normaunimus.files.wordpress.com€¦ · web viewreaksi hidrolitik melibatkan pelepasan gugus...
TRANSCRIPT
i
SISTEMATIKA DAN FILOGENETIKA MOLEKULER
BEBERAPA ISOLAT BAKTERI LIMBAH PUSKESMAS
YANG BERPOTENSI SEBAGAI AGEN BIOREMEDIASI
BERDASARKAN ANALISIS GEN 16S rRNA
SKRIPSI TUGAS AKHIR
Diajukan sebagai salah satu syarat untuk menyelesaikan
Pendidikan Diploma IV Kesehatan
Bidang Analis Kesehatan
Disusun Oleh :
Assyfa Ulti Iskandar
G1C015037
PROGRAM STUDI D IV ANALIS KESEHATAN
FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN DAN KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SEMARANG
2019
ii
HALAMAN PERSETUJUAN
Tugas Akhir dengan Judul
SISTEMATIKA DAN FILOGENETIKA MOLEKULER BEBERAPA
ISOLAT BAKTERI LIMBAH PUSKESMAS YANG BERPOTENSI
SEBAGAI AGEN BIOREMEDIASI BERDASARKAN ANALISIS
GEN 16S rRNA
Assyfa Ulti Iskandar
G1C015037
Telah disetujui oleh:
Pembimbing I Pembimbing II
Dr. Stalis Norma Ethica M.Si Ayu Rahmawati Sulistyaningtyas, M.SiNKk. 28.6.1026.343 NIK. 28.6.1026.311Tanggal: -05-2019 Tanggal: -05-2019
Mengetahui,
Ketua Program Studi D IV Analis Kesehatan
Fakultas Ilmu Keperawatan dan Kesehatan
Andri Sukeksi,SKM, M.si
NIK 28.6.1026.024
iii
HALAMAN PENGESAHAN
Tugas Akhir ini telah diajukan pada sidang ujian jenjang Pendidikan Tinggi
Diploma IV Bidang Analis Kesehatan Fakultas Ilmu Keperawatan dan Kesehatan
Unuversitas Muhammadiyah Semarang
Tanggal Sidang: Mei 2019
Susunan Tim Penguji
No Nama NarasumberTanda
TanganTanggal
1Dr. Sri Darmawati, M.Si
NIK.28.6.1026.040Penguji 1
2Dr. Stalis Norma Ethica, M.Si
NIK.28.6.1026.343Penguji 2
3
Ayu Rahmawati
Sulistyaningtyas, M.Si
NIK.28.6.1026.311
Penguji 3
iv
KATA PENGANTAR
Segala puji syukur kehadirat ALLAH SWT, karena berkat rahmat dan
karunianya sehingga saya dapat menyelesaikan tugas akhir ini dengan judul
“Sistematika dan Filogenetika Molekuler Beberapa Isolat Bakteri Limbah
Puskesmas yang Berpotensi Sebagai Agen Bioremediasi Berdasarkan Analisis
Gen 16S rRNA”.
Saya menyadari bahwa terselesaikannya tugas akhir ini tidak lepas dari
bimbingan, dukungan dan bantuan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, pada
kesempatan ini penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih kepada :
1. Ibu Dr. Stalis Norma Eticha, M.Si selaku Pembimbing I beserta Ibu Ayu
Rahmawati Sulistyaningtyas, M.Si selaku Pembimbing II yang telah
meluangkan waktu dan dengan sabar memberikan bimbingan serta arahan
dalam penyusunan tugas akhir ini.
2. Ibu Dr. Sri Darmawati, M.Si selaku Dosen Penguji yang telah memberi
masukkan untuk tugas akhir ini.
3. Ibu Andri Sukeksi, SKM, M.Si selaku Ketua Program Studi D-IV Teknologi
Laboratorium Medik Fakultas Ilmu Keperawatan dan Kesehatan Universitas
Muhammadiyah Semarang.
4. Bapak Joni Iskandar dan Ibu Nurbaiti selaku kedua orang tua saya dan adik-
adik saya tercinta, terima kasih atas doa, waktu dan motivasinya.
5. Mas Sakti, Mba Nenik, Mas Akbar, dan Mas Abi yang telah banyak
membantu selama proses penelitian di laboratorium Oseanografi Fakultas
Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Diponegoro.
6. Seluruh karyawan Universitas Muhammadiyah Semarang, rekan-rekan studi
angkatan tahun 2015, 2016 atas segala dukungan, serta semua pihak yang
tidak dapat saya sebutkan satu-persatu.
Semarang, 21 Mei 2019
A ssyfa Ulti Iskandar
NIM. G1C015037
v
Sistematika dan Filogenetika Molekuler Beberapa Isolat Bakteri Limbah Puskesmas Yang Berpotensi Sebagai Agen Bioremediasi Berdasarkan
Analisis Gen 16S rRNA
Assyfa Ulti Iskandar1, Norma Stalis Ethica2, Ayu Rahmawati Sulistyaningtyas3
1. Program Studi D IV Analis Kesehatan Fakultas Ilmu Keperawatan dan Kesehatan Universitas Muhammadiyah Semarang
2. Laboratorium Biologi Molekuler Fakultas Ilmu Keperawatan dan Kesehatan Universitas Muhammadiyah Semarang
3. Laboratorium Mikrobiologi Fakultas Ilmu Keperawatan dan Kesehatan Universitas Muhammadiyah Semarang
ABSTRAK
Limbah biomedik cair merupakan salah satu limbah medik puskesmas yang mengandung polutan organik berkadar tinggi dan juga komponen berbahaya. Alternatif untuk mengurangi komponen berbahaya pada limbah cair ini dapat dilakukan dengan cara bioremediasi. Bioremediasi merupakan proses pembersihan atau remediasi secara biologis yang melibatkan organisme hidup termasuk bakteri. Bakteri yang dapat dijadikan sebagai agen bioremediasi adalah bakteri hidrolitik dengan sifat non patogen hingga patogenitas rendah. Berdasarkan dari penelitian Arifiani dan Sabrina (2018) menunjukkan ada 4 isolat dari limbah cair puskesmas yaitu H1, H3, H5 (Puskesmas Halmahera Kota Semarang) dan T3 (Puskesmas Tlogosari Kulon) yang berpotensi sebagai agen bioremdiasi. Tujuan penelitian ini yaitu untuk mengetahui identitas molekuler dan hubungan kekerabatan antara 4 isolat bakteri tersebut. Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif. Identifikasi dilakukan dengan cara mengkonstruksi pohon filogenetik berdasarkan sekuen gen 16S rRNA. Sekuens gen 16S rRNA didapatkan dengan cara amplifikasi gen menggunakan teknik PCR. Desain pohon filogenetik menunjukkan isolat H3 dan H5 mempunyai hubungan kekerabatan paling dekat dibandingkan dengan dua isolat lainnya. Keempat isolat berada pada Class yang sama yaitu Gammaproteobacter dengan Phylum Proteobacter. Isolat H3 dan H5 memiliki genus yang sama yaitu Stenotrophomonas. Diantara keempat isolat yang dapat dijadikan sebagai agen bioremediasi yaitu isolat T3 yang memiliki kemiripan 98,85% dengan Pararheinheimera aquatica.
Kata Kunci: Bakteri sebagai agen bioremediasi, 16S rRNA, Pohon filogenetik
vi
Molecular Systematics and Phylogenetics of Some Bacterial Isolates from Public Health Center Waste that had Potential as Bioremediation Agents
Based on 16S rRNA Gen Analysis
Assyfa Ulti Iskandar1, Norma Stalis Ethica2, Ayu Rahmawati Sulistyaningtyas3
1. Four years Diploma of Medical Laboratory Technology Study Program, Nursing and Health Faculty, Muhammadiyah University of Semarang
2. Biology Molecular Laboratory, Nursing and Health Faculty, Muhammadiyah University of Semarang
3. Microbiology Laboratory, Nursing and Health Faculty, Muhammadiyah University of Semarang
ABSTRACT
Liquid biomedical waste is one of the medical waste of community health center which contains high levels of organic pollutants and also dangerous components. The alternative way to reduce the hazardous components in liquid waste is bioremediation. Bioremediation is a biological cleansing or remediation process that involves living organisms such as bacteria. Bacteria that can be used as bioremediation agents are hydrolytic bacteria with non-pathogenic to low pathogenenic. Based on research by Arifiani and Sabrina (2018), there were 4 isolates from public health center liquid waste namely H1, H3, H5 (Halmahera Health Center Semarang City) and T3 (Tlogosari Kulon Health Center) which have potential to become bioremdiation agents. The purpose of this analytical reaserch study was to determine molecular identity and the relationship between the 4 bacterial isolates. Identification was done by phylogenetic trees construstion based on 16S rRNA gene sequences. The 16S rRNA gene sequence can be obtained by gene amplification using the PCR technique. The phylogenetic tree design showed that H3 and H5 isolates had the closest relationship compared to the other two isolates. All of the bacterial isolates are from the Gammaproteobacter class with Proteobacter phylum. The isolates of H3 and H5 have the same genus Stenotrophomonas. Among the four isolates that can be made as bioremediation agents are T3 isolates which have a similarity 98.85% with Pararheinheimera aquatica.
Keywords: Bacteria for bioremediation agent, 16S rRNA, phylogenetic tree
vii
SURAT PERNYATAAN
Yang bertanda tanda di bawah ini menyatakan dengan sungguh-sungguh bahwa
Tugas Akhir ini adalah karya sendiri, disusun tanpa tindakan plagiarisme sesuai
dengan peraturan yang berlaku di Universitas Muhammadiyah Semarang
Nama : Assyfa Ulti Iskandar
NIM : G1C015037
Fakultas : Fakultas Ilmu Keperawatan dan Kesehatan
Program Studi : D IV Analis Kesehatan
Judul : Sistematika dan Filogenetika Molekuler Beberapa Isolat Bakteri
Limbah Puskesmas yang Berpotensi Sebagai Agen Bioremediasi
Berdasarkan Analisis Gen 16S rRNA
Jika dikemudian hari ternyata saya melakukan tindakan plagiarisme, saya akan
bertanggung jawab sepenuhnya dan menerima sanksi yang dijatuhkan Universitas
Muhammadiyah Semarang kepada saya.
Semarang, Mei 2019
(Assyfa Ulti Iskandar)
viii
DAFTAR ISI
HALAMAN SAMPUL................................................................................ iHALAMAN PERSETUJUAN..................................................................... iiHALAMAN PENGESAHAN...................................................................... iiiHALAMAN SURAT PERNYATAAN....................................................... ivABSTRAK................................................................................................... vABSTRACT................................................................................................. viKATA PENGANTAR................................................................................. viiDAFTAR ISI................................................................................................ viiiDAFTAR TABEL........................................................................................ xDAFTAR GAMBAR................................................................................... xiBAB I PENDAHULUAN............................................................................ 1
1.1 Latar Belakang................................................................................ 11.2 Rumusan Masalah........................................................................... 41.3 Tujuan Penelitian............................................................................ 41.4 Manfaat penelitian.......................................................................... 51.5 Originalitas Penelitian...................................................................... 5
BAB II TINJAUAN PUSTAKA.................................................................. 72.1 Limbah Biomedik Puskesmas........................................................ 7
2.1.1. Pengertian Limbah Biomedik Puskesmas................................... 72.1.2. Dampak Limbah Biomedik Terhadap Lingkungan..................... 82.1.3. Bioremediasi Limbah Biomedik.................................................. 92.1.4. Bakteri Hidrolitik sebagai Agen Bioremediasi............................ 10
2.2 Sistematika dan Identifikasi Secara Molekuler............................. 112.2.1. Gen 16S rRNA............................................................................ 12
2.2.1.1. Ekstraksi Dna.......................................................................... 122.2.1.2. Polymerase Chain Reaction (PCR)........................................ 132.2.1.3. Elektroforesis.......................................................................... 15
2.3 Sekuensing DNA........................................................................... 162.4 Hubungan Kekerabatan dengan Filogenetik.................................. 17
2.4.1. Konstruksi Pohon Filogenetik..................................................... 202.5 Kerangka Teori.............................................................................. 232.5 Kerangka Konsep........................................................................... 242.6 Hipotesis........................................................................................ 24
BAB III METODE PENELITIAN.............................................................. 25
ix
3.1 Jenis Penelitian.............................................................................. 253.2 Tempat dan waktu penelitian......................................................... 253.3 Definisi Operasional...................................................................... 253.4 Objek Penelitian............................................................................. 253.5 Alat dan Bahan............................................................................... 26
3.5.1. Alat.............................................................................................. 263.5.2. Bahan........................................................................................... 26
3.6 Prosedur Penelitian........................................................................ 263.6.1. Subkultur Isolat Bakteri............................................................... 263.6.2. Ekstraksi Dna Metode Chelex..................................................... 273.6.3. Polymerase Chain Reaction (PCR) 16S rRNA........................... 273.6.4. Elektroforesis............................................................................... 273.6.5. Sekuensing DNA......................................................................... 283.6.6. Konstruksi Pohon Filogenetik..................................................... 28
3.7 Alur Penelitian............................................................................... 293.8 Teknik Pengumpulan dan Analisa Data......................................... 29
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN..................................................... 304.1 Hasil................................................................................................. 30
4.1.1. Subkultur Isolat Bakteri............................................................... 324.1.2. PCR 16S rRNA dan Elektroforesis............................................. 334.1.3. Isolasi DNA................................................................................. 344.1.4. Sekuensing dan BLAST.............................................................. 354.1.5. Konstruksi Pohon Filogenetik..................................................... 38
4.2 Pembahasan...................................................................................... 404.2.1. PCR 16S rRNA dan Elektroforesis............................................. 414.2.2. Basic Local Alignment Search Tools (BLAST).......................... 414.2.3. Hubungan Kekerabatan............................................................... 41
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN....................................................... 455.1 Kesimpulan...................................................................................... 455.2 Saran................................................................................................. 45DAFTAR PUSTAKA.................................................................................. 47LAMPIRAN................................................................................................. 53
x
DAFTAR TABEL
HalamanTabel 1. Originalitas Penelitian.................................................................... 5 Tabel 2. Definisi Operasional...................................................................... 25 Tabel 3. Morfologi Sel................................................................................. 30Tabel 4. Morfologi Koloni........................................................................... 30 Tabel 5. Uji Patogenitas............................................................................... 31 Tabel 6. Uji Penghasil Enzim Lipase dan Protease..................................... 32 Tabel 7. Konsentrasi Kemurnian DNA........................................................ 33Tabel 8. Hasil BLAST................................................................................. 38
xi
DAFTAR GAMBARHalaman
Gambar 1. Kerangka Teori........................................................................... 23Gambar 2. Kerangka Konsep....................................................................... 24Gambar 3. Alur Penelitian........................................................................... 29Gambar 4. Uji Patogenitas........................................................................... 31Gambar 5. Uji Penghasil Enzim Lipase dan Protease.................................. 32Gambar 6. Subkultur Isolat Bakteri............................................................. 33Gambar 7. Visualisasi Hasil Elektroforesis................................................. 35Gambar 8. Pohon Filogenetik...................................................................... 39
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Pusat Kesehatan Masyarakat (Puskesmas) merupakan fasilitas yang
dilaksanakan oleh pemerintah daerah untuk menyelenggarakan upaya pelayanan
kesehatan, baik promotif, preventif, kuratif maupun rehabilitatif. Puskesmas
berperan sebagai fasilitas pelayanan kesehatan perseorangan tingkat pertama
untuk mencapai derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya di wilayah
kerjanya (Permenkes RI, 2014). Puskesmas dapat menghasilkan limbah nonmedik
dan limbah medik. Limbah biomedik merupakan salah satu limbah medik yang
berupa padatan, cairan, benda tajam, limbah laboratorium dan kontainer obat yang
dihasilkan dari kegiatan kesehatan baik untuk manusia maupun hewan (Ethica
dkk., 2018) Semakin tinggi aktivitas pelayanan kesehatan yang dilakukan oleh
puskesmas maka semakin tinggi pula jumlah limbah yang dihasilkan (Arifiani
dkk., 2018).
Air limbah rumah sakit merupakan akumulasi limbah domestik dan limbah
biomedik cair. Pengolahan limbah biomedik cair dapat dilakukan dengan metode
pengolahan secara fisika, kimia dan biologi. Pengolahan limbah cair secara fisika
digunakan untuk menghilangkan padatan yang tersuspensi dengan metode
sedimentasi dan filtrasi. Pengolahan secara kimia pada limbah cair melibatkan
penambahan bahan kimia untuk mengubah atau dekstruksi kontaminan.
Sementara itu pada pengolahan secara biologi dilakukan dengan bantuan
mikroorganisme karena melibatkan berbagai mekanisme biologis untuk
mengurangi dan menghilangkan bahan organik biodegradable dari air limbah ke
tingkat yang dapat diterima sesuai ambang batas yang telah ditentukan (Riffat,
2012). Limbah biomedik cair mengandung polutan organik berkadar tinggi,
sehingga dapat diolah secara biologi (Mora dkk., 2015; Arifiani dkk.,2018). Hasil
pengolahan biologi umumnya adalah senyawa senyawa yang lebih sederhana
termasuk bahan – bahan anorganik yang kemudian akan diolah secara kimia
(Rudyatmi, 2016; Ethica dkk., 2018).
Sebagian besar penanganan limbah biomedik di Indonesia banyak dilakukan
dengan metode non-remediasi seperti insinerator, autoklaf dan instalasi
2
pengolahan air limbah (IPAL) (Ethica dkk., 2018). IPAL digunakan untuk
mengembalikan mutu air limbah agar dapat memenuhi standar (Prastiwi dkk.,
2015). Pembangunan IPAL memerlukan biaya yang sangat tinggi, sehingga tidak
semua lembaga yang menjalankan kegiatan kesehatan mampu mendirikan IPAL
terutama rumah sakit atau puskesmas kecil. Pengolahan limbah biomedik dengan
menggunakan insinerator menyebabkan permasalahan pencemaran udara dan
kebisingan (Mora dkk., 2015; Habibi, 2015; Sabrina dkk., 2018). Selain itu,
pembakaran limbah menggunakan insinerator juga menghasilkan emisi gas yang
memberikan efek rumah kaca (DKP, 2018; Ethica dkk., 2018). Oleh sebab itu
penanganan limbah biomedik secara bioremediasi perlu dilakukan.
Bioremediasi merupakan proses pembersihan atau remediasi secara biologis
yang melibatkan organisme hidup termasuk bakteri untuk mengurangi atau
menghilangkan polutan pada daerah terkontaminasi, yang menghasilkan
pemulihan ke keadaan semula tanpa gangguan lebih lanjut terhadap lingkungan
lokal (Vidali, 2001; McKew dkk., 2007; Ali dkk., 2009; Ethica dkk., 2018). Agen
biologis utama pada proses bioremediasi yaitu mikroorganisme dan enzim
(Prihati, 2012; Ethica dkk., 2018). Kelompok enzim hidrolase (hidrolitik) dan
enzim oksidoreduktase merupakan enzim yang paling banyak dieksplorasi untuk
keperluan bioremediasi. Beberapa contoh enzim hidrolitik antara lain protease,
selulase, esterase, lipase, fosfatase, kutinase, dan amilase (Piotrowska, 2005;
Schmidt, 2006; Arifiani dkk., 2018). Potensi bakteri penghasil protease dan lipase
sudah teruji, namun penggunaannya dalam bioremediasi puskesmas belum banyak
digunakan.
Umumnya bakteri terdapat pada limbah biomedik dari lingkungan rumah
sakit adalah Escherichia sp, Serratia sp, Achinetobacter sp, Klebsiella sp,
Salmonella sp, Staphylococcus sp, Enterococcus sp, Streptococcus sp dan
Pseudomonas sp. (Saini dkk., 2004; Rastogi dkk., 2011; Anitha dan Jayraaj, 2012;
Ethica, 2018). Bakteri hidrolitik yang memiliki tingkat patogenitas rendah atau
non patogen dan dapat memetabolisme zat-zat organik mempunyai peran penting
dalam mempercepat proses degredasi sehingga akan mengurangi kemungkinan
mikroorganisme patogen berkembang biak, bahaya infeksi dan kontaminasi akibat
mikroorganisme patogen tersebut (Emmimol dkk., 2012; Sabrina, 2018).
3
Hasil penelitian dari Ethica dan Raharjo (2014) berhasil mengkarakterisasi
isolat bakteri hidrolitik penghasil lipase Alcagenes sp.JG3 yang mampu
mendegradasi lemak sekaligus gliserol, sehingga berpotensi menjadi agen
bioredegradasi limbah organik (lemak) yang efektif. Akan tetapi strain bakteri ini
tergolong bakteri yang bersifat patogen. Berdasarkan dari penelitian Arifiani dan
Sabrina (2018) menunjukkan ada 4 isolat dari limbah puskesmas Halmahera Kota
Semarang dan puskesmas Tlogosari Kulon besifat non patogen atau patogenitas
rendah yang memiliki potensi sebagai agen bioremediasi limbah biomedik cair
yaitu menghasilkan enzim lipase dan protease namun belum diketahui identifikasi
dan sistem taksonominya.
Salah satu upaya yang dapat dilakukan untuk mengetahui identitas dan
klasifikasi taksonomi suatu mikroorganisme yaitu dengan teknik molekuler.
Kelebihan identifikasi molekuler adalah mampu mengidentifikasi secara lebih
akurat dan spesifik. Metode sekuensing 16S rRNA merupakan cara
mengidentifikasi mikroorganisme yang dapat membedakan sifat fenotip yang unik
(Ethica, 2018). Produk atau hasil dari melipatgandakan gen 16S rRNA yang
didapat menggunakan metode Polymerase Chain Reaction (PCR) disekuensing
sehingga didapatkan urutan basa nukleotidanya. Data dari hasil sekuensing DNA
dapat dilacak melalui database Basic Local Alignment Search Tool (BLAST)
pada National Center for Biotechnology Information, National Institute for
Health, USA (www.ncbi.nlm.nih.gov) kemudian dideposit ke GenBank untuk
mendapatkan nomor akses. Software MEGA X dapat menghubungkan
kekerabatan antar mahluk hidup melalui gambaran pohon filogenetik. Walaupun
ada gangguan kontaminasi dan masalah sensitivitas yang kurang memadai,
metode sekuensing 16S rRNA ini tidak terpengaruh oleh variasi fenotipik atau
bias teknologi, dan memiliki potensi untuk mengurangi kesalahan (Ethica, 2018).
Penggunaan agen bioremediasi untuk mengolah limbah biomedik
puskesmas masih sedikit. Hal tersebut disebabkan oleh kemampuan puskesmas di
Indonesia dalam mengelola limbah tersebut masih terbatas. Hasil penelitian
Arifiani (2018) dan Sabrina (2018) menunjukkan adanya 4 isolat bakteri yaitu H1,
H3, dan H5 (Puskesmas Halmahera Kota Semarang) dan T3 (Puskesmas
Tlogosari Kulon) yang bersifat non patogen atau patogenitas rendah, dari
4
kelompok bakteri indigen penghasil lipase dan protease yang berpotensi sebagai
agen bioremediasi untuk menangani limbah biomedik puskesmas. Akan tetapi
identitas dan klasifikasi taksonomi bakteri tersebut belum diketahui, sehingga
perlu dilakukan penelitian untuk mengetahui identitas molekuler bakteri penghasil
enzim lipase dan protease yang bersifat non patogen atau patogenitas rendah dari
limbah biomedik Puskesmas Halmahera Kota Semarang dan Puskesmas Tlogosari
Kulon.
1.2. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang ada, maka rumusan masalah pada
penelitian ini adalah:
a. Apakah identitas molekuler beberapa isolat bakteri yang berpotensi sebagai
agen bioremediasi limbah biomedik Puskesmas Halmahera Kota Semarang
dan Puskesmas Tlogosari Kulon berdasarkan sekuens 16S rRNA?
b. Bagaimakah hubungan filogenetik beberapa isolat bakteri yang berpotensi
sebagai agen bioremediasi limbah biomedik Puskesmas Halmahera Kota
Semarang dan Puskesmas Tlogosari Kulon berdasarkan sekuens 16S rRNA?
1.3. Tujuan Penelitian
1.3.1.Tujuan Umum
Tujuan umum penelitian ini adalah untuk mengetahui identitas molekuler
dan hubungan kekerabatan spesimen bakteri pada beberapa isolat bakteri yang
berpotensi sebagai agen bioremediasi limbah biomedik Puskesmas Halmahera
Kota Semarang dan Puskesmas Tlogosari Kulon.
1.3.2.Tujuan Khusus
Tujuan khusus pada penelitian ini adalah:
a. Melakukan identifikasi molekuler menggunakan PCR 16S-rRNA pada
beberapa isolat bakteri dari agen bioremediasi limbah biomedik Puskesmas
Halmahera Kota Semarang dan Puskesmas Tlogosari Kulon.
b. Mengkonstruksi pohon filogenik berdasarkan hasil sekuensing atau
pengurutan DNA beberapa isolat bakteri dari agen bioremediasi limbah
biomedik Puskesmas Halmahera Kota Semarang dan Puskesmas Tlogosari
Kulon menggunakan software MEGA X.
1.4. Manfaat
5
1.4.1.Manfaat bagi Peneliti
Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan serta pengetahuan
tentang cara mengidentifikasi secara molekuler dan mengetahui hubungan
kekerabatan bakteri hidrolitik dari limbah biomedik puskesmas yang berpotensi
sebagai agen bioremediasi.
1.4.2. Manfaat bagi Masyarakat
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberi pengetahuan jenis bakteri
yang berpotensi sebagai agen bioremediasi dari limbah puskesmas.
1.4.3.Manfaat bagi Institusi
Hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai bahan bacaan dan
referensi bagi mahasiswa mengenai identifikasi molekuler bakteri yang berpotensi
bioremediasi berdasarkan analisis gen 16S - rRNA dan konstruksi pohon filogenik
dengan software MEGA X.
1.5. Keaslian/ Originalitas PenelitianTabel 1. Originalitas Penelitian
No. Nama Penulis dan Tahun Judul Penelitian Hasil Penelitian
1 Ethica dkk., 2014 Detection Of
Genes Involved In
Glycerol
Metabolism Of
Alcaligenes sp.
JG3
Hasil uji penggunaan gliserol in vitro
menunjukkan bahwa Alcaligenes sp.
JG3 dapat tumbuh pada medium
dengan gliserol sebagai sumber karbon
secara aerobik, namun tidak secara
anaerobik. Dapat disimpulkan bahwa
Alcaligenes sp. JG3 mampu melakukan
metabolisme gliserol secara aerobik,
sehingga berpotensi untuk digunakan
sebagai pendegradasi limbah minyak
dan lemak yang efektif
2 Arifiani dkk., 2018 Isolasi Bakteri
Penghasil Lipase
dan Protease yang
Berpotensi
sebagai Agen
Bioremediasi
Limbah Biomedis
Cair Puskesmas
Halmahera Kota
Dari 7 isolat hasil seleksi patogenitas
diperoleh 3 isolat bakteri yang bersifat
non patogen H2, H3, H5 dan 1 isolat
bakteri dengan tingkat patogenitas
rendah H1. Hasil seleksi penghasilan
enzim proteolitik menunjukkan isolat
H5 mampu menghasilkan enzim
protease, sedangkan hasil seleksi
penghasilan enzim menunjukkan
6
Semarang. bahwa dua isolat, yaitu H1 dan H3
mampu menghasilkan enzim lipase.
Dengan demikian isolat bakteri H1, H3
dan H5 merupakan bakteri yang
berpotensi sebagai agen bioremediasi
limbah biomedik cair.
3 Sabrina dkk., 2018 Potensi Bakteri
Indigen Penghasil
Enzim Protease
Dan Lipase
sebagai Agen
Bioremediasi
Limbah Biomedis
Puskesmas
Tlogosari Kulon
Dari 6 isolat bakteri hasil uji
patogenitas menunjukkan 3 isolat yaitu
T2, T3 dan T5 memiliki tingkat
patogenitas rendah. Hasil seleksi
penghasilan enzim proteolitik
menunjukkan 1 isolat yaitu T3 mampu
menghasilkan enzim protease dan
lipase sekaligus. Dengan demikian
isolat T3 berpotensi untuk dijadikan
sebagai agen bioremediasi limbah
biomedik cair.
Perbedaan antara penelitian ini dan penelitian yang telah dilakukan oleh
Ethica (2014), Arifiani (2018) dan Sabrina (2018) terletak pada identifikasi
molekuler. Penelitian Ethica (2014), berhasil mengidentifikasi bakteri dengan
kemampuan degradasi gliserol. Namun bakteri tersebut besifat patogen sehingga
tidak dapat dijadikan sebagai agen bioremediasi limbak biomedik. Penelitian yang
dilakukan Arifiani (2018) dan Sabrina (2018) meneliti bakteri indigen penghasil
lipase dan protease yang berpotensi sebagai agen bioremediasi limbah biomedik
cair dan bersifat non patogen atau patogenitas rendah dari limbah Puskesmas
Halmahera Kota Semarang dan Puskesemas Tlogosari Kulon. Namun isolat
bakteri yang diperoleh masih belum diketahui identitasnya. Penelitian ini
mengidentifikasi secara molekuler dari beberapa isolat bakteri indigen yang
bersifat non patogen atau patogenitas rendah penghasil enzim protease dan lipase
yang berpotensi sebagai agen bioremediasi limbah biomedik cair dan dari limbah
Puskesmas Halmahera Kota Semarang dan Puskesemas Tlogosari Kulon dan
bagaimana hubungan kekerabatannya.
7
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Limbah Biomedik Puskesmas
2.1.1.Pengertian Limbah Biomedik Puskesmas
Pusat kesehatan masyarakat (Puskesmas) akan menghasilkan limbah yang
berasal dari setiap kegiatan pelayanan kesehatan kepada masyarakat. Limbah
merupakan suatu hasil dari kegiatan manusia yang tidak lagi digunakan, dipakai,
atau dibuang dan tidak terjadi dengan sendirinya. Limbah layanan kesehatan
meliputi semua hasil buangan dari instalasi kesehatan, fasilitas penelitian,
laboratorium, maupun limbah hasil perawatan yang dilakukan di rumah seperti
dialisis dan suntikan insulin (Pruss dkk., 2005; Notoadmojo, 2007; Arifiani,
2018). Semakin tinggi aktivitas pelayanan kesehatan yang dilakukan oleh
puskesmas maka semakin tinggi pula jumlah limbah yang dihasilkan (Arifiani
dkk., 2018).
Secara umum limbah yang dihasilkan puskesmas baik berupa padatan, gas
dan cairan, terdiri dari dua jenis. Jenis yang pertama yaitu limbah non medik yang
termasuk di dalamnya limbah domestik rumah sakit. Jenis yang kedua yaitu
limbah medik yang dihasilkan dari kegiatan kesehatan baik untuk manusia
maupun hewan, termasuk di dalamnya limbah biomedik (Ethica dkk., 2018).
Limbah biomedik merupakan salah satu limbah medik yang bersifat biologis.
Limbah biomedik dihasilkan selama proses diagnosis, perawatan atau imunisasi
manusia yang terkontaminasi cairan, suntikan, jarum suntik, ampul, organ tubuh
ataupun bagian tubuh pasien, plasenta, termasuk limbah mikrobiologi (Ola-Adisa
dkk., 2015). Limbah biomedik mengandung komponen berbahaya seperti bakteri,
virus, jamur, bahan kimia beracun, sisa obat, dan bahan radio aktif terlarut yang
apabila tidak diolah dapat mencemari lingkungan dan beresiko terhadap manusia
dan makhluk hidup lainnya (Mwaikono dkk., 2015).
Limbah biomedik puskesmas itu sendiri terbagi menjadi menjadi dua yaitu
limbah padat dan limbah cair. Sekitar 75 – 90 % jumlah limbah biomedik
tergolong tidak berbahaya, namun apabila kedua golongan limbah biomedik ini
bercampur maka seluruhnya akan menjadi berbahaya karena dapat merusak
kesehatan dan lingkungan. Bahaya kontaminasi menjadi sifat yang menonjol pada
8
limbah biomedik. Untuk menghindari bahaya kontaminasi yang ada limbah
biomedik pukesmas harus terdegradasi seluruhnya sebelum masuk ke tempat
pembuangan akhir (Singh dkk., 2007; Ethica dkk., 2018).
2.1.2.Dampak Limbah Biomedik Terhadap Lingkungan
Limbah yang dihasilkan dari aktivitas pelayanan kesehatan seperti rumah
sakit dan puskesmas dapat membahayakan kesehatan masyarakat, contohnya
berupa virus dan kuman yang berasal dari laboratorium. Limbah cair dan limbah
padat yang berasal dari rumah sakit merupakan media penyebar gangguan atau
penyakit bagi petugas, penderita maupun masyarakat. Contoh gangguan tersebut
dapat berupa pencemaran udara, pencemaran air, tanah, pencemaran makanan dan
minuman. Pencemaran tersebut adalah agen-agen kesehatan lingkungan yang
mempunyai dampak besar terhadap manusia (Ethica dkk., 2018; Arifiani dkk.,
2018).
Limbah puskesmas umumnya belum dikelola dengan baik. Sebagian besar
pengelolaan limbah infeksius tidak ada perbedaannya dengan cara pengelolaan
limbah medik noninfeksius. Selain itu masih banyak yang menggabungkan antara
limbah medik infeksius dan limbah medik non-infeksius. Padahal penggabungan
limbah tersebut membuat permasalahan limbah medik semakin besar. Limbah
puskesmas dapat mengandung berbagai macam mikroorganisme yang tergantung
pada jenis dan cara pengolahan yang dilakukan. Limbah yang mengandung bahan
organik dan bahan anorganik dapat diukur dengan parameter BOD, COD, TSS,
dan lain-lain. Sedangkan limbah padat terdiri dari sampah mudah terbakar,
sampah mudah membusuk, dan lain-lain (Ethica dkk., 2018).
Limbah medik kemungkinan besar mengandung mikroorganisme patogen
atau bahan kimia beracun yang berbahaya dan dapat menyebabkan penularan
infeksi penyakit ke sekitar lingkungan puskesmas yang disebabkan oleh teknik
pelayanan kesehatan yang kurang memadai, kesalahan penanganan bahan
terkontaminasi dan peralatan, serta penyediaan dan pemeliharaan sarana sanitasi
yang kurang baik (Arifiani dkk., 2018).
Terdapat beberapa kelompok masyarakat yang mendapatkan gangguan
karena limbah buangan puskesmas. Pertama, pasien yang datang ke puskesmas
untuk mendapatkan pertolongan pengobatan dan perawatan. Kelompok ini adalah
9
kelompok yang paling rentan. Kedua, karyawan puskesmas dalam menjalankan
tugasnya selalu kontak langsung dengan pasien yang sakit. Ketiga,
pengunjung/pengantar pasien yang berkunjung ke puskesmas. Keempat,
masyarakat yang bertempat tinggal di sekitar puskesmas, apalagi jika limbah
puskesmas dibuang ke lingkungan tanpa adanya pengolahan limbah, akibatnya
dapat menurunkan derajat kesehahatan masyarakat di lingkungan tersebut. Oleh
karena itu puskesmas wajib mengelola limbah dari aktivitas pelayanan kesehatan
dengan baik dan benar dengan melakukan kegiatan sanitasi puskesmas (Ethica,
2018).
2.1.3.Bioremediasi Limbah Biomedik
Air limbah puskesmas umumnya merupakan kumpulan dari limbah
domestik dan limbah cair. Limbah tersebut mengandung senyawa polutan organik
yang cukup tinggi, sehingga dapat diolah secara biologis (Mora dkk., 2015). Salah
satu pengolahan limbah secara biologis adalah dengan bioremediasi. Bioremediasi
adalah proses degradasi limbah secara biologis dalam kondisi terkedali, sehingga
berubah menjadi bahan yang tidak berbahaya atau kadarnya lebih rendah dari
batas konsentrasi yang di tetapkan oleh otoritas pengawas limbah. Metode ini
merupakan pemanfaatan bioteknologi yang ramah lingkungan dan hemat biaya,
didasari dengan proses biodegredasi yang terjadi karena adanya peran enzim
mikoorganisme. Bioremediasi pada limbah biomedik pukesmas merupakan
penerapan pengolahan biologis untuk pembersihan kontaminan yang berasal dari
limbah biomedik yang berbentuk cair (Ethica dkk., 2018).
Metode bioremediasi pada umunya menggunakan organisme indigen dari
kelompok fungi, alga dan bakteri sebagai agen bioremediasi limbah biomedik
(Ethica dkk., 2018). Orgenisme indigen merupakan organisme asli yang sudah ada
di area terkontaminasi bahkan sebelum terjadinya proses kontaminasi.
Penggunaan mikroorganisme untuk bioremediasi limbah biomedik cair yang telah
banyak digunakan, salah satunya dari kelompok fungi Tremetes versicolor mampu
mendegradasi bahan kimia obat dan antibiotik. Kelompok bakteri telah dilaporkan
bahwa Pseudomonas dan Alcaligenes juga dapat digunakan untuk menangani
limbah biomedik sisa bahan farmasi (Zhang dkk., 2016; Santoro., dkk 2015).
Sementara itu dari kelompok alga, Scenedesmus dan Daphnia merupakan agen
10
biologi yang dilaporkan potensial menangani total coliform dan polutan organik
pada limbah biomedik cair (Berto dkk., 2009).
2.1.4.Peran Bakteri Hidrolitik sebagai Agen Bioremediasi
Enzim dihasilkan oleh semua makhluk hidup untuk mengkatalisis reaksi
biokimia dalam tubuh makhluk hidup tersebut sehingga reaksi-reaksi itu dapat
berlangsung lebih cepat (Sianturi, 2008). Secara umum enzim dapat
dikelompokan menjadi 6, yaitu: hidrolase, oksidoreduktase, transferase, liase,
isomerase dan ligase. Dari 6 kelompok enzim tersebut, kelompok yang paling
berperan dalam bioremediasi adalah kelompok enzim hidrolase (hidrolitik) dan
oksidorekduktase (Ethica dkk., 2018).
Contoh enzim hidrolitik antara lain protease, selulase, esterase, lipase,
fosfatase, kutinase, dan amilase. Dari sub kelompok enzim hidrolitik selulase,
enzim hemiselulase, selulase, dan glikosidase merupakan enzim-enzim yang
penting karena kemampuannya mendegradasi biomassa. Kelompok enzim
hidrolitik mempunyai kemampuan mengkatalis reaksi pemecah hidrolistik C-C,
C-O, C-N, P-O, dan ikatan lain tertentu termasuk ikatan asam anhidrida. Reaksi
hidrolitik melibatkan pelepasan gugus fungsional ke dalam air. Enzim hidrolitik
akan mengkatalisasi reaksi - reaksi tipe hidrolisis melalui tiga mekanisme utama
yaitu memecah ikatan ester, memecah ikatan peptida dan memecah ikatan
glikosida (Schmidt, 2006; Ethica dkk., 2018; Arifiani dkk., 2018).
Bakteri hidrolitik merupakan bakteri yang mampu mensekresikan enzim
hidrolitik yang digunakan untuk mengkatabolisasi komponen utama biomassa
seperti polisakarida, protein dan lemak. Enzim hidrolitik mampu memecah ikatan
kimia utama dalam molekul beracun melalui mekanisme hidrolisis yang
menyebabkan molekul beracun tersebut berkurang tingkat toksisitasnya.
Keuntungan dari kelas enzim hidrolitik adalah ketersediaan yang sangat besar,
rendahnya streoselektivitas kofaktor dan mentoleransikan penambahan pelarut
yang dapat larut dalam air (Kaigar dan Rao, 2011; Ethica dkk., 2018).
Buzzini dan Martini (2002) mampu mengisolasi berbagai koloni bakteri dan
fungi yang menghasilkan berbagai jenis enzim hidrolitik ekstraseluler amilase
ekstraseluler, esterase, lipase, protease, pektinase dan kitinase. Mikroorganisme
yang berhasil diisolasi tersebut dilaporkan berperan dalam proses biodegradasi
11
limbah organik beracun, sehingga berpotensi sebagai agen bioremediasi (Emimol
dkk., 2012). Sebanyak 348 spesies yeast (terdiri dari 193 Ascomycetes dan 155
Basidiomycetes) serta 46 strain mirip Aureobasidium pullulans (Ethica dkk.,
2018; Arifiani dkk., 2018). Bakteri hidrolitik, terutama yang memiliki tingkat
patogenitas rendah hingga non patogen dan dapat memetabolisme zat-zat organik
mempunyai peran penting dalam mempercepat proses degredasi sehingga akan
mengurangi kemungkinan mikroorganisme patogen berkembang biak dan akan
mengurangi bahaya infeksi dan kontaminasi akibat mikroorganisme patogen
tersebut (Emmimol dkk., 2012; Sabrina dkk., 2018).
2.2. Sistematika dan Identifikasi Secara Molekuler
Sistematika memiliki peran penting di dalam dunia biologi yaitu untuk
menyediakan pengetahuan mengkarakterisasi organisme sekaligus mengenalinya
untuk memahami keanekaragaman mahluk hidup. Sistematika bertugas dalam
megkonstruksi hubungan evolusi dari kelompok organisme biologi. Terdapat dua
pendekatan untuk mengetahui hubungan evolusi yaitu secara fenetika dengan
berdasarkan karakter atau ciri yang sama pada organisme biologi dan secara
kladistika yang banyak digunakan pada penelitian sistematika dengan cara
mempelajari perjalanan evolusi atau perubahan karakter atau ciri dari setiap
kelompok organisme atau yang biasa disebut dengan filogenetika. Untuk
mengetahui bagaimana sistematika berdasarkan filogenetika suatu organisme
dilakukan identifikasi secara molekuler (Hidayat dkk., 2008).
Identifikasi merupakan kegiatan yang dilakukan untuk mendapatkan suatu
informasi atau data agar dapat mengetahui dan menetapkan suatu identitas mahluk
hidup berdasarkan ciri-ciri, karakter atau sifat yang ada pada mahluk hidup
tersebut. Identifikasi pada mikroorganisme berfungsi untuk membedakan antar
spesies mikroorganisme seperti jamur, alga, bakteri dan lainnya. Terdapat
berbagai cara untuk mengidentifikasi bakteri yaitu berdasarkan pendekatan
fisiologis dengan pengamatan morfologi baik secara mikroskopis maupun
makroskopis, uji biokimia dan identifikasi dengan pendekatan molekuler. Metode
identifikasi berdasarkan karakteristik fisiologis dan uji biokimia membutuhkan
waktu yang cukup lama sedangkan pada identifikasi berbasis molekuler waktu
yang dibutuhkan jauh lebih singkat yaitu melalui analisis sekuensing DNA
12
(Ethica, 2018). Identifikasi secara molekuler dapat digunakan untuk mengetahui
kedekatan atau kekerabatan antara isolat-isolat bakteri dengan metode analisis gen
16S rRNA. Metode ini merupakan metode untuk identifikasi berbasis molekuler
lebih cepat dengan tingkat spesifisitas dan sensitivitas yang tinggi (Rinanda,
2011). Metode ini juga dapat digunakan untuk mempelajari filogenetik dari
bakteri (Sukartiningrum, 2012).
2.2.1.Gen 16S rRNA
Gen pengkode RNA ribosomal (rRNA) adalah gen yang paling lestari
(conserved). Porsi sekuens rRNA dari tiap organisme yang secara genetik
berkorelasi umumnya adalah sama. Dengan ini setiap organisme yang mempunyai
jarak kekerabatan tertentu dapat disejajarkan sehingga lebih mudah untuk
menentukan perbedaan dalam sekuens yang menjadi ciri khas organisme tersebut
(Rinanda, 2011).
Gen 16S RNA ribosom atau 16S rRNA dikode oleh gen 16S rDNA dan
merupakan daerah konservatif yang digunakan untuk mendunga hubungan
kekerabatan secara alami diantara spesies. Gen 16 rRNA adalah salah satu
komponen dari subunit kecil 30S pada ribosom prokariot. Panjang sekuens dari
16S rRNA mencapai 1500 bp yang diperoleh dengan amplifikasi metode PCR.
Sekuens basa tersebut digunakan untuk mengkontruksi pohon filogenetik. Gen
16S rRNA di bagian ujung sekuens merupakan daerah yang disebut dengan
hypervariable region. Daerah ini merupakan bagian yang membedakan antar
organisme. Primer yang digunakan dalam amplifikasi sekuens akan mengenali
daerah yang lestari dan mengamplifikasi hypervariable region, dengan demikian
akan diperoleh sekuens yang khas. (Patantis, 2009; Rinanda, 2011). 16S rRNA
mepunyai fungsi antara lain membantu dalam pengikatan dua subunit ribosom
yaitu unit 50S dan 30S, menerjemahkan posisi protein dari ribosom, berinteraksi
dengan 23S dan menjaga stabilitas pasangan kodon-antikodon melaui
pembentukan ikatan hidrogem antara atom N1 dari adenine dengan OH pada
mRNA (Coenye dkk., 2003; Sukartiningrum, 2012)
2.2.1.1. Isolasi DNA
Molekul DNA harus dipisahkan dari material seluler lainnya sebelum dapat
diperiksa. Protein sel yang menyelubungi dan melindungi DNA dapat
13
menghambat kemampuan menganalisis DNA. Oleh karena itu, metode untuk
mengekstrasi DNA telah dikembangkan untuk memisahkan protein dan materi
seluler lainnya dari molekul DNA. Selain itu, kuantitas dan kualitas DNA sering
diukur sebelum proses lanjutan lainnya untuk memastikan akan didapatkan hasil
yang optimal. Isolasi DNA secara umum memiliki tahapan-tahapan yang meliputi
isolasi dari jaringan, pelisisan dinding dan membran sel, isolasi dalam larutan,
purifikasi serta presipitasi atau pemadatan (Yosephi, 2010).
Isolasi DNA dalam prosesnya terdapat tiga larutan penting, yaitu larutan
buffer untuk lisis, larutan buffer untuk digesti, dan protein kinase K. Proses
penghancuran sel (lisis) secara kimia dilakukan dengan mamanfaatkan senyawa
kimia seperti EDTA (Etil Ediamin Tetra Asetat) dan SDS (Sodium Dodesil
Sulfat). EDTA akan merusak atau menghancurkan sel dengan cara mengikat ion
magnesium. Ion ini berfungsi dalam mempertahankan integritas sel dan
mengingkatkan aktivitas enzim nuklease yang merusak asam nukleat. SDS yang
merupakan sejenis deterjen digunakan untuk merusak membran sel (Yosephi,
2010).
Kotoran atau debris sel yang ditimbulkan akibat proses penghancuran sel
dapat dibersihkan dengan cara sentrifus sehingga yang tertinggal di dasar tabung
hanya molekul nukelotida (DNA, RNA, serta protein). Protein dapat dihilangkan
dengan bantuan enzim proteinase, sedangkan RNA juga dibersihkan dari larutan
dengan RNAse sehingga DNA dapat diisolasi seutuhnya. Terdapat tiga teknik
primer yang digunakan dalam laboratorium forensik DNA untuk isolasi DNA,
yaitu isolasi organik (fenol-kloroform), isolasi Chelex, dan kertas FTA (Yosephi,
2010)
2.2.1.2. Polymerase Chain Reaction (PCR)
Reaksi Polimerase Berantai atau dikenal sebagai Polymerase Chain
Reaction (PCR), yaitu proses sintesis enzimatik untuk melipatgandakan suatu
sekuens nukleotida tertentu secara in vitro. PCR merupakan suatu teknik untuk
amplifikasi atau perbanyakan DNA secara enzimatik menggunakan primer dari
potongan urutan basa tertentu. Primer merupakan oligonukleotida pendek rantai
tunggal yang mempunyai urutan synthesizer. Primer oligonukleotida di sintesis
14
oleh DNA yang memiliki panjang berkisar antara 20-30 basa (Samborok dkk.,
2001; Sukartiningrum, 2012).
PCR melibatkan beberapa tahap berulang atau siklus yang pada umumnya
dilakukan antara 20 hingga 40 siklus. Terjadi duplikasi pada setiap siklus jumlah
target DNA untai ganda. Denaturasi termal memisahkan Untai ganda DNA target
(unamplified DNA) kemudian didinginkan hingga mencapai suatu suhu tertentu
untuk memberi waktu pada primer (anneal primers) menempel pada daerah
tertentu dari DNA target. Tahap polimerase DNA atau elongation digunakan
untuk memperpanjang primer (extend primers) dengan menggunakan dNTPs yaitu
blok pembangun asam nukleat yang terdiri dari dATP, dCTP, dGTP dan dTTP.
Buffer yang mengandung MgCl2 mempengaruhi hasil dari proses PCR.
Konsentrasi ion Mg2+ berpengaruh besar pada proses primer annealing, denaturasi,
spesifisitas produk, aktivitas enzim dan fidelitas reaksi. Proses PCR dilakukan
menggunakan alat yang disebut thermocycler (Hasibuan, 2015).
Proses PCR terdiri dari tiga tahapan utama, yaitu denaturasi, penempelan
primer (annealing), dan polimerisasi rantai DNA (elongation and extention).
Denaturasi merupakan proses pemisahan untai ganda DNA yang menjadi cetakan
(template) tempat penempelan primer dan tempat kerja DNA polimerase. Berikut
keseluruhan tahapan proses PCR (Hasibuan, 2015):
1) Pra denaturasi
Awal reaksi untuk memastikan kesempurnaan denaturasi dan mengaktifasi
DNA Polimerase (hot-start atau baru aktif setelah dipanaskan terlebih dahulu).
2) Denaturasi.
DNA untai ganda akan membuka menjadi dua untai tunggal. Hal ini
disebabkan karena suhu denaturasi yang tinggi menyebabkan putusnya ikatan
hidrogen diantara basa-basa yang komplemen. Pada tahap ini, seluruh reaksi
enzim tidak berjalan, misalnya aktifitasi reaksi polimerisasi sudah pada siklus
yang sebelumnya. Denaturasi biasanya dilakukan antara suhu 90C – 95C.
3) Penempelan Primer (annealing)
Primer akan menuju daerah yang spesifik yang komplemen dengan urutan
primer. Pada proses annealing ini, ikatan hidrogen akan terbentuk antara primer
dengan urutan komplemen pada template. Proses ini biasanya dilakukan pada
15
suhu 50C – 60C. Selanjutnya, DNA polimerase akan berikatan sehingga ikatan
hidrogen tersebut akan menjadi sangat kuat dan tidak akan putus kembali apabila
dilakukan reaksi polimerisasi selanjutnya misalnya pada 72C
4) Reaksi Polimerisasi (elongation)
Primer yang telah menempel akan mengalami perpanjangan pada sisi 3‟nya
dengan penambahan dNTP yang komplemen dengan template DNA polimerase.
Jika siklus dilakukan berulang-ulang maka daerah yang dibatasi oleh dua primer
akan di amplifikasi secara eksponensial (disebut amplikon yang berupa untai
ganda), sehingga mencapai jumlah copy yang dapat dirumuskan dengan (2n) x.
Dimana n adalah jumlah siklus dan x adalah jumlah awal molekul DNA. Jadi,
seandainya ada 1 copy DNA sebelum siklus berlangsung, setelah satu siklus, akan
menjadi 2 copy, sesudah 2 siklus akan menjadi 4, sesudah 3 siklus akan menjadi 8
dan seterusnya. Sehingga perubahan ini akan berlangsung secara eksponensial.
PCR dengan menggunakan enzim Taq DNA polimerase pada akhir dari setiap
siklus akan menyebabkan penambahan satu nukleotida A pada ujung 3‟ dari
potongan DNA yang dihasilkan. Sehingga nantinya produk PCR ini dapat di
kloning dengan menggunakan vektor yang ditambahkan nukleotida T pada ujung-
ujung 5‟-nya.
5) Ekstensi (Extention)
Dilakukan pada suhu optimum enzim (70-72C) selama 5-15 menit untuk
memastikan bahwa setiap utas tunggal yang tersisa sudah diperpanjang secara
sempurna.
6) Tahap pendinginan (Cooling down)
Tahap ini merupakan tahap terakhir setelah proses PCR berakhir berguna
untuk menurunkan suhu dari tinggi ke rendah.
2.2.1.3. Elektroforesis
Elektroforesis adalah suatu teknik yang berdasarkan pada pergerakan
molekul bermuatan dalam media penyanggah matriks stabil dibawah pengaruh
medan listrik. Media yang umum digunakan adalah gel agarosa (Gaffar, 2007;
Khotimah, 2013). Produk PCR akan dimasukkan kedalam sumur pada gel agarosa
dan diletakkan pada kutub negatif, apabila dialiri arus listrik dengan menggunkan
larutan buffer yang sesuai maka DNA akan bergerak ke kutub positif. Kecepatan
16
migrasi DNA dalam medan listrik berbanding terbalik dengan massa DNA.
Migrasi DNA ditentukan oleh ukuran panjang dan bentuk DNA. Fragmen DNA
yang berukuran kecil akan bermigrasi lebih cepat dibanding yang berukuran besar,
sehingga elektroforesis mampu memisahkan fragmen DNA berdasarkan ukuran
panjangnya (Indriani, 2013).
Panjang dan bentuk DNA akan mempengaruhi migrasi DNA. Fragmen
DNA yang berukuran besar akan bermigrasi lebih lambat dibandingkan dengan
fragmen DNA yang berukuran lebih kecil. Sehingga elektroforesis dapat
memisahkan fragmen berdasarkan ukuran panjang DNA. Pada voltase rendah,
kecepatan migrasi DNA sebanding dengan tingginya voltase yang digunakan.
Tetapi, jika penggunaan voltase dinaikkan, mobilitas molekul DNA meningkat
secara tajam. Ini mengakibatkan pemisahan molekul DNA di dalam sel menurun
dengan meningkatnya voltase yang digunakan (Muladno, 2010; Indriani, 2013).
Apabila tidak ada kekuatan ion di dalam larutan, maka aliran listrik akan
sangat sedikit dan migrasi DNA sangat lambat. Larutan buffer berkekuatan ion
tinggi akan meningkatkan panas, sehingga aliran listrik menjadi maksimal.
Larutan buffer yang digunakan adalah TAE (Tris Acetic Acid) dan TBE (Tris
Boric Acid). Larutan etidium bromide (EtBr) digunakan untuk visualisasi, larutan
tersebut akan masuk di antara ikatan hydrogen yang terletak pada DNA, sehingga
di bawah lampu UV pita fragmen DNA akan terlihat (Muladno, 2010; Indriani,
2013).
2.3. Sekuensing DNA
Produk PCR yang telah dimurnikan ditentukan urutan nukleotidanya
dengan metode sekuensing. Pada tahap sekuensing produk PCR dengan ukuran
tertentu digunakan sebagai cetakan. Primer pada tahap PCR juga digunakan dalam
sekuensing, hanya saja masing-masing primer digunakan secara terpisah dalam
satu siklus sekuensing (forward saja atau reverse saja). Berbeda dengan PCR,
produk yang dihasilkan dari sekuensing memiliki ukuran yang berbeda-beda. Hal
ini disebabkan sekuensing ditambahkan ddNTP (di-deoxyribonuclease
Triphosphat) atau dNTP terminator yaitu modifikasi dari dNTPs dengan
menghilangkan gugus 3’- OH pada ribosa yang dilabel dengan zat warna.
Terminator ini pada satu siklus akan berikatan secara acak dan menghentikan
17
proses pembacaan. Pada tiap basa terminator (ddATP, ddGTP, ddCTP, atau
ddTTP), terdapat zat warna fluoresen yang dapat menyerap panjang gelombang
yang berbeda sehingga basa terminator akan dapat dibaca dengan fluorometri
(Sukartiningrum, 2012).
Sekuens DNA terbentuk dari hasil pensejajaran pembacaan primer reverse
dan forward dan umumnya disebut sebagai sekuens konsensus (consensus
sequence). Sekuens konsensus ini kemudian dibandingkan dengan data sekuens
yang tersedia di database menggunakan software tertentu. Proses pembandingan
ini disebut dengan proses Basic Local Alligment Search atau BLAST (Tindi
dkk.,2017). Beberapa sistem dapat menentukan urutan nukleotida melalui
pembacaan satu primer, namun pembacaan dengan dua primer memberikan hasil
yang lebih akurat. Situs yang digunakan untuk membandingkan sekuens 16S
rRNA adalah National Center for Biotechnology Information, National Institute
for Health, USA yang kemudian akan dideposit ke GenBank (Madilana dkk.,
2018).
2.4. Hubungan Kekerabatan dengan Filogenetika
Banyak penelitian filogenetik telah lama menggunakan karakter morfologi.
Beriring dengan pesatnya perkembangan teknik dan teknologi di dalam biologi
molekuler, seperti Polymerase Chain Reaction (PCR) dan sequencing DNA,
penggunaan sekuen DNA dalam penelitian filogenetik telah meningkat pesat dan
telah dilakukan pada semua tingkatan taksonomi, misalnya famili, ordo, dan
spesies. Filogenetik molekuler menggabungkan teknik biologi molekuler dengan
statistik untuk merekonstruksi hubungan filogenetik (Hidayat dkk., 2008).
Filogenetik digambarkan sebagai klasifikasi secara taksonomi dari
organisme berdasarkan pada sejarah evolusi mereka, yaitu filogeni mereka dan
merupakan bagian integral dari ilmu pengetahuan yang sistematik dan mempunyai
tujuan untuk menentukan hubungan antar kelompok dari organisme berdasarkan
pada karakteristik dan sifat mereka. Filogenetik adalah pusat dari evolusi biologi
seperti penyingkatan semua paradigma dari cara organisme hidup dan
berkembang di alam (Dharmayanti, 2011).
Konstruksi pohon filogenetik merupakan hal yang terpenting dan menarik
dalam studi evolusi. Terdapat beberapa metode untuk mengkonstruksi pohon
18
filogenetik dengan data molekuler yaitu nukleotida atau asam amino. Analisis
filogenetik dari kelompok atau keluarga sekuen nukleotida atau asam amino
merupakan analisis untuk menentukan bagaimana keluarga tersebut diturunkan
selama proses evolusi. Hubungan evolusi diantara sekuen digambarkan dengan
menempatkan sekuen sebagai cabang luar dari sebuah pohon. Hubungan cabang
pada bagian dalam pohon mengambarkan tingkat dimana sekuen yang berbeda
saling berhubungan. Dua sekuen yang sangat mirip akan terletak sebagai
neighboring outside dari cabang-cabang dan berhubungan dalam cabang umum
(Common branch) (Mount, 2001; Dharmayanti, 2011).
Pemikiran dasar penggunaan sekuen DNA dalam studi filogenetik adalah
bahwa terjadi perubahan basa nukleotida menurut waktu, sehingga akan dapat
diperkirakan kecepatan evolusi yang terjadi dan akan dapat direkonstruksi
hubungan evolusi antara satu kelompok organisme dengan yang lainnya.
Beberapa alasan penggunaan sekuen DNA, yang pertama yaitu DNA merupakan
unit dasar informasi yang mengkode organisme. Kedua DNA lebih memudahkan
dalam mengekstrak dan menggabungkan informasi mengenai proses evolusi suatu
kelompok organisme, sehingga mudah untuk dianalisis. Ketiga DNA dapat
memudahkan dalam pembuatan model dari peristiwa evolusi secara komparatif.
Dan alasan keempat yaitu DNA menghasilkan banyak informasi yang beragam,
dengan demikian akan ada banyak bukti tentang kebenaran suatu hubungan
filogenetik (Hidayat dkk., 2008).
Analisis filogenetik sekuen asam amino dan protein biasanya akan menjadi
wilayah yang penting dalam analisis sekuen. Selain itu, dalam filogenetik dapat
menganalisis perubahan yang terjadi dalam evolusi organisme yang berbeda.
Berdasarkan analisis, sekuen yang memiliki hubungan yang dekat dapat
diidentifikasi dengan menempati cabang yang bertetangga pada pohon. Saat
keluarga gen ditemukan dalam organisme atau kelompok organisme, hubungan
filogenetik diantara gen dapat memprediksikan kemungkinan yang satu
mempunyai fungsi yang ekuivalen. Prediksi fungsi ini dapat diuji dengan
eksperimen genetik. Analisis filogenetik juga digunakan untuk mengikuti
perubahan yang terjadi secara cepat yang mampu mengubah suatu spesies, seperti
virus (Dharmayanti, 2011).
19
Ketika sekuen nukleotida atau protein dari dua organisme yang berbeda
memiliki kemiripan, maka mereka diduga diturunkan dari sekuen common
ancestor. Sekuen penjejeran akan menunjukkan dimana posisi sekuen adalah tidak
berubah/conserved dan dimana merupakan divergent atau berkembang menjadi
berbeda dari common ancestor. Pada studi sekuen penjejeran sekuen atau
alignment adalah hal yang tidak dapat dihindarkan. Tujuan dari proses penjejeran
adalah mencocokkan karakter-karakter yang homolog, yaitu karakter yang
mempunyai nenek moyang yang sama. Ketika menghomologikan sekuen, kolom
dari penjejeran dapat digunakan untuk berbagai macam aplikasi seperti
mengidentifikasi residu dengan struktur yang analog atau yang mempunyai fungsi
yang serupa atau untuk mengkonstruksi pohon filogenetik. Akurasi dari program
penejejeran sekuen yang lebih dari dua set/multiple sequence alignment telah
dihasilkan oleh berbagai macam studi komperatif (Blackshields dkk., 2006; Edgar
dan Batzoglou 2006; Notredame, 2007; Kemena dan Notredame, 2009;
Dharmyanti, 2011).
Metode paling umum dalam melakukan multiple sequence alignment.
Pertama melakukan penjejeran kelompok sekuen yang mempunyai hubungan
dekat dan kemudian secara sekuensial ditambahkan sekuen yang berhubungan
namun lebih berbeda. Penjejeran yang diperoleh diakibatkan karena sebagian
besar sekuen yang mirip dalam kelompok sehingga tidak merepresentasikan
sejarah yang sesungguhnya dari perubahan evolusi yang telah terjadi. Banyak
metode analisis filogenetik yang mengasumsikan bahwa masing-masing posisi
sekuen protein atau asam nukleat yang berubah secara independen satu sama yang
lain, kecuali evolusi sekuen RNA (Dharmayanti, 2011).
Seringkali hasil penjejeran sekuen memperlihatkan adanya gap yang
ditandai garis-garis dalam penjejeran tersebut. Gap menunjukkan adanya insersi
atau delesi dari satu atau lebih dari karakter sekuen selama evolusi. Sekuen dalam
struktur core seperti protein tidak mengalami insersi atau delesi dikarenakan
subtitusi asam amino harus cocok dengan lingkungan paket hidrofobik dari core.
Gap jarang ditemukan pada multiple sequence alignment yang menunjukkan
sekuen core. Beberapa variasi termasuk insersi, delesi sangat mungkin ditemukan
di daerah loop pada bagian luar struktur tiga dimensi, sebab pada bagian ini tidak
20
berpengaruh banyak terhadap struktur core. Daerah loop berinteraksi dengan
molekul kecil, membran dan protein lain dilingkungan (Mount, 2001;
Dharmayanti, 2011).
Gap dalam penjejeran merepresentasikan perubahan mutasi dalam sekuen
termasuk insersi, delesi atau penyusunan ulang materi genetik. Ekspektasi bahwa
panjang gap dapat terjadi sebagai akibat adanya introduksi tunggal yang
memutuskan berapa banyak perubahan individu telah terjadi dan apa perintahnya.
Beberapa program filogenetik memberikan Gap, tetapi tidak ada clear-cut model
seperti bagaimana seharusnya mereka diperlakukan. Beberapa metode
mengabaikan gap yang terjadi atau hanya memfokuskan dalam penjejeran yang
tidak mempunyai gap. Walaupun gap dapat berguna untuk petanda filogenetik di
beberapa situasi. Pendekatan lainnya untuk menangani gap adalah mencegah
analisis situs individu dalam penjejeran sekuen, dan menggantikan dengan
menggunakan skoring kemiripan atau similarity score sebagai dasar dari analisis
filogenetik (Dharmayanti, 2011).
2.4.1.Konstruksi Pohon Filogenetik
Pohon filogenetik adalah sebuah grafik dua dimensi yang menunjukkan
hubungan diantara organisme atau lebih spesifik lagi adalah sekuen gen dari
organisme. Pemisahan sekuen disebut taxa (atau taxon jika tunggal) yang
didefinisikan sebagai jarak filogenetik unit pada sebuah pohon. Pohon terdiri dari
cabang-cabang luar (outer branches) dan daun-daun (leaves) yang
merepresentasikan taxa dan titik-titik (nodes) dan cabang merepresentasikan
hubungan diantara taxa. Hal ini sangat penting untuk mengenali bahwa masing-
masing titik dalam pohon direpresentasikan sebuah pemisahan garis evolusi gen
ke dalam dua spesies yang berbeda (Dharmayanti, 2011).
Panjang masing-masing cabang pada titik berikutnya menunjukkan jumlah
sekuen yang berubah yang terjadi sebelum level pemisahannya. Total panjang
semua cabang dalam pohon disebut sebagai panjang pohon. Pohon yang juga
bercabang dua atau binary tree, mempunyai dua cabang yang berasal dari masing-
masing titik. Situasi ini adalah satu dari yang diperkirakan selama evolusi, dan
hanya memisahkan spesies baru pada waktu itu. Pohon dapat mempunyai lebih
dari satu cabang yang berasal dari sebuah titik jika pemisahan taxa juga
21
sedemikian dekat sehingga mereka tidak dapat dipecahkan atau menjadi pohon
yang sederhana (Dharmayanti, 2011).
Konstruksi pohon filogenetik dapat diklasifikasikan menjadi 2 kategori yang
digunakan sebagai strategi untuk menghasilkan pohon filogenetik terbaik.
Kategori pertama adalah memeriksa keseluruhan atau sejumlah besar
kemungkinan pohon filogenetik dan memilih satu yang terbaik dengan kriteria-
kriteria tertentu. Biasanya disebut dengan metode exhaustivesearch. Metode
maximum parsimony, Fitch Margoliash dan maximum likehood termasuk dalam
kategori ini. Kategori yang kedua adalah memeriksa hubungan topologi lokal dari
pohon dan mengkonstruksi pohon terbaik deng an langkah demi langkah. Metode
Neighbor-joining dan beberapa metode Distance lainnya adalah termasuk dalam
kategori yang kedua ini (Dharmayanti, 2011).
Software Molecular Evolutionary Genetics Analysis (MEGA) yang
diciptakan oleh Masatoshi Nei pada tahun 1993 sering digunakan untuk
mengkonstruksi pohon filogenetik. Metode yang sering digunakan pada software
ini adalah neighbor-joining. Metode ini menggunakan cara mengkombinasi
sekuen-sekuen untuk mendefinisikan cabang-cabang pohon yang diprediksikan
dan untuk menghitung panjang-panjang cabang dari pohon (Dharmayanti, 2011).
Metode neighbor-joining digunakan ketika rata-rata evolusi dari pemisahan
lineage adalah di bawah pertimbangan yang berbeda-beda. Ketika panjang cabang
dari pohon yang diketahui topologinya berubah dengan cara menstimulasi tingkat
yang bervariasi dari perubahan evolusi, metode neighbor-joining adalah yang
paling sesuai untuk memprediksi pohon dengan benar. Neighbor-joining
menyeleksi sekuen yang jika digabungkan akan memberikan estimasi terbaik dari
panjang cabang yang paling dekat merefleksikan jarak yang nyata diantara
sekuen. Program ClustalW digunakan pada neighbor-joining distance method
sebagai panduan untuk multiple sequence alignment. (Dharmayanti, 2011). Huruf
W pada ClustalW memiliki kepanjangan weighting yang berarti memiliki
kemampuan untuk menyediakan bobot pada sekuen dan parameter program
(Mount, 2004).
Akar pada pohon menggambarkan titik percabangan pertama atau asal dari
masing-masing populasi dengan anggapan bahwa laju evolusi berjalan konstan.
22
Pola percabangan pohon dibentuk berdasarkan jarak matrik antar pasangan
populasi yang dapat menggambarkan fusi genetik yang terjadi pada kelompok
tersebut. Panjang cabang menggambarkan jumlah substitusi basa yang dapat
berupa polimorfisme DNA atau haplotipe. Metode pengolahan data yang dipakai
harus sesuai dengan set data yang ada, agar menghasilkan pola percabangan
(topologi) serta panjang cabang yang benar. Kesalahan dalam mengkonstruksi
pohon filogenetika dapat diperkecil dengan dilakukan sampling ulang pertanda
genetik lain pada sampel yang sama dan kemudian membandingkan kedua
gambaran pohon tersebut. Tindakan tersebut membutuhkan biaya besar sehingga
hampir tidak mungkin dilakukan. Sebagai gantinya pada tahun 1979 Efron
menemukan metode sampling ulang (resampling) dari data yang telah ada yang
dikenal dengan analisis bootstrap. Analisis Bootstarp merupakan metode untuk
menguji seberapa baik set data model atau penyusunan cabang dalam prediksi
pohon filogenetik dengan resampled dari kolom multiple sequence aligment untuk
membentuk beberapa penjejeran baru (Dharmayanti, 2011).
23
2.5. Kerangka Teori
Gambar 1. Kerangka Teori
Puskesmas
Limbah medik Limbah non medik
Pensejajaran Sekuens (BLAST)
Sistematika molekuler
Bakteri sebagai agen bioremediasi
Filogenetika
Bakteri non patogen atau patogenitas rendah
Bakteri peghasil enzim proteolitik
Limbah biomedik
Identifikasi Molekuler:
Isolasi DNA
PCR
Elektroforesis
Gen 16S rRNA
24
2.6. Kerangka Konsep
Gambar 2. Kerangka Konsep
2.7. Hipotesis
Identitas molekuler dan hubungan filogenetik beberapa isolat berpotensi
sebagai agen bioremediasi berdasarkan analisis gen 16SrRNA Puskemas
Halmahera dan Puskesmas Tlogosari Kulon dapat diketahui.
Bakteri limbah puskesmas
yang berpotensi sebagai
agen bioremediasi
Sistematika dan filogenetika
molekuler berdasarkan
analisis gen 16S rRNA
25
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1. Jenis Penelitian
Penelitian yang dilakukan merupakan penelitian deskriptif. Penelitian
deksriptif merupakan penelitian yang bertujuan untuk menggambarkan atau
mendeskripsikan fenomena yang ditemukan, baik berupa faktor resiko maupun
suatu efek atau hasil (Arikunto, 2010).
3.2. Tempat dan Waktu
Tempat penelitian akan dilaksanakan di Laboratorium Oseanografi Fakultas
Perikanan dan Ilmu Kelautan (FPIK) Universitas Diponegoro, Semarang dan
pelaksanaan penelitian ini dilaksanakan pada bulan Januari – Februari 2019.
3.3. Definisi Operasional
Variabel yang digunakan dalam penelitian ini dapat didefinisikan sebagai
berikut:Tabel 2. Definisi Operasional Variabel
No. Variabel Definisi
1. Bakteri yang berpotensi
sebagai agen bioremediasi
dengan patogenitas rendah
atau non patogen
Bakteri hidrolitik yang mampu menghasilkan enzim
lipase dan protease dengan sifat patogenitas rendah
atau non patogen
2. Gen 16SrRNA Potongan gen 16S ribosome deoxyribonucleic acid
pada bakteri yang digunakan untuk identifikasi
molekuler
3. Pohon Filogenetik Suatu gambaran mengenai hubungan atau
kekerabatan antar mahluk hidup
3.4. Objek Penelitian
Objek dari penelitian ini adalah isolat bakteri hidrolitik yang berpotensi
sebagai agen bioremediasi yaitu bersifat non patogen atau patogenitas rendah dan
mampu menghasilkan enzim lipase dan protease. Objek merupakan bakteri yang
berasal dari bak primer penampungan limbah Puskesmas Halmahera Kota
26
Semarang dan Puskesmas Tlogosari Kulon (Afriani dkk.,2018; Sabrina
dkk.,2018).
3.5. Alat dan Bahan
3.5.1.Alat
Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah timbangan digital, cawan
petri, erlenmeyer 250ml, autoclave, microwave, biosafety cabinet, ose bulat,
spirtus, plastik wrap, inkubator, tisu, mikrotube eppendorf 1,5 ml dan 0,2 ml, blue
tip, white tip, mikropipet, mikro-centrifuge, vortex, isotemp block heater,
Spektrofotometer NanoDrop 2000 (Thermo Scientific)., thermalcycle, botol duran
100 ml, cetakan dan sisir gel, alat elektroforesis, power supply, UV transluminator
dan software MEGA X.
3.5.2.Bahan
Bahan yang dipakai dalam penelitian ini adalah isolat bakteri dari
Puskesmas Halmahera Kota Semarang dan Puskesmas Tlogosari Kulon yang
berpotensi sebagai agen bioremediasi (Afriani, 2018; Sabrina 2018) yang
tersimpan di laboratorium Oseanografi Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan
(FPIK) Universitas Diponegoro, media Nutrient Agar (NA), aquadest, alkohol
70%, ddH2O, saponin 0.5%, Phospate Buffer Citrate (PBS), Chelex 20%, primer
27F (5’-AGAGTTTGATCMTGGCTCAG-3’) dan primer 1492R (5’-
TACGGYTACCTTGTTACGACTT-3’), mastermix bioline, biology molecular
agarose marker, buffer Tris-Acetic acid EDTA (TAE), Ethidium Bromide (EtBr).
3.6. Prosedur Penelitian
3.6.1. Subkultur Isolat Bakteri
Untuk membuat media NA, Cawan petri dibungkus dengan kertas. Serbuk
agar bacteriological Lp 0011 ditimbang sebanyak 1,5 g dan Nutrient broth agar
1,3 g kemudian dimasukkan ke dalam erlenmeyer dan dilarutkan dengan aquadest
sebanyak 100 ml. Erlenmeyer ditutup dengan alumunium foil, di-autoclave selama
20 menit dengan suhu 121C. Setelah selesai cawan petri kemudian di-microwave
dengan kekuatan high (150-200C) selama 3-5 menit, ditunggu hingga dingin.
Agar dituang ke dalam cawan pertri didalam Biosafety cabinet yang sudah
dibersihkan. Setelah agar padat isolat bakteri murni hasil isolasi penelitian
sebelumnya (Afriani, 2018; Sabrina, 2018), diambil dengan ose bulat goreskan
27
pada media, dimasukkan ke dalam inkubator selama satu hari dengan suhu 35-
37C. Kemudian media diperiksa adanya kontaminasi atau tidak (Lestari dkk.,
2018).
3.6.2. Isolasi DNA Metode Chelex
Sel bakteri dari koloni yang sudah murni tanpa kontaminasi pada media
diambil secukupnya dengan ose bulat dan dicampurkan dalam eppendorf 1,5 ml
yang sudah ditambahkan 50-100 l ddH2O. Kemudian diambil 1l saponin 0.5%
dicampurkan dengan vortex dan didiamkan selama 1 malam dengan suhu 4C.
Sampel di-centrifuge dengan kecepatan 12000 RPM selama 5 menit, supernatant
dibuang. Menambahkan 100 l ddH2O dan 50 l chelex 20%, direbus dengan
isotemp block heater selama 10 menit dengan suhu 95C dan setelah 5 menit
pertama di-vortex. Selanjutnya centifuge dengan kecepatan 12000 rpm selama 5
menit. Supernatan dipindah ke eppendorf yang bersih dan steril. Konsentrasi DNA
diukur dengan menggunakan Spektrofotometer NanoDrop 2000 (Thermo
Scientific) dengan panjang gelombang 260 nm dan 280 nm. Hasil ekstraksi DNA
disimpan dalam freezer dengan suhu -20C (Madilana dkk., 2018)
3.6.3. Polymerase Chain Reaction (PCR) 16S rRNA
Primer 27F ditambahkan ke dalam eppendorf 0,2 ml sebanyak 1 l dan
Primer 1492R sebanyak 1 l pada dasar eppendorf. DNA template ditambahkan
sebanyak 3 l, ddH2O sebanyak 7,5 l dan mastermix bioline 12,5 l. Kemudian
thermocycle diatur dengan tahap awal atau pra-denaturation 96C selama 1 menit,
denaturation 96C selama 15 detik, annealing 55C selama 15 detik, elongation
72C selama 10 detik, extention 72C selama 12 menit, dengan siklus sebanyak 34
kali dan cooling down 4C (Madilana dkk., 2018).
3.6.4. Elektroforesis
Serbuk agarose ditimbang sebanyak 0,3 g masukkan ke dalam botol duran
100 ml larutkan dengan 30 ml buffer TAE, di-microwave selama 3-5 menit dengan
suhu high (150-200C) hingga mendidih, ditunggu hingga agak dingin, larutan gel
dimasukkan kedalam cetakan gel. Jika sudah padat atau keras sisir dan penutup
cetakan dilepas dengan hati hati. Gel dimasukkan kedalam chamber alat
elektroforesis, ditambahkan buffer TAE hingga menggenangi gel. Kemudian
marker dan produk PCR dimasukkan ke dalam setiap sumuran yang berbeda
28
sebanyak 5l. Alat elektroforesis ditutup dan kabel dipasang sesuai warna pada
alat elektroforesis maupun power supply. Kabel merah untuk arus positif dan kabel
hitam untuk arus negatif. Power supply diatur selama 25 menit dengan tegangan
100 volt. Setelah itu gel diambil dan direndam dengan EtBr selama 15 menit
ditempat gelap, gel diletakkan di dalam UV transluminator untuk mengamati ada
tidaknya gen pada produk PCR (Lestari dkk., 2018).
3.6.5. Skuensing DNA
Produk PCR dikemas dan dikirim ke PT. Genetica Science Jakarta untuk
dianalisis skuens 16S rRNA. Kemudian hasil pelacakan melalui program database
Basic Local Alignment Search Tool (BLAST) pada National Center for
Biotechnology Information, National Institute for Health, USA
(www.ncbi.nlm.nih.gov) dideposit ke GenBank untuk memperoleh nomer akses
(Madilana dkk., 2018).
3.6.6. Konstruksi Pohon Filogenetik
Membuat pohon filogenetik dengan hasil sekuens 16S rRNA menggunakan
software MEGA X (Kumar dkk., 2016; Yusmalinda dkk., 2017).
29
3.7. Alur Penelitian
Gambar 3. Alur Penelitian
3.8. Teknik Pengumpulan dan Analisan Data
Pada penelitian ini menggunakan teknik pengumpulan data secara
observasional yaitu data yang didapat langsung dari hasil pengamatan pada
penelitian.
Subkultur isolat bakteri
Isolasi DNA dengan metode Chelex
Amplifikasi PCR 16S rRNA
Produk dari PCR 16S rRNA dikirim dan dianalisis sekuen DNA di PT. Genetika Science (Jakarta, Indonesia)
Hasil pelacakan melalui program database Basic Local Alignment Search Tool (BLAST) pada National Center for
Biotechnology Information, National Institute for Health, USA (www.ncbi.nlm.nih.gov) dideposit ke GenBank untuk
memperoleh nomer akses.
Konstruksi pohon filogenetik beberapa sekuens 16S rRNA dengan MEGA X
30
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Hasil
Isolat yang berpotensi sebagai agen bioremediasi yaitu H1, H3, H5
(Puskesmas Halmahera Kota Semarang) dan T3 (Puskesmas Tlogosari Kulon)
dilakukan pengamatan secara mikroskopis untuk mengetahui morfologi sel yaitu
dengan pengecatan gram dan makroskopis untuk mengetahui morfologi koloni
dengan pengamatan pada media Nutrient Agar (NA). Hasil pengamatan secara
mikroskopis dan makroskopis isolat H1, H3, H5 dan T3 dapat dilihat pada tabel 3
dan 4 sebagai berikut: Tabel 3. Morfologi Sel (Arifiani, 2018; Sabrina, 2018)
Nama Isolat Kode Isolat Bentuk Susunan Hasil Pengecatan Gram
H1 1.A-3.1 Basil Soliter Gram-negative
H3 1.A-3.3 Basil Pendek Soliter Gram-negative
H5 2.A-3.2 Basil Pendek Berderet Gram-negative
T3 B.100.3 Basil Soliter Gram-negative
Tabel 4. Morfologi Koloni
Nama Isolat Bentuk Warna Ukuran (cm) Tepi Elevasi
H1 Round Putih keruh 0,2 Entire Convex
H3 Round Kuning 0,1 Entire Convex
H5 Round Kuning terang 0,2 Entire Convex
T3 Round Putih 0,25 Entire Raised
Tabel 3 hasil dari pengecatan gram menunjukkan keempat isolat merupakan
bakteri gram-negative. Isolat H1 dan T3 berbentuk basil, isolat H3 dan H5
berbentuk basil pendek. Isolat H1, H3 dan T3 memiliki susunan soliter sedangkan
H5 memiliki susunan berderet. Pada tabel 4 hasil dari pengamatan pada media
Nutrient Agar (NA) semua bakteri memiliki bentuk koloni round dengan tepi
entire.
Uji patogenitas telah dilakukan pada penelitian sebelumnya yaitu
menggunakan media MacConkey (MC) dan media Blood Agar Plate (BAP) 5%
darah domba. Bakteri bersifat non patogen yaitu bakteri yang mampu
31
menfermentasikan laktosa pada media MC ditandai dengan perubahan warna pada
media yang ditumbuhi koloni menjadi merah jambu. Media BAP digunakan untuk
menggolongkan bakteri berdasarkan tipe hemolisa. Bakteri non patogen
merupakan bakteri dengan tipe γ-hemolisis yaitu tidak mampu menghemolisikan
darah yang ditandai dengan tidak adanya perubahan warna pada media di area
atau zona sekitar koloni yang tumbuh (Arifiani, 2018; Sabrina, 2018).
Keempat bakteri ini kemudian ditanam pada media tributirin untuk
mengetahui bakteri dapat meghasilkan enzim lipase dan media Skim Milk Agar
(SMA) untuk mengetahui bakteri dapat meghasilkan enzim protease. Penanda
positif yaitu apabila terdapat adanya zona bening pada media (Arifiani, 2018;
Sabrina, 2018). Hasil pengamatan uji patogenitas beserta uji penghasil enzim
lipase dan protease isolat H1, H3, H5 dan T3 dapat dilihat pada gambar dan tabel
sebagai berikut:
(A)
H1 H3 H5 T3
(B)
H1 H3 H5 T3
Gambar 4. Uji Patogenitas media MC (A) dan BAP (B) (Arifiani, 2018; Sabrina, 2018)
Tabel 5. Uji Patogenitas (Arifiani, 2018; Sabrina, 2018)
Nama Isolat Kode Isolat MC BAP
H1 1.A-3.1 Non Laktosa Fermenter γ-hemolisis
H3 1.A-3.3 Laktosa Fermenter γ-hemolisis
H5 2.A-3.2 Laktosa Fermenter γ-hemolisis
T3 B.100.3 Non Laktosa Fermenter γ-hemolisis
32
(A)
T3 H1, H3, H5
(B)
H1, H3, H5Gambar 5. Inokulasi pada media tributirin (A) dan SMA (B) (Arifiani, 2018; Sabrina, 2018)
Tabel 6. Uji penghasil enzim lipase dan protease (Arifiani, 2018; Sabrina, 2018)Nama Isolat Kode Isolat Media Tributirin Media SMA
H1 1.A-3.1 - Terdapat zona bening
H3 1.A-3.3 - Terdapat zona bening
H5 2.A-3.2 Terdapat zona bening -
T3 B.100.3 Terdapat zona bening Terdapat zona bening
Tabel 5 dan gambar 4 diatas menunjukkan bahwa isolat H1 dan T3
merupakan bakteri dengan patogenitas rendah karena tidak mampu menfermentasi
laktosa namun kedua bakteri ini memiliki tipe γ-hemolisisa, H3 dan H5
merupakan bakteri dengan patogenitas lebih rendah karena mampu
menfermentasikan laktosa dan bakteri dengan tipe γ-hemolisis Tabel 6 dan
gambar 5 menunjukkan isolat H1 dan H3 merupakan bakteri penghasil enzim
lipase, isolat H5 merupakan bakteri penghasil enzim protease dan isolat T3
merupakan bakteri yang mampu menghasilkan enzim lipase dan protease
sekaligus.
4.1.1.Subkultur Isolat Bakteri
Subkultur isolat bakteri proses bertujuan untuk membuat bakteri menjadi
murni dan baru sehingga dapat digunakan dalam proses isolasi DNA (Lestari dkk.,
2018). Media yang digunakan yaitu media Nurtient Agar (NA). Hasil inokulasi
subkultur keempat isolat bakteri dapat dilihat pada gambar 6 sebagai berikut:
33
H1 H3 H5 T3
Gambar 6. Subkultur 4 Isolat Bakteri (dokumentasi pribadi)
Gambar 6 merupakan hasil inokulasi subkultur 4 isolat bakteri pada media
Nutrient Agar yang masih berumur satu hari. Gambar 6 juga menunjukkan tidak
adanya kontaminasi sehingga dapat dilanjutkan ke tahap berikutnya yaitu isolasi
DNA.
4.1.2. Isolasi DNA
Isolasi DNA pada penelitian ini menggunakan metode chelex. Metode ini
bertujuan untuk mengekstrasi DNA telah dikembangkan untuk memisahkan
protein dan materi seluler lainnya dari molekul DNA (Yoshepi, 2010). Hasil isolasi
kemudian diperiksa konsentrasi kemurniannya menggunakan NanoDrop 2000
(Thermo Scientific) dengan panjang gelombang 260 nm dan 280 nm. Kemurnian
hasil isolasi DNA keempat isolat bakteri dapat dilihat pada tabel 7 berikut init:Tabel 7. Konsentrasi kemurnian DNA per 1l dengan menggunakan NanoDrop 2000
Nama Isolat Konsentrasi Asam
Nukleat (g/ml)
A260 A280 Rasio Absorbansi
Kemurnian
H1 36,3 0,726 0,346 2,10
H3 191,2 3,824 2,111 1,81
H5 2,6 0,051 0,069 0,75
T3 56,6 1,131 0,651 1,74
Tabel 7 menunjukkan bahwa rasio rata - rata kemurnian dari isolasi DNA 4
isolat yaitu 0,75 – 2,10. Hasil Isolasi DNA dikatakan murni apabila rasio
absorbansi 260/280 berkisar antara 1,8 – 2,0 (Mulyani dkk., 2011). DNA template
34
isolat H3 memiliki konstentrasi paling tinggi yaitu 191,2 g/ml dan H5 memiliki
konsentrasi terendah yaitu 2,6 g/ml.
4.1.3.PCR 16S rRNA dan Elektroforesis
Setelah Isolasi DNA dilanjutkan dengan tahap Polymerase Chain Reaction
(PCR) suatu teknik untuk amplifikasi atau perbanyakan DNA secara enzimatik
menggunakan primer dari potongan urutan basa tertentu (Sukartiningrum, 2012).
Primer yang digunakan untuk amplifikasi gen 16S rRNA pada penelitian ini yaitu:
a. Primer Forward: 27F (5’-AGAGTTTGATCMTGGCTCAG-3’)
b. Primer Reserve: 1492R (5’-TACGGYTACCTTGTTACGACTT-3’)
Selain primer bahan yang digunakan yaitu mastermix dengan merek bioline.
Mastermix adalah campuran buffer PCR MgCl2 yang mengandung ion Mg2+, taq
DNA polimerase, dNTPs yaitu blok pembangun asam nukleat yang terdiri dari
dATP, dCTP, dGTP dan dTTP. Alat yang digunakan pada proses PCR adalah
thermocycle (Hasibuan, 2015). Sebelumnya diatur dengan tahap awal atau pra-
denaturation 96C selama 1 menit, tahap DNA menjadi single helix atau
denaturation 96C selama 15 detik, penempelan primer atau annealing 55C
selama 15 detik, elongation 72C selama 10 detik, extention 72C selama 12
menit, dengan siklus sebanyak 34 kali dan tahap terakhir yaitu pendinginan atau
cooling down 4C dengan waktu yang tak terbatas.
Produk PCR kemudian diperiksa keberadaan gen dan ukuran basa
nukleotidanya dilakukan dengan elektroforesis yaitu suatu teknik yang
berdasarkan pada pergerakan molekul bermuatan dalam media penyanggah
matriks stabil dibawah pengaruh medan listrik. Media yang umum digunakan
adalah gel agarosa (Gaffar, 2007; Khotimah, 2013). Produk PCR dimasukkan
kedalam sumur pada gel agarosa yang berada pada kutub negatif. Kemudian hasil
elektroforesis dilihat pada alat UV transluminator. Gambar berikut merupakan
hasil visualisasi gel agarose dengan sinar UV dari produk PCR keempat isolat
bakteri:
35
Gambar 7 Visualisasi Hasil Elektroforesis dengan UV Transluminator
Pada gambar 7 menunjukkan bahwa hasil amplifikasi berdasarkan ukuran
pita marker 4 isolat bakteri memiliki ukuran ≥1000 bp. Pita atau band DNA isolat
H5 merupakan band yang paling tipis dan band DNA isolat H3 yang paling tebal
dan tampak jelas diantara isolat lainnya.
4.1.4.Sekuensing dan Basic Local Alligment Search Tools (BLAST)
Produk PCR 16S rRNA dikirim ke PT. Genetika Science yang berada di
Jakarta, Indonesia untuk analisis sekuens atau urutan basa nukeotida. Kemudian
sekuens gen 16S rRNA dari kedua primer forward dan reserve disejajarkan
(Dharmayanti, 2011). Tahap editing sekuen ini dilakukan dengan software MEGA
X. Berikut merupakan urutan basa nukleotida 4 isolat bakteri:
a. Sekuens isolat H1 dengan panjang basa nukeotida 1405 bpAGGTTACTTCGGTAACTGACCTAGCGGCGGACGGGTGAGTAATGCTTAGGAATCTGCCTATTAGTGGGGGACAACCTTCCGAAAGGAATGCTAATACCGCATACGCCCTACGGGGGAAAGCAGGGGATCTTCTTGGACCTTGCGCTAATAGATGAGCCTCCTAAAGTCGGATTAAGCTAGTTGGTGGGGTAAAGGGCCCTACCAAGGCGGACGATCTGTAGCGGGTCTTGAGAGGATGATTCCGCCACACTGGGACTGAGACACGGCCCCAGACTCCTACGGGAGGCAGCAGTGGGGAATATTGGACAATGGGCGGCAAGCCTGATCCAGCCATGCCGCGTGTGTGAAGAAGGCCTTTTGGTTGTAAAGCACTTTTAAGCGAGGAGGAGGCTCCTTTAGTTAATACCTAAAGTGAGTGGACGTTACTCGCAGAATAAGCACCGGCTAACTCTGTGCCAGCAGCCGCGGTAATACAGAGGGTGCGAGCGTTAATCGGATTTACTGGGCGTAAAGCGTGCGTAGGCGGCTTTTTAAGTCGGATGTGAAATCCCTGAGCTTAACTTAGGAATTGCATTCGATACTGGAAAGCTAGAGTATGGGAGAGGATGGTAGAATTCCAGGTGTAGCGGTGAAATGCGTAAAGATCTGGAGGAATACCGATGGCGAAGGCAGCCATCTGGCCTAATACTGACGCTGAAGTACGAAAGCATGGGGAGCAAACAGGATTAGATACCCTGGTAGTCCATGCCGTAAACGATGTCTACTAGCCGTTGGGGCCTTTGAGGCTTTAGT
36
GGCGCAGCTAACGCGATAAGTAGACCGCCTGGGGAGTACGGTCGCAAGACTAAAACTCAAATGAATTGACGGGGGCCCGCACAAGCGGTGGAGCATGTGGTTTAATTCGATGCAACGCGAAGAACCTTACCTGGCCTTGACATACTAAGAACTTTCCAGAGATGGATTGGTGCCTTCGGGAACTTAGATACAGGTGCTGCATGGCTGTCGTCAGCTCCTGTCCTGAGATGTTGGGTTAAGTCCCGCAACGAGGGCAACCCTTTTCCTTATTTGCCATCGGGTCAAGCCGGGAACTTTAAGGATACTGCCAGTGACAAACTGGAGGAAGGCGGGGACAACTTCAAGTCATCATGGCCCTTACGGCCAGGGTTACACACGTGCTACAATGGTCGGTACAAAGGGTTGCTACCTCGCGAGAGGATGCTAATCTCAAAAAGCCGATCGTAGTCCGGATCGCAGTCTGCAACTCGACTGCGTGAAGTCGGAATCGCTAGTAATCGCGGATCAGAATGCCGCGGTGAATACGTTCCCGGGCCTTGTACACACCGCCCGTCACACCATGGGAGTTTGTTGCACCAGAAGTAGGTAGTCTAACCGCAAGGAGGACGCTACC
b. Sekuens isolat H3 dengan panjang basa nukeotida 1416 bpTGCAGTCGAACGGCAGCACAGTAAGAGCTTGCTCTTACGGGTGGCGAGTGGCGGACGGGTGAGGAATGCATCGGAATCTACTCTGTCGTGGGGGATAACGTAGGGAAACTTACGCTAATACCGCATACGACCTACGGGTGAAAGCAGGGGATCTTCGGACCTTGCGCGATTGAATGAGCCGATGCCCGATTAGCTAGTTGGCGGGGTAAGAGCCCACCAAGGCGACGATCGGTAGCTGGTCTGAGAGGATGATCAGCCACACTGGAACTGAGACACGGTCCAGACTCCTACGGGAGGCAGCAGTGGGGAATATTGGACAATGGGCGCAAGCCTGATCCAGCCATACCGCGTGGGTGAAGAAGGCCTTCGGGTTGTAAAGCCCTTTTGTTGGGAAAGAAAAGCATTCGGTTAATACCCGATTGTTCTGACGGTACCCAAAGAATAAGCACCGGCTAACTTCGTGCCAGCAGCCGCGGTAATACGAAGGGTGCAAGCGTTACTCGGAATTACTGGGCGTAAAGCGTGCGTAGGTGGTTGTTTAAGTCTGTCGTGAAAGCCCTGGGCTCAACCTGGGAATTGCGATGGAAACTGGGCGACTAGAGTGTGGCAGAGGGTAGTGGAATTCCTGGTGTAGCAGTGAAATGCGTAGAGATCAGGAGGAACATCCGTGGCGAAGGCGACTGCCTGGGCCAACACTGACACTGAGGCACGAAAGCGTGGGGAGCAAACAGGATTAGATACCCTGGTAGTCCACGCCCTAAACGATGCGAACTGGATGTTGGGTGCAATTTGGCACGCAGTATCGAAGCTAACGCGTTAAGTTCGCCGCCTGGGGAGTACGGTCGCAAGACTGAAACTCAAAGGAATTGACGGGGGCCCGCACAAGCGGTGGAGTATGTGGTTTAATTCGATGCAACGCGAAAAACCTTACCTGGGCCTTGACATGCACGGAACTTTCCAGAGATGGATTGGTGCCTTCGGGAACCGTGACACAGGTGCTGCATGGCTGTCGTCAGCTCGTGTCGTGAGATGTTGGGTTAAGTCCCGCAACGAGCGCAACCCTTGTCCTTAGTTGCCAGCACGTAATGGTGGGAACTCTAAGGAGACCGCCGGTGACAAACCGGAGGAAGGTGGGGATGACGTCAAGTCATCATGGCCCTTACGGCCAGGGCTACACACGTACTACAATGGTAGGGACAGAGGGCTGCAAGCCGGCGACGGTGAGCCAATCCCAGAAACCCTATCTCAGTCCGGATTGGAGTCTGCAACTCGACTCCATGAAGTCGGAATCGCTAGTAATCGCAGATCAGCATTGCTGCGGTGAATACGTTCCCGGGCCTTGTACACACCGCCCGTCACACCATGGGAGTTTGTTGCACCAGAAGCAGGTAGCTTAACCTTCGGGAGGGCGCTGCC
c. Sekuens isolat H5 dengan panjang basa nukeotida 1393 bpTCTTATTAGTTGCGAACGGGTGAATAGCTGAGGAATGACCTGCCCTCTACTCTGGGATGGGGGTGGACAACTGGAACTATTCCCTGATAGGAGCGTCCACCTAATGGTGGGTGTTGGAAATCTTCGGACCTTGCGCGATTGAATGAGCCGATGCCCGATTAGCTAGTTGGCGGGGTAAGAGCCCACCAAGGCGACGATCGGTAGCTGGTCTGAGAGGATGATCAGCCACACTGGAACTGAGACACGGTCCAGACTCCTACGGGAGGCAGCAGTGGGGAATATTGGACAATGGGCGCAAGCCTGATCCAGCCATACCGCGTGGGTGAAGAAGGCCTTCGGGTTGTAAAGCCCTTTTGTTGGGAAAGAAAAGCATTCGGTTAATACCCGATTGTTCTGACGGTACCCAAAGAATAAGCACCGGCTAACTTCGTGCCAGCAGCCGCGGTAATACGAAGGGTGCAAGCGTTACTCAGAATTACTGGGCGTAAAGCGTGCGTAGGTGGTTGTTTAAGTCTGTCGTGAAAGCCCTGGGCTCAACCTGGGAATTGCGATGGAAACTGGGCGACTAGAGTGTGGCAGAGGGTAGTGGAATTCCTGGTGTAGCACTGAAATGCCTAAAGATCAGGAGGAACATCCGTGGTCGAAGGCGACTGCCTGGGCCAACACTGACACTGAGGCACGAAACCCTGGGGAGCAAACACGATTACATACCCTGGTAGTCCACGCCCTAAACGATGCGAACTGGATGTTGAGTGCAATTTGGCACGCACTATCCAAGCTAACTCGTTAAGTTCGTCTCCTGCTCGTGTCGTGAGAAGTTGGGTTAAATTCCGCCACGAACGCCACCCTTGTTCCATGTTTCCAACCAGTTGTGGGGGGGACTCATGGGAGACCCCCGGGGTCCAATCGGGGGGAAGGGAGGGAGGCGTCCAATTCTCCTTCCCCCTATGTCCCAGGGTTCCCCCATGCTACAAATGGTAGGGCAAGAGG
37
GTGGCAAACTGTGAGGGGAACCCTCCCCAGAAACCCTATTTCAGTCCGGAGGGAGTCTGCCTTCGACCCATGGTCGGAAATCGCTAGTTATCAGATATCAGCATTTGCGGGAAATACGCCCGGGCCCGGCCACCGCCCGTCAAGTCCCAAAAAGTGTGACCCCCGGAACCAGGTACCTTACCCTCTGGAGGACCCTCGCACGTGACCCCCATTTTCT
d. Sekuens isolat T3 dengan panjang basa nukeotida 1389 bpTGCAGTCGAGCGGGGTTTTCGGACCTAGCGGCGGACGGGTGAGTAATGCGTAGGAAGCTACCCGATAGAGGGGGATACCAGTTGGAAACGACTGTTAATACCGCATAATGTCTACGGACCAAAGTGTGGGACCTTCGGGCCACATGCTATCGGATGCGCCTACGTGGGATTAGCTAGTTGGTGAGGTAATGGCTCACCAAGGCGACGATCTCTAGCTGGTTTGAGAGGATGATCAGCCACACTGGAACTGAGACACGGTCCAGACTCCTACGGGAGGCAGCAGTGGGGAATATTGGACAATGGGCGCAAGCCTGATCCAGCCATGCCGCGTGTGTGAAGAAGGCCTTCGGGTTGTAAAGCACTTTCAGTGGGGAGGAAGAGTTGAGTGTTAATAGTACTCAGCTTTGACGTTACCCACAGAAGAAGCACCGGCTAACTCTGTGCCAGCAGCCGCGGTAATACAGAGGGTGCAAGCGTTAATCGGAATTACTGGGCGTAAAGCGCACGTAGGCGGTTTTTTAAGTCAGATGTGAAAGCCCCGGGCTCAACCTGGGAATTGCATTTGAAACTGGAAAACTAGAGTGTGTGAGAGGGGGGTAGAATTCCAAGTGTAGCGGTGAAATGCGTAGAGATTTGGAGGAATACCAGTGGCGAAGGCGGCCCCCTGGCACAACACTGACGCTCAGGTGCGAAAGCGTGGGGAGCAAACAGGATTAGATACCCTGGTAGTCCACGCCGTAAACGATGTCTACTAGCTGTTCGTGGTCTTGTACTGTGAGTAGCGCAGCTAACGCACTAAGTAGACCGCCTGGGGAGTACGGTCGCAAGATTAAAACTCAAATGAATTGACGGGGGCCCGCACAAGCGGTGGAGCATGTGGTTTAATTCGACGCAACGCGAAGAACCTTACCTACTCTTGACATCCAGAGAAGACTGCAGAGATGCGGTTGTGCCTTCGGGAACTCTGAGACAGGTGCTGCATGGCTGTCGTCAGCTCGTGTTGTGAAATGTTGGGTTAAGTCCCCCAACGAGCGCAACCCTTATCCTTAGTTGCCAGCACGTAATGGTGGGAACTCTAGGGAGACTGCCGGTGATAAACCGGAGGAAGGTGGGGACGACGTCAAGTCATCATGGCCCTTACGAGTAGGGCTACACACGTGCTACAATGGTATGTACAGAGGGAGGCAAGCTGGCGACAGTGAGCGGATCTCTTAAAGCATATCGTAGTCCGGATCGCAGTCTGCAACTCGACTGCGTGAAGTCGGAATCGCTAGTAATCGCAAATCAGAATGTTGCGGTGAATACGTTCCCGGGCCTTGTACACACCGCCCGTCACACCATGGGAGTGGGTTGCAAAAGAAGTAGGTAGCTTAACCTTCGGGAGGGCGCTACCACTTTGGAT
Sekuens DNA terbentuk dari hasil pensejajaran pembacaan primer reverse
dan forward dan umumnya disebut sebagai sekuens konsensus (consensus
sequence). Sekuens konsensus ini kemudian dibandingkan dengan data sekuens
yang tersedia di database menggunakan software tertentu (Madilana dkk., 2018).
Hasil analisis sekuens gen 16S rRNA dilacak kesamaan atau homologi terhadap
sekuens 16S rRNA milik bakteri lainnya yang ada pada GenBank dengan program
BLAST pada www.ncbi.nih.gov.blast. Seluruh data sekuens bakteri dan bakteri
pembanding yang akan dihubungkan kekerabatannya di multiple sequence
alignment dengan program ClustalW kemudian disimpan dalam format MEGA
(*.mega) atau FASTA (*.fasta). Hasil dari Basic Local Alignment Search Tools
(BLAST) keempat isolat bakteri dapat dilihat pada tabel 8 sebagai berikut:Tabel 8. Hasil BLAST 4 isolat bakteri
Nama Acession Ukuran basa Kedekatan spesies Persentase
38
Isolat Number nukleotida (bp) kemiripan (%)
H1 LC482255 1405 Acinetobacter schindleri 98,01
H3 LC482254 1416 Stenotrophomonas maltophilia 99,79
H5 LC482253 1393 Stenotrophomonas acidaminiphila 97,69
T3 LC482252 1389 Pararheinheimera aquatica 98,85
Pada tabel 8 menunjukkan bahwa isolat H1 mempunyai kemiripan sebanyak
98,01% dengan Acinetobacter schindleri. Isolat H3 mempunyai kemiripan
sebanyak 99,79% dengan Stenotrophomonas maltophiphila. Isolat H5 mempunyai
kemiripan sebanyak 97,69% dengan Stenotrophomonas acidaminiphila. Isolat T3
mempunyai kemiripan sebanyak 98,85% dengan Pararheinheimera aquatica
4.1.5.Konstruksi Pohon Filogenetik
Software MEGA yang diciptakan oleh Masatoshi Nei pada tahun 1993 yang
sering digunakan untuk mengkonstruksi pohon filogenetik. Pada software ini
metode yang digunakan adalah neighbor-joining yaitu mengkombinasi sekuen-
sekuen untuk mendefinisikan cabang-cabang pohon yang diprediksikan dan untuk
menghitung panjang-panjang cabang dari pohon (Dharmayanti, 2011). Hasil
konstruksi keempat isolat bakteri dapat dilihat pada gambar 8 sebagai berikut:
39
Gambar 8. Pohon filogenetik metode neighbor-joining isolat bakteri yang berpotensi sebagai agen
biremediasi yaitu isolat H1, H3, H5 (Pusekesmas Halmahera Kota Semarang) dan T5 (Puskesmas
Tlogosari kulon) dianalisis bootstrap dengan 1000 kali pengulangan.
Pohon filogenetik pada gambar 8 dari keempat isolat menunjukkan bahwa
isolat H3 dan H5 yang memiliki hubungan kekerabatan paling dekat dibandingkan
dengan dua isolat lainnya karena terdapat cabang yang menghubungkan
keduanya. H1 memiliki cabang yang sama dengan Acinetobacter schindleri
dengan nilai bootstrap 100%. Isolat H3 memiliki cabang yang sama dengan
40
Stenotrophomonas acidaminiphilia dengan nilai bootstrap 54%. Isolat H5
terhubung dengan cabang Stenotrophomonas maltophilia yang juga terhubung
dengan cabang isolat H3 dan Stenotrophomonas acidaminiphilia dengan nilai
bootstrap 99%. Isolat T3 memiliki cabang yang sama dengan Pararheinheimera
aquatica dengan nilai bootstrap 90%. Kesamaan cabang ini menunjukan bahwa
adanya hubungan kekerabatan.
4.2. Pembahasan
Bakteri yang dapat dijadikan sebagai agen bioremediasi yaitu bakteri
dengan tingkat patogenitas rendah hingga non patogen dan mampu menghasilkan
enzim proteolitik yang mempunyai peran penting dalam proses degredasi
(Emmimol dkk., 2012; Ethica dkk.,2018; Sabrina dkk., 2018). Penelitian
sebelumnya oleh Arifiani (2018) dan Sabrina (2018) ditemukan adanya 4 Isolat
yang berpotensi sebagai agen bioremediasi yaitu H1, H3, H5 (Puskesmas
Halmahera Kota Semarang) dan T3 (Puskesmas Tlogosari Kulon).
Tabel 5 dan gambar 4 menunjukkan bahwa isolat H1 dan T3 merupakan
bakteri dengan patogenitas rendah, sedangkan isolat H3 dan H5 merupakan
bakteri dengan patogenitas yang lebih rendah dibandingkan kedua isolat lainnya.
Uji bakteri penghasil enzim bertujuan untuk mengetahui bakteri yang dapat
meghasilkan enzim lipase dengan ditanam pada media tributirin dan penghasil
enzim protease yang ditanam pada media Skim Milk Agar (SMA). Tabel 6 dan
gambar 5 menunjukkan isolat H1 dan H3 merupakan bakteri penghasil enzim
lipase, isolat H5 merupakan bakteri penghasil enzim protease dan isolat T3
merupakan bakteri yang mampu menghasilkan enzim lipase dan protease
sekaligus (Arifiani, 2018; Sabrina, 2018).
Pengamatan secara makroskopis untuk mengetahui morfologi sel pada
tabel 3 menunjukkan keempat isolat merupakan bakteri gram-negative, isolat H1
dan T3 berbentuk basil, isolat H3 dan H5 berbentuk basil pendek. Pengamatan
secara makroskopis untuk mengetahui morfologi koloni pada tabel 4
menunjukkan keempat isolat mempunyai bentuk yang sama yaitu round atau
lingkaran dengan tepi entire. Hasil subkultur pada gambar 6 menunjukkan
keempat isolat tidak terdapat adanya kontaminasi bakteri atupun mikroorganisme
lain, sehingga dapat dilanjutkan ke tahap isolasi DNA.
41
42
4.2.1. Isolasi DNA, PCR dan Elektroforesis
Hasil dari kemurnian konsentrasi isolasi DNA pada tabel 7 menunjukkan
adanya perbedaan konsentrasi kemurnian yang cukup jauh dari 1,8 – 2,0 (Mulyani
dkk., 2011) yaitu DNA template isolat H5 dengan rasio absorbansi kemurnian
0,75 dan konsentrasi asam nukleat sebesar 2,6 g/ml. Hal ini kemungkinan
diakibatkan oleh adanya perbedaan perlakuan atau kesalahan selama proses isolasi
DNA berlangsung. Hal tersebut juga mempengaruhi hasil elektroforesis setelah
PCR pada gambar 7 yang mengakibatkan pita atau band DNA isolat H5 terlihat
lebih tipis dari isolat yang lainnya. Band DNA pada isolat H3 yang paling tebal
tampak jelas. Semakin tebal dan mengumpul band DNA menunjukkan tingkat
konsentrasi yang tinggi dan kondisi DNA total yang diisolasi masih utuh
(Irmawati, 2003; Ludiyasari, 2014).
4.2.2. Basic Local Alignment Search Tools (BLAST)
Gen 16S rRNA umumnya memiliki ukuran panjang basa nukleotida sekitar
1500 bp (Clarridge, 2004; Rinanda, 2011). Hasil sekuensing menunjukkan kisaran
ukuran basa nukleotida 1393 – 1416 bp. Menurut Schlaberg dkk., 2012 bakteri
dengan kemiripan urutan basa nukleotida ≥97% sampai dengan <99% merupakan
bakteri yang merujuk ke arah spesies yang sama, <97% menunjukan bakteri
tersebut identik dengan spesies bakteri pembanding dan lebih konservatif bahwa
bakteri tersebut merupakan spesies baru, <95% mengidentifikasikan bahwa
bakteri tersebut merupakan bakteri dengan genus baru. Hasil BLAST pada tabel 8
menunjukkan bahwa Isolat H1 mempunyai kemiripan sebanyak 98,01% dengan
Acinetobacter schindleri. Hal ini menunjukkan isolat H1 merupakan spesies yang
sama dengan Acinetobacter schindleri. Isolat H3 mempunyai kemiripan sebanyak
99,79% dengan Stenotrophomonas maltophilia yang menunjukkan bahwa H3
merupakan spesies yang sama persis dengan Stenotrophomonas maltophilia.
Isolat H5 mempunyai kemiripan sebanyak 97,69% dengan Stenotrophomonas
acidaminiphilia menunjukkan H5 merupakan spesies yang sama dengan
Stenotrophomonas acidaminiphilia. Isolat T3 mempunyai kemiripan sebanyak
98,85% dengan Pararheinheimera aquatica menunjukkan T3 merupakan spesies
sama dengan Pararheinheimera aquatica.
43
4.2.3. Hubungan kekerabatan
Pohon filogenetik pada gambar 8 dikonstruksi menggunakan neighbor-
joining dimana sekuen yang jika digabungkan akan memberikan estimasi terbaik
dari panjang cabang yang paling dekat mengambarkan jarak yang nyata diantara
sekuen (Dharmayanti, 2011) dan dianalisis bootstrap dengan 1000 pengulangan.
Semakin besar nilai bootstrap maka semakin tinggi tingkat kepercayaan topologi
hasil rekonstruksi pohon filogenetik (Ubaidillah dkk., 2009; Pangestika dkk.,
2015). Menurut Hall (2001) Nilai percabangan bootstrap 95% merupakan nilai
pengelompokkan yang dapat dipercaya dan nilai bootstrap 25% merupakan nilai
yang tidak dapat dipercaya. Hubungan kekerbatan yang tidak dekat dapat
dikarenakan adanya gap berupa garis putus-putus pada hasil alignment
(Pangestika dkk., 2015).
Isolat H1 memiliki cabang yang sama dengan Acinetobacter schindleri
dengan nilai bootstrap 100% menunjukkan isolat H1 memiliki hubungan
kekerabatan yang sangat dekat Acinetobacter schindleri. Hasil BLAST isolat H1
juga menunjukkan kemiripan sebanyak 98,01% dengan Acinetobacter schindleri.
Acinetobacter schindleri berasal dari genus Acinetobacter. Bakteri ini diisolasi
dari spesimen klinis manusia (Nemec dkk., 2001; Loubinoux dkk., 2003). Bakteri
ini merupakan bakteri yang berpotensi atau kemungkinan bersifat patogen
oportunistik (Laurent dkk., 2006). Hal ini menandakan bakteri ini memiliki sedikit
kemungkinan untuk dijadikan sebagai agen bioremediasi limbah cair puskesmas
karena sifat patogenitasnya.
Isolat H3 dan Stenotrophomonas acidaminiphilia berada pada cabang yang
sama dengan nilai boostrap 54% yang menunjukkan Isolat H3 memiliki hubungan
kekerabatan yang cukup dekat dengan Stenotrophomonas acidaminiphilia.
Terdapat cabang pula yang terhubung dengan cabang isolat H3 dan
Stenotrophomonas acidaminiphilia yaitu Stenotrophomonas maltophilia dengan
nilai bootstrap 60%. Hal ini menunjukkan Stenotrophomonas maltophilia
memiliki hubungan kekerabatan yang cukup dekat dengan isolat H3 dan
Stenotrophomonas acidaminiphilia. Hasil BLAST menunjukkan isolat H3 99,79%
spesies yang sama dengan Stenotrophomonas maltophilia. Stenotrophomonas
maltophilia berasal dari genus Stenotrophomonas. Bakteri ini merupakan bakteri
44
gram-negative dengan bentuk basil, aerobik, non gula fermenter dan mampu
menghasilkan enzim lisin. Bakteri ini bersifat patogen oportunistik (Singhal dkk.,
2017). Sehingga masih diragukan dan kemungkinan kecil untuk dijadikan agen
bioremediasi limbah cair puskesmas karena sifat patogennya.
Isolat H5 terhubung dengan cabang Stenotrophomonas maltophilia yang
juga terhubung dengan cabang isolat H3 dan Stenotrophomonas acidaminiphilia
dengan nilai bootstrap 99%. Hal ini berarti isolat H5 memiliki kekerabatan yang
sangat dekat diibaratkan seperti saudara satu nenek dengan ketiga bakteri tersebut.
Hasil BLAST juga menunjukkan isolat H5 memiliki kemiripan dengan
Stenotrophomonas acidaminiphilia sebanyak 97,69%. Stenotrophomonas
acidaminiphilia merupakan spesies bakteri yang berasal dari genus
Stenotrophomonas, penampungan utamanya adalah tanah dan tanaman (Ryan
dkk., 2009). Bakteri yang ini diisolasi dari air limbah industri di Meksiko ini
merupakan bakteri gram-negative, berbentuk basil, aerobik, dan koloni berwarna
kuning (Assih dkk., 2002). Bakteri ini mampu menurunkan hidrokarbon polisiklik
yaitu senyawa organik yang bersifat toksik terhadap biota laut (Mangwani dkk.,
2014). Bakteri ini memungkinkan sebagai agen bioremediasi karena
kemampuannya menurunkan hidrokarbon polisiklik namun, masih agak diragukan
karena bakteri ini bersaudara dekat dengan Stenotrophomonas maltophilia.
Isolat T3 memiliki cabang yang sama dengan Pararheinheimera aquatica
dengan nilai boostrap 90% yang menunjukkan Isolat T3 mempunyai hubungan
kekerabatan yang cukup dekat dengan Pararheinheimera aquatica.
Pararheinheimera aquatica berasal dari genus Pararheinheimera. Bakteri ini
merupakan bakteri gram-negative, aerobik dengan bentuk basil. Bakteri ini
diisolasi dari kolam budidaya air tawar di Taiwan ketika menyaring bakteri untuk
senyawa antimikrobia. Bakteri ini muncul akibat generasi aktivitas enzim L-lisin
oksidase yaitu antimikrobia yang digunakan untuk membuat zona hambat pada
bakteri yang bersifat patogen salah satunya Staphylococcus aureus (Chen dkk,
2010). Bakteri ini memungkinkan sebagai agen bioremediasi karena
menghasilkan enzim L-lisin yang merupakan satu keluarga dari enzim
oksidoreduktase. Enzim oksidoreduktase merupakan salah satu enzim yang
45
berperan penting dalam bioremediasi untuk mendegradasi biomassa (Ethica dkk.,
2018).
Dari keempat isolat bakteri, Isolat H3 dan H5 memiliki hubungan
kekerabatan paling dekat dibandingkan dengan dua isolat lainnya. Kedua isolat
yang berasal dari Puskesmas Halmahera Kota Semarang ini terhubung pada
percabangan yang diibaratkan saudara satu nenek. Isolat H1 terdapat juga cabang
yang menghubungkanya dengan isolat H3 dan H5 namun cabang ini terletak
sangat jauh. Walaupun isolat H1, H3, dan H5 diambil dari tempat yang sama akan
tetapi, hasil menunjukkan isolat H1 merupakan bakteri dengan genus yang
berbeda dan berkerabat jauh dengan isolat H3 dan H5. Isolat T3 merupakan isolat
yang paling jauh hubungan kekerabatannya dan diambil dari tempat yang berbeda
dengan ketiga isolat lainnya. Dari keempat isolat ini menunjukkan isolat H3 dan
H5 berasal dari genus yang sama yaitu Stenotrophomonas. Keempat isolat ini
berada pada Class yang sama yaitu Gammaproteobacter dengan Phylum
Proteobacter.
46
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Dari hasil penelitian dari keempat isolat bakteri yang berpotensi sebagai
agen bioremediasi yaitu isolat H1, H3, H5 yang diambil dari Puskesmas
Halmahera Kota Semarang dan isolat T3 yang diambil Puskesmas Tlogosari
Kulon, dapat disimpulkan bahwa:
1. Hasil identifikasi secara molekuler dengan sekuens gen 16S rRNA
menunjukkan:
a. Isolat H1 merupakan spesies yang berasal dari genus Acinetobacter yaitu
Acinetobacter schindleri dengan tingkat kemiripan sebanyak 98,01%.
b. Isolat H3 merupakan spesies yang berasal dari genus Stenotrophomonas
yaitu Stenotrophomonas maltophilia dengan tingkat kemiripan 99,79%.
c. Isolat H5 merupakan spesies yang berasal dari genus Stenotrophomonas
yaitu Stenotrophomonas acidaminiphilia dengan tingkat kemiripan 97,69%.
d. Isolat T3 merupakan spesies yang berasal dari genus Pararheinheimera
yaitu Pararheinheimera aquatica. dengan tingkat kemiripan 98,85%.
2. Hubungan kekerabatan antara empat isolat bakteri yang berpotensi sebagai
agen bioremediasi, Isolat H3 dan H5 mempunyai hubungan kekerabatan
paling dekat dibandingkan dengan dua isolat lainnya. Isolat H1 dengan
isolat H3 dan H5 memiliki hubungan kekerabatan namun dengan jarak yang
jauh, dan isolat T3 memiliki hubungan kekerabatan yang paling jauh dengan
ketiga isolat lainnya.
3. Hasil dari penelitian ini juga menunjukkan dari keempat isolat yang dapat
dikategorikan sebagai agen bioremediasi limbah cair puskesmas yaitu isolat
T3 dengan spesies Pararheinheimera aquatica. Isolat H1, H3 dan H5
memiliki kemungkinan kecil untuk dijadikan sebagai agen bioremediasi
karena berpotensi memiliki sifat patogen oportunistik.
5.2 Saran
Penelitian ini masih terdapat beberapa kekurangan terutama pada isolasi
DNA yang mempengaruhi hingga hasil akhir. Mengingat adanya ketebatasan
47
waktu dan hal lain, sehingga tidak dapat dilakukan penelitian ulang. Saran untuk
penulis berikutnya:
1. Agar segera mengulang tahap isolasi DNA apabila ditemukan adanya
konsentrasi absorbansi kemurnian yang sangat rendah.
2. Selalu mendokumentasikan semua kegiatan atau tahapan terutama pada
hasil penelitian walaupun hasilnya kurang baik untuk disimpan sebagai
pembanding.
48
DAFTAR PUSTAKA
Arifiani, N. dan Ethica, S.N., 2018. Isolasi Bakteri Penghasil Lipase dan Protease yang Berpotensi sebagai Agen Bioremediasi Limbah Biomedis Cair Puskesmas Halmahera Kota Semarang. Prosiding Seminar Nasional Mahasiswa Unimus. Oktober, 2018, Semarang, Indonesia. Vol.1. Hal. 276 – 282.
Ali N., Hameed, A. And Ahmed, S., 2009. Physicochemical characterization and bioremediation perspective of textile effluent, dyes and metals by indigenous bacteria. Journal of hazardous materials, 164(1), pp.322-328.
Arikunto, 2010. Prosedur Penelitian: Suatu Pendekatan Praktek. Jakarta: Rineka Cipta.
Assih, A.E., Ouattara A.S., Thierry, S., Cayol, J.L., Labat, M. dan Macarie, H., 2002. Stenotrophomonas acidaminiphilia sp.nov., A Stricly Aerobic Bacterium Isolated from An Upflow Anaerobic Sludge Blanket (UASB) reactor. International Journal of Systematic and Evolution Microbiology, 52, pp.559-5568.
Bestari, N.C. and Suharjono, S., 2016. Uji Kualitatif dan Kuantitatif Isolat Bakteri Lipolitik dari Limbah Cair Pabrik Pengolahan Ikan Kecamatan Muncar, Banyuwangi. Biotropika: Journal of Tropical Biology, 3(3), pp.151-155.
Chen, W.M., Lin, C.Y., Young C.C. and Sheu S.Y., 2010. Rheinheimera aquatica sp. Nov., Antimicrobial Activity-Producing Bacterium Isolated from Fresh Water Culture Pond. Journal of Microbiol Biotechnol, 20(10), pp.1386-1392.
Darmawati, S., Sembiring, L., Asmara, W. and Artama, W.T., 2015. Identifikasi bakteri batang gram-negatif pada darah widal positif berdasarkan karakter fenotipik.
Darmawati, S., Sembiring, L., Asmara, W., Artama, W.T. and Kawaichi, M., 2014. Phylogenetic relationship of Gram-negative Bacteria of Enterobacteriaceae Family in the Positive Widal Blood Cultures based on 16S rRNA Gene Sequences. Indonesian Journal of Biotechnology, 19(1), pp.64-70.
Dharmayanti, I.N.L.P., 2011. Filogenetika Molekular; Metode Taksonomi Organisme Berdasarkan Sejarah Evolusi. Wartazoa, 1(21), pp.1-10.
Departemen Kesehatan RI, 2014, Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 128/Menkes/SK/II/2004, tentang Konsep Dasar Puskesmas, Jakarta.
Djaja, I.M., & Maniksulistya, D., 2006. Gambaran Pengelolaan Limbah Cair di Rumah Sakit X Jakarta Februari 2006. Jurnal Makara-Kesehatan, 10(2).
DKP, 2018, Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun (B3) http://dkp.kecamatangunungsindur.bogorkab.go.id/index.php/multisite/post/1498/pengelolaan-limbah-bahan-berbahaya-dan-beracun-b3-#WrAEaGaB3-Y. Diakses tanggal 10 Januari 2019.
49
El Aila N.A., et.al. 2010. The Development of a 16S rRNA Gene Based PCR for the Identification of Streptococcus pneumoniae and Comparison with Four Other Species-Specific PCR Assays. BMC Infectious Diseases, 104(10), pp.1-8.
Emmimol, A. 2012. Screening of microbes producing extracellular hydrolytic enzyme from Corporation waste dumping site and house hold water for the enhancement of bioremediation methods. IOSR-JPBS, 4, pp.54-60.
Ethica, S.N., Saptaningtyas, R., Muchlissin, S.I. and Sabdono, A., 2018. The development method of hospital biomedical waste using hydrolitic bacteria. Health and Technology, pp.1-16.
Ethica, S.N., Bioremediasi Limbah Biomedik Cair, 2018, pp 1-158, Deepublish Publisher, Yogyakarta, ISBN 978-602-475-503-4.
Ethica, S.N., and Raharjo, T.J., 2014. Detection of genes involved in glycerol metabolism of Alcaligenes sp. JG3 (Doctoral dissertation, Universitas Gadjah Mada).
Ethica, S.N., Muchlissin, S.I., Saptaningtyas, R., Sabdono, A., 2018. Protease Producers Predominate Cultivable Hydrolytic Bacteria Isolated from Liquid Biomedical Waste. Asian Journal of Chemistry 30(9): 2035-2038 DOI: 10.14233/ajchem
Ethica, S.N., Oedjijono, O., Semiarti, E., Widada, J. and Raharjo, T.J., 2018. Genotypic and Phenotypic Characterization of Alcaligenes javaensis JG3 Potential as an Effective Biodegrader. BIOTROPIA-The Southeast Asian Journal of Tropical Biology, 25(1), pp.1-10
Ethica, S.N., Semiarti, E., Widada, J., Oedjijono, O. and Joko Raharjo, T., 2017. Characterization of moaC and a nontarget gene fragments of food‐borne pathogen Alcaligenes sp. JG3 using degenerate colony and arbitrary PCRs. Journal of Food Safety, 37(4), pp.12345.2.
Ethica, S.N., Nataningtyas, D.R., Lestari, P., Istini, I., Semiarti, E., Widada, J. and Raharjo, T.J., 2013. Comparative evaluation of conventional versus rapid methods for amplifiable genomic DNA isolation of cultured Azospirillum sp. JG3. Indonesian Journal of Chemistry, 13(3), pp.248-253.
Fuentes, M.S., Alvarez, A., Saez, J.M., Benimeli C.S. and Asmoroso, M.J., 2014. Methoxyclor bioremediation by defined consortium of enviromental Streptomyces strains. International Journal of Enviromental Science and Technology, 11(4), pp.1147-1156.
Gautam, V., Thapar, R., & Sharma, M., 2010. Biomedical waste management: Incinerator vs. Environmental safety. Indian journal of medical microbiology, 28(3), pp.191.
Glasser, H., Chang, D.P.Y., dan Hickman, D.C., 1991. An analysis of biomedical waste management: Incineration. Journal of the Air & Waste Management Association, 41(9), pp.1180-1188. Jakarta.
50
Gaffar, S. 2017. Buku Ajar Bioteknologi Molekuler. Bandung: Universitas Padjajaran.
Hall, B.G. 2001. Phylogenetic Trees Made Easy: A How - To Manual for Molecular Biologist. Sinaueer Associates, Inc. Sunderland, Massachussetts, USA.
Hasibuan E., 2015. Peranan Teknik Polymerease Chain Reaction (PCR) Terhadap Perkembanagn Ilmu Pengetahuan. Karya Tulis Ilmiah. Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.
Hidayat, T. dan Pancoro, A., 2008. Kajian Filogenetika Molekuler dan Perannya dalam Menyediakan Informasi Dasar untuk Meningkatkan Kualitas Sumber Genetik Anggrek. Jurnal AgroBiogen, 4(1), pp. 35-40.
Himedia. 2003. Technical Data for Nutrient Agar. HiMedia Laboratories Pvt. Ltd.
Indriani I., 2013. Identifikasi Kandungan Daging Babi dalam Pada Dendeng Sapi yang Beredar di Swalayan Puwokerto Menggunakan Metode Real Time Polymerase Chain Reaction (RT-PCR). Skripsi. Fakultas Farmasi Universitas Muhammadiyah Puwokerto.
Khotimah. 2013. Identifikasi Daging Babi dalam Daging Kebab yang Beredar di Puwokerto Menggunakan Metode Real Time Polymerase Chain Reaction (RT-PCR). Skripsi. Fakultas Farmasi Universitas Muhammadiyah Puwokerto.
Lau, S.K.P., Woo P.C.Y., Teng J.L.L., Leung K.W., Yuen K.Y., 2002. Identification by 16S Ribosomal RNA Gene Sequencing of Arcobacter butzleri Bacteraemia in a Patient with Acute Gangrenous Appendicitis. J Clin Pathol: Mol Pathol 55 pp.182–185.
Laurent, D., Lergrand P., Soussy, C.J. dan Cattoir V., 2006. Bacterial Identification, Clinical Signifiance and Antimicrobial Susceptibilities of Acinetobacter ursingii and Acinetobacter schindleri Two Frequently Misdentified Opportunistic Phatogens. Journal of Clinical Microbiology ,44(12), pp. 4417-4478
Leboffe, M.J & Pierce, B.E. 2011. A Photographic Atlas for The Microbiology Laboratory. 4Th Edition. Morton Publishing Company. USA.
Lestari, D.A., Muchlissin S.I., Mukaromah A.H., Darmawati S. dan Ethica S.N., 2018. Isolasi Bakteri Penghasil Enzim Protease Bacillus Megaterium IROD3 dari Oncom Merah Pasca Fermentasi 72 Jam. Seminar Nasional Edusainstek FMIPA UNIMUS. 2018, Semarang, Indonesia. Hal. 31-39.
Loubinoux, J., Amrouche, L.M., Fleche, A.L., Pigne, E., Huchon, G., Grimont, P.A.D. dan Bouvet, A., 2003. Bacteremia Caused by Acinetobacter ursingii. Journal of Clinical Microbiology, pp.1337-1338.
Ludyasari, A. 2014. Pengaruh Suhu Annealing Pada Program PCR Terhadap Keberhasilan Amplifikasi DNA Udang Jari (Metapenaeus elengans) Laguna
51
Segera Anakan Cilacap Jawa Tengah. Skripsi. Jurusan Biologi Fakultas Sains dan Teknologi Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim Malang.
Mangwani, M., Shukia, S.K., Kumari, S., Rao, T.S. dan Das, S., 2014. Characterization of Stenotrophomonas acidaminiphilia NCW-702 biofilm for implication in the degradation of polycyclic aromatic hydrocarbons. Journal of Applied Microbiology, 117, pp.1012-1024.
Magray, M.S.U.D., Kumar A., Rawat A.K., dan Srivastava S., 2011. Identification of Escherichia coli through Analysis of 16S rRNA and 16S-23S rRNA Internal Transcribed Spacer Region Sequences. Bioinformation, 6(10), pp.370-371.
Madilana, R.N., Wijayanti D.P. dan Sabdono A., 2018. Bakteri Simbion Karang Porites dari Perairan Gunungkidul, Yogyakarta dan Aktivitas Antibakteri terhadap Bakteri Patogen Staphylococcus aureus dan Escherichia coli, Buletin Oseanografi Marina, 7(1), pp.43–50.
McKew, B.A., Coulon, F., Ykimov, M.M., Denaro, R., Denaro, R., Genovese, M., Smith, C.J., Osborn, A.M., Timmis, K.N. and McGenity, T.J., 2007. Efficacy of intervention strategies for bioremediation of crude oil in marine systems ad effects on indigenous hydrocarbonoclastic bacteria. Enviroental Microbiology, 9(6), pp.1562-1571.
Mora, S.G.R., Alarcon, A., Ricandio, M.R. dan Vannoye, V. 2017. Bioremediation of Wastewater for Reutilization in Agricultural System: A Review. Applied Ecology and Environment Research, 15(1), pp.33-50.
Mount, D.W. 2001. Phylogenetic Prediction in: Bioinformatic, Sequence and Genome Analysis. Cold Spring Harbor laboratory. New York Press, pp.237-280.
Mulyani, Y., Purwanto, A. dan Nurruhwati, Isni., 2011. Perbandingan Beberapa Metode Isolasi DNA untuk Deteksi Dini Koi Herpes Virus (KHV) pada Ikan Mas (Crypinus carpio L.). Jurnal Akuatika, 2(1).
Mwaikono, K.S., Maina, S., Sebastian, A., Kapur, V., & Gwakisa, P. (2015). 16 Rrna Amplicons Survey Revealed Unprecedented Bacterial Community in Solid Biomedical Wastes. American Journal of Microbiological Research, 3(4), pp.135-143.
Nemec A, De Baere T, Tjernberg I, Vaneechoutte M, Van der Reijden TJ. And Dijkshoorn L. 2001. Acinetobacter ursingii sp. nov. and Acinetobacter schindleri sp. nov., isolated from human clinical spesimen. International Journal of System and Evolution Microbiology, 51, pp.1891-1899.
Pangestika, Y., Budiharjo, A. dan Kusumaningrum, H. P., 2015. Analisis Filogenetik Curcuma zedoaria (Temu Putih) Berdasarkan Gen Internal Transcribed Spacer (ITS). Jurnal Biologi, 4(4), pp.8-13.
Piotrowska, A., 2005. Application of enzymes fo bioremediation. Part 1. Oxidoreductases. Ekologi i Technika, 13(6), pp.259-265.
52
Prastiwi, P.R. 2015. Studi Evaluasi Pengolahan Air Limbah Pada Rumah Sakit Jayapura. Jurnal. Teknik Pengairan Konsentrasi Konservasi Sumber Daya Air Fakultas Teknik Universitas Brawijaya, Malang.
Riffat, R., 2012. Fundamental of Wastewater Treatment and Engineering, CRC Press Book.
Rinanda, T., 2011. Analisis Sekuansing 16S rRNA di Bidang Mikrobiologi. Jurnal Kedokteran Syiah Kuala. 3 Desember, 2011, Aceh, Indonesia. Hal. 172-177.
Ryan, P., Monchy S., Cardilane, M., Taghavi, S., Crossman, L., Avison, M.B., Berg, G., Leile, D.V.D. dan Dow, J.M., 2009. The Versatility and adaption of bacteriA from the genus Stenotrophomonas. Nature Review Microbiology, 7, pp.514-525.
Sabrina, A. N. dan Ethicha, S.N., 2018. Potensi Bakteri Indigen Penghasil Enzim Lipase dan Protease yang Berpotensi sebagai Agen Bioremediasi Limbah Biomedis Puskesmas Tlogosari Kulon. Prosiding Seminar Nasional Mahasiswa Unimus. Oktober, 2018, Semarang, Indonesia. Vol.1. Hal. 268– 275.
Schwarz, P., Bretagne, S., Gantier, J.C., Gracia-Hermoso, D., Lortholary, O., Dromer, F. And Dannaoui, E., 2006. Molecular identification of zygomycetes from culture and experimentally infected tissues. Journal of Clinical Microbiology, 44(2), pp.340-349.
Saitou, N. dan Mei, M. 1987. The Neighbor-Joining Method: A New Method for Constructing Phylogenetic trees. Mol. Bio. Evol. 4, pp.406-425.
Saitou, N. dan Imanishi, T. 1989. Relative Effeciencies of the Fitch-Margoliash, Maximum Parsimony, Maximum-Likehood, Minimum Evolution and Neighbor-Joining Methods of Phylogenetic tree construction in obtaining the correct tree. Mol. Bio. Evol. 6(5), pp.514-525.
Schlaberg, R., Simmon, K.E. and Fisher, M.A. 2012. A Systematic Approach for Discovering Novel Clinically Relevant Bacteria. Emenging Infectious Diseasses, 18(3).
Singlah, L., Kaur, P. and Gautam, V., 2017. Stenotrophomonas maltophilia: From Trivia to Grevious. Journal of Medical Microbiology, 35(4), pp.469-479.
Sukartiningrum, S.D., 2012. Penentuan Pohon Filogenetik Bakteri Xilanolitik Sistem Abdominal Rayap Tanah Berdasarkan 16S rRNA. Skripsi. Departemen Kima Fakultas Sains dan Teknologi Universitas Airlanggan, Surabaya.
Supriyatna, A., Jauhari, A. A., & Holydaziah, D. 2015. Aktivitas enzim amilase, lipase, dan protease dari larva Hermetia illucens yang diberi pakan jerami padi. JURNAL ISTEK, 9(2).
Susilowati, A., & Listyawati, S. 2001. Keanekaragaman Jenis Mikroorganisme Sumber Kontaminasi Kultur In vitro di Sub-Lab. Biologi Laboratorium MIPA Pusat UNS. Biodiversitas, 2, pp.110-114.
53
Tindi, M., Mamangkey, N.G.F. dan Wultur, S., 2017. DNA Barcode dan Analisis Filogenetik Molekuler Beberapa Jenis Bivalvia Asal Perairan Sulawesi Utara Berdasarkan Gen COI. Jurnal Pesisir dan Laut Tropis, 1(2), pp.32-38.
Ubaidillah, R. dan Sutrisno, H. 2009. Pengantar Biosistemik: Teori dan Praktikum. LIPI Press, Jakarta.
Vidali, M., 2001. Bioremediation. An overview. Pure and Applied Chemistry, 73(7), pp.1163-1172.
Vidali, M., 2001. Microorganisms relevant to bioremediation. Current opinion in biotechnology, 12(3), pp.237-241.
Ward, O.P 1983. Proteinase. Di dalam Microbial Enzyme and Biotechnology. W.M. Fogart. Applied Science Publisher. New York.
Willey, I.M. Sherwood, L.M. dan Woolverton, C.J. 2009. Prescott’s Principles of Microbiology. McGraw-HILL Higher Education. USA.
Yusmalinda, H.L.A., Anggoro, A.W., Suhendro, D.M., Ratha, I M.J., Suprapti, D., Kreb, D. dan Cahyani, N.K.D., 2017. Identifikasi Jenis Pada Kejadian Cetacea Terdampar di Indonesia dengan Teknik Molekuler. Jurnal Ilmu dan Teknologi Kelautan Tropis, 9(2), pp.465-474.
Yosephi, V., Dhanardono, T. dan Saebani. 2010. Perbedaan Kualitas DNA yang Diekstraksi dari Akar Rambut dengan Fase Pertumbuhan. Jurnal Kedokteran Diponegoro, 5(4), pp.1846-1854.
54
LAMPIRAN
Lampiran 1
Subkultur Isolat Bakteri
Pembuatan Media Nutrient Agar
Menyiapkan 10 cawan petri dibungkus degan kertas dan erlenmeyer 250 ml
Agar bacteriological Lp 0011 1,5 g
Nutrient broth agar 1,3 g
Aquadest 100 ml
Homogenkan, erlenmeyer ditutup dengan alumunium foil, di-autoclave selama 20
menit dengan suhu 121C. Kemudian microwave dengan kekuatan high (150-
200C) selama 3-5 menit.
Lampiran 2
Polymerase Chain Reaction (PCR) 16S rRNA
Pembuatan produk PCR :
Primer 27F (5’-AGAGTTTGATCMTGGCTCAG-3’) 1 l
Primer 1492R (5’-TACGGYTACCTTGTTACGACTT-3’) 1 l
DNA template 3 l
ddH2O 7,5 l
Mastermix bioline 12,5 l
Jumlah 25 l
Kemudian thermocycle diatur dengan
Pra-denaturation 96C 1 menit
(Siklus
sebanyak
34 kali)
Denaturation 96C 15 detik
Annealing 55C 15 detik
Elongation 72C 10 detik
Extention 72C 12 menit
Cooling down 4C Tanpa batas
55
Lampiran 3
Skuensing DNA
Grafik dari hasil sekuensing primer forward dan reserve
Proses editing sekuens forward dan reserve dengan pensejejeran menggunakan
program alignment ClustalW
56
Lampiran 4
Program Basic Local Alignment Search Tools (BLAST)
Memasukkan data awal
Hasil dari BLAST
H1
57
H3
H5
58
T3
Hasil pensejajaran sekuens pada GenBank
59
Lampian 5
Data telah dideposit ke GenBank dengan nomor akses
H1 (LC482255)
H3 (LC482254)
60
H5 (LC482253)
T3 (LC482252)
61
Lampiran 6
Multiple Sequences Alignment (Pensejejeran multiple atau banyak sekuens)
Program ClustalW
Hasil Multiple Sequences Alignment
Garis-garis merupakan gap atau jarak yang memisahkan
62
Lampiran 7
Konstruksi Pohon Filogenetik
Metode Neighbor-Joining Analisis Bootstrap degan pengulangan 1000 kali
Hasil gambar pohon filogenetik
63
Gambar Pohon filogenetika
64
Lampiran 8
Dokumentasi selama penelitian di Laboratorium Oseanografi Fakultas
Perikanan dan Ilmu Kelautan (FPIK) Universitas Diponegoro
Hasil Isolasi DNA
Kemurnian Isolasi DNA dengan
NanoDrop 2000
Primer, Mastermix dan ddH2O yang digunakan pada proses PCR
Pengaturan proses PCR pada Thermalcycle
Produk PCR Proses Elektroforesis
Visualisasi gel agarose dengan UV Transluminator
Pengiriman Produk PCR ke PT. Genetika Science
64
Gambar original pohon filogenetik 4 Isolat bakteri