uji materi pp 31 tahun 2007 - final
TRANSCRIPT
8/11/2019 Uji Materi PP 31 Tahun 2007 - FINAL
http://slidepdf.com/reader/full/uji-materi-pp-31-tahun-2007-final 1/8
TINJAUAN PUTUSAN MA NOMOR 70
TAHUN 2013 TENTANG UJI MATERI
TERHADAP PP NOMOR 31 TAHUN 2007
SEMINAR PERPAJAKAN
Disusun oleh Kelompok 5 Kelas 9A Reguler:
ASRI KUSUMA WARDHINI CHENRIS
CINDYRAMA DENI RUMDANI SYAHLAN HENI
MARYATI RINO AFRIANTORO
8/11/2019 Uji Materi PP 31 Tahun 2007 - FINAL
http://slidepdf.com/reader/full/uji-materi-pp-31-tahun-2007-final 2/8
1
A. Pendahuluan
Salah satu program pembangunan jangka menengah di bidang perumahan yang telah
dicanangkan oleh Pemerintah, sesuai dengan Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM)
Nasional untuk tahun 2004-2009 adalah penyediaan Rumah Susun Sederhana Milik. Rencana ini
ditetapkan sebagai upaya Pemerintah untuk membantu masyarakat dalam memenuhi salah satu
kebutuhan dasarnya yakni tempat tinggal yang layak dihuni dan dengan harga yang terjangkau.Untuk
mendukung berhasilnya program tersebut, perlu diberikan kemudahan/perlakuan khusus di bidang
perpajakan berupa pembebasan Pajak Pertambahan Nilai atas penyerahan Rumah Susun Sederhana
Milik (RUSUNAMI). Oleh karenanya, Peraturan Pemerintah Nomor 31 Tahun 2007 hadir untuk
mendukung penyediaan/pembangunan rumah susun sederhana milik di kawasan perkotaan.
Peraturan Pemerintah Nomor 31 Tahun 2007juga ditujukan untuk mendorong pembangunan
nasional. Dalam peraturan ini, ketentuan mengenai kemudahan dalam kewajiban perpajakan bagi
pengusaha yang menyerahkan barang kena pajak tertentu yang berupa listrik, air dan barang hasil
pertanian dihilangkan sehingga dapat memberikan perlakuan yang sama kepada semua pengusaha
yang melakukan penyerahan atau impor Barang Kena Pajak Tertentu yang bersifat strategis.
Peraturan Pemerintah Nomor 31 Tahun 2007 juga hadir dalam rangka melaksanakan ketentuan
Pasal 16B Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa
dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan
Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2000, perlu ditetapkan Peraturan Pemerintah tentang Perubahan
Keempat atas Peraturan Pemerintah tentang Perubahan Keempat atas Peraturan Pemerintah Nomor
12 Tahun 2001 tentang Impor dan atau Penyerahan Barang Kena Pajak Tertentu yang Bersifat
Strategis yang Dibebaskan dari Pengenaan Pajak Pertambahan Nilai.
1) Jenis BKP yang Dibebaskan dari PPN Sebagaimana Diatur dalam PP Nomor 31
Tahun 2007
i. Barang modal berupa mesin dan peralatan pabrik, baik dalam keadaan terpasang
maupun terlepas, tidak termasuk suku cadang, yang digunakan secara langsung
dalam proses menghasilkan Barang Kena Pajak (harus menggunakan SKB). Tatacara
permohonan SKB PPN untuk barang modal terdapat pada Lampiran I Keputusan
Direktur Jenderal Pajak Nomor KEP-234/PJ/2003.
ii. Makanan ternak, unggas dan ikan dan/atau bahan baku untuk pembuatan makanan
ternak, unggas dan ikan. impor/ penyerahannya tidak memerlukan permohonan SKBPPN.
iii. Barang hasil pertanian (terbatas pada jenis BKP yang terdapat pada lampiran
Peraturan Pemerintah Nomor 7 Tahun 2007). Impor/penyerahannya tidak memerlukan
permohonan SKB PPN.
iv. Bibit dan/atau benih dari barang pertanian, perkebunan, kehutanan, peternakan,
penangkaran, atau perikanan
v. Air bersih yang dialirkan melalui pipa oleh Perusahaan Air Minum. Yang dimaksud
dengan Perusahaan Air Minum adalah perusahaan air minum milik pemerintah atau
swasta, baik merupakan kegiatan dari satu divisi atau seluruh divisi dari perusahaan
tersebut yang dalam kegiatan usahanya menghasilkan dan melakukan penyerahan air
8/11/2019 Uji Materi PP 31 Tahun 2007 - FINAL
http://slidepdf.com/reader/full/uji-materi-pp-31-tahun-2007-final 3/8
2
bersih. (lebih lanjut diatur pada Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE-
118/PJ/2009). Penyerahannya tidak memerlukan permohonan SKB PPN.
vi. Listrik, kecuali untuk perumahan dengan daya di atas 6.600 (enam ribu enam
ratus) watt. Penyerahannya tidak memerlukan permohonan SKB PPN.
vii. Rumah Susun Sederhana Milik (RUSUNAMI) dengan kriteria tertentu (diatur lebih
lanjut dalam Pasal 1 angka 5 Peraturan Menteri Keuangan Nomor 31/PMK.03/2008).
Penyerahannya tidak memerlukan permohonan SKB PPN.
2) Ketentuan Umum
i. Orang atau badan yang melakukan penyerahan BKP Tertentu yang bersifat strategis
yang dibebaskan dari PPN wajib melaporkan usahanya kepada DJP untuk dikukuhkan
sebagai PKP Sesuai dengan ketentuan perpajakan yang berlaku.
ii. Menyimpang dari ketentuan pada nomor 1 diatas, terhadap orang atau badan yang
semata-mata melakukan penyerahan BKP Tertentu yang bersifat Strategis berupa air
bersih (yang dialirkan melalui pipa oleh Perusahaan Air Minum) dan listrik (kecuali
untuk perumahan dengan daya di atas 6.600 (enam ribu enam ratus) watt), tidak
diwajibkan melaporkan usahanya untuk dikukuhkan sebagai PKP (Peraturan Menteri
Keuangan Nomor 31/PMK.03/2008 pasal 6 ayat 2)
iii. Pengusaha Kena Pajak yang menyerahkan BKP tertentu yang bersifat strategis wajib
menerbitkan Faktur Pajak dan membubuhkan cap "PPN DIBEBASKAN SESUAI PP
NO 12 TAHUN 2001 SEBAGAIMANA TELAH BEBERAPA KALI DIUBAH TERAKHIR
DENGAN PP NOMOR 31 TAHUN 2007." (Pasal 6 ayat (3) PMK 31/PMK.03/2008)
iv. Atas Impor BKP Tertentu yang bersifat strategis yang dibebaskan dari pengenaan
PPN tidak diperlukan SSP.
v. Pemberitahuan Impor Barang (PIB) atas impor BKP dibubuhi cap "PPN DIBEBASKAN
SESUAI PP NO 12 TAHUN 2001 SEBAGAIMANA TELAH BEBERAPA KALI DIUBAH
TERAKHIR DENGAN PP NOMOR 31 TAHUN 2007 oleh Direktorat Jenderal Bea dan
Cukai";.(Pasal 5 ayat (6) Peraturan Menteri Keuangan Nomor 31/PMK.03/2008)
B. Pengajuan Uji Materi atas PP Nomor 31 Tahun 2007
Pada tanggal 22 Oktober 2013, KADIN telah mengajukan permohonan uji materi atas PP Nomor
31 Tahun 2007 terutama pada Pasal 1 ayat (1) huruf c, Pasal 1 ayat (2) huruf a, Pasal 2 ayat (1) huruff, dan Pasal 2 ayat (2) huruf c. Alasan pengajuan uji materi tersebut menurut KADIN, yaitu bahwa
dalam Pasal 1 ayat (1) huruf c, Pasal 1 ayat (2) huruf a, Pasal 2 ayat (1) huruf f, dan Pasal 2 ayat (2)
huruf c PP Nomor 31 Tahun 2007 terdapat kerugian nyata yang diderita oleh perusahaan pembayar
pajak (Pengusaha Kena Pajak), sebagai berikut:
1) Pasal 1 ayat (2) PP Nomor 31 Tahun 2007 mengatur bahwa pemakaian oleh Barang Hasil
Pertanian merupakan barang bersifat strategis yang berdasarkan UU PPN diklasifikasikan
sebagai kena pajak, namun dengan adanya PP menjadi barang yang dibebaskan pajak.
Akibat dari pajak yang dibebaskan, sistem perpajakan yang berdasarkan UU PPN
menganut indirect method dengan mekanisme pengkreditan yaitu PPN Keluaran (PK)
dikurangi dengan PPN Masukan (PM) menjadi tidak berjalan. Bahwa PM yang berfungsi
8/11/2019 Uji Materi PP 31 Tahun 2007 - FINAL
http://slidepdf.com/reader/full/uji-materi-pp-31-tahun-2007-final 4/8
3
sebagai kredit (mengurangi) PK, dengan keluarnya PP Nomor 31 Tahun 2007 menjadi tidak
dapat dijadikan sebagai kredit. Akibatnya PPN yang ditanggung menjadi lebih besar,
dibandingkan apabila sistem prengkreditan berjalan sesuai dengan apa yang telah di atur
dalam UU PPN.
2) Kerugian yang paling cepat dirasakan oleh WP adalah pengaruh cashflow karena WP
harus menyetorkan PPN pada saat pembayaran atau pada akhir bulan terjadinya
penyerahan. Seringkali dalam dunia usaha, transaksi adalah dengan utang, sehingga WP
harus "mematangi" terlebih dahulu atas PPN yang harus disetorkan.
3) PM yang tidak bisa dikreditkan hanya memberikan pilihan untuk memasukkan PM dalam
komponen biaya usaha. Dengan komponen biaya yang bertambah menyebabkan turunnya
daya saing WP terlebih untuk kegiatan ekspor dan apabila sudah terjadi Perdagangan
Bebas.
4) Pada jenjang penjualan atas BKP dan/ atau JKP yang terdapat unsur PM di dalam
komponen biaya, menjadikan PI(atas BKP dan/ atau JKP tersebut mengandung PPN atas
PPN). Hal yang demikian dinamakan sebagai cascading effect . Cascading effect
merupakan suatu hal yang tidak dapat dibenarkan baik secara teori perpajakan maupun UU
PPN itu sendiri. Sebagaimana telah dijelaskan bahwa UU PPN Indonesia menganut indirect
method dimana terdapat sistem pengkreditan.
C. Hasil Putusan MA atas Uji Materi PP Nomor 31 Tahun 2007
1) Putusan Nomor 70 Tahun 2013
i. Pendapat MA menyatakan bahwa secara parsial Pasal 1 ayat 1 huruf c, Pasal 1 ayat 2
huruf a, Pasal 2 ayat 1 huruf f, Pasal 2 ayat 2 huruf c PP Nomor 31 Tahun 2007 telah
bertentang dengan undang-undang yang lebih tinggi yaitu terhadap Pasal 4A UU 42
Tahun 2009 tentang PPN dan PPnBM.
ii. Secara khusus, MA menyatakan bahwa pembebasan PPN atas penyerahan barang
pertanian, perkebunan, dan kehutanan telah menyebabkan terjadinya efek cascading
(pajak berganda) pada pengusaha CPO.
iii. Pengenaan PPN atas barang hasil pertanian, perkebunan, dan kehutanan tidak akan
merugikan petani karena adanya aturan tentang batasan pengusaha kecil sehingga
petani tidak perlu menjadi PKP.iv. Pada dasarnya barang hasil pertanian merupakan barang kena pajak yang wajib
dikenakan PPN atas penyerahannya berdasarkan UU PPN, tetapi karena terdapat
aturan pembebasan PPN sesuai PP Nomor 31 Tahun 2007, maka mengakibatkan
hilangnya PP negara dari sektor pertanian.
v. Berdasarkan pendapat MA atas substansi PPN dalam PP Nomor 31 Tahun 2007, MA
memutuskan bahwa Pasal 1 ayat 1 huruf c, Pasal 1 ayat 2 huruf a, Pasal 2 ayat 1
huruf f, dan Pasal 2 ayat 2 huruf c bertentangan dengan UU PPN sehingga alasan-
alasan KADIN selaku pemohon uji materi dapat diterima menurut hukum.
8/11/2019 Uji Materi PP 31 Tahun 2007 - FINAL
http://slidepdf.com/reader/full/uji-materi-pp-31-tahun-2007-final 5/8
4
vi. MA pada akhirnya memutuskan bahwa uji materi yang diajukan oleh KADIN
dikabulkan dan menyatakan aturan dalam pasal-pasal yang menjadi pokok uji materi
menjadi tidak sah dan tidak berlaku untuk umum.
2) SE DJP Nomor 24 Tahun 2014
Implikasi perpajakan atas Putusan MA Nomor 70 Tahun 2013 antara lain:
i. Barang hasil pertanian berupa buah-buahan dan sayur-sayuran sebagaimana
ditetapkan dalam Lampiran Peraturan Pemerintah Nomor 31 Tahun 2007 termasuk
barang yang tidak dikenakan PPN (Bukan Barang Kena Pajak) sesuai Pasal 4A ayat
(2) huruf b Undang-Undang PPN sehingga atas penyerahan, impor, maupun
ekspornya tidak dikenai PPN.
ii. Barang hasil pertanian lain yang tidak ditetapkan dalam Lampiran Peraturan
Pemerintah Nomor 31 Tahun 2007, yaitu beras, gabah, jagung, sagu dan kedelai
adalah barang yang tidak dikenakan PPN (Bukan Barang Kena Pajak) sesuai Pasal 4A
ayat (2) huruf b Undang-Undang PPN sehingga atas penyerahan, impor, maupun
ekspornya tidak dikenai PPN.
iii. Barang hasil pertanian yang merupakan hasil perkebunan, tanaman hias dan obat,
tanaman pangan, dan hasil hutan sebagaimana ditetapkan dalam Lampiran Peraturan
Pemerintah Nomor 31 Tahun 2007 yang semula dibebaskan dari pengenaan PPN
berubah menjadi dikenakan PPN sehingga atas penyerahan dan impornya dikenai
PPN dengan tarif 10%, sedangkan atas ekspornya dikenai PPN dengan tarif 0%.
iv. Pengusaha (orang pribadi maupun badan) yang melakukan penyerahan barang hasil
pertanian yang penyerahan dan impornya dikenakan PPN wajib memungut PPN dan
untuk itu wajib dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak, kecuali pengusaha yang
termasuk pengusaha kecil dengan omzet sampai dengan Rp 4,8 milyar per tahun
sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan
Nomor 197/PMK.03/2013tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Keuangan
Nomor 68/PMK.03/2010 tentang Batasan Pengusaha Kecil Pajak Pertambahan Nilai.
D. Dampak Hasil Putusan MA atas Uji Materi PP Nomor 31 Tahun 2007
1) Bagi Wajib Pajak
i. Meningkatkan biaya kepatuhan (cost of compliance) karena kerumitan dalampemungutan, penyetoran, dan pelaporan PPN atas BKP hasil pertanian. Pihak-pihak
yang selama ini tidak bersentuhan dengan PPN (petani, kelompok tani, pedagang
pengumpul) harus memahami aturan pengenaan PPN atas barang hasil pertanian.
Wajib pajak yang penyerahannya lebih dari Rp. 4,8 miliar harus mengajukan
permohonan menjadi PKP, membuat faktur pajak atas setiap penyerahan BKP hasil
pertanian, dan melakukan pelaporan SPT PPN dengan menggunakan e-filing.
ii. Wajib pajak yang bergerak di sektor industri terpadu (integrated) yang melakukan
penyerahan BKP hasil pertanian, perkebunan, dan kehutanan sebagaimana putusan
MA diatas pada akhirnya dapat melakukan pengkreditan PPN Masukan atas perolehan
BKP dan/atau JKP dalam rangka penyerahan BKP dan/atau JKP yang sebelumnya
8/11/2019 Uji Materi PP 31 Tahun 2007 - FINAL
http://slidepdf.com/reader/full/uji-materi-pp-31-tahun-2007-final 6/8
5
dibebaskan dari pengenaan PPN. Dalam skala tertentu, harga pokok produksinya
akan turun dan PPN yang dibayar semakin kecil atau bisa terjadi lebih bayar PPN.
iii. Memunculkan kecemburuan sektoral akibat manfaat perpajakan dari putusan MA
tersebut hanya dirasakan sebagian kecil wajib pajak di sektor usaha pertanian,
perkebunan, dan kehutanan. Manfaat pajak terbesar tentu dirasakan wajib pajak yang
melakukan usaha terpadu (integrated) karena PPN terutangnya bisa lebih kecil atau
lebih bayar. Sedangkan, wajib pajak yang hanya melakukan penyerahan komoditas
BKP hasil pertanian tanpa pengolahan lebih lanjut maka manfaat pajak yang dirasakan
tidak terlalu signifikan. Hal ini tentunya karena barang hasil pertanian yang diolah lebih
lanjut tentu memiliki nilai jual yang lebih tinggi dibandingkan barang hasil pertanian
yang dijual sebagaimana perolehan panennya. Apabila hal ini dihubungkan dengan
perpajakan tentu dapat menyebabkan penurunan kepatuhan wajib pajak di sektor-
sektor ini.
2) Bagi DJP
i. Meningkatkan biaya kepatuhan karena DJP harus melakukan sosialisasi terhadap
wajib pajak di sektor pertanian, perkebunan, dan kehutanan atas putusan MA tersebut.
Kegiatan ini tentunya akan menyita perhatian para pegawai pajak sehingga
mempengaruhi kinerja intensifikasi dan ekstensifikasi perpajakan. Sebagian sumber
daya waktu, tenaga, dan biaya DJP akan teralihkan untuk menindaklanjuti putusan MA
padahal saat ini upaya rutin dan extra effort terkait penerimaan pajak masih belum
menunjukkan kinerja yang memuaskan. Selain itu, akan ada kegiatan tambahan
berupa pengawasan kepada wajib pajak untuk memastikan pelaksanaan pengenaan
PPN sesuai putusan MA berjalan sebagaimana mestinya.
ii. Meningkatkan peluang penerimaan pajak dari PPN sektor pertanian, perkebunan, dan
kehutanan. Putusan MA yang membatalkan pembebasan pengenaan PPN atas
penyerahan BKP tiga sektor usaha diatas otomatis membuka peluang bagi DJP untuk
melakukan intensifikasi dan ekstensifikasi PPN. Pengenaan PPN atas penyerahan dari
hulu ke hilir pada industri pertanian, perkebunan, dan kehutanan tentunya memiliki
potensi PPN terutang yang besar. Tentunya hal ini menjadi hal positif untuk
mendongkrak kinerja penerimaan pajak secara agregat. Pembentukan satuan tugas(task force) sektor pertanian, perkebunan, dan kehutanan perlu dilakukan oleh DJP
untuk melakukan kajian atas potensi PPN ketiga sektor tersebut dan menentukan
langkah-langkah strategis untuk merealisasikannya.
iii. Adanya risiko terkait realisasi penerimaan pajak di sektor-sektor diatas. Setidaknya
ada dua hal yang menyebabkan risiko tersebut yaitu pertama, ketidakpatuhan atas
pelaksanaan putusan MA diatas. Pada dasarnya putusan MA diatas akan membuat
pihak-pihak yang terlibat dalam industri pertanian, perkebunan, dan kehutanan
bersentuhan dengan PPN, khususnya petani dan pedagang pengumpul. Bagi yang
telah menjadi wajib pajak harus menjadi PKP dan memungut PPN bila telah mencapai
peredaran usaha tertentu dan yang belum menjadi wajib pajak harus mendaftarkan diri
8/11/2019 Uji Materi PP 31 Tahun 2007 - FINAL
http://slidepdf.com/reader/full/uji-materi-pp-31-tahun-2007-final 7/8
6
khususnya para petani dan pedagang pemasok. Kerumitan dalam proses
pemungutan, penyetoran, dan pelaporan PPN bisa saja menjadi penghalang
kepatuhan pelaksanaan putusan MA. Alasan kedua atas munculnya risiko terhadap
penerimaan pajak adalah potential loss PPN dari wajib pajak industri terpadu
(integrated). PPN Masukan yang dulunya tidak bisa dikreditkan saat ini bisa menjadi
pengurang PPN Keluaran atas penyerahan BKP barang hasil pertanian. Secara kasat
mata, hal tersebut akan mengurangi potensi PPN dari sektor industri terpadu, terlebih
lagi bagi industri yang berorientasi ekspor. DJP harus mengupayakan langkah-langkah
strategis untuk menanggulangi risiko berkurangnya realisasi penerimaan pajak,
khususnya PPN sektor pertanian, perkebunan, dan kehutanan.
E. Langkah Strategis DJP untuk mengamankan penerimaan dari industri pertanian,
perkebunan dan kehutanan
1) Melakukan Sosialisasi
Menyampaikan/mensosialisasikan Putusan Mahkamah Agung tersebut beserta implikasi
perpajakannya kepada para pengusaha di bidang pertanian, perkebunan, dan kehutanan.
Sosialisasi ini penting karena tidak semua dari pengusaha update mengenai informasi
perpajakan terbaru. Dengan adanya sosialisasi maka diharapkan akan meningkatkan
compliance sehingga secara tidak langsung pelaporan PPN akan lebih tinggi dari tahun
sebelumnya.Sosialisasi harus di tambahkan juga materi konsekuensi menjadi seorang
PKP.
2) Mengawal pemenuhan kewajiban PPN
Memberikan pelayanan dan pengawasan yang memadai atas pelaksanaan pemenuhan
kewajiban perpajakan bagi pengusaha yang melakukan penyerahan, impor, dan/atau
ekspor barang pertanian, perkebunan dan kehutanan yang dikenai PPN sebagai implikasi
dari Putusan Mahkamah Agung.
3) Mengantisipasi restitusi dengan cara memperketat pemeriksaan
Ketika produkpertanian, perkebunan dan kehutanan dikenai PPN maka sudah sangat pasti
akan ada potensi wajib pajak mengajukan restitusi. Maka atas pengajuan restitusi tersebut
harus dilakukan prosedur pemerikasaan yang ketat dan teliti karena akan berpotensi
mengurangi penerimaan PPN.4) Penyempurnaan Sistem Administrasi Perpajakan PPN
Bertambahnya sektor yang dikenai PPN maka bertambah pula pekerjaan administratif.
Oleh karena itu penggunaan electonic faktur (e-faktur) dalam administrasi Pajak
Pertambahan Nilai (PPN) akan sangat menghemat waktu dan tenaga serta mengurangi
kebocoran.
5) Pelatihan terhadap AR dan Fungsional
Memberikan pelatihan pada AR dan Fungsional mengenai seluk beluk Industri pertanian,
perkebunan dan kehutanan. Agar pengawasan dan penggalian potensi lebih maksimal.
8/11/2019 Uji Materi PP 31 Tahun 2007 - FINAL
http://slidepdf.com/reader/full/uji-materi-pp-31-tahun-2007-final 8/8
7
DAFTAR REFERENSI
UU Nomor 42 Tahun 2009
Putusan MA Nomor 70 Tahun 2013
PP Nomor 31 Tahun 2007
http://agroindonesia.co.id/2014/08/19/polemik-dari-pengusaha-oleh-pengusaha/ (diunduh tanggal 21
Agustus 2014)
http://agroindonesia.co.id/2014/08/19/pengusaha-tolak-ppn-produk-pertanian/ (diunduh tanggal 21
Agustus 2014)
http://gaeki.or.id/produk-petani-dikenai-ppn-10/ (diunduh tanggal 21 Agustus 2014)
http://citizendaily.net/nasib-petani-swadaya-yang-belum-terlembaga/ (diunduh tanggal 21 Agustus
2014)
http://ptpn13.com/news-selengkapnya&c=0114071708262221544-pajak-sawit--dmsi-minta-putusan-
ma-nomor-70-segera-dilaksanakan.html (diunduh tanggal 21 Agustus 2014)
http://amsyong.com/2014/08/bkp-strategis-bebas-ppn-setelah-uji-materiil-ma-se-24pj2014/ (diunduh
tanggal 21 Agustus 2014)
http://www.pajak.go.id/content/seri-ppn-barang-kena-pajak-strategis-bebas-ppn (diunduh tanggal 21
Agustus 2014)
http://hlpconsultant.org/barang-hasil-pertanian-dikenakan-ppn/ (diunduh tanggal 21 Agustus 2014)