vindy nugraha siampa

47
CLEFT PALATE (PALATOSCHISIS) I. PENDAHULUAN Cleft palate atau palatoschisis merupakan kelainan kongenital pada wajah dimana atap/langitan dari mulut yaitu palatum tidak berkembang secara normal selama masa kehamilan, mengakibatkan terbukanya palatum sampai ke daerah cavitas nasalis, sehingga terdapat hubungan antara rongga hidung dan mulut. Oleh karena itu pada palatoschisis, anak biasanya tersedak pada waktu minum dan suaranya sengau. 1 Celah (cleft) ini dapat melibatkan sisi lain dari palatum dan dapat meluas dari bagian depan mulut ke arah tenggorokan, seringkali cleft juga melibatkan bibir. Cleft palate tidak terlihat sejelas cleft lip karena berada di dalam mulut. Cleft palate bisa saja merupakan satu-satunya kelainan pada seorang anak, atau bisa saja berhubungan dengan cleft lip atau sindroma lainnya. Pada kebanyakan kasus, bila salah satu anggota keluarga menderita cleft maka anggota keluarga yang lain juga memiliki kemungkinan menderit cleft palatum ketika lahir. 2 Kelainan ini terjadi karena gangguan pada kehamilan trimester pertama yang menyebabkan terganggunya proses tumbuh kembang janin. Faktor-faktor yang diduga dapat menyebabkan terjadinya kelainan ini adalah akibat kekurangan nutrisi, obat-obatan, infeksi virus, radiasi, stres pada masa kehamilan, trauma dan faktor genetik. 3

Upload: vindy-nugraha-siampa

Post on 09-Aug-2015

303 views

Category:

Documents


9 download

TRANSCRIPT

Page 1: Vindy Nugraha Siampa

CLEFT PALATE (PALATOSCHISIS)

I. PENDAHULUAN

Cleft palate atau palatoschisis merupakan kelainan kongenital pada wajah dimana

atap/langitan dari mulut yaitu palatum tidak berkembang secara normal selama masa

kehamilan, mengakibatkan terbukanya palatum sampai ke daerah cavitas nasalis, sehingga

terdapat hubungan antara rongga hidung dan mulut. Oleh karena itu pada palatoschisis,

anak biasanya tersedak pada waktu minum dan suaranya sengau.1

Celah (cleft) ini dapat melibatkan sisi lain dari palatum dan dapat meluas dari

bagian depan mulut ke arah tenggorokan, seringkali cleft juga melibatkan bibir. Cleft

palate tidak terlihat sejelas cleft lip karena berada di dalam mulut. Cleft palate bisa saja

merupakan satu-satunya kelainan pada seorang anak, atau bisa saja berhubungan dengan

cleft lip atau sindroma lainnya. Pada kebanyakan kasus, bila salah satu anggota keluarga

menderita cleft maka anggota keluarga yang lain juga memiliki kemungkinan menderit

cleft palatum ketika lahir. 2

Kelainan ini terjadi karena gangguan pada kehamilan trimester pertama

yang menyebabkan terganggunya proses tumbuh kembang janin. Faktor-faktor yang

diduga dapat menyebabkan terjadinya kelainan ini adalah akibat kekurangan nutrisi, obat-

obatan, infeksi virus, radiasi, stres pada masa kehamilan, trauma dan faktor genetik.3

Cleft palate dapat menyebabkan banyak masalah dan merupakan suatu

tantangan khusus untuk komunitas medis. Sehingga diperlukan suatu perawatan yang

khusus pada pasien-pasien dengan cleft palate. Masalah pada penderita cleft ini sudah

muncul sejak penderita lahir. Derita psikis yang dialami keluarga dan kelak dialami pula

oleh penderita setelah menyadari dirinya berbeda dengan yang lain. Secara fisik, adanya

celah akan membuat kesukaran minum karena daya hisap yang kurang dan banyak yang

tumpah atau bocor ke hidung, gangguan pada penampilan, dan gangguan bicara berupa

suara yang sengau. Penyulit yang juga mungkin terjadi adalah infeksi telinga tengah (otitis

media), gangguan pendengaran, serta gangguan pertumbuhan gigi dan rahang. 3,4

Rencana terapi yang akan diberikan pada pasien dengan cleft palate berfokus pada

dua bidang, yaitu; perkembangan berbicara dan perkembangan wajah. Isu yang paling

kontroversial dalam pengelolaan cleft palate ini adalah waktu dalam melakukan intervensi

bedah, perkembangan bicara setelah berbagai prosedur bedah, dan efek dari operasi pada

Page 2: Vindy Nugraha Siampa

perkembangan wajah. Tujuan utama dari intervensi bedah adalah pasien dapat berbicara

secara normal, meminimalkan gangguan pertumbuhan, dan membangun sfingter

velopharyngeal yang kompeten. 5

II. EPIDEMIOLOGI

Secara keseluruhan, insiden cleft palate dengan atau tanpa cleft lip adalah 1 kasus

dalam 1000 kelahiran hidup. Insiden cleft palate bervariasi diantara ras, dengan angka

tertinggi di kalangan Indian Amerika, yaitu 3,6 kasus per 1000 kelahiran hidup, dan

tingkat terendah pada ras Afro-Amerika, dengan 0,3 kasus per 1000 kelahiran hidup.

Berdasarkan cleft secara keseluruhan, 20% adalah cleft lip saja (18% unilateral, 2%

bilateral), 50% cleft lip dan palate (38% unilateral, bilateral 12%), dan 30% adalah cleft

palate saja. Insiden cleft palate (tanpa cleft lip) adalah 1 kasus per 2000 kelahiran hidup.

Cleft submukosa lebih sering terjadi, dengan angka kejadian 1 kasus per 1200 - 2000

pasien, tergantung pada populasi penelitian. Uvula bifida terjadi pada 1 dari 80 pasien

dan sering terjadi pada cleft palate.4

Tidak ada predileksi ras untuk cleft palate, dengan kejadian yang sama di

antara semua ras. Meskipun bibir sumbing dan langit-langit (CLP) terjadi lebih

sering pada laki-laki, namun cleft palate lebih umum terjadi pada wanita. 4

III. EMBRIOLOGI DAN ANATOMI

• Embriologi Palatum

Secara embriologis, pembentukan wajah terjadi pada minggu ke-5 sampai dengan

minggu ke-10. Pada saat minggu ke-5, dua tonjolan akan tumbuh dengan cepat, yaitu

tonjolan nasal medial dan lateral. Tonjolan nasal lateral akan membentuk alae hidung,

sedangkan tonjolan medial akan membentuk (1) bagian tengah hidung, (2) bagian tengah

bibir atas, (3) bagian tengah rahang atas, serta (4) seluruh langit-langit primer. Secara

simultan, tonjolan maksila akan mendekati tonjolan nasal lateral dan medial akan tetapi

tetap tidak menyatu karena dipisahkan oleh suatu lekukan yang jelas. 6, 7.8

Selama dua minggu berikutnya, terjadi perubahan bermakna pada wajah.

Tonjolan maksila terus tumbuh kearah medial dan menekan tonjolan nasal kearah midline.

Selanjutnya terjadi penyatuan tonjolan-tonjolan nasal dengan tonjolan maksila di sisi

lateral. Jadi bibir bagian atas dibentuk oleh dua tonjolan nasal dan dua tonjolan maksila. 6,

7,8

Page 3: Vindy Nugraha Siampa

Gambar 1. Perkembangan embriologi pembentukan wajah

Dikutip dari kepustakaan no.6

Tonjolan yang menyatu di bagian medial, tidak hanya bertemu di daerah

permukaan, tetapi terus menyatu sampai dengan bagian yang lebih dalam. Struktur yang

dibentuk oleh dua tonjolan yang menyatu ini dinamakan segmen intermaksilaris. Bagian

ini terdiri dari (1) bagian bibir yang membentuk philtrum dan bibir atas, (2) komponen

rahang atas yang mendukung empat gigi insisif, dan (3) komponen palatum yang

membentuk segitiga palatum primer. Dibagian atas, segmen intermaksila menyatu

dengan septum nasal yang dibentuk oleh prominence frontal. 6,7,8

Perkembangan palatum (palatogenesis) melibatkan koordinasi proses-proses

dasar perkembangan. Edelman (1983) menggunakan istilah proses-proses dasar (primary

processes) untuk menunjuk kejadian-kejadian yang menjadi landasan bagi berlangsungnya

perkembangan, yang terdiri dari: pembelahan sel, migrasi sel, interaksi dan adesi sel,

Page 4: Vindy Nugraha Siampa

diferensiasi sel, dan kematian sel (apoptosis). Keseluruhan kejadian tersebut juga terminate

secara spesifik pada tahap-tahap tertentu dari palatogenesis.9

Ferguson (1988) membagi palatogenesis ke dalam 4 tahap, yaitu 1) pertumbuhan

awal bilah palatum (initial palatal shelvas growth), 2) pertumbuhan seperti mendaki

(shelves elevation), 3) pertumbuhan horizontal (horizontal shelves growth), dan 4) fusi

(palatal fusion). 9

Palatum sekunder terbentuk dari pertumbuhan dua tonjolan maksila

yang disebut palatine shelves/processus palatina lateral. Pada awalnya pertumbuhan bilah

terjadi secara vertikal dengan kedua ujung bilah mengarah ke dasar mulut. Pada tahap

berikutnya ujung-ujung bilah palatum akan tumbuh naik seperti mendaki hingga

menempatkan diri di atas punggung lidah yang sedang berkembang. Kemampuan bilah

palatum tumbuh mendaki disebabkan oleh daya ungkit diri (intrinsic shelves elevating

force) yang terbentuk di bilah palatum oleh berbagai faktor terutama akumulasi spesifik

hialuronan secara regional di bilah palatum. 6, 7,8,9

Pada tahap ini distribusi hialuronan di bilah palatum lebih banyak di

aspek oral daripada di aspek nasalnya. Hialuronan adalah senyawa yang sangat polar

dengan kemampuan mengikat air hingga ratusan kali lebih besar daripada berat

molekulnya. Dengan demikian perubahan konsentrasi hialuronan yang kecil saja di suatu

wilayah jaringan dapat menimbulkan perubahan keseimbangan osmosis yang besar. 9

Akumulasi hialuronan yang lebih tinggi di aspek oral bilah palatum memicu

hidrasi dan pembengkakan wilayah setempat sehingga densitas sel di wilayah tersebut

menjadi lebih rendah. Densitas sel yang lebih rendah mendorong pembelahan sel yang

lebih giat sehingga pertumbuhan aspek oral menjadi lebih cepat dibandingkan dengan

pertumbuhan aspek nasal menyebabkan ujung-ujung bilah menjadi tumbuh seperti

mendaki. Selain hialuronan, kolagen tipe I juga turut membangun daya ungkit diri bilah

palatum dengan cara mengorganisasi diri dalam bentuk berkas memanjang dari dasar

hingga ujung bilah. Sintesis hialuronan di bilah palatum distimulasi oleh EGF dan TGF-

P1. 9

Tahap pertumbuhan mendaki hanya membutuhkan waktu yang singkat yaitu

beberapa menit hingga jam. Setelah itu bilah palatum yang kini sudah menempati posisi di

atas lidah akan tumbuh saling mendekat secara horizontal dari kedua arah hingga terjadi

kontak antara kedua ujungnya. Proses tumbuh horizontal melibatkan aktivitas pembelahan

Page 5: Vindy Nugraha Siampa

sel dan sintesis senyawa matriks ekstrasel. Kemudian di bagian anterior terjadi penyatuan

dengan palatum primer, pada titik pertemuan ini terjadi foramen incisivum. 6,7,8,9

Gambar 2. Perkembangan embriologi pembentukan palatum

Dikutip dari kepustakaan no. 6

Kontak antara 2 ujung palatine shelves memicu serangkaian proses yang

diarahkan pada keberhasilan fusi palatum membentuk struktur berkesinambungan yang

kokoh menutup sempurna langit-langit mulut. Sebelum kontak terjadi, palatine shelves

telah memiliki struktur histologi, yaitu jaringan mesenkim sebagai struktur tubuh palatine

shelves dan jaringan epitel melapisi sisi luarnya. Demikian juga telah dapat dibedakan

epitel di 3 wilayah, yaitu di aspek oral, nasal dan medial (Medial Edge Epithelium/MEE).

Kontak terjadi antar MEE dari kedua tonjolan yang segera diikuti oleh pembentukan

anyaman epitel. Usia anyaman epitel tersebut ternyata sangat singkat, karena setelah

anyaman terbentuk sel-selnya dengan segera terdegradasi. Degradasi MEE menyebabkan

lapisan mesenkim dari kedua arah dapat tumbuh membentuk struktur sinambung. Terdapat

beberapa pendapat tentang degradasi anyaman epitel MEE, yaitu melalui kematian sel

Page 6: Vindy Nugraha Siampa

(apoptosis) atau melalui migrasi sel ke aspek oral dan nasal bilah atau melalui

transdiferensiasi epitel menjadi mesenkim. Pendapat yang umum diterima saat ini adalah

bahwa kemungkinan ketiga kejadian tersebut berakhir dalam fusi palatine shelves tetapi

pada wilayah epitel yang berbeda.9

Kunci yang berperan dalam transdiferensiasi MEE adalah Transforming

Growth Factor-β3 (TGF-β3). Taya, dkk. (1999) melaporkan bahwa mencit TGF-β3 yang

knockout ternyata lahir dengan cacat celah langit-langit. Demikian juga telah dilaporkan

bahwa pada palatum ayam yang secara normal sel-selnya tidak mengekspresikan TGF-β3

kondisi langit-langit mulutnya selalu bercelah (celah langit-langit fisiologis). Pada

percobaan invitro ternyata celah tersebut dapat distimulasi menutup melalui pemberian

TGF-β3.6,9

Selain growth factor, senyawa matriks ekstrasel hialuronan diperkirakan turut

berperan dalam transdiferensiasi MEE. Yamada (1983) mengemukakan bahwa agar

transdiferensiasi epitel ke mesenkim dapat berlangsung dibutuhkan 3 syarat, yakni (1)

degradasi membrana basalis, (2) pelonggaran tautan sel, dan (3) tersedianya ruang antarsel

yang lebih longgar. 9

Pada saat yang sama, septum nasal akan tumbuh kearah bawah dan bergabung

dengan permukaan atas palatum yang baru terbentuk. Kemudian palatine shelves dan

palatum primer akan saling bertemu dan saling menyatu pada minggu ke-7 dan ke-10 masa

pertumbuhan embrio. 6,7,8

• Anatomi Palatum

Page 7: Vindy Nugraha Siampa

Gambar 3. Anatomi palatum

Dikutip dari kepustakaan no. 5

Bagian-bagian dari tulang palatum merupakan sebuah struktur yang simetris dan

berdasarkan embriologinya dibagi menjadi palatum primer dan sekunder. Premaxilla,

alveolus dan bibir, yang merupakan bagian anterior dari incisive foramen merupakan

bagian dari palatum primer. Sedangkan struktur yang terletak dibagian posterior dari

palatum primer yang meliputi sepasang maxilla, ossa palatina dan pterygoideus plate

adalah bagian dari palatum sekunder. Tingkat keparahan dari cleft pada tulang palatum

bervariasi, mulai dari bentukan sederhana pada hard palate (palatum durum) sampai

bentuk yang komplit dari alveolus. Os palatina terletak di bagian posterior dari maxilla dan

lamina pterygoideus. Os palatina terdiri dari processus horizontalis dan processus

piramidalis. Processus horizontalis memberikan kontribusi pada aspek posterior dari

palatum durum dan menjadi lantai dari choana. Sedangkan processus piramidalis

memanjang secara vertikal untuk berkontribusi pada dasar orbita. 5,10

Gambar 4. Otot yang melekat pada palatum

Dikutip dari kepustakaan no.11

Terdapat enam otot yang melekat pada palatum yaitu m. levator veli palatini, m.

constrictor pharyngeus superior, m. uvula, m. palatopharyngeus, m. palatoglosus dan m.

tensor veli palatini. Ketiga otot yang mempunyai konstribusi terbesar terhadap fungsi

velopharyngeal adalah m. uvula, m. levator veli palatini, dan m. constriktor pharyngeus

superior. 1,5

M. uvula berperan dalam mengangkat bagian terbesar velum selama konstraksi

otot ini. M. levator veli palatine mendorong velum kearah superior dan posterior untuk

Page 8: Vindy Nugraha Siampa

melekatkan velum kedinding faring posterior. Pergerakan dinding faring ke medial,

dilakukan oleh m. constriktor pharyngeus superior yang membentuk velum kearah dinding

posterior faring untuk membentuk sfingter yang kuat. M. palatopharyngeus berfungsi

menggerakkan palatum kearah bawah dan kearah medial. M. palatoglossus terutama

sebagai depressor palatum, yang berperan dalam pembentukan venom nasal dengan

membiarkan aliran udara yang terkontrol melalui rongga hidung. Otot yang terakhir

adalah m. tensor veli palatine, otot ini tidak berperan dalam pergerakan palatum. Fungsi

utama otot ini menyerupai fungsi m. tensor timpani yaitu menjamin ventilasi dan drainase

dari tuba auditiva. 1,5

Gambar 5. Anatomi palatum

Dikutip dari kepustakaan no. 11

1 - a. palatina major; 2 - n. nasopalatinus dan a. nasalis posterior septi; 3 - gll.palatinae; 4 -

m.buccinator; 5 - m.masseter; 6 - m.palatopharyngeus; 7 - tonsilla palatina; 8 - m.palatoglossus; 9 -

m. stylogiossus; 10 - lingua; 11 - uvula; 12 - m.pterygoideus medialis; 13 - n. lingualis; 14 -

m.constrictor pharyngis superior; 15 - m. tensor veli palatini; 16 - n. palatinus posterior; 17 -

n.palatinus medius; 18 – n.palatinus anterior; 19 - cavum dentis.

Vaskularisasi terutama berasal dari a. palatina mayor yang masuk melalui

foramen palatina mayor. Sedangkan a. palatina minor dan m. palatina minor lewat melalui

foramen palatina minor. Inervasi palatum berasal dari n. trigeminus cabang maxilla yang

membentuk pleksus yang menginervasi otototot palatum. Selain itu, palatum juga

mendapat inervasi dari nervus cranial VII dan IX yang berjalan disebelah posterior dari

Page 9: Vindy Nugraha Siampa

pleksus. 1,4,5

• Fungsi Palatum

Bagian keras dari palatum sekunder (palatum durum) berfungsi sebagai

suatu partisi yang statis diantara rongga mulut dan hidung pada saat makan,

sedangkan palatum mole (sebagian besar terdiri dart otot) berfungsi sebagai

barier yang dinamis diantara mulut dan hidung, yang secara intermiten akan

membuka atau menutup (katup) sehingga dapat menjalankan fungsi berbicara dan saluran

napas. Katup velopharyngeal memfasilitasi dalam proses menelan dan merupakan tempat

produksi suara khususnya untuk semua vokal dan konsonan dalam bahasa inggris, dengan

pengecualian m, n, dan ng. 12

IV. PATOFISIOLOGI

Dasar embriologi dari cleft palate adalah kegagalan dari massa mesenchymal baik

yang berasal dari prominences maksila atau dari prominences nasalis medial untuk

bertemu dan menyatu satu sama lain. Jenis-jenis celah yang terlihat dalam praktek klinis

dapat membantu seseorang untuk lebih memahami tentang perkembangan embriologi dari

palatum. Celah pada daerah palatum primer terjadi pada bagian anterior dari foramen

incisive dan merupakan hasil dari kegagalan massa mesenchymal pada processus palatine

lateral untuk menyatu dengan processus palatina media. Celah yang terjadi pada palatum

sekunder terjadi dibagian posterior foramen incisive, dan merupakan hasil dari kegagalan

massa mesenchymal pada processus palatine lateral untuk menyatu satu sama lain dan

dengan septum nasi. 6

Celah palatum baik primer atau sekunder dapat bersifat komplit (unilateral atau

bilateral) atau tidak komplit, tergantung pada tingkatan dari fusi yang terjadi selama

perkembangan embrio.6

V. FAKTOR RISIKO

Pembentukan wajah dikoordinasikan oleh peristiwa morfogenetik yang kompleks

dan adanya ekspansi proliferatif yang cepat, sehingga dengan demikian sangat rentan

terhadap pengaruh yang berasal dari faktor lingkungan serta genetik, dan memungkinkan

terjadinya peningkatan insiden malformasi pada wajah. 13

Bibir atas akan terbentuk lebih awal dari pada palatum. Dan pembentukan

palatum merupakan langkah terakhir dari penyatuan seluruh lobus-lobus embrionik wajah

Page 10: Vindy Nugraha Siampa

(frontonasal prominence, maxillar prominence, dan mandibular prominence). Proses ini

sangat rentan terhadap zat-zat yang bersifat toksik, polusi lingkungan, dan

ketidakseimbangan gizi. Mekanisme biologis dari penyatuan antara kedua sisi, dan

bagaimana mereka saling menyatu dan melekat merupakan mekasime yang cukup

kompleks dan tidak jelas meskipun penelitian ilmiah secara intensif telah dilakukan. 13

Pada kebanyakan kasus, penyebab terjadinya cleft lip dan cleft palate

belum sepenuhnya diketahui. Banyak ahli berpendapat bahwa terjadinya suatu

cleft merupakan suatu kombinasi dari faktor genetik dan lingkungan.

Kemungkinan munculnya cleft akan lebih besar pada bayi yang baru lahir jika

saudara kandung, orang tua, ataupun sanak saudaranya memiliki riwayat yang sama. 14

Penyebab potensial lainnya mungkin berhubungan dengan tindakan medikasi

yang dilakukan si ibu selama proses kehamilan. Beberapa obat dapat menyebabkan

terjadinya cleft lip dan cleft palate. Cleft lip dan cleft palate juga dapat terjadi sebagai

akibat dari paparan virus atau bahan kimia selama janin berada dalam kandungan. Dalam

situasi lainnya, cleft lip dan cleft palate mungkin merupakan bagian dari kondisi medis

lainnya. 14

• Faktor Genetik

Faktor genetik diyakini diperhitungkan pada beberapa kelainan, seringnya dalam

kombinasi dengan satu atau lebih faktor-faktor lingkungan. Ada 2 dua tipe utama dari

celah bibir dan palatum pada orang-orang kulit putih. Tipe pertama dikontrol oleh

gentunggal, yang dapat mengkode untuk varian transforming growth factor-alpha (TGF-a).

Tipe kedua sifatnya multifaktorial. Pada orang Asia, tidak terlihat memiliki etiologi gen

utama untuk celah oral. Juga terdapat beberapa bukti bahwa variasi gen maternal dan/atau

janin bersama dengan maternal yang merokok dapat mengarah pada terjadinya celah oral

pada janin. Sebagai tambahan bagi faktor-faktor ini, elemen tertentu dapat juga menjadi

faktor pendukung dalam menghasilkan anak-anak yang terpengaruh. Dalam hal ini,

hadirnya sebuah gen yang diidentifikasi sebagai MTHFR 677TT bersama dengan diet

asam folat yang rendah dapat mengarah pada peningkatan celah orofasial. Juga terdapat

indikasi bahwa bahkan dengan asupan asam folat yang sesuai, celah-celah ini masih dapat

muncul pada beberapa kasus. Faktor genetik lainnya yang dapat mempengaruhi munculnya

celah orofasial termasuk kemampuan maternal untuk mempertahankan konsentrasi Zn

(zinc) sel darah merah dan konsentrasi mio-inositol (sebuah gula alkohol heksa

hidrosisikloheksan). Kemampuan maternal untuk mempertahankan tingkat vitamin B6 dan

Page 11: Vindy Nugraha Siampa

B12 yang sesuai dan kemampuan fetus untuk memanfaatkan nutrien ini juga dilihat

sebagai faktor dalam perkembangan celah oral. Ketika nutrien-nutrien ini tidak

dimetabolisme dengan tepat maka kerusakan pada sintesis dan transkipsi DNA dapat

muncul. 2

Jenis kelamin janin mempengaruhi resiko celah oral. Pria lebih sering dibanding

wanita untuk mendapat celah bibir dengan atau tanpa celah palatum, dimana wanita berada

pada resiko lebih besar untuk celah palatum sendiri. Sebuah studi mengindikasikan bahwa

riwayat keluarga untuk kasus celah, urutan kelahiran, usia maternal saat kelahiran,

maternal yang merokok pada trimester pertama dan konsumsi alkohol selama kehamilan

tidak menjelaskan perbedaan jenis kelamin. Janin yang lahir dengan malformasi lainnya

seperti keterlibatan sistem pernapasan, mata, telinga, sistem pencernaan bagian atas dan

anomali muskuloskeletal lainnya berada pada peningkatan resiko untuk mendapatkan celah

bibir dan/atau celah palatum. Sebagai tambahan, janin dengan celah oral lebih mungkin

terkena penyakit jantung kongenital; bagaimanapun penyakit-penyakit ini lebih mungkin

dihubungkan dengan sebuah sindroma dibadingkan dengan celah tersendiri. Malformasi

lainnya yang dihubungkan dengan celah termasuk defek sistem pernapasan. 2

Faktor Lingkungan

Asupan maternal dari obat-obatan vasoaktif, termasuk pseudoefedrin, aspirin,

ibuprofen, amfetamin, kokain atau ekstasi, juga merokok, telah dihubungkan dengan

resiko lebih tinggi untuk celah oral. Pengobatan antikonvulsi seperti fenobarbital,

trimetadion, valproat, dan dilantin telah tercatat meningkatkan insiden celah bibir dan/atau

celah palatum (Ardinger 1988, Feldman 1977, Hanson 1976, Hanson 1984, Holmes 2004,

Kallen 2003, Meadow 1970, Wyszynski 1996, Zackai 1975). Isotretionin (accutane) telah

diidentifikasi sebagai faktor penyebab potensial untuk celah oral (Benke 1984, Lammer

1985). Diazepam (valium) dan bendektin tidak ditemukan dapat meningkatkan angka

kejadian celah oral (Mitchell 1981, Rosenberg 1983). Hubungan antara asupan maternal

berupa sulfasalazin, naproksen, dan glukokortikoid selama trimester pertama telah

diperkirakan (Kallen 2003). Aminopterin (obat kanker) juga telah dihubungkan pada

perkembangan celah oral (Warkany 1978). 2

Maternal yang merokok telah dihubungkan dengan celah bibir dan

palatum pada keturunannya. Sebagai tambahan, terdapat bukti bahwa mungkin saja ada

interaksi kuat antara variasi gen tertentu dari maternal dan/atau janin dengan merokok

yang dapat menyebabkan celah oral pada janin (Hwang 1995, Shaw 1996, Fallin 2003,

Page 12: Vindy Nugraha Siampa

Lammer 2004). Kebiasaan minum alkohol juga dapat meningkatkan resiko celah oral

(Lorente 2000, Clarren 1978, Hassler 1986, Munger 1996, Shaw 1999, Streissguth 1980,

Werler 1991). Tetapi dalam beberapa penelitian lainnya tidak menemukan adanya

hubungan ini (Meyer 2003). 2

Kortikosteroid, baik digunakan secara topikal maupun sistemik memiliki

hubungan dengan peningkatan resiko pembentukan celah orofasial (Edwards 2003, Pradat

2003). Sebuah studi menemukan bahwa penggunaan dimenhidrinat (sebuah

obat anti mual atau muntah) lebih sering terjadi diantara subjek ibu-ibu

dengan celah palatum, dimana besi kelihatannya memiliki efek proteksi

melawan kondisi ini (Czeizel 2003). Sebuah studi menemukan angka kejadian celah oral

lebih rendah diantara keturunan wanita yang pernah mengalami hiperemesis gravidarum

("morning sickness" berat) (Czeizel 2003). Kafein tidak dihubungkan dengan kejadian

celah oral (Rosenberg 1982). 2

Pemaparan pekerjaan maternal terhadap glikol-eter, sebuah bahan kimia yang

ditemukan dalam beragam produk domestik dan industri, telah dilaporkan meningkatkan

angka kejadian celah bibir (Cordier 1997). Pemaparan terhadap larutan organik seperti

xylen, toluen dan aseton juga telah dilaporkan meningkatkan angka kejadian defek ini

(Holmberg 1982, Wyszynski 1996). Pekerjaan maternal termasuk bagian pelayanan seperti

pekerja salon, pertanian, dan perusahaan kulit atau sepatu, begitu juga pemaparan terhadap

pestisida, timah, dan asam alifatik telah dilaporkan meningkatkan angka kejadian celah

oral (Bianchi 1997, Garcia 1998, Lorente 2000, Wyszynski 1996); bagaimanapun, studi

lainnya gagal menemukan hubungan antara pestisida dengan resiko terjadinya celah oral

(Shaw 1995, Wyszynski 1996). Satu studi gagal menemukan hubungan antara pemaparan

pekerjaan orangtua terhadap timah dengan resiko celah oral. Bagaimanapun, jumlah kasus

dalam studi tersebut kecil, dan pengukuran terhadap pemaparan timah hanya berdasarkan

catatan sensus (Irgens 1998). Pemaparan maternal terhadap bahan kimia laboratorium

umumnya tidak dilihat sebagai sesuatu yang penting, namun pemaparan terhadap larutan

organik, khususnya benzen, dilihat sebagai faktor pendukung untuk peningkatan

malformasi puncak neuron pada keturunan, termasuk pembentukan celah orofasial

(Wennborg 2005). 2

Tinggal dekat dengan tempat limbah berbahaya tidak terlihat meningkatkan resiko

untuk kejadian celah bibir dan palatum (Croen 1997), tidak juga pemaparan pekerjaan

orang tua terhadap daerah magnetik 50 Hz (Blaasaas 2002). Beberapa studi tidak mampu

Page 13: Vindy Nugraha Siampa

menemukan bukti meyakinkan efek pemaparan klorinasi air dan klorinasi hasil tambahan

(Hwang 2002 and 2003). 2

Telah diduga bahwa nutrisi memainkan peranan dalam manifestasi celah oral.

Gambaran penggunaan asam folat oleh maternal telah ditemukan mengurangi resiko defek

pembuluh saraf. Sebagai hasilnya, pertanyaan telah diajukan tentang apakah ada efek

proteksi yang sama untuk defek lahir lainnya, termasuk celah oral. Penggunaan

multivitamin pada maternal telah menemukan pengurangan yang bermakna dalam resiko

celah palatum dan pengurangan yang tidak bermakna untuk resiko celah bibir (Werler

1999). Beberapa studi telah melaporkan penurunan angka kejadian celah bibir dan palatum

dengan penggunaan asam folat (Czeizel 1996, Malek 2003, Mulinare 1995, Munger 1997,

Shaw 1995, Shaw 2002, Tolarova 1995), dimana studi lain gagal menemukan efek seperti

itu (Hays 1996). Beberapa ambigu studi-studi tersebut mungkin dapat dijelaskan oleh studi

baru-baru ini yang menemukan bahwa resiko celah oral dapat dikurangi hanya dengan

dosis tinggi konsumsi asam folat pada waktu pembentukan bibir dan palatum (Czeizel

1999). Vitamin B dan zinc juga telah dilaporkan mengurangi resiko celah oral (Munger

1997, Munger 2004, Krapels 2004), juga vitamin A (Mitchell 2003). Sebagai tambahan,

ibu-ibu dengan genotipe MTHFR 677TT atau MTHFR 1298CC dan asupan folat rendah

ternyata meningkatkan resiko untuk celah bibir dengan atau tanpa celah palatum diantara

keturunan mereka (Jugessur 2003, van Rooij 2003). 2

VI. DIAGNOSA

Terbentuknya celah pada palatum biasanya terlihat selama pemeriksaan bayi

pertama kali. Satu pengecualian adalah celah submukosa dimana terdapat celah pada

palatum, namun tertutupi oleh garis mulut yang lembut dan kokoh. 2

Beberapa celah orofasial dapat terdiagnosa dengan USG prenatal, namun

tidak terdapat skrining sistemik untuk celah orofasial. Diagnosa antenatal untuk

celah bibir, baik unilateral maupun bilateral, dapat diungkinkan dengan

menggunakan USG pada usia gestasi 18 minggu. Celah palatum tersendiri tidak dapat

didiagnosa pada pemeriksaan USG antenatal. Ketika diagnosa antenatal dipastikan,

rujukan kepada ahli bedah plastik tepat dilakukan dalam upaya untuk konseling dalam

usaha menghilangkan ketakutan. 2, 8

Setelah lahir, tes genetik mungkin membantu menentukan perawatan terbaik

untuk seorang anak, khususnya jika celah tersebut dihubungkan dengan kondisi genetik.

Page 14: Vindy Nugraha Siampa

Pemeriksaan genetik juga memberi informasi pada orangtua tentang resiko mereka untuk

mendapat anak lain dengan celah bibir atau celah palatum. 2,8

Temuan Klinis

Gejala patologis pada cleft palate dapat berupa masalah pada airway (jalan

napas), kesulitan ketika makan dan penyerapan nutrisi, perkembangan berbicara yang

abnormal, infeksi telinga yang berulang, gangguan pendengaran dan distorsi pertumbuhan

wajah.

• Masalah Jalan Pernapasan

Bayi dengan Pierre Robin atau kondisi lain dimana cleft palate yang diamati

dalam hubungannya dengan micrognathia atau retrognathic mandibula mungkin dapat

menjadi sangat rentan terhadap terjadinya obstruksi jalan napas. Posisi tengkurap

merupakan lagkah awal dalam mengantisipasi terjadinya obstruksi jalan napas. 10

• Kesulitan Makan

Bayi dengan celah bibir saja biasanya tidak memiliki banyak masalah ketika

makan. Bagaimanapun, bayi dengan celah bibir dan palatum dan bayi dengan celah

palatum tersendiri biasanya memiliki masalah. Celah pada atap mulut membuat bayi

kesulitan menghisap cukup susu melalui puting. Beberapa bayi juga memiliki masalah

dengan tersumbat, tersedak atau susu keluar dari hidung ketika diberi makan. Namun,

kini sudah ada dot dan botol yang khusus dibuat untuk mempermudah pemberian

makan pada bayi dengan celah. 2

Adanya hubungan antara cavum oris dan cavum nasi dapat mengganggu

mekanisme menghisap dan menelan yang terjadi secara normal pada bayi dengan cleft

palate, sehingga dapat terjadi refluks partikel makanan ke cavum nasi. Meskipun anak

dengan cleft palate dapat membuat gerakan menghisap dengan mulut, namun adanya

cleft palate mencegah anak dari menghisap secara adekuat. Walaupun demikian,

secara umum mekanisme menelan masih dalam batas normal. Oleh karena itu, jika

susu atau susu formula dapat dikirim ke bagian belakang tenggorokan anak, proses

makan akan tetap berjalan etektii. Pemberian ASI biasanya tidak berhasil kecuali jika

produksi ASI banyak. 10

Oleh karena itu, anak-anak dengan cleft palate mungkin perlu untuk memakai

palatum buatan agar dapat membantu mereka mendapatkan nutrisi yang adekuat

sampai tindakan pembedahan dilakukan. 14

Page 15: Vindy Nugraha Siampa

• Masalah Pendengaran

Bayi dengan celah palatum lebih sering memiliki infeksi telinga berulang

dibanding anak-anak lainnya. Masalah anatomi yang dihubungkan dengan celah dapat

menambah cairan didalam telinga tengah. Jika cairan terinfeksi, bayi menjadi demam

dan telinganya sakit. Cairan yang bertambah di dalam telinga tengah juga dapat

menyebabkan kehilangan pendengaran ringan sampai sedang. 2, 10,14

Jika diterapi dengan tepat pada masa bayi dan anak-anak, kehilangan pendengaran

tidak perlu menjadi permanen. Jika tidak ditangani dengan baik, perkembangan

berbicara mungkin dipengaruhi oleh hilangnya pendengaran, dan kehilangan

pendengaran dapat menjadi permanen. 2,10,14

Semua anak dengan celah palatum seharusnya memeriksakan telinga mereka

setidaknya setahun sekali. Jika cairan di telinga terdeteksi, selalu dapat diterapi

dengan obat-obatan atau, pada beberapa kasus, dengan prosedur bedah minor untuk

mengalirkan cairan keluar. Pada kasus yang persisten, dokter dapat memasukkan

tabung kecil kedalam gendang telinga untuk mengalirkan cairan dan membantu

mencegah infeksi. Kebanyakan anak-anak dengan celah palatum membutuhkan

tabung telinga. 2, 10,14

• Masalah Berbicara

Anak-anak dengan cleft lip atau cleft palate dapat juga memiliki kesulitan dalam

berbicara. Anak-anak ini memiliki suara yang tidak jelas, dimana suara yang

dikeluarkan berasal dari suara hidung (sengau), dan kata-katanya mungkin sukar untuk

dimengerti. Tidak semua anak-anak memiliki masalah seperti ini dan pembedahan

mungkin dapat memperbaiki masalah ini secara keseluruhan, untuk beberapa kasus.

Untuk beberapa kasus yang lain, seorang dokter spesialis, yang disebut speech

pathologist, akan bekerja sama dengan anak tersebut untuk mengatasi kesulitan dalam

berbicara. 2, 14

• Masalah Gigi

Anak-anak dengan celah (cleft) lebih rentan terhadap ukuran gigi yang lebih besar

dari rata-rata dan lebih sering hilang, jumlahnya lebih, terjadi malformasi, atau terjadi

perubahan letak sehingga memerlukan perawatan gigi dan ortodontik. Selain itu, anak-

anak dengan cleft palate sering mengalami defek pada alveolar. Alveolar adalah

tulang yang berada diatas gusi sebagai tempat melekat gigi. Suatu defek yang terjadi

pada alveolus dapat (1) menggeser atau memutar gigi permanen, (2) menghalangi

Page 16: Vindy Nugraha Siampa

munculnya gigi permanen, dan (3) mencegah terjadinya pembentukan alveolar.

Masalah-masalah ini biasanya dapat di perbaiki dengan melakukan tindakan bedah

mulut. 2,14

Untungnya, dokter gigi umumnya dapat mengatasi masalah ini dengan

sukses. Anak biasanya akan menerima perawatan berkelanjutan dari tim ahli,

termasuk dokter gigi anak (untuk perawatan rutin), spesialis ortodonti (untuk reposisi

gigi menggunakan pesawat gigi) dan seorang bedah mulut (untuk mereposisi segmen

rahang atas, jika dibutuhkan, dan memperbaiki celah pada gusi). 2

VII. KLASIFIKASI

Beberapa skema klasifikasi telah dirancang dalam 70 tahun terakhir ini untuk

celah bibir dan langit-langit, namun hanya ada beberapa saja yang secara klinis dapat

diterima. Empat dari beberapa skema yang dapat diterima seperti dibawah ini.

1. Klasifikasi menurut Davis and Ritchie 15

Membagi celah bibir dan langit-langit ke dalam 2 kelompok, yang mana dibagi

berdasarkan jauhnya celah (misalnya; 1/3, 1/2), sebagai berikut:

a) Kelompok I - Celah pada bagian anterior sampai ke alveolus (unilateral, median, atau

bilateral cleft lip)

b) Kelompok II - Post-alveolar cleft (cleft palate saja, soft palate saja, soft palate dan

hard palate, atau submucous cleft)

2. Klasivikasi menurut Veau 15

Sistem klasifikasi menurut Veau membagi celah bibir dan langit-langit

menjadi 4 kelompok:

a) Kelompok I - Defek hanya terjadi pada soft palate (palatum molle)

b) Kelompok II - Defek yang melibatkan hard palate (palatum durum) dan

soft palate (palatum molle)

c) Kelompok III - Defek yang terjadi pada the soft palate (palatum molle)

sampai ke alveolus, biasanya juga melibatkan salah satu sisi bibir (cleft

komplit unilateral)

d) Kelompok IV - Cleft komplit bilateral

Page 17: Vindy Nugraha Siampa

Gambar 7. Klasifikasi cleft lip dan palate dari Veau

Dikutip dari kepustakaan no. 15

3. Sistem Klasifkasi menurut Kernahan dan Stark 15

Sistem ini menggambarkan suatu grafik skema klasifikasi yang menggunakan

konfigurasi - Y, yang mana dapat dibedakan menjadi 9 area, seperti yang diterangkan oleh

gambar berikut.

Gambar 8. Klasifikasi menurut Kernahan dan Stark (R = right; L = left)

Dikutip dari kepustakaan no. 15

a) Area 1 dan 4 - Bibir

b) Area 2 dan S - Alveolus

c) Area 3 dan 6 - Palatum yang berada diantara alveolus dan foramen

incisive (palatum primer)

d) Area 7 dan 8 - Hard palate (palatum durum)

Page 18: Vindy Nugraha Siampa

e) Area 9 - Soft palate (palatum mole)

Sistem ini telah dimodifikasi oleh Millard yang juga mamasukkan

deskripsi mengenai ujung nasal dan dasar nasal (lihat gambar di bawah).

Gambar 9. Klasifikasi Kernahan modifikasi Millard

Dikutip dari kepustakaan no. 16

a Segitiga No. 1 menggambarkan bagian dasar hidung kanan; Segitiga No. 5

menggambarkan bagian dasar hidung kiri

a Persegi No. 2 menggambarkan bibir sebelah kanan; Persegi No.6 menggambarkan

bibir sebelah kiri; Persegi No.3 menggambarkan alveolus kanan; Persegi No. 7

menggambarkan alveolus kiri

a Persegi No. 4 menggambarkan palatum durum bagian anterior sampai

pada foramen incisive pada sebelah kanan; Persegi No. 8 menggambarkan palatum

durum yang berlawanan pada sisi kiri. Semua struktur ini menggambarkan struktur

prepalatal.

a Struktur dari palatum terdiri dari persegi No. 9 dan No. 10 yang mana

menggambarkan palatum durum dan persegi No. 11 yang menggambarkan palatum

molle.

a Lingkaran No. 12 menggambarkan bagian posterior dinding pharyngeal Lingkaran

No. 13 menggambarkan premaxilla 18

Page 19: Vindy Nugraha Siampa

4. Klasifikasi dari International Confederation of Plastic and Reconstructive

Surgery 15

Sistem klasifikasi yang digunakan oleh The International Confederation of Plastic

and Reconstructive Surgery, menggunakan kerangka embrio untuk membagi cleft kedalam

3 kelompok, dengan pembagian lebih lanjut untuk menunjukkan kasus unilateral atau

bilateral, seperti berikut ini:

a) Kelompok I - Defek yang terjadi pada bibir atau alveolus

b) Kelompok II - Cleft yang terjadi pada palatum sekunder [hard palate (palatum durum),

soft palate (palatum molle), atau keduanya]

c) Kelompok III - Berbagai kombinasi dari cleft yang menyangkut palatum primar dan

sekunder

VIII. PENANGANAN

Penanganan kecacatan pada celah bibir dan celah langit-langit tidaklah sederhana,

melibatkan berbagai unsur antara lain, ahli Bedah Plastik, ahli Ortodonti, ahli THT untuk

mencegah dan menangani timbulnya otitis media dan kontrol pendengaran, dan

Anestesiologis, serta speech therapist untuk fungsi bicara. Setiap spesialisasi punya peran

yang tidak tumpang-tindih tapi saling saling melengkapi dalam menangani penderita cleft

palate secara paripurna. Terdapat 2 tujuan pada perbaikan celah palatum selama masa bayi,

yaitu (1) membuat penutupan kedap yang komplit pada palatum sekunder untuk pemisahan

kavitas oral dan nasal, dan (2) untuk perbaikan muskulus levator dengan tujuan untuk

menormalkan fungsi berbicara. 1

Ada tiga tahap dalam penanganan cleft orofacial, yaitu tahap sebelum operasi,

tahap sewaktu operasi dan tahap setelah operasi. 17

Pada tahap sebelum operasi yang dipersiapkan adalah ketahanan tubuh

bayi menerima tindakan operasi, asupan gizi yang cukup dilihat dari

keseimbangan berat badan yang dicapai dan usia yang memadai. Patokan yang biasa

dipakai adalah rule of ten meliputi berat badan lebih dari 10 pounds atau sekitar 4-5

kg , Hb lebih dari 10 gr % dan usia lebih dari 10 minggu, jika bayi belum mencapai

rule of ten ada beberapa nasehat yang harus diberikan pada orang tua agar kelainan

dan komplikasi yang terjadi tidak bertambah parah. Misalnya memberi minum harus

dengan dot khusus dimana ketika dot dibalik susu dapat memancar keluar sendiri

dengan jumlah yang optimal artinya tidak terlalu besar sehingga membuat bayi

tersedak atau terlalu kecil sehingga membuat asupan gizi menjadi tidak cukup, jika dot

Page 20: Vindy Nugraha Siampa

dengan besar lubang khusus ini tidak tersedia bayi cukup diberi minum dengan

bantuan sendok secara perlahan dalam posisi setengah duduk atau tegak untuk

menghindari masuknya susu melewati langit-langit yang terbelah.

Tahapan selanjutnya adalah tahapan operasi, pada saat ini yang diperhatikan adalah

soal kesiapan tubuh si bayi menerima perlakuan operasi, hal ini hanya bisa diputuskan

oleh seorang ahli bedah. Operasi untuk langit-langit (palatoplasty) optimal pada usia

18 - 20 bulan mengingat anak aktif bicara usia 2 tahun dan sebelum anak masuk

sekolah. Operasi yang dilakukan sesudah usia 2 tahun harus diikuti dengan tindakan

speech terapi karena jika tidak, setelah operasi suara sengau pada saat bicara tetap

terjadi karena anak sudah terbiasa melafalkan suara yang salah, sudah ada mekanisme

kompensasi memposisikan lidah pada posisi yang salah. Bila gusi juga terbelah

(gnatoschisis) kelainannya menjadi labiognatopalatoschisis, koreksi untuk gusi

dilakukan pada saat usia 8 - 9 tahun bekerjasama dengan dokter gigi ahli ortodonsi.

Selanjutnya adalah tahap setelah operasi, penatalaksanaanya tergantung dari tiap-tiap

jenis operasi yang dilakukan, biasanya dokter bedah yang menangani akan

memberikan instruksi pada orang tua pasien misalnya setelah operasi bibir sumbing

luka bekas operasi dibiarkan terbuka dan tetap menggunakan sendok atau dot khusus

untuk memberikan minum bayi.

Banyaknya penderita bibir sumbing yang datang ketika usia sudah melebihi batas

usia optimal untuk operasi membuat operasi hanya untuk keperluan kosmetika saja

sedangkan secara fisiologis tidak tercapai, fungsi bicara tetap terganggu seperti sengau dan

lafalisasi beberapa huruf tetap tidak sempurna, tindakan speech teraphy pun tidak banyak

bermanfaat. 17

Terapi Pembedahan

Teknik pembedahan yang digunakan untuk menutup cleft palate sangat luas.

Teknik perbaikan yang akan dilakukan berbeda-beda tergantung dari apakah cleft tersebut

hanya merupakan suatu bentuk cleft palate saja atau merupakan bagian dari cleft lip/palate

unilateral atau bilateral. Terdapat 3 kategori utama, yaitu (1) penutupan palatum

sederhana, (2) penutupan palatum dengan pemanjangan palatum, dan (3) salah satu dari

kedua teknik tersebut di atas dengan reaproksimasi otot palatum secara langsung. 4,5,10

Page 21: Vindy Nugraha Siampa

• Teknik Pembedahan

a The Von Langenbeck Procedure

Teknik ini diperkenalkan oleh von Langenbeck dan merupakan operasi cleft

palate yang tertua dan masih digunakan sampai saat ini. Teknik ini menggunakan

teknik flap bipedikel mukoperiosteal yang dibuat dengan menginsisi sepanjang sisi

dari mulut di tepi dari cleft dan sepanjang alveolar posterior dari tuberositas maxillaris

ke bagian anterior dari cleft. Flap kemudian diarahkan ke medial dengan

mempertahankan arteri palatine dan menutupnya di dalam lapisan. Jika perlu, tulang

hamulus dapat di patahkan untuk memudahkan penutupan cleft. 5,10,19

Kelebihan dari teknik ini adalah bahwa pada teknik ini tidak memerlukan banyak

intervensi pembendahan dan cukup sederhana. Sedangkan kerugiannya adalah bahwa

teknik ini tidak menambah ukuran panjang dari palatum, sehingga menyebabkan cleft

pada palatum primer maupun sekunder tidak menutup. 4

Selain tersebut diatas, beberapa kekurangan dari teknik ini termasuk terjadinya

fistula anterior dan hasil suara yang tidak bagus karena adanya pemendekan dari

palatum molle. Obstruksi jalan napas pada saat tidur juga menjadi masalah yang

signifikan pada teknik ini.4

Gambar 10. Teknik pembedahan menurut Von Langenbeck

Dikutip dari kepustakaan no. 10

a Palatal Lengthening / V-Y Pushback 18

Inkompetensi velopharyngeal relatif sering terjadi setelah dilakukan palatoplasty

baik itu oleh karena adanya insufisiensi mobilitas dari palatum mole atau karena

panjang dari palatum yang telah diperbaiki inadekuat untuk mencapai dinding

pharyngeal posterior. Untuk menambah ukuran panjang anteroposterior dari palatum

Page 22: Vindy Nugraha Siampa

pada saat palatoplasty, berbagai macam variasi flap mucoperiosteal yang

dilakukan pada palatum durum telah dijelaskan dalam literatur.

Teknik palatoplasty Veau-Wardill-Kilner atau V-Y pushback berasal dari

modivikasi teknik von Langenbeck. Teknik ini dapat digunakan untuk menambah

ukuran panjang dari palatum. Teknik palatoplasty Veau-Wardill-Kilner pushback

dapat digunakan untuk perbaikan pada celah inkomplit dari palatum durum. Desain

flap pada teknik ini mirip dengan teknik palatoplasty von Langenbeck. Inti dari teknik

ini adalah pada V - Y insisi dan penutupan pada palatum durum. Teknik pushback

memiliki keunggulan dalam hal pamanjangan dari palatum dan reposisi dari musculus

levator pada suatu posisi yang lebih menguntungkan. Bagaimana pun, modivikasi ini

melibatkan diseksi yang luas.

Gambar 11. Teknik Palatal Lengthening / V-Y Pushback

Dikutip dari kepustakaan no. 18

Pedicle superior dipisahkan meninggalkan flap mucoperiosteal pada kedua sisi

dari cleft berdasarkan pada pedicle palatum posterior yang paling besar. Kemudian

pada ujung anterior yang bebas, flap mucoperiosteal kemudian dapat didekatkan

secara langsung atau pada penutupan V - Y untuk memperpanjang palatum molle.

Modifikasi ini memungkinkan lebih banyak kemajuan flap daripada teknik von

Langenbeck dan memungkinkan pemanjangan bagian posterior dari palatum, sehingga

dapat meningkatkan kemampuan velopharyngeal. Teknik palatoplasty Wadrill-Kilner

pushback menawarkan perbaikan jangka panjang yang signifikan untuk kemampuan

berbicara khususnya untuk bunyi sengau.

Page 23: Vindy Nugraha Siampa

Namun, pada teknik ini terdapat beberapa kelemahan. Pada tulang palatum yang

terbuka dimana flap mucoperiosteal berasal memberikan efek buruk pada

pertumbuhan midfacial pada pasien-pasien cleft palate. Teknik ini juga meningkatkan

terjadinya fistula pada cleft palate komplit daripada teknik lainnya karena hanya

terdiri dari satu lapis mukosa hidung dibagian anterior.

a Intravelar Veloplasty 10,18

Prosedur mereposisi musculus levator atau veloplasty intravelar selama

palatoplasty merupakan metode yang paling sering digunakan untuk mencapai

kemampuan velopharyngeal. Pada awal abad 20, Victor Veau pertama kali

mendeskripsikan "cleft muscles" dan menganjurkan konsep tentang re-approximasi

midline musculus levator palatini. Veau menekankan pentingnya sebuah jahitan yang

melingkar untuk menarik musculus levator secara bersamaan, dari sisi ke sisi.

Generasi baru dari ahli bedah cleft berfokus pada anatomi dan fisiologi dari sfingter

velopharyngeal.

Braithwaite dan Kriens lebih meningkatkan teknik ini. Mereka menekankan

kehati-hatian dalam melakukan pembedahan pada posisi musculus levator yang

abnormal dan perlunya untuk membebaskan levator palatini dari bagian ujung

posterior palatum durum untuk mengembalikan levator sling dan memungkinkan

terjadinya penutupan di midline akibat dari bebasnya tekanan.

Sebuah studi prospektif terkontrol yang dilakukan oleh Marsh et al, menemukan

bahwa tidak ada perbedaan antara intravelar veloplasty dan teknik sisi ke sisi yang

konvensional terhadap inkompetensi velopharyngeal, setelah dilakukan pengkajian

berulang selama beberapa tahun.

Sedang yang lain, bagaimana pun, telah menemukan diseksi musculus levator

yang lebih radikal dan Baling tumpang tindih pada pasien cleft palate yang

memberikan hasil yang lebih baik secara fungsional dalam kompetensi velopharyngeal

dan fungsi otologi.

a Two-flap Palatoplasty 10,18

Janusz Bardach pertama kali mendeskripsikan teknik two flap palatoplasty ini

pada tahun 1967. Teknik asli two-flap palatoplasty Bardach hanya dapat digunakan

untuk menutup celah yang relatif sempit dengan melepaskan flap mucoperiosteal dari

tepi cleft. Kemudian, beberapa modifikasi dari teknik ini melibatkan diseksi yanglebih

luas dan extensi dari sayatan yang mengalami relaksasi di sepanjang tepi alveolar

Page 24: Vindy Nugraha Siampa

sampai tepi dari cleft sehingga terjadi penutupan karena bebasnya tegangan.

Gambar 12. Teknik two-flap palatoplasty

Dikutip dari kepustakaan no. 10

Pada cleft komplit unilateral, flap mukoperiosteal dari segmen medial dapat

digeser melintasi cleft dan menutup tepat di belakang batas alveolar. Adanya fistula

pada bagian anterior palatum durum, hampir dapat dihilangkan dengan menggunakan

teknik ini. Two-flap palatoplasty juga mempunyai efek yang minimal pada

pertumbuhan maxillofacial karena adanya area yang terbatas dari tulang yang

mengalami denudasi pada palatum durum ketika flap mukoperiosteal dielevasi.

Keterbatasan dari teknik ini ialah pada teknik ini tidak dapat menambah panjang

palatum yang diperbaiki untuk menghasilkan produksi suara yang normal.

Namun, beberapa penulis percaya bahwa untaian otot dalam palatum molle,

bukan pemanjangan dari velar, merupakan faktor penting untuk berbicara secara

adekuat. Morris dan kawan-kawan mencatat bahwa 80% dari pasien yang diterapi

dengan metode ini fungsi velopharyngealnya berkembang dalam batas normal,

meskipun 51 % diantaranya diperlukan terapi wicara.

a Furlow Double Opposing Z-Palatoplasty 18

Teknik Z-plasties ini dilakukan dengan membalikkan secara bergantian dari flap

nasal dan oral dan mereposisi m. levator veli palatine dalam bagian posterior dari flap

yang dimobilisasi.

Dengan teknik ini, tidak diperlukan lagi penambahan luas flap mucoperiosteal

Page 25: Vindy Nugraha Siampa

dari palatum durum. Pada saat yang sama, palatum molle dapat diperpanjang

bersamaan dengan reorientasi otot palatum. Teknik ini telah menunjukkan

keberhasilan yang dini baik dalam hal produksi suara maupun dalam hal pertumbuhan

tulang midfacial. Furlow Z-palatoplasty efektif untuk penutupan primer dari suatu

cleft submucosa dan sebagai koreksi sekunder dari insufisiensi velopharyngeal

marjinal.

Masalah mungkin dapat ditemukan ketika teknik ini digunakan untuk menutup

suatu cleft palate yang sangat luas, dimana jarak yang dilalui Z-plasties mungkin

berlebihan.

Gambar 13. Teknik Furlow Double Opposing Z-Palatoplasty

Dikutip dari kepustakaan no. 18

a Two-Stage Palatoplasty atau Velar Closure-Delayed Hard Palate Closure

Adanya masalah dengan pertumbuhan maxilla telah membawa beberapa ahli

bedah untuk melakukan pendekatan dengan teknik two-stage dalam palatoplasty

dengan protokol yang berbeda yang ditujukan pada perbaikan awal palatum molle,

yang diikuti dengan penundaan perbaikan palatum durum. Schweckendiek

memperkenalkan sebuah protokol two-stage palatoplasty yaitu penutupan yang lebih

awal untuk palatum molle dan penundaan penutupan pada palatum durum untuk

memungkinkan terjadinya pembentukan maxilla secara normal. Schweckendiek

mensyaratkan perbaikan palatum molle dilakukan pada saat yang bersamaan dengan

perbaikan cleft lip, sekitar umur 4-6 bulan dan kemudian perbaikan palatum durum

dilakukan pada usia 12-15 tahun. Dia menduga bahwa metode ini akan

Page 26: Vindy Nugraha Siampa

memungkinkan

terjadinya pertumbuhan maxilla dan produksi suara yang normal. Pendekatan serupa

juga dilakukan oleh Rohrick dkk, yang mendukung perbaikan dua tahap yang labih

awal dari palatum sehingga menghasilkan penutupan secara komplit dari cleft pada

usia 15-18 bulan. Perko kemudian memodifikasi protokol two-stage palatoplasty ini

untuk melakukan perbaikan palatum molle pada usia 18 bulan dan melakukan

penundaan untuk penutupan palatum sampai umur 5-6 tahun. 18

Terapi wicara mulai diperlukan setelah operasi palatoplasty yakni pada usia 2 - 4

tahun untuk melatih bicara benar dan miminimalkan timbulnya suara sengau, karena

setelah operasi suara sengau masih dapat terjadi suara sengau karena anak sudah terbiasa

melafalkan suara yang salah, sudah ada mekanisme kompensasi memposisikan lidah pada

posisi yang salah. Bila setelah palatoplasty dan Terapi wicara masih didapatkan suara

sengau maka dilakukan pharyngoplasty untuk memperkecil suara nasal (nasal escape)

biasanya dilakukan pada usia 4 - 6 tahun. Pada usia anak 8 - 9 tahun ahli ortodonti

memperbaiki lengkung alveolus sebagai persiapan tindakan alveolar bone graft, dan usia 9

- 10 tahun spesialis bedah plastik melakukan operasi bone graft pada celah tulang alveolus

seiring pertumbuhan gigi caninus. 1

Perawatan setelah dilakukan operasi, segera setelah sadar penderita diperbolehkan

minum dan makan makanan cair sampai tiga minggu dan selanjutnya dianjurkan makan

makanan biasa. Jaga higiene oral bila anak sudah mengerti. Bila anak yang masih kecil,

biasakan setelah makan makanan cair dilanjutkan dengan minum air putih. Berikan

antibiotik selama tiga hari. Orang tua pasien juga bisa diberikan edukasi seperti, posisi

tidur pasien harusnya dimiringkan/tengkurap untuk mencegah aspirasi bila terjadi

perdarahan, tidak boleh makan/minum yang terlalu pangs ataupun terlalu dingin yang akan

menyebabkan vasodilatasi dan tidak boleh menghisap/menyedot selama satu bulan post

operasi untuk menghindari jebolnya daerah post operasi. 1

IX. KOMPLIKASI 1,4,17

Anak dengan palatoschisis berpotensi untuk menderita flu, otitis media, tuli,

gangguan bicara, dan kelainan pertumbuhan gigi. Selain itu dapat menyebabkan gangguan

psikososial. Komplikasi post operatif yang biasa timbul yakni:

a) Obstruksi Jalan Nafas

Seperti disebutkan sebelumnya, obstruksi jalan nafas post operatif merupakan

komplikasi yang paling penting pada periode segera setelah dilakukan operasi.

Page 27: Vindy Nugraha Siampa

Keadaan ini timbul sebagai hasil dari prolaps dari lidah ke orofaring saat pasien masih

ditidurkan oleh ahli anastesi. Penempatan Intraoperatif dari traksi sutura lidah

membantu dalam menangani kondisi ini. Obstruksi jalan nafas bisa juga menjadi

masalah yang berlarut-larut karena perubahan pada dinamika jalan nafas, terutama

pada anak-anak dengan madibula yang kecil. Pada beberapa instansi, pembuatan dan

pemliharaan dari trakeotomi perlu sampai perbaikan palatum telah sempurna.

b) Perdarahan

Perdarahan intraoperatif merupakan komplikasi yang potensial terjadi.

Karena kayanya darah yang diberikan pada palatum, perdarahan yang terjadi

mengharuskan untuk dilakukannya transfuse. Hal ini bisa berbahaya pada bayi, yakni

pada mereka yang volume darah totalnya rendah. Penilaian preoperatif dari jumlah

hemoglobin dan hitung trombosit sangat penting. Injeksi epinefrin sebelum di lakukan

insisi dan penggunaa intraoperatif dari oxymetazoline hydrochloride dapat

mengurangi kehilangan darah yang bisa terjadi. Untuk menjaga dari kehilangan darah

post operatif, area palatum yang mengandung mucosa seharusnya diberikan avitene

atau agen hemostatik lainnya.

c) Fistel palatum

Fistel palatum bisa timbul sebagai komplikasi pada periode segera

setelah dilakukan operasi, atau hal tersebut dapat menjadi permasalahan

yang tertunda. Suatu fistel pada palatum dapat timbul dimanapun sepanjang

sisi cleft. Insidennya telah dilapornya cukup tinggi yakni sebanyak 34%, dan berat-

ringannya cleft telah dikemukanan bahwa hal tersebut berhubungan dengan resiko

timbulnya fistula. Fistel cleft palate post operatif bisa ditangani dengan dua cars. Pada

pasien yang tanpa disertai dengan gejala, prosthesis gigi bisa digunakan untuk

menutup defek yang ada dengan hasil yang baik. Pasien dengan gejala diharuskan

untuk terapi pembedahan. Sedikitnya supply darah, terutama supply ke anterior

merupakan alasan utama gagalnya penutupan dari fistula. Oleh karena itu,

penutupan fistula anterior maupun posterior yang persisten seharusnya dicoba tidak

lebih dari 6 - 12 bulan setelah operasi, ketika supply darah telah memiliki kesempatan

untuk mengstabilkan dirinya. Saat ini, banyak centre menunggu sampai pasien

menjadi lebih tua (paling tidak 10 tahun) sebelum mencoba untuk memperbaiki

fistula. Jika metode penutupan sederhana gagal, flap jaringan seperti flap lidah

anterior bisa dibutuhkan untuk melakukan penutupan.

Page 28: Vindy Nugraha Siampa

d) Midface Abnormalities

Penanganan Cleft palate pada beberapa instansi telah fokus pada intervensi

pembedahan terlebih dahulu. Salah satu efek negatifnya adalah retriksi dari

pertumbuhan maksilla pada beberapa persen pasien. Palatum yang diperbaiki pada

usia dini bisa menyebabkan berkurangnya demensi anterior dan posteriomya, yakni

penyempitan batang gigi, atau tingginya yang abnormal. Kontrofersi yang cukup besar

ada pada topik ini karena penyebab dari hipoplasia, apakah hal tersebut merupakan

perbaikan ataupun efek dari cleft tersebut pada pertumbuhan primer dan sekunder

pada wajah, ini tidak jelas. Sebanyak 25% pasien dengan cleft palate unilateral yang

telah dilakukan perbaikan bisa membutuhkan bedah orthognathic. LeFort I

osteotomies dapat digunakan untuk memperbaiki hipoplasia midface yang

menghasilkan suatu maloklusi dan deformitas dagu.

e) Wound Expansion

Wound expansion juga merupakan akibat dari ketegangan yang berlebih. Bila

hal ini terjadi, anak dibiarkan berkembang hingga tahap akhir dari rekonstruksi

langitan, dimana pada saat tersebut perbaikan jaringan parut dapat dilakukan tanpa

membutuhkan anestesi yang terpisah.

f) Wound Infection

Wound infection merupakan komplikasi yang cukup jarang terjadi karena wajah

memiliki pasokan darah yang cukup besar. Hal ini dapat terjadi akibat kontaminasi

pascaoperasi, trauma yang tak disengaja dari anak yang aktif dimana sensasi pada

bibirnya dapat berkurang pascaoperasi, dan inflamasi lokal yang dapat terjadi akibat

simpul yang terbenam.

g) Malposisi Premaksilar

Malposisi premaksilar seperti kemiringan atau retrusion, yang dapat terjadi

setelah operasi.

h) Abnormalitas atau asimetri tebal bibir

Hal ini dapat dihindari dengan pengukuran intraoperatif yang tepat dari jarak

anatomis yang penting lengkung.

X. PROGNOSIS

Meskipun telah dilakukan koreksi anatomis, anak tetap menderita gangguan

bicara sehingga diperlukan terapi bicara yang bisa diperoleh disekolah, tetapi jika anak

Page 29: Vindy Nugraha Siampa

berbicara lambat atau hati-hati maka akan terdengar seperti anak normal.1,4

DAFTAR PUSTAKA

1. Anonymus. Cleft palate. [online]. July 15, 2011. [cited 2 october 2012]. Available

from: http;//www.klikpdf.info/

2. Ningrum. Orofacial cleft (cleft lip and cleft palate). [online] 3 september 2009. [cited

2 october 2012]. Available from http;//ningrumwahyuni.wordpress.com/

3. Marzoeki, djohansyah, et al. teknik pembedahan celah bibir dan langit-langit. Jakarta;

Sagung seto. 2002. P;1-2

4. Wiet, Gregory J, et al. reconstructuve surgery for cleft palate. [online]. June 16 2010

[cited 2 october 2012]. Available from: http;//emedicine.medscape.com/

5. Patel, Pravin K, et al. Craniofacial, cleft palate repair. [online]. 1may 2009. [cited 2

october 2012]. Available from http;//www.emedicine.medscape.com/

6. Hopper, Richard A, et al. Cleft lip and palate in Thorne, Charles H, et al. Grabb and

smith’s plastic surgery – 6th ed. Lippincott Williams & Wilkins philadelphia, USA:

2007. p: 185-7; 216-8

7. Arumsari A, Kasim A. Embriogenesis celah bibir dan langit-langit akibat merokok

selama kehamilan. Bagian bedah mulut fakultas kedokteran gigi UNPAD, Bandung;

Majalah PABMI: 2004. p: 268-72

8. Berder PL, RN, MSN. Genetics of cleft lip and palate. Journal of pediactric nursing;

August 2000. p: 242-9

9. Hutahean S, Budiani DR. Gambaran histologi transdiferensiasi epitel palatum

sekunder mencit (musmusculus). Fakultas matematika dan Ilmu pengetahuan alam

Universitas Sumatera Utara. USU digital library; 2004. p; 1-10

10. Margulis A. Cleft palate in Kryger, Zol B and Sisco M. Practical Plastic Surgery.

11. Anonymous. The nose and mouth. [online]. [cited 2 october 2012]. Available from:

http;//www.emory.edu/anatomy/anatomumanual/nose.html

12. Witt PD. Plastic surgery for cleft palate. [online]. 28 august 2008. [cited 2 october

2012]. Available form: http;//emedicine.medscape.com/

13. Cleft lip and palate. [online] 8 octber 20011. [cited 2 october 2012] Available from:

http//en.wikipedia.org/

14. Elverne M, Torn DDS. Cleft lip and palate. [online] 8 pebruary 2009 [cited 2 october

2012]. Available from: http;//www.medicinenet.com/

15. Tewfik TL. Cleft lip and palate and mouth and pharynx deformities. [online]. 15 june

Page 30: Vindy Nugraha Siampa

2011 [cited 2 october 2012]. Available from: http;//emedicine.medscape.com/

16. Elsahy NI. The modified striped Y-A systematic classification for cleft lip and palate.

Winnipeg. Manitoba; Canada.

17. Indonesian children. Penanganan celah bibir (cleft lips) bibir sumbing (cheiloschisis)

dan celah langit-langit (cleft palate/palatoschisis). [online] 2 december 2009 [cited 2

october 2012]. Available from; http;//koranindonesiasehat.wordpress.com/

18. Leow AM, Lo LJ. Palatoplasty: evolution and controversies. Craniofacial center and

department of plastic and reconstructive surgery. Chang gung university college of

medicine, Taoyuan. Taipe; 2007