tugas kehati 3 anggaran konservasi serta analisisnya (indra nugraha, 250120140011).pdf
TRANSCRIPT
ANGGARAN UNTUK KONSERVASI DI KOTA CIMAHI
TUGAS
Disusun Untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Dalam Mata Kuliah
Keanekaragaman Hayati
DISUSUN OLEH :
INDRA NUGRAHA
250120140011
MAGISTER ILMU LINGKUNGAN
UNIVERSITAS PADJAJARAN
2015
ii
DAFTAR ISI
DAFTAR ISI ................................................................................................................. ii
DAFTAR TABEL ....................................................................................................... iv
DAFTAR GAMBAR ................................................................................................... v
BAB I PENDAHULUAN ............................................................................................ 1
BAB II SEKILAS TENTANG STATUS LINGKUNGAN KOTA CIMAHI ........ 3
2.1. Profil Kota Cimahi ........................................................................................ 3
2.1.1. Letak Geografis .................................................................................. 3
2.1.2. Kemiringan Lereng ............................................................................. 3
2.1.3. Morfologi ............................................................................................ 3
2.1.4. Hidrogeologi ....................................................................................... 4
2.1.5.Geologi ................................................................................................ 4
2.1.6. Jenis Tanah ......................................................................................... 4
2.1.7. Tingkat Erodibilitas ............................................................................ 5
2.1.8. Curah Hujan Rata-Rata ....................................................................... 5
2.1.9. Daya Dukung Lahan ........................................................................... 5
2.2. Potensi Wilayah dan Isu Strategis ................................................................ 5
2.2.1. Potensi Wilayah .................................................................................. 5
2.2.2. Kawasan Lindung ............................................................................... 6
2.2.3. Kawasan Resapan Air ......................................................................... 7
2.2.4. Kawasan Rawan Bencana ................................................................... 7
2.3. Penggunaan Lahan Kota Cimahi ................................................................. 8
2.3.1. Kawasan Lindung ............................................................................... 9
2.3.2. Kawasan Budidaya ............................................................................. 9
iii
BAB III PENGANGGARAN KONSERVASI ................................................ 12
3.1. Anggaran konservasi Kota Cimahi ............................................................... 12
3.2. perbandingan Jumlah Anggaran dan Jumlah Kebutuhan Konservasi .......... 14
BAB IV PENUTUP
4.1. Kesimpulan ................................................................................................... 19
4.2. Saran ............................................................................................................. 19
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................ 21
iv
DAFTAR TABEL
Tabel 3.1. Pembagian Anggaran Konservasi Kota Cimahi .............................. 13
Tabel 3.2. Perbandingan Anggaran Konservasi dan Non Konservasi ............... 14
v
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1. Peta Pola Pemanfaatan Wilayah Kota Cimahi .................................. 8
1
BAB I
PENDAHULUAN
Pembangunan nasional pada hakekatnya merupakan usaha-usaha untuk
membangun manusia Indonesia seutuhnya. Hal ini penting sebab tingkat
pertambahan penduduk di Indonesia yang relatif tinggi akan mengakibatkan
implikasi-implikasi sosial dan ekonomi. Pembangunan yang tidak merata
mengakibatkan sejumlah penduduk terkonsentrasi dengan jumlah kepadatan
tertentu terpusat di wilayah pembangunan, seperti kota dimana tidak terlepas dari
kota itu sendiri yaitu sebagai pusat pertumbuhan, pemerintahan, perdagangan,
industri, pendidikan dan sebagainya, sehingga kota menjadi tempat pemusatan
penduduk dengan kepadatan yang tinggi. Sebagian penduduk berpandangan
bahwa dari kota dapat memenuhi semua kebutuhan manusia dan dapat
meningkatkan kemakmurannya. Hal itu tentu akan berdampak pada
perkembangan penduduk yang tinggi di wilayah perkotaan, terutama dengan
adanya gejala urbanisasi, jumlah penduduk di wilayah kota meningkat dengan
cepat, yang kemudian menyebabkan terjadinya berbagai masalah lingkungan
(Anonim, 2008).
Perkembangan Kota Cimahi sejak tahun 2000 sebelum menjadi kota hingga
tahun 2007 setelah menjadi kota menunjukkan laju pertumbuhan yang cukup
besar yaitu 2,63 %. Seiring pertumbuhan penduduknya yang cukup besar,
membawa pengaruh terhadap peningkatan kebutuhan akan lahan hunian,
transportasi, kesehatan, pendidikan serta fasilitas lain yang mendukung
kelangsungan kehidupan sosial ekonomi penduduk Kota Cimahi tersebut,
diantaranya air dan lahan (Status Lingkungan Hidup Kota Cimahi).
Pesatnya pertumbuhan penduduk dan pembangunan kota menyebabkan
kebutuhan lahan di kota meningkat sehingga terjadi penurunan kualitas
lingkungan hidup, seperti perubahan pada lingkungan fisik maupun kimia,
perubahan iklim yang selanjutnya berdampak pada efek rumah kaca, sehingga
suhu menjadi semakin panas, serta lingkungan biologi mulai gundul seperti ruang-
ruang terbuka hijau menjadi semakin terbatas. Setiap pembangunan akan
menimbulkan perubahan dan setiap perubahan selalu ada dampaknya terhadap
2
lingkungan. Seperti yang dikemukakan Soemarwoto (2004:0) yang menyatakan
bahwa faktor yang sangat penting dalam permasalahan lingkungan ialah besarnya
populasi manusia. Dengan pertumbuhan populasi manusia yang cepat kebutuhan
akan pangan, bahan bakar, tempat pemukiman dan kebutuhan lain serta limbah
doestik juga bertambah dengan cepat.
Bertambahnya penduduk dan berubahnya lahan dengan berbagai
penggunaannya, bisa membawa dampak negatif bagi kelangsungan ekosistem
yang ada di daerah perkotaan. Pembangunan fisik untuk memenuhi kebutuhan
warga sering tidak seimbang dengan usaha-usaha mempertahankan kualitas
kehidupan masyarakat. Contohnya adalah pembangunan pemukiman, pusat bisnis
atau pertokoan dan daerah industri yang tidak sesuai dengan luasan daerah terbuka
hijau yang seharusnya dimiliki oleh suatu daerah perkotaan atau daerah yang
sedang berkembang. Dampak dari pembangunan kota ini adalah minimnya ruang
terbuka hijau yang menjadi hak kota itu sendiri dan menjadi hak warganya.
Kebutuhan air bersih di daerah kawasan Bandung (Kota Bandung, Kota
Cimahi, Kabupaten Bandung, dan Kabupaten Bandung Barat) terutama untuk
kebutuhan air minum, dipenuhi oleh PDAM yang bersumber dari penjernihan
Sungai Cikapundung, Cibeureum, Mata air, dan dari beberapa sumur bor
diperkirakan mencapai 99,6 I/detik. Kebutuhan air bersuh Kabupaten Bandung
dipenuhi dari beberapa sumurbor, mata air Cikole dan penjernihan Sungai
Cisangkuy, untuk pengambilan air tanah dari 19 buah sumur bor diperkirakan
mencapai 99,6 L/detik pada tahun 1996. Pada tahun 1996, di Kodya Bandung dan
Kabupaten Bandung, tercatat pengambilan air sebesar 76,8 juta m3/tahun dari
2.628 air tanah baik yang terdaftar ataupun tidak terus berlangsung sehingga
menimbulkan dampak terhadap muka penurunan muka air tanah berkisar antara
0,12 m hingga 14,4 m/tahun (Hanadi et., al, 2006).
Makalah ini akan berisi tentang upaya-upaya yang dilakukan oleh
Pemerintah Kota Cimahi untuk melakukan konservasi terhadap sumberdaya alam
yang dimilikinya, serta analisis dengan kesesuaian besar anggaran yang ada
dengan standar pengelolaan sumberdaya alam.
3
BAB II
SEKILAS TENTANG STATUS LINGKUNGAN KOTA CIMAHI
2.1. Profil Kota Cimahi
2.1.1. Letak Geografis
Secara geografis, Kota Cimahi terletak pada koordinat 1060 – 400 bujur timur dan
60-550 Lintang Selatan, dengan variasi ketinggian 700-1.075 meter diatas permukaan
laut, dan memiliki temperatur berkisar 18 – 29 C. Luas Kota Cimahi secara keseluruhan
mencapai 4.025,73 Ha meliputi, Kecamatan Cimahi Utara yang terdiri atas 4 Kelurahan,
83 RW dan 418 RT, Cimahi Tengah, 6 Kelurahan, 107 RW dan 413 RT, dan Cimahi
Selatan terdiri dari 5 kelurahan, 111 RW dan 628 RT, dengan batas-batas wilayah sebagai
berikut (www.cimahikota.go.id) :
Sebelah Utara : Kecamatan Parompong, Kecamatan Cisarua, dan
Kecamatan Ngamprah Kabupaten bandung Barat
Sebelah Timur : Kecamatan Sukasari, Kecamatan Sukajadi, Kecamatan
Cicendo, dan Kecamatan Andir Kota Bandung
Sebelah Selatan : Kecamatan Bandung Kulon Kota Bandung, dan
Kecamatan Margaasih Kabupaten Bandung
Sebelah barat : Kecamatan Padalarang dan Kecamatan Batujajar
Kabupaten Bandung Barat.
2.1.2. Kemiringan Lereng
Kota Cimahi memiliki kemiringan lereng yang cukup bervariasi yaitu daerah yang
memiliki kemiringan lereng 0-8% di wilayah Kota Cimahi adalah 3.601,75 ha, terletak di
sebagian wilayah Kecamatan Cimahi Tengah dan Cimahi Selatan, daerah yang memiliki
kemiringan lereng 8-15% ini di wilayah Kota Cimahi adalah 216,07 Ha, terdapat di
sebagian wilayah Kecamatan Cimahi Tengah dan Utara, daerah yang memiliki
kemiringan lereng 15-25% ini di wilayah Kota Cimahi adalah 144,15 ha dan daerah yang
memiliki lereng ini di wilayah Kota Cimahi adalah 22,68 ha (www.cimahikota.go.id).
2.1.3. Morfologi
Berdasarkan tingkat kemiringan lereng, morfologi wilayah Kota Cimahi dapat
digolongkan sebagai berikut (SLHD, 2014) :
4
Satuan Morfologi Dataran
Satuan morfologi dataran ini adalah bentuk bentang alam yang didominasi oleh
daerah yang relatif datar dengan kisaran kemiringan lereng antara 0-8%. Bentuk
bentang alam ini mendominasi wilayah Kota Cimahi dengan luas sekitar 3,601,75
ha.
Satuan Morfologi Perbukitan
Bentang alam perbukitan di wilayah Kota Cimahi terdiri atas perukitan landai
dengan kemiringan berkisar antara 8-15% seluas 216,07 ha, perbukitan sedang
dengan kemiringan berkisar antara 15-40% seluas 233, 22 ha, dan perbukitan terjal
dengan kisaran kemiringan dari 40% seluas 22,68 ha.
2.1.4. Hidrogeologi
Keadaan hidrogeologi diwilayah Kota Cimahi adalah terdapatnya daerah aliran
langka, potensi mata air langka dengan daerah penyebarannya di Kecamatan Cimahi
Selatan seluas 553,02 ha dan disebagian kecil wilayah Kecamatan Cimahi Tengah seluas
3,73 ha. Disamping itu terdapat akuifer produktif di wilayah kecamatan Cimahi Selatan
seluas 855,12 Ha, Kecamatan Cimahi Tengah seluas 1.303,15 ha, dan Kecamatan Cimahi
Utara seluas 713,51 ha (SLHD, 2014).
2.1.5. Geologi
Berdasarkan kondisi geologinya wilayah Kota Cimahi terdiri dari formasi batuan
lempung dan batuan tufa formasi batu lempung yang terdapat di wilayah Kecamatan
Cimahi Selatan dan Kecamatan Cimahi Tengah dengan total luas 715,75 ha. Sedangkan
formasi Raja Mandala anggota batu gamping hanya terdapat di wilayah Kecamatan
Cimahi Selatan seluas 708,10 ha, Kecamatan Cimahi Tengah seluas 1.091,69 ha, dan
Kecamatan Cimahi Utara seluas 1.359,89 ha (SLHD, 2014).
2.1.6. Jenis Tanah
Jenis tanah di wilayah Kota Cimahi meliputi jenis tanah aluvilal Coklat kekelabuan
yang tersebar di seluruh wilayah kecamatan dengan luas total 1.968,29 ha, jenis tanah
latosol coklat yang tersebar di wilayah Kecamatan Cimahi Tengah seluas 216,06 ha dan
di wilayah Kecamatan Cimahi Utara seluas 1.359,50 ha dan jenis tanah podsolik kuning
5
yang tersebar di wilayah Kecamatan Cimahi Selatan seluas 522,09 ha dan di wilayah
Kecamatan Cimahi Tengah seluas 8,36 ha (SLHD, 2014).
2.1.7. Tingkat Erodibilitas
Berdasarkan data tingkat erodibilitas lahan di wilayah Kota Cimahi memiliki
tingkat erodibilitas ringan dan sedang. Lahan dengan tingkat erodibilitas ringan
menunjukkan bahwa daerah inis ecara umum relatif aman dari bahaya longsor atau
pergerakan tanah. Kondisi tanah diwilayah Kecaatan Cimahi Selatan, Kecamatan Cimahi
Utara dan di sebagian kecil wilayah Kecamatan Cimahi Tengah (SLHD, 2014).
2.1.8. Curah Hujan Rata-Rata
Berdasarkan data curah hujan, wilayah Kota Cimahi mempunyai curah hujan rata-
rata berkisar antara 2.000-5.000 mm/tahun (SLHD, 2014).
2.1.9. Daya Dukung Lahan
Analisis daya dukung lahan dalam pengembangan wilayah Kota Cimahi dibagi
kedalam tiga jenis lahan yang meliputi kawasan lahan potensial, kendala dan limitasi
dengan kriteria yang ditetapkan dalam Keputusan Presiden No. 32 Tahun 1990.
2.2. Potensi Wilayah dan Isu Strategis
2.2.1. Potensi Wilayah
Dari hasil analisis wilayah dan penyesuaian dengan kriteria daya dukung lahan,
maka dapat diidentifikasi kawasan potensial, kawasan kendala dan kawasan limitasi
seperti diuraikan pada uraian dibawah ini (SLHD, 2014) :
1) Kawasan Potensial
Kawasan manfaat atau kemungkinan kawasan dengan tingkat kesesuaian lahan
yang baik untuk dikembangkan dan dibangun menjadi kawasan budidaya
perwilayahan dan non perwilayahan dengan kriteria kelerengan 0-15% dan bukan
daerah rawan bencana serta memiliki ketinggian tanah secara keseluruhan antara 0-
1.500 mdpl yang meliputi kawasan permukiman, kawasan perdagangan dan jasa,
kawasan industri, kawasan pertanian dan perkebunan, kawasan pariwisata serta
kawasan ruang terbuka hijau.
6
2) Kawasan Kendala
Kawasan kendala adalah potensi untuk dikembangkan namun masih memerlukan
persyaratan khusus seperti adopsi teknologi dalam pembangunannya. Menurut
hasil analisis, kriteria dalam menentukan kawasan kendala yang terdapat di Kota
Cimahi yaitu dengan klasifikasi kelerengan antara 15-40%. Kawasan kendala di
Kota Cimahi mencakup wilayah sebagian Kelurahan Leuwigajah, sebagian
Kelurahan Cibeber, sebagian Kelurahan Padasuka, sebagian Kelurahan Citeureup
dan sebagian Kelurahan Cipageran.
3) Kawasan Limitasi
Wilayah limitasi adalah wilayah yang kondisi fisik dasarnya memiliki lahan yang
tidak dapat dikembangkan menjadi kawasan budidaya, baik budidaya perkotaan
maupun budidaya non perkotaan walaupun diberi masukan teknologi. Wilayah ini
memiliki >40% dengan ketinggian >2.000 mdpl dan sangat peka terhadap erosi.
Umumnya wilayah ini memiliki intensitas curah hujan tinggi dan menyebabkan
kerusakan tanah dan tata air. Oleh karena itu, wilayah dengan karakteristik seperti
ini sebaiknya diarahkan sebagai kawasan lindung. Berdasarkan hasil analisis, di
Kota Cimahi tidak terdapat kawasan limitasi dengan kecuraman lahan >45%
namun didominasi oleh kawasan potensial dan kawasan kendala yang berpotensi
untuk dikembangkan sebagai kawasan perkotaan.
Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa, lahan di Kota Cimahi memiliki lahan
potensial untuk dikembangkan sebagai kawasan budidaya. Karena wilayah Kota
Cimahi ditunjang dengan kondisi fisik lahan yang relatif datar yang dapat
difungsikan sebagai berbagai jenis penggunaan lahan. Namun, terdapat kawasan
kendala yang terdapat di Kawasan Utara Kota Cimahi yang merupakan Kawasan
Bandung Utara dimana pada kawasan ini dapat dikembangkan sebagai kawasan
budidaya namun perkembangannya harus dibatasi.
2.2.2. Kawasan Lindung
Adapun kawasan lindung di Kota Cimahi ini terdiri dari kawasan lindung
keanekaragaman hayati dan perlindungan terhadap ekosistem flora dan fauna,
perlindungan tata guna air dan perlindungan terhadap keseimbangan iklim makro.
7
Kawasan yang memberikan perlindungan keanekaragaman hayati dan
perlindungan ekosistem terdapat di sebagian Kelurahan Leuwigajah, sebagian Kelurahan
Setiamanah dan sebagian Kelurahan Padasuka. Sedangkan kawasan yang memberikan
perlindungan terhadap tata guna air terdapat di Kawasan Utara Kota Cimahi yang
merupakan Kawasan Bandung Utara yang memiliki fungsi sebagai kawasan resapan air.
Oleh karena itu, pengembangan wilayah di kawasan ini harus dikelola dengan sangat baik
untuk mengantisipasi rawan air tanah dengan menetapkan peraturan mengenai zonasi
wilayah khususnya mengenai penentuan koefisien dasar bangunan di kawasan utara Kota
Cimahi ini. Sedangkan kawasan yang memberikan perlindungan terhadap keseimbangan
iklim makro di Kota Cimahi terdapat di wilayah Kelurahan Baros dengan terdapat
hutankota/taman kota RA. Kartini.
2.2.3. Kawasan Resapan Air
Kawasan resapan air di Kota Cimahi terdapat di Bagian Utara Kota Cimahi ini
merupakan Kawasan Bandung Utara (KBU) dan menjadi Kawasan Strategis Propinsi
Jawa Barat, yang memiliki fungsi sebagai kawasan lindung dan kawasan resapan air.
Sementara itu, seiring perkembangan jumlah penduduk Cimahi yang kian pesat
menyebabkan pengembangan permukiman mengalami kecenderungan mengarah ke
bagian utara Kota Cimahi yang merupakan kawasan Bandung Utara, dengan demikian
pengembangan permukiman di bagian utara Kota Cimahi perlu di kendalikan dengan
adanya peraturan zonasi mengenai koefisien dasar bangunan agar di bagian utara Kota
Cimahi ini masih memiliki fungsi sebagai kawasan resapan air (SLHD, 2014).
Disamping bagian utara Kota Cimahi yang dijadikan sebagai kawasan resapan air,
terdapat kawasan lindung di Kota Cimahi yang dapat difungsikan sebagai kawasan
tangkapan/resapan air yang terdapat di sebagian Kelurahan Leuwigajah dan Kelurahan
Padasuka.
2.2.4. Kawasan Rawan Bencana
Kawasan rawan bencana adalah kawasan yang sering atau berpotensi tinggi
mengalami bencana alam. Tujuan dari identifikasi kawasan rawan bencana adlah
melindungi manusia dan keigatannya dari bencana yang disebabkan oleh alam maupun
secara tidak langsung oleh perbuatan manusia. Adapun jenis bencana yang dipengaruhi
oleh faktor alam yang rawan terjadi di Kota Cimahi adalah erosi tanah, gerakan tanah dan
aliran lava dari Gunung Tangkuban Perahu.
8
Adapun lokasi rawan erosi di Kota Cimahi dengan tingkat kepekaan agak peka
terdapat di Kelurahan Cipageran dan tingkat kepekaan tidak peka terdapat hampir di
seluruh wilayah Kota Cimahi, secara umum tingkat erosi di Kota Cimahi tidak terlalu
membahayakan melihat kepekaan tanah yang agak peka dan tidak peka.
Sedangkan kawasan bencana lainnya yaitu rawan gerakan tanah yang terdapat di
Kota Cimahi terdapat di bagian utara Kota Cimahi dan kawasan bencana daerah beresiko
aliran lahar terdapat di bagian timur laut Kota Cimahi.
2.3. Penggunaan Lahan Kota Cimahi
Penggunaan lahan di Kota Cimahi terbagi menjadi dua jenis penggunaan, yaitu :
penggunaan lahan terbangun dan penggunaan lahan terbangun. Pola pemanfaatan ruang
terbangun di Kota Cimahi pada tahun 2007 didominasi oleh penggunaan lahan sebagai
perumahan tidak teratur (781,25 ha) dan industri (501,25 ha). Sedangkan luas lahan tidak
terbangun di Kota Cimahi pada tahun 2007 didominasi oleh penggunaan lahan sebagai
pertanian lahan kering seluas 1.110,50 ha. Dapat dilihat pada peta berikut.
Gambar 1. Peta Pola Pemanfaatan Wilayah Kota Cimahi (Isfriana, 2013)
9
2.3.1. Kawasan Lindung
Kawasan lindung atau kawasan yang berfungsi lindung yang terdapat wilayah Kota
Cimahi berdasarkan hasil analisis meliputi (SLHD, 2014) :
1) Kawasan yang memberikan perlindungan kawasan bawahannya, yaitu kawasan
hutan lindung. Dengan keberadaannya dalam wilayah kota, maka secara khusus
diidentifikasi sebagai hutan kota atau hutan konservasi. Kawasan hutan kota/hutan
konservasi ini terdapat di Kelurahan Leuwigajah, Cibeber dan Padasuka, dengan
perkiraan luas 118,90 ha, atau sekitar 2,93% dari luas kota.
2) Kawasan perlindungan setempat, yaitu sempadan sungai. Sempadan sungai ini
diterapkan pada masing-masing sungai yang utama atau menonjol pada masing-
masing sistem sungai yang ada di wilayah Kota Cimahi (menurut 4 sistem sungai
yang ada). Oleh karena itu sempadan sungai ini tersebar di semua kelurahan.
Dengan memakai pendekatan normatif penetapan sempadan sungai di kawasan
perkotaan, maka perkiraan luas sempadan sungai ini adlaah 139,37 ha atau sekitar
3,43% dari luas kota.
3) Dalam konteks penetapan kawasan lindung ini, wilayah Kota Cimahi juga terdapat
subjek-subjek yang selayaknya berfungsi lindung namun tidak merupakan
kawasan; yaitu subjek-subjek cagar budaya, berupa bangunan bentuk lainnya yang
bernilai historis.
2.3.2. Kawasan Budidaya
Kawasan budidaya kota adalah kawasan di wilayah kota yang ditetapkan dengan
fungsi utama untuk dibudidayakan atas dasar kondisi dan potensi sumber daya alam,
sumber daya manusia, dan sumber daya buatan. Kawasan budidaya di wilayah Kota
Cimahi berdasarkan hasil analisis adalah sebagai berikut (SLHD, 2014) :
1) Kawasan Pusat Pemerintahan, yang terletak di Jalan Cihanjuang Kelurahan Cibabat
Kecamatan Cimahi Utara.
2) Kawasan Pusat Kota, yang terletak di bagian tengah wilayah kota, yaitu di
Kelurahan Cimahi, Setiamanah, dan Karangmekar, dengan perkiraan luas adalah
100,60 ha, atau sekitar 2,48% dari luas kota. Dalam kawasan pusat kota ini terdapat
fungsi atau kegiatan atau penggunaan lahan perdagangan dan jasa skala regional
dan kota, ruang terbuka utama kota (alun-alun), fasilitas umum/sosial skala kota
dan regional, perumahan/permukiman pusat kota.
10
3) Kawasan pusat kota baru, yang terletak di Kecamatan Cimahi Tengah yang
meliputi wilayah Kelurahan baros dan Kelurahan Cigugur Tengah, serta mencakup
kecamatan Cimahi Selatan yang meliputi Kelurahan Utama dan Kelurahan
Leuwigajah dengan pusat kota diletakkan di Baros. Adapun fungsi dari pusat kota
baru ini adalah sebagai pusat kota yang berbasiskan teknologi tinggi dan sebagai
pusat Cimahi Cyber Creative City.
4) Kawasan Militer, yang terletak di Kelurahan Baros, Karangmekar, Setiamanah,
Padasuka, dan Cibeber, dengan perkiraan luas kawasan adalah 307,61 ha, atau
sekitar 7,57% dari luas kota. Dalam kawasan militer ini terdapat fungsi atau
kegiatan atau penggunaan lahan : militer, PUSDIK, PUSSEN, Brigade, Resimen,
Batalyon, Kodim, RTM, fasilitas terkait : RS Dustira, UNJANI, Lapangan
Upacara/Olah Raga, Lapangan Tembak, Lapangan Golf, Taman; Perumahan dinas
militer, perumahan anggota militer, perumahan penduduk non militer; fasilitas
umum/ sosial pendukung kawasan, perdagangan dan jasa pendukung kawasan,
ruang terbuka/ruang terbuka hijau lainnya.
5) Kawasan industri dan pergudangan 1, merupakan pengembangan dari zona industri
yang ada dewasa ini, dengan hamparannya terletak di Kelurahan Utama, Melong,
Cibeureum, Leuwigajah, Cigugur Tengah, dan Baros. Perkiraan luas rencana
kawasan industri dan pergudangan ini adlaah 459,59 ha, sekitar 1,32% dari luas
kota. Dalam kawasan industri dan pergudangan ini terdapat fungsi atau kegiatan
atau penggunaan lahan : industri/pabrik dan gudang; perumahan di kawasan
industri : perumahan pekerja industri, perumahan penduduk setempat/non pekerja
industri; perdagangan dan jasa pendukung kawasan; fasilitas umum/sosial
pendukung kawasan.
6) Koridor perdagangan dan jasa, yang terletak sepanjang jalan Amir Mahmud,
dengan lebar 100 m kiri kanan jalan, yang menyambung dengan kawasan pusat
kota hingga ke batas kota sebelah barat ke timur. Koridor perdagangan dan jasa ini
terletak di Kelurahan Cibeureum, Cigugur Tengah, Padasuka, Cibabat,
Karangmekar, dan Setiamanah. Perkiraan luas koridor perdagangan dan jasa ini
adalah 89,25 ha, atau sekitar 2,20% dari luas kota. Dalam koridor perdagangan
&jasa ini terdapat fungsi atau kegiatan atau penggunaan lahan:
perdagangan/niaga/komersial, kegiatan jasa, perkantoran pemerintah dan swasta,
hunian campuran (rumah-toko/ruko).
11
7) Kawasan Rekreasi Air, yang terletak di Ciseupan Kelurahan Cibeber, dengan
memanfaatkan badan-badan air yang ada sebagai potensi utama kawasan. Perkiraan
luas kawasan rekreasi air ini adalah 36,10 ha, atau sekitar 0,89% dari luas kota.
Dalam kawasan rekreasi air ini terdapat fungsi atau kegiatan atau penggunaan
lahan : badan air/ kolam/situ, fasilitas rekreasi, perumahan penduduk, fasilitas
umum/sosial pendukung.
8) Kawasan perumahan, yang merupakan gabungan atau integrasi antara perumahan
penduduk fungsi primer dan perumahan penduduk fungsi sekunder. Kawasan
perumahan ini merupakan gabungan antar aperumahan terncana yang dibangun
oleh pengembang, dan perumahan yang dibangun secara individu oleh pemilik.
Kawasan perumahan ini tersebar di semua kelurahan, dengan perkiraan luas adalah
2.472,87 ha, atau sekitar 60,89 % dari luas kota. Dalam kawasan perumahan ini
terdapat fungsi atau kegiatan atau penggunaan lahan: perumahan terencana,
perumahan individu, fasilitas umum/sosial pendukung kawasan, perdagangan dan
jasa pendukung, fungsi/kegiatan tertentu yang “terselip” dalam kawasan
perumahan.
12
BAB III
PENGANGGARAN KONSERVASI
3.1. Anggaran Konservasi Kota Cimahi
Berdasarkan laporan yang diserahkan kepada DPRD Kota Cimahi, realisasi
anggaran Tahun anggaran 2014, jumlah pendapatan mencapai Rp. 771,7 Miliar,
sedangkan belanja mencapai Rp. 791,303 Miliiar, sehingga terjadi defisit sebesar
Rp. 19,6 Milliar. Dari jumlah anggaran tersebut, porsi anggaran lebih kepada
pembangunan fisik dan pembangunan masyarakat di bidang ekonomi. Sedangkan
anggaran yang diperuntukan untuk konservasi, di sebarkan kepada tugas pokok
dan fungsi SOPD yang ada di Kota Cimahi dapat dilihat dari tabel 3.1 berikut :
NO Uraian Anggaran Jumlah Anggaran Keterangan
1. Peningkatan konservasi
daerah tangkapan air dan
sumber-sumber air
Rp. 50.000.000,- Kantor
Lingkungan Hidup
2. workshop perlindungan
dan konservasi dan sumber
daya air
Rp. 50.000.000,- Kantor
Lingkungan Hidup
3. Pengadaan Tanaman
Taman Hutan dan
Lingkungan
Rp. 17.545.000.000,- Kantor
Lingkungan Hidup
4. Pengadaan Tanaman
Keras untuk kawasan
Konservasi
Rp. 10.000.000,- Dinas Pertamanan
dan Kebersihan
5. Kegiatan untuk
Konservasi Sumber Air
Rp. 13.451.000.000,- Dinas Pertamanan
dan Kebersihan
6. Kegiatan untuk
Pengolahan Air Limbar,
untuk Persawahan
Rp. 10.600.000.000,- Dinas Pertamanan
dan Kebersihan
7. Penataan Taman dan
Tanaman di Kawasan
Konservasi
Rp. 3.340.000.000,- Dinas Pertamanan
dan Kebersihan
8. Pengadaan tanaman
Pertanian
Rp. 1.575.000.000,- Dinas Koperasi
UMKM
Perindustrian
Perdagangan dan
Pertanian Kota
Cimahi
9. Pengadaan Benih Ikan Rp. 500.000.000,- Dinas Koperasi
13
Lele, Mas, Nila, dan Hias UMKM
Perindustrian
Perdagangan dan
Pertanian Kota
Cimahi
10. Pengadaan hewan Ternak Rp. 475.000.000,- Dinas Koperasi
UMKM
Perindustrian
Perdagangan dan
Pertanian Kota
Cimahi
11. Pengobatan dan
Pengadaan Obat Hewan,
serta monitoring
kepemilikan hewan langka
Rp. 250.000.000,- Dinas Koperasi
UMKM
Perindustrian
Perdagangan dan
Pertanian Kota
Cimahi
JUMLAH Rp. 47.846.000.000, -
Tabel 3.1. Pembagian Anggaran Konservasi Kota Cimahi (Bappeda Kota
Cimahi, data diolah 2015)
Dari tabel 3.1 diatas, dapat diketahui bahwa penggunaan anggaran Kota
Cimahi yang berkaitan dengan kegiatan konservasi sejumlah Rp. 47.846.000.000,-
. Anggaran tersebut terbagi pada SOPD terkait sesuai dengan tugas pokok dan
fungsinya. Dalam rangka konservasi hutan di serahkan kepada Kantor
Lingkungan Hidup dan Dinas Pertamanan dan Kebersihan Kota Cimahi.
Sedangkan untuk konservasi keanekaragaman hayati, diserahkan sebagian oleh
Kantor Lingkungan Hidup sebagian oleh Dinas Koperasi UMKM Perindustrian
Perdagangan dan Pertanian Kota Cimahi.
Kegiatan ini tidak hanya untuk anggaran yang berkaitan dengan pengadaan,
tapi juga dengan manajemen pengelolaannya yang terbagi menjadi belanja
pegawai dan belanja barang jasa lainnya. Kegiatan seperti ini, biasanya dapat
terserap langsung lebih dari 90% anggaran pada akhir tahun, karena lebih mudah
dalam pengadaan penerapan, serta penerimaan masyarakat.
Kegiatan-kegiatan yang berkaitan dengan konservasi serta berkaitan dengan
masyarakat, biasanya diterapkan pada kawasan Ruang Terbuka Hijau dan
Kawasan Konservasi di daerah Kelurahan Cipageran Cimahi Utara dan
14
Leuwigajah Cimahi Selatan. Kawasan itu terpilih karena dijadikan zona
perlindungan / zona budidaya, dimana kawasan ini penting dalam rangka
konservasi sumber daya air dan keanekaragaman hayati yang ada di Kota Cimahi.
Sedangkan untuk pendekatan ke masyarakat di kawasan perkotaan, biasanya
didekati dengan anggaran tanaman yang tidak tertanam langsung di tanah.
Pengadaan lebih ke tanaman pot, ikan budidaya dalam terpal / kolam buatan, serta
pengadaan lain yang tidak memerlukan jumlah lahan yang terlalu besar.
3.2. Perbandingan Jumlah Anggaran dan Jumlah Kebutuhan Konservasi
Total anggaran Kota Cimahi yang berkaitan dengan konservasi, baik itu
konservasi hutan, air, tanah dan keanekaragaman hayati adalah sebesar Rp.
47.846.000.000,-. Sedangkan total anggaran Kota Cimahi secara keseluruhan
adalah sebesar Rp. 771.700.000.000,-. Yang berarti prosentasi anggaran yang
digunakan untuk Konservasi adalah sebesar Rp. 6,20% dari total anggaran.
No Penggunaan Anggaran Jumlah Anggaran Prosentase
Anggaran
1. Anggaran Yang Berkaitan
dengan Konservasi
Rp. 47.846.000.000,- 6,20%
2. Anggaran Pembangunan
Lainnya
Rp. 723.854.000.000,- 93,80%
JUMLAH ANGGARAN Rp. 771.700.000.000,- 100%
Tabel 3.2. Perbandingan Anggaran Konservasi dan Non Konservasi
Prosentasi penggunaan anggaran ini tidak terlepas dengan isu strategis di Kota
Cimahi. Isu strategis Kota Cimahi lebih ke pengembangan ekonomi
kemasyarakatan, sehingga menitik beratkan untuk meningkatkan indeks daya beli
masyarakat yang pada saat ini masih berada dibawah rata-rata IPM daya beli Jawa
Barat. Sedangkan untuk indeks lainnya, sudah diatas rata-rata Provinsi Jawa
Barat. Isu strategis pengembangan wilayah Kota Cimahi adalah sebagai berikut :
1) Tingginya minat investasi, menyebabkan aliran yang sangat besar terhadap
penyebaran dan pembangunan fisik yang sporadis di Kota Cimahi, terutama
oleh kegiatan komersial, perdagangan dan jasa;
15
2) Lahan yang terbatas, tidak dapat mengimbangi kebutuhan akan
pembangunan fisik seperti perumahan, perkantoran, kegiatan komersial, dan
lain sebagainya. Akhirnya rencana tata ruang yang ada sulit untuk
diakomodir, karena tidak sesuai lagi dengan tuntutan perkembangan yang
ada;
3) Pusat kota yang ada memiliki daya dukung yang terbatas, sulit untuk
mengemban fungsinya. Implikasinya terjadi terkonsentrasi perkembangan
ke arah kawasan Baros dan sekitarnya, yang secara nyata merubah struktur
ruang yang ada;
4) Kota Cimahi bagian dari Metropolitan bandung, secara otomatis harus dapat
menjadi kota yang dapat melayani kota induknya, yaitu Kota bandung.
Implikasinya permintaan sektor permukiman menjadi sangat tinggi di Kota
Cimahi (harga lahan lebih murah dibandingkan di Kota Bandung).
5) Terbatasnya sumberdaya air tanah yang disebabkan oleh semakin
berkurangnya kawasan resapan air di wilayah hulu sehingga berdampak
pada perekonomian Kota Cimahi. Dengan terbatasnya ketersediaan air
tanah, perizinan penggunaan air tanah di Kota Cimahi mulai dikurangi dan
bahkan akan dicabut sehingga akan berdampak pada kegiatan sektor industri
tekstil yang terdapat di Kota Cimahi;
6) Kebijakan dalam RTRW Provinsi jawa barat yang menetapkan Kota Cimahi
sebagai Tempat Pembuangan Sampah Akhir, yang memaksa Kota Cimahi
untuk menyediakan lahan kosong untuk kawasan TPA tersebut yang
berbenturan dengan keterbatasan lahan yang ada.
Dengan isu strategis tersebutlah, seharusnya Kota Cimahi lebih menitik
beratkan kepada pemulihan lingkungan yang dimilikinya. Karena daya dukung
lingkungan di Kota Cimahi, dipandang sudah dilampaui kemampuannya,
Perkembangan pertumbuhan Kota Cimahi yang sangat pesat mendorong laju
pertumbuhan penduduk yang signifikan, harus diiringi dengan peningkatan
fasilitas pendukung seperti sistem penyediaan air bersih, pengelolaan air limbah,
pengelolaan persampahan, dan drainase yang baik karena jika diabaikan akan
memberi tekanan yang sangat besar kepada lingkungan Kota Cimahi yaitu :
16
a. Timbulan sampah domestik yang tidak dikelola dengan baik akan
menyebabkan pencemaran air dan tanah;
b. Peningkatan kebutuhan air bersih akan menyebabkan berkurangnya
cadangan air baku yang berasal dari air tanah maupun air permukaan;
c. Timbulkan air limbah domestik yang tidak dikelola dengan baik akan
menyebabkan pencemaran air tanah dan air permukaan;
d. Peningkatan genagan air yang semakin meluas yang disebabkan
pengelolaan sistem drainase yang tidak optimal.
Pesatnya perkembangan di kawasan perbatasan antara Kota Cimahi – Kota
Bandung, menyebabkan munculnya pusat-pusat pelayanan baru di kawasan ini,
dan berimplikasi pada pengurangan alokasi pelayanan pada wilayah yang lain.
Hal ini menyebabkan peningkatan lalu lintas di jalan-jalan yang terdapat di
wilayah Kota Cimahi. Kemacetan lalu lintas merupakan sumber utama terjadinya
pencemaran udara dan kebisingan kota Cimahi.
Selain itu, keberadaan sektor industri di Kota Cimahi memberi tekanan yang
signifikan terhadap lingkungan berupa :
a. Peningkatan pencemaran air sungai oleh limbah cair industri yang terjadi di
seluruh sungai yang terdapat di Kota Cimahi;
b. Penurunan debit tanah yang disertai dengan land subsdence/penurunan
muka tanah akibat pengambilan air yang sangat intensif;
c. Timbulkan limbah bahan beracun berbahaya (B3) yang berasal dari aktivitas
industri.
Perubahan tata guna lahan menyebabkan semakin berkurangnya kawasan
resapan air di wilayah hulu sehingga menimbulkan dampak sebagai berikut :
a. Meningkatkan debit air larian di Kota Cimahi yang menyebabkan luas
banjir semakin meningkat;
b. Berkurangnya debit air tanah yang disebabkan semaki berkurangnya daerah
tangkapan air tanah;
c. Berkurangnya kawasan ruang terbuka hijau yang menyebabkan kemampuan
tumbuhan untuk menyerap gas rumah kaca semakin kecil.
17
Jika milihat dari isu lingkungan strategis tersebut, seharusnya ada upaya yang
lebih intensif dari Pemerintah Kota Cimahi untuk memperbaiki lingkungannya.
Dengan kota yang sangat padat serta lahan yang sedikit, perlu adanya kegiatan-
kegiatan yang membatasi pembangunan serta memperbaiki lingkungan yang
sudah rusak.
Anggaran-anggaran yang perlu dikeluarkan jika melihat isu lingkungan
strategis tersebut adalah lebih besar dari anggaran pembangunan di Kota Cimahi.
Anggaran tersebut tidak perlu dimasukan kedalam APBD Kota Cimahi, tapi bisa
berasal dari anggaran Provinsi dan Pusat serta CSR-CSR perusahaan industri yang
notabene menjadi penyebab utama dari kerusakan lingkungan di Kota Cimahi.
Anggaran yang diperlukan, antara lain :
a. Anggaran untuk pembebasan lahan. Karena dengan pembebasan lahan,
pemerintah akan lebih mudah dalam pengelolaan lingkungannya. Jika lahan
itu masih dimiliki oleh masyarakat, maka proses perlindungan
lingkungan/konservasi akan sulit karena masyarakat berhak menggunakan
lahannya sesuai kebutuhannya masing-masing. Hal ini terjadi di Kelurahan
Cipageran dimana harga tanah itu semakin tinggi dan masyarakat banyak
menjual tanahnya kemudian dijadikan villa/perumahan oleh pengembang
yang mengakibatkan ruang terbuka hijau semakin berkurang.
b. Anggaran untuk pengolahan air limbah domestik dan air limbah industri.
Serta pengawasan yang ketat dan regulasi yang tegas dalam pengaturannya.
Anggaran ini diperlukan untuk membatasi/mengurangi limbah yang dibuang
dengan begitu saja kesungai tanpa pengolahan yang cukup.
c. Anggaran untuk pendidikan konservasi bagi pemuda. Dimana pemuda harus
jadi poin aktif dalam upaya perbaikan lingkungan. Pemuda-pemuda yang
berasal dari sekolah biasanya akan lebih mudah digerakan dibanding
penduduk yang sudah bekerja.
d. Anggaran konservasi air yang dibutuhkan untuk melindungi sumber daya air
yang berada di Kota Cimahi. Dengan pembuatan penyimpanan air
sementara atau embung-embung dikawasan tangkapan air, sehingga air yang
18
turun ke wilayah bawah lebih terkontrol dan tidak terlalu banyak membawa
sedimen yang merusak saluran air.
e. Anggaran untuk penghargaan-penghargaan / kompensasi masyarakat yang
turut serta dalam perlindungan lingkungan/ turut melakukan upaya
konservasi. Dimana dengan adanya kompesasi positif terhadap masyarakat,
diharapkan dapat meningkatkan kesadaran dan willingness dari masyarakat
untuk melakukan upaya konservasi.
f. Anggaran untuk teknologi dan pengawasan emisi kendaraan bermotor.
Dimana dengan emisi ini, banyak makhluk hidup seperti serangga, burung
yang terganggu kebiasaannya sehingga merusak layanan ekosistem secara
keseluruhan.
19
BAB IV
PENUTUP
3.1. Kesimpulan
Selain membutuhkan anggaran yang tidak sedikit, upaya konservasi juga
membutuhkan peran serta dari seluruh stakeholder yang ada pada pada kawasan
tersebut. Dengan adanyanya peran serta dari masyarakat serta anggaran yang
cukup, diharapkan upaya konservasi di Kota Cimahi akan lebih memberikan
dampak yang nyata bagi masyarakat secara keseluruhan. Dari makah ini, dapat
disimpulkan hal-hal sebagai berikut :
1. Anggaran untuk konservasi di Kota Cimahi sebesar Rp. 47.846.000.000,-
atau 6,20% dari jumlah anggaran sebesar Rp. 771.700.000.000,-. Anggaran
ini terbagi pada SOPD-SOPD terkait sesuai dengan tugas pokok dan
fungsinya, antara lain Dinas Kebersihan dan Pertamanan yang bertanggung
jawab untuk upaya konservasi hutan, Kantor Lingkungan Hidup yang
bertanggung jawab untuk upaya konservasi keanekaragaman hayati dan
ketersediaan air dan Dinas Koperasi UMKM Perindustrian Perdagangan dan
Pertanian Kota Cimahi yang bertanggung jawab untuk mengkonservasi
keanekaragaman hayati ikan, dan konservasi tanaman padi lokal;
2. Upaya-upaya konservasi di Kota Cimahi masih bersifat top down, jarang
melibatkan masyarakat, sehingga efektivitas dari kegiatan ini dipandang
kurang;
3. Kepemilikan lahan di kawasan konservasi / kawasan budidaya di kota
Cimahi masih banyak dikuasai masyarakat dan perusahaan swasta. Sehingga
upaya untuk menjaga manfaat lahan tersebut akan sulit.
3.2. Saran
Dari kesimpulan diatas, penulis memiliki saran untuk pelaksanaan
konservasi di Kota Cimahi, antara lain :
1. Membagi porsi anggaran pembangunan yang sebanding dengan anggaran
konservasi. Sehingga keseimbangan antara pembangunan yang dilakukan
dengan daya dukung lingkungan tetap terjaga. Anggaran tersebut tidak
20
selalu harus dicantumkan dalam APBD Kota Cimahi saja, tetapi bisa berasal
dari APBD Provinsi dan APBN Kemeterian yang berkaitan dengan upaya
konservasi, seperti Kementerian Lingkungan dan Kehutanan, Kementerian
Kesehatan, Kementerian Perhubungan, Kementerian Koperasi dan UKM,
Kementerian Pertanian, dan Kementerian PU. Selain itu, anggaran yang
bersifat untuk mengolah / memperbaiki kondisi lingkungan yang ada,
pemerintah dapat melibatkan swasta melalui dana CSR yang dimilikinya;
2. Pemerintah Kota Cimahi harus lebih mengajak masyarakatnya untuk
berperan aktif dalam menjaga lingkungan. Melalui sosialisasi, pendidikan-
pendidikan, serta kompensasi yang layak bagi masyarkat yang turut
menjaga lingkungan / melakukan upaya konservasi;
3. Pemerintah kota Cimahi harus membatasi izin pembangunan di kawasan
lindung dan konservasi dengan cara membatasi izin bangunan serta membeli
kepemilikan lahan terbuka yang masih dimiliki masyarakat serta
dijadikannya wilayah tersebut sebagai zonasi larang bangun untuk menjaga
kestabilan lingkungan di Kota Cimahi.
21
DAFTAR PUSTAKA
Anonim. 2008. Analisa Jumlah Kebutuhan Hutan Kota dilihat dari Persepsi
Masyarakat. Buletin Biologi. http://a-research.upi.edu/operator/
upload/s_b0351_033296_chapter1.pdf, diakses pada tanggal 29 Maret
2015.
Badan Perencana Pembangunan Daerah. 2015. Rencana Umum Anggaran Belanja. Badan Perencana Pembangunan Daerah. Cimahi.
Hamandi, Dadi. Nanar Iskandar, Salahudin Arief. 2006. Konservasi Air Tanah di
Daerah Bandung dan Sekitarnya. Buletin Geologi Tata Lingkungan.
Vol. 16 No. 2
Isfriana, Fami. Iwan Kustiwan. 2013. Optimalisasi Penyediaan Ruang Terbuka
Hijau Privat di Kota Cimahi. Perencanaan dan Pengembangan
Kebijakan ITB. Bandung.
Kantor Lingkungan Hidup. Status Lingkungan Hidup Daerah Kota Cimahi
Tahun 2014. Kantor Lingkungan Hidup Kota Cimahi.
Pemerintah Kota Cimahi. 2015. Profil Kota Cimahi.
http://www.kotacimahi.go.id, diakses pada tanggal 30 Maret 2015.