tugas patologi anatomi

Upload: aafloly

Post on 10-Jul-2015

191 views

Category:

Documents


4 download

TRANSCRIPT

BAB I PENDAHULUAN

Asma adalah suatu keadaan klinik yang ditandai oleh terjadinya penyempitan bronkus (bronkokonstriksi) yang berulang tetapi reversibel (dapat kembali), dan di antara episode penyempitan bronkus tersebut terdapat keadaan ventilasi yang lebih normal (Price dan Wilson, 2005). Asma telah dikenal sejak ribuan tahun yang lalu. Tanda-tanda yang khas pada penderita asma adalah adanya obstruksi (penyumbatan) saluran napas yang reversibel (tetapi tidak lengkap pada beberapa pasien) baik secara spontan maupun dengan pengobatan, adanya inflamasi saluran napas, dan adanya peningkatan respon saluran napas terhadap berbagai rangsangan (hiperaktivitas) (Sudoyo, 2006). Obstruksi (penyumbatan) saluran napas memberikan gejala-gejala asma seperti batuk, mengi, dan sesak napas. Penyempitan saluran napas pada asma dapat terjadi secara bertahap, perlahan-lahan dan bahkan menetap dengan pengobatan tetapi dapat pula mendadak sehingga menimbulkan kesulitan bernapas yang akut. Derajat obstruksi ditentukan oleh produksi mukus, kontraksi dan hipertrofi otot polos bronkus, diameter lumer saluran napas, dan dipengaruhi oleh edema dinding bronkus. Diduga obstruksi dan peningkatan respon terhadap berbagai rangsangan didasari oleh inflamasi saluran napas (Sudoyo, 2006). Berbagai rangsangan dapat dengan mudah menimbulkan keadaan-keadaan asma seperti penyempitan bronkus pada orang-orang yang rentan terkena asma. Keadaan yang merupakan akibat rangsangan ini menandakan suatu keadaan hiperaktivitas bronkus yang khas (Price dan Wilson, 2005). Pada penderita asma dapat mengalami perubahan jaringan tanpa komplikasi yang terbatas pada bronkus dan terdiri dari spasme otot polos, edema mukosa, dan infiltrasi sel-sel radang yang menetap dan hipereksresi mukus yang kental. Penyempitan saluran pernapasan dan pengelupasan sel epitel kolumner $pseudokompleks bersilia yang kronis dalam keadaan normal membantu membersihkan mukus dapat menghambat mobilisasi sekresi lumen (Price dan Wilson, 2005).

1|Page

BAB II ISI

A. Definisi Asma adalah suatu keadaan klinik yang ditandai oleh terjadinya penyempitan bronkus (bronkokonstriksi) yang berulang tetapi reversibel (dapat kembali), dan di antara episode penyempitan bronkus tersebut terdapat keadaan ventilasi yang lebih normal (Price dan Wilson, 2005). Asma bronkial merupakan gangguan inflamasi kronik saluran napas yang melibatkan banyak sel dan elemennya. Inflamasi kronik menyebabkan peningkatan hiperresponsif jalan napas yang menimbulkan gejala episodik berulang berupa mengi, sesak napas, dada terasa berat dan batuk-batuk terutama malam dan atau dini hari. Episodik tersebut berhubungan dengan obstruksi jalan napas yang luas, bervariasi dan seringkali bersifat reversibel dengan atau tanpa pengobatan (PDPI, 2007) B. Epidemiologi Epidemiologi dari asma sendiri dipengaruhi oleh banyak faktor, antara lain jenis kelamin, umur pasien, status atopi, faktor keturunan, serta faktor lingkungan. Pada masa anak-anak ditemukan prevalensi anak laki-laki berbanding dengan anak perempuan 1,5:1. Umumnya prevalensi asma anak lebih tinggi dari dewasa, tetapi ada pula yang melaporkan prevalensi dewasa lebih tinggi dari anak. Angka ini juga berbeda-beda antara satu kota dengan kota yang lain di Negara yang sama. Di Indonesia sendiri prevalensi asma berkisar antara 5-7%. Penelitian di Surakarta salah satu kabupaten di Jawa Tengah dengan penduduk sekitar satu juta, banyak rumah, kawasan industri perusahaan, menyebabkan polusi yang tinggi, yang dapat memicu asma pada anak (Lanphear dan Gergen, 2003).

2|Page

C. Etiologi 1. Infeksi saluran pernafasan Infeksi terutama disebabkan oleh infeksi virus. Bayi dan anak-anak dengan persisten wheezing (mengi) dan asma mempunyai IgE tinggi dan responimun eosinofil, saat pertama kali terserang infeksi (Subbarao, Padmaja, Mandhane, et al, 2009). 2. Alergen Terdapat dua respon yaitu, early asthmatic responses (respon dalam waktu singkat) yang terjadi lewat terbentuknya mediator IgE dari sel mast dalam hitungan menit pasca paparan alergen dan berakhir dalam dua puluh hingga tiga puluh menit. Late asthmatic responses (respon lambat) yang terjadi dalam empat hingga dua belas jam pasca paparan alergen dengan gejala berat yang berakhir selama satu jam atau lebih. Alergen dapat berupa makanan, kutu, debu, dan lain-lain (Subbarao, Padmaja, Mandhane, et al, 2009). 3. Iritan Zat iritan berupa asap rokok, udara dingin, bahan kimia, parfum, bau cat, polusi udara yang dapat mencetuskan hiperresponsif bronkial

(mekanisme inflamasi) (Subbarao, Padmaja, Mandhane, et al, 2009). 4. 5. Perubahan cuaca Olahraga Panas dan kehilangan cairan dapat meningkatkan osmolaritas cairan pernafasan dan mengakibatkan terbentuknya mediator-mediator. Dingin mengakibatkan kongesti dan dilatasi pembuluh darah bronkial selama fase penghangatan setelah olahraga sehingga pembuluh darah agak melebar (Subbarao, Padmaja, Mandhane, et al, 2009). 6. 7. 8. Emosi Inflamasi saluran nafas atas seperti rhinitis alergi, sinusitis, dan lain lain. Asma nokturnal yang diakibatkan oleh alergen, sinusitis, refluks gastroesofagus, inflamasi parenkim, dan lain lain (Subbarao, Padmaja, Mandhane, et al, 2009).

3|Page

D. Klasifikasi dan Gambaran Patologi Anatomi Pembagian kategori Asma menurut ada tidaknya penyakit imun (Kumar, Cotran, Robbins, 2007) : 1. Asma ekstrinsik Episode asma biasanya disebabkan oleh reaksi hipersensitivitas tipe I yang dipicu oleh pajanan ke suatu antigen ekstrinsik. Bentuk asma ini diperantai oleh T CD4+ subset TH2. Tiga jenis asma yang termasuk asma ekstrinsik adalah asma atopik, asma pekerjaan, dan aspergilosis bronkopulmonal alergik. Kadar IgE pada serum biasanya meningkat demikian juga jumlah eosinofil juga meningkat (Kumar, Cotran, Robbins, 2007) 2. Asma intrinsik Pemicu mekanisme asma intrinsik adalah bersifat nonimum. Pada bentuk ini, sejumlah rangsangan yang kecil atau tidak berefek pada orang normal dapat menyebabkan bronkospasme pada pasien. Faktor tersebut meliputi penggunaan aspirin, adanya infeksi paru terutama yang disebabkan virus, dingin, stres psikologis, olahraga, dan inhalasi iritan seperti ozon dan sulfur dioksida. Biasanya tidak terdapat manifestasi alergi pada pasien dan keluarganya, dan kadar IgE serum normal. Pasien tersebut dikatakan mengidap diatesis asmatik (Kumar, Cotran, Robbins, 2007) Asma juga dapat diklasifikasikan menjadi asma saat tanpa serangan dan asma saat serangan (akut). 1. Asma saat tanpa serangan Pada orang dewasa, asma saat tanpa atau diluar serangan berdasarkan gambaran klinis dan APE (Angka Puncak Ekspirasi) secara umum terdiri dari: Intermitten, Persisten ringan, Persisten sedang, Persisten berat. Derajat asma Gejala Gejala malam Intermitten Bulanan - Gejala80% - VEP180% nilai prediksi APE80% nilai terbaik. - Variabiliti APE 20-30%. APE 60-80% >2 kali sebulan - VEP1 60-80% nilai prediksi APE 6080% nilai terbaik. - Variabiliti APE>30%.

Persisten sedang

Harian - Gejala setiap hari. - Serangan mengganggu aktifitas dan tidur. - Membutuhkan bronkodilator setiap hari.

Persisten berat

Kontinyu - Gejala terus menerus - Sering kambuh - Aktifitas fisik terbatas Sering

APE 60% - VEP160% nilai prediksi APE60% nilai terbaik - Variabiliti APE>30%

2. Asma saat serangan Global Initiative for Asthma (GINA) membuat pembagian derajat serangan asma berdasarkan gejala dan tanda klinis, uji fungsi paru, dan pemeriksaan laboratorium. Derajat serangan menentukan terapi yang akan diterapkan. Klasifikasi tersebut meliputi asma serangan ringan, asma serangan sedang dan asma serangan berat.

5|Page

Parameter klinis, fungsi faal paru, laboratorium Sesak (breathless)

Ringan

Sedang

Berat

Ancaman henti napas

Berjalan Bayi : Menangis keras

Berbicara Bayi : -Tangis pendek dan lemah -Kesulitan menetek/makan

Istirahat Bayi : Tidakmau makan/minum

Posisi

Bisa berbaring

Lebih suka duduk

Duduk bertopang lengan

Bicara

Kalimat

Penggal kalimat

Kata-kata

Kesadaran

Mungkin iritabel

Biasanya iritabel Tidak ada Nyaring, sepanjang ekspirasi inspirasi

Biasanya iritabel Ada Sangat nyaring, terdengar tanpa stetoskop

Kebingungan

Sianosis Wheezing

Tidak ada Sedang, sering hanya pada akhir ekspirasi

Nyata Sulit/tidak terdengar

Penggunaan otot bantu respiratorik

Biasanya tidak

Biasanya ya

Ya

Gerakan paradok torakoabdominal

Retraksi

Dangkal, retraksi interkostal

Sedang, ditambah retraksi suprasternal

Dalam, ditambah napas cuping hidung Takipnea

Dangkal / hilang

Frekuensi napas

Takipnea

Takipnea

Bradipnea

Pedoman nilai baku frekuensi napas pada anak sadar :

6|Page

Usia per menit < 2 bulan 2-12 bulan 1-5 tahun 6-8 tahun Frekuensi nadi Normal Takikardi

Frekuensi napas normal

20mmHg) < 160 < 120 < 110 Tidak ada, tanda kelelahan otot respiratorik PEFR atau FEV1 (%nilai dugaan/%nilai terbaik) Pra bonkodilator Pasca bronkodilator SaO2 % PaO2 >95% Normal (biasanya tidak perlu diperiksa) PaCO2 60 mmHg 90% 60% >80% 40-60% 60-80%