tugas akhir uji kalor briket limbah tongkol …
TRANSCRIPT
1
TUGAS AKHIR
UJI KALOR BRIKET LIMBAH TONGKOL JAGUNG DAN SEKAM PADI
DENGAN PROSES KARBONISASI
Diajukan sebagai Tugas Akhir dalam rangka Penyelesaian Studi pada
Departemen Teknik Lingkungan
SITTI RAHMAH ARAKE
D121 12 273
DEPARTEMEN TEKNIK LINGKUNGAN
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2017
2
TUGAS AKHIR
UJI KALOR BRIKET LIMBAH TONGKOL JAGUNG DAN SEKAM PADI
DENGAN PROSES KARBONISASI
Diajukan sebagai Tugas Akhir dalam rangka Penyelesaian Studi pada
Departemen Teknik Lingkungan
SITTI RAHMAH ARAKE
D121 12 273
DEPARTEMEN TEKNIK LINGKUNGAN
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2017
i
ii
iii
UJI KALOR BRIKET LIMBAH TONGKOL JAGUNG DAN SEKAM PADI
DENGAN PROSES KARBONISASI
Sitti Rahmah Arake1, Lawalenna Samang2 dan Achmad Zubair3
1 Mahasiswa Program Studi Teknik Lingkungan, Departemen Teknik Sipil, Universitas
Hasanuddin
Email: [email protected] 2 Dosen Pengajar Departemen Teknik Sipil, Universitas Hasanuddin
Email: [email protected] 3 Dosen Pengajar Departemen Teknik Sipil, Universitas Hasanuddin
Email: [email protected]
ABSTRAK
Indonesia memiliki potensi energi terbarukan yang sangat melimpah, namun belum diolah secara
maksimal. Bahan bakar fosil merupakan salah satu sumber energi yang tidak dapat diperbaharui dan
akan habis. Oleh karena itu diperlukan suatu alternatif untuk mengurangi penggunaan bahan bakar
dengan menggunakan energi biomassa. Salah satu upaya yang dapat dilakukan memanfatkannya
menjadi sumber energi bahan bakar alternatif, yaitu dengan mengubahnya menjadi briket. Adapun
limbah biomassa yang digunakan sebagai bahan baku adalah tongkol jagung dan sekam padi.
Metode yang digunakan untuk mengubah bahan baku menjadi arang yaitu proses karbonisasi dan
perekat yang digunakan untuk membuat briket yaitu tepung tapioka. Penelitian ini terdiri dari variasi
bahan baku tongkol jagung dan sekam padi dengan jumlah 10 variasi, dengan variasi penambahan
arang kayu sebanyak 10%. Jadi 5 variasi komposisi dengan penambahan arang kayu dan 5 variasi
komposisi tanpa penambahan arang kayu. Briket diuji dengan parameter nilai kalor, kadar air, kadar
abu, dan kadar zat terbang sesuai dengan SNI 01-6235-2000. Hasil penelitian menunjukkan bahwa
komposisi optimum dari tongkol jagung dan sekam padi yang menghasilkan nilai kalor tertinggi dan
memenuhi standar yaitu pada komposisi 75% tongkol jagung dan 25% sekam padi yaitu 5485kal/g,
sedangkan dengan penambahan arang kayu menghasilkan nilai kalor yang lebih tinggi, pada
komposisi 75% tongkol jagung dan 25% sekam padi yaitu 5544kal/g. Hasil nilai kalor yang
memenuhi SNI 01-6235-2000 yaitu 5485kal/g, 5544kal/g, 5923kal/g, 6002kal/g. Hasil kadar air
semua variasi memenuhi standar, sedangkan hasil kadar abu yang memenuhi standar yaitu 5,360%
dan 5,220%. Untuk hasil kadar zat terbang tidak ada yang memenuhi standar.
Kata kunci: Briket, Tongkol Jagung, Sekam Padi, Karbonisasi
iv
Briquette Calorific Test Of Corn Cob Waste and Rice Husk with Carbonization
Process
ABSTRACT
Indonesia has renewable energy which is very abundant but is not maximally processed yet. Fossil
fuels is one of energy source that can’t be renewable and will be run out. We need an alternative to
reducing fuel usage by using biomass energy. One effort to made it used to become alternative
energy source of fuel is by converting it into briquettes. The biomass waste that used as raw material
is corn cob and rice husk. The method used to convert raw materials into charcoal is carbonization
process and tapioca flour is used as adhesive to make briquettes. This study consists of 10 variation
of raw materials assortment from corn cob and rice husk, with variation of charcoal addition as much
as 10%. So there is 5 variation in the composition of the addition of wood charcoal and 5 variation
of composition without addition. The briquettes were tested with parameters of calorific value,
moisture, fly ash and volatile matter that according to SNI 01-6235-2000. The result of this study
showed that the optimum composition of corn cob and rice husk that produced the highest calor and
meet the standards of 75% corn cob and 25% rice husk composition is 5485cal/g, while the addition
of wood charcoal produces a higher calorific value of 75% corn cob and 25% rice husk composition
is 5544cal/g. The result of calorific values that meet the SNI 01-6235-2000 is 5485cal/g, 5544cal/g,
5923cal/g, 6002cal/g. The results of moisture of all variations meet the standards, while the result
of fly ash that meets the standards are 5,360% and 5,220%. For the result of volatile matter is no one
meets standards.
Keywords: Briquette, Corn Cob, Rice Husk, Carbonization
v
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah Subhanahu wa Ta’ala yang
telah melimpahkan rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan
Tugas Akhir yang berjudul “Uji Kalor Briket Limbah Tongkol Jagung Dan
Sekam Padi Dengan Proses Karbonisasi”, sebagai salah satu syarat yang
diajukan untuk menyelesaikan studi pada Program Studi Teknik Lingkungan
Departemen Sipil Fakultas Teknik Universitas Hasanuddin.
Ucapan terima kasih tak terhingga penulis ucapkan kepada Ayahanda
Darmawan dan Hj. Sitti Dahlia Arake untuk doa, kasih sayang, semangat dan
pengorbanan yang begitu besar kepada anaknya, dan Adik-adik saya yang selalu
memberikan semangat dan motivasi.
Keberhasilan Tugas Akhir ini tidak lepas dari bantuan, bimbingan dan
dukungan semua pihak terkait. Untuk itu penulis mengucapkan terima kasih
kepada:
1. Bapak Dr. Ing. Ir. Wahyu Haryadi Piarah, M.S., M.E., selaku Dekan Fakultas
Teknik Universitas Hasanuddin.
2. Bapak Dr. Ir. Muhammad Arsyad Thaha, M.T., selaku Ketua Jurusan Teknik
Sipil Fakultas Teknik Universitas Hasanuddin.
3. Ibu Dr. Ir. Hj. Sumarni Hamid Aly, M.T., selaku Ketua Program Studi Teknik
Lingkungan Jurusan Sipil Fakultas Teknik Universitas Hasanuddin.
4. Bapak Prof. Dr. Ir. H. Lawalenna Samang, M.S., M.Eng., selaku dosen
pembimbing 1 yang telah meluangkan banyak waktu memberikan bimbingan
dan pengarahan hingga selesainya penulisan Tugas Akhir ini.
vi
5. Bapak Dr. Ir. Achmad Zubair, M.Sc., selaku pembimbing II yang penuh
kesabaran dan keikhlasan membimbing, mengarahkan dan memberikan saran
hingga selesainya penulisan Tugas Akhir ini.
6. Ibu Dr. Eng Ir. Rita Tahir Lopa. M.T., selaku Kepala Laboratorium Hidrolika
yang selalu memberikan motivasi daam penyelesaian Tugas Akhir ini.
7. Seluruh dosen, staf dan karyawan Jurusan Sipil Fakultas Teknik Universitas
Hasanuddin.
8. Agung Setiawan, yang selalu menjadi penyemangat dan sangat membantu dari
maba hingga terselesaikannya Tugas Akhir ini.
9. Almarhum Nur Indah Sari, Kurnia Putri Utami, dan Muh. Nurul Ma’arif yang
merupakan sepupu yang senantiasa mendoakan, membantu dan memberikan
semangat.
10. Ansmunandar dan Muammar selaku asisten Laboratorium Struktur dan Bahan
yang sangat membantu selama penelitian.
11. Mamimay, Kiki, Anti, dan Utin atas kebersamaan yang terjalin dari maba
hingga saat ini, baik itu susah maupun senang, serta bantuan dan motivasinya.
Dan Juga Abe, Puspa, Ismi, Inayah, Cici, Firah, Uci, Nia, Fitri, Wana, Elly dan
Cia untuk kebersamaannya, bantuan, dan semangatnya selama penyelesaian
Tugas Akhir ini.
12. Bapak Ahmad selaku Laboran Lab. Hidrolika dan Kak Syahril, Kak Agung,
Kak Fian, Kak Mirza, Kak Faydil, Yusuf, Azka, Fadhil, Nabila, Wahid, dan
Arif selaku teman-teman asisten Laboratorium Hidrolika atas kebersamaan dan
motivasinya selama ini.
vii
13. Rekan-rekan mahasiswa angkatan 2012 Draztiz09 Male dan Draztiz09 Female
Se-Jurusan Sipil Fakultas Teknik Universitas Hasanuddin yang tidak dapat
disebutkan satu persatu yang senantiasa memberikan semangat dan motivasi
dari maba hingga sekarang.
Penulis menyadari bahwa tulisan ini tidak luput dari kekurangan-
kekurangan. Oleh karena itu penulis mengharapkan kepada para pembaca, kiranya
dapat memberi sumbangan pemikiran demi kesempurnaan dan pembaharuan tugas
akhir ini.
Akhir kata, semoga Allah Subhanahu wa Ta’ala melimpahkan Rahmat-
Nya kepada kita dan Tugas Akhir ini dapat memberikan manfaat bagi pihak-pihak
yang berkepentingan.
Makassar, Juli 2017
Penulis,
Sitti Rahmah Arake
viii
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL ................................................................................... i
LEMBAR PENGESAHAN ........................................................................ ii
ABSTRAK ................................................................................................... iii
KATA PENGANTAR ................................................................................. v
DAFTAR ISI ................................................................................................ viii
DAFTAR TABEL ....................................................................................... x
DAFTAR GAMBAR ................................................................................... xi
DAFTAR LAMPIRAN ............................................................................... xiii
BAB I PENDAHULUAN ............................................................................ I-1
A. Latar Belakang ............................................................................ I-1
B. Rumusan Masalah ....................................................................... I-3
C. Tujuan Penelitian ........................................................................ I-4
D. Manfaat Penelitian ...................................................................... I-4
E. Batasan Masalah .......................................................................... I-5
F. Sistematika Penulisan ................................................................. I-5
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ................................................................. II-1
A. Biomassa ..................................................................................... II-1
B. Tongkol Jagung ........................................................................... II-3
C. Sekam Padi .................................................................................. II-7
D. Kayu ............................................................................................ II-10
E. Briket ........................................................................................... II-13
ix
F. Proses Pembuatan Briket ............................................................. II-18
G. Parameter Karakteristik Briket .................................................... II-23
H. Penelitian Terdahulu ................................................................... II-30
BAB III METODOLOGI PENELITIAN
A. Jenis Penelitian ............................................................................ III-1
B. Waktu dan Lokasi Penelitian ...................................................... III-1
C. Rancangan Penelitian .................................................................. III-1
D. Diagram Alir Penelitian .............................................................. III-3
E. Pelaksanaan Penelitian ................................................................ III-5
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN .................................................... IV-1
A. Karakteristik Briket dari Arang Tongkol Jagung, Sekam Padi,
dan Kayu ...................................................................................... IV-1
B. Kalor Briket Variasi Tongkol Jagung dan Sekam Padi .............. IV-2
C. Kalor Briket Tongkol Jagung dan Sekam Padi dengan
Penambahan Arang kayu ............................................................. IV-5
D. Perbandingan Kalor Briket Uji Coba dengan Standar Mutu
Briket SNI 1-6235-2000 ............................................................... IV-7
BAB V PENUTUP ....................................................................................... V-1
A. Kesimpulan ................................................................................. V-1
B. Saran ............................................................................................ V-2
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
x
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 2.1 Komposisi Kimia Tongkol Jagung ............................................. II-4
Tabel 2.2 Komposisi Kimia Sekam Padi ..................................................... II-8
Tabel 2.3 Komposisi Kimia dari Kayu ........................................................ II-12
Tabel 2.4 Standarisasi Mutu Briket Arang ................................................... II-29
Tabel 2.5 Matriks Referensi Jurnal yang Relevan ...................................... II-31
Tabel 3.1 Rancangan Penelitian .................................................................. III-1
Tabel 3.2 Komposisi Berat Bahan Serbuk Arang ....................................... III-11
Tabel 4.1 Hasil Pengujian Karakteristik Briket ........................................... IV-1
Tabel 4.2 Hasil Pengujian Nilai Kalor Variasi Tongkol Jagung dan
Sekam Padi .................................................................................. IV-3
Tabel 4.3. Hasil Pengujian Nilai Kalor Variasi Tongkol Jagung dan Sekam
Padi dengan Penambahan Arang Kayu ........................................ IV-5
Tabel 4.4 Perbandingan Nilai Kalor dengan SNI ........................................ IV-7
Tabel 4.5 Perbandingan Kadar Air dengan SNI .......................................... IV-10
Tabel 4.6 Perbandingan Kadar Abu dengan SNI ......................................... IV-13
Tabel 4.7 Perbandingan Kadar Zat Mudah Menguap dengan SNI .............. IV-16
Tabel 4.8 Perbandingan Karakteristik Briket Tongkol Jagung dan Sekam
Padi dengan SNI ........................................................................... IV-20
xi
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 2.1 Limbah Tongkol Jagung .......................................................... II-6
Gambar 2.2 Limbah Sekam Padi ................................................................ II-10
Gambar 2.3 Briket atau Briket Bioarang .................................................... II-13
Gambar 3.1 Diagram Alir Penelitian .......................................................... III-4
Gambar 3.2 Alat yang Digunakan untuk Proses Karbonisasi ..................... III-6
Gambar 3.3 Bahan yang Digunakan dalam Pembuatan Briket .................... III-6
Gambar 3.4 Alat dan Bahan yang Digunakan untuk Membuat Briket ........ III-7
Gambar 3.5 Pengeringan Bahan Baku Tongko Jagung ............................... III-8
Gambar 3.6 Pengeringan Bahan Baku Sekam Padi .................................... III-8
Gambar 3.7 Proses Karbonisasi Tongkol Jagung dan Sekam Padi .............. III-9
Gambar 3.8 Proses Pengecilan Ukuran Arang Tongkol Jagung, Sekam
Padi, dan Arang Kayu .............................................................. III-10
Gambar 3.9 Pengayakan Serbuk Arang ...................................................... III-10
Gambar 3.10 Pencampuran Bahan ............................................................... III-13
Gambar 3.11 Proses Pengepresan dan Pencetakan ...................................... III-14
Gambar 3.12 20 Briket dari Bahan Tongkol Jagung dan Sekam Padi ........ III-14
Gambar 3.13 Dimensi Briket ....................................................................... III-14
Gambar 3.14 Briket tanpa Penambahan Arang Kayu ................................. III-15
Gambar 3.15 Briket dengan Penambahan Arang Kayu .............................. III-15
Gambar 3.16 Alat Bomb Calorimeter ......................................................... III-17
xii
Gambar 4.1 Pengaruh Komposisi Tongkol Jagung dan Sekam Padi terhadap
Nilai Kalor Briket .................................................................... IV-3
Gambar 4.2 Pengaruh Komposisi Tongkol Jagung dan Sekam Padi dengan
Penambahan Arang Kayu terhadap Nilai Kalor Briket ........... IV-6
Gambar 4.3 Perbandingan Nilai Kalor dengan SNI ..................................... IV-8
Gambar 4.4 Perbandingan Kadar Air dengan SNI ....................................... IV-10
Gambar 4.5 Perbandingan Kadar Abu dengan SNI ..................................... IV-13
Gambar 4.6 Perbandingan Kadar Zat Mudah Menguap dengan SNI .......... IV-17
xiii
DAFTAR LAMPIRAN
1. Hasil Uji Laboratorium
2. SNI 1-6235-2000 tentang Briket Arang Kayu
I-1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Keterbatasan energi merupakan salah satu permasalahan yang terjadi di
hampir seluruh negara di dunia, termasuk Indonesia. Indonesia merupakan salah
satu negara dengan potensi energi terbarukan yang sangat melimpah, namun belum
diolah secara maksimal. Sedangkan tiap tahunnya kebutuhan energi semakin
meningkat seiring dengan semakin meningkatnya aktivitas manusia. Energi yang
dihasilkan berasal dari bahan bakar fosil. Bahan bakar fosil merupakan salah satu
sumber energi yang tidak dapat diperbaharui dan akan habis. Oleh karena itu
diperlukan suatu alternatif untuk mengurangi penggunaan bahan bakar. Salah satu
alternatif tersebut yaitu dengan penggunaan energi biomassa.
Energi biomassa merupakan sumber energi yang berasal dari sumber daya
alam yang dapat diperbaharui sehingga berpeluang untuk dimanfaatkan sebagai
bahan bakar alternatif (Maryono, dkk., 2013). Biomassa meliputi limbah kayu,
limbah pertanian, limbah perkebunan, limbah hutan, komponen organik dari
industri dan rumah tangga. Adapun biomassa limbah pertanian yang digunakan
sebagai bahan baku untuk dijadikan bahan bakar allternatif adalah tongkol jagung
dan sekam padi.
Tongkol jagung dan sekam padi merupakan limbah pertanian yang cukup
besar di Indonesia, termasuk Sulawesi Selatan. Berdasarkan Data Badan Pusat
Statistik (BPS) Provinsi Sulawesi Selatan tahun 2016, produksi padi tahun 2015
sebanyak 5,47 juta ton Gabah Kering Giling (GKG) atau mengalami kenaikan
I-2
sebanyak 5,71 ribu ton (0,84 persen) dibandingkan tahun 2014. Kenaikan produksi
terjadi karena kenaikan luas panen seluas 4,01 ribu hektar (0,39 persen) dan
produktivitas sebesar 0,24 kuintal/hektar (0,45 persen). Sedangkan untuk produksi
jagung tahun 2015 sebanyak 1,53 juta ton pipilan kering, mengalami kenaikan
sebanyak 37,42 ribu ton (2,51 persen) dibandingkan tahun 2014. Kenaikan produksi
terjadi karena kenaikan luas panen seluas 5,38 ribu hektar (1,86 persen) dan
produktivitas sebesar 0,33 kuintal/hektar (0,64 persen).
Berdasarkan data diatas, produksi jagung dan padi mengalami peningkatan
produksi setiap tahunnya di Sulawesi Selatan. Hal ini akan berbanding lurus dengan
peningkatan hasil limbah tongkol jagung dan sekam padi. Salah satu upaya yang
dapat dilakukan untuk mengolah limbah ini adalah dengan memanfatkannya
menjadi sumber energi bahan bakar alternatif, yaitu dengan mengubahnya menjadi
briket.
Briket merupakan bahan bakar yang berwujud padat dan berasal dari sisa-
sisa bahan organik yang akan menjadi bahan bakar alternatif dan memiliki nilai
kalor lebih tinggi melalui proses karbonisasi. Briket juga mempunyai keuntungan
ekonomis karena dapat diproduksi secara sederhana, dan ketersediaan bahan
bakunya cukup banyak di Indonesia karena dapat bersaing dengan bahan bakar lain
(Santosa, dkk., 2010).
Briket memiliki standar mutu briket yang mengacu dengan SNI 1-6235-
2000 tentang briket arang kayu. Mutu briket yang baik adalah briket yang
memenuhi standar mutu agar dapat digunakan sesuai keperluannya. Sifat-sifat
penting dari briket yang mempengaruhi kualitas bahan bakar adalah sifat fisik dan
I-3
kimia seperti kadar air, kadar abu, kadar zat yang menguap dan nilai kalor. Kadar
air, kadar abu dan kadar zat yang menguap diharapkan serendah mungkin
sedangkan nilai kalor diharapkan setinggi mungkin. karena semakin tinggi nilai
kalor briket arang, semakin tinggi pula kualitas briket yang dihasilkan. Mutu briket
juga dipengaruhi oleh keberadaan perekat dalam briket baik jumlah maupun jenis
perekat serta cara pengujian yang digunakan (Maryono, dkk., 2013).
Hasil penelitian terdahulu oleh Mangkau dkk. (2011) yang memanfaatkan
bahan yang sama dengan suhu karbonisasi 200-2500C, menunjukkan nilai kalor
tertinggi yang terdapat dalam briket komposisi (75% tongkol jagung 25% sekam
padi) yaitu 22343,78 kJ/kg atau 5336,720 kal/g, dan hanya nilai kalor tersebut yang
masuk dalam standar mutu briket sesuai SNI 1-6235-2000 tentang briket arang
kayu.
Berdasarkan uraian di atas, perlu dilakukan penelitian dengan
memanfaatkan limbah tongkol jagung dan sekam padi sebagai bahan baku
pembuatan briket, dan diharapkan dengan suhu yang lebih tinggi pada proses
karbonisasi akan menghasilkan briket dengan nilai kalor yang sesuai dengan SNI
1-6235-2000. Oleh karena itu, penulis melakukan penelitian dengan judul “Uji
Kalor Briket Limbah Tongkol Jagung dan Sekam Padi Dengan Proses
Karbonisasi”.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang, rumusan masalah dapat diuraikan sebagai
berikut:
I-4
1. Bagaimanakah pengaruh komposisi tongkol jagung dan sekam padi
terhadap nilai kalor briket yang dihasilkan?
2. Bagaimanakah pengaruh penambahan arang kayu terhadap nilai kalor
briket yang dihasilkan ?
3. Bagaimana kualitas briket dengan komposisi tongkol jagung dan sekam
padi yang dihasilkan dan kesesuaiannya dengan SNI 1-6235-2000?
C. Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah di atas, tujuan dari penelitian ini adalah:
1. Menganalisis komposisi optimum tongkol jagung dan sekam padi
terhadap nilai kalor yang dihasilkan.
2. Menganalisis pengaruh penambahan arang kayu terhadap nilai kalor
yang dihasilkan.
3. Membandingkan standar mutu briket yang dihasilkan dari komposisi
tongkol jagung dan sekam padi dengan standar mutu briket yang
mengacu pada SNI 1-6235-2000 tentang Briket Arang Kayu.
D. Manfaat Penelitian
Manfaat yang didapat dari penelitian ini, diantaranya adalah :
1) Memberikan informasi mengenai biomassa dari limbah pertanian yang
dapat dijadikan sebagai bahan bakar alternatif.
2) Memberikan informasi mengenai pembuatan briket dari tongkol jagung
dan sekam padi.
I-5
3) Sebagai salah satu sumbangan dalam pengembangan ilmu pengetahuan
sehingga menambah wawasan khususnya pada pembuatan briket.
E. Batasan Masalah
Untuk menghindari pembahasan yang meluas dari rumusan masalah maka
penulis memberikan batasan masalah. Adapun batasan-batasan masalah yang
diangkat diantaranya :
1. Bahan baku yang digunakan adalah tongkol jagung, sekam padi, dan
arang kayu yang berasal dari kabupaten Gowa.
2. Pengujian terhadap kualitas briket meliputi nilai kalor, kadar air, kadar
abu, dan kadar zat menguap.
3. Bahan perekat yang digunakan adalah tepung tapioka (kanji).
4. Hasil pengujian dibandingkan dengan SNI 01-6235-2000 untuk syarat
mutu briket arang kayu.
F. Sistematika Penulisan
Penulisan tugas akhir ini terbagi ke dalam 5 bab dengan sistematika sebgai
berikut:
BAB I PENDAHULUAN
Bab ini menguraikan latar belakang, rumusan masalah,
tujuan penelitian, manfaat penelitian, batasan masalah serta
sistematika penulisan.
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
I-6
Bab ini menguraikan teori-teori yang berkaitan dengan tema
penelitian yang digunakan sebagai acuan dalam
menyelesaikan masalah, serta kajian terhadap penelitian-
penelitian terdahulu yang relevan.
BAB III METODOLOGI PENELITIAN
Bab ini menguraikan jenis penelitian, waktu dan lokasi
penelitian, rancangan penelitian, diagram alir penelitian serta
pelaksanaan penelitian.
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
Bab ini menguraikan hasil penelitian yang berupa data hasil
pengujian serta berisi pembahasan masalah.
BAB V PENUTUP
Bab ini menguraikan kesimpulan dan saran penulis berkaitan
dengan hasil penelitian.
II-1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Biomassa
Biomassa adalah suatu limbah benda padat yang bisa dimanfaatkan lagi
sebagai sumber bahan bakar. Biomassa meliputi limbah kayu, limbah pertanian,
limbah perkebunan, limbah hutan, komponen organik dari industri dan rumah
tangga. Energi biomassa dapat menjadi sumber energi alternatif pengganti bahan
bakar fosil (minyak bumi) karena beberapa sifatnya yang menguntungkan yaitu
sumber energi ini dapat dimanfaatkan secara lestari karena sifatnya yang dapat
diperbaharui (renewable resources), sumber energi ini relatif tidak mengandung
unsur sulfur sehingga tidak menyebabkan polusi udara dan juga dapat
meningkatkan efisiensi pemanfaatan sumber daya hutan dan pertanian (Syafi’I,
2003 dalam Sinurat, 2011).
Secara umum biomassa merupakan bahan yang dapat diperoleh dari limbah
tanaman seperti hasil pertanian berupa sekam padi, tongkol jagung, jerami, dan
hasil perkebunan berupa tempurung kelapa, ampas tebu, kulit durian, cangkang
maupun tandang sawit, dan hasil pengolahan hutan berupa serbuk gergaji, dari
semua biomassa tersebut baik secara langsung atau tidak langsung semuanya dapat
dimanfaatkan sebagai sumber energi alternatif terbaharukan yang ramah
lingkungan dan harga yang relatif murah (Hardiawan dan Fadli, 2015).
Menurut Silalahi (2000) dalam Maidi (2016) menyatakan biomassa adalah
campuran material organik yang kompleks, biasanya terdiri dari karbohidrat,
lemak, protein dan mineral lain yang jumlahnya sedikit seperti sodium, fosfor,
II-2
kalsium dan besi. Komponen utama tanaman biomassa adalah karbohidrat (berat
kering ± 75%), lignin (± 25%) dimana dalam beberapa tanaman komposisinya bisa
berbeda-beda.
Bahan bakar alternatif biomassa yang dapat dimanfaatkan adalah briket,
banyak orang yang memanfaatkan energi dari bahan bakar bakar alternatif briket
untuk menyokong penipisan cadangan bahan bakar fosil. Beberapa bahan yang
sudah pernah dijadikan briket adalah kulit durian, sekam padi, bungkil biji jarak,
dll. Briket merupakan bahan bakar padat, briket yang dihasilkan dari biomassa lebih
ramah lingkungan karena tidak menghasilkan emisi gas beracun, seperti NOx dan
SOx yang dihasilkan pada pembakaran briket batu bara (Lestari, 2015). Salah satu
teknologi yang memungkinkan dapat merubah biomassa menjadi lebih praktis dan
ekonomis yaitu briket. Teknologi ini memungkinkan untuk meningkatkan
karakteristik bahan bakar biomassa. Daya tarik pada briket adalah kualitas briket
sebagai bahan bakar yang meliputi sifat fisik dan kimia termasuk nilai kalor yang
dihasilkan dapat diatur melalui karakteristik briket meliputi kepadatan, ukuran
briket, kuat mampat, dan kandungan air. Sehingga briket adalah bahan bakar padat
yang dapat digunakan sebagai sumber energi alternatif yang mempunyai bentuk
tertentu (Arni dan Anis, 2014).
Biomassa pada umumnya mempunyai densitas yang cukup rendah, sehingga
akan mengalami kesulitan dalam penanganannya. Densifikasi biomassa menjadi
briket bertujuan untuk meningkatkan densitas dan mengurangi persoalan
penanganan seperti penyimpanan dan pengangkutan. Secara umum densifikasi
biomassa mempunyai beberapa keuntungan antara lain dapat menaikkan nilai kalor
II-3
per unit volume, mudah disimpan dan diangkut serta mempunyai ukuran dan
kualitas yang seragam. Biomassa terdiri atas beberapa komponen yaitu air
(moisture content), zat mudah menguap (volatile matter), karbon terkat (fixed
carbon), dan abu (ash). Mekanisme pembakaran biomassa terdiri dari tiga tahap
yaitu pengeringan (drying), devolatilisasi (devolatilization), dan pembakaran arang
(char combustion). Proses pengeringan akan menghilangkan moisture,
devolatilisasi yang merupakan tahapan pembakaran akan melepaskan volatile, dan
pembakaran arang yang merupakan tahapan reaksi antara karbon dan oksigen, akan
melepaskan kalor. Laju pembakaran arang tergantung pada laju reaksi antara
karbon dan oksigen pada permukaan dan laju difusi oksigen pada lapis batas dan
bagian dalam dari arang. Reaksi permukaan terutama membentuk CO. Diluar
partikel, CO akan bereaksi lebih lanjut membentuk CO2. Pembakaran akan
menyisakan material berupa abu (Surono, 2010).
B. Tongkol Jagung
Jagung (Zea mays L.) merupakan salah satu tanaman pangan dunia yang
terpenting, selain gandum dan padi. Tanaman jagung merupakan salah satu jenis
tanaman pangan biji-bijian dari keluarga rumput-rumputan. Berasal dari Amerika
yang tersebar ke Asia dan Afrika melalui kegiatan bisnis orang-orang Eropa ke
Amerika. Sekitar abad ke-16 orang Portugal menyebarluaskannya ke Asia termasuk
Indonesia. Orang Belanda menamakannya mais dan orang Inggris menamakannya
corn. orang Inggris menamakannya corn. Pada varietas tertentu tanaman jagung
memiliki tinggi kurang dari 60 cm dan tipe yang lain dapat mencapai 6 m atau lebih
saat dewasa (Hambali dkk., 2007 dalam Widarti dkk., 2016).
II-4
Tongkol jagung merupakan salah satu limbah lignoselulosik yang banyak
tersedia di Indonesia. Limbah lignoselulosik adalah limbah pertanian yang
mengandung selulosa, hemiselulosa, dan lignin. Masing-masing merupakan
senyawa-senyawa yang potensial dapat dikonversi menjadi senyawa lain secara
biologi. Tongkol jagung dapat digunakan sebagai substrat pada fermentasi enzim
selulase dengan bantuan mikroorganisme seperti Aspergillus niger. Selulase
merupakan sumber karbon yang dapat digunakan mikroorganisme sebagai substrat
dalam proses fermentasi untuk menghasilkan produk yang mempunyai nilai
ekonomi tinggi (Suprapto dan Rasyid, 2002 dalam Shofiyanto, 2008). Yuniarti
dkk., (2011) dalam Utami (2016) mengatakan bahwa kandungan lignin dan selulosa
yang tinggi akan menghasilkan nilai kalor yang tinggi pula. Adapun komposisi
kimia dari tongkol jagung dapat dilihat Tabel 2.1.
Tabel 2.1 Komposisi Kimia Tongkol Jagung
No Komponen % Berat
1 Selulosa 41
2 Lignin 16
3 Hemiselulosa 36
4 Air dan lain-lain 7
Sumber : Huda, 2007 dalam Shofiyanto, 2008
Menurut Rasyidi dkk. (2013) kadar senyawa kompleks lignin dalam tongkol
jagung adalah 6,7-13,9%, untuk hemiselulose 39,8%, dan selulose 32,3-45,6%.
Selulose hampir tidak pernah ditemui dalam keadaan murni di, melainkan selalu
berikatan dengan bahan lain yaitu lignin dan hemiselulose.
Menurut Irawadi (1990) dalam Shofiyanto (2008) limbah pertanian (termasuk
tongkol jagung), mengandung selulosa (40-60%), hemiselulosa (20-30%) dan
II-5
lignin (15-30%). Komposisi kimia tersebut membuat tongkol jagung dapat
digunakan sebagai sumber energi, bahan pakan ternak dan sebagai sumber karbon
bagi pertumbuhan mikroorganisme.
Menurut Marliani dkk. (2010) dalam Widarti dkk. (2016) tongkol jagung juga
mengandung serat kasar yang cukup tinggi yakni 33%, kandungan selulosa sekitar
44,9% dan kandungan lignin sekitar 33,3% yang memungkinkan tongkol jagung
dijadikan bahan baku briket arang.
Sebagai sumber karbohidrat utama di Amerika Tengah dan Selatan, jagung
juga menjadi alternatif sumber pangan di Amerika Serikat. Penduduk beberapa
daerah di Indonesia (misalnya di Madura dan Nusa Tenggara) juga menggunakan
jagung sebagai pangan pokok. Selain sebagai sumber karbohidrat, jagung juga
ditanam sebagai pakan ternak (hijauan maupun tongkolnya), diambil minyaknya
dari bulir), dibuat tepung (dari bulir, dikenal dengan istilah tepung jagung atau
maizena), dan bahan baku industri (dari tepung bulir dan tepung tongkolnya).
Tongkol jagung kaya akan pentosa, yang dipakai sebagai bahan baku pembuatan
furfural. Jagung yang telah direkayasa genetika juga sekarang ditanam sebagai
penghasil bahan farmasi (Sinurat, 2011).
Dalam kegiatan industri jagung dihasilkan limbah seperti kelobot dan tongkol
jagung (corn cob). Kelobot adalah kulit buah jagung. Kelobot jagung mempunyai
permukaan yang kasar dan berwarna hijau muda hingga hijau tua. Semakin ke
dalam warna kelobot semakin muda dan akhirnya berwarna putih. Jumlah rata-rata
kelobot dalam tongkol jagung adalah 12-15 lembar. Semakin tua umur jagung
semakin kering kelobot jagungnya.Batang jagung (corn stover) merupakan limbah
II-6
jagung. Setelah masa produktif jagung habis maka limbah batang jagung yang
dihasilkan cukup besar dan memiliki kandungan serat yang tinggi dapat
dimanfaatkan sebagai bahan baku bio oil (Hambali, dkk., 2007 dalam Widarti, dkk.,
2016). Limbah tongkol jagung dapat dilihat pada Gambar 2.1.
Gambar 2.1 Limbah Tongkol Jagung
Pada dasarnya limbah tongkol jagung melimpah tetapi tidak termanfaatkan
dengan optimal. Dengan ini timbul gagasan untuk memanfaatkannya supaya
mempunyai nilai lebih. Pembriketan merupakan metode yang efektif untuk
mengkonversi bahan baku padat menjadi suatu bentuk hasil kompaksi yang lebih
efektif, efisien dan mudah untuk digunakan. Adapun alasan pemilihan tongkol
jagung sebagai bahan utama dikarenakan jumlahnya yang sangat melimpah dan
tidak optimal dalam pemanfaatannya bahkan bisa dikatan tidak terpakai (limbah)
(Sinurat, 2011).
II-7
C. Sekam Padi
Padi merupakan komoditas pangan utama di Indonesia. Tingkat produksi
maupun konsumsi padi selalu menempati urutan pertama dibandingkan dengan
komoditas tanaman pangan lainnya. Konsumsi padi dari tahun ke tahun selalu
mengalami peningkatan seiring dengan pertambahan penduduk. Demikian juga
dengan produksi maupun produktivitas padi semakin meningkat seiring dengan
penggunaan varietas unggul dan teknik budidaya yang intensif (Mahmud dan
Sulistyo, 2014).
Tanaman padi merupakan sejenis tumbuhan semusim yang sangat mudah
ditemukan, terutama di daerah pedesaan. Tanaman padi termasuk tanaman yang
berumur pendek. Biasanya hanya berumur kurang dari satu tahun dan berproduksi
satu kali. Setelah tanaman padi itu berbuah dan dipanen, padi tidak akan tumbuh
seperti semula lagi, tetapi akan mati. Pada dasarnya, tanaman padi dibagi menjadi
dua bagian, yaitu bagian vegetatif dan bagian generatif. Bagian vegetatif terdiri atas
akar, batang, anakan, dan daun, sedangkan bagian generatif terdiri atas malai dan
buah padi (AAK, 1990 dalam Mahmud dan Sulistyo, 2014).
Sekam padi adalah bagian terluar dari butir padi. Sekam padi merupakan
produk samping yang melimpah dalam proses penggilingan padi, yaitu sekitar 20%
dari bobot gabah. Sekam padi terdiri dari senyawa organik dan senyawa anorganik.
Komposisi senyawa organik dalam sekam padi terdiri atas protein, lemak, serat,
pentosa, selulosa, hemiselulosa, dan lignin. Sedangkan komposisi senyawa
anorganik biasanya terdapat dalam abunya. Adapun komposisi kimia sekam padi
dapat dilihat pada Tabel 2.2.
II-8
Tabel 2.2 Komposisi Kimia Sekam Padi
(Sumber : Mahmud dan Sulistyo, 2014)
Penggunaan sekam padi antarnegara atau daerah berbeda-beda, tergantung
pada sistem penggilingan padi. Pertimbangan penggunaannya akan dipengaruhi
oleh suplai di suatu daerah, penyimpanan, teknologi yang ada, dan yang penting
adalah pertimbangan ekonomi. Diperkirakan saat ini, hampir seluruh sekam tidak
dipakai atau dibuang begitu saja. Sebenarnya, sekam padi bisa digunakan untuk
berbagai keperluan, akan tetapi penggunaannya di Indonesia masih terbatas pada
beberapa hal, seperti litter untuk ternak dan bahan bakar untuk pembakaran tanah
liat (Edi dkk., 1991 dalam Mahmud dan Sulistyo, 2014).
Menurut Joddy dan Nova (1999) dalam Mahmud dan Sulistyo (2014), sekam
padi sebagai limbah pertama dari penggilingan padi memiliki potensi cukup besar
dalam industri, diantaranya sebagai berikut:
1. Sumber Silika
Silika dapat diperoleh dengan membakar sekam pada suhu tertentu sehingga
dihasilkan abu yang berwarna keputih-putihan yang mengandung silika
sebagai komponen utamanya.
No Komponen % Berat
1 H2O 2,4 - 11,35
2 Protein kasar 1,7 - 7,26
3 Lemak kasar 0,38 - 2,98
4 Ekstrak nitrogen bebas 24,7 - 38,79
5 Serat Kasar 31,37 - 49,92
6 Abu 13,16 - 29,04
7 Pentosa 16,94 - 21,95
8 Selulosa 34,34 - 43,80
9 Lignin 21,40 – 46,97
II-9
2. Penghasil pelarut berupa minyak
Pemasakan sekam dengan adanya larutan asam dalam proses destilasi uap
akan menghasilkan minyak yang berfungsi sebagai pelarut. Juga sebagai
bahan baku industri kimia, terutama kandungan zat kimia furfural.
3. Bahan Bangunan
Sekam digunakan pada bahan bangunan terutama kandungan silika (SiO2)
untuk campuran pada pembuatan semen portland, bahan isolasi, husk-board
dan campuran pada industri bata merah, seperti cetakan batu bata, batu bata
tulis. Hal ini penting untuk membuat batu bata dan beton lebih ringan. Sekam
padi juga dapat digunakan untuk membuat papan kedap air bagi bangunan.
4. Bahan Bakar
Sekam dipakai untuk menggerakkan mesin di dalam penggilingan padi. Selain
itu dipakai untuk memanaskan udara dalam pengeringan padi. Sumber energi
panas karena kadar selulosanya cukup tinggi sehingga dapat memberikan
pembakaran yang merata dan stabil. Jika diinginkan tidak ada asap dan
pemanasan lebih lama, maka sekam digunakan dalam bentuk briket arang
sekam.
5. Bahan Pengampelas
Kandungan silika yang sangat tinggi pada bagian luar sekam mengakibatkan
kekerasan yang tinggi pada sekam. Hal tersebut membuat sekam mempunyai
sifat abrasive (sifat keras) sehingga dapat digunakan sebagai pembersih dan
politur.
II-10
Sekam padi pada umumnya sulit untuk dinyalakan dan tidak mudah terbakar
dengan api diruang terbuka kecuali udara ditiupkan kedalamnya. Sekam padi sangat
tahan kelembaban dan dekomposisi jamur yang menyebabkan sekam padi sulit
terurai secara alami. Ketika sekam padi dibakar kadar abu yang diperoleh adalah
17-26% jauh lebih tinggi dari bahan bakar lainnya (kayu 0,2-2% dan batu bara
12.2%) (Widarti dkk., 2016). Limbah sekam padi digunakan sebagai salah satu
sumber energi terbarukan. Limbah sekam padi dapat dilihat pada Gambar 2.2.
Gambar 2.2 Limbah Sekam Padi
D. Kayu
Penggunaan berbagai jenis kayu sebagai bahan bakar telah banyak dilakukan.
Dengan menggunakan barbagai jenis kayu sebagai bahan bakar seperti kayu bakar,
serbuk gergaji kayu, ampas tebu, dan kayu bekas peti kemas (Tranggono dkk, 1977
dalam Setiawan dkk., 2012). Menurut jofie F. Dumanauw (1996) dalam Setiawan
dkk. (2012), kayu terdiri beberapa unsur kimia. Namun, persentase kandungan yang
terdapat dalam kayu tersebut berbeda – beda untuk tiap – tiap jenis kayu. Biasanya
jenis kayu keras memiliki persentase komposisi kimia yang lebih tinggi bila
II-11
dibandingkan dengan kayu lunak. Komposisi kimia dari kayu terdiri dari beberapa
unsur antara lain:
1. Unsur Karbohidrat yang terdiri dari selulosa. Selulosa merupakan
polisakarida yang tersusun dari glukosa dengan rumus molekul C6H12O6.
selulosa merupakan bahan utama kayu yang berkaitan erat dengan bahan
struktural tumbuhan yang kompleks yang disebut lignin. Selulosa pada kayu
terutama terletak pada dinding sel skunder, yaitu 39 – 45 % (Sjostrom,1995
dalam Setiawan dkk., 2012).
2. Unsur karbohidrat yang terdiri dari hemiselulosa. Hemiselulosa merupakan
senyawa dengan molekul – molekul besar yang berupa karbohidrat (J.F.
Dumanauw,1996 dalam Setiawan dkk., 2012). Kadar hemiselulosa dalam
kayu berkisar antara 15 – 25 % yang tersusun atas gula beratom C-5 dengan
rumus molekul C5H10O5 yang disebut pentosan.
3. Unsur non karbohidrat yang terdiri dari lignin. Lignin merupakan suatu
polimer yang kompleks dengan bentuk amorf dan memiliki berat molekul
yang tinggi (J.F. Dumanauw, 1996 dalam Setiawan dkk., 2012). Kadar lignin
dalam kayu berkisar antara 18 - 33 %. Memiliki titik nyala 250 – 2750C.
Lignin tersusun atas unit–unit fenil propan. Lignin yang terdapat diantara sel
- sel di dalam dinding sel, berfungsi sebagai perekat antar sel. Lignin dapat
mempertinggi sifat racun yang membuat kayu tahan bakteri–bakteri perusak
dan serangga, namun ada beberapa kelompok mikroorganisme seperti jamur
yang memiliki enzim tertentu yang tidak bisa dirombak oleh lignin (Kirk dan
Ferrel dalam Richard, 1996 dalam Setiawan dkk., 2012).
II-12
4. Unsur yang diendapkan dalam kayu selama proses pertumbuhan (zat
ekstraktif) Zat ekstraktif merupakan komponen kayu yang dapat larut dalam
pelarut seperti ester, alcohol, bensin, dan air. Kadar rata–ratanya berkisar
antara 3 – 8 % dari berat kayu kering, termasuk didalamnya resin, lilin, lemak,
tannin, gula, pati, minyak, dan zat warna. Zat ekstraktif sangat penting untuk
mempertahankan fungsi biologi pohon, karena dapat bersifat racun dan
menghambat pertumbuhan bakteri dan serangga (Agoes. D, 1994 dalam
Setiawan dkk., 2012).
5. Abu Selain senyawa diatas, didalam kayu juga terdapat beberapa zat organic
yang disebut abu (sisa pembakaran). Kadar abu dalam kayu sekitar 0,2 – 1 %
dari berat kayu kering (J.F. Dumanauw,1996 dalam Setiawan dkk., 2012).
Komponen utama abu kayu adalah kalium, kalsium, magnesium, dan silika
(D.Fengel dan G. Wegener, 1983 dalam Setiawan dkk., 2012).
Adapun komposisi unsur kimia dalam kayu secara umum dapat dilihat pada
Tabel 2.3 dibawah ini:
Tabel 2.3 Komposisi Kimia dari Kayu
No Komponen % Berat
1 Karbon 50
2 Hidrogen 6
3 Nitrogen 0,04 – 0,01
4 Abu 0,26 – 0,50
5 Oksigen 0 - 45
6 Selulosa 39 – 45
7 Hemiselulosa 15 – 25
8 Lignin 18 - 33 .
9 Abu 3 – 8
10 Air dan lain-lain 0,2 – 1 Sumber : J.F. Dumanauw,1996 dalam Setiawan dkk. (2012)
II-13
E. Briket
Briket merupakan salah satu sumber energi alternatif yang dapat digunakan
untuk menggantikan sebagian dari kegunaan minyak tanah (Utami, 2016). Briket
adalah bahan bakar padat yang berasal dari biomassa seperti kayu, ranting, daun-
daunan, rumput, jerami, limbah pertanian yang diolah lebih lanjut menjadi bentuk
briket (penampilan dan kemasan yang lebih menarik) yang dapat digunakan sebagai
bahan bakar padat untuk keperluan energi sehari-hari yang dapat dilihat pada
Gambar 2.3. Penggunaan Briket untuk kebutuhan sehari- hari sebaiknya digunakan
Briket dengan tingkat polusinya paling rendah dan pencapaian suhu maksimal
paling cepat. Bahan-bahan yang bisa dijadikan sebagai bahan dasar pembuat briket
diantaranya: tongkol jagung, limbah kayu (serutan dan serpihan) dan ranting pohon,
batang jerami, batang ilalang, limbah tandan buah, sekam padi, ampas tebu, kulit
kopi, dan lain-lain. Bahan-bahan ini mudah ditemukan karena merupakan limbah
hasil poduksi (Hasanuddin, dkk., 2012).
Sumber : Slamet dan Budi, 2015
Gambar 2.3 Briket atau Briket Biorang
Setiawan dkk. (2012) mengatakan bahwa briket adalah bahan bakar padat
yang dapat digunakan sebagai sumber energi alternatif yang mempunyai bentuk
II-14
tertentu. Kandungan air pada pembriketan antara 10 - 20 % berat. Ukuran briket
bervariasi dari 20 - 100 gram. Pemilihan proses pembriketan tentunya harus
mengacu pada segmen pasar agar dicapai nilai ekonomi, teknis dan lingkungan
yang optimal.
Beberapa keuntungan yang diperoleh dari briket arang atau Briket antara lain
adalah (Maidi, 2016):
a. Dapat menghasilkan panas pembakaran yang tinggi,
b. Asap yang dihasilkan lebih sedikit daripada arang konvensional,
sehingga meminimalisir pencemaran udara,
c. Bentuknya lebih seragam dan menarik, karena dicetak dengan
menggunakan alat cetak sederhana,
d. Pembuatan bahan baku tidak menimbulkan masalah dan dapat
mengurangi pencemaran lingkungan,
e. Pada kondisi tertentu dapat menggantikan fungsi minyak tanah dan kayu
bakar sebagai sumber energi bahan bakar untuk keperluan rumah tangga,
f. Lebih murah bila dibandingkan dengan minyak tanah atau arang kayu,
g. Masa bakar jauh lebih lama dari pada arang biasa.
1. Syarat dan Kriteria Briket yang Baik
Syarat briket yang baik menurut Sinurat (2011) adalah briket yang
permukaannya halus dan tidak meninggalkan bekas hitam ditangan. Selain itu,
sebagai bahan bakar, briket juga harus memenuhi kriteria sebagai berikut:
a. Mudah dinyalakan.
b. Tidak mengeluarkan asap.
II-15
c. Emisi gas hasil pembakaran tidak mengandung racun.
d. Kedap air dan hasil pembakaran tidak berjamur bila disimpan pada waktu
lama.
e. Menunjukkan upaya laju pembakaran (waktu, laju pembakaran, dan suhu
pembakaran) yang baik.
2. Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Sifat Briket Arang
Faktor-faktor yang mempengaruhi sifat briket arang adalah berat jenis bahan
bakar atau berat jenis serbuk arang, kehalusan serbuk, suhu karbonisasi, dan
tekanan pada saat dilakukan pencetakan. Selain itu, pencampuran formula dengan
briket juga mempengaruhi sifat briket (Sinurat, 2011). Adapun faktor-faktor yang
perlu diperhatikan dalam pembuatan briket atara lain:
a. Bahan baku
Briket dapat dibuat dari bermacam–macam bahan baku, seperti ampas
tebu, sekam padi, serbuk gergaji kayu, dan bahan limbah pertanian. Bahan
utama yang terdapat bahan baku adalah selulosa. Semakin tinggi kandungan
selulosa maka semakin baik kualitas briket, briket yang mengandung zat
terbuang terlalu tinggi cenderung mengeluarkan asap dan bau tidak sedap.
b. Bahan perekat
Penggunaan bahan perekat dimaksudkan untuk menarik air dan
membentuk tekstur yang padat atau mengikat dua substrat yang akan
direkatkan. Dengan adanya bahan perekat, maka susunan partikel akan
semakin baik, teratur dan lebih padat sehingga dalam proses pengempaan
keteguhan tekan dari arang briket akan semakin baik (Silalahi dalam Maidi,
II-16
2016). Beberapa jenis bahan perekat yang dapat digunakan menurut
Kurniawan dan Marsono dalam Hasanuddin dkk. (2012), yaitu:
1) Bahan Perekat Aci (tapioka)
Perekat aci terbuat dari tepung tapioka. Perekat ini biasa
digunakan untuk mengelem prangko dan kertas. Cara membuatnya
sangat mudah yaitu cukup mencampurkan tepung tapioka dengan air,
lalu dididihkan di atas kompor. Selama pemanasan tepung diaduk terus
menerus agar tidak menggurnpal. Warna tepung yang semula putih akan
berubah menjadi transparan setelah beberapa menit dipanaskan dan
terasa lengket di tangan.
2) Bahan Perekat Tanah Liat
Perekat tanah liat bisa digunakan sebagai perekat karbon dengan
cara tanah liat diayak halus seperti tepung, lalu diberi air sampai lengket.
Namun penampilan briket arang yang menggunakan bahan perekat ini
menjadi kurang menarik dan membutuhkan waktu lama untuk
mengeringkannya serta agak sulit menyala ketika dibakar.
3) Bahan Perekat Getah Karet
Daya lekat getah karet lebih kuat dibandingkan dengan lem aci
maupun tanah liat. Ongkos produksinya relatif mahal dan agak sulit
mendapatkannya. Briket arang yang menggunakan perekat ini akan
menghasilkan asap tebal benvarna hitarn dan beraroma kurang sedap
ketika dibakar.
II-17
4) Perekat Getah Pinus
Briket arang menggunakan perekat ini hampir mirip dengan briket
arang dengan menggunakan perekat karet. Namun, keunggulmya
terletak pada daya benturan briket yang kuat meskipun dijatuhkan dari
tempat yang tinggi (briket tetap utuh).
5) Perekat pabrik
Perekat pabrik adalah lem khusus yang diproduksi oleh pabrik
yang berhubungan langsung dengan industri pengolahan kayu. Lem-lem
tersebut mempunyai daya lekat yang sangat kuat tetapi harga
produksinya relatif mahal.
3. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Karakteristik Pembakaran Briket
Menurut Sulistyanto A. (2006) dalam Sinurat (2011), adapun faktor-faktor
yang mempengaruhi karakteristik pembakaran Briket antara lain:
a. Laju pembakaran Briket paling cepat adalah pada komposisi biomassa
yang memiliki banyak kandungan volatile matter (zat-zat yang mudah
menguap). Semakin banyak kandungan volatile matter suatu Briket
maka semakin mudah Briket tersebut terbakar, sehingga laju
pembakaran semakin cepat.
b. Semakin besar berat jenis (bulk density) bahan bakar maka laju
pembakaran akan semakin lama. Dengan demikian Briket yang
memiliki berat jenis yang besar memiliki laju pembakaran yang lebih
lama dan nilai kalornya lebih tinggi dibandingkan dengan Briket yang
II-18
memiliki berat jenis yang lebih rendah, sehingga makin tinggi berat jenis
Briket semakin tinggi pula nilai kalor yang diperolehnya.
F. Proses Pembuatan Briket
Secara umum proses pembuatan briket adalah proses pengolahan yang
mengalami proses karbonisasi, penggilingan dan pengayakan arang, pencampuran
bahan perekat, pencetakan dan pengeringan briket pada kondisi tertentu, sehingga
diperoleh briket yang mempunyai bentuk, ukuran fisik, dan sifat kimia tertentu.
Tujuan dari pembriketan adalah untuk meningkatkan kualitas bahan sebagai
bahan bakar, mempermudah penanganan dan transportasi serta mengurangi
kehilangan bahan dalam bentuk debu pada proses pengangkutan. Beberapa faktor
yang mempengaruhi pembriketan antara lain (Sinurat, 2011):
a. Ukuran dan distribusi partikel
Ukuran partikel mempengaruhi kekuatan briket yang dihasilkan karena
ukuran yang lebih kecil akan menghasilkan rongga yang lebih kecil pula
sehingga kuat tekan briket akan semakin besar. Sedangkan distribusi ukuran
akan menentukan kemungkinan penyusunan (packing) yang lebih baik.
b. Kekerasan bahan
Kekuatan briket yang diperoleh akan berbanding terbalik dengan
kekerasan bahan penyusunnya.
Menurut Maryono dkk. (2013) proses pembuatan briket melalui beberapa
tahapan. Adapun tahapan pembuatan briket sebagai berikut:
II-19
1. Persiapan Bahan Baku
Bahan baku yang disiapkan dan dibersihkan dari material-material tidak
berguna, seperti batu. Usahakan bahan tersebut sudah dalam kondisi kering.
tujuannya adalah agar proses pengarangan menjadi lebih cepat. Material seperti
tanah atau pasir yang menempel ada bahan baku akan berpengaruh pada saat proses
karbonisasi dan pada mutu briket yang dihasilkan. Bahan baku yang basah akan
menimbulkan banyak asap pada saat dilakukan karbonisasi.
2. Proses Karbonisasi
Proses karbonisasi atau pengarangan adalah proses mengubah bahan baku
asal menjadi karbon berwarna hitam melalui pembakaran dalam ruang tertutup
dengan udara yang terbatas atau seminimal mungkin.
Proses pembakaran dikatakan sempurna jika hasil akhir pembakaran berupa
abu berwarna keputihan dan seluruh energi di dalam bahan organik dibebaskan ke
lingkungan. Namun dalam pengarangan, energi pada bahan akan dibebaskan secara
perlahan. Apabilah proses pembakaran dihentikan secara tiba-tiba ketika bahan
masih membara, bahan tersebut akan menjadi arang yang berwarna kehitaman.
Bahan tersebut masih terdapat sisa energi yang dapat dimanfaatkan untuk berbagai
keperluan, seperti memasak, memanggang, dan mengeringkan. Bahan organik yang
sudah menjadi arang tersebut akan mengeluarkan sedikit asap dibandingkan dibakar
langsung menjadi abu.
Lamanya pengarangan ditentukan oleh jumlah atau volume bahan organik,
ukuran parsial bahan, kerapatan bahan, tingkat kekeringan bahan, jumlah oksigen
yang masuk, dan asap yang keluar dari ruang pembakaran.
II-20
Karbonisasi biomassa atau yang lebih dikenal dengan pengarangan adalah
suatu proses untuk menaikkan nilai kalor biomassa dan dihasilkan pembakaran
bersih dengan sedikit asap (Erwin dkk., 2015 dalam Utami, 2016).
Metode Karbonisasi
Pelaksanaan karbonisasi meliputi teknik yang paling sederhana hingga
yang paling canggih. Tentu saja metode pengarangan yang dipilih disesuaikan
dengan kemampuan dan kondisi keuangan. Berikut dijelaskan beberapa
metode karbonisasi (pengarangan) antara lain (Sinurat, 2011):
1) Pengarangan terbuka
Metode pengarangan terbuka artinya pengarangan tidak di dalam
ruangan sebagaimana mestinya. Risiko kegagalannya lebih besar
karena udara langsung kontak dengan bahan baku. Metode
pengarangan ini paling murah dan paling cepat, tetapi bagian yang
menjadi abu juga paling banyak, terutama jika selama proses
pengarangan tidak ditunggu dan dijaga. Selain itu bahan baku harus
selalu dibolak-balik agar arang yang diperoleh seragam dan merata
warnanya.
2) Pengarangan di dalam drum
Drum bekas aspal atau oli yang masih baik bisa digunakan
sebagai tempat proses pengarangan. Metode pengarangan di dalam
drum cukup praktis karena bahan baku tidak perlu ditunggu terus-
menerus sampai menjadi arang
II-21
3) Pengarangan di dalam silo
Sistem pengarangan silo dapat diterapkan untuk produksi arang
dalam jumlah banyak. Dinding dalam silo terbuat dari batu bata tahan
api. Sementara itu, dinding luarnya disemen dan dipasang besi beton
sedikitnya 4 buah tiang yang jaraknya disesuaikan dengan keliling silo.
Sebaiknya sisi bawah silo diberi pintu yang berfungsi untuk
mempermudah pengeluaran arang yang sudah jadi. Hal yang penting
dalam metode ini adalah menyediakan air yang banyak untuk
memadamkan bara.
4) Pengarangan semimodern
Metode pengarangan semimodern sumber apinya berasal dari plat
yang dipanasi atau batu bara yang dibakar. Akibatnya udara disekeliling
bara ikut menjadi panas dan memuai ke seluruh ruangan pembakaran.
Panas yang timbul dihembuskan oleh blower atau kipas angin bertenaga
listrik.
5) Pengarangan supercepat
Pengarangan supercepat hanya membutuhkan waktu
pengarangan hanya dalam hitungan menit. Metode ini menggunakan
penerapan roda berjalan. Bahan baku dalam metode ini bergerak
melewati lorong besi yang sangat panas dengan suhu mendekati 70ºC.
3. Penggilingan dan Pengayakan Arang
Seluruh arang yang dihasilkan dari proses karbonisasi biasanya masih
berbentuk bahan aslinya. Oleh karena itu agar bentuk dan ukuran arang seragam,
II-22
diperlukan alat atau mesin penggiling yang dilengkapi dengan saringan. tipe mesin
penggiling yang digunakan bisa sama dengan penggilingan tepung atau juga bisa
digunakan blender, namun sebelumnya dihancurkan terlebih dahulu dalam ukuran
yang kecil – kecil tergantung dari ukuran dan tingkat kekerasan arangnya,
kemudian disaring dengan menggunakan saringan. Serbuk arang diayak dengan
ayakan No.50.
4. Pencampuran Bahan Perekat
Sifat ilmiah bubuk arang cenderung saling memisah. Dengan bantuan bahan
perekat atau lem, butir-butir arang dapat disatukan dan dibentuk sesuai dengan
kebutuhan. Namun permasalahannya terletak pada jenis bahan perekat yang akan
dipilih. Penentuan bahan perekat yang digunakan sangat berpengaruh terhadap
kualitas briket ketika dibakar dan dinyalakan. Faktor harga dan ketersediaannya di
pasaran harus dipertimbangkan secara seksama karena setiap bahan perekat
memiliki daya lekat yang berbeda-beda karakteristiknya. Tepung kanji digunakan
sebagai bahan perekat didasarkan pada beberapa pertimbangan diantaranya tepung
kanji mudah diperoleh, lebih murah dan pada briket dapat menghasilkan kekuatan
rekat kering yang tinggi serta menghasilkan sedikit asap saat dibakar.
5. Pencetakan dan Pengepresan Briket
Pencetakan arang bertujuan untuk memperoleh bentuk yang seragam dan
memudahkan dalam pengemasan serta penggunaannya. Dengan kata lain, pencetak
briket akan memperbaiki penampilan dan mengangkat nilai jualnya. Oleh karena
itu bentuk ketahanan briket yang diinginkan tergantung dari alat pencetak yang
digunakan. Pemberian tekanan akan menyebabkan perekat yang masih dalam
II-23
keadaan cair akan mulai tersebar secara merata ke dalam celah-celah dan
keseluruhan permukaan serbuk arang yang menyebabkan ikatan antar parikel arang
semakin kuat sehingga briket yang dihasilkan tidak mudah rapuh.
6. Pengeringan Bioriket
Umumnya kadar air briket yang telah dicetak masih sangat tinggi sehingga
bersifat basah dan lunak. Oleh karena itu, briket perlu dikeringkan. Pengeringan
bertujuan mengurangi kadar air dan mengeraskannya hingga aman dari gangguan
jamur dan benturan fisik. Berdasarkan caranya, dikenal 2 metode pengeringan,
yakni penjemuran dengan sinar matahari dan pengeringan dengan oven.
Pengeringan briket dilakukan dalam oven pada suhu 60ºC selama 1 x 24 jam.
G. Parameter Karakteristik Briket
Standar yang digunakan sampai sekarang untuk melihat kualitas Briket
adalah SNI 01-6235-2000 tentang briket arang kayu. Berdasarkan SNI 01-6235-
2000, ada empat syarat karakteristik Briket yang dapat dijadikan standar untuk
menilai mutu dari briket tersebut. Adapun syarat yang dijadikan parameter yaitu
sebagai berikut:
1. Nilai kalor
Menurut Koesoemadinata (1980) dalam Sudiro dan Sigit (2014), nilai kalor
bahan bakar adalah jumlah panas yang dihasilkan atau ditimbulkan oleh suatu gram
bahan bakar tersebut dengan meningkatkan temperatur 1 gr air dari 3,50C – 4,50C
dengan satuan kalori. Dengan kata lain nilai kalor adalah besarnya panas yang
diperoleh dari pembakaran suatu jumlah tertentu bahan bakar. Semakin tinggi berat
jenis bahan bakar, maka semakin tinggi nilai kalor yang diperolehnya. Adapun alat
II-24
yang digunakan untuk mengukur kalor disebut kalorimeter bom (Bomb
Calorimeter).
Ismayana dan Afriyanto (2012) dalam Utami (2016) mengatakan bahwa nilai
kalor perlu diketahui dalam pembuatan briket, karena untuk mengetahui nilai panas
pembakaran yang dapat dihasilkan oleh briket sebagai bahan bakar. Semakin tinggi
nilai kalor yang dihasilkan oleh bahan bakar briket, maka akan semakin baik pula
kualitasnya.
a. Pengujian Nilai Kalor (Standar ASTM D-5865)
Nilai kalori merupakan hasil pembakaran sampel dengan bantuan
oksigen dalam bomb calorimeter pada kondisi tertentu. Nilai kalor briket
dapat ditentukan dengan cara:
1) Sampel ditimbang ± 1 gram dalam cawan logam yang telah
diketahui beratnya.
2) Cawan logam yang telah berisikan sampel diletakkan ke dalam
kaitan yang tersedia pada bomb calorimeter.
3) Benang katun sepanjang 10 cm dipelintirkan pada kedua katub
bomb head hingga ujung benang menyetuh sampel.
4) Bomb head yang telah berisikan sampel dimasukkan ke dalam
alat calorimeter, kemudian memutarnya sampai tertutup dan
terkunci.
5) Menekan tombol start, lalu menekan tombol continue,
memasukkan ID sampel, kemudian tekan enter.
II-25
6) Kode bomb head dilihat sesuai dengan ID, lalu tekan enter dan
mengetik berat sampel, kemudian enter kembali dan secara
otomatis alat akan menganalisis sampel dan menghitungnya.
7) Tunggu selama ± 15 menit, tanda bunyi 3 kali menandakan
proses pembakaran sedang berlangsung.
8) Selanjutnya, nilai kalor akan di print out secara otomatis. Hal
tersebut menandakan proses telah selesai.
9) Bomb head dikeluarkan, lalu cawan dan bomb head
dibersihkan.
10) Setelah uji analisa nilai kalor selesai dilakukan, bomb
calorimeter dibersihkan dan dikeringkan.
2. Kadar Air
Kadar air merupakan salah satu parameter dalam menentukan kualitas briket.
Kandungan air yang tinggi menyulitkan penyalaan dan mengurangi temperatur
pembakaran. Kadar air dalam bahan bakar padat terdapat dalam dua bentuk, yaitu
sebagai air bebas (free water) yang mengisi rongga pori-pori di dalam bahan bakar
dan sebagai air terikat (bound water) yang terserap di permukaan ruang dalam
struktur bahan bakar (Syamsiro dan Saptoadi, 2007 dalam Sudiro dan Sigit, 2014).
Soeparno (1993) dalam Sudiro dan Sigit (2014) menyatakan bahwa kadar air
sangat menentukan kualitas arang yang dihasilkan. Arang dengan kadar air rendah
akan memiliki nilai kalor tinggi. Makin tinggi kadar air maka akan makin banyak
kalor yang dibutuhkan untuk mengeluarkan air dari dalam kayu agar menjadi uap
sehingga energi yang tersisa dalam arang akan menjadi lebih kecil.
II-26
a. Pengujian Kadar Air (Standar ASTM D-3173)
Sudiro dan Sigit (2014) mengatakan bahwa pengujian kadar air
dilakukan dengan prosedur American Society for Testing and Material
(ASTM) D-3173 sebagai berikut:
1) Sampel sebanyak 2 gram (p) dikeringkan dalam oven pada
suhu 103 ± 2 oC selama kurang lebih 4 jam sampai beratnya
konstan (q).
2) Sampel kemudian didinginkan dalam desikator dan ditimbang.
Kadar aire dihitung dengan rumus:
Kadar Air (%) = (𝑝−𝑞)
𝑝 x 100% …....……....…….…… (2.1)
Keterangan:
p = berat sampel (g)
q = berat sampel konstan setelah dikeringan pada suhu 103 ±
2 oC (g)
3. Kadar Abu
Abu sebagai bahan yang tersisa apabila kayu dipanaskan sampai berat yang
konstan. Kadar abu ini sebanding dengan berat kandungan bahan anorganik di
dalam kayu. Fengel dan Wegener (1995) dalam Sudiro dan Sigit (2014)
mendefinisikan abu sebagai jumlah sisa setelah bahan organik dibakar yang
komponen utamanya berupa zat mineral, kalsium, kalium, magnesium dan silika.
Kadar abu yang terkandung dalam bahan bakar padat adalah mineral yang tak dapat
terbakar dan tertinggal setelah proses pembakaran atau reaksi-reaksi yang
menyertainya selesai. Kadar abu berperan menurunkan mutu bahan bakar karena
II-27
menurunkan nilai kalor. Pada setiap komposisi campuran bahan baku, kadar abu
briket memiliki kecenderungan meningkat pada ukuran partikel yang semakin
mengecil. Tinggi rendahnya kadar abu dipengaruhi oleh jenis bahan baku arang dan
sempurna tidaknya proses pembakaran (Yuwono, 2009 dalam Sudiro dan Sigit,
2014).
a. Pengujian Kadar Abu (SNI 06-3730-1995)
Sampel diabukan pada suhu tinggi, sisa pengabuan dihitung sebagai
abu dalam sampel. Penentuan kadar abu dilakukan dengan cara
mengeringkan cawan porselin dalam tanur bersuhu 600°C selama 30 menit.
Selanjutnya cawan didinginkan di dalam desikator selama 30 menit dan
ditimbang bobot kosongnya. Kemudian ke dalam cawan kosong tersebut
dimasukkan sampel sebanyak 2-3 gram. Cawan yang telah beris sampel
selanjutnya dimasukkan ke dalam tanur dengan suhu (800°C - 900°C)
selama 2 jam sampai sampel menjadi abu. Selanjutnya cawan diangkat dari
dalam tanur dan didinginkan di dalam desikator, lalu ditimbang. Kadar abu
dapat dihitung dengan menggunakan rumus:
Kadar Abu (%) = 𝑊1
𝑊2 x 100% ………………………………….. (2.2)
Keterangan :
W1 = Bobot abu (gram)
W2 = Bobot sampel (gram)
4. Kadar Zat yang Mudah Menguap (Volatile Matter)
Zat mudah menguap dalam Briket arang adalah senyawa-senyawa selain air,
abu dan karbon. Zat menguap terdiri dari unsur hidrogen, hidrokarbon CO2 - CH4,
II-28
metana dan karbon monoksida. Adanya unsur hidrokarbon (alifatik dan aromatik)
akan menyebabkan makin tinggi kadar zat yang mudah menguap sehingga Briket
arang akan menjadi mudah terbakar karena senyawa alifatik dan aromatik ini
mudah terbakar (Sudiro dan Sigit, 2014).
Kadar zat mudah menguap dalam bahan bakar padat berfungsi sebagai
stabilisasi nyala dan mempercepat pembakaran awal. Semakin besar kadar zat
mudah menguap pada bahan bakar maka semakin cepat terbakar dan waktu
penyalan semakin singkat dan sebaliknya semakin kecil kadar zat mudah menguap
maka akan sulit dalam penyalaan awal (Hardiawan dan Fadli, 2015).
Yuwono (2009) dalam Sudiro dan Sigit (2014) mendefinisikan kadar zat
mudah menguap sebagai kehilangan berat (selain karena hilangnya air) dari arang
yang terjadi pada saaat proses pengarangan berlangsung selama 7 menit pada suhu
9000 C pada tempat tertutup tanpa adanya kontak dengan udara luar. Selanjutnya
disebutkan bahwa penguapan kadar zat mudah menguap ini terjadi sebelum
berlangsungnya oksidasi karbon dan kandungan utamanya yaitu hidrokarbon serta
sedikit nitrogen (Fengel dan Wagener, 1995 dalam Sudiro dan Sigit, 2014).
a. Pengujian Kadar zat yang mudah menguap (SNI 01-6235-2000)
Zat-zat organik yang terikat dalam arang akan menguap pada
pemanasan tanpa oksigen pada suhu 9500C. Kehilangan bobot sampel
dihitung sebagai yang hilang pada pemanasan 9500C selama 7 menit.
Cara penentuan kadar zat yang hilang pada Suhu 950ºC briket yaitu
cawan kosong beserta tutupnya terlebih dahulu dipijarkan di dalam tanur
selama 30 menit dan didinginkan di dalam desikator, lalu timbang cawan
II-29
kosong tersebut. Kemudian timbang dengan teliti sebanyak 1-2 gram
sampel ke dalam cawan kosong tersebut yang sudah diketahui bobotnya.
Cawan selanjutnya ditutup dan dimasukkan ke dalam tanur dengan suhu
950°C. Panaskan selama 7 menit kemudian angkat lalu dinginkan di dalam
desikator. Kadar zat yang hilang pada suhu 950°C dapat dihitung dengan
menggunakan rumus:
Kadar zat hilang pada 950ºC (%) = 𝑊1−𝑊2
𝑊1 x 100% …………….(2.3)
Keterangan :
W1 = Bobot sampel awal (gram)
W2 = Bobot sampel setelah pemanasan (gram)
Standar Mutu Briket Arang
Badan Standarisasi Nasional (2000) mengahatakan bahwa briket bioarang
yang memenuhi Standar Nasional Indonesia 01-6235-2000 sebagai bahan bakar,
dilihat dari kadar air, kadar zat terbang, kadar abu, dan nilai kalor. Syarat mutu
briket arang dapat dilihat pada Tabel 2.4.
Tabel 2.4 Standarisasi Mutu Briket Arang
No Standarisasi Nilai
1 Kadar Air Maksimum 8%
2 Kadar Zat Mudah Menguap Maksimum 15%
3 Kadar Abu Maksimum 8%
4 Nilai Kalor Minimal 5000 Kal/kg
Sumber : SNI, 2000
II-30
H. Penelitian Terdahulu
Penelitian terdahulu merupakan salah satu acuan penulis melakukan
penelitian sehingga penulis dapat memperkaya teori yang digunakan dalam
mengkaji penelitian yang dilakukan. Dari penelitian terdahulu, penulis tidak
menemukan penelitian dengan judul yang sama seperti judul penulis, namun
penulis mengangkat beberapa penelitian sebagai referensi dalam memperkaya
bahan kajian pada penelitian. Berikut tabel matriks referensi yang merupakan
kumpulan referensi penelitian terdahulu berupa beberapa jurnal terkait dengan
penelitian yang dilakukan penulis, dapat dilihat pada Tabel 2.5 dibawah ini :
II-31
Tabel 2.5 Matriks Referensi Jurnal yang Relevan
NO JUDUL
JURNAL PENULIS TAHUN PENERBIT HASIL PENELITIAN
1 Penggunaan
Tongkol Jagung
Akan
Meningkatkan
Nilai Kalor Pada
Briket
Budi Nining
Widarti,
Purnamasari
Sihotang, Edhi
Sarwono
2016 Program Studi
Teknik
Lingkungan,
Fakultas Teknik,
Univeritas
Mulawarman
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa tongkol
jagung dan sekam padi dapat dimanfaatkan sebagai
bahan baku pembuatan briket setelah melalui
pengujian uji kadar kadar karbon terikat dan uji nilai
kalor. Penggunaan tongkol jagung akan
menghasilkan nilai kalor yang tinggi namun
penambahan sekam padi akan menyebabkan nilai
kalor semakin menurun.
Komposisi yang paling optimum pada perlakuan B
dengan komposisi tongkol jagung dan sekam padi
75%: 25% diperoleh kadar karbon terikat sebesar
41,49% dan nilai kalor sebesar 5.636,3 cal/gram.
2 Penelitian Nilai
Kalor Briket
Tongkol Jagung
Dengan Berbagai
Perbandingan
Sekam Padi
Andi Mangkau,
Abdul Rahman
& Glendi
Bintaro
2011 Jurusan Mesin
Fakultas Teknik
Universitas
Hasanuddin
Hasil penelitian ini memperlihatkan bahwa nilai
kadar air briket dari tongkol jagung dan sekam padi
memenuhi standar baku mutu briket. Rendahnya
kadar air yang terkandung dalam briket hasil
penelitian ini disebabkan karena waktu pengeringan
yang cukup lama.
Nilai kadar abu menunjukkan briket dari tongkol
jagung dan sekam padi tidak memenuhi standar mutu
briket yang ada.
Kandungan zat terbang yang terdapat dalam briket
tongkol jagung dan sekam padi tidak memenuhi
standar mutu briket yang ada.
II-32
NO JUDUL
JURNAL PENULIS TAHUN PENERBIT HASIL PENELITIAN
Nilai kalor yang terdapat dalam briket togkol jagung
dan sekam padi pada komposisi (75% tongkol jagung
:25% sekam padi) memenuhi standar baku mutu
briket.
3 Pengujian Nilai
Kalor Dan Kadar
Air Terhadap
Briket Sebagai
Bahan Bakar
Padat Yang
Terbuat Dari
Bottom Ash
Limbah PLTU
Dengan Biomassa
Tempurung
Kelapa Melalui
Proses
Karbonisasi
Budi Gunawan,
Sugeng Slamet,
dan Wenny
Hizkia Aferdo
2015 Jurusan Teknik
Mesin dan Teknik
Elektro, Fakultas
Teknik,Universitas
Muria Kudus
Hasil penelitian menunjukkan bahwa bottom ash
dapat dijadikan sebagai bahan bakar padat alternatif
dengan cara melakukan proses daur ulang untuk
selanjutnya dilakukan proses karbonisasi dengan
biomassa lain sehingga nilai panasnya dapat
ditingkatkan. Penggunaan biomassa sebagai
campuran briket akan lebih ramah lingkungan
dikarenakan biomassa tersebut tidak mengandung
unsur-unsur yang berbahaya bagi kesehatan dan
lingkungan terutama sulfur sebagaimana dijumpai
pada batu bara murni.
4 Pengaruh
Komposisi Bahan
Terhadap
Karakterisasi
Briket Limbah
Biji Jarak Pagar
(Jatropha Curcas
Linn)
Sriharti dan
Takiyah Salim
2011 Balai Besar
Pengembangan
Teknologi Tepat
Guna LIPI
Hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa briket
limbah biji jarak pagar dengan tempurung kelapa
menghasilkan briket yang terbaik. Hal ini terlihat dari
pengujian pembakaran (Water Boiling Test), di mana
laju pembakaran yang paling tinggi 18,62 gram/menit
dengan konsumsi bahan bakar yang terkecil, yaitu
0,099 gram bahan bakar/gram air. Hal ini antara lain
disebabkan nilai kalorinya paling tinggi, yaitu 6,016
II-33
NO JUDUL
JURNAL PENULIS TAHUN PENERBIT HASIL PENELITIAN
kalori/gram dengan nilai sharter indexnya yang
terkecil, yaitu 2,41% yang menunjukkan bahwa
briket paling kuat terhadap benturan dengan berat
jenis yang cukup tinggi, yaitu 1,08 yang
menunjukkan bahwa kerapatannya paling baik.
Berdasarkansifat-sifat bahan bakar dan hasil uji
proksimasidan sifat-sifat pembakaran dari hasil
analisis Water Boiling Test terlihat bahwa briket
limbah jarak pagar dapat dijadikan sebagai bahan
bakar alternatif sebagai pengganti minyak tanah.
5 Pembuatan dan
Analisis Mutu
Briket Arang
Tempurung
Kelapa Ditinjau
dari Kadar Kanji
Maryono,
Suddin, dan
Rahmawati
2013 Fakultas MIPA
Jurusan Kimia
Universitas Negeri
Makassar
Hasil dari penelitian ini yaitu mutu briket arang
tempurung kelapa ditinjau dari kadar kanji diperoleh
kadar air sebesar 3,465,57%, kadar abu berkisar
antara 7,499,94%, sedangkan kadar zat yang hilang
pada suhu 950ºC berkisar antara 2,864,77%.
6 Pengaruh
Komposisi
Pembuatan Briket
Dari Campuran
Kulit Kacang Dan
Serbuk
Gergaji Terhadap
Nilai Pembakaran.
Agung
Setiawan, Okvi
Andrio, dan
Pamilia
Coniwanti
2012 Jurusan Teknik
Kimia Fakultas
Teknik Universitas
Sriwijaya
Penelitian ini menggunakan bahan baku limbah
serbuk gergaji kayu dan kulit kacang tanah dengan
temperatur karbonisasi yang digunakan mulai dari
3000 C, 3500 C, 4000 C, 4500C, sampai dengan 5000C.
Dan perekat yang digunakan pada penelitian berupa
tepung sagu dengan kadar 20% dari berat briket
bioarang. Nilai pembakaran yang optimal didapat
pada temperatur karbonisasi 5000 C yaitu senilai
5670,538 kal/gr.
II-34
NO JUDUL
JURNAL PENULIS TAHUN PENERBIT HASIL PENELITIAN
7 Pengaruh
Komposisi Dan
Ukuran Serbuk
Briket Yang
Terbuat Dari
Batubara Dan
Jerami Padi
Terhadap
Karakteristik
Pembakaran
Sudiro dan Sigit
Suroto
2014 Mesin Otomotif
Politeknik
Indonusa
Surakarta
Hasil penelitian menunjukkan bahwa rendemen arang
dari proses pirolisis batubara dan jerami padi
diperoleh sebesar 68,54% dan 24,61%; sedangkan
nilai kalornya sebesar 6150.740 kal/g dan 4751.184
kal/g. Dari hasil uji eksperimen titik optimum pada
briket komposisi campuran 50% batubara dan 50%
jerami padi pada 35 mesh, parameter pengujian sesuai
dengan SNI 01-6235-2000 yaitu kadar air sebesar
5,176%, kadar abu sebesar 26,231%, kadar volatile
matter sebesar 12,484%, nilai kalor sebesar 5037.127
kal/g, kadar karbon terikat sebesar 56.105%, densitas
sebesar 0.743 g/cm3 dan untuk laju pembakaran
sebesar 4,14 g/menit pada menit ke-8, Hasil simulasi
komputer untuk suhu pada waktu pembakaran maka
komposisi 50% batubara dan 50% jerami padi pada
35 mesh sebesar 7430K atau 4690C.
8 Studi Banding
Penggunaan
Pelarut Air dan
Asap Cair
Terhadap Mutu
Briket Arang
Tongkol Jagung
Enny Sholichah
dan Nok Afifah
2011 Balai Besar
Pengolahan
Teknologi Tepat
Guna LIPI
Hasil dari penelitian ini yaitu briket yang dibuat
dengan kedua jenis pelarut memiliki nilai kadar air,
abu, volatile matter dan fixed carbon yang relative
sama. Tetapi briket dengan pelarut asap cair
mempunyai nilai kalor lebih tinggi dibandingkan
pelarut air. Nilai beban pecah briket dengan pelarut
air relatif lebih besar dibandingkan pelarut asap cair.
Briket yang dibuat dengan kedua jenis pelarut
memenuhi standar SNI briket arang kayu untuk
parameter kadar air, abu dan nilai kalor. Sedangkan
II-35
NO JUDUL
JURNAL PENULIS TAHUN PENERBIT HASIL PENELITIAN
nilai volatile matter masih lebih tinggi dari batas
maksimal sedangkan nilai fixed carbon menjadi lebih
rendah.
9 Analisa Proksimat
Dan Nilai Kalor
Pada Briket
Bioarang Limbah
Ampas Tebu Dan
Arang Kayu
Eddy Elfiano,
Purwo Subekti,
dan Ahmad
Sadil
2014 Teknik Mesin
Fakultas Teknik
Universitas Islam
Riau dan Teknik
Mesin Fakultas
Teknik Universitas
Pasir Pengaraian
Hasil penelitian ini adalah nilai proksimat yang
rendah ditunjukan pada briket yang terbuat dari arang
kayu dengan tekanan paling tinggi yaitu 7,86 MPa
dan menggunakan perekat damar.
Nilai kalor paling tinggi juga ditunjukan oleh briket
yang terbuat dari arang kayu dengan tekanan 7,86
MPa dan menggunakan perekat damar. Tekanan dan
jenis perekat berpengaruh pada nilai proksimat dan
nilai kalor.
Briket dengan kualitas yang paling baik adalah
terbuat dari arang kayu dengan perekat damar dan
ditekan pada tekanan 7,86 MPa. Dibandingkan
dengan briket arang kayu, kualitas briket ampas tebu
lebih rendah, tetapi tetap dapat dimanfaatkan sebagai
bahan bakar alternatif Karena masih memiliki nilai
kalor yang cukup baik.
10 Karakterisasi
Briket Campuran
Bottom Ash Dan
Biomassa Melalui
Proses
Karbonisasi
Sebagai Bahan
Sugeng Slamet
dan Budi
Gunawan
2015 Program Studi
Teknik Mesin dan
Program Studi
Teknik Elektro,
Fakultas Teknik,
Universitas Muria
Kudus
Hasil dari penelitian ini adalah Komposisi limbah
batu bara/bottom ash dengan beberapa biomassa
merupakan sumber bahan bakar alternatif untuk
menggantikan sumber bahan bakar fosil.
Kadar carbon campuran bottom ash dengan biomassa
arang tempurung kelapa naik ratarata 10,95%, arang
cangkang kopi 7.25% dan arang cangkang kapuk
II-36
NO JUDUL
JURNAL PENULIS TAHUN PENERBIT HASIL PENELITIAN
Bakar Padat
15.0%. Sedangkan senyawa sulfur oksida (SOx) pada
Briket menunjukkan prosentase berbeda, komposisi
terendah pada campuran Briket 60 : 40 biomassa
tempurung kelapa. Kadar air campuran bottom ash
dengan biomassa tempurung kelapa naik rata-rata
2.68%, cangkang kulit kopi 3.93% dan cangkang
kulit kapuk 2.75%. Sedangkan kadar abu biomassa
tempurung kelapa naik rata-rata 11.41%, cangkang
kulit kopi 11.09% dan cangkang kulit kapuk 9.13%.
Proses karbonisasi pada bahan baku Briket mampu
menurunkan prosentase senyawa berbahaya
khususnya SOx yang terkandang dalam limbah batu
bara.
11 Pemanfaatan
Sekam Padi Dan
Limbah Teh
Sebagai Bahan
Briket
Arang Dengan
Perekat Tetes
Tebu
Ahmad Rifai
Siregar,
Lukman Adlin
Harahap, dan
Sulastri
Panggabean
2015 Program Studi
Keteknikan
Pertanian,
Fakultas Pertanian
USU, Medan
Hasil dari penelitian ini adalah perbedaan komposisi
bahan pembuat briket bioarang memberi pengaruh
berbeda sangat nyata terhadap kerapatan, keteguhan
tekan, nilai kalor, kadar abu dan tidak nyata terhadap
kadar air.
Semakin besar tekanan pengepresan maka nilai
keteguhan tekan samakin meningkat.
Dengan bertambahnya komposisi arang sekam padi
maka nilai kalor briket akan menurun, sedangkan
keteguhan tekan briket semakin meningkat.
Dengan bertambahnya komposisi arang sekam padi
maka kadar air briket akan menurun, dan kadar abu
dan kerapatan semakin meningkat.
II-37
NO JUDUL
JURNAL PENULIS TAHUN PENERBIT HASIL PENELITIAN
12 Peningkatan
Kualitas
Pembakaran
Biomassa Limbah
Tongkol
Jagung sebagai
Bahan Bakar
Alternatif dengan
Proses
Karbonisasi dan
Pembriketan
Untoro Budi
Surono
2010 Jurusan Teknik
Mesin, Fakultas
Teknik,
Universitas
Janabadra
Yogyakarta
Pada penelitian ini, proses karbonisasi dilakukan pada
suhu 220ºC, 300ºC dan 380ºC sementara proses
pembriketan dilakukan pada tekanan 24,4 MPa, 48,8
MPa, 73,2 MPa, dan 97,6 MPa. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa proses karbonisasi yang
dilakukan dapat meningkatkan kandungan karbon
dan nilai kalor briket dari tongkol jagung. Kondisi
operasi karbonisasi terbaik diperoleh pada suhu
380°C, sementara untuk pembriketan dilakukan pada
97,6 MPa yang dapat menaikkan kadar karbon
sampai 67% dan nilai kalor sampai 65%. Proses
karbonisasi yang dilakukan dapat mengurangi emisi
CO dan laju pembakaran. Hasil penelitian juga
menunjukkan bahwa penekanan yang tinggi selama
pembriketan juga dapat mengurangi emisi CO dan
laju pembakaran.
13 Penentuan
Kondisi Optimum
Suhu Dan Waktu
Karbonisasi
Pada Pembuatan
Arang Dari Sekam
Padi
Satriyani
Siahaan,
Melvha
Hutapea, dan
Rosdanelli
Hasibuan
2013 Departemen
Teknik Kimia,
Fakultas Teknik,
Universitas
Sumatera Utara,
Hasil dari penelitian yaitu: Semakin lama waktu dan
semakin tinggi suhu karbonisasi maka rendemen
yang dihasilkan semakin sedikit.
Semakin lama proses karbonisasi maka semakin kecil
kadar airnya. Semakin meningkatnya suhu dan waktu
karbonisasi maka kadar abu akan semakin tinggi.
Peningkatan suhu dan waktu karbonisasi akan
mengurangi kadar zat mudah menguap.
Suhu dan waktu karbonisasi optimum untuk sekam
padi, yaitu 4000 C selama 120 menit dengan kadar
II-38
NO JUDUL
JURNAL PENULIS TAHUN PENERBIT HASIL PENELITIAN
karbon terikat 41,3 %, kadar air 6,1 %, kadar abu 32,6
% dan kadar zat mudah menguap 20,5 %.
14 “Briket Cattapa”
Alternatif Briket
Bioarang
Terbarukan
Berbahan Buah
Ketapang
(Terminalia
Cattapa)
Yang Ramah
Lingkungan
Nurul Hidayah,
Iin
Astarinugrahini,
dan Lulu
Maknunah
2014 Fakultas
Matematika dan
Ilmu Pengetahuan
Alam Universitas
Negeri
Yogyakarta
Pengujian efektifitas kualitas “Briket Cattapa”
dilakukan melalui dua tahap yaitu tahap pengujian
kadar air dan pengujian bahan bakar yaitu dengan
cara “Briket Cattapa” di bakar. Dari hasil kedua
pengujian tersebut dapat disimpulkan “Briket
Cattapa” masih banyak mengandung kadar air dengan
persentase sebesar 58,38%, di mana hal ini dapat
mengurangi kepadatan dan kualitas briket bioarang.
Akibatnya pada proses pembakaran Briket Cattapa
cepat berubah menjadi abu.
15 Pemanfaatan
Tongkol Jagung
Dan Limbah Teh
Sebagai Bahan
Briket
T. Anwari Faiz,
Lukman Adlin
Harahap, dan
Saipul Bahri
Daulay
2015 Program Studi
Keteknikan
Pertanian,
Fakultas Pertanian
USU, Medan
Hasil dari penelitian ini : Nilai kerapatan briket
bioarang yang dibuat dari tongkol jagung dan ampas
teh belum memenuhi standar mutu yang berlaku di
Indonesia. Nilai kalor, kadar air, dan nilai kadar abu
briket bioarang yang dibuat dari tongkol jagung dan
ampas teh memenuhi standar mutu briket buatan
Indonesia.
Perlakuan perbandingan tongkol jagung dan ampas
tahu 100:0 merupakan perlakuan terbaik dalam
penelitian ini dengan hasil kadar air 2,89%, kerapatan
0,368 g/cm3, nilai kalor 10052.08 kal/g, dan kadar
abu 2.83%.
Peningkatan jumlah tongkol jagung dalam pembuatan
briket bioarang maka nilai kalor briket akan
II-39
NO JUDUL
JURNAL PENULIS TAHUN PENERBIT HASIL PENELITIAN
meningkat. Peningkatan jumlah ampas teh dalam
pembuatan briket bioarang maka kadar air, kadar abu
dan kerapatan akan semakin meningkat.