elibrary.unisba.ac.idelibrary.unisba.ac.id/files/10-2123_fulltext.pdf · peringatan !!!...
TRANSCRIPT
PERINGATAN !!! Bismillaahirrahmaanirraahiim
Assalamu’alaikum warahmatullaahi wabarakaatuh
1. Skripsi digital ini hanya digunakan sebagai bahan referensi
2. Cantumkanlah sumber referensi secara lengkap bila Anda mengutip dari Dokumen ini
3. Plagiarisme dalam bentuk apapun merupakan pelanggaran keras terhadap etika moral penyusunan karya ilmiah
4. Patuhilah etika penulisan karya ilmiah
Selamat membaca !!!
Wassalamu’alaikum warahmatullaahi wabarakaatuh
UPT PERPUSTAKAAN UNISBA
HUBUNGAN ANTARA TEKNIK KOMUNIKASI PERSUASIF
ATASAN DENGAN SIKAP PATUH ANGGOTA DALAM BEKERJAStudi korelasional Mengenai Hubungan Antara Teknik Komunikasi Persuasi Atasan yang
Menggunakan Teknik Integrasi, Teknik Pay Off & Fear Arrousing dan Teknik Icing Device
dengan Sikap Patuh Anggota Satuan Samapta Dalam Bekerja di Polrestabes Bandung
SKRIPSI
Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Dalam Mencapai Gelar Sarjana
Pada Jurusan Public Relations Fakultas Ilmu Komunikasi
Universitas Islam Bandung
Disusun Oleh:
Nama : Devie Puspitasari Suganda
Npm : 10080006199
Bid. Kajian : Ilmu Public Relations
FAKULTAS ILMU KOMUNIKASI
UNIVERSITAS ISLAM BANDUNG
BANDUNG
2010
��
�
ABSTRAK
Penelitian ini berjudul “Hubungan antara teknik komunikasi persuasif atasan dengan sikap patuh anggota dalam bekerja”. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan antara teknik komunikasi persuasif atasan, dengan sikap patuh anggota dalam bekerja. Sedangkan objek penelitian adalah sikap patuh anggota terhadap teknik komunikasi persuasif atasan. Teori yang digunakan adalah teori S-O-R dimana yang menjadi stimulus adalah teknik integrasi, teknik iming-iming, teknik menakut-nakuti dan teknik tataan, yang menjadi organism yaitu anggota satuan samapta Polwiltabes Bandung diharapkan dapat memperhatikan, mengerti, menerima teknik komunikasi persuasif atasan dan dapat menimbulkan reaksi berupa perubahan sikap patuh anggota dalam bekerja dan dapat menimbulkan reaksi yang terdiri dari aspek kognitif, aspek afektif dan aspek konatif. Jadi dengan teknik komunikasi persuasif yang diterapkan oleh atasan, kepatuhan anggota diharapkan dapat bertambah.
Metode yang digunakan adalah korelasional yang bertujuan untuk meneliti sejauh mana variasi pada satu faktor berkaitan dengan variasi pada faktor lain, sedangkan untuk variabel bebas (X) dan variabel terikat (Y) pada penelitian ini adalah skala ordinal. Sedangkan teknik pengumpulan data melalui angket yang telah teruji validitas dan reliabilitasnya, wawancara, studi kepustakaan, dan observasi.
Populasi yang diambil adalah sebanyak 212 orang anggota satuan samapta Polwiltabes Bandung. Sedangkan teknik sampling yang digunakan adalah sampling random sederhana (Sampling Probabilitas,). Untuk sampel diambil 20 % dari polulasi sebanyak 42 anggota samapta sebagai responden. Hasil angket lalu dihitung dengan menggunakan rumus Rank Spearman. Hasil perhitungan tersebut digunakan untuk mencari hubungan atau menguji signifikasi hipotesis asosiatif bila masing-masing variabel yang dihubungkan berbentuk ordinal.
Berdasarkan hasil perhitungan statistik, diperoleh kesimpulan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara teknik komunikasi persuasif atasan (X) dengan sikap patuh anggota dalam bekerja (Y). Hubungan yang terjadi merupakan hubungan yang kuat, dimana peningkatan teknik komunikasi persuasif atasan akan seiring dengan peningkatan sikap patuh anggota dalam bekerja.
���
�
KATA PENGANTAR
Bismillahirrohmanirrohiim
Assalamu’alaikum wr,wb
Alhamdulillahirobbil’alamiin…segala puji bagi Allah SWT, Tuhan
semesta Alam. Hanya dengan rahmat dan karunia-Mu, penulis dapat
menyelesaikan skripsi ini. Shalawat serta salam tidak lupa penulis haturkan
kepada nabi Muhammad SAW yang menjadi rahmatan lil alamin yang telah
membawa umatnya dari alam yang gelap gulita menuju alam yang terang
benderang melalkui wahyu Allah SWT. Puji dan syukur penulis panjatkan ke
hadirat Allah SWT yang dengan kehendak-Nya telah melimpahkan rahmat dan
karunianya kepada hamba, sehingga mampu menyelesaikan skripsi ini.
Skripsi ini berjudul “ Hubungan antara Teknik Komunkasi Persuasif
Atasan dengan Sikap Patuh Anggota Dalam bekerja”, penulis susun sebagai
salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana pada Fakultas Ilmu Komunikasi
Universitas Islam Bandung.
Penulis menyadari bahwa dalam penulisan skripsi ini masih banyak
ditemui kekurangan dan ketidaksempurnaan yang disebabkan oleh keterbatasan
kemampuan penulis miliki. Oleh karena itu, penulis dengan lapang dada senatiasa
mengharapkan saran dan kritik yang membangun untuk perbaikan di masa yang
akan datang.
����
�
Pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terimakasih dan
penghargaan setulus-tulusnya kepada semua pihak yang telah memberikan
bantuan, bimbingan, juga dukungan semangat, sehingga penulisan skripsi ini
dapat diselesaikan. Penghargaan dan terimakasih yang tulus, penulis sampaikan
kepada :
1. Bapak O. Hasbiansyah, Drs., M.Si. selaku Dekan Fakultas Ilmu
Komunikasi Universitas Islam Bandung.
2. Ibu Tresna Wiwitan, Dra., M.Si., sebagai dosen pembimbing penulis, yang
dengan sabar telah banyak memberikan pandangan dan ide-ide baru yang
tidak terpikir sebelumnya oleh penulis yang sangat membantu
mempercepat penyusunan skripsi ini.
3. Bapak Maman Suherman, Drs., M.Si., selaku Ketua Bidang Kajian Public
Relations Universitas Islam Bandung, yang telah banyak membantu
penulis dalam menyelesaikan skripsi.
4. Bapak Teguh Ratmanto, Drs., M.Si., selaku dosen wali yang telah banyak
membantu dan memberikan semangat kepada penulis untuk
menyelesaikan kuliah dan skripsi.
5. Semua Dosen yang telah memberikan bekal ilmu kepada penulis selama
perkuliahan di Fakultas Ilmu Komunikasi dan atas segala bantuan yang
telah diberikan kepada penulis.
���
�
6. Bapak Kompol.Asep Saepudin, S.IK., selaku ketua satuan Samapta di
Polwiltabes Bandung yang memberikan kemudahan kepada penulis untuk
melaksanakan penelitian ini.
7. Bapak Briptu. Riki Iwan Permana, selaku anggota satuan samapta bagian
urusan administrasi (baur min) di Polwiltabes Bandung yang telah banyak
membantu dan mempermudah penulis dalam mendapatkan data penelitian
serta wawancara.
8. Seluruh anggota satuan samapta di Polwiltabes Bandung yang telah
meluangkan banyak waktu dan memberikan informasi-informasi penting
bagi penulis
9. Kedua Orang tua tercinta yang sangat kusayangi yang selalu memberikan
kasih sayang yang tiada batas, perhatian, dukungan, semangat, dan
dorongan kepada penulis serta iringan do’a yang tiada hentinya agar
penulis selalu memperoleh yang terbaik dalam hidup. Terima kasih banyak,
semoga Allah SWT selalu melimpahkan kebahagiaan didunia dan
diakhirat.
10. Nenek dan Adikku, Antjah dan Rully terima kasih banyak yang telah
memberikan do’a serta semagat kepada penulis.
11. Seluruh keluarga tercinta, terima kasih atas segala do’a dan perhatian
kepada penulis selama ini.
��
�
12. Sahabat-sahabat terbaikku di kampus : Idhot, Nisa, Chea, Acyd, Ayin,
Riska, Gytha,dan Esti terima kasih buat kebersamaan, do’a, dan
dukungannya selama ini. Sahabat-sahabat terbaikku yang telah mengisi
hari-hariku. Uwie sahabat ku dari kecil yang selama ini selalu mengantar
kemana pun pergi ( jangan pernah bosen untuk selalu bersama). Grena,
reski, luki, dwi (makasih buat wejangan-wejangannya). Kawan-kawan
dikampus yang tidak mungkin dituliskan namanya satu persatu.
13. Dan orang-orang yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu, terima
kasih atas semua bantuan, do’a dan dukungannya selama ini.
Akhir kata, penulis panjatkan doa ke Hadirat Robi, semoga Allah SWT
membalas semua amal kebaikan dan bantuan yang telah diberikan kepada penulis,
dengan balasan yang berlipat ganda, Amin. Semoga skripsi ini bermanfaat bagi
semua pihak.
Alhamdulillahirrobbil’alamin
Wassalamu’alaikum Wr, Wb
Bandung, Juli 2010
Devie Puspitasari Suganda
���
�
DAFTAR ISI
ABSTRAK .............................................................................................. i
KATA PENGANTAR .............................................................................. ii
DAFTAR ISI ........................................................................................... vi
DAFTAR TABEL ................................................................................... xi
DAFTAR GAMBAR ............................................................................... xii
DAFTAR LAMPIRAN ............................................................................ xiv
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah ................................................... 1
1.2 Perumusan Masalah ........................................................ 8
1.3 Identifikasi Masalah ........................................................ 9
1.4 Alasan Pemilihan Masalah .............................................. 9
1.5 Tujuan dan Kegunaan Penelitian ..................................... 10
1.5.1 Tujuan Penelitian ................................................... 10
1.5.2 Kegunaan Penelitian ................................................ 11
1.6 Pembatasan Masalah dan Pengertian Istilah .................... 12
1.6.1 Pembatasan Masalah ............................................... 12
1.6.2 Pengertian Istilah..................................................... 12
1.7 Kerangka Pemikiran ........................................................ 14
1.8 Hipotesis Penelitian ......................................................... 21
1.8.1 Hipotesis Utama ..................................................... 21
1.8.2 Sub Hipotesis ......................................................... 21
1.9 Operasional Variabel ...................................................... 24
1.10 Metode Penelitian dan Teknik Pengumpulan Data ......... 26
����
�
1.10.1 Metode Penelitian Kuantitatif .............................. 26
1.10.2 Instrumen Penelitian ........................................... 27
1.10.3 Teknik Pengumpulan Data .................................. 27
1.10.4 Teknik Analisis Data ........................................... 29
1.10.5 Teknik Uji Hipotesis ........................................... 33
1.11 Populasi dan Teknik Pengambilan Sampel ..................... 34
1.11.1 Populasi .............................................................. 34
1.11.2 Sampel ................................................................ 35
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Tinjauan Tentang Komunikasi ..................................... 38
2.1.1 Pengertian Komunikasi ...................................... 38
2.1.2 Proses dan Unsur-unsur Komunikasi ................. 42
2.2 Tinjauan Tentang Komunikasi Organisasi .................. 43
2.2.1 Pengertian Komunikasi Organisasi ................... 43
2.2.2 Tujuan Komunikasi Organisasi .......................... 45
2.2.3 Komunikasi dalam Organisasi ........................... 46
2.2.4 Aliran Komunikasi Formal Dalam Organisasi.... 48
2.3 Tinjauan Tentang Komunikasi Persuasif .................... 52
2.3.1 Pengertian Komunikasi Persuasif ...................... 52
2.3.2 Teknik Komunikasi Persuasif ........................... 53
2.3.3 Hambatan dalam Melakukan Komunikasi Persuasif 55
2.4 Tinjauan Tentang Sikap ............................................. 57
2.4.1 Pengertian Sikap ............................................... 57
2.4.2 Struktur Sikap ................................................... 59
2.4.3 Pembentukan Sikap .......................................... 61
�����
�
2..5 Tinjauan tentang Teori S-O-R ..................................... 62
2.5.1 Analisis Observasi Penelitian (Perubahan sikap anggota
dan kaitannya dengan Teori S-O-R) .................. 64
BAB III OBJEK PENELITIAN
3.1 Sejarah Polrestabes Bandung .................................... 67
3.2 Samapta Polri ........................................................... 69
3.2.1 Pengertian Samapta Polri ................................. 69
3.2.2 Fungsi Samapta Polri ....................................... 70
3.2.3 Peranan Samapta .............................................. 71
3.2.4 Tugas Pokok Satuan Samapta .......................... 73
3.2.4.1 Tugas Pokok Satuan Samapta
Polrestabes Bandung Tahun 2010 ......... 73
3.3 Kegiatan Satuan Samapta Polwiltabes Bandung ............ 75
BAB IV HASIL PENELITIAN
4.1 Uji Validitas dan Reabilitas ........................................... 79
4.2 Analisis Data Responden .......................................... 80
4.3 Analisis Data Penelitian ............................................ 88
4.3.1 Teknik Komunikasi Persuasif Atasan (X) ......... 88
4.3.2 Teknik Integrasi (X1) ....................................... 88
4.3.3 Teknik iming-iming (X2) ................................. 92
4.3.4 Teknik Menakut-nakuti (X3) ............................ 98
4.3.5 Teknik Tataan (X4) ......................................... 103
4.4 Sikap Patuh Anggota dalam Bekerja (Y) ................. 109
4.4.1 Aspek Kognitif (Y1) ...................................... 110
4.4.2 Aspef Afektif (Y2) ......................................... 114
���
�
4.4.3 Aspek Konatif (Y3) .......................................... 117
4.5 Analisis Korelasi ...................................................... 121
4.5.1 Hubungan Antara Teknik Komunikasi
Persuasif Atasan (X) dengan Sikap Patuh
Anggota Dalam Bekerja (Y) .......................... 121
4.5.2 Hubungan Antara Teknik Integrasi
Komunikas Persuasif Atasan (X1) dengan
Sikap Patuh Anggota dalam Bekerja (Y) ....... 123
4.5.3 Hubungan Antara Teknik Iming-iming
Komunikasi Persuasif Atasan (X2) dengan
Sikap Patuh Anggota dalam Bekerja (Y) ......... 125
4.5.4 Hubungan Antara Teknik Menakut-nakuti
Komunikasi Persuasif Atasan (X3) dengan
Sikap Patuh Anggota dalam Bekerja (Y) ......... 128
4.5.5 Hubungan Antara Teknik Tataan
Komunikasi Persuasif Atasan (X4) dengan
Sikap Patuh Anggota dalam Bekerja (Y) ....... 130
4.5.6 Hubungan Antara Teknik Integrasi Komunikasi
Persuasif Atasan (X1) dengan Aspek Kognitif
Anggota dalam Bekerja (Y1) ......................... 133
4.5.7 Hubungan Antara Teknik Integrasi Komunikasi
Persuasif Atasan (X1) dengan Aspek Afekt
Anggota dalam Bekerja (Y2) .......................... 135
4.5.8 Hubungan Antara Teknik Integrasi Komunikasi
Persuasif Atasan (X1) dengan Aspek Konatif
Anggota dalam Bekerja (Y3) .......................... 138
4.5.9 Hubungan Antara Teknik Iming-iming Komunikasi
Persuasif Atasan (X2) dengan Aspek Kognitif
Anggota dalam Bekerja (Y1) .......................... 140
4.5.10 Hubungan Antara Teknik Iming-iming
��
�
Komunikasi Persuasif Atasan (X2) dengan
Aspek Afektif Anggota dalam Bekerja (Y2) .. 142
4.5.11 Hubungan Antara Teknik Iming-iming Komunikasi
Persuasif Atasan (X2) dengan Aspek Konatif
Anggota dalam Bekerja (Y3) .......................... 144
4.5.12 Hubungan Antara Teknik Menakut-nakuti
Komunikasi Persuasif Atasan (X3) dengan
Aspek Kognitif Anggota dalam Bekerja (Y1) 146
4.5.13 Hubungan Antara Teknik
Menakut-nakuti Komunikasi Persuasif
Atasan (X3) dengan Aspek Afektif Anggota
dalam Bekerja (Y2) ....................................... 149
4.5.14 Hubungan Antara Teknik Menakut-nakuti
Komunikasi Persuasif Atasan (X3) dengan Aspek
Konatif Anggota dalam Bekerja (Y3) ............ 151
4.5.15 Hubungan Antara Teknik Tatan Komunikasi
Persuasif Atasan (X4) dengan Aspek Kognitif
Anggota dalam Bekerja (Y1) ......................... 153
4.5.16 Hubungan Antara Teknik Tatan Komunikasi
Persuasif Atasan (X4) dengan Aspek Afektif
Anggota dalam Bekerja (Y2) ......................... 156
4.5.17 Hubungan Antara Teknik Tatan Komunikasi
Persuasif Atasan (X4) dengan Aspek Konatif
Anggota dalam Bekerja (Y3) ......................... 158
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan ............................................................. 161
5.2 Saran ...................................................................... 163
���
�
5.2.1 Saran Pengembangan Praktis .................................. 163
5.2.2 Saran Pengembagan Ilmu ....................................... 164
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
����
�
DAFTAR TABEL
Tabel 1.1 Interprestasi Koefisien Korelasi ........................................ 31
Tabel 1.2 Daftar Nama Sampel ......................................................... 36
Tabel 4.1 Hasil Uji Validitas dan Reabilitas Kuesioner .................... 79
Tabel 4.2 Jenis Kelamin Responden .................................................. 80
Tabel 4.3 Usia Responden ..... .......................................................... 81
Tabel 4.4 Pendidikan Responden ..................................................... 81
Tabel 4.5 Unit Kerja Responden ...................................................... 82
Tabel 4.6 Posisi/ Jabatan Responden ................................................ 82
Tabel 4.7 Lama Responden Menjabat .............................................. 83
Tabel 4.8 Intensitas Responden Mengikuti Pengarahan .................... 83
Tabel 4.9 Pengarahan atasan tentang peraturan yang harus dilakukan oleh
anggota ................. .......................................................... 86
Tabel 4.10 Pengarahan atasan tentang peraturan yang menggunakan kata-kata
bersifat ajakan ....... .......................................................... 86
Tabel 4.11 Pengarahan atasan yang menggunakan kata-kata pujian .... 89
Tabel 4.12 Pengarahan atasan yang menjanjikan sesuatu yang
menguntungkan anggota .................................................. 89
Tabel 4.13 Pengarahan atasan yang sering menjanjikan adanya pemberian
hadiah ................... .......................................................... 90
Tabel 4.14 Pengarahan atasan yang sering menjanjikan adanya kenaikan
Jabatan .................. .......................................................... 91
Tabel 4.15 Teguran yang disampaikan atasan kepada anggota yang tidak
masuk kerja ........... .......................................................... 93
Tabel 4.16 Teguran yang disampaikan atasan kepada anggota yang tidak
mematuhi peraturan .......................................................... 94
Tabel 4.17 Pesan atasan yang dapat membuat rasa takut .................... 95
�����
�
Tabel 4.18 Pesan atasan yang dapat membuat rasa khawatir dikeluarkan
dari pekerjaan ......... .......................................................... 96
Tabel 4.19 Pesan atasan yang dapat menbuat rasa khawatir akan kehilangan
pekerjaan ............... .......................................................... 97
Tabel 4.20 Pengarahan atasan yang menarik perhatian anggota untuk
dilaksanakan .......... .......................................................... 99
Tabel 4.21 Perintah atasan yang selalu dapat diterima dengan baik oleh
anggota ................. .......................................................... 99
Tabel 4.22 Kejelasan isi pesan yang disampaikan oleh atasan ............. 100
Tabel 4.23 Kejelasan bahasa yang digunakan atasan dalam menyampaikan isi pesan .............. .......................................................... 101 Tabel 4.24 Bukti yang diberikan atasan dalam setiap pengarahan ....... 101
Tabel 4.25 Kepahaman anggota atas pengarahan yang disampaikan
Atasan .................... .......................................................... 104
Tabel 4.26 Kepahaman anggota akan pentingnya pengarahan terhadap
Kinerja Polri .......... .......................................................... 104
Tabel 4.27 Kepahaman anggota akan perintah yang diberikan oleh atasan 105
Tabel 4.28 Kesenangan anggota untuk mengikuti setiap pengarahan yang
dilakukan atasan ..... .......................................................... 107
Tabel 4.29 Kesenangan anggota dengan gaya kepemimpinan atasan dalam
setiap pengarahan .. .......................................................... 108
Tabel 4.30 Kesenangan anggota dalam melaksanakan tugas yang diberikan
atasan dalam setiap pengarahan ........................................ 109
Tabel 4.31 Dukungan anggota terhadap kegiatan dan kebijakan baru yang
dibuat oleh atasan .. .......................................................... 111
Tabel 4.32 Kesediaan anggota untuk menginformasikan setiap kegiatan dan
kebijakan baru terhadap sesama anggota........................... 111
Tabel 4.33 Kesediaan anggota untuk melaksanakan setiap kegiatan dan kebijakan baru yang dibuat oleh atasan ............................. 112
����
�
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1.1 Model Teori S-O-R ............................................................ 15
Gambar 1.2 Kerangka Penelitian ........................................................... 17
Gambar 1.3 Kerangka Pemikiran .......................................................... 20
Gambar 2.1 Aliran komunikasi Formal dalam Organisasi ...................... 51
Gambar 2.2 Teori S-O-R ............................................................. 63
Gambar 2.3 Penerapan Teori S-O-R ...................................................... 64
���
�
DAFTAR LAMPIRAN
1. Surat Permohonan Ijin Pra Riset / Riset.
2. Surat Keterangan Telah Melakukan Ijin Pra Riset / Riset.
3. Angket
4. Codding Book.
5. Codding Sheet.
6. Lampiran Perhitungan Manual Korelasi Rank Spearman.
7. Lampiran Perhitungan Manual Validitas Reabilitas Ordinal.
8. Lampiran Rekap Uji Validitas Reliabilitas.
9. Lampiran Nama-nama Dantabes / Kapolwiltabes Bandung Periode Tahun
1966 – 2010,
10. Lampiran Gambar Strukutur Organisasi Polwiltabes Bandung.
11. Lampiran Gambar Strukutur Organisasi Satuan Samapta Polwiltabes
Bandung.
12. Lampiran Foto-foto Kegiatan.
13. Daftar Riwayat Hidup
��
�
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Sejak ada peradaban manusia sampai sekarang komunikasi dilakukan
dalam melakukan hubungan satu sama lainnya. Perkembangan komunikasi pun
semakin kompleks dan semakin penting dirasakan manusia. Komunikasi
mewarnai seluruh kehidupan manusia karena manusia tidak bisa tidak
berkomunikasi. Begitu pula dalam suatu lembaga tidak akan terlepas dari
komunikasi, sebab individu-individu dalam sebuah lembaga atau organisasi harus
melakukan komunikasi demi mencapai tujuan.
Ludlow dan Panton (1993 : 3), menyatakan bahwa, hampir sepertiga kehidupan orang dewasa dihabiskan di tempat kerja, dan kemampuan komunikasi yang baik yang dikembangkan di tempat kerja akan merambat kepada meningkatnya mutu kehidupan pribadi mereka.
Manusia dan komunikasi merupakan satu kesatuan. Komunikasi melekat
pada diri manusia, sehingga we can not communicate (kita tidak bisa tidak
berkomunikasi). Keberadaan komunikasi, karena begitu melekatnya pada diri
manusia sering tanpa disadari. Manusia cenderung beranggapan bahwa dirinya
mempunyai kemampuan dalam berkomunikasi. Akibatnya, masalah-masalah yang
muncul yang berkaitan dengan komunikasi, seringkali diselesaikan sendiri.
Kepatuhan adalah salah satu hal yang harus diperhatikan dalam suatu
organisasi/lembaga, karena kepatuhan merupakan salah satu faktor utama dalam
mewujudkan keserasian dalam suatu organisasi / lembaga.
��
�
Manusia merupakan unsur yang paling utama dalam pencapaian suatu
tujuan lembaga. Hal ini tidak dapat dipungkiri karena lembaga merupakan wadah
atau alat bagi manusia untuk mencapai cita-citanya. Dilain pihak lembaga
memerlukan peranan manusia sebagai pemimpin atau karyawan untuk dapat
melaksanakan misi lembaga / organisasi sehingga tujuan yang ditentukan dalam
suatu organisasi dapat tercapai.
Peraturan kerja dalam organisasi merupakan suatu upaya untuk menjaga
kestabilan dan keserasian kerja serta merupakan kontrol diri bagi para anggota
dalam bekerja. Kepatuhan merupakan hal yang penting untuk diperhatikan karena
dengan kepatuhan yang tinggi akan meningkatkan produktivitas kerja anggota.
Kepatuhan merupakan hal yang harus dipatuhi oleh setiap pihak baik atasan
maupun anggota.
Usaha untuk meningkatkan sikap patuh anggota ini terjadi pula di satuan
samapta Polwiltabes Bandung. Hal ini perlu dilakukan karena tingkat kepatuhan
anggota sangat kurang. Berdasarkan data yang diperoleh oleh penulis,
menerangkan bahwa yang paling banyak melakukan tindakan Indisipliner di
Intistusi kepolisian Polrestabes Bandung adalah di bagian satuan Samapta.
Dijelasakan bahwa dari tahun 2008-2009 telah terjadi pelanggaran yang
dilakukan anggota sebanyak 27 orang. Pelanggaran yang terjadi diantaranya
adalah sebagai berikut :
1. Tidak mentaati peraturan perundang – undangan yang berlaku , baik yang berhubungan dengan tugas kedinasan maupun yang berlaku secara umum.
��
�
2. Melakukan hal; - hal yang dapat menurunkan kehormatan dan martabat Negara, Pemerintah atau Polri.
3. Menghindar tanggung jawab dinas ( Mangkir).
4. Menghindar tanggung jawab dinas dan penyalahgunaan Psikotropika.
5. Menjadi penagih piutang atau menjadi pelindung orang yang punya utang serta penyalahgunaan wewenang.
6. Tidak memberikan perlindungan, pengayoman, dan pelayanan dengan sebaik – baiknya lepada masyarakat dan melakukan pungutan tidak sah dalam bentuk apapun untuk kepentingan pribadi, golongan atau pihak lain.
7. Tidak memberikan contoh dan teladan yang baik terhadap bawahannya
8. Tidak mentaati ketentuan jam kerja
9. Tidak mentaati perintah kedinasan yang sah dari atasan yang berwenang
10. Melakukan perbuatan tercela yang seharusnya tidak dilakukan oleh anggota Polri
11. Meninggalkan tugasnya secara tidak sah dalam waktu lebih dari 30 hari kerja secara berturut – turut.
(Sumber : Data dari Polrestabes Bandung )
Dari data yang diperoleh diatas maka moral dan etika personil Polri harus
diperbaiki agar kasus-kasus pelanggaran tersebut tidak terulang di kemudian hari.
Dengan moral dan etika yang baik, kasus pelanggaran angota bagian samapta
seharusnya bisa dibicarakan dengan baik bersama . Bisa dibicarakan dan
didiskusikan antara atasan dan bawahan, bukan menempuh jalan pintas.
Penegakkan peraturan ini merupakan tanggung jawab semua pihak, namun
dalam hal ini Kapolwiltabes bertanggung jawab langsung dalam hal tingkat
kepatuhan anggota. upaya yang dilakukan Kapolrestabes adalah dengan
memberikan hukuman yang dilakukan setelah anggota melakukan pelanggaran.
�
�
Pada hari selasa, tanggal 13 April 2010 terjadi suatu insiden atau benturan
antara petugas satpol PP dan Polri dengan masyarakat Koja. Menurut pernyataan
Presiden SBY “Insiden ini seharusnya dan sesungguhnya dapat dicegah dan
dihindari karena begiru melihat situasi di lapangan atau situasi sosial yang tidak
memungkinkan sebuah tindakan dilakukan, meskipun tindakan itu secara hukum
itu benar. SBY juga mengingatkan agar pemerintah daerah di seluruh Indonesia
memilih pendekatan dan cara yang baik didalam melakukan penertiban. Pilihlah
cara persuasif untuk mencegah benturan yang bersifat fisik, karena dalam situasi
yang panas terjadinya benturan fisik sangat bisa menimbulkan korban.
Komunikasi persuasif bertujuan untuk merubah sikap anggota yang
tadinya kurang patuh menjadi patuh melaksanakan tugasnya. Sesuai dengan
pengertian komunikasi persuasi dari Onong Uchjana Effendy, menyatakan
bahwa :
Persuasi adalah proses mempengaruhi sikap pandangan atau perilaku seseorang dalam bentuk kegiatan membujuk, mengajak dan sebagainya. Sehingga ia melakukannya dengan kesadaran sendiri, (persuasi berasal dari bahasa latin “persuasion” yang berarti ajakan atau bujukan). (Effendy, 1989 :270)
Dari pengertian diatas dapat dilihat bahwa komunikasi persuasif yang
dilakukan adalah dalam upaya untuk mengubah sikap, kepercayaan dan perialku
khalayak. Dalam melakukan komunikasi persuasif, kita harus memahami kriteria
tanggung jawab persuasi, sebagaimana yang dikemukakan Larson, yaitu adanya
kesempatan yang sama untuk saling mempengaruhi, memberi tahu audiens
tentang tujuan persuasi, dan mempertimbangkan kehadiran audiens”.
�
�
Pentingnya komunikasi persuasif atasan dinyatakan oleh G.R Miller
(1980), bahwa :
” Persuasif communication as any message that is intended to shape, reinforce, or change the responses at another or other .” (Miller, 1980:4)
”� Komunikasi persuasif adalah suatu pesan yang ditujukan untuk membentuk, memperkuat, atau mengubah tanggapan lainnya”.
Apabila melihat pernyataan G.R Miller, dapat dinyatakan bahwa kegiatan
komunikasi persuasif mempengaruhi lembaga dalam banyak hal. Bahkan suatu
lembaga tidak bisa eksis tanpa komunikasi.
Jika tidak ada komunikasi, atasan tidak akan mengetahui apa rangkaian
kerja bawahan dan atasan juga tidak bisa mendapat infomasi sebagai bahan
masukan sehingga atasan tidak dapat memberikan instruksi-instruksi kepada
anggota. Lembaga akan runtuh karena koordinasi kerja tidak memungkinkan lagi
dan kerjasama pun tidak akan terjadi, sehingga orang-orang tidak
mengkomunikasikan kebutuhan-kebutuhan, perasaan-perasaan, gagasan, ide, dan
berbagai pendapat.
Menurut Ludlow dan Panton (1996 :4), komunikasi dalam organisasi dapat
mendatangkan efektivitas lebih besar. Komunikasi menempatkan orang-orang
untuk terlibat dengan organisasi, komunikasi meningkatkan hubungan dan
pengertian antara atasan-bawahan;kolega;orang-orang untuk mengerti perubahan.
��
�
Effendy menyatakan bahwa :
” Ilmu komunikasi mempertanyakan bentuk komunikasi apa yang berlangsung dalam organisasi, metode dan teknik apa yang dipergunakan, media apa yang dipakai, bagaimana prosesnya, faktor-faktor apa yang menjadi penghambat.” (Effendy, 1998 :115).
Melihat pernyataan Effendy, ada beberapa pertanyaan yang berlaku disini.
Seperti pertanyaan menyangkut metode komunikasi, proses komunikasi, faktor-
faktor penghambat komunikasi. Proses komunikasi dapat dilakukan secara primer
dan sekunder, dalam proses penyampaian pesan mengenai tugas, staff atau
manager pada suatu saat akan menjadi komunikator dan pada saat lain akan
menjadi komunikan. Selain itu, faktor-faktor yang menjadi penghambat dan yang
lainnya pun dapat menunjang pelaksanaan komunikasi pesuasif atasan terhadap
sikap patuh anggota dalam bekerja.
Di dalam kelompok/organisasi itu selalu terdapat bentuk kepemimpinan
yang merupakan masalah penting untuk kelangsungan hidup kelompok, yang
terdiri dari pemimpin dan bawahan/karyawan. Di antara kedua belah pihak harus
ada two-way-communications atau komunikasi dua arah atau komunikasi timbal
balik, untuk itu diperlukan adanya kerja sama yang diharapkan untuk mencapai
cita-cita, baik cita-cita pribadi, maupun kelompok, untuk mencapai tujuan suatu
organisasi. Kerja sama tersebut terdiri dari berbagai maksud yang meliputi
hubungan sosial/kebudayaan. Hubungan yang terjadi merupakan suatu proses
adanya suatu keinginan masing-masing individu, untuk memperoleh suatu hasil
yang nyata dan dapat memberikan manfaat untuk kehidupan yang berkelanjutan.
��
�
Hubungan yang dilakukan oleh unsur pimpinan antara lain kelangsungan
hidup berorganisasi untuk mencapai perkembangan ke arah yang lebih baik
dengan menciptakan hubungan kerja sama dengan bawahannya. Hubungan yang
dilakukan oleh bawahan sudah tentu mengandung maksud untuk mendapatkan
simpati dari pimpinan yang merupakan motivasi untuk meningkatkan prestasi
kerja ke arah yang lebih baik. Hal ini tergantung dari kebutuhan dan cara masing-
masing individu, karena satu sama lain erat hubungannya dengan keahlian dan
tugas-tugas yang harus dilaksanakan.
Di kepolisian hubungan antara atasan dan bawahan tidak lekat, ini berbeda
dengan di militer yang pola hubungannya sangat erat antara atasan dan bawahan,
misalnya mereka berkumpul dan kadang bernyanyi bersama.
Polisi memiliki tingkat stres yang tinggi. Beban kerja mereka berlebih dan
belum ditambah beban mereka untuk menghidupi keluarganya. Untuk itu atasan
harus mempraktekkan sistem konseling atau bimbingan terhadap bawahannya.
Sistem pembinaan personel harus dikembangkan dengan dialog yang
terbuka dan transparan. Pola-pola indoktrinasi dan subordinasi atasan bawahan ala
militer harus dihindari karena kepolisian sejatinya adalah institusi sipil yang
berhubungan langsung dengan masyarakat.
Persuasi dapat dipandang sebagai suatu cara belajar. Manusia dapat belajar
tentang fenomena-fenomena yang ada di hadapannya. Manusia dapat mengubah
respon yang berkaitan dengan sikapnya. Belajar persuasi merupakan suatu
gabungan produk pesan yang diterima individu dan mengantarai berbagai
�
�
kekuatan di dalam individu yang bertindak berdasarkan pesan-pesan tersebut agar
menghasilkan pesan-pesan persuasif.
Dari beberapa hasil penelitian, dijelaskan bahwa penggunaan teknik
komunikasi persuasif dalam prakttiknya dinilai cukup efektif. Sebagai contoh, dari
hasil penelitian yang ditulis oleh Eva Rahmawaty di tahun 2003 dengan judul
Teknik Persuasif Pesan Iklan Pelestarian Hutan Dari Perum Perhutani di Televisi
Pada Kesadaran Masyarakat Akan Pentingnya Hutan dijelaskan bahwa, teknik
persuasif asosiasi, teknik persuasif fear arousing dan teknik persuasif icing device
yang digunakan dalam pesan iklan layanan masyarakat pelestarian hutan dari
perum Perhutani, dapat dikatakan cukup mampu meningkatkan kesadaran
masyarakat akan pentingnya pelestarian hutan.
Berdasarkan uraian diatas penulis tertarik untuk melakukan penelitian
yang berhubungan dengan pola komunikasi persuasif atasan. Penelitian tersebut
yaitu “ Hubungan Antara Komunikasi Persuasif Atasan dengan Sikap Patuh
Anggota Satuan Samapta dalam Bekerja di Polrestabes Bandung ”
1.2 Perumusan Masalah
Berdasarkan uraian pada latar belakang, penulis merumuskan masalah
sebagai berikut :
” Apakah terdapat Hubungan antara Teknik Komunikasi Persuasif Atasan
dengan Sikap Patuh Anggota dalam Bekerja”.
��
�
1.3 Identifikasi Masalah
Untuk memperjelas masalah yang akan dibahas dalam penelitian ini, maka
identifikasi masalah yang akan diteliti adalah sebagai berikut :
1. Apakah terdapat hubungan antara teknik integrasi (Integration Technique)
komunikasi persuasif atasan dengan sikap patuh anggota dalam bekerja ?
2. Apakah terdapat hubungan antara teknik iming-imingi (Pay Off)
komunikasi persuasif atasan dengan sikap patuh anggota dalam bekerja ?
3. Apakah terdapat hubungan antara teknik Menakut-nakuti (Fear Arrousing
Technique) komunikasi persuasif atasan dengan sikap patuh anggota
dalam bekerja ?
4. Apakah terdapat hubungan antara teknik tataan (Icing Device Technique)
komunikasi persuasif atasan dengan sikap patuh anggota dalam bekerja ?
1.4 Alasan Pemilihan Masalah
Penulis memilih hubungan antara komunikasi persuasif atasan dengan
sikap patuh angggota dalam bekerja, karena :
1. Karena semakin banyak atasan dijajaran Polri yang tidak terlalu
mengindahkan pentingnya komunikasi persuasif dalam memberikan
pengertian kepada angotanya. Dalam hal ini. Kita mengetahui bagaimana
sistem yang selama ini ada di tubuh polisi Indonesia, mereka terlalu
terpaku terhadap aturan-aturan yang telah ada. Seharusnya atasan dalam
menyampaiakn suatu kebijakan menggunakan cara lain, seperti
���
�
mempersuasi anggota kearah yang lebih ketika ada salah satu dari mereka
yang melakukan indisipliner.
2. Bahwa komunikasi persuasi dapat menyebabkan perubahan pada
khlayaknya baik pada perubahan sikap, tingkah laku atau yang lainnya.
Perubahan yang terjadi pada komunikan (disini adalah perubahan sikap
anggota) dirasakan oleh mereka sebagai keinginan yang muncul dari dalm
dirinya, tanpa merasa ada paksaan dari siapapun, padahal perubahan
tersebut merupakan efek komunikasi persuasif yang dilakukan oleh
komunikator (disini adalah atasan yang bertindak sebagai komunikator).
1.5 Tujuan dan Kegunaan Penelitian
1.5.1 Tujuan Penelitian
Terdapat beberapa tujuan yang ingin diketahui dari hasil penelitian ini,
antara lain :
1. Untuk mengetahui hubungan antara teknik integrasi (Integration
Technique) komunikasi persuasif atasan dengan sikap patuh anggota
dalam bekerja.
2. Untuk mengetahui hubungan antara teknik iming-imingi (Pay Off)
komunikasi persuasif atasan dengan sikap patuh anggota dalam
bekerja.
3. Untuk mengetahui hubungan antara teknik Menakut-nakuti (Fear
Arrousing) komunikasi persuasif atasan dengan sikap patuh anggota
dalam bekerja.
���
�
4. Untuk mengetahui hubungan antara teknik tataan (Iing Technique)
komunikasi persuasif atasan dengan sikap patuh anggota dalam
bekerja.
1.5.2 Kegunaan Penelitian
Adapun kegunaan yang dapat diperoleh dari hasil penelitian ini adalah
sebagai berikut :
1. Kegunaan Teoritis
• Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah pengetahuan dan
wawasan penulis mengenai komunikasi persuasif pada umumnya
dan teknik komunikasi persuasif atasan pada khususnya.
• Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan bagi
perkembangan Ilmu komunikasi, khususnya bagi proses
komunikasi persuasif di suatu lembaga/instansi.
2. Kegunaan Praktis
• Untuk memenuhi salah satu syarat dalam menempuh ujian sidang
sarjana S1 Jurusan Public Relations, Fakulltas Ilmu Komunikasi,
Universitas Islam Bandung.
• Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai
bahan masukan untuk pertimbangan dan sumbangan pemikiran
yang bermanfaat bagi jajaran satuan Polri Polrestabes Bandung
pada umumnya dan khusunya untuk jajaran satuan Samapta di
Polrestabes Bandung.
���
�
• Memberikan masukan kepada institusi Polrestabes, khususnya para
atasan untuk melakukan sikap persuasi yang baik, yang berguna
untuk peningkatan mutu para anggotanya dalam bekerja.
1.6 Pembatasan Masalah dan Pengetian Istilah
1.6.1 Pembatasan Masalah
1. Teknik Komunikasi persuasif, penulis batasi pada bentuk teknik
integrasi, teknik iming-iming, teknik menakut-nakuti, dan teknik tataan.
2. Sikap, penulis batasi pada aspek pandangan (kognitif), aspek perasaan
(afektif), dan aspek tindakan/perilaku (konatif).
3. Responden dalam penelitian ini adalah Anggota Polri, penulis batasi
pada anggota Satuan Samapta Polrestabes Bandung.
1.6.2 Pengertian Istilah
1. Komunikasi
Istilah komunikasi dalam bahasa Inggris communication, yang
berasal dari bahasa latin communication dan bersumber dari kata
communis yang berarti sama disini artinya “sama makna” (Onong Uchjana
Effendy dalam Prasetyo, 2000 : 60).
Komunikasi sangat penting bagi kehidupan manusia. Melalui
komunikasi manusia dapat menyampaikan pesan atau informasi kepada
orang lain. Pendek kata dengan melakukan komunikasi manusia dapat
berhubungan atau berinteraksi antara satu dengan yang lain.
���
�
2.Persuasif
Istilah persuasi bersumber dari bahasa latin “persuasion”, yang
berarti membujuk, mengajak atau merayu.
Persuasi bisa dilakukan secara rasional dan secara emosional.
Denagn cara rasional, komponen kognitif padadiri seseorang dapat
dipengaruhi. Aspek yang dipengaruhi berupa ide ataupun konsep. Persuasi
yang dilakukan secara emosional, biasanya menyentuh aspek afeksi, yaitu
hal yang berkaitan dengan kehidupan emosional seseorang. Melalui cara
emosional, aspek simpati dan empati seseorang dapat digugah.
3.Komunikasi Persuasif
Komunikasi persuasif adalah proses komunikasi yang mengubah
kepercayaan , sikap, tujuan, atau perilaku orang lain dengan menggunakan
pesan verbal atau non verbal, baik secara disengaja ataupun tidak
disengaja (Applbaum & Anatol, 1974 :12).
4.Atasan
Pemimpin atau atasan merupakan pimpinan di dalam suatu
organisasi atau institusi. Banyak muncul pengertian-pengertian mengenai
pemimpin, antara lain :
1. Pemimpin adalah figur sentral yang mempersatukan kelompok (1942)
2. Brown (1936) berpendapat bahwa pemimpin tidak dapat dipisahkan
dari kelompok, akan tetapi boleh dipandang sebagai suatu posisi
dengan potensi tinggi di lapangan. Dalam hal sama, Krech dan
Crutchfield memandang bahwa dengan kebaikan dari posisinya yang
��
�
khusus dalam kelompok ia berperan sebagai agen primer untuk
penentuan struktur kelompok, suasana kelompok, tujuan kelompok,
ideologi kelompok, dan aktivitas kelompok.
3. Pemimpin adalah individu yang memiliki program/rencana dan
bersama anggota kelompok bergerak untuk mencapai tujuan dengan
cara yang pasti.
5. Sikap
Sikap adalah kecenderungan bertindak, berpersepsi, berpikir dan
merasa dalam menghadapi objek, ide, situasi, dan nilai, mempunyai
daya pendorong atau motivasi, relatif menetap, mengandung aspek
evaluatif, dan sikap timbul dari hasil pengalaman.
6. Patuh
Bersedia untuk melaksanakan keinginan orang lain: menerima ,
penurut , patuh , tunduk , patuh , penurut , luwes.
1.7 Kerangka Pemikiran
Kerangka berpikir adalah sebuah pemahaman yang melandasi
pemahaman-pemahaman yang lainnya, sebuah pemahaman yang paling mendasar
dan menjadi pondasi bagi setiap pemikiran selanjutnya.
Untuk mendapatkan sebuah kerangka berpikir akan suatu hal bukan
sesuatu yang mudah, diperlukan suatu pemikiran yang mendalam, tidak
menyimpulkan hanya dari fakta yang dapat terindra, atau hanya dari sekedar
informasi-informasi yang terpenggal. Selain itu diperlukan sebuah pemikiran yang
cerdas dan mustanir (cemerlang) akan setiap maqlumat tsabiqah (informasi ) yang
��
�
dimilikinya dan berupaya dengan keras menyimpulkan sesuatu kesimpulan yang
memunculkan keyakinan.
Penelitian ini mengunakan model pendekatan dari S-O-R. dimana
merupakan teori yang menitikberatkan pada penyebab sikap yang dapat
mengubahnya dan tergantung pada kualitas rangsang yang berkomunikasi dengan
organisme, karakteristik dari komunikator (sumber) menentukan keberhasilan
tentang perubahan sikap, seperti kredibilitasnya, kepemimpinannya dan cara
berkomunikasi. (Mar’at, 1981:26)
Gambar 1.1 S-O-R Model
(Mar’at, 1981:29)
Perubahan ini akan melalui tahap perhatian, pengertian,dan penerimaan.
Tiap tahapan terjadi proses internal tersendiri untuk dapat diterapkan pada tahapan
berikutnya sebagai reaksi sendiri.
Tahap I
Stimulus Perhatian Pengertian Penerimaan Organisme ( Individu )
Stimulus
Organism :
-Perhatian
-Pengertian
-Penerimaan
Response
���
�
(Mar’at, 1981:30)
Stimulus yang disampaikan pada organisme (individu) akan dijawab
dengan adanya perhatian terhadap isi. Pada proses ini terdapat kegiatan-
kegiatan dari komponen kognisis yang memberikan informasi mengenai
stimulus tersebut. informasi tersebut pada awalnya belum mempunyai arti dan
baru sampai pada tahap ontrospeksi. Untuk menuju pada tahap kedua, terjadi
proses sebagai berikut :
Introspeksi Wawasan, Memahami Ide
(Mar’at, 1981:30)
Tahap II
Pada tahap ini terjadi suatu proses “mengerti” tentang konsepsi yang telah
dibuat. Jika tahap ini tidak dimengerti, maka tahap ini tidak tercapai. Pada
tahap ini telah ada penerimaan sebagai konsep.
Mengerti Konsepsi
(Mar’at, 1981:30)
Tahap III
Pada tahap ini terjadi keyakinan terhadap penerimaan. Selanjutnya terjadi
reaksi berupa tindakan dalam perubahan sikap.
���
�
Pengertian Menerima Keyakinan
(Mar’at, 1981:30)
Mengacu pada model teori S-O-R diatas, penulis menjabarkan kerangka
penelitiannya adalah sebagai berikut :
Gambar 1.2. Kerangka Penelitian.
Penjelasannya adalah sebagai berikut :
Menurut Onong Uchyana Effendy (1992) teknik komunikasi persuasif
meliputi :
Teknik Komunikasi Persuasif
- Teknik Integrasi.
- Teknik Iming-iming.
- Teknik Menakut-nakuti.
- Teknik Tataan
(Stimulus
- Perhatian
- Pemahaman
- Penerimaan
(Organisme)
Sikap Patuh :
- Aspek Kognitif
- Aspek Afektif
- Aspek Konatif
(Response)
� �
�
1. Teknik Asosiasi (Asociation Technique), yaitu penyajian pesan komunikasi
dengan jalan menumpangkan pada suatu objek atau peristiwa yang sedang
menarik perhatian khalayak.
2. Teknik Integrasi (Integration Technique), adalah kemampuan untuk
menyatukan diri dengan komunikan dalam arti kata menyatukan diri secara
komunikasi, yakni melalui kata-kata atau lambang-lambang nonverbal
menggambarkan dirinya senasib dengan komunikan.
3. Teknik Iming-iming (Pay off Technique). Teknik pay off merupakan
kebalikan dari teknik fear arousing. Dalam kegiatan mempengaruhi orang lain
seorang komunikator bisa melakukan dengan dua cara , yakni dengan jalan
rewarding yaitu mengiming-imingi hal yang baik
4. Teknik menakut-nakuti (Fear Arrousing technique). Teknik fear arousing
merupakan kebalikan dari teknik pay off. Dalam kegiatan mempengaruhi orang
lain dengan jalan punishment yaitu menakut-nakuti atau menggambarkan
konsekuensi yang buruk.
5. Teknik Tataan (Icing Technique). Metode Icing pada kegiatan komunikasi
persuasi adalah menata pesan komunikasi dengan “emotional appeal”,
sedemikian rupa sehhingga komunikasi menjadi lebih menarik.
6. Teknik Gerak Tipu (Red Herring Technique), adalah cara seorang persuader
mengelakan argumentasi yang lemah umtuk kemudian mengalihkan sedikit
demi sedikit ke segi yang dikuasai guna dijadikan senjata ampuh dalam
menyerang lawan.
Tiga aspek / komponen sikap :
���
�
1. Kognitif
Komponenr kogmitif merupakan representasi apa yang dipercaya oleh
individu pemilik sikap. Berisi kepercayaan seseorang mengenai apa yang
berlaku atau apa yang benar bagi objek. (Azwar, 2003:24)
2. Afektif
Komponen afektif menyangkut masalah emosional subjektif seseorang
terhadap suatu objek sikap. (Azwar, 2003:26)
3. Aspek Konatif
Komponen konatif menunjukkan bagaimana perilaku atau kecenderungan
berperilaku yang ada dalam diri seseorang berkaitan dengan objek sikap
yang dihadapinya. (Azwar, 2003:26)
Untuk lebih jelasnya, penulis membuat bagan kerangka pemilkiran
dibawah berikut ini :
���
�
BAGAN KERANGKA PEMIKIRAN
Gambar 1.3. Kerangka Pemikiran
HUBUNGAN ANTARA TEKNIK KOMUNIKASI
PERSUASIF ATASAN TERHADAP SIKAP ANGGOTA
DALAM BEKERJA
Asumsi Dasar Teori (Teori S-O-R)
Teori ini menitikberatkan pada penyebab sikap yang dapat mengubahnya dan tergantung pada kualitas rangsang yang berkomunikasi dengan organism.
Karakteristik dari komunikator menentukan keberhasilan tentang perubahan sikap, seperti kredibilitasnya, kepemimpinannya dan cara berkomunikasi.
(Mar’at, 1981 : 26)
Perumusan Masalah
” Apakah terdapat Hubungan antara Teknik Komunikasi Persuasif Atasan dengan Sikap Patuh Anggota dalam Bekerja”.
Variabel X
Teknik Komunikasi Persuasif Atasan
X1 : Teknik Integrasi(Integration
Technique)
• Pesan Verbal yang mengandung
ajakan.
X2 : Teknik iming-iming (Pay Off
Technique)
• Pesan yang mengandung pujian.
• Pesan yang mengandung
pemberian hadiah.
X3 : Teknik Menakut-nakuti (Fear
Arrousing Technique)
• Pesan yang mengandung kata
teguran.
• Pesan yang menimbulkan
kekhawatiran
X4 : Teknik Tataan(Icing Technique)
• Pesan menarik perhatian
Variabel Y
Sikap Patuh Anggota
Y1 : Aspek Kognitif
• Pemahaman pengarahan atasan.
• Pemahaman perintah atasan.
Y2 : Aspek Afektif
• Perasaan senang dengan gaya kepemimpinan atasan.
• Perasaan senang dalam melaksanakan tugas.
Y3 : Aspek Konatif
• Dukungan dalam melaksanakan kegiatan dan kebijakan.
• Kesediaan melaksanakan kegiatan dan kebijakan
���
�
1.8 Hipotesis Penelitian
Hipotesis adalah kesimpulan sementara atau proposisi tentatife hubungan
antara dua variable atau lebih. Suatu hipotesis merupakan suatu proposisi yang
dinyatakan dalam bentuk yang dapat diuji dan meramalkan suatu hubungan
tertentu antara dua variabel ( Malo et al, 1985 : 56 ).
Berdasarkan batasan diatas, hipotesis adalah jawaban sementara suatu
masalah penelitian ini dirumuskan dalam suatu pernyataan yang dapat diuji dan
menjelaskan hubungan antara dua variable atau lebih. Jadi hipotesis
menghubungkan antara teori dengan dunia empiris.
1.8.1 Hipotesis Utama
- H0 : Ada hubungan antara teknik komunikasi persuasif atasan
bawahan dengan sikap patuh anggota Satuan Samapta dalam bekerja di
Polwiltabes Bandung .
- H1 : Tidak ada hubungan antara teknik komunikasi persuasif atasan
bawahan dengan sikap patuh anggota Satuan Samapta dalam bekerja di
Polwiltabes Bandung.
1.8.2 Sub Hipotesis
1. a) - H0 : Tidak ada hubungan antara teknik integrasi dengan
aspek kognitif.
- H1 : Ada hubungan antara teknik integrasi dengan aspek
kognitif.
b) - H0 : Tidak ada hubungan antara teknik integrasi dengan
aspek afektif
���
�
- H1 : Ada hubungan antara teknik integrasi dengan aspek
afektif.
c) - H0 : Tidak ada hubungan antara teknik integrasi dengan
aspek konatif.
- H1 : Ada hubungan antara teknik integrasi dengan aspek
konatif.
2. a) - H0 : Tidak ada hubungan antara teknik iming-iming dengan
aspek kognitif.
- H1 : Ada hubungan antara teknik iming-iming dengan aspek
kognitif.
b) -H0 : Tidak ada hubungan antara teknik iming-iming dengan
aspek afektif.
-H1 : Ada hubungan antara teknik iming-iming dengan aspek
afektif.
c) -H0 : Tidak ada hubungan antara teknik iming-iming dengan
aspek konatif.
- H1 : Ada hubungan antara teknik iming-iming dengan aspek
konatif .
3. a) - H0 : Tidak ada hubungan antara teknik menakut-nakuti dengan
aspek kognitif.
- H1 : Ada hubungan antara teknik menakut-nakuti dengan
aspek kognitif.
���
�
b) -H0 : Tidak ada hubungan antara teknik menakut-nakuti dengan
aspek afektif.
- H1 : Ada hubungan antara teknik menakut-nakuti dengan
aspek afektif.
c) - H0 : Tidak ada hubungan antara teknik menakut-nakuti dengan
aspek konatif.
- H1 : Ada hubungan antara teknik menakut-nakuti dengan
aspek konatif .
4. a) - H0 : Tidak ada hubungan antara teknik tataan dengan aspek
kognitif.
- H1 : Ada hubungan antara teknik tataan dengan aspek kognitif.
b) -H0 : Tidak ada hubungan antara teknik tataan dengan aspek
afektif.
- H1 : Ada hubungan antara teknik tataan dengan aspek afektif.
c) - H0 : Tidak ada hubungan antara teknik tataan dengan aspek
konatif.
- H1 : Ada hubungan antara teknik tataan dengan aspek konatif .
��
�
1.9 Operasional Variabel
Dalam penelitian ini terdapat dua variabel yaitu variabel X dan variabel Y.
Variabel X yaitu: Teknik Komunikasi Persuasif Atasan
Konsep Utama ini yaitu Komunikasi Persuasif Atasan Terhadap Sikap
Patuh Anggota Dalam Bekerja. Komunikasi Persuasif Atasan yang akan
diteliti dalam penelitian ini terdiri dari Teknik Integrasi, Teknik Pat Off &
Fear Arrousing, dan Teknik Icing Device.
Variabel Y : Sikap Anggota dalam Bekerja
Konsep Kedua dalam penelitian ini adalah sikap anggota ( Variabel Y )
yang dapat dilihat dari dari sikap anggota yaitu, aspek kognitif, aspek
afektif dan aspek konatif.
Penjelasan :
Variabel X : Teknik Komunikasi Persuasif Atasan
Sub Varibel X1 : Integration Technique
Indikator :
• Pesan verbal yang mengandung
ajakan.
Sub Variabel X2 : Pay off Technique
Indikator :
• Pesan yang mengandung pujian.
• Pesan yang mengandung adanya
pemberian hadiah.
��
�
Sub Variabel X3 : Fear Arrousing Technique
• Pesan yang mengandung kata
teguran.
• Pesan yang menimbulkan
kekhawatiran
Sub Variabel X4 : Icing Technique
Indikator :
• Pesan menarik perhatian
Variabel Y : Sikap Anggota
Sub Variabel Y1 : Aspek Kognitif
Indikator :
• Pemahaman anggota terhadap
pengarahan yang diberikan atasan
• Pemahaman anggota terhadap
perintah atasan.
Sub Variabel Y2 : Aspek Afektif
Indikator :
• Anggota merasa senang terhadap
gaya kepemimpinan atasan.
• Anggota merasa senang dalam
melaksanakan tugas.
���
�
Sub Variabel Y3 : Aspek Konatif
Indikator :
• Anggota mendukung kegiatan dan
kebijakan yang dibuat atasan.
• Anggota bersedia melaksanakan
kebijakan yang dibuat atasan.
1.10 Metode Penelitian dan Teknik Pengumpulan Data
1.10.1 Metode Penelitian
Penelitian ini menggunakan teknik survey dengan menggunakan metode
korelasional yang ditujukan untuk mencari hubungan antara dua variabel atau
lebih dengan menggunakan hitungan koefisien korelasi. Metode Korelasi
bertujuan meneliti sejauhmana variasi pada satu faktor berkaitan dengan variasi
pada faktor lain (Rakhmat, 2005:27). Metode ini ditujukan untuk melihat dan
mengkaji hubungan di antara variabel 1 (teknik komunikasi persuasif atasan)
dengan variabel 2 (sikap anggota).
Metode ini digunakan peneliti karena ingin meneliti apakah ada hubungan
antara teknik komunikasi persuasif atasan dengan sikap patuh anggota dalam
bekerja. Metode ini dapat membuktikan secara langsung hubungan diantara
variabel, menanyakan kepada responden dengan cara menyebar angket lalu
mengujinya dengan hipotesis. Jika keduanya ada hubungan, maka variabel X
berkorelasi positif dengan variabel Y. Namun sebaliknya, jika variabel X
���
�
berkorelasi negatif maka tidak ada hubungan teknik komunikasi persuasif atasan
dengan sikap patuh anggota dalam bekerja. Karena hanya ada dua varibel yang
diteliti hubungannya dalam pembahasan ini maka korelasinya disebut korelasi
sederhana (Rakhmat, 2005 ;72).
1.10.2 Instrumen Penelitian
Karena metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode
korelasional, maka instrumen penelitian yang digunakan berasal dari:
1.Data primer, yaitu data yang yang berhubungan langsung dengan
penelitian dimana data tersebut diperoleh oleh responden. Data primer ini
diperoleh dengan menggunakan instrumen angket/kuisioner yang
disebarkan kepada anggota satuan intelkam di Polwiltabes Bandung.
2.Data sekunder, yaitu data yang melengkapi dan relevan dengan data
primer sehingga hasil penelitian maksimal. Data sekunder ini diperoleh
dari berbagai sumber yang menunjang penjelasan penelitian, yaitu dengan
menggunakan instrumen draf wawancara, dan catatan atau data yang telah
tersedia (studi kepustakaan) yang berhubungan dengan penelitian.
1.10.3 Teknik Pengumpulan Data
Ada beberapa teknik yang digunakan dalam penelitian ini yaitu :
1. Angket
Pengumpulan data melalui daftar terstruktur, mencakup
pertanyaan-pertanyaan tertulis yang akan dibagikan kepada
responden untuk mengetahui tanggapannya mengenai hubungan
� �
�
antara visualisasi iklan dengan perilaku publik terhadap keputusan
membeli produk. Angket digunakan sebagai pengumpulan data
primer penelitian.
2. Wawancara
Wawancara adalah percakapan dengan maksud tertentu.
Percakapan itu dilakukan oleh dua pihak, yaitu pewawancara yang
mengajukan pertanyaan dan terwawancara yang memberikan
jawaban atas pertanyaan itu. Ada bermacam-macam cara
pembagian jenis wawancara yang dikemukakan dalam kepustakaan.
Cara pembagian pertama dikemukakan oleh Patton sebagai
berikut : wawancara pembicaraan informal, pendekatan
menggunakan petunjuk umum wawancara, dan wawancara baku
terbuka. Pembagian wawancara yang dilakukan oleh Patton
didasarkan atas perencanaan pertanyaannya.
Wawancara tersebut terdapat beberapa maksud, seperti
yang ditegaskan oleh Lincoln dan Guba dalam Moleong antara
lain: mengkonstruksi mengenai orang, kejadian, kegiatan,
organisasi, perasaan, motivasi, tuntutan, kepedulian dan lain-lain,
kebulatan, mengkonstruksikan kebulatan-kebulatan demikian
sebagai yang dialami masa lalu, memproyeksikan kebulatan-
kebulatan sebagai yang dialami masa lalu, memproyeksikan
kebulatan-kebulatan sebagai yang telah diharapkan untuk dialami
pada masa yang akan dating, memverifikasi, mengubah, dan
���
�
memperluas informasi yang diperoleh dari orang lain, baik
manusia maupun bukan manusia (triagulasi), dan memverifikasi,
mengubah dan memperluas konstruksi yang dikembangkan oleh
peneliti sebagai pengecekan anggota.
Teknik untuk memperoleh data sekunder dengan bertanya
langsung kepada pihak-pihak yang berkaitan langsung dengan
masalah yang akan diteliti.
3. Studi Kepustakaan
Kegiatan mengumpulkan data sekunder yang dibutuhkan
sehubungan dengan masalah dalam penelitian ini. Dengan
melakukan penelusuran kepustakaan sekaligus menelaah dengan
tujuan untuk mendalami prinsip-prinsip dasar, teori-teori serta
konsep-konsep yang ditemukan para ahli terdahulu yang
mempunyai wawasan. Data-data penunjang tersebut dapat melalui
buku-buku, majalah, dan internet serta referensi lainnya yang
berkaitan dengan penelitian.
1.10.4 Teknik Analisis Data
Teknik analisis data yang di pergunakan dalam penelitian ini adalah teknik
analisis deskriptif, yaitu memaparkan data-data yang sesuai dengan jawaban
responden, dan teknik analisis inferensial, yaitu teknik yang menganalisa data
kuantitatif serta menarik kesimpulan tentang ciri-ciri populasi yang tertentu dari
hasil analisa serangkaian sampel yang dipilih dari populasi yang bersangkutan. Uji
���
�
koefisien korelasi Rank Spearman digunakan untuk mencari hubungan atau
menguji signifikasi hipotesis asosiatif bila masing-masing variabel yang
dihubungkan berbentuk ordinal, dan sumber data antar variabel tidak harus sama
(Siegel, 1997:250)
Langkah-langkah perhitungan :
1. Berilah rangking obsevasi-observasi pada variabel X da variabel Y
pada 1 hingga n.
2. Tentukan harga di dimana di = R (X)-R(Y) untuk setiap subyek
dengan mengurangkan rangking X pada rangking Y, kuadratkan
harga ituuntuk menentukan di2 untuk masing-masing subyek.
Jumlahkan harga-harga di2 untuk mendapatkan �di
2.
3. Hitung koefisien korelasi Rank Spearman. Jika terdapat angka
yang sama pada observasi X atau Y, gunakan rumus :
Dimana :
32
xN Nx T
12−
� = −� dan ( )3
x
t tT
1 2−
� � =
y
32 N Ny T
1 2−
� = − � dan ( )3
y
t tT
1 2−
� � =
xT� dan yT� merupakan faktor korelasi X dan Y.
2 2 2
2 22i
s
x y dr
x y
+ −= � � �
� �
���
�
Keterangan :
t = frekuensi nilai yang sama
n = Jumlah sampel
X = Data item ke–i,i = 1,2,3…, 42
Y = Total dari nilai data sub variabel ke –i
Pengujian koefisiensi korelasi Rank Spearman :
Tentukan nilai t = rs � n-2
� 1- rs2
Jika tidak ada data yang sama, gunakan rumus :
6�di2
rs = 1- n (n2 -1 )
4. Menguji signifikasi koefisien korelasi rank Spearman :
Kriteria uji : tolak H0 jika nilai t hitung > t tabel (dk – N-2), terima
H0 dalam hal lainnya ( Siegel, 1997). Untuk meningkatkan tingkat
keeratan hubungan antara kedua variabel X dan Y digunakan
criteria Guilford (1956 : 145)
Tabel 1.1
Interprestasi Koefisien Korelasi
Interval Koefisien Tingkat Hubungan
0,000 – 0, 199 Sangat rendah
0,200 – 0, 399 Rendah
0,400 – 0, 599 Sedang
0,600 – 0,799 Kuat
0,800 – 1,00 Sangat kuat
���
�
Data yang diperoleh melalui angket dan kuesiomer kemudian diproses
melalui beberapa tahapan, yaitu penyuntingan, pemberian kode dan pemasukan
kode ke lembar koding. Sebelum menjalankan tahapan-tahapan di atas, peneliti
membuat dulu buku koding yang merupakan pedoman setiap pernyataan dalam
angket, sehingga dapat mempermudah dalam pengisian kolom-kolom dalam
lembar koding beserta jawaban responden. Tahap-tahap dalam pengolahan data
adalah :
1. Penyuntingan
Penyuntingan dilakukan terhadap angket untuk mengetahui dan
memeriksa apakah pengisisn jawaban oleh para responden telah sesuai
dengan prosedur. Penyuntingan dilakukan untuk mengantisipasi jawaban
di angket yang tidak valid, yang merupakan akibat dari kesalahan
pengisian angket dari responden. Pada saat proses penyuntingan,
keseluruhan pernyataan dalam angket dijawab dengan benar oleh
responden, maka seluruh data yang diperoleh dengan diproses lebih lanjut.
2. Pemberian kode
Setelah angket disunting, langkah selanjutnya adalah masing-masing
jawaban pada angket diberi kode pada kotak yang tersedia dengan
berpedoman pada buku koding yang telah disusun sebelumnya.
3. Pemasukan kode
Setelah angket dibei nomor sesuai dengan jumlah sampel, kemudian kode
jawaban dimasukkan ke dalam lembaran koding dengan berpedoman pada
���
�
buku koding. Data yang dipeoleh kemudian dianalisis dan disusun secara
sistematis.
“ Analisis adalah mengelompokkan, membentuk suatu urutan, memanipulasi serta menjelaskan data sehingga mudah dibaca, memfokuskan sesuatu atau memberikan deskriptif terhadap sesuatu.” (Nazir, 1998 : 71).
Data tersebut juga dianalisis melalui dua teknik berikut, yaitu :
1. Analisis Deskirptif
Analisis ini memaparkan jawaban responden atau sejumlah pertanyaan
yang diajukan di angket dalam bentuk tabel. Analisis deskriptif bertujuan
untuk memberikan deskripsi mengenai objek penelitian berdasarkan data
dan variabel yang diperoleh dari kelompok subjek yang diteliti dan tidak
dimaksudkan untuk pengujian hipotesis ( Azwar, 1998 : 126).
2. Analisis Statistik Inferensial
Teknik ini digunakan untuk menganalisis jawaban responden dengan
menggunakan perhitungan statistic, serta mencari koefisien antara variable
X dan variabel Y untuk krmudian diuji untuk mengetahui apakah hipotesis
penelitian (H1) yang diajukan diterima atau tidak, kemudian signifikasi
hubungan antara varibel-variabel yang diteliti diuji dengan menggunakan
statistic berurut dengan cara menghitung korelasi Rank Spearman (rs).
1.10.5 Teknik Uji Hipotesis
Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui apakah terdapat hubungan
antara teknik komunikasi persuasif atasan dengan sikap patuh anggota dalam
bekerja. Koefisien korelasi Rank Speaman digunakan untuk mancari hubungan
��
�
atau menguji signifikasi hipotesis asosiatif bila masing-masing variabel yang
dihubungkan berbentuk ordinal, dan sumber data antar varibel tidak harus sama
(Siegel, 1997 : 250)
Hitung koefisien korelasi rank Spearman. Jika terdapat angka yang sama
pada observasi X atau Y , gunakan rumus :
dimana
3
2x
N Nx T12−
� = −� dan ( )3
x
t tT
1 2−
� � =
y
32 N Ny T
1 2−
� = − � dan ( )3
y
t tT
1 2−
� � =
Keterangan :
t = frekuensi atau banyaknya angka yang sama
n = jumlah sampel
1.11 Populasi dan Teknik Pengambilan Sampel
1.11.1 Populasi
Populasi adalah kumpulan objek penelitian. Objek penelitian dapat berupa
umpi, kelompok, lembaga, buku, surat,kabar, dan lain-lain (Rakhmat, 2005 : 78).
Yang dijadikan populasi dalam penelitian ini adalah anggota Satuan Samapta
Polrestabes bandung sebanyak 212 orang.
2 2 2
2 22i
s
x y dr
x y
+ −= � � �
� �
��
�
1.11.2 Teknik Pengambilan Sampel
Dalam pengambilan sampel penelitian, penulis mengunakan cara random
atau Sampling Probabilitas, yaitu mengambil teknik sampling random sederhana,
dengan menggunakan kerangka sampling.
Penulis mengambil 20 % dari 212 anggota satuan samapta Polrestabes
Bandung ( 212 x 20 % = 42, 4 ), sehingga jumlah sampel 42 orang. Hal ini sesuai
dengan pendapat Sutrisno bahwa “tidak ada ketentuan mutlak, berapa banyak
suatu sampel harus diambil dari populasi”. ( Hadi ; 73 ).
Teknik sampling yang digunakan adalah Sampling Random Sederhana.
Sampling Random Sederhana adalah sebuah sampel yang diambil sedemikian
rupa sehingga setiap unit penelitian atau satuan elementer dari populasi
mempunyai kesempatan yang sama untuk dipilih sebagai sampel (Singarimbun,
1987 ; 162).
Setiap subjek yang terdapat sebagai populasi diberi nomor urut mulai
angka 1 (satu) sampai banyaknya subjek berdasarkan kerangka sampling (daftar
lengkap semua unsur populasi) ditarik sejumlah orang yang nantinya menjadi
sampel (Arikunto, 1983 : 93).
Adapun teknik pengambilan sampelnya dapat dijelaskan sebagai berikut :
a. Tahap Pertama
Membuat kerangka sampling, dimana setiap subjek yang menjadi bagian
dari populasi diberi nomor urut mulai dari angka 001 sampai 212.
���
�
b.Tahap Kedua
Menarik sejumlah nomor yang nantinya dikocok sebanyak 42 kali, sehingga
diperoleh 42 orang yang akan menjadi sampel dalam penelitian ini.
Tabel 1.1 Daftar Nama Sampel
NO NAMA PANGKAT JABATAN 1 David Wiliams BRIPTU Anggota 2 Fakmi Zainal BRIPTU Anggota3 Anggi Garita STAF Min Anggota4 Budi Laksono BRIPTU Anggota 5 Andy Bharata BRIPTU Anggota 6 Elan Zaenal BRIPTU Anggota 7 Sansan Haris BRIBDA Anggota 8 Candra Pusdika BRIBDA Anggota9 Taruna Winata BRIPTU Anggota10 Indra Mertiana BRIPKA Anggota 11 Sutikno BRIPTU Anggota 12 Oloan Marusaha BRIPTU Anggota 13 Iwan Risnawandi BRIPTU Anggota 14 Dwy Saputro BRIPTU Anggota 15 Didin BRIPTU Anggota16 Cecep Rohmat BRIPTU Anggota17 Fahmi Iskandar BRIPTU Anggota 18 Teguh Widodo, SH BRIPTU Anggota 19 Elan Suherman BRIPTU Anggota 20 Baban B BRIPTU Anggota 21 Heri Juheri BRIPKA Anggota 22 Mochamad Arifin BRIPTU Anggota23 Eriyadi Sudrajat BRIPTU Anggota24 Jaka S BRIBDA Anggota 25 Endra Lesmana Bripda BRIBDA Anggota 26 Suhartono BRIBDA Jaga Rumdin 27 Gilang Setia Graha BRIPTU Driver P 9 28 Riki Iwan P BRIPTU Banum29 Umar Syahbani BRIBDA Anggota30 Riki BRIBDA Anggota 31 Ebta Norwansyah BRIPTU Anggota 32 Anton Suseno BRIPKA Anggota 33 Anugrah Satya D BRIBDA Anggota 34 Yadi Mulyadi BRIPTU Anggota 35 Dian Firmansyah BRIPTU Anggota
���
�
36 Herwan M. J BRIPKA Anggota 37 Umar Syahbani BRIBDA Anggota 38 Dendi BRIPKA Anggota39 Yosua S. M BRIPKA Jaga Mako40 Guntur Tri W BRIPTU Anggota 41 Sofyan Martua BRIPTU Anggota 42 Dede Rusdiana BRIBDA Anggota
� �
�
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Tinjauan Tentang Komunikasi
2.1.1 Pengertian Komunikasi
Manusia sebagai makhluk sosial selalu melakukan hubungan dengan
sesamanya demi memenuhi kebutuhan hidupnya. Hubungan tersebut dapat terjadi
bila dengan komunikasi. Sehubungan dengan itu, komunikasi sangat penting
artinya dalam kehidupan manusia. Arti penting komunikasi akan dirasakan
apabila manusia mengetahui apa sebenarnya komunikasi dan bagaimana proses
penyampaiannya, sehingga berlangsung secara efektif.
Pengertian komunikasi dapat dilihat dari asal katanya, seperti yang
dikemukakan oleh Wilbur Schramm yang dikutip Onong U. Effendy, yaitu :
“Kata komunikasi berasal dari perkataan communication, dan perkataan ini berasal dari bahasa latin communis yang artinya sama, dalam arti kata sama makna mengenai suatu hal. Jadi komunikasi berlangsung antara orang-oranag yang terlibat terdapat kesamaan makna mengenai suatu hal yang dikomunikasikan secara jelas” (Effendi, 1993 :30).
Berdasarkan kedua pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa komunikasi
adalah proses penyampaian informasi, gagasan, atau perasaan-perasan yang telah
dikemas menjadi pesan dalam bentuk lambang-lambang yang bermakna sama
bagi kedua belah pihak sehingga komunikasi berlangsung dalam hubungan yang
komunikatif.
���
�
Penyampaian pesan dalam proses komunikasi adalah berupa pernyataan
manusia yang menggunakan lambang-lambang yang berarti, sesuai dengan
pengertian komunikasi yang dikemukakan oleh Santoso Sastopoetra bahwa :
“Komunikasi adalah pernyataan manusia yang bersifat umum dengan
menggunakan lambang-lambang yang berarti” (Sastropetra, 1984:3).
Dari pengertian tersebut ada dua hal yang perlu diperhatikan yaitu :
pertama, adalah pernyataan antar manusia yang menggambarkan bahwa
komunikasi dapat berlangsung bila ada dua orang atau lebih yang terlibat,
sehingga komunikasi dapat dilihat sebagai akibat dari hubungan sosial. Kedua,
komunikasi dalam penyampaian pesannya menggunakan lambang-lambang yang
berarti. Ini dapat dijelaskan dengan melihat definisi yang dikemukakan oley yang
dikutip Onong U. Effendy, yaitu :
“komunikasi adalah mekanisme yang menyebabkan adanya hubungan antara manusia yang memperkembangkan semua lambang pikiran, bersama-sama dengan sarana untuk menyiarkan dalam ruang dan merekamnya dalam waktu. Ini mencakup wajah, sikap, gerak-gerik, suara, kata-kata tertulis, percetakan, kereta api, telgraf, telepon, dan apa saja yang merupakan penemuan mutakhir untuk menguasai ruang dan waktu” (Effendy, 1992:55).
Definisi tersebut meliputi beberapa unsur. Pertama, ide dari komunikasi
sebagai dasar hakiki dari hubungan manusia. Kedua, komunikasi sebagai proses
yang menyebabkan hubungan tersebut menjadi suatu kegiatan. Ketiga, dalam
mekanisme tersebut terdapat simbolisasi (kata-kata, gambar, dan sebagainya).
Dan keempat, adanya penggunaan alat-alat bagi pengoperan objek-objek dari
hubungan tersebut, dengan kata lain adanya media yang diguanakan dalam
komunikasi.
��
�
Mengingat akan hal tersebut, maka definisi komunikasi dapat disimpulkan
secara lengkap dengan menampilkan maknanya yang hakiki, yaitu : “Komunikasi
adalah proses penyampaian suatu pesan oleh seseorang kepada orang lain untuk
memberi tahu atau mengubah sikap. Pendapat atau perilaku, baik langsung secara
lisan maupun tidak langsung melalui media” (Effendi, 1986:6).
Jadi, tepat kalau dikatakan komunikasi itu merupakan proses penyampaian
pesan dari seseorang kepada orang lain, yang dalam pelaksanaannya dapat
menggunakan media dan pada dasarnya komunikasi yang dilakukan memiliki
tujuan untuk mengubah sikap (attitude), pendapat (opinion), dan tingkah laku
(behavior). Hal tersebut dapat dicapai apabila komunikasi berlangsung secara
efektif.
Berkenaan dengan bagaimana komunikator menyampaikan pikiran atau
perasaannya kepada komunikan, Onong. U. Effendy menjelaskan sebagai berikut :
“Adakalanya seseorang menyampaikan buah pikirannya kepada orang lain tanpa menampakan perasaan tertentu. Pada saat lain seseorang menyampaikan perasaannya kepada orang lain tanpa pemikiran. Tidak jarang pula seseorang menyampaikan pikirannya disertai perasaan tertentu disadari ataupun tanpa disadari. Komunikasi akan berhasil apabila pikiran disampaikan dengan menggunakan perasaan yang disadari, sebaliknya komunikasi akan gagal jika sewaktu menyampaikan pikiran tidak terkontrol” (Effendy, 1990:11).
Pendapat Effendy mengenai cara seseorang menyampaikan pesannya
dapat disederhanakan sebagai berikut : bahwa ketika seseorang hendak
menyampaikan buah pikiran atau pesan kepada seseorang haruslah
memperhatikan hal-hal yang bersifat internal, seperti halnya kondisi emosi dan
perasaan seseorang (komunikan). Atau dengan kata lain komunikator harus dapat
��
�
memilih waktu yang tepat dalam menyampaikan pesannya itu supaya apa yang
hendak disampaikan oleh komunikator dapat dipahami dan diterima oleh
komunikan dengan baik, tanpa adanya salah pengertian.
Selain itu keberhasilan komunikasi juga ditentukan oleh pesan yang
disampaikan. Untuk memudahkan komunikan dalam memahami maksud dari
komunikator, maka pesan yang ingin disampaikan harus tersususun dan
terorganisir dengan baik. Menurut Beighley, pesan yang diorganisasikan dengan
baik lebih mudah dimengerti daripada pesan yang tidak tersususun dengan baik.
Begitu pula Darnell, mengungkapkan bahwa perubahan sikap komunikan sangat
dipengaruhi oleh pesan yang terorganisasi dengan baik (Rakhmat. 1998:295).
Secara jelas dilihat bahwa dalam proses komunikasi antara kedua belah
pihak terjadi hubungan timbal balik, masing-masing berupaya mengadakan
penyesuaian dalam berbagai hal sehingga terbina hubungan yang serasi antara
keduanya. Atau dengan kata lain, pesan yang disampaikan sesuai dengan harapan
dan tujuan komunikator. Pentingnya komunikasi dalam hubungannya dengan
pekerjaan ditunjukkan oleh banyaknya waktu yang dipergunakan untuk
berkomunikasi dalam pekerjaan.
2.1.2 Proses dan Unsur-Unsur Komunikasi
Pada hakikatnya proses komunikasi merupakan proses penyampaian
pikiran dan perasaan seseorang kepada orang lain. Dan secara umum, unsur-unsur
yang terlibat dalam proses komunikasi terangkum dalam paradigma yang
diungkapkan oleh Harold.D. Laswell, yaitu : who say what in which channel to
��
�
whom whith what effect. Dalam paradigma Laswell tersebut terdapat lima unsur
pokok yang terlibat dalam proses komunikasi, yaitu :
1. Siapa (komunikator, pengirim, sumber).
2. Mengatakan apa (pesan).
3. Dalam saluran apa (medium atau media).
4. Kepada siapa (komunikan, penerima).
5. Dengan akibat apa (tanggapan, umpan balik).
(Effendy, 1993:253)
Setelah melihat uraian di atas maka paradigma Laswell menjelaskan
bahwa komunikasi adalah proses penyampaian pesan oleh komunikator kepada
komunikan melalui media yang menimbulkan efek tertentu.
Dari pendapat di atas dapat diambil kesimpulan bahwa komunikasi bukan
hanya sekedar menyampaikan pesan atau informasi agar orang lain mengerti,
melainkan yang lebih penting adalah agar pada orang lain terdapat perubahan
sikap dan tingkah laku. Dengan demikian dalam proses komunikasi, komunikator
dalam menyampaikan pesan mengandung unsur mempengaruhi yang diajak
berbicara, karena pada hakikatnya proses komunikasi merupakan proses
penyampaian pikiran atau perasaan oleh seseorang (komunikator) kepada orang
lain (komunikan).
��
�
2.2 Tinjauan Komunikasi Organisasi
2.2.1 Pengertian Komunikasi Organisasi
Kata atau istilah “komunikasi” berasal dari bahasa Inggris
“Communication/Communicatio”, yang berarti pemberitahuan atau pertukaran
pikiran. Secara umum komunikasi didefinisikan sebagai “proses penyampaian
pesan oleh seseorang kepada orang lain untuk merubah sikap, pendapat atau
tingkah laku baik langsung secara lisan maupun tidak langsung melalui media”
(Effendy, 1986 : 63).
Sedangkan “Organisasi”(Organization) secara khas dianggap sebagai kata
benda, yang berarti struktur dan juga sebagai proses. Menurut Pace Wayne,
organisasi adalah sebuah wadah yang menampung orang-orang dan objek-objek,
yang berusaha untuk mencapai tujuan bersama.
Dalam buku “Komunikasi Organisasi”, oleh Muhammad Arni, terdapat
beberapa pendapat dari para ahli mengenai komunikasi organisasi, yakni sebagai
berikut :
1. Redding dan Sanbon
Komunikasi organisasi adalah pengiriman dan penerimaan informasi dalam organisasi yang kompleks.
2. Katz dan Kahn
Komunikasi organisasi merupakan arus informasi, pertukaran informasi dan pemindahan arti di dalam suatu organisasi.
�
�
3. Zelko dan Dance
- Komunikasi organisasi adalah suatu sistem yang saling tergantung yang mencakup komunikasi internal dan komunikasi eksternal.
- Komunikasi organisasi adalah dimensi komunikasi pribadi diantara sesama anggota organisasi yang berupa pertukaran secara informal mengenai informasi dan perasaan diantara sesame anggota organisasi.
4. Thayer
Komunikasi organisasi sebagai arus data yang akan melayani komunikasi organisasi dan proses interkomunikasi dalam beberapa cara, yaitu : berkenaan dengan data mengenai tugas-tugas, perintah-perintah, aturan-aturan, petunjuk-petunjuk, berkenaan dengan pemeliharaandan pengembangan organisasi.
5. Greenbaunm
Bidang komunikasi organisasi termasuk arus komunikasi formal dan informal dalam organisasi.
(Muhamad Arni, 1995 : 67)
Dari beberapa definisi yang dikemukakan oleh beberapa ahli tersebut, ada
beberapa hal yang dapat disimpulkan, yaitu :
a. Komunikasi organisasi terjadi dalam suatu sistem terbuka yang kompleks yang dipengaruhi oleh lingkungannya sendiri baik internal maupun eksternal.
b. Komunikasi organisasi meliputi pesan dan arusnya , tujuan, arah dan media.
c. Komunikasi organisasi meliputi orang dan sikapnya, perasaannya, hubungannya dan keterampilannya/skillnya.
(Muhamad Arni, 1995 : 67).
Jadi, dengan demikian dapat dikatakan bahwa komunikasi organisasi
adalah penyampaian dan penafsiran pesan diantara unit-unit komunikasi yang
merupakan bagian dari suatu organisasi tertentu, untuk mencapai tujuan bersama.
�
�
Berdasarkan definisi mengenai komunikasi organisasi, yang telah
dikemukakan oleh beberapa ahli tersebut, maka dapat dikatakan bahwa
komunikasi organisasi merupakan sesuatu hal yang sangat penting. Karena,
dengan melakukan komunikasi suatu organisasi atau perusahaan akan mampu
mencapai tujuan yang telah ditetapkan.
2.2.2 Tujuan Komunikasi Organisasi
Dalam komunikasi organisasi terdapat pengoperan lambang-lambang yang
mengandung arti dan makna tertentu, sehingga dengan demikian antara
komunikator dan komunikan terjadi homofily terhadap pengertian dari pada pesan
yang disampaikan.
Menurut pendapat dari Everet M. Rogers dan Dilip R. Bhowunik, yang
memandang komunikasi dari sudut kejiwaan dan mengartikan homofily sebagai
berikut : “Derajat yang sama antara perseorangan yang berinteraksi dalam
hubungan dengan sifat-sifatnya seperti pendidikan kepercayaan, nilai-nilai, dan
sebagainya” (Effendy, 1981 : 22).
Berdasarkan definisi tersebut, komunikasi dalam organisasi, komunikasi
vertical dan horizontal harus memperhatikan isi pesan, dengan dasar pengertian
lambang dan makna yang sama, dalam komunikasi formal maupun non formal.
Karena dengan demikian koordinasi terhadap tugas dan wewenang akan semakin
baik dan teratur.
��
�
Pendapat lain dikemukakan oleh Keith Davis, yang dikutip oleh
Sastropoetra dalam buku “Komunikasi Organisasi”, yang ditulis oleh Muhammad
Arni, mengenai pentingnya komunikasi dalam organisasi, yakni :
Suatu organisasi tanpa adanya komunikasi tidak akan eksis, dan tidak akan mungkin terjadi koordinasi kerja yang diharapkan, selain itu kerja sama baik antara pimpinan dan karyawam maupun antara karyawam dengan karyawan, tidak mungkin tercipta. Sebab mereka tidak mengkomunikasikan kebutuhan dan perasaannya satu sama lain. (Sastropoetra, 1982 : 339).
Sesuai dengan pernyataan tersebut, maka komunikasi yang jujur dan
terbuka dalam lingkup organisasi sangat diperlukan. Sehingga maksud dan tujuan
perusahaan/organisasi bisa dimengerti oleh semua pihak yang terlibat didalamnya
(public internal). Dimana keterbukaan komunikasi satu sama lainnya akan
menimbulkan penilaian yang jujur dan adil. Apabila komunikasi dalam internal
public telah baik terlaksana, maka tujuan perusahaan/organisasi pun akan di
emban oleh pimpinan dan karyawan.
2.2.3 Komunikasi dalam Organisasi
Muhamad Arni menyatakan bahwa dengan adanya komunikasi yang baik,
suatu organisasi dapat menjalankan fungsinya dengan baik. Dengan kata lain
suatu organisasi dapat berjalan dan berhasil jika ada komunikasi yang efektif.
Begitu pula sebaiknya, kurang/tidak adanya komunikasi dapat menyebabkan
organisasi macet/berantakan seperti yang dinyatakan Kohler dan dikutip oleh
Muhamad Arni, “ Bahwa komunikasi yang efektif penting bagi semua organisasi.
Oleh karena itu para pimpinan organisasi dan para komunikator dalam
��
�
komunikasi perlu memahami dan menyempurnakan kemampuan komunikasi
mereka. ( Muhammad Arni, 1995 :1)
Di dalam perusahaan, komunikasi organisasi sangat dibutuhkan karena
untuk mengetahui komunikasi-komunikasi apa yang terjadi disana dan dapat
mempengaruhi seluruh kegiatan di dalam suatu organisasi. Hal ini juga diperkuat
dengan pernyataan Keith Davis tentang pentingnya komunikasi organisasi di
suatu perusahaan, yaitu :
“Organization cannot exist without communication, if there is no communication employees cannot know, what their associates ar doing”. (Organisasi tidak aka n ada tanpa adanya komunikasi, jika tidak ada komunikasi maka karyawan tidak akan mengetahui apa yang sedang dijalankan oleh perusahaan ).
Berdasarkan buku “ Komunikasi : Teori dan Praktek”, Onong. U. Effendy
(1990 : 115) menyatakan tentang korelasi antara ilmu komunikasi dan organisasi
terletak pada peninjauannya yang terfokus kepada manusia-manusia yang terlibat
dalam mencapai tujuan organisasi itu. Ilmu komunikasi mempertanyakan bentuk
komunikasi apa yang berlangsung dalam organisasi, metode dan teknik apa yang
dipergunakan, media apa yang dipakai, bagaimana prosesnya, faktor-faktor apa
yang menjadi penghambat dan sebagainya. Jawaban-jawaban bagi pertanyaan-
pertanyaan tersebut adalah untuk bahan telaahnya untuk selanjutnya menyajikan
suatu konsepsi komunikasi bagi organisasi tertentu berdasarkan jenis organisasi,
sifat organisasi dan lingkup organisasi dengan memperhitungkan situasi tertentu
pada saat komunikasi dilancarkan
�
�
Hal ini diperkuat dengan pernyataan William. V. Hanney tentang
pentingnya komunikasi dalam suatu organisasi untuk mencapai suatu tujuan,
dalam bukunya Communication & Organization behavior adalah sebagai berikut :
Organization consist of a number of people ; it volves interpendence ; interpendence calls for coordination ; and coordination requires communication. (organisasi terdiri dari sejumlah orang ; ia melibatkan keadaan ketergantungan melakukan koordinasi ; koordinasi masyarakat komunikasi).
(Effendy, 1984 : 46 )
Oleh karena itu, menurut William. V. Hanney, komunikasi adalah suatu
sine qua non bagi organisasi.
Jadi, pada dasarnya komunikasi merupakan inti dari kegiatan organisasi.
Karena dengan adanya komunikasi yang baik, suatu organisasi dapat menjalankan
fungsinya dengan baik, begitu pula sebaliknya kurang atau tidaknya komunikasi
dapat menyebabkan organisasi macet/berantakan. Karena komunikasi adalah
suatu sine quo non bagi organisasi.
2.2.4 Aliran Komunikasi Formal Dalam Organisasi
Komunikasi memegang peranan yang sangat penting dalam
mengintegraikan dan mengkoordinasikan semua bagian dan aktivitas di dalam
organisasi. Salah satu fungsi terpenting dari struktur organisasi adalah membatasi
aliran komunikasi dengan demikian mengurangi permasalahan kelebihan
informasi. Beberapa dari permasalahan organisasi dipecahkan dengan tidak
meningkatkan tetapi dengan membatasi aliran komunikasi dan merinci secara
jelas informasi yang bagaimanayang harus dikumpulkan, diproses dan dianalisis.
��
�
Aliran komunikasi dalam organisasi merupakan pedoman kemana
seseorang dapat berkomunikasi dalam organisasi. Aliran komunikasi formal
dalam organisasi dapat dibedakan menjadi empat, yaitu :
1. Komunikasi dari atas ke bawah (downward communication)
Komunikasi dari atas ke bawah merupakan aliran komunikasi dari
tingkat atas ketingkat bawah melalui hirarki organisasi. Bentuk dari aliran
komunikasi dari atas ke bawah seperti prosedur organisasi, instrruksi
tentang bagaimana melakukan tugas, umpan balik terhadap prestasi
bawahan, penjelasan tentang tujuan organisasi dan lain sebagainya. Salah
satu kelemahan komunikasi dari atas ke bawah adalah ketidakakuratan
informasi yang melewati beberapa tingkatan. Pesan yang disampaikan
dengan suatu bahasa yang tepat untuk suatu tingkat, tetapi tidak tepat
untuk tingkat yang paling bawah yang menjadi sasaran dari informasi
tersebut.
2. Komunikasi dari bawah ke atas
Komunikasi dari bawah ke atas dirancang untuk menyediakan
umpan balik tentang seberapa baik organisasi telah berfungi. Bawahan
diharapkan memberikan informasi tentang prestasinya dan praktek serta
kebijakan organisasi. Komunikasi dari bawah ke atas dapat berbentuk
laporan tertulis maupun lisan, kotak saran, pertemuan kelompok dan lain
sebagainya.
��
�
Permasalahan utama yang terjadi dalam komunikasi dari bawah ke
atas adalah bias dan penyaringan atas informasi yang disampaikan oleh
bawahan. Komunikasi dari bawah ke atas digunakan untuk memonitor
prestasi organisasi. Bawahan seringkali memberikan informasi yang
kurang benar kepada atasannya terutama informasi yang tidak
mengenakkannya. Akibatnya komunikasi dari bawah ke atas seringkali
dikatakan sebagai penyapaian informasi yang menyenangkan atasan dan
bukan informasi yang perlu diketahuhi atasan.
3. Komunikasi horizontal
Komunikasi horizontal merupakan aliran komunikasi kepada
orang-orang yang memiliki hirarki yang sama dalam suatu organisasi.
Misalnya komunikasi yang terjadi antara manager bagian pemasaran
dengan manager bagian pemasaran dengan manager bagian produksi, atau
antara karyawan bagian produksi dengan karyawan bagian keuangan.
4. Komunikasi diagonal
Komunikasi diagonal merupakan aliran komunikasi dari orang-
orang yang memiliki hirarki yang berbeda dan tidak memiliki hubungan
wewenang secara langsung. Misalnya komunikasi antara manajer
pemasaran dengan kepala sub bagian pengendalian mutu.
��
�
Gambar 2.1 Aliran komunikasi Formal Dalam Organisasi (Gitosudarmono,1997 : 212)
1
Keterangan 1:
- A = Kapolwiltabes
- B1 = Kabag Operasional B2 = Kabag Binamitra
- C1 = Kaur Telematika C3 = Kaur Dokkes
C2 = Ka Unit P3D C4 = Ka Taud
- D1 = Kasat Intelkam D2 = Kasat Reskim
D3 = Kasat Samapta
Keterangan 2 :
1. Komunikasi dari atas ke bawah.
2. Komunikasi dari bawah ke atas.
3. Komunikasi horizontal.
4. Komunikasi diagonal.
B 1 B 2
C 1 C.2 C 3 C.4
D D D
A
��
�
2.3 Tinjauan Tentang Komunikasi Persuasif
2.3.1 Pengertian Komunikasi Persuasif
Komunikasi Persuasi terdiri dari kata Komunikasi dan Persuasi. “Persuasi
berasal dari bahasa Inggris, yaitu Persuassion, yang berasal dari kata kerja To
Persuade yang berarti membujuk, mengimbau, merayu. Persuasi dari bahasa latin
yaitu Persuadere yang berarti menggerakkan seseorang melalukan sesuatu dengan
hati, kehendak sendiri tanpa dipaksa oleh orang lain” (Effendy, 1992 : 117).
“ Komunikasi persuasif adalah merupakan salah satu metode komunikasi sosial
dan dalam penerapanya menggunakan teknik atau cara tertentu, sehingga dapat
menyebabkan orang bersedia melakukan sesuatu dengan senang hati sukarela,
tanpa merasa dipaksa siapapun”. (Sastropoetra, 1988 : 24). Menurut Onong. U.
Effendy, “ Komunikasi Persuasi adalah proses penyampaian pesan oleh
seseorang kepada orang lain agar dapat merubah sikap, pendapat, tingkah laku
dengan kesadaran mereka sendiri”. (Effendy, 1988 : 156).
Berdasarkan definisi diatas dapat disimpulkan bahwa komunikasi persuasi
dapat menyebabkan perubahan pada khalayaknya baik berupa perubahan sikap,
tingkah laku atau yang lainnya. Perubahan yang terjadi pada komunikan dirasakan
oleh mereka sebagai keinginan yang muncul dari dalam dirinya, tanpa merasa ada
paksaan dari siapapun, padahal perubahan tersebut merupakan efek dari
komunikasi persuasi yang dilakukan oleh komunikator.
��
�
2.3.2 Teknik Komunikasi Persuasi
Ada beberapa macam teknik yang dapat digunakan dalam melakukan
komunikasi perusasi, diantaranya Teknik Komunikasi yang dikemukakan oleh
Roekomy (1992), dalam buku Dasar-dasar Persuasi mengemukakan teknik
persuasi, sebagai berikut :
a. Metode Partisipasi (Participasing Method)
Teknik yang mengikutsertakan (partisipasi) dari komunikan yang
bertujuan untuk menumbuhkan saling pengertian, menghargai, kerjasama
dan toleransi.
b. Metode Asosiasi (Association Method)
Penyajian sesuatu hal atau sesuatu gagasan dengan mencatatkan sesuatu
objek atau peristiwa yang tengah menarik perhatian banyak orang.
c. Metode Ganjaran (Pay off Technique Method)
Bermaksud untuk mempengaruhi komunikan dengan suatu ganjaran atau
menjanjikan seseuatu dengan iming-iming hadiah.
d. Metode Fear Arrousing (Fear Arrousing Method)
Menyajikan suatu pesan yang dapat menimbulkan rasa khawatir atau takut,
bila tidak mematuhi informasi-informasi yang dikemukakan .
�
�
e. Metode Red Herring (Red Herring Method)
Cara mengelakkan dengan argumentasi dari bagian-bagian yang lemah
untuk kemudian dialihkan sedikit demi sedikit kepada bagian-bagian yang
kita kuasai atau bagian di mana kita berada dalam keadaan yang kuat.
Menurut Onong Uchyana Effendy (1992) teknik komunikasi persuasif
meliputi :
1. Teknik Asosiasi (Asociation Technique), yaitu penyajian pesan komunikasi
dengan jalan menumpangkan pada suatu objek atau peristiwa yang sedang
menarik perhatian khalayak.
2. Teknik Integrasi (Integration Technique), adalah kemampuan untuk
menyatukan diri dengan komunikan dalam arti kata menyatukan diri secara
komunikasi, yakni melalui kata-kata atau lambang-lambang nonverbal
menggambarkan dirinya senasib dengan komunikan.
3. Teknik Iming-iming (Pay off Technique). Teknik pay off merupakan
kebalikan dari teknik fear arousing. Dalam kegiatan mempengaruhi orang lain
seorang komunikator bisa melakukan dengan jalan rewarding yaitu
mengiming-imingi hal yang baik
4. Teknik menakut-nakuti (Fear Arrousing technique). Teknik fear arousing
merupakan kebalikan dari teknik pay off. Dalam kegiatan mempengaruhi orang
lain dengan jalan punishment yaitu menakut-nakuti atau menggambarkan
konsekuensi yang buruk.
�
�
5. Teknik Tataan (Icing Technique). Metode Icing pada kegiatan komunikasi
persuasi adalah menata pesan komunikasi dengan “emotional appeal”,
sedemikian rupa sehhingga komunikasi menjadi lebih menarik.
6. Teknik Gerak Tipu (Red Herring Technique), adalah cara seorang persuader
mengelakan argumentasi yang lemah umtuk kemudian mengalihkan sedikit
demi sedikit kesegi yang dikuasai guna dijadikan senjata ampuh dalam
menyerang lawan.
Adapun pelaksanaan teknik komunikasi persuasi tersebut tidak harus
secara keseluruhan namun disesuaikan dengan situasi dan kondisi yang sedang
dihadapi, dengan demikian komunikasi diharapkan akan efektif dimana
komunikan mampu mengerti serta memberikan tanggapan terhadap pesan yang
disampaikan.
2.3.3 Hambatan-hambatan dalam Melakukan Komunikasi Persuasi
Suatu kekeliruan yang besar sekali jika kita menduga bahwa persuasi yang
kita usahakan dengan komunikasi itu akan diteima oleh komunikan tepat atau
sesuai dengan yang kita maksud. Seringkali kita meyakinkan bahwa pesan
(messages) yang kita komunikasikan itu diterima secara keliru, meleset, bahkan
bertentangan sekali seperti yang kita harapkan. Hal ini disebabkan karena adanya
hambatan-hambatan terhadap jalannya komunikasi, diantara hambatan-hambatan
tersebut adalah :
a. Noise Factor, adalah hambatan berupa suara-suara yang menggangu
komunikasi sehingga tak dapat berjalan sebagaimana mestinya.
��
�
b. Semantic Factor, adalah hambatan berupa pemakaian kata atau istilah-
istilah yang menimbulkan salah paham atau salah pengertian.
c. Kepentingan (Interest), akan membuat seseorang atau banyak orang secara
memilih (selektf) memberikan penghayatan atau tanggapannya orang-
orang hanya akan memperhatikan perangsang-perangsang yang ada
hubungan dengan kepentingan.
d. Motivasi, semakin komunikasi itu sesuai dengan garis motivasi seseorang,
semakin besar kemungkinan komunikasi itu diterima oleh kedua belah
pihak yang bersangkutan. Sebaliknya komunikan akan mengakibatkan
sesuatu komunikasi yang tak sesuai dengan motivasinya.
e. Prasangka (Prejudice). Merupakan salah satu hambatan berat terhadap
sesuatu kegiatan komunikasi, oleh karena orang yang mempunyai
prasangka belum apa-apa sudah bersikap was-was den bertentangan
dengan komunikator yang hendak melancarkan komunikasi.
Dapat disimpulkan bahwa hambatan komunikasi persuasi dapat berupa
suara-suara yang mengganggu, pemakaian kata-kata istilah yang menimbulkan
salah pengertian, kepentingan seseorang, motivasi seseorang yang belum tentu
sama dengan orang lain, serta prasangka pada diri komunikan yang menentang
komunikator yang hendak melancarkan komunikasi. Merupakan hal/hambatan
yang jelas dapat menyebabkan proses komunikasi tidak dapat berlangsung baik.
��
�
2.4 Tinjauan Tentang Sikap
2.4.1 Pengertian Sikap
Sikap merupakan pengertian yang paling utama dalam uraian kegiatan dan
tingkah laku manusia, baik secara umum maupun secara khusus dalam interaksi
sosial. Sikap merupakan predisposisi untuk bertindak dengan cara menyukai atau
tidak menyukai objek tertentu atau situasi baru. Oleh karena itu setiap manusia
memiliki sikap yang berbeda-beda terhadap objek atau situasi tertentu walaupun
dalam kondisi yang sama. Hal ini disebabkan manusia dibesarkan dalam
lingkungan yang berlainan, sehingga keadaan tersebut membentuk sikap dan cara
pandang yang berbeda dalam menanggapi lingkungan dan akan membentuk reaksi
yang berbeda pula.
Untuk lebih memahami sikap, dibawah ini akan diuraikan beberapa
pendapat ahli tentang sikap, yaitu :
(1). Menurut Azwar (2003 : 4-5)definisi dan pengertian sikap pada umumnya
dapat dimasukkan ke dalam tiga kerangka pemikiran, yaitu :
1. Kerangka pemikiran yang diwakili oleh para ahli psikologi, menurut mereka sikap adalah suatu bentuk evaluasi atau reaksi perasaan. Sikap seseorang terhadap suatu objek adalah perasaan mendukung atau memihak (favorable) maupun perasaan tidak mendukung atau tidak memihak(unfavorable) pada objek tersebut. secara lebih spesifik, Thurstone memformulasikan sikap sebagai ‘derajat afek positif atau afek negatif terhadap suatu objek psikologis’.
2. Sikap merupakan semacam kesiapan untuk bereaksi terhadap suatu objek dengan cara-cara tertentu. Dapat dikatakan bahwa kesiapan yang dimaksudkan merupakan kecenderungan potensial untuk bereaksi dengan cara tertentu apabila individu dihadapkan pada suatu stimulus
�
�
yang menhendaki adanya respons. LaPierre mendefinisikan sikap sebagai ‘suatu pola perilaku, tendensi atau kesiapan antisipatif, predisposisi untuk menyesuaikan diri dalam situasi sosial, atau secara sederhana, sikap adalah respons terhadap stimuli sosial yang telah terkondisikan’.
3. Kelompok yang berorientasi kepada skema triadic. Menurut kerangka pemikiran ini suatu sikap merupakan konsistensi komponen-komponen kognitif, afektif, dan konatif yang saling berinteraksi dalam memahami, merasakan, dan berperilaku terhadap suatu objek. Secord & Backman mendefinisikan sikap sebagai ‘ketergantungan tertentu dalam hal perasaan (afeksi), pemikiran (kognisi), dan predisposisi tindakan (konasi) seseorang terhadap duatu aspek dilingkungan sekitarnya.
Selain pembagian kerangka pemikiran tersebut, terdapat pula cara lain
yang popular guna klasifikasi pemikiran tentang sikap, hal ini menurut Azwar
dibagi dalam dua pendekatan :
a. Pendekatan pertama, adalah yang memandang sikap sebagi kombinasi reaksi afektif, perilaku dan kognitif terhadap suatu objek. Ketiga komponen tersebut secara bersama mengorganisasikan sikap individu. Pendekatan ini dikenal dengan nama skema triadic, disebut juga pendekatan tricomponent.
b. Pendekatan kedua timbul dikarenakan adanya ketidakpuasan atas penjelasan inkonsistensi yang terjadi diantara ketiga komponen kognitif, afektif dan konatif dalam membentuk sikap. Oleh karena itu pengikut pendekatan ini memandang perlu untuk membatasi konsep sikap hanya pada aspek afektif saja (single component). Definisi yang mereka ajukan mengatakan bahwa sikap tidak lain adalah ‘afek atau penilaian positif atau negatif terhadap suatu objek’.
(2). Dikemukakan oleh Mar’at (1984 : 13), sikap merupakan :
Kumpulan dari berpikir, keyakinan dan pengetahuan namun disamping itu memiliki evaluasi positif dan negatif yang bersifat emosional yang dipengaruhi komponen afeksi. Semuanya ini berhubungan dengan objek atau masalah yang disebut ‘the attitude object’, pengetahuan dan perasaan merupakan kluster dalam sikap akan menghasilkan tingkah laku tertentu.
��
�
(3). Dikemukakan oleh Rakhmat (2001 : 39-40) bahwa sikap didefinisikan
sebagai berikut :
a. Sikap adalah kecenderungan bertindak , berpersepsi, berpikir, dan merasa dalam menghadapi objek, ide, situasi atau nilai. Sikap bukan merupakan perilaku, tetapi merupakan kecenderungan untuk berperilaku dengan cara-cara tertentu terhadap objek sikap.
b. Sikap mempunyai daya pendorong atau motivasi. Sikap bukan sekedar rekaman masa lalu, tetapi juga menentukan apakah orang harus pro atau kontra terhadap sesuatu, menentukan apa yang disukai, diharapkan, dan diinginkan, mengesampingkan apa yang tidak diinginkan, dan apa yang harus dihindari.
c. Sikap relatif lebih menetap.
d. Sikap mengandung aspek evaluatif : artinya mengandung nilai menyenangkan atau tidak menyenangkan.
e. Sikap timbul dari pengalaman; tidak dibawa sejak lahir, tetapi merupakan hasil belajar.
Dari ketiga pendapat diatas, dapat dijelaskan bahwa sikap adalah
predisposisi untuk melakukan atau tidak melakukan suatu perilaku tertentu,
sehingga sikap bukan hanya kondisi internal yang murni dari individu, tetapi sikap
lebih merupakan proses kesadaran yang sifatnya individual. Melalui sikap juga,
kita memahami proses kesadaran yang menentukan tindakan nyata dan tindakan
yang mungkin dilakukan individu dalam kehidupan sosialnya.
2.4.2 Struktur Sikap
Struktur sikap terdiri dari tiga komponen yang saling menunjang, yaitu :
komponen kognitif, komponen afektif dan komponen konatif. Adapun penjelasan
dan uraian dari ketiga komponen sikap tersebut dapat dilihat dari pendapat para
ahli, yaitu :
���
�
1. Pendapat dari Azwar (2003 : 24-27), mengikuti skema triadic, struktur
sikap terdiri atas tiga komponen yang saling menunjang, yaitu :
a. Komponen kognitif, merupakan representasi apa yang dipercayai oleh individu pemilik sikap. Berisi kepercayaan seseorang mengenai apa yang berlaku atau apa yang benar bagi setiap objek sikap.
b. Komponen afektif, menyangkut masalah emosional subjektif seseorang terhadap suatu objek sikap. Secara umum, komponen ini disamakan dengan perasaan yang dimiliki terhadap sesuatu. Namun, pengertian perasaan pribadi seringkali sangat berbeda perwujudannya bila dikaitkan dengan sikap.
c. Komponen konatif dalam struktur sikap menunjukkan perilaku atau kecenderungan berperilaku yang ada dalam diri seseorang berkaitan dengan objek sikap yang dihadapinya.
2. Pendapat dari Mar’at (1984 : 13) mengenai tiga komponen sikap tersebut,
yaitu :
a. Komponen kognisi yang hubungannya dengan belief, ide dan konsep.
b. Komponen afektif yang hubungannya menyangkut kehidupan emosional seseorang.
c. Komponen konatif yang merupakan kecenderungan bertinglah laku.
3. Pada komponen kognitif, ada pendapat dari rakhmat (1991 : 219) bahwa
“Perubahan pengetahuan dan kepercayaan merupakan bagian dari aspek
kognitif manusia yang akan mempengaruhi seseorang untuk mengambil
keputusan mengenai objek sikap yang dimilikinya”.
Dari ketiga pendapat diatas, dapat dikatakan bahwa struktur sikap terdiri
dari tiga komponen yang saling berhubungan. Komponen yang pertama terjadi
adalah komponen kognisi yang berhubungan dengan pengetahuan, penalaran dan
kepercayaan seseorang terhadap objek sikap. Komponen yang kedua adalah
���
�
komponen afeksi, yaitu yang berhubungan dengan perasaan atau emosi seseorang.
Komponen yang terakhir terjadi setelah mendapat pengetahuan dan kepercayaan
serta perasaan dari objek sikap, maka seseorang cenderung untuk melakukan
suatu tindakan terhadap objek sikap tersebut.
2.4.3 Pembentukan Sikap
Sikap mempunyai peranan besar dalam jiwa sosial, yang khususnya
menguraikan tingkah laku manusia dalam situasi sosial, karena sosialisasi
manusia itu terdiri atas pembentukan sikap sosial pada dirinya. Dikemukakan
oleh Azwar (2003 :30), bahwa :
Sikap sosial terbentuk dari adanya interaksi sosial yang dialami oleh individu. Interkaksi sosial mengandung arti lebih daripada sekedar adanya kontak sosial dan hubungan antar individu anggota kelompok sosial. Dalam interaksi sosial, terjadi hubungan saling mempengaruhi di antara individu dengan yang lain, terjadi hubungan timbal balik yang turut mempengaruhi pola perilaku masing-masing individu sebagai anggota masyarakat. Dalam interaksi sosialnya, individu bereaksi membentuk pola sikap tertentu terhadap objek psikologis yang dihadapinya. Diantara berbagai faktor yang mempengaruhi pembentukan sikap adalah pengalaman pribadi, kebudayaan, orang lain yang dianggap penting, media massa, institusi atau lembaga agama, serta faktor emosi dalam diri individu.
Dari pernyataan diatas perubahan sikap bergantung pada proses yang
terjadi pada individu. Sikap berkembang dalam proses pemuasan keinginan
Dalam mengatasi berbagai masalah yang dihadapinya dalam upayanya untuk
memuaskan keinginannya, individu mengembangkan sikap. individu dengan
berbagai kelompok memainkan peranan vital dalam pembentukan sikap-sikapnya.
Baik kelompok di mana individu menjadi anggotanya maupun kelompok di mana
individu tidak menjadi anggotanya tetapi dia ingin masuk ke dalamnya berperan
���
�
penting dalam membentuk sikap-sikapnya. Tetapi individu tidak secara pasif
menyerap sikap-sikap yang dianut oleh berbagai kelompok di mana dia
menggabungkan diri.
2.5 Tinjauan Tentang Teori S –O-R
Teori ini merupakan teori untuk pembentukan atau perubahan sikap yang
terjadi dalam diri komunikan, dilihat dari bagaiman efek atau respon yang
dihasilkan dalam diri komunikan terhadap pesan yang disampaikan. Untuk lebih
jelasnya, teori ini dikemukakan oleh Effendy (2003 : 254-255) adalah sebagai
berikut :
• Teori S-O-R sebagai singkatan dari Stimulus-Organism-Response ini semula berasal dari psikologi. Kalau kemudian menjadi teori komunikasi, tidak mengherankan, Karena objek material dari psikologi dan ilmu komunikasi adalah sama, yaitu manusia yang jiwanya meliputi komponen-komponen sikap, opini, perilaku, kognisi, afeksi dan konasi.
• Menurut stimulus response ini, efek yang ditimbulkan adalah reaksi khusus, sehingga seseorang dapat mengharapkan dan memperkirakan kesesuaian antara pesan dan reaksi komunikan. Jadi, unsure-unsur dalam model ini adalah :
1. Pesan (Stimulus, S)
2. Komunikan (Organism, O)
3. Efek (Response, R)
• Dalam proses komunikasi berkenaan dengan perubahan sikap adalah aspek ‘how’ bukan ‘what’ dan ‘why’. Jelasnya how to communicate, dalam hal ini how to change the attitude, bagaimana mengubah sikap komunikan.
• Dalam proses perubahan sikap tampak bahwa sikap dapat berubah, hanya jika stimulus yang menerpa benar-benar melebihi semula.
• Menurut Hovland, Janis dan Kelley dalam Mar’at, bahwa dalam menelaah sikap yang baru ada tiga variabel penting, yaitu :
���
�
1. Perhatian.
2. Pengertian.
3. Penerimaan.
Adapun gambar yang menunjukkan bagaimana teori S-O-R tersebut,
adalah sebagai berikut :
Gambar 2.2
Teori S-O-R (Mar’at, 1981:29)
Keterangan :
Gambar diatas menunjukkan bahwa perubahan sikap bergantung pada
proses yang terjadi pada individu. Stimulus atau pesan yang disampaikan kepada
komunikan mungkin diterima atau mungkin ditolak. Komunikasi akan
berlangsung jika ada perhatian dari komunikan. Proses berikutnya komunikan
mengerti, kemampuan komunikan inilah yang melnjutkan proses berilutnya.
Setelah komunikan mengolahnya dan menerimanya, maka terjadilah kesediaan
untuk mengubah sikap.
Stimulus
Organisme :
-Perhatian
-Pengertian
-Penerimaan
Respon
��
�
2.5.1 Analisis Observasi Penelitian
Berdasarkan uraian sebelumnya, jika proses informasi melalui teknik
komunikasi persuasi atasan merupakan stimulus, dan anggota yang diberikan
pesan sebagai organism, sedangkan perubahan sikap patuh merupakan respon.
Maka dari teori S-O-R dapat secara tepat diterapkan dalam penelitian ini. Proses
perubahan sikap dalam teori S-O-R lebih jelas dapat digambarkan sebagai
berikut :
Gambar 2.3 Penerapan Teori S-O-R
Teknik Komunikasi Persuasif Atasan
(Stimulus) :
- Teknik Integrasi.
- Teknik Iming-iming.
- Teknik Menakut-nakuti.
- Teknik Tataan
Perhatian Anggota
Pemahaman Anggota
Penerimaan Anggota
(Organisme)
Perubahan Sikap Patuh Anggota :
- Aspek Kognitif
- Aspek Afektif
- Aspek Konatif
(Respons)
��
�
Teori ini berlaku pula dalam proses teknik komunikasi persuasif atasan,
dimana dalam pelaksanaanya atasan tidak hanya sekedar menyampaikan pesan-
pesannya (keluhan,kritik dan saran) tetapi juga perlu adanya perhatian dari
anggota terhadap pesan yang disampaikan. Karena hanya dengan adanya
perhatianlah komunikan (anggota) dapat mengerti dan paham apa yang dimaksud
dan diinginkan oleh atasan.
Dengan adanya perhatian yang mengarah pada penegrtian dan pemahaman
pada diri komunikan (anggota), maka diharapkan akan tumbuh keinginan
komunikan untuk mengubah sikap dan tindakan sesuai dengan apa yang
komunikator (atasan) harapkan.
Dalam hal ini tentunya yang diinginkan adalah perubahan sikap anggota
yang berkaitan dengan kepatuhan mereka dalam bekerja dan organisasi.
Kepatuhan anggota diantaranya :
1. Mentaati peraturan perundang – undangan yang berlaku , baik yang berhubungan dengan tugas kedinasan maupun yang berlaku secara umum.
2. Tidak melakukan hal-hal yang dapat menurunkan kehormatan dan martabat Negara, Pemerintah atau Polri.
3. Tidak menghindar dari tanggung jawab dinas ( Mangkir).
4. Tidak menghindar dari tanggung jawab dinas dan tidak menggunakan Psikotropika.
5. Tidak menjadi penagih piutang atau tidak menjadi pelindung orang yang punya utang serta penyalahgunaan wewenang.
6. Memberikan perlindungan, pengayoman, dan pelayanan dengan sebaik – baiknya kepada masyarakat dan tidak melakukan pungutan yang tidak sah dalam bentuk apapun untuk kepentingan pribadi, golongan atau pihak lain.
7. Memberikan contoh dan teladan yang baik terhadap bawahannya.
���
�
8. Mentaati ketentuan jam kerja.
9. Mentaati perintah kedinasan yang sah dari atasan yang berwenang .
10. Tidak melakukan perbuatan tercela yang seharusnya tidak dilakukan oleh anggota Polri.
11. Tidak meninggalkan tugasnya secara tidak sah dalam waktu lebih dari 30 hari kerja secara berturut – turut.
Dan pada akhirnya perubahan sikap yang dilakukan oleh anggota dapat
menjadi motivasi dan memberikan dampak yang positif terhadap kinerja atasan,
sehingga produktivitas kerja meningkat, kualitas kerja terpenuhi dan tujuan dari
organisasi /lembaga dapat tercapai dengan baik serta yang paling penting citra dari
kepolisian yang sudah jelek di mata masyarakat dapat berubah menjadi lebih baik.
��
�
BAB III
OBJEK PENELITIAN
3.1 Sejarah Polwiltabes Bandung
Bangunan gedung Mapolwiltabes Bandung yang bertempat di Jl. Merdeka
No.18-20 Bandung didirikan pada tahun 1866, dulunya berfungsi sebagai sekolah
seorang Belannda bernama “K.F. Hole”, sebagai administrator perkebunan teh
waspada di gunung cikuray, Bayongbong, Garut.
Dilihat dari sejarah berdirinya Polwiltabes Bandung, dimulai pada tahun
1966, dimana belum adanya polsekta-polsekta, Kepolisian di Bandung pada tahun
tersebut berdiri dengan nama “Komtabes-86 Bandung” dengan pembagian
wilayah hukum pada saat itu terdiri dari :
1. Seksi I di Jl. Dalam Kaum, Alun-alun Bandung.
2. Seksi II di Jl. Sawung Galing Bandung.
3. Seksi III di Jl. Pasir Kaliki Bandung.
4. Seksi IV di Jl. Asia Afrika (Simpang Lima) Bandung.
Pada tahun 1970, nama Komtabes-86 diganti namanya menjadi “Poltabes
Bandung” dengan pembagian wilayah pada saat itu terdiri dari 16 (enam belas)
Polsekta, yaitu : Bandung Kulon, Babakan Ciparay, Bojong Loa, Astana Anyar,
Andir, Cicendo, Sukajadi, Sukasari, Cidadap, Cihapit, Coblong, Regol, Lengkong,
Batununggal, Kiaracondong dan Cibenying.
Setelah 18 tahun kemudian, dimana Kotamadya Bandung mengalami
pemekaran, nama Poltabes bandung dirubah menjadi “Polwitabes Bandung”
��
�
(Kepolisian Wilayah Kota Besar Bandung), yaitu pada tahun 1988 dan
membawahi tiga Kepolisian Resort Kota (Polresta). Sebagai berikut :
1. Polresta Bandung Barat
Membawahi 8 Kepolisian Sektor Kota (Polsekta), yaitu :
1) Polsekta Andir.
2) Polsekta Cicendo
3) Polsekta Sukasari.
4) Polsekta Astana Anyar.
5) Polsekta Bandung Kulon.
6) Polsekta Babakan Ciparay.
7) Polsekta Bojongloa Kidul.
8) Polsekta Bojongloa Kaler.
2. Polresta Bandung Tengah
Membawahi 9 Kepolisian Sektor Kota (Polsekta), yaitu :
1) Polsekta Regol.
2) Polsekta Cidadap.
3) Polsekta Coblong
4) Polsekta Lengkong
5) Polsekta Kiaracondong.
6) Polsekta Bandung Wetan.
7) Polsekta Sumur Bandung.
8) Polsekta Cibeunying Kaler.
9) Polsekta Cibeunying Kidul.
��
�
3. Polresta Bandung Timur
Membawahi 8 Kepolisian Sektor Kota (Polsekta), yaitu :
1) Polsekta Cibiru.
2) Polsekta Rancasari.
3) Polsekta Antapani.
4) Polsekta Arcamanik.
5) Polsekta Buah Batu.
6) Polsekta Bandung Kidul.
7) Polsekta Ujung Berung
8) Polsekta Gede Bage.
3.2 Samapta Polri
3.2.1 Pengertian Samapta Polri
Istilah Sabhara diganti dengan nama Samapta tidak berdasarkan Skep
khusus tetapi dari munculnya keputusan Kapolri No. Pol : Kep/53/X/2002
tanggal 17 Oktober 2002 tentang Organisasi dan Tata Kerja Satuan-satuan
Organisasi pada tingkat Mabes Polri dan keputusan Kapolri No. Pol :
Kep/54/X/2002 tentang Organisasi dan Tata Kerja Satuan-satuan Organisasi Polri
pada tingkat kewilayahan, pada keputusan tersebut istilah Sabhara hilang berganti
dengan Samapta.
�
�
Kata Samapta kependekan dari Samapta Bhayangkara, yang berarti :
1. Samapta : Keadaan siap siaga, siap sedia dan waspada.
2. Bhayangkara : Istilah Bhayangkara, nama pasukan pengawal kerajaan
Majapahit yang dipimpin oleh Mahapatih Gajah Mada yaitu
“Bhayangkari”, yang berarti sebagai Pengawal/Penjaga Kerajaan.
3. Samapta Bhayangkara, berarti “ Satuan Polri yang senantiasa siap siaga
untuk menghindari dan mencegah terjadinya ancaman/bahaya yang
merugikan masyarakat dalam upaya mewujudkan ketertiban dan
keamanan masyarakat”.
3.2.2 Fungsi Samapta Polri
Fungsi Samapta merupakan sebagian dari fungsi kepolisian yang bersifat
preventif yang memerlukan keahlian dan keterampilan khusus yang telah
dikembangkan lagi mengingat masing-masing tugas yang tergabung dalam fungsi
samapta perlu menyesuaikan dengan tuntutan perkembangan masyarakat.
Tindakan Preventif atau tindakan pencegahan merupakan tindakan yang
perlu diutamakan pencegahan berarti suatu tindakan yang menyebabkan sesuatu
tidak terjadi. Tindakan preventif dalam arti luas mencakup :
1. Tindakan Antisipatif berupa :
Yaitu tindakan antisipasi pada hakekatnya ditujukan kepada bahay-bahaya
yang masih abstrak. Seprti pengeluaran peraturan mengenai kepolisian,
�
�
pembinaan masyarakat, perizinan, registrasi kendaraan, pemeriksaan
khusus, dan pembinaan profesi.
2. Tindakan Preventif :
Yaitu tindakan mendahului terjadinya tindak pidana dengan
menghilangkan kesempatan untuk terjadinya tindak pidana, misalnya
membuat tembok yang ketat di sekeliling rumah untuk menghindari
masuknya pencuri.
Perumusan dan pengembangan fungsi samapta meliputi pelaksanaan tugas
polisi umumnya, yaitu menyangkut segala upaya pekerjaan dan kegiatan
pengaturan, penjagaan, pengawalan, patrol, pengamanan, terhadap hak
Penyampaian Pendapat Dimuka Umum (PPDU). Pembinaan Polisi Pariwisata,
Pembinanaan Badan Usaha Jasa Pengamanan (BUJP), SAR terbatas, TPTKP,
TIPIRING dan GAK PERDA, pengendalian massa (dalmas), negosiasi,
pengamanan terhadap proyek vita/objek vital dan pemberdayaan masyarakat,
pemberian bantuan satwa untuk kepentingan perlindungan, pengayoman dan
pelayanan, pertolongan, dan penertiban masyarakat.
3.2.3 Peranan Samapta
1) Tingkat Mabes Polri
a. Memberikan pembinaan teknis kepada fungsi samapta di satuan
kewilayahan.
b. Melaksanakan pengendalian dan supervise.
��
�
c. Merumuskan Juklak/Juknis fungsi teknis samapta.
d. Memberikan back-up operasional kewilayahan bila diperlukan.
e. Ikut serta dalam kegiatan pada event nasioanal dan internasional.
2) Tingkat Polda/Polwil
a. Memberikan pembinaan teknis kepada fungsi samapta di satuan
kewilayahan/Polres.
b. Menyelenggarakan dan melaksanakan operasional fungsi samapta
antar Polwi/Polres.
c. Memberikan back-up operasional kewilayahan/Polres.
d. Melaksanakan pengendalian dan supervisisi.
3) Tingkat Polres
a. Memberikan pembinaan teknis kepada fungsi samapta di satuan
kewilayahan/Polsek.
b. Menyelenggarakan dan melaksanakan operasional fungsi samapta
tingkat Polres dan antar Polsek.
c. Memberikan back-up operasional kewilayahan Polres.
��
�
4) Tingkat Polsek
Menyelenggarakan dan melaksanakan operasional fungsi samapta
di tingkat Polsek sampai Pos Pol / desa dengan dititikberatkan kepada
fungsi patrol.
3.2.4 Tugas Pokok Satuan Samapta Polwiltabes Bandung
Sebagaimanan yang tercantum dalam Pasal 27 Keputusan Kapolri No.
Pol : Kep/54/X/2002 tanggal 17 Oktober 2002 dan Keputusan Kapolri No. Pol :
Kep/07/I/2005 tanggal 1 Januari 2005, tentang perubahan atas keputusan Kapolri
No. Pol : Kep/54/X/2002, tentang Validasi Organisasi dan Tata Kerja Tingkat
Polda, tugas pokok Direktorat Samapta Polda Jabar sabagai berikut :
1. Direktorat Samapta bertugas membina fungsi Kesamaptaan Kepolisian
dan menyelenggarakan kegiatan-kegiatan patroli antar wilayah,
termasuk pengamanan objek khusus yang meliputi VIP, Pariwisata dan
Objek Vital / Khusus lainnya, serta bantuan satwa, pengamanan unjuk
rasa dan pengendalian massa.
2. Dalam melaksanakan tugas tersebut, Sat Samapta Polwiltabes
Bandung menyelenggarakan fungsi :
a) Pembinaan fungsi kesamaptaan kepolisian dalam
lingkungan Polwiltabes Bandung.
b) Penyiapan kekuatan bagi kepentingan pengamanan unjuk
rasa dan pengendalian Massa serta pemanfaatannya untuk
kegiatan patroli antar wilayah dalam Polwiltabes Bandung.
�
�
c) Pembinaan pengamanan objek-objek vital / khusus
termasuk VIP dan Pariwisata.
d) Penyelenggaraan Fungsi Satwa pada tingkat Polda.
e) Penyiapan unsur Polda untuk kepentingan pencarian
pengamanan dan penyelamatan ( SAR )
3.2.4.1 Tugas Pokok Satuan Samapta PolrestabesBandung Tahun 2010
Menjabarkan dan melaksanakan tugas pokok dan program polri serta tugas
pokok Polda Jabar dan tugas pokok Direktorat Samapta Polda Jabar kedalam 6
( enam ) program, yakni :
1) Program Pengembangan Sumber Daya Manusia Kepolisian
2) Program Pengembangan Sarana dan Prasarana Kepolisian
3) Program Kerjasama Keamanan
4) Program Pengembangan Sistem dan Strategi Keamanan
5) Program Pemberdayaan Potensi Keamanan
6) Program Pemeliharaan Kamtibmas
Merujuk pada Tugas Pokok Satuan Samapta Polwiltabes Bandung pada
dasarnya telah terperinci tugas-tugas apa saja yang seharusnya dijalankan akan
tetapi pada pelaksanaanya telah terjadi penyimpangan-penyimpangan yang keluar
dari Tugas Pokok Sat samapta yang sangat jelas.
Salah satu contohnya dalam Pengembangan Sumber Daya manusia
Kepolisian di Satuan Samapta polwiltabes bandung, seharusnya dalam
��
�
pelaksanaannya untuk meningkatkan Sumber Daya Manusia di Sat Samapta
Polwiltabes Bandung diadakan Program Diklat atau Pelatihan secara Rutin akan
tetapi dalam Pelaksanaannya hal ini sangat jauh dari Tugas Pokok yang sudah
ditentukan.
Dalam pelaksanaannya Program Diklat hanya diadakan setahun sekali
sedangkan anggaran yang sudah di rencanakan adalah setiap Bulan Sekali, hal ini
merupakan salah satu penyebab atau penghalang dalam peningkatan Sumber Daya
Manusia Kepolisian Khususnya Di Satuan Samapta Polwiltabes Bandung.
3.3 Kegiatan Satuan Samapta Polrestabes Bandung
Kegiatan satuan samapta polwiltabes Bandung diantaranya :
1. Bintal ( Pembinaan Mental)
Pembinaan mental disini adalah memberikan arahan penyegaran
rohani dan mental kepada seluruh anggota yang beragama islam.
Biasanya dilakukan pada pelaksanaan apel, di aula ataupun mesjid
(dilihat dari kebutuhan situasi anggota yang ada).
2. APP (Arahan Pimpinan)
APP dilaksanakan setiap hari kecuali hari minggu. Dalam APP ini
pemimpin unit mengoreksi kekurangan dari setiap anggota dan
memberikan pengarahan tugas yang harus dilaksanakan oleh setiap unit
anggota.
���
�
3. Apel Satpum
Apel Satpum dilaksanakan setiap hari rabu jam 7 pagi. Apel
Satpum dipimpin langsung oleh Kapolwiltabes. Dalam hal ini kapolwil
memberikan surat perintah mengenai dinas.
4. Pengawalan
Pengawalan merupakan salah satu bentuk kegiatan operasional
polri dalam mewujudkan tindakan pencegahan yang perlu ditingkatkan
agar lebih berhasil dan berdaya guna, sehingga benar-benar
menghilangkan faktor niat dan akan mencegah bertemunya niat dan
kesempatan.
5. Penjagaan
Penjagaan adalah untuk melaksanakan tugas kepolisian yang
bersifat preventif memberikan perlindungan, pengayoman, pelayana serta
memelihara keselamatan orang, harta benda atas kepentingan masyarakat
dan kepentingan Negara.
6. Patroli
Patroli adalah salah satu bentuk operasional Polri yang merupakan
perwujudan tindakan pencegahan yang perlu ditingkatkan agar lebih
berhasil dan berdaya guna sehingga benar-benar menghilangkan faktor
niat.
���
�
7. Pengendalian massa
Pengendalian massa adalah suatu kegiatan dengan memberikan
perlindungan, pengayoman dan pelayanan terhadap sekelompok
masyarakat yang sedang menyampaikan pendapat atau aspirasinya di
depan umum guna mencegah masuknya pengaruh pihak tertentu atau
provokator
8. SAR terbatas (Search and Resque)
SAR terbatas merupakan kegiatan personel polri untuk mencari
dan menyelamatkan jiwa manusia dan harta benda secara terbatas di
darat dan di sungai dengan pertimbangan kemampuan dan perlatan yang
dimiliki.
9. Pelatihan
Pelatihan merupakan kegiatan yang diberikan oleh atasan kepada
anggota agar para anggota memiiliki suatu keahlian.
� �
�
BAB IV
HASIL PENELITIAN
Bab ini membahas mengenai uraian dan analisis data-data yang diperoleh
dari data primer dan sekunder penelitian. Data primer penelitian ini adalah hasil
kuesioner yang disebarkan kepada 42 orang. Data tersebut merupakan data pokok
dimana analisisnya ditunjang oleh data-data sekunder yang analisisnya didapat
dari hasil observasi di lapangan dan beberapa sumber pustaka untuk memperkuat
dan memperdalam hasil analisis. Data yang diperoleh dari hasil kuesioner terdiri
dari dua macam, yaitu data responden dan data penelitian.
Data responden adalah seluruh identitas responden yang dipandang
relevan dengan permasalahan yang diidentifikasi. Sedangkan data penelitian
adalah sejumlah skor yang diperoleh dari jawaban responden atas pertanyaan atau
pernyataan mengenai variabel penelitian, yaitu variabel X (Teknik Komunikasi
Persuasif Atasan) dan variabel Y (Sikap Patuh Anggota dalam Bekerja). Hasil
penelitian yang akan dijelaskan adalah mengenai hubungan antara trknik
komunikasi persuasif atasan dengan sikap patuh anggota dalam bekerja.
Data-data responden yang diperoleh melalui kuesioner dianalisis secara
deskriptif dan analisis korelasi. Data lain yang diperoleh dari studi pustaka akan
digunakan sebagai data sekunder untuk melengkapi dan mendukung data primer.
Analisis data deskriptif bertujuan untuk memberikan gambaran mengenai
objek penelitian berdasarkan data dan variabel yang diperoleh dari kelompok
���
�
subjek yang diteliti. Untuk memudahkan penulis dalam menginterpretasikan hasil
penelitian.
4.1 Uji Validitas dan Reliabilitas
Sebelum disebarkan kepada responden sasaran, kuesioner yang telah
disusun terlebih dulu diuji validitas dan reliabilitasnya. Responden yang
digunakan dalam pengujian instrumen penelitian adalah sebanyak 10 orang.
Dengan menggunakan aplikasi software SPSS 17.0 didapatkan output yang
menunjukkan koefisien validitas dan reliabilitas, sebagaimana ditunjukkan tabel di
bawah ini :
Tabel 4.1 Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas Kuesioner Variabel Sub
Variabel No
Item Koefesien Validitas
Titik Kritis Kesimpulan Koefesien
reliabilitas Titik Kritis Kesimpulan
Teknik Komunikasi
Persuasif Atasan
Integration Technique
8 0,965 0,300 Valid
0,714 0,700 Reliabel
9 1,000 0,300 Valid
Pay off Technique
10 0,712 0,300 Valid 11 0,871 0,300 Valid 12 0,919 0,300 Valid 13 0,753 0,300 Valid
Fear Arrousing Technique
14 0,646 0,300 Valid 15 0,603 0,300 Valid 16 0,769 0,300 Valid 17 0,492 0,300 Valid 18 0,769 0,300 Valid
Icing Technique
19 0,816 0,300 Valid 20 0,732 0,300 Valid 21 0,652 0,300 Valid 22 0,715 0,300 Valid 23 0,546 0,300 Valid
Sikap Anggota
Aspek Kognitif
24 0,499 0,300 Valid
0,845 0,700 Reliabel
25 0,561 0,300 Valid 26 0,905 0,300 Valid
Aspek Afektif
27 0,890 0,300 Valid 28 0,869 0,300 Valid 29 0,424 0,300 Valid
Aspek Konatif
30 0,748 0,300 Valid 31 0,881 0,300 Valid 32 0,996 0,300 Valid
Dari tabel diatas dapat dilihat hasil dari uji validitas dan uji reliabilitas
untuk mengukur variabel Teknik Komunikasi Persuasif Atasan dan variabel Sikap
Patuh Anggota. Dari 25 item pertanyaan untuk mengukur Teknik Komunikasi
Persuasif Atasan dan Sikap Patuh Anggota dalam Bekerja mempunyai koefisien
validitas yang lebih dari 0,300 yang berati valid.
��
�
Sedangkan koefisien reliabilitas berada di atas 0,700, artinya memenuhi
syarat reliabilitas. Dengan demikian instrumen yang digunakan untuk mengukur
variabel dinyatakan reliabel artinya menunjukkan kekonsistenan pengukuran pada
ke-10 respondennya.
4.2 Analisis Data Responden
Berikut disajikan hasil penelitian tentang profil responden yang terdiri atas
jenis kelamin, usia, pendidikan, unit kerja, jabatan, lama menjabat dan intensitas
mengikuti pelatihan.
Tabel 4.2
Jenis Kelamin
Jenis Kelamin frekuensi (f) Presentase (%) Laki-laki 41 97,6%
Perempuan 1 2,4% Total 42 100,0%
n = 42 Responden Sumber : Angket Penelitian
Dari tabel di atas dapat diketahui bahwa sebagian besar hampir seluruh
responden adalah laki-laki yaitu sebanyak 41 orang (97,6%) dan sisanya
perempuan sebanyak 1 orang (2,4%).
Hasil data diatas menunjukkan bahwa anggota satuan samapta berjenis
kelamin pria lebih banyak dari pada wanita. Polwiltabes bandung unit satuan
Sampta membutuhkan karyawan yang berjenis kelamin pria karena ingin
mencapai kinerja kerja yang tinggi yang setiap hari harus siap dihadapkan pada
tekanan-tekanan dan kondisi yang tidak menguntungkan. Sedangkan wanita
memiliki keterbatasan dalam jangkauan pekerjaan.
��
�
Besarnya pengaruh pekerjaan dengan harga diri seseorang pria
menyebabkan pria cenderung lebih gigih untuk mendapatkan pekerjaan dan
tentunya yang lebih baik bagi dirinya, daripada wanita. Shaevitz menyatakan
“beberapa perbedaan pria dan wanita ditinjau dari segi psikologis antara lain, pria
cenderung lebih bersikap agresif daripada wanita, serta harga diri pria lebih sering
dikaitkan dengan pekerjaannya”.
Mar’at berpendapat bahwa “manusia sebagai bahan yang mendasar suatu
alam yang dipengaruhi kepribadiannya oleh corak itu sendiri, konstitusi seksual
yang mengakibatkan perbedaan antara pria dengan wanita juga membedakan
kepribadian pria dan wanita”. (Mar’at, 1984 : 54)
Dari pendapat Mar’at diatas dapat dilihat bahwa perbedaan fisik yang
dimiliki oleh pria dan wanita juga menjadi faktor penentu mengapa jumlah
karyawan pria mendominasi. Keterbatasan-keterbatasan yang dimiliki oleh wanita
menyebabkannya tidak leluasa dalam memiih lapangan pekerjaan. Hanya
lapangan-lapangan kerja tertentu yang dapat dipilih oleh wanita disesuaikan
dengan kondisi keterbatasan mereka. Sementara itu, pria dengan kondisi fisiknya
yang lebih kuat dan mendukung dapat lebih agresif serta bebas memilih lapangan
kerja tanpa banyak memiliki hambatan. Oleh karena itu kesempataran pria untuk
mendapatkan pekerjaaan lebih besar dibandingkan dengan wanita
��
�
Tabel 4.3
Usia
Usia frekuensi (f) Presentase (%) 20-29 tahun 33 78,6% 30-39 tahun 6 14,3% 40-49 tahun 3 7,1%
Total 42 100,0% n = 42 Responden Sumber : Angket Penelitian �
Dari tabel di atas dapat diketahui bahwa hampir seluruh responden berusia
20-29 tahun yaitu sebanyak 33 orang (78,6%) dan sangat sedikit yang berusia 1-
25% (78,6%).
Hasil data diatas menunjukkan bahwa mayoritas anggota satuan Samapta
Polrestabes Bandung berusia 20-29 tahun. Hal ini dikarenakan Polrestabes
bandung ingin melakukan pemerajaan karyawan, sehingga akan menunjang
efisiensi kinerja karyawan. Seseorang dalam usia produktif dapat digolongkan
kedalam masa dewasa, lebih jauh Hurlock dalam Saydam mengatakan bahwa “
pada masa dewasa kekuatan fisik dan mental seseorang mencapai puncaknya,
masa ini adalah masa produktif, penuh semangat dan aktivitas, masih kaya dengan
inspirasi atau gagasan idealis.
Responden pada rentang usia 20-25 dan 35-40 tahun tergolong kedalam
manusia yang memasuki masa dewasa awal (pre adulthood) pada masa ini
manusia memasuki masa penyesuaiam dimana ia memasuki usia bermasalah, baik
dalam hal pekerjaaan, peran maupun tanggung jawab sosialnya. Kadangkala
dengan semangat muda yang dimiliki oleh pada masa ini mereka cenderung
berfikir dan bertindak sesuai dengan idealisme yang mereka miliki, namun dengan
��
�
kurangnya pengalaman, seringkali idealisme mereka merugikan diri mereka
sendiri.
Usia responden yang lebih dari 40 tahun, merupakan karyawan yang
sangat matang yang diharapkan mampu memberikan mempunyai pengalaman
kerja yang lebih lama hal ini yang sangat dibutuhkan oleh karyawan lainnya.
Dapat dikatakan pada masa ini manusia pada umumnya sudah mengerti arah dan
tujuan hidup mereka termasuk dari segi pekerjaan.
Tabel 4.4
Pendidikan
Pendidikan frekuensi (f) Presentase (%) Tamat SMA 39 92,9%
S1 3 7,1% Total 42 100,0%
n = 42 Responden Sumber : Angket Penelitian �
Dari tabel di atas dapat diketahui bahwa hampir seluruh responden
memiliki pendidikan terakhir SMA yang ditamatkan yaitu sebanyak 39 orang
(92,9%%) dan sangat sedikit yang berpendidikan S1 sebanyak 3 orang (7,1%).
Tingkat pendidikan memberi gambaran bagaimana seseorang memberikan
respon terhadap suatu permasalahan pribadi dan sosial yang menerpa dirinya.
Perbedaan respon dipengaruhi oleh frame of references dan field of experiences.
Dengan latar belakang pendidikan di bangku kuliah, seseorang dapat mengatur
keuangan, waktu bahkan segala permasalahan-permasalahan hidup dengan lebih
cermat, sehingga mereka dapat lebih mempertimbangkan segala suatunya dengan
lebih matang ketika hendak melakukan suatu tindakan. Semakin rendah tingkat
�
�
pendidikan, cara menanggapi dan memahami segala permasalahan yang terjadi di
lingkungan sosial pun akan semakin kurang cermat, berbeda halnya dengan
mereka yang berpendidikan tinggi, mereka biasanya lebih baik dan mampu dalam
menanggapi permasalah sosial hal ini terlihat dari berbagai pilihan sosial yang
diambil untuk memcahkan suatu permasalahan dengan lebih cermat.
Tabel 4.5
Unit kerja
Unit kerja frekuensi (f) Presentase (%) Samapta 42 100,0%
Total 42 100,0% n = 42 Responden Sumber : Angket Penelitian �
Dari tabel di atas dapat diketahui bahwa seluruh responden bekerja pada
unit samapta (42 orang; 100%).
Tabel 4.6
Posisi / Jabatan
Posisi / Jabatan frekuensi (f) Presentase (%) BRIBDA 10 23,8% BRIPKA 6 14,3% BRIPTU 25 59,5%
STAF ADM 1 2,4% Total 42 100,0%
n = 42 Responden Sumber : Angket Penelitian �
Dari tabel di atas dapat diketahui bahwa sebagian besar responden
memiliki jabatan BRIPTU yaitu sebanyak 25 orang (59,5%) dan sangat sedikit
yang memiliki jabatan Staf ADM sebanyak 1 orang (2,4%).
�
�
Tabel 4.7
Lama Menjabat
Lama Menjabat frekuensi (f) Presentase (%) <1 tahun 6 14,3% 1-3 tahun 8 19,0% 4-6 tahun 16 38,1% >7 tahun 12 28,6%
Total 42 100,0% n = 42 Responden Sumber : Angket Penelitian �
Dari tabel di atas dapat diketahui bahwa sebagian kecil responden telah
menjabat posisi sekarang sudah 4-6 tahun. yaitu sebanyak 16 orang (38,1%) dan
sangat sedikit yang menjabat selama < 1 tahun yakni sebanyak 6 orang (14,3%).
Lamanya seseorang bekerja dalam suatu perusahaan dapat membantu
dalam menumbuhkan kreatifitas berfikir untuk kemajuan perusahaan. Semakin
lama responden bekerja, akan kemungkinan responden mempunyai sikap,
perhatian, dan penilaian positif terhadap sikap segala usaha untuk memajukan
perusahaan.
Atas di dasari waktu lamanya bekerja anggota dapat menunjukkan bahwa
mereka sebagai karyawan dapat dianggap telah mengerti bagaimana seluk beluk
department tempat mereka biasa bekerja dalam hal ini peruhasaan. Dengan
demikian hal ini dapat menjadi salah satu faktor yang dapat menimbulkan
kesadaran dalam hati bahwa mereka bagian dari perusahaan sehingga selalu ingin
memberikan kinerja yang baik bagi perusahaan.
Responden yang bekerja 5-7 tahun dan lebih dari 7 tahun biasanya sudah
begitu mengenal pekerjaan serta lingkungan kerjanya, atau dapat dikatakan bahwa
��
�
karyawan pada kelompok ini sudah mantap dengan instansi dan pekerjaan yang ia
kerjakan diperusahaannya. Dengan pengalaman yang telah diperoleh selama masa
penyesuaian, karyawan telah mengetahui bagaimana menangani masalah dengan
pekerjaannya. Biasanya karyawan juga memikirkan cara untuk meningkatkan
karir dan kinerja mereka. Setelah mengabdi dengan rentang waktu yang lama,
biasanya dapat membuat rasa memiliki karyawan terhadap perusahaannya lebih
tinggi. Hal ini berpengaruh langsung pada cara karyawan merespons apa yang
dialami dan diberikan perusahaan pada mereka.
Responden yang bekerja 1-3 tahun dan 3-5 tahun biasanya karyawan mulai
belajar untuk menyesuailan diri dengan pekerjaannya dan lingkungan kerjanya.
Kelompok dengan masa kerja dalam waktu kelompok ini biasanya sudah mulai
yakin dengan apa yang mereka kerjakan, atau apa yang menjadi pekerjaan
mereka, sehingga dapat menjalankan tugas dengan baik yang menghasilkan
kinerja yang baik juga.
Tabel 4.8
Intensitas Mengikuti Pengarahan
Mengikuti Pengarahan frekuensi (f) Presentase (%) Sering 42 100,0% Total 42 100,0%
n = 42 Responden Sumber : Angket Penelitian �
Dari tabel di atas dapat diketahui bahwa seluruh responden sering
mengikuti pengarahan sebanyak 42 orang (100%).
��
�
4.3 Analisis Data Penelitian
4.3.1 Teknik Komunikasi Persuasif Atasan (X)
Berikut ini adalah tabel distribusi frekuensi mengenai tanggapan
responden yang berhubungan dengan teknik komunikasi persuasif atasan, yang
terdiri dari sub variabel teknik integrasi, teknik iming-iming, teknik menakut-
nakuti dan teknik tataan
Pada bagian ini penulis akan menyajikan hasil penelitian berupa data
karakteristik responden serta tanggapan mereka terhadap pernyataan-pernyataan
yang diajukan. Di dalam penelitian ini dikumpulkan data primer untuk
mengetahui gambaran Teknik Komunikasi Persuasif Atasan dengan Sikap Patuh
Anggota dalam Bekerja melalui penyebaran angket kepada 42 responden.
4.3.2 Teknik integrasi (X1)
Sub variabel teknik integrasi dalam penelitian ini diklasifikasikan kedalam
tiga kategori, yaitu baik, cukup, dan kurang. Untuk menentukan interval dan jarak
interval setiap kategori digunakan perhitungan sebagai berikut :
k (banyak pertanyaan) = 2
Nilai tertinggi = skor tertinggi x jumlah pertanyaan = 5 x 2 = 10
Nilai terendah = skor terendah x jumlah pertanyaan = 1 x 2 = 2
range = 10 – 2 = 8
bk (banyak kelas) = 3 (baik, cukup, kurang)
interval = 8 : 3 = 2,7
Sehingga diperoleh interval skor untuk menentukan masing masing
kategori pada sub variabel teknik integrasi adalah sebagai berikut, untuk jumlah
skor :
�
�
8 hingga 10 = kategori baik
5 hingga 7 = kategori cukup
2 hingga 4 = kategori kurang
Setelah dikelompokan dalam tiga kategori diatas, tingkat penilaian teknik
integrasi dapat dikelompokan pada tabel berikut :
Tabel.Kategori Teknik integrasi
Kategori frekuensi (f) Presentase (%) Baik 34 81,0%
Cukup 7 16,7% Kurang 1 2,4% Total 42 100%
n = 42 Responden Sumber : Angket Penelitian
Dari tabel di atas dapat diketahui bahwa tanggapan responden tentang
teknik integrasi adalah baik dengan jumlah responden yang menyatakan baik
sebanyak 34 orang (81%), sisanya menyatakan cukup sebanyak 7 orang (16,7%)
dan menyatakan kurang sebanyak 1 orang (2,4%). Hampir seluruh dari responden
menilai teknik integrasi pada kategori baik. Kategori baik pada teknik integrasi
dalam Teknik Komunikasi Persuasif Atasan ini ditunjukan atau diukur dengan
tanggapan-tanggapan terhadap pernyataan sebagai berikut:
��
�
Tabel 4.9
Pengarahan atasan tentang peraturan yang harus dilakukan oleh anggota
Tanggapan responden frekuensi (f) Presentase (%) Sangat Setuju 9 21,4%
Setuju 28 66,7% Ragu-ragu 4 9,5%
Tidak Setuju 1 2,4% Sangat Tidak Setuju 0 0,0%
Total 42 100% n = 42 Responden Sumber : Angket Penelitian
Dari tabel di atas diketahui bahwa sebagian besar dari responden
menyatakan setuju bahwa atasan sering memberikan pengarahan tentang
peraturan yang harus dilakukan oleh setiap anggota, dengan responden yang
menyatakan sebanyak 28 orang (66,7%) dan sangat sedikit dari responden yang
menyatakan tidak setuju, dengan responden yang menyatakan sebanyak 1 orang
(2,4%).
Kendala dalam melakukan pekerajaan akan selalu timbul, maka dari itu
atasan selalu memberikan informasi dan perintah yang jelas kepada karyawannya.
Perintah tersebut biasanya diberikan baik secara formal yakni melalui rapat, dan
diskusi, maupun informal yakni konsultasi langsung bila menemukan kendala.
Dari table diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa atasan memberikan
informasi seputar pekerjaan secara jelas kepada karyawannya. Hal ini merupakan
kondisi yang ideal dalam kegiatan komunikasi persuasif karena pengungkapan
informasi secara jelas adalah salah satu yang membuat komunikasi persuasive
akan berjalan dengan baik.
���
�
Perintah yang diutarakan oleh seorang atasan sangat berpengaruh kepada
kinerja karyawannya, karena apabila perintah tersebut diutarakan secara jelas
maka karyawan yang akan melakukan pekerjaan tersebut akan merasa bingung
dan terjadi kesalahpahaman. Hal ini pun diperjelas oleh Executive Secretary
bahwa selama ini atasan berusaha untuk memberikan perintah secara jelas agar
dapat dimengerti oleh karyawan karena biasanya apabila perintah yang diberikan
tidak jelas atau tidak dimengerti oleh karyawan maka pekerjaan yang akan
diperintahkan tidak dapat di selesaikan dengan baik bahkan terjadi
kesalahpahaman yang nantinya akan mempengaruhi kinerja karyawan tersebut.
Pernyataan ini diperkuat oleh responden sebagai karyawan bahwa atasan
memberikan perintah mengenai suatu tugas pekerjaan maka akan membuatnya
dapat menyelesaikan pekerjaan dengan baik dan tidak terjadi kebingung pada saat
melakukan pekerjaan tersebut.
Tabel 4.10 Pengarahan atasan yang menggunakan kata-kata bersifat ajakan
Tanggapan responden frekuensi (f) Presentase (%) Sangat Setuju 9 21,4%
Setuju 28 66,7% Ragu-ragu 4 9,5%
Tidak Setuju 1 2,4% Sangat Tidak Setuju 0 0,0%
Total 42 100% n = 42 Responden Sumber : Angket Penelitian
Dari tabel di atas diketahui bahwa sebagian besar dari responden
menyatakan setuju bahwa atasan dalam memberikan pengarahan sering
menggunakan kata-kata yang bersifat ajakan , seperti :”Mari kita mengikuti
semua peraturan yang telah ada, karena dengan kita mengikuti peraturan tersebut
���
�
citra kinerja Polri akan semakin baik”, dengan responden yang menyatakan
sebanyak 28 orang (66,7%) dan sangat sedikit dari responden yang menyatakan
tidak setuju, dengan responden yang menyatakan sebanyak 1 orang (2,4%).
Pemberian informasi diperlukan untuk meningkatkan kinerja karyawan.
Pemberian informasi tersebut memiliki tujuan supaya karyawan dapat mengerti
tentang apa saja yang sudah dilakukannya selama ini. Agar karyawan dapat
menilai kinerjanya masing-masing. Hal tersebut juga dapat digunakan sebagai
bahan instropeksi diri, supaya dikemudian hari tidak melakukan kesalahan-
kesalahan untuk kedua kalinya.
Dari data yang diperoleh menunjukkan bahwa kebanyakan dari responden
menganggap atasan selalu memberikan informasi secara jelas seputar pekerjaan.
Mereka sadar bahwa komunikasi yang terbuka mengenai pekerjaan mampu
mempermudah koordinasi kerja. baik.
4.3.3 Teknik iming-iming (X2)
Sub variabel teknik iming-iming dalam penelitian ini diklasifikasikan
kedalam tiga kategori, yaitu baik, cukup, dan kurang. Untuk menentukan interval
dan jarak interval setiap kategori digunakan perhitungan sebagai berikut :
k (banyak pertanyaan) = 4
Nilai tertinggi = skor tertinggi x jumlah pertanyaan = 5 x 4 = 20
Nilai terendah = skor terendah x jumlah pertanyaan = 1 x 4 = 4
range = 20 – 4 = 16
bk (banyak kelas) = 3 (baik, cukup, kurang)
interval = 16 : 3 = 5,3
���
�
Sehingga diperoleh interval skor untuk menentukan masing masing
kategori pada sub variabel teknik iming-iming adalah sebagai berikut, untuk
jumlah skor :
15 hingga 20 = kategori baik
10 hingga 14 = kategori cukup
4 hingga 9 = kategori kurang
Setelah dikelompokan dalam tiga kategori diatas, tingkat penilaian teknik
iming-iming dapat dikelompokan pada tabel berikut :
Tabel. Kategori Teknik iming-iming
Kategori frekuensi (f) Presentase (%) Baik 26 61,9%
Cukup 16 38,1% Kurang 0 0,0% Total 42 100%
n = 42 Responden Sumber : Angket Penelitian
Dari tabel di atas dapat diketahui bahwa tanggapan responden tentang
teknik iming-iming adalah baik dengan jumlah responden yang menyatakan
sebanyak 26 orang (61,9%) dan sisanya menyatakan cukup sebanyak 16 orang
(38,1%). Sebagian besar dari responden menilai teknik iming-iming pada kategori
baik. Kategori baik pada teknik iming-iming dalam Teknik Komunikasi Persuasif
Atasanini ditunjukan atau diukur dengan tanggapan-tanggapan terhadap
pernyataan sebagai berikut:
���
�
Tabel 4.11
Pengarahan atasan yang menggunakan kata-kata pujian
Tanggapan responden frekuensi (f) Presentase (%) Sangat Setuju 9 21,4%
Setuju 23 54,8% Ragu-ragu 9 21,4%
Tidak Setuju 1 2,4% Sangat Tidak Setuju 0 0,0%
Total 42 100% n = 42 Responden Sumber : Angket Penelitian
Dari tabel di atas diketahui bahwa sebagian besar dari responden
menyatakan setuju bahwa atasan dalam memberikan pengarahan sering
menggunakan kata-kata pujian, seperti : “Terima kasih anda telah mengikuti
pengarahan dengan baik”, dengan responden yang menyatakan sebanyak 23 orang
(54,8%) dan sangat sedikit dari responden yang menyatakan tidak setuju, dengan
responden yang menyatakan sebanyak 1 orang (2,4%).
Atasan kadang-kadang memberikan pujian atas prestasi kerja yang
dihasilkan oleh karyawan menunjukkan bahwa atasan memeiliki rasa untuk
memuji hasil pekerjaan yang dapat mempengaruhi kinerja serta kebijakan dalam
perusahaan atau memberi pengaruh yang besar terhadap kemajuan perusahaan.
��
�
Tabel 4.12
Pengarahan atasan yang menjanjikan sesuatu yang
menguntungkan anggota
Tanggapan responden frekuensi (f) Presentase (%) Sangat Setuju 6 14,3%
Setuju 22 52,4% Ragu-ragu 13 31,0%
Tidak Setuju 1 2,4% Sangat Tidak Setuju 0 0,0%
Total 42 100% n = 42 Responden Sumber : Angket Penelitian
Dari tabel di atas diketahui bahwa sebagian besar dari responden
menyatakan setuju bahwa atasan dalam memberikan pengarahan sering
menjanjikan sesuatu yang menguntungkan anda di masa yang akan datang, seperti
:”Dengan menjadi anggota yang baik dan patuh dalam menjalankan tugas,
kapolwil akan memberikan piagam penghargaan”, dengan responden yang
menyatakan sebanyak 22 orang (52,4%) dan sangat sedikit dari responden yang
menyatakan tidak setuju, dengan responden yang menyatakan sebanyak 1 orang
(2,4%).
Penjelasan yang disampaikan oleh atasan merupakan informasi-informasi
yang berisikan seputar pekerjaan dan kondisi yang sedang dihadapai oleh
perusahaan, sehingga penjelasan tersebut mempengaruhi kinerja karyawan.
Apabila karyawan dapat mendengarkan setiap penjelasan dari atasan, maka
karyawan tersebut dapat melakukan pekerjaan sesuai dengan yang diinginkan oleh
atasan.
��
�
Tabel 4.13
Pengarahan atasan yang sering menjanjikan adanya pemberian hadiah
Tanggapan responden frekuensi (f) Presentase (%) Sangat Setuju 3 7,1%
Setuju 22 52,4% Ragu-ragu 16 38,1%
Tidak Setuju 1 2,4% Sangat Tidak Setuju 0 0,0%
Total 42 100% n = 42 Responden Sumber : Angket Penelitian
Dari tabel di atas diketahui bahwa sebagian besar dari responden
menyatakan setuju bahwa atasan dalam memberikan pengarahan sering
menjanjikan adanya pemberian hadiah, berupa sertifikat penghargaan, seperti :
“Jika andaberprestasi dalam menyelesaikan tugas, maka anda akan diberikan
penghargaan”, dengan responden yang menyatakan sebanyak 22 orang (52,4%)
dan sangat sedikit dari responden yang menyatakan tidak setuju, dengan
responden yang menyatakan sebanyak 1 orang (2,4%).
Atasan kadang-kadang memberikan pujian atas prestasi kerja yang
dihasilkan oleh karyawan menunjukkan bahwa atasan memeiliki rasa untuk
memuji hasil pekerjaan yang dapat mempengaruhi kinerja serta kebijakan dalam
perusahaan atau memberi pengaruh yang besar terhadap kemajuan perusahaan.
���
�
Tabel 4.14
Pengarahan atasan yang sering menjanjikan adanya kenaikan jabatan
Tanggapan responden frekuensi (f) Presentase (%) Sangat Setuju 5 11,9%
Setuju 13 31,0% Ragu-ragu 21 50,0%
Tidak Setuju 2 4,8% Sangat Tidak Setuju 1 2,4%
Total 42 100% n = 42 Responden Sumber : Angket Penelitian
Dari tabel di atas diketahui bahwa setengah dari responden menyatakan
ragu-ragu bahwa atasan dalam memberikan pengarahan sering menjanjikan
adanya kenaikan jabatan, seperti:”Jika anda dapat menyelesaikan tugas dengan
baik dan tidak pernah melanggar peraturan, anda akan diberikan piagam
penghargaan”, dengan responden yang menyatakan sebanyak 21 orang (50%) dan
sangat sedikit dari responden yang menyatakan sangat tidak setuju, dengan
responden yang menyatakan sebanyak 1 orang (2,4%).
Penjelasan yang disampaikan oleh atasan merupakan informasi-informasi
yang berisikan seputar pekerjaan dan kondisi yang sedang dihadapai oleh
perusahaan, sehingga penjelasan tersebut mempengaruhi kinerja karyawan.
Apabila karyawan dapat mendengarkan setiap penjelasan dari atasan, maka
karyawan tersebut dapat melakukan pekerjaan sesuai dengan yang diinginkan oleh
atasan.
���
�
4.3.4 Teknik menakut-nakuti (X3)
Sub variabel teknik menakut-nakuti dalam penelitian ini diklasifikasikan
kedalam tiga kategori, yaitu baik, cukup, dan kurang. Untuk menentukan interval
dan jarak interval setiap kategori digunakan perhitungan sebagai berikut :
k (banyak pertanyaan) = 5
Nilai tertinggi = skor tertinggi x jumlah pertanyaan = 5 x 5 = 25
Nilai terendah = skor terendah x jumlah pertanyaan = 1 x 5 = 5
range = 25 – 5 = 20
bk (banyak kelas) = 3 (baik, cukup, kurang)
interval = 20 : 3 = 6,7
Sehingga diperoleh interval skor untuk menentukan masing masing
kategori pada sub variabel teknik menakut-nakuti adalah sebagai berikut, untuk
jumlah skor :
19 hingga 25 = kategori baik
12 hingga 18 = kategori cukup
5 hingga 11 = kategori kurang
Setelah dikelompokan dalam tiga kategori diatas, tingkat penilaian teknik
menakut-nakuti dapat dikelompokan pada tabel berikut
Tabel. Kategori Teknik menakut-nakuti
Kategori frekuensi (f) Presentase (%) Baik 18 42,9%
Cukup 23 54,8% Kurang 1 2,4% Total 42 100%
n = 42 Responden Sumber : Angket Penelitian
� �
�
Dari tabel di atas dapat diketahui bahwa tanggapan responden tentang
teknik menakut-nakuti adalah cukup dengan jumlah responden yang menyatakan
sebanyak 23 orang (54,8%), sisanya menyatakan baik sebanyak 18 orang (42,9%)
dan kurang sebanyak 1 orang (2,4%). Sebagian besar dari responden menilai
teknik menakut-nakuti pada kategori cukup, Kategori cukup pada teknik menakut-
nakuti dalam Teknik Komunikasi Persuasif Atasanini ditunjukan atau diukur
dengan tanggapan-tanggapan terhadap pernyataan sebagai berikut:
Tabel 4.15
Teguran yang disampaikan atasan kepada anggota yang tidak masuk kerja
Tanggapan responden frekuensi (f) Presentase (%) Sangat Setuju 8 19,0%
Setuju 23 54,8% Ragu-ragu 10 23,8%
Tidak Setuju 0 0,0% Sangat Tidak Setuju 1 2,4%
Total 42 100% n = 42 Responden Sumber : Angket Penelitian
Dari tabel di atas diketahui bahwa sebagian besar dari responden
menyatakan setuju bahwa atasan ketika ada anggota yang sering tidak masuk
kerja sering menyampaikan teguran? . seperti :”Kenapa anda sering tidak masuk
kerja tanpa alasan, saya harap anda tidak mengulanginya lagi”, dengan responden
yang menyatakan sebanyak 23 orang (54,8%) dan sangat sedikit dari responden
yang menyatakan sangat tidak setuju, dengan responden yang menyatakan
sebanyak 1 orang (2,4%).
Rata-rata responden merasa bahwa membantu dan mencari solusi atas
permasalahan yang dihadapai oleh responden menjadi bagian dan kewajiban dari
���
�
atasan. Misalnya dengan mengadakan briefing sebagai sarana untuk mencari
solusi masalah pekerjaan atau tugas-tugas dan mencari wadah untuk berbagi
kesulitan yang dihadapi oleh bawahan. Sehingga hal ini mampu untuk
menimbulkan kinerja yang lebih baik dalam kemajuan perusahaan.
Tabel 4.16
Teguran yang disampaikan atasan kepada anggota yang tidak
mematuhi peraturan
Tanggapan responden frekuensi (f) Presentase (%) Sangat Setuju 7 16,7%
Setuju 22 52,4% Ragu-ragu 9 21,4%
Tidak Setuju 4 9,5% Sangat Tidak Setuju 0 0,0%
Total 42 100% n = 42 Responden Sumber : Angket Penelitian
Dari tabel di atas diketahui bahwa sebagian besar dari responden
menyatakan setuju bahwa atasan sering memberikan teguran pada anggota yang
sering tidak mematuhi peraturan? , seperti :”Jangan mengulangi lagi kesalahan
untuk menggunakan menarik pungutan liar kepada masyarakat, jika mengulangi
lagi maka anda akan langsung disidang disiplin kode etik kepolisian”, dengan
responden yang menyatakan sebanyak 22 orang (52,4%) dan sangat sedikit dari
responden yang menyatakan tidak setuju, dengan responden yang menyatakan
sebanyak 4 orang (9,5%).
Penerimaan yang dilakukan oleh atasan merupakan salah satu umpan balik
dari komunikasi yang dilakukan oleh bawahan-atasan. Menurut seorang
responden bahwa informasi yang disampaikannya kepada atasan akan lebih
diterima dan didengar apabila informasi seputar pekerjaan seperti terjadi masalah
����
�
dalam pekerjaan. Kalau untuk pembicaraan yang tidak berhubungan dengan
pekerjaan, dilakukan di luar situasi formal.
Tabel 4.17
Pesan atasan yang dapat membuat rasa takut
Tanggapan responden frekuensi (f) Presentase (%) Sangat Setuju 3 7,1%
Setuju 24 57,1% Ragu-ragu 9 21,4%
Tidak Setuju 5 11,9% Sangat Tidak Setuju 1 2,4%
Total 42 100% n = 42 Responden Sumber : Angket Penelitian
Dari tabel di atas diketahui bahwa sebagian besar dari responden
menyatakan setuju bahwa atasan sering menyampaikan pesan yang dapat
membuat anda merasa takut, seperti :”Jika anda tidak dapat menyelesaikan tugas
dengan baik, maka anda akan ditegur dan selanjutkan akan dilimpahkan pada unit
P3D untuk proses lebih lanjut “, dengan responden yang menyatakan sebanyak 24
orang (57,1%) dan sangat sedikit dari responden yang menyatakan sangat tidak
setuju, dengan responden yang menyatakan sebanyak 1 orang (2,4%).
Kepekaan karyawan dalam sebuah perusahan untuk merasakan dan mau
membantu atasan yang menghadapi masalah melalui komunikasi antarpribadi
yang memang bertujuan untuk mendapatkan informasi dan mencari solusi dalam
masalah-masalah yang dihadapi oleh atasan serta berpengaruh pada hubungan
antarpribadi yang akan menentukan tahap-tahap kerja selanjutnya sehinggan
mempengaruhi kinerja kerja karyawan nantinya.
����
�
Tabel 4.18
Pesan atasan yang dapat membuat rasa khawatir dikeluarkan
dari pekerjaan
Tanggapan responden frekuensi (f) Presentase (%) Sangat Setuju 5 11,9%
Setuju 15 35,7% Ragu-ragu 13 31,0%
Tidak Setuju 6 14,3% Sangat Tidak Setuju 3 7,1%
Total 42 100% n = 42 Responden Sumber : Angket Penelitian
Dari tabel di atas diketahui bahwa sebagian kecil dari responden
menyatakan setuju bahwa atasan sering menyampaikan pesan yang dapat
membuat anda khawatir, seperti :”Jika dalam satu bulan anda melakukan 3 kali
kesalahan yang sama, maka anda akan langsung dikeluarkan”, dengan responden
yang menyatakan sebanyak 15 orang (35,7%) dan sangat sedikit dari responden
yang menyatakan sangat tidak setuju, dengan responden yang menyatakan
sebanyak 3 orang (7,1%).
Tabel 4.19
Pesan atasan yang dapat menbuat rasa khawatir akan kehilangan pekerjaan
Tanggapan responden frekuensi (f) Presentase (%) Sangat Setuju 3 7,1%
Setuju 27 64,3% Ragu-ragu 9 21,4%
Tidak Setuju 3 7,1% Sangat Tidak Setuju 0 0,0%
Total 42 100% n = 42 Responden Sumber : Angket Penelitian
����
�
Dari tabel di atas diketahui bahwa sebagian besar dari responden
menyatakan setuju bahwa setiap pesan yang disampaikan oleh atasan ketika anda
melanggar peraturan apakah membuat rasa khawatir anda akan kehilangan
pekerjaan, dengan responden yang menyatakan sebanyak 27 orang (64,3%) dan
sangat sedikit dari responden yang menyatakan sangat tidak setuju, dengan
responden yang menyatakan tidak setuju sebanyak 3 orang (7,1%).
4.3.5 Teknik tataan (X4)
Sub variabel Teknik tataan dalam penelitian ini diklasifikasikan kedalam
tiga kategori, yaitu baik, cukup, dan kurang. Untuk menentukan interval dan jarak
interval setiap kategori digunakan perhitungan sebagai berikut :
k (banyak pertanyaan) = 5
Nilai tertinggi = skor tertinggi x jumlah pertanyaan = 5 x 5 = 25
Nilai terendah = skor terendah x jumlah pertanyaan = 1 x 5 = 5
range = 25 – 5 = 20
bk (banyak kelas) = 3 (baik, cukup, kurang)
interval = 20 : 3 = 6,7
Sehingga diperoleh interval skor untuk menentukan masing masing
kategori pada sub variabel teknik tataan adalah sebagai berikut, untuk jumlah
skor :
19 hingga 25 = kategori baik
12 hingga 18 = kategori cukup
5 hingga 11 = kategori kurang
Setelah dikelompokan dalam tiga kategori diatas, tingkat penilaian teknik
tataan dapat dikelompokan pada tabel berikut :
����
�
Tabel. Kategori Teknik tataan
Kategori frekuensi (f) Presentase (%) Baik 38 90,5%
Cukup 4 9,5% Kurang 0 0,0% Total 42 100%
Dari tabel di atas dapat diketahui bahwa tanggapan responden tentang
teknik tataan adalah baik dengan jumlah responden yang menyatakan sebanyak 38
orang (90,5%) dan sisanya menyatakan cukup sebanyak 4 orang (9,5%). Hampir
seluruh dari responden menilai teknik tataan pada kategori baik. Kategori baik
pada teknik tataan dalam Teknik Komunikasi Persuasif Atasanini ditunjukan atau
diukur dengan tanggapan-tanggapan terhadap pernyataan sebagai berikut:
Tabel 4.20
Pengarahan atasan yang menarik perhatian anggota untuk dilaksanakan
Tanggapan responden frekuensi (f) Presentase (%) Sangat Setuju 4 9,5%
Setuju 31 73,8% Ragu-ragu 7 16,7%
Tidak Setuju 0 0,0% Sangat Tidak Setuju 0 0,0%
Total 42 100% n = 42 Responden Sumber : Angket Penelitian
Dari tabel di atas diketahui bahwa sebagian besar responden menyatakan
setuju bahwa pengarahan yang disampaikan atasan menarik perhatian anda
untuk dilaksanakan, dengan responden yang menyatakan sebanyak 31 orang
���
�
(73,8%) dan sangat sedikit dari responden yang menyatakan ragu-ragu, dengan
responden yang menyatakan sebanyak 7 orang (16,7%).
Tanggung jawab karyawan salah satunya tercermin dari bagaimana
kemampuan karyawan dalam meraih target yang ditentukan oleh atasan. Menurut
seorang responden, target yang ditentukan memang sulit untuk di capai namun
target tersebut tidak jarang berhasil diraih oleh individu atau team yang diberikan
tugas dan tanggung jawab tersebut.
Tabel 4.21
Perintah atasan yang selalu dapat diterima dengan baik oleh anggota
Tanggapan responden frekuensi (f) Presentase (%) Sangat Setuju 4 9,5%
Setuju 36 85,7% Ragu-ragu 2 4,8%
Tidak Setuju 0 0,0% Sangat Tidak Setuju 0 0,0%
Total 42 100% n = 42 Responden Sumber : Angket Penelitian
Dari tabel di atas diketahui bahwa hampir seluruh dari responden
menyatakan setuju bahwa perintah yang diberikan atasan selalu dapat anda terima
dengan baik, dengan responden yang menyatakan sebanyak 36 orang (85,7%) dan
sangat sedikit dari responden yang menyatakan ragu-ragu, dengan responden yang
menyatakan sebanyak 2 orang (4,8%).
Tindakan responden yang sering mendengarkan penjelasan yang di
sampaikan oleh atasan selalu diiringi dengan sikap responden untuk menerima
atau menolak penjelasan dari atasannya. Responden yang mau mendengar dan
dapat menerima penjelasan dari atasan biasanya penjelaskan tersebut dapat di
���
�
pahami dan sependapat dengan karyawan. Sedangkan karyawan yang
mendengarkan penjelasan dari atasan tetapi tidak dapat menerima penjelasaan
tersebut maka kemungkinan karyawan tidak dapat memahami maksud dari
penjelasan tersebut, karena penjelasan tersebut tidaksependapat dengannya.
Tabel 4.22
Kejelasan isi pesan yang disampaikan oleh atasan
Tanggapan responden frekuensi (f) Presentase (%) Sangat Setuju 3 7,1%
Setuju 34 81,0% Ragu-ragu 5 11,9%
Tidak Setuju 0 0,0% Sangat Tidak Setuju 0 0,0%
Total 42 100% n = 42 Responden Sumber : Angket Penelitian
Dari tabel di atas diketahui bahwa hampir seluruh dari responden
menyatakan setuju bahwa dapat menerima dengan jelas setiap isi pesan yang
disampaikan oleh atasan, dengan responden yang menyatakan sebanyak 34 orang
(81%) dan sangat sedikit dari responden yang menyatakan ragu-ragu, dengan
responden yang menyatakan sebanyak 5 orang (11,9%).
Penjelasan yang disampaikan oleh atasan tentunya sangat berguna bagi
pengetahuan dan pengalaman karyawan. Seperti yang diutarakan oleh beberapa
responden berpendapat bahwa atasan sering memberikan penjelasan secara rinci
kepada dirinya, karena dengan penjelasan secara rinci membuat responden
tersebut mendapatkan perhatian dari atasan dan dirinya bekerja dengan baik sesuai
����
�
dengan yang diinginkan oleh atasan. Serta penjelasan secara rinci tersebut
membuat karyawan juga dapat memahami cara pandang atasannya.
Tabel 4.23
Kejelasan bahasa yang digunakan atasan dalam menyampaikan isi pesan
Tanggapan responden frekuensi (f) Presentase (%) Sangat Setuju 3 7,1%
Setuju 34 81,0% Ragu-ragu 5 11,9%
Tidak Setuju 0 0,0% Sangat Tidak Setuju 0 0,0%
Total 42 100% n = 42 Responden Sumber : Angket Penelitian
Dari tabel di atas diketahui bahwa hampir seluruh dari responden
menyatakan setuju bahwa atasan dalam menyampaikan setiap pesan
menggunakan bahasa yang mudah dimengerti, dengan responden yang
menyatakan sebanyak 34 orang (81%) dan sangat sedikit dari responden yang
menyatakan ragu-ragu, dengan responden yang menyatakan sebanyak 5 orang
(11,9%).
Penjelasan yang disampaikan oleh atasan tentunya sangat berguna bagi
pengetahuan dan pengalaman karyawan. Seperti yang diutarakan oleh beberapa
responden berpendapat bahwa atasan sering memberikan penjelasan secara rinci
kepada dirinya, karena dengan penjelasan secara rinci membuat responden
tersebut mendapatkan perhatian dari atasan dan dirinya bekerja dengan baik sesuai
dengan yang diinginkan oleh atasan. Serta penjelasan secara rinci tersebut
membuat karyawan juga dapat memahami cara pandang atasannya
����
�
Tabel 4.24
Bukti yang diberikan atasan dalam setiap pengarahan
Tanggapan responden frekuensi (f) Presentase (%) Sangat Setuju 5 11,9%
Setuju 31 73,8% Ragu-ragu 6 14,3%
Tidak Setuju 0 0,0% Sangat Tidak Setuju 0 0,0%
Total 42 100% n = 42 Responden Sumber : Angket Penelitian
Dari tabel di atas diketahui bahwa sebagian besar dari responden
menyatakan setuju bahwa atasan dalam memberikan pengarahan sering
memberikan bukti, seperti :”Salah satu rekan anda sudah kami berhentikan karena
ia telah banyak melanggar peraturan kerja”, dengan responden yang menyatakan
sebanyak 31 orang (73,8%) dan sangat sedikit dari responden yang menyatakan
sangat setuju, dengan responden yang menyatakan sebanyak 5 orang (11,9%).
4.4 Sikap Patuh Anggota dalam Bekerja (Y)
Berikut ini adalah frekuensi tanggapan responden mengenai tanggapan
responden yang berhubungan dengan variabel Sikap Patuh Anggota dalam
Bekerja, yang terdiri dari sub variabel aspek kognitif, aspek afektif, dan aspek
konatif.
�� �
�
4.4.1 Aspek kognitif (Y1)
Sub variabel aspek kognitif dalam penelitian ini diklasifikasikan kedalam
tiga kategori, yaitu tinggi, sedang, dan rendah. Untuk menentukan interval dan
jarak interval setiap kategori digunakan perhitungan sebagai berikut :
k (banyak pertanyaan) = 3
Nilai tertinggi = skor tertinggi x jumlah pertanyaan = 5 x 3 = 15
Nilai terendah = skor terendah x jumlah pertanyaan = 1 x 3 = 3
range = 15 – 3 = 12
bk (banyak kelas) = 3 (tinggi, sedang, rendah)
interval = 12 : 3 = 4
Sehingga diperoleh interval skor untuk menentukan masing masing
kategori pada sub variabel aspek kognitif adalah sebagai berikut, untuk jumlah
skor :
11 hingga 15 = kategori tinggi
7 hingga 10 = kategori sedang
3 hingga 6 = kategori rendah
Setelah dikelompokan dalam tiga kategori diatas, tingkat penilaian aspek
kognitif dapat dikelompokan pada tabel berikut :
Tabel. Kategori Aspek kognitif
Kategori frekuensi (f) Presentase (%) Tinggi 38 90,5% Sedang 4 9,5% Rendah 0 0,0% Total 42 100%
����
�
Dari tabel di atas dapat diketahui bahwa tanggapan responden tentang
aspek kognitif adalah tinggi dengan jumlah responden yang menyatakan sebanyak
38 orang (90,5%) dan sisanya menyatakan sedang sebanyak 4 orang (9,5%).
Hampir seluruh dari responden menilai aspek kognitif pada kategori tinggi.
Kategori tinggi pada aspek kognitif dalam Sikap Patuh anggota dalam bekerja
ditunjukan atau diukur dengan tanggapan-tanggapan terhadap pernyataan sebagai
berikut:
Tabel 4.25
Kepahaman anggota atas pengarahan yang disampaikan atasan
Tanggapan responden frekuensi (f) Presentase (%) Sangat Setuju 5 11,9%
Setuju 34 81,0% Ragu-ragu 3 7,1%
Tidak Setuju 0 0,0% Sangat Tidak Setuju 0 0,0%
Total 42 100% n = 42 Responden Sumber : Angket Penelitian
Dari tabel di atas diketahui bahwa hampir seluruh dari responden
menyatakan setuju bahwa setelah mengikuti pengarahan yang diberikan oleh
atasan, bagaimana dengan pemahaman anda tentang pengarahan tersebut, dengan
responden yang menyatakan sebanyak 34 orang (81%) dan sangat sedikit dari
responden yang menyatakan ragu-ragu, dengan responden yang menyatakan
sebanyak 3 orang (7,1%).
Pekerjaan yang dilakukan karyawan harus sesuai dengan petunjuk atau
perintah atasan sangat perlu, karena perintah ataupun petunjuk dari atasan
����
�
berkaitan dengan kemajuan perusahaan, selain itu juga merupakan suatu
kewajiban karyawan.
Dari table diatas tiga responden menjawab kadang-kadang, hal ini menurut
salah satu responden hal ini disebabkan kemampuan karyawan yang terbatas.
Karena setiap individu mempunyai kemamapuan yang berbeda-beda satu dengan
yang lainnya, sesuai dengan latar belakang pendidikan dan pengalamannya.
Tabel 4.26
Kepahaman anggota akan pentingnya pengarahan terhadap kinerja Polri
Tanggapan responden frekuensi (f) Presentase (%) Sangat Setuju 5 11,9%
Setuju 32 76,2% Ragu-ragu 5 11,9%
Tidak Setuju 0 0,0% Sangat Tidak Setuju 0 0,0%
Total 42 100% n = 42 Responden Sumber : Angket Penelitian
Dari tabel di atas diketahui bahwa sebagian besar dari responden
menyatakan setuju bahwa mengetahui pentingnya pengarahan terhadap kinerja
Polri, dengan responden yang menyatakan sebanyak 32 orang (76,2%) dan sangat
sedikit dari responden yang menyatakan ragu-ragu, dengan responden yang
menyatakan sebanyak 5 orang (11,9%).
Perintah pekerjaan merupakan proses yang diikuti oleh seorang atasan
dalam pembagian kerja yang dipikulkan kepada bawahan, sehingga bawahan
melakukan bagian pekerjaan itu hanya karena penempatan organisasi yang unik,
dapat mengerjakan dengan efektif, sehingga ia dapat memperoleh orang-orang
lain untuk membantu pekerjaan yang tidak dapat ia kerjakan
����
�
Tabel 4.27
Kepahaman anggota akan perintah yang diberikan oleh atasan
Tanggapan responden frekuensi (f) Presentase (%) Sangat Setuju 4 9,5%
Setuju 32 76,2% Ragu-ragu 6 14,3%
Tidak Setuju 0 0,0% Sangat Tidak Setuju 0 0,0%
Total 42 100% n = 42 Responden Sumber : Angket Penelitian
Dari tabel di atas diketahui bahwa sebagian besar dari responden
menyatakan setuju bahwa paham dengan semua perintah yang diberikan oleh
atasan, dengan responden yang menyatakan sebanyak 32 orang (76,2%) dan
sangat sedikit dari responden yang menyatakan sangat setuju, dengan responden
yang menyatakan sebanyak 4 orang (9,5%).
Perintah pekerjaan merupakan proses yang diikuti oleh seorang atasan
dalam pembagian kerja yang dipikulkan kepada bawahan, sehingga bawahan
melakukan bagian pekerjaan itu hanya karena penempatan organisasi yang unik,
dapat mengerjakan dengan efektif, sehingga ia dapat memperoleh orang-orang
lain untuk membantu pekerjaan yang tidak dapat ia kerjakan
4.4.2 Tanggapan Responden tentang Aspek afektif (Y2)
Sub variabel aspek afektif dalam penelitian ini diklasifikasikan kedalam
tiga kategori, yaitu tinggi, sedang, dan rendah. Untuk menentukan interval dan
jarak interval setiap kategori digunakan perhitungan sebagai berikut :
k (banyak pertanyaan) = 3
����
�
Nilai tertinggi = skor tertinggi x jumlah pertanyaan = 5 x 3 = 15
Nilai terendah = skor terendah x jumlah pertanyaan = 1 x 3 = 3
range = 15 – 3 = 12
bk (banyak kelas) = 3 (tinggi, sedang, rendah)
interval = 12 : 3 = 4
Sehingga diperoleh interval skor untuk menentukan masing masing
kategori pada sub variabel aspek afektif adalah sebagai berikut, untuk jumlah
skor :
11 hingga 15 = kategori tinggi
7 hingga 10 = kategori sedang
3 hingga 6 = kategori rendah
Setelah dikelompokan dalam tiga kategori diatas, tingkat penilaian aspek
afektif dapat dikelompokan pada tabel berikut
Tabel. Kategori Aspek afektif
Kategori frekuensi (f) Presentase (%) Tinggi 34 81,0% Sedang 8 19,0% Rendah 0 0,0% Total 42 100%
Dari tabel di atas dapat diketahui bahwa tanggapan responden tentang
aspek afektif adalah tinggi dengan jumlah responden yang menyatakan sebanyak
34 orang (81%) dan sisanya menyatakan sedang sebanyak 8 orang (19%). Hampir
seluruh dari responden menilai aspek afektif pada kategori tinggi. Kategori tinggi
����
�
pada aspek afektif dalam Sikap Patuh anggota dalam bekerja ditunjukan atau
diukur dengan tanggapan-tanggapan terhadap pernyataan sebagai berikut:
Tabel 4.28
Kesenangan anggota untuk mengikuti setiap pengarahan yang
dilakukan atasan
Tanggapan responden frekuensi (f) Presentase (%) Sangat Setuju 3 7,1%
Setuju 29 69,0% Ragu-ragu 9 21,4%
Tidak Setuju 1 2,4% Sangat Tidak Setuju 0 0,0%
Total 42 100% n = 42 Responden Sumber : Angket Penelitian
Dari tabel di atas diketahui bahwa sebagian besar dari responden
menyatakan setuju bahwa senang untuk mengikuti setiap pengarahan yang
dilakukan oleh atasan, dengan responden yang menyatakan sebanyak 29 orang
(69%) dan sangat sedikit dari responden yang menyatakan tidak setuju, dengan
responden yang menyatakan sebanyak 1 orang (2,4%).
Hal ini mengindikasikan bahwa sebagian besar dari responden setuju saja
jika atasan sedang mengadakan pengarahan
���
�
Tabel 4.29
Kesenangan anggota dengan gaya kepemimpinan atasan
dalam setiap pengarahan
Tanggapan responden frekuensi (f) Presentase (%) Sangat Setuju 3 7,1%
Setuju 30 71,4% Ragu-ragu 9 21,4%
Tidak Setuju 0 0,0% Sangat Tidak Setuju 0 0,0%
Total 42 100% n = 42 Responden Sumber : Angket Penelitian
Dari tabel di atas diketahui bahwa sebagian besar dari responden
menyatakan setuju bahwa senang dengan gaya kepemimpinan atasan dalam setiap
pengarahan, dengan responden yang menyatakan sebanyak 30 orang (71,4%) dan
sangat sedikit dari responden yang menyatakan sangat setuju, dengan responden
yang menyatakan sebanyak 3 orang (7,1%).
Tabel 4.30
Kesenangan anggota dalam melaksanakan tugas yang diberikan
atasan dalam setiap pengarahan
Tanggapan responden frekuensi (f) Presentase (%) Sangat Setuju 3 7,1%
Setuju 32 76,2% Ragu-ragu 7 16,7%
Tidak Setuju 0 0,0% Sangat Tidak Setuju 0 0,0%
Total 42 100% n = 42 Responden Sumber : Angket Penelitian
Dari tabel di atas diketahui bahwa sebagian besar dari responden
menyatakan setuju bahwa dengan adanya setiap pengarahan dari atasan , apakah
���
�
anda senang dalam melaksanakan tugas yang diberikan, dengan responden yang
menyatakan sebanyak 32 orang (76,2%) dan sangat sedikit dari responden yang
menyatakan sangat setuju, dengan responden yang menyatakan sebanyak 3 orang
(7,1%).
4.4.3 Tanggapan Responden tentang Aspek konatif (Y3)
Sub variabel aspek konatif dalam penelitian ini diklasifikasikan kedalam
tiga kategori, yaitu tinggi, sedang, dan rendah. Untuk menentukan interval dan
jarak interval setiap kategori digunakan perhitungan sebagai berikut :
k (banyak pertanyaan) = 3
Nilai tertinggi = skor tertinggi x jumlah pertanyaan = 5 x 3 = 15
Nilai terendah = skor terendah x jumlah pertanyaan = 1 x 3 = 3
range = 15 – 3 = 12
bk (banyak kelas) = 3 (tinggi, sedang, rendah)
interval = 12 : 3 = 4
Sehingga diperoleh interval skor untuk menentukan masing masing
kategori pada sub variabel aspek konatif adalah sebagai berikut, untuk jumlah
skor :
11 hingga 15 = kategori tinggi
7 hingga 10 = kategori sedang
3 hingga 6 = kategori rendah
Setelah dikelompokan dalam tiga kategori diatas, tingkat penilaian aspek
konatif dapat dikelompokan pada tabel berikut :
����
�
Tabel. Kategori Aspek konatif
Kategori frekuensi (f) Presentase (%) Tinggi 40 95,2% Sedang 2 4,8% Rendah 0 0,0% Total 42 100%
Dari tabel di atas dapat diketahui bahwa tanggapan responden tentang
aspek konatif adalah tinggi dengan jumlah responden yang menyatakan sebanyak
40 orang (95,2%) dan sisanya menyatakan sedang sebanyak 2 orang (4,8%).
Hampir seluruh dari responden menilai aspek konatif pada kategori tinggi.
Kategori tinggi pada aspek konatif dalam Sikap Patuh anggota dalam bekerja
ditunjukan atau diukur dengan tanggapan-tanggapan terhadap pernyataan sebagai
berikut:
Tabel 4.31
Dukungan anggota terhadap kegiatan dan kebijakan baru yang dibuat
oleh atasan
Tanggapan responden frekuensi (f) Presentase (%) Sangat Setuju 5 11,9%
Setuju 35 83,3% Ragu-ragu 2 4,8%
Tidak Setuju 0 0,0% Sangat Tidak Setuju 0 0,0%
Total 42 100% n = 42 Responden Sumber : Angket Penelitian
Dari tabel di atas diketahui bahwa sebagian besar dari responden
menyatakan setuju bahwa ketika atasan membuat suatu kegiatan dan kebijakan
baru, apakah anda mendukung dengan setiap kegiatan dan kebijakan yang dibuat
tersebut, dengan responden yang menyatakan sebanyak 35 orang (83,3%) dan
����
�
sangat sedikit dari responden yang menyatakan ragu-ragu, dengan responden yang
menyatakan sebanyak 2 orang (4,8%).
Tabel 4.32
Kesediaan anggota untuk menginformasikan setiap kegiatan dan kebijakan
baru terhadap sesama anggota
Tanggapan responden frekuensi (f) Presentase (%) Sangat Setuju 5 11,9%
Setuju 31 73,8% Ragu-ragu 6 14,3%
Tidak Setuju 0 0,0% Sangat Tidak Setuju 0 0,0%
Total 42 100% n = 42 Responden Sumber : Angket Penelitian
Dari tabel di atas diketahui bahwa sebagian besar dari responden
menyatakan setuju bahwa bersedia menginformasikan setiap kegiatan dan
kebijakan yang dibuat oleh atasan pada sesama anggota yang tidak mengikuti
pengarahan, dengan responden yang menyatakan sebanyak 31 orang (73,8%) dan
sangat sedikit dari responden yang menyatakan ragu-ragu, dengan responden yang
menyatakan sebanyak 6 orang (14,3%).
�� �
�
Tabel 4.33 Kesediaan anggota untuk melaksanakan setiap kegiatan dan kebijakan baru
yang dibuat oleh atasan
Tanggapan responden frekuensi (f) Presentase (%) Sangat Setuju 5 11,9%
Setuju 35 83,3% Ragu-ragu 2 4,8%
Tidak Setuju 0 0,0% Sangat Tidak Setuju 0 0,0%
Total 42 100% n = 42 Responden Sumber : Angket Penelitian
Dari tabel di atas diketahui bahwa sebagian besar dari responden
menyatakan setuju bahwa dengan semua kegiatan dan kebijakan yang dibuat oleh
atasan, anda bersedia melakukannya, dengan responden yang menyatakan
sebanyak 35 orang (83,3%) dan sangat sedikit dari responden yang menyatakan
ragu-ragu, dengan responden yang menyatakan sebanyak 2 orang (4,8%).
Kesediaan anggota dalam melkasanakan setiap tugas yang diberikan
atasan mengacu pada kondisi yang dipersepsikan baik dan nyaman secara mental
maupun fisik. Kondisi yang baik ataupun nyaman secara fisik dapat diartikan
sebagai kondisi tempat kerja yang baik dalam segi tata bangun ruang. Kondisi
baik atau nyaman secara mental dapat diartikan sebagai kondisi tempat kerja yang
diartikan sebagai kondisi tempat kerja yang dirasakan nyaman atas nilai estetika
dari pandangan diri sendiri atas kenyamanan itu sendiri.
����
�
4.5 Analisis Korelasi
4.5.1 Hubungan Antara Teknik Komunikasi Persuasif Atasan (X) dengan
Sikap Patuh Anggota dalam Bekerja (Y)
Berikut adalah hasil perhitungan analisis korelasi dengan menggunakan
software SPSS 17.0 untuk menghitung korelasi antara Teknik Komunikasi
Persuasif Atasan (X) dengan Sikap Patuh Anggota dalam Bekerja (Y).
Tabel Analisis Korelasi
Korelasi rs t
hitung db t
tabel Sig Keputusan Kesimpulan KD=r2x100%
X dan Y 0,788 8,09 40 ±
2,02 0,000 Ho ditolak Signifikan 62,09%
Berdasarkan tabel di atas diperoleh nilai koefisien korelasi rank spearman
(rs) sebesar 0,788. Untuk memperoleh kesimpulan, perlu dilakukan pengujian
terhadap koefisien korelasi yang diperoleh untuk mengetahui apakah ada
hubungan yang signifikan di antara variabel X dan variabel Y. Hipotesis yang
akan diuji adalah:
H0 : � = 0 ; Artinya tidak terdapat hubungan yang signifikan antara variabel
Teknik Komunikasi Persuasif Atasan (X) dengan Sikap Patuh
Anggota dalam Bekerja (Y)
H1 : � � 0 ; Artinya terdapat hubungan yang signifikan antara variabel
Teknik Komunikasi Persuasif Atasan (X) dengan Sikap Patuh
Anggota dalam Bekerja (Y)
α = 5%
����
�
Statistik uji :
2
21
r ntr−=
−, derajat bebas = n-2
Kriteria uji: 1. Terima H0 jika – t tabel � t hitung � t tabel
2. Tolak H0 jika t hitung < - t tabel atau t hitung > t tabel
Kesimpulan:
Berdasarkan tabel di atas diperoleh nilai t hitung sebesar 8,09 sedangkan
t tabel sebesar ± 2,02. Dikarenakan t hitung (9,09) > t tabel (2,02) maka H0
ditolak, artinya terdapat hubungan yang signifikan antara variabel Teknik
Komunikasi Persuasif Atasan (X) dengan Sikap Patuh Anggota dalam Bekerja
(Y).
Koefisien korelasi tersebut bernilai positif 0,788 yang berarti terdapat
hubungan positif yang kuat antara variabel X dengan variabel Y. Artinya, semakin
baik Teknik Komunikasi Persuasif Atasan (X) maka semakin tinggi pula Sikap
Patuh Anggota dalam Bekerja (Y).
Berdasarkan hasil perhitungan diperoleh nilai koefisien determinasi (KD)
sebesar 62,09%. Hal ini menunjukkan bahwa sebesar 62,09% variansi dari Sikap
Patuh Anggota dalam Bekerja (Y) dapat dijelaskan oleh Teknik Komunikasi
Persuasif Atasan (X), sedangkan sisanya sebesar 37,01% Sikap Patuh Anggota
dalam Bekerja (Y) dapat dijelaskan oleh variabel lainnya.
Teknik Komunikasi Persuasif yang berlangsung atasan-bawahan
mempengaruhi kinerja karyawan yang terjadi. Atasan dan bawahan memiliki
����
�
perbedaan psikoligis namun kedua belah pihak berusaha untuk menyatukan hal
tersebut dengan keterbukaan, empati, sikap mendukung, sikap positif dan
kesetaraan agar terjalinnya hubungan kerja yang baik, sehingga kinerja yang
dihasilkan menjadi lebih baik pula.
4.5.2 Hubungan Antara Teknik Integrasi (Integration Technique)
Komunikasi Persuasif Atasan (X1) dengan Sikap Patuh Anggota dalam
Bekerja (Y)
Berikut adalah hasil perhitungan analisis korelasi dengan menggunakan
software SPSS 17.0 untuk menghitung korelasi antara Teknik Integrasi
(Integration Technique) Komunikasi Persuasif Atasan (X1) dengan Sikap Patuh
Anggota dalam Bekerja (Y).
Tabel Analisis Korelasi
Korelasi rs t
hitung db t
tabel Sig Keputusan Kesimpulan KD=r2x100%X1 dan
Y 0,370 2,52 40 ±
2,02 0,016 Ho ditolak Signifikan 13,69%
Berdasarkan tabel di atas diperoleh nilai koefisien korelasi rank spearman
(rs) sebesar 0,370. Untuk memperoleh kesimpulan, perlu dilakukan pengujian
terhadap koefisien korelasi yang diperoleh untuk mengetahui apakah ada
hubungan yang signifikan di antara variabel X1 dan variabel Y. Hipotesis yang
akan diuji adalah:
H0 : � = 0 ; Artinya tidak terdapat hubungan yang signifikan antara variabel
Teknik Integrasi (Integration Technique) Komunikasi Persuasif
Atasan (X1) dengan Sikap Patuh Anggota dalam Bekerja (Y)
����
�
H1 : � � 0 ; Artinya terdapat hubungan yang signifikan antara variabel
Teknik Integrasi (Integration Technique) Komunikasi Persuasif
Atasan (X1) dengan Sikap Patuh Anggota dalam Bekerja (Y)
α = 5%
Statistik uji :
2
21
r ntr−=
−, derajat bebas = n-2
Kriteria uji: 1. Terima H0 jika – t tabel � t hitung � t tabel
2. Tolak H0 jika t hitung < - t tabel atau t hitung > t tabel
Kesimpulan:
Berdasarkan tabel di atas diperoleh nilai t hitung sebesar 2,52 sedangkan
t tabel sebesar ± 2,02. Dikarenakan t hitung (2,52) > t tabel (2,02) maka H0
ditolak, artinya terdapat hubungan yang signifikan antara variabel Teknik
Integrasi (Integration Technique) Komunikasi Persuasif Atasan (X1) dengan
Sikap Patuh Anggota dalam Bekerja (Y).
Koefisien korelasi tersebut bernilai positif 0,370 yang berarti terdapat
hubungan positif yang lemah antara variabel X1 dengan variabel Y. Artinya,
semakin baik Teknik Integrasi (Integration Technique) Komunikasi Persuasif
Atasan (X1) maka semakin tinggi pula Sikap Patuh Anggota dalam Bekerja (Y).
Berdasarkan hasil perhitungan diperoleh nilai koefisien determinasi (KD)
sebesar 13,69%. Hal ini menunjukkan bahwa sebesar 13,69% variansi dari Sikap
����
�
Patuh Anggota dalam Bekerja (Y) dapat dijelaskan oleh Teknik Integrasi
(Integration Technique) Komunikasi Persuasif Atasan (X1), sedangkan sisanya
sebesar 86,31% Sikap Patuh Anggota dalam Bekerja (Y) dapat dijelaskan oleh
variabel lainnya.
Teknik Komunikasi Persuasif yang berlangsung atasan-bawahan
mempengaruhi kinerja karyawan yang terjadi. Atasan dan bawahan memiliki
perbedaan psikoligis namun kedua belah pihak berusaha untuk menyatukan hal
tersebut dengan keterbukaan, empati, sikap mendukung, sikap positif dan
kesetaraan agar terjalinnya hubungan kerja yang baik, sehingga kinerja yang
dihasilkan menjadi lebih baik pula.
4.5.3 Hubungan Antara Teknik Iming-Imingi (Pay Off) Komunikasi
Persuasif Atasan (X2) dengan Sikap Patuh Anggota dalam Bekerja (Y)
Berikut adalah hasil perhitungan analisis korelasi dengan menggunakan
software SPSS 17.0 untuk menghitung korelasi antara Teknik Iming-Iming (Pay
Off) Komunikasi Persuasif Atasan (X2) dengan Sikap Patuh Anggota dalam
Bekerja (Y).
Tabel Analisis Korelasi
Korelasi rs t
hitung db t
tabel Sig Keputusan Kesimpulan KD=r2x100%X2 dan
Y 0,580 4,50 40 ±
2,02 0,000 Ho ditolak Signifikan 33,64%
Berdasarkan tabel di atas diperoleh nilai koefisien korelasi rank spearman
(rs) sebesar 0,580. Untuk memperoleh kesimpulan, perlu dilakukan pengujian
terhadap koefisien korelasi yang diperoleh untuk mengetahui apakah ada
���
�
hubungan yang signifikan di antara variabel X2 dan variabel Y. Hipotesis yang
akan diuji adalah:
H0 : � = 0 ; Artinya tidak terdapat hubungan yang signifikan antara variabel
Teknik Iming-Iming (Pay Off) Komunikasi Persuasif Atasan
(X2) dengan Sikap Patuh Anggota dalam Bekerja (Y)
H1 : � � 0 ; Artinya terdapat hubungan yang signifikan antara variabel
Teknik Iming-Iming (Pay Off) Komunikasi Persuasif Atasan
(X2) dengan Sikap Patuh Anggota dalam Bekerja (Y)
α = 5%
Statistik uji :
2
21
r ntr−=
−, derajat bebas = n-2
Kriteria uji: 1. Terima H0 jika – t tabel � t hitung � t tabel
2. Tolak H0 jika t hitung < - t tabel atau t hitung > t tabel
Kesimpulan:
Berdasarkan tabel di atas diperoleh nilai t hitung sebesar 4,50 sedangkan
t tabel sebesar ± 2,02. Dikarenakan t hitung (4,50) > t tabel (2,02) maka H0
ditolak, artinya terdapat hubungan yang signifikan antara variabel Teknik Iming-
Iming (Pay Off) Komunikasi Persuasif Atasan (X2) dengan Sikap Patuh Anggota
dalam Bekerja (Y).
���
�
Koefisien korelasi tersebut bernilai positif 0,580 yang berarti terdapat
hubungan positif yang cukup kuat antara variabel X2 dengan variabel Y. Artinya,
semakin baik Teknik Iming-Iming (Pay Off) Komunikasi Persuasif Atasan (X2)
maka semakin tinggi pula Sikap Patuh Anggota dalam Bekerja (Y).
Berdasarkan hasil perhitungan diperoleh nilai koefisien determinasi (KD)
sebesar 33,64%. Hal ini menunjukkan bahwa sebesar 33,64% variansi dari Sikap
Patuh Anggota dalam Bekerja (Y) dapat dijelaskan oleh Teknik Iming-Iming (Pay
Off) Komunikasi Persuasif Atasan (X2), sedangkan sisanya sebesar 66,36% Sikap
Patuh Anggota dalam Bekerja (Y) dapat dijelaskan oleh variabel lainnya.
Teknik Komunikasi Persuasif yang berlangsung atasan-bawahan
mempengaruhi kinerja karyawan yang terjadi. Atasan dan bawahan memiliki
perbedaan psikoligis namun kedua belah pihak berusaha untuk menyatukan hal
tersebut dengan keterbukaan, empati, sikap mendukung, sikap positif dan
kesetaraan agar terjalinnya hubungan kerja yang baik, sehingga kinerja yang
dihasilkan menjadi lebih baik pula.
4.5.4 Hubungan Antara Teknik Menakut-Nakuti (Fear Arrousing
Technique) Komunikasi Persuasif Atasan (X3) dengan Sikap Patuh Anggota
dalam Bekerja (Y)
Berikut adalah hasil perhitungan analisis korelasi dengan menggunakan
software SPSS 17.0 untuk menghitung korelasi antara Teknik Menakut-Nakuti
(Fear Arrousing Technique) Komunikasi Persuasif Atasan (X3) dengan Sikap
Patuh Anggota dalam Bekerja (Y).
����
�
Tabel Analisis Korelasi
Korelasi rs t
hitung db t
tabel Sig Keputusan Kesimpulan KD=r2x100%X3 dan
Y 0,503 3,68 40 ±
2,02 0,001 Ho ditolak Signifikan 25,30%
Berdasarkan tabel di atas diperoleh nilai koefisien korelasi rank spearman
(rs) sebesar 0,503. Untuk memperoleh kesimpulan, perlu dilakukan pengujian
terhadap koefisien korelasi yang diperoleh untuk mengetahui apakah ada
hubungan yang signifikan di antara variabel X3 dan variabel Y. Hipotesis yang
akan diuji adalah:
H0 : � = 0 ; Artinya tidak terdapat hubungan yang signifikan antara variabel
Teknik Menakut-Nakuti (Fear Arrousing Technique)
Komunikasi Persuasif Atasan (X3) dengan Sikap Patuh
Anggota dalam Bekerja (Y)
H1 : � � 0 ; Artinya terdapat hubungan yang signifikan antara variabel
Teknik Menakut-Nakuti (Fear Arrousing Technique)
Komunikasi Persuasif Atasan (X3) dengan Sikap Patuh
Anggota dalam Bekerja (Y)
α = 5%
Statistik uji :
2
21
r ntr−=
−, derajat bebas = n-2
Kriteria uji: 1. Terima H0 jika – t tabel � t hitung � t tabel
����
�
2. Tolak H0 jika t hitung < - t tabel atau t hitung > t tabel
Kesimpulan:
Berdasarkan tabel di atas diperoleh nilai t hitung sebesar 3,68 sedangkan
t tabel sebesar ± 2,02. Dikarenakan t hitung (3,68) > t tabel (2,02) maka H0
ditolak, artinya terdapat hubungan yang signifikan antara variabel Teknik
Menakut-Nakuti (Fear Arrousing Technique) Komunikasi Persuasif Atasan (X3)
dengan Sikap Patuh Anggota dalam Bekerja (Y).
Koefisien korelasi tersebut bernilai positif 0,503 yang berarti terdapat
hubungan positif yang cukup kuat antara variabel X3 dengan variabel Y. Artinya,
semakin baik Teknik Menakut-Nakuti (Fear Arrousing Technique) Komunikasi
Persuasif Atasan (X3) maka semakin tinggi pula Sikap Patuh Anggota dalam
Bekerja (Y).
Berdasarkan hasil perhitungan diperoleh nilai koefisien determinasi (KD)
sebesar 25,30%. Hal ini menunjukkan bahwa sebesar 25,30% variansi dari Sikap
Patuh Anggota dalam Bekerja (Y) dapat dijelaskan oleh Teknik Menakut-Nakuti
(Fear Arrousing Technique) Komunikasi Persuasif Atasan (X3), sedangkan
sisanya sebesar 74,70% Sikap Patuh Anggota dalam Bekerja (Y) dapat dijelaskan
oleh variabel lainnya.
Teknik Komunikasi Persuasif yang berlangsung atasan-bawahan
mempengaruhi kinerja karyawan yang terjadi. Atasan dan bawahan memiliki
perbedaan psikoligis namun kedua belah pihak berusaha untuk menyatukan hal
tersebut dengan keterbukaan, empati, sikap mendukung, sikap positif dan
�� �
�
kesetaraan agar terjalinnya hubungan kerja yang baik, sehingga kinerja yang
dihasilkan menjadi lebih baik pula.
4.5.5 Hubungan Antara Teknik Tataan (Icing Device Technique)
Komunikasi Persuasif Atasan (X4) dengan Sikap Patuh Anggota dalam
Bekerja (Y)
Berikut adalah hasil perhitungan analisis korelasi dengan menggunakan
software SPSS 17.0 untuk menghitung korelasi antara Teknik Tataan (Icing
Device Technique) Komunikasi Persuasif Atasan (X4) dengan Sikap Patuh
Anggota dalam Bekerja (Y).
Tabel Analisis Korelasi
Korelasi rs t
hitung db t
tabel Sig Keputusan Kesimpulan KD=r2x100%X4 dan
Y 0,867 11,00 40 ±
2,02 0,000 Ho ditolak Signifikan 75,17% Berdasarkan tabel di atas diperoleh nilai koefisien korelasi rank spearman
(rs) sebesar 0,867. Untuk memperoleh kesimpulan, perlu dilakukan pengujian
terhadap koefisien korelasi yang diperoleh untuk mengetahui apakah ada
hubungan yang signifikan di antara variabel X4 dan variabel Y. Hipotesis yang
akan diuji adalah:
H0 : � = 0 ; Artinya tidak terdapat hubungan yang signifikan antara variabel
Teknik Tataan (Icing Device Technique) Komunikasi Persuasif
Atasan (X4) dengan Sikap Patuh Anggota dalam Bekerja (Y)
����
�
H1 : � � 0 ; Artinya terdapat hubungan yang signifikan antara variabel
Teknik Tataan (Icing Device Technique) Komunikasi Persuasif
Atasan (X4) dengan Sikap Patuh Anggota dalam Bekerja (Y)
α = 5%
Statistik uji :
2
21
r ntr−=
−, derajat bebas = n-2
Kriteria uji: 1. Terima H0 jika – t tabel � t hitung � t tabel
2. Tolak H0 jika t hitung < - t tabel atau t hitung > t tabel
Kesimpulan:
Berdasarkan tabel di atas diperoleh nilai t hitung sebesar 11,00
sedangkan t tabel sebesar ± 2,02. Dikarenakan t hitung (11,00) > t tabel (2,02)
maka H0 ditolak, artinya terdapat hubungan yang signifikan antara variabel
Teknik Tataan (Icing Device Technique) Komunikasi Persuasif Atasan (X4)
dengan Sikap Patuh Anggota dalam Bekerja (Y).
Koefisien korelasi tersebut bernilai positif 0,867 yang berarti terdapat
hubungan positif yang kuat antara variabel X4 dengan variabel Y. Artinya,
semakin baik Teknik Tataan (Icing Device Technique) Komunikasi Persuasif
Atasan (X4) maka semakin tinggi pula Sikap Patuh Anggota dalam Bekerja (Y).
Berdasarkan hasil perhitungan diperoleh nilai koefisien determinasi (KD)
sebesar 75,17%. Hal ini menunjukkan bahwa sebesar 75,17% variansi dari Sikap
����
�
Patuh Anggota dalam Bekerja (Y) dapat dijelaskan oleh Teknik Tataan (Icing
Device Technique) Komunikasi Persuasif Atasan (X4), sedangkan sisanya
sebesar 24,83% Sikap Patuh Anggota dalam Bekerja (Y) dapat dijelaskan oleh
variabel lainnya.
Teknik Komunikasi Persuasif yang berlangsung atasan-bawahan
mempengaruhi kinerja karyawan yang terjadi. Atasan dan bawahan memiliki
perbedaan psikoligis namun kedua belah pihak berusaha untuk menyatukan hal
tersebut dengan keterbukaan, empati, sikap mendukung, sikap positif dan
kesetaraan agar terjalinnya hubungan kerja yang baik, sehingga kinerja yang
dihasilkan menjadi lebih baik pula.
4.5.6 Hubungan Antara Teknik Integrasi (Integration Technique)
Komunikasi Persuasif Atasan (X1) dengan Aspek Kognitif Anggota dalam
Bekerja (Y1)
Berikut adalah hasil perhitungan analisis korelasi dengan menggunakan
software SPSS 17.0 untuk menghitung korelasi antara Teknik Integrasi
(Integration Technique) Komunikasi Persuasif Atasan (X1) dengan Aspek
Kognitif Anggota dalam Bekerja (Y1).
Tabel Analisis Korelasi
Korelasi rs t
hitung db t
tabel Sig Keputusan Kesimpulan KD=r2x100%X1 dan
Y1 0,486 3,52 40 ±
2,02 0,001 Ho ditolak Signifikan 23,62%
Berdasarkan tabel di atas diperoleh nilai koefisien korelasi rank spearman
(rs) sebesar 0,486. Untuk memperoleh kesimpulan, perlu dilakukan pengujian
����
�
terhadap koefisien korelasi yang diperoleh untuk mengetahui apakah ada
hubungan yang signifikan di antara variabel X1 dan variabel Y1. Hipotesis yang
akan diuji adalah:
H0 : � = 0 ; Artinya tidak terdapat hubungan yang signifikan antara variabel
Teknik Integrasi (Integration Technique) Komunikasi Persuasif
Atasan (X1) dengan Aspek Kognitif Anggota dalam Bekerja
(Y1)
H1 : � � 0 ; Artinya terdapat hubungan yang signifikan antara variabel
Teknik Integrasi (Integration Technique) Komunikasi Persuasif
Atasan (X1) dengan Aspek Kognitif Anggota dalam Bekerja
(Y1)
α = 5%
Statistik uji :
2
21
r ntr−=
−, derajat bebas = n-2
Kriteria uji: 1. Terima H0 jika – t tabel � t hitung � t tabel
2. Tolak H0 jika t hitung < - t tabel atau t hitung > t tabel
Kesimpulan:
Berdasarkan tabel di atas diperoleh nilai t hitung sebesar 3,52 sedangkan
t tabel sebesar ± 2,02. Dikarenakan t hitung (3,52) > t tabel (2,02) maka H0
ditolak, artinya terdapat hubungan yang signifikan antara variabel Teknik
����
�
Integrasi (Integration Technique) Komunikasi Persuasif Atasan (X1) dengan
Aspek Kognitif Anggota dalam Bekerja (Y1).
Koefisien korelasi tersebut bernilai positif 0,486 yang berarti terdapat
hubungan positif yang cukup kuat antara variabel X1 dengan variabel Y1.
Artinya, semakin baik Teknik Integrasi (Integration Technique) Komunikasi
Persuasif Atasan (X1) maka semakin tinggi pula Aspek Kognitif Anggota dalam
Bekerja (Y1).
Berdasarkan hasil perhitungan diperoleh nilai koefisien determinasi (KD)
sebesar 23,62%. Hal ini menunjukkan bahwa sebesar 23,62% variansi dari Aspek
Kognitif Anggota dalam Bekerja (Y1) dapat dijelaskan oleh Teknik Integrasi
(Integration Technique) Komunikasi Persuasif Atasan (X1), sedangkan sisanya
sebesar 76,38% Aspek Kognitif Anggota dalam Bekerja (Y1) dapat dijelaskan
oleh variabel lainnya.
Teknik Komunikasi Persuasif yang berlangsung atasan-bawahan
mempengaruhi kinerja anggota yang terjadi. Atasan dan bawahan memiliki
perbedaan psikoligis namun kedua belah pihak berusaha untuk menyatukan hal
tersebut dengan keterbukaan, empati, sikap mendukung, sikap positif dan
kesetaraan agar terjalinnya hubungan kerja yang baik, sehingga kinerja yang
dihasilkan menjadi lebih baik pula.
����
�
4.5.7 Hubungan Antara Teknik Integrasi (Integration Technique)
Komunikasi Persuasif Atasan (X1) dengan Aspek Afektif Anggota dalam
Bekerja (Y2)
Berikut adalah hasil perhitungan analisis korelasi dengan menggunakan
software SPSS 17.0 untuk menghitung korelasi antara Teknik Integrasi
(Integration Technique) Komunikasi Persuasif Atasan (X1) dengan Aspek
Afektif Anggota dalam Bekerja (Y2).
Tabel Analisis Korelasi
Korelasi rs t
hitung db t
tabel Sig Keputusan Kesimpulan KD=r2x100%X1 dan
Y2 0,230 1,50 40 ±
2,02 0,142 Ho
diterima Tidak
Signifikan 5,30%
Berdasarkan tabel di atas diperoleh nilai koefisien korelasi rank spearman
(rs) sebesar 0,230. Untuk memperoleh kesimpulan, perlu dilakukan pengujian
terhadap koefisien korelasi yang diperoleh untuk mengetahui apakah ada
hubungan yang signifikan di antara variabel X1 dan variabel Y2. Hipotesis yang
akan diuji adalah:
H0 : � = 0 ; Artinya tidak terdapat hubungan yang signifikan antara variabel
Teknik Integrasi (Integration Technique) Komunikasi Persuasif
Atasan (X1) dengan Aspek Afektif Anggota dalam Bekerja
(Y2)
H1 : � � 0 ; Artinya terdapat hubungan yang signifikan antara variabel
Teknik Integrasi (Integration Technique) Komunikasi Persuasif
Atasan (X1) dengan Aspek Afektif Anggota dalam Bekerja
(Y2)
���
�
α = 5%
Statistik uji :
2
21
r ntr−=
−, derajat bebas = n-2
Kriteria uji: 1. Terima H0 jika – t tabel � t hitung � t tabel
2. Tolak H0 jika t hitung < - t tabel atau t hitung > t tabel
Kesimpulan:
Berdasarkan tabel di atas diperoleh nilai t hitung sebesar 1,50 sedangkan
t tabel sebesar ± 2,02. Dikarenakan t hitung (1,50) < t tabel (2,02) maka H0
diterima, artinya tidak terdapat hubungan yang signifikan antara variabel Teknik
Integrasi (Integration Technique) Komunikasi Persuasif Atasan (X1) dengan
Aspek Afektif Anggota dalam Bekerja (Y2).
Koefisien korelasi tersebut bernilai positif 0,230 yang berarti hubungan
yang terjadi antara variabel X1 dengan variabel Y2 adalah positif namun lemah
dan tidak signifikan. Artinya, semakin baik Teknik Integrasi (Integration
Technique) Komunikasi Persuasif Atasan (X3) maka belum tentu akan diikuti
oleh semakin tingginya Aspek Afektif Anggota dalam Bekerja (Y2).
Berdasarkan hasil perhitungan diperoleh nilai koefisien determinasi (KD)
sebesar 5,30%. Hal ini menunjukkan bahwa hanya sebesar 5,30% variansi dari
Aspek Afektif Anggota dalam Bekerja (Y2) dapat dijelaskan oleh Teknik
Integrasi (Integration Technique) Komunikasi Persuasif Atasan (X1), sedangkan
���
�
sisanya sebesar 94,70% Aspek Afektif Anggota dalam Bekerja (Y2) dapat
dijelaskan oleh variabel lainnya.
4.5.8 Hubungan Antara Teknik Integrasi (Integration Technique)
Komunikasi Persuasif Atasan (X1) dengan Aspek Konatif Anggota dalam
Bekerja (Y3)
Berikut adalah hasil perhitungan analisis korelasi dengan menggunakan
software SPSS 17.0 untuk menghitung korelasi antara Teknik Integrasi
(Integration Technique) Komunikasi Persuasif Atasan (X1) dengan Aspek
Konatif Anggota dalam Bekerja (Y3).
Tabel Analisis Korelasi
Korelasi rs t
hitung db t
tabel Sig Keputusan Kesimpulan KD=r2x100%X1 dan
Y3 0,343 2,31 40 ±
2,02 0,026 Ho ditolak Signifikan 11,76%
Berdasarkan tabel di atas diperoleh nilai koefisien korelasi rank spearman
(rs) sebesar 0,343. Untuk memperoleh kesimpulan, perlu dilakukan pengujian
terhadap koefisien korelasi yang diperoleh untuk mengetahui apakah ada
hubungan yang signifikan di antara variabel X1 dan variabel Y3. Hipotesis yang
akan diuji adalah:
H0 : � = 0 ; Artinya tidak terdapat hubungan yang signifikan antara variabel
Teknik Integrasi (Integration Technique) Komunikasi Persuasif
Atasan (X1) dengan Aspek Konatif Anggota dalam Bekerja
(Y3)
����
�
H1 : � � 0 ; Artinya terdapat hubungan yang signifikan antara variabel
Teknik Integrasi (Integration Technique) Komunikasi Persuasif
Atasan (X1) dengan Aspek Konatif Anggota dalam Bekerja
(Y3)
α = 5%
Statistik uji :
2
21
r ntr−=
−, derajat bebas = n-2
Kriteria uji: 1. Terima H0 jika – t tabel � t hitung � t tabel
2. Tolak H0 jika t hitung < - t tabel atau t hitung > t tabel
Kesimpulan:
Berdasarkan tabel di atas diperoleh nilai t hitung sebesar 2,31 sedangkan
t tabel sebesar ± 2,02. Dikarenakan t hitung (2,31) > t tabel (2,02) maka H0
ditolak, artinya terdapat hubungan yang signifikan antara variabel Teknik
Integrasi (Integration Technique) Komunikasi Persuasif Atasan (X1) dengan
Aspek Konatif Anggota dalam Bekerja (Y3).
Koefisien korelasi tersebut bernilai positif 0,343 yang berarti terdapat
hubungan positif yang lemah antara variabel X1 dengan variabel Y3. Artinya,
semakin baik Teknik Integrasi (Integration Technique) Komunikasi Persuasif
Atasan (X1) maka semakin tinggi pula Aspek Konatif Anggota dalam Bekerja
(Y3).
����
�
Berdasarkan hasil perhitungan diperoleh nilai koefisien determinasi (KD)
sebesar 11,76%. Hal ini menunjukkan bahwa sebesar 11,76% variansi dari Aspek
Konatif Anggota dalam Bekerja (Y3) dapat dijelaskan oleh Teknik Integrasi
(Integration Technique) Komunikasi Persuasif Atasan (X1), sedangkan sisanya
sebesar 88,24% Aspek Konatif Anggota dalam Bekerja (Y3) dapat dijelaskan oleh
variabel lainnya.
4.5.9 Hubungan Antara Teknik Iming-Imingi (Pay Off) Komunikasi
Persuasif Atasan (X2) dengan Aspek Kognitif Anggota dalam Bekerja (Y1)
Berikut adalah hasil perhitungan analisis korelasi dengan menggunakan
software SPSS 17.0 untuk menghitung korelasi antara Teknik Iming-Iming (Pay
Off) Komunikasi Persuasif Atasan (X2) dengan Aspek Kognitif Anggota dalam
Bekerja (Y1).
Tabel Analisis Korelasi
Korelasi rs t
hitung db t
tabel Sig Keputusan Kesimpulan KD=r2x100%X2 dan
Y1 0,492 3,57 40 ±
2,02 0,001 Ho ditolak Signifikan 24,21%
Berdasarkan tabel di atas diperoleh nilai koefisien korelasi rank spearman
(rs) sebesar 0,492. Untuk memperoleh kesimpulan, perlu dilakukan pengujian
terhadap koefisien korelasi yang diperoleh untuk mengetahui apakah ada
hubungan yang signifikan di antara variabel X2 dan variabel Y1. Hipotesis yang
akan diuji adalah:
�� �
�
H0 : � = 0 ; Artinya tidak terdapat hubungan yang signifikan antara variabel
Teknik Iming-Iming (Pay Off) Komunikasi Persuasif Atasan
(X2) dengan Aspek Kognitif Anggota dalam Bekerja (Y1)
H1 : � � 0 ; Artinya terdapat hubungan yang signifikan antara variabel
Teknik Iming-Iming (Pay Off) Komunikasi Persuasif Atasan
(X2) dengan Aspek Kognitif Anggota dalam Bekerja (Y1)
α = 5%
Statistik uji :
2
21
r ntr−=
−, derajat bebas = n-2
Kriteria uji: 1. Terima H0 jika – t tabel � t hitung � t tabel
2. Tolak H0 jika t hitung < - t tabel atau t hitung > t tabel
Kesimpulan:
Berdasarkan tabel di atas diperoleh nilai t hitung sebesar 3,57 sedangkan
t tabel sebesar ± 2,02. Dikarenakan t hitung (3,57) > t tabel (2,02) maka H0
ditolak, artinya terdapat hubungan yang signifikan antara variabel Teknik Iming-
Iming (Pay Off) Komunikasi Persuasif Atasan (X2) dengan Aspek Kognitif
Anggota dalam Bekerja (Y1).
Koefisien korelasi tersebut bernilai positif 0,492 yang berarti terdapat
hubungan positif yang cukup kuat antara variabel X2 dengan variabel Y1.
Artinya, semakin baik Teknik Iming-Iming (Pay Off) Komunikasi Persuasif
����
�
Atasan (X2) maka semakin tinggi pula Aspek Kognitif Anggota dalam Bekerja
(Y1).
Berdasarkan hasil perhitungan diperoleh nilai koefisien determinasi (KD)
sebesar 24,21%. Hal ini menunjukkan bahwa sebesar 24,21% variansi dari Aspek
Kognitif Anggota dalam Bekerja (Y1) dapat dijelaskan oleh Teknik Iming-Iming
(Pay Off) Komunikasi Persuasif Atasan (X2), sedangkan sisanya sebesar 75,79%
Aspek Kognitif Anggota dalam Bekerja (Y1) dapat dijelaskan oleh variabel
lainnya.
4.5.10 Hubungan Antara Teknik Iming-Imingi (Pay Off) Komunikasi
Persuasif Atasan (X2) dengan Aspek Afektif Anggota dalam Bekerja (Y2)
Berikut adalah hasil perhitungan analisis korelasi dengan menggunakan
software SPSS 17.0 untuk menghitung korelasi antara Teknik Iming-Iming (Pay
Off) Komunikasi Persuasif Atasan (X2) dengan Aspek Afektif Anggota dalam
Bekerja (Y2).
Tabel Analisis Korelasi
Korelasi rs t
hitung db t
tabel Sig Keputusan Kesimpulan KD=r2x100%X2 dan
Y2 0,515 3,80 40 ±
2,02 0,000 Ho ditolak Signifikan 26,52%
Berdasarkan tabel di atas diperoleh nilai koefisien korelasi rank spearman
(rs) sebesar 0,515. Untuk memperoleh kesimpulan, perlu dilakukan pengujian
terhadap koefisien korelasi yang diperoleh untuk mengetahui apakah ada
hubungan yang signifikan di antara variabel X2 dan variabel Y2. Hipotesis yang
akan diuji adalah:
���
�
H0 : � = 0 ; Artinya tidak terdapat hubungan yang signifikan antara variabel
Teknik Iming-Iming (Pay Off) Komunikasi Persuasif Atasan
(X2) dengan Aspek Afektif Anggota dalam Bekerja (Y2)
H1 : � � 0 ; Artinya terdapat hubungan yang signifikan antara variabel
Teknik Iming-Iming (Pay Off) Komunikasi Persuasif Atasan
(X2) dengan Aspek Afektif Anggota dalam Bekerja (Y2)
α = 5%
Statistik uji :
2
21
r ntr−=
−, derajat bebas = n-2
Kriteria uji: 1. Terima H0 jika – t tabel � t hitung � t tabel
2. Tolak H0 jika t hitung < - t tabel atau t hitung > t tabel
Kesimpulan:
Berdasarkan tabel di atas diperoleh nilai t hitung sebesar 3,80 sedangkan
t tabel sebesar ± 2,02. Dikarenakan t hitung (3,80) > t tabel (2,02) maka H0
ditolak, artinya terdapat hubungan yang signifikan antara variabel Teknik Iming-
Iming (Pay Off) Komunikasi Persuasif Atasan (X2) dengan Aspek Afektif
Anggota dalam Bekerja (Y2).
Koefisien korelasi tersebut bernilai positif 0,515 yang berarti terdapat
hubungan positif yang cukup kuat antara variabel X2 dengan variabel Y2.
Artinya, semakin baik Teknik Iming-Iming (Pay Off) Komunikasi Persuasif
���
�
Atasan (X2) maka semakin tinggi pula Aspek Afektif Anggota dalam Bekerja
(Y2).
Berdasarkan hasil perhitungan diperoleh nilai koefisien determinasi (KD)
sebesar 26,52%. Hal ini menunjukkan bahwa sebesar 26,52% variansi dari Aspek
Afektif Anggota dalam Bekerja (Y2) dapat dijelaskan oleh Teknik Iming-Iming
(Pay Off) Komunikasi Persuasif Atasan (X2), sedangkan sisanya sebesar 73,48%
Aspek Afektif Anggota dalam Bekerja (Y2) dapat dijelaskan oleh variabel
lainnya.
4.5.11 Hubungan Antara Teknik Iming-Imingi (Pay Off) Komunikasi
Persuasif Atasan (X2) dengan Aspek Konatif Anggota dalam Bekerja (Y3)
Berikut adalah hasil perhitungan analisis korelasi dengan menggunakan
software SPSS 17.0 untuk menghitung korelasi antara Teknik Iming-Iming (Pay
Off) Komunikasi Persuasif Atasan (X2) dengan Aspek Konatif Anggota dalam
Bekerja (Y3).
Tabel Analisis Korelasi
Korelasi rs t
hitung db t
tabel Sig Keputusan Kesimpulan KD=r2x100%X2 dan
Y3 0,369 2,51 40 ±
2,02 0,016 Ho ditolak Signifikan 13,62%
Berdasarkan tabel di atas diperoleh nilai koefisien korelasi rank spearman
(rs) sebesar 0,369. Untuk memperoleh kesimpulan, perlu dilakukan pengujian
terhadap koefisien korelasi yang diperoleh untuk mengetahui apakah ada
hubungan yang signifikan di antara variabel X2 dan variabel Y3. Hipotesis yang
akan diuji adalah:
���
�
H0 : � = 0 ; Artinya tidak terdapat hubungan yang signifikan antara variabel
Teknik Iming-Iming (Pay Off) Komunikasi Persuasif Atasan
(X2) dengan Aspek Konatif Anggota dalam Bekerja (Y3)
H1 : � � 0 ; Artinya terdapat hubungan yang signifikan antara variabel
Teknik Iming-Iming (Pay Off) Komunikasi Persuasif Atasan
(X2) dengan Aspek Konatif Anggota dalam Bekerja (Y3)
α = 5%
Statistik uji :
2
21
r ntr−=
−, derajat bebas = n-2
Kriteria uji: 1. Terima H0 jika – t tabel � t hitung � t tabel
2. Tolak H0 jika t hitung < - t tabel atau t hitung > t tabel
Kesimpulan:
Berdasarkan tabel di atas diperoleh nilai t hitung sebesar 2,51 sedangkan
t tabel sebesar ± 2,02. Dikarenakan t hitung (2,51) > t tabel (2,02) maka H0
ditolak, artinya terdapat hubungan yang signifikan antara variabel Teknik Iming-
Iming (Pay Off) Komunikasi Persuasif Atasan (X2) dengan Aspek Konatif
Anggota dalam Bekerja (Y3).
Koefisien korelasi tersebut bernilai positif 0,369 yang berarti terdapat
hubungan positif yang lemah antara variabel X2 dengan variabel Y3. Artinya,
���
�
semakin baik Teknik Iming-Iming (Pay Off) Komunikasi Persuasif Atasan (X2)
maka semakin tinggi pula Aspek Konatif Anggota dalam Bekerja (Y3).
Berdasarkan hasil perhitungan diperoleh nilai koefisien determinasi (KD)
sebesar 13,62%. Hal ini menunjukkan bahwa sebesar 13,62% variansi dari Aspek
Konatif Anggota dalam Bekerja (Y3) dapat dijelaskan oleh Teknik Iming-Iming
(Pay Off) Komunikasi Persuasif Atasan (X2), sedangkan sisanya sebesar 86,38%
Aspek Konatif Anggota dalam Bekerja (Y3) dapat dijelaskan oleh variabel
lainnya.
4.5.12 Hubungan Antara Teknik Menakut-Nakuti (Fear Arrousing
Technique) Komunikasi Persuasif Atasan (X3) dengan Aspek Kognitif
Anggota dalam Bekerja (Y1)
Berikut adalah hasil perhitungan analisis korelasi dengan menggunakan
software SPSS 17.0 untuk menghitung korelasi antara Teknik Menakut-Nakuti
(Fear Arrousing Technique) Komunikasi Persuasif Atasan (X3) dengan Aspek
Kognitif Anggota dalam Bekerja (Y1).
Tabel Analisis Korelasi
Korelasi rs t
hitung db t
tabel Sig Keputusan Kesimpulan KD=r2x100%X3 dan
Y1 0,392 2,69 40 ±
2,02 0,010 Ho ditolak Signifikan 15,37%
Berdasarkan tabel di atas diperoleh nilai koefisien korelasi rank spearman
(rs) sebesar 0,392. Untuk memperoleh kesimpulan, perlu dilakukan pengujian
terhadap koefisien korelasi yang diperoleh untuk mengetahui apakah ada
��
�
hubungan yang signifikan di antara variabel X3 dan variabel Y1. Hipotesis yang
akan diuji adalah:
H0 : � = 0 ; Artinya tidak terdapat hubungan yang signifikan antara variabel
Teknik Menakut-Nakuti (Fear Arrousing Technique)
Komunikasi Persuasif Atasan (X3) dengan Aspek Kognitif
Anggota dalam Bekerja (Y1)
H1 : � � 0 ; Artinya terdapat hubungan yang signifikan antara variabel
Teknik Menakut-Nakuti (Fear Arrousing Technique)
Komunikasi Persuasif Atasan (X3) dengan Aspek Kognitif
Anggota dalam Bekerja (Y1)
α = 5%
Statistik uji :
2
21
r ntr−=
−, derajat bebas = n-2
Kriteria uji: 1. Terima H0 jika – t tabel � t hitung � t tabel
2. Tolak H0 jika t hitung < - t tabel atau t hitung > t tabel
Kesimpulan:
Berdasarkan tabel di atas diperoleh nilai t hitung sebesar 2,69 sedangkan
t tabel sebesar ± 2,02. Dikarenakan t hitung (2,69) > t tabel (2,02) maka H0
ditolak, artinya terdapat hubungan yang signifikan antara variabel Teknik
��
�
Menakut-Nakuti (Fear Arrousing Technique) Komunikasi Persuasif Atasan (X3)
dengan Aspek Kognitif Anggota dalam Bekerja (Y1).
Koefisien korelasi tersebut bernilai positif 0,392 yang berarti terdapat
hubungan positif yang lemah antara variabel X3 dengan variabel Y1. Artinya,
semakin baik Teknik Menakut-Nakuti (Fear Arrousing Technique) Komunikasi
Persuasif Atasan (X3) maka semakin tinggi pula Aspek Kognitif Anggota dalam
Bekerja (Y1).
Berdasarkan hasil perhitungan diperoleh nilai koefisien determinasi (KD)
sebesar 15,37%. Hal ini menunjukkan bahwa sebesar 15,37% variansi dari Aspek
Kognitif Anggota dalam Bekerja (Y1) dapat dijelaskan oleh Teknik Menakut-
Nakuti (Fear Arrousing Technique) Komunikasi Persuasif Atasan (X3),
sedangkan sisanya sebesar 84,63% Aspek Kognitif Anggota dalam Bekerja (Y1)
dapat dijelaskan oleh variabel lainnya.
4.5.13 Hubungan Antara Teknik Menakut-Nakuti (Fear Arrousing
Technique) Komunikasi Persuasif Atasan (X3) dengan Aspek Afektif
Anggota dalam Bekerja (Y2)
Berikut adalah hasil perhitungan analisis korelasi dengan menggunakan
software SPSS 17.0 untuk menghitung korelasi antara Teknik Menakut-Nakuti
(Fear Arrousing Technique) Komunikasi Persuasif Atasan (X3) dengan Aspek
Afektif Anggota dalam Bekerja (Y2).
���
�
Tabel Analisis Korelasi
Korelasi rs t
hitung db t
tabel Sig Keputusan Kesimpulan KD=r2x100%X3 dan
Y2 0,427 2,99 40 ±
2,02 0,005 Ho ditolak Signifikan 18,23%
Berdasarkan tabel di atas diperoleh nilai koefisien korelasi rank spearman
(rs) sebesar 0,427. Untuk memperoleh kesimpulan, perlu dilakukan pengujian
terhadap koefisien korelasi yang diperoleh untuk mengetahui apakah ada
hubungan yang signifikan di antara variabel X3 dan variabel Y2. Hipotesis yang
akan diuji adalah:
H0 : � = 0 ; Artinya tidak terdapat hubungan yang signifikan antara variabel
Teknik Menakut-Nakuti (Fear Arrousing Technique)
Komunikasi Persuasif Atasan (X3) dengan Aspek Afektif
Anggota dalam Bekerja (Y2)
H1 : � � 0 ; Artinya terdapat hubungan yang signifikan antara variabel
Teknik Menakut-Nakuti (Fear Arrousing Technique)
Komunikasi Persuasif Atasan (X3) dengan Aspek Afektif
Anggota dalam Bekerja (Y2)
α = 5%
Statistik uji :
2
21
r ntr−=
−, derajat bebas = n-2
Kriteria uji: 1. Terima H0 jika – t tabel � t hitung � t tabel
���
�
2. Tolak H0 jika t hitung < - t tabel atau t hitung > t tabel
Kesimpulan:
Berdasarkan tabel di atas diperoleh nilai t hitung sebesar 2,99 sedangkan
t tabel sebesar ± 2,02. Dikarenakan t hitung (2,99) > t tabel (2,02) maka H0
ditolak, artinya terdapat hubungan yang signifikan antara variabel Teknik
Menakut-Nakuti (Fear Arrousing Technique) Komunikasi Persuasif Atasan (X3)
dengan Aspek Afektif Anggota dalam Bekerja (Y2).
Koefisien korelasi tersebut bernilai positif 0,427 yang berarti terdapat
hubungan positif yang cukup kuat antara variabel X3 dengan variabel Y2.
Artinya, semakin baik Teknik Menakut-Nakuti (Fear Arrousing Technique)
Komunikasi Persuasif Atasan (X3) maka semakin tinggi pula Aspek Afektif
Anggota dalam Bekerja (Y2).
Berdasarkan hasil perhitungan diperoleh nilai koefisien determinasi (KD)
sebesar 18,23%. Hal ini menunjukkan bahwa sebesar 18,23% variansi dari Aspek
Afektif Anggota dalam Bekerja (Y2) dapat dijelaskan oleh Teknik Menakut-
Nakuti (Fear Arrousing Technique) Komunikasi Persuasif Atasan (X3),
sedangkan sisanya sebesar 81,77% Aspek Afektif Anggota dalam Bekerja (Y2)
dapat dijelaskan oleh variabel lainnya.
� �
�
4.5.14 Hubungan Antara Teknik Menakut-Nakuti (Fear Arrousing
Technique) Komunikasi Persuasif Atasan (X3) dengan Aspek Konatif
Anggota dalam Bekerja (Y3)
Berikut adalah hasil perhitungan analisis korelasi dengan menggunakan
software SPSS 17.0 untuk menghitung korelasi antara Teknik Menakut-Nakuti
(Fear Arrousing Technique) Komunikasi Persuasif Atasan (X3) dengan Aspek
Konatif Anggota dalam Bekerja (Y3).
Tabel Analisis Korelasi
Korelasi rs t
hitung db t
tabel Sig Keputusan Kesimpulan KD=r2x100%X3 dan
Y3 0,277 1,82 40 ± 2,02 0,076 Ho
diterima Tidak
Signifikan 7,67%
Berdasarkan tabel di atas diperoleh nilai koefisien korelasi rank spearman
(rs) sebesar 0,277. Untuk memperoleh kesimpulan, perlu dilakukan pengujian
terhadap koefisien korelasi yang diperoleh untuk mengetahui apakah ada
hubungan yang signifikan di antara variabel X3 dan variabel Y3. Hipotesis yang
akan diuji adalah:
H0 : � = 0 ; Artinya tidak terdapat hubungan yang signifikan antara variabel
Teknik Menakut-Nakuti (Fear Arrousing Technique)
Komunikasi Persuasif Atasan (X3) dengan Aspek Konatif
Anggota dalam Bekerja (Y3)
H1 : � � 0 ; Artinya terdapat hubungan yang signifikan antara variabel
Teknik Menakut-Nakuti (Fear Arrousing Technique)
���
�
Komunikasi Persuasif Atasan (X3) dengan Aspek Konatif
Anggota dalam Bekerja (Y3)
α = 5%
Statistik uji :
2
21
r ntr−=
−, derajat bebas = n-2
Kriteria uji: 1. Terima H0 jika – t tabel � t hitung � t tabel
2. Tolak H0 jika t hitung < - t tabel atau t hitung > t tabel
Kesimpulan:
Berdasarkan tabel di atas diperoleh nilai t hitung sebesar 1,82 sedangkan
t tabel sebesar ± 2,02. Dikarenakan t hitung (1,82) < t tabel (2,02) maka H0
diterima, artinya tidak terdapat hubungan yang signifikan antara variabel Teknik
Menakut-Nakuti (Fear Arrousing Technique) Komunikasi Persuasif Atasan (X3)
dengan Aspek Konatif Anggota dalam Bekerja (Y3).
Koefisien korelasi tersebut bernilai positif 0,277 yang berarti hubungan
yang terjadi antara variabel X3 dengan variabel Y3 adalah positif namun lemah
dan tidak signifikan. Artinya, semakin baik Teknik Menakut-Nakuti (Fear
Arrousing Technique) Komunikasi Persuasif Atasan (X3) maka belum tentu akan
diikuti oleh semakin tingginya Aspek Konatif Anggota dalam Bekerja (Y3).
Berdasarkan hasil perhitungan diperoleh nilai koefisien determinasi (KD)
sebesar 7,67%. Hal ini menunjukkan bahwa hanya sebesar 7,67% variansi dari
���
�
Aspek Konatif Anggota dalam Bekerja (Y3) dapat dijelaskan oleh Teknik
Menakut-Nakuti (Fear Arrousing Technique) Komunikasi Persuasif Atasan (X3),
sedangkan sisanya sebesar 92,33% Aspek Konatif Anggota dalam Bekerja (Y3)
dapat dijelaskan oleh variabel lainnya.
4.5.15 Hubungan Antara Teknik Tataan (Icing Device Technique)
Komunikasi Persuasif Atasan (X4) dengan Aspek Kognitif Anggota dalam
Bekerja (Y1)
Berikut adalah hasil perhitungan analisis korelasi dengan menggunakan
software SPSS 17.0 untuk menghitung korelasi antara Teknik Tataan (Icing
Device Technique) Komunikasi Persuasif Atasan (X4) dengan Aspek Kognitif
Anggota dalam Bekerja (Y1).
Tabel Analisis Korelasi
Korelasi rs t
hitung db t
tabel Sig Keputusan Kesimpulan KD=r2x100%X4 dan
Y1 0,732 6,80 40 ±
2,02 0,000 Ho ditolak Signifikan 53,58%
Berdasarkan tabel di atas diperoleh nilai koefisien korelasi rank spearman
(rs) sebesar 0,732. Untuk memperoleh kesimpulan, perlu dilakukan pengujian
terhadap koefisien korelasi yang diperoleh untuk mengetahui apakah ada
hubungan yang signifikan di antara variabel X4 dan variabel Y1. Hipotesis yang
akan diuji adalah:
H0 : � = 0 ; Artinya tidak terdapat hubungan yang signifikan antara variabel
Teknik Tataan (Icing Device Technique) Komunikasi Persuasif
���
�
Atasan (X4) dengan Aspek Kognitif Anggota dalam Bekerja
(Y1)
H1 : � � 0 ; Artinya terdapat hubungan yang signifikan antara variabel
Teknik Tataan (Icing Device Technique) Komunikasi Persuasif
Atasan (X4) dengan Aspek Kognitif Anggota dalam Bekerja
(Y1)
α = 5%
Statistik uji :
2
21
r ntr−=
−, derajat bebas = n-2
Kriteria uji: 1. Terima H0 jika – t tabel � t hitung � t tabel
2. Tolak H0 jika t hitung < - t tabel atau t hitung > t tabel
Kesimpulan:
Berdasarkan tabel di atas diperoleh nilai t hitung sebesar 6,80 sedangkan
t tabel sebesar ± 2,02. Dikarenakan t hitung (6,80) > t tabel (2,02) maka H0
ditolak, artinya terdapat hubungan yang signifikan antara variabel Teknik Tataan
(Icing Device Technique) Komunikasi Persuasif Atasan (X4) dengan Aspek
Kognitif Anggota dalam Bekerja (Y1).
Koefisien korelasi tersebut bernilai positif 0,732 yang berarti terdapat
hubungan positif yang kuat antara variabel X4 dengan variabel Y1. Artinya,
semakin baik Teknik Tataan (Icing Device Technique) Komunikasi Persuasif
���
�
Atasan (X4) maka semakin tinggi pula Aspek Kognitif Anggota dalam Bekerja
(Y1).
Berdasarkan hasil perhitungan diperoleh nilai koefisien determinasi (KD)
sebesar 53,58%. Hal ini menunjukkan bahwa sebesar 53,58% variansi dari Aspek
Kognitif Anggota dalam Bekerja (Y1) dapat dijelaskan oleh Teknik Tataan (Icing
Device Technique) Komunikasi Persuasif Atasan (X4), sedangkan sisanya
sebesar 46,42% Aspek Kognitif Anggota dalam Bekerja (Y1) dapat dijelaskan
oleh variabel lainnya.
4.5.16 Hubungan Antara Teknik Tataan (Icing Device Technique)
Komunikasi Persuasif Atasan (X4) dengan Aspek Afektif Anggota dalam
Bekerja (Y2)
Berikut adalah hasil perhitungan analisis korelasi dengan menggunakan
software SPSS 17.0 untuk menghitung korelasi antara Teknik Tataan (Icing
Device Technique) Komunikasi Persuasif Atasan (X4) dengan Aspek Afektif
Anggota dalam Bekerja (Y2).
Tabel Analisis Korelasi
Korelasi rs t
hitung db t
tabel Sig Keputusan Kesimpulan KD=r2x100%X4 dan
Y2 0,771 7,66 40 ± 2,02 0,000 Ho ditolak Signifikan 59,44%
Berdasarkan tabel di atas diperoleh nilai koefisien korelasi rank spearman
(rs) sebesar 0,771. Untuk memperoleh kesimpulan, perlu dilakukan pengujian
terhadap koefisien korelasi yang diperoleh untuk mengetahui apakah ada
���
�
hubungan yang signifikan di antara variabel X4 dan variabel Y2. Hipotesis yang
akan diuji adalah:
H0 : � = 0 ; Artinya tidak terdapat hubungan yang signifikan antara variabel
Teknik Tataan (Icing Device Technique) Komunikasi Persuasif
Atasan (X4) dengan Aspek Afektif Anggota dalam Bekerja
(Y2)
H1 : � � 0 ; Artinya terdapat hubungan yang signifikan antara variabel
Teknik Tataan (Icing Device Technique) Komunikasi Persuasif
Atasan (X4) dengan Aspek Afektif Anggota dalam Bekerja
(Y2)
α = 5%
Statistik uji :
2
21
r ntr−=
−, derajat bebas = n-2
Kriteria uji: 1. Terima H0 jika – t tabel � t hitung � t tabel
2. Tolak H0 jika t hitung < - t tabel atau t hitung > t tabel
Kesimpulan:
Berdasarkan tabel di atas diperoleh nilai t hitung sebesar 7,66 sedangkan
t tabel sebesar ± 2,02. Dikarenakan t hitung (7,66) > t tabel (2,02) maka H0
ditolak, artinya terdapat hubungan yang signifikan antara variabel Teknik Tataan
��
�
(Icing Device Technique) Komunikasi Persuasif Atasan (X4) dengan Aspek
Afektif Anggota dalam Bekerja (Y2).
Koefisien korelasi tersebut bernilai positif 0,771 yang berarti terdapat
hubungan positif yang kuat antara variabel X4 dengan variabel Y2. Artinya,
semakin baik Teknik Tataan (Icing Device Technique) Komunikasi Persuasif
Atasan (X4) maka semakin tinggi pula Aspek Afektif Anggota dalam Bekerja
(Y2).
Berdasarkan hasil perhitungan diperoleh nilai koefisien determinasi (KD)
sebesar 59,44%. Hal ini menunjukkan bahwa sebesar 59,44% variansi dari Aspek
Afektif Anggota dalam Bekerja (Y2) dapat dijelaskan oleh Teknik Tataan (Icing
Device Technique) Komunikasi Persuasif Atasan (X4), sedangkan sisanya
sebesar 40,56% Aspek Afektif Anggota dalam Bekerja (Y2) dapat dijelaskan oleh
variabel lainnya.
4.5.17 Hubungan Antara Teknik Tataan (Icing Device Technique)
Komunikasi Persuasif Atasan (X4) dengan Aspek Konatif Anggota dalam
Bekerja (Y3)
Berikut adalah hasil perhitungan analisis korelasi dengan menggunakan
software SPSS 17.0 untuk menghitung korelasi antara Teknik Tataan (Icing
Device Technique) Komunikasi Persuasif Atasan (X4) dengan Aspek Konatif
Anggota dalam Bekerja (Y3).
��
�
Tabel Analisis Korelasi
Korelasi rs t
hitung db t
tabel Sig Keputusan Kesimpulan KD=r2x100%X4 dan
Y3 0,646 5,35 40 ±
2,02 0,000 Ho ditolak Signifikan 41,73%
Berdasarkan tabel di atas diperoleh nilai koefisien korelasi rank spearman
(rs) sebesar 0,646. Untuk memperoleh kesimpulan, perlu dilakukan pengujian
terhadap koefisien korelasi yang diperoleh untuk mengetahui apakah ada
hubungan yang signifikan di antara variabel X4 dan variabel Y3. Hipotesis yang
akan diuji adalah:
H0 : � = 0 ; Artinya tidak terdapat hubungan yang signifikan antara variabel
Teknik Tataan (Icing Device Technique) Komunikasi Persuasif
Atasan (X4) dengan Aspek Konatif Anggota dalam Bekerja
(Y3)
H1 : � � 0 ; Artinya terdapat hubungan yang signifikan antara variabel
Teknik Tataan (Icing Device Technique) Komunikasi Persuasif
Atasan (X4) dengan Aspek Konatif Anggota dalam Bekerja
(Y3)
α = 5%
Statistik uji :
2
21
r ntr−=
−, derajat bebas = n-2
Kriteria uji: 1. Terima H0 jika – t tabel � t hitung � t tabel
���
�
2. Tolak H0 jika t hitung < - t tabel atau t hitung > t tabel
Kesimpulan:
Berdasarkan tabel di atas diperoleh nilai t hitung sebesar 5,35 sedangkan
t tabel sebesar ± 2,02. Dikarenakan t hitung (5,35) > t tabel (2,02) maka H0
ditolak, artinya terdapat hubungan yang signifikan antara variabel Teknik Tataan
(Icing Device Technique) Komunikasi Persuasif Atasan (X4) dengan Aspek
Konatif Anggota dalam Bekerja (Y3).
Koefisien korelasi tersebut bernilai positif 0,646 yang berarti terdapat
hubungan positif yang cukup kuat antara variabel X4 dengan variabel Y3.
Artinya, semakin baik Teknik Tataan (Icing Device Technique) Komunikasi
Persuasif Atasan (X4) maka semakin tinggi pula Aspek Konatif Anggota dalam
Bekerja (Y3).
Berdasarkan hasil perhitungan diperoleh nilai koefisien determinasi (KD)
sebesar 41,73%. Hal ini menunjukkan bahwa sebesar 41,73% variansi dari Aspek
Konatif Anggota dalam Bekerja (Y3) dapat dijelaskan oleh Teknik Tataan (Icing
Device Technique) Komunikasi Persuasif Atasan (X4), sedangkan sisanya
sebesar 58,27% Aspek Konatif Anggota dalam Bekerja (Y3) dapat dijelaskan oleh
variabel lainnya.
�
���
�
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian pada bab sebelumnya serta pembahasan yang
disertai teori-teori yang mendukung mengenai hubungan antara teknik komunikasi
persuasif atasan dengan sikap patuh anggota dalam bekerja, maka diperoleh
kesimpulan sebagai berikut :
1. Hasil pengujian hipotesis menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang
signifikan antara teknik komunikasi persuasif atasan (X) dengan sikap
patuh anggota dalam bekerja (Y). Hubungan yang terjadi merupakan
hubungan yang kuat, dimana peningkatan teknik komunikasi persuasif
atasan akan seiring dengan peningkatan sikap patuh anggota dalam
bekerja.
2. Hasil pengujian hipotesis menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang
signifikan antara teknik integrasi (integration technique) komunikasi
persuasif atasan (X1) dengan sikap patuh anggota dalam bekerja (Y).
Hubungan yang terjadi merupakan hubungan yang lemah, dimana
peningkatan teknik integrasi (integration technique) komunikasi persuasif
atasan akan seiring dengan peningkatan sikap patuh anggota dalam
bekerja.
� �
�
3. Hasil pengujian hipotesis menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang
signifikan antara teknik Iming-Imingi (Pay Off) komunikasi persuasif
atasan (X2) dengan sikap patuh anggota dalam bekerja (Y). Hubungan
yang terjadi merupakan hubungan yang cukup kuat, dimana peningkatan
teknik Iming-Imingi (Pay Off) komunikasi persuasif atasan akan seiring
dengan peningkatan sikap patuh anggota dalam bekerja.
4. Hasil pengujian hipotesis menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang
signifikan antara teknik Menakut-Nakuti (Fear Arrousing Technique)
komunikasi persuasif atasan (X3) dengan sikap patuh anggota dalam
bekerja (Y). Hubungan yang terjadi merupakan hubungan yang cukup
kuat, dimana peningkatan teknik Menakut-Nakuti (Fear Arrousing
Technique) komunikasi persuasif atasan akan seiring dengan peningkatan
sikap patuh anggota dalam bekerja.
5. Hasil pengujian hipotesis menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang
signifikan antara teknik Tataan (Icing Device Technique) komunikasi
persuasif atasan (X4) dengan sikap patuh anggota dalam bekerja (Y).
Hubungan yang terjadi merupakan hubungan yang kuat, dimana
peningkatan teknik Tataan (Icing Device Technique) komunikasi persuasif
atasan akan seiring dengan peningkatan sikap patuh anggota dalam
bekerja.
�
�
�
���
�
5.2 Saran
Dari hasil penelitian yang diperoleh dari para responden, maka penulis
mencoba untuk memberikan beberapa saran yaitu yang terdiri dari saran
pengembangan praktis dan saran pengembangan ilmu yang mungkin dapat
memotivasi Kasat Samapta untuk memberikan yang lebih baik lagi kepada setiap
anggotanya.
5.2.1 Saran Pengembangan Praktis
1. Sebaiknya ada baiknya kegiatan komunikasi yang dilaksanakan di
Polwiltabes bandung ditambahkan, supaya komunikasi yang
terjalin antar anggota dan atasan menjadi lebih baik lagi.
2. Sebaiknya atasan hendaknya menyesuaikan penggunaan bahasa
yang digunakan dalam memberikan pengarahan, instruksi atau
perintah dengan kondisi dan kapasitas anggota.
3. Sebaiknya para atasan perlu melakukan pemantauan terhadap
usaha yang dilakukan anggota dalam menyelesaikan suatu tugas,
serta tindakan evaluasi yang dilakukan secara berkesinambungan.
4. Sebaiknya mengingat hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat
hubungan positif antara teknik komunikasi persuasif atasan
dengan sikap patuh anggota dalam bekerja, maka sebaiknya atasan
senantiasa meningkatkan kualitas komunikasi yang disampaikan
dalam setiap kegiatan komunikasi.
����
�
5.2.2 Saran Pengembangan Ilmu
1. Sebaiknya peneliti memberi saran untuk calon-calon peneliti,
alangkah baiknya jika tema yang peneliti angkat dalam penelitian
ini dapat menjadi bahan penelitian bagi calon-calon peneliti namun
sebaiknya indikator dalam penelitian ini dijadikan sub judul
penelitian agar peneliti selanjutnya dapat membahas secara lebih
mendalam.
2. Sebaiknya bagi calon-calon peneliti yang akan datang, peneliti
menyarankan agar tema yang diteliti dalam penelitian ini dapat
diteliti lebih luas dan mendalam sehingga para calon peneliti dapat
melakukan penelitiannya dalam bentuk penelitian yang berbeda
seperti menggunakan metode penelitian deskriptif maupun
menggunakan metode penelitian kualitatif atau metode penelitian
survai.
3. Dilihat dari kesimpulan bahwa terdapat hubungan yang signifikan
antara teknik integrasi (integration technique) komunikasi
persuasif atasan (X1) dengan sikap patuh anggota dalam bekerja
(Y). Tetapi hasil yang diperoleh masih merupakan hubungan yang
lemah, sebaiknya bagi calon peneliti di masa yang akan datang
teknik integration dihubungkan dengan sikap-sikap yang lainnya,
yang hasilnya bisa menjadi hubungan yang sangat kuat. Ataupun
dengan menambahkan pertanyaan-pertanyaan untuk angket.
����
�
4. Dilihat dari kesimpulan menunjukkan bahwa terdapat hubungan
yang signifikan antara teknik Iming-Imingi (Pay Off) komunikasi
persuasif atasan (X2) dengan sikap patuh anggota dalam bekerja
(Y). Dimana hubungan yang terjadi merupakan hubungan yang
cukup kuat. Sebaiknya bagi calon peneliti di masa yang akan
datang menambahkan pertanyaan-pertanyaan dalam angket yang
lebih bervariasi.
5. Dilihat dari kesimpulan menunjukkan bahwa terdapat hubungan
yang signifikan antara teknik Menakut-Nakuti (Fear Arrousing
Technique) komunikasi persuasif atasan (X3) dengan sikap patuh
anggota dalam bekerja (Y). Dimana hubungan yang terjadi
merupakan hubungan yang cukup kuat. Sebaiknya bagi calon
peneliti di masa yang akan datang menambahkan pertanyaan-
pertanyaan dalam angket yang lebih bervariasi.
6. Dilihat dari kesimpulan menunjukkan bahwa terdapat hubungan
yang signifikan antara teknik Tataan (Icing Device Technique)
komunikasi persuasif atasan (X4) dengan sikap patuh anggota
dalam bekerja (Y). Dimana hubungan yang terjadi merupakan
hubungan yang kuat. Sebaiknya bagi calon peneliti di masa yang
akan datang bisa mencari variable x yang belum dilakukan oleh
peneliti semisal teknik asosiasi dan teknik gerak tipu.
DAFTAR PUSTAKA
Azwar. 2003. Sikap Manusia.dan Skala Pengukuran. Pustaka Pelajar, Yogyakarta.
Azwar, Saefudin, 2007. Uji Validitas dan Reliabilitas. Pustaka Pelajar,
Yogyakarta.
Abdurrachman, Oemi. 1990. Dasar-dasar Public Relations. PT. Citra Asitya
Bakti, Bandung.
Arikunto, Suharsimi. 2006. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik.
Rineka Cipta, Jakarta
Bungin, Burhan. 2008. Teknik Praktis Riset Komunikasi. Kencana Prenada Media
Group, Jakarta.
Devito, A. Joseph. 1996. Komunikasi Antar Manusia, Profesional Books, Jakarta.
Effendi, Uchyana Onong. 1998. Ilmu Komunikasi Teori dan Praktek, Remaja
Rosda karya, Bandung ,
Effendy, Onong. 1993. Ilmu, Teori dan Filsafat Komunikasi. PT. Citra Aditya
Bakti, Bandung.
Gitosudarmo, Indriyo ; Sudita Nyoman. 1997. Perilaku Keorganisasian. PT.
BPFE, Yogyakarta.
Hamidi. 2007. Metode dan Teori Komunikasi, Universitas Muhammadiyah ,
Malang.
Hadi, Sutrisno. 1991. Metode Research. Yayasan Penerbitan Fakultas Psikologi
Universitas Gajah Mada, Yogyakarta.
Mar’at. 1992. Sikap Manusia Perubahan Serta Pengukurannya, Ghalia Indonesia,
Bandung.
Muhamad, Arni. 1995. Komunikasi Organisasi. Bumi Aksara, Jakarta.
Malik, Dedy Djamaluddin. 1994. Komunikasi Persuasi, Bandung : PT.
Rosdakarya.
Rakhmat, Djalaludin. 2005. Metode Penelitian Komunikasi, Remaja Rosda Karya,
Bandung.
Rakhmat, Jalaluddin. 1990. Psikologi Komunikasi. PT. Rosdakarya, Bandung.
Rakhmat, Jalaluddin. 1990. Psikologi Komunikasi. PT. Rosdakarya, Bandung.
Roekomy. 1992. Dasar-dasar Persuasi, Yayasan Akademi Penerangan, Bandung.
Soejono, Imam. 1985. Teknik Pemimpin Pegawai dan Pekerja, Aksara Baru,
Jakarta.
Soejono, Soekanto. 1986. Sosiologi Suatu Pengantar. Raja Grafindo Persada,
Jakarta.
�
ANGKET PENELITIAN
Hubungan Antara Teknik Komunikasi Persuasif Atasan dengan Sikap Patuh Anggota Dalam Bekerja
Petunjuk Pengisian : 1. Nomer angket tidak perlu diisi. 2. Berilah tanda silang untuk jawaban yang anda anggap paling benar. 3. Tidak dibenarkan memilih jawaban lebih dari satu. 4. Berikan jawaban secara jujur, benar dan tidak ada yang terlewat karena tidak
ada penilaian benar atau salah. 5. Atas bantuan dan partisipasi anda saya ucapkan terima kasih. __________________________________________________________________
No. Responden
A. DATA RESPONDEN1. Jenis Kelamin :
a. Laki-laki b. Perempuan 2. Usia Anda Sekarang : a. 20-29 tahun b. 30-39 tahun c.40-49 tahun d. > 50 tahun 3. Pendidikan terakhir anda : a. Tamat SMU b. D3 c. S1 d. S2 4. Unit kerja anda saat ini : 5. Posisi / Jabatan anda saat ini : 6. Lama Menjabat Posisi ini : a. < 1 tahun b. 1-3 tahun c. 4-6 tahun d. > 7 tahun 7. Anda sering mengikuti pengarahan yang diberikan oleh atasan : a. Ya b. Tidak
-VARIABEL X -
B. Data Penelitian Mengenai Teknik Integration8. Atasan sering memberikan pengarahan tentang peraturan yang harus
dilakukan oleh setiap anggota : a. Sangat Setuju d. Tidak setuju b. Setuju e. Sangat tidak setuju c. Ragu-ragu 9. Atasan dalam memberikan pengarahan sering menggunakan kata-kata yang
bersifat ajakan , seperti :”Mari kita mengikuti semua peraturan yang telah ada, karena dengan kita mengikuti peraturan tersebut citra kinerja Polri akan semakin baik” :
a. Sangat Setuju d. Tidak setuju b. Setuju e. Sangat tidak setuju c. Ragu-ragu
C. Data Penelitian Mengenai Teknik Pay off Idea10. Atasan dalam memberikan pengarahan sering menggunakan kata-kata pujian,
seperti : “Terima kasih anda telah mengikuti pengarahan dengan baik” : a. Sangat Setuju d. Tidak setuju b. Setuju e. Sangat tidak setuju c. Ragu-ragu 11. Atasan dalam memberikan pengarahan sering menjanjikan sesuatu yang
menguntungkan anda di masa yang akan datang, seperti :”Dengan menjadi anggota yang baik dan patuh dalam menjalankan tugas, kapolwil akan memberikan piagam penghargaan” :
a. Sangat Setuju d. Tidak setuju b. Setuju e. Sangat tidak setuju c. Ragu-ragu 12. Atasan dalam memberikan pengarahan sering menjanjikan adanya pemberian
hadiah, berupa sertifikat penghargaan, seperti : “Jika andaberprestasi dalam menyelesaikan tugas, maka anda akan diberikan penghargaan” :
a. Sangat Setuju d. Tidak setuju b. Setuju e. Sangat tidak setuju c. Ragu-ragu 13. Atasan dalam memberikan pengarahan sering menjanjikan adanya kenaikan
jabatan, seperti:”Jika anda dapat menyelesaikan tugas dengan baik dan tidak pernah melanggar peraturan, anda akan diberikan piagam penghargaan” :
a. Sangat Setuju d. Tidak setuju b. Setuju e. Sangat tidak setuju c. Ragu-ragu
D. Data Penelitian Mengenai Teknik Fear Arrousing14. Atasan ketika ada anggota yang sering tidak masuk kerja sering
menyampaikan teguran? . seperti :”Kenapa anda sering tidak masuk kerja tanpa alasan, saya harap anda tidak mengulanginya lagi” :
a. Sangat Setuju d. Tidak setuju b. Setuju e. Sangat tidak setuju c. Ragu-ragu 15. Atasan sering memberikan teguran pada anggota yang sering tidak mematuhi
peraturan? , seperti :”Jangan mengulangi lagi kesalahan untuk menggunakan menarik pungutan liar kepada masyarakat, jika mengulangi lagi maka anda akan langsung disidang disiplin kode etik kepolisian” :
a. Sangat Setuju d. Tidak setuju b. Setuju e. Sangat tidak setuju c. Ragu-ragu 16. Atasan sering menyampaikan pesan yang dapat membuat anda merasa takut,
seperti :”Jika anda tidak dapat menyelesaikan tugas dengan baik, maka anda akan langsung lanjut untuk berhadapan dengan Kapolwiltabes” :
a. Sangat Setuju d. Tidak setuju b. Setuju e. Sangat tidak setuju c. Ragu-ragu 17. Atasan sering menyampaikan pesan yang dapat membuat anda khawatir,
seperti :”Jika dalam satu bulan anda melakukan 3 kali kesalahan yang sama, maka anda akan langsung dikeluarkan” :
a. Sangat Setuju d. Tidak setuju b. Setuju e. Sangat tidak setuju c. Ragu-ragu 18. Setiap pesan yang disampaikan oleh atasan ketika anda melanggar peraturan
apakah membuat rasa khawatir anda akan kehilangan pekerjaan : a. Sangat Setuju d. Tidak setuju b. Setuju e. Sangat tidak setuju c. Ragu-ragu
E. Data Penelitian Mengenai Teknik Icing Device19. Pengarahan yang disampaikan atasan menarik perhatian anda untuk
dilaksanakan : a. Sangat Setuju d. Tidak setuju b. Setuju e. Sangat tidak setuju c. Ragu-ragu 20. Perintah yang diberikan atasan selalu dapat anda terima dengan baik : a. Sangat Setuju d. Tidak setuju b. Setuju e. Sangat tidak setuju c. Ragu-ragu 21. Anda dapat menerima dengan jelas setiap isi pesan yang disampaikan oleh
atasan : a. Sangat Setuju d. Tidak setuju b. Setuju e. Sangat tidak setuju c. Ragu-ragu 22. Atasan dalam menyampaikan setiap pesan menggunakan bahasa yang mudah
dimengerti oleh anda : a. Sangat Setuju d. Tidak setuju b. Setuju e. Sangat tidak setuju c. Ragu-ragu 23. Atasan dalam memberikan pengarahan sering memberikan bukti, seperti
:”Salah satu rekan anda sudah kami berhentikan karena ia telah banyak melanggar peraturan kerja” :
a. Sangat Setuju d. Tidak setuju b. Setuju e. Sangat tidak setuju c. Ragu-ragu
- VARIABEL Y – (Sikap Anggota)
F. Data Penelitian Mengenai Aspek Kognitif 24. Setelah mengikuti pengarahan yang diberikan oleh atasan, anda dapat
memahami tentang pengarahan tersebut :
a. Sangat Setuju d. Tidak setuju b. Setuju e. Sangat tidak setuju c. Ragu-ragu 25. Anda mengetahui pentingnya pengarahan terhadap kinerja Polri : a. Sangat Setuju d. Tidak setuju b. Setuju e. Sangat tidak setuju c. Ragu-ragu 26. Anda paham dengan semua perintah yang diberikan oleh atasan : a. Sangat Setuju d. Tidak setuju b. Setuju e. Sangat tidak setuju c. Ragu-ragu
G. Data Penelitian Mengenai Aspek Afektif 27. Anda senang untuk mengikuti setiap pengarahan yang dilakukan oleh atasan: a. Sangat Setuju d. Tidak setuju b. Setuju e. Sangat tidak setuju c. Ragu-ragu 28. Anda senang dengan gaya kepemimpinan atasan dalam setiap pengarahan : a. Sangat Setuju d. Tidak setuju b. Setuju e. Sangat tidak setuju c. Ragu-ragu 29. Dengan adanya setiap pengarahan dari atasan anda senang dalam
melaksanakan tugas yang diberikan : a. Sangat Setuju d. Tidak setuju b. Setuju e. Sangat tidak setuju c. Ragu-ragu
H. Data Penelitian Mengenai Aspek Konatif30. Ketika atasan membuat suatu kegiatan dan kebijakan baru, anda mendukung
dengan setiap kegiatan dan kebijakan yang dibuat tersebut: a a. Sangat Setuju d. Tidak setuju b. Setuju e. Sangat tidak setuju c. Ragu-ragu 31. Anda bersedia menginformasikan setiap kegiatan dan kebijakan yang dibuat
oleh atasan pada sesama anggota yang tidak mengikuti pengarahan : a. Sangat Setuju d. Tidak setuju b. Setuju e. Sangat tidak setuju c. Ragu-ragu 32. Dengan semua kegiatan dan kebijakan yang dibuat oleh atasan, anda bersedia
melakukannya : a. Sangat Setuju d. Tidak setuju b. Setuju e. Sangat tidak setuju c. Ragu-ragu
COODING BOOK
Kolom No.
Pert
VARIABEL Bobot Nilai
Kode
1 Nomor Responden
A. Data Responden
2 1 Jenis Kelamin :a. Laki-laki b. b. Perempuan
2 1
3 2 Usia Anda Sekarang : a. 20-29 tahun b. 30-39 tahun c.40-49 tahun d. > 50 tahun
4 3 2 1
5 3 Pendidikan terakhir anda :
a. Tamat SMU
b. D3
c. S1
3
2
1
6 4 Unit kerja anda saat ini :
7 5 ������������������������������������
8 6 . Lama Menjabat Posisi ini :
a. < 1 tahun
b. 1-3 tahun
c. 4-6 tahun
d. > 7 tahun
4
3
2
1
9 7 Anda sering mengikuti pengarahan yang diberikan oleh atasan :
a. Ya
b. Tidak
2
1
B. Data Penelitian (Variabel X)
Teknik Komunikasi Persuasif Atasan
Alat Ukur X1 : Teknik Integration
10 8 Atasan sering memberikan pengarahan tentang peraturan yang harus dilakukan oleh setiap anggota :
a. Sangat Setuju
b. Setuju
c. Ragu-ragu
d. Tidak setuju
e. Sangat tidak setuju
5
4
3
2
1
11 9 Atasan dalam memberikan pengarahan sering menggunakan kata-kata yang bersifat ajakan , seperti :”Mari kita mengikuti semua peraturan yang telah ada, karena dengan kita mengikuti peraturan tersebut citra kinerja Polri akan semakin baik” :
a. Sangat Setuju
b. Setuju
c. Ragu-ragu
d. Tidak setuju
e. Sangat tidak setuju
5
4
3
2
1
Alat Ukur X2 : Teknik Pay Off
12 10 Atasan dalam memberikan pengarahan sering menggunakan kata-kata pujian, seperti : “Terima kasih anda telah mengikuti pengarahan dengan baik” :
a. Sangat Setuju
b. Setuju
c. Ragu-ragu
d. Tidak setuju
e. Sangat tidak setuju
5
4 3
2 1
13 11 Atasan dalam memberikan pengarahan
sering menjanjikan sesuatu yang
menguntungkan anda di masa yang akan
datang, seperti :”Dengan menjadi anggota
yang baik dan patuh dalam menjalankan
tugas, kapolwil akan memberikan piagam
penghargaan” :
a. Sangat Setuju
b. Setuju
c. Ragu-ragu
d. Tidak setuju
e. Sangat tidak setuju
5
4
3
2
1
14 12 Atasan dalam memberikan pengarahan
sering menjanjikan adanya pemberian
hadiah, berupa sertifikat penghargaan,
seperti : “Jika andaberprestasi dalam
menyelesaikan tugas, maka anda akan
diberikan penghargaan” :
a. Sangat Setuju
b. Setuju
c. Ragu-ragu
d. Tidak setuju
e. Sangat tidak setuju
5
4
3
2
1
15 13 Atasan dalam memberikan pengarahan
sering menjanjikan adanya kenaikan
jabatan, seperti:”Jika anda dapat
menyelesaikan tugas dengan baik dan
tidak pernah melanggar peraturan, anda
akan diberikan piagam penghargaan” :
a. Sangat Setuju
b. Setuju
c. Ragu-ragu
d. Tidak setuju
e. Sangat tidak setuju
5
4
3
2
1
Alat Ukur X3 : Teknik Fear Arrousing
16 14 Atasan ketika ada anggota yang sering
tidak masuk kerja sering menyampaikan
teguran? . seperti :”Kenapa anda sering
tidak masuk kerja tanpa alasan, saya harap
anda tidak mengulanginya lagi” :
a. Sangat Setuju
b. Setuju
c. Ragu-ragu
d. Tidak setuju
e. Sangat tidak setuju
5
4
3
2
1
17 15 Atasan sering memberikan teguran pada
anggota yang sering tidak mematuhi
peraturan? , seperti :”Jangan mengulangi
lagi kesalahan untuk menggunakan
menarik pungutan liar kepada masyarakat,
jika mengulangi lagi maka anda akan
langsung disidang disiplin kode etik
kepolisian” :
a. Sangat Setuju
b. Setuju
c. Ragu-ragu
d. Tidak setuju
e. Sangat tidak setuju
5
4
3
2
1
18 16 Atasan sering menyampaikan pesan yang dapat membuat anda merasa takut, seperti :”Jika anda tidak dapat menyelesaikan tugas dengan baik, maka anda akan langsung lanjut untuk berhadapan dengan Kapolwiltabes” :
a. Sangat Setuju
b. Setuju
c. Ragu-ragu
d. Tidak setuju
e. Sangat tidak setuju
5
4
3
2
1
19 17 Atasan sering menyampaikan pesan yang
dapat membuat anda khawatir,
seperti :”Jika dalam satu bulan anda
melakukan 3 kali kesalahan yang sama,
maka anda akan langsung dikeluarkan” :
a. Sangat Setuju
b. Setuju
c. Ragu-ragu
d. Tidak setuju
e. Sangat tidak setuju
5
4
3
2
1
20 18 Setiap pesan yang disampaikan oleh
atasan ketika anda melanggar peraturan
apakah membuat rasa khawatir anda akan
kehilangan pekerjaan :
a. Sangat Setuju
b. Setuju
c. Ragu-ragu
d. Tidak setuju
e. Sangat tidak setuju
5
4
3
2
1
Alat Ukur X4 : Teknik Icing Device
21 19 Pengarahan yang disampaikan atasan
menarik perhatian anda untuk
dilaksanakan :
a. Sangat Setuju
b. Setuju
c. Ragu-ragu
d. Tidak setuju
e. Sangat tidak setuju
5
4
3
2
1
22 20 Perintah yang diberikan atasan selalu dapat anda terima dengan baik :
a. Sangat Setuju
b. Setuju
c. Ragu-ragu
d. Tidak setuju
e. Sangat tidak setuju
5
4
3
2
1
23 21 Anda dapat menerima dengan jelas setiap
isi pesan yang disampaikan oleh atasan :
a. Sangat Setuju
b. Setuju
c. Ragu-ragu
d. Tidak setuju
5
4
3
2
e. Sangat tidak setuju 1
24 22 Atasan dalam menyampaikan setiap pesan
menggunakan bahasa yang mudah
dimengerti oleh anda :
a. Sangat Setuju
b. Setuju
c. Ragu-ragu
d. Tidak setuju
e. Sangat tidak setuju
5
4
3
2
1
25 23 Atasan dalam memberikan pengarahan sering memberikan bukti, seperti :”Salah satu rekan anda sudah kami berhentikan karena ia telah banyak melanggar peraturan kerja” :
a. Sangat Setuju
b. Setuju
c. Ragu-ragu
d. Tidak setuju
e. Sangat tidak setuju
5
4
3
2
1
Variabel Y : Sikap Patuh Anggota
dalam Bekerja.
Alat Ukur Y1 : Aspek Kognitif
26 24 Setelah mengikuti pengarahan yang
diberikan oleh atasan, anda dapat
memahami tentang pengarahan tersebut :
a. Sangat Setuju
b. Setuju
c. Ragu-ragu
d. Tidak setuju
e. Sangat tidak setuju
5
4
3
2
1
27 25 Anda mengetahui pentingnya pengarahan
terhadap kinerja Polri :
a. Sangat Setuju
b. Setuju
c. Ragu-ragu
d. Tidak setuju
e. Sangat tidak setuju
5
4
3
2
1
28 26 Anda paham dengan semua perintah yang
diberikan oleh atasan :
a. Sangat Setuju
b. Setuju
c. Ragu-ragu
d. Tidak setuju
e. Sangat tidak setuju
5
4
3
2
1
Alat Ukur Y2 : Aspek Afeksi
29 27 Anda senang untuk mengikuti setiap
pengarahan yang dilakukan oleh atasan:
a. Sangat Setuju
b. Setuju
c. Ragu-ragu
d. Tidak setuju
e. Sangat tidak setuju
5
4
3
2
1
30 28 Anda senang dengan gaya kepemimpinan
atasan dalam setiap pengarahan :
a. Sangat Setuju
b. Setuju
c. Ragu-ragu
d. Tidak setuju
5
4
3
2
e. Sangat tidak setuju 1
31 29 Dengan adanya setiap pengarahan dari
atasan anda senang dalam melaksanakan
tugas yang diberikan :
a. Sangat Setuju
b. Setuju
c. Ragu-ragu
d. Tidak setuju
e. Sangat tidak setuju
5
4
3
2
1
Alat Ukur Y3 : Aspek Konatif
32 30 Ketika atasan membuat suatu kegiatan dan
kebijakan baru, anda mendukung dengan
setiap kegiatan dan kebijakan yang dibuat
tersebut:
a. Sangat Setuju
b. Setuju
c. Ragu-ragu
d. Tidak setuju
e. Sangat tidak setuju
5
4
3
2
1
33 31 Anda bersedia menginformasikan setiap
kegiatan dan kebijakan yang dibuat oleh
atasan pada sesama anggota yang tidak
mengikuti pengarahan :
a. Sangat Setuju
b. Setuju
c. Ragu-ragu
d. Tidak setuju
e. Sangat tidak setuju
5
4
3
2
1
34 32 Dengan semua kegiatan dan kebijakan
yang dibuat oleh atasan, anda bersedia
melakukannya :
a. Sangat Setuju
b. Setuju
c. Ragu-ragu
d. Tidak setuju
e. Sangat tidak setuju
5
4
3
2
1
CODING SHEET
A. DATA RESPONDEN
NO
Data Responden
J.Kel Usia Pend Pangkat/Jabatan Unit K Lama Jabat Mengikuti Pengarahan
1 2 3 4 5 6 7
1 2� 4� 3 BRIPTU Polwiltabes 3 1�
2 2� 4� 3� BRIPTU Polwiltabes 1 1�
3 1 4� 3� STAF Min Polwiltabes 1 1�
4 2� 4� 3� BRIPTU Polwiltabes 2 1�
5 2� 4� 1 BRIPTU Polwiltabes 2 1�
6 2� 3� 3� BRIPTU Polwiltabes 1 1�
7 2� 4� 3� BRIBDA Polwiltabes 4 1�
8 2� 4� 3� BRIBDA Polwiltabes 4 1�
9 2� 4� 3� BRIPTU Polwiltabes 4 1�
10 2� 3 3� BRIPKA Polwiltabes 4 1�
11 2� 4� 3� BRIPTU Polwiltabes 2� 1�
12 2� 4� 3� BRIPTU Polwiltabes 2� 1�
13 2� 4� 3� BRIPTU Polwiltabes 2� 1�
14 2� 4� 3� BRIPTU Polwiltabes 2� 1�
15 2� 4� 3� BRIPTU Polwiltabes 2� 1�
16 2� 4� 3� BRIPTU Polwiltabes 2� 1�
17 2� 4� 3� BRIPTU Polwiltabes 2� 1�
18 2� 4� 3� BRIPTU Polwiltabes 2� 1�
19 2� 4� 3� BRIPTU Polwiltabes 2� 1�
20 2� 2 3� BRIPTU Polwiltabes 1 1�
21 2� 2 3� BRIPKA Polwiltabes 4 1�
22 2� 4 3� BRIPTU Polwiltabes 1 1�
23 2� 4� 3� BRIPTU Polwiltabes 3 1�
24 2� 4� 3� BRIBDA Polwiltabes 3� 1�
25 2� 4� 3� BRIBDA Polwiltabes 3� 1�
26 2� 4� 3� BRIBDA Polwiltabes 3� 1�
27 2� 4� 3� BRIPTU Polwiltabes 2 1�
28 2� 4� 3� BRIPTU Polwiltabes 3� 1�
29 2� 4� 3� BRIBDA Polwiltabes 3� 1�
30 2� 4� 3� BRIBDA Polwiltabes 3 1�
31 2� 4� 3� BRIPTU Polwiltabes 1 1�
32 2� 4� 3� BRIPKA Polwiltabes 1� 1�
33 2� 4� 3� BRIBDA Polwiltabes 1� 1�
34 2� 4� 3� BRIPTU Polwiltabes 1� 1�
35 2� 4� 3� BRIPTU Polwiltabes 1� 1�
36 2� 3 3 BRIPKA Polwiltabes 3 1�
37 2� 4 1 BRIBDA Polwiltabes 2 1�
38 2� 3 1 BRIPKA Polwiltabes 2 1�
39 2� 3 3� BRIPKA Polwiltabes 4 1�
40 2� 4 3� BRIPTU Polwiltabes 2 1�
41 2� 2 3� BRIPTU Polwiltabes 1� 1�
42 2� 2 3� BRIBDA Polwiltabes 1� 1
B. DATA PENELITIAN
Teknik Komunikasi Persuasif Atasan (X) Sikap Anggota (Y) Integration Technique Pay off Technique Fear Arrousing Technique Icing Technique Aspek Kognitif Aspek Afektif Aspek Konatif
X1 X2 X3 X4 Y1 Y2 Y3
5 5 5 2 3 2 5 5 2 2 2 5 5 5 4 4 4 4 5 4 4 5 5 4 5 5 5 5 4 4 3 3 2 2 1 2 4 4 4 4 4 4 4 4 4 3 4 4 4 4 5 5 5 4 4 3 3 4 2 1 2 4 4 4 4 4 4 4 4 4 3 4 4 4 4 4 4 5 5 4 4 4 4 4 5 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 3 3 2 2 4 4 3 3 3 3 4 4 3 4 4 4 3 3 3 3 4 3 3 2 2 2 3 3 3 3 2 4 3 4 3 3 3 3 3 3 4 3 3 3 4 3 3 3 4 4 4 3 3 3 1 2 3 3 3 4 4 3 4 4 4 3 4 2 3 3 4 4 4 4 3 3 4 3 3 4 2 3 4 3 4 4 4 3 4 4 3 3 4 4 4 4 5 5 4 4 3 4 3 3 4 5 4 3 4 3 4 4 4 4 4 4 4 3 3 4 4 4 4 5 5 5 5 4 3 4 5 4 1 4 4 4 3 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 5 5 5 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 5 4 5 4 5 4 4 5 5 4 4 4 4 5 4 4 4 5 5 4 4 5 5 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 5 5 4 3 4 4 5 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 3 4 4 3 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 3 3 3 4 4 4 4 4 3 4 4 4 4 4 4 4 3 3 3 4 4 4 4 4 4 4 3 4 3 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 3 3 3 3 3 3 3 4 3 4 4 3 4 4 3 3 4 4 4 3 4 4 4 4 3 4 3 3 3 3 3 4 3 3 4 4 4 4 3 4 4 4 3 4 4 4 4 4 4 3 3 3 3 3 4 3 3 3 3 4 4 4 4 3 4 4 4 3 4 4 4 3 4 5 5 3 3 4 5 5 3 4 4 5 4 4 4 5 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 3 4 4 4 3 3 3 3 3 4 3 4 4 4 3 4 3 3 5 4 4 4 4 3 3 3 3 3 3 3 3 3 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 3 4 5 4 4 5 4 4 5 4 5 5 4 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 4 5 5 4 5 5 5 5 4 3 4 3 3 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 4
4 4 4 3 3 3 3 3 2 3 4 4 4 4 4 3 3 3 3 3 3 3 4 3 4 4 4 3 3 3 3 3 3 3 3 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 3 3 3 3 4 4 3 3 4 3 4 4 3 3 4 4 3 4 3 3 4 3 4 4 3 3 3 3 3 4 3 3 3 4 4 4 4 4 4 4 4 3 4 4 4 4 4 4 4 5 4 5 5 5 4 5 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 5 5 4 4 4 4 4 5 4 4 4 4 4 5 4 4 4 4 4 4 3 4 4 4 4 4 4 5 4 5 4 5 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 3 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 3 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 3 5 5 4 4 5 5 4 5 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 3 4 4 4 2 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 3 3 4 4 2 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 3 4 4 4 2 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 5 5 5 5 4 4 5 5 2 4 5 4 4 4 4 5 5 5 4 4 4 4 4 4 4 5 5 4 4 3 1 5 4 1 4 4 4 4 4 4 5 5 5 4 4 4 4 5 5 5 4 4 4 4 4 3 4 4 4 2 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 2 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4
LAMPIRAN
NAMA-NAMA DANTABES / KAPOLWILTABES BANDUNG
PERIODE TAHUN 1966 s / d 2010
NO NAMA PANGKAT MASA JABATAN
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
11.
12.
13.
14.
15.
16.
17.
18.
19.
20.
R. Kusnadi.
Drs. Joehanda.
Drs. Subki Sarip.
Drs.Tatang A.
Drs. Soetrisni Ilham.
Drs. Suwasno.
Drs. M. Sjafuan.
Drs. Soetikno
Drs. Moch. Morib.
Drs. M. Nurdin.
Drs. Atok Soenarto.
Drs. I Ketut Ratta.
Drs. Waliran.
Drs. Didi Widayani.
Drs. M.A. Erwin MAP.
Drs. D. Sumantyawan. SH.
Drs. Yusuf Manggabarani.
Drs. Alex Bambang, SH.,
MBA., Phd.
Drs. Timur Pradopo.
Drs. Hendra Sukmana, MH.
Ajun Komisaris
Besar Polisi.
Komisaris Besar Polisi
Kolonel Polisi
Kolonel Polisi
Kolonel Polisi
Kolonel Polisi
Kolonel Polisi
Kolonel Polisi
Kolonel Polisi
Kolonel Polisi
Kolonel Polisi
Kolonel Polisi
Kolonel Polisi
Kolonel Polisi
Kolonel Polisi
Kolonel Polisi
Kolonel Polisi
Brigjend Polisi
Superintenden
Komisaris Besar Polisi
1966-1967
1967-1969
1969-1972
1972-1975
1975-1978
1978-1982
1982-1984
1984-1985
1985-1986
1986-1988
1988-1990
1990-1992
1992-1994
1994-1996
1996-1998
1998-1999
1999-2000
2000-2000
2000-2001
2001-2004
21.
22.
23.
24.
25
Drs. Sulistiyono, M.Si.
Drs. Edmon Ilyas.
Drs. Bambang Suparsono.
Drs. I Ketut Untung Yoga.
Drs. Imam Budi Supeno
Komisaris Besar Polisi
Komisaris Besar Polisi
Komisaris Besar Polisi
Komisaris Besar Polisi
Komisaris Besar Polisi
2004-2005
2005-2007
2007-2008
2008-2009
2009-Sekarang
1.1.1 Struktur Organisasi Polwiltabes Bandung
STRUKTUR ORGANISASI POLWITABES BANDUNG TAHUN 2009 – SEKARANG
�
�
�
�
�
�
�
�����������������������������������������������������������������������������
�
Gambar 3.1 Struktur Organisasi Polwiltabes Bandung
Kapolwiltabes Bandung
Wakapolwitabes Bandung
Kabag Ops Kabag Binamitra Kabag Min
Kaur Telematika Kaur Dokkes KA Unit P3D Ka Taud
Ka SPK Kasat Intelkam
Kasat Narkoba Kasat Reskim Kasat Samapta Kasat Pam Obvit Kasat Lantas
Kapolresta Bandung Barat Kapolresta Bandung Tengah Kapolresta Bandung Timur
Keterangan Gambar :
1. Kapolwiltabes Bandung : Kombes Pol. Drs Imam Budi Supeno,SH
2. Waka Polwitabes Bandung : AKBP. Drs. Imaran Yunus, MH
3. Kabag Ops : AKBP. Drs. Daniel Y.K
4. Kabag Binamitra : AKBP. Suharnono. NW, SH., MH
5. Kabag Min : AKBP. Endang Widowati. SH
6. Kaur Telematika : AKP. Yudi Tri Cahyono
7. Kanit P3D : AKP. Deden Suryadi, SH
8. Kaur Dokkes : AKP. Drs. Mardi Sudarman
9. Ka Taud : AKP. Eti Suswati
10. Ka Spk : ----
11. Kasat Intelkam : AKBP. Bachtiar U.P, SIK., M.Si
12. Kasat Reskim : AKBP. Arman Achdiat, SIK., M.Si
13. Kasat Narkoba : AKBP. Victor Togi.T, SIK
14. Kasat Samapta : Kompol. Asep Saepudin, SIK
15. Kaden Pam Obvit : Kompol. Diki Budiman, SIK
16. Kasat Lantas : Kompol. Prahoro Tri Wahyono, SIK
17. Kapolresta Bandug Barat : AKBP. Drs. Baskoro Tri.P, SIK., MH
18. Kapolresta Bandung Tengah: AKBP. I Wayan Supartha Yadnya, SIK
19. Kapolresta Bandung Timur : AKBP. Victor Gustaaf Manoppo. SIK
1.1.2 Organisasi Satuan Samapta Polwiltabes Bandung
Gambar 3.2 Struktur Organisasi Sat Samapta Polwiltabes Bandung
KASAT SAMAPTA
WAKA SAT SAMAPTA
KAUR BIN OPS
PA NEGOSIATOR
DANKI DALMAS
BAUR MIN
KANIT PATROLI
DANTON I
BAUR MIN
DANTON II
BAUR MIN
BANIT SATWA KASUBNIT I KASUBNIT III KASUBNIT II KASUBNIT IV DANTON III
WAKA POLWITABES BDG
KAPOLWITABES BDG
Keterangan Gambar :
1. Kapolwiltabes : KOMBESPOL. Drs. Imam Budi Supeno
2. Kasat Samapta : KOMPOL.Asep Saepudin, S.IK.
3. Waka Sat Samapta : KOMPOL. S. Hermansyah, SH
4. Kaur Bin Ops : AKP.H.E. Ruhitayat, SH
5. Danki Dalmas : AKP. Teguh Widodo, SH
6. PA Negosiator : AKP. H.Adang Suhanda
7. Kanit Patroli : AKP. Suhendratno, SH
8. Baur Min : - BRIPKA. Iwan Setiawan
- BRIPTU. Riki Iwan Permana
- BRIPTU R. Rose Agustin
- BRIPTU. Yayat Ruchiyat
- Briptu I Made Viyanaka
- Briptu Sopan Sobakti
- BRIPDA. I Nyoman P
- BRIPDA. Krisdyantoro
- BRIPDA. Gelar.P.Putra
- BRIPDA. Gilang.S.Graha
9. Danton I : Ipda. Syahroni, S.sos
10. Danton II : AIPTU. Nia Kurnia
11. Danton III : BRIPKA. Idas Wardias
12. Danton IV : BRIPKA. Kuspriyono
13. Kasubnit I : AIPTU. Ngadiran
14 Kasubnit II : AIPTU. Yayan Sopyan
15. Kasubnit III : AIPTU. Asep Koswara
16. Kasubnit IV : IPTU. MT. Nizar Salah, SH
LAMPIRAN
CONTOH PERHITUNGAN MANUAL
KORELASI RANK SPEARMAN
Koefesien korelasi rank spearman digunakan untuk mencari hubungan atau
menguji signifikansi hipotesis asosiatif bila masing-masing variabel yang
dihubungkan berbentuk ordinal, dan sumber data antar variabel tidak harus sama.
Langkah Perhitungan :
1) Berilah ranking pada variabel X dan variabel Y mulai 1 hingga N. Dari
yang terkecil sampai dengan yang terbesar.
2) Tentukan harga di untuk setiap subyek dengan mengurangkan ranking Y
pada rangking X.
3) Kuadratkan harga itu untuk menentukan d12 untuk masing-masing subyek.
4) Jumlah harga-harga d12 untuk mendapatkan Σdi
2 .
5) Hitung koefesien korelasi rank spearman . Dengan persamaan :
( )2
i2
6 d1sr n n
= −−
� �;……… (1).�Jika tidak terdapat nilai X dan Y yang sama.
2 2 2i
22 2
x y d
ysr
x
+ −= −� � �
� ���…….(2). Jika terdapat angka yang sama pada
variabel X atau Y.
Dengan :
32
xN Nx T
12−
� = − � dan ( )3
x
t tT
12−
� � =
y
32 N Ny T
12−
� = −� dan ( )3
y
t tT
12−
� � =
xT� dan yT� merupakan faktor korelasi X dan Y.
t = frekuensi nilai yang sama
n = Jumlah sampel
6) Pengujian koefesien Kkorelasi rank spearman :
t hitung 2
n 21
s
s
rr−=
−��
Kriteria Uji : Tolak H0 jika nilai t hitung > t tabel (dk=N-2), terima H0
dalam hal lainnya.
ANALISIS DATA
Hubungan antara X (Teknik Komunikasi Persuasif Atasan) dengan Y (Sikap
Patuh Anggota dalam Bekerja) :
Hipotesis :
H0 : � = 0 ; (Tidak terdapat hubungan antara Teknik Komunikasi Persuasif
Atasan dengan Sikap Patuh Anggota dalam Bekerja)
H1 : � � 0 ; (Ada hubungan antara Teknik Komunikasi Persuasif Atasan
dengan Sikap Patuh Anggota dalam Bekerja)
α = 5%
Resp X Y Rank X
Rank Y
di=(Rank X-Rank Y) di2
1 61 40 21 38.5 -17.5 306.32 56 35 12 13.5 -1.5 2.25 3 58 35 15 13.5 1.5 2.25 4 67 36 34.5 25.5 9 81 5 53 30 3 3 0 0 6 46 29 1 2 -0.5 0.25 7 52 31 2 4 -2 4 8 55 36 7.5 25.5 -18 324 9 60 34 17 9 8 64 10 64 36 30 25.5 4.5 20.2511 67 36 34.5 25.5 9 81 12 70 40 39.5 38.5 1 1 13 64 38 30 36.5 -6.5 42.2514 63 35 27 13.5 13.5 182.315 60 33 17 6.5 10.5 110.316 62 36 24.5 25.5 -1 1 17 64 36 30 25.5 4.5 20.2518 55 33 7.5 6.5 1 1 19 55 35 7.5 13.5 -6 36 20 54 34 4 9 -5 25 21 67 36 34.5 25.5 9 81 22 57 34 14 9 5 25 23 55 35 7.5 13.5 -6 36 24 74 44 42 41.5 0.5 0.25 25 71 44 41 41.5 -0.5 0.25 26 55 29 7.5 1.5 6 36 27 56 36 12 25.5 -13.5 182.328 55 32 7.5 5 2.5 6.25 29 56 35 12 13.5 -1.5 2.25 30 69 36 38 25.5 12.5 156.331 67 37 34.5 35 -0.5 0.25 32 66 36 32 25.5 6.5 42.2533 63 36 27 25.5 1.5 2.25 34 63 36 27 25.5 1.5 2.25 35 68 36 37 25.5 11.5 132.336 61 36 21 25.5 -4.5 20.2537 60 36 17 25.5 -8.5 72.2538 61 36 21 25.5 -4.5 20.2539 70 38 39.5 36.5 3 9
40 61 41 21 40 -19 361 41 61 36 21 25.5 -4.5 20.2542 62 36 24.5 25.5 -1 1
Total 2513
Karena terdapat nilai yang sama, maka nilai koefesien korelasi rank spearman
dihitung dengan persamaan (2).
Nilai Korelasi : Tx
Nilai yang sama F(t) TX=(t3-t)/12
7.5 6 17.5 12 3 2 17 3 2 21 5 10
24.5 2 0.5 27 3 2 30 3 2
34.5 4 5 39.5 2 0.5
Jumlah 41.5
Maka :
32
xN Nx T
12−
� = − �
342 42 41, 512
−= −
= 6129
Nilai Korelasi : Ty
Nilai yang sama f(t) Ty =(t3-t)/12
1.5 2 0.5 6.5 2 0.5 9 3 2
13.5 6 17.5 25.5 18 484.5 36.5 2 0.5 38.5 2 0.5 41.5 2
Jumlah 506.0
y
32 N Ny T
12−
� = −�
342 42 506,012
−= −
= 5664.5
Σdi2 = 2513
= 0,788
Hasil ini sesuai dengan output SPSS 13.00
2 2 2
2 22i
s
x y dr
x y
+ −= � � �
� �
( )( )2
6129 5664,5 25136129 5664,5
sr+ −=
Statistik Uji
2
21
r ntr−=
−
0,788 42 21 0,788
t −=−
= 8,09
Dengan dk = 42-2 = 40 dan α = 0,05, untuk tes dua sisi. Dalam tabel t didapatkan nilai = 2.02
Kriteria Uji : Tolak H0 jika nilai t hitung > t tabel atau –t hitung < -t tabel (dk =
n-2), terima H0 dalam hal lainnya.
Berdasarkan hasil diatas didapatkan bahwa t hitung (8,09) >t tabel (2,202).
Maka H0 ditolak.
�
�
Daerah Penerimaan H0
Daerah penolakan
t tabel= -2,02 0 t tabel = 2,202
t hitung = 8,09
Daerah penolakan
Kesimpulan :
Dengan taraf segnifikansi sebesar 5% atau dengan taraf kepercayaan sebesar
95%, tedapat hubungan positif antara antara teknik komunikasi persuasif atasan
dengan sikap patuh anggota dalam bekerja. Dengan demikian dapat disimpulkan
bahwa semakin tinggi komunikasi persuasive atasan maka akan semakin
meningkat sikap patuh anggota.
Pedoman untuk tingkat keeratan hubungan antara kedua variabel berdasarkan
interpretasi Guilford.
Interval Koefesien Tingkat Hubungan
Kurang dari 0,20 Rendah sekali 0,20-0,40 Rendah Tapi Pasti 0,40-0,70 Cukup Berarti 0,70-0,90 Kuat
Lebih dari 0,90 Sangat Tinggi, Kuat Sekali
Karena nilai koefesien korelasi yang telah kita hitung sebesar 0,788 maka dapat
disimpulkan terdapat hubungan yang kuat antara teknik komunikasi persuasif
atasan dengan sikap patuh anggota dalam bekerja.
Analisis Koefesien Determinasi
KD = rs2 x 100%
= (0,788)2 x 100%
= 62,09%
Kesimpulan : Pembentukan sikap patuh anggota dalam bekerja dipengaruhi
oleh komunikasi persuasive atasan sebesar 62, 09%, sedangakan sisanya 37,01%
merupakan kontribusi variabel lain yang tidak diteliti.
LAMPIRAN
MANUAL UJI VALIDITAS ORDINAL
Sebelum dilakukan penelitian. Hal pertama dilakukan yaitu menguji
kevalidan angket yang digunakan. Berdasarkan data yang diperoleh dari hasil
kuisioner yang diberikan kepada responden, kemudian dilakukan pengujian
terhadap kuisioner, maka kita dapat melakukan analisis validitas dan reliabilitas
kuisioner.
Validitas menunjukan sejauh mana releavnsi pertanyaan terhadap apa yang
ditanyakan atau apa yang ingin di ukur dalam penelitian. Tingkat validitas
kuisioner di ukur berdasarkan koefesien validitas yang dalam hal ini
menggunakan koefesien Rank Spearman. Menurut Kaplan suatu pernyataan
dikatakan valid dan dapat mengukur variabel penelitian yang dimaksud jika nilai
koefesien validitasnya lebih dari atau sama dengan 0,3.
“ Not all validity coeffecient are the same value, and there are no hard fast rule
obout how large the coefficient must be in order to be meaningful. In practice, it
is rare to see a validity coefficient larger than 0.6, and validity coefficient in the
range of 0.3 to 0.4 are commonly considered high.”
( Robert M. Kaplan & Dennis P. saccuzzo, Phsycological Testing principles,
application, and issue; Brooks/cole Publising company, Pacific Grove,
California, 1993 p: 141).
Reliabilitas menunjukan sejauh mana tingkat kekonsistenan pengukuran dari
suatu responden ke responden yang lain atau dengan kata lain sejauh mana
pertanyaan dapat dipahami sehingga tidak menyebabkan beda interpretasi dalam
pertanyaan tersebut.
Lebih lanjut Kaplan menyatakan :
“it has been suggested that reliability estimates in the range of 0.7 to 0.8 are
good enough for most purposes in basic research.”
( Robert M. Kaplan & Dennis P. saccuzzo, Phsycological Testing principles,
application, and issue; Brooks/cole Publising company, Pacific Grove,
California, 1993 p: 126).
Dari pernyataan diatas dapat diambil kesimpulan bahwa :
Keputusan validitas dan reliabilitas item menggunakan kriteria Kaplan sebagai
berikut:
1. Item dinyatakan valid jika koefesien validitasnya lebih dari atau sama
dengan 0.3
2. Kelompok item dalam suatu dimensi dinyatakan reliable jika koefesien
reliabilitasnya tidak lebih rendah dari 0.7
1. UJI VALIDITAS
Validitas :
Koefesien Korelasi Spearman
Rumus yang digunakan:
261
( 1)di
Rsn n
= −−
� �
Dimana Sdi2 = S (rank (xi-rank (yi))2
Contoh Perhitungan Manual Validitas Pertanyaan 20 :
Resp X Y Rank X
Rank Y di di2
1 5 23 10 10 0 0 2 4 20 5.5 8 -2.5 6.25 3 4 20 5.5 8 -2.5 6.25 4 4 20 5.5 8 -2.5 6.25 5 4 18 5.5 2 3.5 12.256 3 15 1 1 0 0 7 4 19 5.5 4.5 1 1 8 4 19 5.5 4.5 1 1 9 4 19 5.5 4.5 1 1 10 4 19 5.5 4.5 1 1
Jumlah 35
Karena terdapat nilai yang sama, maka nilai koefesien korelasi Rank Spearman
dihitung dengan persamaan :
2 2 2
2 22i
s
x y dr
x y
+ −= � � �
� �
Nilai Korelasi : Tx
Nilai yang sama F(t) TX =(t3-t)/12
5.5 8 42 0
Jumlah 42.0
Maka :
32
xN Nx T
12−
� = − �
310 10 42.012
−= −
= 40.5
Nilai Korelasi : Ty
Nilai yang sama F(t) TY=(t3-t)/12
4.5 4 5 8.0 3 2
Jumlah 7.0
y
32 N Ny T
12−
� = −�
310 10 7.012
−= −
= 75.5
Σdi2 = 35
= 0,732
Jadi, Koefesien validitas untuk pertanyaan no. 20 adalah sebesar 0,732. Karena
nilai koefesien validitasnya lebih besar dari 0,3. Maka pertanyaan no. 20 dapat
dikatakan valid.
1. Uji Relibilitas
Reliabilitas : Alpha Cronbach (Y)
���
�
���
�−��
����
−= �
2
2
11 x
j
SS
kkα
Dimana :
K = adalah banyaknya soal
Sx2 = adalah varian total
2iS� = adalah total varians butir
Reabilitas untuk variabel (Y)
Varians untuk masing-masing item variabel Y adalah sebagai berikut :
2 2 2
2 22i
s
x y dr
x y
+ −= � � �
� �
( )( )2
40,5 75,5 3540,5 75,5
sr+ −=
Pertanyaan Si2
Per24 0.100 Per25 0.178 Per26 0.400 Per27 0.500 Per28 0.267 Per29 0.322 Per30 0.222 Per31 0.322 Per32 0.444
Total Si2 2.756 S2 Total 11.067
Maka koefesien reliabilitas dapat diketahui
���
�
���
�−��
����
−= �
2
2
11 x
j
SS
kkα
( )1 0 2 , 7 5 61
1 0 1 1 1, 0 6 7α
� � � �= −� � � �− � �� �
0,845
Berdasarkan perhitungan di atas, dapat dilihat bahwa koefesien reliabilitas bernilai
0,845, oleh karena itu, kuisioner untuk variabel kognisi dapat dikatakan sangat
reliabel.
�
α =
LAMPIRAN FOTO KEGIATAN
• Kegiatan Bintal
• Kegiatan APP
• Kegiatan Pengarahan
• Kegiatana Pelatihan
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
I. Data Pribadi
Nama : Devie Puspitasari Suganda
Umur : 23 Tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Tempat dan Tanggal Lahir : Bandung, 24 Januari 1987
Agama : Islam
Status : Belum Menikah
Alamat : Jl. Sadang Luhur Blok 13 No 38 Rt O2 Rw 15
Bandung 40134
II. Riwayat Pendidikan
2006-2010 : Universitas Islam Bandung Fakultas Ilmu Komunikasi Bidang Kajian Public Relations
2004-2006 :Universitas Islam Bandung Fakultas Psikologi
2001-2004 : SMU Negeri 19 Bandung
1998-2001 : SMP Negeri 19 Bandung
1998-1992 : SD Neglasasri II Bandung
1991-1992 : TK. Darul Hikam Bandung
III. Pengalaman Organisasi
2008-2009 : Sekretaris Hima PR Unisba
2002-2003 : Pengurus OSIS SMU Negeri 19 Bandung
2000-2001 : Pengurus Perhimpunan Remaja Islam Masjid As- Sunnah
1998-1999 : Pengurus Perhimpunan Remaja Islam Masjid Al-Iman
1998-1999 : Anggota Pramuka SMP Negeri 19 Bandung