bappeda.ntbprov.go.idbappeda.ntbprov.go.id/.../2017/10/skripsi-bab-i-v.docx · web viewmereka...

91
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Membaca merupakan salah satu keterampilan yang sudah mulai diajarkan pada permulaan sekolah dasar (SD). Selain itu, membaca merupakan salah satu keterampilan yang juga sudah mulai diperkenalkan pada pendidikan anak usia dini (PAUD). Pada jenjang ini, membaca mulai diperkenalkan dari struktur yang terkecil yakni mengenal huruf atau fonem. Hal itu dilakukan agar nantinya ketika mulai memasuki jenjang pendidikan sekolah dasar atau SD anak tidak kesulitan dalam menerima pelajaran yang lainnya. Membaca pada dasarnya tidak hanya terdiri dari kemampuan dalam membaca bacaan saja. Akan tetapi, kemampuan siswa dalam menyusun huruf menjadi kata, disertai kemampauan membaca hasil menulis adalah tolak ukur untuk mengetahui kemampuan membaca. Hal itu tentunya adalah sesuatu yang biasa bagi siswa yang fasih dalam membaca, Namun demikian sangat sukar bagi 1

Upload: duongbao

Post on 09-Apr-2018

237 views

Category:

Documents


4 download

TRANSCRIPT

BAB IPENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Membaca merupakan salah satu keterampilan yang sudah mulai diajarkan

pada permulaan sekolah dasar (SD). Selain itu, membaca merupakan salah satu

keterampilan yang juga sudah mulai diperkenalkan pada pendidikan anak usia

dini (PAUD). Pada jenjang ini, membaca mulai diperkenalkan dari struktur yang

terkecil yakni mengenal huruf atau fonem. Hal itu dilakukan agar nantinya

ketika mulai memasuki jenjang pendidikan sekolah dasar atau SD anak tidak

kesulitan dalam menerima pelajaran yang lainnya.

Membaca pada dasarnya tidak hanya terdiri dari kemampuan dalam

membaca bacaan saja. Akan tetapi, kemampuan siswa dalam menyusun huruf

menjadi kata, disertai kemampauan membaca hasil menulis adalah tolak ukur

untuk mengetahui kemampuan membaca. Hal itu tentunya adalah sesuatu yang

biasa bagi siswa yang fasih dalam membaca, Namun demikian sangat sukar bagi

siswa yang kesulitan membaca. Pada dasarnya otak manusia memang sama, hanya

saja ada yang terlambat dalam memahami informasi. Hal itu tidak dikarenakan

kurang terampilnya guru dalam mendidik, melainkan karena adanya gangguan

atau keterlambatan dalam menyerap informasi.

Begitulah yang ditemukan peneliti di lapangan, yakni sorang anak

berumur 8 tahun kelas IB Madrasah Ibtidaiyah (MI) yang sekaligus murid di

pengajian, yang memiliki masalah pada kemampuan berbahasa. Sebut saja

namanya Fitri. Kemampuan membaca Fitri sangat lamban dibandingkan dengan

1

anak-anak pada umumnya. Fitri mengalami kesulitan dalam membaca dan

menyimak di pengajian. Pada aspek membaca Fitri sukar membedakan huruf

arab seperti huruf ro’ sering dibaca huruf za, huruf ha, kho, dan ja pun sering

tertukar. selain itu tidak dalam kurun waktu yang singkat, melainkan bertahun-

tahun menjadi murid di pangajian Fitri belum bisa membedakan huruf hijaiyah.

Berdasarkan hambatan yang ditemukan pada Fitri, peneliti pun mencoba

mengobservasi kemampuan membaca huruf alphabet, yakni huruf a-z. Masalah

yang ditemukan dalam huruf alpabet pun sama dengan huruf hijaiyah. Huruf p

dengan b, huruf q dengan p, huruf w dengan fonem m, huruf j dengan fonem i

sering tertukar satu sama lain. Dari huruf alphabet tersebut, hanya sebagian yang

dikuasai oleh Fitri.

Jika dibandingkan dengan teman-teman sekelasnya, anak seusia Fitri

sudah dapat mengenal huruf, kata, bahkan sudah dapat membaca dengan lancar.

Namun tidak demikian dengan Fitri, karena belum mampu membedakan huruf

maka ia pun memiliki keterbatasan untuk membaca. Pada dasarnya kemampuan

membaca sangat erat kaitannya dengan kemampuan menulis. Semakin bagus

kemampuan membaca seseorang, maka semakin bagus pula kemampuan

menullisnya. Namun, ada juga sebagian orang yang hanya bagus dalam

kemampuan membacanya yang tidak diiringi bagus dalam kemampuan

menulisnya. Namun tidak begitu dengan Fitri. Kemampuan menulis Fitri

dipengaruhi kemampuan ia dalam membaca. Karena kemampuan membacanya

rendah maka mempengaruhi kemampuan menulisnya. Hal itu terbukti ketika

peneliti menyuruhnya menulis huruf p, membutuhkan waktu yang lama untuk

2

menulis. Selain itu hurufnya pun kadang terbalik menjadi b dan terkadang juga

hanya menulis garis-garis saja. Hal itu merupakan dampak dari gangguan

persepsi visulanya, yang menimbulkan kesulitan dalam membedakan penulisan

antara huruf yang satu dengan huruf yang lainnya. Selain itu, kemampuan

melaksanakan cross modal atau memvisualisasikan huruf ke motorik juga

sangat penting dalam menulis, namun tidak demikian dengan Fitri. Ia tidak bisa

mengorganisasikan visual ke motorik seperti penulisan huruf r dan t yang masih

tidak jelas, terputus-putus dan tidak mengikuti garis

Selain penulisan huruf, peneliti juga menyuruhnya menulis namanya.

Namun, nama yang seharus ditulis fitriana malah ditulis FITRAAAM dan kadang

FITRAAH. Ketika dibaca, ia pun masih asal-asalan atau mengingat-ingat. karena

penulisan namanya adalah satu-satunya yang ia bisa susun dari sekian banyak

kata. Karena namanya selalu ia tulis ketika pelajaran di sekolah, ujarnya. Namun

walaupun sudah sangat sering menulis namanya, tidak membuatnya lancar dalam

menulis, membutuhkan waktu yang lama dalam penulisanya. Hal itu dikarenakan

persepsi auditorisnya terganggu, yang mengakibatkan Fitri kesulitan untuk

menulis kata-kata yang diucapkan atau yang diinstruksikan oleh guru.

Peneliti tidak hanya mengobservasi kemampuan membaca dan menulis

Fitri tetapi juga mewawancarai teman –temanya terkait masalah yang ditemukan

oleh peneliti. Berdasarkan hasil wawancara dari teman-temannya, Fitri juga

selain sulit dalam membaca dan menulis pun sulit dalam menangkap perintah

yang diberikan kepadanya. Contohnya saja ketika disuruh menggiling beras,

malah beras tersebut yang dibuangnya. Hal itu disebabkan karena informasi yang

3

diberikan kepadanya memiliki jarak yang cukup lama, sehingga perintah yang

diberikannya salah dipersepsikannya.

Fitri adalah anak yang normal, tidak mengalami gangguan pendengaran

atau pun memiliki kecacatan. Hanya saja, ketika diberikan informasi seperti

pelajaran di sekolahan maupun di pengajian sulit ia simpan di dalam otaknya.

Karena keterlambatannya membuatnya terpaksa harus ketinggalan kelas dan

mengulang bersama adik kelasnya.

Anak yang ketika membaca sering membalikkan huruf, mengganti kata

atau huruf , mengucapkan huruf atau kata dengan bantuan guru, tersendat-sendat,

adalah ciri-ciri dari anak yang mengalami gangguan membaca. Selain itu, anak

yang mengalami kesulitan dalam menulis seperti tulisan hurufnya tertukar dengan

huruf yang lain, terputus-putus, tidak mengikuti garis, tidak mampu mengingat

huruf atau kata yang akan ditulis maupun yang diinstruksikan guru merupakan

ciri-ciri dari anak yang mengalami gangguan dalam menulis.

Berdasarkan data yang didapat oleh peneliti mengenai gangguan

membaca dan menulis pada Fitri, ternyata memang perlu ada penelitian yang

lebih mendalam mengenai sejauh mana kemampuan membaca dan menulis Fitri .

Selain itu, penelitian mengenai gangguan membaca dan menulis pada anak yang

mengalami gangguan kesulitan belajar di kalangan mahasisiwa bahasa dan sastra

indonesia belum ada yang pernah melakukannya. Oleh karenanya, penelitian ini

haruslah dikaji secara lebih mendalam yakni penelitian dengan studi kasus.

4

2.1 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar berlakang permasalahan yag telah dipaparkan di atas,

maka rumusan masalahnya adalah bagaimana gangguan membaca dan menulis

pada Fitri kelas 1B Madrasah Ibtidaiyah Negeri Duman Kecamatan Lingsar

Kabupaten Lombok Barat? Permasalahan tersebut dapat diteliti menjadi dua

pertanyaan penelitian di bawah ini:

1. Bagaimanakah pola gangguan pengenalan huruf pada Fitri kelas IB

Madrasah Ibtidaiyah Negeri Duman Kecamatan Lingsar Kabupaten

Lombok Barat?

2. Bagaimanakah pola gangguan menulis pada Fitri kelas IB Madrasah

Ibtidaiyah Negeri Duman Kecamatan Lingsar Kabupaten Lombok Barat?

2.3. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah untuk mendeksripsikan gangguan membaca

dan munulis pada Fitri kelas IB Madrasah Ibtidaiyah Negeri Duman Kecamatan

Lingsar. Tujuan tersebut akan tercapai jika peneliti sudah menganalisis

kemampauan pemahaman Fitri dalam membedakan antara huruf yang satu

dengan huruf yang lainnya.

2.4 Manfaat Penelitian

Dalam penyusunan penelitian ini, manfaat penelitian dibagi dua. Yakni

manfaat penelitian secara teoritis dan manfaat penelitian secara praktis. Kedua

manfaat tersebut akan dipaparkan satu per satu.

5

1..Manfaat Penelitian Secara Teoritis

Dengan adanya penelitian yang berjudul “Disleksia : Gangguan

Pengenalan Huruf Studi kasus pada Fitri kelas IB Madrasah Ibtidaiyah Negeri

Duman Kecamatan Lingsar Kabupaten Lombok Barat” ini, akan mempermudah

untuk peneliti-peneliti selajutnya sebagai referensi atau rujukan. Mengingat

penelitian seperti ini belum pernah diteliti di lingkungan Fakultas Keguruan dan

Ilmu Pendidikan (FKIP) Universitas Mataram, Jurusan pendidikan Bahasa dan

Seni.

2.. Manfaat Penelitian Secara Praktis

Manfaat praktis yang dapat diberikan dari penelitian ini kepada pihak yang

terlibat dengan objek penelitian. Yakni bagi pihak guru, sekolah, orang tua, dan

bagi penelitian selanjutnya.

1. Bagi guru Bahasa Indonesia di MI Negeri Duman, hasil penelitian ini

dapat menambah wawasan mengenai hal-hal yang berkaitan dengan

gangguan membaca dan menulis anak, sehingga dapat memilih metode

atau strategi yang tepat untuk menanganinya. Karena guru dapat

membagun minat atau motivasi anak dengan menggunakan metode yang

tepat.

2. Bagi sekolah MI Negeri Duman, penelitian ini dapat digunakan untuk

menambah informasi dalam pemilihan media yang tepat dan sesuai

dengan materi pelajaran. Selain itu, dapat mengetahui kemampuan

membaca dan menulis dari siswa yang ada di sekolah tersebut.

6

3. Bagi subjek penelitian, penelitian ini dapat digunakan untuk mengetahui

kemampuan anak dalam membaca dan menulis. Selain itu, dengan adanya

penelitian ini, akan menambah minat anak untuk tetap belajar membaca

dan menulis.

4. Bagi peneliti lain, hasil penelitian ini dapat dipergunakan sebagai referensi

penelitian lebih lajut yang berhubungan dengan gangguan membaca dan

menulis yang dialami pada anak yang mengalami kesulitan belajar

dysleksia.

5. Bagi orang tua, hasil penelitian ini dapat dijadikan acuan atau pun

pedoman untuk mengetahui gangguan yang dialami anak dalam membaca

dan menulis. Selain itu, dapat mengetahui bagaimana penyebab,

pencegahan, atau pun penanganan anak .

7

BAB IIKAJIAN PUSTAKA

2.1 Penelitian Terdahulu

Penelitian mengenai studi kasus sudah sangat jarang dilakukan oleh

mahasiswa program studi pendidikan bahasa sasra Indonesia di universitas

Mataram. Jika pun ada hanya terbatas kepada bahasa kedua (B2) yakni keselitan

dalam mengucapkan vocal r saja, sehingga penelitian relavan atau terdahulu

hanya terbatas yang ditemukan oleh peneliti.

Adapun persamaan penelitian ini dengan beberapa peneliti yang lainnya

yakni yang pertama penelitian yang dilakukan oleh Niky Wahyuni mahasiswa

Universitas Mataram dengan judul skripsi “Gangguan Berbahasa Verbal pada

Penyandang Down Sindrom di SLB Negeri Pembina Kota Mataram, Tahun 2012”.

Penelitian tersebut membahas tentang gangguan berbahasa verbal yang dialami

oleh anak pada penyandang sindrom down. obejek kajiannya adalah dua anak

yakni Ivana dan Naufal kelas I SDLB C SLB Negeri Pembina Kota Mataram. Ia

melihat bagaimana kemampuan serta perkembangan dari kedua anak tersebut

dalam menangkap informasi verbal yang diberikan guru kepadanya.

Adapun perbedaan penelitian ini dengan penelitian yang dilakukan oleh

Niky adalah dari segi objek kajiannyanya yakni, peneliti meneliti anak yang

mengalami kesulitan belajar spesifik (learing disability) yang menyebabkan

kesulitan dalam mengenal huruf. Sedangkan Niky menganalisis tentang gangguan

berbahasa verbal pada anak berkebutuhan khusus yakni down sindroam.

8

Selanjutnya penelitian yang kedua yakni penelitian yang dilakukan Joan

Winstia Lennova Putri, mahasiswa Muhamadiah Surakarta 2012 yang berjudul

“Penanganan Anak Disleksia Usia 5- 6 Tahun dengan Metode Fernald di Tk

Pertiwi 1 Gawan, Kecamatan Tanon, Kabupaten Sragen”. Di dalam penelitian

yang dilakukan oleh Winstia ini mencoba untuk menangani anak penderita

disleksia yang sulit dalam membaca, Winstia menggunakan metode Fernald untuk

mengatsi anak yang mengalami kesulitan dalam membaca. Hasil penelitiannya

membuktikan bahwa dengan mengguankan metode Fernald, perkembangan anak

disleksia di TK Pertiwi dapat lebih maju dibandingkan dengan metode tradisional

yang digunakan sebelumnya.

Adapun persamaan penelitian ini dengan penelitian yang dilakukan oleh

Winstia adalah dari segi objek kajiannya yakni pada anak yang mengalami

gangguan membaca. Perbedaannya adalah, jika winstia meneliti cara menangani

anak penderita disleksia atau yang mengalami gangguan membaca menggunakan

metode Fernald. Peneliti justru meneliti gangguan membaca dan menulis pada

Fitri dengan menggunakan studi kasus, yakni meneliti secara mendalam dan

menyeluruh terkait objek yang diteliti. Selain itu, Winstia meneliti anak yang

berumur 5-6 tahun, sedangkan peneliti meneliti anak yang berumur 8 tahun, yakni

pada anak sekolah dasar (SD/MI).

2.2 Landasan Teori

Adapun landasan teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah

gangguan berbahasa, kesulitan belajar, penyebab kesulitan belajar, hakikat

membaca, disleksia , disleksia sesuai teori kogniti dan teori sensori-motorik,

9

hakikat menulis, dan kesyulitan belajar menulis. Masing-masing terdiri dari sub-

sub materi, yang akan dipaparkan satu per satu. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat

pada paparan di bawah ini:

2.2.1 Gangguan berbahasa

Proses berbahsa dimulai dengan engkode semantic, engkode gramatika,

dan engkode fonologi. Engkode semantic dan engkode gramatika berlangsung

dalam otak, sedangkan engkode fonologi dimulai dari otak lalu dilanjutkan

pelaksanaannya oleh alat-alat bicara yang melibatkan system saraf otak

(neuromiskuler) ( Sudika, 2014:71). Karena itu, dapat dikatakan bahwa bahasa

adalah proses mengeluarkan pikiran dan perasaan (dari otak) secara lisan, dalam

bentuk kata-kata atau kalimat-kalimat.

Manusia yang normal fungsi otak dan alat bicaranya tentu dapat berbahasa

dengan baik. Namun, jika mereka mengalami kelainan fungsi otak dan alat

bicaranya, tentunya akan mengalami kesulitan dalam berbahasa, baik produktif

maupun resptif. Jadi, kemampuan berbahasanya terganggu. Menurut

Abdurrahman Gangguan berbahasa adalah adanya gangguan dari salah satu

komponen bahasa seperti fonem, morfem, sintaksis, semantik, dan pragmatik.

Jika terjadi gangguan dari salah satu komponen, maka akan terjadi ganggua

berbahasa.

Gangguan berbahasa secara garis besar dibagi dua. Pertama, gangguan

akibat faktor medis dan kedua, akibat faktor lingkungan sosial (Sudika,

2014:72). Gangguan berbahasa akibat faktor medis disebabkan karena kelainan

fungsi otak maupun kelainan alat-alat bicara. Secara medis menusut Sidharta

10

(dalam Sudika, 2014:72) gangguan berbahasa dibedakan menjadi tiga golongan,

yaitu 1) gangguan berbicara, 2) gangguan berbahasa, 3) gangguan berfikir. Ketiga

gangguan itu masih dapat diatasi jika penderita gangguan itu mempunyai daya

dengar yang normal, jika tidak tentu menjadi sukar atau sangat sukar (Sudika,

2014:72).

Berbahasa berarti berkomunikasi dengan menggunakan suatu bahasa.

Untuk dapat berbahasa diperlukan kemapuan mengeluarkan kata-kata. Hal

tersebut tentunya daerah broca (tempan menyimpan sandi ekspresi kata-kata di

otak) dan daerah warnicke (tempat menyimpan sandi komprehensi kata-kata)

( Sudika, 2014;78).

2.2.2 Kesulitan Belajar

Sebelum membahas bagaimana kesulitan belajar membaca, terlebih

dahulu dijelaskan pengertian dari kesulitan belajar tersebut. hal itu dilakukan

karena sangat penting mengetahui definisi dari kesulitan belajar. adapun

pengertian dari kesulitan belajar adalah sebagi berikut. The united States Office

Of Education (USEO) yang dikenal dengan publik law(PL) yang identik dengan

Defnisi yang dikemukakan oleh The National Advisory Commite on Handicapped

Children. Definisi tersebut dikutip oleh Abdrurrahman (dalam Hallahan dkk).

Mengatakan kesulitan belajar adalah suatu gangguan dalam satu atau lebih dari

proses psikologis dasar yang mencakup pemahaman dan penggunaan bahasa

ujaran atau tulisan.

Menurut Shah (dalam Hidayah, 2009:161) menjelaskan bahwa kesulitan

belajar adalah proses belajar yang ditandai dengan kesulitan dalam tugas-tugas

11

akademik, baik disebabkan oleh gangguan neorologis maupun sebab-sebab lain

sehingga prestasi belajarnya rendah.

Adapun pendapat di atas dapat ditarik seksimpulan bahwa kesulitan belajar

adalah seseorang yang secara psikis dan neurologis mengalami kesulitan dalam

bidang akademik yang meliputi membaca, menulis, berhitung mapun yang

berhbungan dengan segala aspek perkembangan yang mencakup gangguan

persepsi, kognitif, gerak, bahasa, dan kesulitan dalam penyesuaian perilaku

sosial.

2.2.3 Penyebab Kesulitan Belajar

Menurut Abdurrahman penyebab utama kesulitan belajar (learning

Disability) adalah faktor internal, yaitu adanya disfungsi neurologis; sedangkan

penyebab utama problem belajar (Learning Disability) adalah faktor eksternal,

yaitu antara lain berupa strategi pembelajaran yang keliru, pengelolaan kegiatan

belajar yang tidak membangkitkan motivasi belajar anak, dan pemberian

ulangan penguatan (reinfercemant) yang tidak tepat.

Disfungsi neurologis sering tidak hanya menyebabkan kesulitan belajar

tetapi juga menyebabkan tunagrahita dan gangguan emosional. Berbagai faktor

yang dapat menyebabkan disfungsi neurologis yang pada glirannya dapat

menyebabkan kesulitan belajar antara lain adalah 1) faktor genetic, 2) luka pada

otaka karena trauma fisik atau karena kekurangan oksigen, 3) biokimia yang

hilang (misalnya biokimia yang diperlukan untuk untu memfungsikan saraf

pusat), 4) biokimia yang dapat merusak otak (zat pewarna pada makanan), 5)

penemaran lingkungan, 6) gizi yang tidak memadai, 7) pengaruh-pengaruh

12

psikologis dan sosial yang merugikan perkembangan anak (deprivasi lingkungan).

Menurut Abdurrahman (2010:13) penyebab kesulitan belajar tersebut dapat

menimbulkan gangguan dari taraf ringan hingga yang tarafnya berat. Sedangkan

menurut Syah (dalam Hidayah, 2009:164) mengemukakan bahwa faktor penyebab

kesulitan belajar dibagai tiga, yaotu faktor intern, faktor ekstern, dan faktor

khusus. Faktor intern individu yang mempengaruhi kesulitan belajar meliputi:

1. Faktor kognitif seperti rendahnya kapasitas intelektual

2. Faktor efektif antara lain disebabkan labilnya emosi dan sikap

3. Faktor yang bersifat psikomotor antara lain terganggunya alat-alat indera

pengelihat dan pendengar.

Selain itu, Syah (dalam Hidayah, 2009:164) juga menjelaskan bahwa faktor

eksternal penyebab kesulitan belajar meliputi semua situasi dan lingkungan yang

tidak mendukung aktivitas belajar peserta didik, yang meliputi

1. Lingkungan keluarga, contohnya pendidikan orang tua, ekonomi orang tua

2. Lingkungan masyarakat

3. Lingkungan sekolah

Adapun faktor khusus kesulitan belajar yang dikemukakan oleh Syah adalah

sebagai berikut:

1. Disleksia : ketidakmampuan belajar membaca

2. Disgrafia : ketidakmampuan belajar menulis

3. Diskalkulia : ketidakmampuan belajar matematika

13

2.2.4 Hakikat membaca

Kemampuan membaca merupakan dasar untuk menguasai berbagai

bidang ilmu pengetahuan. jika anak pada usia sekolah permulaan tidak memiliki

kemampuan membaca, maka ia akan banyak mengalami kesulitan dalam

memahami bidang studi yang lainnnya. Seperti yang dikatakan oleh Lerner

(dalam Abdurrahman, 2010:200) bahwa anak harus belajar membaca, agar ia

dapat membaca untuk belajar. Artinya jika anak pandai dalam membaca, maka ia

akan dapat mempelajari ilmu-ilmu yang lainnya. Selain itu, skymata yang ada di

dalam otaknya pun akan bertambah.

Membaca tentunya tidak hanya terdiri dari aktivitas motorik dari mulut

dalam mengeluarkan artikulasi saja, melainkan membaca terdiri dari kemampuan

dalam memaknai atau memahamai bahan bacaan yang dibacanya. Kemampuan

memahami bacaan adalah hal yang utama, karena akan sia-sia kita membaca jika

kita tidak dapat memahami bacaan yang kita baca. Hal itu sesuai yang dikatakan

oleh Broto (dalam Abdurrahman, 2010:200) bahwa membaca bukan hanya

mengucapkan lambang-lambang bunyi bahasa saja, melainkan juga memahami isi

dari bahan bacaan.

Meskipun tujuan membaca adalah untuk memahami isi baaan. Tujuan

tersebut bukanlah sepenuhnya dapat diapai oleh anak terutama pada saat awal

belajar membaca. Banyak anak yang dapat membaca secara lancar suatu bahan

bacaan, tapi tidak dapat memahami isinya. Hal itu sudah sangat jelas bahwa

kemampuan membaca tidak hanya terkait dengan kematangan motrorik mata,

tepai terhadap penrkembangan kognitirf.

14

Menurut Harris (dalam Adurrahman 2010: 201) ada lima tahap

perkembangan membaca, yaitu 1) kesiapan membaca, 2) membaca permulaan , 3)

keterampilan membaca cepat, 4) membaca luas, dan 5) membaca sesungguhnya.

Kesiapan membaca umumnya dimulai sejak anak masuk kelas satu SD. Menurut

Kirk, dkk (dalam Abdurrahman, 2010 :201) menyebutkan delapan faktor yang

akan memberikan keberhasilan dalam belajar membaca, yaitu 1) kematangan

mental, kemampuan visual, kemampuan mendnegarkan, perkembanagan wicara

dan bahasa, keterampilan berfikir dan perhatian, perkembangan motorik,

kematangan sosial dan emosional, dan motivasi dan minat.

Tahap membaca permulaan umumnya dimulai sejak anak masuk kelas satu

SD, yaitu pada saat berusia sekitar enam tahun. Meskipun demikian, ada anak

yang sudah belajar membaca lebih awal dan ada pula yang baru belajar membaca

pada usia tujuh atau delapan tahun. Pada tahap ini anak sudah mulai

diperkenalkan mengenai simbul atau huruf, kata, dan kalimat. namun hal itu

masih menjadi perdebatan, ada yang mengatakan bahwa pada tahap ini anak mulai

diperkenalkan mengenai simbol dan ada juga yang mengatakan dimulai dengan

peneganalan kata dan kalimat. Menurut Mercer (dalam Abdurrahman, 2010:200)

mengatakan bahwa penagajaran atau pengenalan simbol atau huruf lebih unggul

dari pada penagajaran yang menekankan terhadap kata atau kalimat.

Tahap keterampilan membaca cepat atau membaca lancar umumnya

terjjadi pada saat anak-anak duduk di kelas dua atau tiga. Untuk mennguasai

keterampialn membaca cepat diperlukan pemahaman tentang hubungan simbol-

buny. Tahap membaca luas umumnya terjadi pada saat anak-anak telah duduk di

15

bangku kelas empat atau lima SD.pada tahap ini anak-anak gemar dan menikmati

sekali membaca. Mereka umunya membaca buku-buku cerita atau majalah dengan

penuh minat sehingga pelajaran membaca dirasakan sangat mudah.

Dari uraian yang telah dikemmkakan maka dapat disimpulkan bahwa

hakikat membaca adalah untuk memahami isi bacaan. Meskipun demikian untuk

sampai pada tahap tersebut, ada tahapan-tahapan kemampuan membaca yang

perlu dikuasai atau dilalui terlebih dahulu.

2.2.5 Disleksia

Disleksia berasal dari bahasa Yunani, yaitu dys yang berati kesulitan

dan lexis berarti leksikon. Secara bahasa disleksia berarti kesukaran dalam

bahasa, Ott ( dalam dalam Sheila dan Roslan: 2006). Sedangkan menurut

Susanto, Teguh (2015: 10) bahwa disleksia sebagai gangguan belajar yang

merujuk kepada ketidakmampuan seseorang dalam membaca, selain kesulitan

dalam membaca juga kesulitan dalam menulis. Susanto, Teguh (2015: 10) juga

mengatakan bahwa penyandang disleksia memiliki ketidakmampuan mengenal

huruf dan suku kata dalam bentuk tertulis. Pendapat Susanto senada dengan

pendapat Weinstein : 2008 bahwa disleksia memiliki ketidakmampuan

mengenal huruf dan suku kata bentuk tertulis atau dengan kata lain

ketidakmampuan dalam memabaca.

Menurut Thmson ( dalam Sheila dan Roslan: 2006), disleksia dikatakan

sebagai masalah kognitif. Yang mengakibatkan ingatan jangka pendek, persepsi,

auditori atauvisual, dan konsentrasinya terganggu yang digunakan ketika

membaca. Hal itu sesuai dengan penemuan Sperry dan Gazzaniga (dalam Mar’at

16

:200:84), berdasarkan penemuannya bahwa anak penderita dylekxia mengalami

kesukaran dalam mengamati dan mengingat urutan waktu (temporal

orders).temporal orders yang dipergunakan dalam membaca, oleh karena itu

apabila ada kesukaran dalam hal ini, maka akan terjadilah kesukaran dalam

membaca.

Pendapat Thomson berbeda dengan pendapat (Mar’at, 2009:83) disleksia

merupakan kesukaran dalam membaca yang tidak didasari oleh gangguan

neorologis, yang tidak memiliki kerusakan pada otak atau gangguan

organislainnya. Bryan dan bryan (dalam Mercer) dan Susanto (2015: 12)

mendefinisikan bahwa disleksia merupakan sindroma kesulitan dalam

memperlajari komponen-komponen kata dalam kalimat. Misalya anak yang telah

duduk di kelas 3 SD, tetapi dalam hal membaca masih setaraf dengan anak yang

duduk di kelas 1SD. Mereka tidak mampu mengelompokkan atau mengabungkan

fonem-fonem tulisan (the fhonemic of writing), sehingga mengalami

keterlambatan dalam membaca. Rupanya, prinsip-prinsip fonemik merupakan

faktor penting yang dapat menjadi penyebab terjadinya kearah persoalan

membaca. Begitu pun dengan objek yang akan dikaji oleh peneliti, seorang anak

yang sukar dalam membedakan fonem yang satu dengan yang lainnya. Karena

memiliki daya ingat yang cukup pendek mengakibatkannya tidak bisa mengingat

atau sukar dalam membedakan antara fonem yang satu dengan yang lainnnya.

Dari paparan di atas mengenai disleksia, maka dapat disimpulaan

kesimpulan bahwa disleksia merupakan salah satu kesulitan belajar yang

disebabkan karena kalainan fungsi otak. Kelainan fungsi otak tersebut

17

mengakibatkan ketidakmampuan atau kesulitan untuk mempersepsikan bacaan.

Karena penderita disleksia tidak mampu dalam hal membaca, ia pun akan

kesulitan dalam hal menulis. Ketidakmampuan untuk menyimpan memory

dalam jangka waktu yang cukup panjang juga mempengaruhi kesulitan dalam

memahami informasi yang diberikan kepadanya.

Anak penderita disleksia tidak sama dengan anak yang berkebutuhan

khusus. Karenaa anak penderita disleksia atau anak berkesulitan belajar spesifik

tidak diakibatkan karena kelainan gen atau diakibatkan oleh kecacatan maupun

intelegensi yang sangat rendah. Karena anak penderita disleksia lebih

disebabkan karena kelainan pada penggunaan bahasa. Selain itu, disleksia lebih

menenkankan pada proses psikologi dasar, proses tersebut lebih menekankan pada

kemampuan mental, seperti ingatan, persepsi, pendengaran, persepsi visual,

bahasa oral, dan pikiran.

Menurut Marcer (1983:309) ada empat kelompok karakteristik kesulitan

belajar membaca, yaitu berkenaan dengan 1) kebiasaan membaca, 2) kekeliruan

mengenal kata, 3) kekeliruan pemahaman, dan 4) gejala-gejala serbaneka. Anak

berkesulitan belajar membaca sering memperlihatkan kebiasaan membaca yang

tidak wajar. Mereka sering memperlihatkan adanya gerakan-gerakan yang penuh

ketegangan seperti mengernyitkan kening, gelisah, irama suara meninggi, atau

mengigit bibir.

Anak disleksia sering mengalami kekeliruan dalam mengenal kata.

Kekeliruan jenis ini mencakup penghilangan, penyisipan, penggantian,

pembalikan, salah ucap, pengubahan tempat, tidak mengenal kata, dan tersentak-

18

sentak. Gejala penghilangan tampak misalnya pada saat dihadapkan pada baaan

“bunga mawar merah” dibaca oleh anak “bunga merah”. Dan masih banyak lagi

contoh yang terkait gejala penghilangan.

Berdasarkan tabel perbandingan tiga macam assesmen informasi

analytical reading inventory oleh Wood dan Moe (1981), , Ekwall Reading

Inventory oleh Ekwall (Ekwall, 1979) dan Informal Reading Assesmenst (Burn

dan Roe, 1980) oleh Hargrove (dalam Abdurrahman, 2009:206) diperoleh data

bahwa anak disleksia mengalami berbagai kesalahan sebagai berikut:

1. Penghilangan kata atau huruf

2. Penyelipan kata

3. Penggantian kata

4. Pengucapan kata salah dan makna berbeda

5. Pengucapan kata salah tetapi makna sama

6. Pengucapan kata salah dan tidak bermakna

7. Pengucapan kata dengan bantuan guru

8. Pengulangan

9. Pembalikan kata, huruf,

10. Kurang memperhatikan tanda baca, ragu-ragu, dan tersendat-sendat

Penghilangan huruf atau kata sering dilakukan oleh anak disleksia karena

adanya kekurangan dalam mengenal huruf, bunyi bahasa (fonik), dan bentuk

kalimat. Penghilangan huruf atau kata biasanya terjadi pada pertengahan atau

akhir kata atau kalimat. penyebab lain dari adanya penghilangan tersebut adalah

19

karena anak menganggap huruf atau kata yang dihilangkan tersebut tidak

diperlukan.

Penyelipan kata terjadi karena anak kurang mengenal huruf, membaca

terlalu cepat, atau biasanya karena melampaui kecepatan membacanya.

Penggantian kata merupakan kesalahan yang banyak terjadi. Hal ini mungkin

disebabkan karena anak tidak memahami kata tersebut sehingga hanya menerka-

nerka saja.

Pengucapan kata yang salah terdiri dari tiga macam , 1) pengucapan kata

yang salah makna berbeda, 2) pengucapan kata salah makna sama, dan

3)penguapan kata salah tidak bermakna. Keadaan seperti ini dapat terjadi karena

anak tidak mengenal huruf sehingga menduga-duga saja, mungkin karena

membaca terlalu cepat, karena perasaan tertekan, takut kepada guru, atau

perbedaan dialek anak dengan bahasa Indonesia yang baku.

Pengucapan kata dengan bantuan guru terjadi jika guru ingin membantu

anak melafalkan kata-kata. Hal ini terjadi karena sudah beberapa menit ditunggu

ana belum juga melafalkan kata-kata yang diharapkan. Ana yang memerlukan

bantuan semacam itu biasanya karena kekurangan dalam mengenal huruf atau

karena takut risio jika terjadi kesalahan. anak semacam ini biasanya juga memiliki

kepercayaan diri yang kurang, terutama pada saat menghadapi tugas membaca.

Pengulangan dapat terjadi pada kata, suku kata, atau kalimat. hal itu terjadi

mungkin karena kurang mengenal huruf sehingga harus memperlambat membaca

sambil mengingat-ingat huruf yang kurang dikenal tersebut. kadang-kadang anak

sengaja mengulang kalimat untuk lebih memahami arti kalimat tersebut.

20

Pembalikan huruf terjadi karena anak bingung posisi kiri-kanan, atau atas-

bawah. Pembalikan terjadi terutama pada hruuf-huruf yang hampir sama seperti d

dengan b. p dengan q, m dengan n atau w.

Pembetulan sendiri dilakukan oleh anak jika ia menyadari adanya

kesalahan. karena kesadaran akan adanya keslahan, anak lalu mencoba

membetulkan sendiri bacaan. Anak-anak yang ragu terhadap kemampuanny sering

membaca dengan tersendat-sendat. Murid yang ragu-ragu dalam membaca sering

dianggap bukans sebagai kesalahan. meskipun demikian guru umumnya berupaya

untuk memperbaiki karena dianggap sebagai kebiasaan yang tidak baik. Keraguan

dalam membaca juga sering disebabkan anak kurang mengenal huruf atau karena

kekurangan pemahaman.

Berbagai kesulitan belajar membaca yang telah dipaparkan di atas pada

dasarnya bersumber pada ketidakmampuan anak dalam mengenal huruf atau

fonem. Kekurangan ia dalam membedakan antara huruf yang satu dengan huruf

yang lainnya membuatnya sulit dalam membaca kata. Karena pada dasarnya kata

terdiri dari susunan huru-huruf. Artinya jika anak belum bisa menguasai atau

membedakan antara huruf yangs satu dengan yan lainnya membuatnya sulit dalam

untuk membaca satuan yang lebih besar yakni kata atau kalimat.

Menurut jabatan pendidikan khas, kementrian pelajaran Malaysia (dalam

Sheila dan Roslan: 2006), bahwa disleksia diseabkan karena gangguan fonologi,

masalah fonologi tersebut mengakibatkan anak mengalami:

1. Keliru dengan huruf yang seakan-akan sama contoh: h-n, c-e, f-t,g-q

2. Keliru denga bentuk huruf yang terbalik, contoh w-m, h-y, u-n

21

3. Keliru dengan huruf yang songsang,contoh: p-q, b-d

4. Keliru dengan bentuk huruf-huruf yang seakan-akan sama, contoh b-d, p-

q, m-n

5. Keliru menyebut bunyi satu suku, contoh: lari disebut lali

6. Keliru menyebut nama huruf yang seakan-akan sama bentuk contoh, n-h,

m-n, i-j, c-e

7. Menyebut nama huruf mengikuti bunyi dalam bahasa ibu

8. Tidak berupaya menyebut bunyi awal konsonal yang berbanding dengan

sy, ng, dan ny.contoh, syak dibaca”sak”

9. Tidak mengikuti setengah bunyi huruf,contoh pekak disebut peka, marah

disebut mara

10. Bisa mengeja tetapi tidak dapat menyebut perkataan atau mengulangna

kembali.

Adapun menurut Anggara, B (2015: hal. 14) membagi ciri-ciri disleksia ke

dalam 2 usia. Yakni pada usia pra-sekolah dan usia sekolah dasar. Adapaun pada

usia pra-sekolah memiliki ciri-ciri sebagai berikut.

a. sulit mengingat nama atau sebuah objek

b. perkembangan kemampuan berbahasa yang terlambat

c. senang dibacakan buku, tetai tidak tertarik pada huruf ataupun kata-kata

d. sulit utuk berpakaian. Sedangkan untuk usia sekolah dasar memiliki ciri-

ciri sebagai berikut

1. sulit membaca dan mengeja

2. sering tertukar huruf atau angka

22

3. sulit mengingat alfabet atau mempelajari tabel

4. sulit mengerti tulisan yang dibaca

5. lambat dalam menulis

6. sulit berkonsentrasi

7. susah membedakan kanan dan kiri, atau urutan hari dalm sepekan

8. percaya diri yang rendah

9. kesulitan dalam berpakaian

2.2.6 Jenis-jenis Disleksia

Menurut Susanto, Teguh (2015: hal 28) dan Angaran (2015:hal.39) secara

garis besar membagi disleksia menjadi beberapa jensi, yaitu.

1. Disleksia visual

Disleksia jenis ini disebabkan oleh adanya gangguan fungsi otak di bagian

belakang yang dapat menimbulkan ganggua persepsi visual dan memori

visual. Contohnya, seseorang mengalami kesulitan membaca atau menulis

huruf yang bentuknya mirip sehingga sering terbalik antara huruf m

dengan w, huruf u dengan n, dan sebagainya Shanty, Meita ( 2015:6).

2. Disleksia Auditoris

Pada disleksia auditori, penderitanya mengalami kesulitan untuk

mengingat bunyi abjad atau huruf serta perkataan. Penderita disleksia tipe

ini juga kesulita dalam membedakan bunyi huruf vokal dan konsonan,

Susanto, Teguh (2015:hal.28).

3. Disleksia visual-auditori

23

Tipe yang ketiga adalah tie kombinasi, visual-auditori. Penderitanya

mengalami kesulitan untuk mendengar dan melihat yang disebabkan oleh

kelemahan dalam memproses tulisan secara auditori dan visual.

2.2.7 Disleksia : Pendekatan Teori Kognitif dan Teori sensori Motorik

A. Pendekatan Teori Kognitif

Gangguan kesulitan membaca atau disleksia menurut tokoh biologi

terletak pada gangguan fungsi otak, pada belahan otak sebelah kiri, dan terkadang

otak di belahan otak kanan. Perkembangan disleksia dalam bahasa yang berbeda

bersumber dari biologis: gangguan pada otak kiri yang berhubungan denagn

proses fonologi. Jika seseorang mengalami gangguan pada otak sebelah kiri, maka

ia akan kesulitan dalam proses fonologi.

Banyak studi yang menunjukkan bahwa keterampilan fonologi bisa

memprediksi penguasaan membaca, tidak hanya dalam bahasa Inggris tetapi juga

dalam bahasa China Ho dan Bryant (dalah Hidayah : 2009 : 187). Sedangkan

menurut Torgesen (dalam Hidayah 2009: 187) menjelaskan bahwa

ketidakmampuan membaca disebabkan oleh kelemahan dalam kemampuan untuk

memperoses fonologi bahasa. Adapun pendekatan teori yang berhubungan dengan

studi disleksia:

1. Pendekatan teori kognitif

Pendekatan kognitif diajukan oleh Piaget, yang memandang kemampuan

berbahasa sebagai salah satu kemampuan yang berkembang dari proses

pematangan kognitif. Menurut Piaget (dalam Hidayah, 2009: 187) ada tiga hal

24

pokok dalam perkembangan bahasa lisan dan tulisan, yaitu 1) proses fonologis,

yaitu mengenal dan memprodusksi suara, 2) semantik, yaitu pengertian kata-kata,

dan 3) sintaksis, yaitu pengaturan kata-kata untuk membentuk suatu kalimat yang

dapat dimengerti.

Teori kognitif terbagai menjadi dua teori yaitu, a) phonological deficit

thory, dan b) double defiity theory.

a.hTeori Deficit Fonologi (Phonological Defiity Theory)

Teori ini pertama kalinya ditemukan oleh Pringle-Morgan pada tahun

1896. Teori ini menganggap bahwa orang yang mengalami disleksia mempunyai

kelemahan fonologi yang menyebabkan kesulitan dalam menggambarkan fonem

Coleman (dalam Hidayah, 2009:188).penyebab disleksia bersifat tunggal yaitu

pada kelemahan fonologi dan menganggap gejala lain tidak mempengarhi

kesulitan membaca.

b..Phonological Recording in Lexial Acces

Orang yang mengalami disleksia mengalami kesulitan dalam recording,

kesulitan merekam tulisan kata dalam bunyi, cepat menamai objek, warna, dan

berbagai macam stimulus. Orang-orang disleksia mempunyai problem khusus

dalam menggambarkan ingatan suara, yang berakibat pada problem dalam

meletakkan suara ke dalam huruf. Teori ini didukung dengan observasi yang

menunjukkan bahwa orang disleksia mempunyai kesulitan dalam menyimpan

kata-kata dalam memori jangka pendek, dan memisahkannya ke dalam fonem

Ramus (dalam Hidayah , 2009:193).

25

c..Verbal Short Term Memory Difisit/ Ingatan verbal Jangka Pendek

Orang yang mengalami disleksia memiliki ingatan verbal dalam jangka

yang pendek. Faktor-faktor yang mempengaruhi kemampuan mengingat kosakata

adalah ingatan.

2..Double Deficit Theory

Teori ini adalah kerikan dari fhonological defiit theory yang mengatakan

bahwa kerusakan kognitif sebagai penyebab dislesksia pada anak-anak dan orang

dewasa. Akan tetapi, teori ini gagal untuk melaporkan banyak gejala yang mencul

pada sebagaian besar penderita disleksia, dan banyak kasus ternyata anak disleksia

bukan hanya mengalami kelemahan fonologi.

Wolf dan Blower (dalam Hidayah, 2009:200) mengajukan teori double

deficit. Teori ini muncul akibat bertambahanya jumlah anak-anak disleksia yang

tidak sempa didiagnosa kerena gejala-gejala yang muncul pada mereka hanya

dianggapa sebagai bagaian dari kelemahan fonologi. Teori double deficit theory

menunjukkan bahwa ada dua jenis pembaca dislesia:

a. Disleksia yang memiliki kelemahan tunggal ( kecepatan menamai atau

kelemahan fonologi)

b. Disleksian yang memiliki kelemahan ganda (kecepatan menamai dan

kelemhana fonologi). Lebih lanjut dijelaskan bahwa anak-anak disleksia

rata-rata mempunyai kelamahan dalam satu bidang tersebut atau kedua-

duanya.

Melalui berbagai penelitian yang telah ditemukan oleh Hidayah

(Psikologi pengasuahan anak , 2009:201) , ditemukan bahwa kelemahan fonologi

26

hanyalah salah satu sebab gangguan membaca,dan kelemahan menamai dengan

cepat merupakan problem utama bagi pembaca disleksia.

B. . Teori visual-Auditory Sensori Motorik

Pendekatan teori sensori motorik secara ringkas dibahas dalam tiga teori

berikut, a) temporal processing theory (auditori), b) magnoceller theory ( visual),

dan c) cerebellar dysfunction (motorik). Ketiga teori tersebut akan dibahas satu

per satu.

1..Teori Proses Temporal

Salah satu penemuan terpenting dari wilayah kognitif yang berkaitan

dengan dislesksia adalah bahwa kelemahan inti belajar membaca bersumber dari

fonologi, dan kelemahan pendengaran, ketimbang persepsi visual Habib (dalam

Hidayah, 2009:206). Teori ini mendamaikan antara teori fonological deficit dan

visual deficit. Teori ini membuktikan bahwa perbedaan level dari kerusakan yang

dilaporkan, melibatkan proses otak dari bermacam-macam stimulus. Dengan kata

lain, otak dari anak dysleksia tidak bisa memperoses secara cepat perubahan atau

stimulus baik secara auditory maupun visual.

Studi temporal telah dilakukan oleh Tall dan Collegues (dalam Hidayah,

2009:205) menurutnya problem bahasa anak-anak berasal dari ketidakmampuan

mereka untuk merasakan elemen-elemen akustik secara cepat, yang di dalamnya

terkandung pembicaraan manusia. Berbagai penelitian juga menunjukkan bahwa

kelemahan auditory dapat menjadi akibat adanya disleksia pada seseorang. Seperti

penelitian yang dilakukan oleh Wolfoang (dalam Hidayah, 2009:208) penelitian

eksperimen training kombinasi keterampilan fonologi, pemahaman huruf,

27

pelatihan huruf-suara menunjukkan efek yang paling kuat pada keterampilan

membaa dan mengeja di kelas 1 dan 2.

2. Magnocellular Theory

Teori ini didasarkan pada pembagian system visual ke dalam 2 jalur, yaitu

magnocellular dan parfocellular Stein (dalam Hidayah, 2009:209). Teori ini

memagang prinsip bahwa sisitem magnocellular pada orang disleksia itu tidak

normal, yang menyebabkan keulitan dalam beberapa aspek dari persepsi visual,

dan control binocular sehingga menyebabkan kesulitan dalam membaca.

Lebih jauh, teori ini mengusulkan bahwa orang yang menderita disleksia

disebabkan oleh kelemahan pendengaran dan kelemhaan proses fonologi berasal

dari kelemahan yang lebih fundamental yaitu kelemahan proses auditory. teori ini

dapat dilihat pada anak-anak disleksia dapat melihat dengan baik, tetapi tidak

dapat membedakan, membuat interpretasi atau mengingat perkataan yang

didengar.

Pada perkembangannya, teori ini menggambungkan antara teori temporal

dan teori cerebal. Pendapat teori ini bahwa disleksia juga merupakan akibat dari

gangguan visual, gangguan auditori, dan fungsi motorik.

3. Cerebellar Theory

Kelemahan cerebellar merupakan kelemahan fonologi. Pada saat

bersamaan magnocellular menyatakan bahwa beberapa anak disleksia

menunjukkan abnormalitas magnocellular dan cerebellar yang merupakan

kelemahan dari fonologi. Fungsi dari cerebellum (otak kecil sebelah belakang,

yang menguasai koordinasi otot-otot) adalah untuk mengatur dan mengkoordinasi

28

gerakan, gaya, dan keseimbangan; control gerakan otot dan bunyi mengatur

tingkat gerakan yang disengaja.

2.3 Hakikat Menulis

Menurut Lerner (dalam Abdurrahman, 2010:224) mengatakan bahwa

menulis adalah menuangkan ide ke dalam suatu bentuk visual. Segala idea tau

gagasan yang ada di dalam pikiran dituangkan dalam bentuk kata-kata atau

kalimat-kalimat. sedangkan menurut soemarmo (dalam Abdurrahman, 2010:224)

dikatakan bahwa menulis adalah pengungkapan bahasa dalam symbol gambar.

Dalam hal ini Soemarmo menjelaskan bahwa pengungkapan segala bahasa

dilakukan melalui symbol gambar.

Pendapat Soemarmo berbeda dengan pendapat Tarigan yang mengatakan

bahwa menulis adalah penurunan atau pelukisan lambang-lambang grafik yang

menggambarkan suatu bahasa yang di pahami oleh seseorang, sehingga seseorang

dapat membaca lambang tersebut. menurut Poteet (dalam Abdurrahman,

2010:224) menjelaskan bahwa menulis merupakan penggambaran visual tentang

pikiran, perasaan, dan ide dengan menggunakan symbol-simbol system bahasa

penulisnya untuk keperluan komunikasi atau mencatat. Dari pengertian menulis

menurut beberapa ahli tersebut dapat disimpulkan bahwa menulis adalah suatu

proses penggambaran pikiran dan ide ke dalam simbol-simbol bahasa agar dapat

dipahami oleh diri sendiri maupun orang lain.

29

2.3.1 Kesulitan Belajar Menulis

Proses belajar menulis melibatkan rentang waktu yang panjang. Proses

belajar menulis tidak dapat dilepaskan kaitannya dengan proses belajar berbicara

dan membaca. Karena kemampuan menulis merupakan salah satu dari keempat

keterampilan yang harus dimiliki oleh seseorang. Jika seseorang mengalami

kesulitan dalam menulis tentunya ia tidak dapat menginterpretasi segala perasaan

yang ada di pikirannya. kesulitan belajar menulis banyak ditemukan pada anak

permulaan sekolah dasar (SD). Oleh karenananya sangat perlu pembelajaran sejak

dini.

Pembelajaran menulis dimulai dengan penulisan menggunakan tangan

atau menulis permulaan, mengeja, dan menulis ekspresif, Abdurrahman,

2010:227). Masing-masing pembelajaran menulis tersebut akan dipaparkan satu

per satu.

2.3.2 Menulis Permulaan

Sejak awal masuk sekolah anak harus belajar menulis tangan atau belajar

permulaan. kemampuan ini merupakan prasyarat untuk belajar berbagai bidang

studi yang lain. Kesulitan menulis permulaan tidak hanya menimbulkan masalah

bagi anak tetapi juga guru. Tulisan yang tidak jelas misalnya, baik anak maupun

guru tidak dapat membaca tulisan tersebut.

Menurut Lerner (dalam Abdurrahman, 2010: 227) menyebutkan ada tujuh

faktro yang mempengaruhi kemampuan anak untuk menulis. Faktor-faktor

tersebut antara lain 1) Motorik, 2) Perilaku, 3) Persepi, 4) Memori, 5)

30

Kemampuan melaksanakan cross modal, 6) Penggunaan tangan yang dominan,

dan 7) Kemampuan memahami instruksi.

Anak yang perkembangan motoriknya belum matang atau mengalami

gangguan akan mengalami kesulitan dalam menulis, tulisannyatidak jelas,

terputus-putus, atau tidak mengikuti garis. Selanjutny anak yang hipeaktif atau

yang perhatiannya mudah teralihkan, dapat menyebabkan tulisannya terhambat.

Sedangkan akan yang mengalami gangguan persepsi visualnya, anak akan

kesulitan dalam membedakan bentuk-bentuh huruf yang hampir sama seperti d

dengan b, p dengan q, h dengan n, atau m dengan w . selain itu, jika persepi

auditorinya terganggu, anak akan mengalami kesulitan dalam menulis kata-kata

yang diuapkan oleh guru. Gangguan memori juga dapat menjadi penyebab

terjadinya kesulitan menulis, karena anak tidak mampu mengingat apa yang akan

ditulis., jika gangguan menyangkut ingatan visual, maka anak akan sulit untuk

mengingat huruf atau kata; dan jika gangguan tersebut menyangkut memori

auditori, maka anak akan kesulitan dalam menuli kata-kata tau huruf-huruf

yangbaru saja diucapkan oleh guru. Kemampuan melaksanakan cross modal

menyangkut kemampuan mentransfer dan mengorganisasikan funsi visual ke

motroik. Ketidakmampuan di bidang ini dapat menyebabkan anak mengalami

gangguan koordinasi mata-tangan sehingga tulisan menjadi tidak jelas, terputus-

putus, atau tidak mengikuti garis lurus. Anak yang tangan kirinya lebih dominan

atu kidal menyebabkan tulisannya juga sering terbalik-balik dan kotor.

Ketidakmampuan memahami instruksi dapat menyebabkan anak sering keliru

menulis kata-kata maupun huruf-huruf yang sesuai dengan perintah guru.

31

Kesulitan belajar menulis sering dikaitkan dengan kesulitan belajar

membaca. Karena kedua jenis kesulitan tersebut sesungguahnya saling terkait satu

sama lain. Jika seseorang mengalami gangguan dalam membaca, tentunya ia juga

akan mengalami kesulitan dalam menulis. Seperti yang dikatakan oleh Tarigan,

2008:11) bahwa hubungan antara membaca dan menulis seperti hubungan antara

pembaca dan penulis.

2.3.3 Mengeja

Mengeja pada hakikatnya adalah memproduksi urutan huruf yang beanr,

baik dalam bentuk ucapan maupun tulisan dalam suatu kata. Perbedaan urutan

huruf akan menghasilkan kata yang berbeda makna atau mungkin tidak bermakna.

Contohnya seperti kata ibu dan ubi, kedua kata tersebut memiliki huruf yang

sama. Akan tetapi karena terletak dalam urutan yang berbeda, maka memiliki arti

yang berbeda pula. Oleh karenanya, jika sesorang belum mampu mengurutkan

suatu huruf menjadi kata, maka ia akan mengalami kesulitan dalam menulis.

2.3.4 Menulis Ekspresif

Menurut Abdurrahman, 2010: 231) yang dimaksud dengan menulis

ekspresif adalah menulis untuk mengungkapkan segala pikiran atau perasaanke

dalam suatu bentuk tulisan. Menulis ekspresif juga disebut mengarang atau

komposisi, Hallahan, dkk (dalam Abdurrahman, 2010: 231).

Agar dapat menulis ekspresif seseorang harus lebih dulu memiliki

kemampuan berbahsa ujaran, membaca, mengeja, menulis dengan jelas, dan

memagamni aturan yang berlaku sesuai jenis penulisan. Jika seseorang mengalami

32

gangguan dalam masig-masing tahap-tahap tersebut, maka ia tdak dapat menulis

ekspresif.

2.4 Asesmen Kesulitan Menulis Permulaan )

Untuk mengetahui apakah anak mengalami kesulitan menulis permulaan,

dapat dilakukan observasi terhadap kebiasaannya dalam menulis. Adapun cara-

cara yang dapat dilakukann adalah sebagai berikut:

1. Menulis dari kiri ke kanan

2. Memegang pensil dengan benar

3. Menulis huruf-huruf

4. Menyalin kata-kata dari papan tulis ke buku atau kertas

5. Menulis pad agaris yang tepat

a. Assessment Kesulitan Mengeja

Untuk mengetahui anak dalam mengeja dapt dilihat adanya berbagai

kesalahan pada tulisan mereka. Adapun berbagai kesalahan yang sering dilakukan

oleh anak-anak dalam mengeja adalah:

1. Pengurangan hruf

2. Menerminkan dialek

3. Menerminkan kesalahan ucap

4. Pembalikan huruf dalm kata

5. Pembalikan konsonan

6. Pembalikan konsonan atau vocal

7. Pembalikan suku kata

33

2.4.1 Asesmen Kesulitan Menulis Ekspresif

Untuk menegtahui kemampuan menulis ekspresif anak-anak SD Johnson

(dalam Abdurrahman, 2010: 234) mengembangkan instrument informal yang

meminta anak-anak menuliskan suat cerita yang mencakup bagian permulaan,

pertengahan, adan akhir. Berdasarkan tulisan cerita tersbeut gru melakukan

evaluasi berdasarkan:

1) Panjang karangan

2) Ejaan, tanda, dan tata bahasa

3) Kematangan dan keabstrakan tema

4) Bentuk tulisan tangan dan huruf

5) Panjang kalimat an perkembanagn perbedaharaan kata

34

BAB IIIMETODE PENELITIAN

3.1 Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan adalah kualitatif. Penelitian kualitatif

adalah suatu pendekatan yang juga disebut pendekatan investigasi karena peneliti

mengumpulkan data dengan cara bertatap muka langsung dan berintraksi dengan

orang-orang di tempat penelitian Mcmillan dan Schumacher (dalam Syamsydin

dan Damaianti, 2011:73). Data-data yang diperoleh tersebut akan dideskripsikan

berupa kata-kata, kalimat, maupun gambar.

3.2.Data dan Sumber Data

3.2.1Data

Data adalah semua informasi atau bahan yang disediakan alam yang harus

dicari atau dikumpulkan oleh peneliti Subroto (dalam Musaddat,63). Data dalam

penelitian ini adalah ganguan membaca dan menulis yang dialami oleh Fitri

terkait bagaimana pengenalannya terhadap huruf yang satu dengan hurufyang

lainnya.

3.2.2 Sumber Data

Sumber data adalah subjek tempat asal data dapat diperoleh, dapat berupa

bahan pustaka, atau orang Cik hasan basri (dalam Mahmud, 2011:150). Menurut

Mahmud (2011:152) membagi suber data menjadi dua, yakni suber data primer

dan sumber data skunder. Sumber data primer adalah sumber data yang langsung

dikumpulkan peneliti dari objek penelitian. Dalam penelitian ini sumber data

primer adalah hasil tes atau observasi gangguan membaca dan menulis pada Fitri

35

siswi kelas satu MI Negeri Duman, yang lahir pada tanggal 16 bulan September

tahun 2008. Yang merupakan anak bungsu dari pasangan Susah dan Iman.

Menurut Mahmud , 2009:153mengatakan bahwa sumber data sekunder

adalah sumber data yang tidak didapatkan dari sumber pertama, atau sebagai

sumber data tambahan yang akan menunjang data pokok. Dalam penelitian ini,

sumber data sekunder adalah hasil wawancara peneliti terhadap guru, keluarga,

dan teman-teman dari Fitri. Hasil wawancara tersebut digunakan sebagai data

penunjang dari data pertama.

Adapun sumber data yang digunakan oleh peneliti adalah hasil tes atau

observasi gangguan membaca Fitri, wawancara dengan beberapa guru, orang tua,

dan teman.

3.3.Metode dan tekhnik pengumpulan data

3.3.1.Metode simak

Dalam penelitian ini data akan dikumpulkan menggunakan metode simak.

Metode simak adalah metode yang digunakan untuk memperoleh data yang

dilakukan dengan menyimak penggunaan bahasa Mahsun, 2005:90). Dalam hal

ini peneliti akan menyimak bagaimana gangguan membaca dan menulis pada Fitri

dengan memperhatikan pola-pola pengenalannya terhadap huruf-huruf.

Adapun tehnik dalam metode simak adalah dengan menggunakan tehnik

sadap sebagai tehnik dasarnya, dan tehnik pencatatan sebagai tehnik lanjutan

(Mahsun, 2005: 91). Tehnik sadap disebut sebagai tehnik dasar dalam metode

simak karena pada hakikatnya penyimakan diwujudkan dengan penyadapan.

Dalam arti, peneliti akan menyadap gangguan membaca dan menulis pada Fitri.

36

Lalu diikuti dengan tehnik lanjutan pencatatan pola-pola gangguan pengenalan

huruf yang dialami oleh Fitri .

Adapun tehnik pengumpulan data yang lainnya yakni wawancara dan

dokumentasi. Kedua tehnik ini dianggap perlu dilakukan oleh peneliti sebagai

peunjang data pertama.

3.3.2.Wawancara

Wawancara adalah intraksi antara dua orang atau lebih untuk mendapatkan

suatu informasi. Wawancara ini dilakukan kepada guru, teman, dan orang tua.

Ketiga narasumber diwawancara untuk menambah atau melengkapi data yang

didapat atau data pokok.

3.3.3.Dokumentasi

Dokumentasi adalah tehnik yang digunakan untuk mengumpulkan data

berupa gambar-gambar atau fhoto-fhoto. Dalam hal ini, peneliti akan

mengumpulkan semua dokumen-dokumen berupa gambar atau pun fhoto kegitan

observasi dan wawancara.

3.4.Metode dan Tehnik Analisis Data

Metode yang digunakan dalam menganlisis data adalah dengan

menggunakan metode Padan Intralingual. Metode Padan intralingual adalah

metode analisis data dengan cara menghubung-bandingkan unsur-unsur yang

bersifal lingual (Mahsun, 2005:112). Unsur-unsur yang bersifat lingual

maksudnya adalah bahasa yang terdiri dari satu bahasa maupun dalam bahasa

yang berbeda. Dalam hal ini peneliti akan menganalisis satu ruang lingkup bahasa

37

yakni gangguan membaca dan menulis pada Fitri, dengan menganalisis pola-pola

gangguan pengenalan huruf-huruf yang dialmi Fitri.

Adapun tehnik yang digunakan dalam metode ini adalah dengan

menggunakan tehnik hubung banding membedakan (HBB) (mahsun, 2005 :113)

sebagai tehnik dasarnya,yakni peneliti akan hubung banding membedakan

kemampuan fitri dalam membedakan tiap hurufnya. Adapun tehnik lanjutan yang

digunakan yakni tehnik substitusional atau penggantian sebagai tehnik

lanjutannya, Sudaryanto (dalam http.// blog. Metode padan-agih.com). Metode

substitusional digunakan untuk mengganti satuan lingual, artinya peneliti akan

mensubstitusi kemampuan Fitri dalam membaca dan menulis antara huruf yang

satu dengan yang lainnya.

Alasan menggunakan metode ini adalah karena metode analisis ini

dianggap cocok dalam metode menganalisis data pada gangguan membaca dan

menulis pada Fitri. Selain itu, tujuan menggunakan metode analisis tersebut

adalah untuk hubung-banding membedakan kemampuan Fitri dalam menentukan

pola atau membedakan antara huruf yang satu dengan huruf yang lainnya.

3.5....Metode Penyajian Hasil Analisis Data

Hasil analisis akan disajikan dengan metode formal dan informal. Metode

formal adalah pendeskripsian dengan lambang-lambang atau simbol-simbol

sedangkan metode informal yaitu perumusan dengan kata-kata. Dalam hal ini

semua data yang terkumpul akan dideskripsikan menggunakan kata-kata, kalimat,

lambang-lambang dan simbol-simbol.

38

BAB IVPEMBAHASAN

Pada bab ini akan diuraikan pembahasan mengenai 1). Pola Gangguan

Pengenalan Huruf pada Fitri Siswi Kelas IB Madrasah Ibtidaiyah Negeri

Duman, dan 2). Pola Gangguan Menulis Huruf pada Fitri Siswi Kelas IB

Madrasah Ibtidaiyah Negeri Duman. Berikut akan dipaparkan satu per satu.

4.1 Pola Gangguan Pengenalan Huruf

Pola gangguan pengenalan huruf dalam pembahasan ini membahas dua

hal. Yakni, kemampuan Fitri dalam mengenal kelompok huruf vokal dan

kelompok huruf konsonan. Kedua jenis huruf tersebut, yakni huruf vokal dan

konsonan dilanjutkan dengan persilabaan atau persukuan. Hal itu dilakukan untuk

mengetahui sejauh mana kemampuan Fitri dalam mengenal huruf vokal dan

konsonan baik secara lepas maupun persilabaan.

Adapun kelompok huruf vokal yakni huruf a, i, u, e, dan o . Huruf

vokal yang sudah dapat dibedakan dilanjutkan dengan huruf vokal melalui

persilabaan. Begitu pun dengan pengenalan kelompok huruf konsonan, dibagi

menjadi beberapa kelompok huruf mirip di antaranya 1). Kelompok huruf

konsonan f , j, k, l, dan y , 2). Kelompok huruf konsonan b, d, p, dan q ,

3). Kelompok huruf konsonan n, h, v, m, dan w , dan 4). Kelompok huruf

konsonan r, s, t, g, x, dan z . Huruf konsonan yang sudah dapat dibedakan

juga dilanjutkan dengan konsonan melalui persilabaan. Tujuannya adalah

untuk mengetahui sejauh mana kemampuan Fitri dalam membedakan antara

39

huruf yang satu dengan huruf yang lainnya. Untuk lebih jelasnya akan

dipaparkan satu per satu.

4.1.1 Gangguan Pengenalan Kelompok Huruf Vokal a, i, u, e, dan o

Gangguan pengenalan huruf vokal dibagai menjadi dua sub pembahasan.

Dua sub pembahasan tersebut adalah huruf vokal tanpa persilabaan dan huruf

vokal melalui persilabaan. Untuk lebih jelasnya akan di paparkan satu per satu.

4.1.1.1 Huruf Vokal tanpa persilabaan

Huruf vokal tanpa persilabaan meliputi semua huruf vokal yakni

huruf a, i, u, e, dan o . Berdasarkan hasil observasi dan simakan yang telah

dilakukan terhadap kemampuan Fitri dalam membedakan huruf vokal

tersebut, Fitri tidak mengalami masalah dalam membedakan semua huruf

vokal. Fitri sudah dapat membedakan semua huruf vokal dengan benar, tanpa

adanya kesulitan. Sehingga dapat dilanjutkan pada tahap persilabaan.

4.1.1.2. Huruf Vokal melalui Persilabaan

Untuk mengetahui sejauh mana kemampuan Fitri dalam

membedakan huruf vokal, maka dilajutkan dengan pengenalan huruf vokal

melaui persilabaan. Persilabaan yang diberikan yakni dengan pola vokal-

konsonan (V-K). Adapun persilabaan dengan pola vokal-konsonan (V-K) yang

diberikan adalah suku is, as, om, dan es. Berdasarkan hasil observasi dan

simakan yang telah dilakukan, Fitri mengalami kesulitan dalam membaca

persilabaan dengan pola vokal-konsonan (V-K). Suku is, as, om, dan es

dibaca menjadi pola konsonan-vokal (K-V) yakni menjadi suku [ si, sa, mO, dan

sә ]. Artinya, walaupun Fitri sudah dapat membedakan vokal a, i, u, e, dan o

40

tetapi jika kelima huruf tersebut dalam pola persilabaan dengan pola vokal-

konsonan (V-K), maka dibaca menjadi pola konsonan-vokal (K-V). Untuk

lebih jelasnya dapat dilihat pada bagan di bawah ini:

Bagan 1: Gangguan Pengenalan Kelompok Huruf Vokal

4.1.2 Gangguan Pengenalan Kelompok Huruf Konsonan

Gangguan pengenalan huruf konsonan dibagai menjadi dua sub

pembahasan. Dua sub pembahasan tersebut adalah huruf konsonan tanpa

persilabaan dan huruf konsonan melalui persilabaan. Untuk lebih jelasnya akan

di paparkan satu per satu.

4.1.2.1 Gangguan Pengenalan Kelompok Huruf Konsonan f, j, k, l, dan y

tanpa persilabaan

Berdasarkan hasil obsevasi dan simakan yang telah dilakukan. Fitri

mengalami kesulitan dalam membedakan huruf konsonan f, j, k, l, dan y tanpa

persilabaan. Dari kelima huruf konsonan lepas tersebut, Fitri hanya dapat

41

vokal a,i,u,e, dan o dapat membedakan: huruf a, i, u, dan o melalui persilabaandengan pola (V-K)suku is, om, as, dan es tidak dapat membedakan: dibaca menjadi pola (K-V) [ si, mO, sa dan sә ]

membedakan dua huruf saja. Yakni huruf k dan huruf y . Kedua huruf tersebut

sudah dapat dibedakan dengan huruf-huruf yang lainnya. Berbeda dengan

huruf f, j, dan l yang masih sering tertukar dengan huruf-huruf yang

lainnya. Huruf f dibaca [ y ] , huruf j dibaca [ y ] dan terkadang membacanya

menjadi [ i ]. Serta huruf l dibaca [ i ].

4.1.2.2 Huruf Konsonan k dan y melalui Persilabaan

Huruf konsonan k dan y melalui persilabaan dilakukan untuk

mengetahui sejauh mana kemampuan Fitri dalam membedakan huruf-huruf

yang sudah dapat dibedakan. Adapun huruf konsonan f, j, k, l, dan y yang

sudah dapat dibedakan adalah konsonan k dan y . Maka disajikan persilabaan

dengan pola konsonan-vokal (K-V) yakni suku ka dan ya . Berdasarkan hasil

observasi dan simakan yang telah dilakukan, Fitri dapat membaca konsonan k

dan y pada suku ka dan suku ya dengan benar . Selain itu, karena Fitri tidak

dapat membaca persilabaan dengan pola vokal-konsonan (V-K), maka yang

disajikan cukup dengan pola konsonan-vokal (K-V) saja. Untuk lebih

jelasnya dapat dilhat pada tabel di bawah ini:

42

Tabel 1: Gangguan Pegenalan Kelompok Huruf Konsonan f, j, k, l, dan y

HKTP

HKMP

Huruf konsonan lepas/tanpa

persilabaan yang dikenal

Huruf konsonan melalui

persilabaan

Huruf yang dilafalkan

Konsonan f, j, k, l,dan y

Huruf k dan huruf y

Huruf f dibaca [ y ] dan [ j ]. huruf j dibaca [ y ] dan [i]. Huruf l dibaca [ i ]

Huruf k dan y Suku ka ya Huruf y dan k pada suku ya dan ka sudah

dapat dibedakan.Keterangan: HKTP : huruf konsonan tanpa persilabaanHKMP : huruf konsonan melalui persilabaan

4.1.3 Gangguan Pengenalan Kelompok Huruf Konsonan b, d, p, dan q

Gangguan pengenalan huruf konsonan dibagai menjadi dua sub

pembahasan. Dua sub pembahasan tersebut adalah huruf konsonan tanpa

persilabaan dan huruf konsonan melalui persilabaan. Untuk lebih jelasnya akan

di paparkan satu per satu.

4.1.3.1 Huruf Konsonan b, d, p, dan q tanpa Persilabaan

Huruf b, d, p, dan q merupakan huruf konsonan yang mirip.

Berdasarkan hasil observasi dan simakan yang telah dilakukan. Fitri mengalami

kesulitan dalam membedakan keempat huruf konsonan tersebut yakni b, d, p,

dan q . Fitri belum dapat membedakan keempat huruf tersebut dengan benar,

43

masih terjadi kesalahan dalam mebedakan huruf konsonan tersebut.

Kesalahan yang ditemukan yakni huruf konsonan b, d, p, dan q tertukar satu

sama lain. Huruf b dibaca [ p ], huruf d dibaca [ b ], huruf p dibaca [ b ],

dan huruf q dibaca [ p ]. Walaupun diberitahu bacaan yang benar dan salah,

Fitri masih belum dapat membedakan huruf konsonan b, d, p, dan q dengan

benar. Karena belum dapat membedakan konsonan b, d, p, dan q maka tidak

dilanjutkan dengan konsonan melaui persilabaan. Karena tahap tanpa

persilabaan saja belum dapat dibedakan, apalagi pada tahap melalui

persilabaan. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada bagan di bawah ini:

Bagan 2: Gangguan Pengenalan Kelompok Huruf Konsonan b, d, p, dan q

4.1.4. Gangguan Pengenalan Kelompok Huruf Konsonan h, n, v, m, dan w

Gangguan pengenalan huruf konsonan dibagai menjadi dua sub

pembahasan. Yakni huruf konsonan tanpa persilabaan dan huruf konsonan

melalui persilabaan. Untuk lebih jelasnya akan di paparkan satu per satu.

44

konsonan b,d,p,dan qhuru b dibaca [ p ]huruf d dibaca [ b ]huruf q dibaca [ p ]konsonan b,d,p,dan q tanpa persilabaan huruf p dibaca [ b ]

4.1.4.1 Huruf Konsonan h, n, v, m, dan w tanpa Persilabaan

Berdasarkan hasil observasi dan simakan yang telah dilakukan, Fitri

mengalami kesulitan dalam membedakan huruf konsonan h, n, v, m, dan w.

Huruf h dibaca [ n ], huruf n dibaca [ u ], huruf v dibaca [ u ], dan huruf w

dibaca [ m ]. Walaupun sudah diberitahu bacaan huruf yang benar dan salah,

Fitri masih tetap kesulitan dalam membedakan huruf h, n, v, dan w. Tidak

demikian dengan huruf m, huruf m sudah dapat dibaca dengan benar. Sehingga

dapat dilanjutkan dengan persilabaan.

4.1.4.2 Huruf Konsonan m melalui Persilabaan

Pada tahap konsonan melalui persilabaan, dideskripsikan hanya huruf

m saja. Karena konsonan m adalah huruf yang dapat dibedakan dari kelima

huruf konsonan h, n, v, m, dan w. Maka persilabaan yang diberikan yakni

suku ma, mi, mu, dan mo dengan pola konsonan-vokal (K-V). Karena Fitri tidak

mengalami masalah dalam membedakan huruf vokal, Fitri pun dapat

membedakan huruf-huruf vokal dengan benar. Begitu pun dengan huruf m,

suku ma, mi, mu, dan mo dapat dibaca dengan benar dan tepat. Tanpa adanya

kesulitan atau pun kesalahan. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel di

bawah ini:

45

Tabel 2: Gangguan Pengenalan Kelompok Huruf Konsonan h, n, v, m, dan w

HKTP

HKMP

Huruf konsonan lepas/tanpa

persilabaan yang dikenal

Huruf konsonan lepas/melalui

persilabaan yang dikenal

Huruf yang dilafalkan

Konsonan h, n, v, m, dan w

m Huruf h dibaca [ n ]. huruf n dibaca [ u ], huruf v dibaca [ u ], dan huruf w dibaca [ m ]

Konsonan m Suku ma, mi, mu, dan mo

Suku ma, mi, mu, dan mo sudah dapat dibaca

4.1.5 Gangguan Pengenalan Kelompok Huruf Konsonan c, r, s, t , g, x,

dan z

Gangguan pengenalan huruf konsonan dibagai menjadi dua sub

pembahasan. Dua sub pembahasan tersebut adalah huruf konsonan tanpa

persilabaan dan huruf konsonan melalui persilabaan. Untuk lebih jelasnya akan

di paparkan satu per satu.

4.1.5.1 Huruf Konsonan c, r, s, t, g, x, dan z tanpa Persilabaan

Berdasarkan hasil observasi dan simakan yang telah dilakukan, Fitri

mengalami kesulitan dalam membedakan konsonan c, r, s, t, g, x, dan z.

Konsonan tersebut masih sulit untuk dibedakan. Huruf c dibaca [ E ], huruf r

46

dibaca [ t ], huruf t dibaca [ r ], huruf g dibaca [ j ], huruf x dibaca [ k ], dan

huruf z dibaca [s]. Walaupun sudah diberitahu bacaan huruf yang benar dan

salah, Fitri tetap kesulitan dalam membedakan konsonan c, r, t, g, x, dan z.

Berbeda dengan huruf s yang sudah dapat dibedakan dengan huruf-huruf

yang lainnya, sehingga dapat dilanjutkan dengan persilabaan.

4.1.5.2 Huruf Konsonan s melalui Persilabaan

Huruf s merupakan salah satu konsonan yang dapat dibedakan dari ketujuh

konsonan c, r, s, t, g, x, dan z. Karena Fitri sudah dapat membedakan huruf s

dengan benar. Maka, dilanjutkan dengan persilabaan dengan pola konsonan-vokal

(K-V) . Suku yang diberikan yakni suku sa, si, su, dan so. Berdasarkan hasil

observasi dan simakan yang telah dilakukan, Fitri dapat membaca persukuan

yang telah diberikan. Suku sa, si, su, dan so sudah dapat dibaca dengan benar.

Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel di bawah ini:

Tabel 3: Gangguan Pengenalan Kelompok Huruf Konsonan c, r, s, t, g, x, dan z

HKTP

HKMP

Huruf konsonan lepas/tanpa

persilabaan yang dikenal

Huruf konsonan lepas/melalui persilabaan

Huruf yang dilafalkan

Konsonan c, r, s, t, g, x, dan z

s Huruf c dibaca [E], huruf r dibaca[ t ], huruf t dibaca [ r ], huruf [ g ] dibaca [ j ], huruf x dibaca[ k ], dan huruf z dibaca [ s ]

Konsonan s Suku sa, si, su, dan so

Suku sa, si, su, dan so dapat

47

dibaca dengan benar.

4.2 Pola Gangguan Menulis Huruf

Pola gangguan menulis huruf dibagai menjadi dua yakni 1). Menulis

huruf vokal dan 2). Menulis huruf konsonan. Kemudian dilanjutkan dengan

membaca. Artinya, setelah menulis huruf Fitri diharapkan mampu membaca

hasil menulisnya . Selain itu, pada tahap menulis tidak ditindaklanjuti dengan

persilabaan. Karena Fitri belum mampu pada tahap tersebut. Untuk lebih

lebih jelasnya dapat disimak pada pembahasan di bawah ini.

4.2.1 Gangguan Menulis Huruf Vokal a, i, u, e, dan o

Huruf vokal a, i, u, e, dan o merupakan huruf yang mampu dibedakan

oleh Fitri. Akan tetapi, Fitri tidak dapat menulis kelima huruf vokal tersebut

dengan benar. Berdasarkan hasil observasi dan simakan yang telah dilakukan,

Fitri hanya dapat menulis huruf i, u, dan o saja. Sedangkan huruf a dan e

tidak dapat ditulis dengan benar. Huruf a ditulis q, dan huruf e ditulis c.

Terkadang Fitri juga menulis huruf secara asal-asalan yakni menabak huruf

a-z jika sering disalahkan. Akan tetapi huruf q dan huruf c adalah huruf yang

paling sering ditulisanya. Walaupun sudah diberitahu tulisan yang benar dan

salah, Fitri pun tidak dapat menulis huruf a dan huruf e dengan benar.

4.2.2 Membaca Vokal a, i, u, e, dan o melalui Hasil Menulis

Membaca vokal a, i, u, e, dan o melalui hasil menulis merupakan

upaya yang dilakukan untuk mengetahui sejauh mana kemampuan Fitri dalam

membedakan huruf. Berdasarkan hasil observasi dan simakan yang telah

dilakukan, Fitri hanya dapat menulis vokal i, u, dan o dari kelima huruf

48

vokal yakni a, i, u, e, dan o. Begitu pun dengan kemampauan Fitri dalam

membaca tulisan hasil menulisnya. Fitri hanya dapat membaca huruf i, u, dan o

dengan benar. Berbeda dengan huruf a ditulis q dibaca [ a ]. Begitu pun

dengan huruf e ditulis c dibaca [ E ]. Artinya huruf yang ditulis masih

belum sinkron dengan yang dibacanya. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat

pada tabel di bawah ini:

Tabel 4: Gangguan Menulis Kelompok Huruf Vokal

MKHV

MHHM

Huruf konsonan

yang dapat dtulis

Membaca melalui hasil tulisan sendiri

Hurufyang

ditulis

Vokal a, i, u, e, dan o

Huruf i, u, dan o

Huruf a ditulis q, dan huruf e ditulis c.

Vokal a, i, u, e, dan o

Vokal a, i, u, e, dan o

huruf a ditulis q dibaca [ a ] dan huruf e ditulis c dibaca [ E ]. Huruf i, u, dan o sudah dapat dibaca

Keterangan:MKHV : menulis kelompok huruf vokalMHHM : membaca huruf hasil menuis

4.2.3 Gangguan Menulis Huruf Konsonan f, j, k, l, dan y

Berdasarkan hasil observasi dan simakan yang telah dilakukan

mengenai kemampuan menulis huruf f, j, k, l, dan y. Dari kelima huruf

tersebut, Fitri hanya dapat menulis huruf k dan huruf y dengan benar.

Sedangkan huruf f, j, dan l belum dapat ditulis dengan benar. Huruf f ditulis

garis-garis, huruf j dan huruf l ditulis ] yakni tanda kurung siku. Terkadang

Fitri juga menebak-nebak huruf a-z untuk membetulkan tulisannya. Akan tetapi

49

garis-garis dan tanda kurung siku adalah yang sering ditulis Fitri jika akan

menulis huruf f, j, dan l.

4.2.3.1 Membaca Konsonan f, j, k, l, dan y melalui Hasil Menulis

Membaca konsonan f, j, k, l, dan y melalui hasil menulis dilakukan

untuk mengetahui sejauh mana kemampuan Fitri dalam menulis huruf-huruf

tersebut. Berdasarkan hasil observasi dan simakan yang telah dilakukan, Fitri

sudah dapat membaca tulisan huruf k dan huruf y dengan benar. Berbeda

dengan tulisan huruf f, j, dan l yang tidak dapat dibaca. Karena huruf yang

ditulisnya tidak menyerupai huruf, yakni berbentuk garis-garis dan tanda

kurung siku. Walaupun sudah dibimbing untuk menulis huruf yang benar, Fitri

tidak tetap tidak dapat mengingat dan memvisualisasikan kembali huruf yang

telah diajarkan. Untuk lebih jelasnya mengenai kemampuan Fitri dalam menulis

konsonan f, j, k, l, dan y dapat dilihat pada tabel di bawah ini:

Tabel 5: Gangguan Menulis Kelompok Huruf konsonan f, j, k ,l, dan y

MKHK

MHHM

Huruf konsonan

yang dapat dtulis

Membaca melalui

tulisan sendiri

Hurufyang

ditulis

Konsonan f, j, k, l, dan y

Huruf k dan y

Huruf f ditulis garis-garis, huruf j dan l ditulis ]( tanda kurung siku ) .

f, j, k, l, dan y f, j, k, l, dan y

Huruf f, j, dan y belum dapat dibaca karena menyerupai garis. Huruf k dan y sudah dapat dibaca

Keterangan:MKHT : menulis kelompok huruf konsonanMHHM : membaca huruf hasil menulis

50

4.2. 4 Gangguan Menulis Kelompok Huruf Konsonan b, d, p, dan q

Berdasarkan hasil observasi dan simakan yang telah dilakukan, bahwa

Fitri belum dapat menulis huruf b, d, p, dan q. Keempat huruf konsonan

tersebut masih salah dan tertukar satu sama lain. Huruf b ditulis p , huruf d

ditulis b , huruf p ditulis q , dan huruf q ditulis p. Walaupun sudah diberitahu

tulisan huruf yang benar, Fitri tidak dapat kembali memvisualisakina huruf

yang akan ditulisnya.

4.2.4.1 Membaca Konsonan b, d, p, dan q melalui Hasil Menulis

Menulis konsonan b, d, p, dan q melalui hasil menulis merupakan

upaya untuk mengetahaui sejauh mana kemampuan Ftri dalam menulis dan

membedakan huruf-huruf tersebut. Berdasarkan hasil observasi dan simakan

yang telah dilakukan, Fitri mengalami kesulitan dalam membedakan huruf b,

d, p, dan q}. Hasil tulisan yang dibacanya masih salah dan sering tertukar

satu sama lain. Yakni huruf b ditulis p dibaca [ b ], huruf d ditulis b

dibaca [ p ], huruf p ditulis q dibaca [ p ], dan huruf q yang ditulis p dibaca

[ b ] . Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel di bawah ini:

51

Tabel 6: Gangguan Menulis Kelompok Huruf b, d, p, dan q

MKHK

MHHM

Huruf konsonan

yang dapat dtulis

Membaca melaui hasil

tulisan sendiri

Hurufyang

ditulis

b, d ,p, dan q Tidak dapat menulis huruf-huruf tersebut.

Huruf b ditulis p, huruf d ditulis b, huruf p ditulis q, dan huruf q ditulis p.

b, d, p, dan q b, d, p, dan q Huruf b ditulis p dibaca [ b ], huruf d ditulis b dibaca [ p], huruf p ditulis q dibaca [ p ], dan huruf q ditulis p dibaca [ b ].

4.2.5 Gangguan Menulis Kelompok Huruf Konsonan h, n, v, m, dan w

Berdasarkan hasil observasi dan simakan yang telah dilakukan.

Ditemukan bahwa Fitri belum dapat menulis semua huruf konsonan h, n, v,

dan w dengan benar. Hanya huruf m saja yang sudah dapat ditulis dari kelima

huruf tersebut. Huruf h ditulis n, huruf n ditulis u, huruf v ditulis garis-garis,

dan huruf w ditulis m. Walaupun sudah diberitahu tulisan yang benar, Fitri

kesulitan untuk memvisualisasikan kembali huruf yang telah diajarkan.

4.2.5.1 Membaca Huruf Konsonan h, n, v, m, dan w melalui Hasil Menulis

Huruf yang sudah mampu ditulis dengan benar dari huruf konsonan

h, n, v, m, dan w adalah huruf m saja. Begitu pun dengan kemampuan Fitri

dalam membaca hasil menulisnya. Huruf yang sudah dapat dibaca dengan benar

adalah huruf m saja. Sedangkan untuk hasil menulis huruf h, n, v, dan w tidak

52

dapat dibaca denga benar. Huruf h ditulis n dibaca [ u ], huruf n ditulis u

dibaca [ u ], huruf v ditulis garis-garis tidak dapat dibaca, dan huruf w ditulis

m dibaca [ m ]. Huruf yang ditulis belum dapat dibaca dengan benar. Untuk

lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel di bawah ini.

Tabel 7: Gangguan Menulis Kelompok Huruf Konsonan h, n v, m, dan w

MKHK

MHHM

Huruf konsonan

yang dapat dtulis

Membaca melalui hasil tulisan sendiri

Hurufyang

ditulis

Konsonan h, n, v, m, dan w

m Huruf h ditulis n, huruf n ditulis u, huruf v ditulis garis-garis, dan huruf w ditulis m

Konsonan h, n, v, dan w

h, n, v, m, dan w

Huruf h ditulis n dibaca [ u ], huruf n ditulis u, dibaca [ u ], huruf v ditulis garis-garis tidak dapat dibaca, dan huruf w yang ditulis m dibaca [ m ]. Huruf m dapat dibaca

4.2.6 Gangguan Menulis Kelompok Huruf Konsonan c, r, s, t, g, x, dan z

Berdasarkan hasil observasi dan simakan mengenai kemampuan Fitri

dalam membedakan huruf konsonan tersebut, yakni Konsonan r, s, t, g, x, dan z.

Ditemukan bahwa bahwa Fitri hanya dapat membaca huruf s saja dari ketujuh

huruf konsonan tersebut. Begitu pun kemampuan Fitri dalam menulis ketujuh

huruf konsonan c, r, s, t, g, x, dan z. Fitri hanya dapat menulis huruf s saja.

Sedangkan huruf c, r, t, g, x, dan z belum dapat ditulis dengan benar. Huruf c

ditulis e, huruf r ditulis t, huruf t ditulis r, huruf g dan huruf x ditulis

53

gari-garis, serta huruf z ditulis s . Terkadang Fitri juga menebak huruf a-z

untuk membetulkan tulisan, namun yang dipaparkan adalah yang sering

ditulisnya.

4.2.6.1 Membaca Konsonan c, r, s, t, g, x, dan z melalui Hasil Menulis

Membaca huruf hasil menulis merupakan upaya untuk mengetahui

sejauh mana kemampuan Fitri dalam mengenal dan menulis huruf.

Berdasarkan hasil observasi dan simakan yang telah dilakukan. Kemampuan

Fitri dalam menulis singkron dengan membaca hasil menulisnya. Karena Fitri

kesulitan dalam menulis huruf, maka ia pun kesulitan dalam membaca hasil

menulisnya. Seperti huruf s yang sudah mampu ditulis, maka Fitrri pun mampu

membacanya. Begitu juga dengan huruf c, r, t, g, x, dan z. Karena masih

salah dalam menulis huruf tersebut, maka Fitri pun kesulitan untuk

membacanya. Huruf c ditulis e dibaca [ E ], huruf r ditulis t dibaca [ r ], huruf

t ditulis r dibaca [ t ], huruf g dan x ditulis garis-garis dan tidak dapat

dibaca, dan huruf z ditulis s dibaca [ s ], Untuk lebih jelasnya dapat dilihat

pada tabel di bawah ini:

54

Tabel 8: Gangguan Menulis Kelompok Huruf Konsonan c, r, s, t, g, x , dan z

MKHk

MHHM

Huruf konsonan

yang dapat dtulis

Membaca melalui hasil tulisan sendiri

Hurufyang

ditulis

Konsonan c, r, s, t, g, x, dan z

S Huruf c ditulis e, huruf r ditulis t, huruf t ditulis r, huruf g dan huruf x ditulis gari-garis, dan huruf z ditulis s . .

Konsonan c, r, s, t, g, x, dan z

c, r, s, t, g, x, dan z

Huruf c ditulis e dibaca [ E ], huruf r ditulis t dibaca [ r ], huruf t ditulis r dibaca [ t ], huruf g dan x ditulis garis-garis dan tidak dapat dibaca, dan huruf z ditulis s dibaca [ s ]. Huruf s dapat dibaca

55

BAB V PENUTUP

5.1..Simpulan

Berdasarkan hasil penelitian dan pambahasan yang telah dilakukan

mengenai kemampuan Fitri , siswi kelas IB Madrasah Ibtidaiyah Negeri Duman

Kecamatan Lingsar Kabupaten Lombok Barat . Yakni kemampuan membaca

dan menulis huruf maka dapat disimpulkan sebagai berikut.

1. Fitri belum dapat membedakan huruf b, c, d, f, g, h, j, l, n, p, q, r, t,

v, w, x,dan z baik secara lepas maupun persilabaan. Huruf-huruf

tersebut masih sulit dibedakan dengan huruf-huruf yang lainnya dan

masih sering ditebak satu sama lain. Berbeda dengan huruf a, i, u, e, o, k,

m, s, dan y sudah dapat dibedakan dengan huruf-huruf yang lainnya,

baik secara lepas maupun melalui persilabaan.

2. Kemampuan Fitri dalam membaca juga mempengaruhi kemampuan Fitri

dalam menulis. Selain kesulitan dalam membedakan huruf pada saat

membaca, Fitri juga kesulitan dalam membedakan huruf pada saat

menulis. Huruf yang sudah mampu dibaca juga ada yang masih belum

dapat ditulis dengan benar. Huruf tersebut adalah huruf a dan huruf e.

kedua huruf tersebut sudah mampu dibaca. Namun masih terjadi

kesalahan dalam menulisnya. Adanya kesalahan dalam menulis dan

membaca huruf diakibatkan karena huruf memiliki pola mirip.

56

5.2 Saran-Saran

Berdasarkan kesimpulan yang telah dipaparkan di atas. Maka peneliti

memberikan saran-saran. Adapaun saran-saran tersebut adalah sebagai berikut.

1. Pihak sekolah diharapkan dapat lebih memperhatikan siswa yang

mengalami kesulitan belajar. Bentuk perhatian salah satunya dengan

memberikan pelayanan yang cukup memadai. Sehingga anak yang

mengalami kesulitan belajar dapat lebih mudah dalam belajar.

2. Bagi pendidik hendaknya menambah wawasan tentang karakteristik

siswa kesulitan belajar membaca dan menulis, baik melalui buku, internet,

mengikuti seminar atau diklat. Agar dapat meningkatkan kualitas

bimbingan bagi siswa berkesulitan belajar membaca dan menulis.

3. Bagi peneliti lain diharapkan hasil penelitian ini dapat berguna bagi

peneliti dan pihak yang melakukan penelitian pada masa-masa yang

akan datang, yang berkaitan dengan kesulitan belajar membaca dan

menulis. Selain itu, diharapkan bagi peneliti selanjutnya untuk dapat

melanjutkan penelitian ini. Mengenai metode ataupun media

pembelajaran yang tepat untuk mengatasi anak yang memiliki kesulitan

dalam membaca dan menulis

4. Bagi orang tua hendaknya dapat bekerjasama dengan guru agar dapat

mencegah terjadinya anak yang mengalami kesulitan belajar membaca

dan menulis.

57

5. Pembelajaran bahasa indonesia di sekolah diharapkan dapat membangun

budaya literasi. Jika hal tersebut dapat dibiasakan, maka dapat

mencegah siswa yang berkesulitan belajar membaca dan menulis.

58

DAFTAR PUSTAKA

Abdurrahman, Mulyono. 2010. Pendidikan Bagi Anak Berkesulitan Belajar. Jakarta: PT. Rieneka cipt.

B, Anggara.2015. Kunci Mendidik dan Mengasuh Anak Disleksia.Yogyakarta: Familia

Suharmini, tin. 2007.Psikologi Anak Berkebutuhan Khusus. Jakarta: Departmen pendidikan nasional.

Sudika, Nyoman.2004. Psikolinguistik suatu pengantar. Mataram: FKIP Univerristas Mataram.

Mahsun. 2005. Metode Penelitian Bahasa. Jakarta: Rajawali Pers.

Syamsuddin dan Damaianti. 2011. Metode Penelitian Pendidikan Bahasa.Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.

Shanty, Meita. 2015. Semua Hal yang Harus Diketahui Tentang Disleksia. Yogyakarta: Familia.

Teguh, Susanto. 2015. Terapi daan Pendidikan Bagi Anak Disleksia. Yogyakarta: Familia

Hidayah, Rifa. 2009. Psikologi Pengasuhan Anak .Malang: UIN Malang Press

Deveraj, Sheila & Roslan, Samsilah.2006, Apa Itu Disleksia Untuk Ibu Bapak,Guru, dan Kaunselor: PTS. Provesion

Weinsten, Lisa. 2008. Living with Disleksia Pergulatan Ibu Melepaskan Putrnya dari Kesulitan Belajar. Bandung : Qanita.

Mahmud. 2011. Metode Penelitian Pendidikan. Bandung: CV. Pustaka Setia.

Wahyuni, Niky. 2012. Gangguan Berbahasa Verbal Pada penyandang Down Sindrom di SLB Negeri Pembina Kota Mataram. Mataram: Universitas Mataram

59

Lennova, Joan Winstia. 2012. Penanganan Anak Disleksia Usia 5-6 Tahun Dengan Metode Fernald di TK Pertiwi 1 Gawan Keamatan Tanon, Kabupaten Sragen. Surakarta: Universitas Muhamadiyah.

60