uji sensitivitas ampisilin, imipenem dan tetrasiklin ... · ketahun, pola kepekaan staphylococcus...

53
UJI SENSIT TETRASIKL PENYEB PERANA PROGRA F UN TIVITAS AMPISILIN, IMIPEN LIN TERHADAP Staphylococcu BAB MASTITIS PADA KAMB AKAN ETAWA ASAL KABUPA POLEWALI MANDAR SKRIPSI ALFIONITA ARIF O11112257 AM STUDI KEDOKTERAN HE FAKULTAS KEDOKTERAN NIVERSITAS HASANUDDIN MAKASSAR 2017 NEM DAN us aureus BING ATEN EWAN

Upload: hacong

Post on 17-Mar-2019

233 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: UJI SENSITIVITAS AMPISILIN, IMIPENEM DAN TETRASIKLIN ... · ketahun, pola kepekaan Staphylococcus aureus terhadap antibiotik tetrasiklin 53.3%, ampisilin 18.1. Keadaan ini menunjukan

UJI SENSITIVITAS AMPISILIN, IMIPENEM DANTETRASIKLIN TERHADAP Staphylococcus aureus

PENYEBAB MASTITIS PADA KAMBINGPERANAKAN ETAWA ASAL KABUPATEN

POLEWALI MANDAR

SKRIPSI

ALFIONITA ARIFO11112257

PROGRAM STUDI KEDOKTERAN HEWANFAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS HASANUDDINMAKASSAR

2017

UJI SENSITIVITAS AMPISILIN, IMIPENEM DANTETRASIKLIN TERHADAP Staphylococcus aureus

PENYEBAB MASTITIS PADA KAMBINGPERANAKAN ETAWA ASAL KABUPATEN

POLEWALI MANDAR

SKRIPSI

ALFIONITA ARIFO11112257

PROGRAM STUDI KEDOKTERAN HEWANFAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS HASANUDDINMAKASSAR

2017

UJI SENSITIVITAS AMPISILIN, IMIPENEM DANTETRASIKLIN TERHADAP Staphylococcus aureus

PENYEBAB MASTITIS PADA KAMBINGPERANAKAN ETAWA ASAL KABUPATEN

POLEWALI MANDAR

SKRIPSI

ALFIONITA ARIFO11112257

PROGRAM STUDI KEDOKTERAN HEWANFAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS HASANUDDINMAKASSAR

2017

Page 2: UJI SENSITIVITAS AMPISILIN, IMIPENEM DAN TETRASIKLIN ... · ketahun, pola kepekaan Staphylococcus aureus terhadap antibiotik tetrasiklin 53.3%, ampisilin 18.1. Keadaan ini menunjukan

ii

PERNYATAAN KEASLIAN

Saya yang bertanda tangan di bawah ini,

Nama : Alfionita Arif

Nim : O111 12 257

Jurusan / Program Studi : Kedokteran Hewan

Dengan ini menyatakan keaslian dengan sebenar-benarnya bahwa skripsi yangberjudul:

Uji Sensitivitas Ampisilin, Imipenem dan Tetrasiklin terhadapStaphylococcus aureus Penyebab Mastitis pada Kambing Peranakan Etawa

asal Kabupaten Polewali Mandar

Adalah karya ilmiah saya sendiri dan sepanjang pengetahuan saya didalam naskah skripsi ini tidak terdapat karya ilmiah yang pernah diajukan olehoranglain untuk memperoleh gelar akademis di suatu perguruan tinggi, dan tidakterdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain,kecuali yang secara tertulis dikutip dalam naskah ini dan disebutkan dalamsumber kutipan serta daftar pustaka.

Apabila sebagian atau seluruhnya dari skripsi ini, terutama dalam bab hasildan pembahasan, tidak asli atau plagiasi, maka saya bersedia dibatalkan dandikenakan sanksi akademik yang berlaku.

Makassar, 15 Februari 2017

Pembuat Pernyataan

Alfionita Arif

Page 3: UJI SENSITIVITAS AMPISILIN, IMIPENEM DAN TETRASIKLIN ... · ketahun, pola kepekaan Staphylococcus aureus terhadap antibiotik tetrasiklin 53.3%, ampisilin 18.1. Keadaan ini menunjukan

iii

ABSTRAK

Alfionita Arif. O111 12 257, Uji Sensitivitas Ampisilin, Imipenem danTetrasiklin terhadap Staphylococcus aureus Penyebab Mastitis pada KambingPeranakan Etawa asal Kabupaten Polewali Mandar. Di bawah bimbingan ABDULWAHID JAMALUDDIN sebagai Pembimbing Utama dan SITTI ARIFAHsebagai Pembimbing Anggota.

Uji sensitivitas ampisilin, imipenem dan tetrasiklin terhadapStaphylococcus aureus penyebeb mastitis pada kambing peranakan etawa asalKabupaten Polewali Mandar bertujuan mengisolasi Staphylococcus aureussebagai penyebab mastitis pada kambing Peranakan Etawa. Pada penelitian inidigunakan enam sampel susu kambing yang positif mastitis yang sebelumnyatelah dilakukan uji California Mastitis Test (CMT). Isolasi bakteri dilakukandengan menggunakan metode kultur pada dua media yatiu Natrium Agar (NA)dan Baird Parker Agar (BPA). Identifikasi bakteri dilakukan dengan uji MannitolSalt Agar (MSA), pewarnaan gram dan uji katalase. Selanjutnya dilakukan ujisenstivitas dengan metode difusi dimana meletakkan disk antibiotik pada isolatbakteri. Kesimpulan dari hasil penelitian ini adalah antibiotik imipenem dantetrasiklin masih sensitif sedangkan ampisilin sudah resisten terhadapStaphylococcus aureus yang diisolasi dari susu kambing.

Kata Kunci: Ampisilin, Imipenem, Mastitis, Staphylococcus aureus, Tetrasiklin

Page 4: UJI SENSITIVITAS AMPISILIN, IMIPENEM DAN TETRASIKLIN ... · ketahun, pola kepekaan Staphylococcus aureus terhadap antibiotik tetrasiklin 53.3%, ampisilin 18.1. Keadaan ini menunjukan

iv

ABSTRACT

Alfionita Arif. O111 12 257. Sensitivity Test of Ampicillin, Imipenem andTetracycline against Staphylococcus aureus mastitis on Goats Peranakan Etawa inPolewali Mandar. Supervised by ABDUL WAHID JAMALUDDIN and SITTIARIFAH

This study is sensitivity test of ampicillin, tetracycline and imipenemagainst Staphylococcus aureus mastitis onetawa Polewali Mandar origin goats toisolate Staphylococcus aureus as a cause mastitis in Etawa goats. In thisexperiment used six samples goat’s milk which are positive mastitis that had beentested with California Mastitis Test (CMT). Isolation of bacteria were performedusing culture methods on two media which is Sodium Agar (NA) and BairdParker Agar (CPA). Identification of the bacteria carried by test Mannitol SaltAgar (MSA), Gram stain and catalase test. Furthermore, the sensitivity test wasdone by disk diffusion method which put the antibiotics on bacterial isolates. Theconclusion of this study is that tetracycline and antibiotic imipenem are stillsensitivewhereas ampicillin is resistant against Staphylococcus aureus isolatedfrom goat milk.

Key Words: Ampicilin, Imipenem, Mastitis, Staphylococcus aureus, Tetracycline

Page 5: UJI SENSITIVITAS AMPISILIN, IMIPENEM DAN TETRASIKLIN ... · ketahun, pola kepekaan Staphylococcus aureus terhadap antibiotik tetrasiklin 53.3%, ampisilin 18.1. Keadaan ini menunjukan

v

UJI SENSITIVITAS AMPISILIN, IMIPENEM DANTETRASIKLIN TERHADAP Staphylococcus aureus

PENYEBAB MASTITIS PADA KAMBINGPERANAKAN ETAWA ASAL KABUPATEN

POLEWALI MANDAR

ALFIONITA ARIF

Skripsi

PROGRAM STUDI KEDOKTERAN HEWANFAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS HASANUDDINMAKASSAR

2017

Page 6: UJI SENSITIVITAS AMPISILIN, IMIPENEM DAN TETRASIKLIN ... · ketahun, pola kepekaan Staphylococcus aureus terhadap antibiotik tetrasiklin 53.3%, ampisilin 18.1. Keadaan ini menunjukan

vi

Page 7: UJI SENSITIVITAS AMPISILIN, IMIPENEM DAN TETRASIKLIN ... · ketahun, pola kepekaan Staphylococcus aureus terhadap antibiotik tetrasiklin 53.3%, ampisilin 18.1. Keadaan ini menunjukan

vii

KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yangtelah memberikan rahmat dan karunia-Nya serta nikmatnya yang tiada hentinyakepada manusia. Terutama nikmat akal yang menjadikan manusia sebagaimakhluk yang paling sempurna. Dengan nikmat dan akal tersebutlah kita dituntutuntuk dapat memanfaatkannya dengan sebaik-baiknya tanpa menyimpang dariperintah-Nya.

Shalawat serta salam penulis peruntuhkan kepada junjungan kita NabiMuhammad SAW, yang telah membawah kita dari alam yang gelap gulita menujualam yang terang menderang, serta kepada keluarga dan sahabat-sahabtnya.

Alhamdulillah, penulis dapat menyelesaikan penyusunan skripsi yangberjudul “Uji Sensitivitas Ampisilin, Imipenem dan Tetrasiklin terhadapStaphylococcus aureus Penyebab Mastitis pada Kambing Peranakan Etawa asalKabupaten Polewali Mandar”, sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelarSarjana Kedokteran Hewan di Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin

Dalam kesempatan kali ini penulis menyampaikan rasa terimakasih atasbantuan dan dorongan yang diberikan kepada penulis selamapenelitian danpenyusunan skripsi kepada:

1. Ucapan terima kasih sebesar besarnya juga penulis ucapkan untukkedua orang tua tercinta Ayahanda Muhammad Arif,S.Pd dan IbundaMasiani yang telah mendoakan, merawat, mendidik, memberikanmotivasi yang sangat luar biasa serta kasih sayang yang tiada hentinyayang berlebih terhadap penulis, serta pengertian orang tua selamapenulis melakukan penelitian ini.

2. Prof. Dr. dr. Andi Asadul Islam, Sp. Bs selaku Dekan FakultasKedokteran Universitas Hasanuddin

3. Ibu Prof. Dr. Drh. Lucia Muslimin, M. Sc selaku Ketua Program StudiKedokteran Hewan Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin.

4. Bapak Abdul Wahid Jamaluddin S.Farm,M.Si,Apt selaku pembimbing Iyang telah meluangkan waktu, tenaga dan pikiran yang sangat berartikepada penulis selama penyusunan skripsi

5. Ibu Drh. Sitti Arifah, M.Si selaku pembimbing II yang telahmeluangkan waktu, tenaga dan pikiran yang sangat berarti kepadapenulis selama penyusunan skripsi

6. Saudara-saudara saya, Muhammad Andri Wirawan Arif, NurfadillahArif, dan Nurfahira Arif yang telah memberikan support kepadapenulis

7. Seluruh staf dosen dan tata usaha Program Studi Kedokteran HewanUniversitas Hasanuddin yang telah banyak membantu kelancaranskripsi

vii

KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yangtelah memberikan rahmat dan karunia-Nya serta nikmatnya yang tiada hentinyakepada manusia. Terutama nikmat akal yang menjadikan manusia sebagaimakhluk yang paling sempurna. Dengan nikmat dan akal tersebutlah kita dituntutuntuk dapat memanfaatkannya dengan sebaik-baiknya tanpa menyimpang dariperintah-Nya.

Shalawat serta salam penulis peruntuhkan kepada junjungan kita NabiMuhammad SAW, yang telah membawah kita dari alam yang gelap gulita menujualam yang terang menderang, serta kepada keluarga dan sahabat-sahabtnya.

Alhamdulillah, penulis dapat menyelesaikan penyusunan skripsi yangberjudul “Uji Sensitivitas Ampisilin, Imipenem dan Tetrasiklin terhadapStaphylococcus aureus Penyebab Mastitis pada Kambing Peranakan Etawa asalKabupaten Polewali Mandar”, sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelarSarjana Kedokteran Hewan di Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin

Dalam kesempatan kali ini penulis menyampaikan rasa terimakasih atasbantuan dan dorongan yang diberikan kepada penulis selamapenelitian danpenyusunan skripsi kepada:

1. Ucapan terima kasih sebesar besarnya juga penulis ucapkan untukkedua orang tua tercinta Ayahanda Muhammad Arif,S.Pd dan IbundaMasiani yang telah mendoakan, merawat, mendidik, memberikanmotivasi yang sangat luar biasa serta kasih sayang yang tiada hentinyayang berlebih terhadap penulis, serta pengertian orang tua selamapenulis melakukan penelitian ini.

2. Prof. Dr. dr. Andi Asadul Islam, Sp. Bs selaku Dekan FakultasKedokteran Universitas Hasanuddin

3. Ibu Prof. Dr. Drh. Lucia Muslimin, M. Sc selaku Ketua Program StudiKedokteran Hewan Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin.

4. Bapak Abdul Wahid Jamaluddin S.Farm,M.Si,Apt selaku pembimbing Iyang telah meluangkan waktu, tenaga dan pikiran yang sangat berartikepada penulis selama penyusunan skripsi

5. Ibu Drh. Sitti Arifah, M.Si selaku pembimbing II yang telahmeluangkan waktu, tenaga dan pikiran yang sangat berarti kepadapenulis selama penyusunan skripsi

6. Saudara-saudara saya, Muhammad Andri Wirawan Arif, NurfadillahArif, dan Nurfahira Arif yang telah memberikan support kepadapenulis

7. Seluruh staf dosen dan tata usaha Program Studi Kedokteran HewanUniversitas Hasanuddin yang telah banyak membantu kelancaranskripsi

vii

KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yangtelah memberikan rahmat dan karunia-Nya serta nikmatnya yang tiada hentinyakepada manusia. Terutama nikmat akal yang menjadikan manusia sebagaimakhluk yang paling sempurna. Dengan nikmat dan akal tersebutlah kita dituntutuntuk dapat memanfaatkannya dengan sebaik-baiknya tanpa menyimpang dariperintah-Nya.

Shalawat serta salam penulis peruntuhkan kepada junjungan kita NabiMuhammad SAW, yang telah membawah kita dari alam yang gelap gulita menujualam yang terang menderang, serta kepada keluarga dan sahabat-sahabtnya.

Alhamdulillah, penulis dapat menyelesaikan penyusunan skripsi yangberjudul “Uji Sensitivitas Ampisilin, Imipenem dan Tetrasiklin terhadapStaphylococcus aureus Penyebab Mastitis pada Kambing Peranakan Etawa asalKabupaten Polewali Mandar”, sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelarSarjana Kedokteran Hewan di Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin

Dalam kesempatan kali ini penulis menyampaikan rasa terimakasih atasbantuan dan dorongan yang diberikan kepada penulis selamapenelitian danpenyusunan skripsi kepada:

1. Ucapan terima kasih sebesar besarnya juga penulis ucapkan untukkedua orang tua tercinta Ayahanda Muhammad Arif,S.Pd dan IbundaMasiani yang telah mendoakan, merawat, mendidik, memberikanmotivasi yang sangat luar biasa serta kasih sayang yang tiada hentinyayang berlebih terhadap penulis, serta pengertian orang tua selamapenulis melakukan penelitian ini.

2. Prof. Dr. dr. Andi Asadul Islam, Sp. Bs selaku Dekan FakultasKedokteran Universitas Hasanuddin

3. Ibu Prof. Dr. Drh. Lucia Muslimin, M. Sc selaku Ketua Program StudiKedokteran Hewan Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin.

4. Bapak Abdul Wahid Jamaluddin S.Farm,M.Si,Apt selaku pembimbing Iyang telah meluangkan waktu, tenaga dan pikiran yang sangat berartikepada penulis selama penyusunan skripsi

5. Ibu Drh. Sitti Arifah, M.Si selaku pembimbing II yang telahmeluangkan waktu, tenaga dan pikiran yang sangat berarti kepadapenulis selama penyusunan skripsi

6. Saudara-saudara saya, Muhammad Andri Wirawan Arif, NurfadillahArif, dan Nurfahira Arif yang telah memberikan support kepadapenulis

7. Seluruh staf dosen dan tata usaha Program Studi Kedokteran HewanUniversitas Hasanuddin yang telah banyak membantu kelancaranskripsi

Page 8: UJI SENSITIVITAS AMPISILIN, IMIPENEM DAN TETRASIKLIN ... · ketahun, pola kepekaan Staphylococcus aureus terhadap antibiotik tetrasiklin 53.3%, ampisilin 18.1. Keadaan ini menunjukan

viii

8. Kepada teman-teman seperjuangan Ichwani Syam Mustapa, RisnaRisyani, Andi Ainun Karlina, dan Nur Sriani Rezki yang telahmemberikan banyak bantuan, dorongan, dan membantu dalampenyusunan skripsi ini, semoga kita semua menjadi makhluk muliadunia akhirat, dapat mengamalkan ilmu yang kita dapat di jalan AllahSWT.

9. Teman seangkatan ‘Akestor Anwel 2012’ yang telah menjadi temanseperjuangan dari awal masuk menjadi mahasiswa Kedokteran Hewan,terima kasih penulis ucapkan atas dukungan dan bantuannya.

10. Kepada teman-teman Hampir 17 yang selalu memberikan dukungandan bantuannya dalam penyusunan skripsi

11. Dan penghargaan setinggi – tingginya kepada semua pihak yang tidakdapat penulis sebutkan satu per satu. Terima kasih atas bantuan dandukungannya.

Semoga dengan terselesaikannya penulisan skripsi ini dapat menambahpengetahuan kita semua. Sesungguhnya kesempurnaan itu hanyalah milik Allahdan kesalahan pasti datangnya dari penulis. Karna itu tidak menutup kemungkinanjika dalam penulisan Skripsi ini terdapat banyak kesalahan dan kekurangan.Untuk itu, segala kritik dan saran penulis harapkan demi kesempurnaan Skripsi inidan akan penulis terima dengan senang hati. Harapan penulis semoga skripsi inidapat memberikan wawasan ilmu yang bermanfaat bagi pihak-pihak yangmemerlukannya serta darmabakti penulis kepada almamater tercinta.Wassalamu alaikum Warahmatullahi Wabarakatu

Makassar, 15 Februari 2017

Penulis

Page 9: UJI SENSITIVITAS AMPISILIN, IMIPENEM DAN TETRASIKLIN ... · ketahun, pola kepekaan Staphylococcus aureus terhadap antibiotik tetrasiklin 53.3%, ampisilin 18.1. Keadaan ini menunjukan

ix

DAFTAR ISI

HALAMAN SAMPULPERNYATAAN KEASLIAN iiABSTRAK iiiABSTRAK ivDAFTAR ISI viDAFTAR GAMBAR viiiDAFTAR TABEL ix1. PENDAHULUAN 1

1.1. Latar Belakang 11.2. Rumusan Masalah 21.3. Tujuan Penelitian 21.4. Manfaat Penelitian 31.5. Hipotesis 31.6. Keaslian Penelitian 3

2. TINJAUAN PUSTAKA 42.1. Kambing 42.2. Kambing Peranakan Etawa 42.3. Mastitis 6

2.3.1 Etiologi 62.3.1.1 Staphylococcus aureus 6

2.3.2 Patogenesis Mastitis 72.3.3 Gejala Klinis 82.3.4 Diagnosis, Prognosis dan Pengobatan 82.3.5 Pencegahan dan Pengendalian 9

2.4. Antibiotik 102.4.1 Ampisilin 112.4.2 Imipenem 112.4.3 Tetrasiklin 12

2.5. Resistensi Antibiotik 123. METODOLOGI PENELITIAN 14

3.1. Waktu dan Tempat 143.2. Jenis Penelitian 143.3. Materi Penelitian 14

3.3.1 Sampel dan Teknik Sampling 143.3.2 Alat 143.3.3 Bahan 15

3.4. Metode Penelitian 153.4.1 Pengambilan Sampel 15

3.4.1.1 Uji California Mastitis Test (CMT) 153.4.1.2 Pengenceran 15

3.4.2 Isolasi dan Identifikasi Bakteri 153.4.2.1 Isolasi Bakteri 153.4.2.2 Identifikasi Bakteri 16

3.4.3 Uji Kepekaan Terhadap Antibiotik 16

Page 10: UJI SENSITIVITAS AMPISILIN, IMIPENEM DAN TETRASIKLIN ... · ketahun, pola kepekaan Staphylococcus aureus terhadap antibiotik tetrasiklin 53.3%, ampisilin 18.1. Keadaan ini menunjukan

x

3.5. Analisis Data 174. Hasil dan Pembahasan 18

4.1 Pemeriksaan Mastitis 184.2 Isolasi Bakteri 19

4.2.1 Identifikasi Staphylococcus aureus 204.3 Pengujian Sensitivitas Antibiotik terhadap S.aureus 22

5. Penutup 265.1 Kesimpulan 265.2 Saran 26

DAFTAR PUSTAKA 27LAMPIRAN 31

Page 11: UJI SENSITIVITAS AMPISILIN, IMIPENEM DAN TETRASIKLIN ... · ketahun, pola kepekaan Staphylococcus aureus terhadap antibiotik tetrasiklin 53.3%, ampisilin 18.1. Keadaan ini menunjukan

xi

DAFTAR GAMBAR

1. Kambing Peranakan Etawa 52. Morfologi Staphylococcus aureus 73. Mastitik klinis pada kambing PE. 84. Hasil pemeriksaan Mastitis 185. Hasil kultur pada media Natrium Agar (NA) .196. Hasil kultur pada media Baird Parker Agar (BPA) 207. Hasil uji fermentasi mannitol pada MSA 218. Hasil pewarnaan Gram 229. Hasil uji katalase 2210. Hasil uji sensitivitas antibiotik terhadap S.aureus 23

Page 12: UJI SENSITIVITAS AMPISILIN, IMIPENEM DAN TETRASIKLIN ... · ketahun, pola kepekaan Staphylococcus aureus terhadap antibiotik tetrasiklin 53.3%, ampisilin 18.1. Keadaan ini menunjukan

xii

DAFTAR TABEL

1. Karakteristik morfologi tubuh kambing Peranakan Etawa 52. Standar zona hambat antibiotik 173. Hasil penghitungan Total Plate Count pada pengenceran 10-3dan 10-4 194. Hasil penghitungan rata rata diameter zona hambat antibiotik 23

Page 13: UJI SENSITIVITAS AMPISILIN, IMIPENEM DAN TETRASIKLIN ... · ketahun, pola kepekaan Staphylococcus aureus terhadap antibiotik tetrasiklin 53.3%, ampisilin 18.1. Keadaan ini menunjukan

1

1. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Indonesia adalah salah satu negara dimana industrinya yang berkembangdengan pesat adalah peternakan kambing. Banyak yang memberitakan tentangbanyaknya manfaat dari susu kambing untuk kesehatan. Di antaranya yaitumanfaat untuk berbagai pengobatan penyakit seperti tuberculosis (TBC), kelainanginjal, dan alergi pada kulit. Bagi penderita lactose intoleran yang alergi terhadapsusu sapi, susu kambing merupakan pilihan yang baik (Subronto, 2008).

Bangsa kambing yang dapat ditemukan di Indonesia adalah kambing kacangdan kambing Peranakan Etawa (PE). Kedua bangsa kambing tersebut merupakanbangsa kambing yang dapat beradaptasi dengan sistem pertanian di Indonesia.Kambing kacang bukan merupakan kambing perah dan hanya mampumemproduksi susu 0,1-0,4 liter/ekor/hari, sedangkan untuk kambing PeranakanEtawa mampu memproduksi susu hingga 2,2 liter/ekor/hari (Sodiq dan Abidin,2002).

Kambing Peranakan Etawa merupakan kambing yang mampu menghasilkansusu dan juga bisa di ambil dagingnya. Selain itu kambing Perankan Etawabersifat prolifik dan juga memiliki nilai jual yang tinggi dibaningkan dengan jeniskambing lainnya. Kambing Peranakan Etawa mempunyai potensi genetik tinggisebagai penghasil daging dan juga bisa menghasilkan anak lebih dari satu ekorsetiap kelahiran. Namun angka kematian anak relatif lebih tinggi, dan salah satupenyebabnya adalah penurunan dari sistem kekebalan tubuh anak yang baru lahir.Anak kambing Peranakan Etawa tergantung pada antibodi induk yang terdapatpada kolostrum dan juga kelangsungan hidupnya bergantung pada jumlah susuyang diproduksi oleh induk. Faktor yang mempengaruhi penurunan jumlahproduksi susu dan peningkatan angka kematian anak adalah kasus mastitis ataukeradangan pada ambing (Purnomo dkk., 2006).

Perhatian peternak seiring dengan peningkatan usaha peternakan kambingtertuju pada kejadian mastitis yang menjadi salah satu faktor pengaruh kualitasdan kuantitas dari susu kambing. Kontaminasi bakteri yang menyebabkankejadian mastitis klinis maupun mastitis subklinis adalah penentu dalampenetapan kualitas susu, dimana pada kambing mastitis subklinis yang lebihsering terjadi (Beheshti et al., 2010).

Beberapa bakteri yang dapat diisolasi dari ambing yang terinfeksi meliputiPasteurella haemolytica, Corynebacterium pseudotuberculosis dan Mycoplasma.Penyebab utama dari mastitis klinis ataupun mastitis subklinis pada kambingadalah bakteri dari genus Staphylococcus, Streptococcus, serta Escherichia coli(Wahyuni,2011).

Agen penyebab utama mastitis pada sapi dan juga kambing perah adalahStaphylococcus aureus (Han et al., 2000). Kejadian mastitis subklinis ataupunmastitis kronis sering kali dihubungkan dengan infeksi Staphylococcus aureus(Watts et al., 1986).

Kejadian kasus mastitis pada kambing di lapangan biasanya diberikanpenngobatan berupa pemberian antibiotik. Golongan tetrasiklin, penisilin ataupungolongan makrolida merupakan antibiotik paling sering digunakan (Scott et al.,

Page 14: UJI SENSITIVITAS AMPISILIN, IMIPENEM DAN TETRASIKLIN ... · ketahun, pola kepekaan Staphylococcus aureus terhadap antibiotik tetrasiklin 53.3%, ampisilin 18.1. Keadaan ini menunjukan

2

2011). Tetapi penggunaan antibiotik yang tidak tepat bisa menimbulkanpermasalahan baru berupa adanya residu antibiotik di dalam susu, alergi,resistensi dan juga mempengaruhi proses pengolahan dari hasil susu. Biasanyamastitis subklinis akan sulit untuk ditangani karena sudah banyak bakteri padasusu yang sudah resisten dengan berbagai jenis antibiotik (Wahyuni dkk., 2005).

Resistensi antibiotik kemungkinan disebabkan karena seringnya antibiotiktersebut diberikan pada sapi atau sering digunakan (Anonim, 2009) yangditunjukkan dengan adanya peningkatan pola kepekaan antibiotik dari tahunketahun, pola kepekaan Staphylococcus aureus terhadap antibiotik tetrasiklin53.3%, ampisilin 18.1. Keadaan ini menunjukan bahwa kuman-kuman tersebutsebagian besar telah resisten. Perkembangan resistensi kuman terhadap antibiotikasangat dipengaruhi oleh intensitas pemaparan antibiotika di suatu wilayah, tidakterkendalinya penggunaan antibiotika cenderung akan meningkatkan resistensikuman yang semula sensitif (Refdanita dkk, 2001). Antibiotik dari golongan lainyaitu imipenem merupakan antibiotik berspektrum luas yang efektif terhadapbakteri Gram positif maupun bakteri Gram negatif, aerobik dan anaerobik.

Minimnya pengetahuan peternak dapat berakibat pada kebiasaanpenggunaan antibiotik yang tidak sesuai aturan. Kebiasaan tersebut merupakansalah satu pemicu terjadinya resistensi antibiotik. Resistensi antibiotikmengakibatkan antibiotik yang biasanya efektif untuk pengobatan kini tidak dapatlagi digunakan. Terkait keamanan pangan, Noor et al (2005) mengemukakanbahwa bakteri patogen asal hewan yang telah resisten terhadap antibiotika dapatmentransfer gen yang resisten tersebut ke manusia.

Berdasarkan latar belakang tersebut maka penulis terdorong untukmelakukan penelitian dengan judul “Uji Sensitivitas Ampisilin, Imipenem danTetrasiklin terhadap Staphylococcus aureus Penyebab Mastitis pada KambingPeranakan Etawa asal Kabupaten Polewali Mandar”.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah dipaparkan maka dapat diambil rumusanmasalah sebagai berikut:

1.2.1 Bagaimanakah sensitivitas antibiotik ampisilin, imipenem dan tetrasiklinterhadap Staphylococcus aureus sebagai penyebab mastitis pada kambingPeranakan Etawa di Kabupaten Polewali Mandar ?

1.2.2 Antibiotik mana yang lebih sensitif terhadap Staphylococcus aureus sebagaipenyebab mastitis pada kambing Peranakan Etawa di Kabupaten PolewaliMandar?

1.3 Tujuan Penelitian

1.3.1 Tujuan UmumMengisolasi Staphylococcus aureus sebagai penyebab mastitis pada kambingPeranakan Etawa di Kabupaten Polewali Mandar.

1.3.2 Tujuan KhususMengetahui sensitivitas antibiotika ampisilin, imipenem dan tetrasiklinterhadap bakteri Staphylococcus aureus sebagai penyebab mastitis.

Page 15: UJI SENSITIVITAS AMPISILIN, IMIPENEM DAN TETRASIKLIN ... · ketahun, pola kepekaan Staphylococcus aureus terhadap antibiotik tetrasiklin 53.3%, ampisilin 18.1. Keadaan ini menunjukan

3

1.4 Manfaat Penelitian

1.3.3 Manfaat Pengembangan Ilmu TeoriMemberikan informasi mengenai Staphylococcus aureus sebagai penyebabmastitis pada kambing Peranakan Etawa.

1.3.4 Manfaat untuk aplikasia. Untuk Peneliti

Melatih kemampuan meneliti dan menjadi acuan bagi penelitian-penelitian selanjutnya.

b. Untuk MasyarakatSebagai rujukan untuk penelitian selanjutnya tentang antibiotika yangdapat digunakan sebagai obat untuk mastitis yang terjadi pada kambing.

1.5 Hipotesis

Ditemukan adanya Staphylococcus aureus pada susu kambing PeranakanEtawa yang positif mastitis dan antibiotik ampisilin, imipenem dan tetrasiklinsensitif terhadap bakteri penyebab mastitis tersebut.

1.6 Keaslian Penelitian

Penelitian mengenai Uji Sensitivitas Antibiotik Ampisilin, Imipenem danTetrasiklin Terhadap Staphylococcus aureus Sebagai Penyebab Mastitis PadaKambing Peranakan Etawa di Kabupaten Polewali Mandar belum pernahdilakukan. Penelitian terhadap mastitis telah dilakukan namun fokus, tujuan danlokasi yang berbeda, seperti halnya Daya Hambat Antibiotika Terhadap BakteriDari Susu Kambing Peranakan Etawa (PE) : Normal, Mastitis Subklinis danKlinisdi Peternakan Sahabat Alam Sejati di Kalasan, Sleman (Saraswati, 2013).

Page 16: UJI SENSITIVITAS AMPISILIN, IMIPENEM DAN TETRASIKLIN ... · ketahun, pola kepekaan Staphylococcus aureus terhadap antibiotik tetrasiklin 53.3%, ampisilin 18.1. Keadaan ini menunjukan

4

2. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Kambing

Kambing merupakan mamalia yang termasuk Ordo Artiodactyla, Subordoruminansia, Famili Bovidae, dan Genus Capra atau Hemitragus (Devendra andBurns, 1994). Kambing piaraan terdiri atas lima spesies yaitu Capra ibex, Caprahircus, Capra caucasia, Capra pyrenaica dan Capra falconeri (Williamson andPayne, 1993).

Kambing merupakan hewan pemamah biak dengan ukuran tubuh yangsedang, berdasarkan dari sistem pencernaannya. Pada umumnya, kambingmemiliki jenggot, dahi cembung, ekor agak ke atas, dan kebanyakan berbulu lurusdan kasar. Kambing sudah dibudidayakan manusia sekitar 8.000 hingga 9.000tahun yang lalu. Dalam pengembaraannya mencari pakan, kelompok kambing inidipimpin oleh kambing betina yang paling tua. Kambing jantan berfungsi sebagaipenjaga keamanan rombongan (Devendra and Burns, 1994).

Kambing merupakan usaha sampingan bagi petani atau masyarakat ataupunbisa disebut sebagai tabungan karena pemeliharaan dan pemasaran hasil produksirelatif mudah. Tetapi dengan meningkatkan cara pemeliharaan maka akanmemberikan hasil pertambahan berat badan dapat mencapai 50 sampai 150 g/hari(Williamson and Payne, 1993).

Kambing dapat diklasifikasikan berdasarkan tinggi gumbanya menjadi tigaketegori yaitu kambing besar, sedang, dan kecil. Kambing termsauk dalamkategori kambing besar apabila memiliki tinggi gumba lebih dari 65 cm, kategorisedang apabila memiliki tinggi gumba 51 sampai 65 cm, dan kambing kecilapabila memiliki tinggi gumba kurang dari 30 cm (Williamson and Payne, 1993).

Murtidjo (1993) menyatakan bahwa dari jenis kambing tersebut kitamengenal beberapa bangsa kambing yang tersebar di seluruh dunia diantaranyakambing kacang yang dikenal sebagai kambing lokal Indonesia. Terdapatbeberapa bangsa kambing yang dipelihara di Indonesia, diantaranya kambingEtawa atau PE, Nubian, Kosta, Benggala, dan Kacang. Kambing memilikikeunggulan dibandingkan dengan ternak ruminansia lain yaitu mampu beradaptasidengan baik terhadap berbagai keadaan lingkungan sehingga dapat hidup danberkembang biak sepanjang tahun (Sarwono, 2002).

2.2. Kambing Peranakan Etawa ( PE )

Kambing Peranakan Etawa (PE) adalah kambing dari hasil persilangankambing Etawa yang merupakan kambing asal India dan kambing kacang yangmerupakan kambing asli dari Indonesia, sehingga kambing PE mewarisikarakteristik dari kedua bangsa kambing tersebut. Tetapi kambing PE memilikibentuk fisik lebih mirip dengan kambing Etawa yaitu bagian dahi dan hidungcembung, telinga menggantung, warna bulu putih dengan warna bulu pada bagiankepala hitam atau cokelat (Edey, 1983).

Page 17: UJI SENSITIVITAS AMPISILIN, IMIPENEM DAN TETRASIKLIN ... · ketahun, pola kepekaan Staphylococcus aureus terhadap antibiotik tetrasiklin 53.3%, ampisilin 18.1. Keadaan ini menunjukan

5

Gambar 1. Kambing Peranakan Etawa (Aji dkk, 2009).

Menurut dari tipenya, rumpun kambing PE termasuk kambing dwi guna(penghasil daging dan susu). Produksi susunya mencapai 0,45 sampai 2,1 liter perhari per laktasi (Adriani dkk., 2003). Tapi sampai saat ini usaha pemeliharaankambing PE lebih banyak ditujukan untuk produksi anak/bibit/daging.Kemampuan produksi susu, produksi daging, dan tampilan luar dari kambing PEmasih sangat bervariasi di berbagai lokasi karena seleksi dan sistem perkawinanyang tidak terarah (Budiarsana dan Sutama, 2006).

Produktivitas kambing PE sangat dipengaruhi oleh tata laksana pemeliharaan.Kondisi pemeliharaan yang baik memungkinkan kambing dapat mencapai ukurandewasa pada umur satu tahun. Tetapi, apabila sistem pemeliharaan kurang baikmaka dewasa kelamin baru dicapai pada umur lebih dari satu tahun. Beberapafaktor yang mempengaruhi pertumbuhan kambing setelah sapih adalah kualitasdan kuantitas pakan, jenis kelamin, genetik, berat badan saat sapih dan faktorlingkungan (Edey, 1983).

Tabel 1.Karakteristik morfologi tubuh kambing Peranakan Etawa (PE) (Aji dkk,2009)

Page 18: UJI SENSITIVITAS AMPISILIN, IMIPENEM DAN TETRASIKLIN ... · ketahun, pola kepekaan Staphylococcus aureus terhadap antibiotik tetrasiklin 53.3%, ampisilin 18.1. Keadaan ini menunjukan

6

Kambing memiliki susu yang kandungan proteinnya lebih tinggi biladibandingkan dengan susu sapi. Susu kambing juga sebagai sumber mineral,kalsium serta fosfor yang baik untuk petumbuhan bayi. Salah satu kelebihan darisusu kambing yaitu memiliki butir lemak yang lebih kecil dibandingkan dengansusu sapi serta memiliki proporsi asam lemak rantai pendek dalam jumlah yangrelatif tinggi sehingga susu kambing mudah dicerna (Ceballos et al., 2009).

Salah satu penyakit yang sering dijumpai dalam budidaya kambing PE adalahmastitis. Kerugian yang dapat ditimbulkan akibat mastitis antara lain penurunanprouksi susu sekitar 10-25%, dan juga kematian anak kambing disebabkan karenatidak menapatkan kolostrum. Peningkatan biaya pengobatan yang cukup mahal,meningkatnya jumlah hewan yang harus dikeluarkan, dan susu ditolak di pasarankarena jumlah sel somatik (JSS) yang tinggi (Leitner et al., 2008). Penelitianyang dilakukan oleh Bergonier et al.(2003) menunjukkan bahwa 18% kambingyang menderita mastitis klinis mengalami kematian. Susu yang memiliki JSStinggi apabila digunakan untuk pembuatan keju menyebabkan keju cepat menjadiasam dan kualitas keju menjadi jelek (Albenzio and Santilo, 2011).

2.3. Mastitis

2.3.1 EtiologiMastitis klinis dan subklinis umumnya disebabkan oleh infeksi bakteri Gram

positif seperti Staphylococcus sp. dan Streptococcus sp. Penelitian yang dilakukanoleh Hall dan Rycroft (2007) sebanyak 40% S. aureus berhasil diisolasi dari kasusmastitis klinis dan subklinis pada kambing di negara Inggris. Mastitis klinis dansubklinis di negara Canada disebabkan oleh Mannheimia haemolytica 26%, S.aureus koagulase positif (23%) dan S. aureus koagulase negatif (17%) (Arsenaultet al.2008). Sedangkan penelitian yang dilakukan oleh Contreras et al. (2007)penyebab mastitis klinis dan subklinis antara lain Staphylococcus spp. nonhemolytic 38,2%, S. aureus 11,0%, E. coli 1,6% dan Pseudomonas spp. 1,2%.

Mastitis klinis dan subklinis juga disebabkan oleh kelompok bakteri gramnegatif walaupun jarang terjadi. Bakteri E. coli dan S. aureus dilaporkan olehBleul et al. (2006) sebagai penyebab mastitis pada sapi perah. Mastitis klinis dansubklinis pada kambing yang disebabkan oleh Pseudomonas aeroginosadilaporkan oleh Heras et al. (1999). Selain bakteri, mastitis klinis dan subklinisjuga disebabkan oleh Candida sp., Mycoplasma sp. dan virus. Mycoplasma bovisbanyak menyebabkan mastitis pada sapi perah dan sangat sulit untuk diobati(Nicholas and Ayling 2003), sedangkan Candida rugosa dilaporkan olehCrawshaw et al. (2005) menyebabkan mastitis pada kambing yang banyak terjadipasca pemberian antibiotika intra mammae. Lentivirus merupakan kelompok virusyang dapat menyebabkan mastitis walaupun kasusnya sangat jarang (Turin et al.2005) dan virus tersebut disebarkan melalui anak kambing yang sedang menyusuinduknya.

2.3.1.1 Staphylococcus aureusStaphylococcus merupakan bakteri dari Gram positif berbentuk bulat dan

biasanya tersusun dalam bentuk menggerombol yang tidak teratur seperti anggur.Staphylococcus bertambah dengan cepat pada beberapa tipe media dengan aktifmelakukan metabolisme, melakukan fermentasi karbohidrat dan menghasilkan

Page 19: UJI SENSITIVITAS AMPISILIN, IMIPENEM DAN TETRASIKLIN ... · ketahun, pola kepekaan Staphylococcus aureus terhadap antibiotik tetrasiklin 53.3%, ampisilin 18.1. Keadaan ini menunjukan

7

bermacam-macam pigmen dari warna putih hingga kuning gelap. Staphylococcuscepat menjadi resisten terhadap beberapa antibiotika (Jawetz, et al.,2001).Klasifikasi Staphylococcus aureus (Salle, 1961):

Kingdom: ProtozoaDivisio : SchyzomycetesClass : SchyzomycetesOrdo : EubacterialosFamily : MicrococcaceaeGenus : StaphylococcusSpecies : Staphylococcus aureus

Gambar 2.Morfologi Staphylococcus aureus (Jawetz et al., 1995).

Staphylococcus tumbuh dengan baik pada berbagai media bakteriologi dibawah suasana aerobik atau mikroaerofilik. Tumbuh dengan cepat padatemperatur 20 - 35ºC. Koloni pada media padat berbentuk bulat, lambat danmengkilat (Jawetz, et al., 2001).

Staphylococcus aureus mempunyai 4 karakteristik khusus, yaitu faktorvirulensi yang menyebabkan penyakit berat pada normal hast, faktor differensiasiyang menyebabkan penyakit yang berbeda pada sisi atau tempat berbeda, faktorpersisten bakteri pada lingkungan dan manusia yang membawa gejala karier, danfaktor resistensi terhadap berbagai antibiotik yang sebelumnya masih efektif.Staphylococcus aureus menghasilkan katalase yang mengubah hidrogen peroksidamenjadi air dan oksigen (Jawetz, et al., 2001).

2.3.2 Patogenesis MastitisTerjadinya infeksi mastitis bisa dengan melalui beberapa tahapan, yaitu

awalnya melalui kontak dengan mikroorganisme kemudian sejumlahmikroorganisme akan mengalami multiplikasi di sekitar lubang putting(sphincter), setelah itu lalu dilanjutkan dengan masuknya mikroorganismekedalam jaringan akibat lubang putting yang terbuka ataupun karena adanya luka.Tahap selanjutnya terjadi respon imun pada induk semang. Respon pertahananyang pertama ditandai dengan berkumpulnya leukosit-leukosit untukmengeliminasi mikroorganisme yang telah menempel pada sel-sel ambing.Apabila respon ini gagal, maka mikroorganisme akan mengalami multiplikasi dankambing dapat memperlihatkan respon yang lain, misalnya demam. Bila hewan

Page 20: UJI SENSITIVITAS AMPISILIN, IMIPENEM DAN TETRASIKLIN ... · ketahun, pola kepekaan Staphylococcus aureus terhadap antibiotik tetrasiklin 53.3%, ampisilin 18.1. Keadaan ini menunjukan

8

lemah maka akan terjadi mastitis, bila hewan sehat maka hewan akanmeningkatkan imunitas sehingga menimbulkan kekebalan dan pada akhirnyahewan akan tetap sehat (Hurley dan Morin, 2000).

2.3.3 Gejala KlinisBerdasarkan gejala klinis, mastitis dikelompokkan menjadi dua yaitu mastitis

klinis dan subklinis. Mastitis klinis menampakkan gejala klinis sepertipembengkakan pada ambing, meningkatnya suhu tubuh dan frekuensi nafas, nafsumakan menurun yang disertai dengan perubahan komposisi air susu maupunbentuk ambing. Mastitis subklinis ditandai dengan peningkatan jumlah selsomatik (JSS) dalam susu tanpa disertai pembengkakan ambing, dan jika diujidengan menggunakan California Mastitis Test (CMT) maka terjadi koagulasi(Marogna et al., 2012).

Gambar 3. Mastitis klinis pada kambing PE (Suwito dkk.,2013).

Bedasarkan waktu kejadiannya mastitis klinis dibagi menjadi empat yaituhiperakut, akut, subakut dan kronis. Karakteristik dari mastitis hiperakut adalahterjadi peradangan ambing secara mendadak yang disertai dengan reaksi sistemikdari dalam tubuh dan berlangsung sangat cepat. Mastitis gangrenosa merupakansalah satu bentuk mastitis klinis per akut yang kebanyakan disebabkan oleh S.aureus. Selain mastitis gangrenosa juga di jumpai ada toksemia mastitis dengangejala depresi, nafsu makan turun, suhu tubuh meningkat, otot lemah,pembengkakan kelenjar mamae disertai kelainan air susu yang dihasilkan. Efektoksemia mastitis antara lain menyebabkan kematian kambing atau sapi yang didahului dengan gejala dehidrasi, depresi, koma dan akhirnya mati (Bleul et al.,2006).

Mastitis akut ditandai dengan peradangan ambing secara mendadak disertaidengan gejala sistemik dan kejadiannya sedikit lebih lambat bila dibandingkandengan mastitis hiperakut. Mastitis subakut karakteristiknya hampir sama denganmastitis akut namun kejadiannya tidak secepat mastitis akut, sedangkan padamastitis kronis ditandai dengan pembengkakan ambing yang terjadi dalam waktulama (Marogna et al., 2012).

1.3.4 Diagnosis, Prognosis dan PengobatanMastitis klinis dapat diagnosis berdasarkan dengan melihat gejala klinis

seperti pembengkakan ambing yang disertai dengan peningkatan suhu tubuh,

Page 21: UJI SENSITIVITAS AMPISILIN, IMIPENEM DAN TETRASIKLIN ... · ketahun, pola kepekaan Staphylococcus aureus terhadap antibiotik tetrasiklin 53.3%, ampisilin 18.1. Keadaan ini menunjukan

9

ambing terasa panas, frekuensi napas meningkat serta hewan tidak mau makan.Dan salah satu indikator mastitis akut dapat menggunakan kadar haptoglobin danserum amyloid sedangkan mastitis subklinis dengan peningkatan JSS (Pyorala etal., 2011).

Mastitis klinis yang tidak dengan segera ditangani akan memberikanprognosis dubius sampai infausta. Pengobatan mastitis klinis dapat diberikandengan antibiotika long acting intra muscular. Antibiotika golonganoksitetrasiklin, tetrasiklin, gentamisin, ampisilin dan eritromisin masih sensitifuntuk pengobatan mastitis pada kambing PE (Purnomo dkk, 2006). Pengobatanmastitis akan lebih optimal apabila di kombinasikan antara pemberian antibiotikasecara intra mammae dan antibiotika long acting intramuscular serta diberikanmultivitamin (Contreras et al.,2003). Pemberian preparat kortison sebagai antiradang pada hewan yang sedang laktasi sebaiknya dihindari karena akanmenyebabkan produksi susu terhenti. Sedangkan pemberian multivitamin dengankandungan unsur selenium (Se) yang tinggi mampu mengurangi terjadinyamastitis sub klinis pada kambing (Sanchez etal., 2007).

Diagnosis mastitis subklinis dapat dilakukan dengan menggunakan reagenIPB-1 atau CMT. Prinsip dari pengujian tersebut adalah penghitungan JSS secaratidak langsung dengan indikator reaksi penggumpalan atau membentuk gel akibatJSS yang tinggi. Jumlah sel somatik dapat dihitung secara langsung denganmetode Breed atau menggunakan alat Fosomatik atau Coulter Counter denganmelihat sel radang dalam susu (Moroniet al., 2005). Hasil penelitian McDougall etal., (2002) menyatakan bahwa kambing menderita mastitis subklinis apabila JSSmencapai jumlah 1 x 106 sel/ml. Jumlah sel somatik merupakan indikator yangdapat digunakan untuk mengetahui peradangan dalam kelenjar susu.

Pemeriksaan mastitis subklinis dapat dilakukan dengan metode Brabantermastitis test yang didasarkan pada perubahan pH. Perubahan pH dan kandunganelektrolit dalam susu dapat digunakan untuk mendiagnosis mastitis subklinis(Sudarwanto dan Sudarnika 2008). Pada umumnya pH susu segar berkisar antara6,3-6,75, sedangkan pH susu dari penderita mastitis subklinik diatas 6,75, kecualiapabila ditemukan Streptococcus agalactiae yang menyebabkan pH susu sedikitturun. Uji alkohol 70% dapat digunakan untuk mendiagnosis mastitis subkliniskarena praktis dan cepat mendapatkan hasil. Prinsip uji alkohol ditentukan padaperubahan keasaman susu atau pH yang disebabkan oleh terbentuknya asam laktatsebagai akibat daya kerja bakteri asam laktat yang banyak ditemukan dalam susuyang pemerahannya dilakukan secara tidak higienis. Metode lain yang digunakanuntuk mendeteksi mastitis subklinis adalah dengan melihat aktivitas enzimlaktoperoksidase (LP).Enzim ini akan meningkat saat terjadi peningkatan jumlahsel somatik (Eyassu et al.,2007).

Pengobatan mastitis subklinis pada prinsipnya sama dengan mastitis klinisdan selama pengobatan,susu tidak boleh dikonsumsi karena residu antibiotikadalam susu dapat membahayakan konsumen. Prognosis mastitis subklinisbiasanya akan sembuh kecuali ada infeksi sekunder yang dapat menyebabkankematian.

1.3.5 Pencegahan dan PengendalianPencegahan dan pengendalian mastitis pada kambing PE memerlukan

beberapa strategi dan pendekatan yang tepat. Manajemen yang baik dapat

Page 22: UJI SENSITIVITAS AMPISILIN, IMIPENEM DAN TETRASIKLIN ... · ketahun, pola kepekaan Staphylococcus aureus terhadap antibiotik tetrasiklin 53.3%, ampisilin 18.1. Keadaan ini menunjukan

10

diaplikasikan seperti penggunaan antiseptik untuk pencelupan puting sebelum dansesudah pemerahan, pemberian antibiotika pada saat kering laktasi dan vaksinasi.Penelitian yang dilakukan oleh Dogruer et al., (2010) kombinasi pemberianantibiotika Ampicillin dan Dicloxacillin melalui intra muskular dan intra mammaedapat memberikan hasil yang optimal. Sedangkan pemberian antibiotika padamasa kering akan memberikan perlindungan terhadap mastitis subklinis sebesar20-60%, akan tetapi hal tersebut lebih efektif pada domba bila dibandingkandengan kambing (Dogruer et al., 2010).

Selain vaksinasi, maka kebersihan kandang, mesin pemerah, pegawaikandang yang memerah perlu diperhatikan karena dapat berperan sebagaipembawa S. aureus. Pemeriksaan secara rutin terhadap susu menggunakan CMTatau reagen IPB-1 perlu dilakukan untuk monitoring mastitis subklinis.Penggunaan air bersih untuk mencuci ambing sebelum diperah juga berperanandalam mencegah mastitis. Air yang digunakan untuk mencuci ambing berperanansebagai sumber bakteri penyebab mastitis jika terkontaminasi oleh P. aerognosa(Heras et al.,1999).

2.4. Antibiotik

Antibiotik merupakan kelompok zat antibakteri yang diproduksi oleh suatumikroorganisme tertentu. Konsentrasi yang berbeda pada antibiotika dapatmenghambat mikroorganisme yang lain sesuai dengan flora mikroba tersebutbedasarkan sifat kerja antibiotika dibedakan atas dua, yaitu antibiotika yangbersifat bakteriostatik yaitu menghambat pertumbuhan bakteri dan bersifatbakteriosidal yaitu bekerja membunuh bakteri (Schunack, 1990).

Secara garis besar antimikroba dibagi menjadi dua jenis yaitu yangmembunuh kuman (bakterisid) dan yang menghambat pertumbuhan kuman(bakteriostatik). Antibiotik yang termasuk golongan bakterisid antaralainpenisilin, sefalosporin, aminoglikosida (dosis besar), kotrimoksazol,rifampisin, isoniazid dan lain-lain. Sedangkan antibiotik yang memiliki sifatbakteriostatik, dimana penggunaan tergantung status imunologi pasien, antara lainsulfonamida, tetrasiklin, kloramfenikol, eritromisin, trimetropim, linkomisin,klindamisin, asampara aminosalisilat, dan lain-lain (Utami, 2012).

Antibiotik juga dapat diklasifikasikan berdasarkan spektrum atau kisarankerja. Antibiotik ini dibedakan menjadi antibiotik spektrum sempit (narrowspectrum) dan antibiotik spektrum luas (broad spectrum). Antibiotik spektrumsempit hanya mampu menghambat golongan jenis bakteri saja, contohnya hanyamampu menghambat atau membunuh bakteri Gram negatif saja atau Gram positifsaja. Sedangkan antibiotik berspektrum luas dapat menghambat atau membunuhbakteri dari golongan Gram positif maupun Gram negatif (Pratiwi, 2008).

Setiap antibiotik sangat beragam keefektifannya dalam melawan berbagaijenis bakteri. Keefektifannya juga bergantung pada lokasi infeksi dan kemampuanantibiotik mencapai lokasi tersebut. Antibiotika dapat digolongkan berdasarkansasaran kerja senyawa tersebut dan susunan kimiawinya. Enam kelompokantibiotika (Black, 2004) dilihat dari target atau sasaran kerjanya yaitu sebagaiberikut :

Page 23: UJI SENSITIVITAS AMPISILIN, IMIPENEM DAN TETRASIKLIN ... · ketahun, pola kepekaan Staphylococcus aureus terhadap antibiotik tetrasiklin 53.3%, ampisilin 18.1. Keadaan ini menunjukan

11

1. Inhibitor sintesis dinding sel bakteri.2. Inhibitor transkripsi dan replikasi.3. Inhibitor sintesis protein.4. Inhibitor fungsi membran sel.5. Inhibitor fungsi sel lainnya.6. Antimetabolit.

2.4.1 AmpisilinAmpisilin adalah antibiotik yang termasuk golongan penisilin. Ampisilin

merupakan penisilin semisintetik yang stabil terhadap asam atau amidase tetapitidak tahan terhadap enzim laktamase (Goodman dan Gilman, 1965). Ampisilinmempunyai keaktifan melawan bakteri Gram positif dan bakteri Gram negatif danmerupakan antibiotika spektrum luas (Brander et al., 1991). Ampisilin merupakanprototip golongan aminopenisilin berspektrum luas, tetapi aktivitasnya terhadapgram positif kurang daripada penisilin G. Semua penisilin golongan ini dirusakoleh β laktamase yang diproduksi kuman Gram positif maupun Gram negatif.Bakteri E. coli dan Proteus mirabilis merupakan kuman Gram negatif yangsensitif, tetapi dewasa ini telah dilaporkan adanya kuman yang resisten diantarakuman yang semula sangat sensitif tersebut. Umumnya Pseudomonas, Klebsiella,Serratia, Asinobakter, dan proteus indol positif resisten terhadap ampisilin danaminopenisilin lainnya (Istiantoro, 1995).

Ampisilin stabil terhadap asam karena itu dapat digunakan secara oral.Absorpsi relatif lambat, laju absorpsi sekitar 50%. Kadar darah maksimum dicapaisetelah kira-kira dua jam. Waktu paruh plasma sekitar satu sampai dua jam,kurang lebih dua kali lebih lama daripada benzil penisilin. Ampisilin terutamadigunakan pada infeksi saluran nafas, saluran urin dan empedu, pada otitis media,pertusis dan septiliemia yang peka terhadap ampisilin (Mutschler, 1991).

2.4.2 ImipenemImipenem memiliki spektrum aktivitas in vitro yang sangat luas, termasuk

aktivitas terhadap organism Gram positif dan Gram negatif baik aerobik maupnanaerobik, dan stabil terhadap hidrolisis oleh beta laktamase yang dihasilkan olehkebanyakan spesies bakteri. Di antara bakteri Gram negatif, imipenem aktifterhadap banyak jenis dari Enterobacteriaceae termasuk Citrobacter danRnterobacter spp., Eschericia coli, Salmonella, Serratta, Shigella dan Yersiniaspp. Imipenem juga aktif terhadap Acinetobacter spp. dan Campylobacter jejuni,dan juga terhadap Haemophilus influenza dan Neisseria spp., termasuk galur yangmemproduksi beta Laktamase (Sweetman, 2009).

Mekanisme kerja dari antibiotik imipenem yaitu kelas karbapenem samaseperti antibiotik beta laktam lainnya, yaitu terikat kepada protein pengikatpenisilin dan secara kompetitif menghambat transpeptidase yang bertanggungjawab untuk sintesis peptioglikan yang terlibat dalam pembentukan dan perbaikandinding sel bakteri. Gangguan sintesis dinding sel menyebabkan kematianmikroorganisme (Blumer, 1996).

Page 24: UJI SENSITIVITAS AMPISILIN, IMIPENEM DAN TETRASIKLIN ... · ketahun, pola kepekaan Staphylococcus aureus terhadap antibiotik tetrasiklin 53.3%, ampisilin 18.1. Keadaan ini menunjukan

12

2.4.3 TetrasiklinTetrasiklin mempunyai spektrum antibakteri yang luas, efektif terhadap

kuman Gram positif maupun Gram negatif, mencakup spektrum penisilin,streptomisin dan kloramfenikol. Selain itu juga dapat menghambat pertumbuhanriketsia, amuba, mikroplasma dan klamidia. Tetrasiklin termasuk antibiotik yangterutama bersifat bakteriostatik. Efek tetrasiklin mempengaruhi tRNA-ribosomterlihat dengan terhambatnya ikatan aminosial-tRNA pada reseptor penerima padaribosom.

Tetrasiklin tidak langsung menghambat penyusunan peptida atau tahaptranslokasi, tetapi menghambat terminasi rantai peptida pada kodon terminasi.Mekanisme penembusan tetrasiklin untuk masuk kedalam sel bakteri,kemungkinan sama dengan cara menghambat sintesis protein ditambah modifikasistruktur guna penghambatan sintesis protein. Bakteri yang sensitif terhadaptetrasiklin antara lain ; β-hemolitik Streptolocci, non hemolytic Streptolocci,Clostridia, Brucella dan Haemophylus. Sedangkan untuk Escherichia coli,pasteurella, Salmonella dan Corynebacterium bersifat agak atau cukup sensitifterhadap tetrasiklin (Gran, 1983).

Tetrasiklin merupakan basa yang sukar larut dalam air, tetapi bentuk garamnatrium atau garam HCl-nya mudah larut. Dalam keadaan kering, bentuk basa dangaram HCl tetrasiklin bersifat relatif stabil. Dalam larutan, kebanyakan tetrasiklinsangat labil jadi berkurang potensinya (Setyabudy dan Gan, 1995).

2.5. Resistensi Antibiotik

Obat-obat antimikroba tidak efektif terhadap semua mikroorganisme.Spektrum aktivitas setiap obat merupakan hasil gabungan dari beberapa faktor,dan yang paling penting adalah mekanisme kerja obet primer. Demikian pulafenomena terjadinya resistensi obat tidak bersifat universal baik dalam hal obatmaupun mikroorganismenya.

Perubahan-perubahan dasar dalam hal kepekaan mikroorganisme terhadapantimikroba tanpa memandang faktor genetik yang mendasarinya adalahterjadinya keadaan-keadaan sebagai berikut :1. Dihasilkannya enzim yang dapat menguraikan antibiotik seperti enzim

penisilinase, sefalosporinase, fosforilase, adenilase dan asetilase.2. Perubahan permeabilitas sel bakteri terhadap obat.3. Meningkatnya jumlah zat-zat endogen yang bekerja antagonis terhadap obat.4. Perubahan jumlah reseptor obat pada sel bakteri atau sifat komponen yang

mengikat obat pada targetnya.Resistensi bakteri dapat terjadi secara intrinsik maupun didapat. Resistensi

intrinsik terjadi secara khromosomal dan berlangsung melalui multiplikasi selyang akan diturunkan pada turunan berikutnya. Resistensi yang didapat dapatterjadi akibat mutasi khromosomal atau akibat transfer DNA.

Sifat resistensi terhadap antibiotik melibatkan perubahan genetik yangbersifat stabil dan diturunkan dari satu generasi ke generasi lainnya, dan setiapproses yang menghasilkan komposisi genetik bakteri seperti mutasi, transduksi(transfer DNA melalui bakteriofaga), transformasi (DNA berasal dari lingkungan)dan konjugasi (DNA berasal dari kontak langsung bakteri yang satu ke bakterilain melalui pili) dapat menyebabkan timbulnya sifat resisten tersebut. Proses

Page 25: UJI SENSITIVITAS AMPISILIN, IMIPENEM DAN TETRASIKLIN ... · ketahun, pola kepekaan Staphylococcus aureus terhadap antibiotik tetrasiklin 53.3%, ampisilin 18.1. Keadaan ini menunjukan

13

mutasi, transduksi dan transformasi merupakan mekanisme yang terutamaberperan di dalam timbulnya resistensi antibiotik pada bakteri kokus Gram positif,sedangkan pada bakteri batang Gram negatif semua proses termasuk konjugasibertanggung jawab dalam timbulnya resistensi (Sande, 1990).

Telah diketahui lebih dari dua dekade bahwa penyebaran sifat resisten secaracepat dan luas dapat terjadi di antara spesies bakteri yang sama maupun yangberbeda, bahkan juga di antara genus yang berbeda melalui perantaraan plasmid(faktor R). Pada resistensi dengan perantaraan plasmid, mikroorganismemendapatkan kemampuan tambahan dalam bentuk produksi enzim dan padamutasi terjadi perubahan struktur di dalam sel bakteri (Brooks, 1998).

Data menunjukkan bahwa penggunaan ampisilin mengalami penurunan daritahun 2005 sebesar 30,99%, menurun menjadi 24,95% pada tahun 2006 dan12,37% pada tahun 2007. Penurunan penggunaan ampisilin di Rumah SakitHewan Fakultas Kedokteran tersebut dapat disebabkan oleh beberapakemungkinan. Kemungkinan penurunan tersebut adalah adanya penurunanefektivitas ampisilin atau adanya peningkatan resistensi terhadap ampisilin daribakteri penyebab penyakit. Penelitian yang dilakukan oleh Immerseel dkk (2004)menunjukkan bahwa isolat Salmonella sp. menunjukkan telah resisten terhadapampisilin. Sedangkan Rogriguesa dkk (2002) menyatakan bahwa 104 strainEnterococcus menunjukkan bahwa 21,2% telah resisiten terhadap ampisilin.Resistensi isolate E.coli di Inggris menunjukkan angka presentase cukup tinggiyaitu 23% (Burch, 2002).

Hasil hasil penelitian resisitensi bakteri terhadap antibiotik ampisilin yangdilakukan di berbagai negara diharapkan dapat menjadi acuan kehati hatian dalampenggunaan antibiotik di masa mendatang (Anderson dkk., 2005).

Salah satu antibiotik yang banyak digunakan adalah golongan tetrasiklinuntuk menghambat sintesis protein bakteri. Penggunaan antibiotik tersebut harussesuai dengan aturan karena bila menyalahi aturan akan menimbulkan residu padaproduk ternak. Residu antibiotik dapat menimbulkan bahaya pada manusia yangmengkonsumsinya, seperti alergi, keracunan, gagal pengobatan akibat resistensi,dan gangguan jumlah mikroflora dalam saluran pencernaan (Murdiati, 1997).

Hampir semua pabrik pakan menambahkan antibiotik ke dalam pakankomersial, sehingga sebagian besar pakan komersial yang beredar di Indonesiamengandung antibiotika. Apabila peternak yang menggunakan pakan tersebuttidak memperhatikan aturan pemakaiannya, diduga kuat produk ternakmengandung residu antibiotika yang dapat mengganggu kesehatan manusia,antara lain berupa resistensi terhadap antibiotik tertentu, reaksi alergi dankemungkinan keracunan (Yuningsih, 2004).

Page 26: UJI SENSITIVITAS AMPISILIN, IMIPENEM DAN TETRASIKLIN ... · ketahun, pola kepekaan Staphylococcus aureus terhadap antibiotik tetrasiklin 53.3%, ampisilin 18.1. Keadaan ini menunjukan

14

3. METODOLOGI PENELITIAN

3.1. Waktu dan Tempat

Penelitian ini berlangsung dari bulan Oktober 2016. Sampel susu kambingberasal dari Kecamatan Wonomulyo Kabupaten Polewali Mandar, dan dilakukanuji sensitivitas antibiotika di Laboratorium Mikrobiologi Fakultas KedoktertanUniversitas Hasanuddin.

3.2. Jenis Penelitian

Desain penelitian yang dilakukan adalah eksperimental yaitu melakukan ujisensitivitas ampisilin, imipenem dan tetrasiklin terhadap Staphylococcus aureusdari susu kambing Peranakan Etawa.

3.3. Materi Penelitian

3.3.1 Sampel dan Teknik SamplingSampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah susu kambing Peranakan

Etawa yang terdapat di Kecamatan Wonomulyo Kabupaten Polewali Mandar.Dalam penelitian ini dilakukan pengujian 3 antibiotik dan kontrol negatif. Maka tyang digunakan adalah 4. Sedangkan untuk menentukan sampelnya denganmenggunakan rumus random sampling (Federer, 1963) dan digunakan rumussebagai berikut :

(t-1)(n-1) ≥ 15

Keterangan :T : merupakan jumlah kelompok percobaan dann : merupakan jumlah sampel tiap kelompok(t-1) (n-1) ≥ 15(4-1) (n-1) ≥ 153 (n-1) ≥ 153n-3 ≥ 153n ≥ 18n ≥ 6

Berdasarkan rumus diatas sampel yang digunakan sebanyak 6 sampel susukambing.

3.3.2 AlatAlat yang digunakan dalam penelitian ini adalah padel CMT, Tabung steril,

rak tabung, label, lap bersih, tisu, sarung tangan, icepack, coolbox, cawan petri,tabung reaksi, objek glass, ose, Bunsen, pipet steril, inkubator, autoclave, gelasukur, mikroskop, alat tulis, kamera, timbangan.

Page 27: UJI SENSITIVITAS AMPISILIN, IMIPENEM DAN TETRASIKLIN ... · ketahun, pola kepekaan Staphylococcus aureus terhadap antibiotik tetrasiklin 53.3%, ampisilin 18.1. Keadaan ini menunjukan

15

3.3.3 BahanBahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah susu kambing, Baird

Parker Agar (BPA), Nutrient Agar (NA), alkohol, aluminium foil, crystalviolet,lugol, safranin, pereaksi katalase, Mannitol Salt Agar (MSA), MuellerHinton Agar (MHA), reagen CMT, aquades, disk antibiotik Ampisilin 10 μg,Imipenem 10 μg dan Tetrasiklin 30 μg, H2O2 3%.

3.4. Metode Penelitian

3.4.1 Pengambilan SampelPengambilan sampel susu dilakukan secara aseptik dari ambing kambing.

Ambing kambing yang akan diperah dibersihkan dengan air bersih, kemudiandilap dengan tisu yang dibasahi alkohol 70 %. Susu pancaran pertama dibuangdan pancaran selanjutnya diambil sebanyak 10 ml, sampel ditampung dalamtabung steril kemudian ditutup rapat dan disimpan dalam coolbox yang berisiicepack agar suhunya stabil pada 5-100C untuk menghindari perkembangbiakanbakteri, hingga tiba di laboratorium. Sebelum sampel diambil, terlebih dahuludilakukan uji mastitis menggunakan reagen California Mastitis Test ( CMT )(Haerah, 2015).

3.4.1.1 Uji California Mastitis Test ( CMT )Uji mastitis subklinis dilakukan setelah membuang pancaran susu yang

pertama terlebih dahulu, kemudian sampel susu dari masing masing kuartir yangakan diuji diperah langsung ke dalam Padel CMT. Sebanyak 2 ml susu diletakkanpada padel dan ditambahkan 2 ml reagen CMT. Digoyangkan secara horizontalperlahan lahan selama 10 sampai 15 detik. Hasil pengujian negatif (bila campuransusu dan reagen CMT tetap homogen), positif 1 (endapan terlihat jelas), positif 2(campuran langsung mengental endapan bergerak ke tengah), dan positif 3(banyak terbentuk endapan yang menyebabkan terjadinya presipitasi) (Haerah,2015).

3.4.1.2 PengenceranSiapkan 5 tabung atau lebih masing-masing berisi 9 ml Aquades. Suspensi

pengenceran 10-1 dipipet 1 ml ke dalam tabung pertama, hingga diperolehsuspensi pengenceran 10-2 dan dikocok homogen, buat pengenceran berikutnyahingga 10-4.Pipet 1 ml dari setiap pengenceran ke dalam cawan petri, di tuang 15-20 ml media NA ke dalam cawan petri. Inkubasi pada suhu 37°C selama 24 - 48jam dengan posisi cawan petri dibalik. Amati dan hitung jumlah koloni yangtumbuh (Haerah, 2015).

3.4.2 Isolasi dan Identifikasi Bakteri

3.4.2.1 Isolasi BakteriIsolasi dilakukan dengan penanaman bakteri pada media Baird Parker

Agar (BPA) dan Nutrient Agar (NA). Secara aseptis dilakukan pengencerandimulai dari 10-1 sampai 10-4. Ambil masing masing 1 mL dari pengenceran10-3 dan 10-4 dimasukkan dalam cawan lalu media Nutrient Agar (NA) dan

Page 28: UJI SENSITIVITAS AMPISILIN, IMIPENEM DAN TETRASIKLIN ... · ketahun, pola kepekaan Staphylococcus aureus terhadap antibiotik tetrasiklin 53.3%, ampisilin 18.1. Keadaan ini menunjukan

16

pengenceran 10-2 dimasukkan dalam Baird Parker Agar (BPA) dituangkandan dihomogenkan dengan menggoyangkan seperti angka 8. Cawandiinkubasi selama 24 – 48 jam pada suhu 37oC. Koloni yang tumbuh padamedia NA digunakan untuk menghitung Total Plate Count (TPC). KoloniStaphylococcus aureus pada BPA mempunyai ciri koloni bundar, licin/halus,cembung, diameter 2 – 3 mm, warna abu – abu hingga kehitaman, sekelilingtepi koloni bening (membentuk halo). Koloni mempunyai konsistensiberlemak dan lengket bila diambil dengan jarum dan diinokulasi (BSN,2011).

3.4.2.2 Identifikasi BakteriUji fermentasi manitol pada media Mannitol Salt Agar (MSA) dilakukan

dengan mengambil 1 ose inokulum dari Baird Parker Agar (BPA) kemudianinokulasikan ke dalam media mannitol, inkubasi selama 24 jam pada suhu37oC. Koloni memfermentasi mannitol jika terjadi perubahan warna mediadari merah muda menjadi kuning, ini menunjukkan adanya Staphylococcusaureus (Krisnha, 2013).

Uji identifikasi dengan Pewarnaan Gram. 1 tetes suspensi diletakkanpada kaca objek lalu difiksasi di atas bunsen. Preparat yang telah difiksasikemudian ditetesi dengan kristal violet lalu didiamkan selama 1 – 2 menit.Sisa zat warna dibuang, kemudian dibilas dengan air mengalir. Seluruhpreparat ditetesi dengan larutan lugol dan biarkan selama 30 detik. Buanglarutan lugol dan bilas dengan air mengalir. Preparat dilunturkan denganalkohol 96 % sampai semua zat warna luntur, dan segera cuci dengan airmengalir. Teteskan dengan zat warna Fuschin, biarkan selama 2 menit lalubilas dengan air mengalir kemudian dibiarkan kering, amati di bawahmikroskop dengan pembesaran lensa objektif 100x memakai emersi.Staphylococcus aureus memiliki ciri berwarna biru keunguan danbergerombol seperti anggur (BSN, 2011).

Uji katalase dilakukan untuk membedakan Staphylococcus danStreptococcus. Ambil 1 ose inokulum dari Mannitol Salt Agar (MSA) dandiletakkan di atas objek glass kemudian diteteskan cairan H2O2 untuk melihatpembentukan gelembung – gelembung gas (BSN, 2011).

3.4.3 Uji Kepekaan Terhadap AntibiotikaIsolat bakteri diuji sensitivitas terhadap antibiotik dengan cara metode

difusi dengan menggunakan disk paper (Bauer et al., 1966). Cara kerjapenanaman isolat bakteri pada Mueller Hinton Agar pada cawan petri adalahsebagai berikut bakteri yang sudah distandarkan dengan Mc. Farlanmenggunakan swab steril kemudian diinokulasikan secara merata ke dalamMueller Hinton Agar. Cawan petri berisi Mueller Hinton Agar (MHA) yangtelah dioleskan dengan bakteri, kemudian letakkan paper disk antibiotikdengan menggunakan pinset steril dalam cawan petri. Kemudian letakkanpula blank disk dengan cara yang sama sebagai kontrol negatif. Jarak antarapaper disk dengan paper disk yang lain 2 cm dan 2 cm dari tepi plate,Inkubasi kedalam inkubator 37oC selama 18 – 24 jam, kemudian ukurdiameter dari zona hambat yang terbentuk dari setiap disk antibiotik

Page 29: UJI SENSITIVITAS AMPISILIN, IMIPENEM DAN TETRASIKLIN ... · ketahun, pola kepekaan Staphylococcus aureus terhadap antibiotik tetrasiklin 53.3%, ampisilin 18.1. Keadaan ini menunjukan

17

menggunakan jangka sorong. Standar interpertasi yang telah ditentukan olehClinical Laboratory Standard Institute (CLSI).

Tabel 2.Standar zona hambat antibiotik (CLSI, 2014).

No Jenis antibiotik

Diameter zona Hambat

Sensitif(mm)

Intermediet(mm)

Resisten(mm)

1. Ampisilin ≥ 29 ≤ 282. Imipenem ≥ 22 ≤ 213. Tetrasiklin ≥ 19 15 18 ≤ 14

3.5 Analisis Data

Data yang diperoleh dari hasil uji sensitivitas antibiotik ampisilin, imipenemdan tetrasiklin terhadap bakteri Staphylococcus aureus yang berasal dari susukambing Peranakan Etawa dari Kabupaten Polewali Mandar pada penelitian inidinyatakan secara deskriptif.

Page 30: UJI SENSITIVITAS AMPISILIN, IMIPENEM DAN TETRASIKLIN ... · ketahun, pola kepekaan Staphylococcus aureus terhadap antibiotik tetrasiklin 53.3%, ampisilin 18.1. Keadaan ini menunjukan

18

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui efektivitas ampisilin, imipenemdan tetrasiklin terhadap Staphylococcus aureus sebagai penyebab mastitis padakambing peranakan etawa di Kecamatan Wonomulyo Kabupaten PolewaliMandar.Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Oktober 2016. Sampel susu yangdigunakan dalam penelitian ini sebanyak 6 sampel susu kambing peranakan etawabetina positif CMT.

4.1 Pemeriksaan Mastitis

Penelitian ini diawali dengan melakukan pemeriksaan mastitis subklinis dandiperoleh 6 sampel susu kambing peranakan etawa positif mastitis subklinis.Pemeriksaan mastitis subkllinis dilakukan dengan menggunakan reagenCalifornia Mastitis Test (CMT). Reagen ini mengandung arylsulfonate yangapabila bereaksi dengan sel somatik dalam susu maka akan membentuk gelatin.Tingkat kekentalan reaksi tersebut menunjukkan jumlah sel somatik dalam susu,semakin banyak sel somatik yang ada dalam susu maka semakin cepatmembentuk gelatin. Pemeriksaan diawali dengan pembersihan ambing kambingkemudian tangan pemerah dibersihkan dengan alkohol dan juga menggunakansarung tangan steril agar tidak terjadi kontaminasi bakteri yang berasal dari tanganpemerah. Susu dari setiap kuartir ambing kambing ditampung pada paddle testsebanyak 2 ml lalu dicampurkan dengan reagen CMT dengan volume yang samalalu dihomogenkan dan dilakukan pengamatan dan penilaian terhadap kekentalanreaksi yang terjadi.

Gambar 4.Hasil Pemeriksaan mastitis dengan metode California Mastitis Test(CMT).

Page 31: UJI SENSITIVITAS AMPISILIN, IMIPENEM DAN TETRASIKLIN ... · ketahun, pola kepekaan Staphylococcus aureus terhadap antibiotik tetrasiklin 53.3%, ampisilin 18.1. Keadaan ini menunjukan

19

4.2 Isolasi Bakteri

Isolasi dilakukan dengan penanaman bakteri pada media Baird Parker Agar(BPA) dan Nutrien Agar (NA). Secara aseptis dilakukan pengenceran 10-1 sampai10-4.Untuk pengenceran 10-3 dan 10-4 dimasukkan dalam cawan petri lalu mediaNutrien Agar (NA) dituangkan dan dihomogenkan dengan menggoyangkanseperti angka 8. Sementara pengenceran 10-2 dimasukkan dalam cawan lalu mediaBaird Parker Agar (BPA) dituangkan dan dihomogenkan dengan menggoyangkanseperti angka 8. Cawan kemudian diinkubasi selama 24 – 48 jam pada suhu 37oC.

Hasil penelitian terhadap 6 sampel susu yang dikultur pada dua media yaknimedia NA dan media BPA, setiap media menghasilkan pertumbuhan koloni yangberbeda. Koloni yang tumbuh pada media NA digunakan untuk menghitung TotalPlate Count (TPC).

Gambar 5.Hasil kultur pada media Natrium Agar (NA).

Tabel 3.Hasil Perhitungan Total Plate Count (TPC) pada Pengenceran 10-3dan 10-

4 di Media Natrium Agar.

No SampelTotal Plate Count

(TPC)Standar Keterangan

1. Sampel 1 3,16 x 105 1 x 106 ≤ BMCM2. Sampel 2 2,19 x 105 1 x 106 ≤ BMCM3. Sampel 3 2,9 x 105 1 x 106 ≤ BMCM4. Sampel 4 6 x 104 1 x 106 ≤ BMCM5. Sampel 5 2,33 x 105 1 x 106 ≤ BMCM6. Sampel 6 2,47 x 105 1 x 106 ≤ BMCM

Page 32: UJI SENSITIVITAS AMPISILIN, IMIPENEM DAN TETRASIKLIN ... · ketahun, pola kepekaan Staphylococcus aureus terhadap antibiotik tetrasiklin 53.3%, ampisilin 18.1. Keadaan ini menunjukan

20

Catatan : Jumlah Total Bakteri/ Total Plate Count (TPC) terhadap ambang BatasMaksimum Cemaran Mikroba pada susu yang telah ditetapkan oleh SNIyaitu 1 x 106 cfu/ml (BSN,2011).

Berdasarkan pada tabel 3 yang merupakan hasil dari pengenceran 10-3 dan10-4 diketahui bahwa dari ke 6 sampel susu tidak ada yang di melebihi ambangBatas Maksimum Cemaran Mikroba. Susu yang memiliki rataan jumlah totaltertinggi 3,16 x 105 yang berasal dari kuartir kambing yang mastitis subklinis danyang terendah bernilai 6 x 104. Nilai TPC pada susu tidak memiliki kaitan dengankejadian mastitis yang menyerang kambing Peranakan Etawa, ini dikarenakantidak semua bakteri yang dideteksi pada susu dapat menyebabkan peradanganpada jaringan internal ambing.

4.2.1 Identifikasi Staphylococcus aureusSusu yang berasal dari kambing peranakan etawa yang mastitis diambil

kemudian diisolasi dan akan dilanjutkan dengan uji identifikasi yang meliputipengamatan karakteristik koloni, uji fermentasi mannitol pada media MannitolSalt Agar (MSA), pewarnaan gram, uji katalase kemudian uji efektivitas antibiotikterhadap Staphylococcus aureus.

Isolasi dilakukan pada media Baird Parker Agar (BPA) yang merupakanmedia selektif untuk Staphylococcus aureus karena adanya kandungan sodiumpiruvat yang merangsang pertumbuhan Staphylococcus. Koloni yang tumbuhpada media BPA memperlihatkan hasil yang sangat beragam. KoloniStaphylococcus aureus pada BPA mempunyai ciri koloni bundar, licin/halus,cembung, diameter 2 – 3 mm, warna abu abu hingga kehitaman, sekeliling tepikoloni bening (membentuk halo). Semua koloni yang diduga koloniStaphylococcus aureus kemudian dipisahkan untuk selanjutnya dilakukanidentifikasi bakteri dengan beberapa pengujian.

Gambar 6.Koloni hasil kultur pada Media Baird Parker Agar (BPA).

Pengujian identifikasi bakteri kemudian dilanjutkan dengan uji fermentasimannitol dengan kultur bakteri pada media Mannitol Salt Agar (MSA). BakteriStaphylococcus aureus apabila di kultur pada media MSA maka koloninya akanberwarna keemasan dan mengubah warna media yang berwarna merah mudamenjadi kuning keemasan, hal ini dikarenakan kemampuan Staphylococcus

Page 33: UJI SENSITIVITAS AMPISILIN, IMIPENEM DAN TETRASIKLIN ... · ketahun, pola kepekaan Staphylococcus aureus terhadap antibiotik tetrasiklin 53.3%, ampisilin 18.1. Keadaan ini menunjukan

21

aureus mengasilkan asam yang bisa menyebabkan perubahan pada media. Hasilyang diperoleh dari penelitian ini yaitu positif karena pada media MSA terjadiperubahan warna dari warna merah muda menjadi kuning. Komposisi yangterdapat dalam MSA yaitu ekstrak daging, pepton dan agar. Media MSA dipilihkarena MSA merupakan media selektif untuk isolasi dan identifikasi bakteriStaphylococcus aureus sehingga bisa dipastikan bakteri yang akan diujisensitifitasnya benar bakteri Staphylococcus aureus. Media MSA mengandungsekitar 7,5% klorida dimana sebagian besar bakteri tidak bisa tumbuh dalamkeadaan tersebut kecuali bakteri Staphylococcus aureus, dan bakteri lain tidakdapat bertahan pada kondisi seperti itu. Sehingga jika bakteri Staphylococcusdapat menghasilkan enzim koagulase dan mampu memfermentasikan mannitolpada media MSA maka dapat disimpulkan bahwa bakteri tersebut merupakanS.aureus (Sari, 2003).

(a) (b)

Gambar 7. (a) Hasil uji fermentasi Mannitol Salt Agar (MSA), (b) Kontol Media

Tahapan selanjutnya adalah pewarnaan Gram. Pewarnaan Gram bertujuanuntuk membedakan kelompok bakteri Gram positif dan Gram negatif, selain itujuga untuk membedakan morfologi bakteri yang berbentuk coccus dan basil. Danuntuk memastikan apakah bakteri yang akan di uji adalah bakteri Staphylococcusaureus atau tidak.

Dari hasil pengamatan bakteri Staphylococcus aureus merupakan bakteriGram positif. Penggunaan atau pemberian Crystal violet pada bakteri Gram positifakan meninggalkan warna ungu muda. Perbedaan respon bakteri terhadapmekanisme pewarnaan Gram menurut Pelczar & Chan (1986) yaitu pada strukturdan komposisi dinding sel bakteri. Bakteri yang termasuk dalam bakteri Grampositif mengandung protein sedangkan Gram negatif mengandung lemak dalampresentasi lebih tinggi dan dinding selnya tipis. Kemudian, pemberian alkoholpada pewarnaan bakteri menyebabkan terektraksi lipid sehingga memperbesarpermeabilitas dinding sel. Zat warna Fuchsin akan masuk ke dalam sel danmenyebabkan sel menjadi berwarna merah pada bakteri Gram negatif sedangkanpada bakteri Gram positif dinding selnya akan terdehidrasi dengan pemberianalkohol, pori pori mengkerut, daya rembes dinding sel dan membran menurun

Page 34: UJI SENSITIVITAS AMPISILIN, IMIPENEM DAN TETRASIKLIN ... · ketahun, pola kepekaan Staphylococcus aureus terhadap antibiotik tetrasiklin 53.3%, ampisilin 18.1. Keadaan ini menunjukan

22

sehingga zat warna Fuchsin tidak dapat masuk ke dalam sehingga sel berwarnaungu.

Gambar 8.Hasil uji Pewarnaan Gram.

Selanjutnya dilakukan uji katalase. Uji katalase bertujuan untukmembedakan antara bakteri Streptococcus dan Staphylococcus. Uji katalasedigunakan untuk mengetahui aktivitas katalase pada bakteri yang diuji.Kebanyakan bakteri, khususnya bakteri genus Staphylococcus sp. Memproduksienzim katalase yang dapat menguraikan Hidrogen Peroksida (H2O2) menjadi air(H2O) dan oksigen (O2) sehingga jika koloni bakteri dicampurkan dengan H2O2

akan menghasilkan gelembung gelembung gas.

Gambar 9.Hasil uji katalase (positif ditandai dengan adanya gelembung gas).

4.3 Pengujian Sensitifitas Ampisilin, Imipenem dan Tetrasiklin terhadap

Staphylococcus aureus

Setelah dilakukan pengujian Sensitivitas ampisilin, imipenem dan tetrasiklinterhadap Staphylococcus aureus melalui terbentuknya diameter zona hambatmaka diperoleh hasil seperti berikut :

Page 35: UJI SENSITIVITAS AMPISILIN, IMIPENEM DAN TETRASIKLIN ... · ketahun, pola kepekaan Staphylococcus aureus terhadap antibiotik tetrasiklin 53.3%, ampisilin 18.1. Keadaan ini menunjukan

23

Tabel 4. Hasil penghitungan rata rata diameter zona hambat antibiotik

Sampel KontrolNegatif

Antibiotik

Ampisilin Imipenem Tetrasiklin

1 0 18 mm (R) 32,5 mm (S) 23 mm (S)

2 0 12 mm (R) 29,75 mm (S) 24 mm (S)

3 0 15 mm (R) 36 mm (S) 23,5 mm (S)

4 0 12 mm (R) 30,25 mm (S) 27,5 mm (S)

5 0 13 mm (R) 28 mm (S) 23 mm (S)

6 0 28,5 mm (R) 42 mm (S) 28 mm (S)

Keterangan : S= Sensitif, I= Intermediet, R= Resisten

Keterangan : A= ampisilin, B= imipenem, C= tetrasiklin, D= kontrol negatif

Gambar 10.Hasil Uji sensitivitas antibiotik Ampisilin, Imipenem dan Tetrasiklinterhaap sampel Staphylococcus aureus.(Setelah24 jam dilakukanpengukuran diameter zona hambat yang terbentuk).

Pengujian daya hambat digunakan media Mueller Hinton Agar (MHA)dikarenakan media ini memiliki pori pori yang kecil dan kerapatan yang bagussehingga zona bening yang dihasilkan lebih jelas dan memudahkan dalampengukuran. Enam buah cawan petri berisi Mueller Hinton Agar (MHA) yangtelah dioleskan dengan bakteri Staphylococcus aureus, kemudian diletakkan paperdisk antibiotik yang akan di uji dan ditambah dengan kontrol negatif yaitu blankdisk (disk kosong).

Hasil pengukuran zona hambat pada tabel 5 dan 6,dapat diketahui bahwabakteri Staphylococcus aureus yang berasal dari sampel susu kambing peranakanEtawa masih sensitif terhadap antibiotik imipenem dan juga tetrasiklin. Lainhalnya dengan antibiotik ampisilin, dari keenam sampel Staphylococcus aureus

Page 36: UJI SENSITIVITAS AMPISILIN, IMIPENEM DAN TETRASIKLIN ... · ketahun, pola kepekaan Staphylococcus aureus terhadap antibiotik tetrasiklin 53.3%, ampisilin 18.1. Keadaan ini menunjukan

24

yang berasal dari susu kambing Peranakan Etawa, yang sensitif terhadap ampisilinhanya terdapat dua sampel, dan empat sampel lainnya resisten.

Hasil pengukuran rata rata zona hambat yang terbentuk dari antibiotikimipenem diperoleh diameter yang paling besar yaitu 42 mm dan yang palingkecil memiliki diameter 28 mm. Sedangkan standar diameter untuk antibiotikimipenem dikatakan sensitif terhadap bakteri yaitu ≥22 mm dan resisten apabila≤21 mm. Maka dilihat dari hasil pengukuran diameter zona hambat semua sampeldapat dikatakan bahwa antibiotik imipenem masih sensitif terhadap bakteriStaphylococcus aureus yang berasal dari susu kambing Peranakan Etawa. Dimanacara kerja imipenem yaitu sama seperti antibiotik beta laktam lainnya, yaituterikat kepada protein pengikat penisilin dan secara kompetitif menghambattranspeptidase yang bertanggung jawab untuk sintesis peptioglikan yang terlibatdalam pembentukan dan perbaikan dinding sel bakteri. Gangguan sintesis dindingsel menyebabkan kematian mikroorganisme (Blumer, 1996). Jadi dapat dikatakanbahwa antibiotik imipenem bisa mengganggu sintesis dinding sel sehinggamenyebabkan kematian bakteri Staphylococcus aureus yang berasal dari susukambing Peranakan Etawa.

Hasil pengukuran rata rata zona hambat yang terbentuk dari antibiotiktetrasiklin diperoleh diameter yang paling besar yaitu 28 mm dan yang palingkecil memiliki diameter 23 mm. Sedangkan standar diameter untuk antibiotiktetrasiklin dikatakan sensitif terhadap bakteri yaitu ≥19 mm dan resisten apabila≤14 mm. Maka dilihat dari hasil pengukuran diameter zona hambat semua sampeldapat dikatakan bahwa antibiotik tetrasiklin masih sensitif terhadap bakteriStaphylococcus aureus yang berasal dari susu kambing Peranakan Etawa. Dimanacara kerja tetrasiklin tidak langsung menghambat penyusunan peptida atau tahaptranslokasi, tetapi menghambat terminasi rantai peptidapada kodon terminasi.Mekanisme penembusan tetrasiklin untuk masuk kedalam sel bakteri,kemungkinan sama dengan cara menghambat sintesis protein ditambah modifikasistruktur guna penghambatan sintesis protein. Resistensi terhadap tetrasiklin terjadikarena perubahan permeabilitas envelop sel mikroba. Pada sel yang peka, obatakan berada pada lingkungan dan tidak akan meninggalkan sel, sedangkan padasel-sel yang resisten obat tidak dapat di transportasikan secara aktif ke dalam selatau akan hilang dengan cepat sehingga konsentrasi hambat minimal tidak dapatdipertahankan. Mekanisme dikontrol oleh plasmid.

Hasil pengukuran rata ̶ rata zona hambat yang terbentuk dari antibiotikampisilin diperoleh diameter yang paling besar yaitu 28,5 mm dan yang palingkecil memiliki diameter 12 mm. Sedangkan standar diameter untuk antibiotikampisilin dikatakan sensitif terhadap bakteri yaitu ≥29 mm dan resisten apabila≤28 mm. Dari hasil pengukuran, diperoleh rata rata diameter semua sampel beradadi bawah standar zona hambat antibiotik sehingga dapat dikatakan semua sampelresisten terhadap ampisilin. Dimana ampisilin yaitu merupakan salah satubakterisid yang mekanisme kerjanya menghambat pembentukan dinding danpermeabilitas membran sel bakteri karena transpeptidasi antar rantai peptidoglikanterganggu. Kemudian terjadi aktivitas enzim proteolitik di dalam dinding sel yangkemudian menghasilkan kerusakan dan menyebabkan bakteri mati. Resistensiampisilin terhadap Staphylococcus aureus terjadi karena bakteri tersebut mampumenghasilkan enzim beta laktamase yang di bentuk di dalam plasmid sebagaibentuk perlindungan diri terhadap efek mematikan dari ampisilin, sehingga enzim

Page 37: UJI SENSITIVITAS AMPISILIN, IMIPENEM DAN TETRASIKLIN ... · ketahun, pola kepekaan Staphylococcus aureus terhadap antibiotik tetrasiklin 53.3%, ampisilin 18.1. Keadaan ini menunjukan

25

tersebut yang akan memecahkan atau menguraikan cincin beta laktam dariampisilin dan menyebabkan ampisilin menjadi inaktif, dari keadaan tersebut makaampisilin menjadi resisten terhadap Staphylococcus aureus. Terjadinya jugaresistensi terhadap ampisilin bisa dikarenakan adanya mutasi pada kromosomDNA bakteri sehingga mengubah target kerja dari antibiotik, atau terdapat materigenetik baru yang spesifik dapat menghambat mekanisme kerja antibiotik.Pemberian ampisilin di lapangan pada hewan sakit yang tidak terkontrol, ataupunkarena lama pemberiannya ampisilin yang kurang diperhatikan juga bisa menjadipenyebab terjadinya resistensi (Harniza, 2009).

Brander et al (1991) menjelaskan bahwa ada empat mekanisme resistensiantara lain penginaktifan obat, perubahan target atau struktur enzim, penurunanakumulasi obat oleh sel, adanya variasi jalur metabolik maupun peningkatankonsetrasi metabolik. Menurut Gan (1983) terdapat tiga tipe resistensi yangdiketahui yaitu resistensi non genetik, resistensi genetik dan resistensi silang.Resistensi non genetik terdapat pada mikroba dalam keadaan inaktif atau istirahat,resistensi genetik merupakan mutasi spontan karena terjadi tanpa dipengaruhikeberadaan anti mikroba tersebut. Sedangkan pada resistenasi silang sifatresistensi mikroba terhadap suatu mikroba tertentu juga memperlihatkan sifatresistensi terhadap mikroba yang lain.

Menurut Schlegel dan Schmit (1994) bahwa banyak faktor yangmempengaruhi ukuran daerah penghambatan yaitu sensitivitas organisme,medium kultur, kondisi inkubasi (suhu, waktu dan pH), kecepatan zat berdifusidalam agar, konsentrasi mikroorganisme, komposisi media. Menurut Prescott(2005) bahwa ukuran dari zona hambat dipengaruhi oleh tingkat sensitivitas dariorganisme uji, medium kultur dan kondisi inkubasi, kecepatan difusi senyawaantibakteri dan konsentrasi senyawa antibakteri. Zona hambat yang kecilmenunjukkan adanya aktifitas antibakteri yang lebih rendah, sedangkan zonahambat yang besar menunjukkan semakin besar aktifitas antibakterinya (Pelczardan Chan, 2005).

Page 38: UJI SENSITIVITAS AMPISILIN, IMIPENEM DAN TETRASIKLIN ... · ketahun, pola kepekaan Staphylococcus aureus terhadap antibiotik tetrasiklin 53.3%, ampisilin 18.1. Keadaan ini menunjukan

26

5. PENUTUP

4.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian tentang uji sensitivitas ampisilin, imipenem dantetrasiklin terhadap Staphylococcus aureus sebagai penyebab mastitis padakambing Peranakan Etawa di Kabupaten Polewali Mandar dapat disimpulkansebagai berikut :

1. Dari 6 sampel susu Kambing Peranakan Etawa yang positif mastitissemuanya mengandung bakteri Staphylococcus aureus.

2. Antibiotik imipenem dan tetrasiklin sensitif, sedangkan ampisilin sudahresisten terhadap bakteri Staphylococcus aureus yang di isolasi dari susukambing Peranakan Etawa asal Kabupaten Polewali Mandar dimanaimipenem merupakan antibiotik yang paling sensitif.

4.2 Saran

Peneliti memberikan saran kepada masyarakat yaitu :1. Dapat menjadi masukan bagi dokter hewan untuk pemilihan antibiotik

yang tepat untuk infeksi akibat Staphylococcus aureus.2. Agar rutin melakukan tes sensitivitas antibiotik yang sering digunakan

dalam penanganan kasus mastitis.

Page 39: UJI SENSITIVITAS AMPISILIN, IMIPENEM DAN TETRASIKLIN ... · ketahun, pola kepekaan Staphylococcus aureus terhadap antibiotik tetrasiklin 53.3%, ampisilin 18.1. Keadaan ini menunjukan

27

DAFTAR PUSTAKA

Adriani, W. Manalu, A. Sudono, T. Sutardi, dan I-K. Sutama. 2003. “OptimalisasiProduksi Anak dan Susu Kambing Peranakan Etawah dengan Superovulasidan Suplementasi Seng. J. Pascasarjana IPB.26(4): 335-352

Aji, Fitrah Pamungkas, S.Pt, Ir. Aron Batubara, M.Sc, Ir. Meruwald Doloksaribu,Erwin Shite. 2009. Petunjuk Teknis Potensi Beberapa Plasma NutfahKambing Lokal Indonesia. Sumatera Utara : Pusat Penelitian DanPengembangan Peternakan.

Albenzio M, Santilo A. 2011. Biochemical characteristics of ewe and goat milk:Effect on the quality of dairy products. Small Rumin Res. 101:33-40.

Arsenault J, Dubreuil P, Higgins R, Belanger D. 2008. Risk factors and impact ofclinical and subclinical mastitis in commercial meat-producing sheep flocksin Quebec, Canada. Prev Vet Med. 87:373-393.

Beheshti, R., Jalal, S., Behrad, E., Jamshid G. G., dan Nase, M..2010. Prevalenceand Etiology of Subclinical Mastitis in Ewes of the Tabriz Regian, Iran.Journal Global Veterinarian Vol 4. No 1.

Bergonier D, Cremoux R, Rupp R, Lagriffoul R, Lagriffoul G, Berthelot X. 2003.Mastitis of dairy small ruminants. Vet Res. 34:689-716.

Black, G. J. 2004. Microbiology : Principles and Exploration. 6th Edition. JohnWiley and Sons, Inc., Virginia.

Bleul U, Sacher K, Corti S, Braun U. 2006. Clinical finding in 56 cows with toxicmastitis. Vet Record. 11:677- 680.

Blumer, J. L. (1996). Meropenem: Evaluation of a new generation carbapenem IntJ Antimicrob Ag, 79-92.

Brander,G.C.,Pugh D.M.,Baywater R.J., and Jenkins W.L., 1991, VeterinaryApplied Pharmacology and Therapeutics 5th ed. The English Book Societyand Bailliere Tindal. London Pp. 416-450

Brooks GF, Butel JS, dan Morse SA. 1998. Jawetz, Melnick, & Adelberg’sMedical Microbiology, 21st ed, Prentice Hall International Inc, , 145 – 176.

Badan Standarisasi Nasional. 2011. SNI 2332.9:2011. Cara Uji Mikrobiologi-bagian 9: Penentuan Staphylococcus aureus Pada Produk Perikanan.

Budiarsana, I. G. M. dan Sutama. I.K 2006. Karakteristik Produktivitas KambingPeranakan Etawah. Prosiding. Lokakarya Nasional Pengelolaan danPerlindungan Sumber Daya Genetik di Indonesia: Manfaat Ekonomi untukMewujudkan Ketahanan Nasional

Ceballos LS, Morales ER, Adarve GDLT, Castro JD, Martinez LP, SampelayoMRS. 2009. Composition of goat and cow milk produced under similarconditions and analyzed by identical methodology. J Food Comp Anal.22:322-329.

Clinical and Laboratory Standards Institute. 2014. Performance Standards forAntimicrobial Susceptibility Testing; Twenty-Second InformationalSupplement. West Valley (US): Clinical and Laboratory Standards Institute.

Contreras A, Luengo C, Sanchez A, Corrales JC. 2003. The role of intramamarypathogens in dairy goats. Livest Prod Sci. 79:273-283.

Contreras A, Sierra D, Sanchez A, Corrales JC, Marco JC, Paape MJ, Gonzalo C.2007. Mastitis in small ruminants. Small Rumin Res. 68:145-153.

Page 40: UJI SENSITIVITAS AMPISILIN, IMIPENEM DAN TETRASIKLIN ... · ketahun, pola kepekaan Staphylococcus aureus terhadap antibiotik tetrasiklin 53.3%, ampisilin 18.1. Keadaan ini menunjukan

28

Crawshaw WM, MacDonald NR, Duncan G. 2005. Outbreak of Candida rugosamastitis in dairy herd after intramammary antibiotic treatment. Vet Record.156:812-813.

Devendra dan Burns. 1994. Produksi kambing di daerah Tropis. Penerbit ITB.Bandung.

Dogruer G, Saribay MK, Ergun Y, Aslantas O, Demir C, Ates CT. Shortcommunication. 2010. Treatment of subclinical mastitis in Damascus goatsduring Lactation. Small Rumin Res. 90:153 155.

Edey, T.N. 1983. The genetic pool of sheep and goats. In: Tropical Sheep andGoat Production (Edited by Edey. T.N.). Australia University International.Development Program. Canberra.

Eyassu S, Donkin EF, Buys EM. 2007. Potential of lactoperoxidase to diagnosesubclinical mastitis in goats. Small Rumin Res. 69:154-158.

Gan P.H.S, (1983). Antimikroba dalam Sulistia Gan (Ed) Farmakologi danTerapi, Bagian Famakologi Fakultan Kedokteran Univesitas Indonesia,Jakarta hal 443-449.

Goodman and Gilman. Pharmacologycal Basic of Therapeutic. Newyork :MacMillian Company. 1965.

Gran, H. F. S. 1983. Antimikrobial Dalam Sulistis Gan dan Terapi.BagianFarmakologi Fakultas Kedokteran Hewan Indonesia. Jakarta.

Haerah, Dzul. 2015. Deteksi Staphylococcus aureus Penyebab Mastitis SubklinisPada Perah Di Kecamatan Cendana Kabupaten Enrekang. [skripsi].Universitas Hasanuddin. Makassar.

Hall SM, Rycroft AN. 2007. Causative organisms and somatic cell counts insubclinical intramammary infections in milking goats in the UK. VetRecord.160:19-22.

Han, H.R., Park, S.I., Kang, S.W., Jong, W.S. andYoun, C.J. (2000) Capsularpolisaccharidetyping of domes tic mas titis -caus ingStaphylococcus aureusstrains and its potentialexploration of bovine mastitis vaccinedevelopment. I.Capsular polysaccharide typing,isolation and purification of the strain. J.Vet. Sci.1: 53 -63.

Heras L, Dominguez A, Lopez I, Garayzabal JF. 1999. Outbreak of acute ovinemastitis associated with Pseudomonas aeruginosa infection. VetRecord.145:111-112.

Hurley, W.L. and D.E. Morin. 2000. Mastitis Lesson A. Lactation Biology.ANSCI 308.://classes aces.uiuc.edu/Ansci 308/. (20-12-2002).

Jawetz, et al., 1995, Mikrobiologi Kedokteran, 218-228, Penerbit BukuKedokteran EGC, Jakarta.

Jawetz, Melnick, and Adelbergs. 2001. Mikrobiologi Kedokteran. Edisi I.Salemba Medika. Jakarta. 1996-1998.

Krishna D, Amalia. 2013. Isolasi, Identifikasi dan Uji Sensitivitas Staphylococcusaureus terhadap Amoxicillin dari Sampel Susu Kambing Peranakan Ettawa(PE) Penderita Mastitis Di Wilayah Girimulyo, Kulonprogo, Yogyakarta.Jurnal Sain Veteriner.

Leitner G, Silanikove N, Merin U. 2008. Estimate of milk and curd yield loss ofsheep and goats with intramammary infection and its relation to somatic cellcount. Small Rumin Res. 74:221 225.

Page 41: UJI SENSITIVITAS AMPISILIN, IMIPENEM DAN TETRASIKLIN ... · ketahun, pola kepekaan Staphylococcus aureus terhadap antibiotik tetrasiklin 53.3%, ampisilin 18.1. Keadaan ini menunjukan

29

Marogna GC Pilo, Vidili A, Tola S, Schianchi G, Leori SG. 2012. Comparison ofclinical findings, microbiological results, and farming parameters in goatherds affected by recurrent infectious mastitis. Small Rumin Res. 102:74-83.

McDougall S, Pankey W, Delaney C, Barlow J, Patricia AM, Scruton D. 2002.Prevalence and incidence of subclinical mastitis in goats and dairy ewes inVermont USA. Small Rumin Res. 46:115-121.

Moroni P, Pison G, Ruffo, Boetter PJ. 2005. Risk factors for intramammaryinfections and relationship with somatic cell counts in Italian dairy goats.Prev Vet Med. 69:163-173.

Murdiati. 1997. Pemakaian Antibiotika dalam Usaha Peternakan. Wartazoa.Volume 6 No 2. Balai Penelitian Veteriner. Bogor.

Murtidjo, B.A. 1993. Memelihara Domba. Kanisius, Yogyakarta.Murtidjo, S. 1993. Memelihara Kambing sebagai Ternak Potong dan Perah.

Penerbit Kanisius. Yokyakarta.Mutschler, Ernst. (1991). Dinamika Obat Farmakologi dan Toksikologi. Bandung:

Penerbit ITB. Hal. 191, 518.Nicholas, H.B., Mc Donald, L.E. 1988. Veterinary Farmacology and

Therapeutics.6th Editions.Ioastates Univercity Press. Ames.Nicholas RA, Ayling RD. 2003. Mycoplasma bovis: disease, diagnosis and

control. Res Vet Sci. 74:105-112.Pelczar Jr, M. J dan E.C.S. Chan. 1986.Dasar-dasar Mikrobiologi. Jakarta: UI-

Press.Pelczar, M.J., dan E.C.S. Chan. 2005. Dasar-dasar Mikrobiologi.Jilid 2.

Terjemahan: R.S. Hadioetomo, T. Imas, S.S. Tjitrosomo, dan S.L. Angka.Penerbit UI Press. Jakarta.

Pratiwi, S. T. 2008, Mikrobiologi Farmasi, Penerbit Erlangga, Jakarta.Prescott, L.M. 2005.Microbiology.6th-Ed. McGraw-Hill, New York.Purnomoa A, Hartatik, Khusnan, Salasia SIO, Soegiyono. 2006. Isolasi dan

karakterisasi Staphylococcus aureus asal susu kambing Peranakan Ettawa.Media Kedokteran Hewan 22:142 147.

Purnomob, A., Hartatik, Khusnan, Siti, O. S., dan Soegiyono. 2006. Isolasi danKarakterisasi Staphylococcus aureus Asal Susu Kambing Peranakan Ettawa.Jurnal Media Kedokteran Hewam 22 (3)

Pyorala S, Hovinen M, Simojoki H, Fitzpatrick J, Eckersall PD, Orro T. 2011.Acute phase proteins in milk in naturally acquired bovine mastitis caused bydifferent pathogens. Vet Record. 168:535-540.

Salle, A.J,. 1961. Fundamental Principles of Bacteriology. New York: McGraw-Hill Co, Inc.

Sanchez J, Montes P, Jimenez A, Andres S. 2007. Prevention of clinical mastitiswith barium selenate in dairy goats from a selenium deficient area. J DairySci. 90:2350-2354.

Sande AS, Kapusnik-Uner JE, dan Mandell GL. 1990. Antimicrobial Agents,General Considerations. Dalam : Gilman AG, Rall TW, Nies AS, dan TaylorP (Eds), Goodman and Gilman’s The Pharmacological Basis ofTherapeutics, 8th ed., Pergamon Press, 1018 – 1046.

Sari, R. W. 2003.Pengaruh Pemberian Gerusan Daun Sririh Hitam, GerusanDaun Sirih Jawa dan Oksitetrasiklin Secara Topikal Terhadap Lama dan

Page 42: UJI SENSITIVITAS AMPISILIN, IMIPENEM DAN TETRASIKLIN ... · ketahun, pola kepekaan Staphylococcus aureus terhadap antibiotik tetrasiklin 53.3%, ampisilin 18.1. Keadaan ini menunjukan

30

Waktu Kesembuhan Luka Infeksi Staphylococcus aureus pada Tikus Putih(Skripsi). Fakultas Kedokteran Hewan. Universitas Airlangga. Surabaya.

Sarwono B. 2002. Beternak Kambing Unggul. Jakarta : Penebar Swadaya.Schlegel, H.G., and K. Schmidt. 1994. Mikrobiologi Umum. Terjemahan : R.M.

tedjo dan Baskoro. Penerbit UGM Press, Yogyakarta.Schunack., W. 1990. Senyawa Obat. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.Scott, P. R., Colin D. P., dan Alastair I. M. 2011. Cattle Medicine. Manson

Publishing, UK.Setiabudy, R dan Gan, V.H.S. (1995), “Pengantar Antimikroba”,

dalamFarmakologi dan Terapi, Edisi Keempat, Ganiswara, S.G., BagianFarmakologi,Fakultas Kedokteran, Universitas Indonesia, Jakarta.

Shearer, J. K., dan Harris B. 2009. Mastitis in Dairy Goats. DS 85 Florida: Journalof IFAS

Sodiq, A. dan Z. Abidin. 2002. Penggemukan Domba : Kiat MengatasiPermasalahan Praktis. Agromedia Pustaka, Jakarta.

Subronto, M. A. 2008. Real Food True Health: Makanan Sehat untuk HidupLebih Sehat. Agromedia Pustaka, Jakarta.

Sudarwanto M, Sudarnika E. 2008. Hubungan antara pH susu dengan jumlah selsomatik sebagai parameter mastitis subklinik. Media Peternakan 31:107-113.

Suwito W., Wahyuni A.E.T.H., Nugroho W.S., Sumiarto B. 2013. Isolasi danIdentifikasi Bakteria Mastitis Klinis pada Kambing PeranakanEttawah.Jurnal Sains Veteriner 31 (1).Yogyakarta.

Sweetman, S.C. (Ed). (2009). Martindale the complete drug reference (36thed).London: The Pharmaceutical Press.

Turin L, Pisoni G, Giannino ML, Antonini M, Rosati S, Ruffo G, Moroni P. 2005.Correlation between milk parameters in CAEV seropositive and negativeprimiparous goats during an eradication program in Italian farm. SmallRumin Res. 57:73-79.

Utami, E.R. 2012. Antibiotika, Resistensi, Dan Rasionalitas Terapi. Sainstis.volume 1, nomor 1. April – september 2012 ISSN: 2089-0699.

Wahyuni, A. E. T. H. 2011. Bakteri Patogen yang Diisolalasi dari Susu KambingPeranakan Ettawa (PE) di Sayegan, Sleman, Yogyakarta. Dalam: ProsidingSeminar Nasional Peternakan Berkelanjutan III Road toGreen Farming, diedit Yunasat, U., Jasmal, A. S., Osfar, S., dkk., Bandung.

Wahyuni, A. E. T. H., Wibawan, I. W. T., dan Wibowo, M. H. 2005.Karakterisasi Hemaglutinin Streptococcus agalactiae dan Staphylococcusaureus Penyebab Mastitis Subklinis pada Sapi Perah. Jurnal Sain Vet 23 (2)

Williamson, G. and W. J. A. Payne, 1993. Pengantar Peternakan di Daerah Tropis,Universitas Gajah Mada, Yogyakarta.

Yuningsih. 2004. Keberadaan residu antibiotika dalam produk peternakan (susudan daging). Di dalam: Lokakarya Nasional Keamanan Pangan ProdukPeternakan. Bogor: Balai Penelitian Veteriner.

Page 43: UJI SENSITIVITAS AMPISILIN, IMIPENEM DAN TETRASIKLIN ... · ketahun, pola kepekaan Staphylococcus aureus terhadap antibiotik tetrasiklin 53.3%, ampisilin 18.1. Keadaan ini menunjukan

31

LAMPIRAN

Lampiran 1. Pemerahan Susu Kambing

Lampiran 2. Pengujian California Mastitis Test (CMT)

Page 44: UJI SENSITIVITAS AMPISILIN, IMIPENEM DAN TETRASIKLIN ... · ketahun, pola kepekaan Staphylococcus aureus terhadap antibiotik tetrasiklin 53.3%, ampisilin 18.1. Keadaan ini menunjukan

32

Lampiran 3.Pengenceran, Homogenisasi aquades dan sampel susu, HasilPengenceran

Lampiran 4.Pembuatan Media untuk Isolasi Bakteri

Page 45: UJI SENSITIVITAS AMPISILIN, IMIPENEM DAN TETRASIKLIN ... · ketahun, pola kepekaan Staphylococcus aureus terhadap antibiotik tetrasiklin 53.3%, ampisilin 18.1. Keadaan ini menunjukan

33

Lampiran 5.Uji Katalase

Lampiran 6.Pembuatan Standar Mc Farland

Lampiran 7.Isolasi pada Media Muller Hinton Agar (MHA)

Page 46: UJI SENSITIVITAS AMPISILIN, IMIPENEM DAN TETRASIKLIN ... · ketahun, pola kepekaan Staphylococcus aureus terhadap antibiotik tetrasiklin 53.3%, ampisilin 18.1. Keadaan ini menunjukan

34

Lampiran 8.Uji Sensitivitas

Lampiran 9.Pengukuran Diameter Hambat

Lampiran 10.Pewarnaan Gram dan Hasil di Mikroskop

Page 47: UJI SENSITIVITAS AMPISILIN, IMIPENEM DAN TETRASIKLIN ... · ketahun, pola kepekaan Staphylococcus aureus terhadap antibiotik tetrasiklin 53.3%, ampisilin 18.1. Keadaan ini menunjukan

35

Lampiran 11.Penghitungan Koloni pada media NA

Lampiran 12.Hasil Kultur Bakteri pada BPA

Page 48: UJI SENSITIVITAS AMPISILIN, IMIPENEM DAN TETRASIKLIN ... · ketahun, pola kepekaan Staphylococcus aureus terhadap antibiotik tetrasiklin 53.3%, ampisilin 18.1. Keadaan ini menunjukan

36

Lampiran 13.Hasil Kultur pada Media NA

Lampiran 14.Hasil Kultur di Media MSA

Page 49: UJI SENSITIVITAS AMPISILIN, IMIPENEM DAN TETRASIKLIN ... · ketahun, pola kepekaan Staphylococcus aureus terhadap antibiotik tetrasiklin 53.3%, ampisilin 18.1. Keadaan ini menunjukan

37

Lampiran 15.Hasil Kultur di Media MHA

Page 50: UJI SENSITIVITAS AMPISILIN, IMIPENEM DAN TETRASIKLIN ... · ketahun, pola kepekaan Staphylococcus aureus terhadap antibiotik tetrasiklin 53.3%, ampisilin 18.1. Keadaan ini menunjukan

38

Keterangan : A= ampisilin, B= imipenem, C= tetrasiklin, D= kontrol negatif

Lampiran 16. Tabel 4. Hasil penghitungan diameter zona hambat (Replikasi 1)

SampelKontrolNegatif

Antibiotik

Ampisilin Imipenem Tetrasiklin

1 0 30 mm (S) 38 mm (S) 25 mm (S)

2 0 5 mm (R) 32 mm (S) 29 mm (S)

3 0 4 mm (R) 31 mm (S) 28 mm (S)

4 0 6 mm (R) 28 mm (S) 25 mm (S)

5 0 6 mm (R) 26 mm (S) 25 mm (S)

6 0 38 mm (S) 48 mm (S) 31 mm (S)

Rata Rata 20,8 33,8 27,1

Keterangan : S= Sensitif, I= Intermediet, R= Resisten

Tabel 5. Hasil penghitungan diameter zona hambat(Replikasi 2)

Sampel KontrolNegatif

Antibiotik

Ampisilin Imipenem Tetrasiklin

1 0 6 mm (R) 27 mm (S) 21 mm (S)

Page 51: UJI SENSITIVITAS AMPISILIN, IMIPENEM DAN TETRASIKLIN ... · ketahun, pola kepekaan Staphylococcus aureus terhadap antibiotik tetrasiklin 53.3%, ampisilin 18.1. Keadaan ini menunjukan

39

2 0 7 mm (R) 27,5 mm (S) 19 mm (S)

3 0 11 mm (R) 41 mm (S) 19 mm (S)

4 0 6 mm (R) 32,5 mm (S) 30 mm (S)

5 0 7 mm (R) 30 mm (S) 21 mm (S)

6 0 19 mm (R) 36 mm (S) 25 mm (S)

Rata Rata 9,3 32,3 21,3

Keterangan : S= Sensitif, I= Intermediet, R= Resisten

Lampiran 17. Disk Antibiotik yang Digunakan

Page 52: UJI SENSITIVITAS AMPISILIN, IMIPENEM DAN TETRASIKLIN ... · ketahun, pola kepekaan Staphylococcus aureus terhadap antibiotik tetrasiklin 53.3%, ampisilin 18.1. Keadaan ini menunjukan

40

RIWAYAT HIDUP

Penulis bernama lengkap Alfionita Arif dilahirkan pada tanggal12 Januari 1994 di Enrekang, Sulawesi Selatan dari ayahandaMuhammad Arif,S.Pd dan ibunda Masiani. Penulis merupakananak pertama dari 4 orang bersaudara. Penulis menyelesaikanSekolah Dasar di SDN 39 Cakke dan lulus pada tahun 2006,kemudian penulis melanjutkan pendidikan ke SMP Negeri 1Anggeraja dan lulus pada tahun 2009. Penulis kemudianmelanjutkan pendidikan di SMA Negeri 1 Anggeraja dan luluspada tahun 2012. Melalui jalur SNMPTN Tertulis, penulis

kemudian diterima di Universitas Hasanuddin sebagai mahasiswa Program StudiKedokteran Hewan Fakultas Kedokteran.

Selama perkuliahan penulis aktif dalam organisasi internal kampus yaituHimpunan Mahasiswa Kedokteran Hewan (HIMAKAHA) FKUH periode 2013-2014 sebagai anggota Kesekretariatan.

Page 53: UJI SENSITIVITAS AMPISILIN, IMIPENEM DAN TETRASIKLIN ... · ketahun, pola kepekaan Staphylococcus aureus terhadap antibiotik tetrasiklin 53.3%, ampisilin 18.1. Keadaan ini menunjukan

1