tugas dr. billy gilut
TRANSCRIPT
Penyebab Penyakit Jaringan Keras dan Jaringan Lunak pada Rongga Mulut
A. Debris
1. Definisi
Dalam kedokteran gigi, debris merupakan suatu akumulasi fragmen yang tidak
dikehendaki seperti makanan, serpihan gigi, serbuk hasil pengeboran gigi dan karies.
Debris juga terdapat pada saliva, jadi saliva secara menyeluruh adalah campuran yang
tidak hanya terdiri dari sekresi saliva, tetapi juga cairan, debris dan sel-sel yang tidak
berasal dari kelenjar-kelenjar saliva.
Debris sering disebut juga dengan food debris.
Food debris/debris adalah sisa-sisa makanan yang dicairkan oleh enzim-enzim
bakteri, dan dibersihkan dari rongga mulut oleh saliva setiap lima menit setelah
makan, tetapi sebagian tetap tinggal dipermukaan gigi dan mukosa dan lebih mudah
dibersihkan dibandingkan plak.
Debris adalah sisa makanan yang tertinggal di dalam mulut pada permukaan dan
diatas gigi geligi serta gingiva setelah makan yang tidak segera dibersihkan. Debris
mudah dilepaskan oleh gerakan lidah, bibir serta pipi atau berkumur-kumur. Partikel-
partikel makanan yang tertekan didaerah interdental, oklusal didaerah cervikal gigi
sukar dibersihkan dan merupakan makanan bagi kuman sehingga perlu dibersihkan
dengan tindakan mekanis.
2. Penyebab
Makanan lengket atau lunak seperti roti, buah ara, caramel akan mudah melekat pada
permukaan gigi paling lama satu jam, sebaliknya makanan – makanan kasar seperti
wortel mentah, apel, dapat dibersihkan dengan cepat. Pengunyahan makanan berserat
dapat secara efektif membersihkan sebagian food debris dari rongga mulut, walaupun
itu tidak memiliki efek yang berarti pada pengurangan plak.
Perawatan yang kurang baik yaitu antara lain kurang membersihkan gigi dan mulut
dari sisa-sisa makanan yang biasanya tertinggal di antara gigi atau fissure gigi atau
tidak membiasakan diri menyikat gigi.
3. Akibat
Debris yaitu sisa makanan yang terdapat pada rongga mulut dapat mendorong
terbentuknya plak dan terjadinya akumulasi plak.
Beberapa deposit pada permukaan gigi sering menjadi penyebab kerusakan gigi lebih
lanjut antara lain adalah plak, food debris (sisa makanan), materi alba dan kalkulus
(karang gigi atau tar). Beberapa deposit itu bila dibiarkan lebih lanjut akan
beerkembang menjadi penyakit gigi dan gusi yang parah. Gigi berlubang (karies
gigi), radang gusi(gingivitis), radang jaringan periodontal (periodontitis) dan gigi
goyah(lukasi) sering disebabkan oleh deposit di atas.
Food debris ini merupakan media yang baik untuk berkembangnya bakteri. Sehingga
semakin lama melekat, bakteri itu semakin banyak dan bertumpuk, lapisan bakteri
yang lunak pada gigi ini disebut dengan plak. Bila plak ini dibiarkan maka akan
mengalami mineralisasi sehingga terbentuk kalkulus. Sedang kalkulus berperan
sebagai factor etiologi penyakit periodontal.
Debris ini jika tidak dibersihkan akan menimbulkan berbagai masalah, antara lain
karang gigi, gigi berlubang, bau mulut.
4. Mekanisme
Adanya sisa makanan (debris) yang dibiarkan sehingga terjadi pembusukan. Dengan
hadirnya kuman lactobacillus acidophilus yang mengubah sisa makanan menjadi asam,
kuman ini bisa menggerogoti gigi dan menyebabkan gigi berlubang. Bila sudah ada
karies tapi tidak juga diobati, kuman akan menembus ke tulang gigi dan pada akhirnya
akan mengganggu syaraf gigi.
5. Klasifikasi
Debris dapat dibedakan menjadi food retention dan food impaction:
Food Retention
Sisa makanan yang mudah dibersihkan dengan air liur, pergerakan otot-otot mulut atau
dengan berkumur dan menyikat gigi.
Food Impaction
Sisa makanan yang terselip dan tertekan masuk antara gigi dan gusi.
B. Plak
1. Definisi
Dental Plaque adalah deposit lunak yang terakumulasi di gigi. Plak terdiri dari suatu
komunitas mikroba yang kompleks dengan lebih dari 1010 bakteri per miligram.
Diperkirakan sebanyak 400 spesies bakteri yang berbeda dapat ditemukan dalam
plak. Selain sel-sel bakteri, plak mengandung sejumlah kecil sel epitel, leukosit, dan
makrofag. Sel-sel tersebut terkandung dalam sebuah matriks ekstraseluler yang
terbentuk dari produk bakteri dan saliva. Matriks ekstraselular itu mengandung
protein, polisakarida dan lipid. Komponen anorganik juga ditemukan dalam plak gigi,
terutama kalsium dan fosfor yang terutama berasal dari air liur. Plak berkembang
secara alami pada gigi dan membantu dalam mencegah kolonisasi enamel oleh
mikroorganisme eksogen.
Plak adalah lapisan lengket yang melekat pada permukaan gigi dan gusi yang
tersusun atas 70% mikroorganisme dan 30 % matriks. Plak merupakan factor yang
menyebabkan karies dan pen yakit periodonsium jika bergabung dengan faktor-faktor
lainnya dalam rentang waktu tertentu. Kecepatan terbentuknya plak bervariasi pada
setiap orang dan setiap gigi dalam satu mulut. Daerah utama yang biasanya terdapat
plak adalah di batas gingival dan sulcus perbatasan gigi dengan gusi.
2. Struktur dan Karakteristik
Dental Plaque merupakan mikroba biofilm natural pada gigi yang terbentuk dari
kumpulan-kumpulan bakteri yang berbeda di dalam mulut. Koloni bakteri yang pertama
kali muncul disebut primary colonizers dan tidak bersifat patogen. Sedangkan koloni
berikutnya disebut secondary colonizers yang akan dapat menyebabkan karies, chronic
gingivitis, periodontitis, dan lain-lain. Penebalan plak yang terjadi akan mengurangi
difusi oksigen yang ditoleransikan sehingga organisme yang hidup di dasar plak adalah
fakultatif dan obligat anaerobik.
SELECTED BACTERIAL SPECIES FOUND IN DENTAL PLAQUE
Facultative Anaerobic
Gram-Positive Streptococcus mutans
Streptococcus sanguis
Actinomyces viscosus
Gram-negative Actinobacillus
actinomycetemcomitans
Capnocytophypa species
Eikenella corrodens
Porphyromonas gingivalis
Fusobacterium nucleatum
Prevotella intermedia
Bacteroides forsythus
Campylobacter rectus
Spirochetes Treponema denticola
(Other Treponema species)
Bakteri non motil seperti streptococcus dan actinomyces akan bersentuhan dengan gigi secara
acak, sedangkan bakteri motil seperti spirochetes akan ditarik oleh faktor kemotaksis seperti
nutrient. Bakteri gram negatif seperti actinobacillus, phorphyromonas, prevotella, dan
fusobacterium banyak terdapat di subgingival plak pada fase akhir pembentukan plak tetapi
terkadang muncul pada fase awal. Proporsi bakteri di dalam plak gigi mulut yang sehat berbeda
dengan bakteri dalam plak yang berkaitan dengan karies. Secara mikroskopik, permukaan plak
akan terlihat seperti igloo. Plak dapat dihilangkan dari permukaan gigi dengan cara disikat.
Selain itu, komposisi komunitas mikroba dalam plak yang ada di permukaan gigi berbeda-beda.
Hal ini disebabkan oleh kondisi lingkungan pada gigi tidak seragam di setiap sisinya.
Bakteri tersebut dikelilingi oleh interselular matriks. Saliva dan gingival sulcus banyak
terkandung di dalam matriks plak, namun sebagian besar material berasal dari bakteri.
Range pH plak yang normal adalah 5.7-6.8. pH plak ikut berpengaruh terhadap kesehatan mulut.
Sebagian besar bakteri kariogenik berhabitat di plak. Maka dari itu, perubahan pH plak akan
sangat berpengaruh terhadap pertumbuhan bakteri ini dan juga proses remineralisasi dan
demineralisasi dalam proses pembentukan karies. Beberapa faktor penyebab perubahan pH plak
itu sendiri adalah:
Bakterial flora-Streptococcus mutans
Ketebalan plak
Waktu kontak fluoride
Lokasi retensi plak
Frekuensi asupan karbohidrat
Oral hygiene
pH, laju, dan komposisi saliva
3. Faktor yang Mempengaruhi Retensi Gingiva dan Akibatnya
Plak merupakan tempat pertumbuhan ideal bagi bakteri yang dapat memproduksi asam.
Jika tidak disingkirkan dengan melakukan penyikatan gigi, asam tersebut akhirnya akan
menghancurkan email gigi dan akhirnya menyebabkan gigi berlubang.
Berikut ini adalah faktor-faktor yang mempengaruhi retensi plak:
Orthodontic Appliances
Partial Dentures
Malocclusions
Faulty Restorations
Calculus
Deep Pockets
Mouth Breathing
Tobacco Use
Certain Medications
Kebiasaan buruk
4. Mekanisme
Pembentukan awal plak gigi memakan waktu ±2 jam. Bakteri yang berkoloni mulai menjadi
koloni yang terisolasi yang membatasi permukaan mikroskopis gigi secara tidak beraturan, dan
dengan asupan nutrient dari saliva dan makanan dari host maka koloni bakteri akan mulai
bereproduksi dan jumlahnya akan bertambah menjadi 2 kali lipat setelah 2 hari.
Perubahan cepat akan terjadi pada hari ke-4 atau ke-5 dan akumulasi plak akan mulai stabil pada
hari ke ±21. Kemudian, koloni-koloni yang terbentuk akan segera ditutupi oleh saliva. Penebalan
tersebut akan mengurangi difusi oksigen dibawah jumlah populasi oksigen yang ditoleransikan
sehingga organism yang hidup di dasar plak adalah fakultatif atau obligat anaerob.
Berikut adalah gambaran mekanisme molecular dari adhesi bakteri:
Hydrophobic bonding
Terjadi diantara molekul atau kumpulan molekul, misalnya, ikatan rantai asam
amino phenylalanine dan leusin.
Calcium bridging
Menyambungkan permukaan sel bakteri yang bermuatan negative dengan muatan
negative acquired pellicle melalui muatan positif pada ion kalsium dansaliva. Calcium
bridging penting pada masa awal pembentukan plak, karena plak yang terbentuk akan segera
dihancurkan oleh calcium-complexing agent.
Beberapa streptococci pada plak menggunakan enzim glucosyltransferase untuk mensintesis
ekstraseluler polisakarida (ECP) yang di dalamnya mengandung stick glucans yang melalui
hydrogen bonding berkontribusi dalam mediasi dari ades bakteri. Bakteri juga menggunakan
permukaan luar protein yang disebut adhesions yang dapat berikatan dengan sakarida atau
komponen gula dari glikoprotein.
Plak yang mengandung organism pembentuk asam menggunakan sukrosa sebagai sumber
energy, karena itu mereka menghasilkan:
1. Asam
2. Intraselular polisakarida (ICP), yang menyediakan cadangan energy untuk setiap bakteri.
3. Ekstraseluler polisakarida, glucans (dextran, jumlahnya ±20% berat kering plak dan
digunakan untuk merekatkan bakteri ke pellicle dan menstabilkan jumlah plak), dan
fructan (levan, jumlahnya 10% berat kering plak dan dapat digunakan sebagai sumber
energy jika bakteri itu memiliki enzim levanase).
Organism pada plak hidup di lingkungan yang tidak menguntungkan, yaitu pH, temperature,
tekanan oksigen, dan jumlah nutrisi yang ekstrim. Selain itu juga terdapat organism competitor.
Karena itu plak harus menjaga hubungan dengan lingkungan sekitar mulut, salah satunya dengan
membuat favorable location yang biasa dikenal dengan ecologic niche. Biasanya, apabila niche
terbentuk, bakteri, dan mikroba akan bertema dengan host dan microcosm sekitar. Simbiosis
akan terjadi dalam pertahanan terhadap colonization dengan organism non-indigenous dan dapat
melindungi host dari pathogen utama, misalnya, streptococcus pyogenes.
1. Klasifikasi
Berdasarkan warnanya, plak diklasifikasikan menjadi 4 kategori, yaitu:
1. a. Red Complex
- Banyak terdapat pada plak subgingiva, pocket yang dalam, dan lesi lanjutan.
- Menginvasi jaringan periodontal dan cementum.
- Memproduksi enzim proteolitik.
1. b. Orange Complex
- Sering bergabung dengan red complex.
- Terlibat dalam infeksi non-periodontal
1. c. Yellow Complex dan Green Complex
- Tidak berasosiasi dengan red complex maupun orange complex.
- Merupakan spesies antagonis.
- Merupakan kelompok spesies yang bermanfaat.
1. Komponen Penyusun dan Pengaruhnya
Plak terdiri dari mikroorganisme dan matriks ekstraseluler. Mikroorganisme yang membentuk
biofilm sebagian besar adalah streptococcus mutans dan anaerob, dengan komposisi beragam.
Seperti misalnya, anaerob yang termasuk fusobacterium dan actinobacteria.
Matriks ekstraseluler terdiri dari protein, rantai polisakarida yang panjang, dan lemak.
Mikroorganisme yang terdapat dalam dental plak secara alami berada di rongga mulut, dan tidak
dapat rusak. Bagaimanapun, plak yang yang tidak dapat dibersihkan dengan sikat gigi dapat
menyebabkan lapisan tebal. Mikroorganisme-mikroorganisme didekat permukaan gigi berubah
menjadi anaerob; saat inilah dimulainya produksi asam.
Asam dikeluarkan dental plak dan menyebabkan demineralisasi permukaan gigi yang
berdekatan, dan secara konsekuen menyebabkan karies. Saliva juga tidak dapat berpenetrasi plak
dan tidak dapat bertindak untuk menetralisir asam yang diproduksi bakteri dan remineralisasi
permukaan gigi. Asam juga menyebabkan iritasi gusi di sekitar gigi yang dapat menyebabkan
gingivitis dan penyakit periodontal lain. Plak yang menebal dapat termineralisasi dan
membentuk kalkulus.
Bakteri pada plak gigi tidak seragam, pada umumnya berbentuk kolum, batang, atau benang
yang terletak pada permukaan gigi dan juga mikrokoloni lain yang dikelilingi
oleh intercellular plak matriks. Saliva dan gingival sulcus banyak terkandung di dalam matriks
plak, tapi sebagian besar material berasal dari bakteri.
1. Kalkulus
1. Definisi
Menurut Kamus Kedokteran Gigi ( F.J Harty dan R Ogston ) Kalkulus yang dahulu
disebut tartar atau calcareous deposits terdiri atas deposit plak yang termineralisasi, yang keras
yang menempel pada gigi. Warnanya bervariasi dari kuning hingga cokelat. Kalkulus terjadi
karena pengendapan garam kalsium fosfat, kalsium karbonat, dan magnesium fosfat. Komposisi
kalkulus dipengaruhi oleh lokasi kalkulus dalam mulut serta waktu pembentukan kalkulus.
Komposisi kalkulus terdiri dari 80% masa anorganik, air, dan matriks organik (protein dan
karbohidrat), sel-sel epitel deskuamasi, leukosit. Masa anorganik terutama terdiri dari fosfat,
kalsium, dalam bentuk hidroksiapatite, brushite, dan fosfat oktakalsium. Selain itu, juga terdapat
sejumlah kecil kalsium karbonat, magnesium, fosfat, dan florida. Kandungan florida adalah
beberapa lebih besar daripada pada plak.
2. Komposisi
- Air dan bahan organic 22,07%
- Kalsium fosfat 67.18%
- Kalsium karbonat 8,13%
- Kalsium fluoride 1,55%
- Magnesium fosfat 1,07%
3. Karakteristik
- Kalkulus merupakan mineralisasi dari bagian dalam plak dalam konsentrik layer.
- Kalkulus merupakan gabungan dari colloid crystalloid food debris dan bakteri.
- Kalkulus tidak menyebabkan karies tetapi manggangu jaringan periodontal.
- Warnanya kuning atau bening transparan pada permukaan gigi tetapi pada gingival
sulcus warnanya bervariasi dari hijau ke hitam.
- Tidak dapat dihilangkan dengan disikat atau flossing apabila telah menjadi keras setelah
48-72 jam .
- Dipengaruhi oleh factor local seperti tingkah laku dan kelainan sistemik
4. Penyebab dan Pencegahan Kalkulus
Cara terbaik untuk mencegah timbulnya kalkulus adalah melalui dua kali sehari menyikat gigi
dan flossing serta scaling secara teratur berdasarkan jadwal yang direkomendasikan oleh
penyedia layanan kesehatan gigi. Kalkulus berakumulasi lebih mudah pada beberapa individu,
membutuhkan lebih sering scaling dan menyikat gigi. Ada juga beberapa faktor eksternal yang
menyebabkan akumulasi kalkulus, termasuk merokok dan diabetes.
5. Pembentukan Kalkulus
Dibentuk sebagai hasil dari saliva kaitannya dengan ion kalsium dan fosfat yang
membantu pembentukan kalkulus dimana dental plak dimineralisasi.
Sangat dipengaruhi oleh kondisi alkaline plak gigi sebagai predisposing factor dalam
proses pembentukan kalkulus.
Mineralisasi dimulai dalam interselular plak matriks terkadang terjadi di dalam sel
bakteri fosfolipid dan konsumen dinding sel lainnya akan berperan sebagai inisiator
dalam mineralisasi. Dengan kata lain, mineralisasi akan dimulai dalam dinding sel dan
keluar sel dan masuk ke lingkungan matriks.
Setelah kita menyikat gigi, pada permukaan gigi akan terbentuk lapisan bening dan tipis yang
disebut pelikel. Pelikel ini belum ditumbuhi kuman. Apabila pelikel sudah ditumbuhi kuman
disebutlah dengan plak. Plak berupa lapisan tipis bening yang menempel pada permukaan gigi,
terkadang juga ditemukan pada gusi dan lidah. Lapisan itu tidak lain adalah kumpulan sisa
makanan, segelintir bakteri, sejumlah protein dan air ludah. Plak selalu berada dalam mulut
karena pembentukannya selalu terjadi setiap saat, dan akan hilang bila menggosok gigi atau
menggunakan benang khusus. Plak yang dibiarkan, lama kelamaan akan terkalsifikasi (berikatan
dengan kalsium) dan mengeras sehingga menjadi karang gigi. Mineralisasi plak mulai di dalam
24-72 jam dan rata-rata butuh 12 hari untuk matang.
Karang gigi mengandung banyak kuman-kuman yang dapat menyebabkan penyakit lain di
daerah sekitar gigi. Bila tidak dibersihkan, maka kuman-kuman dapat memicu terjadinya infeksi
pada daerah penyangga gigi tersebut. Bila sudah infeksi maka masalah lebih lanjut bisa timbul.
Penderita biasanya mengeluh gusinya terasa gatal, mulut berbau tak sedap, sikat gigi sering
berdarah, bahkan adakalanya gigi dapat lepas sendiri dari jaringan penyangga gigi. Infeksi yang
mencapai lapisan dalam gigi (tulang alveolar) akan menyebabkan tulang pernyangga gigi
menipis sehingga pada perbandingan panjang gigi yang tertanam pada tulang dan tidak tertanam
1:3, gigi akan goyang dan mudah tanggal. Selain mengakibatkan gigi tanggal, kuman infeksi
jaringan penyangga gigi juga dapat menyebar ke seluruh tubuh. Melalui aliran darah, kuman
dapat menyebar ke organ lain seperti jantung. Karena itu ada beberapa kasus penyakit yang
sebenarnya dipicu oleh infeksi dari gigi, ini disebut infeksi fokal. Penyakit infeksi otot jantung
(miokarditis) termasuk penyakit yang dapat disebabkan oleh infeksi fokal.
Beberapa macam teori dikemukakan oleh para peneiti mengenai proses pembentukan kalkulus,
antara lain :
1. Teori CO
Menurut teori ini pengendapan garam kalsium fosfat terjadi akibat adanya perbedaan tekanan CO
dalam rongga mulut dengan tekanan CO dari duktus saliva, yang menyebabkan pH saliva
meningkat sehingga larutan menadi jenuh. (Disajikan pada seminar Perkembangan Pedodontik
dan Periodontik Masa Kini, yang diselenggarakan oleh PDGI Cabang Bekasi pada tanggal 10
Juli 1993)
1. Teori Protein
Pada konsentrasi tinggi, protein klorida saliva bersinggungan dengan permukaan gigi maka
protein tersebut akan keluar dari saliva, sehingga mengurangi stabilitas larutannya da teradi
pengendapan garam kalsium fosfat.
1. Teori Fosfatase
Fosfatase berasal dari plak gigi, sel-sel epitel mati atau bakteri. Fosfatase membantu proses
hidrolisa fosfat saliva sehingga terjadi pengendapan garam kalsium fosfat.
1. Teori Esterase
Esterase terdapat pada mikrorganisme, membantu proses hidrolisis ester lemak menjadi asam
lemak bebas yang dengan kalsium membentuk kalsiumfosfat.
1. Teori Amonia
Pada waktu tidur, aliran saliva berkurang, urea saliva akan membentuk ammonia sehingga pH
saliva naik dan terjadi pengendapan garam kalsium fosfat.
1. Teori pembenihan
Plak gigi merupakan tempat pembentukan inti ion-ion kalsium dan fosfor yang akan membentuk
kristal inti hidroksi apatit dan berfungsi sebagai benih kristal kalsium fosfat dari saliva jenuh.
6. Jenis-Jenis
- Supragingival kalkulus (±30% termineralisasi)
Terbentuk pada bagian coronal gigi ke gingival margin dan biasanya terbentuk
bersebrangan dengan saluran oriface dari major salivary gland.
Sering ditemukan pada ujung saliva pada permukaan lingual dan mandibular incison dan
pada fissure gigi.
Berwarna kuning-putih.
- Subgingival kalkulus (±60% termineralisasi)
Dibentuk dari kalsium fosfat dan material organic turunan dari serum yang berkontribusi
dalam proses mineralisasi dan subgingival plak.
Lebih susah dihilangkan daripada supragingival kalkulus karena lebih keras, tebal dan
lebih rekat menempel dengan permukaan gigi.
Berwarna abu-abu sampai kehitaman.
7. Ikatan Kalkulus pada Gigi
Pada permukaan gigi dengan kalkulus, enamel atau cementum tidak halus dan
permukaanya bervariasi.
Bagian normal gigi yang tidak beraturan seperti perikymata dan sharpey’s fiber pada
sementum akan membantu perlekatan kalkulus pada gigi dan melakukan demineralisasi
pada sementum dan enamel.
Pada electron micrograph terlihat ikatan yang kuat terjadi antara kalkulus dengan gigi
karena adanya hubungan yang dekat diantara permukaan matriks gigi dengan matriks
kalkulus yang struktur kristalinnya serupa.
8. Menghambat Kalkulus pada Gigi
Ada beberapa agent yang dapat mengurangi pembentukan kalkulus diantaranya detrifaces
yang mengandung pyrophosphate atau ion metal seperti zink.
Setiap detriface mengandung 2 soluble phosphate, tetrasodium pyrophospate, dan
disodium dihydrogen pyrophospate sebagai tambahan flouride.
Pyrophospate berguna untuk struktural analog dari ion orthophosphate, menghancurkan
pembentukan kristal kalsium fosfat, dan menghambat pertumbuhan beberapa bakteri.
2.2 Penyakit Jaringan Keras pada Rongga Mulut
1. A. Bercak Putih
1. Definisi
Bercak putih atau white spot adalah lesi awal yang akan terlihat secara mikroskopis, namun
kemudian akan terlihat jelas di email.
1. Ciri dan Karakteristik
Kehilangan translusensi normal dari enamel dengan bercak putih, secara partikular ketika
terdehidrasi.
Permukaan rusak/retak di bagian fit dan fissure secara particular.
Peningkatan porositas secara partikular di permukaan bawah yg berpotensi meningkatkan
noda.
Penurunan densitas permukaan bawah, terdetek secara radiografik atau transiluminasi.
Potensi utk remineralisasi dg peningkatan resisten terhadap perubahan asam selanjutnya
secara partikular (remineralisasi treatments).
1. Penyebab
Distimulasi oleh bakteri tertentu dan produk-produknya.
1. Akibat
Kelanjutan dari white spot adalah terjadinya peningkatan porositas yang mampu menambah
jumlah stain (noda) dan akan menjadi kecoklatan, bila dibiarkan akan berlanjut terbentuknya
kavitas, lalu kerusakan pulpa yang irreversible.
Stain adalah pigmen yang tertimbun di permukaan gigi. Staining terbagi menjadi 2, yaitu :
1. Extrinsic Stains; terjadi di permukaan gigi
2. Intrinsic Stains; terjadi di dalam substansi gigi
1. Mekanisme
Secara umum karies gigi dapat terjadi jika proses demineralisasi lebih tinggi dibanding proses
remineralisasi. Proses awalnya distimulasi oleh flora bakteri tertentu dan produk-produknya, lesi
awal akan terlihat jelas di email yaitu white spot atau dapat pula berupa perlunakan sementum.
Kelanjutan dari white spot adalah peningkatan porositas yang mampu menambah jumlah stain
(noda) dan akan menjadi kecoklatan. Lalu akan terbentuk kavitas, dan dilanjutkan kerusakan
pulpa irreversible. Lesi karies terjadi pada pit, fissure, permukaan interproksimal, pada gingival
bagian facial dan lingual. Lesi karies dapat terlihat dengan adanya stains.
Interaksi ion asam dengan apatit
Apabila terjadi ketidakseimbangan antara demineralisasi dengan remineralisasi dapat terjadi
karies, yaitu jika demineralisasi > remineralisasi.
1. a. Demineralisasi
Komponen mineral dari enamel, dentin, dan sementum adalah Hidroksiapatit.
Pada lingkungan netral HA seimbang dengan lingkungan lokal (saliva) yang banyak
mengandung ion calsium dan fosfat.
HA bersifat reaktif dengan ion hidrogen dibawah pH 5.5 (pH kritis HA)
H+ bereaksi khusus dengan fosfat di dekat permukaan kristal, lalu mengkonversi fosfat
menjadi asam fosfat melalui adisi H+ dan pada saat yang sama H+ menjadi penyangga.
Asam fosfat tidak dapat berperan kembali pada keseimbangan HA karena mengandung
fosfat lebih daripada asam fosfat.
Kristal HA larut, hal ini disebut demineralisasi.
1. b. Remineralisasi
Proses demineralisasi dapat dibalikkan jika pH dinetralkan dan terdapat ion calsium dan
fosfat dalam jumlah cukup.
Pelarutan apatit dapat menjadi netral dengan menyangga, melalui saliva yang
mengandung Ca2+ dan fosfat.
Ini dapat membangun kembali bagian-bagian kristal apatit yang larut, disebut
remineralisasi.
1. c. Reaksi Lanjutan Ion-Ion Asam dengan HA
Selama erupsi gigi terdapat proses mineralisasi berlanjut yang disebabkan oleh ion
kalsium dan fosfat dalam saliva.
Awal mula enamel terdiri dari karbonat dan magnesium (sangat mudah larut bahkan pada
keadaan asam lemah).
Terjadi pergantian yakni hidroksil dan fluoride menggantikan karbonat dan magnesium
yang telah larut, sehingga email lebih matang dengan resistensi terhadap asam yg lebih
besar.
Tingkat kematangan (resistensi asam) dapat ditingkatkan dengan kehadiran fluoride.
1. d. Kemungkinan Lanjutan
Enamel dapat melanjutkan kematangannya, resisten terhadap asam.
Karies kronis dapat berkembang à demineralisasi lambat dengan remineralisasi aktif (lesi
subpermukaan/subsurface lesion).
Karies besar dapat timbul à demineralisasi tinggi dengan remineralisasi lemah.
Erosi dapat terjadi à demineralisasi sangat tinggi, tanpa remineralisasi sama sekali
1. Klasifikasi (by Mount)
D0 à tidak ada kelainan
D1 à lesi dini (kering)
D2 à lesi putih (basah)
D3 à lesi email (terbuka), apabila dikeringkan sudah terlihat white spot masuk ke lesi
dini, apabila dibasahkan sudah terliaht white spot termasuk ke lesi putih
D4 à lesi dentin terbatas
D5 à lesi dentin dalam
D6 à lesi mencapai pulpa
KS à karies sekunder
PF à pit dan fissure dalam
1. B. Karies
1. Definsi
Karies adalah suatu proses kronis regresif yang dimulai dengan larutnya mineral email sebagai
akibat terganggunya keseimbangan antara email dan sekelilingnya yang disebabkan oleh
pembentukan asam mikrobial dari substrat (medium makanan bagi bakteri). Timbul destruksi
komponen-komponen organik dan akhirnya terjadi kavitasi (pembentukan lubang).
Awalnya, lesi hanya dapat dilihat secara mikroskopis. Namun, akan terlihat jelas sebagai white
spot atau pelunakan sementum. Lalu terjadi peningkatan porositas yang menambah
jumlah stain (pigmen yang tertimbun di dalam gigi) dan akan berubah menjadi kecoklatan. Bila
hal ini dibiarkan akan terbentuk kavitas dan lama kelamaan menyebabkan kerusakan pulpa
yang irreversible.
1. Penyebab
a) Bakteri di dalam plak
Akumulasi plak dan retensi yang menyebabkan meningkatnya kesempatan untuk fermentasi
karbohidrat oleh bakteri acidogenic yang mengandung oral biofilm yang akhirnya menyebabkan
produksi dan penyimpanan asam-asam organik pada permukaan gigi. Ciri-ciri bakteri kariogenik
yang dapat menyebabkan karies :
1. Bakteri yang dapat mentransportasi gula dan mengubahnya dalam bentuk asam
(acidogenic)
2. Bakteri yang dapat memproduksi ekstraselular dan intraselular polisakarida yang
berkontribusi pada matriks plak; intraselular polisakarida dapat digunakan sebagai energi
untuk memproduksi dan mengubah asam ketika gula tidak tersedia
3. Bakteri yang dapat berkembang pada pH asam (aciduric)
Streptococci adalah spesies bakteri pertama yang melekat pada gigi dan memulai pembentukan
plak. Spesies-spesies lain secara progresif menginfiltrasi plak dan setelah beberapa hari, bakteri
batang gram negative mulai predominate (mendominasi). Bakteri paling kariogenik
yaitu Streptococcus mutans, Streptococcus sobrinus, dan Lactobacillus. Bakteri-bakteri tersebut
tidak hanya memproduksi asam-asam organik dari karbohidrat (acidogenic), tetapi juga mampu
bertahan pada lingkungan yang sangat asam (aciduric).
b) Frekuensi dari karbohidrat yang dikonsumsi
Hal ini dapat menjadi faktor yang berperan besar terhadap terjadinya karies. Disebabkan karena
bakteri plak memetabolisme karbohidrat dan memproduksi konsentrasi asam-asam organik yang
dapat melarutkan apatit.
c) Frekuensi dari asam-asam makanan (dietary acid)
Biasa terdapat pada soft drink,minuman berenergi, jus buah, dll. Hal ini juga merupakan faktor
yang meningkatkan risiko karies dan erosi.
d) Faktor pendukung alami seperti pellicle, saliva, dan plak baik yang dapat mencegah karies
atau membatasi kemajuan prosesnya.
e) Fluoride dan beberapa elemen lain yang dapat mengontrol perkembangan karies
e.1. Menghambat demineralisasi
Fluoride bereaksi dengan hidroksi apatit enamel menjadi fluor-apatit yang lebih resisten terhadap
asam.
e.2. Meningkatkan remineralisasi
Ion florida sebagai katalis untuk meningkatkan remineralisasi kalsium dan fosfat.
e.3. Fluoride merupakan antimikrobial terhadap bakteri kariogenik; menghambat kuman
kariogenik.
Sumber lain menyatakan bahwa dental caries melibatkan 4 faktor, yaitu:
a) Microflora
Interaction among etiologic risk factor ; bakteri acidogenic yang berkoloni di permukaan gigi.
b) Host
External modifying risk factor ; jumlah dan kualitas dari saliva, kualitas gigi, dll.
c) Diet
Internal modifying risk factor ; intake of fermentable carbohydrates, esp. sucrose, but
also starch.
d) Time
Total waktu asam anorganik diproduksi oleh bakteri dental plaque
1. Diagnosa Karies
a) Identifikasi Karies
Bercak putih dan coklat serta kavitas pada permukaan bukal dan lingual dapat dilihat jelas
dengan mata telanjang. Dengan sinar langsung lesi aproksimal pada gigi depan dapat dilihat
sebagai bintik gelap. Di bawah fisura yang warnanya menjadi coklat tapi selebihnya kelihatan
utuh, dapat tersembunyi karies dentin yang meluas. Dengan sumber cahaya, karies fisura dapat
dinilai dengan baik dibandingkan dengan pemakaian sonde yang ditangani dengan kekuatan
karena bahaya rusaknya lesi awal yang masih remineralisasi.
Karies aproksimal pada gigi P dan M memerlukan foto rontgen karena daerah yang mengalami
demineralisasi lebih banyak ditembus cahaya daripada yang tidak mengalami demineralisasi.
b) Diagnosa Karies
Berbagai macam metode diagnosa tersedia untuk mendeteksi aktivitas karies pada tahap awal.
Metode tersebut adalah (a) identifikasi demineralisasi di bawah permukaan gigi, (b) tes bakteri,
(c) penilaian kondisi lingkungan, seperti pH, aliran saliva, buffer saliva.
Jika deteksi pada lesi awal gagal, maka karies didiagnosis dengan keberadaan kavitas pada
permukaan gigi. Gigi diperiksa secara (a) visual: kavitasi, kekasaran permukaan, opasifikasi, dan
perubahan warna, (b) taktil atau perabaan : kekasaran dan kehalusan permukaan gigi.
Deteksi karies juga dapat dilakukan dengan pemeriksaan radiografis. Gambaran radiolusen pada
permukaan proksimal dan di bawah enamel oklusal dapat diinterpretasikan sebagai karies
(demineralisasi) tetapi tidak menandakan adanya kavitas pada permukaan.
Beberapa kriteria harus digunakan dan sebaiknya dilakukan sesuai dengan risiko keseluruhan
masing-masing pasien (umur, jenis kelamin, keadaan kesehatan umum, dan kemampuan untuk
memelihara oral hygiene yang baik).
Free Smooth Surfaces
Dapat didiagnosis dengan mata telanjang. Biasanya berwarna putih atau coklat. Sebelum
dilakukannya kavitasi, bagian gigi yang ingin didiagnosis harus dibersihkan dan dikeringkan
agar terlihat lebih jelas.
Pits and Fissure
Sama seperti free smoth surface caries, gigi harus dibersihkan dari plak. Karies di bagian ini
dapat dilakukan dengan pemeriksaan visual dan bitewing. Pada plak yang aktif lesi yang tidak
terkavitasi berwarna putih. Sedangkan yang tidak aktif berwarna coklat.
Approximal Surfaces
Sulit didiagnosis karena letaknya yang sulit dilihat oleh mata karena berada di servikal sampai
area kontak. Biasanya lesi baru ditemukan pada saat sudah mencapai dentin berwarna pink
keabu-abuan di marginal ridge.
Secondary or Current Caries
Terdapat pada permukaan gigi marginal dari restorasi.
1. Mekanisme Pembentukan Karies
Interaksi kimia antara ion asam dengan apatit
Pada permukaan gigi terjadi dua macam interaksi, yaitu demineralisasi dan remineralisasi.
1. a. Demineralisasi
Komponen mineral enamel, dentin, dan sementum adalah hydroxyapatite dengan rumus
kimia Ca10(PO4)6(OH)2. Pada lingkungan netral, hidroksiapatit seimbang dengan saliva
yang penuh dengan ion-ion Ca2+ dan PO43-.
HA bersifat reaktif dengan ion-ion hidrogen pada atau dibawah pH 5.5 yaitu pH kritis
untuk HA.
H+ segera bereaksi secara khusus dengan fosfat yang berdekatan dengan permukaan
kristal HA. (terjadi konversi dari PO43- menjadi HPO4
2- dan pada waktu yang sama
H+ menjadi penyangga (is buffered?).
HPO42- tidak dapat berperan kembali pada keseimbangan HA karena ia mengandung
PO43- lebih daripada HPO4
2- , lalu kristal HA pun larut dan inilah yang disebut
sebagai demineralisasi.
1. b. Remineralisasi
Proses demineralisasi dapat dibalikkan jika pH dinetralkan dan terdapat ion-ion Ca2+ dan
PO43- yang cukup pada lingkungan.
Pelarutan apatit dapat menjadi netral oleh penyangga, atau ion-ion Ca2+ dan PO43- yang
terdapat pada saliva dapat menghambat proses pelarutan. Ini dapat membangun kembali
kristal-kristal apatit yang larut dan inilah yang disebut sebagai remineralisasi.
1. Klasifikasi
Jenis-jenis karies ada 4 tipe dasar, yaitu:
a) Pit and Fissure Caries:
Bermula dari email. Sulit dideteksi karena sulit membedakan ketajaman lengkung fissure dan pit
akibat karies dengan keadaan anatomi normalnya. Cara mengetahui ada atau tidaknya karies
dapat dengan cara visual, yaitu melihat ada atau tidaknya stain atau cavitas pada pit atau fissure.
b) Smooth-surface Caries:
Bermula dari email. Kebanyakan ditemukan pada kontak interproximal tetapi dapat terjadi pula
pada permukaan halus yang lainnya. Tanda dapat terlihat dari adanya bercak putih. Tindakan
yang dapat dilakukan pada masa awal karies, yaitu dengan cara diet atau pemberian mineral
untuk membantu remineralisasi email. Karies pada bagian gigi yang halus, apabila masih dalam
bentuk bercak putih masih bersifat reversible.
c) Root Surface Caries:
Biasa terjadi pada cementum atau dentin. Pada masa awal, cementum dan dentin mengalami
kerusakan lalu terbentuk cavitas, dan jika cavitas tersebut cudah mencapai pulpa akan
menimbulkan pulpitis. Pulpitis dapat berkembang menjadi apical abscess.
d) Secondary Caries:
Terdapat pada permukaan marginal dari restorasi.
Jenis karies lainnya, yaitu :
a) Rampant Caries: biasa terjadi pada anak-anak yang suka mengonsumsi makanan lunak
dan manis.
b) Nursing Caries: Jenis lain dari rampant caries yang terjadi pada masa densisi pertama.
c) Arrested Caries: merupakan lesi karies yang sudah tidak berkembang lagi atau terhenti.
Klasifikasi karies berdasarkan letak lesi karies, yaitu:
- Site 1: terdapat pit, fissura, dan kerusakan email pada oklusal gigi posterior atau
permukaan halus lainnya.
- Site 2: terdapat pada lapisan email proximal, berkontak dengan gigi di sebelahnya.
- Site 3: terdapat pada sepertiga servikal mahkota atau dapat pula diikuti dengan resesi
gingiva sehingga akar dapat terekspos.
Klasifikasi karies berdasarkan ukuran lesi, yaitu:
- Size 0: merupakan lesi paling awal sebagai tingkat permulaan demineralisasi. Perlu
dilakukan perawatan dengan cara menghilangkan penyebabnya (perawatan non-invasif).
- Size 1: berupa cavitas pada permukaan yang minimal, dari email hingga batas dentin.
Perlu dilakukan restorasi untuk mengembalikan permukaan yang halus dan mencegah akumulasi
plak lebih lanjut.
- Size 2: sudah melibatkan sedikit dentin, cavitas menyisakan email yang disokong dengan
baik oleh dentin. Oklusi masih normal. Struktur gigi yang tersisa cukup kuat untuk menyokong
restorasi.
- Size 3: Lesi telah membesar sampai dentin. Struktur gigi yang tersisi lemah karena cusp
dan incisal edge sudah rusak sehingga oklusi tidak baik.
- Size 4: Karies telah membesar sampai pulpa. Struktur gigi dalam jumlah besar juga sudah
hilang. Kemungkinan diperlukan perawatan saluran akar.
Klasifikasi karies menurut ICDAS:
D1: White spot yang terlihat pada saat gigi dikeringkan.
D2: White spot yang terlihat tanpa gigi dikeringkan.
D3: Karies email.
D4: Karies dentin terbatas.
D5: Karies dentin luas.
D6: Karies mencapai pulpa.
Tingkatan diagnosa karies menurut WHO:
C0: tanpa kavitas, hanya terdapat white spot.
C1: kavitas pada email.
C2: kavitas pada dentin.
C3: kavitas mencapai pulpa.
C4: hanya tersisa akar.
Klasifikasi Lesi Karies menurut G.V Black:
- Kelas I: Karies mencapai pit dan fisura, pada oklusal, buccal, dan permukaan lingual gigi
posterior, dan lingual gigi anterior.
- Kelas II: Karies mencapai permukaan proksimal gigi molar dan premolar.
- Kelas III: Karies terdapat pada sentral permukaan proksimal, lateral, dan cuspids.
- Kelas IV: Karies pada sisi proksimal, termasuk tepi incisal gigi anterior.
- Kelas V: Karies terdapat pada gingiva 1 / 3 dari permukaan labial/buccal atau lingual gigi
anterior atau posterior.
- Kelas VI: (tidak pernah dijelaskan oleh Black, ditambahkan kemudian oleh orang lain)
Karies terdapat pada tips puncak gigi dari gigi molar, premolar, dan cuspids.
1. Tahapan Proses Karies
- Small Pit: mikroorganisme mulai menyerang bagian gigi yang rentan, yaitu pit.
- Bluish White-Area: dentin lebih lunak email sehingga mikroorganisme akan menyerang
dentino enamel junction yang akan menimbulkan warna keputihan pada email.
- Open Cavity: jika pennyerangan mikroorganisme terus berlanjut, maka akan terlihat
kavutas besar warna coklat muda.
- Pulpitis: pulpa mulai diserang sehingga menimbulakn infeksi.
- Apical abscess: pulpa sudah mati dan pulpitis mulai merambah ke ligament periodontal.
1. Tahapan Diagnosa Karies
- Metode tahap awal:
a) Identifikasi demineralisasi dibawah permukaan gigi.
b) Tes bakteri.
c) Penilaian kondisi lingkungan, misalnya: pH, aliran saliva, dan buffer saliva.
- Jika deteksi karies tahap awal gagal, maka karies di diagnosa dengan keberadaan kavitas
pada permukaaan gigi. Gigi diperiksa secara visual dan tactile.
a) Pemeriksaan visual : meliputi kavitasi, kekasaran permukaan, opasivikasi, dan perubahan
warna.
b) Pemeriksaan tactile: meliputi kekasaran dan kehalusan permukaan gigi yang ditentukan
dengan memeriksa area yang dicurigai dengan sonde tajam. Penetrasi dan resistensi terhadap
pemindahan ujung sonde di interpretasikan sebagai bukyi terjadinya demineralisasi dan
pelemahan struktur gigi (lesi karies).
- Juga dapat melalui pemeriksaan radiografis. Gambaran area radioluscente pada
permukaan proximal dan dibawah email oklusal dapet di interpretasikan sebagai
karies(demineralisasi) tetapi tidak menandakan adanya kavitas pada permukaan.
- Untuk mendiagnosa karies, biasanya tidak dapat hanya dengan 1 tes karena kurang akurat.
- Beberapa kriteria harus digunakan, kriteria diagnosa tersebut biasanya dilakukan sesuai
dengan resiko keseluruhan masing-masing pasien (seperti: umur, jenis kelamin, keadaan
kesehatan umum, dan kemampuan dalam memelihara oral hygiene yang baik).
1. Ciri-Ciri Klinis Lesi Karies
- Hilangnya transluscentcy email dengan adanya bercak putih seperti kapur, khususnya
pada saat kering.
- Lapisan permukaan rapuh dan rentan terhadap kerusakan pada saat pemeriksaan
(probing), khususnya pada pit dan fissura.
- Meningkatnya daya serap dan porositas, khususnya pada subpermukaan, yang bersamaan
dengan meningkatnya potensi untuk terjadi bercak.
- Berkurangnya kepadatan subpermukaan, dapat dideteksi secara radiografis atau
translumination.
- Potensial remineralisasi, dengan cara meningkatkan resistensi untuk serangan asam lebih
lanjut, dengan penggunaan perawatan peningkatan remineralisasi.
- Jika berlanjut, lesi akan kolaps akibat dari terurainya apatit tau frakturpada kristal yang
lemah sehingga menimbulakan kavitas pada permukaan.
- Jika bakteri sudah masuk ke dalam dentin, maka bakteri akan menguraikan HA dari
dentin dengan asam yang dimilikinya sehingga tekstur dentin berubah dan warna dentin menjadi
gelap.
1. Gambaran Radiografis Karies dan Prosedur Penegakan Diagnosis Karies
- Untuk melakukan diagnosis, jika terdapat banyak plak dan kalkulus harus dibersihkan
terlebih dahulu.
- Lalu, dilakukan pemeriksaan per kuadran dengan cara mengisolasinya menggunakan
gulungan kapas dan mengeringkannya dengan udara atau cotton pellet.
- Selanjutnya, dilihat dengan telliti, kalau perlu menggunakan lup atau kacamata yang
dilengkapi dengan teleskop.
- Sonde tajam dapat dipakai untuk mendeteksi karies, tetapi bila keries baru pada tahap
email jangan menggunakan sonde karena ketajaman sonde dapat merusak lesi karies yang baru
terjadi hingga menimbulkan kavitas yang akan memudahkan mikroorganisme masuk sehingga
karies akan menyebar.
- Sonde tajam dapat digunakan dengan cara merasakan kekasaran karena adanya kavitas
dini di permukaan halus,atau dengan menemukan adanya sangkutan di ujung sonde pada sisi
fissure yang melunak (sticky fissure).
- Apabila karies terletak pada tempat yang sulit dideteksi, maka dapat menggunakan
radiograf bitewing. Lesi akan terlihat sebagai daerah radioluscent karena daerah demineralisasi
tidak menyerap foton x-ray sebanyak daerah yang tidak terpengaruh. Hasil radiograf tidak dapat
menunjukkan lesi tersebut aktif atau akan ter-remineralisasi dalam satu kali radiograf. Jadi, harus
dilakukan secara berkala.
1. Diagnosa pada pit and fissure caries (oklusal)
- Diagnosa klinis dengan cara visual, yaitu: penemuan berubahnya warna permukaan,
terdapatnya kavitasi, terdapatnya email yang berwarna abu-abu.
- Dengan cara diagnosa radiograf: metode bitewing baik untuk deteksi karies oklusal di
dentin, tetapi karies email tidak terlihat. Apabila lesi sudah terlihat pada radiograf, berarti lesi
sudah mencapai dentin.
- Gambaran Radiografis: Apabila lesi telah menyebar sepanjang prisma email dan
menembus DEJ terlihat sepertigaris tipis radioluscent antara email dan dentin atau terllihat
seperti daerah radioluscent dengfan dasar yang lebar, yang sering berada di bawah fissure,
dengan sedikit perubahan atau tidak ada perubahan yang nyata dari email.
1. Diagnosis pada permukaan proksimal
- Lesi sulit dilihat karena terletak di bawah titik kontak dan terhalang oleh gigi tetangga.
- Jika terdeteksi, biasanya sudah menjalar hingga dentin dan terlihat sebagai daerah
berwarna abu-abu kemerahan yang berbayang di daerah marginal ridge. Jangan diabaikan, agar
lebih jelasterlihat, gigi harusdiisolasi, dibersihkan, dan dikeringkan.
- Radiograf bitewing, baik digunakan, tetapi tidak peka karena jika pada hasil radiograf lesi
telah mencapai email, tetapi secara histologi lesi telah mencapai dentin.
- Gambaran radiograf: daerah segitiga berwarna hitam di email. Ketika bagian depan
terdemineralisasi mencapai DEJ dan menyebar sepanjang DEJ, seringkalimembentuk dasar
segitiga kedua dengan apex mengarah ke kamar pulpa.
- Sonde Briault juga dapat digunakan tetapi harus hati-hati, perlahan-lahan, dan tidak
dengan tekana kuat.
- Dental floss/benang gigi juga dapat digunakan dengan cara benang dilewatkan melalui
titik kontak, apabila terasa kasar, mungkin terdapat kavitas.
- Lesi proksimal di akar juga dapat dideteksi secara visual jika kesehatan gingiva baik. Jika
gingiva terlihat merah, bengkak dan mudah berdarah, kemungkinan karena karies pada akar atau
karena terdapat karang gigi.
- Karies proksimal pada akar akan terlihat radioluscent di daerah serviks.
- Sinar transmisi juga dapat mendeteksi adanya karies, terutama gigi anterior. Pantulkan
lampu ke arah titik kontak dengan kaca mulut, lesi karies akan terlihat sebagai bayangan hitam
yang bentuknya seperti lubang karies.
- Pada gigi posterior diperlukan cahaya lebih kuat, dapat digunakan sinar serat optik
dengan berkas sinar diperkecil menjadi berdiameter 0,5 mm. Cara ini sangat efektif untuk gigi
posterior yang berjejal (gambaran radiograf tumpang tindih) dan untuk wanita hamil yang tidak
boleh terpapar radiasi.
1. Diagnosa karies pada permukaan halus yang terbuka
- Dapat dilihat saat mencapai tahap lesi bercak; putih atau coklat saat gigi kering dan
diperkuat apabila gigi dibasahi lalu bercak tersebut menghilang sebagian atau seluruhnya.
- Lesi aktif berwarna coklat muda atau kekuningan, sementara lesi terhenti atau lesi yang
berkembang lambat akan tampak lebih gelap atau terlihat hampir hitam.
- Tekstur lebih lunak pada lesi aktif.
- Gambaran radiograf: radioluscent karena terdapat pengurangan densitas email lokal
langsung di bawah kontak proksimal. Bentukna biasanya bundar dan ketika membesar menjadi
eliptik/semilunar.
2.3 Saliva
1. A. Saliva
1. Definisi
Saliva adalah suatu cairan kompleks yang terdiri atas campuran sekresi dari kelenjar saliva
mayor dan minor yang ada pada mukosa rongga mulut. Tiga kelenjar mukosa mayor
yaituparotis, submandibularis, dan sublingualis. Saliva penting dalam pemeliharaan kesehatan
rongga mulut. Saliva terdiri atas 99% air dengan sisa 1% berupa molekul organik (terutama
protein) dan elektrolit.
1. Fungsi
Fungsi saliva dapat disusun dalam lima kategori yang berguna untuk menjaga kesehatan mulut
dan menciptakan keseimbangan ekologis, yaitu lubrikasi dan proteksi, buffer dan oral clearance,
menjaga integritas gigi, aktivitas antibakteri, serta rasa dan pencernaan.
Protein makromolekul dan musim pada saliva berfungsi dalam pembersihan, perlekatannya
dengan mikroorganisme mulut, dan berpengaruh pada metabolism plak. Bikarbonat, fosfat, dan
urea berfungsi untuk mengatur pH dan kapasitas buffer saliva. Kalsium, fosfat, dan protein
bekerjasama sebagai factor antisolubilitas dan mengatur demineralisasi dan remineralisasi.
Sedangkan imunoglobulin, protein, dan enzim berfungsi dalam antibakterial.
1. Komposisi
Komposisi dari saliva meliputi komponen organik dan anorganik. Namun demikian, kadar
tersebut masih terhitung rendah dibandingkan dengan serum karena pada saliva penyusun
utamanya adalah air. Komponen anorganik terbanyak adalah sodium, potassium (sebagai kation),
khlorida, dan bikarbonat (sebagai anion-nya). Sedangkan komponen organik pada saliva meliputi
protein yang berupa enzim amilase, maltase, serum albumin, asam urat, kretinin, mucin, vitamin
C, beberapa asam amino, lisosim, laktat, dan beberapa hormon seperti testosteron dan kortisol.
Selain itu, saliva juga mengandung gas CO2, O2, dan N2. Saliva juga mengandung
immunoglobin, seperti IgA dan IgG dengan konsentrasi rata-rata 9,4 dan 0,32 mg%.
1. Kelainan Saliva
Syndrome Sjörgen
Penyakit ini ditandai dengan :
- Sekresi ludah dan sekresi kelenjar air mata yang menurun.
- Pembengkaan glandula parotis.
- Artritis.
Sebab terjadinya sindroma tersebut tidak dikatakan secara jelas. Mungkin ini adalah suatu
penyakit autoimune atau dapat pula disebabkan oleh virus. Sekitar 90% penderitanya berusia 40 -
60 tahun, 50-60 % diantaranya juga mempunyai gangguan jaringan ikat. Penderita sindroma ini
sering mengeluh rasa terbakar di lidah, bibir, dan pipi. Pada sindroma ini terjadi perubahan-
perubahan pada ludah yaitu pada atrofi sel sel asinar kelenjar ludah yang melanjut pada sekresi
kelenjar ludah diikuti oerubahan konsentrasi beberapa komponen organik atau anorganik.
Disamping itu terjadi perubahan imunologis kelenjar ludah.
Fibrosis Sistik
Tiga gejala klasik pada diagnosisi penyakit ini adalah:
- Konsentrasi klorida keringat meningkat kira – kira 5 x lipat dari harga normal.
- Gangguan penyumbatan paru – paru kronis.
- Pankreas tiodak berfungsi.
Kelenjar ludah yang terserang penyakit ini memeliki susunan yang abnormal, walaupun secara
klinis perubahannya kecil. Kadar Ca 2+ yang meningkat dapat menjadi penyebab naiknya
pertumbuhan karang gigi, yang terjadi pada 90 – 100% penderita fibrosis sistik. Kelainan gigi
pada penderita penyakiyt ini diperkirakan disebabkan karena faktor-faktor lain yang abnormal
dalam ludah.
Tumor Kelenjar Ludah
Pada pertumbuhan tumor dikelenjar ludah sering terjadi perubahan perubahan tiak spesifik,
misalnya karena pendesakan sel asinar, sehingga sintesis komponen ludah dan sekresi ludah
menurun.
1. B. Kecepatan Aliran Saliva
1. Definsi
Saliva merupakan sekresi campuran dari kelenjar saliva mayor (90% – Parotid, Submandibular,
dan Sublingual) dan kelenjar saliva minor (10%). Kondisi kuantitas dan viskositas saliva terbagi
menjadi 2, yaitu:
1. Keadaan terstimulasi
Pada keadaan ini, produksi saliva akan meningkat dan lebih encer. Sehingga kecepatan aliran
saliva pun juga meningkat. Kondisi maksimal dari keadaan terstimulasi biasanya terjadi pada
sore hari.
- Parotid (50%): berair & jernih
- Submandibular & Sublingual: 2-3 kali lebih kental dari parotid
- Kelenjar saliva minor: 9 kali lebih kental dan 45 kali lebih lengket dari parotid
1. Keadaan istirahat / tak terstimulasi
Pada keadaan ini, produksi saliva rendah dan lengket. Sehingga, kecepatan aliran saliva
menurun. Pada kondisi normal, kecepatan rendah aliran saliva ini konstan. Hal ini dapat
melembapkan dan memproteksi gigi, lidah, membran mukosa, dan orofaring. Kondisi istirahat
ini biasa terjadi saat tidur. Karena kondisi dari adanya plak, debris, dan rendahnya kecepatan
aliran saliva, karies akan semakin rentan muncul. Oleh karena itu, malam hari merupakan
kondisi terbaik untuk menyikat gigi.
- Parotid (20%): berair & jernih
- Submandibular (65%) & Sublingual (7-8%): 2-3 kali lebih kental dari parotid
- Kelenjar saliva minor (7-8%): 9 kali lebih kental dan 45 kali lebih lengket dari parotid
1. Keaadaan Normal Kecepatan Aliran Saliva
1. Keadaan terstimulasi: 1-2 ml/menit
2. Keadaan tak terstimulasi: 0.3-0.5 ml/menit
3. Hiposalivasi: 0.1-0.7 ml/menit
4. Xerostomia (xeros = kering; stoma = mulut): < 0.1 ml/menit
1. Faktor yang Mempengaruhi Perubahan Kecpatan Aliran Saliva
1. Radioterapi
Pemaparan sinar x pada kelenjar saliva karena adanya neoplasma pada daerah kepala dan leher
dapat menyebabkan reduksi kecepatan aliran saliva hingga < 0.1 ml/menit. Waktu yang
diperlukan kecepatan aliran saliva untuk kembali normal bergantung pada individu masing-
masing dan dosis pemaparan sinar x. Normalnya dibutuhkan waktu 3 bulan untuk kembali
menjadi normal, namun mungkin juga keadaan ini bersifat permanen.
1. Obat-obatan
Obat-obatan dapat menurunkan kecepatan aliran saliva. Jika obat-obatan tersebut digunakan
lebih dari beberapa minggu, diperlukan adanya tindakan yang melindunngi gigi dari karies.
- Antidepressants
- Antipsychotic drugs
- Tranquilizers
- Hypnotics
- Antihistamines
- Anticholinergics
- Antihypertensives
- Diuretics
- Anti-Parkinsonian drugs
- Appetite suppressants
- Antinauseants
- Antiemetics
- Muscle relaxants
- Expectorants
1. Penyakit
Inflamasi akut dan kronis pada kelenjar saliva (sialadenitis), dan tumor benigna dan malignant
dapat menyebabkan xerostomia.
1. Penuaan
Penuaan dapat menyebabkan reduksi pada kecepatan aliran saliva karena seiring dengan
bertambahnya umur kelenjar saliva dapat mengalami atrofi. Namun reduksi ini tidak separah
pada reduksi akibat penyakit, obat-obatan, dan radioterapi.
1. Dampak dari Perubahan Kecepatan Aliran Saliva
Oral mukosa lebih rentan terhadap luka bernanah dan infeksi.
Mucositis luka, perih, sensasi terbakar ketika makan makanan pedas, buah, minuman
berkarbon dan beralkohol, minuman panas, dan tembakau.
Timbulnya kesulitan dalam mengunyah dan berbicara karena kurangnya lubrikan.
Gigi menjadi sangat sensitif pada panas dan dingin, terutama bila dentin telah terekspos.
Peningkatan plak dan resiko gingivitis, resiko infeksi candida, dan karies rampan.
1. Pengukuran Kecepatan Aliran Saliva
Pasien dianjurkan untuk tidak makan / minum (kecuali air putih) selama 1 jam sebelum
pengambilan sampel.
Untuk mengukur keadaan tak terstimulasi, mulut pasien harus diam selama 5 menit, lalu
saliva di buang ke gelas.
Untuk mengukur keadaan terstimulasi, mulut pasien harus mengunyah paraffin film
selama 5 menit, lalu saliva di buang ke gelas.
Volume saliva dapat diukur dengan memasukan sampel ke dalam syringe (1 ml untuk
keadaan tak terstimulasi, 5 ml untuk keadaan terstimulasi).
Terakhir, volume yang sudah diketahui tersebut dibagi dengan 5 menit. Sehingga,
menghasilkan satuan ml/menit.
1. Stimulan bagi Produksi Saliva
- Mengunyah permen karet atau permen karet ber-xylitol
- Menggunakan pilocarpine hydroklorida
1. C. pH Saliva
Derajat keasaman (pH) saliva bergantung pada konsentrasi bikarbonat, meningkatnya
konsentrasi bikarbonat dalam mulut akan menyebabkan meningkatnya pH saliva. pH saliva
dalam keadaan normal berkisar antara 6,2-7,6 dengan rata-rata 6,7. Saat tidak terstimulasi pH
saliva bisa mencapai 5,7, sedangkan saat terstimulasi pH saliva bisa mencapai 8,0.
Meningkatnya pH saliva juga dapat dipengaruhi oleh kecepatan/laju aliran saliva (salivary flow
rate). Meningkatnya laju aliran saliva mengakibatkan peningkatan pH sehingga
kapasitas buffernya ikut meningkatberikut dengan kompisisidari saliva tersebut, di antaranya
adalah kalsium dan fosfat yang berhubungan dengan demineralisasi dan remineralisasi. pH saliva
dalam keadaan basa akan memacu remineralisasi, sebaliknya dalam keadaan asam saliva akan
bersivat erosive, memacu demineralisasi, dan memacu pertumbuhan bakteri
seperti Streptococcus mutans dan Lactobacillus.
Selain itu, faktor diet atau pola makan dan oral hygiene (kebersihan mulut) juga dapat
mempengaruhi pH saliva dalam mulut. Pada diet yang mengandung karbohidrat akan
menyebabkan turunnya pH saliva yang dapat mempercepat terjadinya demineralisasi enamel
gigi. Sepuluh menit setelah makan karbohidrat akan dihasilkan asam melalui proses glikolisis
dan pH dapat menurun sampai di bawah pH kritis. Beberapa makanan sumber asam yang dapat
menurunkan pH saliva antara lain makanan berkarbohidrat yang mudah difermentasi, minuman
ringan berkarbonasi, jus buah, dan makanan manis. Yang tidak kalah penting, frekuensi makan
ternyata jauh lebih berpengaruh dari jumlah total makanan yang dikonsumsi. Berhubungan
dengan kebersihan mulut, beberapa penelitian menunjukkan bahwa menyikat gigi secara rutin
sesudah makan dan sebelum tidur dengan menggunakan pasta gigi yang
mengandung xylitol dapat meningkatkan pH saliva.
Jadi dapat disimpulkan bahwa beberapa faktor yang dapat mengubah pH saliva antara lain:
1. Kapasitas buffer (konsentrasi bikarbonat)
2. Laju aliran saliva (salivary flow rate)
3. Faktor diet
4. Oral hygiene (kebersihan mulut