vindy nugraha siampa
TRANSCRIPT
CLEFT PALATE (PALATOSCHISIS)
I. PENDAHULUAN
Cleft palate atau palatoschisis merupakan kelainan kongenital pada wajah dimana
atap/langitan dari mulut yaitu palatum tidak berkembang secara normal selama masa
kehamilan, mengakibatkan terbukanya palatum sampai ke daerah cavitas nasalis, sehingga
terdapat hubungan antara rongga hidung dan mulut. Oleh karena itu pada palatoschisis,
anak biasanya tersedak pada waktu minum dan suaranya sengau.1
Celah (cleft) ini dapat melibatkan sisi lain dari palatum dan dapat meluas dari
bagian depan mulut ke arah tenggorokan, seringkali cleft juga melibatkan bibir. Cleft
palate tidak terlihat sejelas cleft lip karena berada di dalam mulut. Cleft palate bisa saja
merupakan satu-satunya kelainan pada seorang anak, atau bisa saja berhubungan dengan
cleft lip atau sindroma lainnya. Pada kebanyakan kasus, bila salah satu anggota keluarga
menderita cleft maka anggota keluarga yang lain juga memiliki kemungkinan menderit
cleft palatum ketika lahir. 2
Kelainan ini terjadi karena gangguan pada kehamilan trimester pertama
yang menyebabkan terganggunya proses tumbuh kembang janin. Faktor-faktor yang
diduga dapat menyebabkan terjadinya kelainan ini adalah akibat kekurangan nutrisi, obat-
obatan, infeksi virus, radiasi, stres pada masa kehamilan, trauma dan faktor genetik.3
Cleft palate dapat menyebabkan banyak masalah dan merupakan suatu
tantangan khusus untuk komunitas medis. Sehingga diperlukan suatu perawatan yang
khusus pada pasien-pasien dengan cleft palate. Masalah pada penderita cleft ini sudah
muncul sejak penderita lahir. Derita psikis yang dialami keluarga dan kelak dialami pula
oleh penderita setelah menyadari dirinya berbeda dengan yang lain. Secara fisik, adanya
celah akan membuat kesukaran minum karena daya hisap yang kurang dan banyak yang
tumpah atau bocor ke hidung, gangguan pada penampilan, dan gangguan bicara berupa
suara yang sengau. Penyulit yang juga mungkin terjadi adalah infeksi telinga tengah (otitis
media), gangguan pendengaran, serta gangguan pertumbuhan gigi dan rahang. 3,4
Rencana terapi yang akan diberikan pada pasien dengan cleft palate berfokus pada
dua bidang, yaitu; perkembangan berbicara dan perkembangan wajah. Isu yang paling
kontroversial dalam pengelolaan cleft palate ini adalah waktu dalam melakukan intervensi
bedah, perkembangan bicara setelah berbagai prosedur bedah, dan efek dari operasi pada
perkembangan wajah. Tujuan utama dari intervensi bedah adalah pasien dapat berbicara
secara normal, meminimalkan gangguan pertumbuhan, dan membangun sfingter
velopharyngeal yang kompeten. 5
II. EPIDEMIOLOGI
Secara keseluruhan, insiden cleft palate dengan atau tanpa cleft lip adalah 1 kasus
dalam 1000 kelahiran hidup. Insiden cleft palate bervariasi diantara ras, dengan angka
tertinggi di kalangan Indian Amerika, yaitu 3,6 kasus per 1000 kelahiran hidup, dan
tingkat terendah pada ras Afro-Amerika, dengan 0,3 kasus per 1000 kelahiran hidup.
Berdasarkan cleft secara keseluruhan, 20% adalah cleft lip saja (18% unilateral, 2%
bilateral), 50% cleft lip dan palate (38% unilateral, bilateral 12%), dan 30% adalah cleft
palate saja. Insiden cleft palate (tanpa cleft lip) adalah 1 kasus per 2000 kelahiran hidup.
Cleft submukosa lebih sering terjadi, dengan angka kejadian 1 kasus per 1200 - 2000
pasien, tergantung pada populasi penelitian. Uvula bifida terjadi pada 1 dari 80 pasien
dan sering terjadi pada cleft palate.4
Tidak ada predileksi ras untuk cleft palate, dengan kejadian yang sama di
antara semua ras. Meskipun bibir sumbing dan langit-langit (CLP) terjadi lebih
sering pada laki-laki, namun cleft palate lebih umum terjadi pada wanita. 4
III. EMBRIOLOGI DAN ANATOMI
• Embriologi Palatum
Secara embriologis, pembentukan wajah terjadi pada minggu ke-5 sampai dengan
minggu ke-10. Pada saat minggu ke-5, dua tonjolan akan tumbuh dengan cepat, yaitu
tonjolan nasal medial dan lateral. Tonjolan nasal lateral akan membentuk alae hidung,
sedangkan tonjolan medial akan membentuk (1) bagian tengah hidung, (2) bagian tengah
bibir atas, (3) bagian tengah rahang atas, serta (4) seluruh langit-langit primer. Secara
simultan, tonjolan maksila akan mendekati tonjolan nasal lateral dan medial akan tetapi
tetap tidak menyatu karena dipisahkan oleh suatu lekukan yang jelas. 6, 7.8
Selama dua minggu berikutnya, terjadi perubahan bermakna pada wajah.
Tonjolan maksila terus tumbuh kearah medial dan menekan tonjolan nasal kearah midline.
Selanjutnya terjadi penyatuan tonjolan-tonjolan nasal dengan tonjolan maksila di sisi
lateral. Jadi bibir bagian atas dibentuk oleh dua tonjolan nasal dan dua tonjolan maksila. 6,
7,8
Gambar 1. Perkembangan embriologi pembentukan wajah
Dikutip dari kepustakaan no.6
Tonjolan yang menyatu di bagian medial, tidak hanya bertemu di daerah
permukaan, tetapi terus menyatu sampai dengan bagian yang lebih dalam. Struktur yang
dibentuk oleh dua tonjolan yang menyatu ini dinamakan segmen intermaksilaris. Bagian
ini terdiri dari (1) bagian bibir yang membentuk philtrum dan bibir atas, (2) komponen
rahang atas yang mendukung empat gigi insisif, dan (3) komponen palatum yang
membentuk segitiga palatum primer. Dibagian atas, segmen intermaksila menyatu
dengan septum nasal yang dibentuk oleh prominence frontal. 6,7,8
Perkembangan palatum (palatogenesis) melibatkan koordinasi proses-proses
dasar perkembangan. Edelman (1983) menggunakan istilah proses-proses dasar (primary
processes) untuk menunjuk kejadian-kejadian yang menjadi landasan bagi berlangsungnya
perkembangan, yang terdiri dari: pembelahan sel, migrasi sel, interaksi dan adesi sel,
diferensiasi sel, dan kematian sel (apoptosis). Keseluruhan kejadian tersebut juga terminate
secara spesifik pada tahap-tahap tertentu dari palatogenesis.9
Ferguson (1988) membagi palatogenesis ke dalam 4 tahap, yaitu 1) pertumbuhan
awal bilah palatum (initial palatal shelvas growth), 2) pertumbuhan seperti mendaki
(shelves elevation), 3) pertumbuhan horizontal (horizontal shelves growth), dan 4) fusi
(palatal fusion). 9
Palatum sekunder terbentuk dari pertumbuhan dua tonjolan maksila
yang disebut palatine shelves/processus palatina lateral. Pada awalnya pertumbuhan bilah
terjadi secara vertikal dengan kedua ujung bilah mengarah ke dasar mulut. Pada tahap
berikutnya ujung-ujung bilah palatum akan tumbuh naik seperti mendaki hingga
menempatkan diri di atas punggung lidah yang sedang berkembang. Kemampuan bilah
palatum tumbuh mendaki disebabkan oleh daya ungkit diri (intrinsic shelves elevating
force) yang terbentuk di bilah palatum oleh berbagai faktor terutama akumulasi spesifik
hialuronan secara regional di bilah palatum. 6, 7,8,9
Pada tahap ini distribusi hialuronan di bilah palatum lebih banyak di
aspek oral daripada di aspek nasalnya. Hialuronan adalah senyawa yang sangat polar
dengan kemampuan mengikat air hingga ratusan kali lebih besar daripada berat
molekulnya. Dengan demikian perubahan konsentrasi hialuronan yang kecil saja di suatu
wilayah jaringan dapat menimbulkan perubahan keseimbangan osmosis yang besar. 9
Akumulasi hialuronan yang lebih tinggi di aspek oral bilah palatum memicu
hidrasi dan pembengkakan wilayah setempat sehingga densitas sel di wilayah tersebut
menjadi lebih rendah. Densitas sel yang lebih rendah mendorong pembelahan sel yang
lebih giat sehingga pertumbuhan aspek oral menjadi lebih cepat dibandingkan dengan
pertumbuhan aspek nasal menyebabkan ujung-ujung bilah menjadi tumbuh seperti
mendaki. Selain hialuronan, kolagen tipe I juga turut membangun daya ungkit diri bilah
palatum dengan cara mengorganisasi diri dalam bentuk berkas memanjang dari dasar
hingga ujung bilah. Sintesis hialuronan di bilah palatum distimulasi oleh EGF dan TGF-
P1. 9
Tahap pertumbuhan mendaki hanya membutuhkan waktu yang singkat yaitu
beberapa menit hingga jam. Setelah itu bilah palatum yang kini sudah menempati posisi di
atas lidah akan tumbuh saling mendekat secara horizontal dari kedua arah hingga terjadi
kontak antara kedua ujungnya. Proses tumbuh horizontal melibatkan aktivitas pembelahan
sel dan sintesis senyawa matriks ekstrasel. Kemudian di bagian anterior terjadi penyatuan
dengan palatum primer, pada titik pertemuan ini terjadi foramen incisivum. 6,7,8,9
Gambar 2. Perkembangan embriologi pembentukan palatum
Dikutip dari kepustakaan no. 6
Kontak antara 2 ujung palatine shelves memicu serangkaian proses yang
diarahkan pada keberhasilan fusi palatum membentuk struktur berkesinambungan yang
kokoh menutup sempurna langit-langit mulut. Sebelum kontak terjadi, palatine shelves
telah memiliki struktur histologi, yaitu jaringan mesenkim sebagai struktur tubuh palatine
shelves dan jaringan epitel melapisi sisi luarnya. Demikian juga telah dapat dibedakan
epitel di 3 wilayah, yaitu di aspek oral, nasal dan medial (Medial Edge Epithelium/MEE).
Kontak terjadi antar MEE dari kedua tonjolan yang segera diikuti oleh pembentukan
anyaman epitel. Usia anyaman epitel tersebut ternyata sangat singkat, karena setelah
anyaman terbentuk sel-selnya dengan segera terdegradasi. Degradasi MEE menyebabkan
lapisan mesenkim dari kedua arah dapat tumbuh membentuk struktur sinambung. Terdapat
beberapa pendapat tentang degradasi anyaman epitel MEE, yaitu melalui kematian sel
(apoptosis) atau melalui migrasi sel ke aspek oral dan nasal bilah atau melalui
transdiferensiasi epitel menjadi mesenkim. Pendapat yang umum diterima saat ini adalah
bahwa kemungkinan ketiga kejadian tersebut berakhir dalam fusi palatine shelves tetapi
pada wilayah epitel yang berbeda.9
Kunci yang berperan dalam transdiferensiasi MEE adalah Transforming
Growth Factor-β3 (TGF-β3). Taya, dkk. (1999) melaporkan bahwa mencit TGF-β3 yang
knockout ternyata lahir dengan cacat celah langit-langit. Demikian juga telah dilaporkan
bahwa pada palatum ayam yang secara normal sel-selnya tidak mengekspresikan TGF-β3
kondisi langit-langit mulutnya selalu bercelah (celah langit-langit fisiologis). Pada
percobaan invitro ternyata celah tersebut dapat distimulasi menutup melalui pemberian
TGF-β3.6,9
Selain growth factor, senyawa matriks ekstrasel hialuronan diperkirakan turut
berperan dalam transdiferensiasi MEE. Yamada (1983) mengemukakan bahwa agar
transdiferensiasi epitel ke mesenkim dapat berlangsung dibutuhkan 3 syarat, yakni (1)
degradasi membrana basalis, (2) pelonggaran tautan sel, dan (3) tersedianya ruang antarsel
yang lebih longgar. 9
Pada saat yang sama, septum nasal akan tumbuh kearah bawah dan bergabung
dengan permukaan atas palatum yang baru terbentuk. Kemudian palatine shelves dan
palatum primer akan saling bertemu dan saling menyatu pada minggu ke-7 dan ke-10 masa
pertumbuhan embrio. 6,7,8
• Anatomi Palatum
Gambar 3. Anatomi palatum
Dikutip dari kepustakaan no. 5
Bagian-bagian dari tulang palatum merupakan sebuah struktur yang simetris dan
berdasarkan embriologinya dibagi menjadi palatum primer dan sekunder. Premaxilla,
alveolus dan bibir, yang merupakan bagian anterior dari incisive foramen merupakan
bagian dari palatum primer. Sedangkan struktur yang terletak dibagian posterior dari
palatum primer yang meliputi sepasang maxilla, ossa palatina dan pterygoideus plate
adalah bagian dari palatum sekunder. Tingkat keparahan dari cleft pada tulang palatum
bervariasi, mulai dari bentukan sederhana pada hard palate (palatum durum) sampai
bentuk yang komplit dari alveolus. Os palatina terletak di bagian posterior dari maxilla dan
lamina pterygoideus. Os palatina terdiri dari processus horizontalis dan processus
piramidalis. Processus horizontalis memberikan kontribusi pada aspek posterior dari
palatum durum dan menjadi lantai dari choana. Sedangkan processus piramidalis
memanjang secara vertikal untuk berkontribusi pada dasar orbita. 5,10
Gambar 4. Otot yang melekat pada palatum
Dikutip dari kepustakaan no.11
Terdapat enam otot yang melekat pada palatum yaitu m. levator veli palatini, m.
constrictor pharyngeus superior, m. uvula, m. palatopharyngeus, m. palatoglosus dan m.
tensor veli palatini. Ketiga otot yang mempunyai konstribusi terbesar terhadap fungsi
velopharyngeal adalah m. uvula, m. levator veli palatini, dan m. constriktor pharyngeus
superior. 1,5
M. uvula berperan dalam mengangkat bagian terbesar velum selama konstraksi
otot ini. M. levator veli palatine mendorong velum kearah superior dan posterior untuk
melekatkan velum kedinding faring posterior. Pergerakan dinding faring ke medial,
dilakukan oleh m. constriktor pharyngeus superior yang membentuk velum kearah dinding
posterior faring untuk membentuk sfingter yang kuat. M. palatopharyngeus berfungsi
menggerakkan palatum kearah bawah dan kearah medial. M. palatoglossus terutama
sebagai depressor palatum, yang berperan dalam pembentukan venom nasal dengan
membiarkan aliran udara yang terkontrol melalui rongga hidung. Otot yang terakhir
adalah m. tensor veli palatine, otot ini tidak berperan dalam pergerakan palatum. Fungsi
utama otot ini menyerupai fungsi m. tensor timpani yaitu menjamin ventilasi dan drainase
dari tuba auditiva. 1,5
Gambar 5. Anatomi palatum
Dikutip dari kepustakaan no. 11
1 - a. palatina major; 2 - n. nasopalatinus dan a. nasalis posterior septi; 3 - gll.palatinae; 4 -
m.buccinator; 5 - m.masseter; 6 - m.palatopharyngeus; 7 - tonsilla palatina; 8 - m.palatoglossus; 9 -
m. stylogiossus; 10 - lingua; 11 - uvula; 12 - m.pterygoideus medialis; 13 - n. lingualis; 14 -
m.constrictor pharyngis superior; 15 - m. tensor veli palatini; 16 - n. palatinus posterior; 17 -
n.palatinus medius; 18 – n.palatinus anterior; 19 - cavum dentis.
Vaskularisasi terutama berasal dari a. palatina mayor yang masuk melalui
foramen palatina mayor. Sedangkan a. palatina minor dan m. palatina minor lewat melalui
foramen palatina minor. Inervasi palatum berasal dari n. trigeminus cabang maxilla yang
membentuk pleksus yang menginervasi otototot palatum. Selain itu, palatum juga
mendapat inervasi dari nervus cranial VII dan IX yang berjalan disebelah posterior dari
pleksus. 1,4,5
• Fungsi Palatum
Bagian keras dari palatum sekunder (palatum durum) berfungsi sebagai
suatu partisi yang statis diantara rongga mulut dan hidung pada saat makan,
sedangkan palatum mole (sebagian besar terdiri dart otot) berfungsi sebagai
barier yang dinamis diantara mulut dan hidung, yang secara intermiten akan
membuka atau menutup (katup) sehingga dapat menjalankan fungsi berbicara dan saluran
napas. Katup velopharyngeal memfasilitasi dalam proses menelan dan merupakan tempat
produksi suara khususnya untuk semua vokal dan konsonan dalam bahasa inggris, dengan
pengecualian m, n, dan ng. 12
IV. PATOFISIOLOGI
Dasar embriologi dari cleft palate adalah kegagalan dari massa mesenchymal baik
yang berasal dari prominences maksila atau dari prominences nasalis medial untuk
bertemu dan menyatu satu sama lain. Jenis-jenis celah yang terlihat dalam praktek klinis
dapat membantu seseorang untuk lebih memahami tentang perkembangan embriologi dari
palatum. Celah pada daerah palatum primer terjadi pada bagian anterior dari foramen
incisive dan merupakan hasil dari kegagalan massa mesenchymal pada processus palatine
lateral untuk menyatu dengan processus palatina media. Celah yang terjadi pada palatum
sekunder terjadi dibagian posterior foramen incisive, dan merupakan hasil dari kegagalan
massa mesenchymal pada processus palatine lateral untuk menyatu satu sama lain dan
dengan septum nasi. 6
Celah palatum baik primer atau sekunder dapat bersifat komplit (unilateral atau
bilateral) atau tidak komplit, tergantung pada tingkatan dari fusi yang terjadi selama
perkembangan embrio.6
V. FAKTOR RISIKO
Pembentukan wajah dikoordinasikan oleh peristiwa morfogenetik yang kompleks
dan adanya ekspansi proliferatif yang cepat, sehingga dengan demikian sangat rentan
terhadap pengaruh yang berasal dari faktor lingkungan serta genetik, dan memungkinkan
terjadinya peningkatan insiden malformasi pada wajah. 13
Bibir atas akan terbentuk lebih awal dari pada palatum. Dan pembentukan
palatum merupakan langkah terakhir dari penyatuan seluruh lobus-lobus embrionik wajah
(frontonasal prominence, maxillar prominence, dan mandibular prominence). Proses ini
sangat rentan terhadap zat-zat yang bersifat toksik, polusi lingkungan, dan
ketidakseimbangan gizi. Mekanisme biologis dari penyatuan antara kedua sisi, dan
bagaimana mereka saling menyatu dan melekat merupakan mekasime yang cukup
kompleks dan tidak jelas meskipun penelitian ilmiah secara intensif telah dilakukan. 13
Pada kebanyakan kasus, penyebab terjadinya cleft lip dan cleft palate
belum sepenuhnya diketahui. Banyak ahli berpendapat bahwa terjadinya suatu
cleft merupakan suatu kombinasi dari faktor genetik dan lingkungan.
Kemungkinan munculnya cleft akan lebih besar pada bayi yang baru lahir jika
saudara kandung, orang tua, ataupun sanak saudaranya memiliki riwayat yang sama. 14
Penyebab potensial lainnya mungkin berhubungan dengan tindakan medikasi
yang dilakukan si ibu selama proses kehamilan. Beberapa obat dapat menyebabkan
terjadinya cleft lip dan cleft palate. Cleft lip dan cleft palate juga dapat terjadi sebagai
akibat dari paparan virus atau bahan kimia selama janin berada dalam kandungan. Dalam
situasi lainnya, cleft lip dan cleft palate mungkin merupakan bagian dari kondisi medis
lainnya. 14
• Faktor Genetik
Faktor genetik diyakini diperhitungkan pada beberapa kelainan, seringnya dalam
kombinasi dengan satu atau lebih faktor-faktor lingkungan. Ada 2 dua tipe utama dari
celah bibir dan palatum pada orang-orang kulit putih. Tipe pertama dikontrol oleh
gentunggal, yang dapat mengkode untuk varian transforming growth factor-alpha (TGF-a).
Tipe kedua sifatnya multifaktorial. Pada orang Asia, tidak terlihat memiliki etiologi gen
utama untuk celah oral. Juga terdapat beberapa bukti bahwa variasi gen maternal dan/atau
janin bersama dengan maternal yang merokok dapat mengarah pada terjadinya celah oral
pada janin. Sebagai tambahan bagi faktor-faktor ini, elemen tertentu dapat juga menjadi
faktor pendukung dalam menghasilkan anak-anak yang terpengaruh. Dalam hal ini,
hadirnya sebuah gen yang diidentifikasi sebagai MTHFR 677TT bersama dengan diet
asam folat yang rendah dapat mengarah pada peningkatan celah orofasial. Juga terdapat
indikasi bahwa bahkan dengan asupan asam folat yang sesuai, celah-celah ini masih dapat
muncul pada beberapa kasus. Faktor genetik lainnya yang dapat mempengaruhi munculnya
celah orofasial termasuk kemampuan maternal untuk mempertahankan konsentrasi Zn
(zinc) sel darah merah dan konsentrasi mio-inositol (sebuah gula alkohol heksa
hidrosisikloheksan). Kemampuan maternal untuk mempertahankan tingkat vitamin B6 dan
B12 yang sesuai dan kemampuan fetus untuk memanfaatkan nutrien ini juga dilihat
sebagai faktor dalam perkembangan celah oral. Ketika nutrien-nutrien ini tidak
dimetabolisme dengan tepat maka kerusakan pada sintesis dan transkipsi DNA dapat
muncul. 2
Jenis kelamin janin mempengaruhi resiko celah oral. Pria lebih sering dibanding
wanita untuk mendapat celah bibir dengan atau tanpa celah palatum, dimana wanita berada
pada resiko lebih besar untuk celah palatum sendiri. Sebuah studi mengindikasikan bahwa
riwayat keluarga untuk kasus celah, urutan kelahiran, usia maternal saat kelahiran,
maternal yang merokok pada trimester pertama dan konsumsi alkohol selama kehamilan
tidak menjelaskan perbedaan jenis kelamin. Janin yang lahir dengan malformasi lainnya
seperti keterlibatan sistem pernapasan, mata, telinga, sistem pencernaan bagian atas dan
anomali muskuloskeletal lainnya berada pada peningkatan resiko untuk mendapatkan celah
bibir dan/atau celah palatum. Sebagai tambahan, janin dengan celah oral lebih mungkin
terkena penyakit jantung kongenital; bagaimanapun penyakit-penyakit ini lebih mungkin
dihubungkan dengan sebuah sindroma dibadingkan dengan celah tersendiri. Malformasi
lainnya yang dihubungkan dengan celah termasuk defek sistem pernapasan. 2
Faktor Lingkungan
Asupan maternal dari obat-obatan vasoaktif, termasuk pseudoefedrin, aspirin,
ibuprofen, amfetamin, kokain atau ekstasi, juga merokok, telah dihubungkan dengan
resiko lebih tinggi untuk celah oral. Pengobatan antikonvulsi seperti fenobarbital,
trimetadion, valproat, dan dilantin telah tercatat meningkatkan insiden celah bibir dan/atau
celah palatum (Ardinger 1988, Feldman 1977, Hanson 1976, Hanson 1984, Holmes 2004,
Kallen 2003, Meadow 1970, Wyszynski 1996, Zackai 1975). Isotretionin (accutane) telah
diidentifikasi sebagai faktor penyebab potensial untuk celah oral (Benke 1984, Lammer
1985). Diazepam (valium) dan bendektin tidak ditemukan dapat meningkatkan angka
kejadian celah oral (Mitchell 1981, Rosenberg 1983). Hubungan antara asupan maternal
berupa sulfasalazin, naproksen, dan glukokortikoid selama trimester pertama telah
diperkirakan (Kallen 2003). Aminopterin (obat kanker) juga telah dihubungkan pada
perkembangan celah oral (Warkany 1978). 2
Maternal yang merokok telah dihubungkan dengan celah bibir dan
palatum pada keturunannya. Sebagai tambahan, terdapat bukti bahwa mungkin saja ada
interaksi kuat antara variasi gen tertentu dari maternal dan/atau janin dengan merokok
yang dapat menyebabkan celah oral pada janin (Hwang 1995, Shaw 1996, Fallin 2003,
Lammer 2004). Kebiasaan minum alkohol juga dapat meningkatkan resiko celah oral
(Lorente 2000, Clarren 1978, Hassler 1986, Munger 1996, Shaw 1999, Streissguth 1980,
Werler 1991). Tetapi dalam beberapa penelitian lainnya tidak menemukan adanya
hubungan ini (Meyer 2003). 2
Kortikosteroid, baik digunakan secara topikal maupun sistemik memiliki
hubungan dengan peningkatan resiko pembentukan celah orofasial (Edwards 2003, Pradat
2003). Sebuah studi menemukan bahwa penggunaan dimenhidrinat (sebuah
obat anti mual atau muntah) lebih sering terjadi diantara subjek ibu-ibu
dengan celah palatum, dimana besi kelihatannya memiliki efek proteksi
melawan kondisi ini (Czeizel 2003). Sebuah studi menemukan angka kejadian celah oral
lebih rendah diantara keturunan wanita yang pernah mengalami hiperemesis gravidarum
("morning sickness" berat) (Czeizel 2003). Kafein tidak dihubungkan dengan kejadian
celah oral (Rosenberg 1982). 2
Pemaparan pekerjaan maternal terhadap glikol-eter, sebuah bahan kimia yang
ditemukan dalam beragam produk domestik dan industri, telah dilaporkan meningkatkan
angka kejadian celah bibir (Cordier 1997). Pemaparan terhadap larutan organik seperti
xylen, toluen dan aseton juga telah dilaporkan meningkatkan angka kejadian defek ini
(Holmberg 1982, Wyszynski 1996). Pekerjaan maternal termasuk bagian pelayanan seperti
pekerja salon, pertanian, dan perusahaan kulit atau sepatu, begitu juga pemaparan terhadap
pestisida, timah, dan asam alifatik telah dilaporkan meningkatkan angka kejadian celah
oral (Bianchi 1997, Garcia 1998, Lorente 2000, Wyszynski 1996); bagaimanapun, studi
lainnya gagal menemukan hubungan antara pestisida dengan resiko terjadinya celah oral
(Shaw 1995, Wyszynski 1996). Satu studi gagal menemukan hubungan antara pemaparan
pekerjaan orangtua terhadap timah dengan resiko celah oral. Bagaimanapun, jumlah kasus
dalam studi tersebut kecil, dan pengukuran terhadap pemaparan timah hanya berdasarkan
catatan sensus (Irgens 1998). Pemaparan maternal terhadap bahan kimia laboratorium
umumnya tidak dilihat sebagai sesuatu yang penting, namun pemaparan terhadap larutan
organik, khususnya benzen, dilihat sebagai faktor pendukung untuk peningkatan
malformasi puncak neuron pada keturunan, termasuk pembentukan celah orofasial
(Wennborg 2005). 2
Tinggal dekat dengan tempat limbah berbahaya tidak terlihat meningkatkan resiko
untuk kejadian celah bibir dan palatum (Croen 1997), tidak juga pemaparan pekerjaan
orang tua terhadap daerah magnetik 50 Hz (Blaasaas 2002). Beberapa studi tidak mampu
menemukan bukti meyakinkan efek pemaparan klorinasi air dan klorinasi hasil tambahan
(Hwang 2002 and 2003). 2
Telah diduga bahwa nutrisi memainkan peranan dalam manifestasi celah oral.
Gambaran penggunaan asam folat oleh maternal telah ditemukan mengurangi resiko defek
pembuluh saraf. Sebagai hasilnya, pertanyaan telah diajukan tentang apakah ada efek
proteksi yang sama untuk defek lahir lainnya, termasuk celah oral. Penggunaan
multivitamin pada maternal telah menemukan pengurangan yang bermakna dalam resiko
celah palatum dan pengurangan yang tidak bermakna untuk resiko celah bibir (Werler
1999). Beberapa studi telah melaporkan penurunan angka kejadian celah bibir dan palatum
dengan penggunaan asam folat (Czeizel 1996, Malek 2003, Mulinare 1995, Munger 1997,
Shaw 1995, Shaw 2002, Tolarova 1995), dimana studi lain gagal menemukan efek seperti
itu (Hays 1996). Beberapa ambigu studi-studi tersebut mungkin dapat dijelaskan oleh studi
baru-baru ini yang menemukan bahwa resiko celah oral dapat dikurangi hanya dengan
dosis tinggi konsumsi asam folat pada waktu pembentukan bibir dan palatum (Czeizel
1999). Vitamin B dan zinc juga telah dilaporkan mengurangi resiko celah oral (Munger
1997, Munger 2004, Krapels 2004), juga vitamin A (Mitchell 2003). Sebagai tambahan,
ibu-ibu dengan genotipe MTHFR 677TT atau MTHFR 1298CC dan asupan folat rendah
ternyata meningkatkan resiko untuk celah bibir dengan atau tanpa celah palatum diantara
keturunan mereka (Jugessur 2003, van Rooij 2003). 2
VI. DIAGNOSA
Terbentuknya celah pada palatum biasanya terlihat selama pemeriksaan bayi
pertama kali. Satu pengecualian adalah celah submukosa dimana terdapat celah pada
palatum, namun tertutupi oleh garis mulut yang lembut dan kokoh. 2
Beberapa celah orofasial dapat terdiagnosa dengan USG prenatal, namun
tidak terdapat skrining sistemik untuk celah orofasial. Diagnosa antenatal untuk
celah bibir, baik unilateral maupun bilateral, dapat diungkinkan dengan
menggunakan USG pada usia gestasi 18 minggu. Celah palatum tersendiri tidak dapat
didiagnosa pada pemeriksaan USG antenatal. Ketika diagnosa antenatal dipastikan,
rujukan kepada ahli bedah plastik tepat dilakukan dalam upaya untuk konseling dalam
usaha menghilangkan ketakutan. 2, 8
Setelah lahir, tes genetik mungkin membantu menentukan perawatan terbaik
untuk seorang anak, khususnya jika celah tersebut dihubungkan dengan kondisi genetik.
Pemeriksaan genetik juga memberi informasi pada orangtua tentang resiko mereka untuk
mendapat anak lain dengan celah bibir atau celah palatum. 2,8
Temuan Klinis
Gejala patologis pada cleft palate dapat berupa masalah pada airway (jalan
napas), kesulitan ketika makan dan penyerapan nutrisi, perkembangan berbicara yang
abnormal, infeksi telinga yang berulang, gangguan pendengaran dan distorsi pertumbuhan
wajah.
• Masalah Jalan Pernapasan
Bayi dengan Pierre Robin atau kondisi lain dimana cleft palate yang diamati
dalam hubungannya dengan micrognathia atau retrognathic mandibula mungkin dapat
menjadi sangat rentan terhadap terjadinya obstruksi jalan napas. Posisi tengkurap
merupakan lagkah awal dalam mengantisipasi terjadinya obstruksi jalan napas. 10
• Kesulitan Makan
Bayi dengan celah bibir saja biasanya tidak memiliki banyak masalah ketika
makan. Bagaimanapun, bayi dengan celah bibir dan palatum dan bayi dengan celah
palatum tersendiri biasanya memiliki masalah. Celah pada atap mulut membuat bayi
kesulitan menghisap cukup susu melalui puting. Beberapa bayi juga memiliki masalah
dengan tersumbat, tersedak atau susu keluar dari hidung ketika diberi makan. Namun,
kini sudah ada dot dan botol yang khusus dibuat untuk mempermudah pemberian
makan pada bayi dengan celah. 2
Adanya hubungan antara cavum oris dan cavum nasi dapat mengganggu
mekanisme menghisap dan menelan yang terjadi secara normal pada bayi dengan cleft
palate, sehingga dapat terjadi refluks partikel makanan ke cavum nasi. Meskipun anak
dengan cleft palate dapat membuat gerakan menghisap dengan mulut, namun adanya
cleft palate mencegah anak dari menghisap secara adekuat. Walaupun demikian,
secara umum mekanisme menelan masih dalam batas normal. Oleh karena itu, jika
susu atau susu formula dapat dikirim ke bagian belakang tenggorokan anak, proses
makan akan tetap berjalan etektii. Pemberian ASI biasanya tidak berhasil kecuali jika
produksi ASI banyak. 10
Oleh karena itu, anak-anak dengan cleft palate mungkin perlu untuk memakai
palatum buatan agar dapat membantu mereka mendapatkan nutrisi yang adekuat
sampai tindakan pembedahan dilakukan. 14
• Masalah Pendengaran
Bayi dengan celah palatum lebih sering memiliki infeksi telinga berulang
dibanding anak-anak lainnya. Masalah anatomi yang dihubungkan dengan celah dapat
menambah cairan didalam telinga tengah. Jika cairan terinfeksi, bayi menjadi demam
dan telinganya sakit. Cairan yang bertambah di dalam telinga tengah juga dapat
menyebabkan kehilangan pendengaran ringan sampai sedang. 2, 10,14
Jika diterapi dengan tepat pada masa bayi dan anak-anak, kehilangan pendengaran
tidak perlu menjadi permanen. Jika tidak ditangani dengan baik, perkembangan
berbicara mungkin dipengaruhi oleh hilangnya pendengaran, dan kehilangan
pendengaran dapat menjadi permanen. 2,10,14
Semua anak dengan celah palatum seharusnya memeriksakan telinga mereka
setidaknya setahun sekali. Jika cairan di telinga terdeteksi, selalu dapat diterapi
dengan obat-obatan atau, pada beberapa kasus, dengan prosedur bedah minor untuk
mengalirkan cairan keluar. Pada kasus yang persisten, dokter dapat memasukkan
tabung kecil kedalam gendang telinga untuk mengalirkan cairan dan membantu
mencegah infeksi. Kebanyakan anak-anak dengan celah palatum membutuhkan
tabung telinga. 2, 10,14
• Masalah Berbicara
Anak-anak dengan cleft lip atau cleft palate dapat juga memiliki kesulitan dalam
berbicara. Anak-anak ini memiliki suara yang tidak jelas, dimana suara yang
dikeluarkan berasal dari suara hidung (sengau), dan kata-katanya mungkin sukar untuk
dimengerti. Tidak semua anak-anak memiliki masalah seperti ini dan pembedahan
mungkin dapat memperbaiki masalah ini secara keseluruhan, untuk beberapa kasus.
Untuk beberapa kasus yang lain, seorang dokter spesialis, yang disebut speech
pathologist, akan bekerja sama dengan anak tersebut untuk mengatasi kesulitan dalam
berbicara. 2, 14
• Masalah Gigi
Anak-anak dengan celah (cleft) lebih rentan terhadap ukuran gigi yang lebih besar
dari rata-rata dan lebih sering hilang, jumlahnya lebih, terjadi malformasi, atau terjadi
perubahan letak sehingga memerlukan perawatan gigi dan ortodontik. Selain itu, anak-
anak dengan cleft palate sering mengalami defek pada alveolar. Alveolar adalah
tulang yang berada diatas gusi sebagai tempat melekat gigi. Suatu defek yang terjadi
pada alveolus dapat (1) menggeser atau memutar gigi permanen, (2) menghalangi
munculnya gigi permanen, dan (3) mencegah terjadinya pembentukan alveolar.
Masalah-masalah ini biasanya dapat di perbaiki dengan melakukan tindakan bedah
mulut. 2,14
Untungnya, dokter gigi umumnya dapat mengatasi masalah ini dengan
sukses. Anak biasanya akan menerima perawatan berkelanjutan dari tim ahli,
termasuk dokter gigi anak (untuk perawatan rutin), spesialis ortodonti (untuk reposisi
gigi menggunakan pesawat gigi) dan seorang bedah mulut (untuk mereposisi segmen
rahang atas, jika dibutuhkan, dan memperbaiki celah pada gusi). 2
VII. KLASIFIKASI
Beberapa skema klasifikasi telah dirancang dalam 70 tahun terakhir ini untuk
celah bibir dan langit-langit, namun hanya ada beberapa saja yang secara klinis dapat
diterima. Empat dari beberapa skema yang dapat diterima seperti dibawah ini.
1. Klasifikasi menurut Davis and Ritchie 15
Membagi celah bibir dan langit-langit ke dalam 2 kelompok, yang mana dibagi
berdasarkan jauhnya celah (misalnya; 1/3, 1/2), sebagai berikut:
a) Kelompok I - Celah pada bagian anterior sampai ke alveolus (unilateral, median, atau
bilateral cleft lip)
b) Kelompok II - Post-alveolar cleft (cleft palate saja, soft palate saja, soft palate dan
hard palate, atau submucous cleft)
2. Klasivikasi menurut Veau 15
Sistem klasifikasi menurut Veau membagi celah bibir dan langit-langit
menjadi 4 kelompok:
a) Kelompok I - Defek hanya terjadi pada soft palate (palatum molle)
b) Kelompok II - Defek yang melibatkan hard palate (palatum durum) dan
soft palate (palatum molle)
c) Kelompok III - Defek yang terjadi pada the soft palate (palatum molle)
sampai ke alveolus, biasanya juga melibatkan salah satu sisi bibir (cleft
komplit unilateral)
d) Kelompok IV - Cleft komplit bilateral
Gambar 7. Klasifikasi cleft lip dan palate dari Veau
Dikutip dari kepustakaan no. 15
3. Sistem Klasifkasi menurut Kernahan dan Stark 15
Sistem ini menggambarkan suatu grafik skema klasifikasi yang menggunakan
konfigurasi - Y, yang mana dapat dibedakan menjadi 9 area, seperti yang diterangkan oleh
gambar berikut.
Gambar 8. Klasifikasi menurut Kernahan dan Stark (R = right; L = left)
Dikutip dari kepustakaan no. 15
a) Area 1 dan 4 - Bibir
b) Area 2 dan S - Alveolus
c) Area 3 dan 6 - Palatum yang berada diantara alveolus dan foramen
incisive (palatum primer)
d) Area 7 dan 8 - Hard palate (palatum durum)
e) Area 9 - Soft palate (palatum mole)
Sistem ini telah dimodifikasi oleh Millard yang juga mamasukkan
deskripsi mengenai ujung nasal dan dasar nasal (lihat gambar di bawah).
Gambar 9. Klasifikasi Kernahan modifikasi Millard
Dikutip dari kepustakaan no. 16
a Segitiga No. 1 menggambarkan bagian dasar hidung kanan; Segitiga No. 5
menggambarkan bagian dasar hidung kiri
a Persegi No. 2 menggambarkan bibir sebelah kanan; Persegi No.6 menggambarkan
bibir sebelah kiri; Persegi No.3 menggambarkan alveolus kanan; Persegi No. 7
menggambarkan alveolus kiri
a Persegi No. 4 menggambarkan palatum durum bagian anterior sampai
pada foramen incisive pada sebelah kanan; Persegi No. 8 menggambarkan palatum
durum yang berlawanan pada sisi kiri. Semua struktur ini menggambarkan struktur
prepalatal.
a Struktur dari palatum terdiri dari persegi No. 9 dan No. 10 yang mana
menggambarkan palatum durum dan persegi No. 11 yang menggambarkan palatum
molle.
a Lingkaran No. 12 menggambarkan bagian posterior dinding pharyngeal Lingkaran
No. 13 menggambarkan premaxilla 18
4. Klasifikasi dari International Confederation of Plastic and Reconstructive
Surgery 15
Sistem klasifikasi yang digunakan oleh The International Confederation of Plastic
and Reconstructive Surgery, menggunakan kerangka embrio untuk membagi cleft kedalam
3 kelompok, dengan pembagian lebih lanjut untuk menunjukkan kasus unilateral atau
bilateral, seperti berikut ini:
a) Kelompok I - Defek yang terjadi pada bibir atau alveolus
b) Kelompok II - Cleft yang terjadi pada palatum sekunder [hard palate (palatum durum),
soft palate (palatum molle), atau keduanya]
c) Kelompok III - Berbagai kombinasi dari cleft yang menyangkut palatum primar dan
sekunder
VIII. PENANGANAN
Penanganan kecacatan pada celah bibir dan celah langit-langit tidaklah sederhana,
melibatkan berbagai unsur antara lain, ahli Bedah Plastik, ahli Ortodonti, ahli THT untuk
mencegah dan menangani timbulnya otitis media dan kontrol pendengaran, dan
Anestesiologis, serta speech therapist untuk fungsi bicara. Setiap spesialisasi punya peran
yang tidak tumpang-tindih tapi saling saling melengkapi dalam menangani penderita cleft
palate secara paripurna. Terdapat 2 tujuan pada perbaikan celah palatum selama masa bayi,
yaitu (1) membuat penutupan kedap yang komplit pada palatum sekunder untuk pemisahan
kavitas oral dan nasal, dan (2) untuk perbaikan muskulus levator dengan tujuan untuk
menormalkan fungsi berbicara. 1
Ada tiga tahap dalam penanganan cleft orofacial, yaitu tahap sebelum operasi,
tahap sewaktu operasi dan tahap setelah operasi. 17
Pada tahap sebelum operasi yang dipersiapkan adalah ketahanan tubuh
bayi menerima tindakan operasi, asupan gizi yang cukup dilihat dari
keseimbangan berat badan yang dicapai dan usia yang memadai. Patokan yang biasa
dipakai adalah rule of ten meliputi berat badan lebih dari 10 pounds atau sekitar 4-5
kg , Hb lebih dari 10 gr % dan usia lebih dari 10 minggu, jika bayi belum mencapai
rule of ten ada beberapa nasehat yang harus diberikan pada orang tua agar kelainan
dan komplikasi yang terjadi tidak bertambah parah. Misalnya memberi minum harus
dengan dot khusus dimana ketika dot dibalik susu dapat memancar keluar sendiri
dengan jumlah yang optimal artinya tidak terlalu besar sehingga membuat bayi
tersedak atau terlalu kecil sehingga membuat asupan gizi menjadi tidak cukup, jika dot
dengan besar lubang khusus ini tidak tersedia bayi cukup diberi minum dengan
bantuan sendok secara perlahan dalam posisi setengah duduk atau tegak untuk
menghindari masuknya susu melewati langit-langit yang terbelah.
Tahapan selanjutnya adalah tahapan operasi, pada saat ini yang diperhatikan adalah
soal kesiapan tubuh si bayi menerima perlakuan operasi, hal ini hanya bisa diputuskan
oleh seorang ahli bedah. Operasi untuk langit-langit (palatoplasty) optimal pada usia
18 - 20 bulan mengingat anak aktif bicara usia 2 tahun dan sebelum anak masuk
sekolah. Operasi yang dilakukan sesudah usia 2 tahun harus diikuti dengan tindakan
speech terapi karena jika tidak, setelah operasi suara sengau pada saat bicara tetap
terjadi karena anak sudah terbiasa melafalkan suara yang salah, sudah ada mekanisme
kompensasi memposisikan lidah pada posisi yang salah. Bila gusi juga terbelah
(gnatoschisis) kelainannya menjadi labiognatopalatoschisis, koreksi untuk gusi
dilakukan pada saat usia 8 - 9 tahun bekerjasama dengan dokter gigi ahli ortodonsi.
Selanjutnya adalah tahap setelah operasi, penatalaksanaanya tergantung dari tiap-tiap
jenis operasi yang dilakukan, biasanya dokter bedah yang menangani akan
memberikan instruksi pada orang tua pasien misalnya setelah operasi bibir sumbing
luka bekas operasi dibiarkan terbuka dan tetap menggunakan sendok atau dot khusus
untuk memberikan minum bayi.
Banyaknya penderita bibir sumbing yang datang ketika usia sudah melebihi batas
usia optimal untuk operasi membuat operasi hanya untuk keperluan kosmetika saja
sedangkan secara fisiologis tidak tercapai, fungsi bicara tetap terganggu seperti sengau dan
lafalisasi beberapa huruf tetap tidak sempurna, tindakan speech teraphy pun tidak banyak
bermanfaat. 17
Terapi Pembedahan
Teknik pembedahan yang digunakan untuk menutup cleft palate sangat luas.
Teknik perbaikan yang akan dilakukan berbeda-beda tergantung dari apakah cleft tersebut
hanya merupakan suatu bentuk cleft palate saja atau merupakan bagian dari cleft lip/palate
unilateral atau bilateral. Terdapat 3 kategori utama, yaitu (1) penutupan palatum
sederhana, (2) penutupan palatum dengan pemanjangan palatum, dan (3) salah satu dari
kedua teknik tersebut di atas dengan reaproksimasi otot palatum secara langsung. 4,5,10
• Teknik Pembedahan
a The Von Langenbeck Procedure
Teknik ini diperkenalkan oleh von Langenbeck dan merupakan operasi cleft
palate yang tertua dan masih digunakan sampai saat ini. Teknik ini menggunakan
teknik flap bipedikel mukoperiosteal yang dibuat dengan menginsisi sepanjang sisi
dari mulut di tepi dari cleft dan sepanjang alveolar posterior dari tuberositas maxillaris
ke bagian anterior dari cleft. Flap kemudian diarahkan ke medial dengan
mempertahankan arteri palatine dan menutupnya di dalam lapisan. Jika perlu, tulang
hamulus dapat di patahkan untuk memudahkan penutupan cleft. 5,10,19
Kelebihan dari teknik ini adalah bahwa pada teknik ini tidak memerlukan banyak
intervensi pembendahan dan cukup sederhana. Sedangkan kerugiannya adalah bahwa
teknik ini tidak menambah ukuran panjang dari palatum, sehingga menyebabkan cleft
pada palatum primer maupun sekunder tidak menutup. 4
Selain tersebut diatas, beberapa kekurangan dari teknik ini termasuk terjadinya
fistula anterior dan hasil suara yang tidak bagus karena adanya pemendekan dari
palatum molle. Obstruksi jalan napas pada saat tidur juga menjadi masalah yang
signifikan pada teknik ini.4
Gambar 10. Teknik pembedahan menurut Von Langenbeck
Dikutip dari kepustakaan no. 10
a Palatal Lengthening / V-Y Pushback 18
Inkompetensi velopharyngeal relatif sering terjadi setelah dilakukan palatoplasty
baik itu oleh karena adanya insufisiensi mobilitas dari palatum mole atau karena
panjang dari palatum yang telah diperbaiki inadekuat untuk mencapai dinding
pharyngeal posterior. Untuk menambah ukuran panjang anteroposterior dari palatum
pada saat palatoplasty, berbagai macam variasi flap mucoperiosteal yang
dilakukan pada palatum durum telah dijelaskan dalam literatur.
Teknik palatoplasty Veau-Wardill-Kilner atau V-Y pushback berasal dari
modivikasi teknik von Langenbeck. Teknik ini dapat digunakan untuk menambah
ukuran panjang dari palatum. Teknik palatoplasty Veau-Wardill-Kilner pushback
dapat digunakan untuk perbaikan pada celah inkomplit dari palatum durum. Desain
flap pada teknik ini mirip dengan teknik palatoplasty von Langenbeck. Inti dari teknik
ini adalah pada V - Y insisi dan penutupan pada palatum durum. Teknik pushback
memiliki keunggulan dalam hal pamanjangan dari palatum dan reposisi dari musculus
levator pada suatu posisi yang lebih menguntungkan. Bagaimana pun, modivikasi ini
melibatkan diseksi yang luas.
Gambar 11. Teknik Palatal Lengthening / V-Y Pushback
Dikutip dari kepustakaan no. 18
Pedicle superior dipisahkan meninggalkan flap mucoperiosteal pada kedua sisi
dari cleft berdasarkan pada pedicle palatum posterior yang paling besar. Kemudian
pada ujung anterior yang bebas, flap mucoperiosteal kemudian dapat didekatkan
secara langsung atau pada penutupan V - Y untuk memperpanjang palatum molle.
Modifikasi ini memungkinkan lebih banyak kemajuan flap daripada teknik von
Langenbeck dan memungkinkan pemanjangan bagian posterior dari palatum, sehingga
dapat meningkatkan kemampuan velopharyngeal. Teknik palatoplasty Wadrill-Kilner
pushback menawarkan perbaikan jangka panjang yang signifikan untuk kemampuan
berbicara khususnya untuk bunyi sengau.
Namun, pada teknik ini terdapat beberapa kelemahan. Pada tulang palatum yang
terbuka dimana flap mucoperiosteal berasal memberikan efek buruk pada
pertumbuhan midfacial pada pasien-pasien cleft palate. Teknik ini juga meningkatkan
terjadinya fistula pada cleft palate komplit daripada teknik lainnya karena hanya
terdiri dari satu lapis mukosa hidung dibagian anterior.
a Intravelar Veloplasty 10,18
Prosedur mereposisi musculus levator atau veloplasty intravelar selama
palatoplasty merupakan metode yang paling sering digunakan untuk mencapai
kemampuan velopharyngeal. Pada awal abad 20, Victor Veau pertama kali
mendeskripsikan "cleft muscles" dan menganjurkan konsep tentang re-approximasi
midline musculus levator palatini. Veau menekankan pentingnya sebuah jahitan yang
melingkar untuk menarik musculus levator secara bersamaan, dari sisi ke sisi.
Generasi baru dari ahli bedah cleft berfokus pada anatomi dan fisiologi dari sfingter
velopharyngeal.
Braithwaite dan Kriens lebih meningkatkan teknik ini. Mereka menekankan
kehati-hatian dalam melakukan pembedahan pada posisi musculus levator yang
abnormal dan perlunya untuk membebaskan levator palatini dari bagian ujung
posterior palatum durum untuk mengembalikan levator sling dan memungkinkan
terjadinya penutupan di midline akibat dari bebasnya tekanan.
Sebuah studi prospektif terkontrol yang dilakukan oleh Marsh et al, menemukan
bahwa tidak ada perbedaan antara intravelar veloplasty dan teknik sisi ke sisi yang
konvensional terhadap inkompetensi velopharyngeal, setelah dilakukan pengkajian
berulang selama beberapa tahun.
Sedang yang lain, bagaimana pun, telah menemukan diseksi musculus levator
yang lebih radikal dan Baling tumpang tindih pada pasien cleft palate yang
memberikan hasil yang lebih baik secara fungsional dalam kompetensi velopharyngeal
dan fungsi otologi.
a Two-flap Palatoplasty 10,18
Janusz Bardach pertama kali mendeskripsikan teknik two flap palatoplasty ini
pada tahun 1967. Teknik asli two-flap palatoplasty Bardach hanya dapat digunakan
untuk menutup celah yang relatif sempit dengan melepaskan flap mucoperiosteal dari
tepi cleft. Kemudian, beberapa modifikasi dari teknik ini melibatkan diseksi yanglebih
luas dan extensi dari sayatan yang mengalami relaksasi di sepanjang tepi alveolar
sampai tepi dari cleft sehingga terjadi penutupan karena bebasnya tegangan.
Gambar 12. Teknik two-flap palatoplasty
Dikutip dari kepustakaan no. 10
Pada cleft komplit unilateral, flap mukoperiosteal dari segmen medial dapat
digeser melintasi cleft dan menutup tepat di belakang batas alveolar. Adanya fistula
pada bagian anterior palatum durum, hampir dapat dihilangkan dengan menggunakan
teknik ini. Two-flap palatoplasty juga mempunyai efek yang minimal pada
pertumbuhan maxillofacial karena adanya area yang terbatas dari tulang yang
mengalami denudasi pada palatum durum ketika flap mukoperiosteal dielevasi.
Keterbatasan dari teknik ini ialah pada teknik ini tidak dapat menambah panjang
palatum yang diperbaiki untuk menghasilkan produksi suara yang normal.
Namun, beberapa penulis percaya bahwa untaian otot dalam palatum molle,
bukan pemanjangan dari velar, merupakan faktor penting untuk berbicara secara
adekuat. Morris dan kawan-kawan mencatat bahwa 80% dari pasien yang diterapi
dengan metode ini fungsi velopharyngealnya berkembang dalam batas normal,
meskipun 51 % diantaranya diperlukan terapi wicara.
a Furlow Double Opposing Z-Palatoplasty 18
Teknik Z-plasties ini dilakukan dengan membalikkan secara bergantian dari flap
nasal dan oral dan mereposisi m. levator veli palatine dalam bagian posterior dari flap
yang dimobilisasi.
Dengan teknik ini, tidak diperlukan lagi penambahan luas flap mucoperiosteal
dari palatum durum. Pada saat yang sama, palatum molle dapat diperpanjang
bersamaan dengan reorientasi otot palatum. Teknik ini telah menunjukkan
keberhasilan yang dini baik dalam hal produksi suara maupun dalam hal pertumbuhan
tulang midfacial. Furlow Z-palatoplasty efektif untuk penutupan primer dari suatu
cleft submucosa dan sebagai koreksi sekunder dari insufisiensi velopharyngeal
marjinal.
Masalah mungkin dapat ditemukan ketika teknik ini digunakan untuk menutup
suatu cleft palate yang sangat luas, dimana jarak yang dilalui Z-plasties mungkin
berlebihan.
Gambar 13. Teknik Furlow Double Opposing Z-Palatoplasty
Dikutip dari kepustakaan no. 18
a Two-Stage Palatoplasty atau Velar Closure-Delayed Hard Palate Closure
Adanya masalah dengan pertumbuhan maxilla telah membawa beberapa ahli
bedah untuk melakukan pendekatan dengan teknik two-stage dalam palatoplasty
dengan protokol yang berbeda yang ditujukan pada perbaikan awal palatum molle,
yang diikuti dengan penundaan perbaikan palatum durum. Schweckendiek
memperkenalkan sebuah protokol two-stage palatoplasty yaitu penutupan yang lebih
awal untuk palatum molle dan penundaan penutupan pada palatum durum untuk
memungkinkan terjadinya pembentukan maxilla secara normal. Schweckendiek
mensyaratkan perbaikan palatum molle dilakukan pada saat yang bersamaan dengan
perbaikan cleft lip, sekitar umur 4-6 bulan dan kemudian perbaikan palatum durum
dilakukan pada usia 12-15 tahun. Dia menduga bahwa metode ini akan
memungkinkan
terjadinya pertumbuhan maxilla dan produksi suara yang normal. Pendekatan serupa
juga dilakukan oleh Rohrick dkk, yang mendukung perbaikan dua tahap yang labih
awal dari palatum sehingga menghasilkan penutupan secara komplit dari cleft pada
usia 15-18 bulan. Perko kemudian memodifikasi protokol two-stage palatoplasty ini
untuk melakukan perbaikan palatum molle pada usia 18 bulan dan melakukan
penundaan untuk penutupan palatum sampai umur 5-6 tahun. 18
Terapi wicara mulai diperlukan setelah operasi palatoplasty yakni pada usia 2 - 4
tahun untuk melatih bicara benar dan miminimalkan timbulnya suara sengau, karena
setelah operasi suara sengau masih dapat terjadi suara sengau karena anak sudah terbiasa
melafalkan suara yang salah, sudah ada mekanisme kompensasi memposisikan lidah pada
posisi yang salah. Bila setelah palatoplasty dan Terapi wicara masih didapatkan suara
sengau maka dilakukan pharyngoplasty untuk memperkecil suara nasal (nasal escape)
biasanya dilakukan pada usia 4 - 6 tahun. Pada usia anak 8 - 9 tahun ahli ortodonti
memperbaiki lengkung alveolus sebagai persiapan tindakan alveolar bone graft, dan usia 9
- 10 tahun spesialis bedah plastik melakukan operasi bone graft pada celah tulang alveolus
seiring pertumbuhan gigi caninus. 1
Perawatan setelah dilakukan operasi, segera setelah sadar penderita diperbolehkan
minum dan makan makanan cair sampai tiga minggu dan selanjutnya dianjurkan makan
makanan biasa. Jaga higiene oral bila anak sudah mengerti. Bila anak yang masih kecil,
biasakan setelah makan makanan cair dilanjutkan dengan minum air putih. Berikan
antibiotik selama tiga hari. Orang tua pasien juga bisa diberikan edukasi seperti, posisi
tidur pasien harusnya dimiringkan/tengkurap untuk mencegah aspirasi bila terjadi
perdarahan, tidak boleh makan/minum yang terlalu pangs ataupun terlalu dingin yang akan
menyebabkan vasodilatasi dan tidak boleh menghisap/menyedot selama satu bulan post
operasi untuk menghindari jebolnya daerah post operasi. 1
IX. KOMPLIKASI 1,4,17
Anak dengan palatoschisis berpotensi untuk menderita flu, otitis media, tuli,
gangguan bicara, dan kelainan pertumbuhan gigi. Selain itu dapat menyebabkan gangguan
psikososial. Komplikasi post operatif yang biasa timbul yakni:
a) Obstruksi Jalan Nafas
Seperti disebutkan sebelumnya, obstruksi jalan nafas post operatif merupakan
komplikasi yang paling penting pada periode segera setelah dilakukan operasi.
Keadaan ini timbul sebagai hasil dari prolaps dari lidah ke orofaring saat pasien masih
ditidurkan oleh ahli anastesi. Penempatan Intraoperatif dari traksi sutura lidah
membantu dalam menangani kondisi ini. Obstruksi jalan nafas bisa juga menjadi
masalah yang berlarut-larut karena perubahan pada dinamika jalan nafas, terutama
pada anak-anak dengan madibula yang kecil. Pada beberapa instansi, pembuatan dan
pemliharaan dari trakeotomi perlu sampai perbaikan palatum telah sempurna.
b) Perdarahan
Perdarahan intraoperatif merupakan komplikasi yang potensial terjadi.
Karena kayanya darah yang diberikan pada palatum, perdarahan yang terjadi
mengharuskan untuk dilakukannya transfuse. Hal ini bisa berbahaya pada bayi, yakni
pada mereka yang volume darah totalnya rendah. Penilaian preoperatif dari jumlah
hemoglobin dan hitung trombosit sangat penting. Injeksi epinefrin sebelum di lakukan
insisi dan penggunaa intraoperatif dari oxymetazoline hydrochloride dapat
mengurangi kehilangan darah yang bisa terjadi. Untuk menjaga dari kehilangan darah
post operatif, area palatum yang mengandung mucosa seharusnya diberikan avitene
atau agen hemostatik lainnya.
c) Fistel palatum
Fistel palatum bisa timbul sebagai komplikasi pada periode segera
setelah dilakukan operasi, atau hal tersebut dapat menjadi permasalahan
yang tertunda. Suatu fistel pada palatum dapat timbul dimanapun sepanjang
sisi cleft. Insidennya telah dilapornya cukup tinggi yakni sebanyak 34%, dan berat-
ringannya cleft telah dikemukanan bahwa hal tersebut berhubungan dengan resiko
timbulnya fistula. Fistel cleft palate post operatif bisa ditangani dengan dua cars. Pada
pasien yang tanpa disertai dengan gejala, prosthesis gigi bisa digunakan untuk
menutup defek yang ada dengan hasil yang baik. Pasien dengan gejala diharuskan
untuk terapi pembedahan. Sedikitnya supply darah, terutama supply ke anterior
merupakan alasan utama gagalnya penutupan dari fistula. Oleh karena itu,
penutupan fistula anterior maupun posterior yang persisten seharusnya dicoba tidak
lebih dari 6 - 12 bulan setelah operasi, ketika supply darah telah memiliki kesempatan
untuk mengstabilkan dirinya. Saat ini, banyak centre menunggu sampai pasien
menjadi lebih tua (paling tidak 10 tahun) sebelum mencoba untuk memperbaiki
fistula. Jika metode penutupan sederhana gagal, flap jaringan seperti flap lidah
anterior bisa dibutuhkan untuk melakukan penutupan.
d) Midface Abnormalities
Penanganan Cleft palate pada beberapa instansi telah fokus pada intervensi
pembedahan terlebih dahulu. Salah satu efek negatifnya adalah retriksi dari
pertumbuhan maksilla pada beberapa persen pasien. Palatum yang diperbaiki pada
usia dini bisa menyebabkan berkurangnya demensi anterior dan posteriomya, yakni
penyempitan batang gigi, atau tingginya yang abnormal. Kontrofersi yang cukup besar
ada pada topik ini karena penyebab dari hipoplasia, apakah hal tersebut merupakan
perbaikan ataupun efek dari cleft tersebut pada pertumbuhan primer dan sekunder
pada wajah, ini tidak jelas. Sebanyak 25% pasien dengan cleft palate unilateral yang
telah dilakukan perbaikan bisa membutuhkan bedah orthognathic. LeFort I
osteotomies dapat digunakan untuk memperbaiki hipoplasia midface yang
menghasilkan suatu maloklusi dan deformitas dagu.
e) Wound Expansion
Wound expansion juga merupakan akibat dari ketegangan yang berlebih. Bila
hal ini terjadi, anak dibiarkan berkembang hingga tahap akhir dari rekonstruksi
langitan, dimana pada saat tersebut perbaikan jaringan parut dapat dilakukan tanpa
membutuhkan anestesi yang terpisah.
f) Wound Infection
Wound infection merupakan komplikasi yang cukup jarang terjadi karena wajah
memiliki pasokan darah yang cukup besar. Hal ini dapat terjadi akibat kontaminasi
pascaoperasi, trauma yang tak disengaja dari anak yang aktif dimana sensasi pada
bibirnya dapat berkurang pascaoperasi, dan inflamasi lokal yang dapat terjadi akibat
simpul yang terbenam.
g) Malposisi Premaksilar
Malposisi premaksilar seperti kemiringan atau retrusion, yang dapat terjadi
setelah operasi.
h) Abnormalitas atau asimetri tebal bibir
Hal ini dapat dihindari dengan pengukuran intraoperatif yang tepat dari jarak
anatomis yang penting lengkung.
X. PROGNOSIS
Meskipun telah dilakukan koreksi anatomis, anak tetap menderita gangguan
bicara sehingga diperlukan terapi bicara yang bisa diperoleh disekolah, tetapi jika anak
berbicara lambat atau hati-hati maka akan terdengar seperti anak normal.1,4
DAFTAR PUSTAKA
1. Anonymus. Cleft palate. [online]. July 15, 2011. [cited 2 october 2012]. Available
from: http;//www.klikpdf.info/
2. Ningrum. Orofacial cleft (cleft lip and cleft palate). [online] 3 september 2009. [cited
2 october 2012]. Available from http;//ningrumwahyuni.wordpress.com/
3. Marzoeki, djohansyah, et al. teknik pembedahan celah bibir dan langit-langit. Jakarta;
Sagung seto. 2002. P;1-2
4. Wiet, Gregory J, et al. reconstructuve surgery for cleft palate. [online]. June 16 2010
[cited 2 october 2012]. Available from: http;//emedicine.medscape.com/
5. Patel, Pravin K, et al. Craniofacial, cleft palate repair. [online]. 1may 2009. [cited 2
october 2012]. Available from http;//www.emedicine.medscape.com/
6. Hopper, Richard A, et al. Cleft lip and palate in Thorne, Charles H, et al. Grabb and
smith’s plastic surgery – 6th ed. Lippincott Williams & Wilkins philadelphia, USA:
2007. p: 185-7; 216-8
7. Arumsari A, Kasim A. Embriogenesis celah bibir dan langit-langit akibat merokok
selama kehamilan. Bagian bedah mulut fakultas kedokteran gigi UNPAD, Bandung;
Majalah PABMI: 2004. p: 268-72
8. Berder PL, RN, MSN. Genetics of cleft lip and palate. Journal of pediactric nursing;
August 2000. p: 242-9
9. Hutahean S, Budiani DR. Gambaran histologi transdiferensiasi epitel palatum
sekunder mencit (musmusculus). Fakultas matematika dan Ilmu pengetahuan alam
Universitas Sumatera Utara. USU digital library; 2004. p; 1-10
10. Margulis A. Cleft palate in Kryger, Zol B and Sisco M. Practical Plastic Surgery.
11. Anonymous. The nose and mouth. [online]. [cited 2 october 2012]. Available from:
http;//www.emory.edu/anatomy/anatomumanual/nose.html
12. Witt PD. Plastic surgery for cleft palate. [online]. 28 august 2008. [cited 2 october
2012]. Available form: http;//emedicine.medscape.com/
13. Cleft lip and palate. [online] 8 octber 20011. [cited 2 october 2012] Available from:
http//en.wikipedia.org/
14. Elverne M, Torn DDS. Cleft lip and palate. [online] 8 pebruary 2009 [cited 2 october
2012]. Available from: http;//www.medicinenet.com/
15. Tewfik TL. Cleft lip and palate and mouth and pharynx deformities. [online]. 15 june
2011 [cited 2 october 2012]. Available from: http;//emedicine.medscape.com/
16. Elsahy NI. The modified striped Y-A systematic classification for cleft lip and palate.
Winnipeg. Manitoba; Canada.
17. Indonesian children. Penanganan celah bibir (cleft lips) bibir sumbing (cheiloschisis)
dan celah langit-langit (cleft palate/palatoschisis). [online] 2 december 2009 [cited 2
october 2012]. Available from; http;//koranindonesiasehat.wordpress.com/
18. Leow AM, Lo LJ. Palatoplasty: evolution and controversies. Craniofacial center and
department of plastic and reconstructive surgery. Chang gung university college of
medicine, Taoyuan. Taipe; 2007