemampuan menerima tanggung jawab dan menerima batasan-batasan
tingkah laku mengandung pengertian kapasitas individu sebagai anggota keluarga
dalam melaksanakan, menjalankan tanggung jawab yang dibebankan atau
dipercayakan kepadanya serta mematuhi dan memahami batasan-batasan tingkah
laku yang berupa penerapan disiplin di lingkungan rumah. Kemampuan menerima
otoritas dan disiplin orang tua menunjukkan tingkat kematangan seseorang yang
kemudian dikaitkan dengan kemampuan orang tersebut menerima tanggung jawab
keluarga serta menerima semua batasan-batasan tingkah laku. Anggota keluarga
yang marah atau melalaikan tanggung jawab yang penting atau yang tidak
berhenti terus-menerus mencoba untuk menghindari batasan-batasan yang
diberikan oleh orang tua kepada individu, ini merupakan penyesuaian yang kurang
baik di lingkungan rumah.
Penyesuaian diri di lingkungan sosial (penyesuaian sosial) yang baik tidak
terjadi dengan sendirinya, tetapi dipengaruhi oleh faktor-faktor tertentu. Berikut
ini akan dijelaskan lima faktor yang mempengaruhi penyesuaian diri terhadap
lingkungan sosial.
2.3.4 Faktor-faktor yang mempengaruhi Penyesuaian diri
Kemampuan penyesuaian diri individu baik atau buruk menurut
Scheneiders (1964: 122) dipengaruhi oleh beberapa faktor:
32
Devi Permata Surya 10050003141
a) Kondisi jasmaniah, meliputi:
� Pengaruh pembawaan dan struktur jasmaniah
� Kesehatan dan penyakit jasmaniah
� Sistem syaraf, kelenjar otot dan lain sebagainya.
b) Perkembangan dan kematangan
c) Penentu psikologis, meliputi:
� Pengalaman
� Belajar
� Pendidikan
� Determinasi diri
� Suasana psikologis
d) Kebudayaan dan agama
Proses penyesuaian diri anak di mulai dalam lingkungan keluarga, sekolah
dan kemudian masyarakat secara bertahap dipengaruhi oleh faktor-faktor
kebudayaan. Lingkungan kebudayaan dimana individu berada dan berinteraksi
akan menentukan pola-pola penyesuaian dirinya. Selain faktor kebudayaan,
agama juga memberikan suasana psikologis tertentu dalam mengurangi konflik,
frustasi dan ketegangan lainnya serta kemudian memberikan suasana damai dan
tenang.
Menurut Schneiders (Surya : 1985: 23) faktor lingkungan yang paling
berpengaruh terhadap penyesuaian diri individu adalah lingkungan keluarga.
Lingkungan keluarga merupakan lingkungan awal yang dijumpai individu
sebelum memasuki lingkungan yang lebih luas. Hal ini seperti juga dikemukakkan
33
Devi Permata Surya 10050003141
oleh Hurlock (1993: 288) bahwa bila pola perilaku sosial yang buruk
dikembangkan di rumah, anak akan menemui kesulitan untuk melakukan
penyesuaian sosial yang baik di luar rumah, meskipun ia diberi motivasi kuat
untuk melakukannya.
e) Faktor lingkungan,meliputi:
a. Pengaruh rumah dan keluarga
Faktor ini sangat penting, karena keluarga dalam hal ini panti asuhan itu
sendiri merupakan rumah bagi warga panti yang merupakan satuan kelompok
sosial terkecil. Interaksi sosial yang pertama bagi warga panti diawali dalam
rumah dan keluarga panti yang kemudian dikembangakan ke dalam masyarakat.
Bila di dalam panti kurang memberikan model perilaku untuk ditiru oleh anak,
maka anak akan mengalami kesulitan melakukan penyesuaian sosial di luar
lingkungan panti.
b. Hubungan saudara
Saudara yang dimaksud adalah sesama warga panti. Hubungan warga
panti yang merupakan suatu “keluarga besar” sangat menentukan kemampuan
penyesuaian sosial remaja di lingkungan panti. Suasana hubungan saudara yang
penuh persahabatan, saling menghormati, saling menghargai dan penuh kasih
sayang mempunyai kemungkinan yang lebih besar untuk tercapainya penyesuaian
sosial yang tinggi di lingkungan panti. Sebaliknya jika suasana permusuhan,
perselisihan, iri hati, kebencian dan tidak adanya saling hormat-menghormati
antar sesama warga panti akan menimbulkan kesulitan dan kegagalan penyesuaian
sosial remaja di lingkungan panti
34
Devi Permata Surya 10050003141
c. Hubungan orang tua dan anak
Hubungan orang tua asuh dan anak-anak panti sangat mempengaruhi
penyesuaian sosial di lingkungan panti. Bila relasi orang tua asuh dan anak asuh
tidak menyenangkan, maka akan menimbulkan pengalaman sosial awal yang tidak
menyenangkan sehingga anak akan mengalami hambatan dalam penyesuaian
sosial di lingkungan panti. Hubungan orang tua dan anak juga sangat ditentukan
oleh bagaimana teknik penerapan disiplin. Teknik penerapan disiplin yang
diterapkan oleh orang tua asuh pada anak-anak dipanti bertujuan untuk
membentuk perilaku sedemikian rupa sehingga anak-anak di panti dapat
berperilaku dengan cara yang diterima oleh lingkungan sosialnya dan sebagai
hasilnya anak-anak panti dapat melakukan penyesuaian sosial yang baik.
2.4 Remaja
2.4.1 Pengertian Remaja
Remaja merupakan peralihan dari anak-anak menuju masa anak akhir yang
telah mulai merasakan puber dan memiliki keingintahuan yang tinggi. Remaja
mudah sekali terpengaruh oleh hal-hal yang baru. oleh karena itu, Peran disiplin
didalam keluarga ini adalah proses sosialisasi pertama sebelum anak terjun ke
masyarakat. Kemudian lingkungan sosial yaitu sekolah yang merupakan
lingkungan sosialisasi kedua bagi anak. Di lingkungan sekolah ini, individu
dididik untuk mematuhi peraturan yang diterapkan seperti datang ke sekolah tepat
pada waktunya, mengerjakan tugas rumah, melaksanakan piket di kelas,
menghormati guru, kepala sekolah, mampu untuk melakukan relasi sosial yang
35
Devi Permata Surya 10050003141
baik dengan teman. Oleh karena itu, peran keluarga dalam membimbing anak
sangat besar bagi kemajuan anak untuk dapat menjadi orang yang dapat
diharapkan oleh masyarakat serta kelompok sosial. Anak kemudian tumbuh
menjadi seorang remaja yang kemudian dihadapkan dengan tuntutan-tututan baru
dari masyarakat sesuai dengan tugas perkembangan mereka.
Remaja yang disebut dengan “adolescence“, berasal dari bahasa Latin
adolescere yang artinya “tumbuh atau tumbuh untuk mencapai kematangan“.
Istilah adolescence diartikan sebagai masa perkembangan transisi antara masa
anak dan masa dewasa yang mencakup perubahan biologis, kognitif dan sosio-
emosional (John W.Santrock, 2003: 26). Kematangan mental sendiri ialah urutan
perubahan teratur dari tahapan-tahapan perkembangan yang dilewati setiap
manusia. Kematangan emosional berarti mampu mengendalikan atau mengontrol
emosi dalam diri. Kematangan sosial berarti mampu menyesuaikan diri dalam
lingkungan sosialnya. Kemudian kematangan fisik mencakup proses pertumbuhan
atau perkembangan fisik seseorang dari dalam yang mencakup metabolisme
tubuh, perkembangan alat pencerna makanan dan hormon (Kamus Lengkap
Bahasa Indonesia, 2006). Kemudian pengertian remaja diatas dapat disimpulkan
bahwa secara psikologis, remaja adalah suatu usia dimana individu menjadi
terintegrasi ke dalam masyarakat dewasa, suatu usia di mana anak tidak merasa
bahwa dirinya berada di bawah tingkat orang yang lebih tua melainkan merasa
sama, atau paling tidak sejajar. Memasuki masyarakat dewasa ini mengandung
banyak aspek afektif. Remaja juga sedang mengalami perkembangan pesat dalam
aspek intelektual. Kekuatan pemikiran remaja yang sedang berkembang membuka
36
Devi Permata Surya 10050003141
cakrawala kognitif dan sosial yang baru. Pemikiran mereka semakin abstrak,
logis, dan idealis, lebih mampu menguji pemikiran diri sendiri, pemikiran orang
lain dan apa yang orang lain pikirkan tentang mereka serta cenderung
menginterpretasikan dan memantau dunia sosial ( John W. Santrock, 2003 ).
2.4.2 Batasan Usia Remaja
Menurut John W. Santrock, usia remaja dibagi menjadi sebagai berikut:
1. Masa remaja awal (early adolescence), yaitu usia 12-14 tahun atau
kira-kira sama dengan masa sekolah pertama dan mencakup
kebanyakan perubahan pubertas.
2. Masa remaja akhir (late adolescence), yaitu lebih dari umur 15-22
tahun.
Dalam penelitian ini, meneliti tentang remaja akhir yang memiliki
usia 15-22 tahun karena memiliki tugas-tugas perkembangan yang
sangat kompleks yang harus dipenuhi oleh remaja dan teori yang
dipakai adalah teori darin John W.Santrock.
Menurut Andi Mappiere (1982:27), dalam bukunya yang berjudul
Psikologi Perkembangan Remaja, membagi usia remaja yang disesuaikan
dengan keadaan di Indonesia yaitu:
1. Remaja awal yaitu antara usia 12/13 sampai 17/18 tahun
2. Remaja akhir yaitu antara usia 17/18 sampai 22 tahun.
37
Devi Permata Surya 10050003141
2.4.3 Ciri-ciri Remaja
Masa remaja mempunyai ciri-ciri tertentu yang akan membedakannya
dengan periode sebelumnya. Menurut John W. Santrock (2003 : 26) hakikat
perkembangan remaja mengikuti beberapa proses, yaitu :
1. Proses biologis (biological process)
Mencakup perubahan-perubahan dalam hakikat fisik individu. Memiliki ciri
yaitu:
1. Sebagai periode yang penting. Meskipun semua periode rentang
kehidupan sama pentingnya, namun kadar pentingnya berbeda-beda. Pada
periode remaja, baik akibat langsung maupun jangka panjang tetap
penting. Gen yang diwariskan orang tua, perkembangan otak,
Perkembangan fisik yang cepat yang mencakup pertambahan tinggi dan
berat badan, keterampilan motorik, dan perubahan hormonal pubertas yang
juga mengakibatkan perkembangan mental remaja dengan cepat, yang
kemudian dapat mempengaruhi psikologis remaja.
2. Masa remaja sebagai periode perubahan. Perubahan tubuh, minat dan
peran yang diharapkan kelompok sosial yang dapat menimbulkan masalah
baru.
2. Proses kognitif (cognitive process),
Meliputi perubahan dalam pikiran, intelegensi dan bahasa individu. Menghafal
puisi, memecahkan masalah matematika, dan membayangkan seperti apa
rasanya bila menjadi bintang film, mencerminkan peran proses kognitif dalam
38
Devi Permata Surya 10050003141
perkembangan remaja. Dalam proses ini, remaja mengalami beberapa
perkembangan, yaitu :
1. Masa remaja sebagai periode perubahan, dengan berubahnya minat dan
pola perilaku, maka nilai-nilai dirinya pun ikut berubah. Namun sebagian
besar remaja ada yang bersikap ambivalen terhadap perubahan. Mereka
menginginkan dan menuntut kebebasan, tetapi mereka sering kali takut
bertanggung jawab akan akibatnya.
2. Masa remaja sebagai periode peralihan. Pada periode peralihan, status
individu tidak jelas dan terdapat keraguan akan peran yang harus dijalani.
Pada masa ini, remaja bukan lagi seorang anak dan juga bukan seorang
dewasa, namun status yang tidak jelas ini memberikan kepadanya untuk
mencoba gaya hidup yang berbeda dan menentukan pola perilaku, nilai
serta sifat yang paling sesuai dengan dirinya.
3. Masa remaja sebagai masa yang tidak realistik. Pada masa awal remaja,
melihat dirinya dan orang lain sebagaimana ia inginkan terutama dalam
hal cita-cita yang tidak realistik. Namun dnegan bertambahnya
pengalaman pribadi dan sosial serta meningkatnya kemampuan berpikir
rasional, remaja akan memandang dirimya sendiri dan kehidupan pada
umumnya secara lebih realistik.
3. Proses sosio-emosional (socioemotional process)
Meliputi perubahan dalam hubungan individu dengan manusia lain, dalam
emosi, dalam kepribadian, dan dalam peran dari konteks social dalam
perkembangan. Membantah orang tua, meningginya emosi yang intensitasnya
39
Devi Permata Surya 10050003141
tergantung pada tingkat perubahan fisik dan psikologis yang terjadi, serangan
agresif terhadap teman sebaya, perkembangan sikap asertif, kebahagiaan
remaja dalam peristiwa tertentu, serta orientasi peran gender dalam
masyarakat merefleksikan peran proses sosial-emosional dalam perkembangan
remaja. Dalam proses ini, remaja mengalami beberapa perkembangan, yaitu :
1. Masa remaja sebagai usia bermasalah. Masalah pada masa remaja sering
menjadi masalah yang sulit diatasi oleh mereka. Hal ini disebabkan
sepanjang masa kanak-kanak, masalah sebagian besar diselesaikan oleh
orang dewasa, sehingga mereka tidak mempunyai pengalaman dalam
mengatasi masalah. Selain itu remaja merasa dirinya mandiri, sehingga
menolak bantuan dari orang dewasa.
2. Masa remaja sebagai masa mencari identitas. Pada tahun awal masa
remaja, penyesuaian dengan kelompok masih tetap penting bagi seorang
remaja. Lambat laun mereka mulai mendambakan identitas diri dan tidak
puas lagi menjadi sama dengan teman-temannya dalam segala hal.
3. Masa remaja sebagai usia yang menimbulkan ketakutan. Adanya
anggapan bahwa remaja mempunyai arti dan nilai yang negatif. Hal ini
juga mempengaruhi konsep diri dan sikap remaja terhadap dirinya sendiri.
Pandangan yang buruk mengenai remaja dari orang dewasa menjadi sulit.
Hal ini menimbulkan jarak antara orang tua dengan remaja.
4. Masa remaja sebagai ambang masa dewasa. Semakin mendekat masa
kematangan yang sah, menyebabkan remaja mulai memusatkan diri pada
40
Devi Permata Surya 10050003141
perilaku yang dihubungkan dengan status dewasa, yang sering kali
mengarah pada perubahan yang negatif.
2.4.4 Tugas-tugas Perkembangan Remaja
Tugas-tugas perkembangan remaja adalah hal yang harus dipelajari
seseorang dalam suatu periode tertentu di dalam proses hidupnya, agar hidupnya
berjalan sesuai dengan apa yang diharapkan. Tugas-tugas perkembangan
merupakan petunjuk-petunjuk yang memungkinkan seseorang mengerti dan
memahami apa yang diharapkan atau dituntut oleh masyarakat terhadap dirinya,
dalam usia tertentu. Perkembangan (development) menurut Menurut John
W.Santrock ialah pola gerakan atau perubahan yang dimulai pada waktu konsepsi
dan berlanjut sepanjang siklus hidup manusia. Carl Garrison (dalam Andi
Mappiere, 1982:101-105), tugas-tugas perkembangan remaja pada umumnya
adalah sebagai berikut:
1. Mampu menerima keadaan fisiknya. Remaja diharapkan mampu menerima
keadaan diri sebagaimana keadaan mereka sendiri, bukan khayalan dan
impian. Mereka diharapkan memelihara keadaan jasmani, wajah, kekuatan
atau kelembutan yang dimilikinya sendiri, serta memanfaatkan secara
efektif.
2. Mampu membina hubungan baik dengan teman sebaya dan antara teman
yang berlainan jenis. akibat adanya kematangan seksual yang dicapai
sejak awal masa remaja, para remaja mengadakan hubungan sosial
41
Devi Permata Surya 10050003141
terutama ditekankan pada hubungan (relasi) antara dua jenis kelamin.
Merupakan suatu kewajaran remaja saling mencari pasangan.
3. Mencapai kemandirian emosional dan memahami dan
menginternalisasikan nilai-nilai orang dewasa dan orang tua. Tugas
perkembangan penting yang dihadapkan bagi remaja adalah bebas dari
ketergantungan emosional seperti dalam masa kanak-kanak, anak sangat
bergantung emosinya pada orang tua dan pada orang dewasa lainnya.
4. Mengembangkan konsep dan keterampilan intelektual yang sangat
diperlukan untuk melakukan peran sebagai anggota masyarakat.
Memperoleh kesanggupan berdiri sendiri dalam hal yang bersangkutan
dengan masalah ekonomi atau keuangan. Tugas perkembangan ini
merupakan satu diantara tugas perkembangan remaja yang penting
mengingat mereka kelak akan hidup sebagai orang dewasa.
5. Mengembangkan perilaku tanggung jawab sosial yang diperlukan untuk
memasuki dunia dewasa dan mendapatkan perangkat nilai-nilai hidup dan
falsafah hidup. Para remaja diharapkan memiliki standar-standar piker,
sikap, perasaan dan perilaku yang dapat menuntun dan mewarnai berbagai
aspek kehidupan dalam masa dewasa dan masa depannya.
Proses biologis, kognitif dan sosial saling terjalin secara erat. Proses sosial
membentuk proses kognitif, proses kognitif mengembangkan atau
menghambat proses sosial, dan proses biologis mempengaruhi proses
kognitif. Manusia memiliki satu jiwa dan badan yang tidak dapat
dipisahkan.
42
Devi Permata Surya 10050003141
2.4.5 Karakteristik Remaja akhir (15-18 tahun)
1. Minat pada pencapaian karir, remaja yang diklasifikasikan pada umur ini
cenderung lebih memikirkan tentang bagaimana kelangsungan hidupnya di
masa depan, menentukan dirinya untuk menjadi seperti apakah ia nanti,
seperti pemilihan untuk melanjutkan sekolah dan pemilihan pekerjaannya
nanti agar ia dapat mempertahankan hidupnya.
2. Minat untuk berpacaran, pada umur ini, minat berpacaran mereka lebih
besar. Ini dapat didorong oleh proses perkembangan fisiologis dan biologis
dalam diri mereka sehingga keinginan untuk berhubungan secara intim
menjadi lebih tinggi. Mereka sudah lebih berpikir untuk mencari hubungan
yang lebih serius untuk akhirnya dijadikan pasangan hidupnya.
3. Eksplorasi identitas, pencarian identitas menjadi lebih besar pada usia ini
karena umumnya pada setiap tahap perkembangan manusia yang lebih
tinggi lagi, pencarian identitas terus-menerus mengalami kemajuan. Ini
dapat disebabkan oleh berbagai sebab diantaranya untuk menyesuaikan
diri dengan lingkungan dan diri sendiri.
2.5 Panti Asuhan
2.5.1 Pengertian panti asuhan
Menurut Direktorat Jenderal Bina Kesejahteraan Sosial Jawa Barat (1989),
panti asuhan adalah suatu lembaga usaha kesejahteraan sosial yang mempunyai
tanggung jawab untuk memberikan pelayanan kesejahteraan sosial kepada anak
terlantar serta melaksanakan penyantunan dan penetasan anak terlantar,
43
Devi Permata Surya 10050003141
memberikan pelayanan pengganti atau perwalian anak dalam memenuhi
kebutuhan fisik, mental, dan sosial pada anak asuh sehingga memperoleh
kesempatan luas, tetap dan memadai dari generasi penerus cita-cita bangsa
sebagai insan yang akan turut aktif dalam pembangunan bangsa.
Berdasarkan pengertian tersebut, panti asuhan memberikan pelayanan
pengganti (substitute service), dalam hal ini berarti menggantikan keluarga.
Dalam perannya sebagai keluarga tersebut, diharapkan panti asuhan dapat
memenuhi kebutuhan anak asuhnya agar mengalami pertumbuhan fisik secara
wajar, memperoleh kesempatan dalam usaha pengembangan mental dan daya
piker yang matang serta melaksanakan peran sosialnya sesuai dengan tuntutan
lingkungannya (Direktorat Kesejahteraan Anak dan Keluarga;1979:6).
Panti asuhan memiliki 2 bentuk asuhan (D K A dan Kel ; 1979 : 11-21),
yaitu:
1. Panti asuhan bentuk Asrama
Anak asuh dikelompokkan dalam jumlah besar dan ditempatkan pada
suatu bangunan berbentuk asrama. Di dalam asrama hanya terdapat satu
atau beberapa orang petugas yang bertindak sebagai bapak atau ibu asuh.
2. Panti asuhan berbentuk cottage (unit rumah untuk masing-masing keluarga
asuh)
Dalam pelaksanaan bentuk cottage atau biasa disebut bentuk keluarga,
anak asuh dalam jumlah kecil (8-10) ditempatkan dalam suatu keluarga
sebagai pengganti dan menempati rumah sendiri (cottage). Penempatan
anak-anak asuh diatur seperti halnya susunan keluarga.
44
Devi Permata Surya 10050003141
Pelayanan yang diberikan panti asuhan kepada anak asuhnya adalah dalam
rangka pembinanaan dan pengembangan potensi serta kemampuan anak, maka
peran keluarga asuh ke arah pencapaian pengembangan potensi dan kemampuan
semaksimal mungkin. Peran pengasuh dan staf mencakup fungsi-fungsi sebagai
berikut:
1. Bimbingan kepada anak asuh
2. Membantu memecahkan masalah yang dihadapi anak asuh
3. Memotivasi kegairahan anak asuh dalam usaha pencapaian tujuan.
Sedangkan keluarga asuh mempunyai fungsi sebagai berikut:
1. Menyediakan dan mengatur fasilitas asuhan untuk dimanfaatkan
sebaik-baiknya oleh anak asuh
2. Membantu dan membimbing anak asuh, baik untuk mengatasi masalah
pribadinya maupun dalam usaha pengembangan pribadinya
3. Memupuk rasa kerjasama, disiplin diri kearah kebiasaan, toleransi
serta tanggung jawab terhadap berbagai tugas kekeluargaan
4. Bantuan khusus dalam hal bimbingan belajar
5. Menciptakan suasana yang menguntungkan agar tercapainya proses
pengembangan kemampuan dan keterampilan tertentu
6. Menciptakan adanya pengertian, perhatian dan kasih sayang.
45
Devi Permata Surya 10050003141
2.5.2 Panti asuhan Muhammadiyah
Panti Sosial Asuhan Anak (PSAA) Muhammadiyah cabang Lengkong
Bandung adalah suatu amal usaha Muhammadiyah Cabang Lengkong Bandung
yang bergerak dibidang kesejahteraan social, mempunyai tanggung jawab
memberikan pelayanan sosial kepada anak-anak terlantar (yatim piatu, piatu dan
yatim atau dhua’fa) sebagai pengganti orang tua atau wali asuh dengan
memberikan pelayanan dan bimbingan dalam memenuhi kebutuhan fisik, mental
dan sosial anak asuh sehingga memperoleh kesempatan luas, tepat dan memadai
bagi perkembangan kepribadiannya.
Prosedur penerimaan calon anak asuh dapat melalui cara yaitu anak datang
sendiri ke panti asuhan, melalui organisasi masyarakat, petugas mencari anak asuh
dan pelimpahan dari santunan keluarga atau keluarga Muhammadiyah. Syarat-
syarat penerimaan anak asuh, yaitu:
a. Anak yatim piatu, yatim atau piatu atau anak yang keluarganya tidak mampu
b. Umur 5-18 tahun
c. Surat keterangan dari lurah atau camat
d. Surat keterangan sekolah (bagi yang sekolah)
e. Rekomendasi dari instansi sosial setempat, pimpinan ranting
Muhammadiyah.
Setelah calon anak asuh melengkapi persyaratan tersebut diatas, maka
petugas dari panti asuhan melakukan kunjungan ke rumah (home visit) untuk
mendapatkan gambaran tentang kondisi keluarga calon anak asuh dan
lingkungannya. Dalam menerima anak asuh dan untuk menentukan apakah calon
46
Devi Permata Surya 10050003141
dapat diterima atau tidak, pihak panti terlebih dahulu melakukan penelitian dan
pengamatan untuk menentukan diterima atau tidaknya calon anak asuh tersebut.
2.6 Hubungan antara Persepsi Terhadap Teknik Penerapan Disiplin
dengan Penyesuaian Sosial Remaja Akhir
Menurut Hurlock, anak dan remaja sangat membutuhkan disiplin bila
mereka ingin bahagia dan menjadi orang yang memiliki penyesuaian sosial yang
baik.
Disiplin sangat diperlukan untuk anak dan remaja karena dapat memenuhi
beberapa kebutuhan tertentu untuk memperbesar kebahagiaan dan penyesuaian
pribadi dalam hal ini yaitu penyesuaian sosial remaja. Berikut adalah keterkaitan
antara disiplin dengan penyesuaian sosial, yaitu:
a. Dengan disiplin, anak belajar bersikap menurut cara yang akan
mendatangkan pujian yang ditafsirkan anak sebagai tanda kasih sayang dan
penerimaan. Hal ini penting bagi penyesuaian yang berhasil dan kebahagiaan
b. Disiplin membantu anak mengembangkan hati nurani “suara hati” sebagai
pembimbing dalam mengambil keputusan dan mengendalikan perilaku
mereka
c. Dengan disiplin dapat membantu anak menghindari perasaan bersalah dan
rasa malu akibat perilaku yang salah menyebabkan perasaan yang pasti
mengakibatkan rasa tidak bahagia dan penyesuaian yang buruk menyebabkan
disiplin memungkinkan anak hidup menurut standar yang disetujui kelompok
sosial dan dengan demikian memperoleh persetujuan sosial
47
Devi Permata Surya 10050003141
d. Disiplin yang sesuai dengan perkembangan yang berfungsi sebagai motivasi
pendorong ego yang mendorong anak mencapai apa yang diharapkan dari
dirinya.
Pada umumnya orang tua menggunakan salah satu teknik penerapan
disiplin seperti yang dikemukakkan di atas secara dominan, yang bertujuan untuk
mengarahkan, mengontrol bahkan mengubah perilaku anak dalam kehidupan
sehari-hari agar diterima oleh kelompok sosial mereka, atau dapat juga dikatakan
orang tua menanamkan disiplin pada anak agar dapat melakukan penyesuaian di
lingkungan sosialnya.
Teknik penerapan disiplin bersifat multidimensional karena biasanya
memiliki dimensi verbal, nonverbal, fisik dan emosional. Orang tua dapat
mengekspresikan ketidaksetujuannya dan ketidaksenangannya dengan berbagai
cara. Misalnya dengan mengubah intensitas dan nada suara, ekspresi wajah,
tatapan atau sikap tubuh.
Jika dilihat hubungannya dengan penyesuaian sosial, maka bila teknik
penerapan disiplin Power Assertion yang dominan, anak akan melihat
konsekuensi tingkah laku hanya pada dirinya saja tanpa mempertimbangkan orang
lain dan tentu saja hal tersebut kurang menumbuhkan empati pada anak sehingga
anak kurang dapat melakukan penyesuaian diri di lingkungannya. Teknik
penerapan disiplin Power Assertion memiliki kualitas hukuman yang tinggi.
Teknik penerapan disiplin ini bersifat lebih cepat berakhir karena seolah-olah
“meledak”. Anak dipaksa untuk melihat akibat dari tingkah laku mereka
berdasarkan antisipasinya terhadap reaksi hukuman dari orang tuanya, sehingga
48
Devi Permata Surya 10050003141
anak memandang standar-standar tingkah lakunya berada di luar dirinya
(eksternal).
Pada teknik penerapan disiplin Love Withdrawal, anak menjadi kurang
empati terhadap orang lain karena anak tidak diajarkan untuk memahami dasar
timbulnya suatu perilaku sehingga terdapat perbedaan respon dari setiap orang.
Teknik ini jika dilihat dari segi penerapan hukuman, memakan waktu yang lebih
lama dan sulit diramalkan berapa lama waktunya, mungkin bisa beberapa menit,
beberapa jam atau bahkan bisa berhari-hari. Keadaan ini tidak akan menimbulkan
rasa tanggung jawab pada anak dan anak tidak akan menaruh respek pada orang
tua dan figur yang berwenang, akibatnya anak akan berperasaan serupa dengan
orang-orang lain di luar dirinya. Ini akan menyulitkan anak untuk melakukan
penyesuaian sosial.
Jika yang dominan adalah teknik penerapan disiplin Induction, maka
pertama-tama anak akan melihat konsekuensi tingkah lakunya baik terhadap
dirinya sendiri maupun terhadap orang lain. Dalam bertingkah laku, anak lebih
mempertimbangkan orang lain daripada dirinya sendiri. Kedua, penjelasan yang
diberikan oleh orang tua kepada anak dengan mengurangi perintah yang
sewenang-wenang, kemungkinan akan mengurangi ketakutan anak pada orang tua
dan figur yang berwenang. Kekuasaan orangtua yang mutlak kepada anak, tidak
memberikan kebebasan bagi anak untuk berperilaku dan memikirkan tingkah laku
mana yang baik dan yang buruk. Ketiga, elemen punitive/hukuman makin
berkurang. Hal-hal tersebut tentu saja membantu anak dalam melakukan
penyesuaian sosial yang baik.
49
Devi Permata Surya 10050003141
2.7 Kerangka Pemikiran
Ada banyak sekali faktor-faktor psikologis yang mempengaruhi
penyesuaian diri individu (Moh. Surya, 1985:21). Faktor-faktor tersebut ialah
faktor pengalaman, faktor belajar (termasuk latihan dan pendidikan), faktor
kebutuhan-kebutuhan psikologis, determinasi diri, frustasi, konflik, iklim
psikologis. Bila dihubungkan dengan disiplin, maka terdapat dua faktor penting
yaitu latihan dan pendidikan.
Latihan-latihan yang diperoleh dikhususkan dalam pembentukan disiplin
yang akan membentuk proses dan pola pnyesuaian diri. Latihan dapat dikatakan
sebagai gerbang bagi pendidikan formal dan juga disiplin diri yang merupakan
faktor yang menentukan dalam proses penyesuaian diri anak. Untuk dapat
menyesuaikan diri dengan baik memerlukan latihan-latihan tertentu yang akan
menanamkan disiplin diri. Pendidikan akan melengkapi proses latihan dan disiplin
yang diperoleh. Jika latihan diarahkan pada pencapaian keterampilan atau
kebiasaan tertentu diperlukan, maka pendidikan pertama-tama berorientasi kepada
perkembangan pengetahuan. Dalam setiap jenis pendidikan, tertanam nilai, cita-
cita, minat dan sikap yang secara fundamental mempunyai arti bagi penyesuaian
yang baik.
Kemampuan penyesuaian diri merupakan faktor dari kepribadian yang
perkembangannya dipengaruhi oleh faktor lingkungan. Lingkungan keluarga,
khususnya orang tua, dalam hal ini adalah lingkungan panti adalah lingkungan
awal yang sangat berpengaruh terhadap perkembangan individu. Hal-hal yang
dipelajari oleh individu pada masa kanak-kanak akan berpengaruh terhadap pola
50
Devi Permata Surya 10050003141
tingkah lakunya pada masa-masa perkembangan selanjutnya. Oleh sebab itu,
seseorang dapat melakukan penyesuaian diri, salah satunya dipengaruhi bekal
yang diperoleh dari orang tua yaitu melalui disiplin yang diterapkan pada anak.
Menurut Hurlock (1993:83) dengan adanya disiplin, individu dapat belajar
berperilaku dengan cara yang diterima masyarakat dan sebagai hasilnya diterima
oleh anggota kelompok sosial mereka. Dalam penerapan disiplin inilah yang
nantinya akan dipersepsi oleh remaja dan mempengaruhi proses penyesuaian
dirinya di lingkungan.
Remaja di panti asuhan dapat mengembangkan perilaku yang sesuai
dengan lingkungan apabila ia memaknakan bahwa perlakuan pengasuh dapat
memenuhi kebutuhannya, tetapi sebaliknya apabila perlakuan pengasuh
dimaknakan sebagai penghambat pemenuhan kebutuhannya maka dapat
menimbulkan frustasi yang akan mengganggu proses penyesuaian diri remaja di
dalam panti asuhan.
Remaja panti yang mempersepsikan bahwa ia dididik dengan teknik
penerapan disiplin Power Assertion secara dominan, karena sering mengalami
hukuman badan maka ia berusaha untuk menghindari hukuman dan mematuhi
peraturan sebagai upaya untuk menyelamatkan diri. Hal tersebut menimbulkan
kecemasan, kecewa dan rasa takut pada diri anak. Selain itu, anak yang dididik
secara disiplin ini, karena adanya peraturan yang kaku dan keras merasa bahwa
dunia penuh dengan permusuhan dan berperilaku sesuai dengan perasaannya itu,
yaitu anak-anak sering memendam rasa permusuhan mendalam sehingga
menimbulkan rasa marah yang membuatnya tidak bahagia dan curiga terhadap
51
Devi Permata Surya 10050003141
siapa saja yang berhubungan dengannya, terutama terhadap figur yang berwenang.
Oleh karena itu anak disibukkan dengan perasaannya sendiri dan kebutuhannya
sendiri serta tidak terlatih untuk melihat dan memenuhi kebutuhan orang lain
termasuk berempati pada orang lain. Hal itu akan membuat anak kesulitan dalam
melakukan penyesuaian sosial yang baik di lingkungan panti.
Apabila teknik penerapan disiplin yang dipersepsi remaja panti secara
dominan adalah disiplin Love Withdrawal, karena pengasuh mengekspresikan
ketidaksenangannya secara nonfisik seperti mengabaikan anak, tidak mau
berbicara dengan anak dan tidak mau mempedulikan anak, maka remaja tersebut
menjadi bingung dan merasa tidak aman. Pengalaman yang terbatas dan
ketidakmatangan mental menghambat mereka mengambil keputusan-keputusan
tentang perilaku yang akan memenuhi harapan sosial yang membuat mereka
berperilaku pasif. Mereka tidak mengetahui apa yang boleh dan apa yang tidak
boleh. Apa yang baik dan apa yang buruk. Akibatnya mereka dapat menjadi
agresif, ketakutan dan cemas. Selain itu mereka mungkin bersikap permusuhan
sebab mereka merasa pengasuh hanya sedikit memperhatikan atau membimbing
mereka, malah cenderung mengabaikan mereka. Hal itu membuat mereka lebih
mengutamakan kepentingannya sendiri dan kurang memperhatikan keberadaan
orang lain.
Bila dilihat akibat dari teknik penerapan disiplin tersebut, mengarahkan
remaja berperilaku agresif, pasif, kurang dapat menurut tuntutan orang dewasa
dan ada kemungkinan menjadi remaja delinquency. Perilaku-perilaku tersebut
menunjukkan rendahnya kemampuan penyesuaian sosial mereka. Hal ini
52
Devi Permata Surya 10050003141
dikarenakan adanya perlakuan pengasuh yang ditandai dengan sikap penolakan,
pengabaian, tidak memperhatikan keadaan pertumbuhan anak, perkembangan dan
kebutuhan mereka. Akibat yang diberikan anak menjadi frustasi karena ia merasa
ditolak oleh pengasuh dan hal ini akan dapat menjadikan remaja
menggeneralisasikannya pada orang lain dengan berperilaku yang tidak sesuai
dengan tuntutan lingkungannya.
Remaja panti yang mempersepsikan teknik penerapan disiplin yang
dominan adalah Induction, akan berbeda perilakunya. Mereka anak
menumbuhkan perilaku positif, dapat bertanggung jawab, independen, aktif dan
dapat mengendalikan diri yang merupakan indikator dari kemampuan penyesuaian
sosial yang tinggi. Hal ini karena remaja merasa bahwa pengasuh memperlakukan
dirinya sebagai individu, menerima dan menghargai hak-haknya serta memenuhi
kebutuhan-kebutuhannya yang membuat mereka mandiri dalam berfikir,
berperilaku labih terbuka, penuh percaya diri dan spontan. Ini dapat memberikan
perasaan puas pada anak karena mereka mengetahui bahwa mereka diperbolehkan
mengendalikan perilaku mereka sendiri dan mereka melakukannya dengan cara
yang akan mendapatkan persetujuan sosial, yang sesuai dengan tuntutan
lingkungannya. Hal tersebut mengajarkan pada mereka konsekuensi tingkah laku
mereka menghasilkan kebaikan terhadap dirinya sendiri juga terhadap orang lain
yang mengakibatkan timbulnya empati dan memperhatikan kepentingan orang
lain.
Dari uraian di atas diperoleh gambaran bahwa teknik penerapan disiplin
yang diterapkan mempunyai pengaruh yang amat penting dalam membentuk
53
Devi Permata Surya 10050003141
perilaku remaja. Tidak jarang perilaku yang ditampilkan tidak diterima atau tidak
sesuai dengan harapan lingkungannya. Ini disebabkan adanya ketidaksesuaian
antara tuntutan individu dengan tuntutan lingkungannya. Oleh karena itu
diperlukan kemampuan untuk dapat menyesuaikan antara tuntutan dalam diri
dengan tuntutan lingkungan, kemampuan tersebut adalah kemampuan
penyesuaian diri. Kemampuan penyesuaian diri dikatakan baik bila remaja dapat
menyelaraskan tuntutan dalam diri dengan tuntutan lingkungannya dengan respon
yang dapat diterima lingkungan dan juga memberi kepuasan pada individu.
Dari kerangka pemikiran di atas, ditarik asumsi yaitu: “Ada keterkaitan
antara persepsi terhadap teknik penerapan disiplin dengan penyesuaian sosial
remaja usia 15-18 tahun di Panti Sosial Asuhan Anak Taman Harapan
Muhammadiyah Bandung”.
54
Devi Permata Surya 10050003141
Skema kerangka berpikir
Teknik Penerapan Disiplin
Individu
Persepsi
Love Withdrawal Power Assertion Induction
Perilaku orang tua: - orang tua tidak
memberi perhatian dan kasih sayang
- tidak ada hukuman dan penghargaan
- orang tua tidak peduli dan cenderung mengabaikan anak
Perilaku orang tua: - orang tua mendidik keras - orang tua memberikan
hukuman tegas - perintah orang tua tidak
dapat dibantah - orang tua membatasi
tingkah laku anak dengan kekuasaan
Perilaku orang tua: - ada penjelasan tentang
perilaku yang benar dan yang salah
- ada komunikasi antara orang tua dengan anak, demokrasi
- pemberian hadiah dan hukuman secara konsisten
Penyesuaian sosial di panti asuhan baik
Penyesuaian sosial di panti asuhan buruk
Penyesuaian sosial di panti asuhan
buruk
Dampak perilaku orang tua pada anak:
- merasa insecure, bingung , kecemasan
- memiliki sikap permusuhan
- perilaku anak menjadi pasif
Dampak perilaku orang tua pada anak:
- menimbulkan kecemasan pada anak, anak tidak patuh dan menentang
- menimbulkan rasa marah dan agresif
- memandang dunia penuh permusuhan
- menimbulkan rasa takut, kecewa dan ketidakmatangan moral
Dampak perilaku orang tua pada anak:
- mandiri dalam berpikir dan berperilaku dan inisiatif dalam bertindak
- berperilaku terbuka, spontan, simpati, percaya diri, ada kesempatan alih peran dan tanggung jawab
- mampu mengontrol atau mengendalikan diri dan matang secara moral
Perilaku anak: - menjadi penyendiri - pasif - menarik diri dari
pergaulan
Perilaku anak: - agresif - dapat terlibat
dalam kenakalan remaja
Perilaku anak: - mudah bergaul
dengan orang lain- percaya diri - asertif
55
Devi Permata Surya 10050003141
2.8 Hipotesis penelitian
1. Semakin tinggi remaja putri mempersepsikan teknik disiplin yang
diterapkan panti asuhan mengarah pada teknik disiplin Love-withdrawal
maka semakin buruk penyesuaian sosial di lingkungan keluarga dalam hal
ini di dalam panti asuhan.
2. Semakin tinggi remaja putri mempersepsikan teknik disiplin yang
diterapkan panti asuhan mengarah pada teknik disiplin Power Assertion
maka semakin buruk penyesuaian sosial di lingkungan keluarga dalam hal
ini didalam panti asuhan.
3. Semakin tinggi remaja putri mempersepsikan teknik disiplin yang
diterapkan panti asuhan mengarah pada teknik disiplin Induction maka
semakin baik penyesuaian sosial di lingkungan keluarga dalam hal ini
didalam panti asuhan.
56
Devi Permata Surya 10050003141� �
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Rancangan Penelitian
Dalam penelitian ini, peneliti bermaksud untuk menyelidiki mengenai
bagaimana hubungan antara persepsi remaja putri terhadap teknik penerapan
disiplin dengan penyesuaian sosial di panti asuhan. Penelitian ini ingin menguji
hubungan antara dua variabel yaitu persepsi remaja putri terhadap teknik
penerapan disiplin dan penyesuaian sosial maka metode yang digunakan adalah
metode korelasional.
Rancangan pada penelitian ini adalah termasuk kedalam penelitian non-
eksperimental dan menggunakan metode korelasional. Dikatakan penelitian non-
eksperimental karena peneliti tidak mengontrol secara langsung variabel
bebasnya. Metode ini digunakan untuk tujuan menyelidiki mengenai sejauh mana
variasi–variasi pada suatu faktor berkaitan dengan variasi faktor lain berdasarkan
korelasi–korelasi. Peneliti ingin melihat keterkaitan antara dua variabel.
3.2 Identifikasi Variabel
Variabel I : persepsi remaja putri terhadap aspek-aspek teknik disiplin yang
diterapkan oleh panti asuhan
Variabel II : penyesuaian sosial remaja putri di dalam panti asuhan.
57
Devi Permata Surya 10050003141
3.3 Operasionalisasi Variabel
Agar data yang didapat relevan dengan hipotesis penelitian, maka perlu
dilakukan pengukuran terhadap variabel yang telah didefinisikan secara
konseptual. Namun sebelum melakukan pengukuran, dibuat dahulu
operasionalisasi variabel yaitu pendefinisian variabel berdasarkan sifat–sifat atau
ciri–ciri khas yang tampak atau teramati dari definisi sehingga memungkinkan
melakukan pengukuran.
Definisi operasional dari variabel penelitian ini yaitu:
Persepsi remaja putri terhadap teknik penerapan disiplin
Yaitu sejauh mana remaja putri tersebut mengamati dan memaknakan teknik
disiplin yang diterapkan oleh orang tua asuh. Teknik penerapan disiplin ada
tiga, yaitu:
1. Love-withdrawal
Orang tua asuh mengekspresikan ketidaksenangannya secara non-fisik
seperti memperlihatkan rasa tidak senangnya kepada anak dengan
mengacuhkan anak, tidak mau mendengarkan alasan yang dikemukakan oleh
anak sehingga mengabaikan anak, dan mengucilkannya.
2. Power Assertion
Orang tua asuh menggunakan kekuasaannya dengan cara kekerasan fisik,
membentak atau mengancam untuk memaksa anak agar dapat mematuhi
segala keinginannya, sehingga tidak memperhatikan apakah anak mematuhi
orang tua karena mengerti dan memahami apa yang diperintahkan oleh orang
tua atau anak hanya sekedar patuh untuk menghindari hukuman.
58
Devi Permata Surya 10050003141
3. Induction
Orang tua asuh mengutamakan terjalinnya komunikasi dengan anak.
Mereka memberikan penjelasan pada anak mengenai konsekuensi dari
tindakan baik pada dirinya sendiri maupun pada orang lain melalui pendidikan
agama dan pesantren yang diadakan didalam panti asuhan. Dengan demikian
anak diharapkan dapat memperhatikan keberadaan orang lain dalam segala
tindakan yang dilakukannya.
Penyesuaian sosial
Yaitu penyesuaian diri di lingkungan sosial. Sedangkan yang dimaksud
dengan penyesuaian diri adalah perilaku yang ditampilkan individu di lingkungan
sosial dalam hal ini di panti asuhan. Tujuan dari usaha ini adalah untuk
memperoleh keselarasan dan keharmonisan antara tuntutan dari dalam diri dengan
apa yang diharapkan darinya oleh lingkungan di mana ia tinggal (Schneiders,
1964: 51). Sedangkan aspek–aspek penyesuaian sosial di lingkungan panti yaitu:
a. Memiliki relasi yang baik antara anggota keluarga yaitu sesama warga panti
b. Mampu menerima tanggung jawab dan peraturan dalam lingkungan panti
c. Membantu panti asuhan dalam mencapai tujuan
d. Mau menerima otoritas orang tua asuh
e. Dapat mandiri dalam lingkungan panti asuhan.
59
Devi Permata Surya 10050003141
3.4 Alat Ukur
• Angket/kuesioner
Agar mendapatkan data yang diperlukan dalam penelitian ini, peneliti
menggunakan alat ukur kuesioner. Alat ukur ini berguna untuk mengukur dan
menentukan teknik penerapan disiplin yang diterapkan orang tua asuh dan juga
mengukur kemampuan penyesuaian sosial remaja putri di panti asuhan.
Dalam pembuatan alat ukur ini peneliti menggunakan Polychotomus
format yaitu format penulisan item yang memberikan lebih dari dua alternatif
jawaban. Format ini dipilih peneliti karena ingin mengetahui persepsi remaja putri
terhadap teknik penerapan disiplin yang diterapkan di panti asuhan.
Dalam penelitian ini juga, peneliti menggunakan format penulisan skala
untuk mengukur persepsi terhadap teknik penerapan disiplin dan penyesuaian
sosial, yaitu sebuah instrumen pengumpul data yang bentuknya seperti daftar
cocok tetapi alternatif yang disediakan merupakan suatu yang berjenjang. Skala
ini biasa disebut dengan skala Likert. Cara pengerjaannya yaitu responden
diminta untuk menjawab dari sejumlah pernyataan dengan cara memilih empat
kategori yang tersedia pada tiap pernyataan (SL=Selalu, SR=Sering, J=Jarang,
TP=Tidak Pernah), dengan cara memberi tanda checklist pada pilihan jawaban
sesuai dengan keadaan subjek. Dipilih kategori jawaban berjumlah genap (empat
kategori jawaban) supaya menghindari kecenderungan orang beranggapan
jawaban di tengah-tengah adalah jawaban netral. Jika dalam skala sikap memang
benar bahwa untuk satu pernyataan kategori jawaban netral berada di tengah
diantara lima kategori jawaban, akan tetapi untuk keseluruhan
60
Devi Permata Surya 10050003141
pernyataan yang ada dalam suatu skala skor tengah belum tentu berarti netral
(Saefuddin Azwar: 1988: 123).
3.4.1 Alat ukur Persepsi Remaja Putri terhadap Teknik Penerapan Disiplin
Alat ukur ini dikonstruksikan berdasarkan pada teori dari teknik
penerapan disiplin dari Martin Hoffman. Pada teori itu, dicari indikator–indikator
tentang bagaimana teknik penerapan disiplin yang diterapkan, lalu diturunkan
sejumlah pernyataan–pernyataan untuk melihat teknik penerapan disiplin.
Subjek diminta untuk memilih salah satu jawaban dari empat pilihan
jawaban dengan memberikan tanda checklist (V) pada pilihan jawaban yang
dianggap sesuai dengan keadaan subjek.
Bobot penilaian yang diberikan pada tiap jawaban antara 1-4.
No. Pernyataan
Nilai
SL SR J TP
1. Positif 4 3 2 1
2. Negatif 1 2 3 4
Jika subjek telah memberikan respon pada tiap item dan untuk tiap respon telah
diberi skor item, maka skor secara keseluruhan diperoleh dengan cara
menjumlahkan skor ke semua item.
Alat ukur terlampir di lampiran halaman 42.
61
Devi Permata Surya 10050003141� �
Berikut adalah alat ukur hasil uji validitas teknik penerapan disiplin, karena
melihat banyaknya variasi item maka dilakukan pemilihan 2 item yang memiliki
nilai korelasi paling tinggi dengan penelitian.
Indikator dari teknik penerapan disiplin yaitu:
1. Power Assertion
a. Ibu asuh membatasi tingkah laku anak dengan kekuasaan:
Nomor soal : 1, 38, 108, 116
b. Ibu asuh memberlakukan hukuman fisik:
Nomor soal : 25, 52, 55, 117
2. Love Withdrawal
a. Ibu asuh tidak peduli dan cenderung mengabaikan anak
Nomor soal : 26, 63, 71, 105
b. Ibu asuh mengucilkan anak
Nomor soal : 8, 39, 53, 119
c. Ibu asuh memperlihatkan ketidaksenangannya pada anak
Nomor soal : 36, 41, 82, 84
d. Ibu asuh tidak mau mendengar penjelasan atau alasan yang dikemukakan
anak
Nomor soal : 40, 46, 89, 95
e. Ibu asuh mengancam akan meninggalkan anak.
Nomor soal : 14, 37, 48, 96
62
Devi Permata Surya 10050003141
3. Induction
a. Ada penjelasan dari orang tua tentang perilaku yang dilakukan anak
Nomor soal : 4, 42, 67, 103
b. Orang tua mengajarkan rasa empati pada orang lain
Nomor soal : 21, 75, 81, 111
c. Mengajarkan anak untuk bertanggung jawab terhadap perilakunya
Nomor soal : 17, 32, 107, 113
d. Ibu asuh memberikan hadiah dan hukuman secara konsisten
Nomor soal : 20, 61, 98, 110
e. Ada kesempatan untuk anak dalam mengemukakkan pendapat dan
komunikasi yang baik antara ibu asuh dan anak
Nomor soal : 23, 47, 104, 112
63
Devi Permata Surya 10050003141� �
Alat ukur Teknik Penerapan Disiplin usia 15-22 tahun di panti sosial asuhan anak Taman Harapan Muhammadiyah di Bandung:
Aspek Sub Aspek Indikator Item
( - ) ( + ) Power
Assertion
Love Withdrawal
Induction
a. Membatasi tingkah laku anak dengan kekuasaan
b. Ibu asuh menghukum anak dengan berteriak dan mengecam tingkah laku anak
a. Ibu asuh tidak peduli dan cenderung mengabaikan anak
b.Ibu asuh mengucilkan anak
c. Ibu asuh memperlihatkan ketidaksenangannya pada anak
d.Ibu asuh tidak mau mendengarkan penjelasan atau alasan yang dikemukakkan anak
e.Ibu asuh mengancam akan meninggalkan anak
a. Ada penjelasan dari orang tua tentang
Pertimbangan aturan kepada anak
Memarahi anak dengan menghina, mengomel, ketika perilaku tidak sesuai keinginan
Membiarkan anak dan tidak peduli pada aktivitas anak
Mengucilkan dan tidak melibatkan anak dalam kegiatan di dalam panti asuhan Ibu asuh mencibir, membuang muka, membelalakkan mata
Ibu asuh mendiamkan anak
Ibu asuh meninggalkan anak, tidak memenuhi kebutuhan anak Memberikan penjelasan dan alasan anak tentang perilaku baik dan
1, 108
25, 52
26, 63
39, 119
36, 41
40, 46
37, 48
42, 67
38, 116
55, 117
71, 105
8, 53
82, 84
89, 95
14, 96
4, 103
64
Devi Permata Surya 10050003141
perilaku yang dilakukan anak
b. Orang tua mengajarkan rasa empati pada orang lain
c. Mengajarkan anak untuk bertanggung jawab terhadap perilakunya
d. Ibu asuh memberikan hadiah dan hukuman secara konsisten
e. Ada kesempatan mengemukakkan pendapat dan komunikasi yang baik antara ibu asuh dan anak
buruk
Saling menyayangi dan menghargai
Tanggung jawab terhadap tugas atau perilaku
Pemberian pujian serta insentif dan hukuman
Komunikasi aktif antara ibu asuh dan anak panti
75, 111
17, 107
20, 61
23, 112
21, 81
32, 113
98, 110
47, 104
65
Devi Permata Surya 10050003141� �
3.4.2 Alat ukur Penyesuaian Sosial di Panti Asuhan
Alat ukur yang dipakai untuk penelitian ini yaitu alat ukur penyesuaian
sosial di panti asuhan yang berdasarkan teori Shcneiders. Alat ukur ini bertujuan
untuk mengukur kemampuan penyesuaian sosial remaja puri di dalam panti
asuhan.
Subjek diminta untuk memilih salah satu jawaban dari empat pilihan
jawaban dengan memberikan tanda checklist (V) pada pilihan jawaban yang
dianggap sesuai dengan keadaan subjek.
Aspek-aspek penyesuaian diri yang baik di lingkungan rumah dan
keluarga yaitu:
1. Mau menerima otoritas dari orang tua
Nomor soal : 3, 11, 24, 41
2. Membantu keluarga mencapai tujuan dari anggota keluarga
a. Saling tolong menolong
Nomor soal : 16, 21, 32, 47
b. Kematangan tingkah laku
Nomor Soal : 18, 34, 45, 53
3. Dapat mandiri di lingkungannya
Nomor soal : 8, 36, 39, 59
4. Memiliki relasi yang baik antar anggota keluarga
Nomor soal : 10, 17, 23, 52
66
Devi Permata Surya 10050003141
5. Mampu menerima tanggung jawab dan menerima batasan-batasan tingkah
laku
Nomor soal : 19, 25, 37, 43
67
Devi Permata Surya 10050003141� �
Alat ukur Penyesuaian Sosial usia 15-22 tahun di panti sosial asuhan anak Taman Harapan Muhammadiyah di Bandung:
Aspek Indikator Item
(+) (-)
1. Mau menerima Otoritas Ibu asuh
2. Membantu panti asuhan dalam mencapai tujuan
3. Dapat mandiri di dalam lingkungan panti asuhan
4. Dapat berelasi dengan baik di dalam panti asuhan
5. Mampu menerima tanggung jawab dan aturan-aturan yang ada di dalam panti asuhan
Kesadaran akan mematuhi peraturan panti Saling tolong-menolong sesama warga panti
Kematangan tingkah laku anak Kesadaran mengerjakan tugas-tugas panti asuhan
Tidak bermasalah serta menjalin pertemanan yang baik antar sesama warga panti
Melaksanakan tanggung jawab didalam panti
3, 11
16, 21
18, 45 8, 59
17, 23
19, 25
24, 41
32, 47
34, 53 36, 39
10, 52
37, 43
68
Devi Permata Surya 10050003141� �
Bobot penilaian yang diberikan pada tiap jawaban antara 1-4.
No. Pernyataan Nilai
SL SR J TP 1. Positif 4 3 2 1
2. Negatif 1 2 3 4
Aspek–aspek penyesuaian sosial di panti asuhan adalah:
a. Mau menerima otoritas orang tua asuh
b. Dapat berelasi dengan baik antar sesama anggota panti
c. Mampu menerima tanggung jawab dan aturan-aturan yang ada di dalam panti
asuhan
d. Dapat mandiri didalam lingkungan panti
e. Membantu panti asuhan dalam mencapai tujuan
3.5 Sampel Penelitian
3.5.1 Populasi Penelitian
Populasi pada penelitian ini adalah remaja putri usia 15-18 tahun yang
duduk di bangku SMP dan SMA yang ada di Panti Sosial Asuhan Anak Taman
Harapan Muhammadiyah di Bandung. Pengambilan sampel yang digunakan
dalam penelitian ini adalah purposive sampling terjadi bila sampel diambil
berdasarkan pertimbangan perorangan atau pertimbangan peneliti. Dengan
demikian yang akan dijadikan sampel harus sesuai dengan karakteristik yang telah
ditentukan oleh peneliti, pada penelitian ini sampel berjumlah 40 orang.
69
Devi Permata Surya 10050003141
3.5.2 Karakteristik Sampel
1. Remaja putri usia 15-18 tahun
Alasan mengambil sampel usia remaja akhir karena di panti asuhan putri
Muhammadiyah ini yang banyak memiliki masalah adalah usia remaja
akhir. Usia ini sangat kompleks karena mencakup perkembangan peralihan
dari usia remaja awal menuju remaja akhir yang berarti sedang mengalami
masa puber. Disamping remaja harus menghadapi perubahan–perubahan
yang terjadi dalam dirinya, remaja juga harus dapat memenuhi tuntutan–
tuntutan masyarakat terhadap dirinya.
2. Pendidikan di SMP-SMU
Dengan demikian sampel yang diambil memiliki latar belakang
pendidikan tingkat SMP dan SMU yang memiliki usia 15-18 tahun.
3. Tinggal di panti asuhan sejak usia 6 tahun
Dengan pertimbangan bahwa apa yang dipelajari individu pada masa
anak–anak akan berpengaruh pada pola tingkah lakunya pada masa–masa
perkembangan selanjutnya.
4. Remaja akhir usia 15-18 tahun yang rata-rata tidak dapat menyesuaikan
diri minimal selama 2 tahun di dalam panti asuhan Muhammadiyah.
70
Devi Permata Surya 10050003141
3.6 Uji Coba Alat Ukur
3.6.1 Uji Validitas Alat Ukur
Untuk mengetahui apakah suatu skala psikologi mampu menghasilkan
data yang akurat sesuai dengan tujuan ukurnya, diperlukan suatu pengujian
validitas. Validitas adalah keadaan yang menggambarkan tingkat instrumen yang
bersangkutan mampu mengukur apa yang akan diukur (Suharsimi Arikunto,
2000). Jadi, suatu alat tes dikatakan valid apabila tes itu benar-benar mengukur
apa yang hendak diukur.
Adapun jenis validitas yang digunakan dalam penelitian ini adalah
validitas konstruk (construct validity), yaitu alat ukur yang digunakan adalah skala
yang disusun berdasarkan teori yang telah valid. Melalui validitas konstruk,
peneliti ingin mengetahui sifat-sifat psikologis yang dapat menjelaskan varian tes
itu. Bagaimana cara mengkaji arti-arti konstruk merupakan suatu masalah
validitas konstruk (Kerlinger, 2003).
Cara yang dipakai untuk mengetahui validitas alat ukur ini adalah dengan
koefisien korelasi item-total, yaitu mengkorelasikan antar skor yang diperoleh
pada masing-masing item dengan skor total. Skor total adalah nilai yang diperoleh
dari hasil penjumlahan semua skor item. Jika skor pernyataan yang disusun
berkorelasi positif dan signifikan dengan skor totalnya, maka dapat dikatakan
bahwa hubungan yang ada antara setiap item dengan skor total sifatnya sejalan
dengan konsep teoritiknya.
Untuk melihat derajat korelasi, digunakan teknik korelasi Rank
Spearman, dengan langkah pengujian sebagai berikut :
71
Devi Permata Surya 10050003141
1. Mengkorelasikan skor item (X) dengan skor skala atau skor total alat ukur
(Y) dengan rumusan korelasi Rank Spearman :
���
����
����
��� +−�
��
����
����
��� +−
���
��� +−
=
��
�2
22
2
2
21))((
21))((
21)()(
NNYRNNXR
NNYRXRrs
Keterangan : R(X) = Ranking variabel X (skor item)
R(Y) = Ranking variabel Y (skor total)
N = Jumlah Subjek Penelitian
(Nirwana S.K. Sitepu, 1995)
4. Besarnya koefisien korelasi antara skor tiap item dan skor total (rs)
yang dianggap valid pada penelitian ini adalah berdasarkan kriteria rs
� 0,3.
Kriteria ini berdasarkan pendapat Cronbach (1970) dalam Saefudin Azwar
(2000 : 103) yang mengatakan bahwa koefisien 0,3 telah memberikan
kontribusi yang baik terhadap efisiensi suatu lembaga pelatihan.
3. Lakukan hal tersebut pada semua item.
4. Setelah diperoleh item-item mana yang valid dan tidak valid, dipilih 2 item
positif valid dan 2 item negatif valid yang memiliki nilai korelasi yang
terbesar dari tiap-tiap indikator untuk dipergunakan dalam analisis
selanjutnya (statistik deskriptif dan korelasi).
72
Devi Permata Surya 10050003141
3.6.2 Reliabilitas Alat Ukur
Reliabilitas sebenarnya mengacu pada konsistensi atau keterpercayaan alat
ukur, yang mengandung makna kecermatan pengukuran. Pengukuran yang tidak
reliabel akan menghasilkan skor yang tidak dapat dipercaya karena perbedaan
skor yang terjadi di antara individu lebih ditentukan oleh faktor error (kesalahan)
daripada faktor perbedaan yang sesungguhnya. Pengukuran yang tidak reliabel
tentu tidak akan konsisten pula dari waktu ke waktu (Saifuddin Azwar, 2004).
Ada beberapa cara yang digunakan untuk menguji reliabilitas alat ukur.
Pada penelitian ini digunakan teknik Alpha Cronbach. Langkah-langkah
menentukan koefisien reliabilitas dari alat ukur tersebut adalah sebagai berikut :
1. Menggabungkan item-item yang valid menjadi satu dan membuang item
yang tidak valid.
2. Masukkan skor seluruh item yang valid, lalu gunakan bantuan SPSS 15.0
for Windows untuk memperoleh koefisien reliabilitasnya. Atau dengan
rumus sebagai berikut :
Keterangan : k = banyaknya item
Si2 = varians dari item ke-i
S2 total = total varians dari keseluruhan item
����
�
�
����
�
�
−−
=�
=2
1
2
11 total
k
ii
S
S
kkα
73
Devi Permata Surya 10050003141
Sedangkan, rumus varians yang digunakan adalah :
Keterangan : S2 = varians
n = banyaknya responden
xi = skor yang diperoleh responden ke-i
x = rata-rata
(Saifuddin Azwar,1997)
Parameter untuk menafsirkan tinggi rendahnya koefisien reliabilitas alat ukur
dilihat berdasarkan parameter dari Guilford (Subino, 1987) sebagai berikut:
Tabel 3.6.2 Tabel Guilford
Interval Koefisien Tingkat Reliabilitas 0,00-0,21 Tidak ada Reliabilitas 0,20-0,40 Reliabilitas rendah 0,40-0,70 Reliabilitas sedang 0,70-0,90 Reliabilitas tinggi0,90-1,00 Reliabilitas sangat tinggi
1,00 Reliabilitas sempurna
3.7.1 Teknik Analisis
3.7.2 Proporsi
Untuk mengetahui aspek-aspek Persepsi terhadap Teknik Penerapan
Disiplin mana yang lebih dominan, yang dimiliki oleh responden dapat dilakukan
dengan mencari proporsi berikut:
( ) ( )�=
−−
=n
ii xx
nS
1
22
11
74
Devi Permata Surya 10050003141
Jika proporsi yang diperoleh untuk aspek Persepsi terhadap Teknik Penerapan
Disiplin tertentu lebih besar dibandingkan dengan proporsi yang diperoleh
untuk aspek Persepsi terhadap Teknik Penerapan Disiplin lainnya, maka dapat
dikatakan bahwa aspek Persepsi terhadap Teknik Penerapan Disiplin tersebut
lebih dominan dibandingkan aspek Persepsi terhadap Teknik Penerapan
Disiplin lainnya.
3.7.3 Frekuensi dan Persentase
Untuk mengetahui berapa banyak orang (persen) responden yang memiliki
aspek-aspek persepsi terhadap teknik penerapan disiplin tertentu yang dominan
atau berapa banyak orang (persen) responden yang memiliki penyesuaian sosial
yang baik dan berapa berapa banyak orang (persen) responden yang memiliki
penyesuaian sosial yang buruk, maka perlu dicari frekuensi dan persentasenya.
3.7.4 Tabulasi Silang
Untuk mengetahui informasi mengenai berapa besar frekuensi dan
persentase dari kategori suatu variabel (aspek variabel) berkaitan dengan besar
frekuensi dan persentase dari kategori variabel (aspek variabel) lainnya, dapat
dilakukan melalui tabulasi silang.
75
Devi Permata Surya 10050003141
3.7.5 Uji Korelasi Rank Spearman
Uji statistik yang digunakan dalam penelitian ini adalah koefisien korelasi
Rank Spearman yang digunakan untuk mengukur sejauhmana korelasi antara
dua variabel. Alasan menggunakan koefisien korelasi Rank Spearman adalah
karena data yang diperoleh merupakan data ordinal. Ciri-ciri data ordinal adalah
sebagai berikut :
a. Data berupa rangking
b. Nilai nol tidak mutlak
c. Perbedaan hanya menunjukkan urutan.
Langkah-langkah perhitungan koefisien korelasi Rank Spearman adalah
(Siegel, 1994:253-257) :
1. Berikan rangking observasi-observasi pada variabel X (persepsi terhadap
teknik penerapan disiplin) mulai dari 1 sampai dengan N, juga observasi-
observasi pada variabel Y (penyesuaian sosial) mulai dari 1 sampai dengan N.
2. Daftarlah N subjek, beri setiap subjek rangking pada variabel X (persepsi
terhadap teknik penerapan disiplin) dan variabel Y (penyesuaian sosial) di
sebelah nama subjek.
3. Tentukan harga di untuk setiap subjek dengan mengurangkan Y (persepsi
terhadap teknik penerapan disiplin) pada rangking X (penyesuaian sosial),
kemudian kuadratkan harga itu untuk menentukan harga di² untuk masing-
masing subjek.
4. Jumlahkan harga di² untuk ke-N kasus, untuk mendapatkan �di²
5. Menghitung rs dengan ketentuan :
76
Devi Permata Surya 10050003141
a. Apabila tidak terdapat data yang berangka sama, maka rumus yang
digunakan
NNdirs −
�−= 3
2 )6(1
Keterangan :
rs : koefisien korelasi Rank Spearman
N : total pengamatan
di2 : perbedaan rangking yang diperoleh dari dua variabel
b. Apabila terdapat rangking yang berangka sama, maka perlu korelasi
dengan hitungan faktor korelasi T, yaitu dengan rumus :
Tx dan Ty = 12
3 tt −
Keterangan :
t = banyaknya observasi yang berangka sama pada rangking tertentu.
Faktor T digunakan untuk mengurangi jumlah kuadrat baik untuk �x
maupun �y
c. Bila rangking yang berangka sama berjumlah banyak, maka rumus yang
digunakan dalam perhitungan adalah :
22
222
2 YX
diYXRs�⋅�
�−�+�=
xTNNX �−−=�12
32
yTNNY �−−=�12
32
77
Devi Permata Surya 10050003141
atau
���
����
����
��� +−�
��
����
����
��� +−
���
��� +−
=
��
�2
22
2
2
21))((
21))((
21)()(
NNYRNNXR
NNYRXRrs
Keterangan : R(X) = Ranking variabel X
R(Y) = Ranking variabel Y
N = total pengamatan
(Nirwana S.K. Sitepu, 1995:26)
Menurut Guiford (Subino, 1987:115), tingkat korelasi terbagi menjadi lima
yaitu :
Tabel 3.7.5 Tingkat Korelasi Guilford
Skor Tingkat Korelasi 0,00 – 0,20 Sangat rendah0,21 – 0,40 Rendah 0,41 – 0,70 Sedang 0,71 – 0,90 Tinggi 0,91 – 1,00 Sangat Tinggi
d. Untuk menentukan apakah variabel-variabel berkorelasi (berhubungan)
dalam sampel tersebut (n = 40 > 30). Signifikansi ditentukan dengan
kriteria penolakan H� jika thit > ttab jika thit bernilai positif atau thit < -ttab
jika thit bernilai negatif, dengan taraf signifikan � = 0,05 dan derajat
kebebasan n – 2 = 40 – 2 = 38.
e. Determinasi untuk mengetahui sejauhmana hubungan variabel satu
terdapat variabel kedua, digunakan rumus sebagai berikut :
%1002 ×= srd
78
Devi Permata Surya 10050003141
3.8 Prosedur Pelaksanaan Penelitian
3.8.1 Tahap Persiapan
1. Melakukan observasi awal dan interview di seluruh Panti Asuhan remaja
putri Muhammadiyah
2. Kemudian diambil sampel remaja putri di Panti Asuhan Remaja Putri
Muhammadiyah
3. Melakukan perizinan serta observasi lanjutan dan interview di Panti
Asuhan Remaja Putri Muhammadiyah Jl. Nilem Bandung untuk
menemukan permasalahan yang dihadapi oleh anak-anak yang tinggal di
panti asuhan tersebut.
4. Melakukan studi kepustakaan
5. Menyusun usulan penelitian (out line) dalam bentuk proposal penelitian.
6. Mengajukan usulan rancangan penelitian sesuai dnegan permasalahan
yang akan diteliti.
7. Menentukan alat ukur yang akan digunakan untuk menjaring aspek-aspek
yang akan diteliti.
8. Menyiapkan alat ukur yang akan digunakan dan disesuaikan dengan
maksud dan tujuan penelitian.
9. Menentukan jadwal pengambilan data.
79
Devi Permata Surya 10050003141
3.8.2 Tahap Pelaksanaan
1. Mendatangi subjek penelitian untuk menjelaskan maksud penelitian dan
meminta kesediaan untuk dijadikan sampel
2. Memberikan subjek tes yang dilakukan oleh beberapa orang, menjelaskan
cara pengerjaannya dan pengumpulannya setelah selesai.
3. Melaksanakan pengambilan data secara kolektif.
3.8.3 Tahap Pengolahan Data
1. Melakukan skoring pada masing-masing alat ukur.
2. Membuat tabel data dan memasukkan skor yang diperoleh dari masing-
masing sampel.
3. Melakukan uji validitas dan reliabilitas sehingga item-item yang tidak
terpakai dapat disisihkan (try out terpakai)
4. Menganalisa data dengan menggunakan metode statistik non-parametrik
berupa rank Spearman (rs).
3.8.4 Tahap Pembahasan
1. Menginterpretasikan dan membahas hasil analisis statistik berdasarkan
teori-teori dan kerangka pikir yang diajukan
2. Membuat kesimpulan hasil penelitian dengan mengajukan saran-saran
yang ditujukan untuk perbaikan dan kesempurnaan penelitian
3. Melakukan kritik dan saran tindak lanjut dari penelitian
4. Penulisan laporan penelitian
80
Devi Permata Surya 10050003141
5. Menyusun dan memperbaiki laporan penelitian berdasarkan masukan dan
saran dari forum skripsi
6. Mempertanggungjawabkan laporan penelitian dalam sidang ujian sarjana
3.8.5 Tahap Penyelesaian
1. Menyusun laporan hasil penelitian.
2. Memperbaiki dan menyempurnakan laporan hasil penelitian secara
keseluruhan.
81
Devi Permata Surya 10050003141� �
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
Bab ini merupakan hasil pengolahan data penelitian dan pembahasannya
yang berdasarkan pada perhitungan statistik deskriptif, statistik inferens
(pengujian hipotesis) dan konsep-konsep teoritis yang mendasarinya. Data dalam
penelitian ini merupakan data yang terkumpul dari hasil jawaban angket yang
disebarkan kepada responden dan kemudian data tersebut diolah menggunakan
analisis statistik. Berdasarkan analisis data tersebut dapat diketahui apakah
terdapat hubungan antara variabel X dan variabel Y. Dalam hal ini, hubungan
korelasional antara persepsi terhadap teknik penerapan disiplin dengan
Penyesuaian Sosial pada remaja putri usia 15-18 tahun di Panti Sosial Asuhan
anak Taman Harapan Muhammadiyah di Bandung.
Pelaksanaan penyebaran dan pengumpulan kuesioner dalam penelitian ini
ditujukan pada remaja putri usia 15-18 tahun di Panti Sosial Asuhan anak Taman
Harapan Muhammadiyah di Bandung yang terpilih sebagai responden (sampel),
sebagaimana yang telah dijelaskan pada Bab III. Kuesioner diberikan oleh peneliti
kepada 40 orang sampel.
Untuk mempermudah pembahasannya, peneliti mengelompokkannya
menjadi beberapa sub bagian, yaitu:
82
Devi Permata Surya 10050003141
4.1 HASIL DAN PENGOLAHAN DATA
4.1.1 Analisis Statistik Inferensial
Untuk mengetahui hubungan antara persepsi terhadap teknik penerapan
disiplin dengan penyesuaian sosial, perlu kiranya diketahui bagaimana hubungan
antara aspek-aspek persepsi terhadap teknik penerapan disiplin dengan
penyesuaian sosial melalui pengujian berikut:
4.1.1.1 Uji Korelasi Rank Spearman antara Persepsi terhadap Aspek Teknik Penerapan Disiplin Power Assertion dengan Penyesuaian Sosial
a. Hipotesis I
H0 : 01 ≥ρ : Tidak terdapat hubungan yang negatif antara teknik disiplin Power
Assertion dengan penyesuaian sosial atau semakin remaja putri
mempersepsikan teknik disiplin yang diterapkan panti asuhan
mengarah pada teknik disiplin Power Assertion, maka semakin
baik penyesuaian sosial di lingkungan keluarga dalam hal ini di
dalam panti asuhan atau sebaliknya.
Ha : 01 <ρ : Terdapat hubungan yang negatif antara teknik disiplin Power
Assertion dengan penyesuaian sosial atau semakin remaja putri
mempersepsikan teknik disiplin yang diterapkan panti asuhan
mengarah pada teknik disiplin Power Assertion, maka semakin
buruk penyesuaian sosial di lingkungan keluarga dalam hal ini di
dalam panti asuhan atau sebaliknya.
83
Devi Permata Surya 10050003141
b. Hasil Pengolahan Data
Tabel 4.1.1.1 Hasil Perhitungan Korelasi Rank Spearman antara Persepsi terhadap
Teknik Penerapan Disiplin (Power Assertion) dengan Penyesuaian Sosial beserta Nilai t untuk Pengujian Keberartian Korelasinya
Keterangan Hasil Perhitungan Kesimpulan Rs t hitung t tabel
Hubungan Persepsi terhadap Teknik Penerapan Disiplin (Power Assetion) dengan Penyesuaian Sosial
-0,424 -2,889216077 -1,6866
Terdapat hubungan negatif yang signifikan antara Persepsi terhadap Teknik Penerapan Disiplin (Power Assetion) dengan Penyesuaian Sosial
c. Interpretasi dan Analisis Hasil Statistik
Berdasarkan hasil perhitungan, diperoleh bahwa koefisien korelasi Rank
Spearman (rs) untuk Persepsi terhadap Teknik Penerapan Disiplin (Power
Assertion) dengan Penyesuaian Sosial terdapat hubungan sebesar rs = -0,424 yang
menurut tabel Guilford (Subino, 1987:115) termasuk ke dalam kriteria derajat
korelasi sedang. Sedangkan dari hasil pengujian statistik diperoleh nilai
t = -2,889216077 < t tabel = -1,6866.
Berdasarkan keterangan di atas dapat dikatakan bahwa terdapat hubungan
negatif yang berarti (signifikan) antara Persepsi terhadap Teknik Penerapan
Disiplin (Power Assetion) dengan Penyesuaian Sosial. Artinya, semakin remaja
putri mempersepsikan teknik disiplin yang diterapkan panti asuhan mengarah
pada teknik disiplin Power Assertion, maka semakin buruk penyesuaian sosial di
lingkungan keluarga dalam hal ini di dalam panti asuhan.
84
Devi Permata Surya 10050003141
4.1.1.2 Uji Korelasi Rank Spearman antara Persepsi terhadap Aspek Teknik Penerapan Disiplin Love-Withdrawal dengan Penyesuaian Sosial
a. Hipotesis II
H0 : 0≥ρ : Tidak terdapat hubungan yang negatif antara teknik disiplin Love-
Withdrawal dengan penyesuaian sosial atau semakin remaja putri
mempersepsikan teknik disiplin yang diterapkan panti asuhan
mengarah pada teknik disiplin Love-Withdrawal, maka semakin
baik penyesuaian sosial di lingkungan keluarga dalam hal ini di
dalam panti asuhan atau sebaliknya.
Ha : 0<ρ : Terdapat hubungan yang negatif antara teknik disiplin Love-
Withdrawal dengan penyesuaian sosial atau semakin remaja putri
mempersepsikan teknik disiplin yang diterapkan panti asuhan
mengarah pada teknik disiplin Love-Withdrawal, maka semakin
buruk penyesuaian sosial di lingkungan keluarga dalam hal ini di
dalam panti asuhan atau sebaliknya.
b. Hasil Pengolahan Data
Tabel 4.1.1.2 Hasil Perhitungan Korelasi Rank Spearman antara Persepsi terhadap
Teknik Penerapan Disiplin (Love-Withdrawal) dengan Penyesuaian Sosial beserta Nilai t untuk Pengujian Keberartian Korelasinya
Keterangan Hasil Perhitungan Kesimpulan Rs t hitung t tabel
Hubungan Persepsi terhadap Teknik Penerapan Disiplin (Love-Withdrawal) dengan Penyesuaian Sosial
-0,576 -4,346337023 -1,6866
Terdapat hubungan negatif yang signifikan antara Persepsi terhadap Teknik Penerapan Disiplin (Love-Withdrawal) dengan Penyesuaian Sosial
85
Devi Permata Surya 10050003141
c. Interpretasi dan Analisis Hasil Statistik
Berdasarkan hasil perhitungan, diperoleh bahwa koefisien korelasi Rank
Spearman (rs) untuk Persepsi terhadap Teknik Penerapan Disiplin (Love-
Withdrawal) dengan Penyesuaian Sosial terdapat hubungan sebesar rs = -0,576
yang menurut tabel Guilford (Subino, 1987:115) termasuk ke dalam kriteria
derajat korelasi sedang. Sedangkan dari hasil pengujian statistik diperoleh nilai
t = -4,346337023 < t tabel = -1,6866.
Berdasarkan keterangan di atas dapat dikatakan bahwa terdapat hubungan
negatif yang berarti (signifikan) antara Persepsi terhadap Teknik Penerapan
Disiplin (Love-Withdrawal) dengan Penyesuaian Sosial. Artinya, semakin remaja
putri mempersepsikan teknik disiplin yang diterapkan panti asuhan mengarah
pada teknik disiplin Love-Withdrawal, maka semakin buruk penyesuaian sosial di
lingkungan keluarga dalam hal ini di dalam panti asuhan.
4.1.1.3 Uji Korelasi Rank Spearman antara Persepsi Teknik Penerapan Disiplin Induction dengan Penyesuaian Sosial
a. Hipotesis III
H0 : 0≤ρ : Tidak terdapat hubungan yang positif antara teknik disiplin
Induction dengan penyesuaian sosial atau semakin remaja putri
mempersepsikan teknik disiplin yang diterapkan panti asuhan
mengarah pada teknik disiplin Induction, maka semakin buruk
penyesuaian sosial di lingkungan keluarga dalam hal ini di dalam
panti asuhan atau sebaliknya.
86
Devi Permata Surya 10050003141
Ha : 0>ρ : Terdapat hubungan yang positif antara teknik disiplin Induction
dengan penyesuaian sosial atau semakin remaja putri
mempersepsikan teknik disiplin yang diterapkan panti asuhan
mengarah pada teknik disiplin Induction, maka semakin baik
penyesuaian sosial di lingkungan keluarga dalam hal ini di dalam
panti asuhan atau sebaliknya.
b. Hasil Pengolahan Data
Tabel 4.1.1.3 Hasil Perhitungan Korelasi Rank Spearman antara Persepsi terhadap
Teknik Penerapan Disiplin (Induction) dengan Penyesuaian Sosial beserta Nilai t untuk Pengujian Keberartian Korelasinya
Keterangan Hasil Perhitungan Kesimpulan Rs t hitung t tabel
Hubungan Persepsi terhadap Teknik Penerapan Disiplin (Induction) dengan Penyesuaian Sosial
0,684 5,782396046 1,6866
Terdapat hubungan positif yang signifikan antara Persepsi terhadap Teknik Penerapan Disiplin (Induction) dengan Penyesuaian Sosial
c. Interpretasi dan Analisis Hasil Statistik
Berdasarkan hasil perhitungan, diperoleh bahwa koefisien korelasi Rank
Spearman (rs) untuk Persepsi terhadap Teknik Penerapan Disiplin (Induction)
dengan Penyesuaian Sosial terdapat hubungan sebesar rs = 0,684 yang menurut
tabel Guilford (Subino, 1987:115) termasuk ke dalam kriteria derajat korelasi
sedang. Sedangkan dari hasil pengujian statistik diperoleh nilai t = 5,782396046 >
t tabel = 1,6866.
87
Devi Permata Surya 10050003141
Berdasarkan keterangan di atas dapat dikatakan bahwa terdapat hubungan
positif yang berarti (signifikan) antara Persepsi terhadap Teknik Penerapan
Disiplin (Induction) dengan Penyesuaian Sosial. Artinya, semakin remaja putri
mempersepsikan teknik disiplin yang diterapkan panti asuhan mengarah pada
teknik disiplin Induction, maka semakin baik penyesuaian sosial di lingkungan
keluarga dalam hal ini di dalam panti asuhan.
4.1.2 Analisis Statistik Deskriptif
Setelah dilakukan uji validitas, maka dipilih 2 item dari masing-masing
indikator yang memiliki korelasi tinggi. Ini dilakukan karena item-item alat ukur
tersebut memiliki banyak variasi. Kemudian setelah melakukan uji validitas, maka
dilakukan analisis statistik deskriptif.
Analisis statistik deskriptif disusun untuk mencari frekuensi dan persentase
aspek-aspek persepsi terhadap teknik penerapan disiplin yang dominan, frekuensi
dan persentase baik-buruknya penyesuaian sosial, dan frekuensi serta persentase
dari hasil tabulasi silang antara aspek-aspek persepsi terhadap teknik penerapan
disiplin yang dominan dengan baik-buruknya penyesuaian sosial. Berikut hasil
dari analisis statistik deskriptif tersebut:
4.1.2.1 Hasil Perhitungan Frekuensi dan Persentase Aspek-aspek Persepsi terhadap Teknik Penerapan Disiplin yang Dominan pada Remaja Putri Usia 15-18 Tahun di Panti Sosial Asuhan Anak Taman Harapan Muhammadiyah Bandung
Berdasarkan hasil perhitungan proporsi, diperoleh aspek-aspek Persepsi
terhadap Teknik Penerapan Disiplin mana yang lebih dominan pada Remaja Putri
Usia 15-18 Tahun di Panti Sosial Asuhan Anak Taman Harapan Muhammadiyah
88
Devi Permata Surya 10050003141
Bandung (data dan hasil perhitungan terlampir dalam lampiran). Sedangkan hasil
frekuensi dan persentase remaja putri yang memiliki aspek persepsi terhadap
teknik penerapan disiplin tertentu yang dominan disajikan dalam tabel dan gambar
berikut:
Tabel 4.1.2.1 Hasil Perhitungan Frekuensi dan Persentase Aspek-aspek
Persepsi terhadap Teknik Penerapan Disiplin yang Dominan
Aspek F % Power Assertion 4 10,0Love Withdrawal 13 32,5Induction 23 57,5Total 40 100.0
Gambar 4.1.2.1 Diagaran Pie Hasil Perhitungan Frekuensi dan Persentase Aspek-aspek
Persepsi terhadap Teknik Penerapan Disiplin yang Dominan
Berdasarkan tabel dan gambar di atas, terlihat bahwa dari 40 orang responden, 4
orang (10%) memiliki aspek persepsi terhadap teknik penerapan disiplin (power
assertion) yang dominan, 13 orang (32,5%) memiliki aspek persepsi terhadap
teknik penerapan disiplin (love withdrawal) yang dominan, dan 23 orang (57,5%)
memiliki aspek persepsi terhadap teknik penerapan disiplin (induction) yang
dominan. Dengan demikian, dapat dikatakan mayoritas Remaja Putri Usia 15-18
Tahun di Panti Sosial Asuhan Anak Taman Harapan Muhammadiyah Bandung
89
Devi Permata Surya 10050003141
memiliki persepsi terhadap teknik penerapan disiplin (induction) yang lebih
dominan.
4.1.2.2 Hasil Perhitungan Frekuensi dan Persentase Baik Buruknya Penyesuaian Sosial Berdasarkan Norma Ideal (Perhitungan Kuesioner)
Untuk mengetahui kriteria baik-buruknya penyesuaian sosial pada Remaja
Putri Usia 15-18 Tahun di Panti Sosial Asuhan Anak Taman Harapan
Muhammadiyah Bandung, maka dilakukan perhitungan statistik berdasarkan
norma ideal (data dan hasil perhitungan terlampir dalam lampiran). Sedangkan
hasil frekuensi dan persentase remaja putri yang memiliki penyesuaian sosial yang
baik dan buruk disajikan dalam tabel dan gambar berikut:
Tabel 4.1.2.2 Hasil Perhitungan Frekuensi dan Persentase Baik dan Buruknya
Penyesuaian Sosial Remaja Putri Usia 15-18 Tahun di Panti Sosial Asuhan Anak Taman Harapan Muhammadiyah Bandung
Penyesuaian Sosial F %Buruk 28 70,0Baik 12 30,0Total 40 100,0
Gambar 4.1.2.2 Diagram Pie Hasil Perhitungan Frekuensi dan Persentase Baik dan
Buruknya Penyesuaian Sosial Remaja Putri Usia 15-18 Tahun di Panti Sosial Asuhan Anak Taman Harapan Muhammadiyah Bandung
90
Devi Permata Surya 10050003141
Berdasarkan tabel dan gambar di atas, terlihat bahwa dari 40 orang responden,
mayoritas 28 orang (70%) memiliki penyesuaian sosial yang buruk, sedangkan 12
orang (30%) lainnya memiliki penyesuaian sosial yang baik.
4.1.2.3 Hasil Tabulasi Silang antara Aspek-aspek Persepsi terhadap Teknik Penerapan Disiplin yang Dominan dengan Baik-Buruknya Penyesuaian Sosial Remaja Putri Usia 15-18 Tahun di Panti Sosial Asuhan Anak Taman Harapan Muhammadiyah Bandung
Untuk mengetahui berapa banyak orang (persen) responden yang memiliki
aspek-aspek persepsi terhadap teknik penerapan disiplin tertentu yang dominan
atau berapa banyak orang (persen) responden yang memiliki penyesuaian sosial
yang baik dan berapa berapa banyak orang (persen) responden yang memiliki
penyesuaian sosial yang buruk, maka perlu dicari frekuensi dan persentasenya dari
hasil tabulasi silang berikut.
Tabel 4.1.2.3 Hasil Perhitungan Frekuensi dan Persentase dari Tabulasi Silang antara
Dominasi Aspek-aspek Teknik Penerapan Disiplin dan Penyesuaian Sosial
Aspek-aspek Yang Dominan
Penyesuaian Sosial (Y) Buruk Baik Total
F % F % F % Power Assertion 4 10 0 0 4 10 Love Withdarawal 13 32,5 0 0 13 32,5 Induction 11 27,5 12 30 23 57,5
Total 28 70 12 30 40 100
91
Devi Permata Surya 10050003141
Gambar 4.1.2.3 Diagram Batang Hasil Perhitungan Frekuensi dan Persentase dari Tabulasi
Silang antara Dominasi Aspek-aspek Teknik Penerapan Disiplin dan Penyesuaian Sosial
Berdasarkan tabel dan gambar di atas, terlihat bahwa dari 4 orang
responden yang memiliki aspek persepsi terhadap teknik penerapan disiplin
(Power Assertion) yang dominan, seluruhnya memiliki penyesuaian sosial yang
buruk. Kemudian, dari 13 orang responden yang memiliki memiliki aspek
persepsi terhadap teknik penerapan disiplin (Love Withdrawal), seluruhnya
memiliki penyesuaian sosial yang buruk. Sedangkan, dari 23 orang responden
yang memiliki aspek persepsi terhadap teknik penerapan disiplin (Induction),
sebagian besar 12 orang memiliki penyesuaian sosial yang baik dan 11 orang
lainnya memiliki penyesuaian sosial yang buruk.
92
Devi Permata Surya 10050003141
4.2 PEMBAHASAN
Penyesuaian diri merupakan faktor kepribadian yang perkembangannya
dipengaruhi oleh faktor lingkungan. Lingkungan awal yang sangat berpengaruh
terhadap perkembangan individu diantaranya yaitu lingkungan keluarga, dalam
hal ini yaitu lingkungan panti asuhan selaku keluarga kedua bagi remaja putri.
Orang tua asuh dalam hal ini yaitu ibu asuh mengubah tingkah laku anaka dalam
kehidupan sehari-hari agar dapat diterima oleh kelompok sosialnya. Menurut
Martin Hoffman (Shaffer, 1994: 431) bahwa teknik disiplin itu terbagi tiga, yaitu
teknik disiplin Power Assertion, Love Withdrawal dan Induction.
4.2.1 Hubungan antara Teknik Penerapan Disiplin Power Assertion dengan Penyesuaian Sosial
Kemudian, setelah melakukan perhitungan statistik, terlihat bahwa
berdasarkan hasil perhitungan koefisien korelasi Rank Spearman (rs) untuk
Persepsi terhadap Teknik Penerapan Disiplin (Power Assetion) dengan
Penyesuaian Sosial terdapat hubungan sebesar rs = -0,424 yang menurut tabel
Guilford (Subino, 1987:115) termasuk ke dalam kriteria derajat korelasi sedang.
Sedangkan dari hasil pengujian statistik terhadap koefisien korelasinya, diperoleh
hasil bahwa terdapat hubungan negatif yang signifikan antara Persepsi Teknik
Penerapan Disiplin Power Assertion dengan Penyesuaian Sosial Remaja Putri
Usia 15-18 Tahun pada Panti Asuhan Putri Muhammadiyah di Bandung. Hal ini
dapat diartikan bahwa semakin remaja putri mempersepsikan teknik disiplin yang
diterapkan panti asuhan mengarah pada teknik disiplin Power Assertion, maka
semakin buruk penyesuaian sosial di lingkungan keluarga dalam hal ini di dalam
93
Devi Permata Surya 10050003141
panti asuhan. Hal ini diperkuat dari data hasil tabulasi silang antara aspek-aspek
persepsi terhadap teknik penerapan disiplin yang dominan dengan baik buruknya
penyesuaian sosial, yang menjelaskan bahwa dari 4 orang jumlah remaja putri
yang mempersepsikan Teknik Penerapan Disiplin Power Assertion, seluruhnya
memiliki penyesuaian sosial yang buruk. Remaja yang mempersepsikan teknik
penerapan disiplin ini akan belajar untuk selalu mematuhi peraturan karena
munculnya ketakutan akan hukuman yang diberikan jika melanggar peraturan
panti asuhan. Dalam hal ini akibat dari tingkah laku yang dilakukan dikaitkan
dengan hukuman yang akan diterima oleh dirinya dan bukan berdasarkan pada
perasaan dan kebutuhan orang lain, sebagai akibatnya remaja tidak terlatih untuk
berempati pada orang lain. Hal ini tentu saja akan membuat remaja kesulitan
untuk dapat menyesuaikan diri. Menurut Schneiders (1964) bahwa penyesuaian
sosial merupakan kemampuan individu untuk bereaksi secara efektif terhadap
kenyataan yang dihadapi dilingkungannya, sehingga seseorang mampu untuk
memenuhi segala tuntutan sosial dengan cara yang dapat diterima dan memuaskan
bagi dirinya maupun lingkungannya.
Seperti yang kita lihat pada fenomena, sebagian dari remaja putri di panti
asuhan tersebut mengatakan bahwa ibu asuh beberapa kali memarahi mereka
dengan berteriak terutama ketika mereka tidak sengaja memecahkan barang atau
menghilangkan barang milik panti asuhan atau milik ibu asuh. Ibu asuh tidak
mendengarkan alasan apapun yang dikemukakkan oleh anak. Karena adanya
peraturan yang kaku dan keras ini juga yang dapat membuat anak merasa bahwa
dunia penuh permusuhan dan berperilaku sesuai dengan perasaan itu, yaitu anak
94
Devi Permata Surya 10050003141
sering memendam permusuhan mendalam, menimbulkan rasa marah serta agresi
yang membuatnya tidak bahagia dan curiga terhadap siapa saja yang berhubungan
dengannya, terutama terhadap figur yang berkuasa dan berwenang.
Diantara mereka juga ada yang memfitnah teman yang lain agar ia tidak
dihukum,mereka juga merasa rendah diri karena ibu asuh beberapa kali menghina
mereka dengan mengatakan mereka “bodoh”. Hal ini yang dapat memacu anak
menjadi tidak percaya diri dan tidak dapat berempati pada orang lain, karena anak
disibukkan dengan perasaan takut serta cemasnya sendiri. Sedikit pujian yang
diharapkan apabila anak dapat memenuhi standar yang diinginkan dapat
mendorong anak untuk lebih dapat menghargai dirinya sendiri dan orang lain.
4.2.2 Hubungan antara Teknik Penerapan Disiplin Love Withdrawal dengan Penyesuaian Sosial
Berdasarkan hasil perhitungan koefisien korelasi Rank Spearman (rs)
untuk Persepsi terhadap Teknik Penerapan Disiplin (Love Withdrawal) dengan
Penyesuaian Sosial terdapat hubungan sebesar rs = -0,576 yang menurut tabel
Guilford (Subino, 1987:115) termasuk ke dalam kriteria derajat korelasi sedang.
Sedangkan dari hasil pengujian statistik terhadap koefisien korelasinya, diperoleh
hasil bahwa terdapat hubungan negatif yang signifikan antara Persepsi Teknik
Penerapan Disiplin Love Withdrawal dengan Penyesuaian Sosial Remaja Putri
Usia 15-18 Tahun pada Panti Asuhan Putri Muhammadiyah Bandung. Hal ini
dapat diartikan bahwa semakin remaja putri mempersepsikan teknik disiplin yang
diterapkan panti asuhan mengarah pada teknik disiplin Love Withdrawal, maka
semakin buruk penyesuaian sosial di lingkungan keluarga dalam hal ini di dalam
95
Devi Permata Surya 10050003141
panti asuhan. Hal ini diperkuat dari data hasil tabulasi silang antara aspek-aspek
persepsi terhadap teknik penerapan disiplin yang dominan dengan baik buruknya
penyesuaian sosial, yang menjelaskan bahwa dari 13 orang jumlah remaja putri
yang mempersepsikan Teknik Penerapan Disiplin Love Withdrawal, seluruhnya
memiliki penyesuaian sosial yang buruk. Ini selaras dengan yang dikemukakkan
oleh Martin Hoffman bahwa remaja yang dibesarkan denga teknik disiplin ini
yaitu orang tua asuh tidak memberikan perhatian, afeksi/perasaan saying, jika
remaja melakukan suatu kesalahan, orang tua asuh mengekspresikan
ketidaksenangannya dengan cara mengabaikan anak dan mendiamkan anak.
Perhatian remaja lebih diarahkan pada konsekuensi dirinya sendiri bukan terhadap
orang lain.
Anak panti yang mempersepsikan teknik disiplin Love-withdrawal dapat
menjadi kebingungan dan merasa menjadi tidak aman dengan lingkungan tempat
ia berada atau berinteraksi. Pengalaman mereka menjadi terbatas dan
ketidakmatangan mental karena tidak dilatih oleh pengasuh untuk mengambil
keputusan–keputusan dalam hidup anak nantinya. Seperti yang terjadi pada
remaja putri di panti asuhan Muhammadiyah ini, ketika mereka sedang berada
dalam kesulitan dan membutuhkan solusi orang yang lebih dewasa, ibu asuh
membiarkan saja dan hanya mengangguk-angguk dan tidak memberikan solusi
yang tepat. Oleh sebab itu tidak ada feedback correction dari orang tua untuk
anak. Mereka menjadi bingung dan akhirnya cenderung bersikap pasif, tidak
mengetahui apa yang boleh dan apa yang tidak boleh dilakukan. Hal ini terlihat
apabila remaja tidak melaksanakan piket yang diberikan ibu asuh sehingga
96
Devi Permata Surya 10050003141
melimpahkan kepada adik kelas, kemudian merokok dan mencuri yang dilakukan
diam-diam. Mereka merasa tidak diperdulikan oleh ibu asuh. Ini dapat
mengakibatkan anak berperilaku, ketakutan dan kecemasan akan ditinggalkan.
Teknik disiplin ini dapat memberikan dampak perilaku pendiam, menyendiri,
menarik diri dari lingkungan sosial, merasa diri inferior dan tidak memiliki
inisiatif sehingga menjadi pasif.
4.2.3 Hubungan antara Teknik Penerapan Disiplin Induction dengan Penyesuaian Sosial
Berdasarkan hasil perhitungan koefisien korelasi Rank Spearman (rs)
untuk Persepsi terhadap Teknik Penerapan Disiplin (Love Withdrawal) dengan
Penyesuaian Sosial terdapat hubungan sebesar rs = 0,684 yang menurut tabel
Guilford (Subino, 1987:115) termasuk ke dalam kriteria derajat korelasi sedang.
Sedangkan dari hasil pengujian statistik terhadap koefisien korelasinya, diperoleh
hasil bahwa terdapat hubungan positif yang signifikan antara Persepsi Teknik
Penerapan Disiplin Induction dengan Penyesuaian Sosial Remaja Putri Usia 15-18
Tahun pada Panti Asuhan Putri Muhammadiyah di Bandung. Hal ini dapat
diartikan bahwa semakin remaja putri mempersepsikan teknik disiplin yang
diterapkan panti asuhan mengarah pada teknik disiplin Induction, maka semakin
baik penyesuaian sosial di lingkungan keluarga dalam hal ini di dalam panti
asuhan Hal ini diperkuat dari data hasil tabulasi silang antara aspek-aspek persepsi
terhadap teknik penerapan disiplin yang dominan dengan baik buruknya
penyesuaian sosial, yang menjelaskan bahwa dari 23 orang remaja putri yang
mempersepsikan Teknik Penerapan Disiplin Induction, sebagian besar 12 orang
97
Devi Permata Surya 10050003141
memiliki penyesuaian sosial yang baik, sedangkan 11 orang lainnya memiliki
penyesuaian sosial yang buruk. Setelah peneliti melakukan interview pada 11
orang remaja putri yang memiliki penyesuaian sosial yang buruk, diperoleh bahwa
mereka merasa peraturan yang ada di panti asuhan tidak konsisten. Terkadang jika
mereka melakukan pelanggaran, dihukum oleh ibu asuh, namun terkadang tidak.
Bahkan beberapa kali ibu asuh salah menghukum anak yang seharusnya tidak
bersalah karena fitnah dari teman satu panti. Mereka menjadi bingung apa yang
harus dilakukan dan akhirnya melanggar peraturan panti asuhan. Mereka juga
enggan untuk bercerita tentang masalah mereka kepada ibu asuh karena ibu asuh
tidak mau mendengar dan tidak memberikan solusi yang baik untuk permasalahan
mereka. Ini adalah salah satu faktor kesalahpahaman karena tidak adanya timbal
balik antara ibu asuh dan remaja putri.
Seperti yang terjadi pada remaja panti, mereka diajarkan oleh ibu asuh
untuk meminta maaf ketika mereka berbuat kesalahan dengan orang lain. Mereka
merasa bahwa mereka adalah senasib sepenanggungan, oleh karena itu harus
saling menghargai satu sama lain. Ketika mereka memiliki masalah, mereka
saling bertukar pendapat dan saling membantu agar dapat mencari solusi yang
tepat. Dengan saling bertukar pendapat inilah, anak menjadi terbuka dengan
lingkungan baru, berani mengemukakkan pendapat. Teknik disiplin ini baik untuk
mengembangkan moral remaja. Dalam penelitian ini yaitu dalam penyesuaian diri
di lingkungan keluarga yaitu panti asuhan.
Jika melihat teori dari Martin Hoffman, hubungan teknik disiplin dengan
penyesuaian sosial yaitu bila teknik penerapan disiplin Power Assertion yang
98
Devi Permata Surya 10050003141
dominan diterapkan, anak akan melihat konsekuensi tingkah laku hanya pada
dirinya saja tanpa mempertimbangkan orang lain dan tentu saja hal tersebut
kurang menumbuhkan empati pada anak sehingga anak kurang dapat melakukan
penyesuaian diri di lingkungannya. Teknik penerapan disiplin Power Assertion
memiliki kualitas hukuman yang tinggi. Teknik penerapan disiplin ini bersifat
lebih cepat berakhir karena seolah-olah “meledak”. Anak dipaksa untuk melihat
akibat dari tingkah laku mereka berdasarkan antisipasinya terhadap reaksi
hukuman dari orang tuanya, sehingga anak memandang standar-standar tingkah
lakunya berada di luar dirinya (eksternal).
Teknik disiplin Love Withdrawal dapat menghambat jalinan komunikasi
antara anak dan orang tua, dapat pula menimbulkan kecemasan pada anak,
terutama kecemasan kehilangan perhatian dan kasih sayang dari orang tua, anak
menjadi bingung karena tidak dapat belajar untuk membedakan mana yang baik
dan yang buruk dan merasa insecure, pengalaman menjadi terbatas, dan
ketidakmatangan mental menghambat mereka menjadi takut, cemas dan agresif.
Oleh sebab itu, beberapa diantara mereka yang mempersepsikan teknik penerapan
disiplin Love Withdrawal menjadi kesulitan dalam menyesuaikan dirinya di
lingkungan sosial.
Remaja panti yang menghayati teknik disiplin Induction dapat
menumbuhkan perilaku yang positif, independen, mandiri dalam berpikir dan
berperilaku dan inisiatif dalam bertindak, ada kesempatan alih peran dan tanggung
jawab, mampu mengontrol atau mengendalikan diri dan matang secara moral.
Mereka dapat mengendalikan diri dalam lingkungan tempat ia berada sehingga
99
Devi Permata Surya 10050003141
memiliki penyesuaian sosial yang baik. Ini terjadi karena remaja merasa bahwa
pengasuh memperlakukan dirinya sebagai individu, menerima dan menghargai
hak–haknya serta memenuhi kebutuhan–kebutuhannya yang dapat membuat
mereka berfikir mandiri, berperilaku terbuka, spontan, simpati dan percaya diri.
Karena pengasuh membimbing dan memperhatikan mereka, maka mereka dapat
merasakan kepuasan sebab mereka mengetahui bahwa mereka diperbolehkan
untuk mengendalikan perilaku sendiri sehingga ini dapat mengajarkan
konsekuensi tingkah laku terhadap dirinya juga pada orang lain yang dapat
mengakibatkan timbulnya perasaan empati dan peduli terhadap orang lain. Teknik
Disiplin ini juga merupakan teknik disiplin yang paling dominan di persepsi oleh
remaja putri di panti asuhan sebanyak 23 orang. Sisanya menyebar pada aspek
Power Assertion dan Love Witdrawal.
Dari hasil tabulasi silang, diketahui remaja putri yang mempersepsikan
Teknik Penerapan Disiplin Induction (positif) sebanyak 12 orang atau sebanyak
30% memiliki penyesuaian diri yang baik. Mereka memiliki minat pada kegiatan
belajar, mematuhi peraturan panti asuhan, mampu menyelesaikan tugas piket
dengan baik, serta mampu mengatasi permasalahan sendiri. Sedangkan 17 orang
lainnya atau sebanyak 70% memiliki penyesuaian diri yang buruk disebabkan
mereka mempersepsikan Teknik Penerapan Disipin Power Assertion Love
Withdrawal (negatif). Mereka kurang memiliki minat pada kegiatan belajar, tidak
mampu menyelesaikan tugas piket dengan baik, tidak mematuhi peraturan panti
asuhan, serta kurang mampu mengatasi permasalahan sendiri.
100
Devi Permata Surya 10050003141
Menurut interview yang dilakukan pada remaja putri yang memiliki
penyesuaian sosial yang buruk, kebanyakan masalah bukan hanya datang dari diri
sendiri, namun dari luar juga. Mereka malas untuk menyelesaikan tugas piket
yang telah dijadwalkan untuk mereka setiap hari, sehingga beberapa dari mereka
menyuruh junior mereka untuk menggantikan tugas piket mereka. Mereka juga
mengetahui bahwa ada peraturan yang melanggar dengan tegas untuk tidak boleh
berpacaran, namun mereka tetap melanggar. Ada yang melakukan pelanggaran
secara sembunyi-sembunyi dan yang lain menutupinya disebabkan karena tidak
ingin bertengkar atau malah mereka melakukan pelanggaran yang sama sehingga
tidak saling melapor kepada ibu pengurus panti. Kebanyakan dari mereka curhat
kepada ibu pengurus panti, tidak didengarkan atau cuek sehingga mereka memilih
untuk memendam atau menceritakan masalah mereka pada teman sekamar
mereka. Beberapa dari mereka ada yang menutup diri dan lebih senang
menyelesaikan segala sesuatunya sendiri. Ini merupakan salah satu faktor
kepribadian dari masing-masing anak. Peraturan yang diberikan oleh panti asuhan
seperti pemberian insentif berupa tambahan uang jajan tidak selalu dilakukan oleh
ibu pengurus menyebabkan remaja putri memberikan cap kepada ibu pengurus
bahwa panti asuhan tidak konsekuen dalam menerapkan peraturan, sehingga
mereka bermalas-malasan untuk melakukan kewajiban mereka sendiri. Keinginan
mereka untuk berpacaran dipicu faktor dari dalam diri dan luar diri karena tidak
ingin dianggap tidak gaul. Beberapa dari mereka telah dididik sejak kecil sebelum
masuk ke dalam panti asuhan agar menghargai diri mereka sendiri. Kemudian
sebab lainnya yaitu, mereka merasa peraturan yang ada di panti asuhan tidak
101
Devi Permata Surya 10050003141
konsisten. Terkadang jika mereka melakukan pelanggaran, dihukum oleh ibu
asuh, namun terkadang tidak. Mereka menjadi bingung dan akhirnya melanggar
peraturan panti asuhan.
Dalam penelitian ini dapat diketahui bahwa setiap pemaknaan remaja
terhadap Teknik Penerapan disiplin memberikan peluang kepada remaja untuk
menghasilkan penyesuaian sosial yang baik atau buruk. Hal ini dapat terlihat dari
hasil penelitian yang menunjukkan bahwa terdapat remaja putri yang
mempersepsikan Teknik Penerapan Disiplin positif sehingga penyesuaian
sosialnya menjadi menjadi baik, serta ada pula remaja putri yang mempersepsikan
Teknik Penerapan Disiplin yang negatif sehingga penyesuaian sosialnya di panti
asuhan menjadi buruk.
Menurut Hurlock (1993:83) dengan adanya disiplin, individu dapat belajar
berperilaku dengan cara yang diterima masyarakat dan sebagai hasilnya diterima
oleh anggota kelompok sosial mereka. Dalam penerapan disiplin inilah yang
nantinya akan dipersepsi oleh remaja dan mempengaruhi proses penyesuaian
dirinya di lingkungan. Disiplin sangat diperlukan untuk anak dan remaja karena
dapat memenuhi beberapa kebutuhan tertentu untuk memperbesar kebahagiaan
dan penyesuaian pribadi dalam hal ini yaitu penyesuaian sosial remaja. Dengan
disiplin, anak belajar bersikap menurut cara yang akan mendatangkan pujian yang
ditafsirkan anak sebagai tanda kasih sayang dan penerimaan.
Disiplin dapat membantu anak mengembangkan hati nurani “suara hati”
sebagai pembimbing dalam mengambil keputusan dan mengendalikan perilaku
mereka. Dengan disiplin juga dapat membantu anak menghindari perasaan
102
Devi Permata Surya 10050003141
bersalah dan rasa malu akibat perilaku yang salah menyebabkan perasaan yang
pasti mengakibatkan rasa tidak bahagia dan penyesuaian yang buruk
menyebabkan disiplin memungkinkan anak hidup menurut standar yang disetujui
kelompok sosial dan dengan demikian memperoleh persetujuan sosial. Disiplin
yang sesuai dengan perkembangan yang berfungsi sebagai motivasi pendorong
ego yang mendorong anak mencapai apa yang diharapkan dari dirinya.
Remaja di panti asuhan dapat mengembangkan perilaku yang sesuai
dengan lingkungan apabila ia memaknakan bahwa perlakuan pengasuh dapat
memenuhi kebutuhannya, tetapi sebaliknya apabila perlakuan pengasuh
dimaknakan sebagai penghambat pemenuhan kebutuhannya maka dapat
menimbulkan frustasi yang akan mengganggu proses penyesuaian diri remaja di
dalam panti asuhan.
Dengan adanya faktor–faktor yang dikemukakan oleh remaja putri
tersebut, menunjukkan bahwa Persepsi Teknik Penerapan Disiplin bukan satu–
satunya faktor yang menentukan penyesuaian sosial. Terdapat faktor–faktor lain
yang juga mempengaruhi Persepsi Teknik Penerapan Disiplin dengan
Penyesuaian sosial remaja putri.
Dilihat dari hal-hal di atas, maka dapat diuraikan bahwa ketika remaja
putri mempersepsikan Teknik Penerapan Disiplin secara positif, maka
penyesuaian sosial mereka di lingkungan panti asuhan menjadi baik. Namun jika
mereka mempersepsikan Teknik Penerapan Disiplin secara negatif, maka
penyesuaian sosial mereka di lingkungan panti asuhan menjadi buruk.
Penyesuaian yang baik ini dicirikan oleh kemampuan dari diri individu untuk
103
Devi Permata Surya 10050003141
memberikan respon yang efisien, matang, memuaskan, dan bermanfaat sehingga
dapat menyesuaikan dirinya dengan baik di lingkungan sosialnya (Scheneiders,
1964: 51).
Pada umumnya orang tua menggunakan salah satu teknik penerapan
disiplin seperti yang dikemukakan di atas secara dominan, yang bertujuan untuk
mengarahkan, mengontrol bahkan mengubah perilaku anak dalam kehidupan
sehari-hari agar diterima oleh kelompok sosial mereka, atau dapat juga dikatakan
orang tua menanamkan disiplin pada anak agar dapat melakukan penyesuaian di
lingkungan sosialnya.
104
Devi Permata Surya 10050003141� �
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Berdasarkan pengolahan data dan pembahasan, maka diperoleh
kesimpulan, terdapat hubungan antara persepsi teknik penerapan disiplin dengan
penyesuaian sosial pada remaja putri usia 15-18 tahun pada Panti Sosial Asuhan
Anak Taman Harapan Muhammadiyah di Bandung:
1. Bahwa antara persepsi remaja putri terhadap teknik penerapan disiplin
Power Assertion dengan penyesuaian sosial yang rendah di panti asuhan
Muhammadiyah, terdapat hubungan negatif yang signifikan artinya
semakin remaja putri mempersepsikan teknik penerapan disiplin Power
Assertion maka semakin buruk penyesuaian sosialnya di panti asuhan
Muhammadiyah
2. Bahwa antara persepsi remaja putri terhadap teknik penerapan disiplin
Love Withdrawal dengan penyesuaian sosial yang rendah pada remaja
putri di panti asuhan, terdapat hubungan negatif yang signifikan artinya
bahwa semakin Love Withdrawal persepsi remaja terhadap teknik
penerapan disiplin maka semakin buruk penyesuaian sosial remaja di
panti asuhan.
3. Bahwa antara persepsi remaja terhadap teknik disiplin Induction dengan
penyesuaian sosial yang tinggi pada remaja putri di panti asuhan, terdapat
hubungan positif yang signifikan artinya bahwa semakin Induction
105
Devi Permata Surya 10050003141
persepsi remaja terhadap teknik penerapan disiplin maka akan semakin
baik penyesuaian sosial remaja pada panti asuhan Muhammadiyah
4. Berdasarkan hasil pengujian diperoleh bahwa persepsi teknik penerapan
disiplin Induction memiliki nilai korelasi paling tinggi dengan penyesuaian
sosial. Aspek tersebut memiliki hubungan ke arah positif artinya semakin
positif persepsi teknik penerapan disiplin Induction maka semakin baik
penyesuaian sosial remaja putri usia 15-18 tahun pada Panti Asuhan Sosial
Anak Taman Harapan Muhammadiyah di Bandung.
5. Berdasarkan hasil penelitian dan pengolahan data, remaja yang
mempersepsikan teknik penerapan disiplin Power Assertion sebanyak 4
orang atau 10%, keseluruhannya memiliki penyesuaian sosial yang buruk.
Remaja yang mempersepsikan teknik penerapan disiplin Love Withdrawal
sebanyak 13 orang atau 32,5 %, keseluruhannya memiliki penyesuaian
sosial yang buruk. Sedangkan teknik penerapan disiplin Induction
sebanyak 23 orang yaitu 11 orang memiliki penyesuaian sosial yang buruk
dan 12 orang memiliki penyesuaian sosial yang baik. Dilihat dari hasil
pengolahan data, diperoleh temuan lain bahwa 12 orang remaja putri yang
mempersepsikan teknik penerapan disiplin Induction memiliki
penyesuaian sosial yang baik, ini disebabkan karena faktor-faktor lain
seperti pola asuh keluarga, kepribadian masing-masing anak, budaya serta
latar belakang keluarga sebelum remaja memasuki panti asuhan.
106
Devi Permata Surya 10050003141
5.2 Saran
Setelah memperhatikan data yang diperoleh dari hasil penelitian, bahwa
teknik penerapan disiplin mempunyai hubungan dengan penyesuaian sosial
remaja putri di Panti Sosial Asuhan Anak Taman Harapan Muhammadiyah di
Bandung, maka terdapat beberapa hal yang dapat dijadikan sebagai bahan
pertimbangan, yaitu:
1. Bagi ibu asuh serta para pengasuh yang terlibat didalamnya, hendaknya
lebih baik menggunakan teknik penerapan disiplin Induction, karena
menurut hasil penelitian diperoleh bahwa remaja putri yang
mempersepsikan teknik penerapan disiplin Induction memiliki
penyesuaian sosial yang lebih baik daripada remaja yang mempersepsikan
teknik penerapan disiplin Power Assertion dan Love Withdrawal.
2. Ibu asuh juga diharapkan untuk lebih konsisten dalam menerapkan
peraturan panti asuhan, seperti pemberian insentif atau hadiah kepada
remaja putri yang mematuhi peraturan sesuai dengan peraturan yang
diterapkan di dalam panti asuhan. Ibu asuh juga hendaknya menjaga
komunikasi, mendengarkan anak asuh bercerita tentang masalah
pribadinya atau sekolah untuk membantu remaja agar merasa diakui dan
dihargai. Sesuai dengan indikator pada penyesuaian sosial bahwa faktor
lingkungan tempat anak berada sangat mempengaruhi penyesuaian yang
baik bagi anak.
3. Orang dewasa lain seperti ibu/bapak pengurus panti lain yang terlibat di
dalammnya juga hendaknya memperhatikan, mendampingi, menanamkan
107
Devi Permata Surya 10050003141
nilai-nilai tanggung jawab pada mereka dan menumbuhkan perilaku positif
yang membantu remaja putri mencapai penyesuaian sosial yang baik.
ix
DAFTAR PUSTAKA
Ali, Mohammad, Prof. Dr., dan Asrori, Mohammad, Prof. Dr., 2005. Psikologi Remaja
perkembangan-peserta didik. Penerbit PT. Bumi Aksara, Jakarta.
Arikunto, Suharsimi, Prof. Dr., 2003. Manajemen Penelitian. Penerbit PT Rineka Cipta, Jakarta.
Arikunto, Suharsimi. 2000. Prosedur Penelitian. Jakarta : Rineka Cipta
Atkinson, Richard, C. Pengantar Psikologi, edisi kesebelas, jilid 1 . Penerbit: Erlangga, Jakarta.
Chaplin, J.P. 2006. Kamus Lengkap Psikologi. Penerbit: PT. RajaGrafindo Persada, Jakarta.
Direktorat Kesejahteraan Anak dan Keluarga. 1979 : Pedoman Panti Asuhan, Departemen
Sosial: Direktorat Jenderal Rehabilitasi dan Pelayanan Sosial.
Hadi, Sutrisno. 2001. Metodologi Research. Jilid 1. Yogyakarta : Andi, Yogyakarta.
Hurlock, Elizabeth. 1999. Psikologi Perkembangan. Alih bahasa Istiwiyanti dan Soedjarwo.
Edisi ketujuh. 002. PT Rineke Cipta: Jakarta.
Morgan, Clifford. T. 1986. Human Behavior In The Social Environment. Pea Cock Publisher Inc.
Morgan, C. T. 1986. Introduction to Psychology, seventh edition, international edition. Penerbit:
McGraw-Hill book Company, Singapore.
Pareek, Udai. 1983. Perilaku organisasi, seri manajemen no.98. Penerbit: PT. Pustaka Binaman
Pressindo, Jakarta.
Santrock, J. W. 2003. Adolescence–Perkembangan Remaja. Penerbit Erlangga, Jakarta.
Santrock, J. W. 2002. Life–Span Development. Penerbit Erlangga, Jakarta.
Schneiders, Alexander A. 1964. Personal Adjustment and Mental Health. Penerbit Holt, Rinehart
and Winston, New York.
Saifuddin, Azwar. 2005. Sikap Manusia Teori dan Pengukurannya. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
x
Shaffer, David. 1994. Social and Personality Development. Brooks/Cole Publishing Company:
California.
Sitepu, Nirwana S.K. 1995. Analisis Korelasi. Bandung : Fakultas MIPA Unpad.
Siegel, Sidney. 1997. Statistik Nonparametrik untuk Ilmu-ilmu Sosial. Jakarta : Gramedia
Sudjana, DR., M.A.,M.Sc. 1996. Metolologi Penelitian. Edisi 6. Penerbit: Tarsito, Bandung.
Subino. 1987. Konstruksi Tes dan Analisis. Jakarta : Departemen P dan K.
Tim Penyusun Kamus Pusat Bahasa. 2007. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Edisi ketiga.
Penerbit: Balai Pustaka, Jakarta.
Fulltext ini tidak bisa ditampilkan semua
dikarenakan ukuran Filenya besar
silahkan hubungi petugas !!
UPT PERPUSTAKAAN UNISBA