tutorial ab inkomplit
DESCRIPTION
TutorialTRANSCRIPT
BAB IPENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Abortus spontan adalah komplikasi tersering kehamilan yang didefinisikan sebagai
keluarnya atau ancaman keluarnya janin dalam rahim sebelum usia kehamilan 20 minggu
(DeCherney, Goodwin, Laufer, & Nathan, 2007). Secara global, lebih dari 500.000 wanita
meninggal setiap tahun karena kehamilan, 99% berasal dari negara berkembang. 1 dari 8
kematian disebabkan oleh abortus (World Health Organization, 2008). Angka kejadian
abortus tidak diketahui dengan pasti namun diperkirakan angka kejadiannya adalah sekitar
10-17% dari seluruh kehamilan atau sekitar 67.000 (Adriaanz, Amran, & Qadhar, 2000).
Sebagian besar dari abortus yang terjadi merupakan kehamilan yang tidak diinginkan.
Akibat dari kehamilan yang tidak diinginkan tersebut maka abortus yang dilakukan menjadi
tidak aman. Di seluruh dunia diperkirakan ada 20 juta abortus yang tidak aman setiap
tahunnya dan diperkirakan ada 80.000 kematian akibat komplikasi abortus. 10-50% wanita
yang mengalami abortus tidak aman memerlukan pengobatan medis terhadap komplikasi
abortus (World Health Organization, 2008).
Komplikasi tersering dati abortus inkomplit adalah sepsis, perdarahan, dan perlukaan
intra abdominal. Masalah kesehatan tersering yang timbul karena abortus inkomplit adalah
nyeri kronis, PID, blokade tuba, dan infertilitas sekunder. Komplikasi potensial lainnya
adalah kehamilan ektopik dan peningkatan risiko abortus berulang dan kelahiran prematur
(World Health Organization, 2008).
Menurut WHO, pelayanan abortus dan post abortus harus tersedia di masyarakat.
Pelayanan tersebut harus dilakukan oleh orang yang dilatih secara khusus. Pencegahan
abortus yang menyebabkan kematian maternal bergantung pada kualitas penanganan
kegawatdaruratan abortus dan post abortus. Komponen penanganan post abortus minimal
yang harus tersedia 24 jam adalah stabilisasi, evakuasi uterus, dan informasi kepada keluarga
pasien (World Health Organization, 2008).
1
1.2 Manfaat penulisan
1. Bagi dokter muda sebagai bahan pembelajaran kepaniteraan klinik mengenai garis
besar abortus secara umum dan abortus inkomplitus secara khsuus
2. Bagi masyarakat dapat memberikan sumber informasi mengenai abortus
1.3 Tujuan penulisan
1.Untuk mengetahui definisi hingga penatalaksanaan abortus secara umum dan abortus
inkompletus secara khusus.
2.Untuk mengetahui perbandingan antara teori dan kasus nyata abortus inkompletus.
2
BAB IITINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi Abortus
Abortus adalah berakhirnya kehamilan melalui cara apapun sebelum janin mampu
bertahan hidup. Definisi ini terbatas paa umur kehamilan kurang dari 20 minggu atau berat
janin kurang dari 500 gram (Prawirohardjo, 2010). Abortus yang terjadi tanpa tindakan
mekanis atau medis untuk mengosongkan uterus disebut abortus spontan.
2.2 Etiologi
Abortus paling sering disebabkan oleh kelainan kromosom. Paling tidak separuh dari
penyebab abortus dini adalah kelainan kromosom. Risiko meningkat seiring dengan paritas
serta usia ayah dan ibu. Mekanisme pasti dari penyebab abortus tidak selalu jelas, namun
pada bulan-bulan awal kehamilan, ekspulsi ovum secara spontan hampir selalu didahului oleh
kematian janin. Penyebab abortus secara garis besar dapat dibagi menjadi 2, yaitu :
(Cunningham, et al., 2005)
1.Faktor janin
Faktor janin dapat disebabkan oleh perkembangan zigot abnormal. Temuanh
morfologis tersering pada abortus dini adalah kelainan perkembangan zigot, mudigah,
janin bentuk awal, atau kadang-kadang plasenta. Kelainan kromosom juga sering
ditemukan. 50-60% abortus spontan dini disebabkan oleh kelainan kromosom ini
(Cunningham, et al., 2005).
2.Faktor ibu
Faktor ibu diduga berkaitan dengan penyakit medis, kondisi lingkungan, dan
kelainan perkembangan. Faktor-faktor tersebut diantaranya:
a. Infeksi
Sejumlah infeksi kronik diperkirakan dapat menyebabkan abortus seperti
toxoplasma gondii, herpes simpleks, brucella abortus, dan campylobacter fetus.
Namun masih belum jelas apakah semuanya memiliki kausa yang signifikan
sebagai penyebab abortus pada manusia. Herpes simpleks dilaporkan berkaitan
dengan peningkatan insidensi abortus setelah terjadi infeksi genital pada awal
kehamilan. Hal ini berkaitan dengan antibodi virus immunodefisiensi manusia 1
3
(HIV-1) dalam darah ibu, seroreaktivitas sifilis pada ibu, dan kolonisasi vagina ibu
oleh streptokokus grup B (Cunningham, et al., 2005).
b. Penyakit debilitas kronik
Penyakit kronik berhubungan dengan penurunan berat badan ibu, misalnya
pada penyakit tuberkulosis dan karsinoma. Selain itu hipertensi juga dapat
menyebabkan abortus di bawah 20 minggu kehamilan (Cunningham, et al., 2005).
c. Kelainan endokrin
Kelainan endokrin berupa diabetes melitus dependen insulin dilaporkan
meningkatkan insiden malformitas kongenital mayor dan abortus spontan. Selain itu
defisiensi progesteron juga dilaporkan meningkatkan insidensi abortus. Peningkatan
autoantibodi tiroid juga dilaporkan meningkatkan insidensi abortus dengan
mekanisme yang belum pasti (Cunningham, et al., 2005).
d. Nutrisi
Hubungan nutrisi dengan insiden abortus tidak dapat diyakini sebagai kausa
abortus yang penting (Cunningham, et al., 2005).
e. Pemakaian obat dan faktor lingkungan
Berbagai zat dilaporkan dapat menyebabkan abortus, namun belum dapat
dipastikan penyebab meningkatnya insiden abortus itu. Wanita yang merokok lebih
dari 14 batang per hari, meningkatkan risiko terjadinya abortus dua kali lipat
dibandingkan orang normal. Demikian juga dengan penggunaan alkohol dan kafein
(Cunningham, et al., 2005).
f. Faktor imunologis
Faktor imunologis diduga merupakan faktor yang penting dalam abortus.
Faktor imunologis dibagi menjadi 2, yaitu autoimun dan aloimun. Antibodi yang
paling signifikan berperan di dalamnya adalah antikoagulan lupus. Antibodi ini
berkaitan dengan peningkatan insidensi serangan tromboemboli. Sementara itu
autoantibodi yang juga diduga berperan adalah antibodi antifosfolipid. Mekanisme
kematian janin akibat antibodi ini diduga berkaitan dengan trombosis dan infark
plasenta. Antibodi antifosfolipid menghambat pelepasan prostasiklin yang
merupakan vasodilator kuat dan inhibitor agreglator trombosit. Trombosis
menghasilkan tromboksan A2 yang merupakan vasokonstriktor kuat dan inhibitor
agregasi trombosit. Karena itu maka pelepasan prostasiklin akan menyebabkan
timbulkan trombosis (Cunningham, et al., 2005).
4
Abortus akibat faktor aloimun dapat didiagnosis dengan pemeriksaan HLA ibu
dan ayah, pemeriksaan serum ibu untuk mendeteksi keberadaan antibodi sitotoksik
terhadap leukosit ayah, dan pemeriksaan serum ibu untuk mendeteksi faktor-faktor
penyekat pada reaksi pencampuran limfosit ibu-ayah. Hipotesis mengenai kausa
aloimun masih menemukan ketidakpastian. Dilaporkan bahwa ibu yang
mendapatkan leukosit paternal atau imunoglobin manusia yang telah disatukan
mendapat perbaikan kehamilan (Cunningham, et al., 2005).
3.Gamet yang menua
Penelitian mendapatkan bahwa insiden abortus meningkat relatif pada kehamilan
apabila inseminasi terjadi 4 hari sebelum atau 3 hari sesudah saat pergeseran suhu basal
tubuh. Dengan demikian disimpulkan bahwa penuaan gamet meningkatkan
kemungkinan abortus (Cunningham, et al., 2005).
4.Laparotomi
Dilaporkan bahwa laparotomi yang dilakukan pada tahap awal kehamilan dapat
meningkatkan risiko abortus (Cunningham, et al., 2005).
5.Trauma fisik
Trauma yang biasanya diingat hanya trauma yang besar yang langsung
menyebabkan keguguran. Namun trauma kecil juga mampu menyebabkan kematian
janin yang lalu akan diikut dengan abortus (Cunningham, et al., 2005).
6.Cacat uterus
Endometrium yang rusak menyebabkan tidak mampunya uterus untuk menunjang
implantasi yang berujung pada abortus. Kuret yang terlalu sering dilakukan juga dapat
menyebabkan terjadinya sinekia dan insidennya setara dengan kejadian abortus
inkompletus atau missed abortion (Cunningham, et al., 2005).
7.Serviks inkompeten
Kelainan ini ditandai dengan pembukaan serviks tanpa nyeri pada trimester 2 atau
awal trimester 3 disertai prolaps dan menggembungnya selaput ketuban di dalam
vagina, diikuti oleh pecahnya selaput ketuban dan ekspulsi janin immatur
(Cunningham, et al., 2005).
2.3 Abortus Inkomplit
Abortus dibagi menjadi 5 jenis, yaitu abortus iminens, inevitable (tidak terhindarkan),
inkomplit, missed, dan rekuren. Abortus iminens ditandai dengan adanya perdarahan tanpa
disertai dengan pembukaan serviks. Abortus tidak terhindarkan ditandai dengan pecahnya
5
ketuban yang nyata disertai dengan pembukaan serviks. Pada keadaan ini abortus hampir
selalu terjadi. Missed abortion adalah tertahannya janin yang telah meninggal dalam rahim
selama beberapa minggu. Abortus rekuren adalah abortus spontan selama 3 kali berturut-turut
atau lebih. Yang terutama akan dibahas adalah abortus inkomplit dimana terjadi pengeluaran
sebagian isi konsepsi namun masih ada bagian yang tertinggal dalam kavum uteri
(Prawirohardjo, 2010). Bila dilakukan pemeriksaan dalam akan ditemukan kanalis servikalis
masih terbuka dan teraba jaringan dalam kavum uteri atau menonjol pada ostium uteri
eksternum. Perdarahan yang terjadi dapat banyak atau sedikit bergantung pada jaringan yang
tersisa. Pasien dapat syok karena perdarahan sebelum sisa jaringan konsepsi dikeluarkan
(Cunningham, et al., 2005).
2.4 Diagnosa abortus inkomplitus
Wanita yang kemungkinan mengalami abortus mungkin harus berjuang terhadap
kondisi yang membahayakan nyawa seperti syok, perdarahan hebat, perlukaan intra
abdominal, atau sepsis. Diperlukan penilaian cepat dan tindakan segera untuk memperbaiki
keadaan umum. Setiap wanita usia reproduktif yang mengalami 2 dari gejala berikut harus
dicurigai sebagai pasien abortus: (World Health Organization, 2008)
1. Perdarahan per vaginam, bila pakaian pasien sampai basah oleh darah maka dapat
dicurigai adanya perdarahan hebat.
2. Nyeri atau kram perut bagian bawah.
3. Adanya riwayat amenorea sebelumnya (World Health Organization, 2008).
Pasien harus dinilai keadaan umumnya sebagai berikut:
1.Nadi lebih dari 110 x/ menit
2.Frekuensi nafas lebih dari 30 x/menit
3.Penurunan tekanan darah, tekanan darah sistolik kurang dari 90 mmHg
4.Berkeringat
5.Gelisah, bingung, dan tidak sadar (World Health Organization, 2008)
Bila ditemukan tanda-tanda diatas harus segera dilakukan penatalaksanaan syok. Walaupun
tidak ada tanda-tanda di atas tetap harus diwaspadai adanya tanda syok. Pada pemeriksaan
fisik perlu dilakukan secara komprehensif sebagai berikut: (World Health Organization,
2008)
6
1. Catat keadaan umum dan tanda-tanda vital pasien. Cari adanya trauma fisik dan
lakukan pemeriksaan per sistem.
2. Pada pemeriksaan abdomen, catat adanya bising usus dan konsitensi abdomen. Bila
terdapat nyeri perut catat lokasinya dan derajat nyerinya. Catat adanya massa dan cari
adanya tanda inflamasi peritoneum (rebound tenderness). Bila uterus dapat dipalpasi di
atas simfisis pubis, berarti usia kehamilan lebih dari 12 minggu.
3. Pemeriksaan pelvis penting untuk diagnosis dan penatalaksanaan pasien abortus.
4. Pemeriksaan spekulum untuk melihat derajat abortus, adanya infeksi, dan perlukaan
vagina atau serviks. Yang perlu dievaluasi adalah:
Perdarahan
Produk konsepsi. Bila terlihat adanya produk konsepsi pada vagina atau serviks,
ambil jaringan tersebut dengan forsep cincin dan simpan bagian tersebut untuk
diperiksa
Dilatasi serviks
Discharge serviks. Adanya pus menandakan adanya infeksi
Laserasi
5. Lakukan pemeriksaan bimanual. Tujuan dari pemeriksaan ini adalah untuk
mengkonfirmasi adanya kehamilan, memastikan posisi uterus, menilai dilatasi serviks,
massa, atau anomali lainnya (World Health Organization, 2008).
Pemeriksaan USG dilakukan bila pemeriksa ragu akan diagnosisnya secara klinis.
Besar uterus akan lebih kecil daripada usia kehamilannya dan kantong gestasi sudah sulit
dikenali, di kavum uteri akan nampak massa hiperekoik yang bentuknya tidak beraturan
(Cunningham, et al., 2005).
Gambar 1. Diagnosis banding abortus inkomplit (World Health Organization, 2008)
7
2.5 Penatalaksanaan
Penatalaksanaan awal untuk abortus adalah management syok, yaitu:
1.Airway, breathing, circulation
2.Oksigen 6 L/menit
3.Cairan resusitasi
4. Identifikasi penyebab syok
Management perdarahan:
1. Penanganan syok seperti yang disebutkan di atas
2. Identifikasi lokasi perdarahan
3. Evakuasi uterus dengan mengeluarkan sumber perdarahan, misalnya dengan dilatasi
dan kuretase
4. Pemeriksaan produk konsepsi
5. Perbaikan serviks dan traktus genitalia bila ada laserasi
6. Management perforasi uterus
7. Rujukan dan transfer bila perlu (World Health Organization, 2008)
Penatalaksanaan untuk kasus ini adalah kuretase. Tindakan yang dianjurkan adalah dengan
karet vakum menggunakan kanula plastik. Pasca tindakan harus diberikan uterotonika
parenteral atau per oral dan antibiotika. Pada kehamilan kurang dari 13 minggu, penangan
konservatif dan kuretase memberikan hasil yang sama walaupun perdarahan yang terjadi
sedikit lebih banyak (Cunningham, et al., 2005).
8
BAB IIILAPORAN KASUS
2.1 Anamnesa
a) Identitas Pasien
Nama : Ny.SS
Usia : 23 tahun
Agama : Islam
Suku : Prabumuli
Pendidikan : SMA
Pekerjaan : IRT
Alamat : Jl.Gelatik I Blok A
Masuk Rumah Sakit pada tanggal 15 Desember 2014, pukul 11.20
b) Identitas Suami
Nama : Tn. F
Usia : 26 tahun
Agama : Islam
Suku : Ogan
Pendidikan : S1
Pekerjaan : Swasta (tambang)
Alamat : Jl. Gelatik I blok A
c) Keluhan Utama:
-
d) Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien sekarang tidak memiliki keluhan namun pasien pernah mengalami
perdarahan pada bulan november. Pasien mengaku keguguran pada bulan november
dan disarankan untuk melakukan USG. Keluhan saat keguguran adalah perdarahan
dari jalan lahir disertai dengan gumpalan darah. USG baru dilakukan pada tanggal 12
desember 2014. Sejak keguguran sampai tanggal 12 Desember masih ada perdarahan
berupa flek sedikit-sedikit.
e) Riwayat Haid
Menarche pada usia 13 tahun, lama haid ± 7 hari, jumlah darah haid : ganti pembalut
4 kali sehari.
Hari pertama haid terakhir : 26 - 09 - 2014
9
Taksiran waktu persalinan : 03 – 07 – 2015
Dari hasil USG 12-12-2014 usia kehamilan 6-7 minggu dan taksiran persalinan 02-
08-2015
f) Riwayat Obstetri
N
o
Tahun
Partus
Tempat
Partus
Umur
kehamilan
Jenis
Persalinan
Penolong
Persalinan
Jenis Kelamin
Anak/ BB
Keadaan
Anak
Sekarang
1 2013 Klinik Aterm Spontan Bidan L /3100 gr Sehat
2 2014 Hamil ini
g) Riwayat Penyakit Dahulu
-
h) Riwayat Penyakit Keluarga
-
i) Riwayat Penggunaan Kontrasepsi
KB suntik 3 bulan selama 1 tahun sebelum hamil.
2.2 Pemeriksaan Fisik
a) Berat badan : 43 kg
b) Tinggi badan : 158 cm
c) Keadaan umum : Baik
d) Kesadaran : compos mentis (E4V5M6)
e) Tanda vital
Tekanan darah : 120/80 mmHg
Frekuensi nadi : 96 kali/menit
Frekuensi nafas : 24 kali/menit
Suhu : 37,2 0C
f) Status generalisata
Kepala / leher : mata cowong (-/-), konjunctiva anemis (-/-), sklera ikterik (-)
Thorax
- Pulmo
Inspeksi : bentuk dan pergerakan simetris
Palpasi : fremitus raba dextra=sinistra
10
Perkusi : sonor di seluruh lapangan paru
Auskultasi : vesikuler, ronki (-/-), wheezing (-/-)
- Cor
Inspeksi : ictus cordis tidak tampak
Palpasi : ictus cordis tidak teraba
Perkusi : batas kanan ICS 2I parasternal line dextra
batas kiri ICS V midclavicular line sinistra
Auskultasi : S1S2 tunggal, reguler, murmur (-), gallop (-)
Abdomen
Lihat status obstetri
Ekstremitas : edema -/-, akral hangat
g) Status obstetrik :
1) Inspeksi : datar, striae (-)
2) Palpasi :
Tinggi Fundus Uteri : tidak teraba
VT : pembukaan tidak ada, porsio kuncup
2.3 Diagnosis Kerja di Ruangan
G2P1A0 gr ? + abortus incomplete
2.4 Pemeriksaan Penunjang
Laboratorium:
Hb : 11,4
L : 6.200
PLT : 202.000
HT : 34%
BT : 3’
CT : 8’
GDS : 102
Ur : 35,9
Cr : 1,0
HbsAg : NR
112 : NR
11
Gambar 2. Hasil USG
2.5 Penatalaksanaan
Gastrul 1 tablet per vaginam jam 10 malam.
kuretase
2.5 Follow Up
Tanggal Follow upRencana tindakan dan
Penatalaksanaan
15/12/2014
11.00
S : perdarahan dari kemaluan sedikit-
sedikit sejak keguguran november lalu.
Membawa hasil USG:
Uterus antefleksi dengan gestasional sac/
sisa jaringan ukuran 2,5 mm, 6-7 minggu
DD: abortus incomplete
O : CM, TD: 120/80 mmHg, HR: 72x/mnt
RR:22x/mnt, Temp: 37,2ºC
A : G2P1A0 gravid ? dengan abortus
incomplete
Lapor konsulen Sp.OG
Rencana kuret besok pagi
Gastrul 1 tab/ vagina jam 22.00
16/12/2014 S : -
O : CM, TD: 110/80 mmHg, HR: 72x/mnt
RR:22x/mnt,
A : G2P1A0 gravid ? dengan abortus
incomplete
Rencana kuret hari ini
16/12/2014 Laporan operasi : Cefadroxil 2 x 500 mg
12
Operator : dr. Yasmin, Sp.OG
Diagnosa awal : G2P1A0 dengan abortus
incomplete
Diagnosa akhir : G2P1A0 gravid ? dengan
abortus incomplete
Tanggal operasi : 12-12-2014
Jam operasi : 12.20-12.30
Sisa jaringan ±80 cc, perdarahan ±40 cc
PA (-)
Metergin 3 x 1 tab
Asam mefenamat 3 x 500 mg
17/12/2014 S : -
O : CM, TD: 100/70 mmHg, HR:18 x/mnt
RR:72 x/mnt
A : post kuretase a/i abortus incomplete
hari I
Cefadroxyl 2 x 500 mg
As. Mefenamat 3 x 500mg
Metergin 3x 1 tab
Pasien pulang
BAB IV
13
PEMBAHASAN
Berikut adalah perbandingan antara teori dan fakta pada kasus ini. Perbandingan dibuat
dalam bentuk tabel agar lebh mudah dipahami.
Teori Fakta
Anamnesis Ada 3 trias abortus yaitu:
1. Perdarahan per vaginam
2. Nyeri atau kram perut
3. Ada riwayat amenorea
2 dari 3 gejala sudah
memenuhi syarat diagnosis
Pada pasien ini ditemukan
adanya perdarahan per
vaginam dan riwayat
amenorea sehingga
memenuhi syarat untuk
diagnosis abortus
inkomplitus
Gejala Perdarahan dapat bersifat
masif atau sedikit-sedikit.
Bila perdarahan bersifat
masif maka dapat
menyebabkan pasien jatuh
dalam keadaan syok.
Perdarahan pada pasien
hanya berupa flek-flek,
sehingga pasien tidak jatuh
dalam keadaan syok
Hasil USG Besar uterus akan lebih kecil
daripada usia kehamilannya
dan kantong gestasi sudah
sulit dikenali, di kavum uteri
akan nampak massa
hiperekoik yang bentuknya
tidak beraturan
Hasil USG menunjukkan
Uterus antefleksi dengan
gestasional sac/ sisa jaringan
ukuran 2,5 mm, 6-7 minggu.
Ditemukannya sisa jaringan
membuktikan adanya abortus
inkomplit
Pemeriksaan fisik Pemeriksaan yang harus
dilakukan adalah
pemeriksaan spekulum, dan
pemeriksaan bimanual. Akan
ditemukan adanya
pembukaan seviks.
Pemeriksaan spekulum tidak
dilakukan pada pasien ini,
yang dilakukan adalah VT
dimana ditemukan porsio
kuncup. Hal ini dikarenakan
jarak waktu pemeriksaan dan
abortus sudah kurang lebih 2-
3 minggu.
14
Penatalaksanaan Bila ada syok lakukan
management syok
Bila tidak dapat langsung
dilakukan penatalaksanaan
abortus inkomplit yaitu
dengan kuretase
Pada pasien ini dilakukan
kuretase pada tanggal 16
Desember 2014, namun
karena tidak ada pembukaan
serviks maka diberikan
gastrul malam sebelum
kuretase dilakukan. Hasil
kuretase menunjukkan
adanya sisa jaringan, namun
sisa jaringan tersebut tidak
dibawa untuk pemeriksaan
PA.
DAFTAR PUSTAKA
15
Adriaanz, G., Amran, R., & Qadhar, R. (2000). Perbandingan Keamanan dan Tindakan Dilatasi Kuretase dengan Aspirasi Vakum Manual pada Abortus Inkomplit. Medical Journal of Sriwijaya University, 30.
Cunningham, F. G., Gant, N. F., Leveno, K. J., Gilstrap, L. C., Hauth, J. C., & Wenstrom, K. D. (2005). Obstetri Williams Edisi 21. Jakarta: EGC.
DeCherney, A. H., Goodwin, M., Laufer, N., & Nathan, L. (2007). Current Diagnosis and Treatments in Obstetrics and Gynecology. USA: McGraw-Hill .
Prawirohardjo, S. (2010). Ilmu Kebidanan. Jakarta: UI.
World Health Organization. (2008). Managing Incomplete Abortion. Geneva: WHO.
16