· web viewmakalah perencanaan tata letak pabrik (hmkb 764) disusun oleh : fajar anugerah...
TRANSCRIPT
MAKALAH
PERENCANAAN TATA LETAK PABRIK
(HMKB 764)
Disusun Oleh :
FAJAR ANUGERAH PERDANA P. (H1F113061)
PROGRAM STUDI TEKNIK MESIN
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURAT
BANJARBARU
2016
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar BelakangDewasa ini, dunia industri terbagi menjadi 3 sektor umum, yaitu sektor
Industri Besar (Makro), Industri Menengah, dan Industri kecil (Mikro). Dan dalam
makalah ini, akan dibahas tentang permasalahan yang ada pada Home Industry.
Home Industry merupakan salah satu penggerak roda perekonomian
mikro yang berperan penting dalam memenuhi kebutuhan sehari-hari didalam
masyarakat Indonesia. Karena home industry selalu bersentuhan dengan
keadaan masyarakat sekitar. Dalam makalah ini akan membahas salah satu
usaha dagang/perusahaan skala home industry dalam bidang makanan yaitu
berupa industri pengolahan tahu.
Dewasa ini banyak olahan makanan yang bisa dibuat dari bahan baku
tahu, sehingga membuat permintaan tahu semakin meningkat. Dengan
meningkatnya permintaan, membuat perusahaan menyediakan tempat yang
lebih besar dengan kondisi fisik lingkungan kerja yang memiliki kendala. Oleh
karena itu akan dibahas masalah layout perusahaan dengan perencanaan tata
ulang pabrik sehingga lebih efisien, dan bisa meningkatkan efektivitas kerja,
produktifitas dari perusahaan, serta keselamatan kerja didalam lingkungan kerja
tersebut.
1.2 Tujuan Penulisan
1. Memahami manfaat dan aplikasi dari Tata Letak Pabrik.
2. Mengetahui tata letak dari suatu perusahaan yang benar dan efisien.
BAB II
HASIL dan PEMBAHASAN
2.1 Definisi Tata Letak PabrikAda berbagai macam definisi tata letak pabrik, diantaranya :
1. Hadiguna (2008) mendefinisikan tata letak sebagai kumpulan unsur-unsur
fisik yang diatur mengikuti aturan atau logika tertentu. Sistem material handling
yang kurang sistematis menjadi masalah yang cukup besar dan mengganggu
kelancaran proses produksi sehingga mempengaruhi sistem secara keseluruhan.
2. Purnomo (2004) menyebutkan tata letak fasilitas yang dirancang dengan
baik pada umumnya akan memberikan kontribusi yang positif dalam optimalisasi
proses operasi perusahaan dan pada akhirnya akan menjaga kelangsungan
hidup perusahaan serta keberhasilan perusahaan. Tata letak pabrik ini meliputi
perencanaan dan pengaturan letak mesin, peralatan, aliran bahan dan orang-
orang yang bekerja pada masing-masing stasiun kerja. Jika disusun secara baik,
maka operasi kerja menjadi lebih efektif dan efisien (Wignjosoebroto, 2009).
Pada dasarnya tujuan utama perancangan tata letak adalah optimasi pengaturan
fasilitas-fasilitas operasi sehingga nilai yang diciptakan oleh sistem produksi akan
maksimal (Purnomo, 2004).
3. Tata letak pabrik adalah suatu rancangan fasilitas, menganalisis,
membentuk konsep, dan mewujudkan sistem pembuatan barang atau jasa.
Rancangan ini pada umumnya digambarkan sebagai rancangan lantai, yaitu satu
susunan fasilitas fisik (perlengkapan, tanah, bangunan, dan sarana lain) untuk
mengoptimalkan hubungan antara petugas pelaksana, aliran barang, aliran
informasi, dan tata cara yang diperlukan untuk mencapai tujuan usaha secara
ekonomis dan aman (Apple, tahun 1990: 2). Tata letak pabrik juga merupakan
salah satu bagian terbesar dari suatu studi perancangan fasilitas (Facilities
design). Facilities design sendiri terdiri dari pelokasian pabrik (plant location) dan
perancangan gedung (building design) dimana sebagaimana diketahui bahwa
antara tata letak pabrik (plant layout) dengan penanganan material (material
handling) saling berkaitan erat (Fred E. Meyers ,tahun1993 : 1). Penyusunan tata
letak yang baik dapat memperlihatkan suatu penyusunan daerah kerja yang
paling ekonomis untuk dijalankan, disamping itu akan menjamin keamanan dan
kepuasan kerja dari pegawai. Prestasi kerja dapat meningkat bila penyusun tata
letak pabrik dilakukan dengan baik dan aktif.
4. Menurut Apple (1990) tata letak pabrik merupakan suatu susunan fasilitas
fisik yang terdiri atas perlengkapan, tenaga, bangunan, dan sarana lain yang
harus mempunyai tujuan mengoptimalkan hubungan antara petugas pelaksana,
aliran barang, aliran informasi dan tata cara yang diperlukan untuk mencapai
tujuan secara efektif, efisien, ekonomis dan aman.
5. Menurut Meyers (1993), tata letak pabrik merupakan pengaturan atau
pengorganisasian fasilitas-fasilitas fisik perusahaan untuk menghasilkan efisiensi
penggunaan peralatan, material, manusia dan energi.
6. Menurut Heragu (1997), fasilitas dapat didefinisikan sebagai bangunan
dimana orang, material, dan mesin yang memiliki datang secara bersama-sama
untuk maksud membuat produk yang dapat dihitung atau menyediakan layanan
jasa. Perencanaan fasilitas meliputi penentuan lokasi sistem manufaktur dan
perencanaan fasilitas yang mencakup perancangan terhadap sistem fasilitas,
perancangan tata letak dan perancangan sistem penanganan bahan yang
diperlukan untuk aktivitas produksi.
7. Menurut Wignjosoebroto (2000),“Tata letak pabrik dapat didefinisikan
sebagai tata cara pengaturan fasilitas–fasilitas pabrik guna menunjang
kelancaran proses produksi. Pengaturan tersebut akan memanfaatkan luas area
(space) untuk penempatan mesin atau fasilitas penunjang produksi lainnya,
kelancaran gerakan–gerakanmaterial, penyimpanan material (storage) baik yang
bersifat temporer maupun permanen, personil pekerja dan sebagainya”.
Secara sempit, Plant Layout diartikan sebagai pengaturan tata letak/penyusunan
fasilitas fisik dari pabrik tersebut.Dalam tata letak pabrik ada 2 (dua) hal yang
diatur letaknya yaitu pengaturan mesin (machine layout) dan pengaturan
departemen yang ada dari pabrik (department layout).
Bilamana kita menggunakan istilah tata letak pabrik, seringkali hal ini kita artikan
sebagai pengaturan peralatan/fasilitas produksi yang sudah ada (the existing
arrangement) ataupun bisa juga diartikan sebagai perencanaan tata letak pabrik
yang baru sama sekali (the new layout plan).
Tata letak merupakan satu keputusan penting yang menentukan efisiensi sebuah
operasi dalam jangka panjang. Tata letak memiliki banyak dampak strategis
karena tata letak menentukan daya saing perusahaan dalam hal kapasitas,
proses fleksibilitas, dan biaya, serta kualitas lingkungan kerja, kontak pelanggan,
dan citra perusahaan. Tata letak yang efektif dapat membantu organisasi
mencapai sebuah strategi yang menunjang diferensiasi, biaya rendah, atau
respon cepat.Semua kasus desain tata letak harus mempertimbangkan
bagaimana untuk dapat mencapai :
Utilisasi ruang, peralatan, dan orang yang lebih tinggi.
Aliran informasi, barang, atau orang yang lebih baik.
Moral karyawan yang lebih baik, juga kondisi lingkungan kerja yang lebih
aman.
Interaksi dengan pelanggan yang lebih baik.
Fleksibilitas (bagaimanapun kondisi tata letak yang ada sekarang, tata
letak tersebut akan perlu diubah).
Elemen akhir dalam strategi fasilitas mempertimbangkan berbagai fasilitas.
Terdapat empat jenis perbedaan dari aneka pilihan fasilitas yaitu :
Fokus Produk (55 persen).
Fokus Pasar (30 persen).
Fokus Proses (10 persen).
Serba guna (5 persen).
2.1.1 Masalah dalam Perancangan Tata Letak
Industri manufaktur dan pengolahan selalu berada dalam persaingan
yang ketat. Menghadapi kondisi ini, dimana variasi produk tinggi, daur hidup
produk yang pendek, permintaan yang berubah-ubah, dan adanya tuntutan
dalam hal pengiriman yang tepat waktu, menyebabkan perusahaan
memerlukan strategi untuk meningkatkan efisiensi dalam menggunakan
fasilitas. Suatu sistem manufaktur harus dapat menghasilkan produk-produk
dengan ongkos yang rendah dan kualitas tinggi, serta dapat mengirimkannya
tepat waktu kepada pelanggan. Suatu sistem juga harus dapat menyesuaikan
diri terhadap perubahan-perubahan yang terjadi, baik dari perancangan proses
maupun permintaan produk.
Salah satu cara yang dapat dilakukan perusahaan untuk mengatasi hal
tersebut adalah dengan merancang tata letak pabrik atau melakukan
konfigurasi ulang tata letak pabrik. Menurut Nicol dan Hollier 1983,
perancangan tata letak tidak hanya diperlukan saat membangun perusahaan
baru, tetapi juga saat mengembangkan perusahaan, melakukan konsolidasi
atau mengubah struktur perusahaan. Perusahaan yang telah mapan
membutuhkan perubahan tata letak fasilitasnya setiap dua atau tiga tahun
sekali.
Tata letak pabrik yang baik dan didukung pula dengan koordinasi kerja
yang bagus antar setiap departemen dalam perusahaan diharapkan membuat
perusahaan tetap bertahan dan sukses dalam persaingan industri di bidangnya.
2.1.2 Tujuan Perencanaan dan Pengaturan Tata Letak Pabrik
Secara garis besar tujuan utama dari tata letak pabrik ialah mengatur
area kerja dan segala fasilitas produksi yang paling ekonomis untuk beroperasi
produksi aman, dan nyaman sehingga akan dapat menaikkan moral kerja
dan performance dari operator. Lebih spesifik lagi tata letak yang baik akan
dapat memberikan keuntungan–keuntungan dalam sistem produksi, yaitu
antara lain sebagai berikut :
1. Menaikkan output produksi.
Suatu tata letak yang baik akan memberikan keluaran (output) yang lebih
besar atau lebih sedikit, man hours yang lebih kecil, dan/atau mengurangi
jam kerja mesin (machine hours).
2. Mengurangi waktu tunggu (delay).
Mengatur keseimbangan antara waktu operasi produksi dan beban dari
masing–masing departemen atau mesin adalah bagian kerja dari mereka
yang bertanggung jawab terhadap desain tata letak pabrik. Pengaturan tata
letak yang terkoordinir dan terencana baik akan dapat mengurangi waktu
tunggu (delay) yang berlebihan.
3. Mengurangi proses pemindahan bahan (material handling).
Proses perencanaan dan perancangan tata letak pabrik akan lebih
menekankan desainnya pada usaha–usaha memindahkan aktivitas–
aktivitas pemindahan bahan pada saat proses produksi berlangsung.
4. Penghematan penggunaan areal untuk produksi, gudang dan service.
Jalan lintas, material yang menumpuk, jarak antara mesin–mesin yang
berlebihan, dan lain–lain semuanya akan menambah area yang dibutuhkan
untuk pabrik. Suatu perencanaan tata letak yang optimal akan mencoba
mengatasi segala masalah pemborosan pemakaian ruangan ini dan
berusaha untuk mengoreksinya.
5. Pendaya guna yang lebih besar dari pemakaian mesin, tenaga kerja, dan/atau fasilitas produksi lainnya.
Faktor–faktor pemanfaatan mesin, tenaga kerja, dan lain–lain adalah erat
kaitannya dengan biaya produksi. Suatu tata letak yang terencana baik
akan banyak membantu pendayagunaan elemen–elemen produksi secara
lebih efektif dan lebih efisien.
Mengurangi inventory in process. Sistem produksi pada dasarnya
menghendaki sedapat mungkin bahan baku untuk berpindah dari suatu
operasi langsung ke operasi berikutnya secepat–cepatnya dan
berusaha mengurangi bertumpuknya bahan setengah jadi (material in
process). Problem ini terutama bisa dilaksanakan dengan mengurangi
waktu tunggu (delay) dan bahan yang menunggu untuk
segera diproses.
Proses manufacturing yang lebih singkat. Dengan memperpendek jarak
antara operasi satu dengan operasi berikutnya dan mengurangi bahan
yang menunggu serta storage yang tidak diperlukan maka waktu yang
diperlukan dari bahan baku untuk berpindah dari satu tempat ke
tempat yang lain dalam pabrik dapat diperpendek sehingga secara
total waktu produksi akan dapat pula diperpendek.
Mengurangi resiko bagi kesehatan dan keselamatan kerja dari
operator. Perencanaan tata letak pabrik adalah juga ditujukan untuk
membuat suasana kerja yang nyaman dan aman bagi mereka yang
bekerja didalamnya. Hal–hal yang bisa dianggap membahayakan bagi
kesehatan dan keselamatan kerja dari operator haruslah dihindari.
Memperbaiki moral dan kepuasan kerja. Pada dasarnya orang
menginginkan untuk bekerja dalam suatu pabrik yang segala
sesuatunya diatur secara tertib, rapi dan baik. Penerangan yang
cukup, sirkulasi yang nyaman, dan lain–lain akan menciptakan
suasana lingkungan kerja yang menyenangkan sehingga moral dan
kepuasan kerja akan dapat lebih ditingkatkan. Hasil positif dari kondisi
ini tentu saja berupa performance kerja yang lebih baik dan menjurus
kearah peningkatan produktivitas kerja.
Mempermudah aktivitas supervise. Tata letak pabrik yang terencana baik
akan dapat mempermudah aktivitas supervise. Dengan meletakkan
kantor/ruangan diatas, maka seorang supervisor akan dapat dengan
mudah mengamati segala aktivitas yang sedang berlangsung diarea
kerja yang berada dibawah pengawasan dan tanggung jawabnya.
Mengurangi kemacetan dan kesimpangsiuran. Material yang menunggu,
gerakan pemindahan yang tidak perlu, serta banyaknya perpotongan
(intersection) dari lintas yang ada akan menyebabkan
kesimpangsiuran yang akhirnya akan membawa kearah kemacetan.
Dengan memakai material secara langsung dan secepatnya, serta
menjaganya untuk selalu bergerak, maka labor cost akan dapat
dikurangi sekitar 40% dan yang lebih penting hal ini akan mengurangi
problema kesimpangsiuran dan kemacetan didalam aktivitas
pemindahan bahan. Layout yang baik akan memberikan luasan yang
cukup untuk seluruh operasi yang diperlukan dan proses bisa
berlangsung mudah dan sederhana.
Mengurangi faktor yang bisa merugikan dan mempengaruhi kualitas dari
bahan baku atau pun produk jadi. Tata letak yang direncanakan secara
baik akan dapat mengurangi kerusakan–kerusakan yang bisa terjadi
pada bahan baku ataupun produk jadi. Getaran–getaran, debu, panas,
dan lain–lain dapat secara mudah merusak kualitas material ataupun
produk yang dihasilkan.
2.1.3 Prinsip Dasar Dalam Perencanaan Tata Letak Pabrik
Berdasarkan tujuan, keuntungan dan aspek dasar dalam tata letak
pabrik yang terencana dengan baik, dapat disimpulkan 6 prinsip dasar sebagai
berikut:
Prinsip Integrasi Secara Total. Tata letak pabrik merupakan integrasi
secara total dari seluruh elemen produksi yang menjadi satu unit operasi
yang lebih besar.
Prinsip Perpindahan jarak Yang Minimal. Dalam proses pemindahan
bahan dari satu operasi ke operasi berikutnya, waktu dapat dihemat
dengan mengurangi jarak perpindahan tersebut.
Prinsip Aliran Dari Suatu Proses Kerja. Aliran kerja yang baik adalah
aliran konstan dengan minimum interupsi, kesimpangsiuran, dan
kemacetan dalam proses produksi.
Prinsip Pemanfaatan Ruangan. Pengaturan ruangan yang akan dipakai
ssecara optimum dengan memanfaatkan tiga dimensi ruang (cubic
space).
Prinsip Kepuasan dan Keselamatan Kerja.
Tata letak yang baik akan dapat membuat suasana kerja menjadi
menyenangkan dan memuaskan sehingga dapat meningkatkan moral
karyawan.
Prinsip Fleksibilitas.
Dengan kemajuan IPTEK mengakibatkan dunia industri berpacu untuk
mengimbanginya. Perubahan yang mungkin terjadi pada desain produk,
peralatan produksi, delivery, dan sebagainya akan dapat berakibat pengaturan
kembali (re-layout) tata letak pabrik yang sudah ada. Untuk hal ini bila tata letak
direncanakan cukup fleksibel maka penyesuaian kembali dapat dilakukan
dengan lebih cepat dan murah.
2.1.4 Langkah-Langkah Perencanaan Tata Letak Pabrik
Tata letak pabrik berhubungan erat dengan segala proses
perencanaan dan pengaturan letak dari pada mesin-mesin, peralatan, aliran
bahan, dan orang-orang yang bekerja di tiap-tiap stasiun kerja yang ada.
Secara umum, pengaturan daripada semua fasilitas produksi direncakan
sehingga diperoleh :
Transportasi yang minimum dari proses pemindahan bahan.
Meminimumkan gerakan balik yang tidak perlu.
Pemakaian area yang minimum.
Pola aliran produksi yang terbaik.
Keseimbangan penggunaan luas area yang dimiliki.
Keseimbangan dalam lintasan area perakitan.
Kemungkinan dan fleksibilitas untuk menghadapi ekspansi di masa
mendatang.
Proses pengaturan segala fasilitas produksi dibedakan atas :
Pengaturan Tata Letak Mesin dan Fasilitas, adalah pengaturan semua
mesin dan fasilitas yang diperlukan untuk proses produksi di dalam tiap
departemen dari pabrik yang ada.
Pengaturan Tata Letak Departemen, adalah pengaturan bagian atau
departemen serta hubungannya antara satu dengan yang lainnya di dalam
pabrik.
Langkah-langkah dalam perencanaan tata letak pabrik :
Analisa Produk. Menganalisa macam dan jumlah produk yang harus dibuat
menggunakan pertimbangan kelayakan teknis dan ekonomis.
Analisa Proses. Menganalisa macam dan urutan proses pengerjaan
produksi yang telah ditetapkan untuk dibuat.
Sigi dan Analisa Pasar. Mengidentifikasi macam dan jumlah produk yang
dibutuhkan oleh konsumen. Informasi ini digunakan untuk menentukan
kapasitas produksi yang berikutnya dapat member keputusan tentang
banyaknya mesin dan fasilitas produksi yang diberikan.
Analisa Macam dan Jumlah Mesin/Equipment dan Luas Area yang
Dibutuhkan. Dengan memperhatikan volume produk yang akan dibuat,
waktu standard, jam kerja dan efisiensi mesin maka jumlah mesin dan
fasilitas yang diperlukan (juga operator) dapat dihitung. Untuk selanjutnya
luas area, stasiun kerja, kebutuhan area, jalan lintasan dapat di tentukan
agar proses berlangsung dengan lancer.
Pengembangan Alterantif Tata Letak. Sebelum menentukan tata letak
terbaik yang harus dipilih, terlebih dahulu dilakukan pengembangan
alternative dengan mempertimbangkan :
1. Analisa ekonomi didasarkan macam tipe layout yang dipilih
2. Perancanaan pola aliran material yang harus dipindah dari satu
proses ke proses berikutnya
3. Pertimbangan yang terakait dengan luas area, kolom bangunan,
struktur organisasi, dan lain-lain.
4. Analisa aliran material dengan memperhatikan volume, frekuensi dan
jarak perpindahan material sehingga diperoleh total biaya yang paling
minimum.
Perancangan Tata Letak Mesin dan Departemen Dalam Pabrik. Hasil
analisa terhadap layout dipakai dasar pengaturan fasilitas fisik dan pabrik
dan pengaturan departemen penunjang.
2.2 Tipe Tata LetakSecara umum sistem operasi produksi dibagi menjadi dua tipe dasar, yaitu:
1. Operasi kontinu, yang dicirikan dengan tingginya volume produksi,
penggunaan peralatan khusus, variasi produk sedikit, adanya standarisasi
produk serta adanya produk yang dibuat sebagai persediaan.
2. Operasi tak kontinu (intermittent), yang dicirikan dengan volume produksi
rendah, penggunaan peralatan yang umum (fleksibel), aliran produksi yang
tidak kontinu, seringnya terjadi perubahan jadwal, variasi produk tinggi, dan
produk dibuat untuk memenuhi pesanan pelanggan.
Sistem operasi diatas memiliki konsekuensi pada tipe tata letak yang dipilih. Tipe
tata letak dasar adalah sebagai berikut:
2.2.1 Tata Letak Proses (Process Layout)
Tata letak berdasarkan proses, sering dikenal dengan process
atau functional layout, adalah metode pengaturan dan penempatan stasiun
kerja berdasarkan kesamaan tipe atau fungsinya. Mesin-mesin yang digunakan
tata letak proses berfungsi umum (general purpose). Tata letak proses
umumnya digunakan untuk industri manufaktur yang bekerja dengan volume
produksi yang relatif kecil dan jenis produk yang tidak standar (Wignjosoebroto,
2000). Keuntungan dari penggunaan tata letak proses yaitu:
1. Total investasi yang rendah untuk pembelian mesin dan peralatan produksi
lainnya.
2. Fleksibilitas tenaga kerja dan fasilitas produksi besar dan sanggup
mengerjakan berbagai macam jenis dan model produk.
3. Kemungkinan adanya aktivitas pengawasan yang lebih baik dan efisien
melalui spesialisasi pekerjaan.
4. Pengendalian dan pengawasan lebih mudah dan baik terutama untuk
pekerjaan yang sukar dan butuh ketelitian tinggi.
5. Mudah untuk mengatasi breakdown dari mesin, yaitu dengan cara
memindahkan prosesnya ke mesin lain tanpa banyak menimbukan
hambatan yang signifikan.
Keterbatasan dari tata letak proses antara lain:
1. Ketidakefisienan dalam proses disebabkan oleh adanya backtracking.
2. Adanya kesulitan dalam menyeimbangkan kerja dari setiap fasilitas
produksi yang akan memerlukan penambahan ruang untuk work-in-
process storage.
3. Adanya kesulitan dalam perencanaan dan pengendalian produksi.
4. Operator harus memiliki keahlian yang tinggi untuk menangani berbagai
macam aktivitas produksi.
5. Produkstivitas yang rendah disebabkan setiap pekerjaan yang berbeda,
masing-masing memerlukan setup dan pelatihan operator yang berbeda.
Gambar 1. Contoh tata letak proses (Wignjosoebroto, 2000)
2.2.2 Tata Letak Produk (Product Layout)
Tata letak berdasarkan produk, sering dikenal dengan product
layout atau production line layout, adalah metode pengaturan dan penempatan
stasiun kerja berdasarkan urutan operasi dari sebuah produk. Sistem ini
dirancang untuk memproduksi produk-produk dengan variasi yang rendah dan
volume yang tinggi (mass production). Untuk itu dibutuhkan suatu sistem yang
dapat memberikan produktifitas tinggi dengan ongkos yang rendah.
Keuntungan tata letak produk ini yaitu:
1. Aliran pemindahan material berlangsung lancar, sederhana, logis, dan
OMH-nya rendah.
2. Work-in-process jarang terjadi karena lintasan produksi sudah
diseimbangkan.
3. Total waktu yang digunakan untuk produksi relatif singkat.
4. Kemudahan dalam perencanaan dan pengendalian proses produksi.
5. Memudahkan pekerjaan, sehingga memungkinkan operator yang belum
ahli untuk mempelajari dan memahami pekerjaan dengan cepat.
Keterbatasan dari tata letak produk yaitu:
1. Kurangnya fleksibilitas dari tata letak untuk membuat produk yang
berbeda.
2. Stasiun kerja yang paling lambat akan menjadi hambatan (bottleneck)
bagi aliran produksi.
3. Adanya investasi dalam jumlah besar untuk pengadaan mesin, baik dari
segi jumlah maupun akibat spesialisasi fungsi yang harus dimilikinya.
4. Kelelahan operator, operator mudah menjadi bosan disebabkan
pengulangan tanpa henti dari pekerjaan yang sama.
5. Ketergantungan dari seluruh proses terhadap setiap part. Kerusakan
pada suatu mesin atau kekurangan operator untuk mengendalikan
stasiun kerja bias menghentikan keseluruhan hasil produksi pada
satu line produk.
Gambar 2. Contoh tata letak produk (Wignjosoebroto, 2000)
2.2.3 Tata Letak Posisi Tetap (Fix Potition Layout)
Tata letak posisi tetap, sering dikenal dengan fixed material
location atau fixed position layout, adalah metode pengaturan dan penempatan
satsiun kerja dimana material atau komponen utama akan tetap pada
posisi/lokasinya, sedangkan fasilitas produksi seperti tools, mesin, manusia,
serta komponen lainnya bergerak menuju lokasi komponen utama tersebut.
Keuntungan dari tata letak posisi tetap yaitu:
1. Karena banyak bergerak adalah fasilitas produksi maka perpindahan
material bisa dikurangi.
2. Bila pendekatan kelompok kerja digunakan dalam kegiatan produksi,
maka kontinyuitas operasi dan tanggung jawab kerja bisa tercapai
dengan sebaik-baiknya.
3. Kesempatan untuk melakukan pengkayaan kerja (job enrichment) dengan
mudah bisa diberikan, selain itu juga dapat meningkatkan kebanggaan
dan kualitas kerja karena dimungkinkan untuk menyelesaikan pekerjaan
secara penuh (“do the whole job”).
4. Fleksibilitas kerja menjadi tinggi.
Keterbatasan tata letak posisi tetap yaitu:
1. Besarnya frekuensi perpindahan fasilitas produksi, operator, dan
komponen pendukung pada saat operasi kerja berlangsung.
2. Memerlukan operator dengan skill yang tinggi disamping aktivitas
supervisi yang lebih umum dan intensif.
3. Adanya duplikasi peralatan kerja yang menyebabkan dibutuhkannya
lokasi untuk work-in process.
4. Memerlukan pengawasan dan koordinasi kerja yang ketat khususnya
dalam penjadwalan produksi.
Gambar 3. Contoh tata letak posisi tetap (Wignjosoebroto,2000)
2.2.4 Tata Letak Teknologi Kelompok (Group Technology Layout)Henry C.Co mendefinisikkan tata letak teknologi kelompok (group
technology layout) sebagai teknik untuk mengidentifikasi dan mengelompokkan
bersama komponen-komponen yang sama atau berhubungan dalam proses
produksi untuk mengoptimalkan aliran produksi.
Dalam konsep manufaktur, teknologi kelompok didefinisikan sebagai
suatu filosofi manajemen yang melakukan pengidentifikasian dan
pengelompokkan part berdasarkan kemiripan dalam perancangan dan proses
manufaktur. Teknologi kelompok dimaksudkan untuk memperoleh efisiensi
yang tinggi pada tata letak produk dan fleksibilitas yang tinggi pada tata letak
proses
Penelitian tentang teknologi kelompok untuk sistem manufaktur pertama
kali dimulai akhir tahun 1950. Pada saat itu para peneliti mulai menyadari
bahwa beberapa part memiliki pendekatan manufaktur yang sama secara
umum. Selanjutnya mereka menyimpulkan bahwa part tersebut bisa
dikelompokkan dan diproses bersama, serupa dengan mass production.
Berdasarkan kesimpulan ini, mareka kemudian membuat kelompok-kelompok
part yang sama dan kemudian menggunakan kelompok mesin
dan tools tertentu untuk memproduksinya, dengan tujuan untuk
mengurangi setup. Peneliti utama yang dikenal dengan teori ini adalah S.P
Mitronov, seorang peneliti asal USSR. Dalam tahun-tahun berikutnya, mulai
berkembang beberapa klasifikasi dan sistem koding (coding system) untuk
menyusun part family. Pada awal tahun 1960 konsep teknologi kelompok mulai
diterapkan pada perusahaan untuk pertama kalinya, dan sejak saat itulah
konsep teknologi kelompok mulai diterima secara menyeluruh di dunia.
Beberapa persoalan muncul yang dalam penyusunan tata letak
teknologi kelompok adalah pengidentifikasian part family,
pengidentifikasian machine cell dan pengalokasian part family atau machine
cell (atau sebaliknya). Disamping itu juga terdapat beberapa tujuan dan
konstrain yang penting dalam penyusunan teknologi kelompok, antara lain:
1. Cell independence, Yang menjadi tujuan utama dari formasi sel dalam
teknologi kelompok adalah kebebasan antar sel, dimana tidak ada lagi
ketergantungan antar sel.
2. Cell flexibility, Fleksibilitas berhubungan dengan kemampuan untuk
memproses partoleh mesin-mesin di dalam sel (internal routing flexibility),
kemampuan untuk mengirimkan part ke sel lain (external routing flexibility),
dan kemampuan sel untuk mengakomodasi part baru (process fleksibility).
3. Cell system layout, Saat tujuan utama, cell independence, tidak tercapai,
maka akan terjadi perpindahan antar sel. Oleh karena itu, pengaturan tata
letak sel harus optimal karena akan mempengaruhi jarak perpindahan dan
pola aliran material.
4. Cell layout, Tata letak mesin didalam sel merupakan faktor lain yang dapat
mempengaruhi jarak perpindahan, pola aliran material.
5. Cell size, Ukuran dari sel merupakan jumlah dari mesin/tipe proses yang
disediakan dalam suatu sel. Ini merupakan variabel yang perlu dikontrol.
Contohnya, ukuran sel tidak boleh terlalu besar karena dapat menghambat
lingkungan sosial (sociological environment) dalam sel dan menghambat
pengawasan.
6. Additional investment, Dengan adanya pengelompokkan mesin ke dalam
sel untuk mengerjakan part family tentunya akan ada investasi tambahan
untuk mesin. Hal ini merupakan konstrain utama bagi perusahaan dalam
menyusun tata letak produksinya.
Gambar 4. Contoh tata letak teknologi kelompok (Wignjosoebroto,2000)
Beberapa keuntungan dari tata letak teknologi kelompok dibandingkan dengan
tata letak yang lain adalah sebagai berikut :
1. Pengurangan waktu setup. Suatu sel manufaktur dirancang untuk
mengerjakan part-part yang memiliki kesamaan bentuk ataupun proses.
Pada sel tersebut, part-part dapat dikerjakan dengan menggunakan alat
bantu (fixture) yang sama, sehingga waktu untuk mengganti alat bantu
maupun peralatan lainnya dapat dikurangi.
2. Pengurangan ukuran lot. Jika waktu setup dapat dikurangi, maka
ukuran lot yang kecil menjadi mungkin dan ekonomis. Ukuran lot yang
kecil juga dapat membuat aliran produksi lebih lancar.
3. Pengurangan work-in-process (WIP) dan persediaan barang jadi. Jika
waktu setup dan ukuran lot menjadi kecil maka jumlah WIP dapat
dikurangi. Part-part dapat diproduksi menggunakan konsep just-in-time
(JIT) dengan ukuran lot yang kecil sehingga waktu penyelesaiannya lebih
cepat.
4. Pengurangan waktu dan ongkos material handling (OMH). Pada tata
letak seluler, tiap part diproses seluruhnya dalam satu sel (jika
dimungkinkan). Oleh karena itu, waktu dan jarak perpindahan part antar
sel lain menjadi minimal.
5. Perbaikan kulitas produk. Oleh karena part-part berpindah dari stasiun
kerja satu ke stasiun kerja yang lainnya dalam unit yang tunggal dan
diproses dalam area yang relatif kecil, maka penjadwalan dan
pengendalian job akan lebih mudah. Masukan terhadap perbaikan akan
lebih cepat dan proses dapat dihentikan jika terjadi kesalahan.
2.3 Kendala Pada Layout PerusahaanKondisi layout fasilitas produksi di perusahaan mengalami kendala dalam
hal jarak pemindahan bahan baku (material handling) yang kurang efisien.
Dimana dalam proses produksinya terdapat aliran pemindahan bahan yang
berpotongan (cross movement) dikarenakan tata letak mesin yang kurang teratur
sehingga dapat mengakibatkan proses produksi terganggu. Jarak antar
departemen produksi yang cukup jauh menimbulkan ongkos material handling
yang cukup besar. Selain itu hubungan kedekatan antar stasiun kerja kurang
diperhatikan sehingga membuat aliran material handling menjadi kurang optimal.
Belum tersedianya parkir dan area penimbunan bahan baku juga ikut menjadi
kendala pada perusahaan ini, seperti terlihat pada Gambar 4. Melihat kondisi ini,
perlu adanya suatu pertimbangan untuk mengubah tata letak fasilitas yang ada
menjadi lebih efektif dan efisien.
Gambar 4. Layout Awal Pabrik Pembuatan Tahu UD. Dhika Putra
Sedangkan pada gambar 5, menunjukkan kondisi fisik lingkungan kerja yang
kurang tertata rapi, seperti adanya percampuran antara wadah (ember) yang
berisi tahu dan wadah yang tidak berisi tahu pada area gudang bahan jadi.
Keadaan ini menunjukkan ketidakteraturan dalam penataan lingkungan kerja.
Selain itu di pabrik tahu ini juga ditemui kondisi lantai dan peralatan kerja yang
masih kotor serta belum adanya pemberian label dan batas yang jelas pada
penempatan peralatan kerja. Kondisi lingkungan kerja tersebut memerlukan
beberapa upaya perbaikan melalui penerapan program “5S”.
Gambar 5. Kondisi Fisik Lingkungan Kerja yang Tidak Rapi pada
Pabrik Tahu UD. Dhika Putra
Penelitian ini bertujuan untuk merancang ulang tata letak fasilitas pabrik
pembuatan tahu yang dapat meminimalkan panjang lintasan material handling
serta menerapkan metode 5S untuk meningkatkan produktivitas kerja.
2.4 Metode• Langkah awal yang harus dilakukan sebelum melakukan penelitian adalah
melakukan studi pendahuluan. Langkah ini dilakukan untuk mengetahui
permasalahan yang ada di pabrik pembuatan tahu ini.
• Langkah selanjutnya yang dilakukan adalah pengumpulan data awal kondisi
layout pabrik sesuai dengan pendekatan Systematic Layout Planning (SLP)
yang dikembangkan oleh Richard Muther (Apple, 1990). Tahapan yang
digunakan untuk perancangan tata letak fasilitas pabrik sesuai dengan
pendekatan Systematic Layout Planning (SLP) menurut Purnomo (2004)
terdiri dari tiga tahapan. Tahapan pertama adalah tahap analisis, mulai dari
analisis aliran material, analisis aktivitas, diagram hubungan aktivitas,
pertimbangan keperluan ruangan dan ruangan yang tersedia. Tahapan
kedua adalah tahap penelitian, mulai dari perencanaan diagram hubungan
ruangan sampai dengan perancangan alternatif tata letak. Sedangkan
tahapan ketiga adalah proses seleksi dengan jalan mengevaluasi alternatif
tata letak yang telah dirancang. Data-data yang diperlukan untuk
perencanaan tata letak dengan menggunakan metode SLP yaitu data
rancangan produk, rancangan proses dan rancangan jadwal produksi.
• Perbaikan kondisi lingkungan kerja pada pabrik ini dapat dilakukan dengan
menerapkan metode 5S.
keuntungan yang diperoleh bila dengan menerapkan 5S akan terlihat dengan jelas, diantaranya terciptanya keteraturan melalui manajemen lingkungan kerja yang baik. Menurut Linstiani (2010) penjabaran dari metode “5S” adalah sebagaimana berikut:
1. Seiri (Sisih/Ringkas). Menyisihkan barang-barang yang tidak diperlukan di
tempat kerja. Prinsip dalam menerapkan konsep yang pertama ini adalah
mengidentifikasi dan menjauhkan barang yg tidak diperlukan di tempat
kerja.
2. Seiton (Penataan). Menata barang-barang yang diperlukan supaya mudah
ditemukan oleh siapa saja bila diperlukan. Setiap barang mempunyai
tempat yang pasti, jelas dan diletakkan pada tempatnya. Adapun metode
yang dapat digunakan adalah pengelompokan barang, penyiapan tempat,
memberi tanda batas, memberi tanda pengenal barang, membuat
denah/peta pelaksanaan barang
3. Seiso (Pembersihan). Membersihkan tempat kerja dengan teratur
sehingga tidak terdapat debu di lantai, mesin dan peralatan. Prinsip:
bersihkan segala sesuatu yang ada di tempat kerja. Membersihkan berarti
memeriksa dan menjaga.
4. Seiketsu (Pemantapan). Memelihara taraf kepengurusan rumah tangga
yang baik dan organisasi tempat kerja setiap saat. Prinsip: semua orang
memperoleh informasi yang dibutuhkan dengan tepat waktu. Pertahankan
lingkungan 3S (Sisih, Susun, Sasap) yang telah dicapai, cegah
kemungkinan terulang kotor/rusak.
5. Shitsuke (Pembiasaan). Memberikan penyuluhan kepada semua orang
agar mematuhi disiplin pengurusan rumah tangga yang baik atas
kesadaran sendiri. Prinsip: berikan pengarahan kepada orang-orang untuk
berdisiplin mengikuti cara dan aturan penanganan house keeping atas
dasar kesadaran. Lakukan apa yg harus dilakukan dan jangan melakukan
apa yang tidak boleh dilakukan.
Sedangkan tahapan pengolahan data untuk penerapan 5S yang diperolah dari
buku Osada (2004) adalah sebagai berikut :
1. Perancangan Metode 5S 2. Sosialisasi Metode 5S
3. Penerapan Metode 5S 4. Evaluasi Penerapan Metode 5S
• Setelah selesai tahapan-tahapan di atas maka langkah selanjutnya yang
dilakukan adalah membuat layout akhir berdasarkan kombinasi antara
alternatif tata letak terbaik dan perancangan metode 5S.
2.5 Analisis Activity Relationship Chart (ARC)Merupakan dasar dalam pembuatan alternatif tata letak dengan dengan
memperhatikan modifikasi dan batasan praktis. Untuk membuat rancangan tata
letak dapat dibuat suatu block layout yang merupakan diagram blok dengan
skala tertentu dimana luas tata letak keseluruhan dibuat berdasarkan data.
Sebelum pembuatan detail layout, dibuatlah Area Alocation Diagram (AAD),
dimana diusulkan untuk alternatif pembuatan layout, gudang bahan jadi 2 pada
layout awal diubah menjadi tempat parkir, karena keterbatasan dari lahan parkir
yang ada di pabrik ini.
Tabel 1. Kebutuhan Luas Area Keseluruhan
LEMBAR KEBUTUHAN LUAS AREA KESELURUHAN
Departemen/Stasiun Kerja Luas (m2) Jumlah Fasilitas Total Luas Lantai (m2)
Gudang Bahan Baku 15 1 15
Gudang Bahan Jadi 10,65 1 10,65
Area Kayu Bakar 21 1 21
Tempat sisa ampas tahu 3 1 3
Kolam Limbah 39 1 39
Stasiun Perendaman dan Penggilingan 11,1 1 11,1
Stasiun Perebusan dan Pembibitan 16,52 1 16,52
Stasiun Pengepresan dan Pemotongan 7,5 1 7,5
Ruang istirahat 14 1 14
Toilet 9 1 9
Parkir 24 24
Total Luas Area Pelayanan 170,77
Gambar 6. Activity Relationship Chart (ARC)
2.6 Penerapan Metode 5S Pada tahap ini, dilakukan penerapan metode 5S pada lingkungan kerja di
pabrik pembuatan tahu UD. Dhika Putra.
1. Seiri. Metode seiri banyak diterapkan pada stasiun perendaman dan
penggilingan serta pada area gudang bahan jadi, karena pada kedua
departemen ini terlihat jelas banyaknya ember yang berserakan di lantai.
Ember-ember ini terdiri dari ember yang berisi kedelai maupun yang berisi
tahu yang sudah jadi dan ember yang kosong, sementara ember yang
kosong ini tidak diperlukan dalam stasiun perendaman dan penggilingan
serta pada gudang bahan jadi. Ember-ember yang kosong ini membuat
lantai menjadi penuh sehingga tidak ada space untuk pekerja untuk
melakukan proses perendaman dan penggilingan. Melihat keadaan
tersebut maka diterapkanlah seiri yaitu dengan melakukan pemilahan
terhadap ember – ember yang tidak diperlukan atau ember yang kosong
dan menyimpannya pada area diluar area gudang bahan jadi serta pada
stasiun perendaman dan penggilingan. Dari hasil pemilahan ini maka
diperoleh keadaan lantai terlihat lebih memiliki space sehingga pekerja
lebih leluasa untuk melakukan pekerjaannya terutama pada proses
material handling pemindahan kedelai yang sudah digiling menuju stasiun
perebusan sehingga seringkali jarak pemindahan menjadi jauh karena
pekerja harus melewati area yang kosong yang tidak terhalang oleh
ember-ember yang beserakan pada stasiun perendaman dan
penggilingan.
2. Seiton. Metode seiton merupakan S yang kedua dari metode 5S. Pada
tahap ini merupakan kelanjutan dari seiri, dimana dari hasil pemilahan
yang telah dilakukan akan dilanjutkan dengan proses penataan peralatan
yang telah dipilah tersebut. Misalnya ember-ember yang ada pada stasiun
perendaman dan penggilingan ditata pada area ember kosong tepatnya
disamping gudang bahan jadi. Begitu juga dengan ember kosong yang
bercampur pada gudang bahan jadi juga disusun pada area ember
kosong. Selain penataan posisi ember, pada pabrik ini juga dilakukan
penataan terhadap kain blacu yaitu kain untuk proses penyaringan ampas
tahu dan juga penataan terhadap posisi alat press. Kain blacu digantung
pada satu tempat saja sehingga pekerja lebih mudah untuk mencari dan
mengambilnya apabila dibutuhkan. Sedangkan untuk alat press disusun
pada stasiun pengepresan dan pemotongan, alat press tersebut disusun
diatas meja press dan potong sehingga pekerja lebih mudah mengambil
dan menggunakannya.
3. Seiso. Pada tahap ini hal yang dilakukan adalah proses pembersihan.
Adapun pembersihan yang dilakukan adalah pembersihan terhadap lantai
produksi dan peralatan yang digunakan untuk proses produksi pembuatan
tahu yaitu mesin giling dan kuali perebusan dan pembibitan. Lantai pabrik
dibersihkan dari sampah-sampah baik itu sampah plastik, kedelai yang
terjatuh dan cairan sisa pencucian dan penggilingan kedelai. Pembersihan
lantai produksi ini bertujuan demi keamanan dan kenyaman pekerja pada
saat melakukan pekerjaanya, karena jika lantai licin dan kotor bisa
membuat pekerja tergelincir dan jatuh. Sedangkan untuk pembersihan
peralatan kerja dilakukan dengan tujuan perawatan terhadap peralatan
tersebut.
4. Seiketsu. Pada tahap ini lebih mengarah pada proses pemantapan
terhadap metode 5S yang telah diterapkan. Pada tahap ini dilakukan suatu
upaya bagaimana penerapan yang telah dilakukan tetap berlangsung
terus menerus bukan untuk sementara saja dengan cara pembuatan label
area kerja seperti area bahan baku, area bahan jadi, tempat ember
kosong dan tempat kain blacu. Selain itu juga dilakukan pembuatan garis
batas area kerja yang bertujuan agar penyusunan peralatan kerja lebih
tertata dengan baik. dengan adanya pembuatan labeling dan garis batas
area kerja bisa membuat karyawan tau dimana penempatan peralatan
yang digunakan dan tau batas areanya, sehingga penerapan ini bisa
berlangsung terus menerus.
5. Shitsuke. Tahap ini merupakan bagian terakhir dari metode 5S. Pada
bagian ini lebih memfokuskan bagaimana cara untuk membiasakan diri
terhadap penerapan metode ini. untuk itu diperlukan kesadaran dari para
pekerja untuk memiliki pola kerja yang sesuai metode 5S demi
kenyamanan dan keamaan dalam bekerja. Mengingat sifat manusia yang
berbeda-beda maka perlu seseorang yang bisa mengontrolnya. dalam hal
ini peran pimpinan dibutuhkan untuk peduli dan mampu mengontrol
pekerja agar selalu menjaga lingkungan kerja berdasarkan metode 5S
yang telah diterapkan.
2.7 Evaluasi Penerapan Metode 5S Tahap evaluasi ini dalah tahap untuk menilai apa saja perancangan
metode 5S yang bisa diterapkan. Dari hasil penerapan yang dilakukan maka
dapat dievaluasi perancangan yang mampu diterapkan dapat dilihat pada Tabel
2. Tahap evaluasi yang dilakukan selama lebih kurang 6 hari. Pada hari pertama
semua rancangan masih diterapkan pada pabrik tahu UD. Dhika Putra dengan
baik walaupun masih belum sempurna. Namun pada hari selanjutnya terjadi
beberapa metode 5S yang tidak dilakukan misalnya pemisahan antara ember
kosong dengan ember yang berisi dengan kedelai serta kurang pedulinya pekerja
untuk meletakkan kain blacu pada area yang telah ditentukan.
Tabel 2. Hasil Evaluasi Perancangan yang Mampu Untuk Diterapkan
Metode 5S Pelaksanaan Stasiun/Departemen
Seiri (Pemilahan)
Pemisahan antara ember yang berisi kedelai dengan ember kosong
Perendaman dan Penggilingan
Pemisahan antara ember yang berisi tahu dengan ember kosong
Gudang bahan jadi
Seiton (Penataan) Ember yang kosong yang telah dipisahkan dari emberember yang berisi yang berada pada gudang bahan jadi dan stasiun perendaman dan penggilingan di letakkan pada area penempatan ember kosong
Area ember kosong
Kain blacu digantung pada satu tempat saja yaitu pada area tempat kain blacu
Area kain blacu
Peralatan alat untuk pengepresan disusun pada meja pengepresan dan pemotongan
Pengepresan dan Pemotongan
Seiso (Pembersihan)
Pembersihan Lantai Produksi Lantai produksi
Pembersihan peralatan kerja Semua stasiun
Seiketsu Pembuatan garis batas-batas area kerja Perendaman dan
(Pemantapan)
penggilingan, gudang bahan baku, emeber kosong
Pembuatan jadwal piket -
Pembuatan label nama area Area gudang bahan baku dan bahan jadi, area ember kosong dan stasiun perendaman dan penggilingan
Shitsuke (Pembiasaan)
Melakukan pengontrolan tiap harinya Semua Stasiun
Upaya Pembiasan diri Semua Stasiun
2.8 Layout Akhir
Pembuatan layout akhir ini dibuat berdasarkan layout usulan yang terpilih
yang memliki panjang lintasan material handling yang paling pendek yang
kemudian dikombinasikan dengan rancangan penerapan metode 5S. Adanya
penambahan area untuk penataan ember kosong dan adanya space yang
memungkinkan proses material handling kedelai yang digiling dari stasiun
perendaman dan penggilingan menuju stasiun perebusan menjadi lebih mudah
dilakukan dan juga bisa memperpendek jarak lintasan material handlingnya.
Gambar 7. Layout Usulan
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Dalam makalah Perencanaan Tata Letak Pabrik diatas, terdapat beberapa kesimpulan :
1. Manfaat dari Perencanaan Tata Letak Pabrik yang benar diantaranya,
menjamin keamanan(safety) dan kepuasan kerja dari pegawai. Prestasi
kerja dapat meningkat bila penyusun tata letak pabrik dilakukan dengan
baik dan aktif. Serta meningkatkan efisiensi dan efktifitas kerja.
2. Rancangan ulang tata letak dan fasilitas pabrik pembuatan tahu, UD.
Dhika Putra yang terpilih adalah layout alternatif 1 yang memiliki panjang
lintasan material handling 45 m, hasil ini lebih efisien 19.21 % jika
dibandingkan dengan panjang aliran material handling layout awal yaitu
55,7 m dan layout usulan alternatif 2 sepanjang 49 m dan. Penelitian ini
berhasil menerapkan metode 5S di UD. Dhika Putra, misalnya pemilahan
ember-ember kosong yang berada pada area gudang bahan jadi maupun
pada stasiun perendamaan dan penggilingan, diterapkannya penataan
peralatan pada area yang telah ditentukan, penerapan kegiatan
pembersihan lantai produksi dan peralatan, serta pemberian label dan
batas peralatan dan area kerja. Melalui penerapan metode 5S ini kondisi
fisik lingkungan kerja di pabrik tahu lebih tertata rapi dan berpengaruh
pada kenyamanan pekerja.
3.2 SaranAgar dapat menggunakan bahasa yang lebih mudah dipahami dan tidak terlalu
banyak menggunakan kalimat yang tidak perlu.
DAFTAR PUSTAKA
Apple, J. M. 1990. Tata Letak Pabrik dan Pemindahan Bahan. Edisi ketiga.
ITB, Bandung.
Hadiguna, R. A. dan Setiawan, H. 2008. Tata Letak Pabrik. Andi Offset,
Yogyakarta.
Listiani, T. 2010. Penerapan Konsep 5S dalam Upaya Menciptakan
Lingkungan Kerja yang Ergonomis di STIA LAN Bandung, Jurnal Ilmu
Administrasi, Volume VII No. 3, Bandung.
Osada, T. 2004. Sikap Kerja 5S. Cetakan Kelima. Penerbit PPM, Jakarta.
Purnomo, H. 2004. Perencanaan dan Perancangan Fasilitas. Cetakan
Pertama. Graha Ilmu, Yogyakarta.
Susetyo, J., Simanjuntak, R.A., dan Ramos J. M. 2010. Perancangan Ulang
Tata Letak Fasilitas Produksi dengan Pendekatan Group Technology
dan Algoritma Blocplan untuk Minimasi Ongkos Material Handling.
Jurnal Teknologi, Volume 3 Nomor 1, edisi Juni 2010, pp. 75-84.
Wignjosoebroto, S. 2009. Tata Letak Pabrik dan Pemindahan Bahan. Edisi
ketiga Cetakan keempat. Guna Widya, Surabaya.
Merry Siska & Henriadi. 2012. Perancangan Ulang Tata Letak Fasilitas Pabrik
Tahu dan Penerapan Metode 5S, Jurnal Ilmiah Teknik Industri, Vol. 11,
No. 2, Pekanbaru.